BAB 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekosistem Pulau-pulau Kecil Kawasan yang menjadi lokasi penelitian terletak di Kelurahan Pulau Abang, yang meliputi Pulau Abang Kecil (perkampungan nelayan Air Saga), Pulau Abang Besar, Pulau Petong, dan Pulau Nguan. Seluruh kawasan ini secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Abang, Kecamatan Galang, Kota Batam. Adapun
pusat pemerintahannya, dengan
kantor kelurahan terletak di Pulau Abang Kecil. Pulau Abang Kecil merupakan konsentrasi pemukiman penduduk dengan komposisi terbesar nelayan. Pulau Abang Kecil terletak pada posisi geografis 0o 31’ lintang utara (LU) dan 104o 13’ bujur timur (BT), Air Saga terletak pada posisi geografis 0o 33’ LU dan 104o 14’ BT, dan pulau Petong terletak pada posisi geografis 0o 37’ LU dan 104o 05’ BT.
Gambar 16 Peta Batas Kecamatan Galang (Pemko Batam 2005a) Berdasarkan administrasi batas wilayah Kelurahan Pulau Abang sebelah utara dengan Kelurahan Karas, sebelah selatan dengan Kabupaten Karimun, sebelah timur adalah Kecamatan Senayang, sedangkan sebelah barat dengan Kelurahan Sijantung (lihat Gambar 16). Kelurahan Pulau Abang terletak di bagian selatan kota Batam, terdiri dari 57 pulau-pulau kecil, dan hanya 10 buah pulau yang berpenghuni (berpenduduk), termasuk diantaranya pulau yang dijadikan kebun atau digarap oleh masyarakat, sedangkan 47 pulau lainnya tidak berpenghuni (Pemko Batam 2005d). Beberapa pulau yang termasuk dalam kawasan Kelurahan Pulau Abang antara lain dapat dilihat pada Tabel 13.
104
Tabel 13 Nama-nama pulau-pulau kecil berdasarkan hunian penduduk di Kelurahan Pulau Abang, Kecamatan Galang, Kota Batam, tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57
Nama Pulau Pulau Abang. Kecil Pulau Abang. Besar Pasir Buluh Sekate Petong Segayang Dapur Enam Pulau Nguan Pengalap Teleje Dedap Sawang Ngapel Sawang Biasa 1 Sawang Biasa 2 Sepintu 1 Sepintu 2 Pulau Hantu 1 Pulau Hantu 2 Pulau Hantu 3 Pulau Hantu 4 Udek Meriam 1 Meriam 2 Kalo Congeng Pelintang Besar Pelintang Kelapa Pelintang Kecil Kalo Besar Kalo Kecil Tukil Rano Coi Siadan Ujung Baran Petong Tua Anak Petong Jong Jerkat 1 Jerkat 2 Cik Dolah Besar Cik Dolah Sedang Cik Dolah Kecil Mentigi Barlukut Pulau Sama Labun Borus Dempu Telejek Sama Cinggam Penampan Pulau Len Pulau Lalang Borus K Pulau Pius Mati Anak
Sumber: Pemko Batam (2005d)
Berpenduduk v v v v v v v v v v -
Tidak berpenduduk v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
105
Topografi Kelurahan Pulau Abang sebagian besar terdiri dari perbukitan, dan hanya bagian pantai yang merupakan lahan dataran, yang umumnya dijadikan pemukiman. Tekstur tanah terdiri dari tanah berpasir dan di beberapa tempat terdapat batuan. Pada bagian tengah pulau di kawasan perbukitan sebagian merupakan hutan sekunder, dan lahan perkebunan penduduk dengan beberapa jenis tanaman seperti: durian, cempedak, kelapa dan lain-lain milik masyarakat setempat. Sedangkan pada kawasan pantai sebagian masih ditumbuhi oleh hutan mangrove yang tergolong baik dengan dominasi jenis Rizophora sp. Ada bagian pantai dari pulau-pulau kecil di kawasan ini telah dimanfaatkan
penduduk
baik
sebagai
kawasan
pemukiman
maupun
pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan pelabuhan masyarakat, tetapi bagian terbesar lahan daratan ditumbuhi hutan sekunder. Ekosistem hutan yang terdapat di pulau-pulau kecil kawasan Galang juga masih baik, walaupun masih ada usaha penebangan kayu di hutan terutama hutan Pulau Abang Besar, namun penebangan ini hanya dalam skala kecil untuk keperluan rumah tangga nelayan, dan sebagian lagi untuk pasokan dapur arang. Sedangkan ekosistem hutan mangrove masih baik, dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir untuk keperluan bahan-bahan alat tangkap ikan, seperti kayu panuju Kelong Pantai. Di beberapa lokasi seperti pulau Abang Besar dan kampung Air Lingka terdapat sebanyak 2-3 unit usaha ”Dapur arang”
yang bahan bakunya kayu-kayu yang diambil dari hutan
mangrove di kawasan Kecamatan Galang, Kota Batam. Secara umum kondisi lingkungan hidup di pesisir Kelurahan Pulau Abang mempunyai pantai yang landai, berpasir dan pusat pemukiman terkonsentrasi di kawasan pantai, serta terdapat hanya di beberapa pulau-pulau kecil yang telah berpenghuni
tetapi sebagian besar belum dihuni penduduk, yakni 10 buah
berpenghuni dari 57 buah pulau (lihat Tabel 13). Di pulau-pulau kecil berpenghuni, sekitar pemukiman penduduk ditumbuhi dominan oleh pohon kelapa dan beberapa jenis tanam keras lainnya. Pada beberapa bagian pantai pulau tersebut ditemukan hutan mangrove. Densitas mangrovenya masih cukup tinggi dan tersebar hampir di semua pulau. Sedangkan pada bagian tengah pulau merupakan kawasan perbukitan dan tanpa penghuni. Kawasan ini biasanya masih ditumbuhi pepohonan yang tergolong hutan primer dan semak belukar.
106
Berdasarkan data monografi Kelurahan Pulau Abang pada tahun 2005 wilayah Kelurahan Pulau Abang terdiri dari tanah kering, tanah hutan, dan tanah rawa. Tanah kering seluas 1 000 ha dan tanah hutan yang ada termasuk di dalamnya hutan lebat (5 225 ha), hutan belukar (437 ha), dan tanah rawa seluas 150 ha (Pemko Batam 2005d). 4.2 Kondisi Prasarana dan Sarana Fisik Secara umum kondisi lingkungan pesisir Kelurahan Pulau Abang mempunyai pantai yang landai, berpasir dan pusat pemukiman terkonsentrasi di kawasan pantai. Di sekitar pemukiman ini ditumbuhi pohon kelapa. Pada beberapa bagian pantai pulau tersebut ditemukan hutan mangrove. Densitas mangrovenya masih cukup tinggi dan tersebar hampir di semua pulau. Di bagian tengah pulau merupakan kawasan perbukitan dan tanpa penghuni. Kawasan ini biasanya masih ditumbuhi pepohonan yang tergolong hutan primer dan semak belukar. Salah satu infrastruktur yang ada di Kelurahan Pulau Abang (Pulau Abang Kecil, Air Saga, dan pulau Petong) saat ini adalah listrik, sedangkan pulau-pulau kecil lainnya belum tersedia, kecuali genset yang dimiliki RTP kaya seperti Tauke. Energi listrik yang ada di pulau Abang Kecil mempunyai kapasitas sebesar 190 000 VA. Sedangkan kebutuhan listrik di Kelurahan Pulau Abang Kecil sebesar 800 000 VA (Pemko Batam 2005d). Karena kapasitas listrik yang disediakan oleh PLN Cabang Tanjung Pinang dengan sumberdaya PLTD belum memadai, maka energi listrik disediakan hanya untuk malam hari yakni dimulai nyala dari pukul 17.30 wib dan listrik padam sampai 24.00 wib. Di Kelurahan Pulau Abang juga tersedia infrastruktur lain seperti jalan desa. Jalan desa yang ada di pulau Abang Kecil berfungsi sebagai penghubung antara pusat Kelurahan Pulau Abang dengan perkampungan nelayan Air Saga sepanjang 3 000 m dengan lebar 1.2 m. Jalan yang ada di Pulau Abang Kecil dan pulau Petong merupakan jalan yang diperkeras dengan paving block untuk pejalan kaki dan kendaraan roda dua, dan baru dibangun oleh Pemko Batam sejak 2-3 tahun yang lalu. Kondisi rumah penduduk berdasarkan karakteristik bahan bangunan di Kelurahan Pulau Abang sangat beragam. Ada rumah yang bangunan permanen, semi permanen terbuat dari kayu, dan bahan bambu. Kondisi rumah permanen relatif sedikit sebanyak 8 unit dan semi permanen sebanyak 4 unit. Sedangkan rumah papan atau kayu mendominasi sebanyak 402 unit, dan bambu 4 unit.
107
Jumlah bangunan rumah penduduk di kelurahan Abang (Pemko Batam 2005d) terdapat sebanyak 412 unit yang hampir seluruhnya berbentuk rumah panggung (bertiang) sesuai kondisi lingkungan pantai, dan budaya masyarakat lebih menyukai rumah panggung di atas air laut. Menurut mereka sebagai nelayan dengan rumah panggung di pinggir pantai, memudahkan mereka untuk pergi melaut, dan mendaratkan hasil tangkapan ikan, serta menyimpan peralatan tangkap seperti armada kapal penangkapan, sampan dan perahu dayung. Kondisi sarana pendidikan yang mendukung fasilitas pendidikan di Kelurahan Pulau Abang yaitu sebanyak 3 buah gedung yang terdiri dari 1 gedung untuk SD dan SMP yang terletak di pulau Abang Kecil, 1 gedung SD yang juga terletak di Air Saga, dan 1 gedung SD yang terletak di pulau Petong. Prasarana sekolah ini merupakan sekolah negeri, yang baru selesai dibangun 23 tahun terakhir setelah adanya kebijakan otonomi daerah yang diselenggarakan Pemerintahan Kota Batam. Sedangkan, sarana peribadatan yang ada di Kelurahan Pulau Abang adalah masjid sebanyak 5 buah untuk penduduk yang beragama Islam. Sarana peribadatan lain seperti gereja (Kristen), pura atau kuil yang permanen untuk penduduk beragama Budha atau Konghucu untuk etnis Tionghoa di Kelurahan Pulau Abang belum ada, kecuali sarana ibadah pura yang masih sangat sederhana (Pemko Batam 2005d). Kondisi sarana perdagangan yaitu terdapat 20 kios kelontong dan pasar belum tersedia. Untuk sarana air bersih, ketersediaan air bersih di pulau Abang dari segi kuantiítas sangat terbatas dengan hanya mempunyai 1 sumur pompa dan 15 buah sumur gali dengan tidak ada sungai. Dengan jumlah penduduk sebanyak 2 282 jiwa (per Juni 2006), tentu saja kebutuhan air bersih bagi penduduk tidak bisa mencukupi, terutama pada musim kemarau (Pemko Batam 2005d).
Berdasarkan
pengamatan
di
lapangan
sebagaimana
karakter
masyarakat yang hidup di pantai sebagian besar dari keluarga masih menggunakan bak penampungan (drum-drum) air hujan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti: air minum, mencuci, kakus dan mandi. Namun demikian pada musim kemarau penduduk di Kelurahan Pulau Abang mengalami
kesukaran
untuk
memecahkan
masalah
kelangkaan
dalam
pemenuhan kebutuhan air. Kondisi yang demikian itu sering menimbulkan berbagai penyakit menular, akibat kebersihan dan kesehatan lingkungan yang tidak terjamin. Sedangkan, sarana dan prasarana fisik mandi-cuci dan kakus (MCK) juga kurang memadai, dimana hampir semua rumah di pulau Abang tidak
108
memiliki WC sehat. Hal ini berdampak pada sanitasi lingkungan yang kurang baik, dimana sebagian masyarakat banyak yang membuang kotoran ke pantai dan hutan terutama pada musim kemarau, karena masyarakat kesulitan air. Umumnya kondisi negatif seperti ini bisa mengakibatkan masyarakat mudah terkena serangan penyakit malaria dan diare. Berdasarkan data yang terdapat di wilayah Kelurahan Pulau Abang, wilayah ini terdiri dari tanah kering, tanah hutan, dan tanah rawa. Tanah kering seluas 1 000 ha dan tanah hutan yang ada termasuk di dalamnya hutan lebat (5 225 ha) diperkirakan sekitar 59 % dari luas kelurahan, hutan belukar (437 ha), dan tanah rawa (150 ha). Sedangkan diperkirakan hanya sekitar 41 % dari luas kelurahan ini, dimanfaatkan untuk pemukiman penduduk, fasilitas umum, kebun karet dan kebun kelapa (Pemko Batam 2005c). Intensitas penyinaran matahari di wilayah Kelurahan Pulau Abang dapat dikatakan tergolong tinggi, namun curah hujan masih dalam keadaan baik. Tingkat intensitas penyinaran matahari tersebut diperkirakan rata-rata sekitar 75 %. Sedangkan jumlah curah hujan rata-rata diperkirakan sekitar 190 mm/tahun, dengan rata-rata jumlah hari hujan sebanyak 90 hari per tahun. Aksesibilitas ke kawasan Kelurahan Pulau Abang merupakan masalah utama dihadapi masyarakat lokal, karena dukungan terhadap pengembangan wilayah agak terhambat dari Pemko Batam dan Pemprop Kepulauan Riau. Hubungan wilayah ini dengan daerah luar sekitarnya, terutama mainland Batam seharusnya sudah merupakan jaringan transportasi yang terintegrasi untuk mendukung pergerakan manusia, dan distribusi barang dan jasa dengan aman dan lancar, tetapi dalam kenyataannya belum terwujud. Kondisi prasarana dan sarana perhubungan antar pulau hingga kini masih sangat buruk, untuk mencapai kantor Kelurahan Pulau Abang yang terletak di Pulau Abang Kecil hanya dapat ditempuh dengan menggunakan perahu sewaan melalui pelabuhan pribadi (milik Hasyim, seorang Tauke yang bermukim di pulau Abang Kecil) yang terdapat di pulau Galang Baru (mainland Barelang) dengan jarak tempuh 80 km jalan darat dari pusat kota Batam. Disebabkan tidak ada fasilitas transportasi umum yang terjadwal menuju pulau-pulau tersebut, maka waktu tempuh dari pelabuhan milik Hasyim menuju pelantar-pelantar di kawasan pulau Abang berbeda-beda tergantung jenis sarana angkutan laut yang dipakai. Ada 3 jenis sarana transportasi yang biasa digunakan penduduk, yaitu kapal, motor tempel, dan perahu. Apabila menggunakan motor tempel (pancung) waktu
109
tempuh untuk mencapai pelantar-pelantar di pulau Abang Kecil kurang dari 30 menit (Gambar 17). Apabila menggunakan kapal penangkap ikan memerlukan waktu 60 menit. Spesifikasi armada angkutan laut antar pulau-pulau kecil, yang juga berfungsi sebagai unit penangkapan ikan di Kelurahan Pulau Abang, Kecamatan Galang kondisinya sebagaimana Tabel 14. Tabel 14 Struktur armada angkutan laut di Kelurahan Pulau Abang Kec.Galang Jenis Armada Kapal Motor tempel (pancung) Perahu (pompong) Jumlah Sumber: Coremap (2005c)
Jumlah 40 20 95 155
Persentase 25.81 12.90 61.29 100.00
Untuk mengatasi permasalahan aksesibilitas tersebut. Pemerintah Kota Batam telah menyusun rencana pengembangan sistem transportasi laut antar pulau di wilayah kota Batam, dengan mengembangkan pelabuhan lokal Sijantung (bekas Camp pengungsi Vietnam) di pulau Galang. Menurut rencana fungsi pelabuhan tersebut adalah untuk melayani pergerakan penduduk dari pulau Rempang, terus ke pulau Galang kemudian ke pulau-pulau kecil lainnya di sekitarnya yang berada di sebelah barat-selatan atau sebaliknya. Sistem pergerakan penduduk yang dilayani oleh pelabuhan Sijantung ini meliputi: a. Pelabuhan lokal Pulau Panjang b. Pelabuhan lokal Pulau Petong c. Pelabuhan lokal Air Saga d. Pelabuhan lokal Pulau Tanjung Kubu e. Pelabuhan lokal Pulau Sembur f. Pelabuhan lokal Pulau Abang Kecil g. Pelabuhan lokal Pulau Jalkal h. Pelabuhan lokal Pulau Pengelap (Coremap 2005c)
110
Gambar 17 Pelantar pelabuhan Abang Kecil (Air Saga), yang sedang dibangun DKP melalui proyek Coremap (2006) 4.3 Kondisi Kualitas Perairan Berdasarkan laporan studi LIPI (2004) dan LIPI (1990) mengenai data dasar (baseline data) ekosistem di perairan Kelurahan Pulau Abang, Kecamatan Galang, Kota Batam diinformasikan bahwa kondisi kualitas perairan (fisik) diuraikan sebagai berikut: (1) Kisaran temperatur di perairan Batam pada bagian permukaan berkisar antara 29.64°C-30.20°C dengan rata-rata temperatur 29.82°C. Sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan sampai dekat dasar mempunyai kisaran antara 29.63°C-30.30°C, dengan rata-rata temperatur 29.80°C. Pada kawasan yang lebih dekat ke garis utara seperti perairan di pulau Abang Kecil sampai pulau Pengelap temperatur air lautnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan yang lebih ke utara seperti di pulau Abang Besar dan pulau Petong. (2) Kisaran salinitas air laut di perairan Batam pada bagian permukaan berkisar antara 31.94 PSU-32.65 PSU, dengan rata-rata 32.42 PSU. Sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan sampai dekat ke dasar mempunyai kisaran antara 31.73 PSU-32.66 PSU dengan rata-rata 32.47 PSU. (3) Densitas air laut di perairan Batam pada bagian permukaan berkisar antara 1019.52 kg/m3-1020.00 kg/m3 dengan rata-rata 1019.86, sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara 1019.38 kg/m 3-1020.06 kg/m 3 dengan rerata 1019.93 kg/m 3. (4) Kecepatan arus di perairan Batam relatif tinggi hingga mencapai kecepatan 1 662 mm/detik, terutama pada perairan sekitar pulau Pengelap. Secara umum, kualitas perairan di lokasi penelitian ini dapat dikatakan relatif masih
111
baik untuk kehidupan karang serta biota laut lainnya. Kualitas perairan dapat dinilai dari beberapa indikator, antara lain derajat keasaman, kandungan oksigen terlarut, kadar fosfat, kadar nitrat, dan kadar nitrit. (5) Derajat keasaman merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kualitas perairan. Perairan laut yang baik biasanya bersifat basa dengan pH>7 seperti yang direkomendasikan oleh KLH. Derajat keasaman di pulau Abang yang meliputi pulau Abang Besar dan pulau Abang Kecil berkisar antara 8.15-8.45, sedangkan di pulau Petong berkisar antara 8.16- 8.37. (6) Kandungan oksigen terlarut (O2) dalam perairan menentukan kualitas perairan. KLH telah merekomendasikan baku mutu air laut untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut, kadar oksigen terlarutnya >5 ppm (3.5 ml/L). Di perairan pulau Abang yang meliputi pulau Abang Besar dan pulau Abang Kecil kadar oksigen terlarutnya berkisar antara 3.69-4.30 ml/L; di pulau Petong berkisar antara 3.90-4.07 ml/L; dan di pulau Pengelap berkisar antara 3.76-3.97 ml/L. (7) Kadar fosfat di perairan pulau Abang yang meliputi pulau Abang Besar dan Abang Kecil berkisar antara 0.14-6.82 ìg A/L, di daerah pulau Petong berkisar antara 0.55-5.04 ìg A/L dan di daerah pulau Pengelap berkisar antara 0.235.41 ìg A/L. KLH telah merekomendasikan baku mutu air laut untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut, kadar fosfat yang dianjurkan tidak melebihi 0.015 ppm (4.9 ìg A/L). Dari perbedaan ini jelas bahwa kadar fosfat rata–rata di bagian permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan bagian dasarnya. Tingginya kadar fosfat di bagian permukaan ini diperkirakan merupakan sumbangan dari daratan. (8) Kadar nitrat di perairan pulau Abang yang meliputi pulau Abang Besar dan pulau Abang Kecil berkisar antara 0.55–0.79 ìg A/L, di perairan pulau Petong berkisar antara 0.57–0.69 ìg A/L, dan perairan pulau Pengelap berkisar antara 0.59–0.75 ìg A/L. Mengacu baku mutu yang dikeluarkan KLH, untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut nilai ambang batas untuk nitrat = 0.008 ppm (26.27 ìg A/L). Nitrit termasuk parameter yang dapat dijadikan indikator kualitas perairan. Status perairan yang baik kadar nitritnya harus lebih kecil daripada kadar nitratnya. Kadar nitrit di perairan pulau Abang yang meliputi pulau Abang Besar dan pulau Abang Kecil berkisar antara 0.04– 0.31 ìg A/L, di perairan pulau Petong berkisar antara 0.06–0.21 ìg A/L, dan di perairan pulau Pengelap berkisar antara 0.06–0.25 ìg A/L. Dengan nilai rata-
112
rata kadar nitrit di bagian permukaan dengan bagian dasar, di perairan pulau Abang Besar, pulau Abang Kecil, dan pulau Petong menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan tingkat perbedaan mencapai 14.29% dan 8.33%. Sedangkan di perairan pulau Pengelap kandungan nitritnya relatif homogen. Di daerah pulau Abang Besar dan pulau Abang Kecil memiliki kadar nitrit rata-rata di bagian dasar lebih tinggi dibandingkan dengan permukaannya, sedangkan di perairan pulau Petong, kadar nitrit rata–rata di bagian permukaannya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian dasar lautnya. 4.4 Kondisi Bio-Geomorfologi Pada bagian timur laut pulau Abang Kecil, pantai ditumbuhi oleh vegetasi mangrove hingga ke arah timur pulau, yang kemudian dilanjutkan dengan pemukiman penduduk hingga ke-bagian tenggara pulau, dimana penduduk umumnya membangun rumah model panggungnya di pinggiran pantai. Sedangkan pada bagian barat pulau Abang Kecil, pantainya berpasir dengan perkebunan kelapa rakyat hingga mencapai 200 m ke arah darat. Pantai berpasir juga dijumpai pada pulau-pulau kecil yang berada di bagian timur pulau Abang Kecil. Di Pulau Abang Besar, ekosistem hutan mangrove masih relatif baik, dan banyak dijumpai pada bagian selatan dan bagian lekukan (teluk-teluk) yang berada di bagian utara pulau. Pada bagian barat, utara dan timur, kecuali pada bagian teluk yang berada di bagian utara pulau, merupakan daerah yang terbuka dengan pantai berpasir dan tidak dijumpai mangrove. Pulau Abang Besar adalah pulau-pulau kecil yang terbesar dari pulau-pulau yang ada di Kelurahan Pulau Abang, tetapi pulau ini dihuni penduduk yang sangat sedikit. Di sini bermukim 1014 keluarga nelayan dari suku laut, dengan tingkat kehidupan sosial-ekonomi dalam kondisi yang memprihatinkan, miskin dan terbelakang. Kondisi perairan di Kelurahan Pulau Abang mengalami gangguan kekeruhan,akibat penambahan pasir laut. Demikian pula di perairan pantai pada tempat-tempat dekat pemukiman penduduk yang berdiri bangunan rumah model panggung ke arah pantai dipenuhi sampah-sampah rumah tangga yang mencemari
lingkungan
perairan.
Coremap
(2005b)
dan
LIPI
(2004)
menginformasikan bahwa kondisi dasar perairan pada rataan terumbu di Kelurahan Pulau Abang banyak ditemukan makro algae seperti Sargassum sp, terutama pada pulau-pulau kecil yang berada di bagian timur pulau Abang Kecil. Disamping itu kadang-kadang dijumpai pula padang lamun dari marga Enhalus
113
sp di beberapa tempat di kawasan ini. Lereng terumbu yang landai dengan sudut kemiringan sekitar 30o ditemukan beberapa karang batu dengan bentuk pertumbuhan masif seperti Porites lutea, Favia, dan Acropora. Sedang bentuk pertumbuhan karang tabulate lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan karang batu jenis lainnya. 4.5 Kondisi Hidro-Oceanografi 4.5.1 Klimatologi Iklim di kawasan Kelurahan Pulau Abang secara umum tidak berbeda dengan iklim di Kota Batam yang beriklim tropis. Pada tahun 2004 temperatur rata-rata terendah 29.640C dan rata-rata tertinggi 30.200C, dengan rata-rata temperatur 29.820C dan tingkat kelembaban udara sekitar 87% (LIPI 2004). Di kawasan ini dalam satu tahun terdapat 2 musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Musim hujan berlansung pada bulan Desember, dengan curah hujan tertinggi, sedangkan bulan Mei merupakan curah hujannya paling rendah. Disamping itu kawasan Kelurahan Pulau Abang dipengaruhi oleh 4 musim angin, yaitu angin utara, angin timur, angin selatan, dan angin barat. Musim angin utara berlangsung dari bulan Desember sampai Februari, musim angin timur berhembus dari bulan Maret sampai Mei. Sedangkan musim selatan dari Juni sampai Agustus, dan musim barat dari bulan September sampai November. Namun demikian setiap tahunnya sering terjadi pergeseran waktu (Coremap 2005b). 4.5.2 Arus Musiman Arus musiman di sekitar perairan Kelurahan Pulau Abang, mengikuti pola arus di selat Malaka yang tergantung pada beda tinggi muka laut di bagian utara yaitu laut Andanan, dan di bagian selatan yaitu laut Cina Selatan. Akibat muka laut di Samudera Pasifik yang selalu lebih tinggi dibandingkan dengan Samudera Hindia, maka sepanjang tahun muka laut di China Selatan juga lebih tinggi dari Laut Andanan. Oleh sebab itu di perairan Batam, termasuk perairan Kelurahan Pulau Abang secara umum terdapat arus yang mengalir ke arah barat a l ut sepanjang tahun. Pada bulan-bulan Nopember sampai dengan Maret, selama musim moonson timur laut, sistem arus laut Andanan mengarah ke utara, sehingga sebagian besar massa air disini ditransportasikan ke utara. Sebaliknya pada musim moonson barat daya, yaitu pada bulan April sampai dengan Oktober, sebagian besar arus di bagian barat laut Andanan mengarah ke timur
114
dan selatan, sehingga terjadi penumpukan massa di air laut Andanan. Dengan demikian tinggi muka laut di bagian utara selat Malaka meningkat, sehingga beda tingginya terhadap muka laut China Selatan menjadi kecil, meskipun tinggi muka laut China Selatan tetap lebih tinggi (Coremap 2005c). Kecepatan dan arah arus musiman di perairan Kelurahan Pulau Abang dan sekitarnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Kecepatan dan arus musiman di Kec.Galang selama tahun 2005 No Bulan 1 Januari 2 Februari 3 Maret 4 April 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 November 12 Desember Sumber : Coremap (2005c)
perairan Kelurahan Pulau Abang
Kecepatan (Knot) 0.30 0.62 0.40 0.56 0.56 0.46 0.24 0.16 0.42 0.24 0.30 0.82
Arah angin barat laut barat laut barat laut barat laut barat laut barat laut barat laut barat laut barat laut barat laut barat laut barat laut
4.5.3 Arus Pasang Surut Perairan Arus pasang surut merupakan gerakan horizontal massa air yang dihasilkan oleh adanya gerakan naik turunnya muka air laut akibat adanya fenomena pasang surut laut. Arus di perairan Kota Batam sangat dipengaruhi oleh pasang surut dan musim. Dari kondisi geografis perairan Batam serta kondisi pasang surutnya, arus pasang surut mengalir ke arah selatan pada saat air pasang dan mengalir ke arah utara saat air surut. Informasi dari Dinas Hidrografi TNI AL menyebutkan bahwa arus pasang surut yang menuju kearah utara lebih kuat dari arus pasang surut yang menuju kearah selatan sehingga melambatkan arus yang terjadi. Arus tetap perairan lebih kuat pada musim timur. Dimusim barat kuat arus tetap dapat mencapai 0.7 knot (sekitar 35 cm/detik), sedangkan pada musim timur hanya berkisar pada 0.3 knot (sekitar 15 cm/detik (LIPI 2004). Di kawasan perairan Kelurahan Pulau Abang gelombang pasang yang terjadi bersifat hampir semidiurnal (harian ganda) murni dari laut Andanan yang bergerak perlahan ke tenggara sepanjang selat, karena adanya penyempitan dan pendangkalan selat, amplitudo gelombang pasang membesar untuk kemudian semakin ke selatan mengecil kembali dengan melebarnya selat. Sementara
115
gelombang pasang tunggal (diurnal) menjalar dari la ut China Selatan ke barat laut, sehingga di bagian selatan selat pengaruh kelompok harian ganda lebih besar, dan mengecil ke arah utara. Hal yang sama terjadi pada arus lautnya, karena dalam 24 jam terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, maka pembalikan arus ke utara dan selatan juga terjadi dua kali dalam sehari. Pembalikan arah arus semestinya terjadi pada saat pasang mati dan surut mati, yaitu pada saat air laut mencapai titik tertinggi dan terendah. Pada saat itu maka kecepatan arus akan mencapai ketinggian minimumnya, bahkan mencapai nol. Namun pada umumnya terjadi keterlambatan waktu antara saat muka air mencapai titik tertinggi atau terendah dengan kecepatan arus mencapai harga minimum atau saat tidak ada arus (Coramap 2005c). Perkiraan keadaan pasang surut arus
tahunan perairan di daerah perairan Kelurahan Pulau Abang,
Kecamatan Galang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Kecepatan dan arah arus pasang surut di perairan Kelurahan Pulau Abang, Kecamatan Galang, Kota Batam tahun 2005 No Bulan 1 Januari 2 Februari 3 Maret 4 April 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 November 12 Desember Sumber : Coremap (2005c)
Arus Pasut (Knot) 0.0-3.4 0.0-3.1 0.0-3.0 0.0-3.1 0.0-3.3 0.0-3.4 0.0-3.4 0.0-3.2 0.0-3.0 0.0-3.9 0.0-3.3 0.0-3.4
Arus Tetap (Knot) 0.7 0.7 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.7 0.7 0.7
4.5.4 Gelombang Gelombang merupakan energi utama pengangkutan sedimen kearah pantai lepas dalam bentuk arus balik (rip current) dan sejajar pantai dalam bentuk arus sepanjang pantai (long shore current) yang pada umumnya berarah ke selatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi gelombang adalah kecepatan arah angin bertiup dan panjang angin (fetch length). Perairan daerah ini tergolong sebagai perairan dangkal, maka pengaruh angin yang relatif kecil saja akan menimbulkan gelombang di permukaan laut (LIPI 2004). Dalam periode angin utara terutama bulan Desember-Maret sering mengalami gelombang yang cukup besar dengan rata-rata berkisar antara 0.560.68 meter. Dalam periode musim angin selatan yaitu antara Juli-September
116
ketinggian gelombang mencapai 0.27-0.36 meter (maksimum 2.24 meter) dengan keadaan gelombang lebih kecil daripada musim angin utara (Coremap 2005c). Ketinggian gelombang pada bulan-bulan tertentu dengan arah angin (musim) dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Ketinggian gelombang dan arah angin di perairan Kelurahan Pulau Abang, Kecamatan Galang, Kota Batam tahun 2005 No
Bulan
Tinggi Rerata gelombang (m) 1 Januari 0,68 2 Februari 0,68 3 Maret 0,45 4 April 0,20 5 Mei 0,20 6 Juni 0,20 7 Juli 0,27 8 Agustus 0,36 9 September 0,36 10 Oktober 0,20 11 November 0,14 12 Desember 0,56 Sumber: Coremap (2005c)
Tinggi max gelombang (m) 3,87 3,05 2,97 5,05 2,24 1,82 2,24 2,24 1,82 2,24 1,44 3,50
Arah Angin (musim) Utara Utara Timur Laut Timur Laut Tenggara Tenggara Selatan Selatan Selatan Barat Barat utara
Dengan kondisi gelombang dan musim menurut arah angin yang berlangsung
di kawasan Barelang, maka nelayan artisanal di kawasan ini
melakukan pola adaptasi ekologi dalam penggunakan teknologi alat tangkap (fishing gears) untuk kegiatan menangkap ikan dan udang
(Arsyad, 1998;
Pollnac, 1976). Pola adaptasi terhadap lingkungan perairan laut dilakukan melalui strategi penggunaan alat tangkap ikan dan udang oleh nelayan artisanal dilakukan secara berganti-ganti pada bulan-bulan tertentu (musim). Nelayan artisanal di daerah ini mengoperasikan berbagai jenis alat tangkap seperti: pancing, bubu, jaring, kelong pantai, dan cedok yang dimilikinya. 4.6 Kondisi Penduduk 4.6.1 Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian Kantor Kelurahan Pulau Abang, Kecamatan Galang terletak di pulau Abang Kecil dan di pulau tersebut terdapat perkampungan nelayan Air Saga. Pulau Abang Kecil merupakan daerah pemukiman nelayan dengan konsentrasi yang relatif padat bila dibandingkan dengan pulau-pulau kecil lainnya, terdapat sebanyak 296 rumah tangga perikanan (RTP). Pulau yang paling besar adalah pulau Abang Besar yang ditumbuhi vegetasi hutan, tetapi penduduknya relatif sedikit yakni nelayan dari suku terasing suku laut ditemukan sebanyak 14 RTP,
117
dan pulau terbesar ketiga adalah pulau Petong (115 RTP) dan berikutnya pulau Nguan dan Tanjung Cakang yang juga merupakan daerah pemukiman nelayan (145 RTP), sedangkan pulau-pulau kecil lainnya yang berada di sekitar pulau tersebut masih kosong, tidak dihuni penduduk, dan umunya belum dimanfaatkan secara optimal (Pemko Batam, 2006c dan d). Berdasarkan monografi Kelurahan Pulau Abang (2006) kawasan ini merupakan daerah penghasil ikan, cumi-cumi dan udang, perairannya sangat potensial untuk kegiatan penangkapan ikan artisanal, karena ekosistem terumbu karang dan mangrove sebagian besar masih relatif baik dibandingkan dengan perairan kawasan Barelang lainnya. Ini dibuktikan lebih dari 96.36% dari jumlah penduduknya bermata-pencaharian sebagai nelayan (DKP2 Batam, 2006). Dengan banyaknya pulau-pulau kecil yang ada di sekitar Kelurahan Pulau Abang, maka di perairan ini banyak pula dijumpai kawasan perairan (selat-selat) terlindung yang sangat cocok untuk pengembangan budidaya laut (marine culture). Berdasarkan pengamatan lapangan di sekitar perairan pulau Abang Kecil dan Nguan sudah berkembang usaha budidaya laut baik skala usaha kecil maupun menengah. Pasokan benih ikan Kerapu tersedia yang diproduksi oleh Loka Balai Budidaya Laut, Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, DKP RI yang terletak di pulau Rempang Cate, Kota Batam. Berdasarkan data monografi Kelurahan Pulau Abang tahun 2006 bahwa tingkat kepadatan dan penyebaran penduduk, berdasarkan data Kelurahan Pulau Abang, sedangkan jumlah penduduk pulau Abang pada tahun 2006 tercatat sebanyak 2 282 jiwa yang tersebar dalam 556 kepala keluarga (KK). Ditinjau dari karakteristik mata pencahariannya, jumlah petani sebanyak 35 KK (2.14%), nelayan sebanyak 535 KK (96.3%), ABRI 4 (0.24%), PNS 14 KK (0.86%), dan sisanya penduduk lain-lain (pengrajin, wiraswasta) sebanyak 8 KK (0.49%). Sedangkan sebanyak 845 jiwa (37.03%) jiwa tidak bekerja atau menganggur. Sedangkan penduduk yang termasuk kategori pencari kerja ada sebanyak 260 orang, yang terdiri dari 201 orang pria ( 77.31 %) dan sisanya 159 orang wanita. (Pemko Kota Batam, 2005d). Berdasarkan karakteristik mata pencaharian dapat dilihat bahwa penduduk atau masyarakat Kelurahan Pulau Abang sebagian besar adalah nelayan atau penduduk yang berhubungan dengan perikanan laut.
Sedangkan distribusi penduduk di Kelurahan Pulau
Abang sebagaimana Tabel 18.
118
Tabel 18 Jumlah penduduk dan keluarga berdasarkan jenis kelamin dan sebaran penduduk di Kelurahan Pulau Abang, Kecamatan Galang (per Juni 2006) No
Kelurahan
RT RW
1 2 3 4
Pulau Abang 1 I Pulau abang 2 I Pulau Abang 3 I Pulau Abang 4 I Jumlah 5 Air saga 1 II 6 Air saga 2 II Jumlah 7 Petong Barat 1 III 8 Petong Utara 2 III Jumlah 9 Pulau Nguan 1 IV 10 Pulau Nguan 2 IV 11 Tanjung Cakang 3 IV Jumlah Total 11 4 Sumber : Pemko Batam (2005d)
Laki-laki 104 142 66 81 413 100 93 193 103 103 206 128 114 70 312 1 124
Penduduk Jumlah Perempuan Jumlah KK 114 218 56 129 271 60 94 180 41 63 144 38 400 813 195 100 200 51 127 220 50 227 420 101 110 213 42 98 199 73 208 412 115 114 242 62 130 224 45 49 119 38 323 586 145 1 158 2 282 556
Disamping itu ada juga sebagian penduduk yang bermata-pencaharian non perikanan sebagai alternatif tambahan penghasilan rumah tangga tetapi jumlahnya tidak begitu banyak, seperti kegiatan usaha perkebunan, perdagangan dan peternakan sebagaimana ditampilkan pada Tabel 19. Kawasan yang menjadi lokasi pemukiman penduduk di Kelurahan Pulau Abang terletak di bagian tenggara dan barat Pulau Abang Kecil. Pemilihan lokasi ini sebagai tempat pemukiman karena terlindung dan letaknya pada perairan teluk-teluk (selat-selat). Kondisi pemukiman terpusat sepanjang garis pantai dan agak menjorok ke perairan, sehingga waktu air laut pasang di kolong rumah penduduk sebagian besar digenangi air dan pada waktu surut kondisi kolong rumah mengering. Di samping itu sebagian kecil perumahan penduduk mulai mengarah bangunan rumah ke lahan darat yaitu pada daerah yang tidak digenangi air pada waktu air pasang. Hal ini terjadi sebagai dampak semakin bertambahnya jumlah keluarga di pulau-pulau kecil Kelurahan Pulau Abang, sedangkan lahan semakin sempit.
119
Tabel 19 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian non perikanan di Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang tahun 2005 Nomor Jenis mata pencaharian alternatif A Perkebunan 1 Karet 2 Kelapa 3 Cengkeh 4 Petei 5 Pisang 6 Ubi-Ubian 7 Durian B Perdagangan 1 Penjual kue 2 Penjual ikan ke Batam C Peternakan 1 Ayam 2 Kambing Sumber : Coremap Kota Batam (2006b)
Jumlah (orang) 32 3 12 11 3 1 1 1 2 1 1 6 5 1
Kelurahan Pulau Abang merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Galang, yang letak wilayahnya terjauh dari ibu kota Kecamatan Galang dan Kota Batam (Gambar 16). Untuk mencapai pulau Abang Kecil dapat ditempuh dengan menggunakan sarana angkutan darat dan laut untuk rute Batam ke Tanjung Cakang atau Air Lingka dapat digunakan dengan jalan darat, dari Tanjung Cakang menggunakan transportasi laut menuju pulau Abang Kecil dan sekitarnya termasuk pulau Petong. Angkutan umum di darat tersedia setiap hari yakni Bus Damri dari Kota Batam ke Sembulang pulang-pergi. Namun untuk angkutan laut harus menyewa boat atau pompong atau dengan menumpang kapal ikan. Jarak antara Batam ke Tanjung Cakang + 60.1 Km dengan waktu tempuh 1 jam 30 menit seterusnya menggunakan laut dengan jarak 11.4 Km dengan waktu tempuh + 1 jam perjalanan dengan menggunakan pompong. 4.6.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan formal yang dicapai oleh seseorang penduduk dapat dipakai sebagai tolok ukur dari status sosial dan ekonomi seseorang dalam masyarakat. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di pulau Abang pada tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 20. Berdasarkan Tabel 20 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Pulau Abang pada tahun 2005 dapat dikatakan masih tergolong sangat rendah. Sebagian besar penduduk hanya tidak tamat dan tamatan Sekolah Dasar (SD) sebesar 97.6 %, dan hanya sedikit penduduk yang tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 0.89% dan tamatan Sekolah
120
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebesar 1.11%. Adapun jumlah penduduk secara umum berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan adalah 491 jiwa atau 30,05% tamat SD, 44 jiwa (2.69%) tamat SLTP, 38 jiwa (2.33%) tamat SLTA dan 10 jiwa (0.61%) lulusan akademi dan perguruan tinggi. Tabel 20 Tingkat pendidikan di Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang No 1
Tingkat Pendidikan Belum sekolah
2
Tidak pernah sekolah
3 4 5 6 7 8
Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA D2 S1 Jumlah Sumber: Pemko Batam (2005c)
Jumlah (jiwa) 331
Persentase (%) 14.72
155
6.89
771 937 20 25 6 4 2 249
34.28 41.66 0.89 1.11 0.27 0.18 100.00
Rendahnya tingkat pendidikan di Kelurahan Pulau Abang, diperkirakan erat kaitannya dengan minimnya ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan yang ada di kelurahan ini. Sarana pendidikan yang terdapat di kelurahan ini, hanya empat SD, yakni satu SD pada masing-masing Rukun Warga (RW) dalam wilayah Kelurahan Pulau Abang. Belakangan ini telah pula dibuka kelas jauh untuk SLTP, tepatnya di RW 1 Pulau Abang Kecil. Pada tahun 2005 telah dibangun gedung SLTP, yang sebelumnya kegiatan belajar siswa masih menumpang di gedung SD. 4.6.3 Stratifikasi Nelayan Interaksi sosial antara penduduk di Kelurahan Pulau Abang terkait dengan mata pencaharian memunculkan struktur sosial masyarakat nelayan berbasis perikanan tangkap. Stratifikasi (pelapisan) sosial untuk struktur sosial perikanan tangkap di Kelurahan Pulau Abang terdiri dari : (1) Nelayan pemilik, yaitu nelayan artisanal yang memiliki sarana penangkapan (alat tangkap, armada penangkapan/kapal, dan modal), dan dia juga turut mengoperasikan alat tangkap; merupakan jumlah nelayan artisanal terbanyak di daerah ini yaitu sebesar 80 %. (2) Nelayan pengusaha, yaitu nelayan yang memiliki modal yang kuat dan memiliki alat tangkap atau armada penangkapan ikan dan udang, tetapi tidak ikut melakukan penangkapan ikan ke laut, dan sekaligus sebagai pedagang pengumpul dengan membeli hasil tangkapan dari nelayan artisanal di pulau-
121
pulau kecil (termasuk Tauke) dengan jumlah yang relatif kecil (3 %). Umumnya nelayan pengusaha sebagai patron yang memiliki client yaitu para nelayan artisanal yang menjadi langgganannya yang kemudian terbentuk hubungan sosial (patron-client relationship) baik melalui pinjaman modal dan bahan sembako kebutuhan rumah tangga nelayan sehari-hari; (3) Nelayan buruh, yaitu nelayan yang mengambil upah harian atau pola bagi hasil dari membantu nelayan pemilik dalam proses penangkapan ikan, dan tidak memiliki alat tangkap sendiri, tetapi pola hubungan kerja yang berlaku di lingkungan sosial nelayan artisanal adalah pola bagi hasil agar sama-sama berbagi resiko jumlah nelayan buruh relatif tidak begitu banyak (18 %).. Kondisi semacam ini juga berlangsung di daerah lain di Kepulauan Riau seperti Bintan Selatan, Bengkalis dan Indragiri Hilir (Arsyad 1986; Boer 1984; Anwar 1984). Struktur sosial perikanan tangkap di Kelurahan Pulau Abang secara horizontal dapat pula dikategorikan ke dalam beberapa kelompok sosial, yaitu kelompok nelayan jaring karang, kelompok nelayan bubu, kelompok nelayan nyomek, kelompok nelayan rawai, kelompok nelayan jaring udang dan kelompok nelayan jaring tarik (trawl). Namun demikian, pengelompokkan ini tidak begitu tegas, karena RTP artisanal di daerah ini memiliki beberapa jenis alat tangkap ikan, kecuali alat tangkap trawl yang hanya dimiliki oleh para Tauke (nelayan modern) di kawasan Barelang Propinsi Kepulauan Riau. 4.7 Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat 4.7.1 Kegiatan Ekonomi Masyarakat Pesisir Secara teoritis rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan masyarakat dapat berpengaruh terhadap jenis pekerjaan penduduk. Selanjutnya jika dilihat dari mata-pencaharian penduduk, dapat dikatakan bahwa mata-pencaharian penduduk Kelurahan Pulau Abang tidak begitu beragam. Dengan kata lain di daerah ini sebagian besar (96.3 %) mata pencaharian penduduknya sebagai nelayan artisanal. Sarana prasarana seperti koperasi, perbankan, pasar dan tempat pelelangan ikan tidak dijumpai di daerah ini. Walaupun demikian aktivitas perekonomian tetap berjalan dan terpusat pada sistem Tauke. Sistem Tauke yang merupakan kelembagaan ekonomi informal sangat berperan di dalam menentukan roda perekonomian di kawasan pedesaan pesisir dan pulau-pulau kecil di Barelang. Peran seorang Tauke sangat dominan mulai dari menampung
122
ikan hasil tangkapan nelayan, menyediakan berbagai jenis alat tangkap dan kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako) sehari-hari, sampai pemberian kredit atau modal berupa alat tangkap kepada nelayan artisanal, dengan konsekuensi harus menjual ikan hasil tangkapan dengan harga yang ditentukan oleh Tauke sebagai price maker(lihat pola rantai pemasaran ikan pada Gambar 19). Untuk menunjang kegiatan perikanan tangkap dan dalam upaya mempertahankan mutu ikan maka di daerah ini telah memiliki sarana produksi yaitu pabrik es sebanyak 2 unit yang dimiliki oleh Tauke di pulau Abang Kecil, Kelurahan Pulau Abang. Sistem Tauke, Tauke adalah orang-orang yang mempunyai modal dan bergerak dalam bidang usaha perikanan tangkap, baik yang memiliki peralatan penangkapan sendiri maupun yang memberi kredit (modal) kepada para nelayan. Di samping itu, Tauke juga bertindak sebagai pedagang pengumpul ikan hasil tangkapan nelayan setempat. Di samping sebagai pengumpul ikan, Tauke juga sebagai pedagang yang menjual berbagai jenis barang kebutuhan hidup seharihari (sembako) seperti diantaranya: beras, gula, sabun, minyak, rokok, dan lainlain. Bagi Tauke yang memberikan kredit kepada para nelayan akan mendapat angsuran dengan cara memotong hasil penjualan ikan para nelayan tersebut. Pada kondisi tertentu dimana nelayan tidak bersedia dipotong hasil penjualan ikan untuk mengansur kredit, maka Tauke cukup toleran dan tidak akan memotongnya. Pencatatan hutang kebanyakan dilakukan hanya oleh Tauke sendiri, dan apabila musibah datang dimana nelayan yang masih memiliki hutang meninggal dunia, maka seluruh hutangnya telah dinyatakan lunas. Disamping itu juga, Tauke banyak memiliki peran sosial di lingkungan masyarakat pesisir setempat, dimana Tauke dapat diminta bantuannya menyumbang untuk keperluan berbagai kegiatan sosial budaya dan keagamaan lainnya. 4.7.2 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Nelayan 4.7.2.1 Pola Hubungan Antar Suku Budaya dan adat istiadat yang dijalankan oleh sebagian besar anggota masyarakat Kelurahan Pulau Abang adalah Budaya dan adat istiadat Melayu. Hal ini diperkirakan berkaitan erat karena suku bangsa atau etnis yang dominan (88.8 %) di kelurahan ini adalah suku bangsa Melayu. Hanya sebagian kecil penduduk Kelurahan Pulau Abang yang berasal dari etnis selain Melayu, seperti Flores, Buton, Minang dan Tionghoa. dan penduduk yang berasal dari etnis nonmelayu tersebut telah menyesuaikan diri dengan kebiasaan masyarakat
123
setempat. Bahasa yang mereka gunakan sehari-hari adalah bahasa IndonesiaMelayu sesuai dengan langgam (logat) daerah asal mereka. Pembauran antar etnis tersebut berlangsung secara ilmiah karena adanya hubungan yang saling menguntungkan, baik dalam bidang kehidupan ekonomi (kerjasama), sosial (terjadi assimilasi), kehidupan agama, dan kehidupan budaya (akulturasi) (Coremap 2006b; Sujianto dan Maulana 2002). Penduduk Kelurahan Pulau Abang terdiri dari etnis Melayu, Batak, Flores, Buton, Minangkabau, dan Tionghoa. Suku melayu merupakan etnis terbesar yaitu 88.78% dari total penduduk, Batak (0.36%), Flores (3.13%), Buton (2.68%), Padang (0.22%), dan Cina (4.83%). Penduduk pulau Abang mayoritas menganut agama Islam sebesar 96.57% (Pemko Batam 2005c). Berdasarkan hasil observasi di lapangan diperoleh informasi bahwa hubungan antar suku di daerah ini berlangsung harmonis dan damai, dengan jiwa dan semangat gotong royong (solidaritas) yang masih kuat, dan bahkan diantara beberapa keluarga nelayan ditemukan melakukan perkawinan antar suku, walaupun beda agama sebelumnya, seperti penduduk suku Melayu dengan Flores, dan Melayu dengan Tionghoa, yang telah berlangsung 2-3 generasi yang hidup di daerah pulaupulau kecil kawasan Barelang Propinsi Kepulauan Riau. Dalam suku Melayu tersebut terdapat suku asli, diantaranya adalah suku Laut. Di Kelurahan Pulau Abang suku laut bermukim di Pulau Abang Besar ada sebanyak 14 RTP. Secara historisnya suku Laut ini hidupnya diatas sampan dan berpindah-pindah dari satu pulau ke pulau yang lain. Dalam kegiatan hidup berpindah-pindah ini suku laut biasanya bersifat komunal (berkelompok) dengan jumlah sampan yang digunakan sekitar 15 buah. Kehidupan semacam ini terjadi karena mereka berusaha mencari dan mengejar ikan dalam kegiatan penangkapan.
Kehidupan seperti ini berlaku jika anak-anak dalam suatu
keluarga telah dewasa. Tetapi suku Laut yang ditemui di pulau Abang Besar telah menetap karena telah dimukimkan oleh Dinas Sosial-Pemko Batam. Berdasarkan hasil pengamatan di temukan perkampungan nelayan suku laut (Nopember 2006), beberapa permasalahan yang dihadapi suku Laut di daerah ini
adalah:
(1) sumberdaya manusia suku Laut sangat rendah
disebabkan tingkat pendidikan yang paling tinggi tidak tammat SD, dan bahkan sebagian besar anak-anak keluarga suku Laut tidak bersekolah, karena sarana pendidikan (SD) belum ada di pulau Abang Besar; (2) mereka mengalami kesulitan mendapatkan hasil tangkapan ikan akibat kerusakan ekosistem
124
terumbu karang dan mangrove, yang disebabkan dampak pembangunan industri dan bangunan gedung-gedung di sekitar pantai di kawasan Barelang yang begitu pesat perkembangannnya, sehingga terjadi erosi dan pencemaran perairan yang selama ini sebagai daerah penangkapan ikan; (3) mereka mengalami kesulitan hidup, akibat
sukarnya mendapatkan kebutuhan sembilan bahan pokok
(sembako) dan harganya sangat mahal akibat kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan larangan impor beras dan gula menyebabkan terjadi kelangkaan barang-barang kebutuhan di pulau-pulau kecil daerah hinterland dan perbatasan; antar Negara dan (4) kondisi perumahan mereka sangat memprihatinkan, kawasan kumuh rumahnya sebagian besar rusak (reyot) dengan beratap rumbia yang tidak layak huni. 4.7.2.2 Lembaga Sosial Masyarakat Lembaga-lembaga sosial secara kelembagaan (institutions) yang terdapat di Kelurahan Pulau Abang bersifat formal dan informal. Beberapa lembaga formal yang ada yaitu Lembaga Pemerintahan dengan Kantor kelurahan di pulau Abang Kecil, Lembaga Badan Perwakilan Masyarakat Desa (LBPMD), Karang Taruna, Kelompok Nelayan, Dewan Keluarga Masjid (DKM), dan Program Kesejahteraan Keluarga (PKK). Sedangkan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang bersifat informal terdiri atas: Kelompok arisan dan majelis taklim. Lembaga-lembaga sosial yang ada di Kelurahan Pulau Abang masih aktif sampai sekarang, seperti kantor kelurahan aktif memberikan pelayanan tugas administrasi pemerintahan dan pembangunan dengan 3 orang pegawai kelurahan 1 orang lurah dan 1 orang sekretaris lurah. LBPMD adalah lembaga perwakilan masyarakat di tingkat Kelurahan Pulau Abang, sedangkan Karang Taruna adalah lembaga sosial kepemudaan, yang menghimpun para pemuda untuk pembinaan olah raga dan kesenian di lingkungan masyarakat pesisir. Kelompok nelayan adalah perkumpulan para nelayan yang dibina oleh proyek Coremap DKP RI Kota Batam untuk berbagai kegiatan konservasi dan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dibutuhkan 2-3 kelompok di masingmasing pulau Abang, Air Saga, pulau Petong dan pulau Nguan. DKM adalah lembaga sosial keagamaan yang mengelola program pembinaan sarana dan prasarana ibadah di masjid Kelurahan Pulau Abang. Sedangkan PKK merupakan perkumpulan kaum perempuan atau ibu-ibu rumah tangga nelayan yang bergerak dalam pendidikan dan ketrampilan keluarga dalam pengembangan mata pencaharian alternatif (Coremap 2005a).
125
Lembaga sosial yang bersifat informal adalah kelompok arisan, dimana para ibu-ibu mengumpulkan dana dan menyerahkannya kepada para anggota arisan secara bergiliran dalam kurun waktu tertentu (ada yang seminggu, sebulan sekali). Lembaga arisan ini betujuan sebagai sarana menabung bagi keluarga masyarakat pesisir. Sedangkan majelis taklim adalah kelompok keagamaan Islam dan pengajian kaum ibu (perempuan) yang dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu, bertempat di langgar (musholla) atau tempatnya bergiliran dari rumah ke rumah keluarga
yang memiliki kemampuan ekonomi
yang relatif baik, dan mereka kelompok arisan ini mengundang guru agama (ustadzah atau mualim) berceramah agama.