BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakikat Sikap Belajar 2.1.1 Pengertian Sikap Thurstone, Likert dan Ozgood (dalam Azwar, 2011:5) mengemukakan pengertian sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (enfavorable) pada objek tersebut. Selanjutnya dijelaskan pula oleh Edward (dalam Azwar, 2011:5) sikap sebagai derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat diketahui bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada satu stimulus yang menghendaki adanya respons. Pada kesimpulannya, Backman masih (dalam Azwar, 2011:5) menyatakan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sukmadinata (2005:43) mendefinisikan sikap adalah pernyataan positif maupun negatif seseorang terhadap suatu objek tertentu. Baradja (2005:50) mengemukakan sikap merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu, secara umum
pengertian perasaan adalah suasana yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, suka dan tidak suka, baik dan buruk. Dari beberapa pengertian sikap yang dikemukakan para ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap adalah perilaku yang dimiliki seseorang dalam melakukan tindakan, baik tindakan yang bersifat positif maupun negatif.
2.1.2 Pengertian Belajar Slmaeto (dalam Djamarah, 2008:13) mengemukakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukann individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Syah (2005:92) menjelaskan belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu, yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Hilgard (dalam Sukmadinata, 2005:156) mengemukakan bahwa belajar dapat dirumuskan sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen, yang terjadi karena pengalaman. Selanjutnya dijelaskan, Sukmadinata (2005:156) mengenai pengertian perubahan pada sitiap definisi belajar yakni menyangkut hal yang sangat luas, menyangkut semua aspek kepribadian individu. Perubahan tersebut dapat berkenaan dengan penguasaan dan penambahan pengetahuan, kecakapan, sikap, nilai, motivasi, kebiasaan, minat, apresiasi dan sebagainya. Demikian juga dengan pengalaman, berkenaan dengan segala bentuk pengalaman atau hal-hal yang pernah dialami.
Pengalaman karena membaca, melihat, mendengar, merasakan, menganalisa, memecahkan, dan sebagainya. Gage (dalam Sagala, 2008:15) mendefinisikan belajar adalah sebagai suatu proses dunia suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Garret masih (dalam Sagala, 2008:13) mengemukakan pula belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli tentang belajar dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang menyangkut perubahan individu. Perhatian utama dalam belajar adalah perilaku manusia, yaitu kemampuan manusia untuk menangkap informasi mengenai ilmu pengetahuan yang diterimanya dalam belajar.
2.1.3 Pengertian Sikap Belajar Crow (dalam Sagala, 2008:13) menjelaskan belajar adalah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap-sikap. Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya, maka belajar itu disebut “rote learning”. Kemudian jika yang telah dipelajari itu mampu disampaikan dan diekspresikan dalam bahasa sendiri, maka disebut “overlearning”.
Dari pengertian dapat dijelaskan bahwa sikap belajar merupakan salah satu tujuan dalam belajar. Dengan sikap belajar yang dimiliki siswa, akan berdampak pada hasil belajar, terutama pencapaian standar kompetensi pada mata pelajaran yang dipelajari. Selanjutnya Sukmadinata (2005:156) menyatakan sikap belajar merupakan perubahan yang dialami oleh individu setelah mengalami proses belajar. Sehubungan dengan hal ini dijelaskan bahwa manusia adalah organisme yang mempunyai kemampuan berpikir, ia dapat mengarahkan diri, dapat menghayati keadaan orang lain, dapat menggunakan simbol-simbol yang dapat mengatur dirinya sendiri. Berbicara tentang sikap belajar banyak berhubungan dengan keadaan individu/siswa itu sendiri. Menurut Cronbach (dalam Sukmadinata, 2005:157) bahwa terdapat beberapa unsur utama dalam belajar, yakni: 1) Tujuan. Belajar dimulai karena adanya sesuatu tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu muncul untuk memenuhi sesuatu kebutuhan. Perbuatan belajar diarahkan kepada pencapaian sesuatu tujuan dan untuk memenuhi sesuatu kebutuhan. Sesuatu perbuatan belajar akan efisien apabila terarah kepada tujuan yang jelas dan berarti bagi individu. 2) Kesiapan. Untuk dapat melakukan perbuatan belajar dengan baik anak atau individu perlu memiliki kesiapan, baik kesiapan fisik dan psikis, kesiapan yang berupa kematangan untuk melakukan sesuatu,
maupun penguasaan pengetahuan dan kecakapan-kecakapan yang mendasarinya. 3) Situasi. Kegiatan belajar berlangsung dalam suatu situasi belajar. Dalam situasi belajar ini terlibat tempat, lingkungan sekitar, alat dan bahan yang dipelajari, orang-orang yang turut tersangkut dalam kegiatan belajar serta kondisi siswa yang belajar. Kelancaran dan hasil dari belajar banyak dipengaruhi oleh situasi ini, walaupun untuk individu dan pada waktu tertentu sesuatu aspek dari situasi belajar ini lebih dominan sedang pada individu atau waktu lain aspek lain yang lebih berpengaruh. 4) Interpretasi. Dalam menghadapi situasi, individu mengadakan interpretasi, yaitu melihat hubungan di antara komponen-komponen situasi belajar, melihat makna dari hubungan tersebut dan menghubungkannya dengan kemungkinan pencapaian tujuan. Berdasarkan interpretasi tersebut mungkin individu sampai kepada kesimpulan dapat atau tidak dapat mencapai tujuan. 5) Respons. Berpegang kepada hasil dari interpretasi apakah individu mungkin atau tidak mungkin mencapai tujuan yang diharapkan, maka ia memberikan respons. Respons ini mungkin berupa suatu usaha coba-coba (trial and error), atau usaha yang penuh perhitungan dan perencanaan atau pun ia menghentikan usahanya untuk mencapai tujuan tersebut.
6) Konsekuensi. Setiap usaha akan membawa hasil, akibat atau konsekuensi entah itu keberhasilan ataupun kegagalan, demikian juga dengan respons atau usaha belajar siswa. Apabila siswa berhasil dalam belajarnya ia akan merasa senang, puas, dan akan lebih meningkatkan semangatnya untuk melakukan usaha-usaha belajar berikutnya. 7) Reaksi terhadap kegagalan. Selain keberhasilan, kemungkinan lain yang diperoleh siswa dalam belajar adalah kegagalan. Peristiwa ini akan menimbulkan perasaan sedih dan kecewa. Reaksi siswa terhadap kewgagalan dalam belajar bisa bermacam-macam. Kegagalan bisa menurunkan semangat, dan memperkecil usahausaha belajar selanjutnya, tetapi bisa juga sebaliknya, kegagalan membangkitkan semangat yang berlipat ganda untuk menebus dan menutupi kegagalan tersebut. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, pembentukan sikap belajar sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. 2.1.4 Ciri-ciri Siswa Yang Memiliki Sikap Belajar Sikap belajar diwujudkan melalui perilaku belajar. Adapun ciri-ciri siswa yang memiliki sikap belajar oleh Syah (2005:118) antara lain dikemukakan memiliki:
1) Kebiasaan Setiap siswa yang telah mengalami proses belajar, kebiasaan-kebiasaannya akan tampak berubah. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusutan/pengurangan inilah muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif dan otomatis. Contoh: siswa yang belajar bahasa, secara berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, akhirnya akan terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar. Jadi, berbahasa dengan cara yang baik dan benar itulah perwujudan sikap belajar. 2) Keterampilan Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otototot (neuromascular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan kondisi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. 3) Pengamatan Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar seorang siswa akan mampu mencapai pengamatan yang benar, obyektif sebelum mencapai pengertian. 4) Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat Secara sederhana, berpikir asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berpikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan
antara rangsangan dengan respons. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. 5) Berpikir Rasional dan Kritis Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why). 6) Inhibisi Dalam hal belajar, yang dimaksud dengan inhibisi ialah kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan tindakan lainnya yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya. 7) Apresiasi Apresiasi adalah gejala ranah afektif yang pada umumnya ditujukan pada karyakarya seni budaya seperti: seni sastra, seni musik, seni lukis, drama dn sebagainya. Tingkat apresiasi seorang siswa terhadap nilai sebuah karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman belajarnya. 8) Tingkah Laku Afektif Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar.
Selanjutnya Yusuf (2009:138) menjelaskan sikap terhadap belajar merupakan kecenderungan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan belajar, sebagai dampak dari suasana perasaan (feeling) dan keyakinannya tentang belajar. Adapun ciri-ciri dari sikap belajar yang positif dikemukakan pula oleh Yusuf (2009:139) meliputi: a) menyenangi pelajaran (teori dan praktek); b) merasa senang untuk mengikuti kegiatan belajar yang diprogramkan sekolah; c) mempunyai jadwal belajar yang teratur; d) mempunyai disiplin diri dalam belajar (bukan karena orang lain); e) masuk kelas tepat pada waktunya; f) memperhatikan penjelasan dari guru; g) mencatat pelajaran dalam buku khusus secara rapi dan lengkap; h) senang mengajukan pertanyaan apabila tidak memahaminya; i) berpartisipasi aktif dalam kegiatan diskusi kelas; j) membaca buku-buku pelajaran secara teratur; k) mengerjakan tugas-tugas atau PR dengan sebaik-baiknya; l) meminjam buku-buku ke perpustakaan untuk menambah wawasan keilmuwan; m) ulet atau tekun dalam melaksanakan pelajaran praktek; n) senang membaca buku-buku lain, majalah, atau koran yang isinya relevan dengan pelajaran atau program studi yang ditempuhnya; o) tidak mudah putus asa apabila mengalami kegagalan dalam belajar (seperti tidak lulus tes, atau nilainya rendah). 2.1.5 Prinsip-Prinsip Belajar Hanafiah dan Suhana (2009:18) menjelaskan prinsip-prinsip belajar sebagai berikut: 1. Belajar Berlangsung Seumur Hidup
Belajar merupakan proses perubahan perilaku peserta didik sepanjang hayat (long life education) dari mulai buaian ibu sampai menjelang masuk ke liang lahat (minal mahdi ilallahdi) yang berlangsung tanpa henti (never ending), serasi dan selaras dengan periodesisasi tugas perkembangannya (development task) peserta didik. 2. Proses Belajar adalah Kompleks, Tetapi Terorganisir Proses belajar banyak aspek yang mempengaruhinya, antara lain kualitas dan kuantitas raw input (peserta didik) dengan segala latar belakangnya, instrumental input, dan environmental input yang kesemuanya diorganisasikan secara terpadu (integrative) dan sistematis dalam rangka mencapai tujuan belajar. 3. Belajar berlangsung dari yang sederhana menuju yang kompleks Proses pembelajaran disesuaikan dengan tugas perkembangan dan tingkat kematangan peserta didik, baik secara fisik maupun secara kejiwaan dari mulai bahan ajar yang sederhana menuju bahan ajar yang kompleks. 4. Belajar dari mulai yang factual menuju konseptual Proses pembelajaran merupakan proses yang sistematis dan integrative di mana penyajian bahan ajar disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta didik yang dimulai dengan bahan ajar yang bersifat factual yang mudah diamati oleh panca indera menuju bahan ajar yang membutuhkan imajinasi berpikir tingkat tinggi (konseptual).
5. Belajar mulai dari yang kongkret menuju abstrak Proses pembelajaran berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dari mulai bahan ajar yang mudah diamati secara nyata menuju proses pembelajaran yang memerlukan daya nalar yang imajinatif, proyektif dan prospektif. 6. Belajar merupakan bagian dari perkembangan Proses pembelajaran merupakan mata rantai perjalanan kehidupan peserta didik. Episode perkembangan peserta didik harus diisi dengan berbagai pengalaman yang bermakna, paling mendasar dan mendesak harus didahulukan, serasi, selaras dan seimbang dengan tingkat perkembangan mental dan umur kalender peserta didik. 7. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh factor bawaan (heredity), lingkungan (environment), kematangan (time or maturation), serta usaha keras peserta didik sendiri (endeavor). 8. Belajar mencakup semua aspek kehidupan yang penuh makna, dalam rangka membangun manusia seutuhnya dan bulat, baik dari sisi agama, idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan ketahanan. 9. Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu, baik dalam lingkungan keluarga, sebagai pendidikan awal bagi lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolahnya. 10. Belajar berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru. Proses pembelajaran di abad modern ini, guru bukan satu-satunya sumber belajar (resources person), tetapi masih
banyak sumber belajar lainnya. Misalnya, teman sebaya, perpustakaan manual, perpustakaan dunia maya dan lingkungan sekitar secara konstektual. 11. Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi. 12. Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan lingkungan internal seperti hambatan psikis dan fisik (psikosomatis) dan eksternal, seperti lingkungan yang kurang mendukung, baik sosial, budaya, ekonomi, keamanan dan sebagainya. 13. Kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bimbingan dari orang lain, mengingat tidak semua bahan ajar dapat dipelajari sendiri. Dengan bimbingan peserta didik akan mampu berefleksi untuk berkaca diri, memahami diri mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman; menerima diri atau menolak diri; mengarahkan diri; mengembangkan diri dan menyesuaikan diri. Prinsip-prinsip belajar yang telah dikemukakan di atas, merupakan hal mendasar yang dapat mempengaruhi sikap belajar karena menyangkut proses belajar, kegiatan belajar dan hasil belajar yang perlu dimiliki oleh setiap siswa. 2.1.6 Aktivitas-Aktivitas Belajar Dalam belajar, seorang tidak akan dapat menghindarkan dari suatu situasi. Situasi akan menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangka belajar. Bahkan situasi itulah yang mempengaruhi dan menentukan aktivitas belajar apa yang dilakukan kemudian.
Djamarah (2008:38) mengemukakan aktivitas belajar meliputi: 1) Mendengarkan Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa diharuskan mendengar apa yang guru sampaikan, menjadi pendengar yang baik dituntut dari mereka. 2) Memandang Dalam pendidikan, aktivitas memandang termasuk dalam kategori aktivitas belajar. Di kelas, seorang pelajar memandang papan tulis yang berisikan tulisan yang baru saja guru tulis. Tulisan yang pelajar pandang itu menimbulkan kesan dan selanjutnya tersimpan dalam otak. Lingkungan sekolah merupakan suatu lingkungan yang dipandang sebagai lingkungan pendidikan. Jadi bila digunakan untuk tujuan perubahan tingkah laku pelajar yang relative permanent, juga belajar dari lingkungan. Memandang semua lingkungan sekolah itu adalah belajar untuk membentuk kepribadian pelajar. 3) Meraba, Membau dan Mencicipi/Mengecap Aktivitas meraba, membau dan mengecap adalah indra manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar. Artinya aktivitas meraba, membau dan mengecap dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk belajar. Tentu saja aktivitasnya harus disadari oleh suatu tujuan. Dengan demikian, aktivitas-aktivitas meraba, aktivitas membau, ataupun aktivitas mengecap dapat dikatakan belajar, apabila
semua aktivitas itu didorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh perubahan tingkah laku. 4) Menulis atau Mencatat Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar. Dalam pendidikan tradisional kegiatan mencatat merupakan aktivitas yang sering dilakukan. Walaupun pada waktu tertentu seseorang harus mendengarkan isi ceramah, namun dia tidak bisa mengabaikan masalah mencatat hal-hal yang dianggap penting. Setiap orang mempunyai cara tertentu dalam mencatat pelajaran. Demikian juga dalam hal memilih pokok-pokok pikiran yang dianggap penting. Hal ini disebabkan ilmu pengetahuan yang seseorang miliki berbeda-beda, sehingga berbeda pula dalam menilai bahan yang akan dicatat. 5) Membaca Kalau belajar adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka membaca adalah jalan menuju ke pintu ilmu pengetahuan. Ini berarti untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tidak ada cara lain yang harus dilakukan kecuali memperbanyak membaca. Kalau begitu membaca identik dengan mencari ilmu pengetahuan agar menjadi cerdas, dan mengabaikannya berarti kebodohan. 6) Membuat Ikhtisar dan Ringkasan dan Menggarisbawahi Banyak orang yang terbantu dalam belajarnya karena menggunakan ikhisarikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan ini memang dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan dating. Untuk keperluan belajar yang intensif, bagaimanapun juga hanya membuat
ikhtisar adalah belum cukup. Sementara membaca, pada hal-hal yang pelting perlu diberi garis bawah. Hal ini sangat membantu dalam usaha menemukan kembali materi itu di kemudian hari, bila diperlukan. 7) Mengamati Tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan Dalam buku ataupun di lingkungan lain sering dijumpai table-tabel, diagram, ataupun bagan-bagan. Materi non verbal semacam ini sangat berguna bagi seseorang dalam mempelajari materi yang relevan. Demikian pula gambar-gambar, peta-peta dan lain-lain dapat menjadi bahan ilustratif yang membantu pemahaman seseorang tentang sesuatu hal. 8) Menyusun Paper atau Kertas Kerja Bila pembicaraan ini memasalahkan penyusunan paper, maka hal ini berhubungan erat dengan masalah tulis menulis. Penulisan yang baik sesuai dengan prosedur ilmiah dituntut dalam penulisan paper ini. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) dituntut, sehingga menghasilkan karya tulis yang bermutu tinggi. 9) Mengingat Mengingat merupakan gejala psikologis. Untuk mengetahui bahwa seseorang sedang mengingat sesuatu, dapat dilihat dari sikap dan perbuatannya. Perbuatan mengingat dilakukan bila seseorang sedang mengingat-ingat kesan yang telah dipunyai. Ingatan itu sendiri adalah kemampuan jiwa untuk memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang telah lampau. Jadi,
mengenai ingatan tersebut ada tiga fungsi, yaitu: memasukkan, menyimpan dan mengangkat kembali ke alam sadar. 10) Berpikir Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antara sesuatu. Berpikir bukanlah sembarang berpikir, tetapi ada taraf tertentu, dari taraf berpikir yang rendah sampai taraf berpikir yang tinggi. 11) Latihan atau Praktek Learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar sambil berbuat dalam hal ini termasuk latihan. Latihan termasuk cara yang baik untuk memperkuat ingatan. Misalnya, seseorang yang mempelajari rumus matematika atau rumus bahasa Inggris. Kemungkinan besar rumus-rumus itu akan mudah terlupakan bila tidak didukung dengan latihan. Di sinilah diperlukan latihan sebanyak-banyaknya. Dengan banyak latihan kesankesan yang diterima lebih fungsional. Dengan demikian, aktivitas latihan dapat mendukung belajar yang optimal. Aktivitas belajar merupakan wujud dari sikap belajar. Tanpa aktivitas belajar, seorang siswa tidak dapat dikatakan memiliki sikap belajar. Aktivitas belajar yang telah dikemukakan dapat dinilai dari sikap belajar, apakah tahapan-tahapan tersebut dapat diwujudkan dalam proses belajar, sehingga menghasilkan nilai yang baik dalam belajar.
2.1.7 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap Belajar Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sikap ketekunan belajar siswa, seperti yang dikemukakan Ahmadi dan Supriyono (2004:144) meliputi: 1. Kematangan Kematangan dicapai oleh individu dari proses pertumbuhan fisiologisnya. Kematangan terjadi akibat adanya perubahan-perubahan kuantitatif di dalam struktur jasmani dibarengi dengan perubahan-perubahan kualitatif terhadap struktur tersebut. Kematangan memberikan kondisi di mana fungsi-fungsi fisiologis termasuk sistem syaraf dan fungsi otak menjadi berkembang. Dengan berkembangnya fungsi-fungsi otak dan sistem syaraf, hal ini akan menumbuhkan kapasitas mental seseorang. Kapasitas mental seseorang mempunyai hal belajar seseorang itu. 2. Faktor Usia Kronologis Pertambahan dalam hal usia selalu dibarengi dengan proses pertumbuhan dan perkembangan. Semakin tua usia individu, semakin meningkat pula kematangan berbagai fungsi fisiologisnya. Anak yang lebih tua adalah lebih kuat, lebih sabar, lebih sanggup melaksanakan tugas-tugas yang lebih berat, lebih mampu mengarahkan energi dan perhatiannya dalam waktu yang lebih lama, lebih memiliki koordinasi gerak kebiasaan kerja dan ingatan yang lebih baik daripada anak yang lebih muda. Usia kronologis merupakan faktor penentu daripada tingkat kemampuan belajar individu.
3. Faktor Perbedaan Jenis Kelamin Hingga pada saat ini belum ada petunjuk yang menguatkan tentang adanya perbedaan skill, sikap-sikap, minat, temperamen, bakat, dan pola-pola tingkah laku sebagai akibat dari perbedaan jenis kelamin. Ada bukti bahwa perbedaan tingkah laku antara laki-laki dan perempuan merupakan hasil dari perbedaan tradisi kehidupan, dan bukan semata-mata karena perbedaan jenis kelamin. Seandainya variabel tradisi sosial diabaikan, orang dapat mengatakan bahwa laki-laki lebih cakap daripada wanita. Fakta menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti anrtara pria dan wanita dalam hal intelegensi. Barangkali yang dapat membedakan antara pria dan wanita adalah dalam hal peranan dan perhatiannya terhadap sesuatu pekerjaan, dan inipun merupakan akibat dari pengaruh kultural. 4. Pengalaman Sebelumnya Lingkungan mempengaruhi perkembangan individu. Lingkungan banyak memberikan pengalaman kepada individu. Pengalaman yang diperoleh oleh individu ikut mempengaruhi hal belajar yang bersangkutan, terutama pada transfer belajarnya. Hal ini terbukti, bahwa anak-anak yang berasal dari kelas-kelas sosial menengah dan tinggi mempunyai keuntungan dalam belajar di sekolah sebagai hasil dari pengalaman sebelumnya. 5. Kapasitas Mental Dalam tahap perkembangan tertentu, individu mempunyai kapasitas-kapasitas mental yang berkembang akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisiologis pada sistem syaraf dan jaringan otak. Kapasitas-kapasitas seseorang dapat diukur dengan
tes-tes intelegensi dan tas-tas bakat. Kapasitas adalah potensi untuk mempelajari serta mengembangkan berbagai keterampilan/kecakapan. Akibat dari hereditas dan lingkungan, berkembanglah kapasitas mental individu yang berupa intelegensi. Karena latar belakang hereditas dan lingkungan masing-masing individu berbeda, maka intelegensi masing-masing individupun bervariasi. Intelegensi seseorang ikut menentukan prestasi belajar seseorang itu. 6. Kondisi Kesehatan Jasmani Orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang sehat. Orang yang badannya sakit akibat penyakit-penyakit kelelahan tidak akan dapat belajar dengan efektif. Cacat-cacat fisik juga mengganggu hal belajar. 7. Kondisi Kesehatan Rohani Gangguan serta cacat-cacat mental pada seseorang sangat mengganggu hal belajar orang yang bersangkutan. Bagaimana orang dapat belajar dengan baik apabila ia sakit ingatan, sedikit frustasi, atau putus asa? 8. Motivasi Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motif, dan tujuan, sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Motivasi adalah penting bagi proses belajar, karena motivasi menggerakkan organisme, mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi kehidupan individu. Sikap belajar pada dasarnya akan mempengaruhi hasil belajar. Oleh sebab itu faktor-faktor yang mempengaruhi sikap belajar tidak lepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar. Nasution (dalam Djamarah, 2008:189) mengemukakan kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam keadaan kelelahan. Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuan belajarnya di bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi, mereka lebih lelah, mudah mengantuk, dan sukar menerima pelajaran. Selanjutnya Djamarah (2008:190) menjelaskan belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terleps dari faktor lain seperti faktor luar dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak. Meski faktor luar mendukung, tetapi faktor psikologis tidak mendukung, maka faktor luar itu akan kurang signifikan. Oleh karena itu, minat, kecerdasan, bahkan motivasi dan kemampuan-kemampuan kognitif adalah faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi sikap belajar siswa yakni yang berasal dari dalam diri maupun yang berasal dari luar diri siswa. Guru sebagai fasilitator maupun motivator dalam pembelajaran, hendaknya lebih cermat mengamati siswa yang memiliki sikap yang kurang baik dalam pembelajaran. Dalam hal ini guru mencarikan solusi pemecahan untuk merobah sikap belajar siswa ke arah yang diharapkan. Upaya-upaya guru dapat berupa
merancang pembelajaran yang dapat menumbuhkan minat ataupun motivasi dalam belajar, memberi nuansa yang menyebabkan siswa memiliki konsentrasi dalam belajar, tidak bersikap otoriter, memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, berdiskusi, memberi tanggapan terhadap materi yang diajarkan.