BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kompetensi Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan
suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut (Wibowo, 2008). Menurut Boyatzis (Thoha , 2008), kompetensi didefenisikan sebagai “kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa membuat orang tersebut mampu memenuhi apa yang diisyaratkan oleh pekerja dalam suatu organisasi sehingga orang tersebut mampu mencapai hasil yang diharapkan”. Kompetensi adalah kemampuan dan karakter yang harus dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien (Depkes, 2008). Ada lima karakteristik dasar yang mempengaruhi kompetensi seseorang, menurut Spencer dan Spencer (Thoha, 2008), yaitu: (1) Motive, adalah konsistensi berfikir mengenai sesuatu yang diinginkan dan dikehendaki oleh seseorang, sehingga menyebabkan suatu kejadian. Motif tingkah laku seperti mengendalikan, mengarahkan, membimbing dan memilih untuk menghadapi kejadian atau tujuan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
(2) Traits, adalah naluri yang secara konsisten dapat memberikan respon yang cepat dan tepat terhadap keadaan atau informasi yang diterima, atau karakteristik fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap informasi atau situasi tertentu. (3) Self concept, adalah sikap perilaku, sistem nilai atau persepi diri atau imajinasi seseorang yang dianut dan dipercayai dapat menguatkan dan meyakinkan sesuai dengan harapannya, serta dapat menuntun menjadi individu yang efektif diberbagai lingkungan kerja, jika keyakinan tersebut didukung rasa percaya diri yang besar misalnya kepemimpinan. (4) Knowledge, yaitu sekumpulan informasi dan pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu. (5) Skill, adalah kemampuan untuk mengerjakan atau menyelesaikan tugas – tugas fisik atau mental tertentu secara nyata dilakukan. Menurut Thoha (2008), kompetensi ada 3 (tiga) jenis yaitu : (1) kompetensi teknis yang lebih menekankan kepada pencapaian efektifitas kerja, (2) kompetensi perilaku (konsep diri, ciri diri dan motif individu), yang lebih menekankan kepada perilaku produktif yang harus dimiliki dan diperagakan oleh petugas agar dapat berprestasi, dan (3) kompetensi pengetahuan dan keterampilan individu yang lebih ditujukan kepada pelatihan dan pendidikan. 2.1.1 Pengetahuan (Knowledge) Menurut Mustopadidjaja (2008), pengetahuan adalah informasi yang dimiliki oleh seseorang dalam suatu bidang tertentu dan keterampilan adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu baik mental ataupun fisik.
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan dan keterampilan sesungguhnya yang mendasari pencapaian produktivitas,
pengetahuan
dan
keterampilan
termasuk
faktor
pembentuk
kemampuan. Apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang tinggi akan memiliki kemampuan (ability) yang tinggi pula sehingga akan membentuk kompetensi seorang pegawai/pekerja (Sulistiyani & Rosidah, 2003). Pengetahuan merupakan informasi yang dimiliki oleh seseorang, dan pengetahuan adalah komponen utama kompetensi yang mudah diperoleh dan mudah diidentifikasikan (Hutapea P dan Thoha N, 2008). Sulistiyani dan Rosidah (2003) mengemukakan bahwa konsep pengetahuan lebih berorientasi kepada intelejensi, daya pikir dan penguasaan ilmu serta luas sempitnya wawasan yang dimiliki oleh seseorang. Dengan demikian pengetahuan adalah merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun informal yang memberikan kontribusi kepada seseorang didalam pemecahan masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan yang tinggi, seorang pegawai diharapkan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif. Notoatmodjo (2007) berpendapat bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Roger (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru atau berperilaku baru, maka dalam diri orang tersebut telah terjadi proses yang berurutan yaitu : (1) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus atau objek. (2) Interest yaitu merasa tertarik terhadap suatu stimulus. (3) Evaluation yaitu menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya. (4) Trial dimana subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
(5) Adoption yaitu
dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : 1.
Tahu (know), dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) tehadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2.
Memahami (comprehension), suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau mengerti harus dapat
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari. 3.
Aplikasi (application), kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4.
Analisis (analysis), suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja; dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.
5.
Sintesis (synthesis), suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6.
Evaluasi (evaluation), kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
Universitas Sumatera Utara
ada, misalnya dapat membandingkan anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi. Merujuk pada beberapa teori dan pendapat yang mendefinisikan tentang pengetahuan yang dijabarkan di atas, maka pengetahuan perawat dan bidan adalah kemampuan perawat dan bidan terhadap semua tingkatan pengetahuan, mulai dari tahu, memahami hingga dapat mengevaluasi materi-materi yang telah ditetapkan sebagai pengetahuan, pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan imunisasi tetanus toxoid (TT) pada wanita usia subur (WUS) dengan standar yang telah ditentukan. Dengan pengetahuan yang luas yang dimiliki oleh seorang petugas kesehatan baik perawat maupun bidan diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan umumnya dan imunisasi khususnya kepada bayi, anak, WUS dan ibu hamil dengan baik dan profesional. 2.1.2
Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang sifatnya masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu, dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2007) salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi baru merupakan “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu masih
Universitas Sumatera Utara
merupakan reaksi yang sifatnya masih tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka dan tingkah laku yang terbuka. Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok, yakni : (1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. (2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. (3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosional memegang peranan yang sangat penting. Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu : 1. Menerima
(Receiving),
diartikan
bahwa
orang
(subjek)
mau
dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatiannya terhadap ceramahceramah yang berkaitan dengan ilmu gizi. 2. Merespons (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang tersebut telah menerima ide. 3. Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbang anaknya di posyandu, atau mendiskusikan tentang
Universitas Sumatera Utara
gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4. Bertanggungjawab (Responsible), bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orangtuanya sendiri. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. 2.1.3 Keterampilan atau Tindakan (Practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya, ada fasilitas imunisasi yang mudah dijangkau agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Ada empat tingkatan dalam praktik atau tindakan, yakni : 1. Persepsi (Perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.
Universitas Sumatera Utara
2. Respon terpimpin (Guided Respons), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua. Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya, dan sebagainya. 3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah biasa mengimunisasikan bayi yang pada umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain. 4. Adaptasi (adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recal). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional mengenai bidang tertentu yang bersifat kekaryaan, berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat
Universitas Sumatera Utara
teknis yang diperoleh melalui proses belajar dan berlatih. Dengan keterampilan yang dimiliki seorang pegawai diharapkan mampu menyelesaikan pekerjaan secara produktif. (Sulistiyani dan Rosidah, 2003).
2.2 Petugas Imunisasi Petugas imunisasi adalah individu yang mempunyai tugas dan wewenang dalam pemberian imunisasi. Menurut Depkes RI (2004). Petugas imunisasi adalah petugas kesehatan atau pengelola sebagai tenaga pelaksana di setiap tingkatan dan telah mendapat pelatihan sesuai dengan tugasnya. Petugas imunisasi tidak hanya bertanggung jawab dalam menangani dan memberikan vaksin, tetapi juga sebagai sumber informasi utama berkaitan dengan vaksin bagi sasaran imunisasi. Petugas imunisasi yang diberikan kewenangan dan tanggungjawab sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya melaksanakan imunisasi adalah perawat dan bidan. Menurut UU Kesehatan No.23 Tahun 1992, Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan yang berdasarkan ilmu yang dimiliki yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Menurut Husin (1994) seseorang perawat dikatakan profesional jika memiliki ilmu pengetahuan (body of knowledge), keterampilan keperawatan profesional (technical) dan memiliki sikap profesional sesuai dengan kode etik profesi. Sedangkan menurut Gaffar (1999) menegaskan bahwa yang dimaksud dengan keterampilan profesional keperawatan bukan sekedar terampil dalam melakukan prosedur keperawatan, tetapi
Universitas Sumatera Utara
juga mencakup keterampilan interpersonal, keterampilan intelektual dan keterampilan teknikal. Federation of International Gynaecologist and Obstetrician atau FIGO (1991) dan World Health Organization atau WHO (1992), Bidan yaitu seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait kebidanan serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk praktik bidan (Soepardan, 2006). Menurut Depkes RI (2005) prosedur tetap pelaksanaan imunisasi bagi petugas imunisasi adalah sebagai berikut: (1) Melakukan persiapan peralatan dan vaksin imunisasi TT, yaitu a. Spuit lengkap, alat sterilisator, kapas air hangat. b. Vaksin yang sesuai dengan sasaran dimasukkan kedalam termos es (vaccin carier). (2) Mempersiapkan sasaran imunisasi TT, yaitu melakukan pemberitahuan kepada sasaran (WUS) atau orang tua WUS tempat penyuntikan imunisasi TT atau kampaye imunisasi TT serta kegunaan dan efek sampingnya. (3) Melakukan pemberian imunisasi, yaitu pengambilan vaksin sesuai dengan dosisnya. (4) Desinfeksi pada tempat yang akan disuntik.
Universitas Sumatera Utara
(5) Pemberian obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis pemberian. (6) Memberikan informasi kepada orang tua WUS dan WUS mengenai jadwal imunisasi berikutnya. (7) Pencatatan dan pelaporan, yaitu melakukan pencatatan imunisasi yang diberikan dicatat dalam buku catatan imunisasi serta jadwal imunisasi selanjutnya Adapun langkah kegiatan yang perlu dilakukan oleh petugas imunisasi adalah: a.
Petugas imunisasi menerima kunjungan sasaran imunisasi (WUS) yang telah membawa catatan imunisasi (register) di ruang imunisasi setelah mendaftar di loket pendaftaran.
b.
Petugas memeriksa status imunisasi dalam buku catatan imunisasi atau buku register dan menentukan jenis imunisasi yang akan diberikan.
c.
Petugas menanyakan keadaan WUS, kepada WUS yang memungkinkan untuk diberikan imunisasi atau bila tidak akan dirujuk ke ruang pengobatan
d.
Petugas menyiapkan alat (menyeteril alat suntik dan kapas air hangat ).
e.
Petugas menyiapkan vaksin (vaksin dimasukkan ke dalam termos es ).
f.
Petugas menyiapkan sasaran (memberitahukan kepada orang bayi tentang tempat penyuntikan).
g.
Petugas memberikan imunisasi (memasukkan vaksin ke dalam alat suntik, desinfeksi tempat suntikan dengan kapas air hangat, memberikan suntikan vaksin atau meneteskan vaksin sesuai dengan jadwal imunisasi yang akan diberikan.
Universitas Sumatera Utara
h.
Petugas melakukan komunikasi edukasi dan informasi (KIE) atau konseling tentang kegunaan dan efek samping pasca imunisasi WUS
i.
Petugas memberitahukan kepada WUS mengenai jadwal imunisasi berikutnya.
j.
Petugas mencatat hasil imunisasi dalam buku imunisasi atau buku register catatan imunisasi serta rekapitulasi setiap akhir bulannya.
2.3 Pelayanan Imunisasi Pelayanan imunisasi adalah bagian integral dari pelayanan kesehatan. Pelayanan imunisasi diarahkan sebagai upaya preventif terhadap kejadian suatu penyakit atau masalah kesehatan. Pelaksanaan pelayanan kesehatan tidak terlepas dari peran petugas kesehatan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam melakukan serangkaian pelayanan kesehatan. Menurut Azwar (1997), pelayanan kesehatan adalah upaya kesehatan yang diberikan kepada sasaran pelayanan kesehatan atau individu sebagai profesi kesehatan seperti perawat, dokter, dan bidan. Pelayanan kesehatan secara keseluruhan mencakup upaya pencegahan, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh multifaktor, baik bersumber dari dalam diri individu maupun dari luar individu, dan erat kaitannya dengan perilaku seseorang terhadap kesehatan. Menurut Andersen dan Newman (1968) dalam Sarwono (2004), bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan tidak melalui proses yang tunggal, tetapi banyak intervensi yang mempengaruhinya. Karena tidak tunggalnya pengaruh yang ada
Universitas Sumatera Utara
untuk memberikan keputusan pemanfaatan pelayanan kesehatan itu, banyak ahli membuat dan mengembangkan teorinya. Andersen merupakan salah satu ahli yang ikut mengembangkan teori tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan, teori ini biasa disebut “Andersen’s Behavioral model of Health Service Utilization” dan sering dianut oleh banyak orang. Teori darinya ini dibuat pada tahun 1968 tetapi sampai sekarang masih banyak dijadikan rujukan karena masih relevan. Menurut Andersen keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan itu ada empat komponen yaitu: predisposisi, enabling (pendukung), reinforcing (penguat) dan need (kebutuhan) (1) Komponen predisposisi terdiri dari tiga unsur yaitu: demografi (usia, jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah anggota keluarga), struktur sosial (jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, dan kesukuan), dan kepercayaan kesehatan. (2) Komponen enabling (pendukung) mempunyai dua unsur: sumber daya keluarga (penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan), (3) Faktor reinforcing (penguat) sumber daya masyarakat (jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dan tenaga kesehatan serta lokasi sarana kesehatan). (4) Komponen need, merupakan komponen yang paling langsung berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan. Komponen ini diukur dengan laporan tentang berbagai keluhan, fungsi-fungsi yang terganggu, dan persepsi terhadap status kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan imunisasi dalam penelitian ini juga dipengaruhi oleh faktor tersebut, namun pada penelitian ini difokuskan pada peran petugas yaitu faktor pendukung terhadap pelaksanan pelayanan imunisasi yang mencakup kompetensi petugas imunisasi. Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan operasional rutin dan khusus. Dengan semakin mantapnya unit pelayanan imunisasi, maka porsi kegiatan imunisasi khusus semakin kecil. Menurut Kepmenkes No.1611/MENKES/SK/XI/2005 tentang pokok-pokok kegiatan penyelenggaraan imunisasi di Indonesia terdiri dari : a.
Imunisasi rutin
b.
Imunisasi tambahan
c.
Imunisasi dalam penanggulangan KLB (Outbreak Respons)
d.
Kegiatan imunisasi tertentu terhadap PD3I dalam situasi khusus biasanya dalam wilayah luas dan waktu tertentu, seperti PIN, Sub PIN, Catch Up Campak. Imunisasi adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh kekebalan tubuh
terhadap penyakit tertentu dengan cara memasukan vaksin atau serum ke dalam tubuh melalui oral atau suntikan (Syahlan, 1996). Imunisasi adalah suatu tindakan pemindahan atau transfer anti body secara pasif. Sedangkan istilah vaksinasi (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (anti body) dan sistem imun didalam tubuh (Idai, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.4
Imunisasi TT pada WUS Imunisasi tetanus toxoid adalah vaksin berupa suntikan yang memberikan
kekebalan terhadap virus tetanus. Tetanus toxoid mengandung virus (kuman/tetanus hidup yang telah dilemahkan dalam bentuk cair), (Depkes RI, 2009). Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang berumur antara 15–39 tahun baik yang sudah menikah atau yang belum menikah (Depkes RI, 2009). Departemen Kesehatan RI telah merekomendasikan bahwa untuk pemberian imunisasi TT kepada semua wanita usia subur, hal ini dikarenakan untuk meningkatkan cakupan imunisasi ibu hamil relatif sulit. Kegiatan imunisasi TT pada WUS secara operasional dilaksanakan dengan terlebih dahulu melaksanakan pendataan sasaran yang dilakukan oleh seluruh petugas imunisasi di setiap desa atau lokasi sasaran. 2.4.1. Tujuan dan Manfaat Imunisasi TT Manfaat pemberian imunisasi tetanus toxoid adalah pelindung tubuh ibu hamil serta bayi yang akan dilahirkan terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka dan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus (Depkes, 2003). Imunisasi Tetanus Toxoid pada ibu hamil diberikan sebanyak 2 kali pada ibu dengan dosis yang sesuai dengan dianjurkan untuk menghindari bayi dari infeksi tetanus neonatorum. Demikian juga proses, alat dan tempat yang bersih dalam perawatan tali pusar akan mengurangi resiko bayi terinfeksi. Imunisasi ini dapat diberikan pada saat akan menikah, atau diberikan dua kali dalam satu periode kehamilan yaitu pada triwulan pertama dan kedua.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Depkes, (2009), imunisasi tetanus toxoid akan memberikan perlindungan optimal bila jarak pemberian antara dosis tidak terlalu dekat. Adapun jadwal imunisasi TT dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi TT pada WUS Imunisasi (TT) Interval Minimal Ke 1 (TT 1) Ke 2 (TT 2) 1 bulan Ke 3 (TT 3) 6 bulan Ke 4 (TT 4) 12 bulan Ke 5 (TT 5) 12 bulan Sumber : Depkes RI, 2009
Masa Kekebalan 3 tahun 5 tahun 10 tahun 25 tahun/seumur hidup
Dosis 0,5 cc 0,5 cc 0,5 cc 0,5 cc 0,5 cc
Vaksin tetanus toxoid berdiri sendiri sebagai vaksin tetanus toxoid atau tergabung dalam vaksin difteri tetanus atau difteri pertusis tetanus, imunisasi tetanus toxoid memberikan kekebalan untuk seumur hidup. Menurut Depkes RI (2004), sesuai dengan kebijakan program imunisasi di Indonesia. Setiap sasaran berhak untuk mendapatkan pelayanan imunisasi cumacuma. Kartu tetanus toxoid seumur hidup dapat membantu petugas dalam menentukan apakah pemegang kartu memerlukan suntikan tetanus toxoid, dan kapan suntikan tersebut dapat diberikan. Apabila WUS mempunyai status tetanus toxoid seumur hidup, maka imunisasi tetanus toxoid rutin bagi calon pengantin dan ibu hamil dapat dihentikan, yang berarti suatu penghematan. Menurut Wastidar (1999) menyatakan, pemberian imunisasi tetanus toxoid pada WUS termasuk ibu hamil dapat dilakukan pada saat WUS melakukan
Universitas Sumatera Utara
kunjungan pertama tetanus toxoid pertama, dan selanjutnya diberikan pada kunjungan kedua (tetanus toxoid kedua).
2.4.2. Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi TT a. Pelayanan sebelum pelaksanaan imunisasi TT 1. Penyuluhan sebelum pelayanan imunisasi Penyuluhan yang diberikan berisikan tentang
kegunaan imunisasi, efek
samping dan cara penanggulangannya serta kapan dan dimana pelayanan imunisasi berikutnya akan diadakan. Pedoman dalam memberikan penyuluhan kepada sasaran di tempat pelayanan imunisasi : a)
Mengucapkan terima kasih kepada orangtua dan WUS atas kesediaannya datang ke pelayanan imunisasi dan kesabarannya mau menunggu.
b)
Jelaskan dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti tentang penyakitpenyakit yang bisa dicegah dengan vaksin.
c)
Jelaskan efek samping imunisasi dan apa yang harus dilakukan apabila terjadi efek samping tersebut.
d)
Jika imunisasi merupakan satu dosis vaksin yang harus diberikan secara berurutan, maka jelaskan bahwa WUS harus menerima imunisasi lengkap secara berurutan agar bisa mendapatkan perlindungan penuh.
e)
Tulislah tanggal untuk imunisasi berikutnya pada kartu, dan beritahukanlah tanggal ini kepada WUS atau orang tua WUS sejelas mungkin.
Universitas Sumatera Utara
f)
Jika sasaran telah terlewatkan beberapa dosis, jangan memarahi orang tua, sasaran WUS dan ibu hamil, tetapi jelaskan mengapa mereka perlu diimunisasi secara lengkap dan jelaskan bahwa anda akan memberikan semua dosis yang terlewatkan selama pelayanan. Mintalah kepada mereka untuk datang tepat waktu untuk imunisasi berikutnya.
g)
Tanyakan kepada orangtua, sasaran WUS dan ibu hamil, apakah ada pertanyaan terhadap penjelasan yang tidak dipahami.
h)
Pastikan bahwa anda mengulang setiap pesan ini lebih dari satu kali jika dianggap perlu, agar orang tua, sasaran WUS dan ibu hamil dapat memahaminya.
2. Pemeriksaan Sasaran (Skrining) dan Pengisian Register Setiap sasaran imunisasi wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil sebaiknya diperiksa dan diberikan semua vaksin sesuai dengan jadwal pemberian imunisasi. a) Tentukan usia dan status imunisasi terdahulu sebelum diputuskan vaksin mana dan dengan dosis keberapa yang akan diberikan. b) Untuk imunisasi tetanus toxoid (TT) pada wanita usia subur (WUS) 1) Jika memiliki kartu TT, berikan dosis sesuai dengan jadwal pemberian TT nasional. 2) Jika tidak memiliki kartu TT, tanyakan apakah ia pernah mendapatkan dosis tetanus toxoid (TT) di masa yang lalu. 3) Jika tidak : berikan dosis pertama TT dan anjurkan kembali sesuai dengan jadwal pemberian TT nasional.
Universitas Sumatera Utara
4) Jika ya : berapa banyak dosis yang telah diterima sebelumnya dan berikan dosis berikutnya secara berurutan. 3. Konseling Konseling adalah proses pemberian bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan klien. Klien mempunyai hak untuk menerima dan menolak satu metode pelayanan kesehatan bagi diri mereka. Petugas klinik berkewajiban untuk mermbantu mereka dalam membuat keputusan secara arif dan benar. Semua informasi tersebut harus diberikan dengan bahasa dan istilah yang dapat dimengerti oleh klien (Depkes RI, 2009). a) Lingkup Konseling 1)
Konseling membantu klien agar dapat membuat suatu keputusan tentang imunisasi yang akan diterima.
2)
Konseling mencakup imunisasi dua arah diantara klien dan konselor.
3)
Konseling mengandung muatan informasi yang objektif, pemahaman isi informasi tersebut di implementasikan oleh klien terhadap kebutuhan dan kondisi individualnya.
b)
Proses konseling terdiri dari 4 unsur kegiatan 1) Pembinaan hubungan baik, dilakukan sejak awal pertemuan dengan klien. 2) Pengumpulan dan pemberian informasi, pengumpulan informasi merupakan tugas utama petugas.
Universitas Sumatera Utara
3) Pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan perencanaan. Sesuai dengan masalah dan kondisi klien, petugas membantu klien memecahkan masalah yang dihadapi atau membuat perencanaan untuk mengatasinya. 4) Menindaklanjuti pertemuan, mengakhiri pertemuan konseling, petugas merangkum jalannya hasil pembicaraan selama pertemuan, merencanakan pertemuan selanjutnya atau merujuk klien. Jalannya proses konseling sangat tergantung pada alur percakapan petugas – klien. Konselor harus dapat berkomunikasi dengan baik, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan proses yang menyenangkan bagi klien. Konselor harus menyampaikan informasi yang lengkap dan obyektif tentang : (a) Keuntungan dan keterbatasan imunisasi, (b) jangka waktu efektif pemberian imunisasi, (c) komplikasi dan efek samping, dan (d) kesesuaian mekanisme kerja imunisasi dengan karakteristik dan keinginan klien. Sebagian besar informasi tersebut disampaikan pada tahapan konseling spesifik, yaitu tahapan dimana klien tertarik dan ingin mendapatkan pelayanan imunisasi. Konseling spesifik dilakukan setelah konseling awal atau pendahuluan dilakukan. Dalam konseling pendahuluan umumnya akan diberikan gambaran umum tentang imunisasi. Konseling untuk masalah imunisasi yaitu : a) Mempersiapkan ibu terhadap apa yang dapat terjadi pada bayinya jika tidak mendapat imunisasi. Beritahukan kepada ibu mengenai gejala-gejala dan masalah yang mungkin akan hilang dalam beberapa waktu.
Universitas Sumatera Utara
b) Tanggapi secara serius keresahan ibu, berikan keyakinan dan usulan praktis untuk menangani masalah umum dalam imunisasi. c) Membantu ibu untuk merencanakan serta mempersiapkan hal-hal yang diperlukan dalam imunisasi.
b. Pelaksanaan Imunisasi TT 1. Pemberian vaksin yang tepat dan aman. a) Sebelum pelaksanaan imunisasi; periksa label vaksin dan pelarutnya, periksa tanggal kadaluarsa dan periksa VVM serta jangan digunakan vaksin tanpa lebel, vaksin yang kadaluarsa dan vaksin dengan status VVM telah C atau D. b) Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen. Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer yang disuntikan secara intramuskuler atau subkutan dalam dengan dosis pemberian 0,5 cc dengan interval waktu minimal 4 minggu. c) Mencampur vaksin dengan pelarut : (1) Baca label pada ampul atau pelarut dan pastikan dikirim oleh pabrik yang sama. (2) Goyang botol atau ampul vaksin dan pastikan semua bubuk ada pada dasar ampul/vial. (3) Buka vial atau ampul vaksin dan amati pelarut pastikan tidak retak. (4) Buka ampul kaca, lalu sedot pelarut ke dalam semprit pencampur dan gunakan ADS yang baru untuk mencampur vaksin dengan pelarut.
Universitas Sumatera Utara
2. Menggunakan alat suntik ADS (Auto Disable Syringe) Adalah alat suntik yang setelah satu kali digunakan secara otomatis menjadi rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Suntikan diberikan pada lengan atas secara intramuskuler (IM) atau subkutan (SC) dalam dengan dosis 0,5 cc. Adapun cara pemberian imunisasi TT pada WUS adalah; (a) mintalah sasaran (WUS) untuk duduk. (b) Suruh menurunkan bahunya dan meletakkan tangan kiri di belakang punggungnya atau di atas pinggul. Posisi ini akan merenggangkan otot pada lengan dan membuat suntikan menjadi hampir tidak sakit. (c) Letakkan jari dan ibu jari anda pada bagian luar lengan atas. (d) Gunakan tangan kiri anda untuk menekan ke atas otot lengan. (e) Cepat tekan jarum ke bawah melalui kulit diantara jari-jari anda dan masukan ke dalam otot. (f) Tekan alat penyedot (plunger) dengan ibu jari anda untuk menyuntikan vaksin. Tarik jarum dengan cepat dan hati-hati dan mintalah sasaran (WUS) untuk menekan tempat suntikan secara hati-hati dengan kain kapas jika terjadi perdarahan (Depkes RI, 2009). Tata cara penggunaan alat suntik auto disable adalah : (a) Bersihkan daerah penyuntikan dengan kapas basah. (b) Pegang tabung (barrel) semprit antara ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah. Jangan menyentuh jarum, alat penyedot (plunger) bisa bergerak maju mundur hanya sekali. (c) Suntikan jarum secara pelan-pelan. (d) Gunakan ibu jari untuk menekan alat penyedot tanpa memutar-mutar semprit. (e) Tarik jarum dengan cepat dan hati-hati (lebih sakit jika menarik dengan pelan). (f) Jangan menggosok daerah dimana suntikan diberikan. (Depkes RI, 2009)
Universitas Sumatera Utara
Lokasi tempat penyuntikan adalah lengan atas, sedikit dibawah insertio M deltoid. Membersihkan tempat penyuntikan terlebih dahulu cukup dengan kapas dan air matang. Dosis yang diperlukan untuk vaksin tetanus toxoid adalah 0,5 ml. vaksin disuntikan secara intramuskular setelah terlebih dahulu melakukan aspirasi untuk memastikan jarum tidak masuk kepembuluh darah. Untuk mencegah penyuntikan yang terlalu superficial, terutama bila diameter semprit besar, usahakan penyuntikan benar-benar tegak lurus. Untuk mencegah terjadinya abses dingin, vaksin dalam vial yang belum dibuka agar dihangatkan dengan cara menggenggamnya dan dikocok kuat agar merata (Akselerasi eliminasi tetanus, 2009 : 17). Reaksi yang mungkin terjadi setelah pemberian imunisasi tetanus toxoid adalah reaksi lokal berupa nyeri, kemerahan, dan bengkak selama 1-2 hari pada tempat penyuntikan, ini akan hilang sendiri dan tidak perlu pengobatan. 3. Kontra Indikasi Pemberian Imunisasi Ada tiga kontra indikasi imunisasi secara umum; (a) Anafilaksis atau reaksi hipersensitivitas yang hebat merupakan kontra indikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas > 38 oC merupakan kontra indikasi pemberian DPT/HB1 dan campak. (b) Jangan diberikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukan tanda-tanda dan gejala AIDS, sedangkan vaksin lainnya sebaiknya diberikan. (c) Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, jangan diberikan imunisasi. Mintalah ibu untuk kembali lagi jika bayinya sudah sehat.
Universitas Sumatera Utara
Adapun kontraindikasi khususnya untuk imunisasi tetanus toxoid adalah gejalagejala berat karena dosis pertama dari pemberian imunisasi tetanus toxoid.
c. Pelayanan sesudah pemberian imunisasi TT 1. Penyuluhan sesudah pelayanan imunisasi TT a)
Mengucapkan terima kasih kepada orangtua dan WUS atas kedatangannya ke pelayanan imunisasi dan kesabaran mereka mau menunggu.
b)
Jelaskan apa yang harus dilakukan apabila terjadi
efek samping ketika
sampai di rumah. c)
Jika WUS tidak bisa datang pada tanggal tersebut, jelaskan alternatif tanggal dan waktu yang lain.
d)
Beritahukan kepada sasaran wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil berapa kali lagi, kapan dan dimana mereka harus kembali untuk mendapatkan perlindungan penuh terhadap penyakit tetanus.
e)
Ingatkan sasaran WUS dan ibu hamil untuk selalu membawa kartu imunisasi TT mereka setiap datang ke tempat pelayanan imunisasi.
f)
Tanyakan kepada orangtua, sasaran WUS dan ibu hamil, apakah ada pertanyaan terhadap penjelasan yang tidak dipahami.
g)
Pastikan bahwa anda mengulang setiap pesan ini lebih dari satu kali jika dianggap perlu, agar orangtua, sasaran WUS dan ibu hamil dapat memahaminya.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengisian Buku Pencatatan Alat-alat pencatat data dasar yang harus dimiliki oleh setiap fasilitas pelayanan kesehatan adalah; buku kohort ibu, buku kohort bayi, buku laporan KIA dan laporan hasil imunisasi.
2.5. Promosi Kesehatan Istilah Promosi Kesehatan sebenarnya merupakan perwujudan dari perubahan konsep pendidikan kesehatan yang secara organisasi struktural, pada tahun 1984 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam salah satu visinya, yaitu Health Education Division diubah menjadi Division on Health Promotion and Education, dan konsep ini oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia baru disesuaikan pada tahun 2000 dengan merubah Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat menjadi Pusat Promosi Kesehatan. Promosi Kesehatan merupakan revitalisasi pendidikan kesehatan di masa lalu, dimana dalam konsep promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran masyarakat dalam hal pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat dalam bidang kesehatan saja, melainkan juga upaya bagaimana mampu menjembatani adanya perubahan perilaku seseorang. Hal ini berarti promosi kesehatan merupakan program kesehatan yang dirancang untuk membawa perbaikan yang berupa perubahan perilaku, baik didalam masyarakat sendiri maupun dalam organisasi dan lingkungannya baik lingkungan fisik, non fisik, sosial budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Untuk dapat mewujudkan perubahan perilaku kearah perilaku hidup yang sehat dalam masyarakat tidak mudah diwujudkan. Fakta membuktikan, dari pengalaman negara maju dan negara berkembang banyak faktor yang menghambat, dan salah satu dari faktor terbesar yang paling dirasakan adalah faktor pendukung atau sarana dan prasarana yang kurang mendukung masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.
2.5.1. Visi dan Misi Promosi Kesehatan Visi diperlukan agar promosi kesehatan yang diharapkan mempunyai arah yang jelas dalam kerangkan menunjang program kesehatan yang lain. Visi promosi kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan status kesehatannya baik fisik, mental maupun sosial, dan diharapkan pula mampu produktif secara ekonomi dan sosial. Untuk mencapai visi tersebut perlu dilakukan upaya yang dituangkan dalam misi. Misi Promosi Kesehatan secara garis besar dirumuskan sebagai berikut: 1. Advokasi, melakukan kegiatan advokasi atau upaya terhadap para pengambil keputusan dan penentu kebijakan diberbagai sektor terkait promosi kesehatan. Dengan maksud agar program promosi kesehatan tersebut mendapatkan dukungan melalui kebijakan dan aturan politik. 2. Menjembatani, menjadi jembatan dan menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor yang terkait dengan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
3. Memampukan, memberikan keterampilan pada masyarakat agar mereka mempercayai dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri secara mandiri. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mempunyai kemauan dan kemampuan yang mandiri dibidang kesehatan termasuk memelihara dan meningkatkan kesehatan diri masing-masing. 2.5.2. Strategi Promosi Kesehatan Untuk mewujudkan promosi kesehatan, tentunya diperlukan suatu strategi yang baik. Strategi adalah cara yang digunakan dalam mencapai apa yang diinginkan dalam promosi kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan yang lain. Strategi ini diperlukan dalam mewujudkan visi dan misi dari promosi kesehatan. Adapun strategi yang digunakan dalam mewujudkan promosi kesehatan berdasarkan konsep yang dikenalkan oleh WHO pada tahun 1984 adalah: 1. Advokasi. Dalam memberikan bantuan kepada masyarakat, maka kegiatan ditujukan kepada para pembuat keputusan dan penentu kebijakan dibidang kesehatan maupun sektor lain yang terkait dengan kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat. Dengan demikian maka para pembuat keputusan akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan, undang-undang, instruksi yang diharapkan menguntungkan bagi kesehatan masyarakat umum. Strategi ini akan berhasil jika sasarannya tepat serta melibatkan seluruh stakeholder terkait program kesehatan yang akan ditawarkan. Bentuk dari advokasi bisa berupa lobbying, yakni dengan melakukan pendekatan atau pembicaraan formal dan
Universitas Sumatera Utara
informal kepada para pengambil keputusan dan pemangku kepentingan untuk menyusun suatu aturan terkait program promosi kesehatan yang diinginkan. 2. Dukungan Sosial. Promosi kesehatan akan mudah dilakukan jika mendapat dukungan dari berbagai elemen yang ada di masyarakat antara lain; tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial, lembaga swadaya masyarakat termasuk petugas dan pejabat kesehatan terkait. Dengan adanya dukungan dari unsur pemerintahan dan masyarakat diharapkan promosi kesehatan dapat dijembatani dengan baik antara pihak pengelola program kesehatan masyarakat dengan masyarakat sasaran itu sendiri. 3. Pemberdayaan Masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dibutuhkan dalam kaitannya agar masyarakat memperoleh kemampuan dalam memlihara dan meningkatkan kesehatan diri sendiri.
Upaya
ini
dapat
dilakukan
melalui
penyuluhan
kesehatan,
pengorganisasian masyarakat atau peningkatan keterampilan terkait promosi kesehatan. Selanjutnya dalam Konferensi Internasional I Promosi Kesehatan yang diadakan di Ottawa, Kanada oleh WHO pada tanggal 21 November 1986 dihasilkan sebuah dokumen penting yang disebut Ottawa Charter atau Piagam Ottawa yang berisikan mengenai perubahan rumusan strategi promosi kesehatan yaitu: a. Mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan (healthy public policy). b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (supportive environment).
Universitas Sumatera Utara
c. Memperkuat gerakan masyarakat (community action). d. Mengembangkan kemampuan perorangan (personnal skills). e. Menata kembali arah pelayanan kesehatan (reorient health services). Kemudian konferensi ke-2 di Adelaide, Australia Tahun 1988, fokus dibahas mengenai
pengembangan
kebijakan
yang
berwawasan
kesehatan,
dengan
menekankan 4 bidang prioritas, yaitu: (1) Mendukung kesehatan wanita. (2) Makanan dan gizi. (3) Rokok dan alkohol. (4) Menciptakan lingkungan yang sehat. Pada tahun 1989 diadakan pertemuan lanjutan Kelompok Promosi Kesehatan negara-negara berkembang di Geneva, sebagai seruan untuk bertindak (A call for action). Dalam pertemuan ini ditekankan bahwa 3 strategi pokok promosi kesehatan untuk pembangunan kesehatan yaitu: (1) Advokasi Kebijakan (advocacy). (2) Pengembangan aliansi yang kuat dan sistem dukungan sosial (social support). (3) Pemberdayaan masyarakat (empowerment). Konferensi ke-3 diselenggarakan di Sundval, Swedia pada Tahun 1991 dimana dalam konferensi ini menghasilkan pernyataan perlunya dukungan lingkungan untuk kesehatan. Untuk dukungan ini diperlukan 4 strategi kunci, yakni: a. Memperkuat advokasi diseluruh lapisan masyarakat b. Memberdayakan masyarakat dan individu agar mampu menjaga kesehatan dan lingkungannya melalui pendidikan dan pemberdayaan c. Membangun aliansi. d. Menjadi penengah diantara berbagai konflik kepentingan di tengah masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Konferensi ke-4 diselenggarakan di Jakarta, Indonesia Tahun 1997. Konferensi ini bertema: “New players for a new era: Leading Health Promotion into the 21st century” dan menghasilkan Deklarasi Jakarta, yang diberi nama: “The Jakarta Declaration on Health Promotion into the 21st Century”. Selanjutnya Deklarasi Jakarta ini memuat berbagai hal, antara lain sebagai berikut: 1. Bahwa Konferensi Promosi Kesehatan di Jakarta ini diselenggarakan hampir 20 tahun setelah Deklarasi Alma Atta dan sekitar 10 tahun setelah Ottawa Charter, serta yang pertama kali diselenggarakan di negara sedang berkembang dan untuk pertama kalinya pihak swasta ikut memberikan dukungan penuh dalam konferensi. 2. Bahwa Promosi Kesehatan merupakan investasi yang berharga, yang mempengaruhi faktor-faktor penentu dibidang kesehatan guna mencapai kualitas sehat yang setinggi-tingginya. 3. Bahwa Promosi Kesehatan sangat diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan dan perubahan faktor penentu kesehatan. Berbagai tantangan tersebut seperti: adanya perdamaian, perumahan, pendidikan, perlindungan sosial, hubungan kemasyarakatan, pangan, pendapatan, pemberdayaan perempuan, ekosistem yang mantap, pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan, keadilan sosial, penghormatan terhadap hak-hak azasi manusia, dan persamaan, serta kemiskinan yang merupakan ancaman terbesar terhadap kesehatan, selain masih banyak ancaman lainnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Bahwa untuk menghadapi berbagai tantangan yang muncul terhadap kesehatan diperlukan kerjasama yang lebih erat, menghilangkan sekat-sekat penghambat, serta mengembangkan mitra baru antara berbagai sektor, di semua tingkatan pemerintahan dan lapisan masyarakat. 5. Bahwa prioritas Promosi Kesehatan abad 21 adalah : (a) Meningkatkan tanggungjawab sosial dalam kesehatan. (b) Meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan. (c) Meningkatkan kemitraan untuk kesehatan. (d) Meningkatkan kemampuan perorangan dan memberdayakan masyarakat. (e) Mengembangkan infra struktur promosi kesehatan. 6. Selanjutnya menyampaikan himbauan untuk bertindak, dengan menyusun rencana aksi serta membentuk atau memperkuat aliansi promosi kesehatan di berbagai tingkatan, mencakup antara lain : (a) Membangkitkan kesadaran akan
adanya
perubahan
faktor
penentu
kesehatan
(b)
Mendukung
pengembangan kerjasama dan jaringan kerja untuk pembangunan kesehatan (c) Mendorong keterbukaan dan tanggungjawab sosial dalam promosi kesehatan. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke-5 diselenggarakan di Mexico City pada tanggal 5 sampai 7 Juni 2000. Pada akhir konferensi ini, secara khusus dibahas penanganan peningkatan kesenjangan yang mencirikan populasi diseluruh dunia,
terutama
di
negara-negara
berkembang,
sebuah
pernyataan
yang
ditandatangani oleh 87 Menteri Kesehatan dan menghasilkan pernyataan untuk promosi kesehatan yakni:
Universitas Sumatera Utara
1.
Mengakui bahwa pencapaian standar tertinggi kesehatan merupakan aset positif untuk kenikmatan hidup dan perlu bagi pembangunan sosial dan ekonomi dan pemerataan.
2.
Mengakui bahwa promosi kesehatan dan pembangunan sosial adalah tugas dan tanggung jawab pusat pemerintah, bahwa semua sektor masyarakat berbagi.
3.
Yang menyadari bahwa, dalam beberapa tahun terakhir, melalui upaya berkesinambungan dari pemerintah dan masyarakat bekerja bersama, telah terjadi peningkatan kesehatan yang signifikan dan kemajuan dalam penyediaan layanan kesehatan dibanyak negara di dunia.
4.
Menyadari bahwa, terlepas dari kemajuan ini, banyak masalah kesehatan yang masih bertahan yang menghambat pembangunan ekonomi dan sosial dan oleh karena itu harus segera ditujukan kepada ekuitas lebih lanjut dalam mencapai kesehatan dan kesejahteraan.
5.
Apakah menyadari bahwa, pada saat yang sama, baru dan penyakit yang muncul kembali mengancam kemajuan yang dicapai dalam kesehatan.
6.
Menyadari bahwa ini sangat mendesak untuk mengatasi sosial, ekonomi dan lingkungan dan faktor-faktor penentu kesehatan yang memperkuat mekanisme ini memerlukan kolaborasi untuk promosi kesehatan di semua sektor dan di semua tingkat masyarakat.
7.
Menyimpulkan bahwa promosi kesehatan harus menjadi komponen fundamental kebijakan publik dan program disemua negara dalam mengejar kesetaraan dan kesehatan yang lebih baik bagi semua.
Universitas Sumatera Utara
8.
Menyadari bahwa ada banyak bukti bahwa strategi promosi kesehatan yang baik untuk mempromosikan kesehatan yang efektif. Berdasarkan pertimbangan di atas maka perlu diambil tindakan: (a) Untuk
posisi promosi kesehatan sebagai prioritas mendasar di lokal, regional, nasional dan kebijakan internasional. (b) Untuk mengambil peran utama dalam menjamin partisipasi aktif dari semua sektor dan masyarakat sipil, dalam pelaksanaan tindakan mempromosikan kesehatan yang memperkuat dan memperluas kemitraan untuk kesehatan. (c) Untuk mendukung persiapan secara luas rencana-rencana aksi untuk meningkatkan kesehatan, jika perlu menggambarkan pada keahlian dibidang ini WHO dan para mitranya. Rencana ini akan bervariasi sesuai dengan konteks nasional, tetapi akan mengikuti kerangka dasar yang disepakati pada konferensi global yang kelima pada promosi kesehatan, dan dapat mencakup antara lain: (1) Identifikasi prioritas kesehatan dan pembentukan kebijakan publik yang sehat dan programprogram untuk mengatasi ini. (2) Dukungan penelitian yang dipilih kemajuan pengetahuan mengenai prioritas. (3) Mobilisasi sumber daya keuangan dan operasional untuk membangun manusia dan kapasitas kelembagaan untuk pengembangan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari berbagai negara untuk rencana aksi. (d) Untuk membangun atau memperkuat jaringan nasional dan internasional yang mempromosikan kesehatan. (e) Menganjurkan bahwa badan-badan PBB bertanggung jawab atas dampak kesehatan dari agenda pembangunan mereka. (f) Untuk menginformasikan kepada Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, untuk
Universitas Sumatera Utara
tujuan-nya 107 laporan kepada sidang Dewan Eksekutif, dari kemajuan yang dicapai dalam kinerja tindakan di atas. Konferensi Global Promosi Kesehatan ke-6 diadakan di Bangkok, Thailand pada 7 sampai 11 Agustus 2005. Pada pertemuan di Bangkok istilah International Conference diganti dengan Global Conference, karena dengan istilah “Global” tersebut menunjukkan bahwa sekat-sekat antar negara menjadi lebih tipis dan persoalan serta solusinya menjadi lebih mendunia. Konferensi di Bangkok ini menghasilkan “The Bangkok Charter” atau Piagam Bangkok Untuk Promosi Kesehatan dalam dunia global yang mengidentifikasi tindakan, komitmen dan janji yang diperlukan untuk mengatasi faktor-faktor penentu kesehatan dalam dunia global. Piagam ini mengakui: (a) Ketidaksamaan antara negara maju dan berkembang. (b) Kecenderungan perubahan komunikasi dan konsumsi dalam dunia global. (c) Urbanisasi. (d) Perubahan lingkungan global. (e) Komersialisasi. Lima bidang utama aksi dalam piagam ini adalah: (1) Mitra dan membangun aliansi dengan swasta, non-swasta, non-pemerintah atau organisasi-organisasi internasional untuk menciptakan tindakan yang berkelanjutan. (2) Berkelanjutan berinvestasi dalam kebijakan, tindakan dan infrastruktur untuk mengatasi faktorfaktor penentu kesehatan. (3) Membangun kapasitas untuk pengembangan kebijakan. (4) Mengatur dan membuat undang-undang untuk menjamin tingkat tinggi perlindungan dari bahaya dan memungkinkan kesempatan yang sama untuk kesehatan dan kesejahteraan. (5) Advokasi Kesehatan didasarkan pada hak asasi manusia dan solidaritas.
Universitas Sumatera Utara
Konferensi Global Promosi Kesehatan ke-7 diadakan di Nairobi, Kenya pada tanggal, 25 sampai dengan 30 Oktober 2009. Ini adalah konferensi terbaru dalam serangkaian konferensi yang dimulai di Ottawa pada tahun 1986. Global Conference on Health Promotion, yang pertama di Afrika ini menyimpulkan pernyataan yang disebut dengan "Nairobi Call to Action" yang akan memberikan arahan dan kepemimpinan untuk membimbing promosi kesehatan baik pada tingkat nasional dan internasional untuk tahun-tahun selanjutnya. Kesehatan migran diakui dalam Call to Action sebagai dimensi yang penting saat ini dunia global, sebuah isu yang sering diabaikan oleh pemerintah dan pengusaha nasional.
2.5.3. Perencanaan Program Promosi Kesehatan. Menurut L. Kay Bartholomew (2006) untuk merencanakan suatu program promosi kesehatan maka perlu dilaksanakan beberapa tahapan kegiatan yaitu : (1) Studi telaah kebutuhan (2) Pembuatan matriks perubahan (3) Pemilihan strategi dan metode intervensi (4) Penyiapan sarana dan prasarana program promosi kesehatan (5) Monitoring dan Evaluasi
2.6. Landasan Teori Pelayanan imunisasi adalah bagian yang penting dalam sebuah pelayanan kesehatan yang dilakukan disarana pelayanan kesehatan atau oleh individu profesi kesehatan yang mempunyai kompetensi terhadap pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Anderson dan Newman (1968) dalam Sarwono (2004), bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi pelayanan kesehatan adalah faktor petugas kesehatan, mencakup karakteristik petugas kesehatan dan kompetensi petugas kesehatan, termasuk didalam pelayanan imunisasi. Menurut Wibowo (2008), kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Indikator kompetensi terdiri dari pengetahuan, sikap dan keterampilan. Menurut Thoha (2008), kompetensi ada 3 (tiga) jenis yaitu : (1) kompetensi teknis, lebih menekankan kepada pencapaian efektifitas kerja, (2) kompetensi perilaku (konsep diri, ciri diri dan motif individu), yang lebih menekankan kepada perilaku produktif yang harus dimiliki dan diperagakan oleh petugas agar dapat berprestasi, dan (3) kompetensi pengetahuan dan keterampilan individu, yang lebih ditujukan kepada pelatihan dan pendidikan. Pemberian Imunisasi TT pada WUS adalah pemberian vaksin tetanus toxoid yaitu vaksin berupa suntikan yang memberikan kekebalan terhadap kuman tetanus. Tetanus toxoid mengandung virus (kuman/tetanus hidup yang telah dilemahkan dalam bentuk cair). Sedangkan wanita usia subur adalah wanita yang berumur diantara 15 sampai dengan 39 tahun, baik yang sudah menikah maupun belum menikah (Depkes RI, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. berikut ini :
Pengetahuan
Sikap
Pelayanan Imunisasi Tetanus Toxoid
Keterampilan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan Gambar 2.1. diketahui bahwa variabel independen dalam penelitian ini adalah kompetensi petugas imunisasi yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan. Sedangkan variabel dependen adalah pelayanan imunisasi TT yang meliputi pelayanan sebelum pelaksanaan imunisasi TT (penyuluhan, pemeriksaan sasaran, pengisian register dan konseling), pelaksanaan imunisasi TT (pemberian vaksin yang tepat dan aman, menggunakan alat suntik ADS (Auto Disable Syringe) dan kontraindikasi pemberian imunisasi), dan pelayanan sesudah pemberian imunisasi TT (penyuluhan, dan pencatatan dalam buku register imunisasi TT).
Universitas Sumatera Utara