BAB 3
METODE PERANCANGAN
3.1 Data Proyek 3.1.1 Analisa Makro Bangunan dan Lingkungan Gedung Komunitas Salihara terletak di Jl. Salihara No. 16 Jakarta Selatan. Gambar 3.1 Peta Provinsi DKI Jakarta
Sumber : www. gambarpetajakarta.blogspot.com 75
76
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) merupakan Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak di bagian Barat Pulau Jawa. Secara administratif, Provinsi DKI Jakarta terletak di antara Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat. DKI Jakarta sendiri terbagi atas 5 wilayah kota Administratif, yaitu Kota administrasi Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Kota administrasi Jakarta Timur, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Di sebelah utara berbatasan Laut Jawa dengan pantai sepanjang lebih kurang 35 km, di mana bermuara 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Sementara itu di sebelah barat berbatasan dengan kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang. Provinsi DKI Jakarta termasuk dataran rendah yang lebarnya sekitar 40 km. Secara geologis, seluruh dataran terdiri dari endapan pleistocene yang terdapat pada lebih kurang 50 m di bawah permukaan tanah. Bagian selatan terdiri dari lapisan alluvial, sedangkan dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10km. Pada umumnya, keadaan kota Jakarta termasuk pada iklim panas. Suhu maksimum berkisar antar 32,7°C - 34,°C pada siang hari dan suhu udara minimum berkisar 23,8°C -25,4°C pada malam hari. Rata-rata curah hujan sepanjang tahun 237.96 mm, selama periode 2002 – 2006 curah hujan terendah sebesar 122,0 mm terjadi pada tahun 2002 dan tertinggi sebesar 267,4 mm terjadi pada tahun 2005, dengan tingkat kelembaban udara mencapai 73,0 - 78,0 persen dan kecepatan angin rata-rata mencapai 2,2 m/detik - 2,5 m/detik. Jakarta Selatan merupakan salah satu kota administratif Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Di sebelah utara, Jakarta Selatan berbatasan dengan Jakarta Baratdan Jakarta Pusat. Di sebelah timur berbatasan dengan Jakarta Timur. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok, dan sebelah barat dengan Kota Tangerang Selatan.
77
Gambar 3.2 Denah Lokasi Gedung Komunitas Salihara
Sumber: www.salihara.org
Gedung Komunitas Salihara yang terletak di jalan Salihara berada dalam wilayah Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kecamatan Pasar Minggu sendiri terletak di Jakarta Selatan. Batas kecamatan di sebelah timur dengan Kali Ciliwung / Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur, sebelah utara dengan Kecamatan Mampang Prapatan dan Pancoran, sebelah barat dengan Kecamatan Cilandak dan sebelah selatan dengan Kecamatan Jagakarsa. Letak gedung sendiri sebenarnya cukup strategis. Berada tidak jauh dari Terminal Pasar Minggu dan Stasiun kereta Api Pasar Minggu, gedung ini dapat diakses dengan berbagai moda trasportasi umum maupun pribadi. Akses yang dapat dilalui untuk mencapai Gedung Komunitas Salihara antara lain adalah sebagai berikut: 1. Angkutan Umum Terdapat berbagai macam kendaraan umum, mulai dari Kopaja, Metro Mini (nomor 75 jursan Blok M – Pasar Minggu) dan beberapa mikrolet. Jika melalui jalur ini
78
maka harus sedikit berjalan kaki setelah berhenti di depan jalan Salihara untuk menuju kompleks komunitas Salihara. 2. Kereta Api Stasiun kereta api Pasar Minggu berada tepat bersebrangan dengan Terminal Pasar Minggu. Dari sana perjalana dapat dilanjutkan menggunakan angkutan umum, seperti mikrolet atau metro mini menuju muka jalan Salihara. 3. Bus Trans Jakarta Bila menggunakan moda transportasi Bus Transjakarta, kita dapat menempuh jalur hingga berhenti di halte Jati Padang. Setelah itu perjalanan dilanjutkan menggunakan metro mini 75 atau kopaja hingga sampai di depan Balai (gedung disamping Jalan Salihara). 4. Kendaraan Pribadi Untuk akses dengan kendaraan pribadi, dapat melalui rute arah Mampang, lalu melalui SMAN 28 hingga masuk ke jalan Salihara yang berada di sisikiri jalan. Selain itu, akses juga dapat ditempuh melalui arah Pancoran- Pasar Minggu. Setelah melalui Terminal, lanjutkan perjalanan hingga menemui Gedung Balai Rakyat yang berada persis di samping Jalan Salihara. Jalan Salihara sendiri berada di sebelah kanan Jalan.
79
3.1.2Analisa Mikro Bangunan dan Lingkungan Gambar 3.3 Gedung Komunitas Salihara
Sumber: Siti, 2014
Perencanaan Komunitas Seni Budaya Interaktif Priangan ini mengambil lokasi pada kompleks Komunitas Salihara. Kompleks Gedung Komunitas Salihara merupakan gedung yang menempati area seluas 3.200 m2. Kompleks ini sendiri memiliki tiga buah gedung, yaitu gedung perkantoran, Gedung Galeri Seni, dan Gedung Teater. Arsitekturnya sendiri berkonsep Urban Modern. Adapun batas – batas wilayah bangunan gedung yaitu: 1. Batas Timur
:
Berbatasan dengan Jl. Mawar.
2. Batas Barat
:
Berbatasan dengan Jl. Salihara
3. Batas Utara
:
Berbatasan dengan rumah warga
4. Batas Selatan :
Berbatasan dengan rumah warga di mana sisi jalan sebelah
Selatan merupakan Jl Ragunan
80
Berikut disajikan denah bangunan Gedung Komunitas Salihara.
Gambar 3.4 Denah Lantai Basement
Sumber : Komunitas Salihara
Pada basement gedung ini dibuat ruang genset dan ruang panel. Fungsinya ialah untuk mengurangi efek kebisingan pada area lainnya. Untuk akses ke lantai ini terdapat lift dan juga tangga untuk menuju ke lantai selanjutnya.
Gambar 3.5 Denah Lantai Dasar
Sumber : Komunitas Salihara
81
Pada lantai satu terdapat pusat kegiatan di mana terdapat akses utama ke semua lantai dan semua gedung. Terdapat tangga dan ramp juga untuk menuju lantai atas (galeri dan kantor), Selain itu juga terdapat lift untuk ke gedung kantor.Untuk jalur masuk barang dan evakuasi, terdapat dua jalur utama, yaitu masuk pengunjung ke gedung – gedung galeri dan teater. Selain itu dapat juga diakses melalui jalan belakang, yaitu sirkulasi kendaraan masuk dan keluar gedung melalui sisi barat gedung.
Gambar 3.6 Denah Lantai Dua
Sumber : Komunitas Salihara
Lantai Dua gedung ini terpisah pada akses utama, yaitu menuju gedung oval (galeri) dan gedung perkantoran. Aksesnya ada yang melalui tangga dan dapat pula dicapai menggunakan lift melalui bagian selatan gedung.
82
Gambar 3.7 Denah Lantai Tiga
Sumber : Komunitas Salihara
Akses pada lantai tiga gedung kantor ini dapat dicapai melalui tangga dan lift. Sebagian besar bagian sisi gedung menggunakan material kaca dan ditutup jalusi GRC sehingga tidak perlu khawatir dengan pencahayaan alami yang cukup optimal pada gedung ini. Sementara itu pada gedung Teater terdapat area kecil yang dapat digunakan sebagai ruang kontrol maupun ruang rias tambahan.
Gambar 3.8 Denah Lantai Empat
Sumber : Komunitas Salihara
83
Lantai empat merupakan lantai paling atas dari bangunan ini. Terdapat di area Gedung Kantor, lantai ini memiliki akses yang cukup minim. Dapat diakses melalui lift maupun tangga dari rooftop (teater atap. Sementara itu secara keseluruhan akses dari sisi kanan menuju sisi kiri bangunan gedung kantor sendiri pun kurang leluasa diakibatkan adanya void langsung ke arah taman kecil yang letaknya tepat berada di tengah gedung kantor.
3.2 Studi Aktivitas Manusia 3.2.1 Kategori Pengguna Gedung Komunitas Seni Budaya Interaktif Priangan merupakan sarana atau wadah bagi kegiatan berkesenian, baik bagi Komunitas Seni Budaya Interaktif Priangan sendiri maupun masyarakat luas. Pengguna gedung ini meliputi beberapa kelompok. Berikut dijabarkan beserta diagram aktivitasnya secara umum. a. Pengunjung Eksternal Merupakan pengunjung yang datang untuk menyaksikan pertunjukan atau mengadakan acara tertentu di gedung Komunitas Salihara. Pengunjung eksternal datang tidak rutin, bisa hanya saat tertentu saja.
Bagan 3.1 Diagram Aktivitas Pengunjung Eksternal BERSANTAI (MINGLE)
MENUNGGU MENONTON DATANG
MEMBELI TIKET
PERTUNJUKAN BERBELANJA
PULANG
Sumber: Siti, 2014
b. Pengunjung Internal Merupakan pengunjung rutin yang datang ke Gedung Komunitas Salihara untuk berlatih kesenian atau mereka adalah anggota komunitas tidak tetap (pasif). Anggota tidak tetap
84
bisa datang rutin, misalnya sebulan sekali untuk hadir dalam diskusi atau latihan tertentu.
Bagan 3.2 Diagram Aktivitas Pengunjung Internal
BERLATIH BERDISKUSI
DATANG
PULANG
BERSANTAI (MINGLE)
Sumber: Siti, 2014
c. Penyewa Gedung/ Penampil Mereka ialah pihak yang menyewa gedung, biasanya dalam rangka menyelenggarakan pertunjukan tertentu.
Bagan 3.3 Diagram Aktivitas Penampil
LOADING BARANG
DEKORASI
PULANG MERIAS DIRI
MASUK REHARSAL
PERFORM DATANG
EVALUASI
LOADING BARANG MASUK
Sumber: Siti, 2014
d. Pengelola Merupakan pihak internal gedung yang mengelola, mengatur, dan memiliki gedung. Yang termasuk di dalam kategori ini ialah pengurus komunitas, pihak manajemen, dan pegawai/karyawan gedung.
85
Bagan 3.5 Diagram Aktivitas Pengelola
RAPAT INTERNAL DATANG
MEETING DG KLIEN
PULANG
BEKERJA
Sumber: Siti, 2014
3.3 Studi Fasilitas Ruang 3.3.1 Program Aktivitas dan Fasilitas
Selain data pengguna, dalam perancangan juga dibutuhkan kategori yang jelas untuk zona – zona tertentu. Kategori zona ini akan mempengaruhi akses dan organisasi ruang. Lebih jauh lagi, kategori zona ini berfungsi mendefinisikan area yang memerlukan perlakuan khusus, baik karena fungsi, letak, maupun kebutuhannya, yang mana selanjutnya disebut Ruang Khusus dalam perancangan. Kategori zona yang dimaksud ialah sebagai berikut:
a. Zona Publik Zona ini mewadahi kegiatan publik secara umum, di mana aktivitas yang dilakukan di sana merupakan kegiatan yang bebas dengan akses yang lebih bebas pula. Zona ini dapat diakses maupun digunakan oleh semua kategori pengguna. b. Zona Semi publik Kegiatan pada zona ini pun tidak jauh berbeda dengan zona publik, hanya saja kegiatan yang dilakukan lebih jelas mengacu pada tujuan tertentu, misalnya pada area perpustakaan atau lounge. c. Zona Semi Privat Zona semi privat, sebagaimana kategorinya, merupakan zona antara privat dan semi publik. Zona ini dapat dicapai oleh kategori pengunjung tetap ataupun pengelola.
86
d. Zona Privat Zona privat pada perancangan ini khusus ditujukan untuk pengelola, di mana penggunanya terbatas dengan fungsi yang tetap. e. Zona Servis Zona servis diperuntukan bagi ruang – ruang untuk memenuhi kebutuhan servis pengguna seperti toilet dan dapur/pantry.
Berdasarkan gambaran kegiatan secara umum dari para pengguna gedung, berikut adalah breakdown dari aktivitas dan fasilitas yang ada pada Komunitas Seni Budaya Interaktif Priangan secara umum.
87
Tabel 3.1 Data Aktivitas dan Fasilitas Pengguna
Sumber : Siti.2014
88
Berdasarkan data aktivitas dan fasilitas,
diperoleh besar ruang semi publik
merupakan area dengan kebutuhan luas terbesar dengan akses umum (seluruh kategori pengguna /user) yaitu 43.9% dari keseluruhan area yang ada. Oleh karena ruang khusus dalam perancagan akan mengambil salah satu dari ruangan di area semi publik ini. Alasannya ialah selain intensitas kegiatan publik yang cukup tinggi, juga didasari kebutuhan perlakuan/treatment khusus sehingga area ini menjadi menarik untuk diolah.
3.3.2 Area Discussion Lounge
Dalam Komunitas Seni Budaya Interaktif Priangan, kegiatan interaksi menjadi sebuah hal penting dan membangun komunikasi sesama anggota dan masyarakat yang memiliki interes pada kesenian Sunda. Dalam jangka panjang, kegiatan diskusi ini dapat menjadi media regenerasi budaya dalam bentuk yang sederhana. Area Discussion Lounge merupakan ruang yang dirasa tepat untuk mewadahi kegiatan tersebut. Area semi publik ini dapat digunakan oleh semua kalangan dari kategori pengguna bangunan.
Adapun alternatif layout yang terpilih untuk Area
Discussion Lounge ini ditampilkan pada gambar berikut:
Gambar 3.9 Layout Ruang Discussion Lounge
Sumber : Siti, 2014
89
Ruang Discussion Lounge ini terletak pada Gedung Kantor denah existing. Pemilihan denah ruang ini didasarkan kepada jalur akses melalui tangga utama, bangunan Galeri serta lift. Unsur pencahayaan dan penghawaan alami pada ruang ini terpenuhi melalui penggunaan dinding kaca pada sebagian besar ruangan. Selain itu area yang tidak terlalu besar diretas melalui leveling. Untuk itu pengaturan furnitur di dalamnya lebih bersifat modular dan fleksibel. Area Discussion Lounge di bagian bawah dimaksimalkan untuk penggunaan kelompok besar dengan jumlah minimal kelompok sebanyak 7 orang, sementara pada mezanin diperuntukkan bagi diskusi dengan kelompok kecil dan lebih santai. Sewaktu – waktu bila akan ada screening film dapat memanfaatkan leveling ini, dengan seluruh penonton mengarah ke dinding sebelah timur.
3.3.3 Analisa Data Pemakai A. Analisa Kegiatan Ruang Discussion Lounge merupakan ruang semi publik di mana terdapat beberapa kegiatan khusus yang tidak terdapat pada ruang lain. Pemakai area ini yaitu kategori pengunjung, baik pengunjung internal maupun eksternal. Rentang usia pengunjung yang datang tersebut ialah mulai usia sekolah (16-18 tahun), mahasiswa (19-25 tahun), dan profesional serta masyarakat umum (di atas 35 tahun). Observasi khusus untuk kegiatan diskusi ini dilakukan di Komunitas Salihara, di mana lokasi ini juga diambil menjadi sampel bangunan yang digunakan. Berdasarkan pada observasi kegiatan diskusi di Salihara tersebut, berbagai kegiatan yang terjadi di area discussion lounge biasanya terdiri atas: •
Diskusi Besar – Formal Melibatkan audiensi dalam jumlah besar dengan pembicara tertentu. Diskusi ini berlangsung sekitar 1-3 jam lamanya, maembahas berbagai topik utama yang diangkat dan biasanya bernafas ilmiah.
90
Gambar 3.10 Diskusi Besar dalam bentuk formal di Salihara
Sumber : www. salihara.org
•
Forum/Diskusi Kecil – Formal Audiensi yang hadir tidak banyak, namun topik yang dibahas cukup formal, misalnya pada diskusi “ Indonesia dilihat dari Timur”- November 2013. Durasi diskusi ini sekitar 1-3 jam. Gambar 3.11 Diskusi kecil dan formal di Salihara
Sumber : www. fokusriau.com
91
•
Diskusi Kecil – Santai Diskusi santai dengan peserta 3-7 orang dengan durasi waktu sangat singkat (sekitar 30 menit) hingga sangat lama (4-5 jam) dengan atau pun tanpa jeda. Gambar 3.12 Diskusi Santai dalam kelompok kecil
Sumber : www.flicker.com •
Kuliah Umum dan Screening Di sini menghadirkan narasumber khusus dengan sesi tanya jawab. Lamanya antara 1-2 jam saja karena lebih bersifat menyampaikan dari pada bertukar informasi yang interakitf. Gambar 3.13 Kuliah Umum Salihara
Sumber : www. news.indonesiakreatif.net
92
•
Jam session Dilakukan oleh mereka yang memiliki interes khusus, baik seni musik tari, maupun teater dan sastra. Indentiknya memang jam session ini dengan sesi bermain musik secara improvisasi namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dilakukan untuk saling menjalin komunikasi maupun bertukar pengetahuan di bidang seni masing – masing. Gambar 3.15 Music Jam
Sumber : www. butikmusik.com Untuk aktivitas pengguna, berikut diidentifikasi berbagai kemungkinan aktivitas yang dilakukan para pengunjung pada area discussion lounge:
Tabel 3.2 Daftar Aktivitas di ruang discussion lounge No
KEGIATAN
FASILITAS
1
Meeting di Lounge
Stool dan/atau
2
Menunggu
kursi
3
Bertukar pikiran dan berdiskusi
4
Berinteraksi sesama anggota komunitas
5
Presentasi
6
Screening Film
7
Membuang sampah
Trash Can
8
Membaca Buku / majalah/ koran
Magazine Holder
9
Minum Kopi / The
Coffee table
93
10
Menikmati kudapan (makanan kecil)
11
Membawa perlengkapan penunjang/ Gadget handphone)
(laptop, tab,
Coffee dan
table Power
socket/steker 12
Mengisi listrik pada gadget (charging)
Power
13
Jam Session
socket/steker
14
Merokok
Ashtray
Sumber : Siti, 2014
Jenis furnitur, khususnya kursi yang digunakan pada kegiatan di atas meliputi jenis dining chair dan / atau easy chair yang disertai sofa.
B. Analisa Aktivitas Pengguna Dalam melakukan aktivitas diskusi, terdapat kecenderungan - kecenderungan aktivitas pada individu / subjek yang beraktivitas. Adapun kecenderungan yang dimaksud ialah sebagai berikut:
a. Duduk bersandar, berpindah posisi. Biasanya dilakukan untuk mengubah posisi agar lebih terasa nyaman, mendapat posisi pandang yang baik, atau gerak refleks. Gerak refleks di sini berarti setiap subjek melakukan gerakan dalam orientasi tersebut di atas di antara spontanitas yang tidak direncanakan.Gerak tersebut antara lain: •
Crossing Leg atau bertumpu kaki, untuk melepas tegang otot pada pangkal paha maupun lipatan dalam lutu. Biasanya dilakukan pada subjek yang duduk pada jenis dining chair (dengan ketinggian antara 42-45 cm). Sementara pada subjek yang duduk di ketinggian kursi lebih rendah dari pada itu jarang melakukan crossing leg ini.
94
•
Crossing hand, menyilangkan lengan di dada, biasanya dilakukan pada subjek dengan durasi fokus yang cukup lama dan duduk pada posisi yang cukup tegak (95-105 derajat).
•
Landing Hand, meletakkan salah satu lengan pada sandaran kursi. Hal ini biasanya dilakukan untu melepas kejenuhan crossing hand atau membuat variasi pada sikap duduk untuk melepaskan ketegangan otot lengan.
b. Duduk sambil menggunakan gadget Dalam beberapa kasus, ada pula subjek diskusi yang selanjutnya melakukan aktivitas tersebut di atas sembari menggunakan gadget. Berikut ialah beberapa posisi duduk saat melakukan aktivitas sambil menggunakan gadget.
Gambar 3.15 Posisi – Posisi saat menggunakan Gadget
Sumber: www.citizenjurnalism.com
95
c. Duduk komunal, atau duduk berkelompok yang memungkinkan terjalinnya interaksi di antara subjek – subjek diskusi (para peserta diskusi). Duduk dengan tipe ini memudahkan para peserta berinteraksi dan bertukar informasi, membangun keakraban dan meretas suasana tegang/kaku. d. Frequently sit and
stand, merujuk kepada kuliah umum, diskusi formal atau jam
session. Para peserta diskusi kerap kali berdiri, misalnya untuk bertanya, menyampaikan sesuatu (dianggap lebih sopan bila berdiri). Demikian pula bagi narasumber, mungkin akan mendemonstrasikan atau memperagakan sesuatu. Dapat pula pada saat narasumber harus menyampaikan presentasi maka biasanya akan ada dalam posisi ini.
3.3.4 Aturan Ruang dan Interaksi Aktivitas sosial dapat diartikan sebagai kegiatan yang membutuhkan kehadiran orang lain (Zhang dan Lawson, 2009 dalam “Ikhtisar Materi” oleh Johannes.2012). Kegiatan ini dapat berupa perbincangan santai di pinggir jalan, bertatap muka maupun kegiatan anak-anak bermain di taman kota. Penanganan ruang publik yang kreatif dapat mendukung terbentuknya aktivitas sosial antara orang-orang yang tidak saling mengenal sebelumnya. Adanya pementasan kesenian di taman kota dapat menjadi contoh. Kegiatan-kegiatan kreatif yang diselenggarakan di ruang-ruang terbuka (baik yang bertujuan komersial maupun non-komersial) dapat mendorong warga untuk saling berbincang atau sekedar saling mengomentari kegiatan kreatif tersebut, demikian juga dengan pemasangan karya seni instalasi di ruang publik. Gambar 3.16 Pertunjukan Kesenian mengundang Interaksi Sosial
Sumber : www.kedirikab.go.id
96
Carr dalam Carmona, et al (2003) dalam Johannes keterlibatan
pasif
(passiveengagement)
dan
aktif
mengemukakan adanya
(activeengagement)
dalam
pemanfaatan ruang publik. Kedua bentuk pengalaman ini terjadi sebagai akibat adanya proses interaksi tersebut, dimana pengguna ruang publik dapat melakukan interaksi dengan cara yang berbeda. Ruang sebagai wadah harus mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi terpenuhinya syarat interaksi, yaitu memberi peluang bagi terjadinya kontak dan komunikasi sosial. Interaksi sosial dapat terjadi dalam bentuk aktivitas yang pasif seperti sekedar duduk menikmati suasana atau mengamati situasi dan dapat pula terjadi secara aktif dengan berbincang bersama orang lain membicarakan suatu topik atau bahkan melakukan kegiatan bersama. (Johannes.2012) Berdasarkan pelingkupannya (Carmona, et al. 2003:111), ruang publik dapat dibagi menjadi beberapa tipologi antara lain : •
External public space. Ruang publik jenis ini biasanya berbentuk ruang luar yang dapat diakses oleh semua orang (publik) seperti taman kota, alun-alun, jalur pejalan kaki, dan lain sebagainya.
•
Internal public space. Ruang publik jenis ini berupa fasilitas umum yang dikelola pemerintah dan dapat diakses oleh warga secara bebas tanpa ada batasan tertentu, seperti kantor pos, kantor polisi, rumah sakit dan pusat pelayanan warga lainnya.
•
External and internal “quasi” public space. Ruang publik jenis ini berupa fasilitas umum yang biasanya dikelola oleh sektor privat dan ada batasan atau aturan yang harus dipatuhi warga, seperti mall, diskotik, restoran dan lain sebagainya. Carmona, et al. 2003. Public places – urban spaces, the dimension of urban design. Architectural press. (Johannes.2012) Menurut Hall dalam “The Hidden Dimension” (1982) dalam situasi sosial orang cenderung menggunakan empat macam jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik.
a. Jarak Intim (sekitar 0–45 cm) Dalam jarak intim terjadi keterlibatan intensif panca indera dengan tubuh orang lain. Contohnya dua orang yang melakukan olahraga jarak dekat, seperti sumo dan gulat.
97
Apabila seseorang terpaksa berada dalam jarak intim, seperti di dalam bus atau kereta api yang penuh sesak, ia akan berusaha sebisa mungkin menghindari kontak tubuh dan kontak pandangan mata dengan orang di sekitarnya.
b.
Jarak Pribadi (sekitar 45 cm–1,22 m) Jarak pribadi cenderung dijumpai dalam interaksi antara orang yang berhubungan dekat, seperti suami isteri atau ibu dan anak.
c. Jarak Sosial (sekitar 1,22 m–3,66 m) Dengan jarak sosial orang yang berinteraksi dapat berbicara secara wajar dan tidak saling menyentuh. Contohnya interaksi di dalam pertemuan santai dengan teman, guru, dan sebagainya. (http://ssbelajar.blogspot.com/) Mengenai korelasinya dengan furnitur, Jay L. Brand, Ph.D melalui Haworth White Paper-nya mengemukakan bahwa,
“Furniture can support and encourage social interaction if its arrangement removes any barriers between and among people”.
Dicontohkannya, pengaturan fasilitas duduk melingkar dapat lebih baik dibandingkan dengan model lurus (line), sebagaimana dalam interpretasinya dapat ditunjukkan pada pola sirkular berikut.
98
Gambar 3.17 Pola – Pola Sirkular
Sirkular Memancar
Sirkular Memusat
Sumber : Siti, 2014
Pola melingkar dimaksud dapat mendifinisikan dua interaksi sosial yang berbeda. Sebagai contoh, pola sirkular memancar lebih menghasilkan “social distance” atau jarak publik di antara pengguna. Jarak publik ini, dikemukakan dalam “Social Interaction in Public Space” dapat terjadi secara alami dikarenakan berbagai faktor seperti rentan usia dan atau kepentingan (Holland, Katz, Clark, Peace.2007)
Gambar 3. 18 Pola Duduk Memusat
Sumber : www.psikologiforensi.com
99
Gambar 3.19 Pola Duduk Memancar
Sumber: www.jrf.org.uk
3.3.5 Analisa Material Dalam penggunaan material kayu,tentu terdapat kelebihan dan kekurangan, antara lain, sifat utama kayu ialah sebagai berikut: •
Renewable resources
•
Bahan mentah yang mudah dijadikan barang lain. Barang – barang seperti kertas, bahan sintetik, tekstil, bahkan sampai daging tiruan.
•
Mempunyai sifat – sifat spesifik (elastis, ulet, tahan terhadap pembebanan yang tegak lurus dengan serta atau sejajar seratnya). Sifat ini tidak dipunyai oleh bahan – bahan lain yang bisa dibuat oleh manusia. Sementara itu, kekurangan bahan kayu antara lain:
•
Tidak homogen
•
Mempunyai sifat higroskopik
•
Mudah terbakar
•
Ketidaksamaan sebagai hasil tumbuhan alam
•
Cacat- cacat kayu.
100
A. Kayu Sungkai 1. Karakter Umum Material kayu merupakan oleh tumbuhan dikotil, yang dikenal dalam wujud berbagai pohon dan perdu. Secara umum, Kayu Sungkai (Peronema canescens) bernilai ekonomi yang dapat dipergunakan untuk bangunan, furnitur, dan lain – lain. Pohon Sungkai termasuk ke dalam suku Verbenaceae dengan berbagai nama daerah seperti Jati Seberang, atau Ki Seberang (Sunda). Tanaman Sungkai merupakan tanaman kayu – kayuan yang bisa mencapai tingi 20 – 30 meter, dengan diameter batang mencapai 60 cm atau lebih tinggi. Sementara itu tinggi batang bebas cabang bisa mencapai 15 meter. Kayu Sungkai sendiri termasuk dalam kelas awet III dan kelas kuat II-III, berat jenis 0,53 – 0,73. Di samping itu dijumpai pula kayu gubalnya berwarna putih dalam keadaan kering berubah menjadi kekuningan dan kayu terasnya mempunyai warna yang hampir serupa dengan bagian gubalnya, daya retak tinggi, dan sifat pengeringan yang mudah. Berdasarkan berat kayu, Sungkai termasuk jenis agak berat, namun memiliki nilai dekoratif yang tinggi karena dari segi warna, terkstur, dan kualitas seratnya baik. Secara fisik, Sungkai memiliki batang yang lurus dengan parit kecil, tetapi terkadang bentuk batangnya kurang baik akibat serangan hama pucuk, kulit luarnya berwarna keabu –abuan atau sawo muda, beralur dangkal, mengelupas kecil – kecil dan tipis. Kulit luarnya berwarna kuning, coklat atau merah muda. Rantingnya penuh dengan bulu – bulu. Daunnya majemuk bersirip ganjil, letaknya berpasang – pasangan atau berselang – selang, melancip pada ujungnya. 1. Tempat Tumbuh Penyebaran pohon Sungkai ialah di daerah Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Tempat Tumbuh utama sungkai di Hutan sekunder yang berair dan terkadang terdapat juga di hutan yang kering, akan tetapi tidak dijumpai di hutan primer serta daerah yang periodik tergenang air.
101
Pada umumnya, Sungkai tumbuh baik pada ketinggian 0- 600 meter dengan tipe iklim A-C menurut tipe curah hujan Schmidt dan Ferguson. Penanaman pohon Sungkai memerlukan tanah yang
baik sedangkan di tanah mergel tidak dianjurkan karena
tanaman akan menjadi layu. 2. Hama dan Penyakit Hama dan penyakit pada Sungkai belum banyak diketahui, kadang – kadang serangan hama pucuk dapat menyebabkan batang menjadi kurang bagus. Setelah diolah menjadi furnitur, hama rayap paling sering menyerang pada jenis Sungkai dan kayu – kayu lunak lainnya. Gambar 3.20 Aplikasi Kayu Sungkai pada side table
Sumber : www.foreveramber.typepad.com
B. Kayu Pinus Dikenal dua jenis Pinus yang populer di pasaran, yaitu Pinus merkusii dan Pinus radiata. Pinus merkusii merupakan satu – satunya jenis Pinus yang tumbuh asli di Indonesia. Dikenal pula dengan nama Tusam, merupakan salah satu tanaman endemik Pulau Sumatera yang tumbuh secara alami di Aceh, Sumatera Utara dan Kerinci, sementara itu di Pulau Jawa, Tusam dibudidayakan oleh Perum Perhutani. Pohon Pinus
102
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, selain untuk bahan baku pembuatan furnitur juga digunakan getahnya untuk membuat resin, sabun, dan cat. Hasil kayunya bermanfaat untuk korek api, pulp, kertas, serat panjang, dan konstruksi, dan kuulitnya dapat dimanfaatkan sebagai finir dan bahan bakar, abunya untuk campuran pupuk karena mengandung kalium. Ketingian pohon dapat mencapai 25 – 45 meter dengan diameter sampai dengan 1 meter. Sementara itu Pinus radiata, memiliki area tumbuh di luar Indonesia (Australia 740 ribu Ha, Chili 1,3 juta Ha, Selandia Baru 1,2 Ha, Afrika Selatan, dan Amerika). Dalam waktu tumbuh 15 – 25 tahun, kayu Pinus radiata dapat mencapai diameter 30 – 80 cm dengan tinggi hingga 15 – 30 meter. Serat kayu pada kayu ini cenderung lurus namun memiliki banyak mata kayu akibat dari banyaknya cabang. Warna kayu terasnya merah kecoklatan dan gubalnya kuning-krem. Gambar 3.21 Kayu Pinus
Sumber: www.jatiasliku.blogspot.com Gambar 3.22 Aplikasi kayu pinus
Sumber : www.magno-design.com
103
Secara umum, penggunaan kayu Pinus pada elemen interior dan furnitur masih dalam kategori cukup baik, asalkan tidak terpapar basah berkepanjangan karena kayu Pinus mudah terserang Jamur sehingga menyebabkan blue stain. Akan tetapi, Pinus memiliki kelebihan pada seratnya yang halus sehingga cukup membantu pada saat proses finishing. Dalam segi berat kayu, Pinus sendiri termasuk kayu ringan dengan tingkat kekerasan kayu lunak.
C. Kayu Mahoni Tanaman Mahoni (swietenia macrophylla/mahoni daun lebar dan swietenia mahagoni/mahoni daun kecil ) merupakan tanaman dikotil atau berkeping dua yang memiliki daya tahan hidup yang cukup baik . Pohon Mahoni banyak tumbuh liar di antara hutan Jati di daerah tropis. Pohonnya dapat menjulang setinggi kurang lebih 5-25 m dengan berakar tunggang dengan diameter mencapai 125 cm. Memiliki daun majemuk dan berbunga. Bunga pohon Mahoni ini seringkali dimanfaatkan sebagai obat. Pohon Mahoni banyak tumbuh, terutama di daerah – daerah di Pulau Jawa. Di Jakarta sendiri pohon Mahoni mudah dijumpai di sepanjang jalan sebagai tanaman peneduh. Warnanya yang khas kemerahan, untuk yang berusia di atas 35 tahun warnanya seperti merah hati. Sementara itu seratnya urus dan bertekstur halus serta tidak berpori. Kayu Mahoni berada di kelas kekuatan antara 3 dan 2 dengan kualitas sedikit di bawah Jati. Jumlahnya banyak dan pertumbuhannya cepat sekitar 7 – 15 tahun. Hal inilah yang membuatnya diminati terutama dalam industri mebel dan lerajinan kayu karena mudah didapatkan dengan kualitas yang cukup baik. Untuk kebutuhan tersebut, nilai muai susut kayu Mahoni juga dapat dikatakan cukup stabil, 0,9% hingga 3,3 %ke arah radial
dan 1,3% hingga 5,7% ke arah tangensial
104
sehingga dapat diandalkan sebagai bahan baku pembuatan mebel dan kerajinan kayu. Gambar 3.23 Kayu Mahoni
Sumber : www.blog-senirupa.tumblr.com
D. Anyaman Anyaman sudah tidak asing dengan keseharian masyarakat Indonesia. Sebagai salah satu hasil kerajinan kriya, anyaman banyak sekali motif dan materialnya. Selain sebagai elemen sekoratif, anyaman juga dapat berfungsi untuk berbagai keperluan dan perkakas rumah tangga. Diantara material dan macam anyaman yang dikenal di masyarakat ialah sebagai berikut: •
Bambu Tali Anyaman bambu banyak terdapat di berbagai wilayah di Indonesia, terutama dari daerah Jawa Barat yang terkenal sebagai daerah penghasil bambu di mana Tasikmalaya merupakan sentra kerajinan anyaman bambu yang ternama. Anyaman bambu ini seringkali dimanfaatkan sebagai perkakas rumah tangga seperti bakul nasi.
105
Gambar 3.24 Anyaman Bambu Tali
Sumber : www.anneahira.com •
Rotan Anyaman rotan banyak ditemui di daerah luar Pulau Jawa, walaupun sekarang sudah banyak dikembangkan sebagai komoditas kerajinan di berbagai wilayah. Suku – suku pedalaman seperti Suku Dayak memiliki motif dan ritual khusus dalam membuat anyaman rotan ini. Dewasa ini, anyaman rotan mudah kita jumpai pada aksesoris interior, sebagai bagian dari furnitur, dan kerajinan lainnya. Jenis rotan yang baik dan umum digunakan sebagai anyaman ialah Rotan Irit (Calamus trachycoleus). Gambar 3.25 Anyaman Rotan Suku Dayak
Sumber : www. anatoemon.com
106
•
Pandan Anyaman Pandan juga menjadi komoditas kerajinan yang cukup dikenal masyarakat. Bahkan kini pengembangan desainnya sudah memasuki dunia fashion dan aksesoris hotel mewah. Anyaman pandan sendiri dahulu digunakan untuk alas duduk, sebagai tikar, maupun pembungkus jenazah pada beberapa suku di Nusantara. Gambar 3.26 Anyaman Pandan
Sumber : www. rinincesouvenir.com •
Bahan sintetis Selain bahan – bahan alami di atas, kini sering pula dijumpai bahan sintetis sebagai penganti bahan alami tersebut. Umumnya bahan sintetis ini dipilih karena faktor ketahanan terhadap cuaca dan hama. Selain itu material alami yang tidak selalu mudah didapat juga menjadi salah satu faktor utama bahan ini dikembangkan, khususnya pada industri furnitur.
Gambar 3. 27 Rotan Sintetis
Sumber : www.polykingrope.com
107
E. Fabric Bahan kain yang biasa digunakan pada furnitur sangat beragam jenisnya. Namun, pada dasarnya dapat dibedakan menjadi Bahan Alami dan Bahan Buatan. •
Bahan Alami Bahan Alami merupakan kain /fabrik yang terbuat dari bahan – bahan alami. Contoh yang paling mudah ditemui adalah kain Katun dan Sutra yang biasa digunakan untuk pakaian. Ada pula kain Kanvas dan Blacu yang juga terbuat dari kapas. Hanya saja teksturnya berbeda dengan kain katun yang halus, kain Kanvas dan Blacu lebih kasar. Kain Blacu sering digunakan untuk karung tepung dan juga kain pakaian pada zaman dahulu. Selain itu juga sering ditemui jenis serat binatang seperti kulit Sapi hasil samak dan kulit reptil.
Gambar 3.28 Kain Blacu
Sumber :www.nusa-chandra.blogspot.com
•
Bahan Buatan (sintetis) Bahan buatan menggunakan serat hasil sintesa buatan manusia. Dari segi kekuatan, bahanini memang lebih tahan terhadap gesekan, namun seringkali
108
kurang nyaman manakala bersentuhan dengan kulit. Contoh dari bahan buatan ini adalah nilon, wol sintetis, kulit sintetis, poliester, dan viscose – rayon. Gambar 3.29 Serat Rayon
Sumber : www.apobaeado.blogspot.com
3.3.6 Analisa Sistem Operasional Area discussion Lounge pada Komunitas Seni Budaya Interaktif Priangan memiliki luas area yang tidak terlalu besar dengan kebutuhan yang tidak sedikit. Sebagai contoh, pada waktu – waktu tertentu diadakan screening film atau diskusi besar, maka perancangan furnitur yang dibutuhkan ialah dapat mengakomodir beragam kegiatan tersebut. Selain itu, kegiatan yang tidak selalu rutin dilaksanakan juga menuntut sistem penyimpanan yang memadai. Sistem multifungsi pada furnitur merupakan sistem yang mendukung berbagai fungsi pada satu bentuk furnitur. Oleh karena itu sistem operasional furnitur yang multifungsi dirasa dapat menjadi solusi yang tepat.
109
3.3.7 Sistem Konstruksi Furnitur Berikut merupakan sistem konstruksi furnitur yang sering digunakan, khususnya pada furnitur kayu.
1. Mortise – Tenon Merupakan jenis konstruksi pada kayu yang paling umum digunakan, fungsinya ialah sebagai penghubung di antara dua bagian atau dapat juga berfungsi untuk menahan posisi di antara sambungan (Riley.1905:160).
Gambar 3.30 Model Mortise-Tenon Joint
Sumber :
Riley (1905) A Manual of Carpentary and
Joinery.London:Macmillan and Co.
Gambar 3.31 Ilustrasi Mortise Tenon dengan dowel
Sumber: www.earthwoodhomes.com
110
2. Dovetail Joint Biasa digunakan untuk membentuk konstruksi maupun sambungan pada edging/bagian sudut jenis papan kayu. Bentuknya yang meyerupai ekor burung membuatnya disebut dovetail joint. Akan tetapi dalam hal kekuatan tidaklah sekuat jenis sambungan lainnya. (Riley.1905:186)
3.32 Ilustrasi Model Dovetail Joint
Sumber :
Riley (1905) A Manual of Carpentary and
Joinery.London:Macmillan and Co.
3. Hinge Peran hinge atau biasa disebut engsel pada furnitur multifungsi cukup penting. Untuk kebutuhan tertentu engsel sebagai penentu fungsi pakainya. Sebagi contoh, pada model sofabed menggunakan engsel yang dapat diatur (adjusted) secara manual. Pada posisi tertentu furnitur dapat berfungsi sebagai sofa, dan di lain kesempatan, sandaran yang dipasang engsel tersebut dapat direbahkan dan furnitur berubah fungsi menjadi tempat tidur.
111
Gambar 3. 33 Model adjustment pada engsel sofa bed
Sumber : www.diytrade.com
3.3.8 Finishing
Finishing pada furnitur dan aksesoris interior menekankan keindahan dan kerapian hasil pekerjaan furnitur tersebut. Selain itu finishing juga bermaksud memberikan daya tahan lebih lama. Adapun tujuan finishing dimaksudkan untuk menjaga / memperindah penampilan furnitur, melindungi kayu dari hama, mempermudah perawata serta meningkatkan nilai dari furnitur tersebut. Finishing pada kayu terdiri dari beberapa jenis, dipandang dari beberapa aspek: a. Aspek warna, berhubungan dengan tampilan natural, transparan, semi transparan, solid/duco, simpang rupa. b. Aspek Bentuk Geometris, berkaitan dengan penampilan finishing dilihat atas rupa dasar yaitu finishing pori – pori tertutup (close pore) dan pori –pori terbuka (open pore). c. Tingkat kilap, berhubungan dengan tingkat kilap dari tampilan hasil finishing; gloss, semi gloss, doff.
Tipe – tipe cat finishing untuk kayu di antaranya ialah: a. Shellac Shellac merupakan campuran finishing paling tua dan masih digunakan hingga
112
kini. Bahan dasar pewarna diperoleh dari serangga sejenis kutu yang umum terdapat di India dan Siam. Finishing Shellac ini memiliki varian warna yang terdiri dari dua pilihan warna yaitu orange shellac
dan bleeched color.
b. Pernis(Varnish) Pernis adalah materi berupa resin yang dicampur dengan terpentin. Awal mula resin diperoleh dari fosil tapi hingga kini sudah digantikan dengan resin sintetis. Proses pengeringan memakan waktu hingga 24-48 jam, oleh sebab itu sering ditambahkan
aplikasi
pengering
(drying
agents)
untuk
mempercepat
pengeringan.
c. Lacquer Lacquer sangat populer dalam sistem finishing kayu, Mengering hanya dalam 30-60 menit sehingga mengurangi kemungkinan debu menempel pada permukaan dalam waktu yang demikian pendek. Selain itu tahan terhadap air, alkohol, dan stain. Bahan dasar lacquer adalah Nitrocellulose. efek akhirnya menghasilkan permukaan film yang sangat keras. (Sumber :Diktat kuliah Praktek Bengkel Mebel FSRD ITB juni 2012,
www.
apikayu.wordpress.com/tag/cara-finishing/, diakses April 2014)
d. Melamine Finishing Melamine merupakan teknik yang umum digunakan pada dunia furnitur. Finishing ini merupakan cat akhir dua komponen dengan resin amino alkyd. Pada produk tertentu seperti Impra, finishing ini tidak mengandung logam berat (heavy metal) seperti lead (timah), air raksa (mercury), dan bahan kimia berbahaya lainnya. Produk ini hanya mengeluarkan emisi pelarut yang sangat rendah, jauh di bawah ambang Sumber:
batas
yang
dipekenankan
www. propan.democub3.com www.alliafurniture.com
oleh
peraturan
internasional.
113
Selain itu, terdapat pula jenis finishing ringan seperti wax dan furnitur oil. Pengunaannya sebatas untuk perawatan dan memerlukan perawatan berkelanjutan, namun hasil yang dicapai tetap dapat optimal. Serta ada pula jenis finishing pendukung seperti woodstain untuk mencapai warna kayu tertentu dengan mempertahankan serat alaminya.
3.3.9 Proses Desain
Metode pendekatan yang dilakukan pada perancangan ini lebih merujuk kepada metode pendekatan desain Analogis Substansif. Oleh Adi Santosa dalam jurnal penelitian “Pendekatan Konseptual dalam Perancangan Interior” dikemukakan bahwa metode substansif hasil desain didasarkan
kepada prinsip dasar atas sesuatu yang
dirancang tersebut. Menurut Santosa (2005:14), “Hasil desain diarahkan untuk menemukan kebenaran yang mendasar atau hakiki dan ketepatan pemecahan masalah diukur melalui prinsip-prinsip kebenaran dasar tersebut. Kebenaran dasar tersebut ditemukan melalui penjelajahan nilai-nilai filsafat.” Sementara itu melalui metode pendekatan analogis ini dilakukan dengan cara membandingkan dari bentuk ataupun konstruksi yang didapat dari alam atau lingkungan sekitar yang menghasilkan desain yang bersifat imitatif analog dengan ketepatan pemecahan masalah yang dapat diukur melalui kesamaan atau karakter desain dengan bentuk benda analognya. Falsafah yang berkembang dalam tata kehidupan Masyarakat Sunda Buhun (Sunda Lama), Opat Kalima Pencer dan
Makutawangsa terangkum dalam konsep
primodial Tritangtu. Konsep kesetimbangan yang memuat tiga poin hidup. Ketiga poin tersebut tidak dapat lepas satu dengan lainnya melainkan harus dalam satu kesatuan (unity). Melalui metode pendekatan substansif, konsep kesatuan inilah yang kemudian diangkat dan diolah ke dalam perencanaan furnitur dan aksesoris interior. Konsep dengan pendekatan sustansif ini sendiri memiliki nilai banding kualitatif, di mana hasil perencanaan dapat disajikan dalam data – data non – angka karena metode yang sifatnya intangible (tak wujud) ini. Oleh karena itu pendekatan substansif ini selanjutnyadipadukan pula dengan metode pendekatan analogis sehingga interpretasi
114
yang dihasilkan tidak demikian abstrak. Metode pendekatan Analogis, atau yang biasa dikenal dengan metode pendekatan desain Metafora pada perancangan ini digunakan untuk mengaitkan unsur kesatuan dengan wujud benda yang dapat diimplementasikan pada desain. Dalam perancangan ini digunakan objek “Anyaman Bambu” sebagai salah satu benda yang identik dengan kehidupan orang Sunda. Anyaman Bambu dalam konteks filosofis memiliki makna kesatuan. Dalam Suryani (2010:67) anyaman memiliki makna gotong royong. Konsep ini dapat dilihat dari pengejawantahan helai – helai daging bambu yang disusun dengan pola tertentu penghasilkan bidang yang satu.
Gambar 3.34 Skema Pendekatan Desain
Sumber : Siti l 2014