BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Makanan Menurut Almatsier (2004), Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat gizi dan atau unsur-unsur/ ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan dalam tubuh. Makanan adalah bahan yang biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Makanan yang kita konsumsi biasanya selain makanan pokok ada juga makanan jajanan (wikipedia, 2003). Makanan jajanan adalah jenis-jenis masakan yang dimakan sepanjang hari, tidak terbatas pada waktu, tempat, dan jumlah yang dimakan. Adapun fungsi makanan jajanan yang kita konsumsi menurut Moertjipto (1994) adalah : 1. Sebagai pengganti makanan utama, misalnya makanan waktu bepergian atau bekerja. 2. Menambah zat-zat yang tidak ada atau kurang pada makanan utama. 3. Sebagai hiburan. Dalam Saparinto dan Hidayati (2006), Makanan jajanan (street food) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta cita rasanya enak dan cocok dengan selera kebanyakan orang. Selain keunggulan makanan jajanan tersebut, keterbatasan waktu anggota keluarga
Universitas Sumatera Utara
untuk mengolah makanan sendiri diperkirakan dapat meningkatkan konsumsi makanan jajanan. 2.2. Manisan Manisan adalah salah satu bentuk makanan olahan yang banyak disukai oleh masyarakat. Rasanya yang manis bercampur dengan rasa khas buah sangat cocok untuk dinikmati diberbagai kesempatan. Buah - buahan terutama berfungsi sebagai sumber vitamin dan mineral, tetapi pada jenis buah-buahan tertentu dihasilkan juga cukup banyak energi. Buah-buahan selain dapat dimakan secara langsung dapat juga diolah menjadi manisan buah. Menurut Sediaoetama, buah yang dijadikan manisan umumnya adalah buah yang aslinya tidak mempunyai rasa manis, tetapi lebih asam. 2.2.1. Jenis Manisan Meskipun jenis manisan buah yang umum dipasarkan ada bermacam-macam bentuk dan rasanya, namun menurut Kusmiadi (2008) manisan tersebut sebenarnya dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu: 1. Golongan pertama adalah manisan basah dengan larutan gula encer (gula yang dilarutkan dicampurkan dengan buah jambu, mangga, salak dan kedondong). 2. Golongan kedua adalah manisan larutan gula kental menempel pada buah. Manisan jenis ini adalah pala, lobi-lobi dan ceremai. 3. Golongan ketiga adalah manisan kering dengan gula utuh ( gula tidak larut dan menempel pada buah). Buah yang sering digunakan adalah buah mangga, kedondong, sirsak dan pala.
Universitas Sumatera Utara
4. Golongan keempat adalah manisan kering asin karena unsur dominan dalam bahan adalah garam. Jenis buah yang dibuat adalah jambu biji, buah, mangga, belimbing dan buah pala.
Menurut Sediaoetama (2006), Pengolahan buah menjadi manisan sering dikerjakan di Indonesia, mempergunakan gula pasir. Pada manisan buah, buah yang telah dikuliti dipotong – potong dan direbus dalam larutan gula pasir sampai menjadi kering dan pekat. Buah yang digunakan sebagai manisan biasanya yang aslinya tidak mempunyai rasa manis, tetapi lebih masam, seperti belimbing, salak dan mangga mentah. 2.3.
Bahan Tambahan Pangan
2.3.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan Bahan Tambahan Makanan ( BTM ) atau sering disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan makanan itu ada yang memiliki nilai gizi dan ada juga yang tidak memiliki nilai gizi ( Yuliarti, 2007 ). Menurut FAO (Food and Agriculture Organization) dalam Saparinto dan Hidayati, bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jenis dan ukuran tertentu serta terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan. Bahan ini bukan bahan utama hanya berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan. Bahan Tambahan Pangan atau disebut juga Bahan Tambahan Makanan adalah bahan zat aditif yang ditambahkan pada pengolahan
Universitas Sumatera Utara
makanan untuk meningkatkan mutu, termasuk pewarna, penyedap rasa dan aroma, pengawet, anti oksidan (mencegah bau tengik), penggumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Pemakaian bahan tambahan pangan di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan. Sementara pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Menurut Codex ( badan standarisasi pangan internasional), bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, karena dicampurkan secara sengaja dalam proses pengolahan pangan. Didalam peraturan Mentri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan juga bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud tekhnologi pada pembuatan,
pengolahan,
penyiapan,
perlakuan,
pengepakan,
pengemasan,
penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Menurut Winarno dalam Yuliarti (2007), BTP atau ´food additive´ yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat seperti dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat essensial dalam makanan, dapat mempertahankan mutu makanan, dan menarik bagi konsumen dan tidak merupakan penipuan. Menurut ketentuan yang ditetapkan, ada beberapa kategori bahan tambahan
Universitas Sumatera Utara
makanan. Pertama, bahan tambahan makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi. Kedua, bahan tambahan makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum yang penggunaannya juga sudah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan yang aman dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang ( Yuliarti, 2007 ). 2.3.2. Fungsi Bahan Tambahan Pangan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 235/ MEN/PER/VI/1979 fungsi bahan tambahan pangan yaitu : 1. Antioksidan Antioksidan adalah zat aditif ini dapat mencegah atau menghambat oksidasi. Antioksidan digunakan untuk melindungi komponen-komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan rangkap), terutama lemak dan minyak. Meskipun demikian antioksidan dapat pula digunakan untuk melindungi komponen-komponen lain seperti vitamin dan pigmen, yang juga banyak mengandung ikatan rangkap di dalama strukturnya. Contohnya: a. Asam askorbat (bentukan garam kalium, natrium, dan kalium), digunakan pada daging olahan, kaldu, dan buah kalangan. b.
Butil hidroksianisol (BHA), digunakan untuk lemak dan minyak makanan
c. Butil hidroksitoluen (BHT), digunakan untuk lemak, minyak makan, margarin dan mentega. 2. Antikempal Anti kempal adalah senyawa anhidrat yang dapat mengikat air tanpa menjadi basah dan biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan yang bersifat bubuk
Universitas Sumatera Utara
seperti garam meja, campuran kering (dry mixes). Tujuan penambahan senyawa anti kempal adalah untuk mencegah terjadinya penggumpalan dan menjaga agar bahan tersebut tetap dapat dituang(free flowing). Contoh: aluminium silikat (susu bubuk), dan kalsium aluminium silikat (garam meja). 3. Pengasam, penetral, dan pendapar Asam, baik organik maupun anorganik, secara alami terdapat di dalam bahan pangan dan keberadaannya beragam, mulai dari sebagai metabolit antara sampai sebagai komponen pendapar (buffering agent). Asam seringkali ditambahkan ke dalam bahan pangan serta pada proses pengolahan pangan karena fungsinya yang paling penting adalah sebagai senyawa pendapar. Asam dan garamnya sering pula ditambahkan sebagai campuran pembentuk adonan (leavening system), sebagai antimikroba dan sebagai senyawa pengkelat. Asam berperan sangat penting dalam pembentukan gel pektin, dapat bertindak sebagai penghilang busa (defoaming agent) dan membantu proses denaturasi protein dalam pembuatan yogurt, keju, dan produk-produk fermentasi susu lainnya. Contoh: asam asetat, aluminium amonium sulfat, amonium bikarbonat, asam klorida, asam laktat, asam sitrat, asam tentrat, dan natrium bikarbonat 4. Enzim Bahan tambahan makanan yang berasal dari hewan, tanaman atau jasad renik yang dapat menguraikan makanan secara enzimatik. Biasa untuk mengatur proses fermentasi makanan. Contoh: amilase dari aspergillus niger untuk tepung gandum dan rennet dalam pembutan keju. 5. Pemanis Buatan
Universitas Sumatera Utara
Pemanis merupakan komponen bahan pangan yang umum, oleh karena itu agak aneh kalau dimasukkan ke dalam daftar bahan tambahan makanan. Oleh karena itu pemanis yang termasuk BTM adalah pemanis pengganti gula (sukrosa). Pemanis, baik yang alami maupun yang sintetis, merupakan senyawa yang memberikan persepsi rasa manis tetapi tidak (atau hanya sedikit) mempunyai nilai gizi (non-nutritive sweeteners). 6. Pemutih dan Pematang Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pernatang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan. Contoh: Asam askorbat, aseton peroksida, dan kalium bromat. 7. Penambah gizi Zat aditif yang ditambahkan adalah asam amino, mineral, atau vitamin untuk memperbaiki gizi makanan. Contohnya: Asam askorbat, feri fosfat, vitamin A, dan vitamin D. 8. Pengawet Seperti halnya pemanis, fungsi pengawet sudah sangat jelas yaitu untuk memperpanjang umur simpan suatu makanan dan dalam hal ini dengan jalan menghambat pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu sering disebut dengan senyawa antimikroba. 9. Pengemulsi, pemantap, dan pengental
Universitas Sumatera Utara
Bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.Digunakan pada produk ice cream, keju olahan, sardin kalengan, susu bubuk.
10. Pengeras Bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. Contoh: aluminium amonium sulfat (pada acar ketimun botol), dan kalium glukonat (pada buah kalangan). 11. Pewarna alami dan sintetik Yuliarti (2007), Pewarna Adalah bahan yang dapat memberi warna pada makanan, sehingga makanan tersebut lebih menarik. Pewarna makanan ada dua yaitu pewarna alami dan pewarna sintetik. Penggunaan pewarna alami memang masih menemui kendala yang bermacam-macam, misalnya harganya yang relatif mahal dibandingkan pewarna sintetik. Selain itu pewarna alami mudah pudar pada saat makan tersebut pada saat makanan tersebut diolah dan disimpan sehingga warnanya menjadi tidak menarik, sedangkan pewarna sintetik memiliki tingkat stabilitas yang lebih baik sehingga warnanya tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan. Contoh pewarna alami antara lain : kunyit, Daun Jati, Daun Suji, Tomat, dan Wortel. Contoh pewarna sintetik antara lain : Sunsetyellow FCF (orange), Carmoisine (Merah), Brilliant Blue FCF (biru), Tartrazine (kuning). 12. Penyedap rasa dan aroma
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kusuma (2009), Tujuan pedagang menambahkan penyedap rasa adalah agar makanannya lebih enak. Tetapi penyedap rasa ini tidak dibutuhkan oleh tubuh. Contoh yang terbaik adalah MSG (Monosodium Glutamat), sejak ditemukan pada tahun 1940, MSG telah digunakan dalam berbagai makanan. Produk makanan cepat saji, makanan instant, makanan kaleng, makanan proses, makanan cemilan biasanya mengandung MSG dalam jumlah yang cukup banyak. 1. Penyedap rasa dan aroma (flavour) Penyedap rasa dan aroma yang banyak digunakan berasal dari golongan ester. Contoh: Isoamil asetat (rasa pisang), isoamil valerat (rasa apel), butil butirat (rasa nanas), isobutil propionat (rasa rum). 2. Penguat rasa (flavour echancer) Bahan penguat rasa atau penyedap makanan yang paling banyak digunakan adalah MSG (Monosodium Glutamate) yang sehari-hari dikenal dengan nama vetsin. 13. Seskuestran Bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan. Contoh: asam fosfat (pada lemak dan minyak makan), kalium sitrat (dalam es krim), kalsium dinatrium EDTA dan dinatrium EDTA. 2.3.3. Golongan Bahan Tambahan Pangan Berdasarkan sumbernya, bahan tambahan pangan dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yakni bahan tambahan pangan alami dan buatan. 1. Bahan tambahan pangan alami hingga saat ini masih diminati oleh Masyarakat. Bahan tambahan pangan ini lebih aman bagi kesehatan dan
Universitas Sumatera Utara
mudah didapat. Namun, bahan tambahan pangan memiliki kelemahan, yaitu relatif kurang stabil kepekatannya karena mudah terpengaruh oleh panas. Selain itu, dalam penggunaannya dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak. 2. Bahan tambahan pangan buatan atau sintetis merupakan hasil sintetis secara kimia. Keuntungan menggunakan bahan tambahan pangan sintetis lebih stabil, lebih pekat, dan penggunaannya hanya dalam jumlah sedikit. Namun kelemahannya, bahan ini dikhawatirkan dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan, bahkan ada beberapa bahan tambahan pangan yang bersifat karsinogenik ( Saparinto dan Hidayati, 2006). 2.4. Pengawet Pengawet pangan adalah upaya untuk mencegah, menghambat pertumbuhan mikroba yang terdapat dalam pangan. Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penggunaan suhu rendah, suhu tinggi, iradiasi atau dengan penambahan bahan pengawet (2009). Penggunaan bahan pengawet tidak selalu menguntungkan, terutama apabila digunakan dalam jumlah berlebihan karena menimbulkan gangguan kesehatan. Menurut pakar gizi, secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga yaitu: 1. GRAS (Generally Recognized as Safe ) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. 2. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen.
Universitas Sumatera Utara
3. Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya seperti boraks dan formalin. Formalin, misalnya, bisa menyebabkan kanker paru-paru serta gangguan pada alat pencernaan dan jantung. Sedangkan penggunaan boraks sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan gangguan pada otak, hati, dan kulit. 2.4.1. Pengawet Alami Menurut Yuliarti (2007), pengawet alami yang dapat digunakan antara lain: 1. Chitosan Chitosan merupakan produk samping (limbah) perikanan khususnya udang. Chitosan baik digunakan untuk mengawetkan ikan. Chitosan menekan pertumbuhan bakteri dan kapang serta mengikat air sehingga dengan penambahan chitosan ikan asin akan mampu bertahan sampai tiga bulan. Penggunaan pengawet chitosan sangat menguntungkan karena mampu mempertahankan rasa dan aroma pada ikan. Penggunaan chitosan ini mempunyai kelemahan, yakni tidak mampu untuk mengenyalkan dan tidak mampu mengawetkan ikan segar. 2. Kalsium hidroksida (kapur sirih) Kalsium hiroksida (kapur sirih) aman digunakan untuk mengawetkan bakso dan lontong maupun pengeras kerupuk serta berbagai jenis makanan. 3. Air ki atau air abu merang Pengawetan mie basah dapat dilakukan dengan air ki. Air ki dapat mengawetkan mie dengan aman karena diperoleh dari proses pengendapan air dan abu merang padi. Air ki juga cukup mudah dibuat sendiri, yakni dengan
Universitas Sumatera Utara
cara membakar merang padi, mengambil abunya, serta mencampurkan abu tersebut dengan air dan mengendapkannya.
4. Asam sitrat Asam sitrat dapat digunakan untuk mengawetkan ikan basah maupun ikan kering. Untuk mengawetkan tahu, dapat digunakan asam sitrat 0,05% selama 8 jam sehingga tetap segar selama 2 haripada suhu kamar. Pembuatan asam sitrat yakni daari air kelapa yang kemudian diberi mikroba. 5. Buah picung ( biji kepayang ) Buah ini dapat mengawetkan ikan segar selama 6 hari tanpa mengurangi mutunya. Tanaman ini telah lama digunakan sebagai bahan pengawet ikan. Untuk memanfaatkannya sebagai pengawet, kepayang dicincanghalus dan dijemur selama 2-3 hari. Hasil cincangan tanaman ini kemudian dimasukkan ke dalam perut ikan laut yang telah dibersihkan isi perutnya. Cincangan kepayang ini memiliki evektifitas sebagai pengawet ikan selama 6 hari. 6. Bawang putih dan kunyit Ada beberapa alternatif untuk menggantikan formalin agar makanan tetap awet, misalnya penggunaan kunyit pada tahu, sehingga dapat memberikan warna kuning dan sebagai antibiotik, sekaligus mampu mengawetkan tahu agar tidak cepat asam. Namun, kalu kita menghendaki tahu berwarna putih, dapat saja kita menggunakan air bawang putih untuk merendam tahu agar lebih awet dan tidak segera masam.
Universitas Sumatera Utara
7. Gula Pasir Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan menghambat
pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet,
pengunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan. Makanan yang dimasak dengan kadar sukrosa/gula pasir tinggi akan meningkatkan tekanan osmotik yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri terhambat. Banyak dipakai pada buah-buahan atau sirup dengan bahan dasar buah-buahan, seperti manisan buah. 2.4.2. Cara Pengawetan Alami a. Dengan Garam Salah satu metode pengawetan alami yang sudah dilakukan masyarakat luas selama bertahun-tahun adalah penggunaan garam atau NaCl. Larutan garam yang masuk ke dalam jaringan diyakini mampu menghambat pertumbuhan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, sehingga makanan tersebut jadi lebih awet. Pengawetan dengan garam ini memungkinkan daya simpan yang lebih lama dibanding dengan produk segarnya yang hanya bisa bertahan beberapa hari atau jam saja. Contohnya ikan yang hanya tahan beberapa hari, bila diasinkan bisa disimpan selama berminggu-minggu. Tentu saja prosedur pengawetan ini perlu mendapat perhatian karena konsumsi garam secara berlebihan bisa memicu penyakit darah tinggi. Apalagi jika keluarga si anak memiliki riwayat hipertensi. b. Dengan Suhu Rendah
Universitas Sumatera Utara
Metode lain yang dianggap aman adalah pengawetan dengan menyimpan bahan pangan tersebut pada suhu rendah. Suhu di bawah nol derajat Celcius mampu memperlambat reaksi metabolisme, disamping mencegah perkembangbiakan mikroorganisme yang bisa merusak makanan. Prosedur pengawetan melalui pembekuan ini bisa membuat makanan awet disimpan selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Meski begitu, kualitas makanan yang dibekukan tetap saja berkurang sedikit dibandingkan makanan segarnya. Selain itu, pembekuan juga berpengaruh terhadap rasa, tekstur dan warna maupun sifat-sifat lain dari makanan tersebut. c. Dengan Pengeringan Cara lain yang juga kerap dilakukan untuk mengawetkan makanan adalah pengeringan karena air bebas merupakan faktor utama penyebab kerusakan makanan. Semakin tinggi kadar air dalam makanan tertentu, maka semakin cepat proses kerusakannya. Melalui proses ini, air yang terkandung dalam bahan makanan akan diminimalkan. Dengan begitu, mikroorganisme perusak makanan tidak bisa berkembang biak. Seperti halnya makhluk hidup yang kita jumpai sehari-hari, baik jamur, kuman, maupun bakteri memerlukan air untuk bisa bertahan hidup. Namun agar hasilnya bisa maksimal, proses pengeringan harus berjalan sempurna. Jika tidak, jamur dan mikroba tetap bisa tumbuh pada makanan yang berarti tidak aman lagi dikonsumsi (Praputranto, 2009). 2.5. Bahan Pengawet Yang Diizinkan Namun Kurang Aman
Universitas Sumatera Utara
Beberapa zat pengawet berikut diindikasikan menimbulkan efek negatif jika dikonsumsi oleh individu tertentu, semisal yang alergi atau digunakan secara berlebihan. a. Kalsium Benzoat Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa. Bahan makanan atau minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Asam benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirup, dan ikan asin. Bahan ini bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma dan bagi orang yang peka terhadap aspirin. Kalsium Benzoat bisa memicu terjadinya serangan asma. b. Sulfur Dioksida (SO2) Bahan pengawet ini juga banyak ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering, sirup dan acar. Meski bermanfaat, penambahan bahan pengawet tersebut berisiko menyebabkan perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi. c. Kalium nitrit Kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak selalu segar, semisal daging kornet.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1% atau 1 gram/kg bahan yang diawetkan. Untuk nitrat 0,2% atau 2 gram/kg bahan. Bila lebih dari jumlah tersebut bisa menyebabkan keracunan, selain dapat mempengaruhi kemampuan sel darah membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah. d. Kalsium Propionat/Natrium Propionat Keduanya yang termasuk dalam golongan asam propionat sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan tepung. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang disarankan adalah 0,32% atau 3,2 gram/kg bahan. Sedangkan untuk makanan berbahan keju, dosis maksimumnya adalah 0,3% atau 3 gram/kg bahan. Penggunaaan melebihi angka maksimum tersebut bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan kesulitan tidur. e. Natrium Metasulfat Natrium Metasulfat sering digunakan pada produk roti dan tepung sama seperti kalsium dan natrium propionat. Bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan alergi pada kulit. f. Asam Sorbat Menurut Praputranto (2009), beberapa produk beraroma jeruk, berbahan keju, salad, buah dan produk minuman kerap ditambahkan asam sorbat. Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat perlukaan di kulit. Batas maksimum penggunaan asam sorbat (mg/l) dalam
Universitas Sumatera Utara
makanan berturut-turut adalah sari buah 400; sari buah pekat 2100; squash 800; sirup 800; minuman bersoda 400.
2.6.
Bahan Pengawet yang Tidak Aman dan Dampak terhadap kesehatan a. Natamysin Bahan yang kerap digunakan pada produk daging dan keju ini, bisa menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan perlukaan kulit. b. Kalium Asetat Makanan yang asam umumnya ditambahi bahan pengawet ini. Padahal bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi ginjal. c. Butil Hidroksi Anisol (BHA) Biasanya terdapat pada daging babi dan sosisnya, minyak sayur, shortening, keripik kentang, pizza, dan teh instan. Bahan pengawet jenis ini diduga bisa menyebabkan penyakit hati dan memicu kanker (Praputranto, 2009) d. Asam borat (boric acid) Asam Borat (H3BO3) adalah senyawa berwarna putih, tidak berbau dan terdapat dalam berbagai bentuk baik berbentuk kristal, granular, dan bubuk. Asam Borat banyak digunakan untuk industri gelas, keramik, elektronik, farmasi dan fotografi. Efek negatif Boraks pada kesehatan manusia adalah terjadinya akumulasi (penumpukan) pada otak, hati dan ginjal. Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan,
Universitas Sumatera Utara
kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian.
e. Asam Salisilat dan garamnya (salicylic acid dan its salt) Asam salisilat memiliki rumus kimia C 7 H 6 O 3 .Penggunaan asam salisialt dalam pangan ditambahkan sebagi aroma penguat rasa.Komposisi asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% C 7 H 6 O 3 ,berbentuk hablur ringan tak berwarna, atau serbuk berwarna putih dengan rasa agak manis dan tajam, biasanya tak berawarna tetapi serbuknya mengiritasi hidung. f. Dulsin (dulcin) Dulsin atau dulcin juga dikenal dengan nama perdagangan sucrol, valsin merupakan senyawa p-etoxiphenil-urea,p-phenetilurea atau pphenetolkarbamida dengan rumus C 9 H 12 N 2 O 2 . Dulsin dalam bahan pangan digunakan sebagi pengganti sukrosa bagi orang yang perlu diet karena dulsin tidak memiliki nilai gizi. g. Kalium klorat (potassium chlorate) Potasium klorat atau kalium klorat yang memiliki rumus kimia KCL seperti bahan klorat lain adalah bahan oksidator umum yang ditemui di laboratorium kimia. Bahan ini merupakan oksidator yang relatif kuat. Kalium klorat diproduksi dalam skala besar untuk industri kembang api korek api, peledak, dan antiseptik. h. Kloramfenikol (chloramphenicol)
Universitas Sumatera Utara
Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, dan sakit kepala. i.
Nitrofurazon (nitrofurazone) Nitrofurazon memiliki sifat, berwarna kuning muda, berasa pahit, terukur pada panjang gelombang maksimum 375 nm. Larut sangat baik dalm air dengan perbandingan 1:4200 dan larutan dalam alkohol dengan perbandingan 1: 590, dalam propylene glycol dengan perbandingan 1:350.Dapat larut dalam larutan alkalin dengan menunjukkan warna jingga terang.Tidak larut dalam eter. Memiliki pH larutan jenuh 6 – 6,5. pemberian secara oral dapat menyebabkan skin lessison pada kulit serta infeksi pada kandung kemih.
j.
Formalin (formaldehyde) Formalin merupakan gas formaldehid yang tersedia dalam bentuk larutan 40% (40% gas formaldehid dalam air ). Bahan ini dengan mudah dapat diperolah di toko kimia dengan nama dagang formol, formalin, atau mikrobisida dengan rumus molekul CH 2 O. Formalin bisa berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, dan berbau menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan, dan rasa membakar, atau berbentuk tablet dengan berat masing masing 5 gram. Kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga meneyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat
Universitas Sumatera Utara
karsinogenik dan bersifat mutagenic, serta orang yang mengonsumsi akan muntah, diare bercampur darah, dan kematian yang disebabkan kegagalan dalam peredaran darah. 2.7.
Sumber bahan pengawet
Sumber bahan pengawet dapat digolongkan menjadi 2 golongan sebagai berikut: 1.
Senyawa Organik Pengawet berasal dari senyawa organik biasanya digunakan untuk produkproduk olahan nabati seperti roti, sari buah, selai dan jeli. Kandungan garam dalam bahan pengawet organik mudah larut dalam air, contohnya asam sorbat, asam propionat, dan asam asetat.
2.
Senyawa Anorganik Pengawet yang berasal dari senyawa anorganik contohnya SO 2 , garam natrium, kalium sulfit, bisulfit, metabisulfit, nitrit, dan nitrat. Senyawa anorganik yang sering digunakan adalah senyawa nitrit dan nitrat dalam bentuk garam. Selain untuk mencegah tumbuhnya bakteri Clostridium botolinum, senyawa tersebut juga berfungsi untuk mempertahankan warna dan menghambat pertumbuhan mikroba ( Saparinto dan Hidayati, 2006).
2.8. Pengawet Natrium Benzoat Pengawet natrium benzoat dengan rumus kimia C 7 H 5 O 2 Na merupakan bahan yang dapat ditambahkan secara langsung ke dalam makanan yang bentuknya kristal putih atau dapat dilarutkan terlebih dahulu di dalam air atau pelarut lainnya. Natrium benzoat lebih efektif digunakan dalam makanan yang asam sehingga banyak
Universitas Sumatera Utara
digunakan sebagai pengawet di dalam sari buah-buahan, jeli, sirup dan makanan lainnya yang mempunyai pH rendah (Winarno, 1980). Mekanisme kerja natrium benzoat sebagai bahan pengawet adalah berdasarkan permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam benzoat. Penggunaan bahan pengawet natrium benzoat tidak selalu aman terutama jika digunakan dalam jumlah yang berlebihan. 2.8.1. Dampak Pengawet Natrium benzoat terhadap kesehatan Pengkonsumsian natrium benzoat secara berlebihan dapat menyebabkan keram perut, rasa kebas dimulut bagi orang yang lelah. Pengawet ini memperburuk keadaan juga bersifat akumulatif yang dapat menimbulkan penyakit kanker dalam jangka waktu panjang dan ada juga laporan yang menunjukkan bahwa pengawet ini dapat merusak sistem syaraf ( Awang, 2003). 2.8.2. Acceptable Daily Intake ( ADI ) Natrium benzoat Acceptable Daily Intake ( ADI ) adalah suatu batasan berapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan yang dapat diterima dan dicerna setiap hari seumur hidup tanpa mengalami resiko kesehatan. ADI dihitung berdasarkan berat badan konsumen. ADI dinyatakan dalam satuan mg bahan tambahan makanan per kg berat badan. ADI untuk natrium benzoat adalah 1 g/kg berat badan (Winarno dan Rahayu,1994). 2.9. Buah Salak Buah salah (Salacca Edulis) salah satu buah tropis yang banyak diminati oleh orang Jepang, Amerika, dan Eropa. Buah ini memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi dan dapat dikonsumsi sebagai buah segar maupun diolah sebagai manisan. Daging buah ini mengandung kalsium, tanin, saponin, dan flavonoida.
Universitas Sumatera Utara
Salak (Salacca edullis) merupakan tanaman asli Indonesia, termasuk ordo Spadiciflorde, family Palmae (Santoso, 1990). Tanaman salak termasuk tanaman yang tidak berbatang sejati, berumah dua, berakar serabut, berbatang keras tetapi tidak mudah rebah. Tanaman ini tumbuh baik pada ketinggian antara 0-700 meter diatas permukaan laut pada tanah yang subur dan gembur. Kandungan gizi buah salak pondoh dalam tiap 100 gram buah salak segar menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1981), dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 2.1. Kandungan Gizi Buah Salak Per 100 gram Buah No
Kandungan gizi
Proporsi
1
Kalori
77 kal
2
Protein
0,40 g
3
Karbohidrat
20,90 g
4
Kalsium
28,00 mg
5
Fosfor
18,00 mg
6
Zat Besi
4,20 mg
7
Vitamin B
0,04 mg
8
Vitamin C
2,00 mg
9
Air
78,00 mg
10
Bagian yang dimakan
50 %
Jika dilihat dari tabel diatas, maka dapat dikatakan buah salak pondoh merupakan
salah
satu
sumber
karbohidrat
alami,
disebabkan
kandungan
karbohidratnya yang mencapai 20,90 gram per 100 gram buah. 2.10. Buah Mangga
Universitas Sumatera Utara
Mangga tergolong (Magnifera indica) kelompok buah “batu” berdaging dengan bentuk, ukuran, warna, dan citarasa (aroma-rasa-tekstur) beraneka. Kendati bentuk, ukuran, warna, dan citarasa buah mangga beragam. Dari segi gizi semuanya hampir tidak jauh berbeda. Mangga ranum segar mengandung air sekitar 82 persen, vitamin C 41 mg, dan energi/kalori 73 Kal per 100 gram. Pada setiap 100 gram mangga muda, mangga yang masih mentah—terkandung air lebih kurang 84 persen, vitamin C 65 mg, dan energi 66 Kal. Energi dalam mangga muda rendah karena lebih banyak mengandung zat pati, yang akan berubah menjadi gula dalam proses pematangan. Sebagian besar energi mangga berasal dari karbohidrat berupa gula, yang membuatnya terasa manis. Kandungan gula ini didominasi oleh gula golongan sukrosa. Kandungan gula dalam mangga berkisar 7-12 persen. Namun, jenis mangga manis dapat mencapai 16-18 persen. 2.11. Buah Kedondong Kedondong (spondias dulcis forst) merupakan tanaman buah yang umumnya ditemui pada daerah tropis. Biasanya dalam bahasa Inggris orang sering menyebutnya dengan ambarella, otaheite apple, atau great hog plum. Dalam setiap Negara maupun daerah, nama buah ini berbeda-beda seperti di Asia Tenggara biasa disebut : kedondong (Indonesia & Malaysia), hevi (Filipina), gway (Myanmar), mokah (Kamboja), kook kvaan (Laos), makak farang (Thailand), dan co'c (Vietnam). Selain itu kedondong juga disebut Kadondong (Sunda), kedondong (Jawa), Kedundung (Madura), Kacemcem (Bali), Inci (Bima,NTT), Karunrung (Makasar), dan Dau kaci (Bugis).
Universitas Sumatera Utara
Dalam setiap 100 gram bagian buah kedondong yang dapat dimakan ini biasanya mengandung 60-80 gram air, 0,5-0,8 gram protein, 0,3-1,8 gram lemak, 810,5 gram sukrosa, dan 0,85- 3,60 gram serat. Dimana daging buahnya ini merupakan sumber vitamin C dan zat besi sedangkan buah yang belum matang mengandung pektin sekitar 10%. Daun, kulit batang dan kulit akar Spondias dulcis ini juga mengandung saponin, flavonoida, dan tanin. 2.12. Membuat Manisan Buah Manisan adalah salah satu bentuk makanan olahan yang banyak disukai oleh masyarakat. 2.12.1. Bahan dan Alat 1. Buah yag masih mengkal/setengah matang 2. Gula pasir 3. Kapur sirih 4. Natrium benzoat 5. Garam dapur 6. Panili 7. Air matang Alat : Pisau, Saringan, Baskom, Kompor 2.12.2. Cara Membuat Manisan Buah Cara Pembuatan :
Universitas Sumatera Utara
1. Kupas buah kemudian dicuci dan dipotong-potong dengan ukuran 2 x 2 cm, khusus untuk buah yang keras, rebus irisa dalam air mendidih selama 3 menit kemudian tiriskan. 2. Rendam dalam air panas ( 50 gr dalam 1 ltr air) selama 2 jam lalu tiriskan 3. Rendam lagi dalam air kapur (1 sdm kapur sirirh dalam 1,5 lt air) selama 24 jam, lalu tiriskan, 4. Masukkan gula pasir dalam 2,5 lt air, aduk sampai rata. Tambahkan garam dan natrium benzoat lalu panaskan hingga mendidih, 5. Masukan potongan buah kedalam larutan gula yang sedang mendidih sampai buah tersebut setengah matamg. Angkat panci dari kompor dan diamkan (rendam) 1 malam, lalu tiriskan, 6. Panaskan air gula sisa penirisan dan tambahkan vanili lalu masukkan lagi potongan buah tersebut. Angkat panci dari kompor dan diamkan 1 malam. 7. Untuk mendapatkan manisan basah, tiriskan buah , sedangkan air gula sisa penirisan terakhir dapat diolah lebih lanjut dengan menambahkan 1/2 kg gula. Panaskan sampai kental kemudian didinginkan. Setelah dingin siap di kemas sebagai hasil samping sirup buah . 2.13. Kerangka Konsep Memenuhi syarat Manisan a. Buah Mangga b. Buah Salak c. Buah Kedondong
Pemeriksaan laboratorium
Zat Pengawet Natrium benzoat
Ada
Tidak ada
Tidak Memenuhi syarat
Permenkes No. 722 tahun 1988 Universitas Sumatera Utara