BAB 5 AKUNTABILITAS KINERJA 5.1. Gambaran Umum Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011
S
ecara umum pengukuran capaian kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) tahun 2011 dilakukan dengan cara membandingkan antara target dengan realisasi masing-masing indikator kinerja. Namun demikian untuk beberapa indikator kinerja sasaran dan kegiatan juga dilakukan perbandingan dengan realisasi capaian kinerja tahun-tahun sebelumnya maupun dengan standar yang lazim.
Secara ringkas sebagian besar sasaran-sasaran strategis yang telah ditargetkan dapat dicapai, namun demikian masih terdapat sebagian kecil sasaran strategis yang tidak berhasil diwujudkan pada tahun 2011 ini. Terhadap sasaran maupun target indikator kinerja yang tidak berhasil diwujudkan tersebut, KESDM telah melakukan evaluasi agar terdapat perbaikan penanganan di masa mendatang. Analisis capaian kinerja tersebut selengkapnya tertuang pada bagian berikut ini. Pada dasarnya proses pengukuran dan monitoring kinerja dilakukan langsung oleh masing-masing unit kerja utama yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran dan program/kegiatan. Selanjutnya informasi kinerja dari unit-unit kerja tersebut disampaikan kepada Biro Perencanaan dan Kerjasama dan Inspektorat Jenderal untuk dievaluasi lebih lanjut sebelum diteruskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Gambar 5.1. Proses pengukuran dan monitoring kinerja
Secara khusus Biro Perencanaan dan kerjasama menghimpun informasi kinerja tersebut sebagai satu kesatuan sebagai bahan utama untuk penyusunan LAKIP KESDM, sedangkan oleh Inspektorat Jenderal KESDM data kinerja tersebut dievaluasi untuk memberi rekomendasi perbaikan bagi setiap unit kerja yang terkait. Melalui proses ini diharapkan adanya upaya-upaya perbaikan kinerja sehingga capaian kinerja dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan.
72
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
5.2. Capaian Indikator Kinerja Utama Indikator Kinerja Utama Kementerian ESDM, telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2009, tanggal 14 Juli 2009. Pada tahun 2011 ini, Capaian Kinerja Utama Kementerian ESDM terhadap target yang telah ditetapkan di awal Tahun 2011 adalah sebagai berikut:
Tabel 5.1. Capaian Indikator Kinerja Utama
No.
Uraian
Satuan
1.
Jumlah penerimaan negara Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral terhadap target APBN
Rp/Triliun
324,3
352,2
109
2.
Jumlah investasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral
Juta US$
30.429
27.111
89
3.
Jumlah Kontrak Kerja Sama Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral yang telah ditawarkan dan ditanda tangani:
4.
Target
Realisasi
Capaian (%)
a. Penawaran WK Migas
WK
40
35
88
b. Penandatanganan KKS Migas
KKS
27
27
100
c. Penawaran WK CBM
WK
13
29
223
d. Penandatanganan KKS CBM
KKS
10
19
190
e. Wilayah Kerja Pertambang-an Panas Bumi yang telah dilelang
WKP
9
5
55,6
MBOPD
970
902
93
b. Gas bumi
MMSCFD
8.541
8.435
99
c. Batubara
Juta Ton
327
293
90
Jumlah produksi : a. Minyak bumi
d. Mineral · Tembaga
Ton
665.158
618.297
93
· Emas
Kg
102.562
78.148
76
· Perak
Kg
278.431
223.078
80
· Ni + Co in matte
Ton
70.500
70.936
100,6
· Timah
Ton
75.000
60.002
80
· Bijih nikel
Ton
8.500.000
8.522.128
100,2
· Ferronikel
Ni
18.000
19.990
111
· Bauksit
Mt
10.000.000
10.887.659
109
· Bijih besi
Mt
5.000.000
5.215.391
104
· Granit
M3
2.500.000
2.810.148
112
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
73
No.
Uraian
Satuan
e. Listrik
170.584,24
99
68,6
96,6
g. Bioetanol
Kilo Liter
4.000
-
-
h. Bio alkohol
Kilo Liter
600.000
358.812
59,80 %
M3
28.800
13.835
48,04 %
Juta KL
40,49
41,24
98,15
Ribu M.Ton
3.522
3.283
93,21
600.000
336.574
56,10
65,48
93,29
57,53
Biogas
Jumlah pengurangan Subsidi Energi :
c. BBN
KL
c. Listrik
Rp Triliun
Persentase pemanfaatan produk sektor ESDM : a. Prosentase pemanfaatan hasil produksi minyak bumi domestik yang diolah menjadi LPG, BBM dan hasil olahannya
%
70
51.19
73
b. Persentase pemanfaatan produksi gas untuk kebutuhan domestik
%
58
41,2
81,9
c. Jumlah pemanfaatan batubara untuk kebutuhan domestik
Juta Ton
78.97
60,15
76,2
%
2,5
2,52
100,8
%
70,4
70,4
100
BOE/Kapi ta
2,9
3,3
84,83
d. Persentase pemanfaatan pada BBM Transportasi
BBN
e. Rasio Elektrifikasi f. Penurunan Intensitas Energi Persentase peningkatan pemberdaya an kapasitas nasional: a. Persentase Jumlah Tenaga Kerja Nasional Sektor ESDM terhadap Tenaga Kerja Sektor ESDM
%
95.95
99
103
b. Persentase penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri dalam pembangunan sektor ESDM
%
48
55.5
115.6
8.
Persentase kemampuan energi (BBM) dalam negeri
%
70
59.04
84
9.
Persentase peningkatan peran sektor ESDM dalam pembangunan daerah : Rp Triliun
43,6
40,9
93,8
Rp Miliar
1.565
1.658
105,9
pasokan
a. Jumlah Dana Bagi Hasil b. Jumlah CSR dan Community Development 74
171.330,16 71
b. LPG 3 Kg
7.
Capaian (%)
Juta ton
a. BBM
6.
Realisasi
f. Uap panas bumi
i. 5.
GWh
Target
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
No.
Uraian
Target
Realisasi
Capaian (%)
DME
50
51
98
d. Jumlah daerah sulit air yang kebutuhan air bersihnya dapat terpenuhi melalui sumur bor air tanah
Daerah
255
255
100
e. Jumlah wilayah yang teraliri jaringan gas untuk rumah tangga
Wilayah SR
5 16.000
5 18.714
100 117
f. Jumlah wilayah yang terbangun fasilitas dan pemanfaatan gas untuk transportasi
Wilayah SPBG Bengkel
1 4 1
1 4 1
100
a.Pangsa Gas Bumi
%
30
26
86,67
b.Pangsa Batubara
%
49
46
93,88
c.Pangsa Panas Bumi
%
4,24
4,22
99,5
7
7
100
0,08
0,08
100
c. Jumlah Desa berbasis BBN
10.
Satuan
Mandiiri Energi
Persentase pemanfaatan energi Non BBM dalam rangka diversifikasi energi:
d.Pangsa Tenaga Air e.Pangsa Bio Diesel Bio Energi
%
Penjelasan dari masing-masing indikator kinerja utama Kemenreeian ESDM tahun 2011, diuraikan sebagai berikut:
1.
Prosentase penerimaan negara Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral terhadap target APBN Sebagai sumber penerimaan negara, sektor ESDM tiap tahunnya memberikan kontribusi sekitar 30% terhadap penerimaan nasional. Pada tahun 2011, penerimaan sektor ESDM mencapai
Rp. 352 triliun
atau sekitar 29% terhadap perkiraan penerimaan nasional sebesar Rp. 1.199 triliun. Penerimaan sektor ESDM tersebut mencapai 109% dari target APBN-P 2011 sebesar Rp. 324 triliun. Lebih tingginya realisasi penerimaan migas antara lain disebabkan karena tingginya harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Besarnya penerimaan sektor ESDM tersebut belum termasuk deviden dari BUMN di lingkungan sektor ESDM, pajak-pajak dari pengusahaan sektor ESDM yang terdiri dari PPN, PBBKB dan PBB dan royalti, iuran tetap dari pemegang IUP yang ijinnya diterbitkan oleh Bupati dan sebagian masih diaudit.
2.
Jumlah investasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral. Investasi sektor ESDM, baik melalui pendanaan APBN maupun non-APBN tersebut, pada dasarnya merupakan dukungan dalam rangka mendorong perekonomian nasional. Total investasi sektor ESDM tahun 2011 sebesar US$ 21,4 miliar. Tingginya investasi sektor ESDM tersebut berasal dari investasi migas sebesar US$ 18,7 miliar atau 69% dari total investasi sektor ESDM. Secara umum, terjadi penurunan nilai investasi sektor ESDM dibandingkan tahun 2010. Hal tersebut antara lain disebabkan karena kegiatan operasi sektor ESDM mengalami kendala seperti pengadaan Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
75
lahan terutama bidang minyak dan gas bumi di daerah, dan izin dari Pemerintah Daerah. Sementara bidang ketenagalistrikan, tidak tercapainya rencana investasi tahun 2011 disebabkan oleh terkendalanya penyelesaian Proyek 10.000 MW Tahap I yang tidak sesuai jadwal akibat adanya permasalahanpermasalahan seperti pengadaan lahan, perizinan daerah, dan kendala teknis pembangkit, dan terlambatnya penerbitan DIPA SLA.
3.
Jumlah Kontrak Kerja Sama Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral yang telah ditawarkan dan ditanda tangani. a.
Penawaran Wilayah Kerja Migas Mekanisme penawaran Wilayah Kerja dibagi menjadi dua yaitu melalui Lelang Reguler dan Penawaran Langsung. Pada Tahun 2011 penawaran wilayah kerja migas dilakukan dalam dua tahap, yaitu: · Tahap Pertama periode 10 Juni 2011 – 7 Oktober 2011, ditawarkan 20 Wilayah Kerja melalui Lelang Reguler sebanyak 9 Wilayah Kerja dan Penawaran Langsung sebanyak 11 Wilayah Kerja seperti terlihat pada gambar disamping. Lelang Reguler 11 Wilayah Kerja tersebut adalah: Bulu Rembang, Offshore Timor Sea I, Offshore Timor Sea II, Halmahera I, Halmahera II, Halmahera III, West Aru I, West Aru II, Arafura Sea II. Penawaran Langsung 9 Wilayah Kerja tersebut adalah: Ranau, Northeast Madura, West Tanjung, Belayan, East Simenggaris, North Ganal, Babar Selaru, Obi, North Semai, West Berau, Semai IV.
Gambar 5.2. Peta Penawaran Wilayah Kerja Migas Tahap I
· Tahap kedua periode 10 Oktober 2011 – 22 Pebruari 2011, ditawarkan 15 Wilayah Kerja, melalui Lelang Reguler sebanyak 9 Wilayah Kerja dan Penawaran Langsung sebanyak 6 Wilayah Kerja. Lelang Reguler 9 Wilayah kerja tersebut adalah: Kuningan, Offshore South Java I, Offshore South Java II, Offshore South Java III, South East Sageri, East Abadi, South West Salawati, West Berau, Kai. Penawaran Langsung 6 Wilayah Kerja tersebut adalah Kalyani, South Baturaja, Nort Baturaja, Kuala Pembuang, Tanjung Aru, South East Seram. 76
Gambar 5.3. Peta Penawaran Wilayah Kerja Migas Tahap II
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
b. Penandatanganan Wilayah Kerja Migas Selama tahun 2011 telah ditandatangani 27 KKS dari target penandatanganan 27 KKS dengan total investasi komitmen eksplorasi sebesar US $ 336,025 juta dan Bonus Tandatangan sebesar US $ 81,5 juta, yaitu:
Tabel 5.2 Daftar Penandatanganan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Tahun 2011 No
Perusahaan
Wilayah Kerja
Investasi (US $)
Sign Bonu (US $)
1 2 3 4 5
Lundin Gurita B.V Techwin Energy South Betung Limited Cooper Energy Sumbagsel Ltd Pt Schintar Marquisa Total Indonesia R&P West Papua
Gurita South Betung Sumbagsel Marquisa Sw Bird’s Head R&P West Papua
5,100,000 6,100,000 5,900,000 5,500,000 19,500,000
1,500,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 5,000,000
6 7 8 9 10 11 12 13 14
PT Mandiri Panca Usaha Eni Arguni I Limited Pan Orient Energy East Jabung Pty Ltd Prabu Energy Pty Ltd Techwin Energy Northeast Madura Ltd PT MRI Energy PT Geraldo Energy Sonlaw United Corporation Konsorsium Niko Resources (North Ganal) Limited-Statoil Indonesia North Ganal AS- North Ganal Energy Ltd-ENI North Ganal Limited- GDF Suez New Projects Indonesia BV INPEX Banda Sea Ltd Konsorsium Niko Resources (Obi) LtdStatoil Indonesia OBI AS-Zimorex NV Murphy Semai IV Ltd Hess (Indonesia-V) Limited Konsorsium Statoil Indonesia Halmahera II AS-Niko Resources (Halmahera II) Limited BP West Aru I Ltd BP West Aru II Ltd Eurorich Group Ltd PT Anugerah Mutiara Sentosa PT Terra Global Vestal Baturaja PT Mentari Pembuang Internasional Konsorsium Krisenergy (Tanjung Aru) B.V-Neon Energy Indonesia PTE LTDNatuna Ventures PTY LTD Niko Resources (South East Seram)Ltd
Sembilang Arguni I East Jabung Ranau Northeast Madura West Tanjung Belayan East Simenggaris North Ganal
1,100,000 86,500,000 7,675,000 6,700,000 8,600,000 3,600,000 9,500,000 11,550,000 31,400,000
1,500,000 1,500,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,050,000 1,030,000 1,000,076
Babar Selaru Obi
31,500,000 1,800,000
1,500,000 10,000,076
Semai IV Offshore Timor Sea I Halmahera II
2,450,000 2,300,000 10,000,000
1,000,000 1,100,000 2,000,000
West Aru I West Aru II Kalyani South Baturaja North Baturaja Kuala Pambuang Tanjung Aru
1,200,000 41,000,000 5,600,000 5,400,000 15,650,000 4,200,000 5,500,000
1,250,000 15,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000
South East Seram
1,800,000
1,500,000
15 16 17 18 19
20 21 22 23 24 25 26
27
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
77
1. Penawaran WK GMB Mekanisme penawaran Wilayah Kerja GMB dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu melalui Penawaran Langsung berdasarkan Permen ESDM No. 33 Tahun 2006 dan melalui Lelang Reguler dan Lelang Penawaran Langsung berdasarkan Permen ESDM No. 36 Tahun 2008. Dari target 13 WK GMB yang ditawarkan, realisasi penawaran WK GMB tahun 2011 berjumlah 29 WK GMB, yaitu : · Berdasarkan Permen ESDM No. 33 Tahun 2006 terdapat 8 WK GMB yang ditawarkan yaitu Blok GMB Muara Enim I, Muara Enim II, Tanjung IV, Belida, Lematang, Kutai II, Suban I dan Suban II. · Berdasarkan Permen ESDM No. 36 Tahun 2008, terdapat 21 WK GMB yang ditawarkan terdiri dari : ØLelang Penawaran Langsung periode 10 Januari – 18 Maret 2011, ditawarkan Wilayah Kerja sebanyak 6 Wilayah Kerja
ØLelang Reguler periode 10 Januari – 9 Mei 2011, ditawarkan Wilayah Kerja sebanyak 7 Wilayah Kerja
ØPenawaran Langsung periode 12 September – 27 Oktober 2011, ditawarkan Wilayah Kerja sebanyak 8 Wilayah Kerja (Gambar 3)
Gambar 5.4. Peta Wilayah Kerja CBM di Indonesia
2. Penandatangan KKS WK GMB Selama tahun 2011 telah ditandatangani 19 KKS WK GMB dari target penandatanganan 10 KKS. Berikut nama perusahaan yang menandatangani wilayah kerja gas metana batubara pada tahun 2011:
78
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
Tabel 5.3 Penandatanganan KKS WK GMB Tahun 2011 NO
PERUSAHAAN
WILAYAH KERJA
TANGGAL
1
Konsorsium PT Pertamina Hulu Energi Metana Sumatera 5 - PT Metana Enim Energi - Indo Cbm Sumbagsel 2 Pte. Ltd.
GMB Muara Enim II
01 April 2011
2
Konsorsium PT Pertamina Hulu Energi Metana Sumatera 4 - PT Baturaja Metana Indonesia
GMB Muara Enim III
01 April 2011
3
Konsorsium PT Pertamina Hulu Energi Metan Tanjung Iv - BP Tanjung Iv Limited
GMB Tanjung IV
01 April 2011
4
Konsorsium PT Transasia CBM - BP Kapuas I Limited
GMB Kapuas I
01 April 2011
5
Konsorsium PT Kapuas CBM Indonesia - Bp Kapuas Ii Limited
GMB Kapuas II
01 April 2011
6
Konsorsium PT Gas Methan Utama - BP Kapuas Iii Limited
GMB Kapuas III
01 April 2011
7
Konsorsium Senyiur Cbm Inc. - Total E&P Kutai Timur
GMB Kutai Timur
01 April 2011
8
PT Gas Methan Abadi
GMB Kutai Barat
01 April 2011
9
Konsorsium PT Inti Gas Energi - PT Bukit Asam (Persero) Tbk
GMB Sijunjung
01 April 2011
10
Konsorsium PT Sele Raya Resources – PT Andalas Metana Energi
GMB Belida
01 Agustus 2011
11
Konsorsium PT Medco CBM Lematang – PT Methanindo Energi Resources – PT Saka Energi Indonesia
GMB Lematang
01 Agustus 2011
12
Konsorsium Ephindo Kutai North Inc. – PT Resources Alam Energi
GMB Kutai II
01 Agustus 2011
13
Konsorsium PT Pertamina Hulu Energi Metana Suban I – PT Suban Energi
GMB Suban I
01 Agustus 2011
14
Konsorsium PT Pertamina Hulu Energi Metana Suban II – PT Suban Methan Gas
GMB Suban II"
01 Agustus 2011
15
Ephindo Mega Methana Inc
GMB Melak Mendung I
01 Agustus 2011
16
Konsorsium Deep Industries Limited – Monnet Ispat & Energy Limited
GMB Melak Mendung III
01 Agustus 2011
17
PT Bangkanai Energi Resources
GMB Bangkanai III
19 Desember 2011
18
PT Bangkanai Jaya Perkasa
GMB Bangkanai IV
19 Desember 2011
19
PT Asam-Asam Methan Gas
GMB Tanah Laut
19 Desember 2011
3. Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi yang telah dilelang. Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi adalah wilayah yang ditetapkan dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP). Penetapan WKP panas bumi merupakan wewenang pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Sedangkan kewenangan pemberi perizinan tergantung dari letak di mana WKP tersebut berada.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
79
Pada tahun 2011 ini target WKP panas bumi yang telah dilelang adalah sebanyak 9 WKP, dan terealisasi sebesar 5 WKP atau capaian sebesar 55,6%. WKP yang berhasil dilelang adalah: WKP Bonjol, WKP Danau Ranau, WKP Mataloko, WKP Gunung Ciremai, dan WKP Gunung. Endut. Potensi Wilayah Kerja Panas Bumi yang direncanakan akan dilelang tahun 2011, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.4 Potensi Wilayah Kerja Panas Bumi No
4.
NAMA WKP
POTENSI
(MW)
KETERANGAN
1
Bonjol
200
Sudah ditetapkan
2
Danau Ranau
210
Sudah ditetapkan
3
Matoloko
63
Sudah ditetapkan
4
Gn. Ciremai
150
Sudah ditetapkan
5
Gn. Endut
80
Sudah ditetapkan
6
Simbolon Samosir,
155
usulan pelelangan
7
Way-Rantai,
105
usulan pelelangan
8
Umbul-Telomoyo
120
usulan pelelangan
9
Bora-Pulu
152
usulan pelelangan
Jumlah Produksi a. Minyak Bumi Produksi minyak bumi pada APBN-P 2011 ditargetkan sebesar 945 ribu barel per day (bpd). Pada realisasinya, produksi minyak bumi tahun 2011 mencapai 902 ribu bpd atau 95% terhadap target APBN-P 2011. Penurunan produksi minyak utamanya disebabkan karena usia industri minyak bumi yang sudah lebih dari 100 tahun dan sifat minyak bumi yang habis pakai menyebabkan penurunan produksi secara alamiah dengan decline rate saat ini sekitar 12%/tahun. Hal tersebut perlu diimbangi dengan penemuan cadangan melalui intensifikasi eksplorasi migas. Upaya-upaya yang telah dilakukan berhasil menekan penurunan lifting/produksi minyak bumi pada tingkat 3% yang seharusnya secara alamiah sekitar 12% untuk tahun 2009 – 2010. Tidak tercapainya produksi minyak tahun 2011 antara lain disebabkan: a. Kehilangan peluang produksi karena unplanned shutdown antara lain: o Masalah peralatan (kerusakan kompresor/pompa; kerusakan pipa) o Kejadian alam (a.l. penurunan temperatur akibat hujan dan banjir sehingga terjadi pengentalan minyak, cuaca buruk/gelombang laut tinggi ) b. Kehilangan produksi karena kendala lain: o Keterlambatan proyek /pengembangan lapangan o Permasalahan offtaker o Kendala subsurface (a.l. kenaikan water cut, problem kepasiran) c. Perpanjangan planned shutdown d. Kendala perijinan, khususnya ijin lokasi pemboran dan transportasi. 80
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
e. Permasalahan sosial (pencurian minyak dan demonstrasi masyarakat) f. Penurunan trend produksi minyak bumi sesungguhnya juga terjadi secara global. Produksi minyak bumi dunia sudah mulai tergantikan dengan energi fosil lainnya seperti batubara, gas bumi dan unconventional gas seperti CBM, shale gas, gas hydrates serta renewable energy. g. Apabila produksi minyak bumi dilihat secara keseluruhan bersama gas bumi dan batubara (sebagai energi fosil), maka totalnya menjadi 5.769 ribu barel oil equivalen per day (boepd) atau 101% dari tahun 2010, sehingga melampaui target tahun 2011. h. Cadangan minyak bumi pada tahun 2011 sebesar 7.732,27 MMSTB, yang terdiri dari cadangan terbukti (proven) sebesar 4.039,57 MMSTB Dan cadangan potensial sebesar 3692,70 MMSTB. Dengan tingkat produksi seperti saat ini, maka berdasarkan perbandingan antara total cadangan minyak bumi dengan tingkat produksi minyak saat ini diperkirakan cadangan minyak bumi masih dapat bertahan sekitar 23tahun (dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan baru). b. Gas Bumi Produksi gas bumi tahun 2011 ditargetkan sebesar 8.541 MMSCFD sesuai APNB 2011. Pada realisasinya, produksi gas bumi tahun 2011 mencapai 8.443 MMSCFD atau 99% terhadap target tahun 2011. Produksi gas tersebut ekivalen dengan 95% realisasi tahun 2010 sebesar 8.857 MMSCFD. c. Batubara Produksi batubara pada APBN-P 2011 ditargetkan sebesar 327 juta ton. Pada realisasinya, produksi batubara tahun 2011 mencapai 293 juta ton atau 89% terhadap target tahun 2011. Produksi batubara tersebut ekivalen dengan 106% realisasi tahun 2010 sebesar 275 juta ton. Diterapkannya Domestic Market Obligation (DMO) batubara cukup efektif untuk turut menjamin ketersediaan batubara dalam negeri. Pada tahun 2011, pasokan batubara domestik diperkirakan mencapai 65 juta ton, sedangkan ekspor sebesar 209,1 juta ton. Produksi Batubara 2011 hanya mencapai 89% dikarenakan belum semua data IUP terkumpul. Data IUP yang tersaji adalah yang tercatat dan dilaporkan secara resmi ke Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara c.q Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara d. Mineral Secara umum, produksi mineral tahun 2011 relatif baik, terdapat peningkatan produksi dari beberapa komoditi mineral seperti logam timah, bijih besi, bijih nikel, ferro nike, dan granit dibandingkan produksi tahun 2010. Tidak tercapainya rencana produksi komoditas tembaga emas dan perak terjadi akibat penurunan produksi PT Freeport Indonesia yang terjadi akibat demo dan pemogokan kerja yang terjadi sejak triwulan III tahun 2011, yang berimbas pada berhentinya operasional PT Freeport Indonesia. Tidak tercapainya rencana produksi komoditas logam timah di tahun 2011 terjadi akibat keputusan bersama pengusaha timah di Bangka dan Belitung untuk menghentikan ekspor logam timah sejak Oktober 2011. Hal ini berimbas pada terhentinya aktivitas produksi logam timah di Bangka Belitung. e. Listrik Terkait dengan energi domestik, permintaan kebutuhan energi listrik meningkat tiap tahunnya dengan pertumbuhan tahun 2011 mencapai 11%/tahun. Kebutuhan listrik selalu melebihi dari kapasitas terpasang yang ada. Krisis ekonomi 1998/1999, memiliki dampak sangat luas bagi pembangunan ketenagalistrikan. Krisis tersebut, menyebabkan tidak adanya investasi yang masuk dan pertumbuhan kapasitas pembangkit terhambat. Bahkan proyek-proyek IPP pun menjadi terhenti. Untuk mengejar pertumbuhan kebutuhan tersebut, dilakukan upaya antara lain pembangunan pembangkit listrik dengan program 10.000 MW tahap I, 10.000 MW tahap II dan IPP. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
81
Pada tahun 2011 ini ditargetkan produksi listrik mencapai 171.330,16 GWh, dan terealisasi sebesar 170.584,24 GWh atau sebesar 99,6% f. Uap panas bumi Realisasi Produksi uap panas bumi pada tahun ini sebesar 68.610.109 ton dari targetkan sebesar 71.000.000 ton, atau dengan kata lain capaian sebesar 96,6%. Jumlah produksi uap panas bumi tersebut diperoleh dari PLTP Kamojang, Lahendong, Sibayak, G.Salak, Darajat, Wayang windu dan Dieng. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel dan Grafik di bawah ini.
Tabel 5.5 Perkembangan Produksi Uap PLTP No
Area
Kapasitas
Produksi (ton) 2008
2009
2010
2011
Total
1
Kamojang
200
12.099.515
12.612.255
12.446.134
12.472.068
49.629.972
2
Lahendong
60
2.349.480
2.664.546
2.964.180
2.441.258
10.419.464
3
Sibayak
12
288.761
497.918
548.411
312.285
1.647.375
4
G.Salak
375
24.481.941
24.538.210
24.271.622
24.673.075
97.964.848
5
Darajat
255
13.487.496
13.977.250
14.264.431
14.131.343
55.860.520
6
W.windu
227
6.665.057
12.989.353
13.675.168
13.348.645
46.678.223
7
Dieng
60
1.644.159
780.457
1.221.300
1.231.435
4.877.351
1189
61.016.409
68.059.989
69.391.246
68.610.109
TOTAL
Grafik 5.1. Produksi Uap Tenaga Panas Bumi (Ton)
Grafik 5.2. Produksi Listrik Tenaga Panas Bumi (MWh)
g. Bioetanol Jumlah produksi bioethanol pada tahun ini belum mencapai seperti yang ditargetkan yaitu sebesar 4.000 Kl, hal ini disebabkan harga Indeks Pasar bioethanol terlalu rendah, sehingga tidak ada produsen yang memasok ke Pertamina.
82
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
Tabel 5.6 Produksi Biodiesel dan Bioethanol SATUAN
2010 REALISASI
RENCANA
REALISASI
a. Biodiesel
ribu KL
4.500,0
600,0
358.812
b. Bioethanol
ribu KL
220,1
4.000,0
0
URAIAN
2011
PETA PERUSAHAAN KOMERSIAL BIOETHANOL YANG MEMILIKI IJIN USAHA
PT. Indolampung Distillery 50.000 MT/Th PT. Anugrah Kurnia Abadi 55.000 KL/Th PT. Pasadena Biofuels Mandiri Ethanol:9.990 KL/th Biodiesel:10.240 Kl/th
PT. Kawan sejati prima 10.240Kl/Th
PT. Berlian Energy 10.000Kl/Th
PT. Molindo Raya 50.000Kl/Th
PT. EN3 Green Energy 180.000 Kl/Th
Kapasitas Terpasang Bioethanol = 286. 686 KL/year
Gambar 5.5. Peta Perusahaan Komersial Bioethanol yang Memiliki Ijin Usaha
h. Bio alkohol/Biodiesel Jumlah produksi biodiesel pada tahun ini adalah 358.812 Kl, angka ini masih jauh dibawah dari target yang ditetapkan yaitu sebesar 600.000 Kl, atau capaian kinerja sebesar 59,8 %, belum tercapainya target dikarenakan kurangnya infrastruktur terkait dengan distribusi BBN di Pertamina produksi biodiesel.
PETA PERUSAHAAN KOMERSIAL BIODIESEL YANG MEMILIKI IJIN USAHA PT. Pelita Agung Agri Industries 200.000 MT/Th PT. Musim Mas 420.000 MT/Th PT. Petro Andalan Nusantara 150.000 Kl/Th
PT. Cemerlang energi perkasa 400.000 MTl/Th
PT. Oil Tanking 504.000 MT/Th
PT. Bioenergy Pratama Jaya 66.000 MT/Th
PT. sumi asih Oleo Chem. 100.000 MT/th
PT. Darmex Biofuels 150.000 MT/th
PT. Wilmar Bioenergy Ind 1.050.000 MT/Th
PT. Wahana Abdi tirta tehnika 13.200 KL/th PT. Alia Mada Perkasa 11.000 KL/th
PT. Sintong Abadi 35.000 Kl/Th PT. Ciliandra 250.000 MT/Th PT. Tjengkareng Djaya Biodiesel:72.000 Kl/th PT. Pasadena Biofuels Mandiri 10.240 Kl/th PT. Multikimia Inti Pelangi 14.000 Kl/Th PT. Indo Biofuels Energy 60.000 MT/Th
PT. Energi alternatif 7.000 MT/Th
PT. Eternal Buana Chem, Ind 40.000 MT/Th PT. Primanusa Palma Energi 24.000 Kl/Th
PT. Damai sejahtera sentosa 120.000MT/Th
PT. anugerah inti gemanusa 40.000 MT/Th PT. eterindo Nusa Graha 40.000 MT/Th
Kapasitas Terpasang Biodiesel
= 4.506.629 KL/tahun
Gambar 5.6. Peta Perusahaan Komersial Biodiesel yang Memiliki Ijin Usaha
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
83
i. Biogas Dari target sebesar 28.800 M3 , realisasi produksi biogas di tahun 2011 hanya sebesar 13.835,76 M3 atau capaian kinerja sebesar 48,04 %. Secara rinci jumlah produksi biogas ini berasal dari : · · ·
Ditjen EBTKE 603 M3 (dari biogas digester 6 3 3 M dan 20 M ) BIRU Hivos 8.082 M3 (biogas digester 6 M3) Digester fiber SWEN 5.150 M³ (kapasitas 4 3 3 3 3 3 3 M , 5 M , 6,4 M , 7 M , 11 M , 17 M , 100 3 M)
Gambar 5.7. Kompor yang menggunakan bahan Bakar Biogas
5. Persentase Pengurangan volume Subsidi. a. BBM Sebagaimana diketahui bahwa BBM bersubsidi terdiri dari 3 jenis; yaitu Premium, Minyak tanah dan Solar. Kuota volume BBM bersubsidi 2011 berdasarkan APBN 2011 dialokasikan sebesar 38,59 juta Kilo Liter (KL) dan mengalami perubahan berdasarkan APBN-P 2011 menjadi 40,49 juta KL. Realisasi volume BBM bersubsidi s.d. November 2011 sebesar 38 juta KL dan sampai dengan akhir Desember 2011 mencapai dari 41,24 juta KL. Dengan demikian persentase capaian kinerja adalah sebesar 98,15% Over kuota terjadi pada jenis BBM Premium dan Solar berturut-turut sekitar 3% dan 0,1% yang disebabkan antara lain karena pertumbuhan jumlah kendaraan di atas rata-rata, tingginya harga minyak dunia yang menyebabkan disparitas harga BBM bersubsidi dengan non-subsidi sehingga memicu konsumen bermigrasi dari BBM non-subsidi ke BBM bersubsidi dan penyalahgunaan BBM utamanya ke industri. Sedangkan untuk minyak tanah, telah berhasil dilakukan penghematan konsumsi sebesar 3,4% dari kuota APBN-P. Hal tersebut utamanya karena berhasilnya program konversi minyak tanah ke LPG. b. LPG 3 Kg Dalam rangka melanjutkan program konversi minyak tanah ke LPG, berdasarkan APBN dan APBN-P tahun 2011 direncakanan isi ulang/refill LPG 3 kg sebesar 3.522 Ribu Metrik Ton. Namun realisasi distribusi isi ulang/refill sebesar berjumlah 3.283 Ribu Metrik Ton atau 93,21% dari target. Program konversi yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007 ini, telah berhasil mendistribusikan paket untuk 53.287.342 rumah tangga, dan refill sebesar 7.413 ribu MT. Nett penghematan setelah dikurangi biaya konversi s.d Juli 2011 mencapai Rp. 37,54 triliun c. BBN Dalam rangka diversifikasi energi, sejak tahun 2008 dilakukan pencampuran BBN dengan BBM dengan persentase tertentu, sebagaimana Permen ESDM No. 32 Tahun 2008 Penyediaan, Pemanfaatan Dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. BBN juga dicampurkan dengan BBM bersubsidi, dimana untuk BBN jenis biodiesel dicampurkan dengan minyak solar dan bioetanol dengan bensin Premium. Namun, untuk mengantisipasi harga BBN yang terkadang lebih tinggi dibandingkan BBM, maka diperlukan subsidi BBN. Berdasarkan APBN 2011 dan APBN-P 2011 dialokasikan subsidi BBN sebesar (1%) untuk Bioetanol atau sebesar Rp 2.000/liter dengan kuota sebesar 4 ribu Kilo Liter, sehingga subsidi ditargetkan sebesar Rp.8 miliar. Sedangkan untuk Biodiesel (5%) sebesar Rp. .2.000/liter dengan kuota sebesar 600 ribu Kilo Liter , dan subsidi sebesar Rp. 1,3 triliun.
84
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
Realisasi subsidi BBN untuk tahun 2011 mencapai Rp. 673,15 miliar dengan volume BBN yang tersalurkan sebesar 336,6 ribu Kilo Liter atau 56% terhadap target tahun 2011. Sedangkan produksi bioetanol belum dapat direalisasikan sama sekali karena harga indeks pasar bioethanol terlalu rendah, sehingga tidak ada produsen yang memasok ke Pertamina. d. Listrik Tahun 2011 subsidi listrik ditargetkan sebesar Rp 65,48 triliun, namun pada akhir tahun 2011 jumlah subsidi listrik yang terealisasi adalah sebesar Rp 93,29 triliun atau capaian kinerja hanya sebesar 57,53%, besarnya realisasi subsidi listrik yang melebihi target pada tahun 2011 ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Naiknya ICP dari semula 95 USD/barrel menjadi 111 USD/Barrel, kurs semula Rp 8.700 menjadi Rp 8.734; 2. Target pasokan gas sebesar 320 TBTU diperkirakan hanya tercapai sebesar 284 TBTU; 3. Mundurnya COD beberapa PLTU Batubara program 10.000 MW Tahap I, repowering PLTU Batubara reguler, dan menurunnya capacity factor, sehingga target semula pasokan batubara sebesar 37 juta ton diperkirakan terealisasi 29 juta ton.
6. Prosentase pemanfaatan produk sektor ESDM : a. Prosentase pemanfaatan hasil produksi minyak bumi domestik yang diolah menjadi LPG, BBM dan hasil olahannya. Dengan adanya penambahan kilang-kilang gas baru setelah implementasi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, maka kapasitas pengolahan gas bumi di dalam negeri pada akhir tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 1,37% dibanding tahun 2010 dikarenakan pada bulan April 2011 kilang Yudistira Energi dengan kapasitas 160 ton/ hari (58 MTPA) mulai beroperasi, dengan produksi kilang LPG oleh Pertamina sebesar 1156 MTPA, kilang pola hulu sebesar 2.342 MTPA dan kilang pola hilir sebesar 724 MTPA, sehingga pasokan LPG dari kilang dalam negeri total sejumlah 4.222 MTPA. Secara umum, persentase LPG di kilang dalam negeri pada tahun 2011 menurun sebesar Gambar 5.8. Kilang LPG & LNG di Indonesia 8,29% dibanding tahun 2010. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh tidak beroperasinya kilang LPG milik KKKS Conoco Phillips di Belanak dikarenakan Calm Buoy untuk LPG FSO (Gas Concord) tenggelam, dimana kapasitas LPG dari kilang tersebut bisa mencapai 1.150 ton/ hari. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
85
b. Prosentase pemanfaatan produksi gas untuk kebutuhan domestik Pada tahun 2011 ini kebijakan alokasi gas untuk kebutuhan domestik (contracted demand+potential demand) lebih diutamakan yaitu mencapai 58%, namun pada kenyataan terealisasi sebesar 41,2% atau 4.468,2 MMSCFD, menurun sebesar 8,8% dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 4.848 MMSCFD. Sehingga capaian kinerja untuk kinerja ini adalah sebesar 81,9%. Dari tahun ke tahun, ekspor gas sudah mulai dikurangi, sebaliknya pemanfaatan domestik terus diintensifkan. Trend pemanfaatan gas bumi saat ini mulai meningkat untuk domestik dibandingkan ekspor sebagaimana grafik di bawah ini, hal tersebut menunjukkan keberpihakan untuk pemenuhan domestik.
Gas Kota 0,023% Industri 19%
BBG Transportasi 0,19%
Ekspor 42%
Listrik 24%
Pupuk 11%
peningkatan produksi 3,8%
Tahun 2011 (contracted demand+potential demand) alokasi gas bumi untuk domestik 58% (peningkatan produksi pupuk, listrik, industri lain, gas kota dan BBG transportasi), ekspor 42%.
Gambar 5.9. Alokasi Gas Bumi Tahun 2011 (Contracted Demand+Potential Demand)
5.000 4.500
Tangguh 710 BBTUD
4.000 3.500
BBTUD
3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 -
2003
2004
2005
2006
Ekspor
2007
2008
2009
2010
Domestik
Grafik 5.3. Pemanfaatan Gas Bumi
c. Prosentase hasil pemanfaatan batubara untuk kebutuhan domestik. Dalam rangka mencukupi kebutuhan batubara di dalam negeri, maka pemerintah menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Diterapkannya DMO batubara cukup efektif untuk turut menjamin ketersediaan batubara dalam negeri. Berdasarkan KepMen ESDM No. 2360 K/30/MEM/2010 Tentang Penetapan Kebutuhan Dan Persentase Minimal Penjualan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2011, dinyatakan bahwa perkiraan kebutuhan batubara untuk kepentingan dalam negeri (end user domestic) oleh pemakai batubara tahun 2011 adalah sebesar 78,97 (tujuh puluh delapan koma sembilan puluh tujuh) juta ton. Pemanfataan batubara untuk domestik pada tahun 2011 mencapai 60,15 juta ton atau sebesar 22,2% dari total produksi sebesar 293 Juta Ton, sedangkan untuk ekspor sebesar 209,1 juta ton. Jumlah pemanfaatan batubara untuk domestik ini lebih rendah dari jumlah di tahun 2010 yang mencapai 24,4% 86
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
dari total produksi atau sebanyak 67 Juta Ton dari total produksi 275 Juta ton, dan sisanya sebesar 208 Juta Ton untuk diekspor. Begitu pula bila dilihat dari pencapaian target yang sebesar 78,97 juta ton, hanya terealisasi sebesar 76,12%. Penurunan jumlah DMO ini terjadi dikarenakan mundurnya jadwal COD PLTU mengakibatkan terjadinya perubahan kebutuhan domestik tahun 2011.
NO.
A.
B.
C.
Secara rinci pemanfaatan batubara untuk kebutuhan dalam negeri dapat dilihat pada tabel di samping.
INDUSTRI
PLTU 1. PT.PLN (Persero) 2. IPP 3. PT.FREEPORT INDONESIA 4. PT.NEWMONT NUSA TENGGARA 5. PT.PUSAKA JAYA PALU POWER METALURGI 1 PT INCO 2. PT.ANTAM.Tbk SEMEN, TEKSTIL, PUPUK DAN PULP 1. SEMEN 2. TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL 3. PUPUK 4. PULP TOTAL
TONASE (JUTA TON)
%
GCV (GAR)
37 8,97 0,83 0,47 0,19
61,52 14,91 1,38 0,78 0,32
4.000 – 5.200 4.000 – 5.200 5.650 – 6.150 5,200 5,000
0,14 0,20
0,23 0,33
5,900 > 6.600
8,86 1,97 0,92 0,6 60,15
14,73 3,28 1,53 1 100
4.100 – 6.300 5.000 – 6.500 4.500 – 5.000 5.000 – 5.500
Tabel 5.7. DMO Batubara Tahun 2011
d. Persentase pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) pada BBM Transportasi Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM no 32/2008 mandatory (kewajiban) pemanfaatan BBN untuk transportasi (baik dengan subsidi dan nonsubsidi) serta untuk industri mencapai antara 3-7 persen dari total bauran energi. Realisasi pemanfaatan Biodesel hingga April 2011 hanya mencapai 116.449 kiloliter atau 8,98 persen dari kewajiban 1,297 juta kiloliter. Pemanfaatan BBN pada BBM transportasi ditargetkan sebesar 2,5%, namun pada realisasinya tercapai sedikit melebihi target yaitu sebesar 2,52 %, dengan demikian capaian kinerja ini adalah sebesar 100,8%. Realisasi pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel pada tahun ini mengalami peningkatan 5,22% dibandingkan tahun 2010 lalu. Saat ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral c.q. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi sedang menggodog rancangan revisi indeks harga BBN ke Kementerian Keuangan. Dimana pada rancangan tersebut dijelaskan, alasan dilakukan revisi harga karena Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM), yang diikuti oleh Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyedian dan Tabel 5.10. Bahan Bakar Nabati Pemanfaatan BBN sebagai Bahan Bakar Lain, didalam perkembangannya (sejak tahun 2006), realisasi pemanfaatan BBN di Indonesia masih jauh dari target yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri (Permen) No 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati sebagai Bahan Bakar Lain. e. Rasio Elektrifikasi Rasio elektrifikasi tahun 2011 yang ditargetkan sebesar 70,4%, dapat tercapai sepenuhnya. Rasio elektrifikasi tahun 2011 tersebut mengalami peningkatan sebesar 4,20% dibandingkan dengan realisasi tahun 2010 sebesar 67,2%. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
87
f. Penurunan Intensitas Energi Intensitas energi adalah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto. Semakin efisien suatu negara, maka intensitasnya akan semakin kecil. Intensitas energi Indonesia pada tahun 2011 ini mencapai 3,41 BOE (barrel-oilequivalent) per kapita (dihitung berdasarkan pertumbuhan rata-rata 2% per tahun). Perkembangan Intensitas konsumsi energi per kapita dapat dilihat pada Gambar di samping ini.
Grafik 5.4. Perkembangan Intensitas Energi Final Indonesia
Tahun 2000-2010 Salah satu indeks yang biasa digunakan untuk mengukur kebutuhan energi terhadap perkembangan ekonomi sebuah negara adalah Elastisitas Energi, yaitu pertumbuhan kebutuhan energi yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi (GDP) tertentu. Angka elastisitas energi di bawah 1,0 dicapai apabila energi yang tersedia telah dimanfaatkan secara produktif. Elastisitas energi di Indonesia pada tahun 2010 adalah sebesar 1,6. Di negara-negara maju elastisitas ekonomi berkisar antara 0,1% hingga 0,6%. Angka elastisitas di Indonesia masih >1 yang mengindikasikan pemanfaatan energi belum efisien, hal ini ditandai dengan intensitas energi yang tinggi.
7.
Prosentase peningkatan pemberdayaan kapasitas nasional a. Persentase Jumlah Tenaga Kerja Nasional (TKN) Sektor ESDM terhadap Jumlah Tenaga Kerja Sektor ESDM. Realisasi perbandingan penggunaan tenaga asing dan penggunaan tenaga kerja nasional di Sektor ESDM pada tahun 2009 sampai dengan 2011 ini adalah sebagai berikut :
Tabel 5.8 Tenaga Kerja Nasional dan Tenaga Kerja Asing Sub Sector
2009
2010
2011
TKN
TKA
TKN
TKA
TKN
TKA
Migas
275.908
3.088
291.455
4.270
276.532
3.211
Pertambangan Umum
130.509
994
143.067
1.017
181.267
1.308
Jumlah
406.417
4082
434.522
5.287
457.799
4.519
Jumlah Tenaga Kerja Sektor ESDM
410.499
439.809
462.318
Pada tahun 2011 ini penggunaan TKN mencapai 99% dari total tenaga kerja sektor ESDM, seperti yang dapat dilihat pada tabel di atas. Perlu dijelaskan bahwa penetapan target sebesar 95,95% berdasarkan capaian realisasi tahun 2010. b. Persentase penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri dalam pembangunan sektor ESDM Secara keseluruhan realisasi persentase peningkatan pemberdayaan nasional adalah 109%. Perlu diketahui, bahwa pemberdayaan kapasitas nasional sektor ESDM diukur dari 2 indikator kinerja yaitu: penggunaan 88
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
tenaga kerja lokal dan penggunaan kandungan lokal (produk dalam negeri).
Selanjutnya realisasi penggunaan tenaga kerja lokal yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan sektor ESDM adalah sebesar 55,5% dibandingkan target 48% atau melampaui target yang ditetapkan sebesar 115,6%. Begitu pula dengan penggunaan produk dalam negeri (local content) yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan sektor ESDM di tahun 2011 ini melebihi target yang ditetapkan sebesar 103%, atau dari target sebesar 48% terealisasi sebesar 55,5%. Tabel pengukuran kinerja dari 2 indikator pendukung ini adalah:
Tabel 5.9 Indikator Kinerja Pemberdayaan Kapasitas Nasional Indikator kinerja
Satuan
Target
Realisasi
1. Persentase Jumlah Tenaga Kerja Nasional Sektor ESDM terhadap Tenaga Kerja Sektor ESDM
%
95.95
99
2. Persentase penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri dalam pembangunan sektor ESDM
%
48
55.5
Capaian 103
115.6
8. Prosentase Kemampuan pasokan energi (BBM) dalam negeri Kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi dalam negeri secara langsung menuntut adanya ketersediaan fasilitas pengolahan migas yang cukup memadai, baik dari segi kapasitas maupun maupun produksi. Meningkatnya konsumsi BBM di Indonesia terkait pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor tidak disertai dengan penambahan kapasitas produksi kilang, sehingga kekurangan jumlah pasokan BBM di Indonesia dipenuhi dari impor. Sampai dengan akhir tahun 2011, produki BBM mencapai 37,48 juta kiloliter (terdiri dari produksi kilang Pertamina, kilang Pusdiklat Migas, kilang TPPI dan kilang TWU). Pada tahun 2011 realisasi pemenuhan BBM dalam negeri hanya mencapai 59,4% dari target yang ditetapkan sebesar 70% atau capaian kinerja adalah 84%. Realisasi pemenuhan pasokan energi dalam negeri ini juga mengalami penurunan sebesar 13,4% dari realisasi ditahun 2010 yang sebesar 68,22%. Penghitungan realisasi pencapaian target adalah sebagai berikut: Produksi BBM dalam negeri tahun 2011 mencapai 37,48 Juta KL, sedangkan konsumsi BBM sebesar 63,18 Juta KL, kelebihan konsumsi dipenuhi dari impor sebesar 25,7 Juta KL. Sebagian besar pasokan BBM untuk Indonesia, dipasok dari kilang milik Pertamina, dengan status pada tahun 2011 terdapat lima kilang Pertamina yang aktif berproduksi. Kapasitas total kilang minyak yang beroperasi di Indonesia pada akhir tahun 2011 adalah sebesar 1.157,1 MBCD yang terdiri atas: 1.
Kilang PT Pertamina (Persero) dengan total kapasitas 1047,3 MBCD - RU-II Dumai / Sungai Pakning
: 177 MBCD
- RU-III Plaju / S. Gerong
: 127,3 MBCD
- RU-IV Cilacap
: 348 MBCD
- RU-V Balikpapan
: 260 MBCD
- RU-VI Balongan
: 125 MBCD
- RU-VII Kasim
: 10 MBCD
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
89
2.
Kilang Pusdkilat Migas Cepu dengan kapasitas 3,8 MBCD
3.
Kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dengan kapasitas 100 MBCD, mengolah bahan baku berupa kondensat.
4.
Kilang PT Tri Wahana Universal (TWU) dengan kapasitas 6 MBCD
Selain berbahan baku minyak bumi/kondensat, BBM juga dapat dihasilkan dari bahan baku lainnya, seperti di kilang PT Patra SK di Dumai yang berbahan baku uncorverted oil (kapasitas 25 MBCD) serta PT Primergy Solution (Gresik) yang menghasilkan BBM dari pelumas bekas (kapasitas pelumas bekas 600 ton per bulan).
Tabel 5.10 SUPPLY DEMAND BBM INDONESIA SUPPLY (KL)
TAHUN
DEMAND (KL) KONSUMSI DALAM EKSPOR NEGERI 55,059,335
PRODUKSI
IMPOR
TOTAL
2000
42,654,625
16,725,175
59,379,800
TOTAL
2001
43,680,109
13,760,006
57,440,116
56,855,740
56,855,740
2002
43,029,258
16,970,455
59,999,714
57,667,388
57,667,388
2003
42,520,910
16,896,735
59,417,645
58,361,343
58,361,343
2004
43,233,064
19,150,684
62,383,748
62,209,235
2005
40,991,618
25,848,233
66,839,851
62,534,260
26,483.7
62,560,744
2006
38,689,741
20,356,241
59,045,982
58,574,788
153,702.7
58,728,491
2007
37,552,098
22,906,030
60,458,127
60,717,020
254,416.0
60,971,436
2008
38,529,142
23,846,535
62,375,677
60,223,609
284,252.4
60,507,861
2009
37,940,033
21,985,209
59,925,241
58,277,008
258,638.5
58,535,646
2010
37,483,960
26,017,420
63,501,380
62,187,080
504,480.0
62,691,560
2011
37,483,960
31,290,865
68,774,825
63,188,439
288,838.00
63,477,277
55,059,335
62,209,235
*Data Unaudited
9. Persentase peningkatan peran sektor ESDM dalam pembangunan daerah Peran sektor ESDM juga penting sebagai pendorong pembangunan daerah. Peran sektor ESDM terhadap pembangunan daerah diwujudkan, antara lain melalui dana bagi hasil (DBH), kegiatan pengembangan masyarakat atau community development (comdev) atau corporate social responsibility (CSR). Selain itu terdapat program pembangunan Desa Mandiri Energi (DME), dan Pemboran air tanah yang merupakan program-program pro-rakyat sehingga pembangunan daerah dapat berjalan lebih efektif. a. Jumlah Dana Bagi Hasil Dana bagi hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana Undang-Undang Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. DBH sektor ESDM bersumber dari kegiatan minyak bumi, gas bumi dan pertambangan umum, serta panas bumi. DBH sektor ESDM pada tahun 2011 mencapai sebesar Rp. 40,9 triliun yang terdiri dari minyak bumi Rp. 16,4 triliun, gas bumi Rp. 11,7 triliun, pertambangan umum Rp. 12,3 triliun dan panas bumi Rp. 0,5 triliun. b. Jumlah CSR dan Community Development Di sektor energi dan sumber daya mineral, community development (comdev) adalah bagian dari tanggung jawab korporat (Corporate Social Responsibility) yang merupakan komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Kegiatan comdev dilakukan antara lain melalui: Ekonomi (peningkatan pendapatan, perbaikan jalan, sarana 90
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
pertanian, pembangunan/perbaikan sarana ibadah), Pendidikan dan Kebudayaan (kelompok usaha, pelatihan, perencanaan), Kesehatan (kesehatan terpadu, air bersih), Lingkungan (penanaman bakau, reklamasi) dan lainnya (kegiatan sosial, penyuluhan, pembangunan sarana olah raga). Rencana dana comdev sektor ESDM pada tahun 2011 sebesar Rp. 1,56 triliun, sedangkan terealisasi sebesar Rp. 1,66 triliun atau 106% terhadap target 2011. c. Jumlah Desa Mandiiri Energi berbasis BBN Jumlah Desa Mandiri Energi (DME) berbasis BBN dan Non BBN sesuai dengan yang ditargetkan, yaitu dari target sebesar 50 DME, terealisasi sebesar 51 DME atau capaian kinerja sebesar 100 %. Realisasi melebihi target, dikarenakan terdapat pengalihan jenis fisik dari PLT Mikrohidro menjadi PLT Pikohidro (2 unit). Pembangunan DME tahun 2011 dilaksanakan di 17 Propinsi yang mencakup: DME berbasis Singkong di 6 lokasi (5 propinsi), DME berbasis Nipah di 3 lokasi (2 propinsi), DME berbasis Biomassa di 3 lokasi (1 propinsi), DME berbasis Biogas di 8 propinsi, DME berbasis PLTMH di 8 propinsi, DME berbasis PLT Pikohidro di 2 propinsi, DME yang menggunakan peralatan kegiatan produktif sebanyak 9 propinsi. Perkembangan DME yang berhasil diwujudkan Kementerian ESDM sejak tahun 2009 hingga 2011 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.11 Perkembangan DME Tahun 2009-2011 No
Indikator
Realisasi DME 2009
2010
2011
Total Kumulatif
1
DME berbasis Non BBN
62
34
19
115
2
DME berbasis BBN
28
16
32
75
Total DME
90
50
51
191
Gambar 5.11. Bahan Bakar Nabati yang Digunakan Pada Pembangunan DME
d. Jumlah daerah sulit air yang kebutuhan air bersihnya dapat terpenuhi melalui sumur bor air tanah Program pembangunan daerah lainnya, yang bersentuhan langsung dengan masyarakat adalah program penyediaan air bersih melalui pemboran air tanah. Program tersebut dilakukan sejak tahun 1995 melalui pendanaan dari APBN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
91
Pada tahun 2011, telah dilaksanakan pemboran air tanah di 255 lokasi dengan peruntukan bagi 640.560 jiwa. Sedangkan selama periode 1995 sampai dengan 2011 ini, total pemboran air tanah yang telah dilakukan sebanyak 784 titik yang tersebar di seluruh Indonesia dengan peruntukan bagi sekitar 1,8 juta jiwa. e. Jumlah wilayah yang teraliri jaringan gas untuk rumah tangga Pada tahun 2011 ini telah dilaksanakan pembangunan gas kota di 5 kota yaitu Rusun Jabotabek, Bontang, Sengkang, Sidoarjo (lanjutan) dan Bekasi (lanjutan). Dari target sebanyak 16.000 sambungan rumah tangga (SR) yang direncanakan akan dibangun pada 5 Kota (Wilayah) terealisasi sebanyak 17.939 SR, atau capaian target sebesar 112%. f.
Jumlah wilayah yang terbangun fasilitas dan pemanfaatan gas untuk transportasi. Target di tahun 2011 ini akan dibangun fasilitas dan pemanfaatan gas untuk transportasi sebanyak 4 (empat) instalasi SPBG dan satu bengkel pemeliharaan peralatan BBG untuk transportasi di Palembang. Semua target yang telah ditetapkan dapat direalisasikan, dengan kata lain, capaian kinerja ini adalah 100%. Sebagai tambahan informasi kinerja, ditahun ini juga telah dibagikan 200 Konverter Kit untuk angkutan kota dan taksi di Kota Palembang.
10. Persentase pemanfaatan energi Non BBM dalam rangka diversifikasi energi Selain dengan memberdaya kan energi terbarukan, KESDM juga melakukan upaya untuk mengurangi pembangkit tenaga listrik yang masih menggunakan produk minyak bumi (BBM) dengan memberdayakan gas bumi, batubara, panas bumi dan air sebagai energi alternatif bahan baku utama untuk pembangkit tenaga listrik. a. Pangsa Gas Bumi Pangsa gas bumi ditargetkan dapat mencapai 30% di tahun 2011 ini, namun yang dapat direalisasikan sebesar 26%, atau 86,67%. Tidak tercapainya target pemanfaatan gas bumi sebagai pembangkit tenaga listrik dikarenakan terlambatnya COD PLTU dalam FTP I, sehingga pasokan gas yang disediakan untuk pembangkit tersebut tidak terpakai. Sebagai penggantinya dioperasikannya PLTD sewa di beberapa sistem kelistrikan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik sementara karena belum beroperasinya pembangkit utama yang telah direncanakan. b. Pangsa Batubara Batubara masih merupakan energi yang mendominasi energi mix bagi pembangkit tenaga listrik, pada tahun ini pangsa batubara untuk pembangkit listrik mencapai 46% dari target yang ditetapkan sebesar 49%, atau dengan kata lain capaian kinerja sebesar 93,88%. c. Pangsa Panas Bumi Pangsa energi panas bumi ditahun 2011 ini hampir mencapai target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 4,22 % dari target sebesar 4,24% atau capaian 99,6%. Hal ini disebabkan adanya penambahan potensi energi lebih besar dari kenaikan jumlah kapasitas terpasang. d. Pangsa Tenaga Air 7 Realisasi pangsa tenaga air pada tahun ini tercapai sesuai target yaitu sebesar 7%, namun angka ini masih di bawah realisasi pada tahun 2010 yang mencapai 12%. e. Pangsa Bio Diesel Bio Energi Tahun 2011 ini bio diesel mulai dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik, walaupun pangsa biodiesel masih relatif rendah yaitu 0,08%, namun angka tersebut sesuai dengan target yang ditetapkan. Jumlah bio diesel yang dimanfaatkan untuk pembangkit listrik pada tahun ini adalah sebesar 4.253.839 KL.
92
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
5.3. Capaian Kinerja Tujuan Strategis
Tujuan I
: Terjaminnya Pasokan Energi Dan Bahan Baku Domestik
Salah satu peran dominan sektor ESDM dalam pembangunan nasional adalah menjamin pasokan energi dan mineral dalam negeri, baik untuk bahan bakar maupun bahan baku. Untuk mewujudkan hal tersebut, pada dasarnya Indonesia memiliki sumber energi yang beranekaragam dan jumlahnya memadai. Hingga saat ini, minyak bumi masih merupakan tulang punggung energi Indonesia, meskipun cadangannya terbatas dan terdapat beraneka ragam sumber energi non-BBM yang penggunaannya semakin digalakan oleh Pemerintah. Dalam menjamin penyediaan energi domestik, telah dilakukan optimasi produksi energi fosil yaitu minyak bumi, gas bumi dan batubara. Produksi minyak bumi, sebagai energi tidak terbarukan, cenderung menurun dari tahun ke tahun. Mulai tahun 2007, produksi minyak berada di bawah level 1 juta barel per hari. Namun, dengan adanya temuan cadangan baru seperti Blok Cepu, maka dalam jangka pendek akan terjadi kenaikan produksi minyak Indonesia yang tidak akan bertahan lama karena terjadi natural decline rate yang cukup tinggi sekitar 12%per tahun. Sebagaimana diketahui, sekitar 60% produksi minyak Indonesia dipasok untuk kebutuhan dalam negeri dan sisanya sebesar 40% untuk ekspor. Selanjutnya, terkait pasokan bahan baku domestik, sektor ESDM memberikan kontribusi utamanya pada pasokan gas dan bahan mineral. Pemakaian gas domestik dimanfaatkan untuk industri pupuk, kilang petrokimia, kondensasi, LPG, PGN, PLN, Krakatau steel, industri lainnya. Selanjutnya pasca diterbitkan UU Migas Nomor 22 tahun 2001, alokasi gas bumi domestik mencapai 63,5%, sedangkan alokasi gas bumi ekspor sebesar 36,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tataran kebijakan dan perencanaan, upaya pengutamaan pasokan gas bumi domestik sudah berjalan sangat baik. Meskipun saat ini kebijakan alokasi gas untuk domestik sudah diprioritaskan, namun ekspor gas juga tetap diperlukan untuk mencapai skala keekonomian dari suatu lapangan gas bumi, mengingat harga gas bumi domestik pada umumnya lebih rendah dibandingkan untuk ekspor. Disamping gas bumi, bahan mineral juga berperan penting sebagai pemasok bahan baku industri. Bahan mineral tersebut antara lain tembaga, emas, perak, bauksit, nikel, timah, intan dan besi. Dalam rangka mewujudkan tujuan di atas, ditetapkan 5 (lima) sasaran sebagai berikut:
Sasaran 1.
Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik
Keberhasilan pencapaian sasaran ini diukur melalui pencapaian 9 indikator kinerja sasaran yang dikembangkan dari indikator kinerja program/kegiatan rencana kinerja tahun 2011. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 5.12 Indikator Kinerja Sasaran 1 No.
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Realisasi
Capaian (%)
1.
Produksi minyak bumi
MBOPD
945
902
95
2.
Produksi gas bumi
MBOEPD
1.534
1.516
99
3.
Produksi CBM
MBOEPD
0
0
-
4.
Produksi batubara
Juta Ton
327
293
89
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
93
No.
Indikator Kinerja
5.
Pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri
6.
Produksi mineral
Satuan
Target
Juta Ton
Realisasi
Capaian (%)
79
65
82
· Tembaga · Emas
Ton Kg
665.158 102.562
618.297 78.148
93 76
· Perak
Kg
278.431
223.078
80
· Ni + Co in matte
Ton
70.500
70.936
100,6
· Timah
Ton
75.000
60.002
80
· Bijih nikel
Ton
8.500.000
8.522.128
100,2
· Ferronikel
Ni
18,000
19.990
111
· Bauksit
Mt
10.000.000
10.887.659
109
· Bijih besi
Mt
5.000.000
5.215.391
104
· Granit
M3
2.500.000
2.810.148
112
7.
Produksi BBM
Juta KL
36,5
37,23
102
8.
Produksi LPG
Juta Ton
2
2,32
116
9.
Produksi LNG
Juta Ton
23.29
21.97
94
Secara umum, produksi minyak dan gas bumi tahun 2011 lebih rendah dibandingkan tahun 2010. Di sisi lain, produksi batubara mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar 6%. Namun, apabila energi fosil dilihat sebagai satu kesatuan (as single comodity), produksi energi fosil mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010. Produksi energi fosil Indonesia tahun 2011 ditargetkan sebesar 6.239 ribu BOEPD (Barel Oil Ekuivalen Per Day). Pada realisasinya, produksi energi fosil Indonesia tahun 2011 mencapai 5.782 ribu BOEPD atau 93% terhadap target tahun 2011. Produksi energi fosil tersebut ekivalen dengan 101,5% realisasi tahun 2010 sebesar 5.698 ribu BOEPD. Peningkatan tersebut berasal dari produksi batubara yang diperkirakan mencapai 293 juta ton atau 106% dibandingkan tahun 2010 sebesar 275 juta ton. Secara rinci capaian kinerja sasaran ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.12. Produksi Energi Fosil
94
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
Penjelasan atas capaian kinerja produksi energi fosil adalah sebagai berikut: 1.
Produksi Minyak Bumi Lifting minyak bumi tahun 2011 berdasarkan APBN 2011 ditargetkan sebesar 970 ribu BOPD dan mengalami perubahan berdasarkan APBN-P 2011 menjadi sebesar 945 ribu BOPD.
Ribu Barel Perhari
Realisasi produksi minyak bumi sampai dengan akhir Desember 2011 sebesar 902 ribu BOPD atau 95% dari target APBN-P 2011. Beberapa tahun terakhir ini, produksi minyak Indonesia dibawah 1 juta BOPD, mengingat 1000 mayoritas lapangan 900 yang berproduksi saat 800 ini merupakan 700 lapangan tua. Namun 600 dengan ditemukannya 500 cadangan minyak di 400 Blok Cepu (lapangan 300 Banyu Urip) yang 200 cukup signifikan, 100 diharapkan pada saat 0 Ratapengembangan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Rata lapangan Banyu Urip 904 907 912 904 905 892 902 911 908 900 891 889 902 Total 791 794 798 793 797 788 798 800 798 792 789 773 793 Minyak secara full scale telah 113 113 113 112 108 104 105 111 110 108 102 116 110 Kondensat selesai, produksi Grafik 5.5. Produksi Minyak Bumi dan Kondensat Indonesia/Bulan minyak akan dapat Tahun 2011 kembali meningkat. Belum tercapainya target produksi minyak tahun 2011 disebabkan antara lain : i. Kehilangan peluang produksi karena unplanned shutdown antara lain: 1. Masalah peralatan (kerusakan kompresor/pompa; kerusakan pipa) 2. Kejadian alam (a.l. penurunan temperatur akibat hujan dan banjir sehingga terjadi pengentalan minyak, cuaca buruk/gelombang laut tinggi ) ii. Kehilangan produksi karena kendala lain: 1. Keterlambatan proyek /pengembangan lapangan 2. Permasalahan offtaker 3. Kendala subsurface (a.l. kenaikan water cut, problem kepasiran) iii. Perpanjangan planned shutdown. iv. Kendala perijinan, khususnya ijin lokasi pemboran dan transportasi. v. Permasalahan sosial (pencurian minyak dan demonstrasi masyarakat) Perbandingan produksi minyak bumi sepanjang tahun 2006 hingga tahun 2011 terlihat pada grafik di bawah ini : 1.020
ribu barel per day (bpd)
1.000 980 960 940 920 900 880 860 840 target
2006 1.000
2007 950
2008 927
2009 960
2010 965
2011 945
realisasi
1.006
954
979
948
945
902
Grafik 5.6. Perbandingan Produksi Minyak Bumi Tahun 2006-2011
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
95
Penurunan trend produksi minyak bumi sesungguhnya juga terjadi secara global. Produksi minyak bumi dunia sudah mulai tergantikan dengan energi fosil lainnya seperti batubara, gas bumi dan unconventional gas seperti CBM, shale gas, gas hydrates serta renewable energy. Apabila produksi minyak bumi dilihat secara keseluruhan bersama gas bumi dan batubara (sebagai energi fosil), maka totalnya menjadi 5.769 ribu barel oil equivalen per day (BOEPD) atau 101% dari tahun 2010, sehingga melampaui target tahun 2011. Cadangan minyak bumi pada tahun 2011 sebesar 7.732,27 MMSTB, yang terdiri dari cadangan terbukti (proven) sebesar 4.039,57 MMSTB Dan cadangan potensial sebesar 3692,70 MMSTB. Dengan tingkat produksi seperti saat ini, maka berdasarkan perbandingan antara total cadangan minyak bumi dengan tingkat produksi minyak saat ini diperkirakan cadangan minyak bumi masih dapat bertahan sekitar 23 tahun (dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan baru).
NAD
121.65 NATUNA
360.65
110.85 SUMATERA UTARA
KALIMANTAN
3,847.79 SUMATERA TENGAH
PAPUA
669.24 MALUKU
838.00
49.11
65.73
37.92
SUMATERA SELATAN SULAWESI
JAWA BARAT
599.40
JAWA TIMUR
1031.94
TERBUKTI CADANGAN MINYAK BUMI ( MMSTB )
= 4,039.57 MMSTB
POTENSIAL = 3.692.70 MMSTB TOTAL = 7,732.27 MMSTB
Gambar 5.12. Cadangan Minyak Bumi Indonesia Tahun 2011
Upaya-upaya strategis yang telah dilakukan untuk mencapai target antara lain: ●
Mendorong optimasi produksi pada lapangan eksisting termasuk penerapan EOR.
●
Meningkatkan kehandalan peralatan produksi dengan preventive/ predictive maintenance untuk mengurangi unplanned shutdown.
●
Melaksanakan percepatan pengembangan lapangan baru, dan lapangan /struktur idle Pertamina EP.
●
Meningkatkan koordinasi untuk penyelesaian masalah yang terkait dengan regulasi, perijinan dan tumpang tindih lahan dan keamanan.
Dalam rangka peningkatan produksi minyak, diharapkan pada 2-3 tahun ke depan, produksi minyak dari Blok Cepu dapat berproduksi full scale. Cadangan lapangan Banyu Urip Blok Cepu diperkirakan lebih dari 450 juta barel minyak dan direncanakan dapat mencapai puncak produksi (peak production) sebesar165.000 barel minyak per hari.
96
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
Gambar 5.13. Peletakan Batu Pertama Proyek Banyu Urip di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, 6 Desember 2011
Pada tanggal 6 Desember 2011, Menteri ESDM melakukan kunjungan lapangan sekaligus melakukan peletakan batu pertama Proyek Banyu Urip di Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur. Peletakan batu pertama ini menandai dimulainya pengerjaan pengembangan penuh Proyek Banyu Urip. Menteri ESDM, Jero Wacik meminta agar penyelesaian proyek ini bisa dipercepat mengingat pentingnya kontribusi lapangan tersebut terhadap peningkatan produksi minyak nasional. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta adanya langkah nyata dan aktif untuk mengantisipasi terjadinya ketahanan energi dan pangan pada masa depan yang semakin kritis. Penyelesaian proyek ini diperkirakan akan memakan waktu sekitar 36 bulan, tetapi Menteri ESDM meminta semua pihak agar bekerja sama agar penyelesaiaan proyek ini bisa dipercepat. Percepatan tersebut sangat penting untuk segera mewujudkan target Pemerintah meningkatkan produksi minyak menjadi 1 juta barel per hari pada akhir tahun 2013. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
97
2. Produksi Gas Bumi Produksi gas bumi tahun 2011 sesuai APNB ditargetkan sebesar 8.541 MMSCFD atau setara dengan 1.534 Ribu BOEPD. Pada realisasinya, produksi gas bumi tahun 2011 adalah sebesar 1.516 Ribu BOEPD atau 99% terhadap target tahun 2011. Produksi gas tersebut ekivalen dengan 95% realisasi tahun 2010 sebesar 1.590 Ribu BOEPD. Belum tercapainya target produksi gas bumi tahun 2011, disebabkan antara lain : ·
Tidak kembalinya produksi gas bumi setelah turn around di beberapa lapangan gas
·
Gangguan peralatan produksi seperti sulfinol absorber di PT. Arun, absorber dan valve di NSO serta kompresor di ExxonMobil, terbakarnya FPSO Lentera Bangsa di CNOOC yang mengakibatkan seumlah sumur harus ditutup.
·
Decline produksi alamiah dari sumur-sumur di lapangan yang sudah berproduksi relatif lama (misal : VICO).
Upaya-upaya pencapaian produksi gas : ·
Pengembangan lapangan baru (a.l. Blok Cepu dan Donggi Senoro) termasuk percepatan produksi sumur temuan eksplorasi.
·
Percepatan produksi dari lapangan-lapangan CBM (a.l. di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan).
·
Meningkatkan kehandalan peralatan produksi dan keselamatan kerja untuk mengurangi unplanned shutdown.
·
Meningkatkan koordinasi untuk penyelesaian masalah yang terkait dengan regulasi, antara lain penerapan azas cabotage, perijinan pada lokasi kegiatan, tumpang tindih lahan dan kawasan hutan dan pembebasan lahan
Perkembangan produksi gas bumi sejak tahun 2007 sampai dengan 2011 dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
10.000 9.000 8.000
MMSCFD
7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0
2007
2008
2009
2010
2011
Produksi Gross
7.686
7.883
8.386
9.336
8.922
Produksi Nett
7.283
7.460
7.962
8.857
8.415
Gambar 5.7. Produksi Gas Bumi Tahun 2007-2011
98
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
Sebelum tahun 2000-an, kondisi pemanfaatan gas bumi tidak seperti saat ini, dimana kebutuhan domestik sangat tinggi. Pada saat itu, pemanfaatan gas bumi dari cadangan besar biasanya untuk ekspor, sedangkan gas bumi dari cadangan yang kecil untuk domestik. Selain itu, permintaan gas bumi domestik pada era tersebut juga masih sangat rendah, sehingga kontrak-kontrak pengembangan gas bumi lebih dominan untuk ekspor. Kontrak-kontrak gas bumi yang ditandatangani pada waktu itu merupakan kontrak jangka panjang. Maka, ketika saat ini dimana permintaan domestik relatif tinggi, kontrak-kontrak tersebut tidak dapat serta merta diubah untuk domestik, karena dapat berakibat pada pelanggaran kontrak (default). Saat ini kebijakan alokasi gas lebih mengutamakan untuk pasokan domestik, cadangan besar dapat digunakan baik untuk domestik maupun ekspor dan cadangan kecil untuk domestik. Dari tahun ke tahun, ekspor gas sudah mulai dikurangi, sebaliknya pemanfaatan domestik terus diintensifkan. Trend pemanfaatan gas bumi saat ini mulai meningkat untuk domestik dibandingkan ekspor sebagaimana grafik terlampir, hal tersebut menunjukkan keberpihakan untuk pemenuhan domestik. Berdasarkan Perjanjian Jual Beli Gas Bumi (PJBG) dari tahun 2003-2010, porsi untuk domestik cukup besar yaitu sebesar 73,7%.
MMSCFD DOMESTIK PUPUK KILANG PET . KIMIA KONDENSASI LPG PGN PLN KRAKAT AU ST EEL INDUST RI LAIN** CIT Y GAS PEM AKAIAN SENDIRI SUB TOTAL DOM ESTIK EKSPOR FEED KILANG LNG LPG GAS PIPA SUB TOTAL EKSPOR LOSSES T OT AL
615,3 89,5 93,5 12,8 38,0 752,7 721,4 51,6 552,1 0,20 544,6 3.471,9
3.543,7 924,5 4.468,2
(%)
7,3 1,1 1,1 0,2 0,5 8,9 8,6 0,6 6,6 0,002 6,5 41,2
42,0 0,0 11,0 53,0
488,3
5,8
8.428,4
100
*) Status s/d Nop 2011 (Angka Produksi Net) **) Penyaluran KKKS ke industri selain pengguna PGN
Gambar 5.14. Produksi dan Pemanfaatan Gas Bumi Tahun 2011
Dalam rangka mendorong pasokan gas dalam negeri, dan peningkatan penerimaa negara, pada tanggal 26 Oktober 2011, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MESDM) telah mengambil keputusan untuk percepatan realisasi pengiriman gas bumi ke Singapura dari lapangan Gajah Baru di West Natuna sesuai gas sale agreement (GSA) dan pengiriman ke dalam negeri sebesar 40 juta kaki kubik per hari melalui mekanisme Swap, yang akan dimanfaatkan untuk pembangkit listrik PLN di Muara Tawar, Jawa Barat. Dengan telah disetujuinya pengiriman gas ini maka pemerintah akan terhindar dari kewajiban pembayaran penalti sebesar Rp 5 Miliar per hari, dan sejak saat pengaliran, negara berpotensi memperoleh pendapatan sekitar Rp 15 Miliar per hari atau Rp 5,4 Triliun per tahun. Selain daripada itu, pengiriman gas bumi ke PLN Jawa Barat sebesar 40 juta kaki kubik per hari yang setara dengan 6000 barel BBM per hari yang dapat menghasilkan energi listrik sebesar 160 – 200 megawatt, sehingga PLN akan dapat menghemat biaya operasi sebesar Rp 2 – 3 Trilun per tahun, yang diperoleh dari selisih harga pembelian BBM dan gas bumi. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
99
Selanjutnya MESDM telah menginstruksikan kepada Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi dan Kepala BP Migas untuk segera mengambil langkah-langkah dan meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait untuk menyelesaikan masalah Swap tersebut.
Gambar 5.15. Persetujuan percepatan pengiriman gas dari West Natuna dan tambahan pasokan ke PLN Jawa Barat dalam rangka penghematan BBM
Untuk optimalisasi pemanfaatan gas bumi dalam negeri, pemerintah akan terus mendorong terbangunnya infrastuktur gas bumi baik melalui pipa maupun fasilitas terminal penerima gas bumi di daerah-daerah yang telah diprogramkan pada wilayah pertumbuhan ekonomi, sebagaimana direncanakan dalam MP3EI, maupun pada sentra-sentra industri yang telah ada. Dalam rangka mempercepat produksi gas bumi di cadangan yang terdapat di Indonesia, khususnya Wilayah East Natuna, pada tanggal 19 Agustus 2011, Pemerintah Principles of Agreement (POA) terkait rencana eksplorasi dan eksploitasi Wilayah East Natuna bersama dengan para stakeholder yaitu PT Pertamina (Persero), Esso Natuna Ltd, Total E&P Activities Petrolieres dan Petronas. POA tersebut dimaksudkan untuk melanjutkan proses yang menuju pada persiapan suatu kontrak kerja sama Wilayah East Natuna yang akan ditandatangani kemudian, dimana Pemerintah berharap dengan akan ditandatanganinya kontrak kerja sama wilayah East Natuna akan segera dilakukan pengembangan proyek Gas East Natuna.
Gambar 5.16. Penandatanganan Principles of Agreement (POA) terkait rencana eksplorasi dan eksploitasi Wilayah East Natuna di KESDM, 19 Agustus 2011
100
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
Disamping penandatanganan Principle of Agreement, juga dilakukan penandatanganan Head of Agreement antara PT. Pertamina EP, Mobil Cepu Ltd., Ampolex (Cepu) Pte., Ltd. dan PT. Pertamina EP Cepu mengenai pelaksanaan unitisasi Lapangan Jambaran - Tiung Biru.
NAD
5.56
NATUNA
1.29
50.94
SUMATERA UTARA
KALIMANTAN SUMATERA TENGAH
PAPUA
9.01 17.36 MALUKU
15.79
SUMATERA SELATAN
23.91
3.83 SULAWESI
JAWA BARAT
4.24
15.22
JAWA TIMUR
5.73
TERBUKTI = 104.71 TSCF CADANGAN GAS BUMI
( TSCF )
POTENSIAL = TOTAL
48.18 TSCF
= 152.89 TSCF
Cadangan gas bumi pada tahun 2011 sebesar 152,89 TSCF, yang terdiri dari cadangan terbukti (proven) sebesar 104,71 TSCF. Dan cadangan potensial sebesar 48,18 TSCF. Dengan tingkat produksi seperti saat ini, maka berdasarkan perbandingkan antara total cadangan gas bumi dengan tingkat produksi gas bumi saat ini, diperkirakan cadangan gas bumi masih dapat bertahan sekitar 49 Tahun (dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan baru).
Gambar 5.17. Cadangan Gas Bumi Indonesia Tahun 2011
Selain gas bumi konventional, Pemerintah juga mendorong unconventional resources seperti Coal Bed Methane (CBM). Sejak ditandatanganinya Kontrak Kerja Sama (KKS) CBM yang pertama di Indonesia pada tahun 2008, hingga saat ini total jumlah kontrak CBM yang telah ditandatangani sebanyak 42 kontrak, yaitu 7 kontrak pada tahun 2008, 13 kontrak pada tahun 2009, 3 kontrak pada tahun 2010 dan 19 kontrak pada tahun 2011. Dalam rangka mendukung CBM to power tahun 2011, saat ini telah ditandatangani 3 MoU antara KKKS dengan konsumen gas dengan total gas sebesar 1,2 MMSCFD (3,6 MW), yaitu: · · ·
Vico (Blok CBM Sanga-Sanga) dengan PT PLN. Pasokan gas 0,5 MMSCFD untuk melistriki +1,5 MW bagi masyarakat di wilayah Sanga-Sanga. Sangatta West Cbm Inc. (Blok Sangatta I) dengan PT Kutai Timur Investama. Pasokan gas 0,5 MMSCFD untuk melistriki +1,5 MW masyarakat di wilayah Sangatta. Medco CBM Sekayu (Blok CBM Sekayu) dengan Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Sumatera Selatan. Pasokan sekitar 0,2 MMSCFD untuk melistriki 0,6 MW masyarakat di wilayah Sekayu.
Gambar 5.18. Penandatanganan Nota Kesepahaman Jual Beli CBM antara PT PLN (Persero) dan Virginia Indonesia Co. CBM Limited (VICO), di KESDM, tanggal 4 November 2011
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
101
3. CBM Sampai pada tahun 2011 ini. Coal Bed Methane belum berproduksi, direncanakan baru mulai produksi di tahun 2012. 4. Produksi Batubara Energi di Indonesia berasal dari berbagai sumber energy, salah satunya adalah batubara. Pasokan batubara untuk energi perlu dipenuhi dan dijaga supaya akses atau kemampuan perusahaan batubara dalam memenuhi pasokan batubara dalam negeri dapat terukur sehingga tidak terjadi kelangkaan batubara. Karena itu sebagai cara dalam memenuhi pasokan batubara untuk dalam negeri. Pemerintah membuat kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Kebijakan ini bertujuan untuk mewajibkan perusahaan batubara untuk memenuhi batubara di dalam negeri. Rencana produksi batubara nasional perlu disusun guna menjaga pasokan batubara juga sebagai cara control pemerintah untuk menjaga kontinuitas pemanfaatan batubara untuk mendukung pembangunan nasional.Rasio cadangan terhadap produksi dari tahun ke tahun semakin kecil maka perencanan produksi batubara memiliki peran penting dalam konservasi batubara. Produksi batubara pada APBN-P 2011 ditargetkan sebesar 327 juta ton. Pada realisasinya, produksi batubara tahun 2011 diperkirakan mencapai 293 juta ton atau 89% terhadap target tahun 2011. Produksi Batubara 2011 hanya mencapai 89% dikarenakan belum semua data IUP terkumpul dan saat ini sedang dalam proses pengumpulan data IUP untuk mendapatkan data IUP yang lengkap. Data IUP yang tersaji adalah yang tercatat dan dilaporkan secara resmi ke Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara c.q Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara. Produksi batubara tersebut ekivalen dengan 107% realisasi tahun 2010 sebesar 275 juta ton, seperti pada tabel berikut :
Tabel 5.14 Produksi Batubara Tahun 2011
Produksi Batubara 2011 hanya mencapai 90% dikarenakan belum semua data IUP terkumpul. Data IUP yang tersaji adalah yang tercatat dan dilaporkan secara resmi ke Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara c.q Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara. Pertumbuhan produksi batubara selama 5 (lima) tahun terakhir sebesar 8%. Pertumbuhan ini menunjukkan trend yang positif dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional, karena secara tidak langsung juga meningkatkan penerimaan Negara, sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini.
Grafik 5.8. Produksi Batubara 2007-2011 dan Rencana 2012
102
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
5. Pasokan Batubara Untuk Kebutuhan Dalam Negeri Dalam rangka mencukupi kebutuhan batubara di dalam negeri, maka pemerintah menerapkan kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) batubara. Diterapkannya DMO batubara cukup efektif untuk turut menjamin ketersediaan batubara dalam negeri. Berdasarkan KepMen ESDM No. 2360 K/30/MEM/2010 Tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2011, dinyatakan bahwa Perkiraan kebutuhan batubara untuk kepentingan dalam negeri (end user domestic) oleh pemakai batubara tahun 2011 adalah sebesar 78,97 juta ton. Namun target tersebut mengalami perubahan yang diakomodir berdasarkan Kepmen ESDM nomor 1334.K/32/DJB/2011 tentang perubahan atas keputusan Menteri ESDM Nomor 2360.K/30/MEM/2010 tentang penetapan kebutuhan dan persentase minimal penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri tahun 2011, sehingga komposisi DMO batubara tahun 2011 setelah revisi, seperti tabel di bawah ini.
Tabel 5.15 DMO Batubara Tahun 2011
NO
P E RUS AH AAN
I
P LTU P LN IP P P T FRE EP O RT INDO NE SIA P T NE W MO NT NUS A TE NG G ARA P T PU SA KA JAY A P ALU PO W E R M ET AL URG I P T INCO P T AN TAM S E ME N, P UP UK,PU LP DAN TE KS TIL S E MEN T EK ST IL DAN P RO DUK TEK S TIL *) P UP UK P UL P TO TAL
II
III
TO NASE (JU TA T ON )
%
G CV ( GAR)
5 5,8 2 8 ,97 0 ,83 0 ,47 0 ,19
7 0,69 1 1,36 1,0 5 0,6 0 0,2 4
4 .00 0 - 5 .2 00 4 .00 0 - 5 .2 00 5 .65 0 - 6 .1 50 5 .20 0 5 .00 0
0 ,14 0 ,20
0,1 7 0,2 5
5 ,90 0 ? 6 .00 0
8 ,86 1 ,97 0 ,92 0 ,60 7 8,9 7
1 1,22 2,4 9 1,1 6 0,7 6 1 00 ,0
4 .10 0 5 .00 0 4 .00 0 4 .50 0
-
6 .3 00 6 .5 00 5 .0 00 5 .5 00
6. Produksi Mineral Indonesia telah lama dikenal dunia sebagai negara penghasil timah, nikel, bauksit, tembaga, emas dan perak. Produksi Mineral di Indonesia dikelola oleh beberapa perusahaan besar, seperti: PT. Freeport Indonesia yang menghasilkan tembaga, emas dan perak; PT Antam, Tbk yang menghasilkan bijih nikel, emas dan perak; PT Timah, Tbk menghasilkan timah; dan PT. Inco, Tbk menghasilkan nikel mate. Penyusunan rencana produksi mineral oleh suatu perusahaan perlu mendapat perhatian dan telaahan dikaitkan dengan kepentingan nasional berupa terjaminnya pasokan untuk kebutuhan dalam negeri, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dan cadangan layak tambang, intensitas kegiatan eksplorasi yang akan menambah jumlah cadangan layak tambang dan memperpanjang masa operasi, kualitas dan kuantitas produk, cut of grade, harga/permintaan pasar, keuntungan yang akan diperoleh, konservasi bahan galian, legal aspek berupa tingkat produksi yang sesuai dengan dokumen Studi Kelayakan dan Amdal yang disetujui, disamping memptenaGertimbangkan hambatan–hambatan pengusahaan. Penyusunan Rencana Produksi Mineral perlu dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan produksi mineral dan batubara nasional sehingga dapat dijadikan acuan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan perencanaan produksi serta optimalisasi produksi dan pemanfaatan suatu kegiatan pengusahaan bahan galian mineral. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
103
Tabel 5.16. Produksi Mineral
2010 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
KOMODITI Logam Tembaga Emas Perak Logam Timah Bauksit Bijih Besi Bijih Nikel Ni+Co in matte Ferro Nikel Intan Granit
SATUAN ton kg kg ton mt mt ton ton mt Ni crt m3
Realisasi
2011 Rencana
878.377 104.535 278.781 49.496 15.699.741 3.865.385 7.522.759 77.186 18.688 n.a. 2.343.133
665.158 102.562 278.431 75.000 10.000.000 5.000.000 8.500.000 70.500 18.000 n.a. 2.500.000
Realisasi*) 618.297 78.148 223.078 60.002 10.887.659 5.215.391 8.522.128 70.936 19.990 n.a. 2.810.148
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan, produksi mineral tahun 2011 relatif baik, terdapat peningkatan produksi dari beberapa komoditi mineral seperti bijih besi 37%, bijih nikel 93% dan granit 44%. Namun, kondisi tersebut belum final dan masih dilakukan pencatatan. Beberapa komoditas yang tidak tercapai berdasarkan rencana seperti tembaga, emas, perak dan logam timah. Hal ini dikarenakan : a. Tidak tercapainya rencana produksi komoditas tembaga emas dan perak terjadi akibat penurunan produksi PT Freeport Indonesia yang terjadi akibat demo dan pemogokan kerja yang terjadi sejak triwulan III tahun 2011, yang berimbas pada berhentinya operasional PT Freeport Indonesia. b. Tidak tercapainya rencana produksi komoditas logam timah di tahun 2011 terjadi akibat keputusan bersama pengusaha timah di Bangka dan Belitung untuk menghentikan ekspor logam timah sejak Oktober 2011. Hal ini berimbas pada terhentinya aktivitas produksi logam timah di Bangka Belitung. 7. Produksi BBM Kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi dalam negeri secara langsung menuntut adanya ketersediaan fasilitas pengolahan migas yang cukup memadai, baik dari segi kapaitas maupun maupun produksi. Meningkatnya konsumsi BBM di Indonesia terkait pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor tidak disertai dengan penambahan kapasitas produksi kilang, sehingga kekurangan jumlah pasokan BBM di Indonesia dipenuhi dari impor. Sebagian besar pasokan BBM untuk Indonesia, dipasok dari kilang milik Pertamina, dengan status pada tahun 2011 terdapat lima kilang Pertamina yang aktif berproduksi. Kapasitas total kilang minyak yang beroperasi di Indonesia pada akhir tahun 2011 adalah sebesar 1.157,1 MBCD yang terdiri atas: 1. Kilang PT Pertamina (Persero) dengan total kapasitas 1047,3 MBCD - RU-II Dumai / Sungai Pakning : 177 MBCD - RU-III Plaju / S. Gerong : 127,3 MBCD - RU-IV Cilacap : 348 MBCD - RU-V Balikpapan : 260 MBCD - RU-VI Balongan : 125 MBCD - RU-VII Kasim : 10 MBCD 2. Kilang Pusdkilat Migas Cepu dengan kapasitas 3,8 MBCD 104
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
3. Kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dengan kapasitas 100 MBCD, mengolah bahan baku berupa kondensat. 4. Kilang PT Tri Wahana Universal (TWU) dengan kapasitas 6 MBCD Selain berbahan baku minyak bumi/kondensat, BBM juga dapat dihasilkan dari bahan baku lainnya, seperti di kilang PT Patra SK di Dumai yang berbahan baku uncorverted oil (kapasitas 25 MBCD) serta PT Primergy Solution (Gresik) yang menghasilkan BBM dari pelumas bekas (kapasitas pelumas bekas 600 ton per bulan). Sampai dengan akhir tahun 2011, produki BBM mencapai 37,23 juta kiloliter (terdiri dari produksi kilang Pertamina, kilang Pusdiklat Migas, kilang TPPI dan kilang TWU) dari 36,5 juta kiloliter yang ditargetkan, sehingga capaian produksi BBM di tahun ini mencapai 102%.
Gambar 5.19. Kapasitas Kilang Minyak Indonesia
Perkembangan kilang di Indonesia tidak mengalami kemajuan semenjak RU VI Balongan beroperasi pada tahun 1994. Semenjak itu, tidak ada lagi penambahan fasilitas kilang baru milik Pertamina. Tercatat hanya kilang milik swasta dengan kapasitas kecil, yaitu kilang milik PT TWU dan PT TPPI di Jawa Timur yang beroperasi. Penambahan kilang baru oleh Pertamina direncanakan akan dibangun di Balongan II, Tuban dan Banten. Sedangkan pengembangan kilang existing akan dilakukan melalui penambahan fasilitas RFCC di RU IV Cilacap, proyek Centralized Crude Terminal di RU V Balikpapan, proyek Open Access dan Calciner di RU II Dumai dan proyek revamping FCCU RU III Plaju. Grafik 5.9. Perkembangan Kapasitas Kilang
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
105
Dibawah ini tabel suplly demand BBM di Indonesia, dimana terlihat bahwa supply demand BBM sedikit mengalami penurunan dalam sepuluh tahun terkahir, hal ini karena adanya program pengalihan Minyak Tanah ke LPG yang telah berlangsung sejak tahun 2006, jumlah konsumsi masyarakat terutama sektor rumah tanga akan Bahan Bakar Minyak yaitu Minyak Tanah mengalami penurunan karena sudah beralih kepada LPG. Tabel 5.17 Supply Demand BBM Indonesia TAHUN 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
SUPPLY (KL) PRODUKSI
IMPOR
TOTAL
42.654.625 43.680.109 43.029.258 42.520.910 43.233.064 40.991.618 38.689.741 37.552.098 38.529.142 37.940.033 37.483.960 37.483.960
16.725.175 13.760.006 16.970.455 16.896.735 19.150.684 25.848.233 20.356.241 22.906.030 23.846.535 21.985.209 26.017.420 31.290.865
59.379.800 57.440.116 59.999.714 59.417.645 62.383.748 66.839.851 59.045.982 60.458.127 62.375.677 59.925.241 63.501.380 68.774.825
DEMAND (KL) KONSUMSI DALAM EKSPOR NEGERI 55.059.335 56.855.740 57.667.388 58.361.343 62.209.235 62.534.260 26.483,7 58.574.788 153.702,7 60.717.020 254.416,0 60.223.609 284.252,4 58.277.008 258.638,5 62.187.080 504.480,0 63.188.439 288.838,00
TOTAL 55.059.335 56.855.740 57.667.388 58.361.343 62.209.235 62.560.744 58.728.491 60.971.436 60.507.861 58.535.646 62.691.560 63.477.277
*Data Unaudited
Kebutuhan BBM dalam negeri saat ini sekitar 37% dipenuhi dari impor. Dengan meningkatnya kebutuhan BBM dari tahun ke tahun, ketergantungan Indonesia pada impor BBM diperkirakan akan semakin meningkat. Melihat kondisi yang ada, pemerintah telah mendorong adanya pembangunan kilang minyak baru untuk meningkatkan kehandalan penyediaan BBM dari dalam negeri. Sebagai gambaran, pada tahun 2011 kapasitas kilang di dalam negeri mempunyai total 1157 MBCD, dengan estimasi produksi sebesar 676 MBCD, sedangkan angka konsumsi BBM dalam negeri sebesar 1064 MBCD. Dengan demikian timbul defisit pasokan BBM sekitar 388 MBCD atau sekitar 36 % dari total kebutuhan nasional yang dipenuhi melalui impor BBM. Sampai dengan tahun 2015, direncanakan hanya ada penambahan kapasitas produksi dari mulai beroperasinya kilang Muba (0.8 MBCD) dan selesainya proyek RFCC kilang Cilacap (62 MCD). Maka dengan asumsi pertumbuhan konsumsi BBM nasional sebesar 4%/tahun, maka proyeksi konsumsi BBM di tahun 2015 sebesar 1294 MBCD dan defisit BBM yang harus dipenuhi dari BBM sebesar 575 MBCD atau sekitar 44% dari total kebutuhan BBM.
106
2,000,000
1,600,000
1,200,000 Volume (bbl/hari)
Terkait penjelasan di atas, di tahun 2015 saja sudah dibutuhkan 3 unit pengolahan (kilang) baru dengan kapasitas masing-masing 200 MBCD. Jika rencana pembangunan kilang ini terus tertunda dan terkendala, maka setiap tahunnya jumlah unit kilang baru yang perlu dibangun akan terus bertambah dan jumlah impor BBM pun akan semakin besar. Perkembangan dan perkiraan Supply demand BBM dan rencana pembangunan kilang sejak tahun 2005 sampai dengan 2015 dapat dilihat pada grafik di samping.
800,000
400,000
0
SUPPLY DEMAND BBM DAN RENCANA Konsumsi Produksi Suplai Biofuel PEMBANGUNAN KILANG Grafik 5.10. Supply Demand BBM dan Rencana Pembangunan Kilang
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
8. Produksi LPG Dengan adanya penambahan kilang-kilang gas baru setelah implementasi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, maka kapasitas pengolahan gas bumi di dalam negeri pada akhir tahun 2011 mengalami sebesar 1,37% dibanding tahun 2010 dikarenakan pada bulan April 2011 kilang Yudistira Energi dengan kapasitas 160 ton/ hari (58 MTPA) mulai beroperasi, dengan produksi kilang LPG oleh Pertamina sebesar 1156 MTPA, kilang pola hulu sebesar 2342 MTPA dan kilang pola hilir sebesar 724 MTPA, sehingga pasokan LPG dari kilang dalam negeri total sejumlah 4222 MTPA. Secara umum, persentase LPG di kilang dalam negeri pada tahun 2011 menurun sebesar 8.29% dibanding tahun 2010. Penurunan ini salah satunya Grafik 5.11. Produksi LPG 2006-2011 disebabkan oleh tidak beroperasinya kilang LPG milik KKKS Conoco Phillips di Belanak dikarenakan Calm Buoy untuk LPG FSO (Gas Concord) tenggelam, dimana kapasitas LPG dari kilang tersebut bisa mencapai 1.150 ton/ hari. Grafik disamping ini adalah profil produksi LPG dalam negeri selama enam tahun terakhir.
5000
Ribu Metrik Ton
4000
3000
2000
1000
0 2006
2007 Production
2008 Import
2009
2010
Demand + Export
2011
Dengan adanya program konversi minyak tanah ke LPG, konsumsi LPG nasional pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 4,65 juta ton per tahun. Pada tahun 2011 ini produksi LPG adalah sebesar 2,32 juta ton, meskipun angka produksi LPG melebihi target yang ditetapkan yaitu 2 juta ton, namun jumlah ini lebih rendah dari capaian di tahun 2010 sebesar 2,44 juta ton atau menurun sekitar 5%.
Grafik 5.12. Supply Demand LPG
Dengan demikian Indonesia masih membutuhkan sumber-sumber pasokan LPG baru baik dari dalam maupun luar negeri, karena produksi LPG masih jauh dari kebutuhan konsumsi LPG nasional. Upaya-upaya yang sedang dilaksanakan saat ini adalah dengan mencari sumber-sumber baru pasokan bahan baku gas bumi yang potensial seperti pemanfaatan lapangan gas marginal sebagai bahan baku LPG maupun melalui upaya pemanfaatan alternatif bahan bakar baru pengganti/ pencampur LPG yaitu dimethyl ether (DME), untuk mengurangi konsumsi LPG.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
107
Tabel 5.18 Kapasitas Desain Kilang LPG yang Beroperasi di Indonesia Nama Badan Usaha
Lokasi
Kapasitas (Ton/hari)
Kapasitas (MTPA)
Kilang Minyak PT. Pertamina (Persero)
Dumai
185
68,00
PT. Pertamina (Persero)
Musi
360
131,00
PT. Pertamina (Persero)
Cilacap
630
318,00
PT. Pertamina (Persero)
Balikpapan
250
91,00
PT. Pertamina (Persero)
Balongan
1500
548,00
Sub Total Kilang Minyak
1.156,00
Kilang Gas Pola Hulu PT. Pertamina (Persero)
Bontang
2,74
1.000,00
Chevron
T. Santan
247
90,00
Petrochina
Arar
38
14,00
Petrochina
Jabung
1,315
600,00
Conoco Phillips
Belanak
1,151
525,00
Hess
Ujung Pangkah
247
113,00
Sub Total Kilang Gas Pola Hulu
2.342,00
Kilang Gas Pola Hilir PT. Pertamina (Persero)
P. Brandan
120
44,00
PT. Pertamina (Persero)
Mundu
100
37,00
PT. Maruta Bumi Prima
Langkat
46,57
17,00
PT. Medco LPG Kaji
Kaji
200
73,00
PT. Titis Sampurna
Prabumulih
200
73,00
PT. Sumber Daya Kelola
Tugu Barat
18
7,00
PT. Odira Energy Persada
Tambun
150
55,00
PT. Surya Esa Perkasa
Lembak
125
46,00
PT. Yudhistira Haka Perkasa
Cilamaya
120
44,00
PT. Wahana Insannugraha
Cemara
102,3
37,00
PT. Media Karya Sentosa
Gresik
160
58,00
PT. Tuban LPG Indonesia
Tuban
480
175,00
PT. Yudistira Energi
Pondok Tengah
160
58,00
Sub Total Kilang Gas Pola Hilir
108
724,00
Total Kilang Gas
3.066,00
Grand Total Produksi LPG
4.222,00 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
9. Produksi LNG Dengan beroperasinya kilang LNG BP Tangguh pada tahun 2009, produksi LNG dalam negeri saat ini dipenuhi oleh 3 kilang LNG yaitu kilang PT Arun, PT Badak dan BP Tangguh. Produksi LNG tahun 2011 adalah sebesar 21,97 Juta MTon, mengalami penuru-nan sekitar 9,67 % dari tahun sebelumnya sebesar 24,10 Juta MTon.
Grafik 5.13. Produksi LNG Tahun 2006-2011
Selain itu, untuk kilang LNG di tahun 2011 tidak ada peningkatan kapasitas dikarenakan tidak ada kilang LNG yang terbangun. Di bawah ini adalah grafik produksi LNG selama enam tahun terakhir.
Gambar 5.20. Kilang LPG dan LNG di Indonesia
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
109
Sasaran 2.
Meningkatnya kemampuan pasokan bahan baku untuk domestik
Keberhasilan pencapaian sasaran ini diukur melalui pencapaian 1 indikator kinerja sasaran yang dikembangkan dari indikator kinerja program/kegiatan rencana kinerja tahun 2011. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 5.19. Indikator Kinerja Sasaran 2 No. 1.
Indikator Kinerja Persentase pemenuhan kebutuhan bahan baku pupuk dan petrokimia
Satuan
Target
Realisasi
Capaian
%
100
92.2
92.2%
Isu yang penting dalam rencana pengembangan pabrik pupuk adalah jaminan ketersediaan dan kontinuitas pasokan bahan baku dalam periode yang panjang. Bahan baku pabrik pupuk urea yang paling efisien selama ini adalah gas bumi. Sebagai alternatif pertama bahan baku diupayakan akan menggunakan gas bumi dengan jaminan pasokan paling tidak selama 20 tahun. Untuk itu perlu diadakan koordinasi dengan berbagai pihak terkait dalam mengupayakan sumber-sumber gas yang diprioritaskan sebagai bahan baku pupuk. Pemanfaatan gas bumi sangat tergantung pada tersedianya infrastruktur gas bumi yang dapat digunakan untuk mengalirkan gas bumi dari lapangan kepada konsumen gas bumi atau yang menghubungkan sumber-sumber gas bumi dengan pasar (konsumen). Sejauh ini perkembangan jaringan pipa gas di Indonesia bersifat piecemeal, suatu jalur pipa baru dibangun apabila terjadi transaksi pengiriman gas ke konsumen besar, yang kemudian diikuti oleh terbentuknya pasar di daerah yang dilewati jalur pipa. Untuk pemanfaatan gas bumi Indonesia yang optimal dibutuhkan suatu jaringan pipa transmisi dan distribusi gas bumi yang terpadu yang menghubungkan multi produsen dan multi konsumen. Namun, untuk membangun jaringan pipa gas terpadu tersebut diperlukan dana yang sangat besar, sedangkan dana yang dimiliki Pemerintah sangat terbatas. Karena itu Pemerintah mendorong pemanfaatan gas bumi pada mulut tambang, dalam hal ini industri yang merupakan konsumen gas bumi dibangun disekitar lokasi cadangan gas bumi. Pembangunan industri dekat dengan sumber gas bumi akan mengurangi biaya yang diperlukan untuk pembangunan infrastruktur yang diperlukan untuk mengalirkan gas bumi, sehingga dapat menekan harga gas bumi yang harus dibeli oleh konsumen. Permasalahan yang dihadapi oleh pabrik pupuk adalah sebagai berikut: a. Umur pabrik yang tua sudah di atas 30 tahun, dimana pada saat ini pemakaian gas buminya 25% lebi h tinggi dibandingkan dengan pabrik-pabrik yang menggunakan teknologi baru yang hemat energi. b. Penggantian peralatan dalam jumlah besar akan menyebabkan membesarnya biaya investasi dan operasional; peralatan yang tidak diganti, memiliki potensi yang besar terjadi kerusakan secara tiba-tiba yang dapat menyebabkan turunnya on stream days yang meningkatkan biaya pemeliharaan dan menurunkan keandalan pabrik. c. Suku cadang peralatan sulit diperoleh di pasaran dan jika bisa dipenuhi oleh vendor maka harganya akan sangat mahal. d. Sebagian besar pabrik pupuk yang menggunakan bahan baku gas bumi belum mendapatkan alokasi jumlah gas yang cukup dalam jangka panjang. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan gas untuk industri pupuk, Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2010 tentang Revitalisasi Industri Pupuk, dimana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral diinstruksikan untuk memprioritaskan alokasi pemenuhan kebutuhan gas bumi untuk bahan baku dan energi industri pupuk. Revitalisasi tersebut diprioritaskan terhadap pabrik yang 110
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
sudah berumur di atas 25 tahun dan menggunakan energi ± 30 MMBTU/ton Urea. Revitalisasi tersebut meliputi penggantian 5 (lima) pabrik pupuk yang sudah berusia tua yaitu pabrik Pupuk Sriwidjaja (Pusri) II, III dan IV, pabrik Pupuk Kalimantan Timur (PKT) 1 dan pabrik Pupuk Kujang Cikampek (PKC) 1A, serta pembangunan 1 (satu) pabrik urea ammonia baru Petrokimia Gresik (PKG) II PT. Status pasokan gas untuk pabrik pupuk baik yang eksisting maupun untuk rencana revitalisasi pabrik pupuk tersebut adalah sebagai berikut: a. Pupuk Sriwidjaja − Pabrik Pusri IB, III dan IV yang kontrak gasnya berakhir pada tahun 2012 akan dialokasikan gas dari Pertamina EP sebesar 166 MMSCFD dan dari Pertagas sebesar 14 MMSCFD selama 5 tahun sampai dengan 2017. − Revitalisasi Pusri IIB dibutuhkan gas sebesar 63 MMSCFD (45 MMSCFD berasal dari pengalihan gas Pusri II mulai tahun 2015 dan dilakukannya konversi bahan bakar gas dengan batubara sebesar 18 MMSCFD). − Revitalisasi Pusri IIIB dan IVB (gabungan menjadi Pusri IIIB) kebutuhan gasnya sebesar 70 MMSCFD, Pusri mengharapkan sumber gasnya berasal dari lapangan-lapangan gas di Sumatera bagian Selatan atau melalui gasifikasi batubara di Tanjung Api Api. b. Pupuk Kujang Cikampek − Pasokan gas untuk PKC IB yang dipasok dari Pertamina EP dimana kontraknya berakhir tahun 2011, sudah ada PJBG antara PKC dan Pertamina EP untuk pasokan gas sebesar 39 MMSCFD mulai tahun 2012-2016. Sedangkan PHE ONJW sebesar 57MMCSFD − Untuk revitalisasi PKC IC sebagai pengganti PKC 1A, dimana berdasarkan rapat yang telah dilakukan antara Ditjen Migas, Ditjen Industri Kimia Dasar, BPMIGAS, PT Pertamina EP dan PKC pada tanggal 28 Juli 2011, dianjurkan kepada PKC untuk dapat melakukan pendekatan langsung kepada Pertamina EP Cepu (PEPC) sebagai operator Lapangan Jambaran-Tiung Biru, terhadap kemungkinan pengembangan lapangan gas lain di sekitar Blok Cepu dan upside potential dari lapangan Kedung Keris dan Alas Tua c. Pupuk Kalimantan Timur − Telah ditandatanganinya Natural Gas Sale and Purchase Agreement (NGSPA) antara PKT dengan Pearl Oil dan KKKS Blok Mahakam pada tanggal 20 Juni 2011 untuk volume gas sebesar 84.800 MMBTU/hari (± 80 MMSCFD) selama 10 tahun mulai tahun 2012 sampai dengan tahun 2021. − Pasokan gas untuk PKT-1 / 5 sebesar 84.800 MMBTU/hari, dimulai tanggal 1 Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2021 (untuk PKT-1 sampai dengan Desember 2013 dan PKT-5 mulai Januari 2014 sampai dengan Desember 2021). − Alokasi pasokan gas dari 1 Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2012 dipasok oleh KKKS Mahakam, sedangkan mulai 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2021 dipasok oleh KKKS Sebuku. KKKS Sebuku mengalami decline period mulai tahun 2017. d. Petrokimia Gresik Telah ditandatanganinya Memorandum of Agreement (MoA) antara PKG dengan Mobil Cepu Ltd. untuk pabrik PKG II dengan volume gas sebesar 85 MMSCFD, dimana saat ini masih dilakukan pembahasan untuk perpanjangan masa berlaku MoA tersebut. e. Pupuk Iskandar Muda − Pasokan gas untuk PIM tahun 2011 dialokasikan setara dengan 7 kargo LNG sampai dengan 21 Desember 2011, dimana 3 kargo dari ExxonMobil Oil Indonesia (EMOI) dan sebanyak 4 kargo dipasok dari Bontang melalui mekanisme Cargo Loading Agreement (CLA).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
111
− Pada tanggal 15 Desember 2011 telah dilakukan rapat pembahasan pasokan gas untuk PIM tahun 2012, dimana alokasi gas untuk tahun 2012 adalah 8 kargo (7 kargo berasal dari Bontang dan 1 kargo dari ExxonMobil Oil indonesia (EMOI)). − Dikarenakan pasokan gas untuk PIM tahun 2011 akan habis per tanggal 21 Desember 2011, maka 1 kargo pada butir b ditarik ke Desember 2011 dan akan dipasok oleh Mahakam PSC. − Mengingat bahwa PIM adalah BUMN yang mendapat penugasan untuk memasok pupuk urea bersubsidi bagi petani di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau Daratan dan Riau Kepulauan, maka Pemerintah memutuskan bahwa harga gas tersebut pada butir c disesuaikan dengan harga 2 kargo terakhir untuk PIM yaitu US$ 8/MMBTU. Realisasi Penyaluran Gas Sektor Pupuk 2011 700.00
600.00
500.00
MMSCFD
400.00
300.00
200.00
100.00
Januari
Februari
Maret
April
Mei TOTAL PUPUK
Juni
Juli
Agustus
Sepetember
Oktober
November
Desember
DAILY CONTRACT QUANTITY
Grafik 5.14. Realisasi Penyaluran Gas Sektor Pupuk 2011
Sasaran 3.
Meningkatnya pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversifikasi energi
Keberhasilan pencapaian sasaran ini diukur melalui pencapaian 2 indikator kinerja sasaran yang dikembangkan dari indikator kinerja program/kegiatan rencana kinerja tahun 2011. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 5.20 Indikator Kinerja Sasaran 3
No. 1.
112
Indikator Kinerja
Satuan
Pangsa energi primer untuk pembangkit listrik
Target
Realisasi
Capaian
%
95,24
95,22
99,9
Pangsa Minyak Bumi
%
12
19
158,3
Pangsa Gas Bumi
%
30
26
86,7
Pangsa batubara
%
49
46
93,9
Pangsa panas bumi
%
4,24
4,22
99,5
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
No.
Indikator Kinerja
Satuan
2. Pangsa energi baru terbarukan lainnya
Target
Realisasi
Capaian
%
7,08
7,08
100
Pangsa Tenaga Air
%
7
7
100
Pangsa Bio Diesel Bio Energi
%
0,08
0,08
100
1. Pangsa energi primer untuk pembangkit listrik Selain dengan memberdayakan energi terbarukan, KESDM juga melakukan upaya untuk mengurangi pembangkit tenaga listrik yang masih menggunakan produk minyak bumi (BBM) dengan memberdayakan batubara, gas bumi, panas bumi dan air sebagai bahan baku utama energi alternatif untuk pembangkit tenaga listrik. Upaya pemanfaatan energi alternatif untuk pembangkit tenaga listrik secara nasional dari tahun ke tahun menunjukkan terjadinya penurunan penggunaan BBM rata-rata 8% per tahun, demikian pula halnya dengan penggunaan batubara, gas, dan panas bumi sejak tahun 2007 sampai 2011 trend pertumbuhannya bergerak positif dengan pertumbuhan rata-rata masing-masing 2%, 8% dan 7% per tahun. Secara rinci perkembangan pangsa masing-masing energi untuk pembangkit listrik sejak tahun 2007 hingga 2011, tertuang dalam tabel di bawah ini.
Tabel 5.21 Pangsa Energi Primer
Energi Primer Batubara Gas BBM Panas Bumi Air Bio Diesel
Tahun
2007 43% 19% 27% 3% 8% 0%
2008 35% 17% 36% 3% 9% 0%
2009 39% 25% 25% 3% 8% 0%
2010 38% 25% 22% 3% 12% 0%
2011 46% 26% 19% 4% 7% 0.08%
2. Pangsa energi baru terbarukan Dalam rangka upaya memenuhi kebutuhan energi domestik, diversifikasi energi merupakan program prioritas, khususnya pengembangan energi baru terbarukan (EBT) atau energi alternatif non-BBM. Pembangkit listrik EBT terdiri dari PLTP, PLTS, PLTB, PLTMH, Pikohidro dll dimana kapasitas terpasangnya ditingkatkan terus setiap tahunnya. Pengembangan sumber-sumber energi dalam rangka diversifikasi energi meningkat setiap tahun. Dalam tahun 2011 ini, pangsa energi baru terbarukan telah mencapai 7,08% dari keseluruhan pangsa energi nasional, yang terdiri dari eergi air 7% dan bio diesel 0,08% .
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
113
Tabel 5.22 Proyeksi Pangsa Penyediaan Per Jenis Energi (%)
Pada tahun 2011 pemanfaatan energi baru terbarukan yang terdiri dari tenaga air, Biomassa, Surya (Matahari), Angin (Bayu), Hybrid, serta arus laut telah digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik dan menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan. Secara rinci penggunaan eenrgi baru terbarukan sebagai pembangkit tenga listrik, diuraikan sebagai berikut: ·
Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Biomasa Realisasi kapasitas total PLT Biomassa ditahun 2011 ini adalah sebesar 20,3 MW, angka ini melebih dari target yaitu sebesar 10 MW atau capaian sebesar 203%. Total kapasitas PLT Biomassa tersebut berasal dari: o PLT biomassa di 3 (tiga) lokasi yang berada di Propinsi Riau sebesar 300 kW. o PLT biomassa yang masuk ke dalam sistem kelistrikan PT PLN selama tahun 2011 sebesar. Dalam rangka menarik pelaku usaha, diusulkan agar ditetapkan harga jual listrik (feed in tarrif) berbasis biomassa, biogas dan sampah kota. Dimana harga jual listrik tersebut dalam Permen ESDM No. 31 tahun 2009 belum ditetapkan.
·
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Realisasi pembangunan pembangkit listrik tenaga air ditargetkan berkapasitas 4.768 MW. Namun karena adanya beberapa PLTA yang dibangun oleh PLN yang semula ditargetkan selesai di tahun 2012, sudah terealisasi di tahun 2011 sehingga total kapasitas pembangunan PLTA mencapai 5.711,29 MW atau Capaian sebesar 119,78%.
·
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Pada tahun 2011 ini, pembangunan PLMTH ditargetkan sebesar 206,08 KW, namun yang dapat direalisasikan adalah sebesar 204,02 KW atau capaian sebesar 99%. Dimana Lokasi pembangunan PLTMH pada tahun ini meliputi 8 provinsi yaitu Sumatera Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, NTT, dan NTB. Rincian besarnya kapasitas terpasang PLTMH dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
114
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
Tabel 5.23 Kapasitas Terpasang PLTMH Tahun 2011 No
Pekerjaan
Daya Terpasang (KW)
1
PLTMH Dulamayo, Gorontalo, Gorontalo
30,53
2
PLTMH Harumandala, Ciamis, Jawa Barat
24,4
3
PLTMH Tumbang Lapan, Gunung Mas, Kalimantan Tengah
30
4
PLTMH Nirmala, Ngada, NTT
29
5
PLTMH Tetebatu, Lombok Timur, NTB
35
6
PLTMH Laine, Sangihe, Sulawesi Utara
13,89
7
PLTMH Lamontoli, Morowali, Sulawesi Tengah
16
8
PLTMH Hasinggahan, Samosir, Sumatera Utara
23
9
Pikohidro I, Banjarnegara, Jawa Tengah
1,1
10
Pikohidro II, Banjarnegara, Jawa Tengah
1,1
TOTAL
204,02
Grafik 5.21. PLTMH Nirmala Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
115
·
Pembangkit Listrik Tenaga Angin/Bayu (PLTA/PLTB) Pada tahun 2011 target kapasitas terpasang yang akan dibangun dari PLT Angin/Bayu adalah sebesar 1.809 KW, namun tidak dapat direalisasikan, hal ini disebabkan karena kegiatan pembangunan PLTB tidak dilaksanakan, dan direncanakan akan dilaksanakan di tahun berikutnya. Dibawah ini perkembangan kapasitas terpasang PLTB sejak tahun 2005 hingga 2010.
Grafik 5.15. Kapasitas Terpasang PLT Bayu/Angin
Tabel 5.24 Kapasitas Terpasang PLT Bayu/Angin Per Provinsi
No
Pulau
1
Sumatra
2
Jawa
3
Kalimantan
4
Sulawesi
5 6
2005
2006
2007
2008
2009
201 0
201 1
1,5
81,5
81,5
81,5
81,5
85,6
85,6
285,7
285,7
285,7
285,7
285,7
300,0
300,0
0
0
0
0
0
0
0
148,7
228,7
388,7
588,7
588,7
618,1
618,1
Bali,NTT, NTB
591,05
591,05
911,05
911,05
911,05
956,6
956,6
Maluku, Papua
2
2
2
2
2
2
2
1.029,0
1.189,0
1.670,0
1.870,0
1.870,0
1.962,5
1.962,5
TOTAL
·
Kapasitas Per Tahun ( Kw)
Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid adalah merupakan salah satu alternatif Pembangikit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang memanfaatkan sumber energi gabungan misalnya dari tenaga surya dan motor diesel. Kegiatan pembangunan PLT Hybrid pada tahun 2011 ini juga tidak dapat dicapai sesuai dengan yang ditargetkan yaitu sebesar 425 KW. Tidak dilaksanakaannya kegiatan ini disebabkan karena tidak ada peserta pelelangan yang memenuhi persyaratan teknis.
·
Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Arus Laut Kegiatan pembangunan PLT Arus Laut yang direncanakan berkapasitas terpasang sebesar 10 KW juga tidak dapat dilaksanakan dikarenakan tidak ada peserta pelelangan yang memenuhi persyaratan teknis.
116
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
Sasaran 4.
Meningkatnya pembangunan infrastruktur energi dan mineral
Keberhasilan pencapaian sasaran ini diukur melalui pencapaian 5 indikator kinerja sasaran yang dikembangkan dari indikator kinerja program/kegiatan rencana kinerja tahun 2011. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 5.25 Indikator Kinerja Sasaran 4 No.
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Realisasi
Capaian
1.
Jumlah Sambungan Rumah (SR) yang terpasang/teraliri jaringan gas bumi (gas kota) untuk rumah tangga
SR
16.000
18.714
117%
2.
Rasio elektrifikasi
%
70,4
70,4
100%
3.
Jumlah Kapasitas pembangkit listrik
MW
37.884
37.353
98,6%
4.
Jumlah Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP)
MW
1.209
1.226,1
101,4%
5.
Jumlah lokasi fasilitas pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT)
Lokasi
4.601
4.175
90,7%
Penjelasan tentang capaian kinerja masing-masing indikator tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Jumlah Sambungan Rumah (SR) yang terpasang/teraliri jaringan gas bumi (gas kota) untuk rumah tangga. Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, Pemerintah Cq. Ditjen Migas menyusun langkah untuk mendiversifikasi energy. Saat ini, upaya peningkatan pemanfaatan bahan bakar gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil terhambat karena terbatasnya infrastruktur yang menghubungkan gas bumi dari sumbernya ke konsumen. Kurang berkembangnya infrastruktur gas bumi tersebut dikerenakan kendala keekonomian, sehingga badan usaha belum tertarik untuk mengembangkannya. Oleh karena itu, perlu keterlibatan pemerintah untuk mempercepat penggunaan bahan bakar gas tersebut. Salah satu langkahnya adalah dengan membangun Jaringan Distribusi Gas Bumi untuk Rumah Tangga dengan alokasi rata-rata untuk kota terpilih sejumlah 4000 Sambungan Rumah (SR). Pada tahun 2010 diresmikan Road Map Pembangunan Jaringan Distribusi Gas Bumi untuk Rumah Tangga (Jargas) sampai dengan tahun 2014 yang pelaksanaannya selalu dipantau oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
117
Tabel 5.26 Pembangunan Jaringan Distribusi Gas Bumi Untuk Rumah Tangga P e m b a n g u n a n J a r g a s t e l a h mulai dilaksanakan dari tahun 2009 dan sampai sekarang telah 6 Kota yang dibangun, yaitu Palembang, Surabaya, Bekasi, Sidoarjo, Tarakan, dan Depok dengan jumlah sebanyak 19.366 SR. Pola mekanisme pengelolaan jaringan gas pasca konstruksi adalah Penetapan Status Penggunaan (PSP) kepada operator yang dipilih berdasarkan lelang yang diselenggarakan oleh Ditjen Migas. operator dimaksud adalah Badan Usaha ataupun Badan Usaha lain (BUMN, BUMD, Koperasi) yang bergerak salah satunya di bidang usaha migas. Program Jargas ini diharapkan menjadi pemacu operator terpilih untuk mengembangkan jaringan yang ada untuk kepentingan masyarakat. Pada tahun 2011, pembangunan Jargas dilaksanakan di Bekasi (lanjutan), Sidoarjo (lanjutan), Sengkang, Bontang, dan 9 Rusun di Jabotabek. Pembangunan fisik Jargas meliputi pembangunan Metering Regulation Station (MR/S) bila dibutuhkan, Regulation Sector (RS) yang dapat memenuhi maksimal 400 Sambungan Rumah, jaringan pipa yang panjang dan susunan diameter yang bervariasi (Carbon Steel (CS) Ø 4 inch, pipa Poly Ethylene (PE) berukuran Ø 180 mm, Ø 90 mm, Ø 63 mm, Ø 32 mm, dan Ø 20 mm), serta meter dan regulator pada setiap sambungan rumah.
Tabel 5.27 Perkembangan Jumlah Sambungan Rumah yang Dialiri Gas Bumi 2009 Wilayah/Kota Palembang Surabaya
118
2010
2011
Jumlah (SR)
Wilayah/Kota
Jumlah (SR)
6.211
Sidoarjo Tarakan Depok Bekasi
13.166
Wilayah/Kota Jabotabek Bontang Sengkang Sidoarjo Bekasi
Jumlah (SR) 18,714
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
Gambar 5.22. Metering Regulating Station Metering Regulating Station (MR/S) Pipa Distribusi Gas Bumi (MR/S) Pipa Distribusi Gas Bumi Untuk Rumah Untuk Rumah Tangga Tangga
Gambar 5.23. Tapping Pipa Distribusi Gas Bumi Tapping Pipa Distribusi Gas Bumi Untuk Rumah Tangga
Regulation Pipa Distribusi Gas Bumi Untuk RT GambarSector 5.24.(R/S) Regulation Sector (R/S) Pipa
Gambar 5.25. Pembangunan Jaringan Distribusi Pembangunan Jaringan Distribusi Gas Bumi untuk RT Gas Bumi Untuk Rumah Tangga
Untuk Rumah Tangga
Distribusi Gas Bumi Untuk Rumah Tangga
Kegiatan lain selain konstruksi ialah Front End Engineering Design/Design Engineering for Detail Construction (FEED/DEDC) untuk Kota Cirebon, Kota Jambi, Kota Prabumulih, Kabupaten Sidoarjo (lanjutan) dan Kabupaten Bogor dan Upaya Pengelolaan Lingkungan/Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL) untuk Kota Cirebon, Kota Jambi, Kota Prabumulih, Kabupaten Bogor dan 9 Rusun di Jabotabek. Kemudian, telah dilakukan kegiatan sosialisasi Jargas di kota-kota yang akan dibangun Jargas dengan materi pengenalan jaringan gas bumi sampai cara penggunaan dan pemeliharaan fasilitasnya oleh masyarakat. Skema pembangunan jaringan distribusi gas bumi tersebut adalah sebagai berikut: Per ij inan & Koor dina si
Proses UKL KL & UPL
Alokasi Gas Pro roses Pelelangan an Umum
Pre F easibi li lity St udy
Survey
FEED
DE DC
Front End Engineering Design
Detail Engineering Design for Construction Kaj iaan n Ase t Paassca K onstr uks i
Ka ji jian an S kenari rio Pe ng o perasian
Wilayah yang direncanakan akan dibangun : • Kabupaten Blora; • Palembang (Kel. Lorok Pakjo dan Kel.Siring Agung)
• • • •
20 2007
Bekasi (Kel. Pejuang dan Kel.Kali Abang)
Pengawasan Pembangunan
Opera rasio ional
Peng aad daan & Konstruksi
Aspek Legal Pengoperasian Jaringan
Depok (Kel. Bakti Jaya dan Kel.Depok Jaya) Surabaya (Kel. Kalirungkut dan Kel. Rungkut Kidul) Medan (Kel. Sunggal dan Kel. Sei Sikambing)
Gas Sales Agreement
2008
20 2009
2011
Gambar 5.26. Jaringan Distribusi Gas Kota
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 201
119
2.
Rasio elektrifikasi Terkait dengan energi domestik, permintaan kebutuhan energi listrik meningkat tiap tahunnya dengan pertumbuhan tahun 2011 mencapai 11%/tahun. Kebutuhan listrik selalu melebihi dari kapasitas terpasang yang ada. Krisis ekonomi 1998/1999, memiliki dampak sangat luas bagi pembangunan ketenagalistrikan. Krisis tersebut, menyebabkan tidak adanya investasi yang masuk dan pertumbuhan kapasitas pembangkit terhambat. Bahkan proyek-proyek IPP pun menjadi terhenti. Untuk mengejar pertumbuhan kebutuhan tersebut, dilakukan upaya antara lain pembangunan pembangkit listrik dengan program 10.000 MW tahap I, 10.000 MW tahap II dan IPP. Rasio elektrifikasi tahun 2011 ditargetkan sebesar 70,4%, dan terealisasi sebesar 72,95%. Rasio elektrifikasi tahun 2011 tersebut melebihi target sebesar 3,6% dan mengalami peningkatan sebesar 8,5% dibandingkan dengan realisasi tahun 2010 sebesar 67,2%.
Grafik 5.13. Perkembangan Ratio Elektrifikasi
Grafik 5.16. % Ratio Elektrofikasi
Realisasi rasio elektrifikasi per propinsi dapat terlihat pada peta dibawah ini.
Gambar 5.27. Rasio Elektrifikasi Per Wilayah
120
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011