BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
2.1 Sistem Pengendalian Manajemen Ada banyak pengertian tentang sistem pengendalian manajemen yang diuraikan para pakar. Anthony (2005) menyatakan bahwa suatu sistem merupakan suatu cara tertentu dan bersifat repetitif untuk melaksanakan suatu atau sekelompok aktivitas. Sistem memiliki karakteristik berupa rangkaian langkahlangkah yang berirama, terkoordinasi, dan berulang, yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pengendalian telah mengalami perkembangan definisi dari masa ke masa, yang cukup popular adalah pendapat Usury dan Hammer (1994:5) yang berpendapat bahwa “Controlling is management’s systematic efforts to achieve objectives by comparing performances to plan and taking appropriate action to correct important differences” yang artinya pengendalian adalah sebuah usaha sistematik dari manajemen untuk mencapai tujuan dengan membandingkan kinerja dengan rencana awal kemudian melakukan langkah perbaikan terhadap perbedaan-perbedaan penting dari keduanya. Namun secara sederhana pengendalian dapat diartikan sebagai proses penyesuaian pergerakan organisasi dengan tujuannya. Pengendalian
manajemen
merupakan
proses
dimana
para
manajer
mempengaruhi anggota organisasi lainnya untuk mengimplementasikan strategi organisasi (Anthony & Govindarajan, 2005: 8). Robert Anthony (dalam Mahmudi 2007) mengartikan sistem pengendalian manajemen sebagai suatu proses untuk
memastikan bahwa sumber daya diperoleh dan digunakan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk memahami suatu sistem pengendalian manajemen dibutuhkan suatu pengetahuan tentang lingkungan pengendalian manajemen dalam suatu organisasi dan proses pengendalian manajemen. Menurut Anthony dan Govindarajan (2005: 17-18), lingkungan pengendalian menggambarkan tentang lingkungan dan pengendalian manajemen tersebut berlangsung atau lingkungan dimana sistem itu berada, yaitu meliputi karakteristik organisasi yang mempengaruhi proses pengendalian manajemen, dengan fokus utama pada perilaku individu dalam organisasi dan penugasan tanggung jawab keuangan kepada sub unit organisasi yang berbeda (pusat pertanggungjawaban). Karakteristik organisasi dapat berupa struktur organisasi atau keselarasan tujuan (goal congruence). Pentingnya sistem pengendalian manajemen dilaksanakan oleh organisasi karena sistem pengendalian manajemen mempengaruhi perilaku manusia. Sistem pengendalian yang baik berpengaruh pada cara manapun tujuannya artinya tindakan individu untuk meraih tujuantujuan pribadinya juga akan membantu dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi (Anthony & govindarajan, 2002: 55). Dengan adanya suatu sistem itu pula berbagai ragam aktivitas dapat terkoordinir dan terarah menuju satu tujuan bersama. 2.2 Unsur Pengendalian Manajemen Menurut pengendalian pengendalian.
(halim,2004) terdapat dua unsur yang penting dalam sistem manajemen
yaitu
lingkungan
pengendalian
dan
proses
1. Lingkungan pengendalian manajemen Dalam proses pengendalian manajemen dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Dua aspek penting dari lingkungan tersebut adalah eksternal dan internal. Faktor internal dalam hal ini adalah struktur organisasi, struktur program, struktur rekening, faktor administratif, faktor perilaku, dan faktor budaya. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pengendalian manajemen yang meliputi perilaku organisasi dan pusat-pusat pertanggungjawaban. 2. Proses pengendalian manajemen Tahap-tahap dalam proses pengendalian manajemen antara lain (Mahmudi,2007): a. Perumusan Strategi Tahap perumusan strategi sangat penting, karena kesalahan dalam merumuskan strategi akan berakibat kesalahan arah organisasi. Penentuan arah dan tujuan dasar organisasi merupakan bentuk perumusan strategi yang kemudian diwujudkan dalam visi, misi, tujuan dan nilai dasar organisasi. Perwujudan visi, misi, tujuan dan nilai dasar sebaiknya melibatkan semua anggota organisasi dari level atas sampai level bawah. b. Perencanaan Srategik Perencanaan strategik merupakan aktivitas untuk melahirkan program-program baru yang dapat berupa rencana strategik, sasaran strategik, inisiatif strategik dan target. Rencana strategik merupakan hasil penerjemahan visi, misi, tujuan, nilai dasar dan strategi ke dalam rencana organisasi. Sasaran strategik merupakan hasil penerjemahan strategi ke dalam sasaran-sasaran yang hendak dicapai organisasi dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasi.
Target merupakan tonggak-tonggak yang digunakan untuk mengetahui tingkat pencapaian strategi. c. Pembuatan Program Tahap pembuatan program merupakan tahap yang dilakukan setelah perencanaan strategik. Rencana-rencana strategik, sasaran-sasaran strategik, dan inisiatif strategik merupakan rerangka konseptual yang harus dijabarkan dalam bentuk program-program. Program merupakan rencana kegiatan dan aktivitas yang dipilih untuk mewujudkan sasaran strategik tertentu beserta sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakannya. d. Penganggaran Program-program yang telah ditetapkan harus dikaitkan dengan biaya. Biaya program tersebut merupakan gabungan dari biaya aktifitas untuk melaksanakan program. Secara agregatif biaya seluruh program tersebut akan diringkas dalam bentuk anggaran. Selain anggaran biaya, dibuat juga anggaran pendapatan dan anggaran investasi (modal) untuk melaksanakan program. e. Implementasi Setelah anggaran ditetapkan, tahap selanjutnya adalah implementasi anggaran. Selama tahap implementasi, manajer bertanggungjawab untuk memonitor pelaksanaan kegiatan dan bagian akuntansi melakukan pencatatan atas penggunaan anggaran (input) dan output-nya dalam sistem akuntansi keuangan. Pencatatan penggunaan sumber daya penting digunakan sebagai dasar dalam penentuan program tahun yang akan datang.
f. Pelaporan Kinerja Pada tahap implementasi bagian akuntansi melakukan proses pencatatan, penganalisaan, pengklasifikasian, peringkasan dan pelaporan transaksi atau kejadian ekonomi yang berkaitan dengan keuangan. Informasi akuntansi tesebut akan disajikan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut merupakan salah satu bentuk pelaporan kinerja sektor publik, terutama kinerja finansial. Pelaporan kinerja keuangan yang dihasilkan dalam sistem informasi akuntansi harus dilengkapi dengan informasi mengenai kinerja nonkeuangan. g. Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja harus memiliki manfaat utama bagi pihak internal dan eksternal. Laporan kinerja bagi pihak internal digunakan sebagai alat pengendalian manajemen untuk menilai kinerja manajemen dan staf. Sedangkan untuk pihak eksternal, laporan kinerja berfungsi sebagai alat pertanggungjawaban organisasi. h. Umpan Balik Tahap akhir setelah dilakukan evaluasi kinerja adalah pemberian umpan balik. Tahap ini dilakukan sebagai sarana untuk melakukan tindak lanjut atas prestasi yang dicapai. Pemerintah sebagai organisasi sektor publik juga melaksanakan pengendalian manajemen untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai, semua sumber daya yang dimiliki organisasi digunakan untuk menghasilkan outcome. Dengan diberlakukannya konsep manajemen kinerja, maka berlaku pula
pengendalian
manajemen,
karena
didalam
manajemen
kinerja
terdapat
pengukuran kinerja dan evaluasi. Jadi, ketika tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran organisasi riil dengan yang dikonsepkan berbeda, maka organisasi akan melakukan evaluasi. 2.3 Pengertian Kinerja Menurut Mahsun, dkk (2007:157) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Menurut PP 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, kinerja adalah keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Kinerja
adalah
gambaran
pencapaian
pelaksanaan
suatu
kegiatan/
program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi (Bastian, 2006:274). Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil kinerja suatu instansi dan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai visi dan misi organisasi. 2.4 Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk info atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan) hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan dan efektivitas tindakan dalam pencapaian tujuan (Robertson, 2002 dalam Mahsun, 2007:157). Sementara menurut Lohman (2003) pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang didasarkan dari tujuan strategis organisasi. Menurut Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian (assessment) yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Sementara itu menurut Mardiasmo dan Ulum (2002,2004) menyatakan bahwa pengukuran kinerja adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalu alat
ukur finansial dan non
finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system.
2.5 Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja Tujuan sistem pengukuran kinerja menurut Mardiasmo (2002:122) yaitu sebagai berikut : 1. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik. 2. Untuk mengukur kinerja financial maupun non-financial secara berimbang sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian strategi. 3. Untuk mnengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence (keselarasan tindakan dalam pencapaian tujuan organisasi). 4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional. 2.6 Manfaat Pengukuran Kinerja Sektor Publik Ada beberapa alasan sehingga pengukuran kinerja sektor publik sangat penting sebagai strategi untuk memperkuat daya kompetensi sektor publik (Robinson, 2002 dalam Harun 2009:73). Beberapa alasan tersebut, yaitu : 1. Sebagai fasilitas pembelajaran untuk perbaikan layanan. Hasil dari pengukuran kinerja ini dapat dipergunakan sebagai data awal bagi perbaikan pelayanan. 2. Sebagai pembelajaran memperbaiki praktik manajemen. Dengan adanya data pengukuran kinerja sektor publik ini, maka manajemen mempunyai kesempatan dalam mempelajari penerapan atas aktivitas yang mereka rekomendasikan.
3. Sebagai alat pelaporan akuntabilitas dan transparansi. Data pengukuran kinerja sektor publik ini dapat membantu manajemen supaya memperhatikan pembelanjaan dana publik beserta prestasi yang telah dicapai. Menurut BPKP (2000) menyatakan bahwa manfaat pengukuran kinerja baik untuk internal maupun eksternal organisasi sektor publik antara lain sebagai berikut (Mahsun, dkk, 2007:164) : a. Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja. b. Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati. c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja. d. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati. e. Menjadi alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi. f. Mengidentifikasikan apakah kepuasaan pelanggan sudah terpenuhi. g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah. h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif. i. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan. j. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi.
Selain itu ada beberapa manfaat pengukuran kinerja yang lain (mardiasmo, 2002:122), yaitu : a. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen. b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan. c. Untuk
memonitor
dan
mengevaluasi
pencapaian
kinerja
dan
membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja. d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara obyektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati. e. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi. f. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi. g. Membantu pemahaman proses kegiatan instansi pemerintah. h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif. 2.7 Elemen Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun (2007:158) dalam pengukuran kinerja sektor publik terdapat beberapa elemen, yaitu : 1. Menetapkan Tujuan, Sasaran dan Strategi Organisasi Tujuan yang dimaksud adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai oleh suatu organisasi. Sedangkan sasaran merupakan pencapaian tujuan organisasi yang disertai dengan batasan waktu tertentu. Kemudian strategi
adalah cara atau teknik yang digunakan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran tersebut. 2. Merumuskan indikator dan Ukuran Kinerja Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Indikator kinerja dapat berbentuk keberhasilan utama atau indikator kunci. Keberhasilan utama ini adalah dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial maupun non finansial pada kondisi waktu tertentu. Kemudian indikator kunci merupakan sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun non financial. Sedangkan ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. 3. Mengukur Tingkat Ketercapaian Tujuan dan Sasaran-sasaran Organisasi Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi
adalah
membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. Dalam analisis ini dapat menghasilkan penyimpangan positif yaitu : a. Penyimpangan Positif Pelaksanaan kegiatan sudah berhasil atau melampaui indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. b. Penyimpangan Negatif Pelaksanaan kegiatan belum mencapai indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan.
c. Penyimpangan Nol Pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai atau sudah sama dengan indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. 4. Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Informasi pencapaian kinerja dapat dijadikan: a. Feedback Hasil dari pengukuran atas pencapaian kinerja digunakan manajemen atau pengelola
organisasi
untuk
memperbaiki
kinerjanya
pada
periode
selanjutnya. Selain itu juga sebagai salah satu alasan dalam pemberian reward and punishment terhadap manajer dan anggota organisasi. b. Penilaian Kemajuan Organisasi Pengukuran kinerja yang dilakukan pada periode tertentu sangat bermanfaat untuk menilai kemajuan yang telah dicapai oleh suatu organisasi. Dengan membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan organisasi. Apabila dalam suatu periode, kinerja yang dicapai lebih rendah daripada periode sebelumnya,
maka
perlu
diidentifikasi
dan
menemukan
sumber
penyebabnya serta mencari solusinya. c. Meningkatkan
Peningkatan
Kualitas
Pengambilan
Keputusan
dan
Akuntabilitas. Dalam pengukuran kinerja ini dapat memberikan informasi yang sangat berguna dalam pengambilan keputusan manajemen maupun stakeholders.
Selain itu informasi pengukuran kinerja mampu menilai keberhasilan manajemen dalam mengelola dan mengurus suatu organisasi serta membantu dalam pengambilan keputusan yang bersifat ekonomis dan strategis.
Rencana Strategis
Pengukuran Kinerja
Implementasi
Evaluasi Kinerja
Sumber : Mahsun (2007:160) Gambar 1 Skema Pengukuran Kinerja 2.8 Aspek-aspek Pengukuran Kinerja Menurut mahsun (2007:32) dalam pengukuran Kinerja menggunakan metode value for money, terdapat aspek-aspek pengukuran kinerja yang terdiri atas : 1. Kelompok masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. 2. Kelompok proses (proces) adalah ukuran kegiatan, dari segi kecepatan, ketepatan maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut. 3. Kelompok keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible).
4. Kelompok hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung. 5. Kelompok manfaat (benefit) adalah sesuatu yang berkaitan dengan tujuan akhir pelaksanaan kegiatan. 6. Kelompok dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif. 2.9 Indikator Kinerja Sektor Publik Menurut lohman (2003) indikator kinerja adalah suatu variabel yang digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif efektivitas dan efisiensi proses atau operasi dengan berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi. Sedangkan menurut (Indra, 2006:267) Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes), manfaat (benefits), dan dampak (impacts). Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu indikator kinerja menurut Bastian (2006 : 267) adalah : 1. Spesifik, jelas, dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi. 2. Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama. 3. Relevan indikator kinerja harus menangani aspek objektif yang relevan.
4. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan masukan, proses keluaran, hasil, manfaat, serta dampak. 5. Harus
cukup
fleksibel
dan
sensitif
terhadap
perubahan/penyesuaian
pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan. 6. Efektif data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia. 2.10 Pengertian Akuntanbilitas Dalam pengertian yang sempit akuntanbilitas dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban yang mengacu pada kepada siapa organisasi (atau pekerja individu) bertanggung jawab dan untuk apa organisasi (pekerja individu) bertanggung jawab (mahsun, 2007:83). Akuntabilitas Kinerja adalah perwujudan kewajiban
suatu
instansi
pemerintah
untuk
mempertanggungjawabkan
keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuantujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik. (inpres7:1999). Sedangkan dalam pengertian luas akuntanbilitas dapat dipahami sebagai kewajiban
pihak
pemberi
amanah
(agent)
untuk
memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horisontal. Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi,
misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR. Pertanggungjawaban horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas. Adapun menurut Rasul (2002:11) Dimensi akuntabilitas ada 5 yaitu : 1. Akuntabilitas hukum dan kejujuran (accuntability for probity and legality) Akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam organisasi, sedangkan akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, korupsi dan kolusi. Akuntabilitas hukum menjamin ditegakkannya supremasi hukum, sedangkan akuntabilitas kejujuran menjamin adanya praktik organisasi yang sehat. 2. Akuntabilitas manajerial Akuntabilitas manajerial yang dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance accountability) adalah pertanggungjawaban untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien. 3. Akuntabilitas program Akuntabilitas program juga berarti bahwa program-program organisasi hendaknya merupakan program yang bermutu dan mendukung strategi dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Lembaga publik harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan program.
program
yang
telah
dibuat
sampai
pada
4. Akuntabilitas kebijakan Lembaga-lembaga
publik
hendaknya
dapat
mempertanggungjawabkan
kebijakan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak dimasa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu dilakukan. 5. Akuntabilitas financial Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembaga lembaga publik untuk menggunakan dana publik (public money) secara ekonomis, efisien dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi. Akuntabilitas financial ini sangat penting karena menjadi sorotan utama masyarakat. Akuntabilitas ini mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja financial organisasi kepada pihak luar. Sedangkan menurut Ellwood (1993) ada 4 dimensi akuntabilitas yaitu: 1. Akuntabilitas kejujuran dan hukum. Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. 2. Akuntabilitas proses. Akuntabilitas proses terkait dengan prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas, kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur administrasi.
3. Akuntabilitas program. Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang akan ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang maksimal dengan biaya yang minimal. 4. Akuntabilitas kebijakan. Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan yang telah diambil, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas. 2.11 Aspek-Aspek Akuntabilitas Ada beberapa aspek-aspek akuntanbilitas menurut Rasul (2002: 17): 1. Akuntanbilitas berorientasi hubungan Akuntabitas adalah sebuah hubungan Akuntabilitas adalah komunikasi dua arah sebagaimana yang diterangkan oleh Auditor General Of British Columbia yaitu merupakan sebuah kontrak antara dua pihak. 2. Akuntabilitas Berorientasi Hasil Pada stuktur organisasi sektor swasta dan publik saat ini akuntabilitas tidak melihat kepada input ataupun output melainkan kepada outcome. 3. Akuntabilitas memerlukan pelaporan Pelaporan adalah tulang punggung dari akuntabilitas.
4. Akuntabilitas itu tidak ada artinya tanpa konsekuensi Kata kunci yang digunakan dalam mendiskusikan dan mendefinisikan akuntabilitas adalah tanggung jawab. Tanggung jawab itu mengindikasikan kewajiban dan kewajiban datang bersama konsekuensi 5. Akuntabilitas meningkatkan kinerja Tujuan dari akuntabilitas adalah untuk meningkatkan kinerja, bukan untuk mencari kesalahan dan memberikan hukuman. 2.12 Alat-alat Akuntabilitas Karena akuntabilitas memerlukan pelaporan, fokus dari alat akuntabilitas adalah pada pelaporan kinerja, baik perhatian maupun hasilnya. Alat-alat Akuntabilitas mencakup (mahmudi:2007): 1. Rencana Stratejik. Rencana stratejik adalah suatu proses yang membantu organisasi untuk memikirkan tentang sasaran yang harus diterapkan untuk memenuhi misi mereka dan arah apa yang harus dikerjakan untuk mencapai sasaran tersebut. Hal tersebut adalah dasar dari semua perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi kegiatan suatu organisasi. Manfaat dari Rencana Stratejik antara lain membantu kesepakatan sekitar tujuan, sasaran dan prioritas suatu organisasi, menyediakan dasar alokasi sumber daya dan perencanaan operasional, menentukan ukuran untuk mengawasi hasil, dan membantu untuk mengevaluasi kinerja organisasi.
2. Rencana Kinerja. Rencana kinerja menekankan komitmen organisasi untuk mencapai hasil tertentu sesuai dengan tujuan, sasaran, dan strategi dari rencana strategis organisasi untuk permintaan sumber daya yang dianggarkan. 3. Kesepakatan Kinerja. Kesepakatan kinerja didesain dalam hubungannya antara dengan yang melaksanakan pekerjaan untuk menyediakan sebuah proses untuk mengukur kinerja dan bersamaan dengan itu membangun akuntabilitas. 4. Laporan Akuntabilitas. Dipublikasikan tahunan laporan akuntabilitas termasuk program dan informasi keuangan, seperti laporan keuangan yang telah diaudit dan indikator kinerja yang merefleksikan kinerja dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan utama organisasi. 5. Penilaian Sendiri. Adalah proses berjalan dimana organisasi memonitor kinerjanya dan mengevaluasi kemampuannya mencapai tujuan kinerja, ukuran capaian kinerjanya dan tahapan-tahapan, serta mengendalikan dan meningkatkan proses itu. 6. Penilaian Kinerja. Adalah proses berjalan untuk merencanakan dan memonitor kinerja. Penilaian ini membandingkan kinerja aktual selama periode review tertentu dengan kinerja yang direncanakan. Dari hasil perbandingan tersebut, terdapat hal-hal
yang perlu diperhatikan, perubahan atas kinerja yang diterapkan dan arah masa depan bisa direncanakan. 7. Kendali Manajemen Akuntabilitas manajemen adalah harapan bahwa para manajer akan bertanggungjawab atas kualitas dan ketepatan waktu kinerja, meningkatkan produktivitas, mengendalikan biaya dan menekan berbagai aspek negatif kegiatan, dan menjamin bahwa program diatur dengan integritas dan sesuai peraturan yang berlaku. 2.13 Value For Money Menurut Ulum (2004:271) mengemukakan bahwa Value for Money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada 3 elemen utama yaitu: ekonomi, efesiensi, dan efektifitas. Sedangkan menurut Mahmudi (2005:89) pengukuran kinerja value for money adalah pengukuran kinerja untuk mengukur ekonomi, efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan, program, dan organisasi. 1. Ekonomi Pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Suatu kegiatan operasional dikatakan ekonomis bila dapat menghilangkan atau mengurangi biaya yang tidak perlu.
2. Efisiensi Pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output/input. Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana serendah-rendahnya (spending well). Sedangkan bentuknya dibagi menjadi dua yaitu: a. Efisiensi alokasi yaitu terkait dengan kemampuan mendayagunakan sumber daya input pada tingkat kapasitas optimal. b. Efisiensi teknis atau manajerial yaitu terkait dengan kemampuan mendayagunakan sumber daya input pada tingkat output tertentu
3. Efektivitas Tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output. Suatu kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wesely).
Pengukuran Value for Money
NILAI INPUT (Rp)
INPUT
PROSES
OUTCOME
OUTPUT
TUJUAN
IP EKONOMI (hemat)
EFISIENSI (berdaya guna)
EFEKTIVITAS (berhasil guna)
Cost - Effectiveness Sumber : Mardiasmo (2002:132) Gambar 2 Pengukuran Kinerja Value For money 2.14 Manfaat Implementasi Value for Money Ada beberapa manfaat implementasi konsep value for money pada organisasi sektor publik yang dikemukakan Mardiasmo (2002:7) antara lain: 1. Meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran 2. Meningkatkan mutu pelayanan publik 3. Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya penghematan dalam penggunaan input 4. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik
5. Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public costs aweareness) sebagai akar pelaksanaan akuntabilitas publik. Value for money dapat membantu pihak manajemen dalam melakukan pengambilan keputusan yang lebih baik karena pengukuran kinerja value for money memberikan informasi yang dapat membentuk fungsi-fungsi pengendalian serta mendorong tanggung jawab manajer dalam melaksanakan fungsi akuntabilitas. 2.15 Langkah-langkah Perencanaan dan Pengukuran Kinerja VFM Manajemen kinerja terintegrasi terdiri atas dua bagian utama, yaitu perencanaan kinerja dan pengukuran kinerja. Menurut mardiasmo (2002:11) Perencanaan kinerja terdiri atas empat tahap, yaitu: 1. Penentuan visi, misi, dan tujuan, serta strategi 2. Penerjemahan visi, misi, dan tujuan, serta strategi ke dalam 3. Penyusunan program 4. Penyusunan anggaran Sementara itu, kerangka pengukuran kinerja value for money dibangun atas tiga komponen utama, yaitu: 1. Komponen visi, misi, tujuan, sasaran dan target 2. Komponen input, proses, output dan outcome 3. Komponen pengukuran ekonomi, efisiensi, dan efektivitas
2.16 Sistem Akuntanbilitas Pemerintah Daerah Laporan keuangan untuk lingkup pemerintah daerah meliputi laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah dan laporan konsolidasi dari seluruh laporan keuangan SKPD yang disusun dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Menurut Mahmudi (2011;79) Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah (LKPD) meliputi : a. Neraca Pemerintahan Daerah b.Laporan Realisasi Anggaran (LRA) c. Laporan Operasional (LO) d.Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL) e. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) f. Laporan Arus Kas (LAK) g.Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Laporan keuangan yang disusun oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah : a. Neraca SKPD b. Laporan Realisasi Anggaran SKPD c. Laporan Operasional SKPD d. Catatan Atas Laporan Keuangan Format laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) hampir sama dengan format Laporan Keuangan Pemerintah pusat (LKPP) , yang membedakan hanyalah pada beberapa elemen atau komponen aset pada neraca, pendapatan,belanja,dan pembiayaan pada Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Operasional, dan Laporan
Arus Kas, sedangkan format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih dan Laporan Ekuitas sama untuk pemerintah pusat dan daerah. Dalam mengembangkan indikator kinerja pemerintah daerah dengan adanya inpres no 7 tahun 1999 yang mengharuskan eselon II ke atas untuk menyiapkan Laporan Akuntanbilitas Kinerja yang kemudian dikenal sebagai Laporan Akuntanbilitas Instansi Pemerintahan (LAKIP). Eselon II dan yang lebih tinggi diharuskan untuk menyusun indikator, metode, dan mekanisme pelaporan atas kinerja instansi pemerintahannya. Namun demikian, masih banyak kendala terutama pada teknis pelaksanaannya. Aturan baru yang berkaitan denagn masalah pengukuran kinerja antara lain UU No.32 tahun 2004, UU No.33 tahun 2004, PP No.58 tahun 2005, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi no.29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntanbilitas Kinerja Instansi Pemerintah, beberapa peraturan tersebut mengharuskan Kepala Daerah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah yang terdiri dari Laporan Perhitungan APBD, nota perhitungan APBD, Laporan Aliran Arus Kas, dan Neraca Daerah yang didasarkan pada pengukuran kinerja berbasis rencana strategik. Adapula aturan terbaru yang berkaitan dengan masalah pengukuran kinerja yaitu PP No.8 tahun 2006 yaitu tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Sistem yang membahas tentang kinerja instansi pemerintahan adalah Sistem Akuntanbilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang merupakan instrument yang digunakan instansi pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan
keberhasilan
dan
kegagalan
pelaksanaan
misi
organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi, terdiri dari berbagai komponen yang merupakan satu kesatuan, yaitu perencanaan strategik, perencanaan kinerja,dan pelaporan kinerja. 1. Laporan Akuntanbilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) Menurut inpres 7 (1991) Lakip adalah sebuah laporan yang berisikan akuntanbilitas dan kinerja dari suatu instansi pemerintah juga merupakan bentuk implementasi dari SAKIP. Untuk Pemerintah Daerah tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, instansi pemerintah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah suatu unit kerja pemerintah yang diberikan hak dan tanggung jawab untuk mengelola sendiri administrasi dan keuangan. Penyusunan LAKIP berdasarkan siklus anggaran yang berjalan yaitu 1 tahun. Dalam pelaporannya LAKIP harus menyajikan data dan informasi relevan bagi pembuat keputusan agar dapat mengintegrasikan keberhasilan dan kegagalan secara lebih luas dan mendalam. Oleh karena itu, perlu dibuat analisis tentang pencapaian akuntanbilitas kinerja instansi secara keseluruhan. Analisis tersebut meliputi keterkaitan pencapaian kinerja kegiatan dengan program dan kebijakan dalam mewujudkan sasaran,tujuan dan misi serta visi sebagaimana ditetapkan dalam rencana strategik. Dalam analisis ini perlu dijelaskan perkembangan kondisi pencapaian sasaran dan tujuan secara efektif dan efisien, sesuai kebijakan, program, dan kegiatan
yang telah ditetapkan. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan informasi/data yang diperoleh secara lengkap dan akurat, dan bila memungkinkan dilakukan pula evaluasi kebijakan untuk mengetahui ketepatan dan efektivitas baik kebijakan itu sendiri maupun sistem dan proses pelaksanaannya. 2. PP No. 8 Tahun 2006 Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2006 menjelaskan tentang pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Pasal 1 menjelaskan laporan kinerja adalah ikhtisiar yang menjelaskan secara lengkap tentang capaian kinerja yang disusun berdasarkan rencana kinerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD. Dalam pasal 17 yang menjelaskan tentang laporan kinerja, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, berisi tentang keluaran dari masing masing program ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD. Bentuk dan isi laporan kinerja disesuaikan dengan bentuk dan isi rencana kinerja dan anggaran sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pemerintahan terkait. Laporan Kinerja sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 17 dihasilkan dari suatu sistem akuntanbilitas kinerja instansi pemerintah yang diselenggarakan oleh masingmasing Entitas Pelaporan dan/atau Entitas Akuntansi.