BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Obat Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan yang dimaksudkan untuk digunakan
untuk menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala-gejala penyakit, luka-luka, kelainan pada manusia atau hewan dan untuk memperindah badab atau bagian badan lainnya (Anief, 1994). 2.2
Sirup Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau
tanpa bahan penambahan bahan pewangi, dan zat obat. Sirup merupakan alat yang menyenangkan untuk pemberian suatu bentuk cairan dari suatu obat yang rasanya tidak enak, sirup-sirup efektif dalam pemberian obat untuk anak-anak, karena rasanya yang enak biasanya menghilangkan keengganan pada anak-anak untuk meminum obat (Ansel, 1989). Beberapa sirup bukan obat yang sebelumnya resmi dimaksudkan sebagai pembawa yang memberikan rasa enak pada zat obat yang ditambahkan kemudian, baik dalam peracikan resep secara mendadak atau dalam pembuatan formula standar untuk sirup obat, yaitu sirup yang mengandung bahan terapeutik atau bahan obat. Sirup obat dalam perdagangan dibuat dari bahan-bahan awal yaitu dengan menggabungkan masingmasing komponen tunggal dari sirup seperti sukrosa, air murni, bahan pemberi rasa, bahan pewarna, bahan terapeutik dan bahan-bahan lain yang diperlukan dan diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
Jenis obat yang diberikan dalam bentuk sirup-sirup obat yang sering ditemukan adalah antitusif dan antihistamin. Ini tidak berarti bahwa jenis obat-obat lainnya tidak ada yang diformula menjadi sirup, tentu saja banyak macam zat-zat obat dapat ditemukan dalam bentuk sirup dalam kompendia resmi dan diantara produk-produk dagang yang banyak. Sirup (Sirupi) adalah merupakan larutan jernih brasa manis yang dapat ditambahkan Gliserol, Sorbitol, Polialkohol yang lain dalam jumlah sedikit dengan maksud untuk meningkatnya kelarutan obat dan menghalangi pembentukan hablur sukrosa. Kadar sukrosa dalam sirup adalah 64-66%, kecuali dinyatakan lain. Larutan gula yang encer, merupakan medium pertumbuhan bagi jamur, ragi, dan bakteri. Ada tiga macam sirup yaitu : 1. Sirup simpleks mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v. 2. Sirup obat, mengandung satu atau lebih jenis obat dengan atau tanpa zat tambahan dan digunakan untuk pengobatan. 3. Sirup pewangi, tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau penyedap lain. Tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk menutupi rasa tidak enak dan bau obat yang tidak enak (Anief, 1994). Sirup paling sering dibuat dengan salah satu cara dari keempat cara umum, tergantung pada sifat fisika dan kimia bahan-bahan. Dinyatakan secara luas, cara-cara ini adalah : 1. Larutan dari bahan-bahan dengan bantuan panas. 2. Larutan dari bahan-bahan dengan pengadukan tanpa penggunaan panas.
Universitas Sumatera Utara
3. Penambahan sukrosa pada cairan obat yang dibuat atau pada cairan yang diberi rasa. 4. Dengan perkolasi dari sumber-sumber bahan obat atau sukrosa. 2.2.1 Komponen dari Sirup-Sirup Sebagian besar sirup-sirup mengandung komponen-komponen beikut disamping Air murni dan semua zat-zat obat ang ada : 1.
Gula, biasanya sukrosa atau pengganti gula yang digunakan untuk memberi rasa manis dan kental
2.
Pengawet antimikroba
3.
Pemberi Rasa
4.
Pewarna
2.2.1.1 Sirup Dengan Dasar Sukrosa dan Bukan Sukrosa Sukrosa adalah gula yang paling sering digunakan dalam sirup-sirup walaupun Dalam keadaan khusus dapat diganti seluruhnya atau sebagian dengan gula-gula lain seperti dektros atau bukan gula seperti sorbitol, gliserin dll. Kebanyakan sirup mengandung sebagian besar sukrosa, biasanya 60 sampai 80%, tidak hanya disebabkan karena rasa manis dan kekentalan yang diinginkan dari larutan seperti itu, tapi karena sifat stabilitasnya. 2.2.1.2 Pengawet antimikroba Jumlah pengawet yang dibutuhkan untuk menjaga sirup terhadap pertumbuhan Mikroba berbeda-beda sesuai dengan banyaknya air yang tersedia untuk pertumbuhan, sifat, aktivitas sebagai pengawet. Diantara pengawet-pengawet yang umum digunakan sebagai pengawet sirup dengan konsentrasi lazim yang efektif adalah asam benzoate (0,1-
Universitas Sumatera Utara
0,2%), natrium benzoate (0,1-0,2%) dan berbagai campuran metil, propel dan butyl paraben (total ± 0,1%).
2.2.1.3 Pemberi Rasa Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan-bahan Yang berasal dari alam seperti minyak menguap (contoh : minyak jeruk), vanili, dan lainlain. Untuk pembuatan sirup yang sedap rasanya. Karena sirup adalah sediaan air, pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan air yang cukup. Akan tetapi, kadang-kadang sejumlah kecil alkohol ditambahkan ke sirup untuk menjamin kelangsungan kelarutan dari pemberi rasa yang kelarutannya dalam air buruk. 2.2.1.4 Pewarna Untuk menambah daya tarik sirup, umumnya digunakan zat pewarna yang Berhubungan dengan pemberi rasa yang digunakan (misalnya hijau untuk rasa permen, coklat untk rasa coklat dan sebagainya). Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air, tidak bereaksi dengan komponen lain dari sirup, dan warnanya stabil pada kisaran pH dan dibawah cahaya yang intensif. 2.3
Batuk
2.3.1 Fisiologi Batuk Batuk adalah suatu refleks fisiologi pada keadaan sehat maupun sakit dan dapat Ditimbulkan oleh berbagai sebab. Refleks batuk lazimnya diakibatkan oleh rangsangan dari selaput lendir saluran pernapasan, yang terletak dibeberapa bagian dari tenggorokan. Batuk merupakan suatu mekanisme fisiologi yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran
Universitas Sumatera Utara
pernapasan dari dahak, zat-zat perangsang asing, dan unsure infeksi. Dengan demikian, batuk merupakan suatu mekanisme perlindungan (Halim, 1996).
2.3.2 Penyebab Batuk Refleks batuk dapat timbul akibat radang (infeksi saluran pernapasan), alergi (asma), sebab-sebab mekanis (asap rokok, debu, tumor paru-paru), perubahan suhu yang mendadak, dan rangsangan kimiawi (gas, bau). Batuk terutama disebabkan oleh infeksi virus, misalnya virus selesma, influenza, cacar air, dan radang pada pada cabang dan hulu tenggorokan. Penyebab lainnya batuk adalah peradangan dari jaringan paru-paru, tumor, dan juga akibat efek samping beberapa obat. Batuk juga merupakan gejala terpenting pada penyakit kanker paru, selanjutnya batuk adalah gejala lazim pada penyakit tifus dan radang paru. 2.3.3 Pengobatan Batuk Terapi batuk hendaknya pertama-tama ditujukan pada mencari dan mengobati Penyebabnya,misalnya antibiotik terhadap infeksi bacterial dari saluran pernapasan, kemudian baru dapat dipertimbangkan apakah perlu diberikan terapi simtomatis guna meniadakan atau meringankan gejala batuk dan haruslah diadakan perbedaan antara batuk produktif dan batuk non produktif. 2.3.4 Jenis-Jenis Batuk 1. Batuk Produktif Merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan zat-zat asing ( kuman, debu dan sebagainya ) dan dahak dari batang tenggorokan. Maka, jenis batuk ini tidak boleh ditekan.
Universitas Sumatera Utara
2. Batuk non Produktif Bersifat kering tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk rejan atau memang pengeluarannya memang tidak mungkin. Batuk jenis ini tidak ada manfaatnya, maka haruslah dihentikan (Tan & Kirana, 1978). 2.4
Dextromethorphan Dextromethorphan (d-3-metoksi-N-metilmorfinan) adalah derivate dari morfinan
Sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang reflek batuk sam dengan kodein.potensi antitusifnya lebih kurang sama dengan kodein. Berbeda dengan kodein dan 1-metorfan, dextromethorphan tidak memiliki efek analgesic, efek sedasi, efek pada saluran cerna dan tidak mndatangkan adiksi atau ketergantungan. Dextromethorphan efektif untuk mengontrol batuk eksperimen maupun batuk patologik akut maupun kronis. Dextromethorphan juga memiliki efek pengurangan secret dan efek antiinflamasi ringan. Mekanisme kerjanya berdasarkan peningkatan ambang pusat batuk diotak. Pada penyalahgunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi fek stimulasi SSP. 2.4.1 Struktur Dextromethorphan HBr
Universitas Sumatera Utara
Nama Kimia
: 3-Metoksi-17-Metil-9α,13α, 14α,-Morfinan hidrobromida
Rumus Empiris
: C18H25NO.HBr.H2O
Berat Molekul
: 370,33
Pemerian
: Hablur hampir putih atau serbuk hablur, bau lemah. Melebur pada suhu lebih kurang 1260 disertai peruraian.
Kelarutan
: Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan kloroform, tidak larut dalam eter.
(Ditjen POM, 1995) 2.4.2 Metabolisme Absorpsi peroral cepat, kadar puncak plasma dicapai 30 - 60 menit setelah pemberian. Metabolisme terutama terjadi di hepar, dan metabolitnya diekskresikan melalui ginjal. 2.4.3 Efek Samping Efek sampingnya hanya ringan dan terbatas pada rasa mengantuk, termangumangu, pusing, nyeri kepala, dan gangguan lambung-usus. 2.4.4 Dosis Dextromethorphan tersedia dalam bentuk tablet, sirup berisi 10-20 mg/ml. dosis dewasa 10-20 mg setiap 4-6 jam, maksimum 120 mg/ hari. Meninggikan dosis tidak akan membantu kuatnya efek, tetapi dapat memperpanjang kerjanya sampai 10-12 jam, dan ini dapat dimanfaatkan untuk mengontrol batuk malam hari. Dosis anak 1 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi 3-4 kali sehari (Munaf, 1994 ). 2.5
Penetapan kadar Dextromethorphan HBr dalam sediaan Sirup Dextromrthorphan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Universitas Sumatera Utara
Salah satu cara mengetahui kadar dextromethorphan HBr dalam sediaan sirup dextromethorphan adalah dengan cara menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawasenyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil sampingan proses sintesis. KCKT merupakan teknik yang mana solute atau zat terlarut terpisah oleh perbedaan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan diatur oleh distribusi solute dalam fase diam dan fase gerak. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sample. Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri dari delapan komponen pokok, yaitu : 1. Wadah fase gerak 2. Sistem penghantaran fase gerak 3. Alat untuk memasukkan sampel 4. Kolom 5. Detektor 6. Wadah penampung buangan fase gerak 7. Tabung penghubung 8. Suatu komputer atau integrator atau perekam KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. (Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Instrumentasi KCKT a. Pompa Pompa yang cocok untuk KCKT mempunyai beberapa cirri aitu : pompa harus dibuat dari bahan yang lembam terhadap semua macam pelarut, mampu menghasilkan tekanan sampai 5000-6000 psi pada kecepatan alir sampai 3 ml/menit, sedangkan jika ntuk skala preparative perlu kecepatan alir sampai 20 ml/menit, dan menghantarkan aliran pelarut yang tetap dan terulangkan kedalam kolom (Gritter, 1991; Mulja, 1995) b. Injektor Sampel cairan atau larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang Mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik atau ijektor. Ada tiga jenis-jenis system injector atau penyuntik yaitu : 1. Injektor dengan diafragma 2. Injektor tanpa diafragma 3. Injektor dengan pipa dosis (Rohman, 2007; Mulja, 1995) c. Kolom Keberhasilan atau kegagalan suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan Kondisi kerjanya yang tepat. Kolom pada KCKT merupakan bagian yang terpenting, sebab sebagai separasi komponen-komponen sampel akan terjadi didalam kolom. Kolom akan menjadi penentu keberhasilan pemisahan komponen-komponen sampel serta hasil
Universitas Sumatera Utara
akhir dari suatu analisa. Dilihat dari jenis fase diam dan fase geraknya maka kolom pada KCKT dapat dibedakan atas : 1. Kolom fase normal Kolom dengan fase diamnya normal bersifat polar, misalnya silica gel, sedangkan fase gerak bersifat non polar. 2. Kolom fase terbalik Kolom yang fase diamnya bersifat non polar, sedangkan fase geraknya bersifat polar, kebalikan dari kolom fase normal (Johnson, 1991; Mulja, 1995) d. Detektor detektor diperlukan sebagai pengukur adanya komponen cuplikan didalam eluen kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor yang baik, sangat peka, tidak banyak berderu, rentang tanggapan liniernya lebar dan menanggapi semua jenis senyawa. Detektor dibagi menjadi dua golongan yaitu : 1. Detektor universal yaitu detektor biasa yang mampu mendeteksi zat secra umum, bersifat spesifik dan tidak selektif. 2. Detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi senywa secara spesifik dan selektif (Jonshon, 1991; Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara