BAB 2 TINJAUAN TEORETIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Sistem Informasi Akuntansi 1. Definisi Sistem Widjajanto (2001:2) menyatakan bahwa sesuatu dapat disebut sistem apabila memenuhi dua syarat. Pertama adalah memiliki bagian-bagian yang saling berinteraksi dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Bagian-bagian itu disebut subsistem. Syarat yang kedua adalah bahwa suatu sistem harus memiliki tiga unsur yaitu input, proses, dan output. Mulyadi (1993:2) mendefinisikan sistem sebagai berikut: 1. Setiap sistem terdiri atas unsur-unsur. 2. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan. 3. Unsur-unsur tersebut bekerja sama untuk mencapai tujuan sistem. 4. Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar. Krismiaji (2005:1) menunjukkan karakteristik sistem terdiri dari 3 hal yaitu : 1. Komponen, yaitu sesuatu yang dapat dilihat, didengar atau dirasakan. 2. Proses, kegiatan untuk mengkoordinasikan komponen yang terlibat dalam sebuah sistem. 3. Tujuan, yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai dari kegiatan koordinasi komponen tersebut.
Meskipun proses dan tujuan sistem bersifat tidak kelihatan (intengable), namun kedua karakteristik tersebut juga merupakan elemen penting, sama pentingnya dengan elemen yang kelihatan (tangible). 2.
Definisi Sistem Informasi Istilah sistem informasi menganjurkan penggunaan teknologi komputer di
dalam organisasi untuk menyajikan informasi kepada pemakai. Dalam suatu sistem informasi terdapat tiga aktivitas inti dalam menghasilkan informasi. Aktivitas tersebut adalah input, pengolahan, dan output. Input yaitu menangkap atau mengumpulkan data mentah dari dalam organisasi atau dari lingkungan eksternalnya. Pemrosesan mentransfer baris-baris masukan ke dalam suatu format yang lebih mengandung arti. Output mengalihkan informasi yang diproses kepada orang-orang
yang
akan
menggunakannya
atau
kepada
aktivitas
yang
membutuhkannya. Jogiyanto (2003:42), mendefinikan basis data sebagai suatu kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tersimpan di perangkat
keras
komputer
dan
digunakan
perangkat
lunak
untuk
memanipulasinya. Teknologi berperan dalam mempercepat sistem informasi dalam pengolahan datanya. Komponen kontrol digunakan untuk menjamin bahwa informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi merupakan informasi yang akurat.
Gambar 2.1 Komponen dari Sistem Informasi
Data
Diolah Informasi
INPUT
MODEL
OUTPUT
BASIS DATA
KONTROL Sumber : Jogiyanto. 2003. Sistem Teknologi Informasi Pendekatan Terintegrasi: Konsep Dasar, Teknologi, Aplikasi, Pengembangan dan Pengelolaan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Andi. 3.
Definisi Sistem Informasi Akuntansi (SIA) Widjajanto (2001:4) menyatakan bahwa sistem informasi akuntansi
adalah susunan berbagai formulir catatan, peralatan, termasuk komputer dan perlengkapannya serta alat komunikasi, tenaga pelaksananya, dan laporan yang terkoordinasikan secara erat yang didesain untuk mentransformasikan data keuangan menjadi informasi yang dibutuhkan manajemen. Baridwan (1998:4) mendefinisikan sistem informasi akuntansi sebagai suatu komponen organisasi yang mengumpulkan, menggolongkan, mengolah, menganalisa dan komunikasikan informasi keuangan yang relevan untuk pengambilan keputusan kepada pihak-pihak luar (seperti inspeksi pajak, investor dan kreditur ) dan pihak-pihak dalam (terutama manajemen ).
4.
Tujuan Sistem Informasi Akuntansi Jogiyanto (2003:227) menunjukkan bahwa sistem informasi akuntansi
mempunyai tiga tujuan utama yaitu : 1. Untuk mendukung operasi-operasi sehari-hari. 2. Mendukung pengambilan keputusan manajemen. 3. Untuk memenuhi kewajiban berhubungan dengan pertanggungjawaban. Dari ketiga tujuan tersebut harus dipertimbangkan pada waktu penyusunan suatu sistem informasi akuntansi, sehingga dapat diharapkan tidak ada salah satu tujuan yang terlewatkan. 5.
Pengembangan Sistem Informasi Akuntansi Adakalanya sistem informasi akuntansi yang berlaku tidak dapat
memenuhi kebutuhan manajemen, sehingga memerlukan perubahan sistem. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa situasi, diantaranya perubahan dalam kebutuhan pengguna informasi atau kebutuhan bisnis, perubahan teknologi, penyempurnaan dalam proses bisnis, keunggulan kompetitif, keuntungan produktifitas, pertumbuhan usaha, penciutan usaha, dan peningkatkan kualitas (Widjajanto, 2001:520). Oleh karena itu, perusahaan harus mempertimbangkan masak-masak apakah sistem informasi akuntansi yang diterapkannya telah cukup memadai dipandang dari situasi lingkungan dan persaingan yang ada. Mulyadi (2001:19) menunjukkan bahwa tujuan umum pengembangan sistem informasi akuntansi sebagai berikut :
1. Untuk menyediakan informasi bagi pengelolaan kegiatan usaha baru. 2. Untuk memperbaiki informasi yang dihasilkan oleh sistem yang sudah ada, baik mengenai mutu, ketepatan penyajian maupun struktur informasinya. 3. Untuk memperbaiki pengendalian akuntansi dan pengecekan intern, yaitu untuk memperbaiki tingkat keandalan (realibility) informasi akuntansi menyediakan
catatan
lengkap
mengenai
pertanggungjawaban
dan
perlindungan kekayaan perusahaan. 4. Untuk mengurangi biaya dalam penyelenggaraan catatan akuntansi. Berdasarkan tujuan pengembangan sistem informasi akuntansi tersebut diatas, penugasan pengembangan sistem informasi akuntansi dapat berbentuk sebagai berikut (Mulyadi, 2001:21) : 1. Pengembangan suatu sistem informasi akuntansi baru yang lengkap. 2. Perluasan sistem informasi akuntansi yang sekarang dipakai untuk mencakup kegiatan bisnis yang baru. 3. Perbaikan berbagai tahap sistem dan prosedur yang sekarang digunakan. Widjajanto (2001:523), menyatakan bahwa daur pengembangan sistem terdiri dari beberapa tahap, yaitu : 1. Perencanaan sistem. Pengembangan sistem dilaksanakan dalam suatu kerangka rencana induk sistem yang mengkoordinasikan proyek-proyek pengembangan sistem kedalam rencana strategis perusahaan.
2. Analisis sistem. Analisis sistem adalah proses untuk menguji sistem informasi yang ada berikut lingkungannya dengan tujuan untuk memperoleh petunjuk mengenai berbagai kemungkinan perbaikan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan sistem itu sendiri. 3. Desain sistem. Dalam tahap desain, tim penyusun harus dapat menerjemahkan saransaran yang dihasilkan dari analisis sistem ke dalam bentuk yang dapat diimplementasikan. 4. Implementasi sistem. Implementasi sistem merupakan prosses pemasangan perangkat keras dan perangkat lunak sistem serta pengusahaan agar sistem dapat berjalan baik sebagaimana diinginkan. 5. Operasionalisasi sistem. Setelah berjalan dengan baik, sistem baru perlu dipelihara dan terus dievaluasi untuk mengetahui adanya kelemahan-kelemahan tertentu yang mungkin
belum
terlihat
pada
tahap-tahap
sebelumnya.
Selama
masa
operasionalisasinya, sistem harus dikaji ulang secara periodik. Tujuan penngkajian itu adalah untuk menentukan apakah sistem tersebut telah memenuhi kebutuhan penggunanya.
6.
Tahapan Evaluasi Sistem Informasi Akuntansi Pada saat sistem mulai diimplementasikan, maka akan terlihat
operasional sistem tersebut. Hampir setiap implementasi sistem mengandung masalah, sehingga memerlukan tindak lanjut dan evaluasi yang memadai untuk menilai apakah sistem yang telah diimplementasikan beroperasi sesuai dengan tujuan sistem tersebut. Widjajanto (2001:617) menunjukkan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi sistem antara lain : 1. Tujuan dan sasaran sistem. 2. Kebutuhan pengguna. 3. Manfaat sistem. 4. Biaya. 5. Keandalan sistem. 6. Kecermatan dan ketepatan waktu informasi yang dihasilkan. 7. Kesesuaian (compatibility) perangkat. 8. Pengendalian dan pengamanan. 9. Penanganan kesalahan. 10. Pelatihan. 11. Sistem komunikasi. 12. Perubahan-perubahan dalam organisasi. 13. Dokumentasi.
Widjajanto (2001:618) menyatakan beberapa hal yang harus dilakukan dalam evaluasi antara lain : 1. Mengestimasi biaya dan manfaat sistem, kemudian mencari dan menganalisis sebab-sebab timbulnya perbedaan antara realisasi biaya dan manfaat dengan perkirannya. 2. Mengevaluasi kelayakan dokumentasi sistem. Dokumentasi yang baik akan membantu menelaah permasalahan sistem yang mungkin timbul di masa depan. Selain itu, pengujian dokumentasi juga dapat digunakan sebagai titik tolak yang efisien untuk memulai prosedur-prosedur evaluasi yang akan dilaksanakan berikutnya. 3. Menentukan apakah sistem baru telah memenuhi sasaran yang diinginkan. Suatu cara yang efektif untuk melaksanakannya adalah memperoleh masukan dari pengguna dalam bentuk tanggapannya terhadap sistem yang baru. Oleh karena itu, keberhasilan sistem akan ditentukan oleh tingkat kepuasan pengguna dalam menggunakan sistem tersebut. Salah satu cara untuk memperoleh masukan dari pengguna adalah dengan melakukan wawancara dengan mereka yang dianggap menonjol dalam perannya sebagai pengguna sistem atau para manajer dari unit-unit organisasi pengguna sistem. Masukanmasukan yang berupa kelemahan sistem harus dijadikan dasar untuk perbaikan di masa depan.
4. Mengevaluasi pengendalian intern sistem. Bertujuan untuk mencari adanya kelemahan-kelemahan pengendalian yang bersifat material guna memperoleh peragaan mengenai dampaknya pada kecermatan data akuntansi. Dalam mengevaluasi sistem, Mulyadi (2001:49) menyatakan bahwa pengumpulan informasi dapat dilakukan dengan cara : a. Wawancara. b. Kuisioner. c. Metode analisis kelompok. d. Pengamatan. e. Pengambilan sampel dan pengumpulan dokumen. 7.
Faktor-faktor yang Dipertimbangkan dalam Penyusunan Sistem
Informasi Akuntansi Krismiaji (2005:15) mengemukakan bahwa sistem informasi akuntansi harus mampu menghasilkan informasi yang berkualitas yaitu yang memiliki karakteristik. Karakteristik yang dimaksudkan ada 6 (enam) karakteristik yaitu bahwa informasi tersebut harus relevan, dapat dipercaya, lengkap, tepat waktu, mudah dipahami, dan dapat diuji kebenarannya. Dalam bahasa lain, Krismiaji (2005:178) mengemukakan bahwa sistem akuntansi diciptakan untuk menjamin adanya perencanaan dari serangkaian kegiatan kearah konsistensi, efisiensi, pemangkasan biaya, dan kemudahan beradaptasi dengan lingkungan.
8.
Flowchart Flowchart dipergunakan untuk menggambarkan proses kegiatan dalam
suatu organisasi. Flowchart berupa bagan untuk keseluruhan sistem termasuk kegiatan-kegiatan manual dan aliran atau arus dokumen yang dipergunakan dalam sistem. Penggambaran
flowchart
harus
menggunakan
cara-cara
dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku secara lazim dalam sistem informasi akuntansi, sehingga tidak menimbulkan kebebasan yang tidak mempunyai standar dalam menggambarkan sistem. Dalam sistem informasi akuntansi diperoleh kesepakatan dari pihak-pihak yang berkompeten untuk digunakannya standar simbol yang dipakai untuk menggambarkan bagan atau flowchart. Berikut ini akan disajikan simbol standar yang digunakan oleh analis sistem untuk membuat bagan alir dokumen yang menggambarkan sistem tertentu. GAMBAR 2.2 Simbol Bagan Alir Dokumen Simbol
Nama
Keterangan
Dokumen
Digunakan untuk semua jenis dokumen. yang merupakan formulir untuk merekam transaksi.
Dokumen rangkap
Menggambarkan tembusannya.
Berbagai dokumen
Menggambarkan berbagai jenis dokumen yang digabungkan bersama dalam satu paket.
Catatan
Menggambarkan catatan akuntansi yang digunakan untuk mencatat data yang direkam sebelumnya di dalam dokumen.
13 A
dokumen
asli
dan
Ya
Tidak
Penghubung pada halaman yang sama
Menggambarkan alir dokumen dibuat mengalir dari atas ke bawah dan dari kiri kekanan. Simbol penghubung yang memungkinkan aliran dokumen berhenti di suatu lokasi pada halaman tertentu dan kembali berjalan pada halaman yang sama.
Penghubung pada halaman yang berbeda
Untuk menggambarkan bagan alir dokumen suatu sistem diperlukan lebih dari satu halaman.
Kegiatan manual
Untuk menggambarkan kegiatan manual seperti : menerima order, mengisi formulir,membandingkan dsb.
Keterangan/komentar
Untuk menambahkan komentar agar pesan yang disampaikan lebih jelas.
Arsip sementara
Menunjukkan tempat penyimpanan dokumen.
Arsip permanen
Menunjukkan tempat penyimpanan dokumen secara permanen yang tidak akan diproses lagi.
On-line computer process
Menggambarkan pengolahan komputer secara online.
Keying, Typing
Menggambarkan pemasukan data ke dalam komputer melalui online terminal.
Pita magnetic
Menggambarkan arsip berbentuk pita magnetik.
Online storage
Menggambarkan arsip komputer yang berbentuk online (di dalam memori komputer).
Keputusan
Menggambarkan keputusan yang harus dibuat dalam proses pengolahan data. Keputusan yang
komputer
yang
dibuat ditulis dalam simbol.
Dari pemasok
Ke sistem penjualan
Garis alir
Menggambarkan arah proses pengolahan data.
Persimpangan garis alir
Jika dua garis alir bersimpangan, untuk menunjukkan arah masing-masing garis, salah satu garis dibuat melengkung.
Pertemuan garis alir
Digunakan jika dua garis alir bertemu dan salah satu garis mengikuti garis lainnya.
Mulai atau berakhir
Menggambarkan awal dan akhir suatu sistem akuntansi.
Masuk ke sistem
Menggambarkan kegiatan diluar sistem masuk ke dalam alir sistem.
Keluar ke sistem lain
Menggambarkan kegiatan (di luar sistem) keluar dari sistem.
Sumber : Mulyadi. 1993 Sistem Akuntansi. Edisi 3. hal. 60-63 2.1.2
Sistem Pengadaan Barang atau Jasa
1.
Definisi Pengadaan Barang dan Jasa Pernyataan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah No. 54 menyatakan
bahwa pengadaan barang dan jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa oleh kementerian, lembaga, atau satuan kerja perangkat daerah atau institusi lainnya
yang
prosesnya
dimulai
dari
perencanaan
kebutuhan
sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang atau jasa (Peraturan Presiden Republik Indonesia, 2010).
Pengadaaan barang dan jasa atau yang lebih dikenal dengan lelang dilakukan pada semua pihak baik dari pemerintah maupun swasta. Pengadaan barang dan jasa pada pemerintah diartikan dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dengan APBN atau APBD baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun penyedia barang dan jasa. Pernyataan Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah No. 80 menyatakan lelang sebagai suatu proses pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah buat penyedia dan kontraktor (Keputusan Presiden Republik Indonesia, 2003). Lebih jelasnya lagi lelang adalah suatu bentuk penjualan barang didepan umum kepada penawar tertinggi. Lelang dapat berupa penawaran barang tertentu kepada penawar yang pada mulanya membuka lelang dengan harga rendah kemudian semakin naik akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan harga tertinggi, sebagaimana lelang ala Belanda (Dutch Auction) atau yang disebut dengan lelang naik. 2.
Prinsip-Prinsip Dasar Pengadaan Barang dan Jasa Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 80 (2003) menyatakan
bahwa pengadaan barang dan jasa wajib menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) Efisien, berarti pengadaan barang dan jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya, dapat dipertanggungjawabkan. 2) Efektif, berarti pengadaan barang dan jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.
3) Terbuka dan Bersaing, berarti pengadaan barang dan jasa harus terbuka bagi penyedia barang dan jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang dan jasa yang setara, memenuhi syarat atau kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan. 4) Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang dan jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang dan jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang dan jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya. 5) Adil atau tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang dan jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun. 6) Akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang dan jasa 3.
Persyaratan Penyedia Barang dan Jasa Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 80 (2003) menyatakan
bahwa persyaratan ssebagai penyedia barang dan jasa adalah sebagai berikut : 1) Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan usaha atau kegiatan sebagai penyedia barang dan jasa.
2) Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan barang dan jasa. 3) Tidak ada pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usaha tidak sedang dihentikan, dan atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang menjalani sanksi pidana. 4) Secara hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontrak. 5) Sebagai wajib pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir, dibuktikan dengan melampirkan foto copy bukti tanda terima penyampaian Surat Pajak Tahunan (SPT), Pajak Penghasilan (PPh) tahun terakhir, dan foto copy Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 29. 6) Dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir pernah memperoleh pekerjaan menyediakan barang atau jasa baik di lingkungan pemerintah maupun di swasta termasuk pengalaman subkontrak, kecuali penyedia barang dan jasa berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun. 7) Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan, dan fasilitas lain yang diperlukan dalam pengadaan barang dan jasa. 8) Tidak masuk dalam daftar hitam. 9) Memiliki alamat lengkap dan jelas serta dapat dijangkau dengan pos. 10) Tenaga ahli yang akan ditugaskan dalam melaksanakan pekerjaan jasa konsultansi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan bukti penyelesaian wajib pajak.
b. Lulusan Perguruan Tinggi Negeri atau lulusan Perguruan Tinggi Swasta yang telah diakreditasi oleh instansi yang berwenang. c. Mempunyai pengalaman di bidangnya. 11) Bagi penyedia barang dan jasa yang tidak mengaktifkan kode akses selama 2 (dua) tahun berturut-turut maka kode akses tersebut dinyatakan tidak berlaku. 12) Pegawai Negeri, Pegawai Komisi, Pegawai Bank Indonesia, Pegawai BHMN/BUMN/BUMD/BLU dilarang menjadi penyedia barang dan jasa, kecuali yang bersangkutan mengambil cuti di luar tanggungan negara BHMN/BUMN/BUMD/BLU. 13) Penyedia barang dan jasa yang keikutsertaannya menimbulkan pertentangan kepentingan dilarang menjadi penyedia barang dan jasa. 14) Terpenuhinya persyaratan penyedia barang dan jasa dinilai melalui proses prakualifikasi atau pascakualifiasi oleh panitia atau pejabat pengadaan. 4.
Proses Pengadaan Barang dan Jasa Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 80 (2003) menyatakan
bahwa pemilihan penyedia barang dan jasa pemborongan atau jasa lainnya, pada prinsipnya dilakukan melalui metode pelelangan umum. Pelelangan umum adalah metode pemilihan penyedia barang dan jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Ada dua proses penilaian pengadaan barang dan jasa yaitu tahap Pra Kualifikasi dan Pasca Kualifikasi.
a. Tahap Pra Kualifikasi Pra kualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang dan jasa sebelum memasukkan penawaran. Proses pelelangan umum dengan pra kualifikasi adalah sebagai berikut : 1)
Pengumuman pelelangan Pengumuman dilakukannya diumumkan di instansi penyedia pekerjaan maupun melalui media masa ataupun melalui internet.
2)
Pengambilan dokumen Dokumen yang diambil adalah dokumen untuk mengajukan pendaftaran untuk menjadi peserta pelelangan, dokumen ini berisikan keteranganketerangan dari perusahaan peserta lelang.
3)
Pemasukan dokumen Dokumen dimasukkan kembali bersama persyaratan yang telah dianjurkan didalam pengumuman pelelangan.
4)
Evaluasi dokumen Evaluasi dokumen yang telah dimasukkan dilakukan oleh panitia yang ditunjukkan instansi penyedia pekerjaan.
5)
Penetapan hasil Dokumen yang telah lolos seleksi ditetapkan sebagai calon untuk mengikuti tahapan-tahapan pelelangan seterusnya.
6)
Pengumuman Calon yang telah ditetapkan diumumkan secara umum.
7)
Masa sanggah Masa sanggah dilakukan dengan memberikan peserta kesempatan untuk menyanggah dari calon peserta pelelangan yang telah diumumkan, bila tidak ada sanggahan selama waktu yang telah ditentukan maka pelelangan terus dilakukan.
8)
Undangan Peserta yang telah lulus seleksi setelah diumumkan dan tidak ada sanggahan maka diberikan undangan untuk mengikuti tahapan pelelangan seterusnya.
Setelah proses undangan, selanjutnya sama seperti tahap pasca kualifikasi dimulai dari pengambilan dokumen lelang sampai pada penandatanganan kontrak. b. Tahap Pasca Kualifikasi Pasca kualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang dan jasa setelah memasukkan penawaran. Proses pengadaan barang dan jasa pelelangan umum dengan pasca kualifikasi yaitu : 1)
Pengumuman pelelangan Pengumuman dilakukannya diumumkan di instansi penyedia pekerjaan maupun melalui media masa ataupun melalui internet.
2)
Pendaftaran untuk mengikuti pelelangan Pendaftaran dibuka kepada peserta lelang dengan langsung ke instansi penyedia pekerjaan dengan melampirkan syarat-syarat yang seperti Surat Badan Usaha (SBU), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), surat ijin usaha
(IUJK/ SIUP/ SIUI / TDP), serta persyaratan lainnya yang diminta oleh instansi penyedia dan semuanya diumumkan pada saat pengumuman pelelangan. 3)
Pengambilan dokumen lelang Setelah mendaftarkan untuk menjadi peserta lelang, kemudian mengambil dokumen lelang dengan membeli pada instansi penyedia pekerjaan.
4)
Penjelasan dokumen lelang (aanwijzing) Peserta yang telah terdaftar dikumpulkan pada satu waktu untuk penjelasan dokumen lelang serta bila menginginkan peninjauan langsung ke lokasi proyek yang langsung dipimpin oleh panitia pelelangan dari instansi penyedia pekerjaan.
5)
Penyusunan berita acara penjelasan Pelaksanaan penjelasan dokumen lelang (aanwijzing) disusun hal-hal yang terkait padanya dalam berita acara penjelasan, sebagai acuan untuk pelelangan berisikan perubahan-perubahan dari dokumen lelang setelah aanwijzing.
6)
Pemasukan penawaran Setelah aanwijzing dilakukan, peserta pelelangan memasukkan penawaran dengan dokuumen-dokumen pendukung, seperti Rancangan Anggaran Biaya (RAB) serta dokumen-dokumen lainnya yang diisyaratkan oleh intansi penyedia pekejaan.
7)
Pembukaan Penawaran Tahap inilah lelang dilakukan dengan bersama-sama membuka dokumen lelang yang telah dimasukkan. Pembukaan penawaran ini disaksikan oleh semua panitia pelelangan.
8)
Evaluasi penawaran termasuk evaluasi kualifikasi Evaluasi yang dilakukan panitia pelelangan dari semua penawaran yang termasuk evaluasi kualifikasi seperti koreksi aritmatik ataupun kewajaran harga yang terdapat pada dokumen penawaran.
9)
Penetapan pemenang Bila calon pemenang yang diusulkan tidak mengalami cacat atau semua persyaratan terpenuhi maka akan ditetapkan pemenang pelelangan.
10)
Pengumuman pemenang Biasanya akan diumumkan 3 (tiga) penawaran sebagai calon pemenang dan calon pemenang cadangan 1 dan 2 (apabila ada).
11)
Masa sanggah, sanggahan, atau sanggah banding Waktu untuk memberi kesempatan peserta lelang lain yang tidak puas, apabila terdapat kekeliruan dalam pelelangan maka dilakukan pelelangan ulang.
12)
Penunjukkan pemenang Bila sanggahan yang diberikan peserta pelelangan tidak terbukti ataupun tidak ada sanggahan yang diberikan dan waktu sanggah telah habis, maka penunjukkan pemenang dapat diumumkan.
13)
Penandatanganan kontrak Pemenang yang telah diumumkan dapat melakukan penandatanganan kontrak kepada instansi penyedia pekerjaan dan diberikannya surat mulai kerja kepada pemenang lelang untuk pelaksanaan pekerjaannya.
5.
Sistem Informasi Akuntansi Pengadaan Barang dan Jasa Sistem informasi akuntansi pengadaan barang dan jasa adalah suatu
sistem informasi yang digunakan untuk melakukan suatu kegiatan atau prosedur pengadaan barang dan jasa yang terjadi dalam suatu perusahaan atau pemerintahan pusat atau pemerintah daerah dalam menunjang produktivitas dalam bidang produksi dan jasa. 2.1.3. E-Procurement 1. Definisi E-procurement Perkembangan pemakaian internet yang sangat pesat juga menghasilkan sebuah model perdagangan elektronik yang disebut electronic commerce (ecommerce). Secara umum dapat dikatakan bahwa e-commerce adalah sistem perdagangan yang menggunakan mekanisme elektronik yang ada di jaringan internet. E-commerce inilah sebagai landasan munculnya electronic procurement (e-procurement) yang mengkhususkan perdagangan pada pengadaan barang dan jasa. Pernyataan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah No. 54 menyatakan bahwa e-procurement sebagai pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan perundang-undangan (Peraturan Presiden Republik Indonesia, 2010).
E-procurement bukan hanya sebuah sistem untuk melakukan pembelian secara online. Sistem e-procurement adalah suatu sistem yang dapat menghubungkan perusahaan dengan proses bisnis mereka langsung dengan para pemasok selagi dapat mengatur seluruh interaksi diantara mereka. Gambar 2.3 Hubungan Para Pihak dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa secara E-procurement
Pejabat / Panitia / Unit Layanan Pengadaan Sistem Manajemen Instansi
Sistem , Elektronik
Penyedia Barang dan Jasa
Sistem Manajemen Penyedia
Menurut Harris (2003:10) manfaat dan tujuan e-procurement adalah : a. Menyediakan sistem pengadaan barang dan jasa secara online. b. Efisiensi proses pengadaan barang dan jasa untuk mendapatkan harga terbaik. c. Pergerakan harga sangat dinamis yang dilakukan oleh peserta lelang. d. Meningkatkan transparansi proses pengadaan barang dan jasa. e. Sistem pengadaan barang dan jasa yang fair. f. Tersedianya database harga dan manajemen supplier yang terintegrasi. g. Mendukung program Good Corporate Governance.
2.
Dasar Hukum yang Memayungi Penyelenggaraan E-procurement
Menurut LPSE Nasional Adapun hukum-hukum yang melindungi penyelenggaraan sistem pengadaan secara elektronik diantaranya adalah : 1. Keppres RI No. 80 Tahun 2003, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 2. Keppres RI No. 61 Tahun 2004, tentang perubahan atas Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 pada Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 3. Perpres RI No. 32 Tahun 2005, tentang perubahan kedua atas Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 pada Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 4. Perpres RI No. 70 Tahun 2005, tentang perubahan ketiga atas Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 pada Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 5. Perpres RI No. 8 Tahun 2006, tentang perubahan keempat atas Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 pada Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 6. Perpres RI No. 79 Tahun 2006, tentang perubahan kelima atas Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 pada Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
7. Perpres RI No. 85 Tahun 2006, tentang perubahan keenam atas Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 pada Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 8. Perpres RI No. 54 Tahun 2010, tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 3.
Sejarah Implementasi E-procurement di Indonesia Dari penelusuran beberapa literatur, e-procurement di Indonesia mulai
diwacanakan sejak digalakkannya model e-government di Indonesia, yang kemudian pada tahun 2003 dikeluarkannya Keppres 80 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah yang didalamnya memuat ketentuan tentang e-announcement dan e-procurement. Selain itu juga disebutkan pula bahwa e-procurement menjadi salah satu dari 7 Flagship Dewan Teknologi Informasi Nasional (Detiknas) dan di bawah koordinasi Bappenas. Sejak berlakunya Keppres 80 Tahun 2003 tersebut, beberapa instansi mulai mengembangkan sistem pengadaannya masing-masing. Departemen Komunikasi dan Informatika yang saat ini berubah menjadi Kementerian, pertama kali mengembangkan sistem e-procurement dengan nama Sistem e- Pengadaan Pemerintah atau dikenal dengan SePP pada tahun 2004. Kemudian menyusul pemerintah kota Surabaya pada tahun 2005 menerapkan sistem e-procurement melalui Peraturan Walikota Nomor 10 tahun 2005 dan Departemen Pekerjaan Umum pada tahun yang sama mengeluarkan Peraturan Menteri PU Nomor 207/PRT/M/2005 yang mengatur tata cara e-procurement. Selanjutnya beberapa instansi pemerintah pusat dan daerah masing-masing hingga saat ini berupaya
terus mengembangkan e-procurement secara mandiri maupun melalui model hosting maupun instalasi software e-procurement pada server dengan menginduk pada layanan e-procurement instansi yang telah ada. 2.1.4
Pengendalian Intern
1.
Definisi Pengendalian Intern Pengendalian merupakan suatu konsep yang luas dan dapat diterapkan
pada manusia, benda, situasi, dan organisasi. Pengendalian intern merupakan aspek-aspek yang meliputi struktur suatu organisasi dan semua metode-metode yang terkoordinir serta ukuran-ukuran yang ditetapkan dalam suatu perusahaan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketepatan dan kebenaran data akuntansi, meningkatkan efisiensi operasi kegiatan, dan mendorong ditaatinya kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Sistem pengendalian intern yang diterapkan pada sistem informasi akuntansi sangat berguna untuk mencegah atau menjaga terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan (kesalahan maupun kecurangan). Sistem pengendalian intern juga dapat digunakan melacak kesalahan-kesalahan yang terjadi sehingga dapat dikoreksi. 2.
Tujuan Pengendalian Intern Sistem pengendalian intern merangkum kebijakan, praktik, dan prosedur
yang digunakan organisasi untuk 4 (empat) tujuan utama, yaitu : a. Untuk menjaga aktiva perusahaan. b. Untuk memastikan akurasi dan dapat diandalkan catatan dan informasi akuntansi.
c. Untuk mempromosikan efisiensi operasi perusahaan. d. Untuk mengukur kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen. 3.
Pengendalian Pengadaan Barang dan Jasa Pengendalian di dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa adalah
sebagai berikut : a. Pengendalian intern mencakup prosedur manual dan program komputer. b. Prosedur pengendalian manual dan program komputer terdiri pengendalian umum dan pengendalian aplikasi. c. Pengendalian umum terdiri atas : 1)
Pengendalian organisasi dan operasi.
2)
Pengendalian perancangan sistem dan dokumentasi.
3)
Pengendalian hardware dan software.
4)
Pengendalian akses.
d. Pengendalian aplikasi terdiri atas : 1)
Pengendalian input.
2)
Pengendalian proses.
3)
Pengendalian output.
atas
2.1.5
Penelitian Terdahulu Pada
penelitian
terdahulu
pernah
diteliti
tentang
EVALUASI
PENERAPAN SISTEM PENGADAAN BARANG DAN JASA SECARA ONLINE (E-PROCUREMENT) PADA PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TIMUR oleh Hardini Lestiani Hernusa. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa populasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penyelenggara LPSE e-procurement. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti tentang sistem e-procurement. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian ini terletak pada prosedur penerapan pengadaan barang dan jasa secara elektronik. 2.1.6
Rerangka Pemikiran Rencana yang baik merupakan suatu keharusan, tetapi itu saja belum
cukup. Setiap tahapan harus diperhatikan agar apabila terjadi penyimpangan dapat segera dicarikan jalan keluarnya. Untuk memajukan kualitas perusahaan maka diperlukan langkah tepat dalam pengambilan keputusan. Sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik yang disebut juga dengan
e-procurement
merupakan
proses
pekerjaan
pelelangan
yang
diselenggarakan oleh LPSE untuk penyedia barang dan jasa. Penelitian ini mengevaluasi penerapan sistem informasi akuntansi eprocurement oleh LPSE, dalam hal ini PT Gian Global Chemindo sebagai penyedia barang dan jasa juga sebagai pemenang lelang. Langkah yang diawali dengan meninjau proses pengadaan barang dan jasa kemudian membandingkan
antara pengadaan barang dan jasa secara konvensional maupun e-procurement, mengevaluasi pengaruh penerapan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement) terhadap omzet perusahaan, serta mengevaluasi pengendalian internal perusahaan antara penerapan pengadaan barang dan jasa konvensional maupun e-procurement, kemudian membandingkan keseluruhan hal tersebut dengan teori pada kajian pustaka. Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran Penerapan Sistem Informasi Akuntansi Eprocurement oleh LPSE
Penyedia Barang dan Jasa
Pelaksanaan Aktivitas
Proses
Evaluasi Pendekatan dengan Studi Kasus
Analisis Kualitatif dengan Membandingkan Teori dan Praktik Perusahaan
Hasil Penelitian
2.1.7
Proposisi Penelitian Perumusan proposisi tidak lain merupakan jawaban sementara terhadap
masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris, perumusan proposisi menyatakan hubungan apa yang kita pelajari. Perumusan proposisi adalah pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar serta kerja panduan dalam verifikasi. Perumusan proposisi merupakan jawaban sementara dari hubungan fenomena-fenomena yang kompleks. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka proposisi yang diajukan oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui gambaran tentang perbedaan sistem pengadaan barang dan jasa secara konvensional maupun secara e-procurement pada perusahaan penyedia barang dan jasa, dalam hal ini PT Gian Global Chemindo Surabaya. 2. Mengetahui pengaruh dari implementasi sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement) terhadap pencapaian omzet perusahaan, dalam hal ini PT Gian Global Chemindo Surabaya sebagai pemenang lelang. 3. Mengetahui gambaran tentang penerapan sistem pengadaan barang dan jasa secara konvensional serta membandingkannya dengan sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement) terhadap pengendalian internal perusahaan.