BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Difinisi Napza Napza (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/ obat , atau zat yang bukan makanan yang jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, berpengaruh pada kerja otak atau susunan saraf pusat (Fortinash, 2003). Napza adalah bahan aktif, yang artinya menimbulkan ketergantungan. Dan bahan psikoaktif, yang artinya berpengaruh pada otak. Penyalahgunaan Napza adalah penggunaan Napza bukan untuk maksud pengobatan, tetapi ingin menikmati pengaruhnya, dalam jumlah berlebihan, teratur, dan cukup lama sehingga menyebabkan gangguan kesehatan, fisik, mental, dan kehidupan sosialnya (Worret, 2003).
2.2. Jenis-Jenis Napza 2.2.1. Narkotika Berdasarkan UU No. 22 tahun 1997, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sentesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya rasa mengurangi, sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro dkk, 1999).
9 Universitas Sumatera Utara
10
Narkotika terbagi menjadi 3 golongan yaitu : 1. Narkotika Golongan I: Narkotika yang dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. (contoh heroin, puttaw, kokain, ganja). 2. Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terkhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan
ilmu
pengetahuan
serta
mempunyai
potensi
tinggi
mengakibatkan ketergantungan (contoh: morfin, petidin). 3. Narkotika Golongan III : narkotika yang berkahasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan
mengakibatkan
ketergantungan
(contoh
:
kodein)
(Afiatin, dkk 2008) 2.2.2. Psikotropika. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997, Psitropika adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang bekhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang saraf simpatis. Psikotropika terdiri dari 4 golongan yaitu : 1. Psikotropika Golongan I: amat kuat menyebabkan ketergantungan dan tidak digunakan dalam terapi. Contoh: MDMA (ekstasi), LSD DAN STP.
Universitas Sumatera Utara
11
2. Psikotropika Golongan II: kuat menyebabkan ketergantungan, digunakan terapi secara terbatas. Contoh: amfetamin, metamfetamin (sabu), fensiklidin (PCP), dan ritadin. 3. Psikotropika Golongan III: potensi sedang menyebabkan ketergantungan, banyak digunakan dalam terapi. Contoh: pentobarbital, flunitrazepam. 4. Psikotropika Golongan IV : potensi ringan menyebabkan ketergantungan, dan sangat luas digunakan dalam terapi. Contoh: diazepam, klobazam, fenobarbital,
barbital,
klorazepam,
klordiazepoxide,
dan
nitrazepam
(Martono, 2006). 2.2.3. Zat Adiktif Zat adiktif adalah zat, bahan kimia, dan biolongi dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikotropika, tetapi punya pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk, 1999). Yang termasuk Zat Adiktif adalah : 1. Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat dan sering menjadi kehidupan manusia. Ada 3 golongan minuman beralkohol yaitu : Golongan A : kadar etanol 1%-5 % ( bir, green sand) Golongan B : kadar etanol 5% -20% (anggur Malaga) Golongan C : kadar etanol 20%-55% (brandy,wine,winski)
Universitas Sumatera Utara
12
2. Inhalasi atau solven, yaitu gas atau zat pelarut yang mudah menguap berupa senyawa organik yang sering digunakan untuk keperluan industri, kantor, bengkel, toko, dan rumah tangga, seperti lem, thiner, aceton, aerosol, bensin. Zat ini disalahgunakan dengan cara dihirup, terutama pada anak usia 9-14 tahun. 3. Tembakau (nikotin): terdapat pada tembakau. Rokok mengandung 4.000 zat. Yang paling berbahaya adalah nikotin, tar, dan karbon monoksida (CO). nikotin merupakan bahan penyebab ketergantungan (Joewana, 2005).
2.3. Cara Kerja Napza Napza yang telah masuk ke lambung, kemudian ke pembuluh darah jika dihisap atau dihirup, zat diserap masuk ke dalam pembuluh darah melalui saluran hidung dan paru-paru. Jika zat disuntikan, zat itu langsung masuk ke dalam aliran darah dan darah membawa zat itu ke otak. Semua jenis Napza akan mengubah perasaan dan cara pikir seseorang, tergantung pada jenisnya. Napza menyebabkan antara lain. 1. Perubahan pada suasana hati (menenangkan, rileks, gembira, dan rasa bebas) 2. Perubahan pada pikiran (stress hilang, meningkatnya khayal) 3. Perubahan perilaku (meningkatkan keakraban, menghambat nilai, lepas kendali). Oleh karena itu Napza disebut juga zat psikoaktif. Perasaan enak dan nyaman inilah yang mula-mula dicari oleh pemakainnya.
Bagian otak yang
bertanggung jawab atas kehidupan perasaan disebut sistem limbus. Hipotalamus,
Universitas Sumatera Utara
13
yaitu pusat kenikmatan pada otak, adalah bagian dari sistem limbus. Napza mengubah susunan biokimiawi molekul sel otak yang disebut neuro-transmitter. Perubahan sel biokimiawi sel otak menyebabkan rasa nyaman dan nikmat yang bersifat sementara setelah itu timbul perasaan sebaliknya (gelisah, cemas, perasaan tertekan, dan sebagainnya). Akibatnya ia ingin memakai zat itu kembali. Demikian berulang kali, akhirnya kecanduan atau ketergantungan. Napza pada tubuh bergantung bagi berbagai hal.
Pengaruh
jenis zat, jumlah zat, ada
tidaknya zat lain yang digunakan bersamaan, suasana hati pemakai, dan situasi dimana Napza digunakan. (Lydia dkk, 2006)
2.4. Berdasarkan Efeknya Terhadap Perilaku Yang Ditimbulkan Napza Dapat Digolongkan Menjadi 3 Golongan Yaitu : 2.4.1. Golongan Depresan Jenis Napza dengan golongan depresan dapat memperlambat system saraf pusat. obat-obatan tersebut terdiri dari empat jenis, yaitu barbiturate, obat antiasietas, sedative-hipnotik, dan narkotika (opiod seperti morfin, heroin). Depresan system saraf pusat yang diberikan untuk mengatasi gejala ansietas, depresi, dan gangguan tidur merupakan jenis obat-obatan yang sering digunakan dan disalahgunakan. Obat-obatan ini sangat mungkin disalahgunakan jika kondisi sebelumnya tetap tidak teratasi. Prinsip yang diterapkan untuk golongan depresan yaitu: (1) efek obat tersebut bersifat interaktif dan kumulatif satu sama lain dan mempunyai akibat pada perilaku pemakai obat, (2) tidak ada antogonis yang spesifik yang dapat menghentikan kerja obat-obatan tersebut, (3) penggunaan
Universitas Sumatera Utara
14
respon rendah dapat menimbulkan respon eksitasi, (4) obat-obatan tersebut mampu menimbulkan ketergantungan fisiolongis dan psikologis. Dan jenis Napza golongan depresan berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh membuat pemakaiannya menjadi : tenang dan bahkan tak sadarkan diri, contohnya: (opioda morfin, heroin, codein), sedative (penenang), hipnotik (obat tidur) dan transquilizer (Doenges, 2006). 2.4.2. Golongan Stimultan Jenis Napza yang berupa obat-obatan alami dan buatan Yang dapat meningkatkan kerja system saraf. Obat- obat tersebut dapat ditelan, disuntikan, dihisap, atau dibakar. Obat-obatan ini dapat di indentifikasi melalui perubahan tingkah laku dan agitasi psikomotor. Struktur molekul dan mekanisme kerja obatobatan ini sangat berbeda. Obat-obatan stimulant yang paling relevan dan paling sering digunakan adalah kafein dan nikotin. Kafein merupakan unsurnya terdapat dalam kopi, teh, kola, dan coklat. Nikotin merupakan unsur utama yang terdapat dalam tembakau. Obat-obatan tersebut dipandang sebagai bagian dari budaya kita, biasanya tidak dianggap dapat menyebabkan overdosis, dan diuraikan disini sebagai informasi. Obat-obatan stimulant poten lainnya (contohnya kokain, amfetamin, dan obat-obatan stimulant nonamfetamin) diatur dalam Controlled Substance Act. Obat-obatan tersebut tidak hanya tersedia sebagai untuk tujuan pengobatan sebagai resep dokter, tetapi juga tersedia bagi obat terlarang. Kemungkinan terjadinya overdosis dan kematiaan akibat obat ini sangat tinggi, yang merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini
Universitas Sumatera Utara
15
membuat penggunanya menjadi aktif , segar dan bersemangat. Contoh : kafein, amfetamin, nikotin, dan kokain (DSM-IV dalam Doengoes, 2006). 2.4.3. Golongan Halusinogen Jenis Napza yang bersifat halusinogenik dapat mengubah persepsi individu terhadap realita, menggangu persepsi sensorik, dan menyebabkan halusinasi.
Oleh karena itu, obat-obatan ini disebut sebagai obat yang
“memperluas pikiran”. Pengaruh yang ditimbulkan setiap kali jenis Napza ini tidak dapat diperediksi, dan reaksi yang merungikan termasuk, ‘flashback’ dapat terjadi setiap saat, walaupun obat-obatan tersebut tidak digunakan lagi.
Dan
bersifat merubah perasaan, pikiran dan sering kali menciptakan daya pandang yang berbeda sehinnga seluruh perasaan, pikiran dan seringkali menciptakan pandang
yang
berbeda
sehingga
seluruh
perasaan
dapat
terganggu.
Contoh : fensiklidin, dan kanabis (Sumiati, dkk 2009).
2.5. Jenis Napza Yang Disalahgunakan Dan Efek Yang Ditimbulkan Napza Menurut Lydia dan Setiawan, (2006) jenis Napza yamg disalahgunakan dan efeknya dapat digolongkan menjadi beberapa bagian antara lain : 2.5.1. Kokain Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar erytrocyclon coca yang berasal dari Amerika Selatan.
Kokain berasal dari
tanaman koka, tergolong stimulansia (meningkatkan aktivitas otak dan fungsi organ tubuh lain). Sebutannya daun tanaman belukar biasannya dikunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulant.
Kokain termasuk
Universitas Sumatera Utara
16
golongan narkotika golongan I. kokain berbentuk kristal putih. Nama jalannya adalah koka, happy dust, Charlie, srepet, snow, salju putih. merupakan zat perangsang yang sangat kuat yang terbentuk dari kristalisasi bubuk putih yang disuling dari daun tanaman belukar tersebut biasa dikunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulant, dan jenis kokain dapat juga di konsumsi dengan cara dihidu (bubuk kokain disedot/dihirup melalui hidung) akan mengalami ganguan mental dan perilaku sebagai berikut : agitasi psikomotor, rasa gembira (elation), rasa harga diri meningkat (grandiosity), banyak bicara. Waham/curiga. 2.5.2. Ganja Ganja adalah sering pula disebut dengan Canabis, yakni sejenis tanaman yang mengandung tetrahydrocanabinol (THC) yang bersifat psikoaktif. Untuk menyebutkan istilah ganja ini antara lain adalah rumput, grass, gele,daun jayus, gum, cimeng, marijuana dan lain-lain. Efek yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan ganja ini, antara lain adalah hilangnya konsentrasi (suka benggong), peningkatan denyut jantung, kehilangan keseimbangan, rasa gelisah, dan panik, sering menguap (mengantuk), cepat marah (temperamental), perasaan tidak tenang dan tidak bergairah , paranoid (kecurigaan berlebihan). 2.5.3. Heroin Heroin (diamorphine) adalah candu yang berasal dari opium poppy (papaver somniverum). Heroin dapat berbentuk serbuk putih, sekalipun biasanya ditemukan juga warna kecoklatan. Heroin biasannya dapat dikenal dengan istilah hero, scag, smack atau horse. Candu atau heroin merupakan zat kebal tubuh
Universitas Sumatera Utara
17
(analgesik) yang efektif dengan pengaruh penenang diri (sedative). Efek negatif antara lain : tertariknya bola mata (miosis.),mengalami mual-mual, muntah, gatalgatal, perasaan tegang, hidung dan mata berair. 2.5.4. Puttaw Puttaw merupakan sejenis heroin dengan kadar yang lebih rendah (heroin kelas lima atau enam ) zat ini berasal dari opium. Istilah ini kadang digunakan untuk menyebutkan nama narkotika ini adalah puttaw, white, bedak, pate atau etep jenis obat yang masuk dalam kategori puttaw ini adalah banana, dan snow white yang berbentuk bubuk putih sampai kecoklatan tua atau dapat pula berbentuk cairan atau larutan. Efek negatif lain yang ditimbulkan dari akibat mengkonsumsi puttaw ini antara lain: terlihat mata sayu, pupil mata melebar dan mengecil, disforia (rasa sedih tanpa sebab), lemah tidak bertenaga/lesu, sering megantuk/tidur, bicara cadel, mual-mual, dan bersikap pendiam, daya ingat menurun, pemarah, sulit untuk berkonsentrasi, bicara melantur, apatis. 2.5.5. Alkohol Alkohol merupakan jenis minuman yang mengandung unsur kimia etil alkohol atau etanol yang sering juga disebut grain alkohol. Etil alkohol atau etanol berbentuk cairan jernih, tidak bewarna dan rasanya pahit.
Alkohol dapat
diperoleh dari hasil fermentasi (peragiaan) oleh mikroorganisme dari gula, sari buah, biji-bijian, madu, umbi-umbiaan dan getah kaktus tertentu.
Efek yang
muncul dari penyalahgunaan alkohol ini adalah sebagai berikut : berkurangnya kemampuan
hati
dalam
mengoksidasikan
lemak,
menimbulkan
kanker,
Universitas Sumatera Utara
18
menyebabkan gangguan fungsi hati, kecendrungan melakukan kegiatan kriminal, rentan terhadap infeksi, hipertensi (tekanan darah tinggi ). 2.5.6 Shabu-shabu. Shabu-shabu adalah sebutan untuk zat atau bahan methamphetamine. Obat ini dapat ditemukan dalam kristal, tidak mempunyai warna ataupun bau. Shabu-shabu dikenal juga dengan istilah ice yang mempunyai pengaruh kuat terhadap syaraf.
Pengguna shabu-shabu akan memiliki ketergantungan yang
sangat tinggi pada obat ini dan akan berlangsung lama, bahkan bisa mengalami sakit jantung atau bahkan kematian. Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut nama shabu-shabu ini, antara lain ice, Kristal, ubas, ss, mean, glass, quartz, hiropon. Efek yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan shabu-shabu ini adalah impotensi, halusinasi, kerusakan pada anggota tubuh, seperti pada lever, lambung, jantung, ginjal, sariawan yang parah, pupil mata yang melebar, tekanan darah naik, keringat berlebih dengan rasa dingin, mual dan muntah, agitasi psikomotor, (hiperaktif triping), bicara melantur, penyimpangan seks, sukar tidur, (insomnia). Hilang nafsu makan, dan kematian. 2.5.7. Ekstasi Ekstasi merupakan obat bius yang di racik secara ilegal dalam bentuk kapsul dan tablet. Ekstasi ini sering digunakan untuk menahan kantuk hingga dapat membuat tubuh memiliki energi yang melebihi kemampuan tubuh sebenarnya dan juga bisa mengalami dehidrasi yang tinggi.
Nama lain dari
ekstasi ini adalah index, kucing, jenisnya yaitu apel atadin, elektrik, gober, butterfly yang berbentuk pil dan kapsul yang berisi 3-4 methlyendioksi
Universitas Sumatera Utara
19
methamphetamine (MOMA). Efek yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan ekstasi ini adalah hiperaktif, rasa haus yang sangat, sering pusing, gemetar, detak jantung yang cepat, rasa mual, dan muntah, kehilangan nafsu makan, mata sayu dan pucat, dehidrasi, mengigil tak terkontrol, gangguan pada lever, tulang gigi, syaraf dan mata, daya ingat menurun, syaraf mata rusak, sulit konsentrasi. 2.5.8. Amphetamine Amphetamine adalah salah satu obat bius yang dapat ditemukan dalam bentuk pil, kapsul ataupun bubuk.
Obat menstimulasikan mood pengguna
menjadi tinggi. Nama lain dari amphetamine adalah speed, whiz, billywhiz, peplis. Efek yang dapat ditimbulkan adalah: berat badan menurun, terlihat seperti kurang tidur, tekanan darah tinggi, detak jantung cepat dan tidak beraturan, mengalami rasa takut, sering pigsan karena kelelahan, gelisah. 2.5.9. Inhalant abuse Merupakan senyawa organik yang berwujud gas atau zat pelarut yang mudah menguap. Penggunaan obat ini membuat efek terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan otot-otot, urat syaraf, dan organ tubuh yang dapat menimbulkan permasalahan sumsum tulang, bahkan dapat menyebabkan mati mendadak yang disebabkan denyut jantung mendadak menjadi cepat, tidak beraturan dan akhirnya menjadi gagal jantung. Pengguna obat dikenal dengan sebutan “ngelem”. Efek yang dapat ditimbulkan adalah: ingatan dan daya pikir berkurang, mudah mengalami pendarahan dan luka, kerusakan pada system syaraf utama, lever dan jantung, sakit perut, sakit bila sedang buang air kecil, otot-otot cepat keram, dan sering batuk.
Universitas Sumatera Utara
20
2.5.10. LSD (lysergic acid) Termasuk dalam golongan halusinongen. Nama lain dari LSD adalah Acid, Trips, Tabs, Kertas.
Bentuk biasa didapatkan dalam bentuk kertas
berukuran kotak kecil sebesar seperempat perangko dalam banyak warna dan gambar.
Ada juga yang berbentuk pil dan kapsul.
Cara penggunaannya
meletakkan LSD pada permukaan lidah, dan bereaksi setelah 30-60 menit kemudiaan, mengilang setelah 8-12 jam. Efek yang dapat ditimbulkan. terjadi halusinasi tempat, warna, dan waktu sehingga timbul obsesi yang sangat indah dan bahkan menyeramkan dan lama–kelamaan menjadikan penggunaannya menjadi paranoid.
2.6. Penyalahgunaan Napza Penyalahgunaan Napza merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial.
Jenis-jenis Napza yang sering disalahgunakan menurut Hawari
(2000) adalah Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya,atau zat yang dapat menimbulkan kecanduaan dan ketergantungan.
Zat adiktif memang dapat
menimbulkan sejumlah efek, diantaranya : (a) keinginan yang tak tertahankan terhadap zat tersebut, (b) kecendrungan untuk menambah takaran, atau dosis, sesuai dengan toleransi tubuh, (c) ketergantungan psikis sehingga jika pemakaian dihentikan akan menimbulkan kecemasan, depresi dan kegelisahan, (d) ketergantungan fisik yang jika pemakaiaanya dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang disebut sebagai gejala putus obat seperti mual, sukar tidur, diare,
Universitas Sumatera Utara
21
dan demam. Meskipun zat tertentu sangat bermanfaat bagi pengobatan, namun jika
disalahgunakan,
atau
penggunanya
tidak
sesuai
dengan
standar
pengobatan,akan berakibat sangat merugikan bagi si pemakai maupun orang lain di sekitarnya, bahkan masyarakat umum (Departemen Kesehatan RI, 2001). Menurut Hawari (2006) penyalahgunaan Napza dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu: 2.6.1. Ketergantungan Primer Ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi, yang pada umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian yang tidak stabil. Mereka ini sebetulnya dapat digolongkan orang yang menderita sakit (pasien) namun salah atau tersesat ke Napza dalam upaya mengoobati dirinya sendiri yang seharusnya meminta pertolongan ke dokter (psikiater). Golongan ini memerlukan terapi dan rehabilitasi dan bukannya hukuman. 2.6.2. Ketergantungan Reaktif Yaitu (terutama) terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan serta pengaruh teman kelompok sebaya. Mereka ini sebenarnya merupakan korban. Golongan ini memerlukan terapi dan rehabilitasi bukannya hukuman. 2.6.3. Ketergantungan Simtomatis Yaitu penyalahgunaan/ketergantungan Napza sebagai salah satu gejala dari tipe kepribadian yang mendasarinya, pada umumnya terjadi pada orang kepribadian yang antisosial dan pemakaiaan Napza itu untuk kesenangan semata. Mereka dapat digolongkan sebagai kriminal dan seringkali juga mereka
Universitas Sumatera Utara
22
merangkap sebagai pengedar. Mereka ini selain memerlukan terapi dan rehabilitasi juga hukuman. Mereka yang mengkonsumsi Napza akan mengalami gangguan mental dan perilaku yang diakibatkan tergangunya system tranmisi saraf (neuro-transmitter) pada susunan saraf pusat (otak), yang mengakibatkan terganggunya fungsi fikir, perasaan dan perilaku.
2.7. Faktor-Faktor Penyalahgunaan Napza 2.7.1. Faktor Kepribadian. Kepribadian dari hasil penelitian (Solvey), dan pengamatan terungkap bahwa ada tipe kepribadian tertentu dari anak yang memiliki kemungkinan untuk dengan mudah menyalahgunakan Napza: kepribadiaan, yang ingin melanggar, suka mengambil resiko berlebihan (karena kurang perhatian/reaksi terhadap suatu larangan), mudah kecewa, mudah bosan atau jenuh, ingin dianggap jadi orang hebat (menggunakan Napza agar memiliki perasaan superior dalam lingkungan pergaulanya, mengalami kesulitan dalam bergaul mudah terbawa/ikut-ikutan dalam menyalahgunakan Napza.
Sehingga dapat diterima dalam kelompok
kawan-kawannya, tidak tahu bagaimana mengambil keputusan yang bijaksana dan juga tidak dapat memahami dan mengungkapkan perasaan hatinya pada orang lain. Kurangnya kepercayaan diri, dorongan ingin tahu, ingin mencoba, ingin meniru, dan ingin berpetualang, mengalami tekanan jiwa, tidak mempunyai tanggung jawab, tidak memikirkan bahaya Napza, mengalami kesunyiaan, keterasingan dan kecemasan.
Ciri-ciri seseorang yang mempunyai resiko
penyalahgunaan Napza antara lain : cenderung menolak otoritas dan
Universitas Sumatera Utara
23
memberontak, depresi, cemas, perilaku menyimpang dari norma dan aturan yang berlaku, rasa kurang percaya diri, memiliki citra diri yang negatif, sifat yang mudah kecewa, murung, pemalu, mudah merasa boosan dan jenuh, dan rasa ingin tahu yang besar.
Mencoba sesuatu dan rasa penasaran.
Keinginan untuk
bersenang-senang, keinginan untuk mengikuti kehidupan moderen, indentitas diri yang kabur, sehingga merasa “kurang jantan”, tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran Napza dengan tegas, kemampuan komunikasi rendah, kegagalan, ketidakmampuan dan kegetiran hidup serta rasa malu, putus sekolah dan kurang menghayati iman kepercayaanya (Hawari, 2002). Kepribadian seseorang turut berperan dalam penyalahgunaan Napza , cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanyan memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi
yang
terhambat,
dengan
ditandai
dengan
ketidakmampuan
mengeksperisakan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cendrung depresi, juga turut mempengaruhi.
Selain itu, kemampuan untuk
memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara melarikan diri, hal ini juga dapat dilihat dari inteligensia seseorang, usia, dan dorongan kenikmatan dan perasaan ingin tahu dalam penyalahgunaan Napza (Purba, 2008 dalam Yatim, 1986). Sesuai dengan peryataan diatas, kepribadian seseorang dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan yang dimiliki. Berdasarkan penelitian Riley dan Scuhtte 1998 (dalam Handoko, 2009) menunjukkan bahwa prediktor penting dalam
Universitas Sumatera Utara
24
penyalahgunaan Napza kecerdasan emosional yang rendah.
Kecerdasan
emosional yang rendah berhubungan secara signifikan dengan penyalahgunaan Napza, alkohol, serta dapat melakukan perilaku menyimpang (patnjalina dkk, 2008). 2.7.2 Faktor lingkungan. Kondisi sosial yang tidak sehat atau rawan, dapat merupakan terganggunya perkembangann jiwa/kepribadian seseorang kearah perilaku menyimpang yang pada giliranya terlibat penyalahgunaan/ketergantungan Napza. Lingkungan masyarakat sosial yang rawan tersebut adalah: tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malam bahkan hingga dini hari dimana sering digunakan sebagai tempat transaksi Napza dan pelacuran, banyaknya penganguran, anak putus sekolah, anak jalanan, terdapatnya tempat-tempat pelacur beroperasi seperti warung-warung remang, banyaknya perumahan yang padat dan kumuh, dan tempat-tempat teransaksi Napza baik secara terang-terangan ataupun secara sembunyi-sembunyiaan (saifun, 2000). Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang pengguna Napza. Berdasarkan hasil penelitiaan tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan Napza, yaitu: 1. Keluarga
yang
memiliki
riwayat
(termasuk
orang
tua)
mengalami
ketergantungan Napza.
Universitas Sumatera Utara
25
2. Keluarga dengan manejemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, dan ibu bilang tidak). 3. Kelurga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaiaan yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara. 4. Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang harus sekedar harus mengikuti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri, tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan tidak kesetujuaanya. 5. Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal. 6. Keluarga yang neurosis, yaitu
keluarga yang diliputi kecemasan dengan
alasan yang kuarang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dan menanggapi sesuatu (Purba dkk, 2008). Faktor Keluarga Seseorang yang berada dalam kondisi keluarga yang tidak baik (disfungsi keluarga) akan merasa tertekan, dan ketertekanan itu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat dalam penyalahgunaan Napza. Kondisi keluarga yang tidak baik atau disfungsi keluarga yang dimaksud adalah sebagai berikut: kondisi keluarga tidak utuh, mislanya orang tua meninggal, kedua orang tua bercerai atau berpisah. Kesibukan orang tuannya, misalnya kedua orang tua terlalu
Universitas Sumatera Utara
26
sibuk terhadap pekerjaan atau aktivitas lain, misalnya orang tua jarang dirumah menyebabkan komunikasi dan waktu bersama anak berkurang atau tidak sama sekali.
Sedangkan hubungan interpersonal yang tidak baik
hubungan antara anak dan kedua orang tuannya, anak dengan sesama saudaranya (anak sesama anak), dan hubungan antara ayah dan ibu yang sering cekcok, bertengkar, dingin, acuh-tak acuh, dan lain sebagainya sehingga suasana rumah kurang kehangatan. (Hawari, 2006). 7. Dalam lingkungan masyarakat dapat ditemui bahwa kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orangorang seusia untuk mempengaruhi seseorang untuk berperilaku seperti kelompok itu. Bila seseorang tidak mampu berintraksi dengan kelompok teman yang lebih populer atau yang berperestasi. Hal tersebut dapat menyebabkan frustasi sehingga ia mencari kelompok lain yang mau menerimanya (pattison 2001). Marlan dan Gordon (1980) dalam penelitiannya terhadap penyalahgunaan/ketergantungan Napza yang kambuh, menyatakan bahwa mereka kembali kambuh Karena ditawari oleh teman-teman mereka yang masih menggunakan Napza (mereka kembali bertemu dan bergaul). Kondisi pergaulan dalam lingkungan yang seperti ini merupakan kondisi yang dapat menimbulkan kekambuhan (Martono, 2006).
Universitas Sumatera Utara
27
2.7.3 Faktor Teman Sebaya Hasil penelitian Rustyawati, menunjukan bahwa alasan pertama mengapa menyalahgunakan Napza, adalah karena teman sebaya, kebanyakan pemakai mulai berkenalan dengan obat dari kawan-kawanya. Penolakan terhadap tekanan ini dapat mengakibatkan anggota yang menolak dikucilkan atau disepak dari kelompok. Dan menurut Diwanto (2006), mengatakan faktor teman sebaya, adanya satu atau dari beberapa anggota kelompok teman sebaya yang menjadi pengedar Napza, ajakan bujukan atau iming-iming teman sebaya, pelaksanaan dan tekanan teman sebaya, bila tidak ikut melakukan penyalahgunaan Napza dianggap tidak setia kepada kelompok (Ermawati dkk, 2009). Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan
obat-obatan,
yang
kemudian
mengakibatkan
timbulnya
ketergantungan fisik dan psikolongis. Sinaga (2007) melaporkan bhawa faktor penyebab penyalahgunaan Napza pada remaja adalah teman sebaya (78,1%). Hal ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh teman kelompoknnya sehingga remaja menggunakan Napza. Penelitian ini relevan dengan studi yang dilakukan oleh Hawari
(1990)
yang
memperlihatkan
bahwa
teman
kelompok
yang
menyebabkan remaja memakai Napza mulai dari tahap coba-coba sampai ketagihan (Purba dkk, 2008).
Universitas Sumatera Utara
28
2.7.4. Faktor Tersediannya Napza Ketersediaan Napza dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu.
Indonesia yang sudah menjadi
tujuan pasar narkoba internasioanl, menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual danganganya di sekolah-sekolah, termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu.
Seseorang
dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu. (Purba dkk, 2008). Meningkatnya penyalahgunaan Napza disebabkan oleh tersediannya Napza dimana-mana (dipemukiman, sekolah SMP/SMA, Kampus, di warungwarung kecil).
Asal tahu tempatnya gampang mendapatkanya dan harganya
relatif terjangkau.
Mudahnya Napza di dapat dimana-mana dengan harga
terjangkau, banyaknya iklan minuman beralkohol, khasiat farmakolongi Napza yang menenangkan, dan menghilangkan rasa nyeri (Sumiati dkk,2009).
2.8. Dampak Penyalahgunaan Napza Martono (2006) menjelaskan bahwa penyalahgunaan Napza mempunyai dampak yang sangat luas bagi pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak sekolah (pendidikan),
serta
masyarakat,
bangsa,
dan
negara.
Secara
umum
Penyalahgunaan Napza dapat menimbulkan dampak yang merugikan terhadap
Universitas Sumatera Utara
29
kesehatan jasmani (fisik dan kejiwaan) dan psikis bagi pemakainnya. Perubahan psikis sering menimbulkan kendala hubungan sosial dari pengguna tersebut. Masalah tersebut akan menimbulkan masalah dalam keluarga bahkan masyarakat umum sekitarnya. Ragam masalah yang ditimbulkan tergantung pada jenis atau gabungan Napza yang digunakan, lama dan cara pemakiaan, status gizi, status kesehatan fisik serta mental dari pengguna. Efek Napza jenis heroin dan puttaw tentu berbeda dengan efek shabu-shabu (psikotropika) berbeda pula dengan efek penggunaan alkohol. Dari dimensi kesehatan, Ogden (2000) menyatakan bahwa dampak penyalahgunaan Napza, antara lain, kemungkinan terkena serosis hati, kanker pankreas, gangguan memori, dan meningkatkan terjadinya kecelakaan. Penyalahgunaan Napza juga dapat menghilangkan potensi dan kapasitas untuk berpikir dan bekerja produktif, dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit serius bagi penyalahguna, dan bahkan dapat mengakibatkan kematiaan dini. Dalam catatan Hawari, sebagaimana dilansir oleh majalah sabili (4 april 2002), 17,6% penyalahguna Napza mati sia-sia dalam usia muda. Belum lagi yang terkena penyakit paru-paru, lever, hepatitis C, dan bahkan 33% diantaranya terjangkit HIV/AIDS, yang hingga saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin pencegahannya. Ketergantungan secara psikologis menimbulkan tingkah laku yang komplusif untuk memperoleh obat-obat tersebut. Tak jarang si pemakai akan melakukan tindak kekerasan seperti mencuri, merampok, bahkan membunuh hanya untuk mendapatkan Napza. Keadaan ini semakin memburuk dimana tubuh pemakai kebal terhadap Napza, sehingga kebutuhan tubuh akan Napza akan meningkat untuk dapat sampai pada efek yang sama dosis yang tinggi dan
Universitas Sumatera Utara
30
pemakaiaan yang sering diperlukan untuk menenangkan keinginan yang besar dan pada akhirnya menyebabkan kematian. Ungkapan Prevention is better than cure, telah menjadi kebenaran mutlak. Dampak lain dari penyalahgunaan Napza antara lain: efek jasmaniah (langsung), dampak kejiwaan, dampak terhadap kehidupan sosial dan dampak terhadap perekonomian. (Dalami, Suliswati dkk, 2009).
2.9 Pencegahan Penyalahgunaan Napza Menurut Hawari (2006) Pencegahan Penyalahgunaan Napza dapat dikatagorikan menjadi 3 golongan yaitu : 2.9.1. Pencegahan primer Ditetapkan sebagai pencegahan melalui bidang sosial, ekonomi, dan bidang-bidang lain dan kebijakan umum, khususnya sebagai usaha untuk mempengaruhi situasi-situasi kriminolongi dan sebab-sebab dasar dari kejahatan. Tujuan utama dari pencegahan primer adalah menciptakan kondisi-kondisi yang sangat memberikan harapan bagi keberhasilan sosial bagi setiap anggota masyarakat. Masyarakat umum secara keseluruhan menjadi target dari pencegahan primer. Pencegahan umum dan pencegahan khusus yang meliputi indentifikasi dini kondisi-kondisi kriminologi dan sebab-sebab dasar pelanggaran serta peran preventif dari polisi, pengawas, dan media massa termasuk dalam katagori ini.
Target dari pencegahan ini adalah mereka yang dikatagorikan
potensial untuk melakukan pelanggaran.
Pelaksanaan pencegahan primer
dilakukan dengan berbagai bentuk penyuluhan tatap muka (ceramah, diskusi, seminar), penyuluhan melalui media cetak (surat kabar, plamfet, brosur, bulletin,
Universitas Sumatera Utara
31
dll), penyuluhan dengan mengintergrasikan informasi tentang bahaya Napza kedalam kegiatan seperti pendidikan agama, bimbingan moral, dan lain sebagainnya. 2.9.2 Pencegahan sekunder Ditujukkan kepada para remaja yang telah mencoba-coba menggunakan Napza serta sektor-sektor masyarakat yang dapat membantu remaja untuk berhenti menyalahgunakan Napza (orang tua, tokoh masyarakat, jajaran pemerintah setempat, dan organisasi sosial lainnya ). Tujuan dari pencegahan sekunder
adalah
untuk
mencegah
meluasnya
penyalahgunaan
Napza,
menyelamatkan dan memperkuat ketahanan individu remaja dan keluarga yang mulai terkena, penyalahgunaan supaya tidak terkena pengaruh lebih lanjut. Pelaksanaan pencegahan sekunder dilakukan antara lain dalam bentuk penyuluhan dengan teknik-teknik ceramah atau diskusi, bimbingan sosial melalui kunjungan rumah, diskusi kelompok, serta pelayanan konsling perorangan atau keluarga bermasalah penyalahgunaan Napza. 2.9.3. Pencegahan Tersier Merupakan yang dilakukan kepada residivisme atau mereka yang merupakan bekas korban penyalahgunaan Napza, tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah jangan sampai para penyalahguna Napza tersebut kambuh /relaps dan terjerumus kembali dalam penyalahgunaan Napza. Adapun tujuan umum dari pencegahan tersier adalah mereka yang melanggar hukum. Pencegahan tersier dilakukan dalam bentuk bimbingan sosial dan konsling terhadap yang bersangkutan atau keluargannya, penciptaan lingkungan sosial dan
Universitas Sumatera Utara
32
pengawasan sosial yang menguntungkan terhadap korban untuk mantapnya kesembuhan korban penyalahgunaan Napza, pengembangan minat, bakat dan keterampilan. Bekerja atau berusaha haruslah rasional dan dapat dipertanggung jawabkan, serta bantuan pelayanan penempatan kerja dan bantuan modal kerja bagi para korban.
2.10. Penanggulangan Penyalahgunaan Napza Menurut Hawari (2008), Penangulangan Penyalahgunaan Napza dapat di bagi menjadi beberapa bagian yaitu: 2.10.1. Terapi Pengobatan. Terapi pengobatan terhadap penyalahgunaan Napza haruslah rasional dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi medik, psikiatrik, sosial dan agama. Terapi Pengobatan terdiri dari 2 tahapan yaitu detoksifikasi dan pasca detoksifikasi (pemantapan) yang mencangkup komponen-komponen sebagai berikut : 1. Terapi Medik-Psikiatrik (Detoksifikasi) Menurut prof. Dadang Hawari adalah terapi untuk menghilangkan racun (toksin) Napza dari tubuh pasien penyalahgunaan Napza. Sebagaiman diketahui bahwa penyalahgnaan Napza adalah termasuk bidang psikiatri (kedokteran jiwa), karena akibat penyalahgunaan Napza ini dapat menggangu system neurotransmitter dalam susunan saraf pusat (otak). Selain dari pada itu pada pasien penyalahguna Napza sering pula di jumpai komplikasi medik, misalnay kelainan pada paru, lever, jantung, dan organ tubuh lainnya. Dalam terapi detoksifikasi ini
Universitas Sumatera Utara
33
digunakan jenis obat-obatan yang tergolong major tran-quilizer yang ditujukan terhadap gangguan system neuro-tansmitter susunan saraf pusat (otak). Selain dari pada itu diberikan pula analgetik non opiate, yaitu jenis obat anti nyeri (pain killer) yang potensi dan efektivitasnya setara dengan opiat tetapi tidak mengandung opiat dan turunanya serta tidak menimbulkan adiksi dan dependensi (tidak menimbulkan ketagihan dan ketergantungan). Pada peroses detoksifikasi ini juga diberikan obat anti depresi yang tidak menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan). Alasan rasional diberikan obat ini karena pada penyalahguna Napza akan mengalami depresi karena bersangkutan akan mengalami euphoria pada saat Napza dibersihkan dri tubuhnya. Sesuai dengan hasil penelitiaan Hawari (1990) yang menyatakan 88% penyalahguna Napza mengalami depresi dan 86,6% mengalami kecemasan. Metode detoksifikasi ini memakai sistem blok total (abstinentia totalis), artinya pasien penyalahguna Napza tidak boleh lagi menggunakan Napza atau turunanya (derivates), dan juga tidak menggunakan obat-obatan sebagai pengganti/substitusi (substitution). 2. Terapi Medik- Psikiatrik (Psikofarmaka) Seperti yang telah diteliti, dampak dari Napza dapat mengakibatkan terganggunya neuro-transmitter pada susunan saraf pusat otak yang menimbulkan gangguan mental dan perilaku.
Gangguan mental dan perilaku masih dapat
berlanjut meskipun Napza sudah hilang dari tubuh setelah menjalani terapi detoksifikasi.
Selain dari pada itu pada pasien penyalahguna Napza peroses
mental adiktif masih berjalan : artinya rasa ingin (craving) masih belum hilang, sehingga kekambuhan dapat terulang kembali.
Untuk mengatasi gangguan
Universitas Sumatera Utara
34
tersebut, digunakan obat-obatan yang berkhasiat memperbaiki gangguan dan memulihkan fungsi neuro-transmitter pada susunan saraf pusat (otak), yaitu yang dinamakan psikofarmaka golongan major tranquilizer yang tidak menimbulkan adiksi dan dependensi (tidak berakibat ketagihan dan ketergantungan). Selain psikofarmaka golongan major tranquilizer tadi pada pasien penyalahguna Napza juga diberikan jenis obat anti-depressant.
Obat anti-depresi perlu diberikan
karena dengan diputuskanya Napza seringkali pada pasien penyalahguna Napza akan timbul gejala depresi.
Dengan terapi psikofarmaka baik dari golongan
major tranquilizer maupun anti-deperssant tadi, maka gangguan mental dan perilaku dapat diatasi. 3. Terapi Medik-Psikiatrik (Psikotrapi) Pada pasien penyalahguna Napza selain terapi dengan obat (psikofarmaka) juga diberikan terapi kejiwaan (psikologik) yang dinamakan psikotrapi. Psikotrapi ini banyak ragamnya tergantung dari kebutuhan, misalnya : psikotrapi suportif, psikotrapi re-eduktif, psikotrapi rekonstruktif, psikotrapi kognitif, psikotrapi perilaku, psikotrapi keluarga.
Secara umum tujuan dari psikotrapi
adalah untuk memperkuat struktur kepribadian mantan penyalahguna Napza, misalnya meningkatkan citra diri (self esteem), mematangkan keperibadian (maturing personality), memperkuat ego (ego streght), mencapai kehidupan yang berarti dan bermanfaat (meaningfulness of life), memulihkan kepercayaan diri (self
confidence),
mengembankan
mekanisme
pertahanan
diri
(defense
mechanism) dan lain sebagainnya. Keberhasilan psikotrapi dapat dilihat apabila mantan penyalahguna Napza tadi mampu mengatasi problem kehidupan tanpa
Universitas Sumatera Utara
35
harus melarikan diri ke Napza. Selama terapi psikofarmaka berlangung, terapi psikofarmaka dan terapi psikoreligius dapat diintergrasikan secara bersamaan. 4. Terapi Medik-Somatik Terapi medik-somatik adalah pengguanaan obat-obatan yang berkhasiat terhadap kelainan-kelainan fisik baik sebagai akibat dilepaskanya Napza dari tubuh (detoksifikasi) yaitu putus Napza (with-drawal symptoms) maupun komplikasi medik berupa kelainan organ tubuh akibat penyalahguna Napza. Pada umumnya pasien penyalahgunaan Napza kondisi fisiknya/gizi tidak baik, oleh karena itu perlu diberikan makanan dan minuman yang berkalori dan bergizi tinggi juga terapi fisik misalnya olahraga untuk memulihkan daya tahan (stamina) yang bersangkutan. Yang termasuk terapi medik-somatik ini adalah larangan merokok bagi pasien penyalahguna Napza. Karena tembakau memperburuk kelainan paru. 5. Terapi Psikososial Terapi psikososial adalah upaya untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi penyalahguna/ketergantungan Napza ke dalam kehidupanya sehari-hari. Sebagimana yang telah diketahui akibat penyalahgunaan/ketergantungan Napza gangguan mental dan perilaku yang bercorak antisosial.
Dengan terapi
psikososial ini dapat berubah menjadi perilaku yang secara sosial dapat diterima (adaptive behavior).
Universitas Sumatera Utara
36
6. Psikorelegius Terapi
keagamaan
(psikorelegius)
terhadap
pasien
penyalahguna/ketergantunan Napza ternyata memang peranan penting, baik dari segi pencegahan (prevensi), maupun rehabilitasi. Di dalam konferensi tahunan The American Psychiatric Associatin, Chicago (2000), Sierra dan Vex mengemukakan hasil penelitiannya yang menginteregasikan unsur agama dalam terapi penyalahguna/ketergantungan Napza. Dikemukakan bahwa efektivitas terapi hasilnya lebih baik dari pada hanya menggunakan terapi medik-psikiatri saja.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Synder-man
(1996) yang berkesimpulan bahwa terapi medik saja tanpa agama, tidaklah lengkap sebaliknya terapi agama saja tanpa medik tidak akan efektif. Unsur agama dalam terapi bagi para pasien penyalahguna/ketergantungan Napza mempunyai arti penting dalam mencapai keberhasilan penyembuhan. Unsur agama yang mereka terima akan memperkuat dan memulihkan rasa percaya diri, harapan, dan keimanan.
Unsur agama ini tidak hanya penting bagi pasien
penyalahguna/ketergantungan Napza saja tapi juga penting bagi keluarganya dalam menciptakan suasana rumah tangga yang religious.
2.11. Rehabilitasi Rehabilitas adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna/ketergantungan Napza kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial dan spiritual/agama (keimanan). Dengan kondisi sehat tersebut
Universitas Sumatera Utara
37
diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupanya sehari-hari baik dirumah, di sekolah/kampus, di tempat kerja dan di lingkungan sosialnya. Program rehabilitasi lamanya tergantung dari metode dan perogranm dari lembaga bersangkutan biasanya lamanya program rehabilitasi antara 3-6 bulan. Tujuan dari rehabilitasi tersebut yaitu: beriman dan bertaqwa, kepada Tuhan YME, memiliki kekebalan fisik maupun mental terhadap Napza, memiliki keterampilan, dapat berfungsi secara wajar (layak) dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah (keluarga), di sekolah/kampus, di tempat kerja maupun masyarakat (Martono dkk, 2006).
Universitas Sumatera Utara