BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BAB 2 : PERKEMBANGAN INFLASI Inflasi Gorontalo pada triwulan III-2011 sebesar 3,27% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,11% (y.o.y). Melemahnya tekanan inflasi disebabkan oleh menurunnya harga komoditas bahan makanan. Lancarnya ketersediaan pasokan menjadi faktor utama menurunnya harga komoditas bumbu-bumbuan seperti cabe dan bawang merah.
2.1 INFLASI GORONTALO Inflasi Gorontalo pada triwulan III-2011 sebesar 3,27% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,11% (y.o.y). Melemahnya tekanan inflasi periode laporan terutama akibat dari menurunnya volatile food yang mengalami deflasi sebesar 0.90% (y.o.y) jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 12,07% (y.o.y). Sementara itu, core inflation sebesar 6,44% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,64% (y.o.y). Sedangkan administered price sebesar 2,96% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,47% (y.o.y). Tabel 2.1 Disagregasi Inflasi Provinsi Gorontalo
Total Inflasi Core Inflation Volatile Food Administered Price
JUNI 2.73% 3.41% 1.95% 2.39%
2010 SEPT 7.60% 3.40% 15.71% 5.30%
DES 7.43% 2.68% 16.30% 5.25%
Total Inflasi Core Inflation Volatile Food Administered Price
0.20% 0.23% 0.29% -0.02%
0.36% 0.03% 0.22% 1.24%
0.59% 0.19% 1.22% 0.46%
Disagregasi
2011
JAN FEB MAR 7.13% 5.28% 5.77% 2.79% 3.43% 3.53% 15.41% 8.40% 8.57% 4.90% 4.69% 6.52% Inflasi Bulanan (mtm) 0.10% -0.07% -0.01% 0.56% 0.55% 0.20% -0.32% -0.83% -1.56% -0.21% -0.20% 1.92%
APR 6.17% 4.23% 8.69% 6.75%
MEI 6.69% 4.27% 11.35% 5.30%
JUNI 7.11% 4.64% 12.07% 5.47%
JULI 6.91% 4.50% 12.46% 4.26%
AUG 3.92% 5.47% 1.55% 4.25%
SEPT 3.27% 6.44% -0.90% 2.96%
-0.50% 0.56% -2.49% 0.21%
0.92% 0.12% 2.68% 0.08%
0.60% 0.59% 0.94% 0.14%
1.26% 1.18% 2.00% 0.33%
0.84% 1.60% -0.15% 0.71%
-0.27% 0.95% -2.20% -0.01%
Sumber : Bank Indonesia Gorontalo (Data Diolah)
Melemahnya tekanan inflasi disebabkan oleh menurunnya harga komoditas bahan makanan terutama bumbu-bumbuan. Meskipun harga barang sandang mengalami kenaikan karena meningkatnya tekanan permintaan masyarakat saat Ramadhan dan Lebaran, namun penurunan harga yang signifikan dari komoditas bumbu-bumbuan terutama tomat, cabe dan bawang merah menyebabkan secara keseluruhan inflasi Gorontalo mengalami perlambatan. Lancarnya ketersediaan pasokan menjadi faktor utama menurunnya harga komoditas bumbu-bumbuan. Cuaca yang mendukung meningkatkan produktivitas tanaman tomat dan cabe. Di sisi lain, permintaan cabe dari Manado juga masih minim sehingga harga cabe di Gorontalo cenderung menurun. Sementara itu, harga bawang juga jatuh karena hasil liason BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011
21
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
dengan para pedagang menginformasikan bahwa daerah asal impor bawang sedang mengalami panen raya.
Sumber : Bank Indonesia Gorontalo (Data Diolah) Grafik 2.1 Disagregasi Inflasi Tahunan (y.o.y) Provinsi Gorontalo
2.1.1
FAKTOR FUNDAMENTAL Core inflation atau inflasi inti pada triwulan III-2011 sebesar 6,44% (y.o.y) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,64% (y.o.y) seiring dengan meningkatnya berbagai tekanan faktor fundamental terutama output gap, ekspektasi inflasi, dan imported inflation. Output gap negatif diperkirakan memberi tekanan inflasi terkait dengan meningkatnya permintaan masyarakat dalam rangka perayaan Ramadhan dan Lebaran pada triwulan laporan. Permintaan masyarakat tersebut terutama mendorong kenaikan harga barang sandang yang pada umumnya masuk dalam perhitungan inflasi inti. Di sisi lain, diperkirakan kapasitas produksi masih belum mampu mengimbangi tingginya permintaan masyarakat. Hal ini diindikasikan oleh Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang menunjukkan lemahnya kapasitas produksi pada triwulan laporan.
Sumber : SKDU, Bank Indonesia Gorontalo Grafik 2.2 Kapasitas Produksi
22
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011| BANK INDONESIA
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
Ekspektasi inflasi pada triwulan laporan diperkirakan masih optimis dengan nilai indeks di atas 100, yang berarti bahwa masyarakat menganggap bahwa harga barang akan mengalami kenaikan.
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia Gorontalo Grafik 2.3 Indeks Keyakinan Konsumen
Faktor kenaikan harga-harga barang yang diimpor (imported inflation) dari luar daerah atau luar negeri turut mempengaruhi pergerakan tingkat inflasi inti di Gorontalo. Tren kenaikan harga komodtias internasional seperti emas ikut memberi sumbangan kepada kenaikan core inflation.
Harga Perubahan Harga (yoy)
% yoy
Sumber : Bloomberg Grafik 2.4 Perkembangan Harga Emas Internasional
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011
23
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
2.1.2
FAKTOR NON – FUNDAMENTAL Faktor non-fundamental merupakan penyebab utama melemahnya inflasi Gorontalo
terutama dari volatile food inflation. Adapun komoditas yang mengalami tren penurunan yang cukup signifikan adalah bawang merah, cabe merah, dan cabe keriting. Hasil konfirmasi dengan para pedagang mengemukakan bahwa merosotnya harga-harga komoditas dimaksud disebabkan oleh melimpahnya pasokan. Untuk komoditas bawang merah, penurunan harga terjadi karena pada periode laporan terjadi panen raya bawang merah di kota asal impor yaitu Bima, Nusa Tenggara Timur. Sebagai informasi bahwa Gorontalo belum dapat memproduksi bawang merah sendiri sehingga mengimpor dari NTT atau Sulawesi Tengah. Sementara itu, pasokan cabe sangat melimpah pada periode laporan seiring dengan menguatnya produksi akibat musim yang mendukung (kemarau) disamping permintaan ekspor ke Manado pada periode ini masih relatif rendah.
Sumber : BPS Prov. Gorontalo Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi kelompok Bahan makanan Tabel 2.2 Perkembangan Harga-Harga
Komoditas Satuan 28/3 Beras Super Win kg 8,000 Ciheran kg 7,000 IR 64 kg 7,000 Cabe Cabe Rawit kg 50,000 Cabe Keriting kg 16,000 Bawang Merah kg 25,000 Putih kg 27,000 Tomat Gula Pasir
kg kg
3,000 12,000
25/4
23/5
6/6
20/6
11/7
8/8
22/8
12/9
26/9
8,000 7,000 7,000
7,500 6,500 6,000
7,000 6,000 5,000
8,500 7,000 6,000
7,000 6,500 6,000
8,000 7,500 7,000
8,000 7,500 7,000
8,000 7,000 7,000
8,000 7,000 7,000
48,000 18,000
40,000 14,000
40,000 16,000
45,000 20,000
30,000 15,000
22,000 16,000
22,000 10,000
24,000 14,000
22,000 12,000
27,000 18,000
24,000 26,000
27,000 28,000
28,000 26,000
28,000 25,000
28,000 16,000
18,000 16,000
18,000 14,000
16,000 14,000
6,000 12,000
6,000 12,000
12,000 11,500
7,000 11,500
7,000 11,500
4,000 11,000
4,000 10,000
3,000 10,000
6,000 10,000
Sumber : Survei Pemantauan Harga, KBI Gorontalo
24
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011| BANK INDONESIA
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
Sementara itu, administered price relatif minimal karena belum terdapat kebijakan strategis pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Namun, masih terdapat hambatan dalam penyaluran distribusi BBM sehingga masih kerap terjadi antrian panjang di SPBU. Disinyalir, terdapat pihak tertentu yang mengganggu distribusi barang melalui penimbunan sehingga stok di SPBU seringkali habis walaupun sebetulnya pasokan BBM di daerah cukup. 2.2 INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA 2.2.1
INFLASI TAHUNAN (y.o.y) Secara tahunan, inflasi Gorontalo triwulan III-2011 sebesar 3,27% (y.o.y) lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,11% (y.o.y). Melemahnya tekanan inflasi terutama disebabkan oleh menurunnya inflasi kelompok bahan makanan.
Tabel 2.3 Inflasi Tahunan Kelompok Barang dan Jasa (y.o.y)
No
Inflasi Tahunan
Inflasi Umum 1 Bahan makanan 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 4 Sandang 5 Kesehatan 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2010 9 7.60% 15.63% 7.87% 3.45% 3.05% 2.37% 0.41% 2.57%
10 5.90% 11.15% 7.06% 3.11% 3.39% 2.33% 0.51% 1.55%
11 5.93% 11.25% 6.87% 2.68% 3.71% 2.27% 0.51% 2.13%
2011 12 7.43% 16.20% 13.43% 12.53% 6.39% 2.32% 0.51% 2.53%
3 5.77% 8.50% 8.32% 4.21% 4.14% 2.22% 1.18% 2.44%
6 7.11% 12.04% 7.44% 5.05% 5.12% 3.43% 0.60% 3.36%
7 6.91% 12.49% 4.65% 5.64% 6.61% 3.75% 0.42% 2.34%
8 3.92% 1.74% 4.37% 5.92% 12.51% 3.39% 0.48% 2.94%
9 3.27% -0.70% 4.82% 6.58% 12.33% 3.50% 3.88% 1.38%
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Penurunan inflasi kelompok bahan makanan terutama didorong oleh sub kelompok bumbu-bumbuan yang mengalami deflasi sebesar -14,33% (y.o.y) jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 45,46% (y.o.y) dan tahun sebelumnya sebesar 49,00% (y.o.y). Penurunan inflasi komoditas bumbu-bumbuan sangat terasa bila dibandingkan dengan tahun lalu (2011) saat terjadi kenaikan harga cabe dan bawang merah secara nasional (terjadi di hampir seluruh wilayah di Indonesia) akibat cuaca yang kurang mendukung. Sebaliknya pada tahun 2011, kondisi produksi kedua komoditas tersebut sangat baik bahkan di sentra-sentra penanaman bawang di Indonesia seperti Brebes, Jawa Tengah dan Bima, Nusa Tenggara Barat terjadi panen raya sehingga harga bawang pada periode ini jatuh. Gorontalo sebagai daerah yang mengimpor hampir seluruh komoditas bawang merah dari daerah lain mendapatkan pengaruh dari turunnya harga bawang merah di pasaran lokal. Di sisi lain, produksi cabe Gorontalo pada periode laporan juga sangat baik karena cuaca yang mendukung untuk pertanaman cabe. BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011
25
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
Sementara, permintaan ekspor ke Manado masih sangat minim sehingga harga terkoreksi ke bawah. Tabel 2.4 Inflasi Tahunan Sub-kelompok Bahan Makanan (y.o.y) 2010
Kelompok / Sub kelompok BAHAN MAKANAN Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang - kacangan Buah - buahan Bumbu - bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya
MAR 5.1 7.46 0.31 5.58 10.14 -2.47 25.92 4.09 27.79 -17.84 6.45 2.3
JUNI 2.03 5.97 0.63 -8.8 9.94 -2.91 30.25 9.04 -4.61 26.78 -7.23 0.95
2011
SEPT 15.63 16.62 5.29 15.86 8.01 -0.92 21.8 4.57 20.07 49 -7.73 0.83
DEC 16.20 20.20 6.19 8.83 6.86 3.27 -0.96 14.95 9.93 77.12 -3.42 4.37
MAR
JUNI
8.5 8.41 3.88 -1.17 2.46 5.21 0.86 16.27 -20.58 97.34 -4.95 4.78
JULI
12.04 13.18 6.68 9.00 8.67 5.74 -17.05 13.74 34.39 45.46 8.38 5.25
12.49 11.18 9.84 17.55 15.70 8.17 7.91 15.50 22.80 5.01 8.93 4.29
AUG
SEPT
1.74 -0.70 5.16 3.10 21.37 6.03 9.38 14.96 8.77 -15.27 7.40 7.05
-0.70 1.67 7.30 0.56 19.90 2.96 -11.79 14.66 -7.71 -14.33 7.84 7.05
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
2.2.2
INFLASI TRIWULANAN (q.t.q) Secara triwulanan, perkembangan harga-harga di Gorontalo pada triwulan III-2011
mengalami inflasi sebesar 1,48% (q.t.q) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,01% (q.t.q). Meningkatknya permintaan masyarakat dalam rangka menyambut Ramadhan dan Lebaran diperkirakan menjadi faktor utama penyebab kenaikan inflasi secara triwulanan. Tabel 2.5 Kelompok Barang dan Jasa (q.t.q)
No
Inflasi Triwulanan
Umum 1 Bahan makanan 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 4 Sandang 5 Kesehatan 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2010 9 5.63 12.57 4.24 2.11 1.00 0.69 0.26 2.91
10 2.93 7.84 0.65 0.67 1.37 0.54 0.21 0.61
2011 11 0.13 0.17 -0.14 -0.42 1.17 0.01 0.22 0.92
12 0.36 1.12 -0.29 -0.11 1.58 0.03 0.11 -0.21
3 0.02 -2.66 2.61 1.73 0.18 1.57 0.62 -0.04
6 1.01 1.12 0.74 1.23 2.28 1.11 -0.38 0.69
7 2.81 5.78 1.03 2.43 2.07 1.36 -0.45 0.40
8 2.73 2.93 2.13 3.26 8.09 0.75 0.03 1.16
9 1.84 -0.23 1.69 3.60 7.93 0.76 3.52 0.94
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Secara triwulanan, subkelompok bahan makanan pada triwulan III-2011 mengalami inflasi sebesar 1,84% (q.t.q) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,01% (q.t.q). Kenaikan inflasi triwulanan terutama didorong oleh inflasi kelompok sandang sebesar 7,93% (q.t.q) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,28% (q.t.q). Kenaikan harga secara triwulanan secara umum terjadi pada komoditas non-makanan seperti pakaian akibat dari meningkatnya permintaan masyarakat dalam menyambut Ramadhan dan Lebaran. Di sisi lain, harga emas di Gorontalo juga terus mengalami kenaikan sejalan dengan harga internasional. Kenaikan harga emas juga turut memberikan andil dalam peningkatan inflasi Gorontalo secara triwulanan. 26
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011| BANK INDONESIA
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BOKS 2 : LAPORAN MONITORING HARGA PERIODE PUASA DAN LEBARAN TAHUN 2011 TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH GORONTALO Beras Pergerakan harga komoditas beras pada periode Ramadhan mengalami peningkatan pada kisaran Rp.500/liter untuk beberapa jenis beras kelas menengah. Harga beras jenis Ciheran tercatat sebesar Rp.6.500/liter pada Minggu ke-3 Agustus, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp.6.000/liter. Tren yang sama juga terjadi pada beras jenis IR-64 yang tercatat Rp.6.000/liter, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp.5.500/liter. Sementara itu, beras kelas premium jenis Super Win relatif stabil pada kisaran Rp.7.500/liter, bahkan cenderung turun pada minggu ke-3 Agustus.
Grafik 2.6 Harga Beras
Kenaikan harga beras hingga pertengahan Ramadhan relatif terkendali di tengah tingginya tekanan permintaan masyarakat. Hasil konfirmasi dengan pedagang menyatakan bahwa stok beras cukup aman karena panen raya terjadi sesaat sebelum periode Ramadhan tiba, meskipun terdapat gagal panen di beberapa wilayah karena banjir. Namun, masuknya pasokan beras impor dari daerah lain terutama Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah menyebabkan pasokan beras cukup melimpah. Di sisi lain, stok beras Bulog juga diperkirakan cukup aman mencapai 7.000 ton pada posisi pertengahan Agustus 2010. Berdasarkan hasil rapat TPID bulan Juli 2011, Bulog menyatakan bahwa cadangan beras Bulog dapat memenuhi kurang lebih hingga 7 bulan ke depan.
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011
27
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
Daging Harga daging meliputi daging sapi dan daging ayam (ras) cenderung mengalami tren kenaikan pada periode Ramadhan. Untuk harga daging sapi dan daging ayam telah mengalami kenaikan yang mencapai puncaknya pada minggu pertama Ramadhan. Pada pertengahan bulan Juli, harga daging sapi sebesar Rp.18.500/kg kemudian melonjak naik pada minggu pertama Agustus 2011 hingga mencapai Rp.76.500/kg. Tren yang sama juga terjadi pada harga daging ayam yang mencapai Rp.42.200/kg pada minggu pertama Agustus lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp.18.500/kg. Berdasarkan informasi dari para pedagang bahwa permintaan daging sangat tinggi pada awal Ramadhan karena masyarakat Gorontalo memiliki budaya untuk memasak hidangan istimewa terutama pada minggu pertama berpuasa. Oleh karena itu, permintaan daging sapi dan daging ayam yang tergolong ‘hidangan istimewa’ sangat tinggi pada periode dimaksud. Perkembangan selanjutnya, harga daging sapi mulai menurun namun masih dalam level yang tinggi yaitu sebesar Rp61.000/kg pada minggu ke3 Agustus. Sementara, daging ayam terus menunjukkan tren peningkatan hingga mencapai Rp45.000/kg pada minggu ke-3 Agustus.
Grafik 2.7 Harga Daging Sapi dan Daging Ayam
Bumbu-Bumbuan Perkembangan harga komoditas bumbu-bumbuan yaitu Barito (bawang, rica/cabe, dan tomat) diwarnai oleh tren penurunan. Harga cabe merah keriting dan cabe merah biasa pada bulan Juli berkisar Rp.16.000/kg dan Rp30.000/kg turun masing-masing menjadi sebesar Rp.11.000/kg dan Rp.19.000/kg pada minggu ke-3 Agustus. konfirmasi
para
pedagang,
Hasil
menginformasikan bahwa kondisi pasokan cabe cukup
melimpah karena pada periode ini permintaan ekspor cabe ke kota Manado masih terbatas, 28
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011| BANK INDONESIA
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
sehingga stok di Gorontalo relatif melimpah. Sementara itu, harga bawang merah pada bulan Juli sebesar Rp.24.200/kg turun menjadi sebesar Rp.16.400/kg pada minggu ke-3 Agustus. Penurunan harga bawang merah, menurut para pedagang, disebabkan karena saat ini sentra produksi Bawang Merah di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam kondisi panen raya, sehingga harga impor bawang merah menuju Gorontalo relatif murah. Di sisi lain, harga tomat juga mengalami penurunan yaitu pada bulan Juli sebesar Rp.7.000/kg turun menjadi sebesar Rp.5.000/kg pada minggu ke-3 Agustus. Informasi para pedagang menuturkan bahwa saat ini produksi tomat sangat baik seiring dengan berjalannya musim kemarau.
Grafik 2.8 Harga Bumbu-Bumbuan
Komoditas lainnya Pergerakan harga komoditas strategis lainnya seperti tepung terigu, minyak goreng (Bimoli), dan gula pasir relatif stabil, namun harga komoditas mentega menunjukkan tanda-tanda peningkatan. Harga tepung terigu relatif stabil pada kisaran Rp7.000/kg untuk Merek Segitiga biru dan Rp6.500/kg untuk merek Lencana Mas, sedangkan harga minyak goreng (Bimoli) dan gula pasir relatif stabil masing-masing pada kisaran Rp16.500/liter dan Rp.10.000/kg. Berdasarkan survei kepada para pedagang, bahwa stok tepung terigu di gudang berkisar 329.750 kg, sedangkan stok gula pasir (lokal) berkisar 595 ton pada pertengahan Agustus. Sementara itu, stok minyak goreng Bimoli tercatat sebanyak 2.450 galon untuk ukuran 20 kg, 550 karton untuk ukuran 5 liter, dan 240 karton untuk ukuran 1 liter. Sebaliknya, harga mentega menunjukkan tanda-tanda peningkatan dari Rp35.000/kg pada bulan Juli menjadi Rp36.500/kg pada pertengahan Agustus. Namun, meskipun terjadi kenaikan harga, para pedagang menginformasikan bahwa ketersediaan stok mentega cukup baik yaitu sebanyak 4.350 karton untuk kemasan 1 kg, 3.250 karton untuk kemasan 2 kg, 2.200 karton untuk kemasan 200 gram, dan 2.400 BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011
29
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
karton untuk kemasan 250 gram. Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, pedagang menganggap stok sebesar tersebut di atas cukup aman untuk melayani permintaan masyarakat hingga periode Puasa dan Lebaran berakhir.
Grafik 2.9 Harga Komoditas Lainnya
Langkah Kebijakan Berdasarkan pengamatan di lapangan, mengindikasikan bahwa pergerakan harga barang strategis selama periode Puasa relatif terkendali. Tren kenaikan harga terjadi pada komoditas beras, daging sapi, daging ayam, dan mentega namun masih dalam level yang wajar. Sebaliknya, terdapat komoditas yang mengalami penurunan harga terutama bumbubumbuan meliputi bawang merah, cabe merah (rica), dan tomat. Kestabilan harga pada umumnya disebabkan oleh faktor pasokan yang relatif lancar sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat selama periode Ramadhan. Di sisi lain, anggota Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) juga telah melakukan serangkaian kebijakan untuk menjaga kestabilan harga meliputi pasar murah dan operasi pasar. Pasar murah telah dijalankan oleh Diskoperindag, Bulog, dan Pertamina di seluruh kabupaten/kota melalui penjualan kebutuhan pokok dengan potongan harga kurang lebih 20%. Adapun komoditas yang tersedia dalam pasar murah diantaranya minyak tanah, minyak goreng, gula, telur, beras, dan kue-kue. Di samping itu, operasi pasar untuk mengawasi, mengecek, dan memonitor stok barang juga terus dilakukan. Target operasi pasar diantaranya Pasar Central-Kota, Pasar Limboto, dan distributor-distributor besar.
30
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BAB 3 : PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Aktivitas perbankan di Provinsi Gorontalo pada triwulan III-2011 masih menunjukkan peningkatan, yang tercermin dari beberapa indikator perbankan antara lain dari sisi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit. Hingga triwulan laporan, DPK yang berhasil dihimpun oleh bank umum adalah sebesar Rp2,60 trilliun atau secara (y.o.y) tumbuh sebesar 19,10% dan DPK yang berhasil dihimpun BPR sebesar Rp14,82 milliar atau secara (y.o.y) tumbuh 27,25%.
Sedangkan penyaluran kredit bank umum
tercatat sebesar Rp4,31 trilliun atau tumbuh (y.o.y) sebesar 28,39%, sementara pada BPR tercatat Rp22,09 milliar atau tumbuh (y.o.y) 17,80%. Dilihat dari angka tersebut di atas, terlihat bahwa permintaan kredit di Gorontalo cukup tinggi seperti ditunjukkan oleh angka LDR yang mencapai 165,65% pada bank umum dan 149,08% pada BPR. Untuk kredit bermasalah, hal yang perlu mendapat perhatian adalah pada kredit bermasalah Bank Perkreditan Rakyat yang masih cukup tinggi dan relatif meningkat dibanding triwulan sebelumnya yaitu 17,91%, sedangkan kredit bermasalah bank umum masih terjaga pada level wajar yaitu sebesar 3,33%. 3.1 FUNGSI INTERMEDIASI Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, angka statistik perbankan mengindikasikan bahwa fungsi intermediasi perbankan Gorontalo telah berjalan baik sebagaimana tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR). Hingga triwulan III2011 indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 165,65% pada bank umum, dan 149,08% pada BPR, artinya bahwa seluruh dana yang disalurkan kepada masyarakat Gorontalo jauh lebih besar dari pada dana yang dihimpun perbankan Gorontalo. Dari jenis penggunaan, penyaluran kredit bank umum masih didominasi untuk jenis konsumsi, yakni sebesar 50,82% dari total kredit yang disalurkan, sedangkan untuk BPR terlihat bahwa pangsa terbesar penyaluran kredit adalah untuk kredit modal kerja yakni 51,70% dari total kredit yang disalurkan. Sementara itu jika dilihat secara sektoral, kredit terbesar disalurkan untuk sektor perdagangan besar dan eceran dengan pangsa sebesar 29,53% pada bank umum dan 36,48% pada BPR. 3.1.1
PERKEMBANGAN KANTOR BANK Jumlah bank di Gorontalo hingga triwulan III-2011 tercatat sebanyak 12 Bank Umum
Konvensional, 3 Bank Umum Syariah dan 4 Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Jumlah bank tersebut meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya karena adanya pembukaan kantor baru, yakni Bank Pundi Kantor Cabang Gorontalo.
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011
31
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Dari jumlah bank tersebut, jaringan kantor Bank umum di Provinsi Gorontalo terdiri dari 16 kantor cabang, 28 kantor cabang pembantu, 14 kantor kas serta 22 kantor unit. Jaringan kantor tersebut selama triwulan III-2011 mengalami penambahan 4 kantor baru yaitu Bank Pundi Kantor Cabang (KC) Gorontalo, Bank Mandiri Kantor Cabang Pembantu (KCP) Kwandang, BRI Unit Aloei Saboe, dan Bank Mandiri Kantor Fungsional (KF) Isimu. Sementara itu, jaringan kantor BPR terdiri dari 4 kantor pusat, 3 kantor cabang dan 1 kantor kas.
3.1.2
PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT Hingga triwulan III-2011 dana yang dihimpun bank umum di Gorontalo tercatat
sebesar Rp2,60 triliun atau tumbuh sebesar 19,10% (y.o.y).
Pertumbuhan DPK tersebut
lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 15,64% (y.o.y). Pertumbuhan jumlah DPK tersebut terutama bersumber dari tabungan yang mengalami pertumbuhan sebesar 21,66% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2011 sebesar 15,09% (y.o.y).
Dari series data terlihat bahwa share tabungan terhadap
pembentukan DPK pada triwulan laporan (53,48%) relatif lebih rendah dibandingkan periode triwulan II-2011 yang tercatat sebesar 53,97%. Sementara itu simpanan giro masih memiliki share terhadap DPK terkecil yaitu sebesar 15,68%, dengan pertumbuhan positif sebesar 1,99% (y.o.y). Komponen pembentuk DPK lainnya yaitu deposito, pada triwulan laporan menunjukkan pelambatan pertumbuhan yaitu tumbuh sebesar 28,46% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan periode triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 32,58% (y.o.y). Share deposito terhadap pembentukan DPK juga menunjukkan penurunan yaitu menjadi sebesar 30,84% lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 31,31%.
Grafik 3.1 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
32
Grafik 3.2 Komposisi Dana Pihak Ketiga
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR), penghimpunan DPK hingga triwulan III-2011 tercatat
sebesar
Rp.14,82
milliar
atau tumbuh
sebesar
27,25%
(y.o.y),
namun
pertumbuhannya relatif lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 34,33% (y.o.y).
Peningkatan jumlah penghimpunan dana BPR
tersebut terutama terjadi karena peningkatan jumlah tabungan sebesar 34,59% (y.o.y) yakni dari Rp4,52 milliar menjadi Rp6,07 milliar. Hal yang sama juga terjadi pada deposito yang meningkat dari Rp7,13 milliar menjadi Rp8,74 miliiar atau tumbuh 22,60% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari angka statistik dana pihak ketiga tersebut di atas, terlihat bahwa secara umum penyerapan dana masyarakat oleh perbankan di Gorontalo sudah cukup baik namun demikian masih diperlukan upaya yang secara berkelanjutan dari perbankan dan masyarakat untuk mendorong kesadaran masyarakat untuk menabung atau menyimpan uang di perbankan. Pertumbuhan simpanan jangka menengah dan panjang perlu terus ditingkatkan untuk menjaga keseimbangan likuiditas keuangan perbankan di Gorontalo dalam rangka menunjang pertumbuhan kredit yang cukup tinggi di Gorontalo. Untuk itu, sosialisasi dan komunikasi kepada masyarakat perlu terus dilakukan untuk mendorong pertumbuhan penghimpunan dana/DPK. Dalam rangka mendorong pertumbuhan dana pihak ketiga, selain sosialisasi juga telah dilaunching Program TabunganKu yang merupakan produk tabungan bersama perbankan tanpa biaya administrasi. Hasil eveluasi hingga triwulan III-2011 menunjukkan bahwa respons masyarakat Gorontalo terhadap program tersebut masih cukup baik yang tercermin dari jumlah rekening dan nominal dana yang berhasil dihimpun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Data statistik hingga September 2011 tercatat sebanyak 20.561 rekening dengan nominal dana terhimpun sebesar Rp61,82 milliar, mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah ini diharapkan akan terus meningkat pada setiap tahunnya dengan terus mengintensifkan sosialisasi kepada masyarakat khususnya pelajar antara lain melalui penyediaan layanan bank mini pada sekolah tertentu di Gorontalo dalam rangka memberikan kemudahan akses bagi siswa untuk menabung.
3.1.3
PENYALURAN KREDIT Penyaluran kredit/pembiayaan bank umum di Gorontalo hingga triwulan III-2011
adalah sebesar Rp4,31 triliun, tumbuh 28,39% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 30,25% (y.o.y).
Pertumbuhan
kredit pada triwulan ini terutama bersumber dari kredit investasi yang tercatat Rp752,34 milliar atau tumbuh sebesar 227,55 (y.o.y) jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011
33
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
sebelumnya yang tercatat hanya Rp442,26 milliar dengan pertumbuhan 142,63% (y.o.y). Pertumbuhan kredit investasi ini diharapkan menjadi hal positif dalam mendorong perekonomian ekonomi khususnya sector riil di Gorontalo. Sedangkan untuk kredit modal kerja dan konsumsi meskipun memiliki share tertinggi terhadap kredit namun namun pertumbuhannya relatif melambat yaitu masing-masing dari 36,74% dan 15,40% (y.o.y) pada triwulan II-2011 menjadi sebesar 21,78% dan 9,26% (y.o.y) pada triwulan III-2011. Ditinjau dari jenis penggunaan kredit, pangsa terbesar kredit/pembiayaan di Gorontalo hingga triwulan III-2011 masih didominasi oleh kredit konsumsi yang tercatat sebesar Rp2,19 trilliun, dengan pangsa sebesar 50,82%.
Namun demikian jika diamati
perkembangannya pada setiap periode, terlihat bahwa pangsa kredit konsumsi relatif menurun dibandingkan trilwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 52,20% atau turun sebesar 1,38%. Hal yang sama juga terjadi pada share kredit modal kerja, walaupun masih tumbuh positif namun pertumbuhannya relatif lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 37,11% menjadi 31,72. Sedangkan share kredit investasi terhadap total kredit/pembiayaan menunjukkan peningkatan dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 10,70% menjadi 17,47% pada triwulan III-2011.
Pertumbuhan positif kredit investasi
diharapkan menjadi sinyal adanya peningkatan aktivitas sektor riil di Gorontalo serta menjadi sinyal meningkatnya peran perbankan dalam menstimulus percepatan pembangunan ekonomi di Provinsi Gorontalo. Pertumbuhan kredit penggunaan dan share masing-masing jenis kredit terhadap total kredit di Gorontalo, dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.3 Pertumbuhan Kredit Penggunaan
Grafik 3.4 Komposisi Kredit Penggunaan
Untuk BPR, jumlah kredit yang disalurkan hingga triwulan laporan tercatat sebesar Rp22,09 milliar atau tumbuh sebesar 17,80% (y.o.y) sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat hanya 17,76%.
Walaupun pangsa terbesar
kredit BPR adalah untuk modal kerja (51,70% dari total kredit), namun penyumbang pertumbuhan kredit BPR tertinggi adalah kredit konsumsi dimana pada triwulan laporan 34
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
tercatat Rp10,22 milliar atau tumbuh sebesar 34,17% yang diperkirakan dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan kredit yang sifatnya musiman antara lain untuk kebutuhan biaya sekolah. Sedangkan pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit investasi, pertumbuhannya (y.o.y) relatif lebih rendah yaitu masing-masing tercatat sebesar 6,42% (modal kerja) dan 11,42% (investasi). Secara sektoral, penyaluran kredit terbesar oleh Bank umum adalah pada sektor perdagangan besar dan eceran. Pada triwulan III-2011, kredit sektor ini tercatat sebesar Rp1,27 trilliun atau 29,53% dari total kredit perbankan. Kredit tersebut tumbuh sebesar 50,14% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 37,52% (y.o.y). Permintaan kredit pada sektor ini antara lain disebabkan meningkatnya permintaan yang diperkirakan terkait dengan faktor musiman (khususnya puasa dan lebaran) seperti terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan kredit sektor pertanian, perburuan dan kehutanan serta sektor konstruksi pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan negatif yaitu masing-masing sebesar -2,56% dan -3,35%. Penurunan jumlah kredit pada kedua sektor tersebut diperkirakan karena faktor musiman seperti telah selesainya panen dan pembayaran termijn kontrak selama triwulan periode Juli-September. Adapun rincian pertumbuhan dan komposisi kredit sektoral pada triwulan III-2011, dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.5 Pertumbuhan Kredit Sektoral
Grafik 3.6 Komposisi Kredit Sektoral
Untuk BPR, dari total kredit sebesar Rp.22,09 milliar, kredit terbesar disalurkan ke sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar Rp8,06 milliar atau 36,48% dari total kredit. Sektor perdagangan, hotel dan restoran nampaknya masih menjadi sektor yang mendominasi kredit/pembiayaan dari perbankan di Gorontalo. Sedangkan sektor primer (sektor pertanian dan sektor pertambangan), meskipun menjadi penyumbang terbesar bagi pembentukan PDRB Gorontalo, namun jumlah kredit sektor ini masih relatif kecil yaitu masing-masing dengan share sebesar 1,50% dan 0,30% dari total kredit. BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011
35
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Adapun untuk kredit UMKM pada bank umum, hingga triwulan III-2011, kredit yang disalurkan tercatat sebesar Rp2.68 triliun atau mengambil pangsa sebesar 62,25% dari total kredit di Gorontalo. Jumlah kredit UMKM tersebut mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat hanya Rp2,53 trilliun dengan pangsa sebesar 61,10% dari total kredit. Hal tersebut merefleksikan bahwa selama triwulan III-2011 kredit yang disalurkan di Gorontalo mengalami pergeseran dari dominasi kredit non UMKM menjadi kredit UMKM.
Dari ketiga jenis kredit UMKM (mikro, kecil, menengah), share terbesar
diberikan oleh kredit skala kecil dimana pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp1,17 trilliun atau 27,33% dari total kredit yang disalurkan, lebih tinggi dibanding triwulan II-2010 yang tercatat sebesar Rp1,08 trilliun dengan share 26,10% dari total kredit.
Sedangkan
untuk kredit skala mikro, jumlahnya tercatat sebesar Rp716,99 milliar atau 16,65% dari total kredit. Kualitas kredit UMKM yang tercermin dari rasio kredit UMKM bermasalah (NPLs) juga masih cukup terjaga yaitu total sebesar 2,68%. Kualitas kredit skala mikro dan skala kecil cukup baik sebagaimana tercermin dari angka NPLs dari kedua jenis kredit tersebut yaitu masing-masing 0,47% dan 0,87%. Sedangkan kredit skala menengah memiliki kredit bermasalah (NPLs) sebesar 1,33%.
Kualitas kredit UMKM yang cukup baik tersebut
memberikan indikasi positif perlunya mendorong penyaluran kredit khususnya skala mikro dan kecil sehingga usaha mikro, kecil dan menengah dapat lebih berperan sebagai komponen penopang perekonomian daerah Gorontalo dan peningkatan pendapatan masyarakat. Adapun gambaran perkembangan penyaluran kredit UMKM pada bank umum, secara ringkas dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.7 Pertumbuhan Kredit UMKM
36
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
3.2 STABILITAS SISTEM PERBANKAN Ditinjau dari aspek stabilitas sistem perbankan di Gorontalo, risiko kredit masih terkendali sebagaimana tercermin dari rasio kredit bermasalah (Non Performing Loanss/NPLs) pada triwulan III-2011 yang tercatat sebesar 3,33%.
Sedangkan risiko
likuiditas yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat sebesar 165,65%.
3.2.1 RISIKO KREDIT Kredit bermasalah atau Non Performing Loans (NPLs) pada bank umum hingga triwulan III-2011 secara umum masih berada pada level wajar yaitu 3,33% (bruto) walaupun tercatat sedikit mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,26%.
Angka NPLs tersebut merefleksikan bahwa penyaluran kredit kredit di
Gorontalo cukup baik dan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian karena rasio kredit bermasalah masih terjaga pada level wajar sesuai yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5% (bruto). Secara sektoral, kualitas kredit yang masih perlu mendapat perhatian adalah kredit sektor konstruksi dan industri karena sepanjang tahun 2011 (Januari-Juni) rasio NPLs kedua sektor tersebut masih cukup tinggi dimana pada September-2011 tercatat NPLs kedua sektor tersebut masing-masing tercatat sebesar 25,47% dan 10,32%. Untuk BPR, nominal kredit bermasalah (NPLs) pada triwulan III-2011 adalah sebesar 17,91%, mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 15,53%. Peningkatan NPLs pada BPR tersebut menjadi perhatian sehingga diharapkan hingga akhir tahun 2011 tidak mengalami peningkatan.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.8 Perkembangan NPL
Grafik 3.9 NPL per Sektor
Untuk konsentrasi penyaluran kredit pada jenis kredit konsumsi terlihat bahwa terjadi penurunan share dimana jika pada triwulan sebelumnya tercatat masih sebesar 52,80% maka pada triwulan laporan tercatat share kredit konsumsi turun menjadi sebesar 50,82%
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011
37
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
dari total kredit yang disalurkan (keperluan lainnya) seperti tampak pada grafik di bawah ini. Meskipun jenis tidak dapat dipungkiri bahwa jenis kredit ini memiliki eksposure risiko yang relatif
rendah
karena
(karyawan/pegawai),
sebagian
namun
besar
untuk
merupakan
mendorong
kredit
dengan
perekonomian
angsuran
diperlukan
gaji
adanya
keseimbangan dengan kredit sektor produktif.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.10 Konsentrasi Kredit
3.2.2 RISIKO LIKUIDITAS Indikator risiko likuiditas yaitu konsentrasi jangka waktu sumber dana dan tingkat Loan Deposit Ratio menunjukkan risiko likuiditas pada tahun 2011 masih perlu terus mendapat perhatian. Hal tersebut terlihat dari komposisi dana jangka menengah panjang yang lebih kecil dibanding dana jangka pendek/tabungan, walaupun terlihat adanya pergeseran dari tabungan ke jenis simpanan lainnya yaitu giro pada triwulan III-2011. Komposisi dana jangka panjang yaitu deposito pada triwulan laporan tercatat mencapai 30,84% dari total DPK, relatif menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 31,31% dari total DPK. Sementara itu, dana jangka pendek mencapai lebih dari 69,16% dalam struktur dana pihak ketiga yaitu giro sebesar 15,68% dan tabungan sebesar 53,48%.
Hal tersebut
menunjukkan bahwa dana pihak ketiga di Gorontalo masih likuid sehingga berpotensi mengganggu likuiditas bank.
38
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.11 Perkembangan Portofolio DPK
Rasio kredit terhadap dana simpanan pihak ketiga (LDR) pada triwulan laporan sebesar 165,65% relatif mengalami sedikit penurunan dibanding triwulan II-2011 yang tercatat sebesar 170,16%. Angka LDR tersebut menunjukkan bahwa likuiditas Perbankan Gorontalo masih sangat ketat, juga merefleksikan masih rendahnya kemandirian penyaluran kredit/pembiayaan perbankan di Gorontalo karena hanya sekitar 60% dari kebutuhan kredit yang mampu dibiayai oleh dana yang dihimpun perbankan di Provinsi di Gorontalo, selebihnya selebihnya bersumber dari dana perbankan di luar Gorontalo. Hal ini tentunya dapat mengganggu kondisi likuiditas perbankan dan untuk itu perlu mendapat perhatian serta upaya optimal untuk mendorong penghimpunan dana sehingga perbankan di Gorontalo lebih mandiri dalam memberikan pembiayaan kepada dunia usaha maupun masyarakat secara umum, dan pada akhirnya tercapai tingkat LDR yang dinilai wajar/optimal yaitu berada pada kisaran tidak jauh dari 90%. Secara ringkas, gambaran kondisi LDR perbankan di Gorontalo dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.12 Perkembangan LDR Perbankan Gorontalo
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011
39
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
3.2.3 RISIKO PASAR Risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan dapat dilihat dari kestabilan volatilitas suku bunga dan kurs. Suku bunga acuan (BI Rate) hingga September 2011 relatif tidak berfluktuasi dan sejak Februari 2011 dipertahankan pada level 6,75%. Hal serupa juga terjadi pada suku bunga perbankan yang relatif stabil dan bahkan cenderung menurun sehingga memberikan akses kredit yang lebih besar kepada masyarakat. Sementara itu, volatilitas kurs juga relatif tidak mengalami fluktuasi yang signifikan atau relatif stabil pada kisaran Rp8500 per dollar, dan pada posisi September 2011 kurs tengah rupiah terhadap mencapai Rp8.823 per dollar Amerika sedikit melemah dibanding Juni 2011 yang tercatat sebesar Rp8.597 per dollar.
Kondisi suku bunga dan kurs yang relatif stabil tersebut
merefleksikan bahwa risiko pasar relatif cukup baik dan kondusif dalam mendukung aktivitas perbankan baik nasional maupun daerah, termasuk Gorontalo.
Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.13 Perkembangan Kurs USD dan BI-Rate
40
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011| BANK INDONESIA
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
BAB 4 : KEUANGAN DAERAH Realisasi penyerapan belanja APBD Pemerintah Provinsi Gorontalo triwulan III-2011 relatif sama dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Rendahnya angka penyerapan belanja APBD membawa siklus perekonomian regional yang hampir sama dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni penurunan pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Kondisi yang sama terjadi pada penghimpunan pendapatan daerah, tingkat realisasi pendapatan yang telah mencapai 80% namun angka penyerapan belanja daerah yang masih mencapai 65% memberikan efek kontraktif fiskal bagi jumlah uang beredar di masyarakat sehingga berimplikasi kurang baik bagi pertumbuhan ekonomi regional selama triwulan III-2011. 4.1 PENDAPATAN DAERAH Pada triwulan III-2011, secara umum penghimpunan penerimaan keuangan daerah mengalami peningkatan. Peningkatan ini lebih disebabkan oleh meningkatnya realisasi dari Dana Perimbangan sementara realisasi untuk Penghimpunan Pajak Daerah relatif sama. Meskipun
secara
eksplisit
persentase
penerimaan
keuangan
daerah
mengalami
peningkatan namun kualitasnya lebih bersumber pada keuangan pusat sementara penerimaan yang bersumber dari keuangan daerah masih belum optimal sehingga ketergantungan perekonomian regional terhadap pusat diindikasikan semakin meningkat. Secara nominal, realisasi pendapatan triwulan III-2011 sebesar Rp 541,52 Miliar dengan capaian 79,99% dari target anggaran APBD-P 2011. Capaian tersebut meningkat apabila dibandingkan triwulan III-2010 yang tercatat sebesar Rp 417,74 Miliar dengan capaian 78,22% dari target anggaran APBD-P 2010. Dilihat dari strukturnya, penerimaan APBD dari Dana Perimbangan menunjukkan realisasi yang lebih baik secara persentase target anggaran dibandingkan kondisi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Tercatat realisasi Dana Perimbangan mencapai 81,23% sementara realisasi PAD mencapai 80,87%. Upaya Pemerintah Provinsi untuk mendorong pendapatan asli daerah menunjukkan arah yang positif namun kemampuannya untuk mencapai target anggaran APBD-P relatif menurun. Dilihat dari laporan keuangan Pemerintah Provinsi tercatat secara nominal PAD Pemprov pada triwulan III-2011 mencapai Rp 117,18 Miliar atau sebesar 80,87% terhadap target anggaran sementara pada triwulan III-2010 realisasi mencapai Rp 85,36 Miliar atau sebesar 82,65% terhadap target anggaran. Di sisi dana perimbangan, realisasi DAU dan DAK lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Pada triwulan III-2011, penyerapan DAU telah mencapai 83,33% dari target anggaran sementara DAK mencapai 75% dari target anggaran. Sementara itu realisasi bagi BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011
41
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
hasil pajak/bagi hasil bukan pajak masih relatif kecil berkisar 48,07% dari target anggaran. Di tahun anggaran 2011, Pemprov menerima alokasi DAK lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya baik untuk kepentingan infrastruktur jalan maupun irigasi. Rata-rata alokasi DAK meningkat hingga 100% dibandingkan tahun anggaran 2010. Pada tahun anggaran 2011 pula, Pemprov mendapatkan alokasi DAK untuk kegiatan Kelautan dan Perikanan sebesar Rp 4,6 Miliar Tabel 4.1 Anggaran Induk dan Realisasi Penerimaan APBD Provinsi Gorontalo III-2010 Pendapatan Daerah
APBD-P 2010
Pendapatan Asli Daerah Pajak daerah Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan di Air Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Di Air Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Air Permukaan Pajak Air Bawah Tanah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Jumlah Pendapatan
103,283,066,210 93,420,724,011 11,742,615,224 25,000,000 57,322,124,099 15,000,000 24,180,984,688 120,000,000 15,000,000 550,000,000 9,312,342,199 430,749,380,658 19,263,660,658 400,750,820,000 10,734,900,000 534,032,446,868
III-2011 Pencapaian (%) 82.65 84.57 218.68 66.04 63.77 36.11 67.80 68.28 74.89 72.51 75.00 75.00 78.22
Nominal 85,365,508,635 79,006,778,558 25,679,167,128 37,854,799,800 15,419,303,555 43,337,610 10,170,465 6,358,730,077 322,583,179,848 13,968,886,848 300,563,118,000 8,051,175,000 9,794,250,000 417,742,938,483
APBDP 2011
Nominal
144,916,740,520 133,127,278,321 42,153,606,599 25,000,000 66,537,687,034 15,000,000 24,180,984,688 160,000,000 55,000,000 11,789,462,199 513,158,308,835 23,983,008,835 461,118,100,000 28,057,200,000 18,900,000,000 676,975,049,355
117,188,319,267 107,935,524,876 33,761,534,440 54,285,268,450 19,869,809,141 18,912,845 9,252,794,391 416,836,605,517 11,528,615,517 384,265,090,000 21,042,900,000 7,496,149,600 541,521,074,384
Pencapaian (%) 80.87 81.08 80.09 81.59 82.17 11.82 78.48 81.23 48.07 83.33 75.00 39.66 79.99
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
Sumber : Badan Keuangan Prov. Gorontalo
Dilihat dari pangsanya, komposisi dana perimbangan masih mendominasi APBD triwulan III-2011 sebesar 76,98% hampir sama dibandingkan pangsa dana perimbangan pada triwulan III-2010 sebesar 77,22%. Sementara pangsa pembiayaan mandiri dari PAD meningkat sedikit dari 21,64% menjadi 20,43%. Ketergantungan sumber penerimaan daerah dari Dana Perimbangan masih menunjukkan bahwa perkembangan daerah pemekaran baru masih tergantung pada dana alokasi pemerintah pusat. Tabel 4.2 Komposisi Penerimaan APBD Provinsi Gorontalo (dalam %) III-2010 Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daerah Pajak daerah Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan di Air Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Di Air Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Air Permukaan Pajak Air Bawah Tanah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Jumlah Pendapatan
APBD-P 2010 103,283,066,210 93,420,724,011 11,742,615,224 25,000,000 57,322,124,099 15,000,000 24,180,984,688 120,000,000 15,000,000 550,000,000 9,312,342,199 430,749,380,658 19,263,660,658 400,750,820,000 10,734,900,000 534,032,446,868
Nominal 85,365,508,635 79,006,778,558 25,679,167,128 37,854,799,800 15,419,303,555 43,337,610 10,170,465 6,358,730,077 322,583,179,848 13,968,886,848 300,563,118,000 8,051,175,000 9,794,250,000 417,742,938,483
III-2011
Komposisi (%) 20.43 18.91 6.15 9.06 3.69 0.01 0.00 1.52 77.22 3.34 71.95 1.93 100.00 100.00
APBDP 2011 144,916,740,520 133,127,278,321 42,153,606,599 25,000,000 66,537,687,034 15,000,000 24,180,984,688 160,000,000 55,000,000 11,789,462,199 513,158,308,835 23,983,008,835 461,118,100,000 28,057,200,000 18,900,000,000 676,975,049,355
Nominal
Komposisi (%)
117,188,319,267 107,935,524,876 33,761,534,440 54,285,268,450 19,869,809,141 18,912,845 9,252,794,391 416,836,605,517 11,528,615,517 384,265,090,000 21,042,900,000 7,496,149,600 541,521,074,384
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
42
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011| BANK INDONESIA
21.64 19.93 6.23 10.02 3.67 0.00 1.71 76.98 2.13 70.96 3.89 1.38 100.00
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
4.2 BELANJA DAERAH Pada triwulan III-2011 realisasi belanja daerah mencapai 65,69% meningkat dipbandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 60,94%. Upaya Pemerintah Provinsi mempercepat penyerapan APBD cukup terlihat apabila dibandingkan capaian tahun 2010, namun realisasi dimaksud dirasakan belum optimal. Dampaknya perekonomian regional pada triwulan III-2011 masih melemah sama halnya pada triwulan III-2010.
Pada triwulan laporan, tercatat Rp 504,70 Miliar dana APBD telah dibelanjakan dengan persentase realisasi mencapai 65,69%, lebih baik dibandingkan penyerapan belanja triwulan III-2010 yang mencapai Rp 346,27 Miliar (60,94%). Pada Pos Belanja Tidak Langsung jumlah penyerapan anggaran mencapai Rp 236,20 Miliar (67,58%) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 173,19 Miliar (66,12%). Meningkatnya penyerapan belanja ini terkait pembayaran gaji ke-13 pada Juli 2011. Penyerapan anggaran pada Pos Belanja Langsung menunjukkan peningkatan. Pada triwulan III-2011, penyerapan anggaran Belanja Langsung tercatat Rp 268,50 Miliar (64,11%) lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 173,07 Miliar (56,51%). Peningkatan terbesar terjadi pada pos Belanja Barang dan Jasa yang mencapai Rp 160,48 Miliar atau 66,89% dari realisasi anggaran. Hal positif juga terlihat pada penyerapan anggaran belanja modal, realisasi penyerapan anggaran belanja modal pada triwulan III-2011 sudah mencapai Rp 89,37 Miliar (60,39%) lebih baik dibandingkan penyerapan tahun sebelumnya sebesar Rp 47,88 Miliar (42,81%). Meskipun lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya namun secara umum penyerapannya masih relatif rendah sehingga berdampak pada pertumbuhan sektor konstruksi yang terkontraksi. Tabel 4.3 Anggaran Induk dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Gorontalo III-2010 Belanja Daerah
APBD-P 2010
Belanja Tidak Langsung 261,960,951,852.00 Belanja Pegawai 173,594,813,052.00 Belanja Subsidi 5,300,000,000.00 Belanja Hibah 8,500,000,000.00 Belanja Bantuan Sosial 3,000,000,000.00 Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 38,500,000,000.00 Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 30,566,138,800.00 Belanja Tidak Terduga 2,500,000,000.00 Belanja Langsung 306,256,934,706.00 Belanja Pegawai 23,969,649,454.00 Belanja Barang dan Jasa 170,441,404,162.00 Belanja Modal 111,845,881,090.00 Jumlah Belanja 568,217,886,558.00
Nominal 173,195,955,367 124,785,601,771 1,000,000,000 9,047,400,000 2,256,433,582 23,121,754,774 12,851,715,240 133,050,000 173,074,386,848 13,420,785,886 111,768,451,727 47,885,149,235 346,270,342,215
III-2011 Pencapaian (%) 66.12 71.88 18.87 106.44 75.21 60.06 42.05 5.32 56.51 55.99 65.58 42.81 60.94
APBDP 2011 349,534,816,664.00 203,973,905,336.00 2,500,000,000.00 73,240,000,000.00 7,500,000,000.00 51,070,911,328.00 7,500,000,000.00 3,750,000,000.00 418,812,138,202.00 30,891,979,880.00 239,917,730,430.00 148,002,427,892.00 768,346,954,866.00
Nominal 236,203,138,699.00 151,958,940,274.00 34,920,809,500.00 5,457,508,239.00 36,556,990,611.00 5,639,090,200.00 1,669,799,875.00 268,506,083,649.00 18,652,115,771.00 160,482,649,632.00 89,371,318,246.00 504,709,222,348.00
Pencapaian (%) 67.58 74.50 47.68 72.77 71.58 75.19 44.53 64.11 60.38 66.89 60.39 65.69
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011
43
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
Kualitas APBD Gorontalo triwulan III-2011 masih diarahkan pada kepentingan konsumsi meskipun disisi lain untuk kegiatan investasi turut ditingkatkan. Pada triwulan laporan, komposisi belanja konsumsi mencapai 82,29% sementara untuk belanja investasi mencapai 17,71%, kondisi tersebut sedikit lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dimana proporsi belanja investasi hanya sebesar 13,83%. Tabel 4.4 Komposisi Belanja APBD Provinsi Gorontalo III-2010 Belanja Daerah
APBD-P 2010
Belanja Tidak Langsung 261,960,951,852.00 Belanja Pegawai 173,594,813,052.00 Belanja Subsidi 5,300,000,000.00 Belanja Hibah 8,500,000,000.00 Belanja Bantuan Sosial 3,000,000,000.00 Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 38,500,000,000.00 Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 30,566,138,800.00 Belanja Tidak Terduga 2,500,000,000.00 Belanja Langsung 306,256,934,706.00 Belanja Pegawai 23,969,649,454.00 Belanja Barang dan Jasa 170,441,404,162.00 Belanja Modal 111,845,881,090.00 Jumlah Belanja 568,217,886,558.00
Nominal 173,195,955,367 124,785,601,771 1,000,000,000 9,047,400,000 2,256,433,582 23,121,754,774 12,851,715,240 133,050,000 173,074,386,848 13,420,785,886 111,768,451,727 47,885,149,235 346,270,342,215
III-2011 APBDP 2011
Komposisi (%) 50.02 36.04 0.29 2.61 0.65 6.68 3.71 0.04 49.98 3.88 32.28 13.83 100.00
349,534,816,664.00 203,973,905,336.00 2,500,000,000.00 73,240,000,000.00 7,500,000,000.00 51,070,911,328.00 7,500,000,000.00 3,750,000,000.00 418,812,138,202.00 30,891,979,880.00 239,917,730,430.00 148,002,427,892.00 768,346,954,866.00
Nominal
Komposisi (%)
236,203,138,699.00 151,958,940,274.00 34,920,809,500.00 5,457,508,239.00 36,556,990,611.00 5,639,090,200.00 1,669,799,875.00 268,506,083,649.00 18,652,115,771.00 160,482,649,632.00 89,371,318,246.00 504,709,222,348.00
46.80 30.11 6.92 1.08 7.24 1.12 0.33 53.20 3.70 31.80 17.71 100.00
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
4.3. KONTRIBUSI REALISASI APBD GORONTALO TERHADAP SEKTOR RIIL DAN UANG BEREDAR Kinerja fiskal selama triwulan III-2011 belum menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap stimulan sektor riil. Realisasi anggaran konsumsi pemerintah memberikan pangsa 17,67%, sementara itu belanja modal memberikan pangsa 3,80%. Pangsa konsumsi pemerintah terhadap sektor riil mengalami kenaikan dibandingkan triwulan III-2010, hal ini terkait pembayaran Gaji ke-13 yang direalisasikan pada bulan Juli 2011. Meskipun secara pangsa pasar belanja modal menunjukkan peningkatan namun implikasi kepada pergerakan sektor konstruksi dan komponen investasi belum menunjukkan dorongan pertumbuhan ekonomi. Tabel 4.5 Stimulus Fiskal APBD terhadap Sektor Riil Belanja Daerah
APBD-P 2010
Konsumsi Pemerintah 456,372,005,468 Belanja Pegawai 197,564,462,506 Belanja Subsidi 5,300,000,000 Belanja Hibah 8,500,000,000 Belanja Bantuan Sosial 3,000,000,000 Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 38,500,000,000 Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 30,566,138,800 Belanja Tidak Terduga 2,500,000,000 Belanja Barang dan Jasa 170,441,404,162 Pembentukan Modal Tetap Bruto 111,845,881,090 Belanja Modal 111,845,881,090
III-2010 Nominal 298,385,192,980 138,206,387,657 1,000,000,000 9,047,400,000 2,256,433,582 23,121,754,774 12,851,715,240 133,050,000 111,768,451,727 47,885,149,235 47,885,149,235
%PDRB 14.15 6.55 0.05 0.43 0.11 1.10 0.61 0.01 5.30 2.27 2.27
APBDP 2011 620,344,526,974 234,865,885,216 2,500,000,000 73,240,000,000 7,500,000,000 51,070,911,328 7,500,000,000 3,750,000,000 239,917,730,430 148,002,427,892 148,002,427,892
I-2011 Nominal 415,337,904,102 170,611,056,045 34,920,809,500 5,457,508,239 36,556,990,611 5,639,090,200 1,669,799,875 160,482,649,632 89,371,318,246 89,371,318,246
%PDRB 17.67 7.26 1.49 0.23 1.56 0.24 0.07 6.83 3.80 3.80
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
44
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011| BANK INDONESIA
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
Di sisi pengaruhnya terhadap uang beredar, realisasi anggaran APBD Gorontalo sampai dengan akhir triwulan III-2011 menunjukkan kontraksi. Kontraksi terjadi karena realisasi dari penerimaan APBD lebih besar dibandingkan penyerapan belanja APBD. Surplus penerimaan mencapai Rp 36,18 Miliar lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 71,47 Miliar. Tabel 4.6 Dampak APBD Terhadap Uang Beredar APBD
APBD-P 2010
Pendapatan 534,032,446,868.00 Pendapatan Asli Daerah 103,283,066,210.00 Dana Perimbangan 430,749,380,658.00 Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 19,263,660,658.00 Dana Alokasi Umum 400,750,820,000.00 Dana Alokasi Khusus 10,734,900,000.00 Dana Darurat Dana Penyesuaian Belanja 568,217,886,558.00 Belanja Pegawai 197,564,462,506.00 Belanja Subsidi 5,300,000,000.00 Belanja Hibah 8,500,000,000.00 Belanja Bantuan Sosial 3,000,000,000.00 Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 38,500,000,000.00 Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 30,566,138,800.00 Belanja Tidak Terduga 2,500,000,000.00 Belanja Barang dan Jasa 170,441,404,162.00 Belanja Modal 111,845,881,090 Surplus/Defisit (34,185,439,690) Pembiayaan Netto (34,185,439,690) DAMPAK RUPIAH -
III-2010 Nominal 417,742,938,482.94 85,365,508,634.94 322,583,179,848.00 13,968,886,848.00 300,563,118,000.00 8,051,175,000.00 9,794,250,000.00 346,270,342,215.00 138,206,387,657.00 1,000,000,000.00 9,047,400,000.00 2,256,433,582.00 23,121,754,774.00 12,851,715,240.00 133,050,000.00 111,768,451,727.00 47,885,149,235 71,472,596,268 71,472,596,268
%PDRB 19.80 4.05 15.29 0.66 14.25 0.38 0.46 16.42 6.55 0.05 0.43 0.11 1.10 0.61 0.01 5.30 2.27 3.39 3.39
676,975,049,355.00 144,916,740,520.00 513,158,308,835.00 23,983,008,835.00 461,118,100,000.00 28,057,200,000.00
III-2011 Nominal 541,521,074,383.92 117,188,319,266.92 416,836,605,517.00 11,528,615,517.00 384,265,090,000.00 21,042,900,000.00
18,900,000,000.00 768,346,954,866.00 234,865,885,216.00 2,500,000,000.00 73,240,000,000.00 7,500,000,000.00 51,070,911,328.00 7,500,000,000.00 3,750,000,000.00 239,917,730,430.00 148,002,427,892 (91,371,905,511) (91,371,905,511) -
7,496,149,600.00 504,709,222,348.00 170,611,056,045.00 34,920,809,500.00 5,457,508,239.00 36,556,990,611.00 5,639,090,200.00 1,669,799,875.00 160,482,649,632.00 89,371,318,246 36,811,852,036 36,811,852,036
APBDP 2011
%PDRB 23.04 4.99 17.74 0.49 16.35 0.90 0.32 21.48 7.26 1.49 0.23 1.56 0.24 0.07 6.83 3.80 1.57 1.57
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011
45
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
Halaman ini sengaja dikosongkan
46
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2011| BANK INDONESIA