BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA
Pada bab sebelumnya telah dilakukan analisis-analisis mengenai karakteristik responden, karakteristik pergerakan responden, persepsi responden mengenai tingkat pelayanan moda yang saat ini digunakan untuk menuju Bandara Soekarno-Hatta dan kesediaan pengguna untuk menggunakan moda KA Bandara. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai temuan hasil studi dari analisis
tersebut
beserta
kesimpulannya,
rekomendasi
yang
diberikan
sehubungan rencana pembangunan dan pengoperasian KA Bandara, kelemahan studi, serta rekomendasi studi lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini.
5.1
Temuan Studi Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diperoleh beberapa temuan
studi berikut ini:
Sebanyak 40,56% pelaku pergerakan menuju Bandara Soekarno-Hatta berprofesi sebagai karyawan swasta. Selain itu sebagian besar responden juga termasuk golongan menengah ke atas. Terbukti lebih dari 50% pelaku pergerakan memiliki pendapatan diatas Rp. 2.000.000,00 perbulan.
Sebanyak 89,33% pelaku pergerakan memiliki kendaraan pribadi. Bahkan lebih dari 60% pelaku perjalanan memiliki kendaraan pribadi lebih dari satu buah. Bila responden memulai pergerakannya dari rumah, itu artinya sebagian besar pelaku pergerakan tersebut merupakan choice transit riders, dimana mereka memiliki lebih dari satu alternatif untuk melakukan pergerakan
terutama
ke
Bandara
Soekarno-Hatta,
yakni
dengan
menggunakan mobil pribadi, airport bus DAMRI, atau taksi.
Lebih dari 55% pelaku pergerakan ke Bandara Soekarno-Hatta memiliki maksud sebagai penumpang pesawat. Namun, pengguna mobil pribadi sebagian besar (75%) mengunjungi bandara untuk menjemput atau mengantar kerabatnya.
Sebagian besar (hampir 90%) pelaku pergerakan pernah mengunjungi Bandara Soekarno-Hatta lebih dari dua kali dalam setahun terakhir. Hal ini
82
setidaknya dapat menunjukkan bahwa pelaku pergerakan telah sedikit mengerti mengenai kondisi sistem transportasi darat dari dan ke Bandara Soekarno-Hatta.
Rata-rata waktu akses pengguna airport bus DAMRI adalah 40 menit, dengan waktu tunggu rata-rata 14 menit. Sedangkan waktu akses pengguna taksi adalah 6 menit dengan waktu tunggu rata-rata 9 menit.
Rata-rata total waktu tempuh pengguna airport bus DAMRI adalah 122 menit, pengguna mobil pribadi adalah 94 menit, dan pengguna taksi adalah 57 menit.
Biaya total rata-rata yang harus dikeluarkan pengguna airport bus DAMRI mencapai Rp.35.000,00, pengguna mobil pribadi Rp.90.000,00, sedangkan total biaya rata-rata pengguna taksi adalah Rp.93.000,00.
Sebagian besar (56,67%) pengguna airport bus DAMRI menyatakan bahwa kenyamanan dalam bus memuaskan dan 48,33% pengguna bus menyatakan bahwa tingkat pelayanan airport bus DAMRI secara keseluruhan cukup memuaskan.
Sebagian besar (63,33%) pengguna taksi menyatakan bahwa kenyamanan dalam taksi menuju bandara sudah memuaskan dan 53,33% pengguna taksi juga menyatakan bahwa tingkat pelayanan taksi secara keseluruhan cukup memuaskan.
Lebih dari 45% pengguna mobil pribadi menyatakan bahwa keuntungan menggunakan mobil pribadi adalah waktu tempuh yang relatif lebih cepat. Namun, kerugian menggunakan mobil pribadi adalah biaya yang harus dikeluarkan lebih besar. Hal ini dinyatakan oleh 63,64% pengguna mobil pribadi.
Secara keseluruhan, sebanyak 67,8% responden pelaku pergerakan bersedia menggunakan KA Bandara. Dari jumlah tersebut, persentase terbesar berasal dari pengguna taksi. Sementara itu, dengan menggunakan analisis statistik inferensi, estimasi populasi pengguna potensial KA Bandara yang bersedia berpindah moda transportasi dari jalan raya ke kereta api adalah sebanyak 58,64% - 76,96% dari total pengunjung Bandara SoekarnoHatta.
83
Sebagian besar ketidaksediaan pelaku pergerakan menggunakan KA Bandara adalah karena lokasi stasiun keberangkatan, yaitu Manggarai, yang cukup jauh dari tempat tinggal.
5.2
Kesimpulan Studi ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik permintaan pengguna
potensial KA Bandara dan besaran proporsi perpindahan moda yang terjadi. Yang dimaksud dengan pengguna potensial adalah pelaku perjalanan yang telah melakukan pergerakan darat menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan berkemungkinan akan menggunakan jasa layanan KA Bandara setelah sistem transportasi tersebut dioperasikan. Berdasarkan temuan-temuan studi serta dari tujuan studi yang telah ditetapkan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengguna potensial KA Bandara yang terbesar berasal dari pengguna taksi, sedangkan potensi terendah berasal dari pengguna mobil pribadi. Berdasarkan karakteristik sistem pergerakannya, pengguna mobil pribadi menyatakan bahwa kerugian menggunakan mobil pribadi adalah biaya yang lebih mahal dibanding angkutan umum. Rata-rata pengguna mobil pribadi mengeluarkan biaya sampai Rp.90.000,00 untuk menuju Bandara SoekarnoHatta. Biaya tersebut meliputi biaya bahan bakar, jalan tol, dan tarif parkir. Namun, keuntungan yang diperoleh tergolong lebih banyak, antara lain waktu tempuh yang lebih cepat, pelayanan yang dari pintu ke pintu, dan alasan kepraktisan. Sementara itu, tingkat pelayanan airport bus DAMRI dinilai sudah cukup memuaskan bagi penggunanya dengan rata-rata total waktu tempuh yang mencapai 2 jam dan rata-rata total biaya mencapai Rp.35.000,00. Begitu juga pada moda taksi, dengan total waktu tempuh rata-rata 54 menit dan biaya sebesar Rp.93.000,00, penggunanya menilai bahwa tingkat pelayanan moda taksi menuju Bandara Soekarno-Hatta cukup memuaskan. Hal tersebut ditambah dengan sifat pelayanannya yang dapat dilakukan dari pintu ke pintu. Secara keseluruhan, sebanyak 67,8% responden pelaku pergerakan bersedia menggunakan KA Bandara. Dari jumlah tersebut, persentase terbesar berasal dari pengguna airport bus DAMRI. Hal ini disebabkan oleh atribut pelayanan KA Bandara yang hampir mirip dengan bus. Ketidaksediaan pelaku
84
pergerakan menggunakan KA Bandara sebagian besar adalah karena alasan aksesibilitas. Keberangkatan dan kedatangan KA Bandara hanya dilayani dari Stasiun Manggarai yang bagi sebagian responden cukup jauh untuk diakses. Berdasarkan tingkat kemauan membayar tarif KA Bandara, nilai kemauan membayar paling rendah berasal dari pengguna airport bus DAMRI. Hal ini disebabkan karena sebagian besar berpendapat bahwa sebaiknya tarif yang ditetapkan untuk KA Bandara tidak berbeda jauh dengan tarif bus yang pelayanannya sudah cukup memuaskan. Sedangkan nilai kemauan membayar yang tertinggi berasal dari pengguna taksi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pengguna taksi berpendapat bahwa dengan waktu tempuh yang hanya 20 menit, maka masih wajar bila tarif KA Bandara mencapai 40% - 50% dari tarif taksi rata-rata (tarif taksi rata-rata adalah Rp.90.000,00).
5.3
Rekomendasi Hasil Studi Beberapa rekomendasi yang berkaitan dengan studi ini ditujukan baik
kepada PT. Railink selaku pengelola KA Bandara maupun kepada pemerintah DKI Jakarta sebagai regulator. Rekomendasi ini mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Sebagian besar pelaku perjalanan yang tidak bersedia menggunakan KA Bandara beralasan karena jauhnya Stasiun Manggarai sebagai lokasi keberangkatan KA Bandara. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sistem angkutan terpadu bagi wilayah Jakarta untuk menunjang operasional KA Bandara. Rencana pengembangan Stasiun Manggarai sebagai terminal terpadu intermoda perlu segera dilakukan seiring rencana pengembangan KA Bandara. Untuk menjaring pengguna potensial yang berasal dari luar Jakarta namun memiliki potensi pergerakan ke Bandara Soekarno-Hatta yang cukup besar, maka perlu dipertimbangkan keberangkatan KA Bandara langsung dari kota yang bersangkutan. Misalnya dari Bekasi, Depok, Bogor, dan Bandung. 2. Dengan melihat persepsi masyarakat mengenai tingkat pelayanan airport bus DAMRI dan taksi bandara yang sudah cukup memuaskan, maka tingkat pelayanan KA Bandara harus kompetitif dibanding dengan moda lainnya. Berdasarkan persepsi pengguna bus, tingkat pelayanan bus sudah cukup memuaskan dengan waktu tunggu sekitar 14 menit. Oleh sebab itu, KA
85
Bandara harus memiliki jadwal yang konsisten dan headway atau frekuensi keberangkatan yang tidak terlalu jauh agar waktu tunggunya tidak terlalu lama. Hal ini juga akan berkaitan dengan ketersediaan tempat duduk yang merupakan elemen penting bagi kenyamanan moda transportasi. Selain itu, kemudahan-kemudahan lainnya juga sebaiknya ada pada atribut layanan KA Bandara, misalnya layanan check-in bagasi, mengingat sebagian besar pelaku perjalanan memiliki maksud sebagai calon penumpang pesawat. Dengan adanya layanan tersebut maka penumpang tidak perlu repot membawa barang-barang bawaan dalam jumlah besar. 3. Berdasarkan hasil survey, tingkat kemauan membayar pelaku perjalanan rata-rata hanya berada sedikit di atas tarif airport bus DAMRI, yakni berkisar antara Rp.20.000,00 - Rp.25.000,00. Angka ini cukup jauh dari rencana tarif KA Bandara yang ditetapkan oleh pemerintah, yakni antara Rp.40.000,00 Rp.50.000,00. Oleh sebab itu, pada awal pengoperasiannya, sebaiknya tarif yang ditetapkan sesuai dengan daya beli masyarakat dengan tingkat pelayanan yang memuaskan. Bila masyarakat sudah menilai bahwa tingkat pelayanan KA Bandara sudah memuaskan maka kenaikan tarif baru dirasa pantas untuk dilakukan. Kepuasan masyarakat terhadap tingkat pelayanan antara lain dari konsistensi jadwal keberangkatan dan kedatangan, frekuensi keberangkatan yang mencukupi sehingga waktu tunggu yang tidak terlalu lama, ketersediaan tempat duduk yang mencukupi, kenyamanan di atas kereta, dan kemudahan dalam mengurus perjalanan. 4. Pengembangan akses kereta api ke Bandara Soekarno-Hatta perlu segera dilakukan, mengingat makin tingginya pertumbuhan jumlah penumpang pesawat di Bandara Soekarno-Hatta dan tingginya angka pergerakan masyarakat menuju Bandara Soekarno-Hatta. Berdasarkan estimasi populasi dapat diketahui bahwa sebanyak 58,64% - 76,96% dari total pengunjung Bandara Soekarno-Hatta bersedia berpindah moda transportasi dari jalan raya
ke
kereta
api.
Proporsi
sebesar
itu
sangat
potensial
untuk
dikembangkannya akses kereta api ke bandara. Selain itu, dengan proporsi perpindahan moda yang sedemikian besar dapat membantu mengurangi beban jalan raya, terutama ruas Jalan Tol Prof. Sediyatmo.
86
5.4
Kelemahan Studi Pada penelitian yang telah dilakukan ini tentu terdapat beberapa
kekurangan dan keterbatasan dalam berbagai hal. Kelemahan studi yang diidentifikasi antara lain adalah sebagai berikut: 1. Jumlah populasi pengunjung Bandara Soekarno-Hatta tidak diketahui, sehingga perhitungan estimasi jumlah populasi pengguna potensial untuk menggunakan KA Bandara hanya berdasarkan pada asumsi jumlah pengunjung. 2. Pada saat survey, responden yang diambil hanya warga negara Indonesia, padahal Bandara Soekarno-Hatta merupakan bandara internasional yang juga banyak digunakan oleh wisatawan asing maupun ekspatriat. Namun kalangan ini tidak dimintai pendapat dan persepsinya mengenai sistem transportasi darat Bandara Soekarno-Hatta. 3. Pertanyaan mengenai persepsi masyarakat terhadap tingkat pelayanan moda transportasi yang kini digunakan untuk menuju Bandara Soekarno-Hatta dirasa terlalu umum dengan pilihan yang terbatas. Oleh sebab itu, informasi yang diterima juga hanya berupa gambaran mengenai tingkat pelayanan moda secara menyeluruh, bukan per atribut layanan. 4. Adanya kemungkinan perbedaan persepsi dan penerimaan informasi yang salah mengenai moda KA Bandara yang diberikan oleh surveyor kepada responden. 5. Studi ini hanya mengemukakan pergerakan dalam kondisi normal, yaitu pada hari-hari kerja dan akhir pekan biasa. Liburan panjang atau peak season seperti musim haji, libur akhir tahun, maupun masa mudik lebaran tidak teridentifikasi dalam proses survey maupun analisis.
5.5
Saran untuk Studi Lanjutan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dan kelemahan serta
keterbatasan studi yang telah diidentifikasi, maka berikut ini akan diuraikan beberapa rekomendasi yang dapat digunakan bagi penelitian berikutnya. 1. Studi mengenai pengoperasian KA Bandara dari sisi supply, seperti penentuan kapasitas optimal KA Bandara berdasarkan permintaan harian rata-rata dan kajian finansial pengoperasian KA Bandara.
87
2. Kajian mengenai atribut pelayanan moda-moda transportasi menuju Bandara Soekarno-Hatta secara lebih mendalam dan terperinci, sehingga dalam studi ini akan teridentifikasi tingkat kepuasan pengguna terhadap atribut pelayanan moda yang ada dan kemudian dapat dijadikan acuan dalam penentuan atribut pelayanan KA Bandara. 3. Studi lanjutan mengenai dampak pengoperasian KA Bandara terhadap volume lalu lintas dan tingkat pelayanan (LOS) jalan, terutama ruas menuju Bandara Soekarno-Hatta 4. Studi lanjutan mengenai kemampuan (Ability to Pay) dan kemauan (Willingness to Pay) membayar pengguna KA Bandara. Studi ini juga dapat mengidentifikasi preferensi dan elastisitas permintaan pengguna bila tarif yang ditetapkan sesuai dengan rencana pemerintah, yakni Rp.40.000,00. Dengan demikian studi ini dapat digunakan sebagai gambaran/ilustrasi penentuan tarif tiket pada pengoperasian KA Bandara Soekarno-Hatta.
88