BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Obat Menurut Dirjen POM (2012) Obat adalah semua sediaan untuk
penggunaan manusia dengan tujuan memulihkan atau mengetahui kondisi fisiologis atau patologis untuk kebaikan pengguna sediaan
2.2
Bahan Baku Adalah semua bahan, baik bahan aktif obat dan eksipien, yang berubah
atau tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut akan tertinggal didalam produk ruahan. Menurut Dirjen POM (2012), bahan aktif obat adalah tiap bahan atau campuran bahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat akan menjadi zat aktif obat tersebut. Bahan tersebut bertujuan untuk menghasilkan khasiat farmakologi atau memberikan efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh. Formulasi pembuatan tablet vitamin B kompleks yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma Plant. Medan R/
Thiamin mononitrat 2 mg Ribofalvina
2 mg
Piridoksina
2 mg
Nikotinamide
20 mg
Kalsium Pantotenat
10 mg
Bobot vitamin B kompleks 100 mg.
2.3
Pengawasan Dan Pemeriksaan Mutu Bahan Baku Pengawasan mutu secara keseluruhan berhubungan untuk menghasilkan
produk yang sempurna, untuk mencegah atau mengurangi kesalahan pada tiap tahap produksi. Meskipun tanggung jawab pengawasan mutu pada prinsipnya ada ditangan seorang pengawas mutu, namun diperlukan kerjasama yang baik. Mutu harus dijaga mulai dari perencanaan terhadap produk, termasuk perencanaan terhadap bangunan, ruang-ruang, ventilasi, kebersihan, dan sanitasi lingkungan. Produk dan rencana pelaksanaan dimulai dengan penelitian pengembangan, yang meliputi praformulasi, berbagai sifat fisika, kimia, efekterapetik, dan toksisitas, dari bahan tersebut. Harus pula dipertimbangkan bahnnya, proses yang sedang berjalan dan kontrol produksi, pengawasan serta sediaan akhir. Serta menjaga kestabilan obat, bebas dari kontaminasi bakteri, bagaimana cara penyimpanan yang baik, wadah serta label dan cara penutupan yang baik (Lieberman, 1994). Spesifikasi yang baik mengenai bahan baku harus ditulis secara lengkap, menggunakan istilah yang tepat, mencantumkan metode pengujian secara terperinci, jenis alat dan cara sampling yang digunakan, dan harus diidentifikasi dengan benar. Seperti daftar uji umum, batas, dan data fisika serta kimia lainnyan untuk bahan baku sehubungan dengan identitas, kemurnian, kekuatan, dan mutu (Lieberman, 1994).
2.4
Uraian vitamin Yang dimaksudVitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan
oleh tubuh dalam jumlah sangat kecil, dan harus didapatkan dari luar tubuh, karena tidak dapat disintesa atau dibentuk oleh tubuh sendiri. Vitamin ada yang larut dalam air dan larut dalam lemak. Vitamin yang larut dalam air seperti vitamin C dan B komplek, sedangkan vitamin yang larut dalam lemak yakni vitamin A (retinol), vitamin D (kalsiferol), vitamin E (tokoferol), dan vitamin K (quinonon) (Mitayani, 2010). 2.4.1
Fungsi Vitamin Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi,
pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau sebagai bagian dari enzim. (Mitayani, 2010). 2.4.2 Vitamin B1 Rumus Bangun
:
Rumus Molekul
: C12H17N5O4S
Berat Molekul
: 327,36
Pemerian
: Hablur atau serbuk putih biasanya mempunyai bau khas lemah
Kelarutan
: Agak sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform
Identifikasi
: Hasil sesuai referensi dengan standart
Timbul warna kuning pH
: 6,0 – 7,5 (Dirjen POM, 1995).
2.5 Uji Mutu Bahan Baku Thiamin Mononitrat antara lain
2.5.1 Pemerian Pemerian paparan mengenai sifat zat yang diuraikan secara umum meliputi wujud, rupa, warna, rasa, bau, dan untuk beberapa hal dilengkapi dengan sifat kimia atau sifat fisiknya, dimaksudkan untuk dijadikan petunjuk dalam pembuatan, peracikan dan penggunaan, disamping juga berguna untuk membantu pemeriksaan pendahuluan dalam pengujian. Karena itu, pernyataan yang terdapat didalamnya tidak cukup kuat dijadikan syarat baku (Dirjen POM, 1979). 2.5.2 Kelarutan Kelarutan untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam pengertian umum kadang kadang perlu digunakan, tanpa mengindahkan perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan kelarutan yang tertera pada kelarutan dalam etanol merupakan syarat baku obat yang bersangkutan (Dirjen POM, 1979). 2.5.3 Identifikasi Identifikasi dinyatakan mengikat walaupun cara pengujiannya tidak cukup kuat digunakan untuk mengenal obat secara pasti. Uji kualitatif ataupun uji kuantitatif yang dimuat dalam farmakope indonesia cara yang dapat memberikan hasil yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan bagi masing-masing obat (Dirjen POM, 1979).
2.5.4 pH Yang dimaksud pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH
meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai seperti elektrode kalomel atau elektrode perak-perak klorida (Dirjen POM, 1995). Perlu ditekankan disini bahwa defenisi pH, skala pH, dan harga yang ditunjukkan oleh larutan dapar untuk pembakuan ditujukan untuk memproleh sistem operasional yang praktis, sehingga hasil dapat dibandingkan antar laboratorium. Harga pH yang diukur disini tidak persis sama dengan yang diproleh dengan defenisi klasik, bahwa pH= -log [H+ ] dalam air. Jika pH larutan yang diukur mempunyai komposisi yang cukup mirip dengan larutan dapar yang digunakan untuk pembakuan, pH yang diukur mendekati pH teoritis. Meskipun tidak ditegaskan hubungan pengukuran kesesuaian sistem untuk aktivitas atau kadar ion hidrogen , harga yang diproleh mendekati aktivitas ion hidrogen dalam air (Dirjen POM, 1995). Jika pH meter dibakukan menggunakan larutan dapar dalam air, kemudian digunakan untuk mengukur ”pH” larutan atau suspensi dalam pelarut bukan air, maka tetapan pengionan dari asam atau basa, tetapan dielektrik dari medium, potensial sambungan cairan (yang dapat memberikan kesalahan lebih kurang 1 unit pH), dan respons ion hidrogen dari elektrode kaca, semua akan berubah. Oleh karena itu, harga yang diproleh dengan larutan yang sifatnya hanya mengandung
sebagian air, dapat dianggap hanya sebagai harga pH. Keasaman dapat diukur seksama menggunakan elektrode dan instrumen yang dibakukan (Dirjen POM, 1995). Larutan Dapar Untuk Pembakuan pH Meter Larutan dapar untuk pembakuan buat menurut petunjuk sesuai tabel. Simpan dalam wadah tahan bahan kimia, tertutup rapat, sebaiknya dibuat dengan interval tidak lebih dari 3 bulan. pH dari larutan dapar sebagai fungsi dari suhu. Untuk memudahkan, petunjuk diberikan dengan pengenceran hingga volume 1000 mL, bukan dengan menyebutkan penggunaan 1000 g pelarut yang merupakan dasar sistem molalitas dari kadar larutan. Jumlah yang disebutkan tidak dapat secara sederhana diperhitungkan tanpa informasi tambahan (Dirjen POM, 1995). Untuk pembakuan pH meter, pilih 2 larutan dapar untuk pembakuan yang mempunyai perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit dan sedemikian rupa sehingga pH larutan uji diharapkan terletak diantaranya. Isi sel dengan salah satu larutan dapar untuk pembakuan pada suhu yang larutan ujinya akan diukur. Pasang kendali suhu pada suhu larutan, dan atur kontrol kalibrasi untuk membuat pH identik dengan yang tercantum. Bilas elektrode dan sel beberapa kali dengan larutan dapar untuk pembakuan yang kedua, kemudian isi sel dengan larutan tersebut pada suhu yang sama dengan larutan uji. Atur ”kemiringan” atau ”suhu” hingga pH sesuai. Ulangi pembakuan hingga kedua larutan dapar untuk pembakuan memberikan harga pH tidak lebih dari 0,02 unit pH dari harga yang tertera dalam tabel, tanpa pengaturan lebih lanjut dari pengendali. Jika sistem telah berfungsi dengan baik, bilas elektrode dan sel beberapa kali dengan larutan
uji, isi sel dengan sedikit larutan uji dan baca harga pH. Gunakan air bebas karbon dioksida P untuk pelarutan atau pengenceran larutan uji. Jika hanya diperlukan harga pH perkiraan dapat digunakan indikator dan kertas indikator (Dirjen POM, 1995). 2.5.5
Susut Pengeringan
Prosedur ini digunakan untuk penetapan jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu. Untuk zat yang diperkirakan mengandung air sebagai satu-satunya bahan mudah menguap, cara yang terdapat pada penetapan kadar air sudah memadai dan dicantumkan dalam masing-masing monografi, lakukan penetapan menggunakan 1sampai 2 gram. Apabila zat uji berupa hablur besar, gerus secara cepat hingga ukuran partikel lebih kurang 2 mm. Tara botol timbang dangkal bersumbat kaca yang telah dikeringkan selama 30 menit pada kondisi seperti yang akan digunakan dalam penetapan. Masukkan zat uji kedalam botol beserta isinya. Perlahan-lahan dengan menggoyang, ratakan zat uji sampai setinggi lebih kurang 50 mm dan dalam hal zat ruahan tidak lebih dari 10 mm. Masukkan kedalam oven. Panaskan zat uji pada suhu dan waktu tertentu seperti yang tertera pada monografi (Dirjen POM, 1995). Jika zat uji melebur pada suhu lebih rendah dari suhu yang ditetapkan untuk penetapan susut pengeringan, biarkan botol beserta isinya selama 1 jam hingga 2 jam pada suhu 5º hingga 10º dibawah suhu lebur, kemudian keringkan pada suhu yang telah ditetapkan (Dirjen POM, 1995).
Jika contoh yang diujiberupa kapsul, gunakan sejumlah campuran isi dari tidak kurang dari 4 kapsul. Jika contoh diuji berupa tablet, gunakan serbuk tablet tidak kurang dari 4 tabletyang diserbukhaluskan (Dirjen POM, 1995). Jika dalam monografi susut pengeringan ditetapkan dengan analisis termogravimetri, gunakan timbangan analitik yang peka (Dirjen POM, 1995). Jika dalam monografi ditetapkan pengeringan dalam hampa udara diatas zat pengering, gunakan sebuah desikator vakum atau pistol pengering vakum atau alat pengering vakum lain yang sesuai (Dirjen POM, 1995). Jika pengeringan dilakukan dalam desikator; lakukan penanganan khusus untuk menjamin zat pengering tetap efektif dengan cara menggantinya sesering mungkin (Dirjen POM, 1995).
2.6 Beri – Beri Defisiensi vitamin B1, yang dikenal sebagai beri-beri, terlihat terutama pada masyarakat Asia Tenggara, yang menu makanannya tidak seimbang karena terutama terdiri dari beras giling. Gejala beri-beri, adalah gangguan neurologik (kelemahan, lumpuh, neuritis yang nyeri), diare, hilang nafsu makan, dermatitis dan anemia. Semua gejala ini terutama akibat penimbunan piruvat dan laktat (Nogrady, 1992). Pada akhirnya otot betis dan otot paha akan mengecil (atrofi) dan timbul footdrop dan toedrop (keadaan dimana kaki atau jari-jari kaki tergantung timpang dan tidak dapat diangkat). Hal ini terjadi karena saraf-saraf dan otot-otot tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Bisa juga terjadi wristdrop. Gejala awalnya berupa kelainan mental, laringitis dan penglihatan ganda. Selanjutnya penderita
akan mengarang-ngarang kejadian dan pengalaman untuk kekosongan ingatannya (konfabulasi) (Kristanti, 2010). Kelainan saraf (beri-beri kering) dimulai dengan sebagai: •
Sensasi rangsangan (seperti tertusuk jarum) di jari-jari kaki
•
Sensasi panas terbakar dikaki terutama memburuk pada malam hari
•
Kejang otot betis
•
Nyeri pada tungkai dan kaki
Kelainan jantung (beri-beri basah) ditandai oleh: •
Tingginya curah jantung
•
Denyut jantung yang cepat
•
Pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan kulit menjadi hangat dan lembab.
Karena kekurangan vitamin B1, jantung tidak dapat mempertahankan curah jantung yang tinggi dan dapat terjadi kegagalan jantung, dimana ditemukan: •
Pelebaran vena-vena
•
Sesak napas
•
Penahanan cairan di paru-paru dan jaringan perifer (Kristanti, 2010).
2.6.1 Indikasi Lingkup indikasi meliputi, selain gejala beri-beri, yang praktis terjadi dinegara barat ialah keadaan defisiensi yang disebabkan oleh kebutuhan vitamin B1 yang meningkat. Hal ini berlaku misalnya untuk para pecandu minuman alkohol. Karena kaitannya yang erat dengan metabolisme karbohidrat, kebutuhan akan vitamin B1 meningkat pada penggunaan makanan yang kaya karbohidrat. Sediaan dalam perdagangan yang mengandung vitamin B1 sebagai tiami-kloridahidroklorida adalah antara lain Benerva®, Betabion®. Sediaan multivitamin yang
mengandung tiamin Neurobion® diberikan pada neuralgia dan neuritis (Kosasih, 1990). 2.6.2 Farmakologi Kekurangan vitamin B1 yang berat menyatakan diri sebagai: -
Kelemahan otot dan gejala kelumpuhan
-
Gangguan fungsi jantung (kerusakan miokardium dan bradikardia) serta udem
-
Gangguan neurologik seperti kemampuan prestasi mental yang berkurang dan kebingungan (Kosasih, 1990).
2.7 Metode Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri Ultraviolet Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Keunggulan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih lebih terseleksi dan ini diproleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar, 2010). Pengukuran serapan dapat dilakukan pada daerah ultraviolet (panjang gelombang 190 nm -
380 nm)
atau pada daerah cahaya tampak (panjang
gelombang 380 nm – 780 nm). Meskipun spektrum pada daerah ultraviolet dan
daerah cahaya tampak dari suatu zat tidak khas, tetapi sangat cocok untuk penetapan kuantitatif, dan untuk beberapa zat berguna untuk membantu identifikasi (Dirjen POM, 1979). 2.7.1 Asas Kerja Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan terlihat tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektra ultraviolet terlihat dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat transisi-transisi diantara tingkatantingkatan tenaga elektronik. Pemisahan tenaga yang paling tinggi diproleh bila elektron-elektron dalam ikatan –π tereksitasi menimbulkan serapan dalam daerah dari 120 hingga 200 nm. Daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet vakum dan relatif tidak banyak memberikan keterangan.Diatas 200 nm eksitasi elektron dari orbital-orbital p dan d dan orbital π segera dapat diukur dan spektra yang diproleh memberikan banyak keterangan.Dalam praktek, spektrofotometri ultraviolet digunakan terbatas pada sistem-sistem terkonjugasi (Sastrohamidjojo, 2010). 2.7.2 Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Pada data kualitatif yang diproleh adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut. Yang kesemuanya itu dapat diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan (Rohman, 2007). Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan
jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat terjadi jika foton/ radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan (Rohman, 2007). 2.7.3 1.
Instrumen Spektrofotometer Ultraviolet Sumber Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu wolfram.
Arus cahaya tergantung pada tegangan lampu. Lampu hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah UV. Kebaikan lampu wolfarm adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Untuk memproleh tegangan yang stabil dapat digunakan transformator. Jika potensial tidak stabil, kita akan mendapatkan energi yang bervariasi. Untuk mengompensasi hal ini maka dilakukan pengukuran transmitan larutan sampel selalu disertai larutan pembanding (Khopkar, 2010). 2.
Monokromator Digunakan untuk memproleh sumber, sinar yang monokromatis. Alatnya dapat
berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan panjang gelombang yang diinginkan (Khopkar, 2010). 3.
Sel absorpsi Pada pengukuran didaerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat
digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa
karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang bertutup untuk pelarut organik. Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragam keseluruhannya (Khopkar, 2010). 4.
Detektor Peranan detektor penerima adalah memberikan respons terhadap cahaya pada
berbagai panjang gelombang (Khopkar, 2010).
2.7.4
Hukum Lambert – Beer Hubungan antara serapan radiasi dan panjang jalan melewati medium yang
menyerap mula – mula dirumuskan oleh Bouguer (1729), meskipun kadang – kadang dikaitkan kepada Lambert (1768). Hukum Bouguer dan hukum Beer mudah digabungkan menjadi suatu rumus yang nyaman. Kita pelajari bahwa dalam mempelajari efek konsentrasi yang berubah – ubah terhadap absorpsi, panjang jalan melewati larutan dijaga agar konstan, namun hasil-hasil yang diukur akan bergantung pada besarnya nilai konstan itu. Dengan perkataan lain, hukum Beer seperti tertulis k4 = f(b). Serupa pula hukum bouguer, dengan k2 = f(c). Substitusi hubungan mendasar ini kedalam hukum Bouguer dan hukum Beer memberikan:
log =
𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃 = 𝑓𝑓. 𝑐𝑐. 𝑏𝑏 log = = 𝑓𝑓. 𝑏𝑏. 𝑐𝑐 𝑃𝑃 𝑃𝑃
Bouguer
Beer
Kedua hukum itu harus berlaku serempak pada sebarang titik, jadi f.c.b = f.b. c
Keterangan: P0/p
: absorban (serapan)
f/a
: absorptivitas
c
: konsentrasi
b
: tebal kuvet (Day, 2002). Absorptivitas (f/a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada
konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi.Satuan a ditentukan oleh satuan c, jika satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar disimbolkan dengan ε yang satuannya M-1cm-1.Jika c dinyatakan dengan persen berat/volume (g/100mL) maka absorptivitas dapat ditulis dengan E dan juga seringkali ditulis dengan A (Rohman, 2007). Absorpsi energi direkam sebagai absorbans (bukan transmitan seperti dalam spektra inframerah). Absorban pada suatu panjang gelombang tertentu didefenisikan sebagai:
dengan A= absorbans
A = 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙
𝐼𝐼𝐼𝐼 𝐼𝐼
Io= intensitas berkas cahaya rujukan (cahaya awal) I = intensitas berkas cahaya contoh (cahaya yang ditransmisikan setelah melewati sampel) (Fessenden, 1982)