BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia Anemia adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk pria anemia biasanya didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 13,5 gram/100 ml dan pada wanita sebagai hemoglobin kurang dari 12 gram/100 ml (Proverawati, 2011). Anemia terjadi karena kurangnya zat besi dan asam folat dalam tubuh. Perempuan yang menderita anemia pada masa kehamilan berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan rendah. Disamping itu, anemia dapat mengakibatkan kematian baik ibu maupun bayinya pada waktu proses persalinan (Hasmi, 2005). Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi ketika kadar sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh menjadi terlalu rendah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan karena sel darah merah mengandung hemoglobin, yang membawa oksigen kejaringan tubuh. Anemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi termasuk kelelahan dan stres pada organ tubuh. (Proverawati, 2011) 2.2 Jenis - jenis Anemia Secara umum, ada tiga jenis utama anemia, diklasifikasikan menurut ukuran sel darah merah :
9
a. Jika sel darah merah lebih kecil dari biasanya, ini disebut anemia mikrositik. Penyebab utama dari jenis ini defisiensi besi (besi tingkat rendah) anemia dan thalasemia (kelainan bawaan hemoglobin). b. Jika ukuran sel darah merah normal dalam ukuran (tetapi rendah dalam jumlah), ini disebut anemia normositik, seperti anemia yang menyertai penyakit kronis atau anemia yang berhubungan dengan penyakit ginjal. c. Jika sel darah merah lebih besar dari normal, maka disebut anemia makrositik. Penyebab utama dari jenis ini adalah anemia pernisiosa dan anemia yang berhubungan dengan alkoholisme (Proverawati, 2011).
2.3 Penyebab Anemia Anemia dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi tiga mekanisme utama yang menyebabkan anemia adalah: a.
Penghancuran sel darah merah yang berlebihan Sel-sel darah normal yang dihasilkan oleh sumsum tulang akan beredar melalui darah ke seluruh tubuh. Pada saat sintesis, sel darah yang berlebihan belum matur (muda) dapat juga disekresi ke dalam darah. Sel darah yang usianya muda biasanya gampang pecah sehingga terjadi anemia (Proverawati, 2011).
b. Kehilangan darah Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah darah dalam tubuh, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan
besar dan dalam waktu singkat ini jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi pada kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya (Sadikin, 2001). Pada laki-laki dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh proses perdarahan akibat penyakit atau trauma, atau akibat pengobatan suatu penyakit. Sementara pada wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang keluar selama menstruasi sangat banyak akan terjadi anemia defisiensi zat besi (Arisman, 2004). c. Penurunan produksi sel darah merah Jumlah sel darah yang diproduksi dapat menurun ketika terjadi kerusakan pada daerah sumsum tulang atau bahan dasar produksi tidak tersedia (Proverawati, 2011). Beberapa faktor kebiasaan dan sosial budaya turut memperburuk kondisi anemia di kalangan perempuan yaitu : a. Kurang mengkonsumsi bahan makanan hewani b. Kebiasaan diet untuk mengurangi berat badan c. Budaya atau kebiasaan dikeluarga sering menomorduakan perempuan dalam hal makanan d. Pantangan tertentu yang tidak jelas kebenarannya seperti perempuan hamil jangan makan ikan karena bayinya akan bau amis. e. Kemiskinan yang menyebabkan mereka tidak mampu mengkonsumsi makanan yang bergizi (Hasmi, dkk, 2005).
Penyebab anemia sangat penting, karena atas dasar penyebab inilah pengobatan semestinya diberikan. Pengobatan anemia yang diberikan tidak dengan pengetahuan yang teliti akan menjadi sangat berbahaya. Pada mereka yang cenderung melakukan otomedikasi (mengobati diri sendiri), apalagi di bawah pengaruh yang kuat dari informasi sepihak dan tidak lengkap yang diperoleh dari lingkungan (Sadikin, 2001).
2.4 Tanda dan Gejala Anemia Tanda dan gejala anemia biasanya tidak khas dan sering tidak jelas seperti : pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia, dan sesak nafas. Kepucatan bisa diperiksa pada telapak tangan, kuku, dan konjungtiva palpebra (Arisman, 2004). Gejala anemia ringan mungkin termasuk yang berikut: a. Lemah, lesu, pusing b. Tampak pucat terutama pada gusi dan kelopak mata atau bawah kuku c. Jantung berdebar nafas pendek d. Sariawan mulut dan lidah, bilur-bilur atau perdarahan tidak biasa. e. Mati rasa atau kesemutan didaerah kaki f. Mual dan diare g. Keletihan, mudah lelah bilah berolahraga. (Syamsul,2011) Beberapa tanda yang mungkin menunjukkan anemia berat pada seseorang dapat mencakup:
a. Perubahan warna tinja b. Denyut jantung cepat c. Tekanan darah rendah d. Frekuensi pernafasan cepat e. Kulit kuning disebut jaundice jika anemia karena kerusakan sel darah merah f. Murmur jantung g. Pembesaran limpa h. Nyeri dada i. Pusing atau kepala terasa ringan (terutama ketika berdiri atau dengan tenaga) j. Kelelahan atau kekurangan energi k. Sakit kepala l. Tidak bisa berkonsentrasi m. Sesak nafas (khususnya selama latihan) n. Nyeri dada, angina, serangan jantung o. Pingsan.(Proverawati, 2011).
2.5 Diagnosis Anemia Pemeriksaan fisik dan riwayat medis juga memainkan peran penting dalam mendiagnosispenyebab anemia. Beberapa fitur penting dalam sejarah medis meliputi pertanyaan tentang sejarah keluarga, sejarah pribadi sebelumnya anemia atau kondisi kronis lainnya, obat, warna tinja dan urin, perdarahan bermasalah dan pekerjaan serta kebiasaan social (Proverawati, 2011).
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah penentuan derajat anemia dan pengujian defisiensi zat besi. Penentuan derajat anemia dapat dilakukan melalui pemeriksaan darah rutin, seperti pemeriksaan HB, Ht, hitung jumlah RBC, bentuk RBC, jumlah retikulosit sementara uji defisiensi zat besi melalui pemeriksaan feritin serum, kejenuhan transferin dan protoporfirin eritrosit (Arisman, 2004). Tes-tes lain mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi masalah medis yang dapat menyebabkan anemia. Tes darah digunakan untuk mendiagnosa beberapa jenis anemia yang dapat mencakup: a. Darah kadar vitamin B12, asam folat, dan vitamin dan mineral b. Pemeriksaan sumsum tulang c. Jumlah darah merah dan kadar hemoglobin d. Hitung terikulosit e. Kadar feritin f. Kadar besi (Proverawati, 2011).
2.6 Pencegahan Anemia Beberapa bentuk umum dari anemia yang paling mudah dicegah dengan makan makanan yang sehat dan membatasi penggunaan alkohol. Semua jenis anemia sebaiknya dihindari dengan memeriksakan diri ke dokter secara teratur dan ketika masalah itu timbul. Darah para lanjut usia secara rutin diperintahkan oleh dokter untuk selalu dikontrol, bahkan jika tidak ada gejala, sehingga dapat terdeteksi adanya
anemia dan meminta dokter untuk mencari penyebab yang mendasar (Proverawati, 2011). Sejauh ini ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi zat besi. Keempat pendekatan tersebut adalah a. Pemberian tablet atau suntikan zat besi b. Pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi melalui makanan c. Pengawasan penyakit infeksi d. Mortifikasi makanan pokok dengan zat besi (Arisman, 2004).
2.7 Penatalaksanaan Pada tataran praktis klinis, jika penyebab anemia sudah ditemukan dan tempat pendarahan berlangsung sudah berhasil dieliminasi, pengobatan diarahkan untuk mengganti defisit zat besi dengan garam besi anorganik. Sesungguhnya, masalah defisiensi zat besi cukup diterapi dengan memberikan makanan yang cukup mengandung zat besi. Namun, jika anemia sudah terjadi, tubuh tidak akan mungkin menyerap zat besi dalam jumlah besar dan dalam waktu yang relatif singkat. Karena itu pengobatan selalu menggunakan suplementasi zat besi, di samping tentu saja menambah jumlah makanan yang kaya akan zat besi dan yang dapat menambah penyerapan zat besi (Arisman, 2004).
Pengobatan harus ditujukan pada penyebab anemia dan mungkin termasuk: a. Transfusi darah b. Kartikosteroid atau obat-obatan lainnya yang menekan sistem kekebalan tubuh c. Erythropoietin atau obat yang membantu sumsum tulang membuat sel-sel darah d. Suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat, atau vitamin dan mineral lainnya (Proverawati, 2011).
2.8 Anemia dalam Kehamilan Masa kehamilan di mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) di hitung dari hari pertama haid terakhir (Sarwono, 2006). Kehamilan di bagi atas 3 triwulan (Trimester), yaitu : 1. Kehamilan trimester 1, di mulai dari konsepsi sampai 3 bulan atau 0 – 12 minggu. 2. Kehamilan trimester II, dari bulan ke empat sampai 6 bulan atau 12 – 24 minggu. 3. Kehamilan trimester III, dari bulan ke tujuh sampai 9 bulan atau 24 – 36 minggu. (Saifuddin, 2006). 2.9 Pembagian Anemia dalam Kehamilan Anemia dalam kehamilan terbagi beberapa bagian yaitu : 1) Anemia defisiensi besi Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat di sebabkan karena gangguan reabsorbsi,
gangguan penggunaan atau karena terlampau banyknya zat besi ke luar dari badan, misalnya pada perdarahan. 2) Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik dalam kehamilan dapat disebabkan karena defisiensi asam folik, jarang sekali karena defisinesi Vitamin B12. 3) Anemia Hipoplastik Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam kehamilan. 4) Anemia Hemolitik Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemia biasanya menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia. (Wiknjosastro,2005) 2.10 Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Anemia pada Kehamilan Penyebab anemia secara umum adalah: a.
Kekurangan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi, misalnya faktor kemiskinan.
b.
Penyerapan zat besi yang tidak optimal, misalnya karena diare.
c.
Kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi yang banyak, perdarahan akibat luka.
Sebagian besar anemia di Indonesia penyebabnya adalah kekuangan zat besi. Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hb. Pada keadaan normal, tidak semua zat besi dimakan dan diserap setiap hari dari usus kecil diperlukan segera. Kelebihan itu biasanya disimpan dalam sumsum tulang sehingga dalam masa stress fisik dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan pembentukan hemoglobin guna memenuhi kebutuhan meningkat. Salah satu periode stress fisik adalah kehamilan. Selama kehamilan pertumbuhan janin dan uterus, serta perubahan yang lain yang terjadi pada ibu yang menyebabkan peningkatan kebutuhan zat makan yang banyak, khususnya zat besi dan folat. (Tarwoto, 2007) Karena banyak wanita memulai kehamilannya dengan cadangan makanan yang tipis, kebutuhan tambahan mereka lebih tinggi dari biasanya, jika karena kekurangan gizi, kebutuhan itu tidak terpenuhi, kecepatan pembentukan hemoglobin menurun dan konsentrasinya dalam peredaran darah juga menurun. Penyebab anemia dalam kehamilan adalah : a. Defisiensi zat besi dan perdarahan akut. Ibu hamil cenderung mengalami anemia pada tiga bulan terakhir kehamilannya karena pada masa tersebut janin menimbun cadangan zat besi untuk diri sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir. Pada awal kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin yang masih lambat.
b. Pengenceran darah Tidak sebanding bertambahnya dengan plasma dalam kehamilan jumlah darah bertambah (hyperemia/hipervolumia) karena terjadi pengenceran darah karena sel sel darah tidak sebanding bertambahnya dengan plasma. Ketika umur kehamilan 4 bulan keatas, volume darah dalam tubuh ibu akan meningkat 35%, ini karena ekuivalen dengan 450 mg zat zat besi untuk memprokdusi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sel-sel darah bertambah 18 %, hemoglobin bertambah 19%. c. Meningkatnya Volume sel darah merah total dan massa hemoglobin Meningkatnya Volume sel darah merah total dan massa hemoglobin meningkat sekitar 20-30 %. Dimulai pada bulan ke 6 dan mencapai puncak pada atrem, kembali normal 6 bulan setelah partus. Stimulasi peningkatan 300-350 ml massa sal merah ini dapat disebabkan oleh hubungan antara hormonal maternal dan peningkatan eritropoitin selama kehamilan, dimana peningkatan massa sel darah merah tidak cukup memadai untuk mengimbangi peningkatan volume plasma menyebabkan terjadinya hidremia kehamilan atau hemodilusi, yang menyebabkan terjadinya penurunan hematokrit (20-30%), sehingga hemoglobin dari hemotokrit lebih rendah secara nyata dari pada keadaan tidak hamil. d. Perdarahan Adanya perdarahan pada saat trimester 1 dan trimester III dan saat melahirkan memerlukan tambahan zat besi 300-350 mg akibat kehilangan darah. Mulai dari
kehamilan hingga persalinan, ibu hamil memerlukan zat besi sekitar 800 mg besi atau 2-3 mg besi per hari atau dua kali lipat kebutuhan tidak hamil (Mochtar, 2010).
2.11 Tanda dan Gejala Anemia pada Kehamilan Tanda dan gejala anemia pada ibu hamil apabila kadar Hb < 7gr% maka gejala dan tanda anemia akan jelas. Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil berdasarkan kriteria WHO tahun 1972 ditetapkan 3 kategori yaitu: a.
Normal > 11gr%
b.
Ringan 8-11gr%
c.
Berat <8gr%. (Rukiyah, dkk, 2010 ) Adapun kadar Hb menurut WHO pada perempuan dewasa dan ibu hamil adalah
sebagai berikut: Tabel 2.1 Kadar hemoglobin pada perempuan dewasa dan ibu hamil menurut WHO Hb Normal
Hb Anemia Kurang Dari (gr/dl)
Lahir (aterm)
13.5-18.5
13.5
Perempuan dewasa tidak hamil
12.0-15.0
12.0
Trimester Pertama : 0-12 minggu
11.0-14.0
11.0
Trimester Kedua : 13-28 minggu
10.5-14.5
10.5
11.0-14.0
11.0
Jenis Kelamin
Perempuan dewasa hamil:
Trimester ketiga : 29 aterm (Tarwoto, 2007)
Departemen kesehatan menetapkan derajat anemia sebagai berikut: a.
Ringan sekali
: Hb 11g/dl-batas normal
b.
Ringan
: Hb 8g/dl-<11g/dl
c.
Sedang
: Hb 5g/dl-<8g/dl
d.
Berat
: < 5g/dl
(Tarwoto, dkk, 2007 ) Gejala yang mungkin timbul pada anemia adalah keluhan lemah, pucat dan mudah pingsan walaupun tekanan darah masih dalam batas normal (Feryanto, Achmad, 2011 ). Gejala anemia selama kehamilan, meliputi: a.
Merasa lelah atau lemah
b.
Kulit pucat progresif
c.
Denyut jantung cepat
d.
Sesak napas
e.
Konsentrasi terganggu. (Proverawati, 2011)
2.12 Pengaruh Anemia dalam Kehamilan Pengaruh anemia dalam kehamilan dapat terjadi abortus, partus prematurus, partus lama karena atonia uteri, syok, infeksi, baik intrapartum maupun postpartum, anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 gr/100 ml dapat menyebabkan dekonpensasi kordis (Prawirohardjo, 2005).
Ibu hamil dikatakan anemia jika hemoglobin darahnya kurang dari 11 gr%. Bahaya anemia pada ibu hamil tidak saja berpengaruh terhadap keselamatan dirinya, tetapi juga pada janin yang dikandungnya (Wibisono, 2009). Penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan adalah kekurangan zat besi. Hal ini penting dilakukan pemeriksaan untuk anemia pada kunjungan pertama kehamilan. Bahkan, jika tidak mengalami anemia pada saat kunjungan pertama, masih mungkin terjadi anemia pada kehamilan lanjutannya (Proverawati, 2011 ). Bahaya anemia dalam kehamilan adalah : a.
Abortus (keluarnya hasil konsepsi sebelum kehamilan 28 minggu dengan berat badan janin sampai 1000 minggu).
b. Persalinan prematuritas (Keluarnya hasil konsepsi pada usia kehamilan 28
minggu sampai 36 minggu). c. Hambatan tumbuh kembang janin dalam tubuh. d. Mudah terjadi infeksi. e. Anemia dekompensasi kordis (Hb < 6 gr %). f.
Molafidatidosa.
g. Hiperemisis gravidarum. h.
Perdarahan antepartum.
i.
KPD (ketuban pecah dini).
2.13 Pengaruh Anemia pada Persalinan Pengaruh anemia pada saat persalinan dapat terjadi gangguan his-kekuatan mengejan, kala pertama dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala tiga uri dapat diikuti retensio placenta, dan pendarahan postpartum karena antonia uteri, kala empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan anonia uteri (Manuaba, 2007). Bahaya anemia dalam persalinan adalah : a.
Gangguan his (kekuatan mengejan).
b.
Kala I dapat berlangsung lam, dan terjadi partus terlantar.
c.
Kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan.
d.
Kala III (kala uri) dapat diikuti retensio plasenta dan perdarahan postpartum karena atonia uteri.
e.
Kala IV dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri.
2.14 Pengaruh Anemia pada Masa Nifas Pengaruh anemia pada saat nifas antara lain terjadi sub-involusi uteri menimbulkan pendarahan postpartum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mamae (Manuaba, 2007). Bahaya anemia pada kala nifas. a. Terjadinya sub-involusia uteri menimbulkan perdarahan post partum
b. Memudahkan infeksi puerperium. c. Pengeluaran ASI yang kurang. d. Terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan. e. Anemia pada kala nifas. f. Mudah terjadi infeksi mamae. g. Metabolisme dan fungsi zat besi dalam tubuh. 2.15 Pengaruh Anemia pada Janin Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi gangguan dalam bentuk abortus, kematian intra uterin, persalinan prematurus tinggi, BBLR, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan bayi mudah terkena infeksi (Manuaba, 2007). Bahaya anemia pada janin, sekalipun tampak janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi gangguan-gangguan dalam bentuk janin: a.
Abortus.
b. Terjadinya kematian intra uterin. c. Persalinan prematurritas yang tinggi. d.
BBLR (bayi berat lahir rendah).
e. Kelahiran dengan anemia. f.
Dapat terjadi cacat bawaan.
g.
Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal.
h.
Intelligensia rendah. Anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh kurang baik bagi ibu baik
dalam kehamilan, persalinan, nifas dan masa selanjutnya (Manuaba, 1998). 2.16 Diagnosis Anemia pada Kehamilan Pemeriksaan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sahli, yaitu membandingkan secara visual warna darah dengan alat standar. a.
b.
Alat dan bahan 1.
Lancet/jarum penusuk
2.
Kapas alkohol dalam tempatnya
3.
Bengkok
4.
Kapas kering
5.
Hb meter
6.
Alat pengaduk
7.
Aquadest
8.
HCl 0,1 n Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang dilakukan 2. Cuci tangan
3. Berikan HCl 0,1 n pada tabung Hb meter sebanyak 5 tetes 4. Desinfeksi dengan kapas alkohol pada daerah yang akan dilakukan penusukan pada kapiler di jari tangan atau tungkai 5. Lakukan penusukan dengan lancet atau jarum pada daerah perifer seperti jari tangan. 6. Setelah darah keluar, usap dengan kapas kering 7. Kemudian ambil darah dengan pengisap pipet sampai garis yang ditentukan 8. Masukkan ke dalam tabung Hb meter dan encerkan dengan aquadest hingga warna sesuai dengan pembanding Hb meter. 9. Baca hasil tunggu 5 menit dengan g % ml darah 10. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan (Hidayat, dkk, 2005). 2.17 Pencegahan Anemia pada Kehamilan Nutrisi yang baik adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya anemia jika sedang hamil. Makan makanan yang tinggi kandungan zat besi (seperti sayuran berdaunan hijau, daging merah dan kacang tanah) dapat membantu memastikan bahwa tubuh menjaga pasokan besi yang diperlukan untuk berfungsi dengan baik. Pemberian vitamin untuk memastikan bahwa tubuh memiliki cukup zat besi dan folat. Pastikan tubuh mendapatkan setidaknya 27 mg zat setiap hari. Jika mengalami anemia selama kehamilan, biasanya dapat diobati dengan mengambil suplemen zat
besi. Pastikan bahwa wanita hamil diperiksa pada kunjungan pertama kehamilan untuk pemeriksaan anemia (Proverawati, 2011). Macam bahan makanan yang banyak mengandung zat besi dapat dilihat : 1. Hati Hati adalah bahan makanan yang paling banyak mengandung zat besi. Daging juga banyak mengandung zat besi. 2. Bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan Bahan makanan yang berasal dari tumbuh tumbuhan, kacang-kacangan seperti kedelai, kacang tanah, kacang panjang koro, buncis serta sayuran hijau daun mengandung banyak zat besi. Selain dari pada banyaknya zat besi yang tersedia didalam makanan, juga perlu diperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorpsi zat besi, antara lain macam-macam bahan makanan itu sendiri. Zat besi yang berasal dari tumbuhtumbuhan, jumlah yang dapat diabsorpsi hanya sekitar 1-6 %, sedangkan zat besi yang berasal dari hewani 7-22 %. Didalam campuran susunan makanan, adanya bahan makanan hewani dapat meninggikan absorpsi zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Faktor ini mempunyai arti penting dalam menghitung jumlah zat besi yang dikonsumsi oleh masyarakat yang tak mampu, yang jarang mengkonsumsi bahan makanan hewani (Husaini, 1989).
Tabel 2.2 Zat Besi dalam Bahan Makanan No. Bahan Makanan 1 Hati 2 Daging Sapi 3 Ikan 4 Telur Ayam 5 Kacang-kacangan 6 Tepung Gandum 7 Sayuran Hijau Daun 8 Umbi-umbian 9 Buah-buahan 10 Beras 11 Susu Sapi Sumber : Davidson, dkk, 1973 dalam Husaini, 1989
Zat Besi (mg/100 g) 6,0 sampai 14,0 2,0 sampai 4,3 0,5 sampai 1,0 2,0 sampai 3,0 1,9 sampai 14,0 1,5 sampai 7,0 0,4 sampai 18,0 0,3 sampai 2,0 0,2 Sampai 4,0 6,0 sampai 14,0 2,0 sampai 4,3
Tablet tambah darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet mengandung 200 mg ferro sulfat dan 0,25 mg asam folat. Wanita yang sedang hamil dan menyusui, kebutuhan zat besinya sangat tinggi sehingga perlu dipersiapkan sedini mungkin semenjak remaja. Minumlah 1 (satu) tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan minum 1 (satu) tablet setiap hari selama haid. Untuk ibu hamil, minumlah 1 (satu) tablet tambah darah paling sedikit selama 90 hari masa kehamilan dan 40 hari setelah melahirkan. Jumlah zat besi yang dibutuhkan pada waktu hamil jauh lebih besar dari pada tidak hamil. Pada trimester I kehamilan, kebutuhan zat besi lebih rendah dari pada sebelum hamil, karena tidak mensturasi dan jumlah zat besi yang ditransfer ke janin masih rendah. Pada waktu menginjak trimester II terdapat ekspansi maternal ret cell mass sampai akhir semester III. Pertumbuhan massa sel darah merah ini mencapai 35% yang ekuivalen dengan pertambahan kebutuhan zat besi sebanyak 450 mg.
Kenaikan red cell mass berkaitan erat dengan kenaikan kebutuhan komsumsi oksigen oleh janin. Keadaan ini diimbangi dengan menurunnya kadar Hb yaitu sebanyak 1 gr % (pada waktu tidak hamil kadar Hb 12 %, pada wanita hamil 11 gr %). Kebutuhan zat besi menurut trimester adalah sebagai berikut : a. Pada Trimester I : Zat besi yang dibutuhkan ± 1 mg/hari, kebutuhan basal 0,8 mg/hari ditambahkan dengan kebutuhan janin dari sel darah merah 30-40 mg. b. Pada Trimester II : zat besi yang dibutuhkan ± 5 mg / hari, kebutuhan basal 0,9 mg/hari ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan janin 110 mg. c. Pada Trimester III : Zat besi yang dibutuhkan ± 5 mg/hari, kebutuhan basal 0,8 mg/hari ditambah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan janin 223 mg. Berdasarkan hal tersebut diatas maka kebutuhan zat besi yang pada trimester II dan III akan jauh lebih besar dan jumlah zat besi yang mengandung zat besi yang tinggi biovailabilitasnya. Apabila wanita tidak mempunyai cadangan zat besi yang cukup banyak (500 mg), dan tidak mendapat suplemen preparat besi, sedangkan janin bertambah terus dengan pesat maka janin akan berperan sebagai parasit, ibu akan menderita karenanya. Umumnya janin dinyatakan normal kecuali pada keadaan yang sangat berat yaitu kadar Hb ibu sangat rendah, maka zat besi yang kurang akan berpengaruh pula terhadap janin. 2.18 Cara Penanganan Anemia pada Kehamilan Cara penanganan anemia pada kehamilan dengan pemberian Fe, dosis dan cara pemberian Fe adalah:
a. Dosis pencegahan : diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan kadar Hb. Ibu hamil sampai masa nifas, sehari tablet (60 mg elemen iron dan 0,25 asamfolat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan sampai 42 hari setelah melahirkan. Mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu hamil memeriksakan kehamilannya. b. Dosis pengobatan : diberikan pada sasaran yang anemia (kadar Hb < dari batasan ambang). Ibu hamil pada masa nifas, bila kadar Hb < 11 gr%, pemberian 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya sampai 42 hari setelah melakukan (Depkes, 2010). Standar pelayanan yang dapat dilakukan oleh bidan dalam pengolahan anemia adalah : a.
Memeriksa kadar Hb semua ibu hamil pada kunjungan pertama, dan pada minggu ke-28. Hb dibawa 11 gr% pada kehamilan termasuk anemia, di bawah 8 gr% adalah anemia berat. Bila alat pemeriksaan tidak tersedia, periksa kelompok mata dan perkirakan ada tidaknya anemia.
b.
Beri tablet besi pada ibu hamil sedikitnya 1 talet selama 90 hari berturut-turut. Bila Hb kurang dari 11 gr% teruskan pemberian tablet besi.
c.
Beri penyuluhan gizi pada kunjungan antenatal, tentang perlunya tablet besi zat besi, makanan yang mengandung zat besidan kaya vitamin C, serta menghindari teh/ kopi atau susu dalam satu jam sebelum/ sesudah makan (teh/ kopi atau susu
menggangu penyerapan zat besi). Beri contoh makan setempat yang banyak mengandung zat besi. d.
Jika prevalensi malaria tinggi, selalu ingatkan ibu hamil untuk berhati-hati agar tidak tertular penyakit malaria. Beri tablet klorokuin 10 mg/kg BB peroral, sehari satu kali selama 2 hari. Kemudian anjurkan dengan 5 mg/kg BB pada hari ke 3. (klorokuin aman dalam 3 trimester kehamilan).
e.
Jika ditemukan, berikan 2-3 kali 1 tablet zat besi/hari.
f.
Rujuk ibu hamil dengan anemia untuk memeriksakan penyakit cacing/ parasit atau penyakit lainnya, sekaligus pengobatannya.
g.
Rujuk ibu dengan anemia berat dan rencanakan untuk bersalin di rumah sakit.
h.
Sarankan ibu hamil dengan anemia berat untuk minum tablet besi sampai 4-6 bulan setelah persalinan.
2.19 Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil yang Diteliti 1.
Umur ibu Dalam kurun reproduksi sehat di kenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal meningkat kembali sesudah umur 30 – 35 tahun (Wiknjosastro, 2005). Umur seorang ibu berkaitan dengan alat-alat reproduksi wanita umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan di usia < 20 tahun dan > 35 tahun dapat menyebabkan terjadinya anemia pada usia < 20 tahun
secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa di usia ini (Amiruddin, 2007). 2.
Paritas Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir
hidup maupun mati. Seorang Ibu yang sering melahirkan mempunyai resiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya. Apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi, karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan janin yang dikandungnya (Amiruddin, 2007). Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak hilangnya zat besi dan mejadi makin anemis. Jika persedian cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya (Manuba, 1998) Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding dengan paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. (Herlina, 2007)
Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30% sampai 40%. Bertambahnya darah dalam kehamialn sudah dimulai sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18% sampai 30% dan hemoglobin sekitar 19%. Bila Hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11 gr% maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis. Dan Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10 gr%. Setelah persalinan, demgam lahirnya plasenta dan pendarahan, ibu hamil kehilangan zat besi sekitar 900 mg. Saat laktasi, ibu masih memerlukan kesehatan jasmani yang optimal sehingga dapat menyiapkan ASI untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dalam keadaan anemia, laktasi tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik. Kehamilan yang berulang dalam waktu yang sangat menyebabkan cadangan zat besi ibu belum pulih dan terkuras untuk keperluan janin yang dikandung berikutnya (Kartini, 2003) 3. Umur kehamilan Pada kehamilan relatif terjadi anemia kerena darah ibu hamil mengalami hemodilusi. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Mochtar, 2010). Makin tua umur kehamilan kadar Hb makin rendah karena pemgenceran darah menjadi makin nyata dengan lanjutannya umur kehamilan sehingga frekuensi anemia dalam kehamilan meningkat pula. Hasil penelitian menemukan angka
kematian disebabkan anemia kehamilan 3,8 % pada trimester 1, 13,6 % trimester II , dan 24,8 5 pada trimester III (Wikjosastro, 2005). Ibu hamil cenderung mengalami anemia pada tiga bulan terakhir kehamilan karena pada masa tersebut janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir, pada awal kehamilan, zat besi dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi mensturasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Ketika umur kehamilan 4 bulan keatas, volume darah dalam tubuh akan meningkat 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan memerlukan tambahan zat besi 300-350 mg akibat kehilangan darah. Mulai dari kehamilan hingga persalinan, ibu hamil memerlukan zat besi sekitar 800 mg besi atatu 2-3 mg besi per hari atau dua kali lipat kebutuhan tidak hamil. Dalam kehamilan darah bertambah banyak, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Bertambah jumlah eritrosit dan nilai hematokrit, ketiga-tiganya turun selama kehamilan sampai 7 hari postpartum. Setelah itu ketiga nilai itu meningkat, dan ketika 40 hari postpartum mencapai angka yang kira-kira 12,3 gr/ml dalam trimester I, 11, III gr/ml dalam trimester II dan 10,8 gr/10 ml dalam trimester III. Hal itu disebabkan pengenceran darah menjadi nyata dengan lanjutnya umur kehamilan,
sehingga
(Prawirohardjo, 2005).
frekuensi
anemia
dalam
kehamilan
meningkat
pula
4. Jarak kelahiran Jarak kelahiran adalah waktu sejak ibu hamil sampai terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini terjadi dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemulihan membutuhkan zat-zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung (Manuaba,2007). 5. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, pengindraan ini terjadi melalui panca indra manusia yakni: indra pengelihatan, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan ibu hamil tentang anemia mempengaruhi kesadaran ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi, besar kemungkinan mendapat pengaruh kadar HB didalam tubuh ibu hamil. Ibu hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe (Jamilus dan Herlina 2008). Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Depkes, 2009).
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang di derita masyarakat adalah karena kekurangan gizi banyak di jumpai di daerah pedesaan dengan malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan, dan ibu hamil dengan pengetahuan dan tingkat sosial ekonomi rendah (Manuaba, 2007). Berdasarkan pengamatan awal di wilayah kerja Puskesmas Sukajaya Kota Sabang dengan jumlah 7791 jiwa, dengan ibu hamil sebanyak 102 ibu hamil, ditemukan yang mengalami anemia 16 ibu hamil, dengan persentase 20%. Pada bulan januari 2014 di temukan anemia pada K1 sebanyak 13 orang, K4 sebanyak 18 orang, merupakan persentase tertinggi untuk wilayah Kota Sabang. Setiap tahun program pencegahan kejadian anemia selalu dilaksanakan, tetapi tidak sesuai dengan target yang ingin dicapai sehingga angka anemia setiap tahun selalu ada. Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Sukajaya Kota Sabang Tahun 2014.
2.20 Landasan Teori Masa kehamilan di mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) di hitung dari hari pertama haid terakhir (Sarwono, 2006). Menurut Wiknjosastro (2005), anemia dalam kehamilan terbagi beberapa bagian yaitu: anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik, anemia hipoplastik, anemia hemolitik. Sedangkan penyebab tidak langsung yang mendasar adalah faktor
lingkungan, perilaku, genetik dan pelayanan kesehatan sendiri, salah satunya adalah 53% ibu hamil menderita anemia, 4 terlalu (hamil atau bersalin terlalu muda dan tua umurnya, terlalu banyak anak dan terlalu dekat jarak kehamilan / persalinannya). Anemia juga disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi atau adanya gangguan penyerapan zat besi dalam tubuh (Wibisono, 2009). Departemen kesehatan menetapkan derajat anemia sebagai berikut: Hb 11g/dlbatas normal, ringan : Hb 8g/dl-<11g/dl, anemia sedang: Hb 5g/dl-<8g/dl dan anemia berat: 5g/dl (Tarwoto, dkk, 2007). Kebutuhan zat besi menurut trimester adalah sebagai berikut : pada trimester I: zat besi yang dibutuhkan ± 1 mg/hari, kebutuhan basal 0,8 mg/hari ditambahkan dengan kebutuhan janin dari sel darah merah 30-40 mg. Trimester II : zat besi yang dibutuhkan ± 5 mg / hari, kebutuhan basal 0,9 mg/hari ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan janin 110 mg. Trimester III : Zat besi yang dibutuhkan ± 5 mg/hari, kebutuhan basal 0,8 mg/hari ditambah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan janin 223 mg (Husaini, 1989). Pengaruh anemia dalam kehamilan dapat terjadi abortus, partus prematurus, partus lama karena atonia uteri, syok, infeksi, baik intrapartum maupun postpartum, anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 gr/100 ml dapat menyebabkan dekonpensasi kordis (Prawirohardjo, 2005). Penyebab anemia pada ibu hamil secara umum adalah: kekurangan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi, misalnya faktor kemiskinan, penyerapan zat besi yang tidak optimal, misalnya karena diare. kehilangan darah yang disebabkan oleh
perdarahan menstruasi yang banyak, perdarahan akibat luka. Sebagian besar anemia di Indonesia penyebabnya adalah kekuangan zat besi, zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hb. (Tarwoto, 2007) Pengaruh anemia pada saat persalinan dapat terjadi gangguan his-kekuatan mengejan, kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala III uri dapat diikuti retensio placenta, dan pendarahan postpartum karena antonia uteri, kala IV dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan anonia uteri. Pengaruh anemia pada saat nifas antara lain terjadi subinvolusi
uteri
menimbulkan
pendarahan
postpartum,
memudahkan
infeksi
puerperium, pengeluaran ASI berkurang, terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mamae (Manuaba, 2007). Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi gangguan dalam bentuk abortus, kematian intra uterin, persalinan prematurus tinggi, BBLR, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan bayi mudah terkena infeksi (Manuaba, 2007). Nutrisi yang baik adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya anemia jika sedang hamil. Makan makanan yang tinggi kandungan zat besi (seperti sayuran berdaunan hijau, daging merah dan kacang tanah) dapat membantu memastikan bahwa tubuh menjaga pasokan besi yang diperlukan untuk berfungsi dengan baik.
Pemberian vitamin untuk memastikan bahwa tubuh memiliki cukup zat besi dan folat. Pastikan tubuh mendapatkan setidaknya 27 mg zat setiap hari. Jika mengalami anemia selama kehamilan, biasanya dapat diobati dengan mengambil suplemen zat besi. Pastikan bahwa wanita hamil diperiksa pada kunjungan pertama kehamilan untuk pemeriksaan anemia (Proverawati, 2011). Tablet tambah darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet mengandung 200 mg ferro sulfat dan 0,25 mg asam folat. Wanita yang sedang hamil dan menyusui, kebutuhan zat besinya sangat tinggi sehingga perlu dipersiapkan sedini mungkin semenjak remaja, minumlah 1 (satu) tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan minum 1 (satu) tablet setiap hari selama haid. Untuk ibu hamil, minumlah 1 (satu) tablet tambah darah paling sedikit selama 90 hari masa kehamilan dan 40 hari setelah melahirkan. Perawatan diarahkan untuk mengatasi anemia, transfusi darah biasanya dilakukan untuk setiap anemia jika gejala yang dialami cukup parah (Proverawati, 2011). Pencegahan anemia dapat dilakukan dengan 4 pendekatan yaitu : pemberian tablet atau suntikan zat besi, pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi melalui makanannya, pengawasan penyakit infeksi, fortifikasi makanan pokok dengan zat besi (Arisman, 2004). Cara penanganan anemia pada kehamilan dengan pemberian fe, dosis dan cara pemberian Fe adalah: dosis pencegahan : diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan kadar Hb. Ibu hamil sampai masa nifas, sehari tablet (60 mg elemen iron
dan 0,25 asamfolat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan sampai 42 hari setelah melahirkan. Mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu hamil memeriksakan kehamilannya. Dosis pengobatan : diberikan pada sasaran yang anemia (kadar Hb < dari batasan ambang). Ibu hamil pada masa nifas, bila kadar Hb < 11 gr%, pemberian 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya sampai 42 hari setelah melakukan (Depkes, 2010). Beberapa Faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil yang diteliti : umur ibu, reproduksi sehat di kenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal meningkat kembali sesudah umur 30 – 35 tahun (Wiknjosastro, 2005). Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun mati. Seorang Ibu yang sering melahirkan mempunyai resiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya. Apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi, karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan janin yang dikandungnya (Amiruddin, 2007). Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak hilangnya zat besi dan mejadi makin anemis. Jika persedian cadangan Fe minimal, maka setiap
kehamilan akan menguras persediaan Fe dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya (Manuba, 1998). Pada kehamilan relatif terjadi anemia kerena darah ibu hamil mengalami hemodilusi. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Mochtar, 2010). Jarak kelahiran adalah waktu sejak ibu hamil sampai terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini terjadi dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemulihan membutuhkan zat-zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung. Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Depkes, 2009). Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang di derita masyarakat adalah karena kekurangan gizi banyak di jumpai di daerah pedesaan dengan malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan, dan ibu hamil dengan pengetahuan dan tingkat sosial ekonomi rendah.
2.21 Kerangka Teori Wibisono (2009) - Lingkungan - Perilaku - Genetik Manuaba (2007)
Wibisono (2009)
Umur ibu hamil Paritas
Faktor kejadian anemia pada ibu hamil
Usia kehamilan
Kesediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
Jarak kehamilan Pengetahuan -
Konsumsi zat besi Kekurangan zat besi Penyerapan zat besi tidak optimal Tarwoto (2007)
Gambar 2.1 Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Sumber : Modifikasi dari Wibisono (2009).Tarwoto (2007), Manuaba (2007) Faktor-faktor yang memengaruhi anemia pada ibu hamil antara lain lingkungan, perilaku dan genetik. Faktor Kesediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan minim juga memengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil (Wibisono (2009). Menurut Manuaba (2007), faktor yang dapat memengaruhi kejadian anemia pada masa kehamilan adalah umur ibu hamil, paritas, usia kehamilan, jarak
kehamilan dan pengetahuan. Tarwoto (207) menambahkan ibu hamil dianjurkan mengonsumsi tabel Fe (zat besi) sebanyak 90 tablet untuk menghindari terjadinya anemia. Jika ibu hamil kekurangan dan penyerapan zat besi tidak optimal dapat menyebabkan anemia. Ibu hamil yang menderita anemia mempunyai resiko kesakitan yang lebih besar terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR, kematian saat persalinan, pendarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan. 2.22 Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini merupakan penyederhanaan dari kerangka teori yang ada. Dalam hal ini tidak semua variabel yang dicantumkan dalam kerangka teori dilakukan pengukuran dalam penelitian. Variabel yang diteliti sebagai variabel independen dalam penelitian ini adalah usia ibu, paritas, usia kehamilan, jarak kehamilan, pengetahuan. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah anemia pada ibu hamil. Variabel Independen
-
Variabel Dependen
Faktor yang berhubungan dengan anemia : Usia ibu Paritas Usia kehamilan Jarak kelahiran Pengetahuan Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Kejadian Anemia