BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Generik dan Paten Obat
adalah bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan sediaan biologis (Depkes RI, 2005). Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN WHO (International Non-proprietary Names World of Health Organization) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya di mana obat generik hanya menggunakan nama yang sesuai dengan zat berkhasiat yang dikandungnya walaupun diproduksi oleh pabrik yang berlainan (Depkes RI, 1989). Obat paten adalah obat baru yang ditemukan oleh peneliti yang mempunyai hak penuh/hak paten yang dikeluarkan WHO untuk obat yang dihasilkannya. Obat dengan nama dagang yaitu nama pemberian pabrik yang membuatnya di mana obat paten menggunakan nama dagang yang bermacammacam, tergantung pabrik yang memproduksi walaupun jenis obatnya sama. Kemasannya
dibuat
mewah
untuk
menarik
pembeli
dan
tiap
pabrik
mempromosikannya dengan nama dagang masing-masing secara gencar melalui berbagai cara sehingga harganya lebih mahal dari pada obat generik karena perbedaan di promosi dan kemasannya (Depkes RI, 1989).
Universitas Sumatera Utara
2.2 Tablet Kotrimoksazol Tablet Kotrimoksazol merupakan campuran dari Sulfametoksazol dan Trimetoprim. Tablet Kotrimoksazol mengandung Sulfametoksazol C 10 H 11 N 3 O 3 S dan Trimetoprim, C 14 H 18 N 4 O 3 , tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (DitJen POM, 1995). 2.2.1 Sifat Fisikokimia 2.2.1.1 Sulfametoksazol Rumus struktur
SO 2 NH
: H2 N
N O
CH 3
Rumus molekul
: C 10 H 11 N 3 O 3 S
Berat molekul
: 253,28
Pemerian
: serbuk hablur, putih sampai hampir putih, praktis tidak berbau
Kelarutan
: praktis tidak larut dalam air, dalam eter dan dalam kloroform, mudah larut dalam aseton dan dalam larutan natrium hidroksida encer, agak sukar larut dalam etanol.
2.2.1.2 Trimetoprim Rumus struktur
: OCH 3
NH 2 N H2 N
CH 2
OCH 3
N OCH 3 Rumus molekul
: C 14 H 18 N 4 O 3
Berat molekul
: 290,36
Universitas Sumatera Utara
Pemerian
: hablur atau serbuk hablur,putih sampai krem, tidak berbau
Kelarutan
: sangat sukar larut dalam air, larut dalam benzilalkohol, agak sukar larut dalam kloroform dan dalam methanol, sangat sukar larut dalam etanol dan dalam aseton, praktis tidak larut dalam eter dan dalam karbon tetraklorida.
2.2.2 Mekanisme kerja Aktivitas antibakteri kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim berdasarkan kerjanya pada dua tahap yang berurutan pada reaksi enzimatik untuk pembentukan asam tetrahidrofolat. Sulfonamida manghambat masuknya PABA ke dalam molekul asam folat dan trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat penting untuk reaksi-reaksi pemindahan satu atom C, seperti pembentukan basa purin (adenine dan guanine), timidin dan beberapa asam amino (metinin, glisin). Sel-sel mamalia menggunakan folat jadi yang terdapat dalam makanan dan tidak mensintesis senyawa tersebut. Trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat selektif. Hal ini penting, karena enzim tersebut juga terdapat pada sel mamalia (Mariana, 1995). 2.2.3 Farmakokinetika Pada pemberian oral preparat kombinasi dengan dosis tunggal, trimetoprim diabsorpsi lebih cepat daripada sulfametoksazol. Trimetoprim cepat didistribusikan ke dalam jaringan dan relatif sedikit terikat pada protein plasma dengan adanya sulfametoksazol. Obat masuk ke dalam otak dan saliva dengan
Universitas Sumatera Utara
mudah. Pemberian 400 mg sulfametoksazol dengan 80 mg trimetoprim tiga kali sehari, kadar steady state minimal di dalam darah dari masing-masing obat kirakira 20 dan 1 μg/ml, yakni perbandingan optimal yang dicari (Mariana, 1995). 2.2.4 Efek samping Biasanya berupa gangguan kulit dan gangguan lambung-usus, stomatitis. Pada dosis tinggi efek sampingnya juga berupa demam dan gangguan fungsi hati dan efek-efek darah (neutropenia, trombositopenia). Oleh karena itu, penggunaan lebih dari dua minggu hendaknya disertai dengan pengawasan darah (Tjay dan Rahardja, 2002). 2.2.5 Dosis Dosis dewasa untuk sebagian besar penyakit infeksi adalah 2 tablet setiap 12 jam selama 10 sampai 14 hari. Pada tifus dan infeksi parah diberikan 3 tablet setiap 12 jam selama maksimum 14 hari. Pemberian pada anak-anak di bawah 12 tahun tidak dianjurkan (Mariana, 1995). 2.3 Teori Kromatografi Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan berdasarkan partisi cuplikan antara fase gerak dan fase diam. Fase gerak (mobile phase) dapat berupa gas atau cairan dan fase diam (stationery phase) dapat berupa cairan atau padatan. Kromatografi dapat juga didefinisikan sebagai suatu proses migrasi diferensial dimana komponen-komponen cuplikan ditahan secara selektif oleh fase diam (Sastrohamidjojo, 1985). Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam
Universitas Sumatera Utara
tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO 3 ). (Johnson dan Stevenson, 1991). 2.3.1 Pembagian Kromatografi Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi : (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c) kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion (e) kromatografi eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas (Johnson dan Stevenson, 1991 dan Rohman, 2007). Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a) kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang kedua sering disebut kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d) kromatografi gas (KG) (Johnson dan Stevenson, 1991 dan Rohman, 2007). 2.3.2 Migrasi dan Retensi Solut Kecepatan migrasi solut melalui fase diam ditentukan oleh perbandingan distribusinya (D) dan besarnya D ditentukan oleh afinitas relatif solut pada kedua fase (fase diam dan fase bergerak). Dalam konteks kromatorgafi, nilai D didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi solut dalam fase diam (Cs) dan dalam fase gerak (Cm). D=
Cs Cm
Jadi semakin besar nilai D maka migrasi solut semakin lambat; dan semakin kecil nilai D migrasi solut semakin cepat. Solut akan terelusi menurut perbandingan distribusinya. Jika perbedaan perbandingan distribusi solut cukup besar maka campuran-campuran solut akan mudah dan cepat dipisahkan (Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Pemisahan pada kolom Kolom
merupakan bagian
terpenting
dari
keseluruhan
peralatan
kromatografi karena proses pemisahan campuran komponen terjadi di dalamnya. Kemampuan kolom untuk memisahkan suatu campuran komponen disebabkan karena fase diam yang terdapat di dalamnya dapat mengadakan interaksi dengan berbagai komponen dengan kekuatan yang cukup berbeda satu sama lain sehingga masing-masing komponen akan keluar dari kolom dengan waktu retensi yang berbeda juga. Ukuran interaksi suatu senyawa dengan fase diam dinyatakan sebagai faktor kapasitas (k’) yang dinyatakan dengan persamaan : k’ =
t r − to to
dimana t r adalah waktu retensi komponen yang ditahan oleh kolom dan t o adalah waktu retensi komponen yang tidak ditahan oleh kolom (Lily Wati, 1997). Faktor kapasitas yang relatif besar menunjukkan adanya interaksi yang relatif kuat antara komponen dengan fase diam sehingga komponen tertahan kuat di dalam kolom dan sebaliknya faktor kapasitas yang relatif kecil menunjukkan interaksi yang relatif lemah atau komponen hanya sedikit tertahan di dalam kolom. Suatu kolom dikatakan selektif apabila kolom tersebut mempunyai kemampuan menahan berbagai komponen dengan kekuatan yang cukup berbeda sehingga faktor kapasitas dari masing-masing komponen juga berbeda. Suatu campuran komponen dapat dipisahkan dengan sempurna di dalam kolom yang mempunyai selektivitas yang cukup tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Faktor selektivitas (α) didefinisikan sebagai ukuran pemisahan dua komponen yang dapat dinyatakan dengan persamaan : α=
k ' 2 t ' 2 t2 − tm = = k '1 t '1 t1 − t m
dimana k’ 1 = faktor kapasitas komponen 1; k’ 2 = faktor kapasitas komponen 2; t’ 1 = waktu retensi yang disesuaikan untuk komponen 1; t’ 2 = waktu retensi yang disesuaikan untuk komponen 2; t 1 = waktu retensi komponen 1; t 2 = waktu retensi komponen 2 dan t m = waktu retensi komponen yang tidak ditahan (garis depan pelarut). Faktor selektivitas (α) sebaiknya mempunyai harga lebih dari satu karena pada harga α = 1 berarti k’ 1 = k’ 2 sehingga komponen 1 dan komponen 2 tidak terpisahkan. Harga α hanya menunjukkan adanya pemisahan pada bagian atas puncak kromatogram tanpa memperhitungkan kemungkinan terjadinya tumpang tindih pada bagian bawah puncak. Untuk suatu harga α yang sama terdapat dua kemungkinan yang berbeda jika dilihat dari puncak dimana pemisahan sempurna jika dihasilkan puncak-puncak komponen yang relatif sempit dan sebaliknya jika puncak-puncak komponen yang dihasilkan lebar maka kemungkinan akan terjadi tumpang tindih sehingga pemisahan tidak sempurna (Lily Wati, 1997). Lebar atau sempitnya puncak suatu komponen ditentukan oleh efisiensi kolom yang digunakan yang merupakan ukuran kemampuan kolom untuk mencegah atau mengurangi terjadinya pergantian puncak. Suatu kolom yang efisien akan dapat menghasilkan puncak-puncak komponen yang relatif sempit sehingga jumlah komponen yang dapat dipisahkan relatif banyak. Efesiensi suatu kolom akan semakin tinggi jika jumlah pelat teori (N) yang dikandung semakin banyak.
Universitas Sumatera Utara
Efisiensi dinyatakan secara kuantitatif sebagai jumlah pelat teori (N) yang dinyatakan dengan persamaan : t tr tr N = = 16 = 5,5 r W σ W 12 2
2
2
Dimana σ = simpangan baku puncak, t r = jarak antara titik nol dengan titik potong kedua garis singgung pada kedua sisi puncak komponen (waktu retensi), W = lebar puncak pada alasnya yang ditentukan dengan memperpanjang garis singgung puncak sampai memotong garis alas dan W 1/2 = lebar puncak pada setengah tinggi. Jumlah pelat teori berbanding lurus dengan panjang kolom, di mana umumnya kolom yang lebih panjang mempunyai jumlah pelat yang lebih banyak, tetapi penurunan tekanannya juga lebih besar. Karena panjang kolom bermacammacam, maka diperlukan ukuran keefisienan kolom yang tidak tergantung pada panjang kolom. Tinggi atau jarak yang setara dengan dengan pelat teori, H atau HETP (Height Equivalent to a Theoritical Plate), merupakan ukuran keefisienan kolom yang lebih disukai karena memungkinkan perbandingan antara kolom yang panjangnya berlainan dimana kolom yang mempunyai H yang kecil lebih baik. H berkaitan dengan jumlah pelat teori dengan persamaan berikut : H = HETP =
L N
dimana L adalah panjang kolom (mm) dan N adalah jumlah pelat teori . Ketiga
parameter
di
atas
mempunyai
keterkaitan
yang
dapat
menggambarkan keberhasilan suatu pemisahan berupa ketergantungan resolusi (R s ) yang dinyatakan dengan persamaan :
Universitas Sumatera Utara
Rs =
1 k ' α − 1 Ν 4 1 + k ' α
(a)
(b)
(c)
dimana a = faktor kapasitas, b = faktor selektivitas, c = faktor efisiensi (Lily Wati, 1997). Jika resolusi atau daya pisah 0,4 atau lebih kecil maka puncak tidak menunjukkan secara jelas adanya 2 komponen atau lebih dan sebaliknya jika daya pisah 0,5 atau lebih maka jumlah komponen yang ada dapat diidentifikasikan dengan jelas. Tetapi umumnya untuk pekerjaan kualitatif atau kuantitatif yang baik diperlukan daya pisah 1,5 atau lebih besar (Johnson dan Stevenson, 1991). Dari persamaan di atas nampak jelas bahwa faktor-faktor yang menentukan resolusi yaitu : selektivitas (α), jumlah lempeng (N), dan faktor kapasitas (k’). Selektivitas dapat diubah dengan mengubah susunan fase diam dan fase gerak. Menaikkan selektivitas akan menghasilkan salah satu puncak relatif terhadap lainnya. Efisiensi suatu pemisahan ditunjukkan dengan faktor N yang akan berubah dengan mengubah panjang kolom (L) atau kecepatan alir fase gerak. Menaikkan faktor N suatu kolom akan menyebabkan penyempitan dua puncak sehingga W menjadi kecil dan resolusinya menjadi lebih besar. Faktor k’ berubah dengan mengubah kekuatan fase gerak. Misalkan, suatu pemisahan awal memberikan harga k’ pada daerah 0,5-2. Penurunan nilai k’ akan menghasilkan pemisahan yang jelas dan waktu retensi yang pendek, sementara itu kenaikan k’ akan memberikan resolusi yang lebih baik. Meskipun demikian, jika nilai k’ ini dinaikkan maka akan menyebabkan tinggi puncak kromatogram akan turun dan waktu pemisahan menjadi naik (Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Profil Puncak dan Pelebaran Puncak Selama pemisahan kromatografi, solut individual akan membentuk profil konsentrasi yang simetris atau dikenal juga dengan profil Gaussian dalam arah aliran fase gerak. Profil, dikenal juga dengan puncak atau pita, secara perlahanlahan akan melebar dan sering juga membentuk profil yang asimetrik karena solut-solut melanjutkan migrasinya ke fase diam. Adanya puncak, yang asimetris dapat disebabkan oleh hal –hal berikut: •
Ukuran sampel yang dianalisis terlalu besar. Jika sampel terlalu besar maka fase gerak tidak mampu membawa solut dengan sempurna karenanya terjadi pengekoran atau tailing.
•
Interaksi yang kuat antara solut dengan fase diam dapat menyebabkan solut sukar terelusi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya puncak yang mengekor.
•
Adanya kontaminan dalam sampel yang dapat muncul terlebih dahulu sehingga menimbulkan puncak mendahului (fronting) (Rohman, 2007).
Gambar 2. Profil-profil puncak 2.3.5 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Analisis Kualitatif Ada 3 pendekatan untuk analisa kualitatif yakni: 1. Perbandingan antara retensi solut yang tidak diketahui dengan data retensi baku pembanding pada kondisi yang sama.
Universitas Sumatera Utara
Untuk kromatografi yang menggunakan kolom (seperti KCKT dan KG), waktu retensi (t R ) atau volume retensi (V R ) senyawa baku dan senyawa yang tidak diketahui dibandingkan dengan cara kromatografi secara berurutan dalam kondisi alat yang stabil dengan perbedaan waktu pengoperasian antara keduanya sekecil mungkin. 2. Dengan cara spiking. Untuk kromatografi yang melibatkan kolom, spiking dilakukan dengan menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan diselidiki dengan senyawa baku pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini dilakukan dengan cara: pertama, dilakukan proses kromatografi sampel yang tidak dispiking. Kedua, sampel yang telah di-spiking dengan senyawa baku dilakukan proses kromatografi. Jika pada puncak tertentu yang diduga mengandung senyawa yang diselidiki terjadi peningkatan tinggi puncak/luas puncak setelah di-spiking dibandingkan dengan tinggi puncak/luas puncak yang tidak dilakukan spiking maka dapat diidentifikasi bahwa sampel mengandung senyawa yang kita selidiki. 3. Menggabungkan alat kromatografi dengan spektrometer massa. Pada pemisahan dengan menggunakan kolom kromatografi, cara ini akan memberikan informasi data spektra massa solut dengan waktu retensi tertentu. Spektra solut yang tidak diketahui dapat dibandingkan dengan spektra yang ada di data base komputer yang diinterpretasi sendiri. Cara ini dapat dilakukan untuk solut yang belum ada baku murninya.
Universitas Sumatera Utara
Analisis Kuantitatif Untuk menjamin kondisi yang digunakan dalam analisis kuantitatif stabil dan reprodusibel, baik pada penyiapan sampel atau proses kromatografi, berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam analisis kuantitatif: •
Analit (solut) harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari kompomenkomponen lain dalam kromatogram.
•
Baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus tersedia.
•
Prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan. Untuk kromatografi yang melibatkan kolom, kuantifikasi dapat dilakukan
dengan: luas puncak atau tinggi puncak. Tinggi puncak atau luas puncak berbanding langsung dengan banyaknya solut yang dikromatografi, jika dilakukan pada kisaran detektor yang linier. 1.
Metode tinggi puncak Metode yang paling sederhana untuk pengukuran kuantitatif adalah
dengan tinggi puncak. Tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis dasar ke puncak maksimum seperti puncak 1, 2, dan 3 pada gambar 3. Penyimpangan garis dasar diimbangi dengan interpolasi garis dasar antara awal dan akhir puncak.
Gambar 3. Pengukuran tinggi puncak
Metode tinggi puncak hanya digunakan jika perubahan tinggi puncak linier dengan konsentrasi analit. Kesalahan akan terjadi jika metode ini digunakan
Universitas Sumatera Utara
pada puncak yang mengalami penyimpangan (asimetris) atau jika kolom mengalami kelebihan muatan. 2.
Metode luas puncak Prosedur penentuan luas puncak serupa dengan tinggi puncak. Suatu
teknik untuk mengukur luas puncak adalah dengan mengukur luas puncak sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W1/2 ). Tehnik ini hanya dapat digunakan untuk kromatografi yang simetris atau yang mempunyai bentuk serupa. Saat ini integrator elektronik telah banyak digunakan untuk mengukur luas puncak pada kromatografi cair kinerja tinggi dan pada kromatografi gas. Integrator digital mengukur luas puncak dan mengubahnya dalam bentuk angka (Johnson Stevenson, 1991 dan Rohman, 2007). Baik tinggi puncak maupun luasnya dapat dihubungkan dengan konsentrasi. Tinggi puncak mudah diukur, akan tetapi sangat dipengaruhi perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh variasi suhu dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas puncak dianggap merupakan parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif (Ditjen POM, 1995). Metode Kuantifikasi 1.
Metode baku eksternal Metode yang paling umum untuk menetapkan konsentrasi senyawa yang
tidak diketahui konsentrasinya dalam suatu sampel adalah dengan menggunakan plot kalibrasi menggunakan baku eksternal.
Universitas Sumatera Utara
2.
Metode baku internal Baku internal merupakan senyawa yang berbeda dengan analit, meskipun
demikian senyawa ini harus terpisah dengan baik selama proses pemisahan. Seringkali perlakuan sampel memerlukan tahapan-tahapan yang meliputi derivatisasi, ekstraksi, filtrasi, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan berkurangnya sampel. Jika baku internal ditambahkan pada sampel sebelum dilakukan preparasi sampel, maka baku internal dapat mengoreksi hilangnya sampel-sampel ini. Syarat-syarat suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku internal adalah: terpisah dengan baik dari senyawa yang dituju atau puncak-puncak lain; mempunyai waktu retensi yang hampir sama dengan analit; tidak terdapat dalam sampel; mempunyai kemiripan sifat-sifat dengan analit dalam tahapan-tahapan penyiapan sampel; tidak mempunyai kemiripan secara kimiawi dengan analit; tersedia dalam perdagangan dengan kemurnian tinggi; stabil dan tidak reaktif dengan sampel atau dengan fase gerak; mempunyai respon detektor yang hampir sama dengan analit pada konsentrasi yang digunakan (Johnson Stevenson, 1991 dan Rohman, 2007). 2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kromatogarfi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Kegunaan umum KCKT adalah untuk: pemisahan sejumlah senyawa organik,
anorganik,
maupun
senyawa
biologis,
analisis
ketidakmurnian
(impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: untuk menetapkan kadar senyawasenyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan proteinprotein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain - lain. 2.4.1 Jenis-jenis Kromatografi Menurut Johnson dan Stevenson (1991) dan Rohman (2007) jenis-jenis kromatografi yaitu: 1. Kromatografi Cair-Padat (LSC) Tehnik ini biasanya menggunakan fase diam silika gel atau alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika gel sebagai fase diamnya. Fase geraknya berupa pelarut non polar yang ditambah dengan pelarut polar seperti air atau alkohol rantai pendek untuk meningkatkan kemampuan elusinya sehingga tidak timbul pengekoran puncak, seperti n-heksana ditambah metanol. Jenis KCKT ini sesuai untuk pemisahan-pemisahan campuran isomer struktur dan untuk pemisahan solut dengan gugus fungsional yang berbeda. 2. Kromatografi Partisi (LLC) Kromatografi jenis ini disebut juga dengan kromatografi fase terikat. Kebanyakan fase diamnya adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon-hidrokarbon non polar seperti oktadesilsilana, oktilsilana, atau dengan fenil.
Universitas Sumatera Utara
Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilana (ODS atau C 18 ) dan kebanyakan pemisahannya adalah dengan fase terbalik. Sedangkan fase geraknya adalah campuran asetonitril atau metanol dengan air atau dengan larutan buffer. Kromatografi partisi (LLC), disebut “fase normal” bila fase diam lebih polar dari fase gerak dan “fase terbalik” bila fase gerak lebih polar dari fase diam. a.
Kromatografi fase normal Kromatografi fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak ini biasanya tidak polar. Dietil eter, benzen, hidrokarbon lurus seperti pentana, heksana, heptana maupun iso-oktana sering digunakan. Halida alifatis seperti diklorometana, dikloroetana, butilklorida dan kloroform juga digunakan. Umumnya gas terlarut tidak menimbulkan masalah pada fase normal. (Munson, 1991 dan Rohman, 2007) Fase diam yang digunakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 11. Jenis-jenis fase diam untuk tipe kromatografi fase normal b. Kromatografi fase terbalik Kromatografi fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan
elusi
menurun
dengan
meningkatnya
polaritas
pelarut.
Universitas Sumatera Utara
Kandungan utama fase gerak fase terbalik adalah air. Pelarut yang dapat campur dengan air seperti metanol, etanol, asetonitril, dioksan, tetrahidrofuran dan dimetilformamida ditambahkan untuk mengatur kepolaran fase gerak. Dapat ditambahkan pula asam, basa, dapar dan/atau surfaktan. Mutu air harus tinggi baik air destilasi maupun awamineral. Fase diam yang digunakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 12. Jenis-jenis fase diam untuk tipe kromatografi fase terbalik 3. Kromatografi penukar ion Tehnik ini tergantung pada penukaran (adsorpsi) ion-ion diantara fase gerak dan tempat-tempat berion dari kemasan. Kebanyakan resin-resin berasal dari polimer stiren divinilbenzen dimana gugus-gugus fungsinya telah ditambah. Resin-resin tipe asam sulfonat dan amin kuarterner merupakan jenis resin pilihan paling baik dan banyak digunakan. Keduanya, fase terikat dan resin telah digunakan. Tehnik ini dipakai secara luas dalam life sciences dan dikenal secara khas untuk pemisahan asam-asam amino. Tehnik ini dapat dipakai untuk keduanya, kation-kation dan anion-anion. 4. Kromatografi eksklusi (EC) Tehnik ini unik karena dalam pemisahan didasarkan pada ukuran molekul dari solut. Kemasan adalah suatu gel dengan suatu permukaan berlubang-lubang
Universitas Sumatera Utara
sangat kecil yang inert. Molekul-molekul kecil dapat masuk ke dalam jaringan dan ditahan dalam fase gerak yang menggenang. Molekul-molekul yang lebih besar tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan lewat melalui kolom tanpa ditahan. 5. Kromatografi Pasangan Ion (IPC) Kromatografi ini merupakan bentuk khusus dari kromatografi cair-cair yang digunakan untuk pemisahan senyawa atau cuplikan yang mengandung komponen ion dan non ion, seperti garam ammonium kuarterner, sulfonat, asam amino dan aminofenol. Kromatografi pasangan ion dilakukan dengan kondisi yang serupa dengan kondisi pada kromatografi fase balik yaitu dengan sistem pelarut campuran air dengan metanol atau asetonitril dan kolom seperti oktadesilsilana yang terikat pada silika. 2.4.2 Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi detektor kolom injektor pompa
oven data processor
Wadah solven
Gambar 5. Bagan alat KCKT 2.4.2.1 Wadah Fase gerak Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung tandon harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2.2 Pompa Untuk menggerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa harus mampu menghasilkan tekanan 6000 Psi pada kecepatan alir 0,1 – 10 ml/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor. 2.4.2.3 Injektor Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agar sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada tiga jenis dasar injektor, yaitu: a. Hentikan aliran/stop flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfer, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Tehnik ini bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi. b. Septum: Injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu, partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan. c. Katup putaran (loop valve): ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 6, tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari pada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara automatis
Universitas Sumatera Utara
(dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfer. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom.
Gambar 6. Tipe injektor katup putaran 2.4.2.4 Kolom Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok: •
Kolom analitik: diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis kemasan. Untuk kemasan pelikular, panjang yang lumrah adalah 50-100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, umumnya 10-30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm
•
Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm.
Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom tergantung pada mode kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2.5 Detektor Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacammacam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor spektrofotometer UV. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluorometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan. 2.4.2.7 Fase Gerak Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Johnson dan Stevenson, 1991; Munson, 1991 dan Rohman, 2007). Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari solven yang digunakan dalam semua mode kromatografi cair kinerja tinggi, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua solven.
Universitas Sumatera Utara
Fase gerak yang digunakan dalm KCKT harus murni, tidak ada pencemar/kontaminan; tidak bereaksi dengan pengemas; sesuai dengan detektor; melarutkan cuplikan; mempunyai viskositas rendah; mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan; tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas. Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4 persyaratan pertama adalah yang paling penting. Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut, karena udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise sehingga data tidak dapat digunakan (Johnson dan Stevenson, 1991 dan Rohman, 2007). 2.5 Uji Validasi Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameterparameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis. Parameter-parameter uji validasi antara lain : a. Akurasi (kecermatan) Merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar.
Universitas Sumatera Utara
b. Presisi (keseksamaan) Merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik. c. Batas deteksi (Limit of detection, LOD) Merupakan konsentrasi analit terkecil dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. d. Batas kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ) Merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Rohman, 2007). 2.6 Uraian Bentuk Sediaan Tablet Tablet merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau zat tambahan (Depkes RI, 1979). ediaan
tablet mempunyai keuntungan dibandingkan dengan bentuk
sediaan lainnya karena memberikan dosis yang tepat pada pemakaiannya, mudah pemakaian, cara pembuatannya sederhana, mudah pengemasan dan distribusinya. Pada pembuatan tablet biasanya diperlukan bahan-bahan lain sebagai bahan tambahan, seperti bahan pengisi, bahan pengikat, bahan pelicin, dan bahan pengembang (Hoover et al, 1985).
Universitas Sumatera Utara
Tablet dibuat dengan cara pengempaan campuran serbuk atau granul, semakin kuat tekanan pengempaan maka tablet akan menjadi lebih kompak karena permukaan partikel lebih rendah (Ansel, 1989). 2.7 Bahan tambahan dalam sediaan tablet Komposisi umum dari tablet adalah zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan pengikat dan bahan pelicin. Kadang-kadang dapat ditambahkan pewangi (flavoring agent), bahan pewarna (coloring agent), bahan pemanis dan bahan tambahan lain yang cocok (Ansel, 1989). 2.7.2 Bahan pengisi Bahan pengisi diperlukan bila dosis obat tidak cukup untuk membuat sediaan. Pada bahan obat yang berdosis cukup tinggi, bahan pengisi tidak diperlukan (misalnya aspirin, antibiotik tertentu). Bahan pengisi dapat juga ditambah karena alasan kedua yaitu untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran. Bahan pengisi yang umumnya digunakan adalah laktosa, sukrosa, mannitol, sorbitol, golongan amilum dan avicel (Soekemi, dkk, 1987). 2.7.2 Bahan pengikat Gunanya adalah untuk mengikat komponen-komponen tablet untuk dijadikan granul dengan ukuran yang sama dan bentuk yang spheris setelah dipaksakan melewati ayakan. Dengan adanya bahan pengikat, komponen tablet akan mudah dibentuk menjadi granul, sehingga akan memudahkan pencetakan. Bahan-bahan yang sering digunakan sebagai bahan pengikat yaitu amilum, gelatin, akasia, Na alginat, sukrosa dan golongannya, CMC, Veegum dan lain-lain (Soekemi, dkk, 1987).
Universitas Sumatera Utara
2.7.3 Bahan pengembang Ditambahkan untuk memecahkan tablet menjadi partikel-partikel kecil sehingga luas permukaan diperbesar dan absorpsi dipermudah. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai pengembang yaitu amilum, gom, derivat sellulosa, alginat, dan lain-lain. 2.7.4 Bahan pelicin Ditambahkan dengan maksud meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi, mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi pergesekan antara butir-butir granul, mempermudah pengeluaran tablet dari die. Bahan pelicin yang umumnya digunakan adalah talkum dan metalik stearat seperti Mg atau Ca stearat (Soekemi, dkk, 1987).
Universitas Sumatera Utara