BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BAB 2 : PERKEMBANGAN INFLASI Inflasi Gorontalo pada triwulan I-2013 tercatat sebesar 5,18% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,31% (y.o.y). Penurunan inflasi pada triwulan I-2013 terutama disokong oleh menurunnya tekanan inflasi inti (core inflation).
2.1 INFLASI GORONTALO Pengaruh tekanan harga pada triwulan I-2013 nampaknya menurunkan angka inflasi periode laporan menjadi 5,18% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2012 yang tercatat sebesar 5,31% (y.o.y). Menurunnya tekanan inflasi pada triwulan I-2012 lebih disebabkan oleh berkurangnya tekanan inflasi inti (core inflation). Data disagregasi inflasi Gorontalo pada triwulan I-2013 menunjukkan adanya penurunan pada kelompok core inflation, dimana pada periode laporan tercatat sebesar 3,18% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,47% (y.o.y). Penurunan ini dipicu oleh penurunan harga emas perhiasan yang pada triwulan I2013 terkorekasi cukup tajam. Sementara itu, inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price) mengalami peningkatan menjadi 3,06% (y.o,y) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,03% (y.o.y). Tabel 2.1 Disagregasi Inflasi Provinsi Gorontalo Disagregasi
2012
MAR
JUNI
SEP
DES
2013 MAR
Inflasi Tahunan (yoy)
Total Inflasi Core Inflation Volatile Food Administered Price Total Inflasi Core Inflation Volatile Food Administered Price
5.90% 5.95% 5.40% 9.71% 8.44% 5.64% 1.71% 3.50% 6.07% 4.12% 4.31% 3.89% Inflasi Bulanan (mtm) -0.58% 0.32% -1.18% 0.53% 0.16% 0.03% -2.81% 0.67% -3.48% 0.33% 0.15% -0.28%
5.31% 5.47% 6.61% 3.03%
5.18% 3.18% 9.70% 3.06%
0.54% 0.23% 1.12% 0.35%
1.07% 1.04% 1.67% 0.22%
Sumber : BPS & Bank Indonesia Gorontalo (Data Diolah)
Di sisi lain, kelompok volatile food atau bahan makanan yang harganya bergejolak pada triwulan I-2013 mengalami inflasi sebesar 9,70% (y.o.y), jauh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar 6,61% (y.o.y). Peningkatan ini terutama didorong oleh kenaikan harga komoditas subkelompok bumbu-bumbuan seperti bawang merah dan bawang putih sebagai dampak penerapan kebijakan pembatasan impor komoditas hortikultura di tingkat nasional.
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
15
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI 18% Core Inflation Volatile Food Administered Price
16% 14%
year on year
12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% -2% JAN MAR MEI JULI SEPT NOV JAN MAR MEI JULI SEPT NOV JAN MAR -4%
2011
2012
2013
Sumber : BPS & Bank Indonesia Gorontalo (Data Diolah) Grafik 2.1 Disagregasi Inflasi Tahunan (y.o.y) Provinsi Gorontalo
2.1.1
FAKTOR FUNDAMENTAL
Core Inflation atau inflasi inti mengalami penurunan tekanan pada triwulan I-2013. Pada triwulan inflasi core inflation tercatat sebesar 3,18% (y.o.y) menurun dibandingkan triwulan IV-2012 yang tercatat sebesar 5,47% (y.o.y). Penurunan ini terutama dipicu oleh menurunnya inflasi pada kelompok yang tergolong core inflation seperti kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga yang mengalami deflasi sebesar 0,14% (y.o.y) pada triwulan laporan, dibandingkan dengan triwulan IV-2012 yang tercatat inflasi sebesar 0,61% (y.o.y). Penurunan juga terjadi pada kelompok sandang, terutama pada subkelompok barang pribadi dan barang lain yang mengalmi inflasi sebesar 3,83% (y.o.y) pada triwulan I2013 menurun dibandingkan triwulan IV-2012 yang tercatat sebesar 5,19% (y.o.y). Adapun komoditas yang mengalami penurunan pada triwulan laporan adalah emas perhiasan yang pada triwulan laporan sempat terkoreksi tajam menjadi Rp.465.000,00. Penurunan ini disinyalir karena pengaruh harga emas internasional yang pada saat itu mengalami sempat terkontraksi. Sementara
itu
hasil
Survei
Konsumen
(SK)
pada
triwulan
I-2013
juga
menginformasikan adanya penurunan pola konsumsi masyarakat yang tercermin dari penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Bulan Maret 2013 menjadi sebesar 142,4 dibandingkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebelumnya yang tercatat sebesar 152,1. Adanya penurunan konsumsi masyarakat cenderung menurunkan angka inflasi pada periode laporan.
16
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Indeks Ekspektasi Konsumen
Indeks Keyakinan Konsumen
2012
Mar
Feb
Jan
Des
Nov
Okt
Sept
Agust
Juli
Juni
Mei
Mar
Apr
(dalam %) Feb
Nilai Indeks
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
2013
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia Gorontalo Grafik 2.2 Perkembangan Indikator Survei Konsumen
Di sisi lain, faktor fundamental lainnya seperti ekspektasi inflasi masyarakat masih sejalan dengan tren inflasi pada triwulan I-2013, sekalipun dalam perkiraan terdapat sedikit peningkatan angka inflasi sebagaimana ditunjukkan dalam grafik 2.3 berikut: 8.00 7.43
(dalam %)
7.11
7.00 6.00
5.02
5.00
5.95
5.90 5.51
5.77
5.54
4.74
4.59 4.08
4.16
4.00
5.40 4.27
4.16
5.31
5.18
3.88
3.94
3.27
3.00
IRT SKDU
2.00
Inflasi (y.o.y.) 1.00
Tw I-13
Tw. IV-12
Tw III-12
Tw II-12
Tw I-12
Tw.IV-11
Tw.III-11
Tw.II-11
Tw.I-11
Tw.IV-10
0.00
Sumber : SKDU, Bank Indonesia Gorontalo Grafik 2.3 Perbandingan Indeks Rata-rata Tertimbang Inflasi SKDU dan Inflasi Aktual
2.1.2
FAKTOR NON – FUNDAMENTAL Inflasi pada kelompok bahan makanan yang harganya bergejolak (volatile food)
mengalami peningkatan menjadi sebesar 9,70% (y.o.y) pada triwulan I-2013, dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,61% (y.o.y). Kenaikan tersebut dirasakan sangat signifikan karena tercatat paling tinggi dalam kurun waktu setahun terakhir. BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
17
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
Peningkatan inflasi volatile food pada triwulan laporan terutama dipicu oleh kenaikan harga pada kelompok bahan makanan. Pemberlakukan kebijakan pembatasan impor hortikultura di tingkat nasional berpengaruh pada berkurangnya pasokan. Alhasil, komoditas bumubu-bumbuan seperti bawang putih dan bawang pada hampir semua wilayah di nusantara mengalami lonjakan harga yang sangat tinggi tak terkecuali di Gorontalo. Harga bawang putih di pasaran bahkan menembus level Rp.70.000,00 per kg, sementara harga bawang merah meroket hingga mencapai Rp.50.000,00 per kg. Sementara itu kelompok administered price sedikit mengalami peningkatan inflasi pada triwulan I-2013. Inflasi pada kelompok ini tercatat sebesar 3,06% (y.o.y) naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,03% (y.o.y). Peningkatan terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik gas dan bahan bakar pada sub kelompok bahan bakar penerangan dan air yang mengalami peningkatan dari 0,80% (y.o.y) menjadi 1,35% (y.o.y) pada triwulan I-2013. Adapun komoditas yang tercatat mengalami kenaikan harga antara lain bensin non subsidi (Pertamax).
2.2 INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA 2.2.1
INFLASI TAHUNAN (y.o.y) Pada triwulan I-2013, Gorontalo mengalami inflasi sebesar 5,18% (y.oy) lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebsar 5,31% (y.o.y) penurunan ini terutama disebabkan karena meningkatnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan, kelompok makan jadi, minuman, rokok dan tembakau, kelompok sandang dan kelompok kesehatan. Tabel 2.2 INFLASI GORONTALO TAHUN 2012-2013 DIRINCI MENURUT KELOMPOK DAN SUB KELOMPOK PENGELUARAN (%) Tahunan (y.o.y) 2012 Ke lompok / Sub ke lompok
MAR
JUNI
2013
SEPT
DES
MAR
UMUM
5.91
5.95
5.40
5.30
5.18
BAHAN MAKANAN
1.90
3.58
6.02
6.66
9.62
MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU
6.01
7.04
7.11
5.48
7.91
12.67
10.47
7.59
7.05
1.70
SANDANG
9.44
7.11
0.44
1.83
1.92
KESEHATAN
3.81
2.92
2.83
5.02
5.10
PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA
3.72
4.26
0.88
0.61
-0.14
3.18
3.00
2.18
1.74
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
1.21
Bulanan (m.t.m) 2012 Ke lompok / Sub ke lompok
MAR
JUNI
2013
SEPT
DES
MAR
UMUM
-0.57
0.32
-1.18
0.54
1.07
BAHAN MAKANAN
-2.77
0.67
-3.47
1.14
1.63
MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU
0.62
0.39
-0.17
0.37
1.83
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
0.69
-0.07
0.07
0.26
0.65
SANDANG
0.08
0.33
0.37
0.40
0.11
KESEHATAN
0.00
0.18
0.36
0.66
0.56
PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA
0.00
0.02
0.00
0.00
0.02
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
0.28
0.24
-0.47
0.04
0.40
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
18
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi pada kelompok bahan makanan pada triwulan I-2013 tercatat sebesar 9,62% (y.o.y) jauh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar 6,66% (y.o.y). Peningkatan ini dipicu karena melonjaknya harga komoditas bumbu-bumbuan khususnya bawang putih dan bawang merah sebagai dampak kurangnya pasokan akibat pemberlakuan kebijakan pembatasan impor hortikultura. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan laporan mengalami peningkatan inflasi sebesar 7,91% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar 5,48% (y.o.y). Kenaikan ini terutama dipicu oleh kenaikan harga pada komoditas makanan jadi sebagai dampak meningkatnya harga bumbu-bumbuan. Sementara itu, kelompok sandang sedikti mengalami kenaikan inflasi pada triwulan I2013 dengan angka 1,92% (y.o.y) meningkat dibandingkan triwulan IV-202 yang tercatat inflasi sebesar 1,83% (y.o.y). Sejalan dengan hal tersebut, tekanan inflasi pada kelompok kesehatan juga sedikit meningkat yang tercatat sebesar 5,10% (y.o.y) pada triwulan I-2013 dibanndingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,02% (y.o.y).
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
19
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BOX 2: HASIL KAJIAN PANGAN STRATEGIS DI PROVINSI GORONTALO: ANALISA KETAHANAN, PERDAGANGAN ANTAR DAERAH, DISPARITAS HARGA DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Ketahanan pangan dilihat dari aspek ketersediaan pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau oleh seluruh rumah tangga merupakan sasaran utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia dan Provinsi Gorontalo khususnya. Bagi Bank Indonesia, ketahanan pangan menjadi menjadi penting karena terkait kestabilan harga yang bermuara pada tercapainya inflasi yang rendah dan stabil. Ketahanan pangan erat kaitannya dengan pola perdagangan antar daerah dan variasi harga antar daerah karena proksi ketahanan pangan dilihat dari tingkat harga yang terbentuk dari mekanisme penawaranpermintaan. Analisis ketahanan (ketersediaan) pangan di suatu daerah yang dimodelkan dengan ekonometrika data panel spasial diperoleh hasil bahwa variable pendapatan perkapita penduduk berpengaruh secara signifikan terhadap pola surplus defisit. Sementara itu dalam penelitian juga diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh hubungan spasial antara daerah karena faktor kedekatan geografis. Pada komoditas beras surplus defisit dipengaruhi oleh produktivitas lahan, pendapatan perkapita penduduk dan infrastruktur jalan. Beberapa kabupaten di Gorontalo yang terindikasi mengalami surplus beras adalah Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Gorontalo Utara. Sementara kondisi defisit beras cenderung dialami oleh Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Kabupaten Boalemo selaku sentra beras mengalami defisit karena disinyalir terdapat perdagangan hasil produksi ke daerah lain.
Surplus defisit pada
komoditas cabe merah hanya dipengaruhi oleh pendapatan perkapita penduduk. Beberapa kabupaten di Gorontalo yang mengalami surplus cabe merah adalah Kabupaten Gorontalo Utara dan Kabupaten Gorontalo. Sedangkan yang mengalami kondisi defisit cabe merah adalah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato selaku sentra cabe merah di Gorontalo terindikasi defisit karena hasil produksi cabe merah langsung dijual ke kabupaten lain sehingga pada kedua kabupaten tersebut mengalami defisit. Sementara itu, pada komoditas bawang merah dipengaruhi oleh pendapatan perkapita penduduk dan harga barang input seperti bibit, pupuk dan saprodi. Kabupaten yang mengalami surplus bawang merah adalah Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Gorontalo Utara, sedangkan yang mengalami kondisi defisit bawang merah adalah Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo.
20
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
Surplus defisit minyak goreng dipengaruhi oleh pendapatan perkapita penduduk dan harga barang input seperti biaya transportasi dari Sulawesi Utara (Bitung) ke Gorontalo. Sementara itu harga minyak goreng dari provinsi lain/harga barang impor juga mempengaruhi surplus defisit minyak goreng karena harga minyak goreng di Gorontalo dipengaruhi oleh harga di Sulawesi Utara. Beberapa kabupaten di Gorontalo yang mengalami surplus minyak goreng adalah Kabupaten Boalemo, Kota Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango. Sedangkan kabupaten yang cenderung mengalami defisit minyak goreng adalah Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo Utara. Pada komoditas gula pasir dipengaruhi oleh pendapatan perkapita penduduk dan infrastruktur jalan. Kondisi surplus defisit kabupaten/kota menunjukkan bahwa Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo Utara cenderung mengalami kondisi surplus gula pasir sedangkan Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo mengalami defisit gula pasir. Dalam hal pola perdagangan antar daerah atau jalur distribusi, pada umumnya menggunakan jalur tata niaga normal yang melibatkan produsen, pengepul, pedagang besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer dan terakhir ke tingkat konsumen. Infrastruktur penunjang pemasaran pada umumnya dalam kondisi yang baik, namun demikian pedagang masih menghadapi kendala berupa (i) ketersediaan bahan baku yang bersifat musiman, (ii) kerusakan infrastruktur dan (iii) keterbatasan jumlah armada pengangkut serta (iv) biaya pengangkutan yang tinggi. Hasil analisa derajat variasi harga menunjukkan kecenderungan tren yang semakin menurun atau dengan kata lain terjadi konvergensi harga sebagai dampak menyempitnya variabilitas harga yang mendekati rata-rata. Terjadinya konvergensi tersebut diduga karena integrasi antar kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo. Sementara itu hasil estimasi faktor-faktor penyebab variasi harga secara umum dipengaruhi oleh variabel pendapatan perkapita penduduk dan harga barang input. Variabel Jarak ke Sentra Ekonomi (JarKon) pada umumnya tidak mempengaruhi variasi harga antar daerah disebabkan karena sebagian besar pasokan komoditas strategis dalam penelitian ini berasal dari wilayah provinsi di sekitar Gorontalo seperti Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, sementara jarak ke sentra ekonomi yang diukur adalah Sulawesi Selatan. Hanya komoditas bawang merah yang secara signifikan dipengaruhi oleh variabel JarKon karena memang bawang merah dipasok dari Sulawesi Selatan.
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
21
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
Halaman ini sengaja dikosongkan
22
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BAB 3 : PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Pada triwulan I-2013, indikator perbankan di Provinsi Gorontalo menunjukkan perkembangan yang baik. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada bank umum tercatat sebesar Rp.3,21 triliun atau tumbuh sebesar 11,65% (y.o.y). Pada BPR, pengimpunan DPK adalah sebesar Rp18,19 miliar atau tumbuh sebesar 10,47% (y.o.y). Sementara itu penyaluran kredit yang menggambarkan fungsi intermediasi pada bank umum tercatat sebesar Rp.5,79 triliun atau tumbuh sebesar 22,20% (y.o.y). Pada BPR, kredit yang disalurkan mencapai Rp.26,95 miliar atau tumbuh sebesar 25,56% (y.o.y). Rasio penyaluran kredit terhadap DPK (LDR) pada triwulan laporan mencapai 179,91% pada bank umum dan 148,09% pada BPR. Sementara itu rasio kredit bermasalah (NPL) pada bank umum masih relatif terjaga dengan persentase 3.17%, sedangkan pada BPR tercatat tinggi pada angka 11,93%. 3.1
FUNGSI INTERMEDIASI Pada triwulan I-2013, fungsi intermediasi yang dilakukan oleh industri perbankan
berjalan dengan baik yang tercermin dari indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum sebesar 179,91% dan BPR sebesar 148,09%. Namun demikian, tingginya angka LDR tersebut perlu mendapat perhatian lebih. Hal ini disebabkan karena dalam upaya penyaluran kreditnya, perbankan harus mendapatkan dana dari daerah lain untuk disalurkan di Gorontalo. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan masyarakat untuk menyimpan dananya
di
bank
masih
relatif
rendah,
dibandingkan
dengan
pemanfaatan
kredit/pembiayaan dari bank. Sementara itu, dilihat dari jenis penggunaannya, kredit pada bank umum sebagian besar masih di dominasi oleh kredit konsumsi dengan share sebesar 60,23% dari total kredit, sementara pada BPR jenis penggunaan kredit lebih di dominasi oleh kredit modal kerja dengan share sebesar 49,96%. Secara sektoral, kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran masih mendominasi penyaluran secara sektoral pada bank umum dan BPR dengan porsi masing-masing sebesar 27,14% dan 34,51%.
3.1.1
PERKEMBANGAN KANTOR BANK Data perkembangan jumlah bank di Provinsi Gorontalo hingga triwulan I-2013 adalah
sebagai berikut: bank umum konvensional sebanyak 13 bank, bank umum syariah sebanyak 3 bank dan BPR sebanyak 4 bank. Sementara itu, jaringan kantor bank umum di Provinsi Gorontalo hingga triwulan laporan antara lain 20 kantor cabang, 35 kantor cabang pembantu, 2 kantor fungsional, 11 kantor kas serta 24 kantor unit. Sedangkan jaringan kantor BPR terdiri dari 4 kantor pusat, 3 kantor cabang dan 1 kantor kas.
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
23
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
3.1.2
PENYERAPAN DANA MASYARAKAT Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil diserap oleh perbankan dari masyarakat
pada triwulan I-2013 tercatat sebesar Rp.3,21 triliun atau tumbuh sebesar 11,65% (y.o.y). Growth DPK tersebut meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat 11,59% (y.o.y). Peningkatan growth jumlah DPK tersebut terutama di dorong oleh kenaikan seluruh komponen DPK antara Giro, Deposito dan Tabungan yang masing-masing mengalami ekspansi secara tahunan sebesar 26,09%, 1,63% dan 13,18%. Di lihat dari komponen DPK, pangsa tabungan dalam keseluruhan DPK masih sangat tinggi yaitu mencapai 54,66% pada periode laporan. Namun demikian hal tersebut mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 65,25%. Graifik 3.2 menunjukkan
komposisi
pembentuk
DPK
pada
triwulan
IV-2012.
Sementara
itu
pertumbuhan DPK ditunjukkan oleh Grafik 3.1. 70% - Giro
60%
17.52%
- Deposito
50% - Tabungan
40%
Giro 54.66%
30%
27.82%
20%
Tabungan 26.09%
28.77%
5.82%
18.26%
6.99%
6.31%
25.79%
43.98%
9.00%
19.99%
29.89%
21.53%
1.43%
12.51%
13.22%
64.46%
17.59%
-1.99%
-9.03%
14.83%
-7.82%
11.42%
19.39%
19.11%
17.66%
14.17%
-10%
11.55%
10% 0%
Deposito
JAN FEB MARAPR MEI JUN JULI AGT SEP OKT NOV DES JAN FEB MARAPR MAY JUN JUL AGS SEPTOKTNOV DES JAN FEB MAR 2011
2012
2013
-20%
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.1 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Grafik 3.2 Komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK)
Tabel 3.1 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum
Indikator Dana Pihak ketiga
Tw IV-2012 (miliar)
Tw I-2013 (miliar)
Growth Tw IV2012 (yoy)
Growth Tw I2013 (yoy)
3,040
3,219
11.59%
11.65%
Giro
331
5.82%
26.09%
Deposito
725
564 895 1760
-0.56%
1.63%
17.93%
13.18%
Tabungan
1,984
Sumber : Bank Indonesia
Sementara itu, penghimpunan DPK pada BPR pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp.18,19 miliar atau tumbuh sebesar 10,47%. Pertumbuhan DPK tersebut menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh tahunan sebesar 26,15%. 24
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Penurunan tersebut nampaknya didorong oleh seluruh komponen pembentuk DPK yakni deposito dan tabungan yang tumbuh tahunan masing-masing sebesar 14,06% dan 5,50%. 3.1.3
PENYALURAN KREDIT Kredit/pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan kepada masyarakat pada
triwulan I-2013 mencapai Rp.5,79 triliun atau tumbuh sebesar 22,20% (y.o.y). Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.5,53 triliun atau secara tahunan tumbuh sebesar 24,57%. Pertumbuhan kredit perbankan pada triwulan I-2013 terutama ditopang oleh kredit konsumsi, dimana pada periode laporan baki debet kredit tercatat sebesar Rp.3,48 triliun atau tumbuh sebesar 47,84% (y.o.y). Sementara itu kredit investasi mengalami penurunan penyaluran menjadi sebesar Rp.555 miliar atau terkontraksi sebesar 23,42% (y.o.y) pada triwulan laporan, di sisi lain kredit modal kerja mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp.1,74 triliun atau tumbuh tahunan sebesar 5,65%. Pertumbuhan kredit berdasarkan penggunaan dapat dilihat pada grafik 3.3. Selanjutnya, bila dilihat dari pangsa penggunaan kreditnya, kredit konsumsi masih mendominasi penyaluran kredit perbankan dengan share sebesar 60,23% pada triwulan laporan. Di sisi lain, kredit modal kerja menempati urutan kedua dengan pangsa 30,18%, diikuti oleh kredit investasi dengan pangsa 9,59%. Pertumbuhan kredit penggunaan dan pangsa masing-masing jenis kredit terhadap total kredit di Gorontalo, dapat dilihat pada grafik 3.3 dan 3.4 berikut ini.
400% - Investasi
350%
30.18%
- Modal Kerja
300%
- Konsumsi
250%
Modal Kerja
200% 150%
Investasi
60.23% 9.59%
100% 50%
Konsumsi
0% JAN MAR MEI JULI SEP NOV JAN MAR MAY JUL SEPT NOV JAN MAR -50%
2011
2012
2013
-100%
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.3 Pertumbuhan Kredit Penggunaan
Grafik 3.4 Komposisi Kredit Penggunaan
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
25
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Bank Umum
Indikator
Tw IV-2012 (miliar)
Tw I-2013 (miliar)
Growth Tw IV2012 (yoy)
Growth Tw I2013 (yoy)
Kredit Penggunaan
5,532
5,792
24.57%
22.20%
Modal Kerja
1,719
1748 555 3489
-25.00%
-23.42%
21.81%
5.65%
42.66%
47.84%
Investasi Konsumsi
565 3,248
Sumber : Bank Indonesia
Sejalan dengan hal tersebut, penyaluran kredit BPR pada triwulan laporan telah mencapai Rp.26,95 miliar atau tumbuh sebesar 25,56% (y.o.y). Peningkatan penyaluran kredit BPR ditopang oleh peningkatan hampir seluruh komponen penggunaan kredit antara lain kredit modal kerja yang tercatat sebesar Rp.13,46 miliar atau tumbuh sebesar 17,43% (y.o.y) serta kredit konsumsi yang tercatat sebesar Rp.13,09 miliar atau tumbuh 35,97% (y.o.y). Adanya peningkatan kredit konsumsi BPR pada triwulan laporan mengindikasikan bahwa
kecenderungan
masyarakat
untuk
konsumsi
masih
diimbangi
dengan
kecenderungan untuk menjalankan usaha/bisnis. Sejalan dengan hal tersebut, kredit investasi juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.390 juta, atau tumbuh sebesar 6,23% (y.o.y). Masih rendahnya penyaluran kredit investasi ini disinyalir karena pengetahuan masyarakat akan skim kredit ini masih relatif rendah sehingga belum memanfaatkannya secara optimal. Secara sektoral, penyaluran kredit bank umum masih didominasi oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan baki debet sebesar Rp.1,57 triliun, dengan pangsa kredit 27,14% terhadap total kredit. Kredit pada sektor tersebut tumbuh sebesar 4,19% (y.o.y) namun menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 18,74% (y.o.y). Di sisi lain, pada sektor lainnya yang mengalami perlambatan adalah pada sektor listrik, gas dan air bersih yang terkontraksi sebesar 39,24% (y.o.y) serta sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, & jaminan sosial wajib yang mengalami perlambatan sebesar 32,25% (y.o.y). Perlambatan tersebut diduga pada kedua sektor usaha tersebut masih belum berjalan secara optimal. Grafik 3.5 dan 3.6 menunjukkan pertumbuhan kredit sektoral dan komposisi kredit sektoral bank umum.
26
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.5 Pertumbuhan Kredit Sektoral
Grafik 3.6 Komposisi Kredit Sektoral
Seperti halnya dengan bank umum, pada BPR sektor utama yang disalurkan kredit adalah sektor perdagangan besar dan eceran dimana pada periode laporan tercatat sebesar Rp.9,3 miliar dengan pangsa sebesar 34,51% terhadap portofolio kredit BPR. Sementara dari segi growth, sektor tersebut tumbuh sebesar 15,73% (y.o.y) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 23,32% (y.o.y). Dilihat dari segi kategori debiturnya, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada bank umum hingga triwulan I-2013 tercatat sebesar Rp.2,01 triliun atau tumbuh sebesar 0,66% (y.o.y) dengan pangsa kredit sebesar 34,74% dari total kredit di Gorontalo. Baki debet kredit UMKM sedikit mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.1,99 triliun atau tumbuh 3,82% (y.o.y). Dilihat dari komposisinya, kredit skala kecil memiliki outstanding terbesar diantara skala kredit lainnya dengan nilai Rp.934 miliar. Sementara kredit skala menengah dan mikro masing-masing memiliki baki debet sebesar Rp.636 miliar dan Rp.442 miliar. Share kredit skala kecil adalah 46,43%, sementara kredit skala mikro dan menengah memiliki pangsa masing-masing sebesar 21,97% dan 31,63% terhadap total kredit UMKM. Rasio kredit bermasalah (NPL) kategori debitur UMKM pada triwulan I-2013 tercatat sebesar 7,23%, dengan rasio NPL terbesar pada kredit skala kecil yaitu 14,69% diikuti skala menengah dan mikro masing-masing sebesar 10,76% dan 3,41%. Grafik 3.7 menunjukkan pertumbuhan kredit UMKM.
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
27
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.7 Pertumbuhan Kredit UMKM
Data
Kredit
Usaha
Raktyat
(KUR)
dari
Kementerian
Koordinator
Bidang
Perekonomian menunjukkan bahwa outstanding KUR hingga posisi triwulan I-2013 tercatat sebesar Rp.155 miliar namun tumbuh terkontraksi sebesar 12,02% (y.o.y) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh positif sebesar 11,65% (y.o.y). Sementara itu, jumlah debitur yang memperoleh KUR sejak awal penyalurannya di Gorontalo telah mencapai 53.408 debitur dengan nilai nominal (komulatif) penyaluran mencapai Rp.550 miliar. Adapun bank penyalur KUR di Provinsi Gorontalo pada saat ini adalah Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara, Bank Negara Indonesia, Bank Sulut dan Bank Syariah Mandiri. Pertumbuhan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Gorontalo ditunjukan sebagaimana grafik 3.8 berikut.
Sumber : Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Grafik 3.8 Pertumbuhan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
28
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
3.2 STABILITAS SISTEM PERBANKAN Stabilitas sistem perbankan tercermin dari indikator yang menggambarkan risiko kredit antara lain rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loans (NPLs) pada bank umum dan risiko likuiditas yang dicerminkan oleh jangka waktu Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan dan angka rasio kredit/pembiayaan terhadap dana pihak ketiganya (LDR). Rasio NPL bank umum pada triwulan I-2013 tercatat sebesar 3,17% sementara LDR tercatat sebesar 179,91%.
3.2.1 RISIKO KREDIT Risiko kredit perbankan sebagaimana tercermin dari rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loans (NPLs) pada triwulan I-2013 tercatat sebesar 3,17% atau mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,99%. Kenaikan angka NPLs pada industri perbankan Gorontalo perlu diwaspadai karena berpotensi meningkatkan risiko kredit sebagai ekses intermediasi yang dilakukan. Dilihat secara sektoral, rasio kredit bermasalah mengalami lonjakan yang tajam pada sektor pertanian, perburuan dan kehutanan dengan angka NPLs sebesar 27,40% pada triwulan I-2013 jauh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,92%. Sementara itu sektor konstruksi juga mengalami kenaikan rasio kredit bermasalah dari 8,19% pada triwulan IV-2013 menjadi 22,28% pada triwulan laporan. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPLs) untuk BPR tercatat sebesar 11,93%, atau mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,88%. Grafik 3.9 dan 3.10 menunjukkan perkembangan NPL bank umum dan NPL bank umum dilihat dari masingmasing sektornya. 4.00% PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA
3.50%
KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN…
3.00%
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
2.50%
REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN
2.00%
TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
JASA PENDIDIKAN
PERANTARA KEUANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
1.50%
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN KONSTRUKSI
1.00%
LISTRIK, GAS DAN AIR INDUSTRI PENGOLAHAN
0.50%
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
0.00%
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
2011
FEB
JAN
MAR
DES
OKT
NOV
AGS
JUL
2012
SEPT
JUN
APR
MAY
FEB
MAR
JAN
DES
NOV
SEP
OKT
AGT
MEI
JUN
JULI
FEB
APR
JAN
MAR
PERIKANAN
2013
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.9 Perkembangan NPL Bank Umum
Grafik 3.10 NPL Bank Umum Per Sektor
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
29
30%
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Di sisi lain, sektor perikanan sedikit mengalami lonjakan NPLs dengan angka 12,74% pada triwulan laporan, dibandingkan dengan triwulan IV-2012 yang tercatat sebesar 12,37%. Grafik 3.11 menunjukkan share konsentrasi kredit berdasarkan sektornya.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.11 Konsentrasi Kredit
3.2.2 RISIKO LIKUIDITAS Indikator risiko likuiditas yang diindikasikan dari jangka waktu komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) serta Loan Deposit Ratio (LDR) menunjukkan tendensi peningkatan yang tercermin dari meningkatnya pangsa komposisi dana jangka pendek perbankan (tabungan) dan meningkatnya indikator Loan to Deposit Ratio (LDR). Dilihat dari komposisi DPKnya, terlihat bahwa komposisi dana jangka menengah-panjang (giro-deposito) relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan dana jangka pendeknya (tabungan). Pada triwulan I-2013, pangsa tabungan atas DPK menempati urutan pertama dengan pangsa sebesar 54,66% menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang memiliki pangsa sebesar 65,25% Sementara itu, dana jangka menengah-panjang (giro dan deposito) memiliki pangsa masing-masing sebesar 17,52% dan 27,82%. Berkurangnya proporsi dana jangka pendek dan penambahan share dana jangka menengah panjang akan mengurangi potensi risiko likuiditas yang dihadapi oleh perbankan. Meskipun potensi risiko likuiditas yang dihadapi perbankan semakin berkurang ke depan, industri perbankan perlu senantiasa meningkatkan porsi penghimpunan dana dana jangka menengah-panjang seperti giro dan deposito. Grafik 3.12 menunjukkan perkembangan portofolio DPK bank umum.
30
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.12 Perkembangan Portofolio DPK
Rasio kredit/pembiayaan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan atau lebih dikenal dengan rasio LDR merupakan indikator risiko likuiditas yang perlu diwaspadai oleh perbankan. Pada triwulan laporan, tercatat LDR bank umum sebesar 179,91% menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 181,94%. Walaupun LDR bank umum mengalami penurunan, namun tren perkembangan LDR menunjukkan bahwa terdapat peningkatan risiko likuiditas yang dihadapi perbankan di Gorontalo. Rata-rata LDR pada bank umum di Gorontalo telah melampaui 165% dan pada posisi Bulan Maret 2013 telah mencapai 179,91%. Hal ini mencerminkan bahwa untuk mengimbangi ekspansi kreditnya, perbankan harus mendapatkan dana dari luar wilayah Gorontalo. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian lebih, sebab untuk menjaga keseimbangan operasionalnya perbankan tidak hanya dituntut untuk menyalurkan pembiayaan, namun juga harus mempertimbangkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) agar rasio LDR tetap terjaga. Mempertimbangkan kebijakan branchless banking yang saat ini mulai didengungkan, agaknya perlu bagi perbankan untuk mempersiapkan diri terkait operasionalisasinya. Grafik 3.13 berikut menunjukkan perkembangan LDR perbankan gorontalo. 185% 180% 175% 170% 165% 160% 155% 150%
JAN FEB MAR APR MEI JUN JULI AGT SEP OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AGS SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR
145%
2011
2012
2013
Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.13 Perkembangan LDR Perbankan Gorontalo (dalam %)
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
31
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
3.2.3 RISIKO PASAR Risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan, tercermin dari indikator pergerakan suku bunga dan kurs rupiah. Pada posisi akhir triwulan I-2013, tercatat angka BI Rate sebesar 5,75%, masih belum mengalami perubahan sejak ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Bulan Februari Tahun 2012 yang lalu. Angka BI Rate tersebut mencerminkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia relatif stabil selama tahun 2012 hingga triwulan I-2013. Sementara itu, kurs rupiah terhadap dollar hingga akhir triwulan I-2013 mengalami pelemahan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada akhir Bulan Maret 2013 tercatat kurs rupiah terhadap dollar sebesar Rp.9.719,- melemah dibandingkan posisi akhir Bulan Desember 2012 yang tercatat Rp.9.670,-. Grafik 3.14 menunjukkan perkembangan kurs rupiah terhadap USD dan BI rate.
7.00% 6.80%
Rp10,000.00 Rp9,800.00 Rp9,600.00
6.60% Rp9,400.00 6.40%
Rp9,200.00
6.20%
Rp9,000.00
6.00%
Rp8,800.00
5.80%
Rp8,600.00 Rp8,400.00
BI RATE (%)
KURS TENGAH
5.60% Rp8,200.00
5.40% 5.20%
Rp8,000.00 Rp7,800.00
Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.14 Perkembangan Kurs Rupiah terhadap USD dan BI-Rate
32
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BOX 3: PENGEMBANGAN KARAWO di TAHUN 2013 Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir (2011-2012), Bank Indonesia bekerja sama dengan stakeholders eksternal, telah melakukan serangkaian upaya dan kegiatan untuk mendorong pengembangan karawo sebagai salah satu icon Gorontalo. Hasil nyata yang dirasakan pun kian terlihat. Penggunaan karawo menyebar luas, tidak hanya sebatas himbauan pemerintah namun diimplementasikan oleh seluruh instansi struktural maupun vertikal yang ada di Gorontalo. Memasuki triwulan pertama tahun 2013 yang penuh dengan harapan, kegiatan pengembangan karawo pun membuka lembaran baru. Penjualan karawo
diharapkan
tidak
hanya
Gorontalo,
namun
mulai
Gorontalo.
Untuk
menggapai
di
wilayah
merambah ke hal
luar
tersebut,
berbagai aspek perlu dibenahi dan dikembangkan. Oleh karenanya Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berbagai pihak untuk merintis jalan melalui serangkaian pelatihan antara lain: pengelolaan website, manajemen usaha dan pengelolaan gerai karawo. Disamping itu, digelar pula pelatihan menjahit tingkat dasar dan terampil untuk meningkatkan kapasitas usaha pengrajin karawo. Pelatihan tersebut merupakan langkah lanjutan pasca Festival Karawo kedua yang diselenggarakan pada Bulan Desember 2012 lalu. Setelah penguatan demi penguatan teknis
dilakukan
kepada
para
pengrajin
karawo,
kini
saatnya
menginjak
pada
pengembangan yang lebih mendalam. Dengan berbagai pelatihan yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia, diharapkan para pengrajin tidak hanya menguasai aspek teknis produksi semata, namun juga aspek SDM, keuangan hingga pemasaran karawo. Sejalan dengan hal tersebut, semangat pengembangan karawo tidak hanya dirasakan oleh Bank Indonesia dan pemerintah daerah, namun juga oleh para pengrajin yang menamakan dirinya Gapokciwo (Gabungan Kelompok Pecinta Karawo). Sebuah wadah yang berasal dari dari dan untuk pengrajin yang berupaya memajukan karawo.
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
33
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Halaman ini sengaja dikosongkan
34
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
BAB 4 : KEUANGAN DAERAH Realisasi penyerapan belanja APBD Pemerintah Provinsi Gorontalo triwulan I-2013 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Meningkatnya persentase realisasi dimaksud didorong Belanja Tidak Langsung terutama Belanja Hibah. Sementara untuk realisasi penerimaan APBD sama dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan I-2013, kenaikan penerimaan kurang diimbangi penyerapan belanja sehingga mendorong terjadinya kontraksi fiskal terhadap jumlah uang beredar di masyarakat. 4.1 PENDAPATAN DAERAH Pada triwulan I-2013, persentase realisasi terhadap target anggaran pendapatan APBD Pemerintah Provinsi mencapai 29,75%. Dilihat dari strukturnya, persentase realisasi terbesar terjadi pada Pendapatan Asli Daerah (25,90%) yang disumbang oleh kenaikan persentase realisasi pajak daerah. Sementara untuk persentase realisasi Dana Perimbangan mencapai 31,77%. Tabel 4.1 Anggaran Induk dan Realisasi Penerimaan APBD Provinsi Gorontalo I-2012 Pendapatan Daerah
APBD 2012
Pendapatan Asli Daerah Pajak daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Retribusi Daerah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Jumlah Pendapatan
161.639.396.184 150.012.733.985 100.000.000 11.526.662.199 630.131.540.835 23.983.008.835 582.140.302.000 24.008.230.000 121.630.890.000 913.401.827.019
Nominal 39.066.992.323 36.985.596.579 2.081.395.744 200.778.207.044 6.731.439.044 194.046.768.000 31.862.468.000 271.707.667.367
I-2013 Pencapaian (%) 24,17 24,65 18,06 31,86 28,07 33,33 26,20 29,75
APBD 2013 190.742.155.014 176.259.292.815 275.000.000 14.207.862.199 725.527.944.314 30.230.153.314 652.284.261.000 43.013.530.000 121.930.890.000 1.038.200.989.328
49.400.636.744 47.213.860.608
Pencapaian (%) 25,90 26,79
14.078.065 2.172.698.071 230.506.689.442 174.550.442 217.428.080.000 12.904.059.000 28.947.958.000 308.855.284.186
5,12 15,29 31,77 0,58 33,33 30,00 23,74 29,75
Nominal
Sumber : Badan Keuangan Prov. Gorontalo
Dilihat dari pangsanya, komposisi dana perimbangan masih mendominasi APBD triwulan I-2013 sebesar 74,63% relatif sama dibandingkan pangsa dana perimbangan pada triwulan I-2012 sebesar 73,89%. Sementara pangsa pembiayaan mandiri dari PAD tercatat 15,99% meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 14,38%. Tabel 4.2 Komposisi Penerimaan APBD Provinsi Gorontalo (dalam %) I-2012 Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daerah Pajak daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Retribusi Daerah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Jumlah Pendapatan
APBD 2012 161.639.396.184 150.012.733.985 100.000.000 11.526.662.199 630.131.540.835 23.983.008.835 582.140.302.000 24.008.230.000 121.630.890.000 913.401.827.019
Nominal 39.066.992.323 36.985.596.579 2.081.395.744 200.778.207.044 6.731.439.044 194.046.768.000 31.862.468.000 271.707.667.367
I-2013 Komposisi (%) 14,38 13,61 0,77 73,89 2,48 71,42 11,73 100,00
APBD 2013 190.742.155.014 176.259.292.815 275.000.000 14.207.862.199 725.527.944.314 30.230.153.314 652.284.261.000 43.013.530.000 121.930.890.000 1.038.200.989.328
Nominal 49.400.636.744 47.213.860.608 14.078.065 2.172.698.071 230.506.689.442 174.550.442 217.428.080.000 12.904.059.000 28.947.958.000 308.855.284.186
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
Komposisi (%) 15,99 15,29 0,00 0,70 74,63 0,06 70,40 4,18 9,37 100,00
35
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
4.2 BELANJA DAERAH Pada triwulan I-2013, persentase realisasi terhadap target anggaran belanja APBD Pemerintah Provinsi mencapai 18,63% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 15,67%. Dilihat dari strukturnya, kenaikan persentase realisasi terbesar terjadi pada Belanja Tidak Langsung (24,63%) yang disumbang oleh kenaikan persentase realisasi belanja hibah. Sementara untuk persentase realisasi Belanja Langsung mencapai 13,07%. Kenaikan belanja hibah sebagai dampak program subsidi pendidikan oleh Pemerintah Daerah. Tabel 4.3 Anggaran Induk dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Gorontalo I-2012 Belanja Daerah
APBDP 2012
Belanja Tidak Langsung 466.387.095.206,40 Belanja Pegawai 241.569.991.136,40 Belanja Subsidi 4.500.000.000,00 Belanja Hibah 139.830.890.000,00 Belanja Bantuan Sosial 5.600.000.000,00 Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 54.676.214.070,00 Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 15.210.000.000,00 Belanja Tidak Terduga 5.000.000.000,00 Belanja Langsung 472.014.731.812,80 Belanja Pegawai 36.893.361.512,00 Belanja Barang dan Jasa 289.417.165.499,80 Belanja Modal 145.704.204.801,00 Jumlah Belanja 938.401.827.019,20
Nominal 106.525.837.505,00 50.089.873.831,00 41.526.260.236,00 1.060.000.000,00 12.371.034.144,00 1.478.669.294,00 40.543.312.895,09 3.268.830.827,00 32.913.149.258,09 4.361.332.810,00 147.069.150.400,09
I-2013 Komposisi (%) 72,43 34,06 28,24 0,72 8,41 1,01 27,57 2,22 22,38 2,97 100,00
APBD 2013 519.125.857.305 275.667.239.585 4.500.000.000 138.710.890.000 1.000.000.000 74.705.181.720 18.210.000.000 6.332.546.000 559.676.063.689 37.762.107.500 331.298.951.796 190.615.004.393 1.078.801.920.994
Nominal 127.862.494.922 55.242.956.733 51.005.001.300 143.500.000 16.749.201.089 4.715.482.800 6.353.000 73.167.596.765 4.511.559.917 47.072.628.466 21.583.408.382 201.030.091.687
Pencapaian (%) 24,63 20,04 36,77 14,35 22,42 25,90 0,10 13,07 11,95 14,21 11,32 18,63
Sumber : Badan Keuangan Prov. Gorontalo
Dilihat dari pangsanya, komposisi terbesar penyerapan belanja daerah masih terjadi pada Pos Belanja Tidak Langsung sebesar 63,60% dengan persentase penyerapan terbesar pada belanja hibah (25%) dan belanja pegawai (27%). Yang patut mendapat perhatian adalah komposisi belanja modal yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Tabel 4.4 Komposisi Belanja APBD Provinsi Gorontalo I-2012 Belanja Daerah
APBDP 2012
Belanja Tidak Langsung 466.387.095.206,40 Belanja Pegawai 241.569.991.136,40 Belanja Subsidi 4.500.000.000,00 Belanja Hibah 139.830.890.000,00 Belanja Bantuan Sosial 5.600.000.000,00 Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 54.676.214.070,00 Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 15.210.000.000,00 Belanja Tidak Terduga 5.000.000.000,00 Belanja Langsung 472.014.731.812,80 Belanja Pegawai 36.893.361.512,00 Belanja Barang dan Jasa 289.417.165.499,80 Belanja Modal 145.704.204.801,00 Jumlah Belanja 938.401.827.019,20
Nominal 106.525.837.505,00 50.089.873.831,00 41.526.260.236,00 1.060.000.000,00 12.371.034.144,00 1.478.669.294,00 40.543.312.895,09 3.268.830.827,00 32.913.149.258,09 4.361.332.810,00 147.069.150.400,09
I-2013 Komposisi (%) 72,43 34,06 28,24 0,72 8,41 1,01 27,57 2,22 22,38 2,97 100,00
APBD 2013 519.125.857.305 275.667.239.585 4.500.000.000 138.710.890.000 1.000.000.000 74.705.181.720 18.210.000.000 6.332.546.000 559.676.063.689 37.762.107.500 331.298.951.796 190.615.004.393 1.078.801.920.994
Nominal 127.862.494.922 55.242.956.733 51.005.001.300 143.500.000 16.749.201.089 4.715.482.800 6.353.000 73.167.596.765 4.511.559.917 47.072.628.466 21.583.408.382 201.030.091.687
Sumber : Badan Keuangan Prov. Gorontalo
36
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
Komposisi (%) 63,60 27,48 25,37 0,07 8,33 2,35 0,00 36,40 2,24 23,42 10,74 100,00
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
4.3. KONTRIBUSI REALISASI APBD GORONTALO TERHADAP SEKTOR RIIL DAN UANG BEREDAR Kinerja fiskal selama triwulan I-2013 belum menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap stimulan sektor riil. Realisasi anggaran konsumsi pemerintah memberikan pangsa 6,41%, sementara itu belanja modal memberikan pangsa 0,77%. Pangsa konsumsi pemerintah terhadap sektor riil mengalami kenaikan dibandingkan triwulan I-2012, hal ini terkait program hibah subsidi pendidikan yang dilakukan Pemerintah Daerah. Demikian juga untuk pangsa Belanja Modal terhadap sektor riil pada triwulan I-2013 mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini berimplikasi pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi triwulan I-2013. Tabel 4.5 Stimulus Fiskal APBD terhadap Sektor Riil Belanja Daerah
APBDP 2012
Konsumsi Pemerintah 792.697.622.218 Belanja Pegawai 278.463.352.648 Belanja Subsidi 4.500.000.000 Belanja Hibah 139.830.890.000 Belanja Bantuan Sosial 5.600.000.000 Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 54.676.214.070 Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 15.210.000.000 Belanja Tidak Terduga 5.000.000.000 Belanja Barang dan Jasa 289.417.165.500 Pembentukan Modal Tetap Bruto 145.704.204.801 Belanja Modal 145.704.204.801
I-2012 Nominal 142.707.817.590 53.358.704.658 41.526.260.236 1.060.000.000 12.371.034.144 1.478.669.294 32.913.149.258 4.361.332.810 4.361.332.810
%PDRB 5,72 2,14 1,66 0,04 0,50 0,06 1,32 0,17 0,17
APBDP 2013 888.186.916.601 313.429.347.085 4.500.000.000 138.710.890.000 1.000.000.000 74.705.181.720 18.210.000.000 6.332.546.000 331.298.951.796 190.615.004.393 190.615.004.393
I-2013 Nominal 179.446.683.305 59.754.516.650 51.005.001.300 143.500.000 16.749.201.089 4.715.482.800 6.353.000 47.072.628.466 21.583.408.382 21.583.408.382
%PDRB 6,41 2,13 1,82 0,01 0,60 0,17 0,00 1,68 0,77 0,77
Sumber : Badan Keuangan Prov. Gorontalo
Di sisi pengaruhnya terhadap uang beredar, realisasi anggaran APBD Gorontalo sampai dengan akhir triwulan I-2013 menunjukkan kontraksi. Kontraksi terjadi karena realisasi dari penerimaan APBD lebih besar dibandingkan penyerapan belanja APBD. Tabel 4.6 Dampak APBD terhadap Uang Beredar APBD
APBDP 2012
Pendapatan 913.401.827.019,20 Pendapatan Asli Daerah 161.639.396.184,20 Dana Perimbangan 630.131.540.835,00 Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 23.983.008.835,00 Dana Alokasi Umum 582.140.302.000,00 Dana Alokasi Khusus 24.008.230.000,00 Dana Darurat Dana Penyesuaian 121.630.890.000,00 Belanja 938.401.827.019,20 Belanja Pegawai 278.463.352.648,40 Belanja Subsidi 4.500.000.000,00 Belanja Hibah 139.830.890.000,00 Belanja Bantuan Sosial 5.600.000.000,00 Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 54.676.214.070,00 Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 15.210.000.000,00 Belanja Tidak Terduga 5.000.000.000,00 Belanja Barang dan Jasa 289.417.165.499,80 Belanja Modal 145.704.204.801 Surplus/Defisit (25.000.000.000)
I-2012 Realisasi 271.707.667.366,64 39.066.992.322,64 200.778.207.044,00 6.731.439.044,00 194.046.768.000,00 31.862.468.000,00 147.069.150.400,09 53.358.704.658,00 41.526.260.236,00 1.060.000.000,00 12.371.034.144,00 1.478.669.294,00 32.913.149.258,09 4.361.332.810 124.638.516.967
%PDRB 10,89 1,57 8,05 0,27 7,78 1,28 5,89 2,14 1,66 0,04 0,50 0,06 1,32 0,17 5,00
1.038.200.989.328,20 190.742.155.014,20 725.527.944.314,00 30.230.153.314,00 652.284.261.000,00 43.013.530.000,00
I-2013 Realisasi 308.855.284.185,67 49.400.636.743,67 230.506.689.442,00 174.550.442,00 217.428.080.000,00 12.904.059.000,00
121.930.890.000,00 1.078.801.920.994,20 313.429.347.085,27 4.500.000.000,00 138.710.890.000,00 1.000.000.000,00 74.705.181.719,70 18.210.000.000,00 6.332.546.000,00 331.298.951.796,23 190.615.004.393 (40.600.931.666)
28.947.958.000,00 201.030.091.687,00 59.754.516.650,00 51.005.001.300,00 143.500.000,00 16.749.201.089,00 4.715.482.800,00 6.353.000,00 47.072.628.466,00 21.583.408.382 107.825.192.499
APBDP 2013
%PDRB 11,03 1,76 8,23 0,01 7,76 0,46 1,03 7,18 2,13 1,82 0,01 0,60 0,17 0,00 1,68 0,77 3,85
Sumber : Badan Keuangan Prov. Gorontalo BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
37
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
Halaman ini sengaja dikosongkan
38
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Aliran uang kartal dari kas titipan BI di Bank Mandiri Gorontalo pada triwulan laporan menunjukkan net outflow sebesar Rp.231,24 miliar. Sementara itu pada triwulan I-2013 ditemukan adanya laporan temuan uang palsu pecahan Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) sebanyak 142 lembar di wilayah Kabupaten Pohuwato. Di sisi lain, pertumbuhan kliring dan RTGS dari sisi nilai mengalami kontraksi pada triwulan laporan masing-masing sebesar 3,20% (q.t.q) dan 21,62% (q.t.q) dibandingkan triwulan sebelumnya.
5.1 PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI 5.1.1 ALIRAN UANG KARTAL (INFLOW/OUTFLOW) Perkembangan transaksi pembayaran tunai dilihat dari aliran uang kartal pada posisi triwulan I-2013 mengalami net inflow sebesar Rp.231,34 miliar yang berarti jumlah uang yang masuk dalam khasanah kas titipan Bank Indonesia (Rp.859,69 miliar) lebih besar dibandingkan uang yang keluar dari khasanah kas titipan (Rp.628,45 miliar). Grafik 5.1 menggambarkan hal tersebut. 450,000
Q4
Q1
Q2
Q3
2012
Q4
Q1 2013
(150,000)
Netflow (Rp.Juta)
50,000 -
(200,000)
2011
2012
Jan
Q3
2011
Mar
Q2
Nov
Q1
Jul
Q4
Sept
Q3
2010
Mei
Q2
Jan
(100,000)
Q1
Mar
(50,000)
150,000 100,000
Nov
-
200,000
Jul
50,000
Jan
Rp. Juta
100,000
Net Flow
250,000
Sept
150,000
Bayaran
350,000 300,000
Mei
200,000
300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 (50,000) (100,000) (150,000) (200,000)
Setoran
400,000
Mar
Net Flow
Setoran-Bayaran (Rp.Juta)
300,000 250,000
2013
(250,000)
Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.1 Net inflow/outflow Kas Titipan Gorontalo
Grafik 5.2 Perkembangan Netflow Bulanan
Namun demikian jika dilihat dari perkembangan bulanan, pada posisi Bulan Maret 2013 terjadi net outflow dalam aliran uang kartal di Gorontalo, sebagaimana ditunjukkan oleh Grafik 5.2. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Gorontalo cenderung mengeluarkan uang lebih untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok sebagai respon inflasi bulanan yang pada Bulan Maret 2013 tercatat sebesar 1,07% (m.t.m).
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
39
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
5.1.2 PENYEDIAAN UANG KARTAL LAYAK EDAR Penyediaan uang kartal layak edar (ULE) pada posisi triwulan I-2013, mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat Uang Layak Edar (ULE) pada triwulan I-2013 sebesar Rp.84,68 miliar menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.99,44 miliar. Sementara itu, jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) atau uang lusuh yang ada dalam kas titipan Bank Indonesia meningkat pada triwulan laporan dari Rp.5,85 miliar (posisi triwulan IV-2012) menjadi Rp.15 miliar. Sebagian besar uang layak edar yang ada di bank adalah nominal pecahan kertas Rp.100.000,00, sementara uang tidak layak edar yang ditemukan kebanyakan berdenominasi Rp.10.000,00. Penurunan jumlah persediaan Uang Layak Edar (ULE) pada triwulan laporan disebabkan karena tingginya permintaan masyarakat untuk membelanjakan uangnya pada triwulan laporan sebagai dampak inflasi yang relatif tinggi. Tabel 5.1 menunjukkan penyediaan uang kartal di kas titipan Gorontalo.
Tabel 5.1 Rincian Pecahan Uang di Kas Titipan Gorontalo (Dalam Rp.ribu)
Jenis Pecahan (Rp) Uang Kertas 100,000 50,000 20,000 10,000 5,000 2,000 1,000 Total Uang Logam 1000 500 100 50 Total TOTAL UANG
Tw. IV 2012 Jumlah (ribu) Layak edar Tidak Layak Edar 38,500,000 1,500,000 40,000,000 26,050,000 2,000,000 28,050,000 9,780,000 700,000 10,480,000 8,940,000 500,000 9,440,000 9,615,000 500,000 10,115,000 6,022,000 600,000 6,622,000 527,000 50,000 577,000 99,434,000 5,850,000 105,284,000
2,000 2,000 99,436,000
5,850,000
2,000 105,286,000
Tw. I 2013 Jumlah (ribu) Layak edar Tidak Layak Edar 32,200,000 1,200,000 33,400,000 23,900,000 2,000,000 25,900,000 5,980,000 3,000,000 8,980,000 3,400,000 6,500,000 9,900,000 10,410,000 850,000 11,260,000 3,644,000 1,200,000 4,844,000 155,000 250,000 405,000 79,689,000 15,000,000 94,689,000
5,000,000 5,000,000 84,689,000
15,000,000
5,000,000 99,689,000
Sumber : Bank Indonesia
40
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
5.1.3 UANG PALSU Tabel 5.2 Perkembangan Uang Palsu di Gorontalo
Periode Triwulan I-2013 Pecahan / Tahun Emisi Temuan Uang Palsu 100.000 / 2004 100.000 / 1999 50.000 / 2005 50.000 / 1999 50.000 / 1993 20.000 / 2004 10.000 / 2005
142 0 0 0 0 0 0
Jumlah
142 Sumber : Bank Indonesia
Pada triwulan I-2013 ditemukan adanya laporan temuan uang palsu dari masyarakat Gorontalo sebanyak 142 lembar. Temuan ini merupakan yang terbesar dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Adanya tindak kejahatan ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak karena dapat merugikan masyarakat. Edukasi dan sosialisasi publik mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah perlu senantiasa dilakukan.
5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI 5.2.1 KLIRING NON BI DI GORONTALO Perputaran warkat kliring non BI dilihat dari pertumbuhan jumlah warkatnya jauh mengalami penurunan pada triwulan I-2013 yang tercatat sebesar -5,89% (q.t.q) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 2,15% (q,t,q). Sejalan dengan itu, dari segi pertumbuhan nominalnya mengalami kontraksi sebesar 3,20% (q.t.q) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,21% (q.t.q). Grafik 5.3 dan 5.4 menunjukkan perputaran kliring di Gorontalo dan rata-rata perputaran kliring per hari.
6000
Nominal (Kanan) Lembar (Kiri)
180000
350
160000
300
120000
4000
100000
3000
80000
60000
2000
Lembar
Lembar
5000
Nominal (Rp.Juta)
140000
10000
Nominal (Kanan)
9000
Lembar (Kiri)
8000
250
7000
200
6000 5000
150
4000
100
3000
40000 1000
20000
0
0 Jan Mar May Juli sept Nov Jan Mar May Juli sept Nov Jan Mar 2011
2012
2000
50
1000
0
0 Jan Mar May Juli sept Nov Jan Mar May Juli sept Nov Jan Mar
2013
2011
2012
2013
Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.3 Perputaran Kliring di Gorontalo
Grafik 5.4 Rata-Rata Perputaran Kliring Per Hari
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
41
Nominal (Rp.Juta)
7000
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
Sementara itu, persentase rata-rata penolakan cek & bilyet giro kosong per hari dari sisi jumlah lembaran cek/bilyet giro pada triwulan I-2013 tercatat sebesar 1,33%, menurun dibandingkan triwulan IV-2012 yang tercatat sebesar 1,44%. Di sisi lain, persentase rata-rata penolakan cek & bilyet giro kosong per hari dilihat dari sisi jumlah nominal pada triwulan I-2013 menurun menjadi 1,40% dibandingkan triwulan IV-2012 yang tercatat sebesar 1,86%. Grafik 5.5 menunjukkan persentase rata-rata penolakan
2011
2012
201 3
cek & bilyet giro kosong per hari dari sisi jumlah lembaran dan nominalnya. Mar Jan Nov sept Juli May Mar Jan Nov sept Juli May Mar Jan
Nominal (%) Lembar (%) 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Sumber : Bank Indonesia Grafik 5.5 Rasio Warkat dan Nominal Cek/BG Kosong Kliring Non BI di Gorontalo
5.2.2 REAL TIME GROSS SETTLEMENT (RTGS) Pada triwulan I-2013, transaksi yang dilakukan melalui RTGS (dari dan ke Gorontalo) dari sisi nilai rata-rata tercatat sebesar Rp.663 miliar atau terkontraksi sebesar 21,62% (q.t.q) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 29,88% (q.t.q). Sementara itu, bila dilihat dari volumenya, rata-rata transaksi RTGS pada triwulan laporan adalah sebanyak 1222 kali, dengan pertumbuhan negatif sebesar 29,35% (q.t.q) jauh lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2012 yang tercatat sebesar 9,17% (q.t.q). Penurunan transaksi melalui RTGS pada triwulan I-2013 ini diperkirakan karena siklus ekonomi pada triwulan I relatif belum optimal, sehingga transaksi melalui RTGS baik nilai maupun volumenya masih sedikit.
42
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN Tabel 5.3 Perkembangan Transaksi RTGS di Gorontalo
Bulan Pertumbuhan (qtq) Oktober November Desember Rata-rata tw IV-2012 Pertumbuhan (qtq) Januari Februari Maret Rata-rata tw I-2013 Pertumbuhan (qtq)
FROM TO FROM + TO Nilai Nilai Nilai Volume Volume Volume (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) -5.62% 0.73% -4.92% 0.76% -5.20% 0.74% 324 1073 469 667 793 1740 287 946 470 649 757 1595 400 1058 588 796 988 1854 337 1026 509 704 846 1730 29.12% 5.85% 30.40% 14.41% 29.88% 9.17% 246 779 467 471 714 1250 212 728 407 471 618 1199 208 717 448 500 657 1217 222 741 441 481 663 1222 -34.04% -27.72% -13.41% -31.72% -21.62% -29.35% Sumber : Bank Indonesia
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
43
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
BOX 4 : SECURITY FEATURES dan CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH Menyikapi tingginya kasus pemalsuan uang rupiah pada triwulan laporan, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan masyarakat terkait Uang Rupiah Asli adalah sebagai berikut.
I. Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah Dalam melaksanakan tugas pokok di bidang pengedaran uang, Bank Indonesia selalu berupaya agar uang yang dikeluarkan dan diedarkan memiliki ciri-ciri dan unsur pengaman yang cukup mudah dikenali oleh masyarakat namun di pihak lain dapat melindungi uang dari unsur pemalsuan. Keaslian uang dapat dikenali melalui ciri-ciri yang terdapat baik pada bahan yang digunakan untuk membuat uang (kertas, plastik atau logam), disain dan warna masing-masing pecahan uang, maupun pada teknik pencetakan uang tersebut. Dalam penetapan ciri-ciri uang dianut suatu prinsip bahwa semakin besar nilai nominal uang maka semakin banyak unsur pengaman (Secutiy Features) dari uang tersebut sehingga aman dari usaha pemalsuan. Security features selain berfungsi sebagai alat pengamanan, baik dalam bentuk kasat mata maupun tidak kasat mata juga memiliki beberapa fungsi lain, yaitu : a. Fungsi estetika, agar uang tampak menarik. b. Untuk membedakan antara satu pecahan dengan pecahan lainnya, atau antara satu mata uang dengan mata uang lainnya.
II. Unsur Pengaman pada Uang Kertas Rupiah Unsur pengaman pada uang kertas meliputi bahan uang dan teknik cetak. Pemilihan unsur pengaman merupakan suatu aspek yang penting agar uang sulit dipalsukan. Perlu disadari bahwa sulitnya uang untuk dipalsukan tidak semata-mata tergantung pada unsur pengaman, tetapi juga dipengaruhi oleh gambar disain, warna maupun teknik cetak. Unsur pengaman pada uang kertas Rupiah dapat dibedakan berdasarkan unsur pengaman yang terbuka (covert security features) dan tidak terbuka (covert security features). Kebanyakan unsur pengaman adalah yang terbuka dan dapat dilihat dengan mudah oleh masyarakat. Pendeteksian unsur pengaman tersebut dapat dilakukan dengan mata telanjang (kasat mata), perabaan tangan (kasat raba), maupun dengan menggunakan peralatan sederhana seperti kaca pembesar dan ultra violet. Pendeteksian unsur pengaman yang tidak terbuka hanya dapat dilakukan dengan suatu mesin yang memiliki sensor tertentu yang memiliki tingkat kepastian dan kecepatan yang cukup tinggi untuk mengetahui unsur pengaman tersebut. Dalam melakukan pemilihan unsur pengaman uang kertas, pada umumnya mempertimbangkan 2 hal utama yaitu: a. Semakin besar nominal pecahan diperlukan unsure pengaman yang lebih baik, kompleks, dan canggih. b. Unsur pengaman yang dipilih didasarkan pada hasil penelitian dan mempertimbangkan perkembangan teknologi. 44
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
III. Karakteristik Uang Logam Rupiah Beberapa karakteristik tertentu yang perlu diperhatikan dalam uang logam Rupiah antara lain: a. Setiap pecahan uang logam mudah dikenali baik secara kasat mata dan kasat raba. b. Uang logam menggunakan bahan yang tahan lama dan tidak mengandung zat yang membahayakan. c.
Uang logam yang dikeluarkan dalam ukuran yang sesuai, tidak terlalu besar atau tidak terlalu berat.
d. Uang logam Rupiah berbentuk bulat, dengan bagian samping bergerigi atau tidak bergerigi.
IV. Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah Secara sederhana, ciri-ciri keaslian uang rupiah dapat dikenali melalui 3 cara atau yang lebih dikenal dengan istilah 3D (Dilihat, Diraba dan Diterawang). Berikut ini disampaikan cara mengenali keaslian uang kertas rupiah. 1. Dilihat a. Warna terlihat terang dan jelas b. Terdapat benang pengaman yaitu bahan yang ditanam pada kertas uang dan tampak sebagai suatu garis melintang apabila diterawang kearah cahaya atau terlihat seperti dianyam. c. Pada uang pecahan tertentu seperti Rp100.000 Tahun Eminsi 2004, Rp50.000 Tahun Emisi 2005, Rp20.000 Tahun Emisi 2004 dan Rp10.000 Tahun Emisi 2005 pada bagian sudut kanan bawah terdapat tinta OVI (Optical variable Ink) yaitu hasil cetak dalam dengan menggunakan tinta khusus yang dapat berubah warna apabila dilihat dari sudut pandang tertentu. 2. Diraba a. Cetak Intaglio yaitu hasil cetakan yang terasa kasar apabila diraba dan terdapat pada angka, huruf dan gambar pada setiap uang. b. Kode tunanetra yaitu kode tertentu untuk mengenali jenis pecahan bagi tunanetra. Di setiap uang terletak di bagian muka diatas tulisan Bank Indonesia. 3. Diterawang a. Tanda air adalah suatu gambar tertentu yang dibuat dengan cara menipiskan dan menebalkan serat kertas untuk membentuk suatu image (umumnya gambar pahwalan) dan akan terlihat bila diteerawangkan kearah cahaya. b. Rectoverso, yaitu hasil cetak yang beradu tepat atau saling mengisi antara gambar di bagian muka uang dengan gambara yang dibagian belakang uang.
Sumber : www.bi.go.id
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
45
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN
46
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 6 KESEJAHTERAAN
BAB 6 : KESEJAHTERAAN Jumlah pengangguran di Gorontalo per-Februari 2013 mengalami penurunan dibandingkan 2012. Sementara angka kemiskinan menurut data 2012 masih berkisar 17,33%.
Indeks Pembangunan Manusia Gorontalo sendiri relatif masih rendah
dibandingkan Provinsi lainnya di Sulawesi. 6.1. PENGANGGURAN Jumlah angkatan kerja (berusia 15 tahun ke atas) di Gorontalo pada bulan Februari 2013 tercatat sebanyak 480.382 jiwa atau meningkat dibanding angkatan kerja pada periode Agustus 2012 yang tercatat hanya 466.073 jiwa. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja dimana pada Februari 2013 mencapai 459.689 atau naik 3,13% dibanding posisi Agustus 2012 yang tercatat sebanyak 445.729 jiwa. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Gorontalo mengalami penurunan dimana pada bulan Februari 2013 tercatat sebanyak 4,31%, menurun dibandingkan TPT posisi Agustus 2012 yang tercatat 4,36%. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas Menurut Kegiatan
Ketenagakerjaan Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Angkatan Kerja Bekerja Tidak Bekerja Bukan Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka
2011 2012 2013 Februari Agustus Februari Agustus Februari 717.600 725.153 732.021 738.885 746.698 458.579 465.027 471.128 466.073 480.382 437.459 445.210 448.489 445.729 459.689 21.120 19.817 22.639 20.344 20.693 259.021 260.126 260.893 272.812 266.316 63,90 64,13 64,36 63,08 64,33 4,61 4,26 4,81 4,36 4,31 Sumber : BPS Prov. Gorontalo
Jika dilihat berdasarkan lapangan usaha penduduk yang bekerja, sektor pertanian nampaknya masih menjadi lapangan usaha sebagian besar penduduk Provinsi Gorontalo yaitu 161.467 orang (Februari 2013). Jumlah tersebut menurun 4% jika dibandingkan dengan Agustus 2012. Sektor lainnya dengan pangsa pasar jumlah tenaga kerja yang cukup besar adalah sektor jasa kemasyarakatan yaitu 105.067 jiwa atau sebesar 22% dari total tenaga kerja. Tenaga kerja sektor ini tumbuh 24,5% dibandingkan bulan Agustus 2012.
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
47
BAB 6 KESEJAHTERAAN Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Ketenagakerjaan Pertanian Industri Perdagangan Jasa Kemasyarakatan Lainnya Total
2011 2012 2013 Februari Agustus Februari Agustus Februari 179.933 158.973 163.806 168.496 161.467 40.584 44.015 37.619 37.986 24.092 64.022 65.851 61.079 67.142 80.068 87.087 91.393 91.741 84.390 105.067 65.833 84.978 94.244 87.715 88.995 437.459 445.210 448.489 445.729 459.689 Sumber: Berita Resmi Statistik, BPS Provinsi Gorontalo
6.2. KEMISKINAN Jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo hingga Maret 2012 tercatat sebanyak 186.907 jiwa (17,33% dari jumlah penduduk), mengalami penurunan dibandingkan posisi Maret 2011 yang tercatat sebanyak 198.270 jiwa (18,75% dari jumlah penduduk). Sementara itu garis kemiskinan di Provinsi Gorontalo pada bulan Maret 2012 sebesar Rp 203.907 per kapita per bulan atau mengalami kenaikan sebesar Rp16.692 perkapita per bulan dibandingkan dengan bulan Maret 2011 yang tercatat sebesar Rp183.637 perkapita per bulan. Tabel 6.3. Persentase Penduduk Miskin Provinsi Gorontalo (%)
Kemiskinan Jumlah Penduduk Miskin Persentase Garis Kemiskinan Perkotaan Pedesaan
2011 2012 Maret September Maret 198.270 192.396 186.907 18,75 18,02 17,33 Rp187.215 Rp195.685 Rp203.907 Rp194.161 Rp202.305 Rp209.422 Rp183.637 Rp192.274 Rp201.065 Sumber : BPS Provinsi Gorontalo, Sakernas
6.3. RASIO GINI Pada Tahun 2007 indeks gini tercatat 0,39 mengalami kenaikan dibandingkan indeks gini tahun 2005 lalu yang tercatat sebesar 0,36. Kondisi ini menunjukkan kesenjangan pendapatan antara lapisan penduduk semakin meningkat. Namun demikian berdasarkan strukturnya, persentase pendapatan yang dinikmati oleh 20% penduduk berpenghasilan tertinggi menjadi semakin meningkat dari 44,38% menjadi 47,67%. Fenomena yang menarik adalah terjadinya shifting dari sebagian penduduk di kelompok 40% menengah ke 40% ke bawah dan 20% teratas.
48
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA
BAB 6 KESEJAHTERAAN Tabel 6.4. Rasio Gini Provinsi Gorontalo
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo, Sakernas
6.4. IPM (INDEX PEMBANGUNAN MANUSIA) Index Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Gorontalo sampai dengan data terakhir tahun 2011 adalah sebesar 70,82 dengan tren semakin meningkat sejak tahun 2006. IPM Gorontalo relatif lebih rendah dibandingkan provinsi lainnya di Sulawesi. Tabel 6.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Gorontalo
Indeks Pembangunan Manusia Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Utara
2008 68,55 69,00 69,29 70,09 70,22 75,16
2009 69,18 69,52 69,79 70,70 70,94 75,68
2010 69,64 70,00 70,28 71,14 71,62 76,09
2011 70,11 70,55 70,82 71,62 72,14 76,54
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Tabel 6.6 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Per Kabupaten/Kota Tahun 2006-2007
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013
49
BAB 6 KESEJAHTERAAN
Halaman ini sengaja dikosongkan
50
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2013| BANK INDONESIA