BAB 2 TINJAUAN TEORETIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Corporate Social Responsibility 1. Pengertian Corporate Social Responsibility Menurut Suhandari (dalam Untung, 2008:1) pengertian Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggungjawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan. Sedangkan menurut Mondy (2008:40) tanggungjawab sosial perusahaan adalah kewajiban yang diimplikasikan, didorong atau dirasakan para manajer yang bertindak dalam kapasitas resmi mereka, untuk melayani atau melindungi kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok diluar dari mereka sendiri. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, Corporate Social Responsibility adalah suatu aktivitas tanggungjawab sosial dan lingkungan yang dilakukan perusahaan karena tingkat kesadaran yang tinggi terhadap berdirinya suatu perusahaan dilingkungan masyarakat dan berdasarkan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri yang telah ditetapkan dengan menjalankan aktivitas Corporate Social Responsibility yang dilakukan perusahaan manfaat yaang diperoleh adalah citra positif perusahaan dan terciptanya tujuan perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan.
9
10
2. Manfaat Corporate Social Responsibility Menurut Suhandari (dalam Untung, 2008:6) manfaat Corporate Social Responsibility bagi perusahaan antara lain: a. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan. b. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial. c. Mereduksi bisnis perusahaan. d. Melebarkan akses sumberdaya bagi operasional usaha. e. Membuka pasar yang lebih luas. f. Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah. g. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders. h. Memperbaiki hubungan dengan legulator. i. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. j. Peluang mendapatkan penghargaan. Menurut Winardi (2004:88-89) ada banyak macam motif organisasi untuk memenuhi tuntutan lingkungan. Tetapi, ada gunanya untuk mengklasifikasikan motif-motif itu. a. Alasan pertama untuk memenuhi tuntutan lingkungan adalah interaksi secara sungguh-sungguh dengan lingkungan. Dari organisasi muncul tekad, sungguhsungguh untuk memberi bantuan positif kepada lingkungan. Organisasi yang bersangkutan mengharapkan timbulnya perhatian terhadapnya dari berbagai golongan masyarakat atau dan pihak penguasa.
11
b. Mungkin pula alasan organisasi untuk memenuhi tuntutan lingkungan, disebabkan karena organisasi tersebut ingin tetap bertahan. Hal itu berarti bahwa ia menyetujui tuntutan tersebut demi kepentingan dirinya sendiri. c. Kadang-kadang motivasi itu didorong oleh faktor keinginan mencapai laba. Dalam keadaan demikian tidak mungkin adanya sikap altruistik seperti terlihat pada butir satu ataupun tuntutan untuk berfungsi seperti pada butir kedua. Tujuan tersebut tidak akan dicapai andai kata lingkungan itu tidak menyetujui kebijaksanaan perusahaan yang bersangkutan. 3. Prinsip-Prinsip Corporate Social Responsibilitty Menurut David (dalam Hadi, 2011:59) prinsip – prinsip tanggungjawab (social responsibility) menjadi tiga yaitu : a.
Sustainability Berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas (action) tetap
memperhitungkan
keberlanjutan
sumberdaya
di
masa
depan.
Keberlanjutan juga memberikan arahan bagaimana penggunaan sumberdaya sekarang tetap memperhatikan dan memperhitungkan kemampuan generasi masa depan. b.
Accountability Merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan, ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkunngan eksternal.
12
c.
Transparency Merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal. Transparansi bersinggungan dengan pelaporan aktivitas perusahaan berikut dampak terhadap pihak eksternal.
4. Dimensi Corporate Social Responsibility Menurut Post (dalam Hadi, 2011:61) menyatakan bahwa ragam tanggungjawab perusahaan terdiri dari tiga dimensi yaitu : a.
Economic Responsibillity Keberadaan perusahaan ditujukan untuk meningkatkan nilai bagi shareholder, seperti: meningkatkan keuntungan (laba), harga saham, pembayaran deviden, dan jenis lainnya. Disamping itu, perusahaan juga perlu meningkatkan nilai bagi para kreditur, yaitu kepastian perusahaan dapat mengembalikan pinjaman berikut interest yang dikenakan.
b.
Legal Responsibility Sebagai bagian anggota masyarakat, perusahaan memiliki tanggungjawab mematuhi peraturan perundangan yang berlaku. Termasuk, ketika perusahaan sedang
menjalankan
aktivitas
operasi,
maka
harus
dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum dan perundangan. c.
Social Responsibility Merupakan tanggungjawab perusahaan terhadap lingkungan dan para pemangku kepentingan. Social responsibility menjadi satu tuntutan ketika operasional perusahaan mempengaruhi pihak eksternal.
13
Sedangkan menurut Hadi (2011:134) menemukan bahwa tanggungjawab sosial yang telah dilakukan perusahaan meliputi dimensi dan klasifikasi antara lain : a. Environmental 1) Perusahaan melakukan investasi alat untuk pengelolaan limbah, dalam rangka menngurangi dampak limbah produksi. 2) Perusahaan memberlakukan kebijakan, metode dan strategi pengolahan dan pengelolaan limbah secara ketat. 3) Perusahaan memiliki program riset terkait lingkungan. 4) Perusahaan
memberlakukan
program
rehabilitas
dan
keamanan
lingkungan. 5) Perusahaan memiliki sistem manajemen tata lingkunngan, manajemen lingkunngan berbasis ISO 14001 dan sejenisnya. 6) Perusahaan berupaya melakukan pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan. 7) Turut aktif dalam menjaga keamanan lingkungan sekitar. 8) Penghargaan dalam menjaga kualitas lingkungan. 9) Bersama masyarakat, perusahaan melakukan kegiatan secara rutin menjaga kebersihan lingkungan. 10) Perlindungan lingkungan dari eksploitasi yang tidak seimbang. 11) Kepatuhan terhadap peraturan perundangan lingkungan. b. Comumnity
14
1) Bantuan perbaikan jalan, penerangan jalan dan lingkungan sekitar perusahaan. 2) Program penanganan pengangguran bagi masyarakat sekitar. 3) Bantuan kesejahteraan dan peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. 4) Bantuan kesehatan untuk masyarakat sekitar. 5) Bantuan pendidikan, beasiswa, sarana dan prasarana pendidikan bagi masyarakat sekitar. 6) Bantuan pelatihan ketrampilan bagi masyarakat sekitar (pelatihan dan training-training). 7) Bantuan pengadaan air bersih bagi masyarakat sekitar. 8) Bantuan pembinaan kepemudaan dan olahraga. 9) Bantuan pengembangan dan pelestarian seni dan budaya. 10) Bantuan untuk meringankan korban bencana alam dan pasca bencana alam. 11) Bantuan sarana dan prasarana ibadah dan publik. 12) Upaya menjaga kemitraan, kerjasama
dan keharmonisan dengan
masyarakat sekitar. 13) Bantuan kegiatan keagamaan dan hari besar bagi masyarakat sekitar. 14) Membantu dan memfasilitasi dalam membangun toleransi dan rasa kebangsaan antar umat beragama. 15) Bantuan untuk yatim piatu dan panti jompo. 16) Melakukan kerjasama secara nasional maupun internasional dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat.
15
17) Membantu dan mensponsori pemberantasan narkoba dan HIV. c. Energy 1) Investasi peralatan dalam rangka penghematan energi. 2) Membangun sumber energi alternatife secara mandiri yang ramah lingkungan. 3) Menggunakan sumber energi dengan bahan bakar non fosil yang ramah lingkungan. 4) Komitmen penghematan energi. 5) Pelatihan-pelatihan penghematan energi. 6) Penemuan teknologi penghematan energi. d. Employee 1) Program tunjangan hari tua, insentif-insentif, imbalan pasca kerja dan pensiun. 2) Jaminan kesehatan bagi karyawan. 3) Program peningkatan pendidikan dan ketrampilan karyawan. 4) Bantuan perumahan untuk karyawan. 5) Bantuan pendidikan untuk anak-anak karyawan. 6) Serikat pekerja. 7) Corporate code of conduct. 8) Program lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja (LK3). 9) Sistem MSDM, Promosi, Renumerasi dan Motivasi. 10) Upaya menciptakan suasana kerja kondusif. 11) Program pembinaan hobi karyawan.
16
12) Program rekreasi bagi karyawan dan keluarga karyawan. 13) Memberikan program cuti. 14) Bias gender. 15) Sistem recruitment yang tepat dan memperhitungkan kaum minoritas. 16) Menjalin hubungan dengan media massa dan investor dengan baik. 17) Fasilitas-fasilitas lain dalam perusahaan. e. Product 1) Research and development dalam kualitas dan kesehatan produk yang dihasilkan perusahaan. 2) Memiliki SOP produksi yang mengacu pada Standar Kualitas Program yang di audit oleh pihak kompeten independen. 3) Menjalin kerjasama dengan pihak ketiga dalam rangka menjaga kualitas dan kesehatan produk. 4) Fasilitas dan laboraturium pengendali mutu produk dan jasa. 5) Menjalin kerjasama dengan supplier dalam rangka menjaga kualitas bahan baku. 6) Penghargaan mutu produk. 7) Jaminan kualitas dan kesehatan produk, termasuk jaminan produk halal. 8) Memiliki departemen layanan aduan kualitas produk. 9) Melakukan sosialisasi dan pendidikan tentang kesehatan dan kualitas produk. 10) Komitmen mengedepankan customer satisfaction. 11) Melakukan penarikan produk yang out of date.
17
12) Melaksanakan service purnajual. f. Other 1) Keterbukaan. 2) Akuntabilitas. 3) Good Corporate Governance. 4) Penghargaan-penghargaan. Tabel 2.1 Imbalan dan Kontribusi Para Pemangku Kepentingan Stakeholders (pemangku kepentingan) Inside Stakeholders
Kontribusi ke perusahaan
Imbalan dari perusahaan
Pemegang saham
Uang dan modal
Deviden dan peningkatan harga saham
Para manajer
Kemampuan dan keahlian
Gaji, bonus, status, dan kekuasaan
Para karyawan
Kemampuan dan keahlian
Upah, gaji, bonus, Promosi, dan pekerjaan yang stabil
Pelanggan
Pembelian barang dan jasa
Kualitas dan jasa
Pemasok
Input berkualitas tinggi
Pembelian input dengan harga wajar
pemerintah
peraturan
Pajak
Outside Stakeholders
Sumber: Jones (dalam Solihin, 2009:4)
harga
barang
18
5. Implementasi Corporate Social Responsibility Menurut Hadi (2011:144) Implementasi CSR dapat dilakukan dengan berbagai strategi antara lain : a. Program dengan sentralisasi Program sentralistik, berarti program aplikasi tanggungjawab sosial terpusat di perusahaan. Perusahaan yang merencanakan, menentukan jenis program, merumuskan strategi perusahaan, dan sekaligus sebagai yang melaksanakan program yang telah direncanakan. Program sentralistik dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak lain, seperti : event organizer, LSM, pemerintah setempat, institusi pendididkan dan lainnya selama memiliki visi, misi, tujuan yang sama dan dibawah koordinasi perusahaan. b. Program dengan desentralisasi Program desentralisasi, perusahan berperan sebagai pendukung kegiatan (supporting media). Di sini, perencanaan, strategi, tujuan dan target termasuk pelaksanaan ditentukan oleh pihak lain selaku mitra. Perusahaan berposisi sebagai supporting, baik dana, sponsorsip maupun material. c. Mixed Type Program ini menggunakan pola memadukan atara sentralistik dan desentralistik, sehingga cocok bagi program-program community development. Program community
development,
mendudukkan
inisiatif,
pendanaan
maupun
pelaksanaan kegiatan dilakukan secara partisipatoris dengen beneficiaries.
19
6. Peraturan Hukum Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility telah diatur dalam beberapa peraturan. Adapun peraturan tersebut antara lain : a. Undang – Undang Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007. 1). Pasal 1 ayat 3: Tanggungjawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan
serta
dalam
pembangunan
ekonomi
berkelanjutan
guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat baik bagi perusahaan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya 2). Pasal 74 ayat : 1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan. 2. tanggungjawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan kepatuhan dan kewajaran. 3. perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuaan peraturan perundang-undangan. 4. ketentuan lebih lanjut mengenai tangggungjawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
20
b. Peraturan pemerintah No. 47 tahun 2012. 1). Pasal 2 yaitu: Setiap perseroan selaku subyek hukum mempunyai tangungjawab sosial dan lingkungan. 2). Pasal 3 ayat: 1. Tanggungjawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 menjadi kewajiban bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang. 2. Kewajiban dimana dimakssud pada ayat (1) dilaksanakan baik didalam maupun diluar lingkungan perseroan. c. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No: PER-08/MBU/2013. 1). Pasal 1 ayat : 6. Program kemitraan BUMN dengan usaha kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana BUMN. 7. Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana BUMN. 2). Pasal 2 : Peraturan Menteri ini berlaku pada tahun buku 2013, dengan ketentuan kegiatan BL BUMN Peduli yang telah diprogramkan sampai dengan tahun
21
2012,
dapat
terus
dilaksanakan
sepanjang
anggaran
yang
sudah
direncanakan sampai dengan tahun 2012 masih tersedia, dengan tetap mengacu pada ketentuan mengenai Program BL BUMN sesuai dengan Peraturan Menteri negara Badan Usaaha Milik Negara Nomer Per05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007. 7. Laporan Tanggung Jawab Sosial Menurut Hadi (2011:206) Laporan tanggungjawab sosial merupakan laporan aktivitas tanggunngjawab sosial yang telah dilakukan perusahaan berkaitan dengan perhatian masalah dampak sosial maupun lingkungan. Laporan tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan laporan tahunan (annual report) yang dipertanggungjawabkan direksi di depan sidang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Laporan ini berisi laporan program-program sosial dan lingkungan perseroan yang telah dilaksanakan selama tahun buku berakhir. Laporan keberlajutan adalah praktek pengukuran, pengungkapan dan upaya akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan kepada para pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal. Laporan keberlanjutan merupakan sebuah istilah lainnya untuk menggambarkan laporan mengenai dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial (misalnya triple bottom
line,
laporan
pertanggungjawaban
perusahaan,
dan
lain
sebagainya).(www.globalreporting.org). Berdasarkan
uraian
di
atas
dapat
disimpulkan
bahwa
laporan
tanggungjawab sosial adalah suatu bentuk tanggungjawab sosial secara transparan
22
yang
dilakukan
perusahaan
dalam
melaporkam
aktivitas
sosial
dan
lingkungannya. 8. Global Reporting Initiative (GRI) Menurut Urip (2014:87) Global Reporting Initiative atau Inisiatif Pelaporan Global adalah jejaring mandiri besar yang terdiri dari beragam pemangku kepentingan dan diluncurkan pada tahun 1997 sebagai proyek bersama antara sebuah LSM Amerika, yaitu Coalition for Environmentaly Responsible Economics (CERES) dan badan PBB United nation Environmment Program (UNEP). GRI menjadi lembaga mandiri pada tahun 2002. Global Reporting initiative memberikan kerangka kerja pelaporan keberlanjutan yang saat ini telah digunakan oleh lebih dari 1500 perusahaan di 60 negara, dan secara defacto telah menjadi standart dunia untuk pelaporan. GRI guidelines mengajukan prinsip dan indikator untuk mengukur kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial perusahaan, juga standar isi laporan keberlanjutan perusahaan. Misi
Global
Reporting
Initiative
adalah
mengembangkan
dan
menyebarkan pedoman pelaporan keberlanjutan keseluruh dunia. Perusahaan dapat menggunakan pedoman ini secara sukarela untuk melaporkan dimensi ekonomi, linkungan dan sosial dari semua kegiatan perusahaan juga produk dan layanan mereka. Organisasi pelapor yang menggunakan pedoman G3 dan G3.1 dapat memutuskan sendiri kapan beralih ke pedoman G4. GRI akan tetap mengakui laporan yang berdasarkan pedoman G3 dan G3.1 sampai dua kali siklus lengkap
23
pelaporan. Namun, laporan yang diterbitkan setelah 31 Desember 2015 harus disusun sesuai dengan pedoman G4. GRI merekomendasikan agar organisasi yang melaporkan untuk kali pertama menggunakan pedoman G4, karena G4 menyediakan rerangka kerja yang relevan secara global untuk mendukung pendekatan yang terstandardisasi dalam pelaporan yang mendorong tingkat tranparansi dan konsistensi yang diperlukan untuk membuat informasi yang disampaikan menjadi berguna dan dapat dipercaya oleh pasar dan masyarakat. GRI Pedoman G3, Panduan pembuatan Laporan berkelanjutan terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah prinsip–prinsip pelaporan, bagian ini mencangkup prinsip pelaporan terkait materiallistis, pelibatan pemangku kepentingan, konteks keberlanjutan dan kelengkapan laporan, beserta seperangkat alat penguji singkat untuk setiap prinsip dan bagian ke dua yaitu berisikan standar pengungkapan yang harus dimasukkan dalam laporan keberlanjutan. Panduan menidentifikasikan informasi yang relevan dan material dikebanyakan organisasi serta kepentingan dari kebanyakan pemangku kepentingan dalam melaporkan tiga tipe standar pengungkapan yaitu : strategi dan profil, pendekatan manajemen, indikator kinerja. Dalam GRI pedoman G4, pedoman ini disajikan dalam dua bagian yaitu bagian pertama prinsip-prinsip pelaporan dan pengungkapan standar yang berisi prinsip-prinsip pelaporan, pengungkapan standar kriteria yang akan diterapkan oleh organisasi untuk menyiapkan laporan keberlanjutanya ‘sesuai' dengan pedoman ini. Sedangkan bagian kedua panduan penerapan berisi penjelasan tentang cara menerapkan prinsip-prinsip pelaporan, cara menyiapkan informasi yang akan diungkapkan dan cara menginterpretasikan berbagai konsep
24
dan pedoman. Referensi kesumber lain, daftar istilah dan catatan pelaporan umum juga disertakan. Adapun prinsip-prinsip GRI dan pengungkapan standar adalah sebagai berikut : a. Prinsip-prinsip GRI Prinsip-prinsip GRI pedoman G3 yaitu yang pertama prinsip pelaporan untuk menetapkan isi, setiap pelaporan mengandung definisi penjelasan dan seperangkat alat penguji untuk memandu dalam penggunaan prinsip. Prinsipprinsip pelaporan untuk menetapkan isi yaitu : materialitas, pelibatan pemangku kepentingan, konteks keberlanjutan, kelengkapan. Prinsip yang kedua yaitu prinsip pelaporan untuk menetapkan kualitas bagian ini mengandung prinsip-prinsip yang mengarahkan dalam menjamin kualitas dari informasi yang dilaporkan termasuk penyajianya yang memadai. Prinsip untuk menetapkan kualitas antara lain : keseimbangan, dapat diperbandingkan, kecermatan, ketepatan waktu, kejelasan, keterandalan dan yang ketiga prinsip pelaporan untuk menetapkan batas yaitu batasan pelaporan harus memasukkan entitas dimana organisasi memiliki pengendalian yang memadai atau pengaruh yang signifikan baik entitas hulu (misalnya rantai pasokan) maupun hilir (misalnya distribusi dan konsumen). Sedangkan prinsip-prinsip GRI pedoman G4 prinsip-prinsip tersebut terbagi menjadi dua kelompok yaitu yang pertama prinsip-prinsip untuk menentukan konten laporan menjelaskan proses yang harus diterapkan untuk mengidentifikasi apa konten laporan yang harus dibahas dengan mempertimbangkan aktivitas, dampak dan harapan serta kepentingan yang substantif dari para pemangku kepentingannya. Prinsip yang
25
kedua yaitu prinsip-prinsip menentukan kualitas laporan memberikan arahan berupa pilihan-pilihan untuk memastikan kualitas informasi dalam laporan keberlanjutan, termasuk penyajian yang tepat. Kualitas informasi adalah hal yang penting untuk memungkinkan para pemangku kepentingan dapat membuat asesmen kinerja yang masuk akal serta mengambil tindakan yang tepat. b. Standar Pengungkapan. Standar pengungkapan pedoman G3, terdapat tiga jenis pengungkapan yang terkandung dalam bagian ini, yang pertama strategi dan profil adalah pengungkapan yang menentukan konteks keseluruhan dalam memahami kinerja organisasi, seperti strategi, profil dan tata kelola. Kedua, pendekatan manajemen yaitu pengungkapan yang mencakup bagaimana sebuah organisasi mengarahkan seperangkat topik dalam menyediakan konteks untuk memahami kinerja pada wilayah tertentu. Ketiga, Indikator kinerja adalah indikator yang menghasilkan perbandingan informasi mengenai kinerja organisasi dalam hal ekonomi, lingkungan dan sosial. Sedangkan standar pengungkapan pedoman G4, terdapat dua jenis pengungkapan yang berbeda yaitu pengungkapan standar umum dan pengungkapan standar khusus. Pengungkapan standar umum
berlaku
untuk
semua
organisasi
yang
menyiapkan
laporan
keberlanjutan. Pengungkapan standar umum dibagi menjadi tujuh bagian yaitu strategi dan analisis, profil organisasi, aspek material, boundary teridentifikasi, hubungan dengan pemangku kepentingan, profil laporan, tata kelola, serta etika dan integritas. Jenis yang kedua adalah pengungkapan standar khusus,
26
pedoman ini mengatur pengungkapan standar khusus kedalam tiga katagori: ekonomi, lingkungan dan sosial. Katagori sosial lebih lanjut dibagi kedalam empat sub-kategori, yaitu: praktek ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, hak
asasi
manusia,
masyarakat
dan
tanggung
jawab
atas
produk.(www.globalreporting.org) 9. Sustainability Reporting di Indonesia Laporan tanggungjawab sosial diperlukan bagi perusahaan yang melaksanakan program Corporate Social Responsibility untuk menyampaikan aktivitas-aktivitas sosial dan lingkugan yang telah dilaksanakan karena dapat terlihat bahwa perusahaan tidak hanya mengejar laba semata tetapi peduli terhadap keadaan sosial dan lingkungan, dimana perusahaan tersebut didirikan dilingkungan masyarakat. Pelaksanaan Corporate Social respponsibility wajib bagi perusahaan BUMN dan perusahaan yaang mengelola atau terkait dengan sumber daaya alam. Laporan tanggujawab sosial menjadi bagian yang tak terpisahhkan dengan laporan tahunan (annual report). Di Indonesia belum terdapat standar yang baku dalam pelaporan taggungjawab sosial dan lingkungan. Namun dalam PSAK memperbolehkaan perusahaan menyusun laporan tambahan yaitu laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah. GRI dapat pula digunakan sebagai penyusunan laporan tanggungjawab sosial dan lingkungan, namun pemakainnya belum diwajibkan sehingga pedomannya belum mengacu pada standar dunia.
27
2.1.2 Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial Menurut Riahi dan Belkaoui (2006:349) akuntansi pertanggungjawaban sosial adalah proses pemilihan variabel–variabel, ukuran, dan prosedur pengukuran dari kinerja sosial tingkat perusahaan yang secara sistematis mengembangkan informasi yang berguna untuk pengevaluasian kinerja sosial perusahaan, dan mengomunikasikan informasi seperti itu kepada kelompok– kelompok sosial yang berkepentingan, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Ikhsan dan Ishak (2005:329) akuntansi sosial berarti identifikasi, mengukur, dan melaporkan hubungan antara bisnis dan lingkungannya. Lingkungan bisnis meliputi sumber daya alam, komunitas dimana bisnis tersebut beroperasi, orang-orang yang diperkerjakan, pelanggan, pesaing, dan perusahaan serta kelompok lain yang berurusan dengan bisnis tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi pertanggungjawaban sosial bertujuan untuk mengukur dan mengungkapkan biaya sosial dari aktivitas-aktivitas sosial perusahaan untuk kepentingan stakeholder maupun shareholder. 2.1.3 Pengukuran dan Pelaporan Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial Menurut
Glautier
dan
Underdown
(1986:484-485)
terdapat
tiga
pendekatan yang bisa digunakan sebagai pedoman pengukuran dan pelaporan akuntansi pertanggungjawaban sosial, yaitu : 1. Pendekatan deskriptif ( The descriptive approach ) Pendekatan deskriptif dipandang sebagai pendekatan yang umum digunakan. Dalam laporan sosial deskriptif informasi mengenai semua aktifitas sosial
28
perusahaan dilaporkan dalam bentuk uraian (deskriptif). Jadi pada pendekatan ini,
aktivitas–aktivitas
sosial
perusahaan
dalam
pelaporannya
tidak
dikuantifikasikan dalam satuan uang. 2. Pendekatan biaya yang dikeluarkan ( The cost of outlay approach ) Pendekatan biaya yang dikeluarkan menggambarkan semua aktivitas sosial perusahaan, dikuantifikasikan dalam satuan uang dan menjadi hal yang sebaliknya dari pendekatan deskriptif. Sehingga laporan yang dihasilkan oleh pendekatan
biaya
yang
dikeluarkan
mempunyai
kemampuan
untuk
diperbandingkan antara laporan suatu tahun tertentu dengan laporan tahun yang lain. Sedang kelemahannya adalah tidak disajikannya manfaat yang diperoleh sehubungan dengan telah dikeluarkannya biaya untuk suatu kegiatan. 3. Pendekatan biaya manfaat (The cost benefit approach) Pendekatan biaya manfaat mengungkapkan baik biaya maupun manfaat dari aktivitas – aktivitas sosial perusahaan. Pendekatan biaya manfaat mungkin merupakan pendekatan yang paling ideal. Namun, dalam kenyataannya sulit untuk menerapkannya, antara lain karena tidak adanya alat ukur manfaat dari yang dihasilkan atas biaya yang dikeluarkaan untuk aktivitas – aktivitas sosial perusahaan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan biaya yang dikeluarkan (the cost of outlay approach). Biaya yang dikeluarkan dialokasikan ke beberapa aktivitas perusahaan, yaitu kontribusi kepada masyarakat, kontribusi kepada sumbar daya manusia, kontribusi kepada lingkungan dan kontribusi kepada produk dan jasa.
29
Menurut Diller (dalam Harahap, 2007:409) terdapat teknik pelaporan akuntansi pertanggungjawaban sosial, yaitu: 1. Pengungkapan dalam surat kepada pemegang saham baik dalam laporan tahunan atau bentuk laporan lainnya. 2. Pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan. 3. Dibuat dalam perkiraan tambahan misalnya melalui adanya perkiraan (akun) penyisihan kerusakan lokasi, biaya pemeliharaan lingkungan, dan sebagainya. Salah satu bentuk pertanggungjawaban sosial dapat dilihat di tabel 2.2. Namun laporan ini bukan merupakan bentuk yang baku sehingga perusahaan dapat menyusun laporan sesuai dengan kondisi perusahaan.
30
TABEL 2.2 LAPORAN BIAYA SOSIAL Socio Economic Operating Report 31 Desember 2005 (dalam ribuan) I. Kaitan dengan masyarakat : A. Perbaikan : 1. Pelatihan orang cacat 2. Sumbangan pada lembaga penelitian 3. Biaya extra karena merekrut minoritas 4. Biaya penitipan bayi Total perbaikan B. Kerusakan : 1. Penundaan pemasangan alat pengaman Perbaikan (bersih) untuk masyarakat (I) II. Kaitan dengan lingkungan : A. Perbaikan : 1. Reklamasi lahan dan pembuatan taman 2. Biaya pemasangan konytol polusi 3. Biaya pematian racun limbah Total perbaikan B. Kerusakan : 1. Biaya yang dikeluarkan untuk reklamasi pertambangan 2. Taksiran biaya pemasangan penetral racun air Total kerusakan C. Defisit (II) III. Kaitan dengan produk : A. Perbaikan : 1. Gaji eksekutif sewaktu melayani Komisi Pengamanan Produk 2. Biaya pengganti zat beracun Total perbaikan B. Kerusakan : 1. Pemasangan alat pengamanan produksi C. Nett perbaikan (III) Total Socio Economic Defisit 2005 (I+II+III) Saldo kumulatif net perbaikan 1.01.2005 Saldo kumulatif net perbaikan 31.12.2005 Sumber : Belkaoui (dalam Harahap, 2007 :410)
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
20.000 58.000 10.000 22.000 60.000
Rp. 28.000 Rp. 32.000
Rp. 140.000 Rp. 418.000 Rp. 18.000 Rp. 166.000 Rp. 160.000 Rp. 200.000 Rp. 360.000 (Rp.194.000)
Rp. 50.000 Rp. 18.000 Rp. 65.000 (Rp. 44.000) Rp. 24.000 (Rp.138.000) Rp. 498.000 Rp. 360.000
31
2.1.4 Laporan Nilai Tambah Menurut Chariri dan Ghozali (2003:173) laporan laba/rugi hanya memberikan tentang kesejahteraan perusahaan kepada pemegang saham saja. Sehingga bagi kelompok lain yang ada dalam perusahaan seperti pegawai, Laporan laba/rugi menjadi terbatas kegunaannya untuk memberikan laporan kesejahteraan perusahaan kepada beberapa kelompok yang berkepentingan terhadap perusahaan, dapat dilakukan dengan menyusun laporan tambahan selain laporan keuangan yang biasa yaitu: laporan nilai tambah. 1. Pengertian Laporan Nilai tambah Sesuai dengan yang tertuang dalam PSAK No. 1 paragraf 15 yang menyatakan bahwa entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah, khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi indutsri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan keuangan yang memegang peran penting. Laporan tambahan tersebut diluar ruang lingkup standar akuntansi keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 2012). Harahap (2007:484) pengertian laporan nilai tambah adalah kenaikan nilai kekayaan yang digenerate atau dihasilkan dengan penggunaan aset produktif dari seluruh sumber – sumber kekayaan perusahaan oleh seluruh tim yang ada termasuk pemilik modal, karyawan, kreditur, dan pemerintah. Dapat
disimpulkan
bahwa
laporan nilai
tambah
dikontribusikan
perusahaan untuk para pemangku kepentingan (tenaga kerja, pemerintah,
32
masyarakat, serta perusahaan itu sendiri) dengan cara memodifikasi laporan laba/rugi perusahaan. 2. Penyusunan dan Penyajian Laporan Nilai Tambah Menurut Riahi dan Belkaoui (2006:339) laporan nilai tambah dapat dengan mudah dihitung melalui suatu modifikasi dari laporan laba rugi. Laporan laba rugi menghitung jumlah laba ditahan sebagai perbedaan antara pendapatan dari penjualan, di satu sisi, serta biaya, pajak, dan dividen, di sisi lainnya. R = S – B – DP -- W – I – DD – T………………….(1) Di mana : R
= laba di tahan (retained earning)
S = pendapatan dari penjualan (sales revenue) B = bahan baku dan jasa yang dibeli (bought-in materials and service) DP =depresiasi (depreciation) W = upah (wages) I
= bunga (interest)
DD = dividen (dividend) T
= pajak (taxes) Rumus nilai tambah dapat diperoleh dengan menyusun kembali rumus
laba menjadi ; S – B = R + DP + W + I + DD + T……………(2) Atau S – B – DP = R + W – t – I + DD + T…………(3)
33
Rumus 2 menghitung metode nilai tambah kotor (gross value added method). Sedangkan rumus 3 menghitung metode nilai tambah bersih (net value added method). Dalam kedua kasus,sisi kiri dari perhitungan menunjukkan nilai tambah di antara kelompok yang terlibat dalam tim manajerial produksi (para pekerja, pemegang saham, pemegang obligasi, dan pemerintah). Sisi sebelah kanan dikenal juga sebagai metode penambahan (additive method) sedangkan sisi kiri sebagai metode pengurangan (substractive method). Tabel 2.3 Contoh Laporan Nilai Tambah A. Laporan laba rugi konvensional perusahaan untuk tahun 19X8 adalah: $ $ Penjualan 4.000.000 Dikurangi: Bahan baku yang digunakan 400.000 Upah 800.000 Jasa yang dibeli 1.200.000 Bunga yang dibayarkan 240.000 Depresiasi 160.000 Laba sebelum pajak 1.200.000 Pajak penghasilan (asumsi tingkat pajak 50%) 600.000 Laba setelah pajak 600.000 Dikurangi: utang deviden 200.000 Laba ditahan untuk tahun berjalan 400.000 B. Laporan nilai tambah untuk tahun yang sama akan menjadi: 4.000.000 Penjualan Dikurangi: Bahan baku yang dibeli dan jasa serta depresiasi 1.760.000 Nilai tambah yang tersedia untuk didistribusikan atau ditahan 2.240.000 dibagi sebagai berikut: Untuk karyawan 800.000 Untuk penyandang modal Bunga 240.000 Deviden 200.000 440.000 Untuk pemerintah 600.000 Laba ditahan 400.000 Nilai tambah 2.240.000 Sumber : Belkaoui (2006:342)
34
2.1.5 Kelebihan dan Kekurangan Laporan Nilai Tambah Menurut pendapat Harahap (2007:487), terdapat beberapa manfaat dari laporan nilai tambah yang bisa diiuraikan antara lain : 1. Konsep ini dinilai objektif sehingga dianggap sebagai informasi yang absah sebagai perhitungan reward. 2. Pertambahan nilai kotor merupakan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui angka reinvestasi (laba di tahan dan penyusutan). 3. Laporan nilai tambah dianggap dapat menjembatani kepentingan akuntansi dan ekonomi dengan mengungkapkan jumlah kekayaan dalam penngukuran pedapatan nasional. Menurut Riahi dan Belkaoui (2006:343) laporan nilai tambah memiliki beberapa keuntungan yang sangat baik antara lain: 1. Dengan adanya pengungkapan laporan nilai tambah, para karyawan akan mendapat kepuasan karena mengetahui nilai dari kontribusi yang mereka berikan kepada kekayaan total perusahaan. 2. Nilai tambah mencerminkan dasar perhitungan bonus bagi para pekerja yang lebih baik. 3. Informasi nilai tambah telah terbukti dapat menjadi predictor peristiwa ekonomi dan reaksi pasar yang baik. 4. Nilai tambah adalah ukuran yang baik daripada penjualan. 5. Nilai tambah mungkin bermanfat bagi kelompok – kelompok karyawan karena dapat mempengaruhi aspirasi dan pikiran dari para perwakilannya dalam serikat pekerja yang melakukan negoisasi.
35
6. Nilai
tambah
sangat
bermanfaat
dalam
analisis
keuangan
dengan
menghubungkan beragam peristiwa penting terhadap variabel – variabel nilai tambah. Harahap
(2007:488-489)
terdapat
beberapa
keterbatasan
Laporan
Pertambahan Nilai, yaitu sebagai berikut: 1. Tidak semua pihak yang terlibat dalam menghasilkan pertambahan nilai itu merasa senang bekerjasama dengan yang lain. Tidak jarang justru ada konflik sehingga laporan ini justru bisa menimbulkan atau mempertajam konflik. 2. Ada kemunngkinan dengan adanya laporan pertambahan nilai ini manajemen salah tanggap seolah ingin memaksimasi pertambahan nilai. Padahal sikap ini bisa menimbulkan inefisiensi. 3. Kesalahan penafsiran terhadap pertambahan nilai dapat menimbulkan kepalsuan pendapat seperti: a. Kenaikan pertambahan nilai dianggap kenaikan laba. b. kenaikan pertambahan nilai per unit dianggap otomatis bermanfaat bagi pemegang saham. c. Seolah dianggap bisa mengidentifikasi distribusi yang adil atas perubahan pertambahan nilai. d. Pertambahan nilai yang tinggi untuk tenaga kerja per unit dianggap merupakan prestasi ekonomi yang baik. e. Share tenaga kerja yang besar atas pertambahan nilai tidak berhak mendapatkan gaji yang tinggi.
36
2.2 Rerangka Pemikiran UU No. 40 tahun 2007 (tentang Perseroan Terbatas). PP No. 47 tahun 2012 (tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan terbatas). Peraturan Menteri Negara BUMN PER-05/MBU/2007 (tentang program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan), yang telah diubah menjadi PER08/MBU/2013.
Bentuk – bentuk Aktivitas Program Corporate Social Reponsibility
Laporan aktivitas program
Laporan Keuangan
PKBL tahun 2012,2013 dan
Khususnya laporan laba/rugi
rincian biaya sosial dan
(memodifikasi laporan laba/rugi
lingkungan PT. SIER tahun 2013
Untuk membuat laporan nilai tambah) lambat Laporan Nilai Tambah
Laporan Biaya Sosial
(untuk mengoptimalkan nilai tambah
(dengan pendekatan biaya yang
bagi kesejahteraan dan
dikeluarkan)
pendistribusiannya kepada stakeholder)
Untuk menilai tanggung jawab sosial perusahaan dan meningkatkan kinerja perusahaan