Bab 3 Analisis Data
Novel Shi No Hana dibagi ke dalam 7 bab. Pada bab 1 dikisahkan interaksi antara Hinobe dengan sahabat baiknya, Kibi. Digambarkan bahwa kondisi fisik Hinobe lemah dan sering sakit-sakitan. Berkat inisiatif Kibi, Hinobe dapat dirawat dan beristirahat di pegunungan di luar kota Malang. Pada bab 2 diceritakan masa perawatan Hinobe di sebuah hotel yang terletak di pegunungan di luar kota Malang. Hinobe mulai berinteraksi dengan orang-orang yang ada di hotel tersebut. Pada bab 3 dikisahkan interaksi antara Hinobe dengan Van den Brink, seorang pria berkebangsaan Belanda. Van den Brink adalah mayor angkatan darat yang telah mengundurkan diri dan membuka usaha dagang. Pada bab 4 dan bab 5 dikisahkan perang batin yang dialami oleh Hinobe karena penangkapan ilmuwan Belanda. Pada bab 6 dan bab 7 diceritakan keakraban antara Hinobe dengan penghuni hotel. Secara garis besar, novel Shi No Hana berpusat pada tokoh utamanya yaitu Hinobe, seorang milisi Jepang yang hidup di Indonesia selama hampir setahun pada awal penjajahan Jepang. Hinobe mengalami perang batin dan senantiasa berada dalam posisi yang dilematis. Hinobe berpandangan bahwa penangkapan para ilmuwan, peneliti, sastrawan, dan budayawan Belanda adalah sebuah ironi, karena pada masa Edo, saat politik Sakoku diberlakukan, Jepang mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat dari Belanda.
Pada bab ini, penulis akan menganalisis sisi humanisme pada tokoh utama Hinobe dalam novel Shi No Hana.
3.1 Analisis Sisi Humanisme Tokoh Hinobe Terhadap Ilmuwan Belanda Hinobe, seorang milisi Jepang, tidak memiliki ketertarikan pada perkerjaannya sebagai tentara dan tidak memiliki kecakapan di bidang politik. Hinobe menerima surat perintah militer dari Komandan Tentara Angkatan Darat yang menjadikannya sebagai Pasukan Propaganda. Hinobe ditugaskan untuk melakukan operasi militer ke Batavia. Setelah ia tiba di Batavia, penyakit paru-parunya kambuh karena pola hidup yang sesuka hatinya. Hasil rontgen menunjukkan bahwa paru-parunya terganggu. Saat itu sebetulnya Hinobe sudah mengemas barang-barangya untuk pulang ke Jepang karena merasa tidak berguna lagi di Batavia. Tiba-tiba sesuatu mengubah hati Hinobe sehingga ia mengurungkan niatnya untuk pulang ke Jepang. Pada waktu itu di Batavia terjadi peristiwa penangkapan ilmuwan Belanda. Orang Belanda yang berusia 17 sampai dengan 60 tahun, termasuk para ilmuwan yang tidak ikut berperang, ditangkap dan digiring ke tempat hukuman. Melihat situasi yang menimpa para ilmuwan Belanda, Hinobe merasa pilu. Hinobe meminta bantuan kepada salah seorang cendekiawan Belanda untuk membuat daftar para ilmuwan untuk menyelamatkannya. Ia berkeliling ke sana ke mari untuk mencari data. Data sederhana itu digunakannya untuk mengetahui ilmuwan dihukum penjara ataukah masih bersembunyi di perkampungan warga. Hinobe terus mencari data, tanpa menghiraukan kondisi kesehatannya. 表 面的 (Tomoji, 2009:267)
Terjemahan : “Aku masih akan bermain-main barang sebentar lagi di Jawa.” Kibi mengkespresikan wajah terkejut dengan ucapan Hinobe yang tak disangkanya itu. Tiba-tiba saja Hinobe berubah pikiran. Yang membuat Hinobe mau tinggal adalah kalimat yang berbunyi, “bebaskan para ilmuwan.” Begitulah hari-hari selanjutnya Hinobe melanggar aturan perawatan kesehatan. Ia berjalan-jalan mengelilingi kota, sambil melawaan kelesuan dan panas tubuhnya. Hinobe berkeliling-keliling untuk mencari data.
Analisis Dalam kutipan di atas tampak bahwa Hinobe berpandangan bahwa penangkapan para ilmuwan Belanda adalah sebuah ironi. Hinobe memiliki hutang psikologis kepada bangsa Belanda atas ilmu pengetahuan yang diperoleh bangsa Jepang pada saat politik Sakoku di zaman Edoo. Perasaan yang dirasakan oleh Hinobe ini merupakan perasaan yang berasal dari perasaan alami manusia untuk membalas budi baik bangsa Belanda atas kemajuan ilmu pengetahuan yang diterima oleh bangsa Jepang. Ironi yang dirasakan oleh Hinobe menunjukkan adanya pertentangan antara keinginan pribadi dan keinginan sosialnya. Hinobe berpandangan bahwa penangkapan para ilmuwan Belanda adalah sebuah ironi. Keinginan pribadinya untuk menolong para ilmuwan Belanda bertentangan dengan kewajiban sosialnya sebagai seorang milisi Jepang. Naluri kemanusiaan Hinobe mendorongnya pada perang batin dan posisi yang dilematis, karena ia merasa berhutang budi pada bangsa Belanda atas kebaikan ilmu pengetahuan yang diperoleh bangsa Jepang. Naluri kemanusiaan (ninjo) terkadang menimbulkan konflik batin dan salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mengikuti tuntutan perasaan kemanusiaan itu dan mengabaikan norma yang berlaku di masyarakat.
Befu (2001:167)
mengemukakan bahwa ada alternatif yang bisa dipilih saat seseorang berada pada konflik batin, salah satunya adalah menutup mata dari kewajiban moral (giti) dan
mengikuti tunutan perasaan kemanusiaan (ninjo). Demikian pula halnya dengan Hinobe, sesuai dengan yang diutarakan oleh Befu (2001:167). Kesehatan Hinobe sebenarnya terganggu. Hasil rontgen menunjukkan bahwa kesehatan paru-parunya terganggu. Ia sudah mengemas barang-barangnya untuk kembali ke Jepang karena merasa sudah tidak berguna lagi di Batavia. Akan tetapi Hinobe mengurungkan niatnya, karena ia ingin menolong para ilmuwan Belanda yang ditangkap agar terbebas dari hukuman mati. Hinobe menunjukan ninjo dengan rasa simpatinya menolong orang lain yang sedang berada dalam kesulitan. Doi (2002 :33) mengutarakan bahwa ninjo dilakukan seseorang terutama bila melihat orang lain sedang berada dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan. Konsep kemanusiaan (ninjo) pada Hinobe sesuai dengan yang diutarakan oleh Doi (2002 : 33) Hinobe begitu memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan hak azasi manusia. Hak azasi setiap manusia adalah hak untuk hidup. Hinobe dengan gigih dan tidak kenal lelah berkeliling ke sana ke mari untuk mencari data. Data sederhana itu digunakannya untuk menolong para ilmuwan yang ditangkap agar bisa bebas. Hinobe terus mencari data, tanpa menghiraukan kondisi kesehatannya. Hinobe memperjuangkan hak hidup para ilmuwan Belanda. Tindakan yang dilakukan Hinobe dengan mengumpulkan data dalam usahanya membebaskan para ilmuwan juga mencerminkan bahwa ia begitu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ia menolong orang lain dan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan. Syariati (1996:41) mengungkapkan bahwa sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dapat ditunjukkan dengan gemar melakukan kegiatan kemanusiaaan seperti menolong orang lain dan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan.
Seperti yang diutarakan oleh Syariati (1996:40) bahwa istilah humanisme memiliki suatu nada yang simpatik. Istilah ini menampilkan suatu dunia yang penuh dengan konsep-konsep dan nilai-nilai penting seperti : martabat manusia, nilai-nilai kemanusiaan, hak azazi manusia, dan sebagainya. Maka tampaklah bahwa usaha yang dilakukan Hinobe mengumpulkan data dalam usahanya membebaskan para ilmuwan juga mencerminkan bahwa ia menjunjung tinggai hak azasi manusia. Hak azasi yang paling mendasar yang dimiliki manusia adalah hak untuk hidup. Dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia, Hinobe menunjukkan sisi humanismenya Terlihat juga dengan jelas bahwa, Hinobe memiliki moral dan etika untuk berbuat baik. Moral dan etika untuk berbuat baik yang dimiliki oleh Hinobe merupakan dasar dari sisi humanismenya. Seperti yang diungkapkan oleh Syariati (1996:40) bahwa dasar dari humanisme adalah moral yang ada dalam setiap manusia dan etika untuk berbuat baik. Moral dan etika untuk berbuat baik mengajarkan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindarkan. Demikian halnya dengan Hinobe, dasar dari sisi humanisme yang dimilikinya menuntun ia untuk melakukan hal yang harus dilakukan dengan berbuat baik. Hal ini ia tunjukkan dengan mengurungkan niatnya pulang ke Jepang untuk menolong para ilmuwan Belanda yang ditangkap agar terhindar dari hukuman mati. Setelah menganalisis data di atas, sesuai dengan teori yang ada pada bab 2, moral dan etika untuk berbuat baik merupakan dasar dari sisi humanisme. Moral dan etika untuk berbuat baik yang dimiliki Hinobe menunjukkan dasar dari sisi humanismenya, sesuai dengan yang diutarakan oleh Syariati (1996:40). Syariati mengutarakan bahwa dasar dari humanisme adalah moral yang ada dalam setiap manusia dan etika dalam setiap hubungan antar manusia. Moral dan etika memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menuntun manusia dalam hidup kesehariannya.
Syariati (1996:41) mengungkapkan bahwa sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dapat ditunjukkan dengan gemar melakukan kegiatan kemanusiaaan seperti menolong orang lain dan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan.
Hinobe dalam kondisi paru-paru yang terganggu, terus mencari data dan membuat daftar para ilmuwan Belanda. Dalam kondisi kebrutalan perang, sangatlah sulit dipantau siapa yang ditangkap, lalu sekarang ditawan di mana. Sangat sulit menyelidiki secara detail. Semakin hari kondisi tubuh Hinobe semakin memburuk. Ditambah lagi dengan terpaan gosip dan rasa tidak senang dari orang-orang Jepang di sekelilingnya. Melihat kondisi fisik Hinobe yang semakin memburuk, Kibi, seorang pelukis militer yang juga sahabat Hinobe, meminta izin kepada dokter militer untuk membawanya ke tempat peristirahatan di pulau Jawa bagian timur yang berudara sejuk.
(Tomoji, 2009:268 269) Terjemahan : “Sekarang pekerjaanmu sudah selesai. Baiklah, mulai besok pergilah ke gunung untuk menyembuhkan penyakitmu.” Kibi datang dengan menyewa mobil untuk membawa Hinobe ke sebuah tempat peristirahatan yang berada di gunung di bagian timur. Analisis : Dalam kutipan di atas, tampak bahwa kondisi tubuh Hinobe yang semakin memburuk sehingga ia harus beristirahat di sebuah tempat peristirahatan yang berada di gunung bagian timur, diakibatkan karena ia terus mencari data dan membuat daftar para ilmuwan Belanda. Hinobe tidak menghiraukan kondisi tubuhnya sama sekali, ia tetap berusaha menolong para ilmuwan Belanda agar dapat dibebaskan.
Tindakan yang dilakukannya ini mencerminkan kecintaannya kepada sesama. Sikap
mencintai
sesama
yang
dimiliki
Hinobe
menunjukkan
perasaan
kemanusiaannya. Syariati (1996:41) mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki hati nurani, rasa kemanusiaan, dan keadilan untuk mencerminkan kecintaannya terhadap sesama manusia. Setelah menganalisi data di atas, sesuai dengan teori yang ada pada bab 2, maka perasaan kemanusiaan Hinobe yang tercermin lewat sikap dan perbuatannya menunjukkan bahwa ia memiliki sisi humanisme. Seperti yang diutaakan oleh Abidin (2002:26-27), sisi humanisme menempatkan manusia sebagai makhluk tertinggi dengan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan yang bertujuan menghidupkan rasa kemanusiaan dan sesuatu yang bersifat kemanusiaan. Hinobe juga merupakan seorang yang humanis, karena ia memperjuangkan hidup berdasar asas kemanusiaan, seperti yang diungkapkan oleh Abidin (2002:26-27) bahwa orang yang mendambakan dan memperjuangkan hidup yang lebih baik berdasar asas kemanusiaan disebut dengan humanis.
Pada suatu sore, Hinobe minum Curasao karena merasa kondisi tubuhnya sedang baik. Tuan K, seorang dokter berkebangsaan Denmark. Tuan K merupakan salah satu penghuni hotel tempat Hinobe dirawat, memesan bir dan minum bersama Hinobe. Tuan K mulai bercakap-cakap dengan Hinobe. Tuan K mengetahui hal-hal yang dilakukan oleh Hinobe selama ia berada di Batavia, termasuk usahanya dalam membebaskan para ilmuwan yang ditangkap. Tuan K sangat tahu tentang pribadi Hinobe.
(Tomoji, 2009:266) Terjemahan : Tuan K : “Saya tahu tentang Anda, Anda juga saya anggap sebagai kawan saya diantara kawan saya para ilmuwan Belanda. Anda termasuk orang yang memiliki perhatian pada kehidupan para ilmuwan di pulau ini, sampa-sampai Anda jatuh sakit seperti ini.” Hinobe : “Penyakit ini disebabkan karena saya banyak minum sake.” Tuan K : “Tidak, sekalipun Anda katakan karena sake, tetapi saya tahu yang sebenarnya adalah karena pekerjaan yang Anda lakukan tidak disukai oleh lingkungan Anda sehingga untuk melupakannya Anda minum sake.” Hinobe berdiam sejenak dan merenungkan perkataan itu. Tuan K : “Mungkinkah beberapa cendekiawan menjadi bebas karena usaha Anda?”
Analisis : Dalam kutipan di atas, tampak bahwa Tuan K pun mengetahui usaha yang dilakukan oleh Hinobe selama ini. Tuan K menilai bahwa Hinobe memiliki perhatian pada kehidupan para ilmuwan di pulau tersebut, sampai sampai ia jatuh sakit. Perhatian Hinobe kepada para ilmuwan berkebangsaan Belanda itu ditunjukkan dengan upayanya menolong ilmuwan berkebangsaan Belanda yang ditangkap. Ia terus mencari daftar para ilmuwan dan membuat data sehingga ilmuwan yang masih hidup bisa dibebaskan. Menolong orang lain dan memberikan bantuan kepada yang memerlukan merupakan sikap dan perilaku positif yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Hinobe pun menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Nilai nilai kemanusiaan merupakan suatu konsep yang terdapat pada sisi humanisme seseorang. Seperti yang diutaakan oleh Abidin (2002:26-27), sisi humanisme menempatkan manusia sebagai makhluk tertinggi
dengan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan yang bertujuan menghidupkan rasa kemanusiaan dan sesuatu yang bersifat kemanusiaan. Hinobe tidak segan segan memberikan pertolongan kepada ilmuwan Belanda, dengan membuat daftar para ilmuwan yang masih hidup supaya terhindar dari hukuman mati. Meskipun yang dilakukan oleh Hinobe tidak disukai oleh lingkungannya, Hinobe tetap melakukan hal ini, ia tetap memberikan bantuan kepada ilmuwan Belanda. Menolong orang lain dan memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan termasuk ke dalam salah satu sikap dan perilaku positif yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, seperti yang diungkapkan oleh Syariati (1996:41) Setelah menganalisis data di atas, sesuai dengan teori yang ada pada bab 2, bahwa perbuatan menolong sesama yang membutuhkan seperti menolong tentara yang pingsan menunjukkan adanya sisi humanisme pada tokoh Hinobe. Perbuatan yang dilakukan oleh Hinobe menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Seperti yang diutarakan oleh Syariati (1996:41) bahwa sikap dan perilaku positif yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan ditunjukkan dengan melakukan kegiatan kemanusiaan, seperti menolong orang lain dan memberi bantuan kepada yang membutuhkan.
Tuan K mengetahui bahwa beberapa ilmuwan Belanda berhasil bebas, berkat usaha Hinobe. Bagi Tuan K, apa yang dilakukan Hinobe adalah sesuatu yang sangat tidak lazim dilakukan oleh orang Jepang. Tuan K sempat mengira bahwa Hinobe adalah seorang Kristen, karena Hinobe begitu gigih dalam usahanya membebaskan para ilmuwan Belanda.
(Tomoji, 2009: 270) Terjemahan : Tuan K : Hinobe : Tuan K : Hinobe : Tuan K:
“Anda orang Kristen?” “Bukan.” “Kalau begitu mengapa Anda melakukan semua ini?” “Ah saya tidak melakukan hal yang besar.” “Bukan begitu, pertanyaannya adalah mengapa hal itu terlintas di pikiran Anda?” Hinobe : “Itu tugas saya sebagai manusia.”
Analisis : Dalam kutipan di atas, tampak dengan jelas bahwa meskipun Hinobe bukan seorang Kristen, ia tetap menolong para ilmuwan Belanda, sehingga terbebas dari hukuman mati. Tanpa memandang suku, agama, ras, dan antar golongan, Hinobe memperjuangkan hak azasi para ilmuwan Belanda. Hak azasi yang paling mendasar yang dimiliki setiap manusia adalah hak untuk hidup. Hinobe merasa bahwa itu sudah merupakan tugasnya sebagai manusia, untuk menolong orang yang membutuhkan pertolongan. Dari jawaban Hinobe yang sngkat, “ ini tugas saya sebagai manusia” terlihat dengan jelas bahwa sebagai manusia, Hinobe memiliki hati nurani, rasa kemanusiaan, dan keadilan untuk mencerminkan kecintaannya terhadap sesama. Seperti yang diungkapkan oleh Syariati (1996 : 42) bahwa manusia memiliki hati nurani, rasa kemanusiaan, dan keadilan untuk mencerminkan kecintaannya terhadap sesama manusia Sikap dan perilaku posiftif menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dapat ditunjukkan dengan memperjuangkan dan menghormati hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, dan kedudukan sosial. Memperjuangkan hak azasi manusia tanpa memandang suku, agama, ras, dan antar
golongan menunjukkan ciri-ciri perasaan kemanusiaan, seperti yang diungkapkan oleh Syariati (1996:41) Di satu sisi, Hinobe adalah seorang milisi berkebangsaan Jepang dan bukan seorang Kristen. Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmuwan Belanda yang ditangkap pada masa itu memeluk agama Kristen. Tuan K sempat mengira bahwa Hinobe adalah seorang Kristen karena melihat usahanya yang gigih dalam menolong para ilmuwan Belanda yang ditangkap.
Tindakan yang dilakukan oleh Hinobe ini
mencerminkan bahwa ia begitu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Hinobe memperjuangkan hak azasi ilmuwan Belanda yang ditangkap tanpa membedabedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, dan kedudukan sosial Setelah menganalisis data di atas, sesuai dengan teori yang ada pada bab 2, maka tampaklah bawha sikap dan perilaku positif yang dilakukan Hinobe dengan menolong para ilmuwan Belanda yang ditangkap, menunjukkan bahwa Hinobe begitu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan memperjuangkan hak azasi tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, dan kedudukan sosial, seperti yang diungkap oleh Syariati (1996:41).
Keluarga Van den Brink telah meneliti secara garis besar cara dan bahan untuk membuat sukiyaki. Mereka mengundang Hinobe untuk makan bersama. Hinobe menerima undangan itu dengan gembira. Van den Brink sebagai tuan rumah, beserta Tuan F, seorang pemilik buku di Batavia, dan juga istrinya, Tuan K, Nyonya W teman wanita Tuan K, serta Hinobe melakukan santap bersama, dengan sukiyaki sebagai menunya. Keakraban pun mencair di tengah-tengah mereka sambil bercakapcakap mengenai perang yang sedang berlangsung. Hinobe mengungkapkan isi hatinya mengenai perang yang terjadi.
fighting
(Tomoji, 2009: 279-280)
Terjemahan : Tuan K : “Hinobe ini adalah seorang pemikir yang misterius, seorang humanis yang mistis. Bagaimana menurut Anda? Anda adalah orang yang datang untuk keperluan perang ini, jadi pasti ada sesuatu yang dapat diceritakan?” Hinobe : “Barangkali cara berpikir saya salah, saya mohon maaf. Menurut saya, perang itu memiliki dua sisi. Pertama, perang adalah membela diri, dan kedua perang memiliki akibat. Jika kita lihat sisi kedua, siapa pun akan mengutuk dengan keras masalah perang ini. Anda sekalian sangat mengetahui tentang kerugian yang menakutkan yang diakibatkan oleh perang ini sekalipun saya tidak mengatakan apaapa.”
Analisis : Dalam kutipan di atas, tampak bahwa Hinobe juga dinilai sebagai humanis yang mistis oleh Tuan K. Prinsip seorang humanis adalah menghargai dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan yang meliputi segala aspek kehidupan. (Syariati, 1996 : 41) Ketika Tuan K bertanya kepada Hinobe tentang pendapatnya mengenai perang. Hinobe terlihat mengutuk dengan keras masalah perang. Seperti yang kita ketahui bahwa perang pada umumnya melibatkan bangsa yang saling berhadapan memanggul senjata unutk memperebutkan kekuasaan. Hinobe sangat mengetahui tentang kerugian yang menakutkan yang diakibatkan oleh perang. Ini mencerminkan bahwa Hinobe begitu membela kebenaran dan keadilan. Membela kebenaran dan keadilan merupakan salah satu ciri-ciri perasaan kemanusiaan, seperti yang diutarakan oleh Syariati (1996:42)
Setelah menganalisis data di atas, sesuai dengan teori yang ada pada bab 2, maka tampaklah
bahwa
sisi
humanisme
pada
Hinobe
mendorongnya
untuk
memperjuangkan hidup yang lebih baik, berdasar asas kemanusiaan, dengan membela kebenaran dan keadilan. Syariati (1996:42) mengutarakan bahwa membela kebenaran dan keadilan merupakan salah satu ciri-ciri perasaan kemanusiaan.
3.1.1 Analisis Sisi Humanisme Tokoh Hinobe Terhadap Istri Sarjana Bahasa Saat itu memang semua orang Belanda yang berusia 17 sampai dengan 60 tahun, termasuk yang tidak ikut berperang, ditangkap dan digiring ke tempat hukuman. Manula, wanita, dan anak-anak yang tersisa berkeliaran di kota tanpa memiliki tujuan hidup. Tuan B, seorang sarjana bahasa berkebangsaan Belanda yang ditangkap oleh militer Jepang. Istrinya, dengan membawa kelima anaknya, termasuk yang masih bayi, berjalan mengelilingi kota sambil mencari kenalan untuk mencari bantuan karena rumahnya dirampas. Hinobe kadang-kadang teringat kembali sejarah ketika Jepang menerima keuntungan pengetahuan dari Belanda pada saat politik Sakoku diberlakukan. Hinobe merasa pilu. Kemudian, Hinobe tanpa ragu memberikan semua uang kertas darurat militer miliknya pada istri sarjana bahasa yang ditangkap tersebut. Tanpa berpikir bahwa tindakannya tidak akan dimaafkan oleh atasannya.
(Tomoji, 2009:267)
Terjemahan : Wanita itu dengan membawa kelima anaknya termasuk seorang yang masih bayi, berjalan mengelilingi kota mencari rumah kenalan untuk mencari bantuan karena kemarin malam rumahnya dirampas Dengan air mata berlinang wanita
itu berjalan kaki tanpa arah tujuan. Sambil mehanan perut kosong ia terus berjalan di dalam kota yang disinari terik matahari yang menyengat. Tanpa berpikir tindakannya tidak akan dimaafkan oleh atasannya, Hinobe memberikan semua uang kertas darurat militer miliknya.
Analisis : Rasa simpati Hinobe ditunjukan melalui usahanya dengan menolong istri sarjana bahasa berkebangsaan Belanda yang ditangkap. Rasa simpatinya timbul dari lubuk hatinya yang paling dalam, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Hinobe menunjukan ninjo dengan rasa simpatinya menolong orang lain yang sedang berada dalam kesulitan. Doi (2002:33) mengutarakan bahwa ninjo dilakukan seseorang terutama bila melihat orang lain sedang berada dalam kesuitan dan membutuhkan pertolongan. Konsep kemanusiaan (ninjo) pada Hinobe sesuai dengan yang diutarakan oleh Doi (2002:33) Dalam kutipan di atas, tampak bahwa Hinobe tanpa ragu menolong istri sarjana bahasa berkebangsaan Belanda yang ditangkap, dengan memberikan semua uang kertas darurat militer miliknya. Hinobe memperjuangkan dan menghormati hak azasi istri sarjana bahasa berkebangsaan Belanda yang ditangkap tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, dan kedudukan sosial. Istri sarjana bahasa yang ditangkap merupakan seorang berkebangsaan Belanda. Tanpa memebeda-bedakan suku, Hinobe menolong wanita tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Syariati (1996:41) bahwa sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dapat ditunjukkan dengan memperjuangkan dan menghormati hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, dan kedudukan sosial. Di satu sisi, Hinobe adalah seorang milisi berkebangsaan Jepang. Akan tetapi, wanita yang ditolongnya adalah seorang berkebangsaan Belanda. Tindakan yang
dilakukan oleh Hinobe ini mencerminkan bahwa ia begitu menjunjung tinggi nilainilai kemanusiaan. Hinobe memperjuangkan hak azasi istri sarjana bahasa berkebangsaan Belanda yang ditangkap tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, dan kedudukan sosial Setelah menganalisis data di atas, sesuai dengan teori yang ada pada bab 2, maka tampaklah bawha sikap dan perilaku positif yang dilakukan Hinobe dengan memberikan semua uang kertas darurat militer miliknya kepada istri sarjana bahasa berkebangsaan Belanda yang ditangkap, menunjukkan bahwa Hinobe begitu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan memperjuangkan hak azasi tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, dan kedudukan sosial, seperti yang diungkap oleh Syariati (1996:41).
3.1.2 Analisis Sisi Humanisme Tokoh Hinobe Terhadap Van den Brink Dokter J, seorang dokter berkebangsaan Indonesia, yang sekaligus menjadi dokter Hinobe, memberi informasi bahwa Van den Brink telah ditangkap karena tuduhan menyembunyikan kaum pemberontak di villa pribadinya dan melakukan pertukaran informasi pergerakan rakyat melalui radio frekuensi pendek. Van Den Brink adalah seorang mayor angkatan darat yang telah mengundurkan diri dari pekerjaan militer. Hinobe yang mendengar berita penangkapan Van Den Brink, melakukan segala upaya untuk membebaskan Van Den Brink supaya ia tidak dihukum mati. Hinobe mencoba membujuk antek yang menangkap Van den Brink.
(Tomoji, 2009:283) Terjemahan “Setelah Anda mengambil alih kekuasaan dan kepemilikan, bagaimana Anda akan memperlakukan Brink? Hinobe memancing. Bisakah Brink tetap
diijinkan tinggal di sini, sekalipun itu sebagai pembantu di peternakan?”
Analisis : Hinobe yang mendengar berita penangkapan Van Den Brink, melakukan segala upaya untuk membebaskan Van Den Brink supaya ia tidak dihukum mati. Hinobe mencoba membujuk antek yang menangkap Van den Brink. Perbuatan yang dilakukan oleh Hinobe menunjukan rasa simpatinya kepada Van den Brink. Rasa simpatinya timbul dari lubuk hatinya yang paling dalam, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Hinobe menunjukan ninjo dengan rasa simpatinya menolong orang lain yang sedang berada dalam kesulitan. Doi (2002:33) mengutarakan bahwa ninjo dilakukan seseorang terutama bila melihat orang lain sedang berada dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan. Konsep kemanusiaan (ninjo) pada Hinobe sesuai dengan yang diutarakan oleh Doi (2002 : 33) Dalam kutipan di atas, ketika Van den Brink berada dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan, Hinobe pun tidak segan-segan menolongnya, dengan membujuk antek yang menangkap Van den Brink, supaya Van den Brink tetap diijinkan tinggal di peternakan miliknya, sekalipun sebagai pembantu. Tindakan yang dilakukan oleh Hinobe mencerminkan kecintaannya kepada Van den Brink. Tindakan yang dilakukan Hinobe dengan membujuk antek yang menangkap Van den Brink, supaya Van den Brink tetap diijinkan tinggal di peternakan miliknya, sekalipun sebagai pembantu, mencerminkan bahwa ia begitu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ia menolong orang lain dan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan. Syariati (1996:41) mengungkapkan bahwa sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dapat ditunjukkan dengan gemar melakukan kegiatan kemanusiaaan seperti menolong orang lain dan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan.
Seperti yang diutarakan oleh Syariati (1996:40) bahwa istilah humanisme memiliki suatu nada yang simpatik. Istilah ini menampilkan suatu dunia yang penuh dengan konsep-konsep dan nilai-nilai penting seperti : martabat manusia, nilai-nilai kemanusiaan, hak azazi manusia, dan sebagainya. Maka tampaklah bahwa usaha yang dilakukan Hinobe, dengan memperjuangkan hak hidup Van den Brink juga mencerminkan bahwa ia menjunjung tinggai hak azasi manusia. Hak azasi yang paling mendasar yang dimiliki manusia adalah hak untuk hidup. Dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia, Hinobe menunjukkan sisi humanismenya Terlihat juga dengan jelas bahwa, Hinobe memiliki moral dan etika untuk berbuat baik. Moral dan etika untuk berbuat baik yang dimiliki oleh Hinobe merupakan dasar dari sisi humanismenya. Seperti yang diungkapkan oleh Syariati (1996:40) bahwa dasar dari humanisme adalah moral yang ada dalam setiap manusia dan etika untuk berbuat baik. Moral dan etika untuk berbuat baik mengajarkan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindarkan. Syariati (1996:41) mengungkapkan bahwa sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dapat ditunjukkan dengan gemar melakukan kegiatan Di dalam interaksi dan hubungannya dengan Van den Brink terdapat sikap moral dan etika untuk berbuat baik yang ditunjukkan oleh Hinobe dengan berupaya menolong Van den Brink supaya ia terbebas dari hukuman mati. Moral dan etika untuk berbuat baik yang dimiliki oleh Hinobe itu merupakan dasar dari sisi humanismenya. Seperti yang diungkapkan oleh Syariati (1996:40) bahwa dasar dari humanisme adalah moral yang ada dalam setiap manusia dan etika untuk berbuat baik. Moral dan etika untuk berbuat baik mengajarkan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindarkan.
Usaha menolong Van den Brink juga menunjukkan bahwa Hinobe menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, Hinobe juga telah menunjukkan bahwa ia adalah seorang humanis. Pentingnya menghargai dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan yang meliputi segala aspek kehidupan merupakan prinsip seorang humanis (Syariati, 1996:40). Setelah menganalisis data di atas, sesuai dengan teori yang ada pada bab 2, Hinobe dapat dikatakan sebagai seorang yang humanis, dengan prinsipnya yang menghargai dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan, seperti yang diutarakan oleh Syariati (1996:40) bawha sikap dan perilaku positif yang dilakukan Hinobe dengan upayanya menolong Van den Brink, menunjukkan bahwa Hinobe begitu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan gemar melakukan kegiatan keamnusian antara lain menolong orang lain dan memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan, seperti yang diungkap oleh Syariati (1996:41).
3.1.3 Analisis Sisi Humanisme Tokoh Hinobe Terhadap Tentara Belanda Kondisi paru-paru Hinobe yang memburuk mengakibatkannya harus beristirahat di sebuah hotel di Selekta, Malang, Jawa Timur. Pada suatu hari, Hinobe mencoba berjalan-jalan di sekitar hotel. Tidak jauh dari hotel itu ada peternakan sapi. Ketika Hinobe melewati peternakan sapi tersebut, Van den Brink, seorang pria berkebangsaan Belanda, datang mendekati Hinobe dan menyapanya. Van den Brink adalah pemilik peternakan sapi. Ia mengajak Hinobe masuk ke peternakannnya untuk melihat-lihat. Hinobe menerima ajakan itu lalu melihat-lihat peternakan sapi milik Van den Brink. Setelah melihat-lihat peternakan sapi, Hinobe dan Van den Brink kembali menuju hotel. Tiba-tiba terdengar suara tentara-tentara berbaris berjalan maju. Tentara-tentara itu memolesi tubuhnya dengan lumpur dan dalam keadaan
berkeringat. Hinobe dan Van den Brink terus melihat barisan tentara itu dari balik jendela. Tidak lama kemudian, Hinobe dan Van den Brink mendengar teriakan keras dari sekitar sudut tembok batu. Hinobe segera keluar dari lobi dan menyusul. Tiga orang tentara jatuh pingsan di atas kebun bunga zinna dengan muka pucat dan berkeringat dingin. Dua tentara Hinobe menolong tentara-tentara itu dan menolak ajakan Van den Brink untuk santap siang bersama.
(Tomoji, 2009 : 264) Terjemahan : Hinobe menolong melonggarkan pernafasan ketiga tentara itu. “Beristirahatlah sampai orang dari pasukanmu datang kembali, “ Hinobe menasihati tentara yang masih lemah itu sambil mencoba berakrab-akrab menanyakan asal. Van den Brink segan melihat kesungguhan Hinobe menolong tentara yang sakit tadi. Hinobe pun menolak saat Van den Brink mengajaknya bergabung untuk santap siang.
Analisis : Dalam kutipan di atas, tampak bahwa Hinobe begitu antusias menolong tentara yang jatuh pingsan hingga ia mengabaikan Van den Brink yang mengajaknya bergabung untuk santap siang bersama. Hinobe lebih memilih menolong ketiga tentara yang pingsan, dengan membantu melonggarkan pernafasan ketiga tentara yang pingsan tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh Hinobe menunjukkan kecintaaanya kepada sesama. Kecintaan kepada sesama mencerminkan perasaan kemanusiaan yang dimilikinya. Syariati (1996:42) mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki hati nurani, rasa kemanusiaan, dan keadilan untuk mencerminkan kecintaannya terhadap sesama manusia. Kesediaan Hinobe untuk menolong tentara yang membutuhkan pertolongan, menunjukkan bahwa Hinobe begitu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Selain itu Hinobe juga memiliki moral dan etika untuk berbuat baik. Moral dan etika
untuk berbuat baik kepada sesama merupakan dasar dari humanisme. Syariati (1996:40) mengungkapkan bahwa dasar dari humanisme adalah moral yang ada dalam setiap manusia dan etika dalam setiap hubungan antar manusia. Moral dan etika memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menuntun manusia dalam hidup kesehariannya. Setelah menganalisis data di atas, tampak bahwa perbuatan menolong sesama yang membutuhkan seperti menolong tentara yang pingsan menunjukkan adanya sisi humanisme pada tokoh Hinobe. Perbuatan yang dilakukan oleh Hinobe menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Seperti yang diutarakan oleh Syariati (1996:41) bahwa sikap dan perilaku positif yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan ditunjukkan dengan melakukan kegiatan kemanusiaan, seperti menolong orang lain dan memberi bantuan kepada yang membutuhkan.