BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1
Karakterisasi Abu Ampas Tebu ( Sugarcane Ash )
4.1.1
Analisis Kimia Basah Analisis kimia basah abu ampas tebu (sugarcane ash) dilakukan di Balai Besar
Bahan dan Barang Teknik ( B4T ), Bandung. Kandungan (%) SiO2
70,70
Al2O3
6,59
Fe2O3
1,03
CaO
3,91
MgO
2,87
Massa tak diketahui dan hilang pijar
14,9
Tabel. 4.1 Hasil analisis kimia basah Dari analisis kimia basah ini diketahui bahwa abu ampas tebu memiliki kandungan silika yang cukup tinggi yaitu 70,7 %. Hal ini mengindikasikan bahwa abu ampas tebu memiliki prospek untuk dijadikan sebagai pozzolan dalam campuran beton.
4.1.2
Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)
Gambar 4.1 Hasil SEM abu ampas tebu
28
Berdasarkan hasil pencitraan menggunakan scanning electron microscopy (SEM), diperoleh informasi bahwa abu ampas tebu yang digunakan memiliki ukuran partikel yang berkisar antara 200-300 µm dan memiliki bentuk yang beragam (irregular). Pengujian SEM ini dilakukan di Laboratorium Metalurgi Fisik, Program Studi Teknik Material, ITB, Bandung.
4.2
Pengujian Berat Volume Agregat. Pengujian berat volume agregat dilakukan pada Laboratorium Struktur dan
Bahan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB, Bandung. Wadah yang digunakan mempunyai standar sebagai berikut: Tebal Wadah Kapasitas
Berat (kg)
( liter )
Ø Dalam
Tinggi
( mm )
(mm)
Dasar
Sisi
Wadah I
2,781
2,702
160 ± 3
157 ± 1
3 ± 0,3
3±0
Wadah II
1,862
0,614
140 ± 3
115 ± 1
7 ± 0,5
2±0
Tabel 4.2 Spesifikasi wadah pengujian berat volume agregat 4.2.1 Agregat Halus Observasi I
MSA = 4,75 mm Padat
Gembur
A. Volume wadah
: 2,781 liter
: 2,781 liter
B. Berat wadah
: 2,702 kg
: 2,702 kg
C. Berat wadah + Benda uji
: 7,007 kg
: 6,647 kg
D. Berat benda uji (C - B)
: 4,305 kg
: 3,945 kg
Berat Volume = (D / A)1
: 1548 kg/m3
: 1418,55 kg/m3
Observasi II
MSA = 4,75 mm Padat
Gembur
A. Volume wadah
: 1,862 liter
: 1,862 liter
B. Berat wadah
: 0,614 kg
: 0,614 kg
C. Berat wadah + Benda uji
: 3,617 kg
: 3,331 kg
D. Berat benda uji (C - B)
: 3,003 kg
: 2,717 kg
29
Berat Volume = (D / A)2
: 1612,78 kg/m3
: 1459,18 kg/m3
Berat Volume Rata-Rata Padat = ( [D/A]1 + [D/A]2 ) / 2
: 1580,39 kg/m3
Gembur = ( [D/A]1 + [D/A]2 ) / 2
: 1438,86 kg/m3
Tabel 4.3 Hasil pengujian berat volume agregat halus
4.2.2 Agregat Kasar Observasi I
MSA = 12,5 mm Padat
Gembur
A. Volume wadah
: 2,781 liter
: 2,781 liter
B. Berat wadah
: 2,702 kg
: 2,702 kg
C. Berat wadah + Benda uji
: 6,353 kg
: 5,988 kg
D. Berat benda uji (C - B)
: 3,651 kg
: 3,286 kg
Berat Volume = (D / A)1
: 1312,83 kg/m3
: 1181,59 kg/m3
Observasi II
MSA = 12,5 mm Padat
Gembur
A. Volume wadah
: 1,862 liter
: 1,862 liter
B. Berat wadah
: 0,614 kg
: 0,614 kg
C. Berat wadah + Benda uji
: 3,454 kg
: 2,752 kg
D. Berat benda uji (C - B)
: 2,84 kg
: 2,138 kg
Berat Volume = (D / A)2
: 1525,24 kg/m3
: 1142,23 kg/m3
Berat Volume Rata-Rata Padat = ( [D/A]1 + [D/A]2 ) / 2
: 1419,03 kg/m3
Gembur = ( [D/A]1 + [D/A]2 ) / 2
: 1164,91 kg/m3
Tabel 4.4 Hasil pengujian berat volume agregat kasar
4.3
Analisis Saringan Pengujian analisis saringan agregat dilakukan menggunakan perangkat saringan
agregat yang terdapat pada Laboratorium Struktur dan Bahan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB, Bandung.
30
4.3.1
Agregat Halus
Berat contoh : 600 gram. Ukuran
Nomer
Saringan
Saringan
(mm)
Berat akhir yang terukur : 555 gram.
Spesifikasi ASTM
Ukuran Nomer
Saringa
%Tertahan
%Lolos
Batas
Batas
Saringan
n
Kumulatif
Kumulatif
bawah
Atas
(mm)
4
4,75
4
4,75
0
100
95
100
8
2,35
8
2,35
11.89
88.11
80
100
16
1,18
16
1,18
29.19
70.81
50
85
30
0,6
30
0,6
52.43
47.57
25
60
50
0,30
50
0,30
73.69
26.31
10
30
100
0,15
100
0,15
91.17
8.83
2
10
Pan
-
Pan
-
Fineness Modulus (FM) = ( 11.89+29.19+52.43+73.69+91.17 ) / 100 = 2.58 Maximum Size Agregat (MSA) = 4,75 mm (No. 4) Tabel 4.5 Hasil pengujian saringan agregat halus
Kurva Distribusi Ukuran Agregat Halus 120
% Lolos Kumulatif
100
80 batas atas sampel uji
60
batas bawah 40
20
0 0
1
2
3
4
5
Ukuran Ayakan ( mm )
Grafik 4.1 Kurva distribusi ukuran agregat halus
31
4.3.2
Agregat Kasar
Berat contoh : 1000 gr. Ukuran
Nomer
Saringan
Saringan
(mm)
Berat akhir yang terukur : 994 gram.
Spesifikasi ASTM
Nomer
Berat
%Tertahan
%Lolos
Batas
Batas
Saringan
Tertahan
Kumulatif
Kumulatif
bawah
Atas
½
12,5
½
0
0
100
90
100
3/8
9,50
3/8
572
57.54
42.46
40
70
4
4,75
4
411
98.88
1.12
0
15
Pan
-
Pan
11
Fineness Modulus (FM) = ( 11.89+29.19+52.43+73.69+91.17 ) / 100 = 2.58 Maximum Size Agregat (MSA) = 4,75 mm (No. 4) Tabel 4.6 Hasil pengujian saringan agregat kasar
Kurva Distribusi Ukuran Agregat Halus 120
% lolos kumulatif
100 80
batas atas sampel uji
60
batas bawah 40 20 0 0
5 10 ukuran ayakan (mm)
15
Grafik 4.2 Kurva distribusi ukuran agregat kasar
4.4
Pemeriksaan Kandungan Organik Agregat Halus Pengujian kandungan organik agregat halus dilakukan pada Laboratorium
Struktur dan Bahan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB, Bandung. Konsentrasi NaOH : 3%
Observasi Volume pasir
: 115 ml.
Volume gelas
: 350 ml.
Waktu larut
: 24 jam.
32
Hasil
: lingkaran warna nomor 1
Standar pengujian
: lingkaran warna nomor 1 - 3
Tabel 4.7 Hasil pengujian kandungan organik agregat halus
4.5
Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus Pengujian kadar lumpur agregat halus dilakukan pada Laboratorium Struktur dan
Bahan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, ITB, Bandung. Waktu pengendapan : 24 jam
Tinggi lumpur, H1
: 0,5 mm.
Tinggi pasir, H2
: 58 mm.
Kadar lumpur = ( H1 / [[H1+H2] ) x 100%
: 0,85 %.
Kesimpulan
: Kadar lumpur memenuhi standard (< 5%). Tabel 4.8 Hasil pengujian kadar lumpur agregat halus
4.6
Pengujian Kadar Air Pengujian kadar air agregat halus dan agregat kasar dilakukan pada Laboratorium
Struktur dan Bahan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB, Bandung.
4.6.1
Agregat Halus Dehidrasi : 110 ± 5oC, 24 jam, oven
Observasi I A. Berat wadah
: 70 gram.
B. Berat wadah + benda uji
: 670 gram.
C. Berat benda uji (B - A)
: 600 gram.
D. Berat benda uji kering
: 582 gram.
Kadar Air ( KA1 ) = 100 % x (C - D) / D
: 3,09 %
Tabel 4.9 Hasil pengujian kadar air agregat halus 4.6.2
Agregat Kasar
Observasi I
Dehidrasi : 110 ± 5oC, 24 jam, oven
A. Berat wadah
: 60 gram.
B. Berat wadah + benda uji
: 860 gram.
33
C. Berat benda uji (B - A)
: 800 gram.
D. Berat benda uji kering
: 775 gram.
KADAR AIR (KA1) = 100 x (C - D) / D
: 3,22 %
Tabel 4.10 Hasil pengujian kadar air agregat kasar
4.7
Pengujian Specific Gravity dan Absorpsi Agregat
4.7.1
Agregat Halus Pengujian specific gravity dan absorpsi agregat halus dilakukan pada
Laboratorium Struktur dan Bahan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB, Bandung. Piknometer : 500 ml. A. Berat Piknometer
: 182 gram
B. Berat contoh kondisi jenuh (SSD)
: 500 gram
C. Berat piknometer + air + contoh SSD
: 985 gram
D. Berat piknometer + air
: 676 gram
E. Berat contoh kondisi kering
: 476 gram
Apparent Specific Gravity, Ga
E / (E + D - C)
: 2,85
Bulk Specific Gravity kondisi SSD, Gbssd
E / (B + D - C)
: 2,49
Bulk Specific Gravity kondisi OD, Gb
B / (B + D - C)
: 2,62
Absorpsi Efektif
[(B - E)/ E] x 100 %
: 5,04 %
Tabel 4.11 Hasil pengujian specific gravity dan absorpsi agregat halus
4.7.2
Agregat Kasar
Hasil pengukuran A. Berat contoh SSD
: 3000 gram
B. Berat contoh dalam air
: 1791 gram
C. Berat contoh kering di udara
: 2834 gram
Apparent Specific Gravity, Ga
C / (C - B)
: 2,72
Bulk Specific Gravity kondisi (kering),Gbssd
C / (A - B)
: 2,34
Bulk Specific Gravity kondisi (SSD), Gb
A / (A - B)
: 2,48
Absorpsi Efektif
[(A - C) / C] x 100%
: 5,85 %
Tabel 4.12 Hasil pengujian specific gravity dan absorpsi agregat kasar 34
Dari pengujian kadar air dan persentase absorpsi agregat, diketahui bahwa agregat halus yang akan digunakan ada dalam keadaan air dry (kering permukaan, kering pori permukaan, basah pori dalam). Penyerapan air oleh agregat halus secara teoritis sebesar 5,04 %. Sehingga untuk menjaga rasio air-semen (w/c ratio) tetap sebesar yang telah direncanakan dilakukan penambahan air sebesar 5,04 % ke dalam campuran beton daripada perhitungan teoritis bersihnya.
4.8
Perencanaan Komposisi Bahan Campuran (Mix Design) Beton Berdasarkan hasil pengujian kadar air agregat, berat volume agregat, serta nilai
specific gravity-nya, dibuat rencana pencampuran (mix design) dengan komposisi sebagai berikut : Notasi Campuran
Kuantitas Bahan Tiap Adonan 568 gr. Abu Ampas Tebu
Air*
Semen
Agregat Halus
Agregat Kasar
( % ) / ( gram )
( gram )
( gram )
( gram )
( gram )
B1
0/0
72
140
126
230
B2
5/7
72
133
126
230
B3
10 / 14
72
126
126
230
B4
15 / 21
72
119
126
230
* = termasuk kadar air yang ada di dalam agregat. Tabel 4.13 Kuantitas bahan dalam campuran beton
4.9
Pengujian Kuat Tekan Beton Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada Laboratorium Struktur dan Bahan,
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB, Bandung. Pada beton ini menggunakan media air sebagai media perendaman beton selama waktu curing. Proses curing dilakukan sampai hari pengujian kuat tekan beton sesuai dengan rancangan yang telah dibuat. Hasil pengujian kekuatan tekan sampel beton dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
35
Notasi
Benda Uji
Temperatur Uji
Laju Beban
o
0,2 MPa/s
27 C
Ø ( cm )
h ( cm )
W ( gram )
Kuat Tekan kg
MPa
B1.1-3
3330
12,79
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
670
B1.2-3
3780
14,52
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
659
B1.3-3
3700
14,21
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
665
B2.1-3
4200
16,13
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
626
B2.2-3
4100
15,74
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
636
B2.3-3
3200
12,29
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
630
B3.1-3
3300
12,67
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
638
B3.2-3
4100
15,75
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
660
B3.3-3
3000
11,52
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
622
B4.1-3
2740
10,52
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
624
B4.2-3
3450
13,25
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
606
B4.3-3
3520
13,52
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
640
B1.1-7
3300
12,67
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
655
B1.2-7
4500
17,30
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
646
B1.3-7
4800
18,43
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
640
B2.1-7
4400
16,89
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
646
B2.2-7
3600
13,83
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
642
B2.3-7
3900
14,98
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
648
B3.1-7
3700
14,21
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
653
B3.2-7
4000
15,36
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
634
B3.3-7
3850
14,78
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
646
B4.1-7
3800
14,59
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
646
B4.2-7
3600
13,82
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
646
B4.3-7
3600
13,82
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
632
B1.1-14
5400
20,74
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
670
B1.2-14
6000 7000
23,04 26,88
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
684 679
B1.3-14
36
(sambungan) B2.1-14
5450
20,92
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
640
B2.2-14
4900
18,82
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
643
B2.3-14
4700
18,04
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
652
B3.1-14
5200
19,97
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
658
B3.2-14
5000
19,2
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
648
B3.3-14
4600
17,66
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
638
B4.1-14
4250
16,32
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
668
B4.2-14
4700
18,84
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
646
B4.3-14
4000
15,36
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
625
B1.1-28
9800
37,63
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
664
B1.2-28
9200
35,33
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
659
B1.3-28
9500
36,48
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
645
B2.1-28
5800
22,27
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
638
B2.2-28
7500
28,8
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
665
B2.3-28
6100
23,43
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
650
B3.1-28
5950
22,85
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
640
B3.2-28
5750
22,08
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
625
B3.3-28
6100
23,43
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
636
B4.1-28
5875
22,56
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
647
B4.2-28
5550
21,31
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
634
B4.3-28
6125
23,52
5,7 ± 0,05
11,4 ± 0,3
645
Ø
Diameter Benda Uji
h
Tinggi Benda Uji
W
Berat Benda Uji
Bx.y-z
Bx : Sampel menggunakan campuran kategori-x y
: Repetisi ke-
z
: Umur Beton Uji (hari)
Tabel 4.14 Rekapitulasi nilai kuat tekan benda uji media curing air
37
36,48
40
35,33
37,63
Kuat Tekan Beton
23,43 23,43 23,52
22,27 22,85 22,56
0% AAT
18,04 17,66 15,36
22,08 21,31
26,88 23,04 18,82 19,2 18,84
16,32
20,74 20,92 19,97
18,43 14,98 14,78 13,82
17,3 13,83 15,36 13,82
16,89 14,21 14,59
12,67
14,21 12,29 11,52 13,52
12,79
15
16,13
20
14,52 15,74 15,75 13,25
25
12,67 10,52
kuat tekan ( MPa )
30
28,8
35
5% AAT 10% AAT 15% AAT
10
5
0 3
3
3
7
7
7
14
14
14
28
28
28
umur ( hari )
Grafik 4.3 Fluktuasi nilai kuat tekan beton uji Jika dirata – ratakan, nilai kuat tekan beton untuk tiap komposisi pada setiap umur pengujian dapat ditampilkan seperti pada grafik berikut ini :
Kuat Tekan Beton ( Rata - rata ) 40
35
kuat tekan ( MPa )
30
25 0 % AAT 5 % AAT
20
10 % AAT 15 % AAT
15
10
5
0 0
5
10
15
20
25
30
umur ( hari )
Grafik 4.4 Rata – rata kuat tekan beton
38
Dari hasil uji tekan beton yang ditampilkan di atas, terlihat bahwa pada umur 28 hari, beton yang memiliki kekuatan tertinggi adalah beton normal (B1). Urutan kekuatan beton dari yang tertinggi adalah B1 – B2 – B3 – B4. Hal ini menunjukkan bahwa abu ampas tebu tidak berkontribusi positif terhadap kekuatan tekan beton seperti yang diharapkan. Lebih lanjut lagi, hasil kuat tekan beton ini mengindikasikan bahwa abu ampas tebu tidak bereaksi pozzolanik dengan kalsium hidroksida. Ada beberapa hal yang disinyalir menjadi penyebab rendahnya kuat tekan beton dengan campuran abu ampas tebu ini, antara lain pengaruh ukuran partikel abu ampas tebu, reaktivitas abu ampas tebu serta adanya pengotor berupa materi yang tidak terbakar sempurna (unburned material) yang terkandung di dalam abu ampas tebu. Ukuran partikel berpengaruh terhadap perilaku suatu bahan dalam reaksinya dengan zat lain. Secara umum, semakin kecil ukuran suatu partikel, semakin reaktif partikel tersebut. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel mempengaruhi luas permukaan spesifik dari partikel tersebut. Semakin kecil ukuran suatu partikel, semakin besar luas permukaan spesifiknya. Besarnya luas permukaan partikel akan memberi lebih banyak tempat untuk reaksi karena reaksi akan dimulai di permukaan partikel. Hal ini juga berlaku pada reaksi yang dialami oleh semen. Semakin besar permukaan yang terekspos, semakin cepat pula reaksi hidrasi yang dapat berlangsung dan semakin besar proporsi semen yang bereaksi. Hal ini dinyatakan oleh Lea[3] dalam pembahasannya tentang pengaruh kehalusan ukuran partikel semen. Dalam penelitian ini, sebelum dicampur dengan semen, air dan agregat, abu ampas tebu terlebih dahulu disaring menggunakan perangkat saringan. Abu ampas tebu yang digunakan dalam campuran adalah yang lolos saringan 0,6 mm (600 µm). Lebih lanjut lagi, berdasarkan hasil scanning electron microscopy, ukuran partikel abu ampas tebu yang digunakan dalam penelitian ini berkisar antara 200-300 µm. Artinya, abu ampas tebu yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan ukuran partikel semen yang memiliki ukuran berkisar antara 10-35 µm. Sebagai bahan perbandingan, berikut ini tertera hasil SEM beberapa bahan sementisius yang dipakai dalam campuran beton :
39
Gambar 4.2 Ukuran partikel beberapa bahan sementisius[4] Dari gambar di atas, tampak bahwa bahan-bahan sementisius yang sering digunakan sebagai bahan tambah dalam campuran beton memiliki ukuran partikel yang relatif kecil, sehingga dapat menaikkan reaktivitas bahan-bahan tersebut dan selanjutnya dapat menaikkan kekuatan tekan beton. Hal lain yang dapat menyebabkan rendahnya kuat tekan beton dengan campuran abu ampas tebu adalah kadar kristalinitas abu ampas tebu. Beberapa literatur menyebutkan bahwa silika amorf akan bereaksi dengan baik khususnya dengan kalsium hidroksida menghasilkan senyawa kalsium silikat hidrat yang berkontribusi terhadap kekuatan tekan beton. J.F. Martirena et.al.[5] menyebutkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi reaktivitas adalah tingkat kristalinitas silika yang terdapat dalam abu dan adanya pengotor. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa silika dalam fasa kristalin memiliki reaktivitas yang lebih rendah dibandingkan silika amorf. Artinya, silika kristalin akan lebih sedikit bereaksi dengan kalsium hidroksida dibandingkan silika amorf. Hal ini juga didukung oleh Lea, dimana Lea menyatakan bahwa bagian yang aktif adalah bagian yang amorf sedangkan komponen kristalin tidak memiliki reaktivitas yang tinggi karena bersifat stabil sehingga tidak bereaksi dengan kapur (lime). Menurut Martirena, pembakaran di atas 800oC dapat menghasilkan silika yang berfasa kristalin. Dari informasi di atas, kita dapat menganalisis bahwa abu ampas tebu mengandung silika
40
kristalin dengan proporsi yang cukup besar, sehingga menurunkan reaktivitasnya dan lebih lanjut lagi menyebabkan turunnya kekuatan tekan beton yang dihasilkan. Hal ini didukung dengan fakta bahwa abu ampas tebu yang dipakai dalam penelitian ini merupakan hasil pembakaran yang tidak terkontrol pada boiler di pabrik gula. Temperatur pembakarannya tinggi dan tidak merata menghasilkan abu ampas tebu yang berfasa kristalin serta materi yang tidak terbakar sempurna (unburned material). Hal ini juga dijelaskan oleh Martirena (1998). Selain faktor – faktor yang telah di atas, adanya materi yang tidak terbakar, pengotor (impurities) serta bahan-bahan organik juga menyebabkan turunnya kekuatan tekan beton dengan campuran abu ampas tebu. Hal ini juga didukung oleh hasil pengamatan dengan SEM seperti yang ditunjukkan berikut ini :
Gambar 4.3 Partikel tidak terbakar dalam beton Pada gambar di atas terlihat bahwa masih terdapat materi yang tidak terbakar sempurna di dalam campuran beton. Bagian ini tidak berkontribusi terhadap kekuatan beton dan bahkan membatasi kontak antara kalsium hidroksida dengan silika yang reaktif. Partikel – partikel seperti ini tampak jelas khususnya pada beton dengan 10 % dan 15 % substitusi semen dengan abu ampas tebu. Dari hasil uji tekan beton tampak bahwa semakin besar persentase semen yang disubstitusi, semakin rendah kekuatan tekannya. Hal ini dapat dijelaskan karena
41
berkurangnya kadar semen yang terkandung dalam campuran beton, sehingga dapat mengurangi senyawa kalsium silikat hidrat yang dihasilkan.
4.10
Pengamatan Secara Visual ( Visual Observation ) Pengamatan secara visual dilakukan terhadap sampel beton yang telah diuji tekan.
Pengamatan ini dilakukan untuk melihat jalur patahan yang terjadi pada sampel beton yang diuji tekan.
Gambar diambil dari sampel yang berumur 28 hari untuk setiap
komposisi beton. Secara umum, setiap sampel menunjukkan alur patahan di interface antara pasta semen dengan agregat. Ini menunjukkan alur patahan beton normal, dimana patahan terjadi melalui bagian yang paling lemah dari beton tersebut, yaitu interface zone antara agregat dengan pasta semen. Berikut ini adalah gambar sampel beton berumur 28 hari yang telah diuji tekan :
(a)
(b)
42
(c)
(d) Gambar 4.4
Pengamatan secara visual terhadap sampel uji tekan (a) B1 ( 0 % abu ampas tebu ) (b) B2 ( 5 % abu ampas tebu ) (c) B3 ( 10 % abu ampas tebu ) (d) B4 ( 15 % abu ampas tebu )
Dari hasil pengamatan secara visual terhadap sampel beton setelah diuji tekan tampak bahwa patahan terjadi pada bagian batas antara agregat dengan pasta semen. Patahan seperti ini adalah ciri khas beton mutu normal dan mutu rendah, yaitu patah melalui interface zone yang merupakan bagian yang paling lemah dalam beton. Beton mutu tinggi dengan kekuatan tekan yang tinggi umumnya mengalami patahan melintasi
43
agregat dan pasta semen serta melalui lintasan yang paling pendek, menggambarkan tingginya kekuatan tekan pasta semen dan agregat.
4.11
Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) Pencitraan metode Mikroskop-Elektron Pemindai/Scanning Electron-Microscope
( SEM ), dilakukan pada Laboratorium Metalurgi Fisik, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, Bandung. Semua material yang diamati pada penelitian ini bersifat nonkonduktif terhadap listrik, sehingga sebelum dicitrakan menggunakan SEM, harus terlebih dulu dilapisi dengan bahan yang konduktif terhadap listrik, dalam hal ini menggunakan lapisan emas. Berikut adalah hasil pengujian SEM: a.
Beton normal (B1)
Gambar 4.5 Hasil SEM beton normal Dari hasil SEM yang ditampilkan di atas tampak bahwa pasta semen dan agregat membentuk jejaring yang cukup rapat. Tidak banyak terlihat pori pada sampel tersebut.
44
b.
Beton dengan 5 % abu ampas tebu (B2)
Gambar 4.6 Hasil SEM beton dengan 5 % abu ampas tebu Hasil SEM di atas tampak mirip dengan tampilan hasil SEM beton normal, akan tetapi di beberapa tempat tampak bagian – bagian di mana terdapat abu ampas tebu yang tidak terbakar dengan sempurna. c.
Beton dengan 10 % abu ampas tebu (B3)
Gambar 4.7 Hasil SEM beton dengan 10 % abu ampas tebu Selain mengandung zat yang tidak terbakar sempurna, beton dengan penambahan 10 % abu ampas tebu ini juga tampak memiliki pori – pori yang relatif lebih banyak dibandingkan beton normal dan beton dengan 5% abu ampas tebu.
45
d.
Beton dengan 15 % abu ampas tebu (B4)
Gambar 4.8 Hasil SEM beton dengan 15% abu ampas tebu Hasil SEM beton ini menunjukkan ciri – ciri yang sama dengan beton dengan 5% dan 10% abu ampas tebu. Akan tetapi porositas yang terlihat relatif lebih banyak dibanding beton – beton sebelumnya. Materi yang tidak terbakar sempurna juga terlihat pada beton ini. 4.12
Analisis X-Ray Diffraction (XRD) Karakterisasi menggunakan metode Difraksi Sinar-X/X-Ray Diffraction (XRD)
dilakukan pada Pusat Penelitian Geologi Kelautan, Bandung. Difraksi Sinar X dilakukan pada sampel beton berumur 28 hari yaitu beton normal ( B1.1-28 ) dan beton dengan 15 % abu ampas tebu ( B4.3-28 ).
46
Hasil XRD gabungan antara B1 dan B4
1. I
p - portlandite a - albite c - calcium silicate hydrate q - quartz an - anorthite
an
a
a
q
p
c
p
a an
a
p
an
c
c
an
c a
p
p an
an
c
a
p
c
p 2 theta
Grafik 4.5 Hasil XRD gabungan (B1 dan B4) 2.
Hasil XRD untuk beton standar B1(1)-28
Grafik 4.6
Hasil XRD beton normal
47
Hasil difraksi sinar-x menunjukkan beberapa senyawa yang terkandung di dalam beton normal B1 antara lain albite, calcite, anorthite, portlandite serta kalsium silikat hidrat. Dari hasil XRD ini diketahui bahwa selain beton normal mengandung kalsium silikat hidrat sebagai produk reaksi hidrasi semen dengan air. Kalsium hidroksida juga terkandung di dalam beton normal mengindikasikan reaksi pozzolanik yang diharapkan terjadi tidak berlangsung dengan sempurna. 3.
Hasil XRD untuk beton standar B4.(3)-28 XRD pada beton dengan 15% abu ampas tebu menunjukkan peak atau puncak
beberapa senyawa tertentu yang hampir sama dengan yang terkandung pada beton normal. Senyawa – senyawa tersebut antara lain : anorthite, albite, calcite, portlandite (kalsium hidroksida), quartz serta kalsium silikat hidrat. Adanya quartz menunjukkan keberadaan silika kristalin pada beton ini. Silika kristalin tidak memiliki reaktivitas sebaik silika amorf sehingga cenderung tidak berkontribusi terhadap kekuatan tekan beton.
Grafik 4.7 Hasil XRD beton dengan 15 % abu ampas tebu
48
Menggunakan
perangkat
lunak
(software)
XPowder
(demo
version),
perbandingan kuantitas kalsium silikat hidrat di beton normal dan di beton dengan 15 % abu ampas tebu dapat dihitung. Perbandingannya adalah 1,33 : 1. Hal ini menjelaskan mengapa pada penelitian ini beton normal memiliki kekuatan tekan yang lebih tinggi dibandingkan beton dengan penambahan abu ampas tebu.
49