30
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Kompetensi 2.2.1. Pengertian Kompetensi Menurut Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa yang dimaksud dengan kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal itu menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas - tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu (Mulyasa, 2004). Menurut US approach dalam Moeheriono (2009), menyatakan bahwa kompetensi lebih banyak di wujudkan dalam bentuk sertifikasi dan akreditasi. Pendekatan occupational competence, seperti ini mendefinisikan kompetensi sebagai “ability to perform activity within an occupation to the standarts expected in employment” elemen kompetensi diidentifikasikan sebagai fungsi-fungsi yang diperlakukan individu yang kompeten agar mampu untuk menyelesaikan sesuatu. Menurut Moeheriono (2009), kompetensi merupakan sebuah karakteristik dasar seseorang yang mengindikasikan cara berpikir, bersikap, dan bertindak serta menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh seseorang pada waktu periode tertentu.
Universitas Sumatera Utara
31
Kompetensi adalah keterampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik. Kompeten harus dibedakan dengan kompetensi, walaupun dalam pemakaian umum istilah ini digunakan dapat dipertukarkan. Ini adalah suatu pendekatan model input, yang fokus pada keterampilan yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu pekerjaan (Buyung, 2007). Keterampilan adalah kompetensi dan mencerminkan kemampuan potensial untuk melakukan sesuatu. Dengan munculnya manajemen ilmiah, perhatian orangorang berbalik lebih pada perilaku para manajer efektif dan pada hasil manajemen yang sukses. Pendekatan ini adalah suatu model output, dengan penentuan efektivitas manajer, yang menunjukkan bahwa seseorang telah mempelajari bagaimana melakukan sesuatu dengan baik (Buyung, 2007). Menurut Spencer, pengertian dan kompetensi adalah karakteristik dasar yang terdiri atas keterampilan (skills), pengetahuan (knowledge) serta atribut personal (personal attributs) lainnya yang mampu membedakan seseorang hanya yang melakukan dan tidak melakukan (Moeheriono, 2009). Menurut
McCLeLLand,
penentu
sukses
tidaknya
seseorang
dalam
mengerjakan suatu pekerjaan atau pada suatu situasi tertentu. Pendekatan ini bisa dikenal dengan pendekatan US approach French approach, kompetensi merupakan kumpulan dari beberapa elemen psikologi seseorang, yaitu dengan menggunakan “self image” sebagai landasannya (Moeheriono, 2009).
Universitas Sumatera Utara
32
Berdasarkan dari definisi kompetensi ini, maka beberapa makna yang terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut. 1. Karakteristik dasar (underlying chatacteristic) kompetensi adalah bagian dari kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan. 2. Hubungan kausal (causally related) berarti kompetensi dapat menyebabkan atau digunakan intuk memprediksi kinerja seseorang, artinya jika mempunyai kompetensi yang lebih tinggi, maka akan mempunyai kinerja tinggi pula (sebagai akibat). 3. Kriteria (criterian referenced) yang dijadikan sebagai acuan, bahwa kompetensi secara nyata akan memprediksi seseorang dapat bekerja dengan baik, harus terukur dan spesifik atau terstandar (Moeheriono, 2009). 2.2.2. Cara Menentukan Kompetensi Merujuk pada konsep-konsep dasar tentang kompetensi seperti yang telah di ungkapkan oleh spencer atau mengacu The Competency Handbook, ada beberapa pedoman dasar untuk mengembangkan sistem kompetensi ini, yaitu sebagai berikut. 1.
Mengidentifikas pekerjaan pada posisi-posisi kunci dari deskripsi jabatan (job description) yang nantinya akan dibuat sebagai kompetensi modelnya.
2.
Melakukan analisis jabatan (job analysis) lebih mendalam mengenai proses kerja yang sangat penting, yaitu cara kerja, waktu kerja, hubungan kerja, tanggung jawab pada posisi - posisi kunci tersebut.
Universitas Sumatera Utara
33
3.
Melakukan survey mengenai kompetensi apa saja yang dibutuhkan agar dapat berhasil melaksanakan pekerjaan nantinya (Moeheriono, 2009). Menentukan skala tingkat penguasaan kompetensi dapat dilakukan dengan
pembuatan skala, misalkan skala 1 (sangat rendah), 2 (rendah), 3 (sedang), 4 (baik), 5 (sangat baik) atau menggunakan skala b (basic), I (intermediate), A (advance) atau E (expert) (Moeheriono, 2009). 2.2.3. Mengembangkan Sistem Kompetensi Menurut Moeheriono (2009), sistem perkembangan kompetensi pada setiap organisasi
wajib
dan
harus
dikembangkan
seluas-luasnya,
dalam
rangka
mengembangkan manajemen sumber daya manusia atau SDM - nya. Manfaat dan keuntungan dalam pengembangan sistem kompetensi ini adalah sebagai berikut. 1.
Dapat dipakai sebagai acuan kesuksesan awal bekerja seseorang. Model kompetensi yang akurat ini akan dapat menentukan dengan tepat pengetahuan serta keterampilan apa saja yang dubutuhkan untuk keberhasilan dalam suatu pekerjaan tersebut. Apabila seseorang memegang posisi jabatan tertentu, maka harus mampu memiliki kompetensi yang dipersyaratkan pada posisinya.
2.
Dapat dipakai sebagai dasar merekrut karyawan yang baik dan handal. Apabila telah berhasil ditentukan kompetensi - kompetensi apa saja yang diperlukan bagi suatu posisi tertentu, maka dengan mudah dapat dijadikan sebagai kriteria dasar rekrutmen karyawan baru.
3.
Dapat dipakai sebagai dasar penelitian dan mengembangkan karyawan selanjutnya. Hasil identifikasi kompetesi pekerjaan yang akurat dapat juga
Universitas Sumatera Utara
34
dipakai sebagai tolok ukur kemampuan seseorang. Dengan demikian, berdasarkan sistem kompetensi ini dapat diketahui apakah sesorang sudah memiliki kompetensi tertentu yang disyaratkan. 4.
Dapat dipakai sebagai dasar penilaian kinerja dan pemberian kompensasi (reward) bagi karyawan berprestasi atau sebagai hukuman (punishment) bagi karyawan tidak berprestasi. Akhirnya, kompetensi dapat juga dikaitkan dengan sistem kompensasi dan hukuman. Dengan adanya model kompetensi yang telah dibuat untuk setiap posisi, maka dapat diukur seberapa besar kemampuan seseorang dalam memenuhi persyaratan kompetensi yang telah ditentukan baginya.
5.
Pihak manajemen bisa menarik kesimpulan bahwa kompetensi sangat bermanfaat untuk training need analysis atau TNA.
2.2.4. Tujuan dan Sasaran Analisis Kompetensi Pengertian analisis kompetensi secara sederhana adalah
segala bentuk
pendekatan analisis sistematis yang menjelaskan muatan-muatan atau tugas pekerjaan seseorang baik kegiatan aktivitas maupun perilakunya, konteks pekerjaan pada lingkungan kerja dan segala tuntutannya serta persyaratan pekerjaan tersebut, yang terdiri atas pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan kemampuan (ability) secara detail dan menyeluruh (Moeheriono, 2009). Analisis kompetensi tersebut harus dirancang dengan sebaik-baiknya karena akan dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan akurat perihal suatu pekerjaan seorang karyawan. Selain itu, akan lebih memudahkan pihak manajemen dalam
Universitas Sumatera Utara
35
penempatan karyawan tersebut sesuai dengan the right man on the right job. Adapun tujuan dan sasaran analisis kompetensi tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Menjamin pelaksanaan sistem personalia yang digunakan benar - benar berfokus dan sangat produktif. Penggunaan analisis kompetensi yang dirancang dengan baik dan benar akan dapat memberikan informasi secara rinci dan akurat perihal tugas pekerjaan (job description) dan karakteristik pekerjaan sehingga memudahkan rancangan sistem sumber daya manusia dalam perencanaannya.
2.
Terciptanya perekat untuk membentuk suatu sistem personalia yang terpadu dan terarah. Menurut pengalaman, sering kali terjadi pada sistem seleksi, sistem pelatihan, sistem perencanaan tenaga kerja dan sistem promosi berjalan sendiri sendiri tanpa ada koordinasi dan relevansinya sehingga menghasilkan duplikasi usaha dan akhirnya terjadi kontra produktif pada fungsi masing-masing tersebut (Moeheriono, 2009).
2.1.6. Metode Analisis Kompetensi Menurut Moeheriono (2009), pelaksanaan metode analisis kompetensi dalam perencanaan pengembangan sumber daya manusia memang sangat penting dilakukan bagi seluruh organisasi. Ada beberapa proses dan metode analisis kompetensi perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut. 1.
Metode analisis kompetensi umum, yang terdiri atas metode analisis kompetensi fungsional, metode elemen pekerjaan, metode insiden kritikal, dan metode analisis posisi serta inventarisasi tugas pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
36
2.
Metode analisis yang berhubungan dengan pekerjaan atau job relatedness analysis (JRA). Metode ini sering kali dipergunakan dan diterapkan di banyak organisasi atau perusahaan modern. Adapun tahapannya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut. a. Melakukan perencanaan dan riset pendahuluan. b. Mengenali terlebih dahulu pekerjaan – pekerjaan yang sudah ada. c. Membuat data, mengumpulkan data pekerjaan yang berbeda, dengan wawancara dan kuesioner kemudian dikelompokan. d. Membuat data integrasi, mengintegrasikan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner kemudian menentukan kategori menjadi kompetensi baru untuk menetukan perilaku yang diperoleh. e. Membuat Dimension Selection Questionaire (DSQ) yang berisikan narasi dan kompetensi serta menganalisis perilaku, tugas pekerjaan, dan motivasi. f. Membuat dokumentasi, menyiapkan laporan yang berisikan prosedur analisis kompetensi yang dihasilkan, data nama, dan jenis kelamin, serta keputusan kompetensi.
2.2.6. Kompetensi Individu Kemampuan atau kompetensi seseorang termasuk dalam kategori tinggi atau baik akan dibuktikan apabila ia sudah melakukan pekerjaan (sudah bekerja). Sebaliknya, apabila mempunyai kompetensi tingkat rendah, ia akan cenderung berkinerja rendah pula. Dalam setiap individu seseorang terdapat beberapa karakteristik kompetensi dasar, yang terdiri atas berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
37
1.
Watak (traits), yaitu yang membuat seseorang mempunyai sikap perilaku atau bagaimanakah orang tersebut merespons sesuatu dengan cara tertentu, misalnya percaya diri (self confidence), kontrol diri (self –kontrol ), ketabahan atau daya tahan (hardiness).
2.
Motif (motive), yaitu sesuatu yang diinginkan seseorang atau secara konsisten dipikirkan dan diinginkan yang mengakibatkan suatu tindakan atau dasar dari dlam yang bersangkutan untuk melakukan suatu tindakan.
3.
Bawaan (self - concept), yaitu sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai tersebut dapat diukur melalui tes untuk mengetahui nilai (value) yang dimilki, apa yang menarik seseorang untuk melakukan sesuatu.
4.
Pengetahuan (knowledge), yaitu informasi yang dimilki seseorang pada bidang tertentu atau pada area tertentu, pengetahuan merupakan kompetensi yang komplek dan agak rumit.
5.
Keterampilan atau keahlian (skill), yaitu kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik secara fisik maupun mental, Dalam kompetensi individu ini dapat dikatagorikan atau dikelompokkan
menjadi dua, yang terdiri atas (1) threshold competence atau dapat disebut kompetensi minimum, yaitu kompetensi dasar yang harus dimilki oleh seseorang, misalnya kemampuan pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan membaca dan menulis (Moeheriono, 2009). Akan tetapi, justru kompetensi dari pengetahuan dan keterampilan atau keahlian lebih mudah untuk dikembangkan apabila akan menambah atau
Universitas Sumatera Utara
38
meningkatkan kompetensi tersebut, yaitu dengan cara menambah program pendidikan dan pelatihan (training) bagi karyawan yang masih dianggap kurang kompetensinya. Sedangkan kompetensi konsep diri, watak
dan motif
berada pada personality
iceberg, lebih tersembunyi (hidden) sehingga cukup sulit untuk dikembangkan. Salah satu cara yang paling efektif untuk mengetahuinya adalah melalui psikologi dengan tes atau wawancara (Moeheriono, 2009). Secara rinci, ada lima dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh semua individu, yaitu sebagai berikut. 1.
Task skill ,yaitu keterampilan untuk melaksanakan tugas-tugas rutin sesuai dengan standar di tempat kerja.
2.
Task management skill, yaitu keterampilan untuk mengelola serangkaian tugas yang berbeda yang muncul dalam pekerjaan.
3.
Contingency management skill, yaitu keterampilan mengambil tindakan yang cepat dan tepat bila timbul suatu masalah dalam pekerjaan.
4.
Job role environment skill, yaitu keterampilan untuk bekerja sama serta memelihara kenyamanan lingkungan kerja.
5.
Transfer skill, yaitu keterampilan untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja baru. Tingkatan atau level kompetensi individu seseorang karyawan mampu
melaksanakan tergantung pada pekerjaan atau jabatan pada tempat ia bekerja. Level kompetensi dapat dibedakan menjadi beberapa tiga level.
Universitas Sumatera Utara
39
1.
Level yang menunjukan seseorang karyawan mampu melaksanakan tugas tanggung jawab pekerjaan secara rutin dan pada pemahaman prosedur kerja atau instruksi tetapi masih di bawah pengawasan dan pembinaan atasan langsung (belum mandiri).
2.
Level yang menunjukkan seseorang karyawan mampu melaksanakan tugas tanggung jawab pekerjaan secara rutin dan pada pemahaman prosedur kerja instruksi dengan secara mandiri tanpa pengawasan dan pembinaan atasan langsung (agak sudah mandiri)
3.
Level yang menunjukan seseorang karyawan mampu melaksanakan tugas tanggung jawab pekerjaan secara rutin dan pada pemahaman prosedur kerja atau instruksi dengan secara mandiri, tanpa pengawasan dan pembinaan atasan langsung serta: -
mampu menganalisis masalah pekerjaan;
-
mampu memecahkan masalah tersebut;
-
mampu memberikan masukan dan ide kepada atasan; dan
-
mampu melakukan koordinasi dengan bagian lain.
2.3. Kinerja 2.2.13.
Definisi Kinerja Kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang memberikan
pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya
Universitas Sumatera Utara
40
kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung (Wibowo, 2007). Menurut Armstrong dan Baron (1998) dalam (Wibowo, 2007) , kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. 2.2.14. Tujuan Kinerja Kinerja merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Tujuan adalah tentang arah secara umum, sifatnya luas, tanpa batasan waktu dan tidak berkaitan dengan prestasi tertentu dalam jangka waktu tertentu. Tujuan merupakan aspirasi (Wibowo, 2007). Dengan adanya tujuan memungkinkan
pekerja mengetahui apa yang
diperlukan dari mereka, atas dasar apa kinerja harus dilakukan dan bagaimana kontribusinya akan dinilai (Wibowo, 2007). 2.2.15. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pencapaian Kinerja Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Davis dalam Mangkunegara (2005) yang merumuskan bahwa : 1.
Faktor Kemampuan (Ability) Secara psikologis kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + Skill). Artinya, pimpinan dan karyawan yang
Universitas Sumatera Utara
41
memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal. 2.
Faktor Motivasi (Motivation) Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja (Mangkunegara, 2005). Menurut Henry simamora (1995) dalam Mangkunegara (2005), kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1. Faktor individual yang terdiri dari: a. Kemampuan dan keahlian b. Latar Belakang c. Demografi 2. Faktor psikologis yang terdiri dari: a. Persepsi b. Attitude c. Personality
Universitas Sumatera Utara
42
d. Pembelajaran e. Motivasi 3. Faktor organisasi yang terdiri dari: a. Sumber daya b. Kepemimpinan c. Penghargaan d. Struktur e. Job design 2.2.4. Sasaran Kinerja Sasaran kerja atau operasional menunjukkan kepada hasil yang harus dicapai dan kontribusi yang harus diberikan terhadap pencapaian sasaran kelompok, bagian dan organisasi. Pada tingkat organisasi hal ini berhubungan dengan misi organisasi, nilai dasar dan rencana strategis (Dharma, 2011). Sasaran kinerja merupakan suatu pernyataan secara spesifik yang menjelaskan hasil yang harus dicapai, kapan, dan oleh siapa sasaran yang ingin dicapai tersebut diselesaikan. Sifatnya dapat dihitung, prestasi yang dapat diamati, dan dapat diukur. Sasaran merupakan harapan (Wibowo, 2007). Sebagai sasaran, suatu kinerja mencakup unsur-unsur diantaranya: a.
The performers, yaitu orang yang menjalankan kinerja;
b.
The action/ performance, yaitu tentang tindakan atau kinerja yang dilakukan oleh performer;
c.
A time element, menunjukkan waktu kapan pekerjaan dilakukan;
Universitas Sumatera Utara
43
d.
An evaluation method, tentang cara penilaian bagaimana hasil pekerjaan dapat dicapai; dan
e.
The place, menunjukkan tempat dimana pekerjaan dilakukan (Wibowo, 2007). Sasaran yang efektif dinyatakan dengan baik dalam bentuk kata kerja secara
spesifik
dan
dapat
diukur.
Perkataan
menurunkan,
meningkatkan,
dan
mendemonstrasikan bersifat lebih efektif daripada mengawasi, mengorganisai, memahami, mempunyai pengetahuan atau apresiasi (Wibowo, 2007). Menurut Dharma (2011), sasaran kerja yang baik paling tidak memiliki ciri sebagai berikut : a.
Konsisten, dengan nilai organisasi dan sasaran departemental dan organisasi.
b.
Tepat, jelas dan didefinisikan dengan baik, menggunakan kata yang jelas.
c.
Menantang, untuk merangsang standar kinerja yang tinggi dan mendorong kemajuan.
d.
Dapat diukur, dapat dihubungkan dengan ukuran kinerja yang dapat diukur kuantitatif dan kualitatif;
e.
Dapat dicapai, ada di dalam batas kemampuan dari seseorang – harus pula diperhitungkan semua hambatan yang akan dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk mencapai sasaran tersebut; ini termasuk ketiadaan sumber daya (uang, waktu, peralatan, dukungan dari orang-orang lainnya), ketiadaan pengalaman ataupun pelatihan, faktor eksternal diluar kendali seseorang, dst.
f.
Disepakati, oleh manajer serta orang yang bersangkutan – tujuannya adalah menimbulkan rasa memiliki, bukan dipaksakan, terhadap sasaran tersebut,
Universitas Sumatera Utara
44
walaupun ada juga situasi di mana seseorang itu harus dibujuk untuk dapat menrima suatu standar yang lebih tinggi dari pada yang mereka percayai dapat mereka capai. g.
Dihubungkan dengan waktu, dapat dicapai pada suatu jangka waktu tertentu (ini tidak berlaku bagi suatu sasaran tetap).
h.
Berorientasikan kerja kelompok : menekankan kepada kerja sama kelompok selain pencapaian individu.
2.2.5. Kinerja Individu Menurut Anwar (2005), kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Kinerja individu ini akan tercapai apabila didukung oleh atribut individu, upaya kerja (work effort) dan dukungan organisasi. Dengan kata lain, kinerja individu adalah hasil: 1.
Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu. Atribut individu meliputi faktor individu (kemampuan dan keahlian, latar belakang serta demografi) dan faktor psikologis meliputi persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi.
2.
Upaya kerja (work effort), yang membentuk keinginan untuk mencapai sesuatu.
3.
Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu. Dukungan organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, lingkungan kerja, struktur organisasi dan job design.
Universitas Sumatera Utara
45
Menurut A. Dale Timple (1992) dalam Mangkunegara (2005), faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat - sifat seseorang. Faktor eksternal yaitu faktor - faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor internal dan faktor eksternal ini merupakan jenis-jenis atribut yang mempengaruhi kinerja seseorang. Seorang karyawan yang menganggap kinerjanya baik berasal dari faktorfaktor internal seperti kemampuan atau upaya, diduga orang tersebut akan mengalami lebih banyak perasaan positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika ia menghubungkan kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal (Anwar, 2005). 2.2.6. Jenis Kinerja Dalam suatu organisasi dikenal ada 3 (tiga) jenis kinerja yang dapat dibedakan, yaitu sebagai berikut: 1.
Kinerja operasional (operation performance). Kinerja ini berkaitan dengan efektivitas penggunaan sumber daya yang digunakan oleh perusahaan, seperti modal, bahan baku, teknologi, dan lain sebagainya, yaitu seberapa penggunaan tersebut secara maksimal untuk mencapai keuntungan atau mencapai visi dan misinya.
2.
Kinerja administratif (adminiftrative performance). Kinerja ini berkaitan dengan kinerja admininistrasi organisasi, termasuk di dalamnya struktur administrative yang mengatur h
Universitas Sumatera Utara
46
3.
Hubungan otoritas wewenang dan tanggung jawab dari orang yang menduduki jabatan.
4.
Kinerja strategik (strategic performance). Kinerja ini berkaitan atas kinerja perusahaan, dievaluasi ketepatan perusahaan dalam memilih lingkungannya dan kemampuan adaptasi perusahaan, khusunya secara strategis perusahaan dalam menjalankan visi dan misinya (Moeheriono, 2009).
2.2.7. Kesepakatan Kinerja Kesepakatan kinerja merupakan kontrak kinerja antara pekerja dengan manajer, yang disebut sebagai personal contract. Antara manajer dan pekerja harus sepakat tentang tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dan menjadi komitmen untuk menjalankannya. Kontrak kinerja merupakan dasar penting untuk melakukan penilaian terhadap kinerja pekerja (Wibowo, 2007). Kesepakatan kinerja, juga dikenal sebagai perjanjian kinerja, menetapkan pengharapan dan pekerjaan yang harus dilakukan, hasil yang harus dicapai dan atribut (keahlian, pengetahuan dan kepiawaian) serta kompetensi yang diperlukan untuk mencapai hasil tersebut. Ia juga mengidentifikasikan ukuran-ukuran yang harus dipakai untuk memantau, mengevaluasi dan menilai kinerja (Dharma, 2011). 2.2.8. Standar Kinerja Standar kinerja merupakan elemen penting dan sering dilupakan dalam proses review kinerja. Standar kinerja menjelaskan apa yang diharapkan manajer dari pekerja sehingga harus dipahami pekerja. Klarifikasi tentang apa yang diharapkan merupakan hal yang penting untuk memberi pedoman perilaku pekerja dan
Universitas Sumatera Utara
47
dipergunakan sebagai dasar untuk penilaian. Standar kinerja merupakan tolok ukur terhadap kinerja. Standar kinerja harus dihubungkan dengan hasil yang diinginkan dari setiap pekerja (Wibowo, 2007). Standar kinerja mempunyai dua tujuan, yakni pertama, membimbing perilaku pekerja untuk menyelesaikan standar yang telah dibangun. Apabila manajer menciptakan standar kinerja dengan pekerja dan memperjelas apa yang diharapkan, hal tersebut akan merupakan latihan yang berharga. Hal ini karena orang menginginkan melakukan pekerjaan yang dapat diterima (Wibowo, 2007). Alasan kedua untuk standar kinerja adalah menyediakan dasar bagi kinerja pekerja dapat dinilai secara efektif dan jujur. Sampai standar kinerja dibuat, penilaian sering kali dinilai dari perasaan dan evaluasi subjektif. Tanpa memandang pendekatan dan bentuk yang digunakan dalam program review kinerja dan penilaian, proses klarifikasi dari apa yang diharapkan merupakan hal yang penting program berjalan efektif. Standar kinerja merupakan terbaik untuk melakukannya (Wibowo, 2007). 2.2.9. Lingkungan Kinerja Berdasarkan perencanaan kinerja yang telah disepakati bersama antara manajer dan pekerja, dilakukan implementasi kinerja. Pelaksanaan kinerja berlangsung dalam suatu lingkungan internal dan eksternal yang dapat memengaruhi keberhasilan maupun kegagalan kinerja (Wibowo, 2007). Kinerja didalam suatu organisasi dilakukan oleh segenap sumberdaya manusia dalam organisasi, baik unsur pimpinan maupun pekerja. Banyak sekali faktor yang dapat memengaruhi sumber daya manusia dalam menjalankan kinerjanya. Terdapat
Universitas Sumatera Utara
48
faktor yang berasal dari dalam diri sumber daya manusia sendiri maupun dari luar dirinya (Wibowo, 2007). Setiap pekerja mempunyai kemampuan berdasarkan pada pengetahuan dan keterampilan, kompetensi yang sesuai dengan pekerjaannya, motivasi kerja dan kepuasan kerja. Namun, pekerja juga mempunyai kepribadian, sikap dan perilaku yang dapat memengaruhi kinerjanya (Wibowo, 2007). 2.2.10. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dipercaya oleh manajer dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas (Swanburg, 1987). Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing dan perencanaan karier serta memberi penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam, 2007). 2.2.11. Manfaat Penilaian Kinerja Manfaat penelitian kerja yang dapat dijabarkan menjadi 6 (enam), yaitu : 1.
Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu atau kelompok, dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan Rumah Sakit.
2.
Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan secara gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong Sumber Daya Manusia (SDM) secara keseluruhannya.
Universitas Sumatera Utara
49
3.
Merangsang minat dalam mengembangkan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi, dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.
4.
Membantu Rumah Sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Sehingga Rumah Sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan tampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan.
5.
Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gaji atau sistem imbalan yang baik.
6.
Memberikan kesempatan kapada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya, atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan (Nursalam, 2007).
2.2.12. Masalah dalam Penilaian Kinerja Menurut Gillies, (1996) dalam Nursalam, (2007), penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai permasalahan, antara lain 1.
Pengaruh Halo Effect Pengaruh halo effect adalah tendesi untuk menilai pelaksanaan kerja bwahannya terlalu tinggi karena salah satu alasan. Misalnya, pegawai yang dekat dengan penilai dan keluarga dekat akan mendapat nilai yang tinggi, dan sebaliknya pegawai yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat penilai akan mendapat nilai yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
50
2.
Pengaruh Horn Pengaruh horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah dari pelaksanaan kerja yang sebenarnya karena alasan-alasan tertentu. Seorang pegawai yang melaksanakan kerjanya di atas tingkat rata-rata sepanjang tahun sebelumnya, namun dalam beberapa hari pelaksanaan kerja tahun tersebut, telah melakukan kesalahan terhadap perawatan pasien atau supervise pegawai, ia cenderung menerima penilaian lebih rendah dari pada penilaian sebenarnya.
2.3.13. Faktor-faktor Penilaian Kinerja Menurut Moeheriono, (2009), faktor penilaian kinerja terbagi atas empat aspek, yakni sebagai berikut. 1.
Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan kerja (output) biasanya terukur, seberapa besar yang dihasilkan, berapa jumlahnya dan berapa besar kenaikannya.
2.
Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap sesama karyawan maupun kepada pelanggan.
3.
Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai tututan
jabatan,
pengetahuan,
keterampilan
dan
keahliannya,
seperti
kepemimpinan, inisiatif dan komitmen. 4.
Komparatif, yaitu membandingkan hasil kerja karyawan dengan karyawan lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales beberapa besar omset penjualannya selama satu bulan.
Universitas Sumatera Utara
51
Aspek terpenting dalam penilaian kinerja adalah faktor-faktor penilaian itu sendiri. Beberapa prinsip yang menjadi penilai, yaitu seperti berikut (Moeheriono, 2009). 1.
Relevance, yaitu harus ada kesesuaian faktor penilaian dengan tujuan sistem penilai.
2.
Acceptability, yaitu dapat diterima atau disepakati karyawan.
3.
Reability, yaitu faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur karyawan secara nyata.
4.
Sensitivity, yaitu dapat membedakan kinerja yang baik atau yang buruk
5.
Practicality, yaitu mudah dipahami dan dapat diterapkan secara praktis.
2.3.14. Penilaian Kinerja Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja dapat dinilai berdasarkan orientasi masa, yaitu; 1.
Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu Metode penilai kinerja berorientasi masa lalu (past oriented evoluation methods) dilakukan berdasarkan kinerja masa lalu . keuntungan dari metode ini adalah dapat dijadikan umpan balik (feed back) yang dapat mengarahkan usaha untuk peningkatan kinerja. a. Skala Peringkat (Rating Scale) Meskipun metode ini sering dianggap sebagai metode yang subjektif, namun metode ini paling banyak dugunakan dalam menilai/mengevaluasi kinerja karyawan. Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
52
dalam penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skalaskala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. b. Daftar Pertanyaan (Checklist) Penilaian berdasarkan metode ini biasanya menggunakan sejumlah pertanyaan dengan menggunakan kalimat: berilah jawaban pertanyan berikut cara memberi tanda (√) pada kolom yang tersedia. Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Pemilihan hanya perlu memilih kata atau pernyataan yang menggambarkan karakteristik dan hasil serja karyawan. c. Metode dengan Pilihan Terarah (Forced Choice Methode) Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivetas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan antara pertanyaan-pertanyaan desktiptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama. d. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method) Metode ini merupakan pemilihan yangberdasarkan pada catatan yang dibuat penilai atas perilaku karyawan yang sangat kritis, seperti sangat baik atau sangat jelek di dalam melaksanakan pekerjaan. Pernyataan - pernyataan di atas disebut sebagai insiden kritis dan biasanya dicatat oleh atasan selama masa penilaian untuk setiap karyawan yang amat berguna dalam memberikan umpan balik karyawan yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
53
e. Metode Catatan Prestasi Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan, dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. f. Skala Peringkat Dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale = BARS) Metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan untuk satu kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. Salah satu kelebihan metode ini ialah pengurangan subjektivitas dalam penilaian. Deskripsi prestasi,yang baik maupun yang kurang memuaskan ,dibuat oleh pekerja sendiri, rekan kerja dan atasan langsung masing-masing. g. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Methode) Di sini penilai turun kelapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. Hasil penilaian dikirim ke penyelia dan dibawa ke lapangan untuk keperluan yang dinilai. h. Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation) Karena berbagai pertimbangan dan keterbatasan, penilaian prestasi dapat didasarkan pada tes pengetahan dan keterampilan,berupa tes tertulis dan
Universitas Sumatera Utara
54
peragaan, syarat tes harus valid (sahih) dan reliabel (dapat dipercaya ). Untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu, penilaian dapat berupa tes dan observasi. Artinya, karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus di taati atau melalui ujian praktik yang langsung dinikmati oleh penilai. i. Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach) Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan demikian dipandang bermanfaat untuk manajemen sumber daya manusia dengan lebih rasional dan efektif, khususnya dalam hal kenaikan gaji, promosi, dan dan pemberian berbagai bentuk imbalan kepada karyawan. 2.
Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Akan Datang Metode penilaian kinerja berorientasi kemasa depan terfokus pada kinerja masa mendatang dengan mengevaluasi potensi karyawan atau menetapkan karyawan atau menetapkan sasaran kinerja di masa mendatang secara bersama – sama antara pimpinan dengan karyawan. a. Self Appraisal Metode ini melibatkan karyawan dalam proses penilain tentang kinerja masing - masing. Metode ini dapat mendorong karyawan untuk memikirkan masalah - masalah pekerjaan dan kinerja sehingga dapat memberikan umpan balik yang positif terhadap peningkatan di masa yang akan datang. Namun,
Universitas Sumatera Utara
55
untuk menghasilkan laporan penilaian yang dapat dijadikan sebagai catatan permanen sulit dilaksanakan. b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objective) Management By Objective (MBO) berarti manajemen berdasarkan sasaran, merupakan satu bentuk penilaian dimana karyawan dan penyelia bersamasama menetapkan tujuan-tujuan atau sarana-sarana pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang. Pada akhir periode tertentu, karyawan dievaluasi tentang seberapa baik mencapai sasaran tertentu yang telah ditetapkan dan faktor - faktor penting apa saja yang dialami dalam penyelesaian pekerjaan mereka. MBO adalah proses mengkonversi tujuan tujuan perusahaan kedalam sasaran - sasaran individual. c. Implikasi Penilaian Kinerja Indivividu dengan Pendekatan MBO MBO sebagai suatu filososi dalam manajemen pertama kali digunakan oleh peter drucker pada tahun1945 untuk menilai kinerja karyawan berdasarkan keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan melaluai konsultasi dengan atasan mereka. Oleh karena itu, sistem penilaian kinerja yang baik menghendaki tidak hanya sekedar cara yang baik. Keberhasilan dari penilaian kinerja tergantung pada pendekatan yang konsisten untuk mendapatkan perbandingan hasil, ukuran dan standar yang jelas, selain penilaian harus bebas dengan menggunakan banyak penilaian.
Universitas Sumatera Utara
56
d. Penilaian dengan Psikolog Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikolog, diskusi - diskusi dengan penyelia – penyelia. Psikolog tersebut membuat satu tes kecerdasan intelektual, tes kecerdasan emosional, diskusi – diskusi, tes kecerdasan spiritual dan tes kerpibadian, yang dilakukan melalui wawancara atau tes tertulis terutama untuk menilai kompetensi karyawan di masa mendatang. akurasi penilaiannya tergantung keterampilan psikolog dan penggunaan metode ini memakan waktu yang lama dan mahal sehingga biasanya hanya digunakan bagi kepentingan - kepentingan tingkat eksekutif saja. e. Pusat Penilaian (Assessment Center) Assessment centre atau pusat penilaian sebagai metode lain dari evaluasi potensi mendatang, tapi pusat – pusat penilaian ini tidak bertumpu kepada ketetapan psikolog. Penilaian ini sebagai suatu bentuk penilaian pekerjaan terstandar yang bertumpu pada beragam tipe evaluasi dan beragam penilai. Pusat – pusat penilaian sebagai bentuk standar pekerja yang bertumpu pada tipe – tipe evaluasi ganda dan nilai – nilai ganda. 2.3.15. Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien, digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah dijabarkan
Universitas Sumatera Utara
57
oleh PPNI (2000) dalam Nursalam (2007) yang mengacu dalam tahap proses keperawatan meliputi: 1.
Pengkajian Keperawatan Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi : a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang. b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain. c. Data yang dikumpulkan difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan klien masa lalu, status kesehatan klien saat ini, status biologis-psikologissosial-spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal dan resiko-resiko tinggi masalah. d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan baru).
2.
Diagnosis Keperawatan Perawat
menganalisis
data
pengkajian
untuk
merumuskan
diagnosis
keperawatan. Kriteria proses meliputi : a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien dan perumusan diagnosis keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
58
b. Diagnosis keperawatan terdiri atas : masalah (P), penyebab (E) dan tanda atau gejala (S) atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE). c. Bekerjasama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan. d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru. 3.
Perencanaan Keperawatan Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria proses, meliputi : a. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan. b. Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien. d. Mendokumentasikan rencana keperawatan.
4.
Implementasi Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi : a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain. c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien. d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
59
e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respons klien. 5.
Evaluasi Keperawatan Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanan. Kriteria proses meliputi : a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu, dan terus-menerus. b. Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan. c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat. d. Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
2.4. Bencana 2.13.1. Definisi Bencana Menurut International Strategi for Disaster Reduction (UN-ISDR-2002) bencana adalah suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta denda dan kerusakan dengan segala sumber dayanya (Nurjanah, dkk, 2012). Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang terjadi secara mendadak/tidak terencana/secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
60
dampak terhadap pola kehidupan normal atau kerusakan sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban baik manusia maupun lingkungannya (Dep. Kes. R.I, 2006). Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta dan dampak psikologis (BNPB, 2008). Bencana/Disaster juga merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak dan biasanya tidak terencana yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan normal, juga kerusakan lingkungan yang parah sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban yaitu manusia beserta lingkungannya (zawawi rosyid, 2011). Bencana adalah suatu kejadian peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam atau mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (Kemenkes, R.I, 2011). WHO (World Health Organization) mendefenisikan bencana sebagai fenomena secara tiba – tiba yang membawa dampak sangat parah pada lingkungan tempat tinggal dan memerlukan bantuan dari luar komunitas lokasi kejadian (Zailani, dkk, 2009).
Universitas Sumatera Utara
61
2.13.2. Proses Terjadinya Bencana Peristiwa yang ditimbulkan oleh segala alam maupun yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, baru dapat disebut bencana ketika masyarakat/manusia yang terkena dampak oleh peristiwa itu tidak mampu untuk menanggulanginya. Ancaman alam itu sendiri tidak selalu berakhir dengan bencana. Ancaman alam menjadi bencana ketika manusia tidak siap untuk menghadapinya dan pada akhirnya terkena dampak. Kerentanan manusia terhadap dampak gejala alam, sebagian besar ditemukan oleh tindakan manusia atau kegagalan manusia untuk bertindak (Nunung, dkk, 2012). 2.13.3. Kriteria Terjadinya Bencana Menurut Nunung, dkk, (2012) bencana terjadi setelah melalui proses dan memenuhi unsur-unsur atau kriteria : 1.
Adanya Unsur Bahaya (Hazard) Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam dan kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Bumi tempat kita tinggal secara alami mengalami perubahan secara dinamis untuk mencapai suatu keseimbangan. Akibat proses-proses dari dalam bumi dan dari luar bumi, bumi membangun dirinya yang ditunjukkan dengan pergerakan kulit bumi, pembentukan gunung api, pengangkatan daerah dataran menjadi pengunungan yang merupakan bagian dari proses internal. Sedangkan proses eksternal yang berupa hujan, angin, serta fenomena iklim lainnya
Universitas Sumatera Utara
62
cenderung melakukan perusakan morfologi melalui proses degradasi (pelapukan batuan, erosi dan abrasi). 2.
Adanya Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu komunikasi atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi apabila “bahaya” terjadi pada “kondisi yang rentan “.
2.13.4. Jenis-jenis Bencana Menurut Nunung, dkk, (2012), Pada umumnya jenis bencana dikelompokkan ke dalam enam kelompok berikut: 1.
Banjir Banjir merupakan limpahan air yang melebihi tinggi muka air normal sehingga melimpah dari palung sungai yang menyebabkan genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Lazimnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas normal. Akibatnya, sistem pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada ketidakmampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, akan tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat fenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
63
2.
Tanah Longsor Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan maupun percampuran dari keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Penyebab longsoran dapat di bedakan menjadi penyebab yang berupa faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng dan proses pemicu lonsoran. Gangguan kestabilan lereng ini dikontrol oleh kondisi morfoplogi (terutama kemiringan lereng), kondisi batuan ataupun tanah penyusun lereng dan kondisi hidrologi atau tata air pada lereng. Meskipun suatu lereng rentan atau berpotensi longsor, karena kondisi kemiringan lereng, batuan,/tanah dan tata airnya, nama lereng tersebut akan longsor atau terganggu kestabilannya tanpa ada pemicunya.
3.
Kekeringan Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Untuk memudahkan dalam memahami masalah kekeringan, berikut diuraikan klasifikasi kekeringan yang terjadi secara alamiah dan atau ulah manusia.
4.
Kebakaran dan Hutan Adalah suatu kondisi di mana lahan dan hutan dilanda api yang mengakibatkan kerusakan lahan dan hutan atau hasil hutan dan berakibat kerugian secara ekonomis dan atau nilai lingkungan. Dalam kaitan ini terdapat perubahan langsung atau tidak langsung terdapat sifat fisik dan atau hayatinya yang
Universitas Sumatera Utara
64
menyebabkan kurang berfungsinya lahan dan hutan dalam mendukung kehidupan yang berkelanjutan. Faktor penyebab antara lain karena penggunaan api yang tidak terkendali maupun faktor alam. 5.
Angin Badai Pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam atau lebih sering terjadi di wilayah tropis di antara garis balik utara dan selatan, kecuali didaerahdaerah yang sangat dekat dengan khatulistiwa. Angin kencang ini disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam suatu sistem cuaca. Angin paling kencang yang terjadi di diderah tropis ini umumnya berpusar dengan radius ratusan kilometer disekitar daerah sistem tekanan rendah yang ekstrem. Sistem pusaran ini bergerak dengan kecepatan sekitar 20 km/jam. Di Indonnesia, angin ini dikenal sebagai badai, disamudera fasifik dikenal sebagai angin taifun (tyhoon), disamudera hindia disebut siklon (cyclone), dan di Amerika dinamakan hurricane.
6.
Gempa Bumi Gempa bumi merupakan peristiwa melepaskan energi yang diakibatkan oleh pergeseran atau pergerakan pada bagian dalam bumi (kerak bumi) secara tibatiba. Penyebab gempa bumi yang selama ini disepakati antara lain dari proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi, aktivitas besar dipermukaan bumi, pergerakan geomorfologi secara lokal (contoh: terjadinya runtuhan tanah), dan aktivitas gunung api serta ledakan nuklir.
Universitas Sumatera Utara
65
7.
Tsunami Tsunami bersal dari bahasa jepang. “Tsu” yang berarti pelabuhan dan “nami” yang berarti gelombang , sehingga secara umum dapat diartikan sebagai pasang laut yang besar di pelabuhan, yang dalam bahasa inggris disebut ”harbor wave”. Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut bisa berupa gempa bumi teknotik, erupsi vulkanik atau longsoran. Penyebab terjadinya
tsunami
antara
lain
gempa
bumi
yang
diikuti
dengan
dislokasi/perpindahan masa tanah/batuan yang sangat besar di bawah air (laut/danau), tanah longsor di bawah tubuh air/laut, dan letusan gunung api di bawah laut dan gunung api pulau. 8.
Letusan Gunung Api Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan erupsi. Gunung api adalah bentuk timbunan (kerucut dan lainnya) dipermukaan bumi yang dibangun oleh timbunan rempah letusan, atau tempat munculnya batuan lelehan atau magma/rempah lepas/gas yang berasal dari bagian dalam bumi. Bahaya letusan gunung api ini dapat berupa awan panas, lontaran material/pijar, hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.
2.13.5. Dampak Bencana Dampak bencana adalah akibat yang timbul dari kejadian bencana. Dampak bencana dapat berupa korban jiwa, luka, pengungsian, harta benda, penghidupan, gangguan pada stabilitas sosial, ekosistem, politik, hasil - hasil pembangunan, dan
Universitas Sumatera Utara
66
dampak lainnya yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Besar - kecilnya dampak bencana tergantung pada tingkat ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability), dan kepasitas/kemampuan (capacity) untuk menanggulangi bencana. Semakin besar ancaman bencana, maka semakin besar peluang dampak yang ditimbulkan akibat bencana dan semakin tinggi tingkat kerentanan terhadap bencana, semakin besar peluang dampak yang timbul akibat bencana. Kerentanan dan kapasitas/kemampuan adalah analog dengan dua sisi mata uang. Untuk menurunkan (tingkat) kerentanan dilakukan dengan cara meningkatkan kapasitas/kemampuan. Dengan kata lain meningkatnya kapasitas/kemampuan akan dapat menurunkan (tingkat) kerentanan (fisik, ekonomi, sosial ,dan lingkungan) (Nunung, dkk, 2012). 2.13.6. Tanggap Darurat Bencana Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan sarana dan prasarana (Kemenkes, R.I, 2011).
2.14. 2.14.1.
Bencana Massal Definisi Bencana Massal Bencana massal didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang disebabkan oleh
alam atau karena ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-
Universitas Sumatera Utara
67
lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, serta melampaui kemampuan dan sumber daya masyarakat untuk menanggulanginya. Umumnya korban yang hidup telah banyak dapat diatasi oleh tim medis, para medis dan tim pendukung lainnya. Namun berbeda bagi korban yang sudah mati yang perlu ditangani secara khusus dengan membentuk tim khusus pula (Surjit Singh, 2008). 2.14.2.
Korban Massal Korban massal adalah dimana korban relatif banyak akibat penyebab yang
sama dan perlu pertolongan segera dengan kebutuhan sarana, fasilitas dan tenaga yang lebih dari yang tersedia (Saanin, 2011). 2.14.3.
Jenis-jenis Bencana Massal Dalam penggolongannya bencana massal dibedakan menjadi 2 tipe. Pertama,
natural disaster, seperti tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor dan sejenisnya. Sedangkan yang kedua, dikenal sebagai ‘Man Made Disaster’ yang dapat berupa kelalaian manusia itu sendiri seperti: kecelakaan udara, laut, darat, kebakaran hutan dan sejenisnya serta akibat ulah manusia yang telah direncanakannya seperti pada kasus terorisme (Surjit Singh, 2008). 2.15. 2.15.1.
Kesiapsiagaan Definisi Kesiapsiagaan Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (Kemenkes. R.I, 2011).
Universitas Sumatera Utara
68
2.15.2.
Tujuan Kesiapsiagaan Upaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi. Upaya – upaya yang akan dilakukan antara lain : 1.
Penyusunan rencana kontijensi;
2.
Stimulasi/gladi/pelatihan siaga;
3.
Penyiapan dukungan sumber daya;
4.
Penyiapan sistem informasi dan komunikasi (Kemenkes, R.I, 2011).
2.15.3.
Dimensi Kesiapsiagaan Dimensi dari kesiapsiagaan mencakup berbagai tujuan atau pernyataan akhir
bahwa kesiapsiagaan berusaha untuk dicapai. Kegiatan-kegiatan adalah tindakantindakan nyata yang perlu untuk diambil dalam rangka menemukan tujuan-tujuan tersebut. Sumber-sumber bervariasi dalam hal bagaimana dimensi-dimensi tersebut dan aktifitas-aktifitas yang didefinisikan (Sutton dan Tierney, 2006).
2.16. 2.16.1.
Triase Definisi Triase Triase (Triage) berasal dari kata perancis yang berarti “menyeleksi”. Dulu
istilah ini dipakai untuk menyeleksi buah anggur untuk membuat minuman anggur yang bagus atau memisahkan biji kopi sesuai kualitasnya. Setelah itu, konsepnya semakin berkembang dan konsep yang dipakai seperti sekarang ini ditetapkan setelah perang dunia I. Triase bencana adalah suatu sistem untuk menetapkan prioritas perawatan medis berdasarkan berat ringannya suatu penyakit ataupun tingkat
Universitas Sumatera Utara
69
kedaruratannya, agar dapat dilakukan perawatan medis yang terbaik kepada korban sebanyak-banyaknya, di dalam kondisi dimana tenaga medis maupun sumber-sumber materi lainnya serba terbatas (Zailani dkk, 2009). Menurut Kathleen dkk (2008), triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya. Menurut Pusponegoro (2010), triase berasal dari bahasa Prancis trier bahasa Inggris triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan dan sumber daya yang ada (Wijaya, S, 2010). 2.16.2. Prinsip-prinsip Triase Prinsip – prinsip triase yang utama sekali harus dilakukan adalah: 1.
Triase umumnya dilakukan untuk seluruh pasien
2.
Waktu untuk Triase per orang harus lebih dari 30 detik
3.
Prinsip utama Triase adalah melaksanakan prioritas dengan urutan “nyawa” > “fungsi” > “penampilan”.
4.
Pada saat melakukan Triase, maka kartu Triase akan dipasangkan kepada korban luka untuk memastikan urutan prioritasnya (Zailani, dkk, 2009).
Universitas Sumatera Utara
70
2.16.3. Metode Triase Simple Triage and Rapid Treatment (START) adalah metode yang telah dikembangkan atas pemikiran bahwa Triase harus “akurat”, “cepat”, dan “universal”. Metode tersebut menggunakan 4 macam observasi yaitu, “bisa berjalan”, “bernafas”, “sirkulasi darah”, dan “tingkat kesadaran” untuk menentukan tindakan dan penting sekali bagi seluruh anggota medis untuk mampu melakukan Triase dengan metode ini (Zailani, dkk, 2009). Untuk alur pelaksanaan triase pada korban bencana massal, dapat dilihat pada skema berikut :
Gambar 2.1. Alur Triase
Universitas Sumatera Utara
71
2.16.4. Kategori Triase Korban yang nyawanya dalam keadaan kritis dan memerlukan prioritas utama dalam pengobatan medis diberi kartu merah. Korban yang dapat menunggu untuk beberapa jam diberi kartu kuning, sedangkan korban yang dapat berjalan sendiri diberi kartu hijau. Korban yang telah melampaui kondisi kritis dan kecil kemungkinannya untuk diselamatkan atau telah meninggal diberi kartu hitam. Dalam kondisi normal, pasien yang sudah diambang kematian dapat diselamatkan dengan pengobatan yang serius walaupun kemungkinannya sangat kecil. Para petugas medis yang sudah terbiasa memberikan pelayanan medis yang maksimal dan pantang menyerah terhadap pasien dengan kondisi seperti itu, mungkin akan dihinggapi perasaan berdosa saat memberikan kartu hitam kepada korban. Disinilah letak perbedaan antara pengobatan darurat dengan prinsip “terbaik untuk satu orang” dan pengobatan bencana dengan prinsip “terbaik untuk semua” (Zailani, dkk, 2009). Untuk lebih jelasnya, kategori triase dapat kita lihat pada tabel 2.1. berikut ini: Tabel 2.1. Kategori Triase Prioritas Warna Kode Kategori 1 Merah I Priorotas utama pengobatan
2
Kuning
II
Bisa menunggu pengobatan
3
Hijau
III
Ringan
4
Hitam
0
Meninggal
Kondisi Penyakit / Luka Memerlukan pengobatan dengan segera karena dalam kondisi yang sangat kritis yaitu tersumbatnya jalan napas, dyspnea, pendarahan, syok, hilang kesadaran. Pengobatan mereka dapat ditunda untuk beberapa jam dan tidak akan berpengaruh terhadap nyawanya. Tanda-tanda vital stabil. Mayoritas korban luka yang dapat berjalan sendiri mereka dapat melakukan rawat jalan. Korban sudah meninggal ataupun
Universitas Sumatera Utara
72
atau tidak dapat diselamatkan
tanda-tanda menghilang.
kehidupannya
terus
2.16.5. Kartu Triase Hasil Triase dicatat secara sederhana di kartu triase, kemudian digantungkan di leher atau di salah satu tangan dan kaki pasien. Triase bukanlah proses yang dilakukan berulang kali untuk memonitor apakah terjadi perubahan pada kondisi pasien. Jadi, prosesnya perlu dilakukan setiap saat pada korban atau berulang-ulang ketika mereka akan dipindahkan ke lokasi baru, misalnya ditempat bencana, pusat pertolongan pertama, sebelum diangkut, di pintu masuk rumah sakit, sebelum operasi/pembedahan, dan lain-lain (Zailani, dkk, 2009). Triase lapangan dilakukan pada tiga kondisi: 1.
Triase di Tempat (Triase Satu) Triase ditempat dilakukan di “tempat korban ditemukan” atau pada tempat penampungan yang dilakukan oleh tim pertolongan pertama atau tenaga medis gawat darurat. Triase di tempat mencakup pemeriksaan, klasifikasi, pemberian tanda dan pemindahan korban ke pos medis lanjutan.
2.
Triase Medik Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh tenaga medis yang berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang bekerja di Unit Gawat Darurat, kemudian ahli anestesi dan terakhir oleh dokter bedah). Tujuan triase medis adalah menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh korban.
3.
Triase Evakuasi
Universitas Sumatera Utara
73
Triase ini ditujukan kepada korban yang dapat dipindahkan ke rumah sakit yang telah siap menerima korban bencana masal. Jika pos medis lanjutan dapat berfungsi efektif, jumlah korban dalam status “merah” akan berkurang, dan akan diperlukan pengelompokkan korban kembali sebelum evakuasi dilaksanakan. Tenaga medis di pos medis lanjutan dengan berkonsultasi dengan pos komando dan rumah sakit tujuan berdasarkan kondisi korban akan membuat keputusan korban mana yang harus dipindahkan terlebih dahulu, rumah sakit tujuan, jenis kendaraan dan pengawalan yang akan dipergunakan. Contoh kartu triase: No. Nama
Umur
Alamat
Jenis kelamin L P Telepon
Pelaksanaan Triase: Tanggal :
Nama Petugas
Institusi Pengangkutan Lokasi Pelaksanaan Triase Kesadaran V I T A L Pernapasan S I G N
Pukul : AM PM Institusi pelayanan Medis Sadar total, distimulasi Sadar, distimulasi
Sadar setelah Tidak sadar waktu Sulit Napas, Tidak bernapas
/ Menit / Menit Teratur, tidak teratur, tidak teraba
Denyut Tekanan Darah
/
MmHg
Kategori Triase 0
I
II
III
Universitas Sumatera Utara
74
Gambar 2.2. Kartu Triase PMI Daerah Nanggroe Aceh Darussalam
2.16.6. Pos Medis Lanjutan Pos medis lanjutan didirikan sebagai upaya untuk menurunkan jumlah kematian dengan memberikan perawatan efektif (stabilisasi) terhadap korban secepat mungkin. Upaya stabilisasi korban mencakup intubasi, trakeostomi, pemasangan drain thoraks, pemasangan ventilator, penatalaksanaan syok secara medik Amentosa, analgesia, pemberian infus, fasiotomi, imobilisasi fraktur, pembalutan luka, pencucian luka bakar. Fungsi pos medis lanjutan ini dapat disingkat menjadi “Three ‘T’ rule” (Tag, Treat, Tranfer) atau hukum tiga (label, rawat, evakuasi). Lokasi pendirian pos medis lanjutan sebaiknya cukup dekat untuk ditempuh dengan berjalan kaki dari lokasi bencana (50-100 meter) dan daerah tersebut harus: 1.
Termasuk daerah yang aman
2.
Memiliki akses langsung ke jalan raya tempat evakuasi dilakukan
3.
Berada didekat dengan pos komando
4.
Berada dalam jangkauan komunikasi radio.
Universitas Sumatera Utara
75
Gambar 2.3. Pos Medis Lanjutan Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya adanya paparan material berbahaya, pos medis lanjutan dapat didirikan ditempat yang lebih jauh. Sekalipun demikian tetap harus diusahakan untuk didirikan sedekat mungkin dengan daerah bencana. Untuk arus pasien dan triase, dapat kita lihat pada skema berikut :
Gambar 2.4. Arus Pasien dan Triase 2.16.7. Organisasi Pos Medis Lanjutan Struktur internal pos medis lanjutan dasar, terdiri atas:
Universitas Sumatera Utara
76
1.
Satu pintu masuk yang mudah ditemukan atau diidentifikasi.
2.
Satu tempat penerimaan korban/tempat triase yang dapat menampung paling banyak dua orang korban secara bersamaan.
3.
Satu tempat perawatan yang dapat menampung 25 orang korban secara bersamaan. Tempat perawatan ini dibagi lagi menjadi:
1.
Tempat perawatan korban gawat darurat (korban yang diberi tanda dengan label merah dan kuning). Lokasi ini merupakan proporsi terbesar dari seluruh tempat perawatan.
2.
Tempat perawatan bagi korban non gawat darurat (korban yang diberi tanda dengan label hijau dan hitam). Pos medis lanjutan standar, terdiri atas:
1.
Satu pintu keluar
2.
Dua buah pintu masuk (gawat darurat dan non gawat darurat). Untuk memudahkan identifikasi, kedua pintu ini diberi tanda dengan bendera merah (untuk korban gawat darurat) dan bendera hijau (untuk korban non gawat darurat).
3.
Dua tempat penerimaan korban/triase yang saling berhubungan untuk memudahkan pertukaran/pemindahan korban bila diperlukan.
4.
Tempat perawatan Gawat Darurat yang berhubungan dengan tempat triase Gawat Darurat, tempat ini dibagi menjadi:
Universitas Sumatera Utara
77
a. Tempat perawatan korban dengan tanda merah (berhubungan langsung dengan tempat triase). b. Tempat perawatan korban dengan tanda kuning (setelah perawatan merah). 5.
Tempat perawatan Non Gawat Darurat, berhubungan dengan tempat triase Non Gawat Darurat, dibagi menjadi: a. Tempat korban meninggal (langsung berhubungan dengan tempat triase) b. Tempat perawatan korban dengan tanda hijau (setelah tempat korban meninggal) c. Setiap tempat perawatan ini ditandai dengan bendera sesuai dengan kategori korban yang akan dirawat ditempat tersebut. Sebuah tempat evakuasi yang merupakan tempat korban yang kondisinya telah stabil untuk menunggu pemindahan ke Rumah Sakit.
2.16.8. Luas Pos Medis Lanjutan Sebaiknya pos ini menampung sekitar 25 orang korban bersama para petugas yang bekerja disana. Luas pos medis lanjutan yang dianjurkan: 1.
Untuk daerah perawatan 2,6 m2 untuk setiap korban.
2.
Dengan mempertimbangkan banyaknya orang yang berlalu lalang, luas tempat triase adalah minimum 9 m2.
3.
Luas minimum tempat perawatan untuk pos medis lanjutan dasar adalah 65 m2.
4.
Luas minimum tempat perawatan untuk pos medis lanjutan standar adalah 130 m2.
5.
Tempat evakuasi 26 m2.
Universitas Sumatera Utara
78
Dengan demikian, luas minimum yang diperlukan untuk sebuah pos medis lanjutan adalah 73 m2.
2.16.9. Tenaga Pelaksana Pos Medis Lanjutan Standar Tenaga pelaksana pos medis lanjutan standar dapat dibedakan berdasarkan lokasi tempat pemberian pelayanan, baik itu triase maupun perawatan seperti berikut. 1. Tempat Triase, tenaganya terbagi sesuai : a. Triase Gawat Darurat (1) Pelaksana triase, terdiri dari seorang dokter yang telah berpengalaman (dianjurkan dokter yang bekerja di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit, ahli anestesi atau ahli bedah). (2) Dibantu oleh perawat, Tenaga Medis Gawat Darurat, atau tenaga pertolongan pertama. (3) Petugas administrasi yang bertugas untuk meregistrasi korban. b. Triase Non Gawat Darurat (1) Pelaksana triase adalah perawat yang berpengalaman, perawat atau Tenaga Medis Gawat Darurat. (2) Dibantu oleh tenaga pertolongan pertama. (3) Petugas administrasi (diambil dari tenaga pertolongan pertama). Pada pos medis lanjutan standar hanya satu tim triase yang akan bekerja memberi pelayanan kepada seluruh korban dimana tim ini beranggotakan sebagaimana yang telah disebutkan diatas untuk tim triase Gawat Darurat. Tempat
Universitas Sumatera Utara
79
triase hanya diperuntukkan sebagai tempat menerima korban, tidak sebagai tempat perawatan/pengobatan.
2. Tempat Perawatan, tenaganya terbagi sesuai: a. Tempat Perawatan Gawat Darurat (1) Penanggung jawab perawatan gawat darurat, merupakan seorang dokter spesialis, konsultan atau dokter terlatih. Penanggung jawab perawatan gawat darurat ini akan bekerja untuk menjamin suplai ke pos medis lanjutan, mengatur pembuangan alat dan bahan yang telah dipakai dan komunikasi radio. Ia juga akan berfungsi sebagai manajer bagi pos medis lanjutan. (2) Tempat perawatan merah terdiri dari : a) Ketua tim, merupakan seorang ahli anastesi, doketr unit gawat darurat atau seorang perawat yang berpengalaman. b) Perawat/penata anestesi dan/atau perawat dari Unit Gawat Darurat. c) Sebagai tenaga bantuan adalah Tenaga Medis Gawat Darurat atau para tenaga Pertolongan Pertama. d) Tenaga pengangkut tandu. (3) Tempat perawatan kuning terdiri dari: a) Ketua tim, merupakan seorang perawat (penata anestesi atau perawat dari Unit Gawat Darurat) atau seorang perawat.
Universitas Sumatera Utara
80
b) Sebagai tenaga bantuan adalah Tenaga Medis Gawat Darurat atau para tenaga Pertolongan Pertama. c) Tenaga pengangkut tandu
b. Tempat Perawatan Non - Gawat Darurat (1) Tim perawatan area hijau a) Ketua
tim,
merupakan
tenaga
medis
gawat
darurat
yang
berpengalaman b) Sebagai tenaga bantuan adalah tenaga medis gawat darurat atau para tenaga pertolongan pertama. c) Tenaga pengangkut tandu (2) Daerah penempatan korban yang telah meninggal dunia (korban yang diberi tanda dengan kartu hitam). -
Tidak diperlukan petugas di bagian ini.
3. Lokasi Evakuasi a. Dipimpin oleh seorang perawat/tenaga medis gawat darurat berpengalaman yang mampu: (1) Memeriksa stabilitas korban (2) Memeriksa peralatan yang dipasang pada korban. (3) Monitoring korban sebelum dilakukan pemindahan ke fasilitas lain. (4) Supervisi pengangkutan korban. (5) Menyediakan/mengatur pengawalan.
Universitas Sumatera Utara
81
b. Petugas administrasi c. Penanggung jawab transportasi yang merupakan petugas senior dari Dinas pemadam Kebakaran atan Layanan Ambulans. Petugas ini berhubungan dengan kepala Pos Medis lanjutan dan pos komando. 4. Peralatan (Kebutuhan Minimum) untuk : a. Tempat Triase (1) Tanda pengenal untuk menandai setiap tempat/bagian dan petugas (2) Kartu triase (3) Peralatan administrasi (4) Tandu (empat buah) (5) Alat penerangan (6) Spyghnomanometer, stetoskop, lampu senter, sarung tangan b. Tempat perawatan Gawat Darurat (minimum untuk untuk kebutuhan 25 orang korban) (1) Tanda pengenal untuk ketua (jaket merah dengan tulisan “ketua”), dan untuk setiap ketua tim (kain berwarna merah/kuning yang dipergunakan di lengan) (2) Alat penerangan (3) Tandu (4) Selimut (5) Peralatan administrasi (6) Sphygnomanometer, stetoskop, lampu senter, sarung tangan
Universitas Sumatera Utara
82
(7) Peralatan medis bencana alam, terdiri dari: a) Peralatan resusitasi jalan nafas - Oksigen tabung - Peralatan intubasi - Peralatan trakeostomi - Peralatan drain thoraks - Ambu bag - Alat cricothiroidectomy b)
Peralatan resusitasi jantung - Infus set + cairan - Obat-obatan untuk penatalaksanaan syok - Alat fiksasi pada trauma thoraks (MASTrousers)
c) Peralatan listrik/pneumatic - Penghisap lendir - Lampu khusus - Defibrilator - Ventilator - Baterai atau generator d) Perlengkapan atau peralatan luka kapas, verband elastik - Peralatan penjahitan luka - Sarung tangan - Obat antiseptik
Universitas Sumatera Utara
83
- Selimut pengaman - Bidai (termasuk obat kolar leher) - ATS/ABU
c. Tempat perawatan Non Gawat Darurat (1) Peralatan penerangan khusus (2) Alat membalut/bidai (3) Peralatan administrasi (4) Spygmanometer, stetoskop, lampu senter, sarung tangan d. Lokasi Evakuasi (1) Alat penerangan (2) Tandu (3) Peralatan administrasi (4) Sphygmanometer, stetoskop, lampu senter, sarung tangan 2.16.10.
Pos Penatalaksanaan Evakuasi
Pos penatalaksanaan evakuasi ini berfungsi untuk: 1.
Mengumpulkan korban dari berbagai pos medis lanjutan
2.
Melakukan pemeriksaan ulang terhadap para korban
3.
Meneruskan/memperbaiki upaya stabilisasi korban
4.
Memberangkatkan korban ke fasilitas kesehatan tujuan Jika bencana yang terjadi mempunyai beberapa daerah pusat bencana, disetiap
daerah pusat bencana tersebut harus didirikan pos medis lanjutan. Dengan adanya
Universitas Sumatera Utara
84
beberapa pos medis lanjutan ini pemindahan korban ke sarana kesehatan penerima harus dilakukan secara terkoordinasi agar pemindahan tersebut dapat berjalan secara efisien. Untuk mencapai efisiensi ini korban yang berasal dari berbagai pos medis lanjutan akan dipindahkan ke satu tempat dengan fasilitas stabilisasi dan evakuasi yang lebih baik, dimana dari tempat ini di transfer selanjutnya akan dikoordinasi. Tempat penampungan korban sebelum pemindahan ini disebut sebagai pos Penatalaksanaan Evakuasi yang dapat berupa sebuah “rumah sakit lapangan”, poliklinik, Rumah Sakit tipe B, atau fasilitas sejenis.
2.17. Kegawatdaruratan 2.17.1.
Definisi Kegawatdaruratan Adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi
keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio – psiko – sosio – spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien/pasien yang mempunyai masalah aktual atau resiko yang mengancam kehidupan, terjadi secara mendadak atau tidak dapat diperkirakan, dan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau kecacatan yang mungkin terjadi (Kemenkes, R.I, 2010). 2.17.2.
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Suatu sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur
pelayanan pra – rumah sakit, pelayanan di rumah sakit, dan pelayanan antar
Universitas Sumatera Utara
85
pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada respons cepat yang menekankan pada “Time Saving Is Life And Limb Saving”, yang melibatkan masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, paramedis, ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi (Kemenkes, R.I, 2011). 2.17.3. Prinsip Manajemen Gawat Darurat Prinsip Manajemen Gawat Darurat diantaranya yaitu : 1.
Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).
2.
Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.
3.
Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).
4.
Melakukan pengkajian sistematik
sebelum
melakukan
tindakan
secara
menyeluruh. Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi korban dari kedinginan. 5.
Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan yakinkan akan ditolong.
6.
Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada kondisi yang membahayakan.
7.
Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan anastesi umum dalam waktu dekat.
8.
Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai.
Universitas Sumatera Utara
86
Dalam beberapa jenis keadaan kegawatdaruratan yang telah disepakati pimpinan masing-masing rumah sakit dan tentunya dengan menggunakan protap yang telah tersedia, maka perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat dapat bertindak langsung sesuai dengan prosedur tetap rumah sakit yang berlaku. Peran ini sangat dekat kaitannya dengan upaya penyelamatan jiwa pasien secara langsung. Dalam kegawatdaruratan diperlukan 3 kesiapan, yakni : 1.
Siap mental, dalam arti bahwa ”emergency can not wait”. Setiap unsur yang terkait termasuk perawat harus menghayati bahwa aritmia dapat membawa kematian dalam 1-2 menit. Apnea atau penyumbatan jalan napas dapat mematikan dalam 3 menit.
2.
Siap pengetahuan dan keterampilan. Perawat harus mempunyai bekal pengetahuan teoritis dan patofisiologi berbagai penyakit organ tubuh penting. Selain itu juga keterampilan manual untuk pertolongan pertama.
3.
Siap alat dan obat. Pertolongan pasien gawat darurat tidak dapat dipisahkan dari penyediaan/logistik peralatan dan obat-obatan darurat.
2.18. Kegawatdaruratan 2.18.1.
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Suatu sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur
pelayanan pra – rumah sakit, pelayanan di rumah sakit, dan pelayanan antar pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada respons cepat yang menekankan pada “Time Saving Is Life And Limb Saving”, yang melibatkan
Universitas Sumatera Utara
87
masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, paramedis, ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi (Kemenkes, R.I, 2011). 2.18.2. Pertolongan Pertama Pertolongan pertama dilakukan oleh para sukarelawan, petugas pemadam kebakaran, polisi, tenaga dari unit khusus, tim medis gawat darurat dan tenaga perawat gawat darurat terlatih. Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi seperti berikut: 1.
Lokasi bencana, sebelum korban dipindahkan.
2.
Tempat Penampungan Sementara
3.
Pada “tempat hijau” dari pos medis lanjutan.
4.
Dalam ambulans saat korban dipindahkan ke fasilitas kesehatan. Pertolongan pertama yang diberikan kepada korban dapat berupa kontrol
jalan nafas, fungsi pernafasan dan jantung, pengawasan posisi korban, kontrol pendarahan, imobilisasi fraktur, pembalutan dan usaha-usaha untuk membuat korban merasa lebih nyaman. Harus selalu diingat bahwa, bila korban masih berada dilokasi yang paling penting adalah memindahkan korban sesegera mungkin, membawa korban gawat darurat ke pos medis lanjutan sambil melakukan usaha pertolongan pertama utama, seperti mempertahankan jalan nafas, dan kontrol
pendarahan.
Resusitasi kardiopulmoner tidak boleh dilakukan dilokasi kecelakaan pada bencana missal karena membutuhkan waktu dan tenaga. 2.18.3. Teknik Pengkajian Fisik yang Dibutuhkan pada Keperawatan Bencana
Universitas Sumatera Utara
88
Menentukan pasien dapat berjalan atau tidak, dapat dilakukan dengan melihatnya saja. Pada kondisi normal, untuk mengamati pernafasan, sirkulasi darah, dan kesadaran digunakan kriteria yang banyak. Sebagai contoh: saat mengamati pernafasan, harus di cek jumlah, dalamnya pernafasan, pola, dan kesimetrisan gerakan dada. Lebih lanjut lagi dapat dilakukan pengamatan secara detail dengan menggunakan alat-alat monitor. Tetapi pada saat harus mengamati kondisi pernafasan terhadap banyaknya pasien dalam waktu 30 detik triase, maka tetapkan terlebih dahulu apakah pasien tersebut bernafas atau tidak. Pengkajian fisik sangat memerlukan penggunaan kelima panca indera secara optimal (Zailani dkk, 2009). 1.
Pengamatan pada Pernafasan Saat menemukan seseorang yang terluka, hal pertama yang harus diamati adalah apakah korban bernafas atau tidak. Untuk melakukan hal ini, dekatkan diri anda ke wajah pasien, lihat pergerakan dadanya, dengarkan suara nafasnya di pipi anda secara bersamaan. Jika pasien tidak bernafas, maka bebaskan jalan nafas dengan metode “chin lift, head tilt”, kemudian lakukan cek ulang. Jika pasien tetap tidak bernafas setelah dibebaskan jalan nafasnya, maka berikan kartu hitam padanya. Sebaliknya, jika korban terlihat bernafas berikan kartu merah padanya. Jika pasien bernafas tanpa harus dibebaskan jalan nafasnya, lakukan cek berikut. Apabila mereka bernafas lebih dari 30 kali per menit, maka berilah kartu merah. Jika mereka bernafas antara 15 – 30 kali per menit, maka lakukanlah pengecekan pada sirkulasi darahnya.
2.
Pengamatan pada Sirkulasi Darah
Universitas Sumatera Utara
89
Lakukan cek urat nadi bersamaan dengan “Tes Blanch”. Tes Blanch adalah tes yang dilakukan untuk mengamati sirkulasi darah dibagian kuku. Jika ujung kuku pasien yang berwarna merah muda ditekan selama 5 detik, maka dasar kuku akan berubah warna menjadi putih. Ketika tekanan tersebut dilepaskan dan dalam waktu 2 detik dasar kuku nya berubah kembali menjadi merah muda, maka pasien tersebut masih baik sirkulasinya. Tetapi dalam kondisi udara yang dingin, bisa saja perubahan warna dasar kuku ini memakan waktu lebih dari 2 detik. Jika hasil tes blanch lebih dari 2 detik dan nadinya pun tidak teraba, maka berikan kartu merah pada pasien tersebut. Jika urat nadi dapat teraba dan warna dasar kuku berubah kembali dalam waktu 2 detik maka lakukan pengamatan kesadaran pada pasien. 3.
Pengamatan Kesadaran Cek apakah pasien dapat melakukan perintah sederhana seperti “coba tangannya menggenggam” atau “coba matanya dibuka”, dan lain-lain. Jika pasien dapat merespon perintah tersebut, maka berikan kartu kuning. Dan jika tidak dapat merespon berikan kartu merah. Namun ada kalanya beberapa pasien tidak mampu mengikuti perintah sederhana karena syok psikologis sesaat setelah bencana, maka perhatikanlah dengan teliti kondisi pasien tersebut. Jika tersedia manset tensimeter sebagai peralatan medis paling minimum yang harus ada, maka dapat dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Tetapi lebih baik diingat bahwa dengan mendeteksi nadi di beberapa bagian, maka akan diketahui indikator tekanan darah sistolik dengan perkiraan kasar. Apabila nadi radial
Universitas Sumatera Utara
90
terdeteksi maka tekanan sistoliknya berkisar antara 80 mmHg atau lebih; jika nadi femoralis yang terdeteksi maka tekanan adarah sistolik berkisar antara 70 mmHg atau lebih; dan kalau yang terdeteksi adalah nadi karotis maka tekanan sistolik berkisar antara 60 mmHg atau lebih. Pada Fase Akut Bencana yang memakan banyak korban, terdapat elemenelemen tentang keperawatan Gawat Darurat. Tetapi karakteristik Keperawatan Bencana adalah “memberikan pelayanan medis yang terbaik kepada sebanyak mungkin korban dalam kondisi terbatasnya sumber”. Oleh karena itu, dituntut adanya kemampuan untuk membuat keputusan dalam memberikan prioritas pelayanan medis dengan menggunakan sistem triase, dimana cara ini berbeda dengan apa yang sering mereka lakukan dalam kondisi biasa/normal. Teknik pengkajian fisik yang digunakan dalam triase Bencana, secara prinsip menuntut perawat untuk menggunakan kelima panca inderanya dan untuk mengoptimalkannya maka perawat harus terus mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya dalam kondisi normal (Zailani dkk, 2009).
2.19. Perawat Menurut
American Nurses Association (ANA)
praktik keperawatan
professional diartikan sebagai bentuk penampilan dari hasil tindakan observasi, asuhan, dan konseling dari kondisi sakit, cedera atau ketidaberdayaan atau upaya dalam mempertahankan kesehatan atau mencegah terjadinya penularan penyakit, atau upaya dalam pengawasan dan pengajaran pada staf atau dalam pemberian medikasi
Universitas Sumatera Utara
91
dan pengobatan sesuai yang diresepkan oleh dokter atau dokter gigi, kebutuhan dari penilaian dan keterampilan spesialis tertentu (Hidayat, 2003). Committee on Education American Nurses Association (ANA 1965) Keperawatan merupakan profesi yang membantu dan memberi pelayanan yang berkontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan individu. Keperawatan juga diartikan sebagai konsekuensi penting bagi individu yang menerima pelayanan, profesi ini memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh seseorang, keluarga atau kelompok di komunitas. Keperawatan memiliki berbagai teori tindakan karena keperawatan mencari jawaban untuk reaksi klien yang berkaitan dengan kesehatan. Lokakarya Nasional Keperawatan, tahun 1983, keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk bio psiko - sosial - spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada Individu, keluarga dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Sumijatun, 2010).
2.20. Keperawatan Bencana Pada fase akut bencana yang memakan banyak korban, terdapat banyak elemen-elemen tentang keperawatan gawat darurat. Tetapi, karakteristik Keperawatan Bencana adalah “memberikan pelayanan paramedis yang terbaik kepada sebanyak mungkin korban dalam kondisi terbatasnya sumber”. Oleh karena itu, dituntut adanya kemampuan untuk membuat keputusan dalam memberikan prioritas pelayanan medis dengan menggunakan sistem triase, dimana dengan cara ini berbeda dengan apa yang
Universitas Sumatera Utara
92
sering mereka lakukan dalam kondisi biasa/normal. Teknik pengkajian yang dilakukan dalam triase bencana, secara prinsip menuntut perawat menggunakan kelima panca inderanya dan untuk mengoptimalkan maka perawat harus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam kondisi normal.
Tabel 2.2. Perbedaan antara Keperawatan Bencana Keperawatan Gawat Darurat (Saat Normal) Keperawatan Bencana pada Fase Akut Objek Prasyarat
Banyak orang (komunitas) · · ·
Keadaan
Terbatasnya sumber (SDM, bahan medis) Waktunya terbatas Terbaik untuk banyak orang
Daerah Bencana: · Rusaknya fasilitas medis · Terputusnya fasilitas penunjang hidup (gas, saluran air, listrik, telepon, sistem transportasi) · Terputusnya dan kurangnya informasi · Sangat kekurang petugas medis · Kekurangan obat dan bahanbahan medis · Alat medis tidak dapat
(Fase
Akut)
dan
Keperawatan Gawat Daraurat pada Saat Normal Individu dan orang sekitarnya · Sumber-sumber medis dapat diperkirakan dan disiapkan · Keperawatan berkelanjutan · Perawatan medis terbaik untuk satu orang Pada saat normal: · Fasilitas medis berfungsi normal · Fasilitas penunjang hidup berfungsi normal · Informasi bisa diperoleh · Petugas medis cukup · Persediaan obat-obatan dan bahan medis cukup · Alat-alat medis dapat digunakan · Trasnportasi dapat digunakan
Universitas Sumatera Utara
93
· · ·
berfungsi dan terbatas Terbatasnya sarana transportasi Jumlah pasien melebihi daya tamping Tenaga keperawatannya juga menjadi korban, atau hidup di area bencana
· ·
Daya tampung pasien cukup Perawat tidak termasuk korban
Tabel 2.2 (Lanjutan) Keperawatan Bencana pada Fase Akut Spesifikasi Tindakan Keperawatan
·
· · · · ·
· ·
Berbaur diantara para korban dan orang-orang disekitarnya. Intervensi terhadap para korban. Pengumpalan data menggunakan kelima panca indera Pengkajian fisik menggunakan kelima panca indera Mengerahkan seluruh kemampuan dan keterampilan yang dimiliki Pelayanan keperawatan yang cepat, tanggap dan kreatif ditengah keterbatasan sumber Perawatan dan manajement kesehatan diserahkan pada pasien atau keluarganya sendiri Kesulitan perawat untuk membuat cacatan tentang kondisi pasien Kekurangan penyokong social
· ·
· ·
·
·
Keperawatan Gawat Daraurat pada Saat Normal Intervensi terhadap satu orang dan orang-orang yang mengitarinya Mampu menggunakan ME (Medical Equipment) untuk memonitoring pasien kritis Dapat mengambil kesimpulan dari data objektif Dapat berkonsultasi dan bekerja sama dengan perawat atau doker bila pengetahuan dan keterampilan kurang Dapat mempraktikkan keperawatan dengan memanfaatkan sumber yang diperlukan berdasarkan manual atau proses Perawatan di fokuskan
Universitas Sumatera Utara
94
· ·
pada pasien luka bakar Mampu membuat cacatan tentang kondisi pasien Mampu menggunakan penyokong sosial.
2.21. Puskesmas 2.21.1. Definisi Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di Indonesia (Trihono, 2005). 2.21.2. Visi Visi pembangunan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya kecamatan menuju sehat yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya. Indikator kecamatan sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu serta, derajat kesehatan penduduk kecamatan (Trihono, 2005). 2.21.3. Misi
Universitas Sumatera Utara
95
Menurut Trihono, (2005), misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah: a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan diwilayah kerjanya. b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat diwilayah kerjanya. c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.
2.22. Pengetahuan Pengetahuan didefinisikan oleh Oxford Kamus Inggris sebagai (i) keahlian, dan keterampilan yang diperoleh oleh seseorang melalui pengalaman atau pendidikan; pemahaman teoritis atau praktis dari suatu subjek, (ii) apa yang dikenal dalam bidang tertentu atau secara total; fakta dan informasi; atau (iii) kesadaran atau keakraban diperoleh pengalaman fakta atau situasi. Perdebatan filosofis pada mulai umum dengan formulasi Plato pengetahuan sebagai "keyakinan yang benar dibenarkan." Namun ada ada definisi yang disepakati tunggal pengetahuan saat ini, maupun prospek satu, dan masih ada banyak teori yang bersaing (Bagoes, 2010). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, penginderaan terjadi
Universitas Sumatera Utara
96
melalui pasca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku tidak selalu harus melewati tahap-tahap di atas. Rogers mengemukakan ada empat tahapan proses adopsi perilaku dalam Teori Difusi Inovasi yaitu :
1. Tahap Pengetahuan Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak , maupun komunikasi interpersonal diantara masyarakat. 2. Tahap Persuasi Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi tersebut. 3. Tahap Pengambilan Keputusan Dalam tahap ini, seseorang membuat keputusan
akhir apakah mereka akan
mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun
bukan berarti setelah
Universitas Sumatera Utara
97
melakukan pengambilan keputusan ini lantas menutup kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian. 4. Tahap Implementasi Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih jauh tentang inovasi tersebut. 5. Tahap Konfirmasi Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi ataupun tidak, seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah perilaku sehingga perilaku itu langgeng (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu : 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
Universitas Sumatera Utara
98
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang I pelajari atau rangsangan yang telah di terima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
apa
yang
dipelajari
antara
lain:
menyebutkan,
menguraikan,
mendefinisikan,menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan yang bergizi. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil. Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi sepertipenggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam penghitungan - penghitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip - prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan
Universitas Sumatera Utara
99
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja ,dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5. Sintesis (Syntesis) Sintesis
menunjukan
kepada
suatu
kemampuan
untuk
meletakan
atau
menghubungkan bagian - bagian di dalam satu bentuk yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahauan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas. Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan : 1. Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan. 2. Ekonomi (Pendapatan)
Universitas Sumatera Utara
100
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih tercukupi bila dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan memengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk ke dalam kebutuhan sekunder. 3. Lingkungan Sosial Ekonomi Manusia adalah mahluk sosial dimana didalam kehidupan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan lebih besar dan terpapar informasi. 4. Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam pemberian respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan. 5. Paparan Media Massa atau Informasi Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah dan lai-lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang tidak pernah terpapar informasi media massa. 6. Akses Layanan Kesehatan atau Fasilitas Kesehatan Mudah atau sulitnya dalam mengakses kesehatan tentunya akan berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya dalam hal kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
101
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dan subjek penelitian atau respon (Notoatmodjo, 2007). 1. Dimensi Pengetahuan Dimensi pengetahuan pada taksonomi Bloom yang baru menurut Anderson dkk, (Widodo, 2003) dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu: a.
Pengetahuan Faktual Pengetahuan faktual meliputi unsur-unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu yang biasa digunakan oleh ahli di bidang tersebut. Pengetahuan faktual pada umumnya merupakan abstraksi level rendah. Pengetahuan ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: 1) Pengetahuan tantang terminologi: mencakup pengetahuan tentang label, atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun nonverbal. 2) Pengetahuan tentang bagian detail dariunsur – unsur, mencakup pengetahuan tentang kejadian tertentu, ternpat, orang, waktu dan sebagainya.
b.
Pengetahuan Konseptual Pengetahuan konseptual rneliputi pengetahuan tentang saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi secara bersama-sama. Pengetahuan konseptual terdiri dalam tiga bentuk yaitu:
Universitas Sumatera Utara
102
1) Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori: mencakup pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian atau susunan yang berlaku dalam bidang ilmu tertentu. 2) Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: mencakup abstraksi dan hasil observasi ke level yang lebih tinggi, yaitu prinsip dan generalisasi. 3) Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur: mencakup pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi serta saling keterkaitan antara keduanya yang menghasilkan kejelasan terhadap suatu fenomena yang kornpleks.
c.
Pengetahuan Prosedural Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan pengetahuan tentang cara untuk melakukan sesuatu. Pengetahuan prosedural berisi tentang langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan sesuatu. Pengetahuan prosedural terdiri dari: 1) Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu dan algoritma: mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu atau tentang algoritma yang harus ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan. 2) Pengetahuan tentang teknik khusus dan metode yang berhubungan dengan bidang tertentu: meliputi pengetahuan yang pada umunmya merupakan hasil konsensus, perjanjian, atau aturan yang berlaku dalam
Universitas Sumatera Utara
103
disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan ini lebih mencerminkan cara seorang dalam berpikir dan memecahkan masalah yang dihadapi. 3) Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan menggunakan prosedur yang benar: mencakup pengetahuan tentang penggunaan suatu teknik, strategi atau metode dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dihadapi pada saat itu. d.
Pengetahuan Metakognitif Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Pengetahuan metakognitif terdiri dari: 1) Pengetahuan strategik
mencakup pengetahuan tentang strategi umum
untuk belajar, berpikir dan memecahkan masalah. 2) Pengetahuan tentang tugas kognitif: mencakup pengetahuan tentang jenis operasi kognitif yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tertentu sesuai dengan situasi dan kondisinya. 3) Pengetahuan tentang diri sendiri: mencakup pengetahuan tentang kelemahan dan kemampuan diri sendiri dalam belajar. Contoh: mencari informasi kesehatan untuk mengambil keputusan.
2.23. Sikap 2.13.1. Pengertian Sikap Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
104
Newcomb dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sikap merupakan kesediaan dan kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Notoatmodjo (2007), sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu: 1. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu usaha Untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan , terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung Jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Menurut Notoatmodjo (2007) dalam bukunya menyatakan bahwa setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau
Universitas Sumatera Utara
105
bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan yakni: 1. Sikap terhadap sakit dan penyakit Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap: gejala atau tandatanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit,cara pencegahan penyakit, dan sebagainya. 2. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olah raga, relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup, dan sebagainya bagi kesehatannya. 3. Sikap terhadap kesehatan lingkungan Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau penilaian tehadap air bersih, pembuangan limbah, polusi dan sebagainya. Notoatmodjo
(2007)
mengemukakan
dalam
bukunya
bahwa
sikap
menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak terlalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain: 1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
Universitas Sumatera Utara
106
2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. 3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Nilai (value), didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. 2.13.2. Ciri-ciri Sikap Menurut WA. Gerungan (1982), dalam Sunyoto (2012), sikap mempunyai ciri - ciri sebagai berikut : a.
Sikap bukan merupakan bawaan manusia sejak lahir, melainkan dibentuk atau diperoleh sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan objek tertentu.
b.
Sikap dapat berubah – ubah dan dapat dipelajari, oleh karena itu sikap dapat berubah pada orang bila terdapat keadaan dan syarat tertentu yang mempermudah sikapnya pada orang itu sendiri.
c.
Sikap itu tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung hubungan pada objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
d.
Sikap mempunyai strategi motivasi dan segi perasaan dalam membedakan sikap daripada kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang.
2.13.3. Karakteristik Sikap Menurut Indriyo Gitosudarmo dan I Nyonya Sudita (1997) dalam Sunyoto (2012) ada empat karakteristik sikap yakni:
Universitas Sumatera Utara
107
a.
Sikap memiliki arah, derajat dan intensitas. Artinya sikap seseorang terhadap suatu objek akan menunjukkan suatu arah tertentu suatu objek. Arah seseorang terhadap suatu objek dapat mendekat atau menjauh. Kecuali sikap seseorang itu mempunyai derajat tertentu yaitu sampai beberapa orang merasa senang atau tidak senang terhadap suatu objek, sedangkan intensitas sikap seseorang ditinjukan oleh tingkah pendiriannya.
b.
Sikap memiliki struktur Sikap merupakan kerangkan organisasi dari beberapa sikap yang ada pada seseorang didalamnya terdapat sejumlah sikap yang tergabung membentuk rangkaian yang kompleks.
c.
Sikap selalu memiliki objek Artinya selalu mempunyai sesuatu hal yang dianggap penting. Objek sikap dapat berubah konsep abstrak seperti konsumerisme atau berupa suatu yang nyata.
d.
Sikap merupakan proses yang dipelajari Artinya sikap dibentuk dari pengaaman individu, terhadap realistis, dimana pengalaman tersebut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.
2.13.4. Sumber-sumber dari Pengembangan Sikap Menurut WA. Gerungan (1982) dalam Sunyoto (2012) perkembangan sikap seseorang dapat melalui cara sebagai berikut : a.
Assosiasi Group Sikap sangat dipengaruhi oleh kelompok dalam lingkungan juga anggota lain, misalnya sikap terhadap produksi, etika dan kelompok orang dari subjek lain
Universitas Sumatera Utara
108
sangat dipengaruhi oleh kelompok misalnya keluarga, pekerjaan dan kelompok sosial sangat mempengaruhi sikap seseorang. b.
Pengalaman Pribadi Manusia berhubungan dengan objek – objek lingkungan mereka sendiri sehari – harinya. Ada beberapa familier sedangkan yang lain sama sekali baru dan juga diproses dalam evaluasi ini, sangat membantu dalam pengembangan sikap terhadap suatu objek.
c.
Kelompok Lain yang Berpengaruh Sikap seseorang dapat dibentuk dan diubah melalui kontak perorangan dengan orang lain. Seseorang dapat berpengaruh kuat pada sikap dan tingkah laku orang lain.
2.13.5. Pengukuran Sikap Penelitian tentang sikap memerlukan ukuran – ukuran tertentu. Penelitian sikap tergantung pada kepekaan dan kecermatan pengukurannya, yang perlu diperhatikan adalah secara metodologi dan instrumen agar dapat dikembangkan dan digunakan untuk mengukur sikap. Menurut Basu Swastha DH. Dan T.Hani Handiko (1987) dalam Sunyoto (2012), menyatakan sikap secara garis besarnya dapat diukur dengan dua cara yaitu : a. Pengukuran sikap secara langsung Digunakan sejumlah item yang telah disusun secara seksama, hati – hati, selektif sesuai dengan kriteria tertentu. Pengukuran secara langsung diminta pendapat
Universitas Sumatera Utara
109
bagaimana sikapnya terhadap sesuatu masalah yang dihadapkan kepadanya, dalam hal ini dibedakan menjadi dua bagian : 1) Secara langsung yang berstruktur, terdiri dari pernyataan yang telah disusun dan langsung diberikan kepada objek, serta bagaimana tanggapan mereka terhadap sesuatu hal. 2) Secara
langsung
yang tidak berstruktur,
pengukuran sikap dengan
menggunakan wawancara bebas, kuesioner dan pengamatan langsung sesuai dengan survey. b. Pengukuran secara tidak langsung Merupakan pengukuran sikap dengan menggunakan alat – alat tes. Hal ini dapat dibedakan antara yang berstruktur dengan yang tidak berstruktur, yang berstruktur dapat menggunakan tes objektif dengan sikap, sedangkan yang tidak berstruktur dapat menggunakan tes proyeksi, misalnya seseorang pembeli dapat memberikan suatu gambaran pada subjek. kemudian subjek tersebut diminta menceritakan apa – apa yang telah dilihat untuk memperlihatkan sikap terhadap situasi yang ada pada gambaran yang telah disediakan.
2.14. Keterampilan Menurut Gordon dalam Satria (2008) pengertian keterampilan adalah kemampuan untuk mengoperasikan pekerjaan secara mudah dan cermat. Pengertian ini biasanya cenderung pada aktivitas psikomotor.
Universitas Sumatera Utara
110
Menurut Hoetomo MA (2005) terampil adalah cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. atau kecakapan yang disyaratkan. Dalam pengertian luas, jelas bahwa setiap cara yang digunakan untuk mengembangkan manusia, bermutu dan memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sebagaimana diisyaratkan (Suparno, 2001). Menurut Iverson (2001) mengatakan bahwa selain training yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan, keterampilan juga membutuhkan kemampuan dasar (basic ability) untuk melakukan pekerjaan secara mudah dan tepat. Berdasarkan pengertian tersebut
di atas dapat
disimpulkan bahwa
keterampilan (skill) berarti kemampuan untuk mengoperasikan suatu pekerjaan secara mudah dan cermat yang membutuhkan kemampuan dasar (basic ability). Menurut Robbins (2000) pada dasarnya keterampilan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: 1. Basic Literacy Skill Keahlian dasar merupakan keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti membaca, menulis dan mendengar. 2. Technical Skill Keahlian teknik merupakan keahlian seseorang dalam pengembangan teknik yang dimiliki, seperti menghitung secara tepat, mengoperasikan komputer. 3. Interpersonal Skill
Universitas Sumatera Utara
111
Keahlian interpersonal merupakan kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja, seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja dalam satu tim. 4. Problem Solving Menyelesaikan masalah adalah proses aktivitas untuk menajamkan logika, berargumentasi dan penyelesaian masalah serta kemampuan untuk mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisa serta memilih penyelesaian yang baik. Dalam rangka meningkatkan kinerja seorang pegawai atau karyawan maka salah satu faktor penunjang adalah tingkat keterampilan pegawai atau karyawan itu sendiri. Semakin tinggi tingkat keterampilan seorang pegawai atau karyawan, maka akan dapat meningkatkan kinerja.
2.15. Landasan Teori Sebenarnya, pengertian atau konsep kompetensi saat ini bukanlah sesuatu hal yang baru, bahkan asing di pedengaran kita, mengenai perkembangan gerakan (evolusi) tersebut menurut organisasi industri psikologi di amerika serikat, sejarah kompetensi dimulai sekitar pada tahun 1960 sampai dengan awal tahun 1970-an. Sesuai gerakan dan perkembangan konsep kompetensi pada waktu itu, banyak tentang hasil studi dan hasil penelitian yang menunjukan bahwa dari hasil tes sikap (attitude) dan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), prestasi belajar pada sekolah-sekolah atau diploma di amerika serikat tidak dapat menunjukan dan
Universitas Sumatera Utara
112
memprediksikan prestasi kerja atau kineja serta keberhasilan
dalam kehidupan
individu seseorang. Kemudian,dari hasil penelitian tersebut, jika ditinjau dari beberapa variable-variabel kompetensi, akhirnya sering menimbulkan pembiasaan terhadap kemampuan dan keahlian seseorang, baik pada perempuan maupun laki-laki, bahkan kepada minoritas dan mayoritas sekalipun atau pada strata kehidupan sosial ekonomi yang tertingi atau terendah. Selanjutnya, dari hasil temuan penelitian ini telah mendorong para psikolog lainnya, di antaranya L.M. Spencer,Jr & S.M. Spencer yang melakukan penelitian lebih jauh mendalam lagi terhadap lagi terhadap variable kompetensi yang diduga dapat mempredisikan kinerja seseorang yang menghasilkan tidak biasa, apabila ditinjau dari beberapa faktor, seperti rasial, gender, dan sosial ekonomi. Oleh karena itu, maka dari hasil temuan para psikolog ini telah mendorong untuk dilakukan penelitian-penelitian selanjutnya terhadap kompetensi pada individu seseorang, yaitu dengan cara melakukan seperti berikut ini. 1.
Membandingkan individu seseorang yang telah berhasil dalam pekerjaannya (berkinerja baik) dengan individu orang lain yang gagal atau tidak berhasil dalam bekerja (berkinerja buruk), selanjutnya diidentifikasi bagaimanakah karakteristik atas keberhasilan tersebut, mengapa mereka berhasil dalam bekerja,dan mengapa mereka tidak berhasil.
2.
Mengidentifikasikan pola pikir dan perilaku individu seseorang yang berhasil dalam pekerjaanya. Dalam pengukuran kompetensi ini diberikan beberapa pertanyaan, menyangkut reaksi individu terhadap situasi yang terbuka atau
Universitas Sumatera Utara
113
tertutup ketimbang menggantungkan kepada pengukuran responden yang menjawab pertanyaan dalam menjawab alternatif saja (tertutup), dan bukan dengan menjawab secara pilihan ganda (multiple choice). Apa yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya pada orang tersebut, dan mengapa yang dipikirkan seseorang secara spontan dalam situasi tidak terstuktur dapat terjadi. 2.15.1. Hubungan Sebab Akibat Kompetensi dengan Kinerja Sebenarnya, hubungan antara kompetensi dengan kinerja sangat erat sekali, hal ini tampak pada hubungan dari keduanya, yaitu hubungan sebab akibat (causalliy related). Menurut spencer, hubungan antara kompetensi karyawan dengan kinerja adalah sangat erat dan penting sekali, relevansinya ada kuat dan akurat, bahkan mereka (karyawan) apabila ingin meningkatkan kinerjanya, seharusnya mempunyai kompetensi yang sesuai dengan tugas pekerjaannya (the righ man on the righ job). Pengelolaan sumber daya manusia memang harus dikelola secara benar dan seksama agar tujuan dan sasaran organisasi dapat dicapai melalui pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi beberapa proses, antara lain organisasi harus mengidentifikasi dan mengembangkan kompetensi individu ke arah kinerja karyawan (Moeheriono, 2009). Menurut Spencer, kompetensi mempunyai hubungan sebab-akibat (causally related ) jika dikaitkan dengan kinerja seorang karyawan serta kompetensi, yang terdiri atas : motif (motive) , sifat (trait), konsep diri (self concept) dan keterampilan (skill), serta pengetahuan (knowledge), yang diharapkan dapat memprediksikan perilaku seseorang sehingga akhirnya dapat memprediksi kinerja orang tersebut.
Universitas Sumatera Utara
114
Kompetensi selalu mengandung maksud dan tujuan tertentu yang merupakan dorongan motif atau sifat yang menyebabkan suatu tindakan seseorang untuk memperoleh suatu hasil (Moeheriono, 2009). Hasil penelitian Hendri (2009) yang meneliti tentang pengaruh kompetensi terhadap kinerja petugas promosi kesehatan di Puskesmas wilayah kerja kerja Dinas Kesehatan kota Pematangsiantar. Jenis Penelitian yang digunakan adalah explanatory research dengan sampel sebanyak
orang 34
orang petugas promosi kesehatan
Puskesmas. Uji statistik yang digunakan adalah uji regresi linear berganda, dengan persamaan Y = 0.925 +0,391 XI. Hasil penelitian ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi (pengatahuan, sikap dan keterampilan) terhadap kinerja petugas promosi kesehatan di kota Pematangsiantar dengan sinifikansi masing-masing (sig<0,05). Variabel yang paling memengaruhi kinerja adalah sikap. Hasil penelitian Sitepu (2010) yang meneliti tentang pengaruh kompetensi sumber daya manusia terhadap kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas Deli Serdang. Sampel penelitian ini berjumlah 168 orang, diambil dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi linear berganda pada taraf kepercayaan 95 %. Berdasarkan analisis diketahui ada hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan dengan kinerja perawat (p=0,046), variabel sikap dengan kinerja perawat (P=0,034), variabel keterampilan dengan kinerja peawat (p=0,001). Ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi (sikap dan keterampilan) terhadap kinerja perawat. Variabel yang paling dominan memengaruhi kinerja perawat adalah keterampilan (nilai β =0,453).
Universitas Sumatera Utara
115
2.16. Kerangka Konsep Kompetensi - Pengetahuan - Sikap - Keterampilan
Kinerja Perawat Kesiapsiagaan Triase dan Kegawatdaruratan pada Korban Bencana Massal
Gambar 2.5. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka diatas, maka dapat dijelaskan bahwa
dijelaskan
kerangka konsep dalam penelitian ini adalah variable independen (variable bebas) yang terdiri dari kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) diasumsikan dapat mempengaruhi kesiapsiagaan triase dan kegawatdaruratan pada korban bencana massal.
Universitas Sumatera Utara