59 BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI dan SARAN
5.1 Simpulan Ha : Subjek dengan penerimaan diri tinggi akan lebih memilih coming out secara signifikan dari pada subjek dengan penerimaan diri rendah. Ha pada penelitian ini diterima karena terdapat hubungan positif antara penerimaan diri dan proses coming out sebesar (t = 0.686; p<0.05) hubungan tersebut bersifat positif dan kuat, dalam artian semakin seorang gay memiliki penerimaan diri tinggi semakin tinggi pula proses coming out pada gay. Pada penelitian ini ditemukan perbedaan penerimaan diri antara gay coming out dan non coming out dan prediktor terpenting dalam proses coming out adalah acceptance, sedangkan prediktor terpenting dalam penerimaan diri adalah awarness.
5.2 Diskusi Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, bahwa memang ada hubungan positif antara penerimaan diri dan proses coming out, akan tetapi tidak hanya penerimaan diri yang mempengaruhi proses coming out faktor agama pun menjadi faktor yang paling mendasar bagi seorang gay. Agama menurut kamus besar bahasa Indonesia (2008) adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa sangsekerta, āgama yang berarti "tradisi" (Satria, 2012). Pada penelitian ini ditemukan responden gay non coming yang memiliki keyakinan Atheis lebih banyak dibandingkan dengan responden gay coming out
60 yaitu sebanyak 9 orang dari 30 orang gay non coming out, sedangkan gay coming out tidak ada responden yang memiliki keyakinan sebagai seorang Atheis. Melihat hasil penemuan dalam penelitian menjelaskan bahwa pada gay non coming out lebih memilih untuk tidak memiliki keyakinan (atheis). Agama Islam menganggap bahwa perbuatan liwath dianggap perbuatan yang teramat keji yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat islam, untuk itu para pelaku liwath haruslah diberikan hukuman dirajam (dilempar) dengan batu yang merupakan hukuman yang pantas diberikan (Muhammad Abduh Tuasikal Hukum Islam, 2011). Agama Kristen memiliki pandangan bahwa perbuatan homoseksual adalah perbuatan dosa, tetapi tidak ada hukuman yang harus diperlakukan untuk kaum homoseksual. Agama Hindu memiliki pandangan bahwa Homoseksual hanyalah salah satu dari sekian banyak kecenderungankecenderungan yang ada di dalam diri manusia yang bersifat sementara dan cenderung berubah tidak ada hukuman yang berlaku untuk kaum homoseksual dalam agama Hindu, dan dalam agama Buddha tidak ada larangan terhadap agama Buddha akan tetapi setiap umat Buddha harus dapat menjalani pancasila Buddhis, Sila ketiga, merupakan hal yang penting sebagaimana yang sudah dibahas dalam “Gay & Pancasila Buddhis”. Bagi kaum homoseksual non coming out memilih untuk menjadi seorang Atheis merupakan pilihan, hal ini terjadi dikarenakan pada gay non coming out memiliki penerimaan diri yang rendah sehingga nilai-nilai dan larangan agama menjadi batasan dalam dirinya yang akan membuat kaum gay tersebut selalu merasa bersalah dan mempunyai beban dalam kehidupan kaum gay. Adanya perasaan bersalah akan menghambat proses penerimaan diri pada kaum gay dan mengakibatkan proses coming out pun tidak dilakukan oleh kaum gay. Mengingat bahwa prediktor terpenting dalam penerimaan diri adalah awarenees yang merupakan proses yang sangat membingungkan karena mereka memulai
61 untuk mengalami level internal dan tekanan sosial yang tinggi. Jika kaum gay merasa tidak nyaman dan selalu merasa terbebani dengan tekanan yang diberikan dalam lingkungan sosialnya maka kaum gay tersebut tidak akan dapat menerima dirinya sepenuhnya dan tidak dapat melakukan proses membuka jati dirinya (non coming out). Dengan ditemukan prediktor terpenting ini nampak jelas bahwa agama yang diyakini oleh setiap individu kaum gay mempengeruhi terhadap proses penerimaan diri. Sedangkan untuk gay coming out yang masih tetap memilih untuk beragama, hal ini terjadi dikarenakan pada gay coming out memiliki penerimaan diri yang tinggi sehingga nilai-nilai dan larangan agama tidak menjadi batasan dalam dirinya yang akan membuat kaum gay tersebut selalu merasa bersalah dan mempunyai beban dalam kehidupan kaum gay. Tidak adanya perasaan bersalah akan mempermudah mereka melakukan proses coming out. Mengingat kembali bahwa prediktor terpenting dalam penerimaan diri adalah awarenees yang merupakan proses yang sangat membingungkan karena mereka memulai untuk mengalami level internal dan tekanan sosial yang tinggi. Pada Tahapan ini pembentukan penerimaan diri terbentuk akan adanya penyesuaian terhadap lingkungan dan norma sosial. Gay coming out pada tahapan ini sudah tidak menjadi masalah karena kaum gay tersebut sudah merasa nyaman dengan lingkungan sosialnya dan tidak lagi merasa terganggu akan tekanan sosial yang yang berasal dari agama dan lingkungan sosial yang ada dalam kehidupannya. Dengan
melihat
penemuan
ini
nampak
terlihat
jelas
bahwa
agama
mempengaruhi penerimaan diri seorang gay dan akan berpengaruh juga terhadap proses coming out seorang gay. Bisa disimpulkan bahwa hal ini merupakan topik yang menarik untuk ditelaah. Karena peneliti melihat terdapat perbedaan disini dan tidak diteliti dalam penelitian ini.
62 Pada penelitian ini tidak dilakukan proses wawancara secara mendalam kepada para responden, apabila proses wawancara dilakukan maka terdapat kemungkinan faktor-faktor lain selain penerimaan diri dan agama dapat di ketahui, misalnya kasus yang pertama dalam membahas faktor agama yang ditemukan dalam penelitian ini yang terdapat pengaruh terhadap proses coming outnya seorang gay. Proses wawancara dapat lebih mendalami bagaimana kehidupan responden dengan keyakinan yang di anutnya, sehingga dapat lebih mendukung data hasil penemuan dalam penelitian ini. Kasus yang kedua yang dapat ditemukan dalam melakukan proses wawancara, faktor lingkungan terdekat responden yaitu keluarga dan rekan kerja ataupun sahabat. Mengingat keluarga merupakan dukungan sosial yang berpengaruh dalam diri seseorang dalam pembentukan jati diri dan penerimaan diri. Karena pada umumnya keluarga berfungsi untuk melindungi, menjaga, mengasuh dan membantu perkembangan sosialisasi para anggota keluarga, untuk mengetahui bagaimana kehidupan para responden dengan anggota keluarganya pastinya proses wawancara sangat dibutuhkan, karena proses coming out merupakan suatu proses tahapan psikologis yang bersifat pribadi, sehingga apabila peneliti selanjutnya ingin meneliti melalui proses coming out, maka sebaiknya juga menggunakan metode wawancara selain metode kuesioner, agar peneliti mendapat proses pemahaman menyeluruh tentang para responden.
63 5.3 Saran 5.3.1 Saran Bagi Populasi Penelitian Bedasarkan pada penelitian ini, penerimaan diri merupakan dasar untuk seseorang melakukan coming out. Responden (gay) disarankan untuk bisa menerima dan menjalani kehidupannya dengan menerima apa adanya kondisi yang ada adalam dirinya, agar dapat menghadapi berbagai masalah yang timbul akibat kehomoaannya. Sehingga proses coming out dapat cepat tercapai.
5.3.2 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang diberikan adalah bahwa coming out merupakan suatu proses tahapan psikologis yang bersifat pribadi, sehingga apabila peneliti selanjutnya ingin meneliti melalui proses coming out, maka sebaiknya juga menggunakan metode wawancara selain metode kuesioner, agar peneliti mendapat proses pemahaman menyeluruh tentang subjek. Dan juga dapat memasukkan faktor agama sebagai variabel penelitian.