6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pencemaran Air Pencemaran adalah suatu keadaan atau kondisi yang telah berubah dari
bentuk asal ke keadaan yang lebih buruk sebagai akibat masuknya bahan pencemar atau polutan. Pencemaran dapat membahayakan kehidupan manusia atau makhluk lainnya dan dapat merusak sumber daya alam. Akhir -akhir ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian secara serius karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah hasil kegiatan manusia. Menurut Peraturan Pemerintah No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai “masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (Setiawan, 2001). Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Masuknya zat pencemar tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar, yang berasal dari buangan/limbah yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Hal ini dapat disebabkan oleh alam atau manusia (Achmadi, 2001) Ada standar baku mutu tertentu untuk peruntukan air. Sebagai contoh adalah pada UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 ayat 3 terkandung makna bahwa air minum yang dikonsumsi masyarakat, harus memenuhi persyaratan kualitas
6
7
maupun kuantitas, yang persyaratan kualitas tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Parameter kualitas air minum/air bersih terdiri dari parameter kimiawi, fisik, radioaktif dan mikrobiologi (Achmadi, 2001).
2.2
Indikator Pencemaran Air Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi (Kristianto, 1995): a. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa. b. Pengamatan
secara
kimiawi,
yaitu
pengamatan
pencemaran
air
pencemaran
air
berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH. c. Pengamatan
secara
biologis,
yaitu
pengamatan
berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen. Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hidrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD). Berdasarkan baku mutu air, air dapat digolongkan menjadi empat kelas (Effendi, 2003) yaitu :
8
a. Air kelas I yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung. Memiliki rentang pH 6-9, nilai BOD maksimal 2 mg/L dan nilai COD maksimal 10 mg/L. b. Air kelas II yaitu air yang dapat digunakan untuk prasarana/ sarana rekreasi air, budidaya ikan air tawar, peternakan, dan pertanian. Memiliki rentang pH 6-9, nilai BOD maksimal 3 mg/L dan nilai COD maksimal 25 mg/L. c. Air kelas III yaitu air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan dan pertanian. Memiliki rentang pH 6-9, nilai BOD maksimal 6 mg/L dan nilai COD maksimal 50 mg/L. d. Air kelas IV yaitu air yang dapat digunakan untuk pertanian, usaha di perkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air. Memiliki rentang pH 5-9, nilai BOD maksimal 12 mg/L dan nilai COD maksimal 100 mg/L.
2.3
Limbah Cair Limbah cair merupakan gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan
pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber pertanian, sumber industri, dan sumber domestik (perumahan, perdagangan, dan perkantoran), dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan, atau air hujan (Zain, 2005). Menurut Zain, limbah cair pencelupan ini dapat dihasilkan dari kegiatan atau proses di dalam rumah tangga, industri, bahkan kegiatan atau proses di dalam pertambangan. Limbah cair yang tidak bermanfaat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis.
9
Bila ditinjau secara kimiawi, limbah cair terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Limbah cair ini umumnya dibuang melalui saluran/got menuju sungai ataupun laut. Terkadang dalam perjalannya menuju laut, limbah cair ini dapat mencemari sumber air bersih yang dipergunakan oleh manusia (Kurniawan, 2010).
2.4
Sumber Limbah Cair Sebagaimana telah dikemukakan di atas, limbah cair bersumber dari
aktivitas manusia dan aktivitas alam. Pada garis besarnya aktivitas hidup manusia dapat dibedakan menjadi tiga yaitu (Ghalib, 1994): a. Aktivitas rumah tangga yang berasal dari seluruh kegiatan rumah tangga. b. Aktivitas pertanian yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pangan. c. Aktivitas industri yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan yang lain seperti sandang, tempat tinggal, pendidikan dan rekreasi. Berdasarkan pada ketiga aktivitas tersebut, maka limbah juga dapat dibedakan menjadi tiga yaitu (Ghalib, 1994) : a. Limbah rumah tangga, merupakan limbah yang berasal dari semua buangan kegiatan rumah tangga. b. Limbah pertanian, merupakan limbah yang berasal dari aktivitas manusia dalam kegiatan pertanian. c. Limbah industri, merupakan limbah yang berasal dari kegiatan industri. Limbah ini sangat beragam tergantung jenis industrinya.
10
2.5
Limbah Cair Hasil Cucian Rumput Laut Pada industri pengolahan rumput laut, selain menghasilkan produk, industri
ini juga menghasilkan limbah yang disebabkan pencucian rumput laut. Kandungan limbah dari industri rumput laut berasal dari proses pencuciannya. Sebelum diolah menjadi produk-produk siap jual seperti agar-agar, alginate dan karagenan, rumput laut terlebih dahulu mengalami proses pencucian untuk menghilangkan pengotor yang terdapat pada rumput laut. Pada saat proses pencucian ini terdapat beberapa zat kimia yang digunakan seperti KOH, KCl dan NaOH. Limbah cair industri rumput laut mempunyai sifat kelarutan yang tinggi maka tingkat pencemaran limbah tersebut dapat dikurangi dengan menggunakan pengolahan biologi dengan memanfaatkan tanaman, khususnya tumbuhan yang dapat menyerap bahan pencemar organik. Sehingga diharapkan air limbah yang mengandung zat-zat yang berbahaya bagi lingkungan
dapat diolah terlebih
dahulu. Berikut adalah parameter air limbah untuk industri : No 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter
Konsentrasi (mg/L)
COD BOD Minyak Nabati Minyak mineral Zat padat terlarut (TDS)
100 – 13 50 – 150 5 – 10 10 – 50 2000-4000
Senyawa aktif biru metilen Sulfida (H2S)
5,0-10 0,05-0,1
Fenol
0,5-1,0
Tabel 2.1 Batasan Air Limbah untuk Industri (Kepmen, 1995)
11
2.6
Parameter Kualitas Limbah Cair
2.6.1 Kebutuhan Oksigen Kimiawi atau Chemical Oxygen Demand (COD) Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat dalam 1 ml sampel air, di mana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen terlarut. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologi dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. (Alaerts, 1984) Untuk mengetahui bahan organik di dalam air dapat dilakukan suatu uji yang disebut uji COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. Dengan menggunakan kalium dikromat sebagai oksidator kuat dalam suasana asam, diperkirakan sekitar 95100% bahan organik dapat teroksidasi (Effendi, 2003) Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut ini: CaHbOc + Cr2O72- + H+ (Zat organik) (oksidator)
∆E
CO2 +H2O + Cr3+
Ag2SO4 (katalis)
Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalisator perak sulfat (Ag2SO4) untuk mempercepat reaksi. Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 yang digunakan berlebih, sehingga K2Cr2O7 yang tersisa di dalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan jumlah oksigen yang terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut
12
ditentukan melalui titrasi dengan ferro ammonium sulfat (FeNH4SO4), dengan reaksi sebagai berikut : 6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+
6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
Indikator feroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau – biru larutan berubah menjadi coklat – merah. Perubahan warna menjadi coklat – merah terjadi karena adanya penambahan elektron pada Fe menjadi Fe3+ dari Fe2+. Sisa K2Cr2O7 dalam larutan blanko (aquadest) adalah K2Cr2O7 awal, karena blanko diharapkan tidak mengandung zat organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7 (Alaerts, 1987) Makin banyak K2Cr2O7 yang dipakai pada reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang diperlukan. Ini berarti bahwa air lingkungan makin banyak tercemar oleh bahan buangan organik (Wardhana, 2004) Nilai COD memberikan informasi tentang jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik menjadi karbondioksida dan air. Kalium dikromat (K2Cr2O7) merupakan oksidator kuat yang biasa digunakan dalam analisis COD. Secara teoritis oksidator ini dapat mengoksidasi senyawa organik sampai hampir sempurna (95-100%). Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi daripada uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium dikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang diperlukan. Ini berarti air lingkungan makin banyak tercemar oleh bahan buangan organik.
13
2.6.2 Nilai pH Penentuan pH limbah cair untuk menentukan tingkat keasaman atau kebasaan limbah cair, yang menunjukkan perlu atau tidaknya pengolahan pendahuluan (pretreatment) untuk mencegah terjadinya gangguan pada proses pengolahan limbah cair secara konvensional. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pH limbah cair domestik adalah mendekati netral (Suparmin, 2002). Nilai pH air normal adalah sekitar netral, yaitu berkisar antara pH 6-8, sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan, berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah asam (pH menurun), akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Selain itu, air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat sangat korosif terhadap baja dan sering menyebabkan pengkaratan pada pipa-pipa besi (Effendi, 2003).
2.6.3 Nitrat Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrisi utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003). Nitrifikasi adalah suatu proses oksidasi enzimatik yakni perubahan senyawa ammonium menjadi senyawa nitrat yang dilakukan oleh bakteri-bakteri tertentu. Proses ini berlangsung dalam dua tahap dan masing-masing dilakukan oleh kelompok bakteri yang berbeda. Tahap pertama adalah proses oksidasi ammonium menjadi nitrit yang dilaksanakan oleh bakteri Nitrosomonas sp. dan
14
tahap kedua adalah proses oksidasi enzimatik nitrat yang dilaksanakan oleh bakteri Nitrobacter sp (Damanik et. al., 2010). Masuknya nitrat kedalam badan sungai disebabkan manusia yang membuang kotoran ke dalam air sungai dimana kotoran tersebut banyak mengandung amoniak. Kemungkinan lain penyebab konsentrasi nitrat tinggi ialah pembusukan sisa tanaman dan hewan, pembuangan industri, dan kotoran hewan. Nitrat menyebabkan kualitas air menurun, menurunkan oksigen terlarut, penurunan populasi ikan, bau busuk dan rasa tidak enak (Tresna, 2000). Metode yang digunakan untuk menganalisa nitrat adalah dengan metode Brucin-Spektrofotometri. Prinsip dari metode ini yaitu nitrat dalam suasana asam dengan Brucin Sulfat dan asam sulfanilat membentuk senyawa kompleks yang berwarna kuning. Warna kuning yang terjadi diukur intensitasnya dengan spektrofotometer UV- Vis pada panjang gelombang 220 sampai 275 nm (Alaert, 1984).
2.7
Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri merupakan salah satu metode analisa kuantitatif suatu zat
kimia berdasarkan sifat absorbsinya terhadap radiasi sinar elektromagnetik serta interaksinya antara zat kimia dengan radiasi sinar elektromagnetik. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optik dan elektronika serta sifat-sifat kimia fisiknya. Dimana detektor dapat mengukur intensitas cahaya yang dipancarkan secara tidak langsung cahaya yang diabsorbsi. Tiap media akan menyerap cahaya pada
15
panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa atau warna yang terbentuk (Khopkar SM, 1990). Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) adalah salah satu dari sekian banyak instrumen yang biasa digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia. Spektrofotometri UV-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet (200–350 nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm) oleh suatu senyawa. Serapan cahaya uv atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Warna yang diserap oleh suatu senyawa merupakan warna komplementer dari warna yang teramati. Beberapa warna yang diamati dan warna komplementernya terdapat pada tabel berikut ini : Panjang gelombang <400 400-450 450-490 490-550 550-580 580-650 650-700 >700
2.8
Warna terlihat Ultraviolet Violet Biru Hijau Kuning Jingga Merah Inframerah
Warna komplementer Kuning Jingga Merah Ungu Biru Hijau
Proses Stabilisasi Sebelum limbah diproses dalam sistem biofilter perlu dilakukan suatu
perlakuan untuk membantu mengurangi beban pencemar yang akan diterima oleh sistem biofilter tersebut. Salah satu perlakuan yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan proses stabilisasi. Stabilisasi limbah merupakan salah satu
16
metode sederhana untuk mengurangi kandungan polutan air limbah terutama dengan pengendapan. Stabilisasi adalah proses pengubahan bentuk fisik dan sifat kimia dengan menambahkan
bahan
peningkat
atau
senyawa
pereaksi
tertentu
untuk
memperkecil atau membatasi pelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah (Metcalf, 1991).
2.9
Biofiltrasi Biofiltrasi adalah suatu cara pemurnian limbah dengan bantuan bahan
pengendali biologis yang sangat efektif dan tidak membahayakan perairan, bahkan dapat menyerap logam berat (Muhammad, 2010). Pengolahan limbah secara biologi dapat dilakukan dengan proses biofiltrasi menggunakan tanaman air sebagai media penyerap. Pertimbangan digunakannya proses biofiltrasi ini disebabkan proses biofiltrasi memiliki beberapa kelebihan diantaranya sangat efektif, biaya pembuatan kolam biofiltrasi relatif murah, tanaman untuk biofiltrasi cepat tumbuh dan mudah dipelihara, serta tidak membutuhkan operator yang memiliki keahlian khusus. Proses biofiltrasi dapat menggunakan tanaman dengan sistem akar sebagai media filtrasi. Akar tanaman akan memberikan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan mikroba. Mikroba tertentu dalam jumlah banyak sering kali ditemui disekitar akar. Interaksi antara mikroba dengan akar tanaman dapat mencukupi kebutuhan unsur hara yang penting baik untuk tanaman maupun mikrobanya (Sumastri, 2009).
17
2.9.1 Tanaman yang digunakan Tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah jenis tanaman lokal yang mudah tumbuh, mudah diperoleh dan tahan dalam suasana lingkungan yang diberikan. Ipomoea crassicaulis adalah tanaman tropis yang berasal dari Amerika Utara, Asia, Afrika Selatan, dan India Barat. Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama kangkungan atau klemut. Tanaman ini memiliki warna daun hijau, dengan daun berbentuk waru atau daun pada umumnya, bentuk bunga seperti trompet dengan warna bunga ungu. (Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.1.)
Gambar 2.1 Tanaman Ipomoea crassicaulis (Sugianthi, 2011) Tanaman ini bisa tinggal di luar ruangan walaupun selama setahun dalam iklim tropis. Di daerah lain, bisa diletakkan di dalam ruangan yang berangin atau di dalam rumah kaca di bawah pemanasan lampu yang lama. Tanaman ini akan tumbuh di tanah biasa, yang lembab sampai bagian yang kering, dalam posisi menghadap matahari, dan akan tumbuh lebat di tanah yang berpasir. Biasanya
18
tumbuh di sepanjang tepi sungai, di pinggiran jalan dan kadang-kadang ditanam sebagai tanaman hias (Nailufary, 2008). Tanaman ini dapat diperbanyak dengan cara mengambil sebagian rumpunnya, salah satunya dengan cara stek batang. Varietas Ipomea lainnya yang banyak dikenal yaitu Ipomoea horsfalliae, Ipomoea alba, Ipomoe. leari, Ipomoea melanotricha, Ipomoea setosa, Ipomoea nil. Taksonomi tumbuhan Ipomoea batatas adalah sebagai berikut : •
Family : Convolvulaceae
•
Genus : Ipomea
•
Spesies : crassicaulis
•
Nama binomial : Ipomea crassicaulis
2.9.2 Biofiltrasi Ekosistem Buatan (Untung, 1995) Saringan pasir bertujuan untuk mengurangi kandungan bahan-bahan padat yang ada di air. Ukuran pasir untuk menyaring bermacam-macam, tergantung jenis bahan pencemar yang akan disaring. Umumnya, air kotor yang akan disaring oleh pasir mengandung bahan padat dan endapan lumpur. Karena itu, ukuran pasir yang dipakai pun tidak terlalu besar. Saringan pasir hanya mampu menahan bahan padat terapung dan tidak bisa menyaring virus atau bakteri pembawa bibit penyakit. Itulah sebabnya air yang sudah melewati saringan pasir masih tetap harus disaring lagi oleh media lain. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara
19
segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem dibagi menjadi dua yaitu ekosistem alami dan ekosistem buatan. Ekosistem buatan adalah
ekosistem
yang
diciptakan
manusia
untuk
memenuhi
kebutuhannya. Ekosistem buatan mendapatkan subsidi energi dari luar, tanaman atau
hewan
peliharaan
didominasi
pengaruh
manusia,
dan
memiliki
keanekaragaman rendah.
2.9.3 Rhizodegradasi Rhizodegradasi adalah penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba seperti ragi, fungi, atau bakteri yang berada disekitar akar tumbuhan. Mikroorganisme (ragi, fungi, atau bakteri) mengkonsumsi dan menguraikan atau mengubah bahan organik untuk digunakan sebagai bahan nutrien. Beberapa jenis mikroorganisme dapat menguraikan bahan organik seperti minyak atau larutan yang berbahaya bagi manusia dan mengubah bahan-bahan berbahaya tersebut menjadi bahan kurang berbahaya melalui proses degradasi. Senyawa-senyawa alami yang dilepaskan oleh akar tumbuhan seperti zat gula, alkohol, dan asam yang mengandung karbon organik berfungsi sebagai sumber nutrien bagi mikroba tanah dan penambahan nutrien akan memacu aktivitas mikroba tersebut (Kurniawan, 2008). Adapun mekanisme dari rhizodegradasi yaitu tumbuhan mengeluarkan dan mentransportasikan oksigen dan air ke dalam tanah. Tumbuhan juga menstimulasi biodegradasi melalui mekanisme lain seperti penyetopan metabolisme lain dan mentransportasikan oksigen atmosfer ke dalam daerah akar. Polutan diuraikan oleh mikroba dalam tanah, yang diperkuat/sinergis oleh ragi, fungi, dan zat-zat
20
keluaran akar tumbuhan (eksudat) yaitu gula, alkohol, dan asam. Eksudat merupakan makanan mikroba yang menguraikan polutan maupun biota tanah lainnya (Kurniawan, 2008).
2.9.4 Kapasitas Pengolahan Biofiltrasi Ekosistem Buatan Kapasitas pengolahan dari saringan pasir tanaman merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk menentukan kemampuan dari suatu ekosistem buatan seperti ekosistem dalam bak pengolahan saringan pasir tanaman, dalam menyerap suatu pencemar. Kapasitas pengolahan didefinisikan sebagai suatu kemampuan sistem dalam menurunkan kadar zat pencemar per satuan volume bak (sistem) per satuan waktu. Kapasitas pengolahan ini dapat diketahui dengan mengukur penurunan kadar pencemar tertentu selama waktu tinggal air limbah pada bak pengolahan dan volume dari bak pengolahan (ekosisten buatan) itu sendiri. Kapasitas pengolahan ditentukan untuk waktu tinggal yang menghasilkan efektifitas tertinggi dari ekosistem buatan dalam menurunkan kadar pencemar, sedangkan efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) yang telah dicapai oleh suatu sistem pengolahan, dimana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu (Sugianthi, 2011). Adapun secara matematis efektifitas dan kapasitas pengolahan dari ekosistem buatan dalam menurunkan kadar limbah dapat dituliskan sebagai berikut : % Efektivitas =
(Qa − Qb) x100% Qa
Keterangan : Qa = nilai COD/nitrat awal (mg/L) Qb = nilai COD/nitrat akhir (pada waktu tertentu) (mg/L)
21
Kapasitas =
( A − B) V × tR
Keterangan : A = nilai COD/nitrat awal (mg/L) B = nilai sesudah penyaringan ; nilai COD akhir (mg/L) (dengan waktu tinggal yang paling efektif) V = volume ekosistem buatan (m3) tR = waktu tinggal ( jam)