15
BAB IV DATA DAN ANALISIS
4.1. Aspek Sejarah 4.1.1. Sejarah Kompleks Candi Gedong Songo Kompleks Candi Gedong Songo merupakan salah satu bentuk percandian berlatar belakang agama Hindu yang berkembang pada akhir abad ke-7 di Jawa Tengah. Latar belakang Kompleks Candi Gedong Songo sebagai percandian agama Hindu dapat dilihat dari arca-arca dewa yang terdapat pada relung-relung candi, antara lain arca Ciwa Mahadewa, Ciwa Mahaguru, Ganeca, Dhurga mahisasuramardhini, Nandisswara dan Mahakala yang merupakan dewa-dewa yang terdapat dalam agama Hindu. Hingga saat ini belum diketahui pendiri dan kapan didirikan kompleks percandian ini karena belum ditemukannya prasasti atau data tertulis mengenai Kompleks Candi Gedong Songo. Namun berdasarkan bentuk arsitektur bangunannya terutama dilihat dari bentuk bingkai kaki candi, pendirian Kompleks Candi Gedong Songo diduga semasa dengan pembangunan Candi Dieng (Wonosobo-Banjarnegara) yaitu abad ke-8 pada pemerintahan Dinasti Sanjaya. Kompleks Candi Gedong Songo kemudian ditemukan kembali pada tahun 1740 oleh Raffles. Pada tahun 1804 Raffles memberi nama kompleks ini ”Gedong Pitoe” karena pada saat itu hanya ditemukan tujuh kelompok bangunan. Namun dengan ditemukan dua kelompok bangunan yang lainnya sehingga terdapat sembilan kelompok bangunan lainnya, kemudian disebut Gedong Songo. Gedong (Jawa) berarti rumah, Songo (Jawa) berarti sembilan, sehingga Gedong Songo berarti sembilan rumah atau dapat juga diartikan sebagai sembilan rumah dewa. Setelah ditemukannya kompleks percandian ini kemudian dipublikasikan oleh Van Braam pada tahun 1825. Pada tahun 1865 Friederich dan Hoepermans membuat tulisan mengenai Candi Gedong Songo dan dilanjutkan oleh Van Stein Callenfels pada tahun 1908. Kemudian Knebel melakukan inventarisasi bendabenda yang ada di kompleks tersebut pada tahun 1910-1911 dan diteliti kemudian dicatat kembali oleh Dinas Purbakala pada tahun 1916. Pada tahun 1928-1929 Cadi Gedong I dipugar oleh Dinas Purbakala dan Candi Gedong II dipugar pada
16
tahun 1930-1931. Sedangkan Candi Gedong III, IV, dan V dipugar pada tahun 1977-1983 oleh Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah dengan biaya Pelita.
4.1.2. Makna dan Fungsi Kompleks Candi Gedong Songo Prasasti yang ditemukan di Jawa pada masa awal perkembangan agama Hindu menyebutkan bahwa candi dianggap sebagai gunung. Dalam kepercayaan Hindu-Buddha menganggap bahwa Gunung Meru adalah pusat dari alam semesta yang merupakan axis dunia dan merupakan tempat tinggal dari para dewa. Gunung Meru terdiri dari tingkatan surga yang paling rendah hingga yang tertinggi atau Triloka. Kosmik Gunung merupakan simbol dari jagad raya, candi dan detail arsitekturalnya merupakan bentuk dari simbol Gunung Meru dan alam semesta. Candi merupakan replika dari Gunung Meru yang merepresentasikan Triloka yaitu tiga lapisan dunia pembentuk jagad raya. Dasar candi melambangkan dunia yang tidak abadi yang disebut Bhurloka. Satu tingkat diatasnya yaitu badan candi melambangkan Bhuvarloka atau dunia tempat orangorang suci dan bagian yang dapat digunakan untuk berhubungan dengan para dewa, sebaliknya para dewa menerima penghormatan pada bagian ini. Pada tingkat yang paling tinggi yaitu atap candi melambangkan Svarloka yaitu dunia para dewa. Bentuk arsitektural dari candi didesain untuk menonjolkan makna dari candi sebagai replika dari Gunung Meru. Dasar dari candi didominasi oleh hiasan horisontal. Ukiran pada candi umumnya merupakan bentuk geometrik atau bentuk bunga. Berbeda dengan dasar candi, badan candi didekorasi sedemikian rupa untuk menciptakan atmosfer duniawi yang berbeda. Pembagian tingkatan candi dapat dilihat pada Gambar 3.
17
Svarloka (Dunia para Dewa)
Bhuvarloka (Dunia Orang Suci)
Bhurloka (Dunia yang tidak abadi)
Peripih
Gambar 3. Pembagian Tingkatan Candi (Miksic,1999)
Pada bagian dasar candi, terdapat sumuran candi tempat meletakkan abu jenazah keluarga kerajaan yang disebut peripih. Patung dewa diletakkan di dalam bilik diatas peripih sehingga tempat ini merupakan kediaman dewa untuk sementara. Pada saat pemugaran candi-candi Gedong Songo, tidak ditemukan adanya sumuran atau peripih tempat penyimpanan jenazah. Hal ini menunjukkan bahwa Kompleks Candi Gedong Songo hanya memiliki fungsi utama sebagai tempat suci pemujaan para dewa. Namun pada saat pemugaran di sekitar candi ditemukan adanya abu yang diduga sebagai abu jenazah, sehingga diduga selain memiliki fungsi utama sebagai tempat pemujaan para dewa Kompleks Candi Gedong Songo juga berfungsi sebagai tempat pemakaman (Grapala, 2003).
18
4.1.3. Elemen Candi Pemilihan lokasi pembangunan Kompleks Candi Gedong Songo memiliki kesamaan dengan konsep Mandala dalam agama Hindu. Secara universal Mandala melambangkan alam semesta dan Gunung Meru merupakan poros dari semua benda di alam semesta serta tempat meditasi para dewa yang dikelilingi tujuh cincin pegunungan yang konsentrik dan lautan (Miksic, 1999). Pemilihan pembangunan Kompleks Candi Gedong Songo menunjukkan adanya kesamaan dengan konsep Mandala yaitu candi-candi merupakan simbol dari Gunung Meru yang dikelilingi oleh pegunungan yaitu Gunung Ungaran, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merbabu dan Gunung Merapi serta perairan berupa Rawa Pening. Pembangunan kelompok candi diatur mengelilingi dua sumber mata air yaitu sumber mata air panas dan sumber mata air dingin. Sumber mata air ini berfungsi sebagai tempat penyucian diri sebelum mencapai tingkatan candi yang lebih tinggi. Candi dibangun dari lereng yang paling rendah yaitu candi yang memiliki tingkat kedewaan yang lebih rendah dan kelompok candi yang terkecil, ke lereng yang paling tinggi, yaitu candi yang memiliki tingkat kedewaan yang paling tinggi dan merupakan kelompok candi yang paling besar. Setiap kelompok candi ini dihubungkan oleh sirkulasi di dalam kawasan. Seluruh candi di Kompleks Candi Gedong Songo menghadap ke arah barat, sehingga ketika sembahyang akan menghadap ke arah timur yaitu ke arah matahari terbit. Dalam agama Hindu matahari terbit merupakan lambang kelahiran dan kelahiran merupakan lambang yang dituakan. Dari sembilan kelompok bangunan tersebut, lima kelompok bangunan yaitu Candi Gedong I, II, III, IV, dan V merupakan bangunan candi dan memiliki komponen pembentuk (batu) yang utuh atau mendekati utuh. Penamaan candi berdasarkan pada pemugaran yang dilakukan, Candi Gedong I sampai dengan Candi Gedong V merupakan kelompok candi yang dapat dipugar. Candi Gedong V merupakan candi yang yang paling tinggi dan paling besar, selain itu kelompok candi ini memiliki keutamaan kedewaan yang paling tinggi. Candi Gedong II saat ini merupakan candi utama yang paling baik kondisimya. Sedangkan empat kelompok bangunan yang lainnya hanya berupa pondasi dan reruntuhan
19
bangunan. Candi Gedong VIII terletak ± 300 m dari posisi kelompok Candi IV dan Candi Gedong IX terletak ± 300 m dari posisi kelompok Candi V. Namun pada kedua candi ini belum dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga belum diketahui pembangunan kedua kelompok candi ini semasa dengan yang lainnya atau tidak. Kelompok Candi Gedong Songo masing-masing memiliki keistimewaan yaitu: 1. Kelompok I (Candi Gedong I) Kelompok ini terletak paling rendah diantara kelompok yang lain. Kelompok I hanya terdiri dari satu bangunan yang berdenah segi empat berukuran 6 x 6 m2. Pintu candi menghadap ke arah barat dan dihiasi oleh Kala Makara. Badan candi berbentuk bujur sangkar dengan satu penampil yang berfungsi sebagai pintu candi. Pada dinding candi tidak terdapat relung. Atap candi bertingkat-tingkat, tingkat pertama atap terdapat antefik-antefik dengan motif permata dan sebagian telah runtuh. Di dalam candi terdapat Yoni yang berbentuk persegi panjang yang menjadi salah satu keistimewaan candi karena pada umumnya Yoni berbentuk bujur sangkar. Pada dinding bagian dalam bilik candi terdapat relung-relung diduga sebagai tempat arca-arca dewa, namun sekarang relung-relung ini sudah tidak ada isinya. Di halaman terdapat beberapa arca yang telah rusak atau patah, beberapa arca yang dikenal identitasnya antara lain Ganeca, Durgamahisasuramdini dan Nandiswara. Candi Gedong I dapat dilihat pada Gambar 4. dan Yoni dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4. Candi Gedong I
20
Gambar 5. Yoni pada Candi Gedong I
2. Kelompok II (Candi Gedong II) Kelompok ini terdiri atas dua kelompok bangunan, yaitu satu bangunan induk berhadapan dengan sebuah candi perwara yang telah runtuh. Kelompok ini terletak lebih tinggi dari candi I. Pada dinding candi sisi luar terdapat relungrelung berbentuk kurung kurawal dihiasi Kala Makara dan bunga-bungaan. Atap candi bertingkat dan dilengkapi dengan menara-menara sudut. Di tengah bingkai mahkota di setiap sisi terdapat relung-relung kecil pada antefik dengan hiasan sosok tubuh seorang wanita yang sedang duduk. Di tingkat atap selanjutnya terdapat pula relung kecil pada antefik dengan sosok tubuh laki-laki, sedangkan pada tingkat paling atas terdapat antefik-antefik tanpa ornamen. Candi Gedong II dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Candi Gedong II
21
3. Kelompok III (Candi Gedong III) Kelompok ini terletak di bukit yang lebih tinggi dibandingkan kelompok I dan II. Kelompok candi ini terdiri dari tiga buah bangunan yaitu sebuah candi induk yang menghadap ke barat, sebuah candi apit yang terletak di sebelah kanannya dan sebuah candi perwara yang menghadap ke arah candi induknya (Gambar 7). Kelompok candi III ini memiliki keistimewaan yaitu seluruh relungrelung masih terdapat arca-arca di dalamnya. Relung dinding candi sisi utara berisi arca Dhurga Mahisasuramardhini (Gambar 8), relung selatan berisi arca Agastya (Gambar 9) dan relung timur berisi arca Ganeca (Gambar 10). Pada dinding sebelah kiri-kanan pintu masuk juga terdapat relung yang berisi arca Nandiswara dan Mahakala (Gambar 11). Bilik utama candi saat ini sudah kosong, kemungkinan dahulu berisi arca Ciwa Mahadewa atau dalam bentuk Lingga-Yoni. Bagian atap candi bertingkat dan mempunyai hiasan konstruktif berupa menaramenara sudut dan antefiks seperti pada kelompok II, hanya saja hiasan antefiks pada candi kelompok III ini tidak terdapat pahatan relief tokoh makhluk khayangan. Selain itu pada Candi Gedong III ini terdapat arca Gajah Njerum (jongkok) yang memiliki ukuran 25 cm (Gambar 12) yang terletak pada kaki candi apit sebelah selatan.
Gambar 7. Candi Gedong III
22
Gambar 8. Dhurga Mahisasuramardhini
Gambar 9. Agastya
Gambar 11. Nandiswara dan Mahakala
Gambar 10. Ganeca
Gambar 12. Gajah Njerum
4. Kelompok IV (Candi Gedong IV) Kelompok Candi IV hanya tinggal sebuah candi induk yang menghadap ke arah barat. Di sebelah kanan dan kiri pintu masuk candi terdapat relung-relung yang merupakan tempat arca Mahakala dan Nandiswara. Pada dinding luar candi terdapat relung-relung yang pada saat ini sudah tidak ada arcanya. Dahulu bilik tengah Candi ini berisi arca Mahadewa, relung sebelah timur arca Ganeca, relung sebelah selatan arca Mahaguru dan relung sebelah utara terdapat arca Durgamahisasuramardhini. Candi Gedong IV dapat dilihat pada Gambar 13.
23
Gambar 13. Candi Gedong IV
5. Kelompok V (Candi Gedong V) Kelompok candi V merupakan kelompok candi yang terletak paling tinggi diantara yang lainnya (Gambar 14). Dari candi ini dapat dilihat keseluruhan kompleks Candi Gedong Songo. Di kelompok ini diperkirakan dahulu terdapat banyak bangunan dan sekarang tinggal sebuah bangunan induk saja. Candi induk kelompok V ini mempunyai keunikan yaitu pada bagian dalam kaki candi diisi dengan tanah (pada candi-candi yang lain bagian dalam kaki candi diisi dengan batu). Kemungkinan hal ini dimaksudkan untuk menghemat batu-batu komponen bangunan. Beberapa arca yang lepas saat ini sudah diamankan kemungkinan berasal dari candi kelompok V. Dari kelompok candi V dapat menikmati pemandangan secara menyeluruh dan dapat melihat gunung-gunung lain di sekitarnya (Gambar 15).
Gambar 14. Candi Gedong V
24
Gambar 15. Pemandangan dari Candi Gedong V
6. Kelompok VI dan Kelompok VII Kelompok VI dan VII merupakan kelompok reruntuhan saja yang sudah dibina dengan ditata sedemikian rupa dalam rangka pengamanan dan pelestarian (Gambar 16 dan 17).
Gambar 16. Candi Gedong VI
25
Gambar 17. Candi Gedong VII
7. Kelompok VIII dan Kelompok IX Kelompok candi VIII (Gambar 18) terletak ± 300 m dari kelompok candi IV sedangkan kelompok candi IX (Gambar 19) terletak ± 300 m dari kelompok candi V. Kedua kelompok candi ini belum diketahui pembangunannya semasa atau tidak dengan kelompok candi yang lainnya.
Gambar 18. Candi Gedong VIII
26
Gambar 19. Candi Gedong IX
Saat ini ketertarikan pengunjung terhadap obyek terutama disebabkan karena daya tarik fisik bangunan Kompleks Candi Gedong Songo dan keindahan alamnya. Aktivitas pengunjung pada umumnya melihat candi dari dekat dan melihat arca-arca yang masih ada, duduk-duduk, makan dan minum, menikmati pemandangan sekitar candi serta ritual khusus (semedi) yang dilakukan untuk tujuan tertentu. Pada setiap kelompok candi tidak terdapat media interpretasi sehingga pengunjung tidak mendapatkan informasi mengenai candi secara memadai. Bagi yang memiliki minat khusus biasanya berusaha mendapatkan informasi lebih di UPTD.
4.2. Aspek Fisik 4.2.1. Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara administratif Kompleks Candi Gedong Songo termasuk ke dalam Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Lokasinya terletak di Dusun Ndarum, dan termasuk ke dalam wilayah kelurahan Desa Candi yang berbatasan dengan Gunung Ungaran pada sebelah utara, pada sebelah selatan berbatasan dengan Desa Banyukuning dan Desa Jambu, dengan Desa Lanjan dan Desa Jubelan untuk sebelah barat, dan pada sebelah timur berbatasan dengan Desa Kenteng. Secara geografis lokasi Kecamatan Ambarawa terletak pada 110º 19’42” - 110º 26’ 00” BT dan 7º 17’ 30”- 7º 17’ 35” LS (Data Monografi tahun, 2000). Kompleks Candi Gedong Songo dapat ditempuh melalui Ungaran, Ambarawa, dan Semarang. Jika dari Ambarawa Kompleks Candi Gedong Songo
27
dapat ditempuh dengan jarak 12 km, dari Ungaran 24 km dan dari Semarang 29 km. Pada tahun 2002, Kompleks Candi Gedong Songo merupakan salah satu obyek wisata yang termasuk dalam rencana pengembangan kepariwisataan Kabupaten Semarang. Dalam rencana dilakukan pengembangan dan peningkatan jalur jalan yang terdapat di Kompleks Candi Gedong Songo upaya tersebut termasuk dalam pengembangan gerbang-gerbang Kompleks Candi Gedong Songo antara lain Gerbang Ambarawa-Bandungan, Ambarawa-Jimbaran, BawenJimbaran, Kendal - Bandungan dan Ungaran - Bandungan (BAPPEDA, 2002). Peta akses menuju Candi Gedong Songo dapat dilihat pada Gambar 20. Dari Ungaran, Kompleks Candi Gedong Songo dapat dijangkau dengan menggunakan bis umum jurusan Semarang-Sumowono lalu dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan roda dua atau ojek. Jika dari Ambarawa dapat dijangkau dengan meggunakan angkutan umum jurusan Ambarawa-Bandungan, diteruskan dengan angkutan umum jurusan Bandungan-Sumowono lalu dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan roda dua atau ojek. Kompleks Candi Gedong Songo berlokasi di lereng Gunung Ungaran sehingga jalan yang ditempuh cukup terjal karena kondisi topografinya. Hal ini terkadang menyebabkan para pengendara harus berhenti di tengah jalan dan meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki. Untuk bis-bis pariwisata disediakan parkir tersendiri karena tidak dapat memasuki gerbang utama Kompleks Candi Gedong Songo, dari tempat parkir tersebut wisatawan dapat melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sejauh ± 500 m. Untuk masuk ke gerbang utama Kompleks Candi Gedong Songo tidak ada angkutan umum kecuali kendaraan roda dua (ojek), untuk itu pengunjung harus membayar sebesar Rp 7000,- sampai Rp 9000,-. Sehingga pada umumnya wisatawan menggunakan kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat. Pada kompleks disediakan tempat parkir kendaraan roda empat dan roda dua.
LEGENDA Komplek Candi Gedong Songo Desa Candi
DESA GEBUGAN KECAMATAN BERGAS
KECAMATAN BAWEN
DESA MUNDING
KE UNGARAN
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
KECAMATAN AMBARAWA DESA PAKOPEN
JUDUL SKRIPSI :
GEDONG SONGO
PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KAWASAN CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG
DESA SIDOMUKTI
KE KENDAL
DESA KENTENG
DIRENCANAKAN dan DIGAMBAR OLEH :
DARUM DESA BANDUNGAN
MUTIARA SANI
DESA DUREN
A34203015
DESA PONCORUSO JUDUL GAMBAR :
DESA CANDI
PETA AKSES MENUJU CANDI
DOSEN PEMBIMBING :
KE TEMANGGUNG
Dr.Ir.NURHAYATI H.S.ARIFIN, MSc
SUMBER GAMBAR :
DESA JETIS
BAPPEDA
NOMOR GAMBAR :
KE AMBARAWA
U
20
Gambar 20. Peta Akses Menuju Candi Gedong Songo
28
TANPA SKALA
29
4.2.2. Topografi dan Jenis Tanah Kompleks Candi Gedong Songo terletak pada ketinggian ± 1170 - 1320 m dpl dan berlokasi di lereng Gunung Ungaran. Menurut data yang diperoleh dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Semarang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) (BAPPEDA, 2002), kawasan ini memiliki kelas lereng dan 0 – 45 %. Kompleks Candi Gedong Songo didominasi oleh kelas kelerengan
>45 % yaitu sangat curam sebesar 39,4 %, sedangkan kelas
kelerengan 25 – 45% yaitu curam sebesar 27,7 %, kelas kelerengan 15 – 25% yaitu agak curam sebesar 21 %, kelas kelerengan 8 – 15% yaitu landai sebesar 7,35 %, serta kelas kelerengan 0-8 % yaitu datar sebesar 4,6 %. Peta topografi dapat dilihat pada Gambar 21. Terdapatnya kelas lereng yang curam (25 - 45 %) dan sangat curam (>45 %) menjadi kendala kawasan ini sebagai kawasan wisata, sehingga perlu adanya upaya konservasi agar tidak terjadi longsor maupun erosi. Namun hal ini juga menjadi potensi tersendiri karena dapat melihat seluruh kawasan pada titik-titik tertentu sehingga dapat disediakan fasilitas berupa menara pandang pada titik yang srategis. Menurut data BAPPEDA Kabupaten Semarang (2002), kawasan ini memiliki tanah dengan jenis litosol dan andosol. Litosol merupakan tanah dangkal dengan tekstur sedang hingga halus diatas hamparan batuan. Tanah litosol terlalu dangkal atau berbatu untuk pertanian. Biasanya horison jenis tanah ini tidak tampak dan berupa batuan atau sejumlah besar laterit yang menutupi permukaan, terkadang tanahnya juga berbatu. Profil tanah biasanya dalam tetapi didominasi oleh kerikil, batu dan batu-batu besar. Untuk menanami tanah jenis litosol dapat dilakukan dengan metode teras iring. Batu-batu besarnya dapat dimanfaatkan sebagai penahan dinding (retaining wall) dan cara ini harus diikuti dengan perlindungan tanah dari erosi karena jenis tanah litosol peka terhadap erosi. Pada umumnya tanah litosol berpotensi sebagai sumber daya alam yaitu sebagai hutan lindung dan sebagai area penangkap air atau water catchment (Young,1976). Andosol dikenal sebagai tanah yang berasal dari abu vulkanik. Tanah andosol memiliki karakteristik yang tebal dan berwarna hitam pada horizon A karena mengandung abu vulkanik dan humus alofan. Tanah andosol memiliki struktur granular yang terbuka, porositas yang tinggi dan biasanya memiliki
30
kerapatan isi yang rendah. Tanah andosol memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi dan memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi. Kombinasi antara tekstur tanah yang baik, kemampuan menyerap air yang tinggi, drainase yang baik dan unsur hara yang cukup menjadikan tanah ini sangat cocok untuk pertanian (Young,1976). Dari data topografi dan jenis tanah yang peka terhadap erosi, maka perlu adanya penanaman untuk konservasi tanah dan air agar tidak terjadi erosi dan longsor. Pada beberapa titik di dalam kawasan yang mengalami longsor perlu diberi dinding penahan. Selain tanaman konservasi, lahan juga dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tanaman tahunan sehingga dapat menambah pendapatan warga setempat.
31
Gambar 21. Peta Topografi
32
4.2.3. Hidrologi Pada Kompleks Candi Gedong Songo terdapat dua sumber mata air yaitu mata air panas dan mata air dingin atau biasa. Mata air panas dan mata air dingin ini bersatu pada titik tertentu dan membentuk sungai kecil. Kedua mata air ini dimanfaatkan oleh warga setempat untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu dimanfaatkan juga sebagai sumber air untuk mengairi sarana umum di Kompleks Candi Gedong Songo seperti kios makan, toilet maupun penginapan setempat. Sumber mata air panas belerang berlokasi di lereng antara Candi Gedong III dan Candi Gedong IV. Mata air ini berasal dari letusan Gunung Ungaran yang saat ini sudah tidak aktif lagi. Selain sumber mata air panas juga terdapat uap belerang yang menyembur di sekitar mata air. Lokasi uap belerang terdapat pada beberapa titik namun saat ini yang tersisa terletak di dekat mata air panas. Sumber mata air panas ini disebut oleh penduduk setempat sebagai Kawah Candra Dimuka. Sumber mata air dingin berlokasi di lembah yang terletak di antara Candi Gedong I dan Candi Gedong II. Mata air ini disebut oleh warga setempat sebagai Kali Bening. Sumber mata air ini tidak pernah mengalami kekeringan ketika musim kemarau sehingga sangat bermanfaat bagi masyarakat setempat ketika musim kemarau. Selain itu sumber mata air ini dianggap suci oleh warga setempat. Air ini juga dimanfaatkan sebagai air wudhu dan air minum oleh pengunjung yang berkemah maupun wisatawan. Kedua sumber mata air ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata. Kepercayaan warga setempat tentang Kali Bening yang membawa berkah dan Kawah Candra Dimuka yang dapat menyembuhkan penyakit dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
4.2.4. Iklim Iklim merupakan salah satu faktor pembentuk kenyamanan manusia terhadap lingkungan disekitarnya. Kenyamanan mempengaruhi individu untuk melakukan aktivitas. Unsur iklim yang mempengaruhi kenyamanan yaitu suhu udara, lama penyinaran matahari, kelembaban relatif dan pergerakan angin (Brooks, 1988).
33
Berdasarkan rumus Schmidt dan Ferguson, Kecamatan Ambarawa berdasarkan bulan basah dan bulan kering termasuk kedalam tipe iklim C yaitu agak basah (Pamungkas, 2006). Data iklim diperoleh dari Badan Metereologi dan Geofisika tahun 2006 untuk wilayah Kabupaten Semarang - Ungaran. Diperoleh data bahwa suhu udara rata-rata per bulan tahun 2006 adalah berkisar antara 24,3 – 28,3 ºC. Grafik suhu udara dapat dilihat pada Gambar 22.
Suhu Udara (C)
Suhu Udara (C) 30 28 26 24 22 J AN
FEB M AR APR
M EI J UN
J UL
AGS
SEP
OKT NOV
DES
Bulan Suhu Udara
Gambar 22. Grafik Suhu Udara (BMG, 2006)
Dari grafik di atas diperoleh suhu udara rata-rata untuk wilayah Kabupaten Semarang – Ungaran pada tahun 2006 adalah 26,2 ºC. Menurut Laurie (1985), suhu udara ideal bagi kenyamanan manusia adalah antara 10 – 27 ºC, dengan demikian suhu udara untuk wilayah Kabupaten Semarang dapat dikategorikan nyaman. Toleransi manusia terhadap kelembaban udara bervariasi, sehingga kenyamanan
dalam beraktivitas
melibatkan
unsur
iklim yang
lainnya.
Kelembaban relatif udara wilayah Kabupaten Semarang untuk tahun 2006 berkisar antara 74 – 88 %. Grafik kelembaban udara dapat dilihat pada Gambar 23.
34
Kelembaban udara (%)
Kelembaban Udara (%) 90 85 80 75 70 65 J AN
FEB
M AR
APR
M EI
J UN
J UL
AGS
SEP
OKT
NOV
DES
Bulan Kelembaban Udara (%)
Gambar 23. Grafik Kelembaban Udara (BMG, 2006)
Dari data BMG Stasiun Semarang pada tahun 2006 diperoleh rara-rata kelembaban udara pada tahun 2006 yaitu 80 %. Untuk memperoleh nilai kenyamanan dapat menggunakan THI yaitu (Thermal Humidity Index) dengan rumus :
THI = 0,8 T + (RH x T) 500
RH : Kelembaban nisbi udara (%) T : Suhu Udara (ºC)
Dari rumus tersebut maka diperoleh THI sebesar 25,152. Pada umumnya orang tropis merasa tidak nyaman pada THI > 27, dengan demikian untuk wilayah Kabupaten Semarang dapat dikategorikan nyaman karena nilai THI kurang dari 27. Curah hujan merupakan faktor yang penting dalam hidrologi. Untuk wilayah Semarang curah hujan per tahun berkisar antara 1703 – 2597,6 mm/tahun. Grafik curah hujan dapat dilihat pada Gambar 24.
35
Curah Hujan (mm)
Curah Hujan (mm)
600 500 400 300 200 100 0 J AN
FEB
M AR
APR
M EI
J UN
J UL
AGS
SEP
OKT
NOV
DES
Bulan Curah Hujan (mm)
Gambar 24. Grafik Curah Hujan (BMG, 2006)
Grafik curah hujan menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara musim hujan dan musim kemarau untuk wilayah Kabupaten Semarang. Ditunjukkan pada bulan Juli dan September yang tidak mengalami hujan dan pada bulan Februari merupakan bulan dengan curah hujan paling tinggi. Terdapat kekosongan data iklim pada bulan Agustus tahun 2006 karena tidak diperoleh data atau terdapat gangguan teknis dari sumber data BMG Stasiun Semarang.
4.2.5. Vegetasi dan Satwa Kompleks Candi Gedong Songo telah mengalami pemugaran secara bertahap oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3), dahulu disebut sebagai Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah. Pemugaran ini dilakukan dua tahap pada kompleks candi yang berbeda yaitu tahun 1928-1931 dan tahun 1977-1983. Setelah dilakukan pemugaran, pihak Perum Perhutani mengadakan penanaman pinus (Pinus merkusii) dalam upaya untuk menunjang kompleks sebagai kawasan wisata dan menciptakan suhu yang nyaman. Kemudian Perum PERHUTANI juga melakukan penanaman kembali dengan
36
tanaman kaliandra (Calliandra surinamensis) sebagai tanaman konservasi tanah dan air. Pada tahun 1998 di Kompleks Candi Gedong Songo dilakukan pengembangan dan pemanfaatan Kompleks Candi Gedong Songo oleh BP3. Salah satu program yang dilaksanakan yaitu pembuatan taman di sekitar Candi Gedong I dan Candi Gedong II serta di lingkungan sisi selatan Candi Gedong IV. Program pengembangan dan pemanfaatan kompleks Candi Gedong Songo oleh BP3 bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan sehingga terasa suasana yang nyaman dan menambah kualitas estetika. Jenis tanaman yang digunakan adalah tanaman dari habitat setempat. Tanaman tersebut antara lain jenis tanaman perdu, tanaman hias berbunga dan pohon pelindung (Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala, 1998). Taman tersebut saat ini masih terawat dengan baik namun ada beberapa tanaman yang sudah tidak ada lagi. Selain tanaman yang sudah ditanam oleh Perhutani dan BP3, pada Kompleks Candi Gedong Songo juga memiliki tanaman asli yaitu paku (Cyathea capensis) dan gandapura (Gaultheria fragrantissima). Jenis paku ini merupakan salah satu paku yang banyak dicari sedangkan pohon gandapura tumbuh didekat kawah belerang dan harum sehingga dapat menyamarkan bau belerang yang menyengat. Daun dan bunga dari pohon ini juga sering dimanfaatkan dalam farmasi sebagai obat atau minyak wangi. Tumbuhan-tumbuhan ini dapat dijadikan salah satu daya tarik bagi Kompleks Candi Gedong Songo. Sedangkan lahan kosong di kompleks ini dimanfaatkan oleh warga setempat sebagai lahan untuk menanam tanaman pangan lahan kering seperti jagung ( Zea mays). Vegetasi pada Kompleks Candi Gedong Songo dapat dilihat pada Tabel 2. Satwa yang terdapat dikawasan ini yaitu elang jawa (Spirazaetus bartelis) yang merupakan salah satu spesies burung yang langka dan dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Selain elang jawa juga terdapat burung yang lainnya seperti sriniti dan jenis serangga seperti kupu-kupu, capung, jangkrik dan lain-lain.
37
Tabel 2. Vegetasi pada Kompleks Candi Gedong Songo No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Lokal Sengon Nangka Beringin Kelengkeng Kayu Manis Jeruk Flamboyan Kerei Payung Mangga Palm Putri
11
Gandapura
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Lokal Bambu Bougenvil Hanjuang Penitian Terang Bulan Kembang Sepatu Lantana Mawar Jagung Paku Pisang
No 1 2 3 4 5
Nama Lokal Angelonica Rumput Gajah Taiwan Beauty Paku Jejer Lumut Hati
Pohon Nama Latin Albizia falcata Artocarpus integra Ficus benjamina Nephellium longanum Cinnamomun burmanii Citrus sp. Delonix regia Filicium decipiens Mangifera indica Veitchia pumila Gaultheria fragrantissima Perdu dan Semak Nama Latin Bambusa sp. Bougenvillea sp. Cordyline terminalis Duranta repens Duranta variegata Hibiscus rosasinensis Lantana camara Rosa sp. Zea mays Cyathea capensis Musa sp. Penutup Tanah Nama Latin Angelonica sp. Axonopus compresus Chupea sp. Nephrolepis exeltata Sphagnum sp.
Famili Fabaceae Moraceae Moraceae Sapindaceae Lauraceae Rutaceae Fabaceae Sapindaceae Anarcadiaceae Arecaceae Aricaceae Famili Poaceae Nyctaginaceae Agaveceae Verbenaceae Verbenaceae Malvaceae Verbenaceae Rosaceae Graminae Cyatheaceae Musaceae Famili Graminae Lythraceae Oleandraceae Hepaticeae
38
4.2.6. Utilitas Utilitas yang terdapat pada Kompleks Candi Gedong Songo yaitu jaringan listrik dan jaringan telepon. Jaringan listrik dimanfaatkan sebagai sarana penerangan dan sarana lainnya sebagai penunjang fasilitas yang terdapat di kompleks seperti penginapan, rumah makan dan lain-lain. Sedangkan jaringan telepon dimanfaatkan untuk telepon umum di kompleks. Sarana penerangan di Kompleks Candi Gedong Songo berupa lampulampu penerangan pada malam hari. Sarana penerangan ini menunjang adanya kegiatan pada malam hari di kompleks seperti perkemahan dan penjagaan keamanan Kompleks Candi Gedong Songo. Lampu-lampu penerangan ini terdapat di sekitar area rekreasi dan kelomplok Candi Gedong I, sehingga pada malam hari hanya area di sekitar Candi Gedong I yang terang sedangkan kelompok Candi Gedong II, III, IV, V gelap gulita dan tidak dapat dikunjungi pada malam hari. Area perkemahan terdapat di lapangan yang berlokasi di sebelah selatan kelompok Candi Gedong IV. Lapangan ini dimanfaatkan oleh warga setempat sebagai lapangan sepak bola atau acara-acara lainnya. Namun keterbatasan penerangan pada area ini menyebabkan para pegunjung yang ingin berkemah hanya dapat melakukannya di sekitar kelompok Candi Gedong I. Sarana kebersihan di Kompleks Candi Gedong Songo yaitu dengan penyediaan tempat sampah di setiap kelompok candi dan area-area tertentu seperti kios makan. Namun jumlah tempat sampah kurang jika pada hari yang ramai oleh pengunjung sehingga tapak menjadi kotor. Selain itu kesadaran pengunjung untuk menjaga kebersihan juga kurang. Untuk memasuki Kompleks Candi Gedong Songo terdapat peraturan yang sudah ditetapkan oleh pengelola yang menyebutkan bahwa dilarang membawa makanan dan minuman dari luar sehingga kebersihan dapat terjaga, namun pada kenyataannya peraturan ini tidak dipatuhi oleh pengunjung sehingga membuat tapak menjadi kotor oleh sampah-sampah makanan dan minuman yang dibawa oleh pengunjung. Seluruh sampah yang dikumpulkan oleh petugas kebersihan akan dibakar di tempat pembuangan akhir yang sudah disediakan oleh pengelola. Tempat
39
pembakaran ini dirancang sedemikian rupa sehingga seluruh sampah dapat terbakar sempurna.
4.2.7. Kualitas Visual Untuk sampai ke Desa Candi lokasi keberadaan Kompleks Candi Gedong Songo, melalui Desa Bandungan yang pada tahun 2007 sudah menjadi kecamatan. Bandungan merupakan wilayah dataran tinggi yang memiliki potensi keindahan alam yang sangat baik. Bandungan merupakan salah satu tempat wisata alam yang cukup terkenal di wilayah Semarang. Dalam perjalanan menuju Kompleks Candi Gedong Songo, sepanjang jalan pada sisi kanan dan kiri jalan dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai tempat penjualan tanaman hias sehingga sangat berpotensi sebagai good view. Pada sisi kiri jalan memasuki kompleks wisata akan dibangun Pasar Tanaman Hias Candi Gedong Songo dengan menggunakan tanah kas desa. Selain untuk menampung dan memudahkan penduduk yang berusaha di bidang tanaman hias, pasar ini juga ditujukan untuk menarik pengunjung ke Kompleks Candi Gedong Songo. Sebelum memasuki gerbang utama, ± 300 m dari gerbang terdapat sebuah tempat yang dapat melihat pemandangan Kota Ambarawa dari atas. Dari titik ini dapat dilihat juga Rawa Pening dan gunung-gunung lainnya yang menjadi latar belakangnya. Terkadang pada pagi hari elang jawa muncul dan dari titik ini dapat dilihat elang jawa dari dekat. Agar dapat menikmati good view ini dalam perjalanan menuju Kompleks Candi Gedong Songo maka disarankan untuk menggunakan sarana angkutan yang terbuka sehingga view tidak terhalang dan dapat dinikmati oleh pengunjung. Kompleks Candi Gedong Songo sendiri memiliki pemandangan alam yang indah yang menjadi nilai tambah bagi kompleks ini. Dari kompleks ini dapat dilihat berbagai gunung, selain Gunung Ungaran dapat dilihat juga Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing pada arah barat laut serta Gunung Merapi dan Gunung Merbabu pada sebelah timur. Titik tertinggi di Kompleks Candi Gedong Songo adalah Candi Gedong V. Di dekat Candi Gedong V ini terdapat bukit yang memiliki ketinggian hampir sama dengan Candi Gedong V yang disebut sebagai Bukit Spiral. Di atas bukit ini terdapat bangunan pos jaga yang berukuran 3 x 3 m2
40
yang digunakan untuk istirahat pengunjung untuk menikmati pemandangan Kompleks Candi Gedong Songo secara keseluruhan dan Kota Ambarawa secara keseluruhan. Namun bangunan ini kurang luas untuk menampung banyaknya pengunjung yang singgah untuk menikmati pemandangan. Di dalam Kompleks terdapat kios-kios liar yang tidak tertata. Warna terpalnya yang mencolok merusak karakter lanskap percandian dan menimbulkan kesan kumuh. Dalam perencanaan lanskap ini, potensi good view (pemandangan indah/ unik) akan dimanfaatkan untuk meningkatkan daya tarik kawasan, sedangkan kendala bad view (pemandangan buruk) harus dihilangkan atau dikurangi. Peta kualitas visual dapat dilihat pada Gambar 25.
4.3. Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya Kompleks Candi Gedong Songo termasuk dalam Desa Candi yang terdiri dari sembilan dusun yaitu Kalibendo, Ngonto, Candi, Ngablak, Tarukan, Talun, Nglarangan, Ngipik dan Darum. Desa Candi memiliki luasan lahan ± 472,54 Ha dan didominasi oleh sawah dan ladang sebesar 84,7 % dari total luasan. (Data Monografi Desa Candi, 2000).
View ke Rawa Pening dan Kota Ambarawa
LEGENDA
View ke Gunung Merapi dan Gunung Merbadu
Good views
Bad views
Overlook View ke kios-kios liar sebelum Candi Gedong II
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LASKAP DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
View ke Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing
JUDUL SKRIPSI : PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KAWASAN CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG DIRENCANAKAN dan DIGAMBAR OLEH : MUTIARA SANI
A34203015
JUDUL GAMBAR :
PETA KUALITAS VISUAL View uap kawah, pereng putih dan Gunung Ungaran
DOSEN PEMBIMBING :
Dr.Ir.NURHAYATI H.S.ARIFIN, MSc
View sebelum memasuki gerbang utama
DISETUJUI :
NOMOR GAMBAR :
24 View ke Gunung Ungaran
View ke toilet dan kios liar
0 10
30
50 m
U
41
Gambar 25. Peta Kualitas Visual
SKALA :
42
4.3.1. Keadaan Sosial, Ekonomi dan Pendidikan Jumlah total penduduk Desa Candi sebesar ± 6317 jiwa. Jumlah penduduk yang bekerja sebesar 3019 jiwa dan sebagian besar penduduk Desa Candi bekerja sebagai petani dan buruh tani yaitu sebesar ± 81,5%. Selain sebagai petani dan buruh tani penduduk Desa Candi juga bekerja sebagai pedagang, jasa pengangkutan, peternak, PNS, TNI, dan TKI. Jumlah keluarga menurut status pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Keluarga Menurut Status Pekerjaan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dusun/RW Kalibendo Ngonto Candi Ngablak Tarukan Talun Nglarangan Ngipik Darum Jumlah
Jumlah Keluarga 169 238 142 96 294 252 104 187 138 1620
Jumlah Keluarga Menurut Status Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja 165 4 234 4 140 2 94 2 288 6 250 2 104 184 3 134 4 1593 27
Sumber: Data Monografi Desa Candi, 2006
Kompleks Candi Gedong Songo tepatnya berlokasi di Dusun Darum dengan jumlah penduduk sebesar ± 138 kepala keluarga atau ± 589 jiwa. Menurut Kepala Desa Candi, Bapak Endri Rishartati sebagian besar mata pencarian penduduk Dusun Darum adalah sebagai penyedia sarana dan prasarana wisata di sekitar Kompleks Candi Gedong Songo. Diantaranya yaitu sebagai pedagang, jasa pengangkutan, penyedia lahan parkir cadangan, jasa penginapan dan jasa persewaan kuda. Penduduk yang bekerja sebagai pedagang makanan di dalam kompleks candi, selain hari libur atau hari libur nasional bekerja sebagai petani. Jumlah keluarga yang terdapat di Desa Candi adalah 1620 keluarga. Dari total jumlah keluarga sebesar 1620 keluarga terdapat 592 keluarga (36,5%) yang tidak tamat sekolah dasar, tamat sekolah dasar dan SLTP sebanyak 659 keluarga (40,7 %) dan tamat SLTA sebanyak 301 keluarga (18,6 %) serta yang tamat
43
perguruan tinggi dan akademi sebanyak 4,2 % atau 68 keluarga. Tabel jumlah keluarga menurut status pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Keluarga Menurut Status Pendidikan Jumlah Keluarga Menurut Status Pendidikan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dusun/RW Kalibendo Ngonto Candi Ngablak Tarukan Talun Nglarangan Ngipik Darum Jumlah
Tidak Tamat SD 58 88 43 38 126 77 22 83 57 592
Tamat SD-SLTP 61 104 60 33 79 137 55 77 53 659
Tamat SLTA 39 38 32 22 69 32 22 23 24 301
Tamat AK/PT 11 8 7 3 20 6 5 4 4 68
Jumlah 169 238 142 96 294 252 104 187 138 1620
Sumber: Data Monografi Desa Candi, 2006
Desa Candi memiliki sarana pendidikan sampai jenjang SLTP. Sarana pendidikan tersebut berupa empat gedung taman kanak-kanak, tiga gedung sekolah dasar dan satu gedung SLTP terbuka. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah keluarga yang tidak tamat sekolah cukup besar. Untuk Dusun Darum terdapat 41,3 % keluarga yang tidak tamat SD dan 38,4 % yang tamat SD-SLTP. Rendahnya pendidikan berkaitan dengan mata pencaharian penduduk Dusun Darum yang mengandalkan obyek wisata Kompleks Candi Gedong Songo sebagai sumber mata pencaharian.
4.3.2. Kepercayaan, Budaya dan Kesenian Penduduk Desa Candi mayoritas beragama Islam, tetapi ada juga yang beragama Kristen, Katolik dan menganut aliran kepercayaan. Kompleks Candi Gedong Songo merupakan tempat yang dianggap suci bagi penduduk Desa Candi walaupun dengan latar belakang agama yang berbeda. Pada hari-hari tertentu ataupun acara-acara tertentu masih dilakukan sesajian pada candi-candi yang ada di Kompleks Candi Gedong Songo. Selain itu pada malam hari di kompleks ini masih sering digunakan untuk melakukan pertapaan atau menyepi untuk mencari
44
ketenangan atau penerangan. Hingga saat ini Kompleks Candi Gedong Songo dipercayai oleh penduduk sekitar memiliki kekuatan untuk membantu memecahkan masalah atau mencari solusi. Bahkan tidak jarang pengunjung dari luar kota melakukan ritual menyepi di Candi Gedong Songo untuk mencari “wangsit” atau pencerahan. Desa Candi memiliki beberapa perkumpulan kebudayaan dan kesenian yaitu dua kelompok paduan suara, satu perkumpulan orkes melayu, lima perkumpulan kesenian daerah, satu perkumpulan keroncong, dua perkumpulan kosidah, dan satu perkumpulan kulintang. Perkumpulan kebudayaan dan kesenian ini sangat berpotensi untuk dikembangkan untuk mendukung keberadaan Kompleks Candi Gedong Songo sebagai salah satu atraksi wisata. Salah satu perkumpulan kesenian daerah yang dimiliki Desa Candi yaitu kesenian Gamelan Pelog Slendro. Sanggar kesenian ini dipimpin oleh Bapak Sarwan di Dusun Ngontho. Selain itu juga terdapat kesenian daerah lainnya berupa kuda lumping yang sering diadakan di Kompleks Candi Gedong Songo sebagai daya tarik pengunjung. Pada tanggal 23 Desember 2006, UPTD Kompleks Candi Gedong Songo mengadakan Pagelaran Tari. Pagelaran ini diadakan atas kerjasama antara pihak Institut Seni Surakarta dan Sanggar gamelan Pelog Slendro Dusun Ngontho. Pagelaran ini bertujuan untuk mengangkat kebudayaan setempat dan sekaligus sebagai sarana promosi Kompleks Candi Gedong Songo. Tarian yang dibawakan oleh mahasiswa dari Institut Seni Surakarta ini menceritakan awal mula berdirinya Kompleks Candi Gedong Songo dipadu dengan legenda masyarakat setempat mengenai terbentuknya Gunung Ungaran. Selain pagelaran tari, pihak UPTD juga mengundang seluruh sanggar kesenian daerah yang ada di sekitar Desa Candi misalnya kuda lumping dari Temanggung dan campur sari dari Desa Sumowono. Pengadaan pagelaran tari meningkatkan jumlah pengunjung pada saat itu sehingga Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mamutuskan untuk mengadakan pagelaran ini secara rutin. Untuk itu maka dibutuhkan penari-penari yang dapat mengadakan pagelaran secara rutin. Pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kemudian menindaklanjuti dengan pemberian dana pembinaan sanggar kesenian daerah. Salah satunya dimanfaatkan untuk melatih penari yang akan rutin
45
melakukan pagelaran. Penari-penari berasal dari penduduk setempat sebagian besar merupakan remaja dan guru tari berasal dari Institut Seni Surakarta. Dana pembinaan juga dimanfaatkan untuk sanggar gamelan Pelog Slendro yang nantinya akan bekerjasama dengan penari.
4.4. Aspek Wisata 4.4.1. Pengunjung Pengunjung Kompleks Candi Gedong Songo terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Walaupun saat ini mayoritas pengunjung Kompleks Candi Gedong Songo merupakan wisatawan domestik namun wisatawan mancanegara juga tidak sedikit yang berkunjung ke kompleks ini. Kompleks Candi Gedong Songo ini mulai dikenal oleh masyarakat umum sebagai tempat wisata sejarah sekaligus tempat wisata yang memiliki pemandangan alam yang indah. Peningkatan jumlah pengunjung dari tahun 1999 sampai tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Peningkatan Jumlah Pengunjung Dari Tahun 1999-2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Jumlah Pengunjung (Orang) 38903 47192 78576 76355 88366 98920 108624 131522
Peningkatan (%) 21,3 66,5 2,8 15,7 11,9 9,8 21,1
Sumber: UPTD, 2006
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa peningkatan paling tinggi terjadi pada tahun 2001 kemudian menurun drastis pada tahun 2002. Pada tahun 2005 dibentuk sebuah badan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yaitu UPTD atau Unit Pelayanan Teknis Dinas dibentuk, unit ini diberi wewenang dan tugas untuk melakukan perencanaan pada kawasan wisata yang di kelola dimana unit ini bertanggung jawab secara langsung untuk menangani pengelolaan obyek wisata seperti Kompleks Candi Gedong Songo. Dengan adanya UPTD maka pengelolaan
46
dapat dilakukan secara langsung. Menurut Bapak Supeno sebagai kepala UPTD, pada tahun 2006 dilakukan berbagai perbaikan fasilitas dan pembangunan beberapa fasilitas seperti tempat penyimpanan gamelan, aula, panggung sendratari, permandian air panas, panjat tebing, dan perbaikan jalan. Dengan adanya perbaikan dan pembangunan ini Kompleks Gedong Songo menjadi lebih ramai didatangi oleh pengunjung, terlihat pada Tabel 5. terjadi peningkatan sebesar 21.08 % dari tahun 2005 ke tahun 2006. Pengunjung Kompleks Candi Gedong Songo ramai pada hari libur dan hari libur nasional. Pada saat hari-hari biasa pengunjung yang datang sangat sedikit bahkan bisa hanya 40 orang per bulan. Pengunjung yang datang pada umummya merupakan keluarga atau kunjungan karyawisata oleh murid-murid SD, SLTP atau SLTA. Kompleks Candi Gegong Songo ini juga sering dimanfaatkan sebagai area perkemahan oleh pecinta alam maupun siswa sekolah. Tabel 6 menunjukkan jumlah pangunjung domestik dan mancanegara serta pengunjung dengan tujuan kemping pada hari biasa dan hari libur pada tahun 2006.
Tabel 6. Jumlah Pengunjung Pada Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Hari Libur 10455 2370 4055 5156 4624 5055 7770 5854 3666 13610 4050 5500 72165
Domestik Hari Biasa 2328 1659 1931 2653 1155 1159 1501 1182 1085 40 460 215 15368
Kemping 2365 452 972 11306 1330 4950 5920 2931 3587 3142 3148 2917 43020
Asing
Jumlah
41 40 62 67 61 79 127 199 137 64 58 34 969
15189 4521 7020 19182 7170 11243 15318 10166 8475 16856 7716 8666 131522
Sumber: UPTD, 2006
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada jumlah pengunjung pada hari libur jauh lebih tinggi dibandingkan pada saat hari biasa. Tertinggi pada bulan April
47
kemudian Juli, Januari dan Oktober. Pada bulan Juli dan Januari merupakan hari libur sekolah sehingga banyak pengunjung yang datang. Sedangkan pada bulan April dan Oktober merupakan bulan yang banyak memiliki hari libur nasional. Banyaknya jumlah wisatawan asing pada bulan Juli, Agustus dan September diduga berkaitan dengan libur musim panas di negara asal wisatawan tersebut. Adapun aktivitas pengunjung biasanya berupa melihat candi dari dekat, melihat arca, rekreasi, menikmati pemandangan dan berkemah. Aktifitas melihat candi dan arca dilakukan di sekitar area candi-candi Gedong Songo, untuk rekreasi biasanya dilakukan di area rekreasi dan berkemah dilakukan di area hutan, area sekitar candi atau area rekreasi. Pengunjung yang datang dengan minat khusus atau yang melakukan wisata sejarah biasanya murid-murid sekolah dasar atau SLTP yang datang untuk studi tour. Pengunjung ini biasanya mendapatkan pelayanan pemandu wisata dari UPTD atau BP3. Selain itu terdapat juga pengunjung yang datang untuk melakukan ritual ibadah seperti menyepi atau bersemedi. Berdasarkan kuisioner yang dibagikan kepada 40 pengunjung Komlpeks Candi Gedong Songo, diperoleh data bahwa aktivitas yang dilakukan di candi yaitu 45% bermain, 28% memperoleh pengetahuan mengenai candi, 18% fotofoto, dan 20% melakukan aktivitas lainnya. Aktivitas yang dilakukan di sekitar candi yaitu 40% menikmati pemandangan, 23% bekemah, 20% piknik, 20% bermain, 10% berolahraga dan 3% foto-foto. Kesan pengunjung terhadap Kompleks Candi Gedong Songo yaitu sebesar 53% merasa indah, 38% sangat indah dan 10% biasa saja. Sebesar 70% pengunjung merasa tidak mendapatkan pelayanan interpretasi dan 30% mendapatkan pelayanan interpretasi. Sarana interpretasi yang ada menurut pengunjung yaitu guide sebesar 10%, media dalam kawasan sebesar 40% dan leaflet/ brosur sebesar 18%.
4.4.2. Obyek Wisata dan Atraksi Wisata Menurut Suwantoro (2004) sarana wisata dibagi dalam tiga unsur pokok, salah satunya yaitu sarana pokok kepariwisataan. Obyek wisata dan atraksi wisata merupakan bagian dari sarana pokok kepariwisataan. Obyek wisata yaitu keindahan alam (natural amenities), iklim, pemandangan, fauna dan flora yang
48
langka atau aneh (uncommom vegetation), hutan, dan health center seperti sumber air panas belerang dan kolam lumpur; dan ciptaan manusia (man made supply) seperti monumen-monumen, candi, art gallery dan lain-lain. Atraksi wisata merupakan ciptaan manusia seperti kesenian, festival, pesta ritual dan sebagainya. Obyek wisata dan atraksi wisata yang dapat dikunjungi Kompleks Candi Gedong Songo yaitu Kompleks Percandian Gedong Songo, Pemandian air panas belerang, Air suci Kali Bening, dan atraksi wisata berupa Pagelaran Seni Daerah serta atraksi lainnya. Obyek wisata dan atraksi wisata yang dapat dikunjungi antara lain:
1. Kompleks Candi Gedong Songo Kompleks Candi Gedong Songo merupakan salah satu karya arsitektur awal pada masa perkembangan agama Hindu di Jawa Tengah yang masih tertinggal. Pada mulanya candi ini digunakan sebagai tempat peribadatan umat Hindu pada masa itu. Kompleks Candi Gedong Songo memiliki keistimewaankeistimewaan tertentu di setiap kelompok candinya. Kompleks Candi Gedong Songo tediri dari lima kelompok candi yang masih utuh dengan keistimewaan masing-masing. Saat ini Kompleks Candi Gedong Songo berfungsi sebagai salah satu obyek wisata untuk wilayah Kabupaten Semarang. Selain itu candi ini dimanfaatkan sebagai tempat persemedian atau tempat menyepi oleh pengunjung tertentu yang ingin mendapatkan wangsit. Pada hari tertentu seperti Hari Raya Nyepi, Kompleks Candi Gedong Songo merupakan salah satu candi yang dikunjungi untuk melakukan ritual upacara agama oleh pengunjung dari Bali.
2. Pemandian Air Panas Belerang Sumber mata air panas belerang berlokasi di lereng antara Candi Gedong III dan Candi Gedong IV (Gambar 26). Mata air ini berasal dari letusan Gunung Ungaran yang saat ini sudah tidak aktif lagi. Selain sumber mata air panas juga terdapat uap belerang yang menyembur di sekitar mata air. Lokasi uap belerang terdapat pada beberapa titik namun saat ini yang tersisa hanya yang di dekat mata air panas (Gambar 27). Sumber mata air panas ini disebut oleh penduduk setempat sebagai Kawah Candra Dimuka.
49
Gambar 26. Mata Air Panas
Gambar 27. Uap Belerang
Kawah ini diberi nama Kawah Candra Dimuka karena menurut legenda setempat berasal dari kejadian penghimpitan Rahwana dengan menggunakan Gunung Ngungrungan untuk meredam angkara murka Rahwana oleh Rama Wijaya. Rahwana merupakan tokoh raksasa dalam pewayangan dalam adat Jawa yang tidak dapat dibinasakan. Gunung Ngungrungan dalam perubahan katanya banyak disebut sebagai Gunung Ungaran. Sehingga kawah yang muncul dari Gunung Ungaran ini dianggap sebagai nafas Rahwana yang sedang murka dan tidak pernah mati. Legenda ini hingga saat ini dipertahankan sebagai cerita rakyat
50
dan diceritakan kepada pengunjung yang ingin mengetahui asal usul kawah tersebut. Sumber mata air panas belerang ini kemudian digunakan pengunjung untuk mandi dan dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Oleh karena itu pihak UPTD pada tahun 2006 melakukan pembangunan pemandian air panas untuk memenuhi kebutuhan pengunjung (Gambar 28). Sebelum dilakukan pembangunan pemandian air panas, lokasi sumber mata air panas ini tidak terawat dan tampak kumuh.
Gambar 28. Pemandian Air Panas Belerang
Pemagaran dan pembangunan pemandian air panas ini menggunakan material bangunan dari besi atau logam, sehingga dalam waktu yang relatif singkat bangunan pagar sudah tampak mengalami korosif karena kandungan belerangnya yang tinggi. Bak pemandian juga sudah tampak mengalami kerusakan karena retak-retak pada keramik lantainya. Selain itu pemilihan warna keramik yang berwarna putih membuat pemandian tampak kotor karena pengaruh belerang dan membuat warnanya menjadi kuning. Namun dengan adanya obyek wisata ini menambah daya tarik pengunjung untuk datang ke kawasan wisata Kompleks Candi Gedong Songo. Pengunjung biasanya akan mampir ke area pemandian ini walau hanya untuk merasakan panas air belerangnya. Terkadang air panas belerang ini dibawa oleh pengunjung pulang sebagai buah tangan.
51
3. Air Suci Kali Bening Sumber mata air dingin atau air suci berlokasi di lereng yang terletak di antara Candi Gedong I dan Candi Gedong II. Mata air ini disebut oleh warga setempat sebagai Kali Bening (Gambar 29). Sumber mata air ini tidak pernah mengalami kekeringan ketika musim kemarau. Sumber mata air ini dianggap suci oleh warga setempat. Air ini juga dimanfaatkan sebagai air wudhu dan air minum oleh pengunjung. Pengunjung biasanya mengambil air Kali Bening karena dianggap membawa berkah.
Gambar 29. Air Suci Kali Bening
Kondisi mata air ini terawat dengan baik dan terjaga. Di dekat mata air Kali Bening ini dibangun sebuah tempat beribadah terbuka seperti gazebo. Tempat ini disebut tempat sembahyang yang dapat digunakan untuk shalat maupun kegiatan ibadah lainnya, misalnya pada saat tertentu tempat ini digunakan juga sebagai tempat bersemedi atau menyepi oleh pengunjung tertentu.
4. Pagelaran Seni Daerah Untuk menarik minat pengunjung, sering diadakan atraksi kesenian daerah setempat di Kompleks Candi Gedong Songo. Kesenian yang sering digelar yaitu kuda lumping dan campur sari. Kesenian daerah ini dahulu dipertunjukkan di suatu area tebuka berupa lapangan terbuka. Saat ini telah dibangun sebuah panggung khusus untuk mengadakan pagelaran kesenian daerah (Gambar 30).
52
Gambar 30. Panggung Pagelaran Kesenian Daerah
Pembangunan panggung ini pada saat itu ditujukan untuk mengadakan pagelaran sendratari yang disutradarai oleh Hernowo Sujendro BK sebagai Kasi Kesenian dan Nilai Tradisional Dispartabud. Sendratari ini merupakan kreasi baru yang digarap dengan dua warna yaitu nuansa sejarah dan legenda. Nuansa sejarah yaitu menceritakan tentang asal muasal pembangunan Kompleks Candi Gedong Songo dan nuansa legenda menceritakan tentang terkuburnya angkara murka Rahwana dihimpit Gunung Ungaran. Pagelaran sendratari ini merupakan pementasan yang didukung oleh puluhan penari dari Institut Seni Indonesia Surakarta (ISI) dan pengrawit.
5. Atraksi lainnya Atraksi lainnya yang terdapat di Kompleks Gedong Songo adalah panjat tebing yang sarananya telah disediakan oleh pengelola berupa tebing buatan (Gambar 31) yang baru dibangun pada tahun 2006. Dengan adanya tebing buatan ini pengunjung yang datang saat ini juga termasuk pangunjung yang ingin melakukan panjat tebing. Namun keberadaan panjat tebing buatan ini mengganggu view ke arah Candi Gedong V karena tingginya panjat tebing buatan ini menghalangi candi tertinggi tersebut. Oleh karena itu, dalam pengembangan kompleks sebagai kawasan wisata sejarah dan budaya panjat tebing ditiadakan karena kurang sesuai dengan jenis aktivitas wisata sejarah dan budaya.
53
Gambar 31. Panjat Tebing buatan
Selain panjat tebing buatan tersebut juga dibangun menara pandang untuk melihat seluruh Kompleks Candi Gedong Songo. Namun lokasinya berada di daerah yang lebih rendah dari kelompok candi lainnya sehingga kawasan tampak keseluruhan dari bawah. Tinggi dari menara ini adalah lima meter dan terbagi menjadi dua ruangan. Gedung menara pandang berwarna biru dan beratap seng sehingga dari jauh akan sangat terlihat mencolok. Hal ini mengganggu kualitas visual yang ada. Menara pandang dapat dilihat pada Gambar 32.
Gambar 32. Menara Pandang
54
4.4.3. Fasilitas Pendukung Wisata Fasilitas pendukung wisata adalah fasilitas yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung baik untuk menikmati atraksi maupun kebutuhan dan keinginan lainnya seperti makan, minum, beribadah, berbelanja dan lain-lain. Fasilitas umum yang tersedia di sekitar area Candi Gedong Songo yaitu area parkir, toilet umum, mushola, tempat sembahyang, taman bermain anak, kios makanan, rumah makan, dan koperasi. 1. Area Parkir Area parkir Kompleks Candi Gedong Songo terdiri dari tiga bagian yaitu area parkir bis, area parkir mobil dan area parkir motor. Area parkir bis terpisah dari area parkir mobil dan motor, lokasinya ± 500 m dari kompleks. Luasannya dapat menampung bis pariwisata sebanyak sepuluh bis. Lokasi parkir yang cukup jauh dan jalan yang cukup terjal membuat pengunjung cukup kelelahan ketika sampai pada gerbang utama Kompleks Candi Gedong Songo. Oleh karena itu perlu adanya kendaraan khusus untuk membantu pengunjung sampai ke tujuan dapat berupa kendaraan roda empat dengan dinding terbuka agar pengunjung dapat menyaksikan pemandangan indah menuju ke kompleks dan akan menjadi suatu keunggulan tersendiri yang dimiliki oleh Kompleks Candi Gedong Songo. Area parkir bis juga dimanfaatkan oleh warga setempat sebagai tempat berjualan tanaman hias. Tanaman hias ini juga sekaligus sebagai daya tarik dan menambah kualitas visual. Namun kondisi aspalnya tidak cukup baik dan sudah mengalami kerusakan. Kondisi area parkir bis dapat dilihat pada Gambar 33.
Gambar 33. Area Parkir Bis Pariwisata
55
Area parkir mobil dan kendaraan roda dua berada di dalam Kompleks Candi Gedong Songo. Area parkir cukup luas, bagian atas (Gambar 34) merupakan tempat parkir mobil dan bagian bawah merupakan tempat parkir kendaraan roda dua (Gambar 35). Area parkir mobil terbuat dari paving dan dalam kondisi yang baik, sedangkan untuk area parkir kendaraan roda dua kondisinya tidak cukup baik karena aspalnya sudah rusak. Namun pada dinding area parkir kendaraan roda dua terdapat ukiran candi hindu yang menyerupai Candi Gedong Songo yang disengaja di ukir untuk menambah daya tarik.
Gambar 34. Area Parkir Mobil
Gambar 35. Area Parkir Kendaraan Roda Dua
Pada hari biasa atau hari kerja pengunjung yang datang ke Kompleks Candi Gedong Songo tidak banyak sehingga area parkir sangat memadai. Namun
56
pada saat hari-hari libur baik hari minggu maupun hari libur nasional pengunjung yang datang sangat banyak dan melebihi kapasitas area parkir. Untuk menangani masalah ini, pengelola telah menyiasatinya dengan melibatkan penduduk setempat untuk menyediakan tempat parkir sementara di rumah penduduk sehingga dapat menjadi matapencaharian sampingan bagi penduduk sekitar kompleks.
2. Tempat Penjualan Tiket Tempat penjualan tiket merupakan tempat untuk membeli tiket bagi pengunjung sekaligus sebagai tempat pusat informasi. Pengunjung dapat memperoleh informasi mengenai Kompeks Candi Gedong Songo disini atau untuk menyewa jasa pemandu wisata. Namun pusat informasi saat ini belum menyediakan atau menyajikan informasi pendahuluan mengenai Kompleks Candi Gedong Songo untuk membantu pengunjung untuk memahami dan mengapresiasi atraksi yang akan disaksikan didalam kompleks. Informasi akan diberikan pada pengunjung yang meminta secara khusus kepada pegawai UPTD misalnya dalam rangka studi tour siswa sekolah atau karya wisata.
3. Koperasi Koperasi di Kompleks Candi Gedong Songo merupakan tempat yang menyediakan berbagai cinderamata khas Candi Gedong Songo seperti pernakpernik, makanan khas, dan kaos buatan warga setempat dan sarana komunikasi yaitu wartel. Cinderamata yang terdapat di koperasi ini merupakan buah tangan khas Desa Candi yang dibuat oleh penduduk setempat. Cinderamata ini berasal dari paguyuban cinderamata yang mengumpulkan barang-barang buatan penduduk setempat kemudian didistribusikan ke pasaran salah satunya yaitu Koperasi
Candi
Gedong
songo.
Namun
koperasi
ini
belum
optimal
pemanfaatannya sehingga jarang pengunjung yang mengetahui keberadaan koperasi dan kurang berminat mengunjungi koperasi.
4. Panggung Pementasan Panggung pementasan ini memiliki luasan 18 x 10 m2. Pada bagian bawah panggung terdapat ruang bawah tanah yang berfungsi sebagai ruang rias dan
57
gudang. Panggung pementasan ini merupakan panggung terbuka dan bernuansa Hindu. Jika berada tepat ditengah panggung maka view akan langsung menghadap ke Candi Gedong I dengan background gunung sehingga karakter panggung menjadi semakin kuat. Panggung ini dimanfaatkan sebagai tempat pementasan kesenian daerah setempat. Dengan adanya panggung ini akan mendukung atraksi wisata yang ditawarkan oleh pengelola.
5. Pendopo Pendopo merupakan bangunan beratap tanpa dinding dan atapnya disangga oleh sejumlah tiang. Pendopo digunakan sebagai tempat pertemuan dan untuk menampung orang banyak. Di Kompleks Candi Gedong Songo pendopo digunakan untuk mengumpulkan massa atau tempat istirahat bagi pengunjung. Kondisi pendopo saat ini cukup baik dan digunakan sebagai tempat berkumpul atau tempat istirahat bagi pengunjung. Pendopo Kompleks Candi Gedong Songo dapat dilihat pada Gambar 36.
Gambar 36. Pendopo
6. Aula dan Tempat Gamelan Aula dan tempat penyimpanan gamelan yang dimiliki oleh kompleks ini merupakan bangunan yang baru dibangun pada tahun 2006. Aula dan tempat penyimpanan gamelan terletak berdampingan. Aula ini cukup luas untuk digunakan sebagai tempat pertunjukan gamelan atau acara lainnya seperti pementasan campur sari atau kesenian daerah lainnya. Sedangkan tempat
58
penyimpanan gamelan berfungsi untuk menyimpan alat saja. Aula dan tempat penyimpanan gamelan dapat dilihat pada Gambar 37.
Gambar 37. Aula dan Tempat Penyimpanan Gamelan
Saat ini aula hanya digunakan pada saat acara-acara tertentu saja dan tidak dimanfaatkan untuk menarik minat pengunjung. Aula ini dapat dimanfaatkan untuk pertunjukan gamelan secara rutin atau setiap hari libur untuk memperkuat karakter tapak. Selain itu pertunjukan gamelan dapat juga menjadi salah satu atraksi yang dapat disajikan untuk menarik pengunjung.
7. Sarana Interpretasi Di dalam Kompleks Candi Gedong Songo sarana interpretasi berupa media dan pemandu wisata. Media yang terdapat di dalam kompleks hanya berupa papan informasi (Gambar 38) yang berisi tentang sejarah pemugaran Candi Gedong Songo. Di setiap candi tidak ditemukan adanya sarana interpretasi baik nama maupun keterangan mengenai keistimewaannya. Hal ini menyebabkan pengunjung tidak memperoleh informasi yang memadai mengenai candi setelah kembali dari berwisata. Pemandu wisata berasal dari Balai Pelestarian Peninggalan dan Purbakala (BP3) yang bertugas untuk menjaga kelestarian dan keamanan Kompleks Candi Gedong Songo. Pemandu wisata ini bertugas pada hari libur dan hari besar nasional atau ketika ada rombongan wisata yang datang. Pada hari biasa pemandu ini akan berkeliling ke seluruh kompleks sehingga akan sulit ditemui. Sarana interpretasi yang kurang menyebabkan pengunjung yang
59
datang ke kompleks hanya sekedar menikmati kemegahan dan keindahan alamnya saja, tetapi kurang mengetahui keistimewaan dan informasi yang memadai mengenai masing-masing obyek wisata.
Gambar 38. Papan Informasi Pemugaran Candi Gedong Songo
Kantor BP3 yang terdapat di Kompleks Gedong Songo memiliki koleksi foto lengkap tentang pemugaran candi dari Candi Gedong I hingga Candi Gedong V namun foto ini tidak dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan pengunjung tentang kompleks. Selain itu di dalam kantor juga terdapat miniatur lanskap Kompleks Candi Gedong Songo. Sebaiknya sarana-sarana interpretasi ini dimanfaatkan dengan baik dengan membangun satu bangunan khusus untuk menampilkannya, misalnya dalam bentuk museum atau ruang audio visual atau kedua-duanya. sehingga pengunjung dapat mendapatkan informasi memadai mengenai Kompleks Candi Gedong Songo.
8. Jalur Sirkulasi di dalam Kompleks Jalur sirkulasi di dalam Kompleks Candi Gedong Songo berfungsi sebagai penghubung antar ruang dan menjadi penyatu lanskap. Jalur sirkulasi ini digunakan sebagai sarana peribadatan pada masa lalu. Perkembangan Kompleks Candi Gedong Songo sebagai obyek wisata mengakibatkan terjadinya perubahan jalur sirkulasi di kompleks ini. Pada awalnya jalan masuk dan keluar kompleks percandian berbeda, hal ini diasumsikan serupa dengan tempat-tempat suci agama Hindu lainnya yang menganggap jalur masuk dan keluar berkaitan dengan
60
kesucian dan aliran energi. Energi yang dibawa ketika memasuki tempat suci merupakan energi negatif kemudian menjadi positif ketika keluar dari tempat suci. Jika jalan masuk dan keluar sama maka akan terjadi benturan energi yang dianggap tidak baik dalam agama Hindu. Saat ini jalan masuk dan keluar kompleks menjadi satu untuk mengefektifkan pengawasan selain itu terdapat banyak percabangan jalan. Hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan massa pada titik tertentu dan jalur sirkulasi menjadi tidak efektif . Jalur sirkulasi di dalam Kompleks Candi Gedong Songo terbagi menjadi dua yaitu jalur pejalan kaki dan jalur penunggang kuda (Gambar 39). Untuk menikmati atraksi di kompleks ini dapat digunakan sarana kuda yang sudah tersedia. Jalur sirkulasi ini dalam kondisi yang baik karena baru diperbaiki tahun 2006 oleh pihak pengelola, namun pada beberapa titik yang memiliki kelerengan yang curam terjadi longsor. Longsoran ini tidak mengganggu pejalan kaki maupun penunggang kuda namun perlu adanya antisipasi untuk mencegah terjadinya bahaya longsor yang lebih besar. Adanya jalur penunggang kuda dapat memacu terjadinya erosi dan longsor lebih besar, oleh karena itu jalur penunggang kuda direncanakan akan ditempatkan pada satu area khusus.
Gambar 39. Kondisi Jalan di dalam Kompleks
61
9. Kios Makan Kios-kios makan disediakan oleh pengelola untuk memenuhi kebutuhan pengunjung. Luasan per kios adalah 4 x 6 m2 dilokasikan pada satu area di sebelah timur area rekreasi. Kios-kios makan ini dikelola oleh penduduk setempat. Menurut Bapak Supeno sebagai kepala UPTD menyatakan bahwa penduduk yang menjadi pedagang di kios-kios makan tersebut merasa kurang puas karena luasan kios kurang luas (Gambar 40).
Gambar 40. Kios Makanan
Selain kios yang sudah dibangun oleh pengelola pada Kompleks Candi Gedong Songo, terdapat kios-kios liar yang berada sepanjang jalan Candi Gedong I sampai Candi Gedong II. Kios-kios liar ini merupakan bangunan tidak permanen (Gambar 41) yang dibangun oleh warga setempat yang mencari nafkah dengan berjualan. Namun keberadaan kios-kios ini ilegal dan tidak mendapatkan ijin resmi dari pengelola. Bangunan yang terbuat dari terpal-terpal berwarna mencolok seperti oranye dan biru membuat kualitas visual menjadi buruk. Selain itu dengan adanya bangunan-bangunan ini membuat kesakralan candi menjadi tidak tampak karena terhalang oleh terpal yang berwarna mencolok.
62
Gambar 41. Kios-kios Liar di Sekitar Candi
10. Taman Bermain Anak Taman bermain berlokasi berdekatan dengan kios makanan. Pada taman ini disediakan permainan anak-anak seperti ayunan, jungkat-jungkit dan lain sebagainya serta patung-patung hewan seperti gajah, kuda dan macan. Desain fasilitas permainan yang ada saat ini kurang mendukung karakter tapak sebagai lanskap sejarah dan budaya Kompleks Candi Gedong Songo. Perlu dilakukan pemilihan jenis dan fasilitas permainan dengan desain yang sesuai, berpotensi sebagai media pendidikan budaya bagi anak-anak. Taman bermain anak dapat dilihat pada Gambar 42.
Gambar 42. Taman Bermain
63
11. Toilet Terdapat lima toilet umum yang berada di Kompleks Candi Gedong Songo dan terbagi menjadi empat area yaitu sekitar Candi Gedong I dan II serta di sebelah barat laut Candi Gedong V. Toilet ini biasanya digunakan juga oleh pengunjung yang berkemah di Kompleks Candi Gedong Songo. Kondisi toilet umum cukup baik dan terawat tetapi ada satu toilet umum yang tidak dalam kondisi yang baik karena bangunannya terbuat dari kayu sehingga saat ini bangunan ini sudah rapuh dan terlihat tidak terawat. Sumber air toilet berasal dari sumber air panas dan sungai Kali Bening.
12. Mushola dan Tempat Sembahyang Di Kompleks Candi Gedong Songo terdapat mushola dan tempat sembahyang, kondisi tempat-tempat tersebut cukup baik dan dapat menampung pengunjung yang datang. Tempat sembahyang yang terdapat di Kompleks Candi Gedong Songo merupakan bangunan tanpa dinding yang dapat digunakan untuk melakukan ibadah baik yang beragama islam maupun penganut kepercayaan. Berdasarkan keterangan dari Bapak Sumarno sebagai penjaga Candi Gedong Songo tempat beribadah ini atau disebut juga tempat sembahyang yang berarti tempat menghadap ”Yang” atau Yang Maha Kuasa dalam bahasa Jawa merupakan tempat khusus yang dibangun oleh sebuah keluarga untuk melakukan ibadah maupun ritual keagamaan.
13. Terminal Kuda Terminal kuda yang berada di Kompleks Candi Gedong Songo merupakan tempat kuda ditambatkan dan tempat makan sementara karena kuda-kuda akan dibawa oleh pemiliknya masing-masing setelah kompleks wisata ditutup, oleh karena itu terminal kuda ini tidak berukuran luas karena hanya untuk singgah kuda sementara. Kuda-kuda tersebut berasal dari penduduk setempat yang membentuk paguyuban dan bekerjasama dengan pihak pengelola. Dengan adanya kuda-kuda ini dapat membantu wisatawan yang ingin menikmati Kompleks Candi Gedong Songo yang enggan untuk berjalan kaki. Kuda ini disewakan dengan
64
harga Rp. 30.000,- sampai Rp 50.000,- untuk satu kali keliling Kompleks Candi Gedong Songo.
14. Area Perkemahan Salah satu aktivitas pengunjung di Kompleks Candi Gedong Songo adalah berkemah dengan tujuan untuk menikmati keindahan alam kompleks ini. Fasilitas untuk perkemahan kurang memadai terutama sarana penerangan. Jaringan listrik hanya dapat menjangkau hingga Candi gedong I sehingga perkemahan hanya berlangsung di sekitar area Candi Gedong I. Lokasi perkemahan tidak ditetapkan pada satu area sehingga tenda menyebar keseluruh penjuru. Hal ini menimbulkan bad view dan merusak karakter lanskap candi. Pengelola sebenarnya sudah menyediakan area perkemahan yang berlokasi di sebelah selatan Candi Gedong IV. Lapangan ini cukup luas untuk tempat berkemah dalam skala besar maupun kecil dan berdekatan dengan sumber mata air panas. Walaupun demikian, lokasi area perkemahan ini tidak berdekatan dengan fasilitas penunjang lainnya dan tidak ada sarana penerangan pada malam hari. Oleh karena itu perlu adanya penempatan lokasi perkemahan yang berdekatan dengan sarana penerangan dan fasilitas lainnya. Area perkemahan yang berupa lapangan dapat dilihat pada Gambar 43.
Gambar 43. Area Perkemahan
65
Fasilitas pendukung wisata yang disediakan oleh pengelola bertujuan untuk memberdayakan potensi wisata sejarah dan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung. Fasilitas tersebut cukup lengkap dan dapat membantu pengunjung maupun penduduk setempat untuk dijadikan lahan mata pencaharian. Namun lokasi fasilitas-fasilitas tersebut masih belum tertata dengan baik sehingga menyebabkan kualitas visual menjadi buruk, untuk itu perlu adanya penataan yang lebih baik. Peta tapak saat ini dapat dilihat pada Gambar 44. dan peta analisis dapat dilihat pada Gambar 45.
LEGENDA
20 19
Batas ruang penyangga Batas lahan milik BP3 Sirkulasi pejalan kaki Sirkulasi kuda Sungai
KE HUTAN
1
Candi Gedong I
2
Candi Gedong II
3
Candi Gedong III
4
Candi Gedong VII
5
Candi Gedong VI
6
Candi Gedong IV
7
Candi Gedong V
8
Sumber Air Panas
9 10
7
TANAH PERHUTANI
LAPANGAN
6 5
KE SUMOWONO
4
18 8
Kali Bening Panggung Pagelaran Seni Daerah
11
Terminal Kuda
12
Tempat Penyimpanan Gamelan
13
Taman Bermain Anak
14
Plaza
15
Kios Makan dan Minum
16
Area Parkir
17
MCK
18
Bukit Spiral
19
Candi Gedong VIII
20
Candi Gedong IX PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LASKAP DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
3
JUDUL SKRIPSI :
PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KAWASAN CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG
2
DIGAMBAR OLEH :
MUTIARA SANI
1
TANAH PERHUTANI
JUDUL GAMBAR :
PETA TAPAK SAAT INI
17
DOSEN PEMBIMBING :
10
12
A34203015
9
11
Dr.Ir.NURHAYATI H.S.ARIFIN, MSc
16 14
13
TANAH PT LANGEN HARJO
15
DISETUJUI :
NOMOR GAMBAR :
44
SKALA : U 0 10
50 m
66
Gambar 44. Peta Tapak Saat Ini
LEGENDA
Kelerengan sangat curam (>45%), terjadi longsor sehingga perlu adanya dinding penahan Kelerengan > 45 % sangat curam, perlu dikonservasi agar tidak terjadi erosi
Batas ruang penyangga Batas lahan milik BP3 Area kios-kios liar Kali Bening
Titik ketinggian yang dapat melihat keseluruhan tapak, berpotensi untuk penempatan menara pandang
Kemiringan Lereng >45% Titik Penumpukan Pengunjung Sirkulasi pejalan kaki
Kelerengan > 45 % sangat curam, ditanami dengan vegetasi konservasi serta bernilai ekonomi
Sirkulasi kuda Good views
Titik terjadinya penumpukan massa pengunjung karena kurangnya penataan sirkulasi
Overlook
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LASKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Jalur sirkulasi utama tidak terlihat dan kurangnya sarana interpretasi mengakibatkan jalur wisata menjadi tidak jelas
JUDUL SKRIPSI :
PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KAWASAN CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG DIGAMBAR OLEH :
MUTIARA SANI
Kios-kios liar mengurangi kualitas visual lanskap dan membuat suasana menjadi terkesan kumuh
Jalur pejalan kaki dan penunggang kuda berlawanan arah sehingga interpretasi tidak sesuai dengan tingkatan keutamaan candi Kali Bening merupakan potensi yang dapat dikembangkan menjadi atraksi Air Suci Kali Bening Jalur berkuda direncanakan pada area tertentu, karena tanah peka terhadap erosi
JUDUL GAMBAR :
ANALISIS DOSEN PEMBIMBING :
Dr.Ir.NURHAYATI H.S.ARIFIN, MSc
DISETUJUI :
NOMOR GAMBAR :
Gambar 45. Peta Analisis
45
SKALA :
0 10
50 m
U
67
Penataan kios di sebelah barat mengakibatkan terjadinya penumpukan pengunjung pada jalur masuk
A34203015
68
4.5. Aspek Pengelolaan Lanskap 4.5.1. Pengelola Kompleks Candi Gedong Songo Kompleks Candi Gedong Songo dikelola oleh tiga pihak yaitu : 1. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Semarang 2. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Propinsi Jawa Tengah 3. Perum PERHUTANI Dinas Pariwisata dan Kebudayaan merupakan badan yang bertugas dalam mengurus administrasi seluruh obyek wisata yang ada di Kabupaten Semarang, salah satunya yaitu Kompleks Candi Gedong Songo. Pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan membentuk Unit Pelayanan Teknik Dinas (UPTD) untuk mengelola langsung obyek pariwisata setiap wilayah wisata tersebut. UPTD di Candi Gedong Songo memiliki delapan pegawai termasuk kepala UPTD. Kepala UPTD tersebut yaitu Bapak Supeno yang membawahi dua wilayah wisata yaitu Ungaran dan Ambarawa. Area yang dapat dikembangkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan adalah pada area rekreasi dari gerbang utama sampai batas Candi Gedong I. Pada area ini sepenuhnya dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan memiliki wewenang untuk merencanakan dan mengelola area ini tetapi tidak keluar dari konsep kompleks sebagai area wisata sejarah dan candi Hindu. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) mempekerjakan 15 orang untuk bertugas di Kompleks Candi Gedong Songo. Tugas dari pegawai BP3 adalah sebagai pemandu wisata, memelihara dan merawat taman candi, serta menjaga keamanan kompleks. Penjagaan keamanan dilakukan setiap saat, baik pagi maupun malam hari, hal ini dikarenakan dahulu sering terjadi pencurian di Kompleks Candi Gedong Songo. Barang yang dicuri dulu adalah arca-arca maupun batu candi yang belum selesai dibangun. Saat ini pencurian terjadi terhadap penangkal petir candi. Untuk itu pada malam hari pegawai dari BP3 melakukan patroli untuk menjaga kelestarian Kompleks Candi Gedong Songo. Area yang menjadi tanggung jawab dari BP3 adalah area candi dan sekitarnya. Perum PERHUTANI adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap vegetasi pada area hutan untuk konservasi. Penanaman ini sudah dilakukan dua
69
kali yaitu pada penanaman pertama menggunakan pinus sebagai tanaman utama dan pada penanaman kedua menggunakan kaliandra sebagai tanaman utama. Pembagian
ruang
Kompleks
Candi
Gedong
Songo
berdasarkan
pengelolanya dapat dilihat pada Gambar 46. dan aktivitas yang dilakukan disetiap ruang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Ruang, Aktivitas dan Fasilitas saat ini Ruang Area Candi dan sekitarnya (dikelola BP3)
Aktivitas • Mengamati dan menikmati candi dari dekat • Duduk-duduk • Fotografi • Makan dan minum • Menikmati pemandangan • Ritual upacara • Berkemah Hutan disekitar candi • Berjalan – jalan (milik Perum PERHUTANI) • Berjualan • Makan dan minum • Berkemah • Duduk • Menikmati pemandangan • Fotografi Area Rekreasi • Parkir kendaraan (dikelola Dinas Pariwisata • Berbelanja dan Kebudayaan) • Makan dan minum • Menyaksikan pertunjukan • Berkemah • Berendam • Panjat tebing
Fasilitas • Vegetasi • Kios makanan • Gazebo • Kios makan dan minum • Bangku
• Bangku • Kios makan dan minum • Gazebo • Toilet
• • • • • • • •
Area parkir Bangku Toilet Kios Panggung Pendopo Aula gamelan Pemandian air panas • Panjat tebing
70
Gambar 46. Peta Pembagian Ruang Saat Ini
71
4.5.2. Sumber Dana Sumber dana berasal dari APBD atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Perencanaan yang dilakukan terhadap Kompleks Candi Gedong Songo akan diajukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang untuk ditindaklanjuti. Anggaran perencanaan dan pengelolaan akan dimasukkan dalam agenda APBD. Lalu pihak Pemerintah Daerah akan mengeluarkan dana sesuai dengan biaya yang diminta oleh UPTD. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mengatur administrasi seperti tiket masuk ke kompleks. Tiket Masuk ke Kompleks Candi Gedong Songo pada hari biasa Rp 2100,-, pada hari libur sebesar Rp 2600,- dan jika ada atraksi pada hari tersebut maka tiket masuk sebesar Rp 4000,- sampai Rp 6000,- tergantung dari pertunjukannya. Hasil penjualan tiket ini dimasukkan kedalam kas daerah, yang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Sebelum tahun 2007 uang yang harus dimasukkan ke kas daerah sebesar ± Rp 43.000.000,- per tahun lalu memasuki tahun 2007 target dinaikkan menjadi Rp 60.000.000,- per tahun. Karena target yang harus dimasukkan ke kas daerah maka jika ingin mengadakan pagelaran pihak UPTD harus menaikkan harga tiket masuk. Pemerintah daerah tidak menyediakan dana untuk promosi sehingga untuk pengadaan suatu pertunjukan di Kompleks candi Gedong Songo menggunakan dana dari sisa uang tiket yang sudah dinaikkan dikurangi harga tiket biasanya. Sisa uang inilah yang dikelola oleh pengelola untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sehingga sebelum pertunjukkan biasanya menggunakan uang pribadi dari pegawai UPTD, jika target jumlah pengunjung tidak memenuhi uang yang dikeluarkan maka uang pribadi tersebut diganti dilain hari ketika mendapatkan untung. Untuk biaya pemeliharaan taman dibiayai oleh BP3, namun biaya yang dikeluarkan sangat minim sehingga pemeliharaan yang dilakukan kurang optimal. Sedangkan pihak UPTD mengajukan pemeliharaan terhadap fasilitas wisata kepada Pemerintah daerah.
72
4.5.3. Rencana dan Kebijakan Pengembangan Menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (2002), Kabupaten Semarang memiliki visi dalam pengembangan pariwisata yaitu ”Terwujudnya Kabupaten Semarang sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang maju, dinamis dan handal, melalui pemanfaatan potensi pariwisata untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah serta kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan konsep pelestarian”. Konsep dasar pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Semarang yaitu : 1.
Pengembangan Keterkaitan kedalam dan keluar (backward dan outward linkages) Konsep dasar ini menekankan bahwa pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Semarang secara spasial direncanakan agar memiliki keterkaitan keluar (outward linkages), yaitu mengembangkan jaringan keterkaitan dengan kabupaten-kabupaten di sekitarnya serta antar propinsi. Untuk pengembangan keterkaitan ke dalam (backward linkages), diharapkan bahwa pengembangan kegiatan
pariwisata
Kabupaten
Semarang
nantinya
akan
muncul
pengembangan sub-sub kawasan unggulan pariwisata yang pada saatnya akan turut mendorong pengembangan sub-sub kawasan di wilayah Kabupaten Semarang maupun wilayah yang lebih luas. 2. Pengembangan Pariwisata Tanpa Batas (borderless-tourism) Pengembangan kegiatan pariwisata atau khususnya pergerakan wisatawan tidak bisa dibatasi hanya pada teritori tertentu saja atau dibatasi secara administratif. Oleh karena itu pengembangan kegiatan kepariwisataan di Kabupaten Semarang harus mempertimbangkan konteks regional dengan mengaitkan produk-produk yang dikembangkan oleh kawasan disekitarnya. 3. Pembangunan kepariwisataan didasarkan pada upaya Preservasi dan Konservasi serta berprinsip pengelolaan berkelanjutan Pengembangan kegiatan pariwisata secara keseluruhan akan bertumpu pada keunikan, kekhasan dan daya tarik sumber daya wisata alam dan budaya. Oleh karena itu agar kelangsungan kegiatan pariwisata dapat terjaga aktivitas maupun manfaatnya bagi pembangunan daerah maupun peningkatan
73
kesejahteraan masyarakat, maka kegiatan pariwisata harus dikelola mengacu pada prinsip-prinsip pelestarian dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan misi pengembangan pariwisata di Kabupaten Semarang maka adanya strategi dan rencana pengembangan, salah satunya yaitu strategi dan rencana pengembangan tata ruang dengan mengembangkan kepariwisataan Kabupaten Semarang dalam struktur tata ruang pariwisata terpadu. Kabupaten Semarang memiliki obyek dan daya tarik wisata yang beragam sekaligus memiliki kualitas daya tarik yang handal, yang masing-masing berada pada wilayah dan kondisi geografis, serta akses yang berbeda untuk itu disusun rencana pengembangan yang bersifat sinergis, komplementer dan terpadu diantara obyek-obyek maupun wilayah yang ada. Rencana pengembangan tata ruang pariwisata Kabupaten Semarang dibagi dalam dua tingkat perwilayahan yaitu Wilayah Pengembangan Pariwisata (WPP) dan Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP). Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP), merupakan wilayah struktur pengembangan yang merangkum beberapa obyek ataupun kawasan wisata dalam satu kesatuan pengembangan. Penghimpunan obyek dan daya tarik wisata berdasarkan atas dasar kesamaan arah dan cara pencapaian, efisiensi waktu pencapaian serta kedudukan ODTW yang secara geografis dapat dibentuk dalam satu keterkaitan (linkage). Wilayah Pengembangan Pariwisata (WPP) yaitu tingkat perwilayahan diatas KPP yang merangkum beberapa KPP dalam satu kesatuan WPP. Berdasarkan pada kriteria dalam KPP dan WPP maka wilayah Kabupaten Semarang memiliki empat WPP dan 10 KPP. Kompleks Candi Gedong Songo termasuk dalam WPP-2 dan KPP-C dengan wilayah Kecamatan Ambarawa Utara dan sebagian Kecamatan Jambu. Basis pengembangan produk wisatanya yaitu pengembangan produk wisata yang bertumpu pada wisata budaya peninggalan sejarah dan pengembangan wisata alam petualangan sebagai pendukung.