4 4.1
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu
Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Kecamatan Kepulauan Seribu Utara memiliki luas wilayah daratan 565,90 ha dan luas wilayah perairan 3.554,25 km2. Pemerintahan dan pemukiman Kecamatan Kepulauan Seribu Utara memiliki tiga wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Harapan dan Kelurahan Pulau Kelapa. Luas wilayah Kelurahan Pulau Panggang 62,10 ha dengan batas-batasnya ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 1986/2000 tanggal 21 Juli 2000, tentang Pemecahan, Pembentukan, Penetapan Batas dan Nama Kelurahan di Kecamatan Kepulauan Seribu Wilayah Kotamadya Jakarta Utara Provinsi DKI Jakarta sebagai berikut: 1) Sebelah Utara : 05o41’41” – 05o45’45” LS; : 106o44’50” BT;
2) Sebelah Selatan
3) Sebelah Barat : 106o19’30” BT; 4) Sebelah Timur : 05o47’00” – 05o45’14” LS. Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 3 RW dan 21 RT, semuanya merupakan tempat pemukiman penduduk. Pulau Pramuka sendiri terdiri atas 2 RW dan 8 RT, serta terdapat kantor kabupaten, sekolah dan perkantoran lainnya. Penduduk Pulau Pramuka mayoritas bermatapencaharian sebagai pedagang, perkantoran dan persewaan dari pengembangan pariwisata berbasis masyarakat. Keadaan RT/RW tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Keadaan RT/RW di Pulau Panggang dan Pulau Pramuka RW 01 02
Jumlah RT
Keterangan Pulau Panggang bagian barat, lingkungan pemukiman penduduk Pulau Panggang bagian tengah, lingkungan pemukiman penduduk, sekolah dan puskesmas 03 7 Pulau Panggang bagian timur, lingkungan pemukiman penduduk, sekolah dan rumah dinas guru 04 4 Pulau Pramuka bagian utara, lingkungan pemukiman penduduk, gedung balai warga, rumah dinas, rumah sakit, penginapan, TPI serta perlindungan hutan dan pelestarian alam 05 4 Pulau Pramuka bagian selatan, lingkungan pemukiman penduduk, kabupaten, sekolah, asrama, gedung serba guna, penginapan, perhubungan dan DEPAG Sumber: Pemerintah Administrasi Kepulauan Seribu 2011 7 7
30
Kelurahan Pulau Panggang merupakan gugusan pulau-pulau yang terdiri dari 13 pulau, dimana 2 pulau diperuntukan sebagai pemukiman penduduk, yaitu Pulau Panggang dan Pulau Pramuka dan 6 pulau diperuntukkan sebagai tempat peristirahatan; sisanya untuk pariwisata, perlindungan hutan dan pelestarian alam, perkantoran, tempat pemakaman umum dan mercusuar. Masing-masing pulau beserta peruntukkan dan luas wilayahnya secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Luas pulau beserta peruntukkan di Kelurahan Pulau Panggang No. 1 2 3
Nama Pulau Pulau Opak Kecil Pulau Karang Bongkok Pulau Kotok Kecil
4 5 6 7
Pulau Kotok Besar Pulau Karang Congkak Pulau Gosong Pandan Pulau Semak Daun
8 9 10 11 12 13
Peruntukan Peristirahatan Peristirahatan Perlindungan hutan umum Pariwisata Peristirahatan Peristirahatan Perlindungan hutan dan pelestarian alam Pemukiman Perkantoran Pemukiman Peristirahatan Peristirahatan Mercusuar
Pulau Panggang Pulau Karya Pulau Pramuka Pulau Gosong Sekati Pulau Air Pulau Peniki Total Sumber: Pemerintah Kelurahan Pulau Panggang 2011
Luas (ha) 1,10 0,50
Persentase ( %) 1,77 0,81
1,30
2,09
20,75 0,60 0,00
33,41 0,97 0,00
0,75
1,21
9,00 6,00 16,00 0,20 2,90 3,00 62,10
14,49 9,66 25,77 0,32 4,67 4,83 100,00
Kedalaman laut di Kepulauan Seribu pada umumnya bervariasi antara 0-40 meter. Pulau Pramuka memiliki ketinggian 1 meter di atas permukaan laut dan suhu udara berkisar antara 27-32 oC. Arus permukaan laut pada Musim Barat dan Musim Timur memiliki kecepatan relatif sama, dengan kecepatan maksimum 0,5 m/detik. Gelombang laut pada Musim Barat berkisar antara 0,5-1,75 meter dan Musim Timur 0,5-1,0 meter. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh ITB Bandung pada tahun 2001, kondisi pasang surut di Kepulauan Seribu dapat dikategorikan sebagai harian tunggal.
Kedudukan air tertinggi dan terendah
adalah 0,6 dan 0,5 meter. Rata-rata tunggang air pada pasang perbani adalah 0,9 meter dan rata-rata tunggang air pada pasang mati adalah 0,2 meter (Pemerintah Administrasi Kepulauan Seribu 2011).
Kondisi lingkungan perairan sangat
memengaruhi kelangsungan hidup biota perairan tersebut.
Berikut (Tabel 8)
merupakan parameter fisika dan kimia perairan di Pulau Pramuka berdasarkan
31
hasil studi terakhir yang dilakukan antara lain oleh Andono (2004), Dwindaru (2010) dan Apramilda (2011). Tabel 8 Kondisi parameter fisika-kimia perairan Pulau Pramuka Tahun penelitian Parameter Fisika Suhu (oC) Kedalaman (cm) Kecerahan (%) Parameter Kimia Salinitas (PSU) pH DO (mg/l) Nitrat (mg/l) Orthofosfat (mg/l)
2004
2010
2011
29-31 -
29 55-102 100
29-31 31-95 100
30-31 7,2-7,6 6,90-7,40 0,072-0,092 0,002-0,006
28-31 8 9,33-10,55 0,031-0,072 < 0,001
27-30 7,5-8,0 9,64 0,088-0,249 0,018-0,041
Sumber: Andono (2004), Dwindaru (2010) dan Apramilda (2011) Keterangan: - = tidak ada data pada pustaka
4.2
Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kepulauan Seribu merupakan wilayah kepulauan dengan luas laut sebesar
11,8 km2, menyimpan kekayaan sumberdaya alam laut yang sangat besar namun belum dimanfaatkan secara optimal. Pemerintah Administrasi Kepulauan Seribu (2011) melaporkan bahwa armada (1.367 kapal perikanan) yang dipergunakan masih sederhana dengan ukuran relatif kecil dan perlengkapan sederhana, misalnya alat tangkap jaring (1.394 buah) dengan jumlah nelayan tangkap sebanyak 4.880 orang. Rumah singgah ikan (fish shelter) disediakan sebanyak 527 buah agar ikan berkumpul di tempat yang ditentukan. Keadaan umum perikanan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Keadaan umum perikanan Kepulauan Seribu No. Uraian 1 Nelayan budidaya ikan laut dan rumput laut (orang) 2 Nelayan penangkap ikan laut (orang) 3 Jumlah fish shelter (buah) 4 Jumlah kapal perikanan (kapal) 5 Alat tangkap jaring (buah) 6 Rata-rata terumbu karang (persen) 7 Transplantasi karang (unit) Sumber: Pemerintah Administrasi Kepulauan Seribu 2011 Keterangan: - = tidak ada data pada pustaka
2009
2010
2011
632
521
250
362 33,40 -
4.880 362 1.367 1.354 33,60 5.476
4.880 527 1.367 1.394 40,00 8.119
32
Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010) menambahkan data statistik mengenai alat tangkap. Total alat tangkap yang terdata di Provinsi DKI Jakarta adalah 11 jenis, 5 diantaranya ditemukan pula di Kepulauan Seribu. Namun dari 5 alat tangkap tersebut, hanya 1 yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan pada habitat padang lamun di perairan Pulau Pramuka, yaitu jenis jaring insang yang disebut jaring tangsi. Statistik alat tangkap ini disajikan lebih jelas pada Tabel 10. Tabel 10 Statistik alat tangkap Provinsi DKI Jakarta dan Kepulauan Seribu No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Alat Tangkap DKI Jakarta Payang (termasuk lampara) Dogol (termasuk lampara dasar, cantrang) Pukat cincin Jaring insang hanyut Bagan perahu/rakit Rawai tuna Pancing cumi Pancing lainnya Bubu (termasuk bubu ambal) Muroami Garpu, tombak dan lain-lain
Kepulauan Seribu Payang Jaring insang Bagan Pancing lainnya Bubu Muroami Garpu, tombak dan lain-lain
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010 Keterangan: - = tidak ada data pada pustaka
Data jenis sumberdaya ikan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010) menunjukkan bahwa di Provinsi DKI Jakarta terdapat 105 jenis ikan, baik pelagis maupun demersal. Namun, hanya 27 jenis ikan yang produksinya tercatat pada tahun 2010 di Kepulauan Seribu dan 4 jenis khususnya pada habitat padang lamun perairan Pulau Pramuka, yaitu ikan cendro, lencam, baronang dan kerapu (Lampiran 4). Pemerintah administrasi Kepulauan Seribu (2011) menjelaskan bahwa pada tahun 2010 hasil produksi perikanan yang berasal dari tangkapan ikan laut di Kepulauan Seribu sebanyak 964 ton dan dari budidaya ikan laut sebesar 1.041 ton.
Produksi ikan laut perlu lebih ditingkatkan terutama dari hasil
budidaya.
Hal ini dapat dicapai karena meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya pengembangan produk perikanan dan kelautan.
Hasil
sampingan dari penangkapan ikan laut yaitu ikan hias laut sebanyak 631.219 ekor. Sayangnya produksi budidaya rumput laut semakin menurun, hingga di tahun
33
2010 menjadi 370,32 ton kering. Kondisi ini disebabkan oleh kurang baiknya pengelolaannya dan kualitas air laut yang semakin rendah karena sering tercemar buangan limbah. Salah satu kendala pengembangan potensi sektor perikanan laut yaitu minimnya pelabuhan pendaratan ikan (PPI) dan hanya ada satu tempat pelelangan ikan di Pulau Pramuka, sehingga nelayan lebih memilih mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Muara Angke.
4.3
Unit Penangkapan Ikan pada Habitat Padang Lamun Padang lamun dapat ditemukan di sebagian besar perairan pulau dalam
kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seperti Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Kelapa dan Pulau Harapan. Padang lamun yang ditemukan di Pulau Pramuka tersebar di beberapa transek (Lampiran 1) berdasarkan pengukuran Laboratorium Hidrologi, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Transek-transek tersebut yaitu transek I pada koordinat 05º44'45,4" LS dan 106º36'55,1" BT dengan arah kompas 102º (Timur-Selatan) serta transek II pada koordinat 05º44'39" LS dan 106º36'57,3" dengan arah kompas 102º (Timur-Selatan). Data unit penangkapan ikan pada padang lamun di perairan Pulau Pramuka didapatkan melalui kuesioner, yaitu wawancara terhadap nelayan yang melakukan penangkapan ikan di daerah tersebut. Responden yang terkumpul sebanyak 13 orang nelayan, 3 orang dari Pulau Pramuka dan 10 orang lainnya dari Pulau Panggang. Nelayan Pulau Panggang juga dijadikan responden karena mereka melakukan penangkapan pada padang lamun di Pulau Pramuka. Alat tangkap yang dapat digunakan di padang lamun yaitu jaring insang, bubu, pukat udang berangka (beam trawl), jermal bahkan di Pulau Panggang ada yang menggunakan tombak (speargun). Namun, hasil wawancara menunjukkan bahwa semua nelayan menggunakan alat tangkap gillnet dan dominan kapal motor untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan pada habitat padang lamun perairan Pulau Pramuka. Penelitian ini dilakukan bersama salah satu nelayan pemilik alat tangkap set gillnet dan status nelayannya adalah nelayan utama (Gambar 8).
34
Gambar 8 Nelayan yang menangkap ikan di lokasi penelitian
Kapal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kapal kayu berbentuk sampan dengan panjang 3 meter, lebar 1 meter dan dalamnya 0,5 meter serta tenaga penggerak berupa dayung. Kapal sebagai alat transportasi menuju daerah penangkapan ikan (fishing ground) tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Kapal yang digunakan pada penelitian
Alat tangkap yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jaring insang tetap (set gillnet). Konstruksi alat tangkap ini dapat dilihat pada Gambar 10.
35
Gambar 10 Konstruksi alat tangkap set gillnet
Alat tangkap set gillnet yang sebenarnya memiliki panjang per piece 15 meter, lebar 1 meter dan ukuran mesh size 1,5 inci serta bahan pembuatan jaring adalah nilon 8 lbs 0,30 mm. Alat tangkap tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Alat tangkap yang digunakan pada penelitian
4.4
Keadaan Lamun di Pulau Pramuka Penelitian Apramilda (2011) pada perairan Pulau Pramuka menemukan 6
spesies lamun yang termasuk dalam 2 famili, yaitu Hydrocharitaceae dan
36
Cymodoceae. Keenam spesies tersebut adalah Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis dan Halodule pinifolia. Nilai persentase penutupan lamun dari transek garis 1 sampai transek garis 3 memiliki nilai yang berbeda-beda.
Thalassia hemprichii
merupakan jenis yang memiliki nilai persentase penutupan yang paling besar dari semua jenis yang teramati di Pulau Pramuka.
Berikut merupakan persentase
penutupan lamun di Pulau Pramuka (Tabel 11). Tabel 11 Rata-rata persentase penutupan setiap jenis lamun di Pulau Pramuka No. Jenis Lamun 1 Thalassia hemprichii 2 Cymodocea rotundata
LT1 ( %) LT2 ( %) LT3 ( %) 18,68 11,07 11,43 3,02
2,16
1,82
13,50
7,61
9,70
3
Cymodocea serrulata
4
Enhalus acoroides
2,43
3,93
6,67
5
Halodule uninervis
1,02
6
Halodule pinifolia
2,00
2,05
1,97
39,64
27,84
31,58
Total Sumber: Apramilda 2011 Keterangan: - = tidak ada data pada pustaka
Keberadaan keenam spesies tersebut tidak merata dan tidak semuanya terdapat pada setiap transek garis. Ada 5 spesies lamun yang dapat ditemukan di semua stasiun pengamatan yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides dan Halodule pinifolia sedangkan spesies lamun Halodule uninervis hanya ditemukan pada transek garis 2. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Apramilda (2011) menunjukkan terdapat perbedaan komposisi jenis lamun pada ketiga transek garis yang ditandai dengan penyebaran jenis lamun yang tidak merata.
Dwindaru (2010) menambahkan
secara umum komposisi komunitas lamun di Pulau Pramuka termasuk kriteria miskin dengan rata-rata penutupan 22,38 % serta komposisi jenis dan frekuensi terbesar yaitu Thalassia hemprichii sebesar 7,27 %. Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti kandungan nutrien pada substrat yang tidak merata sehingga lamun hanya tumbuh pada titik-titik tertentu, kemudian arah dan kecepatan arus memengaruhi keberadaan beberapa jenis lamun.
37
4.5
Struktur Komunitas Plankton di Perairan Pulau Pramuka Komposisi fitoplankton yang dijumpai di perairan Pulau Pramuka pada
pengamatan bulan Oktober, November dan Desember 2004 yang dilakukan oleh Asmara (2005) terdiri dari 3 kelas, yaitu Bacillariophyceae (25 jenis), Dinophyceae (5 jenis) dan Cyanophyceae (1 jenis). Kelas Baciilariophyceae yang sering dijumpai pada setiap pengamatan memiliki kelimpahan yang relatif tinggi adalah Nitzschia sp. dan Fragillaria sp. Kelas Dinophyceae yang sering dijumpai adalah dari jenis Peridinium sp. dan dari kelas Cyanophyceae yang sering dijumpai adalah dari jenis Tricodesmium sp. Tabel 12 menunjukkan kelimpahan fitoplankton pada masing-masing stasiun. Tabel 12 Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) di perairan Pulau Pramuka Oktober November Desember Stasiun Jumlah Jumlah Jumlah Kelimpahan Kelimpahan Kelimpahan Jenis Jenis Jenis 1 15 17100 20 74700 14 104400 2 17 305100 10 51900 16 137700 3 17 65700 17 116400 16 180600 4 12 70200 12 27000 9 51300 5 20 46500 17 21000 14 40500 6 17 102600 14 64500 12 90900 Sumber: Asmara 2005
Komposisi zooplankton yang dijumpai terdiri dari 5 kelas, yaitu Ciliata (4 jenis), Crustacea (4 jenis), Sagittoidea (1 jenis), Sarcodina (1 jenis) dan Polychaeta (1 jenis). Semua jenis zooplankton ditemukan merata di tiap kelasnya seperti yang disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Kelimpahan zooplankton (ind/m3) di perairan Pulau Pramuka Oktober November Desember Stasiun Jumlah Jumlah Jumlah Kelimpahan Kelimpahan Kelimpahan Jenis Jenis Jenis 1 3 2100 4 2700 6 8400 2 5 3300 5 1800 5 5400 3 6 5400 5 3600 5 3300 4 3 2700 4 8700 3 1800 5 4 4500 6 3600 3 2700 6 6 5700 6 5100 6 10800 Sumber: Asmara 2005