BAB 4 KONSEP DESAIN
4.1 Landasan Teori 4.1.1 Teori Branding Brand merupakan janji, ide besar dan harapan yang mengesampingkan setiap pemikiran konsumen mengenai produk, pelayanan atau perusahaan. MarkPlus&Co, mendefinisikan brand sebagai value indicator yakni indikator yang menggambarkan seberapa kokoh dan solidnya value yang ditawarkan sebuah perusahaan kepada konsumen.
Branding bertujuan lebih kepada membuat sebuah hubungan emosional dengan konsumen. Ketika orang jatuh cinta dengan brand, maka timbul sebuah kepercayaan terhadap brand tersebut, kemudian membelinya, percaya akan keunggulannya, lalu timbul sikap loyalitas yang tinggi terhadap brand tersebut.
Brand identity merupakan ekspresi visual dan verbal dari sebuah brand. Identitas membantu,
mendukung, mengekspresikan, mengkomunikasikan, menganalisa serta
memberikan visual kepada brand. Identitas mampu membentuk persepsi sebuah perusahaan yang membantu membedakannya dari para kompetitornya. Brand identity yang kuat akan mampu membangun ekuitas brand melalui poeningkatan pemahaman, kesadaran dan loyalitas konsumen yang dapat membantu kesuksesan sebuah perusahaan.
David Aaker, membagi ekuitas brand kedalam beberapa unsur yakni: 1. Brand awareness, yakni ukuran kekuatan eksistensi sebuahbrand dibenak konsumen. Brand awareness ini mencakup: •
Brand recognition
: Brand yang pernah diketahui oleh konsumen.
•
Brand recall
: Brand apa yang diingat pelanggan untuk suatu kategori
___________________.produk tertentu. •
Top of Mind
: Brand pertama apa yang disebut oleh konsumen untuk
___________________.suatu kategori produk tertentu. •
Dominant Brand
: Satu-satunya brand yang diingat konsumen.
2. Percieved quality, adalah persepsi konsumen terhadap kualitas dan superioritas produk relatif terhadap kompetitor.
3. Brand association, adalah asosiasi
apapun yang terkait dengan sebuah brand
tertentu. Brand association ini penting karena: •
Asosiasi yang terbentuk dibenak konsumen akan membantu memproses dan mengingat informasi mengenai suatu brand tertentu.
•
Dapat menjadi basis penentuan positioning brand.
•
Menjadi penentu bagi konsumen dalam menetapkan pembelian.
•
Menciptakan positive attitude/feeling ke konsumen.
•
Dapat menjadi basis dalam eksistensi brand.
4. Brand loyalty, adalah ukuran loyalitas yang diberikan oleh konsumen kepada brand. Loyalitas brand ini menjadi ukuran seberapa besar kemungkinan konsumen akan pindah ke brand lain.
Menurut Alina Wheeler dalam bukunya Designing Brand Identity, sebuah brand identity menjadi ideal dan efektif bila: •
Dapat mencerminkan visi dan misi perusahaannya.
•
Memiliki sebuah arti, tegas dan mudah dikenali
•
Merupakan bentuk asli ekspresi dari sebuah perusahaan (apa keunikan, nilai, visi serta tujuannya)
•
Memiliki diferensiasi dan unik dibandingkan yang lain.
•
Identitas mampu bertahan lama didalam sebuah lingkungan yang selalu mengalami perubahan.
•
Memberikan image yang jelas dan konsisten dari sebuah perusahaan.
Saat ini Cafe Batavia dirasa telah memiliki branding yang cukup kuat dimata turis mancanegara. Selain karena faktor keberadaannya yang mendapat pengakuan internasional dan masih terjaga keotentikannya sejarahnya, hal ini juga antara lain karena kafe ini terletak di daerah strategis kawasan wisata sejarah Kota Tua yang berarti masih banyak turis yang datang dan masih seringnya diadakan event – event di daerah taman Fatahillah. Sementara di masyarakat lokal, keberadaan Cafe Batavia cenderung lebih dirasakan oleh generasi tua atau komunitas senior di kota Jakarta yang memang pada masa mudanya pernah memiliki pengalaman emosional dengan kawasan Kota Tua
atau khususnya dengan kafe ini. Namun tidak ada jaminan bahwa kekuatan branding ini akan bertahan di masa mendatang. Sebab berbeda dengan pendahulunya, generasi yang lebih muda tidak mempunyai ikatan emosional dengan Cafe Batavia sedalam generasi pendahulunya.
Tanpa adanya usaha coporate branding yang terencana, bukannya tidak mungkin sisi kekunoan dan sejarah yang saat ini menjadi daya tarik utama Cafe Batavia, justru malah menjadi “bumerang” di masa mendatang. Seiring perkembangan dimensi gaya hidup, dimasa mendatang akan banyak perekembangan dunia hiburan yang dirasa lebih menarik ketimbang menikmati keindahan artistik dan sejarah Cafe Batavia. Ada perbedaan tipis antara “kuno” yang artistik dan “kuno” yang membosankan. Masyarakatlah yang akan menilai identitas tersebut, termasuk jenis yang manakah Cafe Batavia ini. Salah satu faktor penentu utama penilaian ini tentunya berdasarkan pada visual yang tampak dari Cafe Batavia itu sendiri.
Sejalan dengan hal tersebut diatas, Pat Mason Knapp dalam buku “Identity Design Sourcebook” (Rockport Publisher Inc, 2004) menyatakan bahwa identitas yang mudah diingat dan kuat sangatlah krusial . Corporate identity yang terjaga dan diaplikasikan secara konsisten akan memperkuat ikatan antara bisnis dan pelanggan mereka.
Mengutip kata Ken Carbone (Carbone Smolan Agency, New York), salah satu karakteristik kunci yang harus dimiliki oleh brand yang baik adalah kemampuan suatu brand menyentuh emosi audiensnya, entah dengan cara apa, maka brand itu akan
menjadi hidup dan akan selalu dikenang. Pada kasus Cafe Batavia, usaha untuk menyentuh emosi audiens tersebut dilakukan dengan cara membangun kembali nuansa kolonial masa lampau dan menjaga keotentikan sejarah gedung yang ditempati. Melalui identitas visual yang baru diharapkan masyarakat dapat merasakan sensasi keromantisan gaya hidup kelas atas di jaman kolonial, sehingga segala kekunoan yang ada tidak tampak aneh, melainkan memang sudah dirancang selayaknya untuk tampil demikian.
4.1.2 Teori Logo Logo mungkin adalah suatu elemen yang paling banyak digunakan dalam keseluruhan desain. Namun demikian, meskipun logo adalah bagian yang esensial dalam sistem desain, tetap saja logo bukan segalanya. Logo hanyalah suatu permulaan. Kriteria logo yang baik antara lain adalah harus original dan khas, mudah dibaca dan diingat, sederhana, sesuai dengan criteria produk dan mudah diterapkan dalam media grafis.
Kriteria logo yang baik menurut Siebert dan Ballard, antara lain adalah: •
Memiliki arti
•
Mampu berdiri sendiri, baik logo maupun logotype-nya
•
Mencerminkan image positif dari perusahaan tersebut
•
Memberikan diferensiasi dari kompetitornya
•
Bersifat fleksibel sehingga dapat diterapkan dalam semua aplikasi yang dibutuhkan dengan berbagai ukuran yang berbeda
•
Logotype harus mudah dibaca dalam berbagai ukuran
•
Logogram harus mudah diartikan oleh setiap orang
•
Cocok diterapkan dalam dasar warna hitam putih maupun warna
Logo akan menjadi mudah diingat bila memiliki keunikan sendiri yang membuat logo tersebut berkesan berbeda dengan logo lain, namun keunikan logo tersebut juga harus mampu memberikan identitas dan membawa pesan yang ingin disampaikan oleh perusahaan.
Pembagian logo secara sederhana terbagi menjadi dua bagian, yakni nama brand (logotype) dan lambang (logogram). Pada logotype, nama perusahaan digunakan sebagai logo utama dimana logo tersebut dibuat dari huruf khususnya bergaya tipografi yang digunakan secara konsisten. Sedangkan logogram merupakan symbol visual yang dapat merepresentasikan suatu perusahaan secara konsisten. Selain sebagai logotype dan logogram, sebuah logo dapat pula terdiri dari gabungan keduanya.
Hohn Murphy dan Michael Rowe dalam bukunya How to Design Trademark and Logos, menggolongkan logo dalam beberapa jenis, antara lain: 1. Name Only Logo Adalah logo yang diambil sebuah nama, dengan menggunakan gaya grafis khusus. Logo jenis ini member ketegasan dan pesan langsung kepada konsumen. Contohnya logo Yves Saint Laurent, Sony, Panasonic, Nikon, Xerox, dan lain – lain.
2. Name / Symbol Logo Yaitu logo yang terdiri dari nama perusahaan atau produk dengan gaya tipografis yang berkarakter kuat, tersusun dari bentuk – bentuk grafis seperti oval, kotak atau
lingkaran. Sebagai contoh adalah logo Ford, Du Pont, Hertz dan lain – lain. Kelebihan logo jenis ini adalah pada bentuknya yang ringkas dan fleksibel karena jenis logo ini sepertinya mampu berdiri sendiri.
3. Intial Letter Logo Yaitu logo yang menggunakan huruf awal atau inisial dari nama produk atau perusahaan dan menjadikannya sebagai elemen utama logo tersebut. Logo jenis ini terkadang menunjukan gabungan nama pemilik perusahaan. Contohnya adalah logo BCA, Hewlett-Packard, IBM, RCTI dan lain – lain.
4. Pictorial Name Logo Adalah logo yang menggunakan nama produk atau organisasi sebagai komponen penting dari gaya logo, dimana secara keseluruhan logo ini memiliki gaya yang sangat khusus. Perusahaan yang menggunakan logo ini biasanya perusahaan yang sudah cukup terkenal seperti Coca Cola, Kodak, McDonald, Rolls Royce dan lain – lain. Karena kuatnya image perusahaan/produk yang memakai logo ini, maka bila terjadi peniruan logo tersebut oleh perusahaan lain maka citra yang dihasilkan akan tetap mengacu pada produk atau perusahaan yang ditiru.
5. Associative Logo Yaitu logo yang berdiri bebas yang biasanya tidak memuat nama produk atau perusahaan, tetapi memiliki asosiasi langsung dengan nama, produk atau wilayah aktifitasnya. Contohnya logo perusahaan minyak Shell yang menunjukkan gambar kerang sebagai asosiasi dari fosil penghasil minyak, kemudian logo 20th Century Fox
yang menggambarkan gemerlap dan megahnya dunia perfilman dan masih banyak lagi. Jenis logo ini mempunyai daya tarik kuat dan mudah untuk dipahami.
6. Allusive Logo Yang dimaksud dengan allusive logo adalah logo yang bersifat kiasan. Logo jenis ini memiliki hubungan yang tidak langsung antara nama dengan logonya sehingga logo jenis ini sulit untuk dipahami, dan memerlukan waktu lebih agar orang bisa memahami apa maksud dari logo yang bersangkutan. Contohnya logo Mercedez Benz yang terdiri dari bentuk bintang segitiga yang merepresentasikan dari system kemudi mobil, bentuk A pada perusahaan penerbangan Alitalia yang dihasilkan dari bentuk ekor pesawat yang berfungsi sebagai penyeimbang dan lain sebagainya.
7. Abstract Logo Merupakan logo yang memiliki bentuk visual yang abstrak. Logo jenis ini dapat menimbulkan beragam persepsi pemahaman tergantung dari daya pemahaman konsumen. Contohnya logo Citroen, Bakrie Brothers dan sebagainya. Kelebihan jenis dari logo ini adalah kemamampuannya untuk tampil dalam bermacam – macam variasi dan sangat orisinil sehingga mampu meminimalisasikan terjadinya kemiripan sebuah logo dengan logo lainnya. Namun kekurangannya logo ini menjadi sukar dipahami oleh konsumen karena bentuknya yang abstrak, membuat konsumen tidak mengerti sepenuhnya makna yang terkandung dalam logo tersebut.
Gambar 4.1
Tidak ada makna filosofi atau keyakinan tertentu dalam desain logo Cafe Batavia yang sekarang. Logo di desain dengan menggunakan bentuk geometris, karena terpengaruh gaya desain artdeco yang sangat terkenal pada awal abad ke 20. Nuansa art deco terasa dari penggunaan elemen geomteris berupa kotak dan garis-garis tegas. Logo ini mengadopsi langsung gaya eropa tanpa memperhatikan detil-detil craftsmanship yang menjadi ciri khas budaya Indonesia. Agar berkesan oldstyle, logo didesain dalam warna hitam putih dimaksudkan supaya bisa dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas. Logo Cafe Batavia di desain oleh ownernya sendiri. Tagline di logo mereka “Open’til Late”, untuk menggambarkan komitmen manajemen Cafe Batavia yang tidak akan pernah tutup bila masih ada pengunjung yang berkunjung melebihi jam operasional. Selain itu, logo ini akan sulit bila diletakan di atas latar hitam, dimana logo tersebut harus di-reverse karena permainan positif negatif bidang geometris yang rumit.
4.1.3 Sistem Desain Menurut OrangeSeed Design, sebuah sistem desain terbentuk dari logo, artwork, gambar (baik fotografi maupun ilustrasi), warna, tipografi dan elemen grafis lainnya yang membuat sebuah desain menjadi unik.
Aturan dan prosedur pengunaan masing-masing elemen harus dijabarkan secara mendetil dalam “corporate style guidelines”, untuk menciptakan konsistensi dalam keseluruhan item yang termasuk dalam proyek perusahaan.
Fungsi sistem desain adalah untuk bercerita, mengkomunikasikan kepribadian dan karakter perusahaan, membangun loyalitas terhadap brand, dan memberikan petunjuk yang menggambarkan hubungan antara berbagai macam hal yang berbeda dalam “tampilan” sebuah perusahaan, sehingga terbentuk sebuah konsistensi. Cara yang paling efektif untuk menjaga konsistensi sistem desain adalah dengan menentukan dan membukukan sistem itu kedalam suatu style guidelines.
4.1.4 Style Guidelines Style guidelines adalah aturan dan standarisasi yang harus dipatuhi dalam menciptakan desain apapun untuk suatu perusahaan. Style guidelines mempunyai banyak nama alias yang diantaranya adalah Brand Standards, GSM (Graphic Standard Manual) atau Standar Grafis Manual, Identity Guidelines, dan lain-lain. Namun pada dasarnya mereka mempunyai satu fungsi dan tujuan yang sama.
Seperti yang telah disebutkan di atas, Cafe Batavia membutuhkan sebuah panduan gaya / style guidelines untuk menjaga konsistensi identitas visualnya supaya tidak melenceng dari karakter desain. Lebih jauh, panduan ini diperlukan untuk mencegah perubahan desain. Sebab seringkali baik disengaja ataupun tidak, seiring waktu berjalan maka otomatis desain ikut berubah dan mengalami pergeseran gaya dari satu desainer ke desainer lainnya.
Hal penting yang hendaknya selalu diingat dalam pembuatan style guidelines adalah segi fleksibilitas, supaya desain dapat selalu diaplikasikan pada proyek-proyek di masa mendatang dan dalam bentuk medium aplikasi sebanyak mungkin.
4.1.5 Teori Positioning Positioning menurut Al Ries dan jack Trout dalam buku “Positioning: The Battle for Your Mind” (Penerbit Salemba Empat, 2002), bukanlah merupakan sesuatu yang dilakukan terhadap produk, melainkan sesuatu yang dilakukan terhadap pelanggan. Positioning berhubungan dengan bagaimana konsumen menempatkan produk di otaknya, di alam khayalnya. Sehingga konsumen memiliki penilaian tertentu dan kemudian mengidentifikasikan dirinya sebagai produk yang berbeda dengan produk lainnya yang sejenis.
Cafe Batavia memposisikan dirinya sebagai restoran bercita rasa kulinari eropa yang bernilai nostalgia pada sejarah masa lampau. Penataan interior dan atmosfernya yang membawa nuansa kehidupan kelas atas pada masa kolonial dulu merupakan salah satu cara yang diterapkan dalam perwujudan positioning yang dimaksud. Melalui cara ini, diharapkan mampu mengarahkan masyarakat untuk menempatkan Cafe Batavia di benak mereka, sebagai restoran yang berbeda dengan restoran lain yang menjual menu sejenis.
4.1.6 Teori Warna Warna adalah salah satu alat identitas visual terkuat untuk sebuah perusahaan. Warna secara efektif dapat mengungkapkan pesan, ide, atau gagasan tanpa menggunakan tulisan atau bahasa. Menurut Lestrice Eisseman dalam buku “Pantone: Guide to Communication With Color” (OhioGrafix Press, 2002), warna merupakan metode yang paling tepat dalam usaha penyampaian pesan dan tujuan. Warna adalah bagian dari proses perlengkapan identitas. Warna juga mendorong dan bekerja secara bersamaan dengan seluruh arti, simbol dan konsep pemikiran yang abstrak. Warna mengekspresikan fantasi, mengingat kembali waktu, tempat dan memproduksi suatu keindahan/reaksi secara emosional.
Prinsip warna menurut Robert B. Parker antara lain: •
Pengunaan warna harus mempunya fungsi
•
Warna harus dapat memberikan cirri khas dari perusahaan/produk yang disampaikan
•
Penggunaan warna jangan hanya untuk memberikan kesan artistik, tetapi bertujuan untuk mengatakan bahwa warna memang demikian adanya, dan
•
Hindari penggunaan warna yang tidak perlu
Pada kasus Cafe Batavia, warna korporat yang dipakai adalah warna akromatik, yaitu warna yang memakai warna hitam, putih dan perpaduan hitam – putih. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan desain dengan mood klasik yang timeless, desain yang dapat dipakai dalam kurun waktu yang panjang, tidak lekang dimakan waktu. Namun bila mengacu pada konsep kafe, warna akromatik dirasa tidak mampu mewakili nuansa
elegan kehidupan kalangan kelas atas jaman kolonial dulu. Sebaliknya, warna ini malah memberikan kesan oldstyle yang “kuno” ketimbang oldstyle yang “artistik”.
Dalam penyesuaian dengan style guidelines, untuk perusahaan dapat digunakan metode palet warna. Panggunaan palet warna dapat meminimalisasi pilihan warna, sekaligus menjadi alat identitas bagi perusahaan. Palet warna primer adalah warna logo dan warna dominan pada sebagian besar item desain. Namun untuk fleksibilitas, dapat dibuat pula palet warna sekunder, dengan ketentuan tetap spesifik dan konsisten.
Jacci Howard dalam Color Meanings (www.w3c.org) menjelaskan apabila terdapat suatu warna (hue) yang mendominasi dalam sebuah desain, seringkali komposisi tersebut berhasil dengan baik. Ketika satu warna mendominasi dalam suatu bidang, dapat dikatakan warna tersebut bekerja sebagai aksen dari karya tersebut.
Berikut adalah arti warna yang terbagi dalam 4 kelompok, yaitu: Cool color (Calming)
: Biru, hijau, turquoise, perak
Color (Exciting)
: Merah, oranye, kuning, emas
Mixed cool / warm color
: Ungu, lavender, hijau
Neutral color (unifying)
: Cokelat, biege, ivory, abu-abu, hitam, putih
4.1.7 Teori Tipografi Pemilihan typeface yang dipakai dalam pembuatan logo dan implementasi desain lainnya sangatlah penting. Suatu jenis typeface dapat merefleksikan identitas, karakter atau sikap tertentu. Huruf atau aksara bukan hanya sekedar dibaca, namun juga
merupakan suatu fenomena visual yang dilihat sekaligus dirasakan. Ekspresi tipografi yang tepat dapat meningkatkan dan memperjelas komunikasi.
Ada dua jenis typeface di dalam tipografi modern, yaitu serif dan sans serif. Serif mempunyai perbedaan ketebalan dan mempunyai lidah pada ujung-ujungnya. Sans serif merupakan typeface yang sederhana, tidak mempunyai perbedaan ketebalan pada lidah ujung-ujungnya.
Faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam tipografi adalah: Legibility
: Huruf yang dipilih jelas bentuknya
Readibility
: Huruf yang dipilih mudah dibaca
Visibility
: Huruf yang dipilih mudah terlihat
Clearity
: Huruf harus memperlihatkan kejelasan
Sumber: Danton Sihombing, Tipografi dalam desain grafis.
Legibilty adalah fungsi dari sebuah perancangan typeface, sebuah perhitungan informal tentang bagaimana mudahnya untuk membedakan satu huruf dengan yang lainnya dalam jenis huruf tertentu. Sedangkan readabilty merupakan standar ukuran bagaimana mudahnya kata, kalimat atau sebuah paragraf mudah dibaca.
Sebuah tipografi yang baik menurut David E. Carson, harus mampu menyampaikan pesan sebelum dibaca. Karena didalam tipografi itu terdapat rasa dari pesan yang akan dibaca. Dengan kata lain, tipografi yang baik mempunyai kemampuan
untuk memperkuat pesan yang ingin disampaikan dan memperkuat arti dibalik kata itu sendiri.
Dalam desain Art Deco, typeface adalah salah satu atribut terpenting yang menyuarakan estetisme Deco. Tanpa typeface emblematik, Deco tidak akan berpengaruh sedemikian besarnya seperti yang terjadi pada masa itu. Sebagaimana sudut-sudut lengkung kurva pada alphabet Art Nouveau di masa sebelumnya, maka model garis-garis lurus pada typeface Art Deco adalah perekat yang menyatukan berbagai pengembangan font moderen (saat itu).
4.1.8 Teori Layout Sebuah layout yang baik dalam desain komunikasi visual adalah menuangkan pengolahan bahan tulisan dan seni (foto, ilustrasi atau gambar lainnya) pada suatu bidang kerja. Layout yang baik dapat berfungsi dengan benar apabila ada perencanaan yang akan dilakukan, penentuan tujuan dari karya, penentuan target audiens, perencanaan kemana atau dimana akan ditempatkan dan bagaimana cara pendistribusiannya. Layout yang baik dan benar dapat mengarahkan dan menggambarkan rentetan informasi untuk dipahami.
Menurut Frank. F. Jefkin ada beberapa dasar yang dapat ditemukan dalam merancang sebuah layout, yaitu: a. The law of unity, harus dirancang sedemikian rupa dan headline, subheadline, ilustrasi, teks, slogan, logo dan sebagainya. Sehingga menghasilkan sebuah kesatuan komposisi yang baik dan sedap di mata.
b. The law of variety, untuk menghindari kesan monoton, harus dibuat beberapa variasi perancangan sebuah iklan. Misalnya tipis tebalnya sebuah huruf, juga besar kecilnya huruf yang digunakan.
c. The law of harmony, juga untuk menghilangkan kesan monoton, harus dirancang agar terkesan harmonis. Hal ini dapat diasosiasikan dengan wajah manusia, wajah akan terlihat aneh bila terdapat 3 mata dan 2 hidung.
d. The law of rhytm, sebaiknya mata pembaca dalam melihat sebuah iklan sebaiknya bergerak wajar. Disamping itu sebaiknya dimulai dengan Headline, subheadline, teks, ilustrasi hingga nama produk dan alamat.
e. The law of proportion, buku, majalah , koran, katalog akan terlihat menarik apabila salah satu ukuran sisi satu lebih panjang. Jadi tidak terlihat kaku.
f. The law of scale, perpaduan gelap terang pada warna akan menghasilkan sesuatu yang kontras. Dapat digunakan untuk memberikan penekanan pada layout agar terlihat lebih menarik.
g. The law of balance, suatu keseimbangan dapat dicapai bila unsur-unsurnya diatur secara sepadan, serasi dan selaras. Terdapat 2 jenis keseimbangan, yaitu: •
Formal balance (simetris) apabila unsur-unsur bentuknya sama persis pada kedua sisi dari garis poros tengah ruang layout.
•
Informal balance (asimetris) apabila unsur-unsur bentuknya sedikit tidak sama persis pada kedua sisi dari garis poros tengah ruang layout.
4.1.9 Images (Gambar) Gambar adalah sebuah alat pengangkut gaya desain dan karakter yang amat kuat. Gambar disini dapat berupa ilustrasi maupun fotografi, yang mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Dalam penyesuaian dengan gaya desain dan karakter Cafe Batavia, dimana pada masa itu fotografi masih belum begitu maju dan tidak sepopuler digunakan pada karyakarya desain, maka untuk desain pada identitas visual Cafe Batavia yang baru, jenis gambar yang digunakan adalah model ilustrasi manual. Ilustrasi dapat menggambarkan hal-hal yang tidak bisa diperoleh secara mudah oleh fotografi. Ilustrasi bisa pula menceritakan hal-hal di luar kenyataan sebenarnya, baik dalam bentuk penyederhanaan atau malah melebih-lebihkan dari kenyataan sebenarnya. Menurut Jim Aitchison, ilustrasi yang baik harus dapat menguraikan masalah yang diwakilinya sehingga orang yang melihatnya dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
Pada gaya desain Art Deco, ilustrasi diproduksi melalui proses manual. Ciricirinya antara lain adalah terdapat visual bidang geometris, seperti garis lurus yang tegas dan geometris yang kontras dan rapi.
Dikatakan dalam buku “EuroDeco” bahwa di setiap negara yang mengadopsi gaya desain Art Deco, menciptakan sendiri ciri khasnya yang unik. Indonesia terkenal dengan seni kebudayaannya yang mempunyai tingkat kedetilan craftsmanship yang tinggi. Untuk tetap memperlihatkan ciri tersebut maka visual yang terpilih tetap ditampilkan lengkap dengan detilnya. Masih dalam kerangka Art Deco, untuk menunjukan karakter Indonesia (dalam hal ini tanah Jawa khususnya) maka pada penerapan desain identitas visual Cafe Batavia akan digunakan pula motif-motif batik Jawa sebagai penghias. Karena ornamen batik lebih condong ke Art Nouveau yang bersifat organis dengan liuk-liuknya, maka dalam pengaplikasiannya ornamen ini dibuat tidak menonjol, melainkan hanya bersifat pelengkap. Hal ini sekaligus menjadi salah satu cara membawa unsur kelokalan Indonesia ke dalam nafas Eropa yang ada di Cafe Batavia.
4.2 Strategi Kreatif 4.2.1 Keywords •
Nostalgia
•
Authentic heritage
•
Kolonial
•
Eropa di Jakarta
4.2.2 Tone and Manner •
Klasik
•
Elegan
•
Hiburan / Entertainment
•
Mewah
•
Kolonial
4.2.3 Keyfact •
Cafe Batavia menempati bangunan kedua tertua di taman Fatahillah, berdiri sejak pertengahan 1805-1850 dan bertahan tanpa banyak perubahan hingga sekarang
•
Lokasi Cafe Batavia tergolong strategis, karena terletak di kawasan wisata sejarah Kota Tua Jakarta
•
Cafe Batavia merupakan salah satu landmark di taman Fatahillah selain museum Fatahillah
•
80% pengunjung Cafe Batavia adalah wisatawan mancanegara (50% nya merupakan turis asal Belanda), 20% adalah wisatawan lokal
•
Menu yang disajikan kebanyakan adalah menu Eropa dan Chinese food, dan dalam perkembangannya, beberapa menu lokal di hapus dengan alasan efisiensi
4.2.4 Benefit 4.2.4.1 Rational Benefit •
Cafe Batavia menyediakan menu Eropa dan chinesse food
•
Kualitas pelayanan sangat memuaskan
•
Rasa nyaman berada di dalam kafe
4.2.4.2 Emotional Benefit •
Cafe Batavia menempati gedung yang telah berdiri sejak pertengahan 1805-1850 dan bertahan hingga saat ini tanpa banyak perubahan, memberikan nuansa nostalgia tiap kali berada di dalam gedungnya.
•
Menikmati makanan dengan penyajian ala eropa
•
Menikmati gaya hidup kelas atas pada jaman kolonial dulu
4.2.5 Positioning Cafe Batavia memposisikan dirinya sebagai satu-satunya restoran di Kota Tua yang bercita rasa kulinari eropa dan masih mempertahankan kemewahan nilai sejarah kolonial pada masa lampau.
4.2.6 USP/Unique Selling Proposition Yang membuat Cafe Batavia menjadi istimewa adalah keotentikan arsitektur gedung dan nilai sejarah kolonial yang dipertahankan hingga saat ini, sehingga keberadaan nilai nostalgia menjadi akar yang membalut keseluruhan sudut interior restoran.
4.2.7 Creative Approach Dalam penyesuaian dengan kekhasan Cafe Batavia yang menitikberatkan pada aspek nostalgia dan sisi kekunoan masa lampaunya, maka secara keseluruhan, desain yang hendak dibuat sebagai identitas visual Cafe Batavia ini dikemas dalam nafas desain bernuansa Art Deco.
Art Deco adalah gaya desain yang mulai berkembang di Eropa mulai tahun 1908 dan mengalami puncaknya pada tahun 1930-an dan tetap hidup sampai saat ini. Istilah Art Deco sendiri baru mulai digunakan ketika Musee des Arts Decoratifs of Paris menyelenggarakan pameran “Paris Exposition des Arts Decoratife Et Industriel Moderness” di tahun 1925. Gaya Art Deco merupakan suatu kelanjutan dan reaksi datas gaya pada masa sebelumnya (yaitu Art Nouveau), yang dianggap berlebihan ornamen floranya. Art Deco sendiri memperlihatkan ciri-ciri visual berupa bidang geometris, seperti garis lurus yang tegas dan geometris yang kontras dan rapi. Ada kalangan yang mempercayai bahwa Art Deco merepresentasikan jaman keemasan dimana para desainer mempunyai kekuasaan meliputi bidang sosial dan budaya, dan karenanya mengingatkan kita kembali pada momen tersebut. Kalangan lain memandang Art Deco adalah murni sebuah khayalan, gaya yang hampir tidak ada dalam kehidupan yang sebenarnya. Kedua pandangan itu tidak ada yang salah. Pada jaman sekarang ini, Art Deco pada kenyataannya memang menghasilkan suatu strategi marketing, dimana oleh para desainer, masyarakat diarahkan untuk membeli hal-hal yang lebih bersifat abstrak. Abstrak dalam hal ini adalah berupa suasana, pengalaman, dan pada akhirnya adalah hasrat itu sendiri.
Gaya desain Cafe Batavia, dalam aplikasinya bukan semata-mata mengambil mentah-mentah gaya Art Deco dan menvisualkannya. Perlu ditekankan bahwa yang diambil adalah pengaruh gayanya, nuansa dan efek yang ditimbulkan dari masingmasing visual tersebut dalam aplikasinya. Selain karena latar belakang akulturasi budaya eropa, cina dan pribumi di Batavia masa lampau, bagaimanapun juga tujuan desain ini
adalah untuk menemukan bentuk visual Cafe Batavia yang original dimasa kolonial Belanda namun tidak melupakan kelokalannya.
Penetapan gaya ini sekaligus untuk mengantisipasi tantangan dimasa mendatang, yaitu masa di saat komunitas senior dan generasi tua tidak mampu beraktivitas lagi, maka bukan berarti keberadaan Cafe Batavia juga mulai meredup. Gaya desain dengan nuansa Art Deco berfungsi untuk memberikan kepada mereka yang mengunjungi Cafe Batavia, tidak peduli tua atau muda, sebuah pengalaman yang menyentuh emosi bahwa pada momen itu jugalah mereka kembali ke masa lampau dimana kolonialisme masih menjadi bagian dari kenyataan hidup sehari-hari.
Melalui Art Deco, masyarakat diarahkan untuk menempatkan Cafe Batavia di benaknya, sebagai restoran yang tetap mempertahankan keaslian karakternya dengan bertumpu pada nostalgia sejarah masa lampau, sehingga berbeda dengan restoran lain yang menawarkan menu sejenis.
4.2.8 Pemilihan Item Beberapa item yang mendukung dan sesuai dengan lingkup tugas akhir adalah sebagai berikut: - Logo - GSM - Company profile - Buku menu (berbahasa Belanda dan Inggris – Indonesia) - Stationary (surat, amplop, kartu nama, map)
- Poster (wall graphic, wall ambience) - Table matte dan coaster - Iklan Koran, majalah travel, dan in flight magazine - Signage (parkir, vallet, dan toilet) - Surat operasional (fax, data pelanggan, form pesanan dan tagihan, lembar kebersihan) - Post card dan Stamp (perangko) - Piring, gelas, sumpit, gula, krim, sedotan, tusuk gigi, korek api, shopping bag
4.2.9 Mood Visualiasi 4.2.9.1 Warna Digunakan kombinasi warna klasik untuk mencerminkan sisi keabadian nilai nostalgia Cafe Batavia. Warna coklat dipilih karena suasana interior cafe yang banyak menggunakan material kayu jati. Selain itu, warna coklat juga mempertegas nuansa lokal yang memang banyak menggunakan warna-warna yang hangat.
4.2.9.2 Tipografi Untuk penggunaan huruf standar yang akan diaplikasikan sebagai identitas visual Cafe Batavia, digunakan jenis huruf yang mampu mencitrakan nafas Art Deco. Sementara untuk item-item promosi, tidak ada ketentuan jenis font apa yang harus digunakan selama masih bercirikan gaya Art Deco.
4.2.9.3 Visual Visual akan banyak menggunakan ilustrasi berwarna. Masih dalam cakupan Art Deco, penambahan detil ornamen hanya sebagai pelengkap visual, mewakili karakter seni lokal Indonesia yang memang dikenal memiliki tingkat craftsmanship dan kedetilan yang tinggi.