BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BAB 2 : PERKEMBANGAN INFLASI Pada triwulan II-2010, inflasi tahunan Gorontalo tercatat sebesar 2,73% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,59% (y.o.y). Penurunan inflasi Provinsi Gorontalo terutama disebabkan oleh melemahnya tekanan volatile food inflation. Perbaikan produksi sektor pertanian menyebabkan pasokan relatif lancar sehingga mengurangi tekanan harga-harga terutama pada kelompok bahan makanan. Output gap diperkirakan mulai mengalami peningkatan seiring dengan membumbungnya permintaan masyarakat. Semarak kegiatan domestik pada periode laporan diantaranya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di tiga kabupaten, periode liburan sekolah, dan tahun baru ajaran sekolah mendorong
peningkatan
permintaan
masyarakat.
Sementara
itu,
aspek
produksi
diperkirakan belum optimal dalam memenuhi tekanan permintaan. Disisi lain, administered price inflation mengalami kenaikan seiring dengan kebijakan pemerintah untuk menaikan cukai rokok.
2.1 INFLASI GORONTALO Penurunan inflasi Provinsi Gorontalo terutama disebabkan oleh melemahnya tekanan volatile food inflation. Inflasi tahunan Gorontalo triwulan II-2010 tercatat sebesar 2,73% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,59% (y.o.y). Perbaikan produksi sektor pertanian menyebabkan pasokan relatif lancar sehingga mengurangi tekanan harga-harga terutama pada kelompok bahan makanan. Sementara itu, dorongan inflasi mulai muncul dari inflasi inti (core inflation) dan inflasi administered price. Berdasarkan aspek permintaan-penawaran, diperkirakan tekanan permintaan mulai meningkat seiring dengan maraknya aktivitas perekonomian daerah. Disisi lain, harga-harga yang dikendalikan pemerintah mengalami kenaikan.
Sumber : BPS Prov. Gorontalo Grafik 2.1 Disagregasi Inflasi Provinsi Gorontalo
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010
19
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
Kelancaran pasokan bahan makanan mengawal penurunan harga-harga barang yang bergejolak (volatile food inflation). Barang yang dikategorikan volatile foods pada umumnya merupakan bahan makanan yang permintaannya sangat tinggi sementara aspek produksi sangat rentan/bergejolak. Perbaikan produksi sektor pertanian menjadi salah satu penyebab berkurangnya tekanan pada harga volatile food. Produksi pertanian yang lebih baik mampu menjaga kelancaran pasokan bahan makanan sehingga harga-harga cenderung menurun. Hasil pemantauan harga menunjukkan bahwa harga beras sebagai komoditas bahan makanan yang memiliki bobot tertinggi dalam pembentukan volatile food inflation mengalami penurunan.
Sumber : Diskoperindagprov. Gorontalo Grafik 2.2 Perkembangan Harga Beras
Inflasi Inti (core inflation) pada triwulan II-2010 sebesar 3,41% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,32% (y.o.y). Output gap diperkirakan mulai mengalami peningkatan seiring dengan membumbungnya permintaan masyarakat.
Sumber ; Bank Indonesia Gorontalo Grafik 2.3 Indeks Keyakinan Konsumen
20
Grafik 2.4 Realisasi Volume Produksi
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
Semarak kegiatan domestik pada periode laporan diantaranya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di tiga kabupaten, periode liburan sekolah, dan tahun baru ajaran sekolah mendorong peningkatan permintaan masyarakat. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan II-2010 sebesar 129,60 (saldo bersih + 100) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 125,92. Sementara itu, aspek produksi diperkirakan belum optimal dalam memenuhi tekanan permintaan. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha menunjukkan bahwa realisasi volume produksi masih menunjukkan posisi negatif walaupun meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Volume produksi pada triwulan II-2010 bernilai negatif sebesar -0,43 SB (Saldo Bersih) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -6,27 SB. Inflasi harga-harga yang dikendalikan pemerintah (administered price inflation) pada triwulan II-2010 sebesar 2,39% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,13% (y.o.y). Kebijakan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok melalui Peraturan Menteri Keuangan No.181/PMK.011/2009 memberikan tekanan pada inflasi administered price. Hal ini dikonfirmasi oleh peningkatan inflasi tahunan sub-kelompok tembakau dan minuman beralkohol pada triwulan laporan sebesar 7,43% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,40% (y.o.y).
Sumber : Diskoperindagprov. Gorontalo Grafik 2.5 Inflasi Subkelompok Tembakau dan Minuman Beralkohol (yoy)
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010
21
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
2.2 INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA 2.2.1
INFLASI TAHUNAN (y.o.y) Secara tahunan, inflasi Gorontalo triwulan II-2010 sebesar 2,73% (y.o.y) lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,59% (y.o.y). Tendensi penurunan harga terutama terjadi pada kelompok bahan makanan akibat ketersediaan pasokan yang cukup memadai. Tabel 2.1 Inflasi Tahunan Kelompok Barang dan Jasa (y.o.y) No
2009
Kelompok Umum
1 2 3 4 5 6 7
Bahan makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
1 9.24 12.49 13.57 11.8 2.45 4.43 4.15 0.52
2 11.01 20.78 13.93 9.51 4.11 3.73 4.35 -0.36
3 10.54 21.05 21.08 14.74 6.36 3.42 4.27 -0.37
2010 4 10.92 18.27 16.48 8.99 2.44 3.48 4.18 2.39
5 9.83 15.16 16.49 8.76 3.12 3.54 4.28 0.8
6 7.22 14.59 12.39 5.57 2.53 3.41 4.24 -5.15
1 4.07 5.26 8.13 3.57 2.63 7.81 0.53 -0.97
2 4.89 7.98 8.52 3.17 0.42 8.1 0.28 -0.09
3 3.59 5.1 5.93 3.06 -0.18 9.35 0.36 -0.06
4 2.74 3.54 4.09 2.98 0.27 7.86 0.18 -0.2
5 2.69 2.34 5.83 3.06 1.17 7.31 0.35 -0.36
6 2.73 2.03 5.56 3.57 2.25 7.38 0.35 -0.40
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Penurunan inflasi kelompok bahan makanan terutama didorong oleh penurunan sub kelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya. Pada triwulan II-2010, inflasi tahunan kelompok bahan makanan sebesar 2,03% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,10% (y.o.y). Penyebab utama melemahnya tekanan inflasi pada kelompok ini karena perkembangan harga subkelompok padi-padian mengalami penurunan. Subsektor padi-padian pada triwulan II-2010 mengalami inflasi sebesar 5,97% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,46% (y.o.y). Tabel 2.2 Inflasi Tahunan Sub-kelompok Bahan Makanan (y.o.y) 2009
Kelompok / Sub kelompok BAHAN MAKANAN Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang - kacangan Buah - buahan Bumbu - bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya
JAN
FEB
MAR APR
12.49 10.47 23.52 35.75 13.82 13.84 -10.91 9.15 50.44 -25.65 -11.58 0.86
20.78 16.10 21.37 46.35 -1.37 12.64 -14.75 8.62 83.04 3.86 -11.68 -1.11
21.80 14.49 14.70 51.62 -9.24 9.14 -17.13 12.90 84.66 18.49 -13.27 1.51
18.27 13.63 6.00 64.53 -7.44 9.64 -26.54 19.27 67.59 -15.19 -10.95 2.87
2010
MEI 15.16 11.50 5.37 46.56 -7.55 6.29 -10.63 15.06 66.84 -19.50 -10.49 3.41
JUNI JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUNI
14.59 5.26 7.98 5.1 3.54 2.34 2.03 8.67 5.41 9.06 7.46 4.17 3.36 5.97 2.65 -4.86 -1.62 0.31 1.59 0.86 0.63 49.54 5.18 5.74 5.58 -0.55 -10.89 -8.8 -8.61 0.75 8.67 10.14 7.56 7.8 9.94 1.36 -5.81 -2.3 -2.47 -4.7 -5.14 -2.91 -7.41 -7.25 8.55 25.92 10.17 21.99 30.25 10.81 11.58 10.85 4.09 1.65 6.85 9.04 65.24 29.04 40.99 27.79 24.31 24.21 -4.61 -16.01 21.23 8.32 -17.84 9.74 44.9 26.78 -10.80 5.86 7.34 6.45 2.8 -8.82 -7.23 3.41 2.49 5.01 2.3 0.95 0.95 0.95
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Hasil konfirmasi pemantauan harga menunjukkan bahwa beberapa komoditas utama subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Harga beras jenis IR-64 pada triwulan I-2010 sebesar Rp6.000/kg turun menjadi Rp5.000/kg pada triwulan II-2010, sedangkan harga tepung terigu merek Segitiga Biru pada triwulan I-2010 sebesar Rp8.000/kg turun menjadi Rp6.500/kg pada triwulan II2010. 22
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
Sumber : Diskoperindagprov. Gorontalo Grafik 2.6 Perkembangan Harga Beras dan Tepung Terigu
2.2.2
INFLASI TRIWULANAN (q.t.q) Secara triwulanan, perkembangan harga-harga di Gorontalo pada triwulan II-2010
mengalami deflasi sebesar -0,25% (q.t.q) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 1,59% (q.t.q). Penurunan inflasi secara triwulanan terutama didorong
oleh
penurunan
harga-harga
pada
subkelompok
bahan
makanan
dan
subkelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Tabel 2.3 Kelompok Barang dan Jasa (q.t.q)
Kelompok Umum Bahan makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2008 Q1
Q2 -0.04 -4.72 1.96 5.20 2.33 1.74 0.26 0.60
2009
Q3 3.83 4.73 4.01 1.36 -0.67 1.34 0.47 8.37
Q4 4.01 7.89 2.32 4.40 -0.04 0.56 3.98 0.13
Q1 0.16 -1.44 4.46 1.34 1.14 0.42 -0.12 -3.09
2.33 6.83 3.15 -0.14 2.52 0.62 0.17 -2.39
Q2 0.59 0.88 1.93 -0.07 -1.08 1.77 0.20 0.14
2010 Q3 0.85 -0.67 2.00 2.23 0.22 5.59 0.19 -0.08
Q4 0.53 0.62 -5.18 -8.16 -1.61 0.08 0.01 -0.17
Q1 1.59 4.25 7.45 9.85 2.34 1.67 -0.05 0.05
Q2 -0.25 -2.07 1.57 0.42 1.33 -0.08 0.19 -0.21
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Kelancaran pasokan menjadi penyebab menurunnya inflasi triwulanan kelompok bahan makanan. Perkembangan harga-harga kelompok bahan makanan pada triwulan II2010 sebesar -0,25% (q.t.q) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,25% (q.t.q). Membaiknya pasokan bahan makanan terutama komoditas beras, kacang kedelai, daging ayam tepung terigu, gula pasir, dan minyak goreng dapat mengurangi tekanan inflasi. Hasil pemantauan harga menunjukkan bahwa komoditas-komoditas dimaksud mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010
23
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
Grafik 2.7 Harga Beras dan Kacang Kedelai
Grafik 2.9 Harga Gula dan Tepung
Grafik 2.8 Harga Daging Ayam
Grafik 2.10 Harga Minyak Goreng Sumber : Diskoperindag Provinsi Gorontalo
Inflasi subkelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan sebesar 0,42% (q.t.q) mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,85% (q.t.q). Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan biaya tempat tinggal terutama harga komoditas semen yang turun pada kisaran Rp500 – Rp1000 /sak. Sementara itu harga biaya tempat tinggal lainnya seperti seng dan besi beton turut mengalami penurunan.
Grafik 2.11 Harga Semen
Grafik 2.12 Seng dan Besi Beton Sumber : Diskoperindag Provinsi Gorontalo
24
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BOX 1 : DISAGREGASI INFLASI GORONTALO Konsep Disagregasi Inflasi “a condition of generally rising prices” (Okun, 1970) “a process of continuously rising prices, or, equivalently, of a continuously falling value of money” (Laidler & Parkin, 1975) “kecenderungan kenaikan harga secara umum dan terus menerus” – (Boediono, 1999). Secara kontekstual, Inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga yang bersifat umum (general price movements) dan sifatnya langgeng atau terus menerus (persistent price movements). Nilai inflasi umumnya merupakan nilai pertumbuhan Indeks Harga Konsumen (IHK) dalam dimensi waktu bulanan (month-to-month), kuartalan (quarter-to-quarter), dan tahunan (year-on-year). Inflasi IHK merupakan indikator inflasi dengan kontinuitas penyediaan data yang dapat disediakan dengan segera dan perannya yang dapat mencerminan kenaikan biaya hidup masyarakat (cost of living). Di dalam inflasi IHK juga mencakup variabilitas pergerakan harga karena pengaruh kejutan temporer (seperti pengaruh alam, gangguan distribusi) dan dampak perubahan kebijakan pemerintah di bidang harga (administered prices). Sehingga, sering kali pergerakan inflasi IHK tidak mencerminkan perubahan harga yang bersifat langgeng (persistent price movements). Oleh karena itu, analisis berdasarkan disagregasi inflasi diperlukan untuk mendapatkan inflasi inti yang dapat menangkap persistent price movement dan general price movement sehingga lebih mencerminkan perubahan harga-harga fundamental perekonomian. Perubahan dan pergerakan inflasi inti merupakan resultan dari pengaruh faktor-faktor fundamental yang meliputi faktor eksternal, kesenjangan output (output gap), dan ekspektasi inflasi. Pergerakan nilai tukar rupiah dan gejolak inflasi di luar negeri (eksternal) dapat memberikan pengaruh pada inflasi domestik. Melemahnya nilai tukar rupiah dapat mengakibatkan harga-harga di luar negeri menjadi relatif lebih mahal sehingga dapat secara langsung meningkatkan harga komoditas internasional yang dikonsumsi di dalam negeri, misal emas. Sementara itu, dalam proses produksi juga membutuhkan barang-barang modal impor sehingga bila harga barang-barang tersebut meningkat mengakibatkan naiknya biaya produksi dan mendorong inflasi domestik. Munculnya kesenjangan antara penawaran dan permintaan (output gap) dapat memberikan tekanan pada tingkat inflasi. Lonjakan permintaan dapat memaksa kegiatan produksi untuk berproduksi melebihi tingkat potensialnya dengan biaya yang lebih tinggi. Sementara itu, perkembangan persepsi masyarakat terhadap tingkat harga juga memberikan dampak terhadap kondisi inflasi kedepan. Studi kasus, pada saat menjelang
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010
25
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
lebaran pada umumnya harga-harga telah meningkat jauh hari sebelumnya akibat adanya faktor ekspektasi inflasi.
Gambar Disagregasi Inflasi
Dalam komponen inflasi IHK, terdapat komponen selain inflasi inti yaitu inflasi volatile food dan inflasi administered price. Inflasi volatile food merupakan pergerakan harga-harga yang sangat bergejolak dan cenderung ekstrim. Barang yang dikategorikan dalam volatile food biasanya merupakan kelompok bahan makanan yang permintaannya sangat tinggi namun aspek produksi sangat rentan akibat faktor pasokan dan masalah distribusi. Sementara itu, inflasi administered price merupakan pergerakan harga-harga barang/jasa yang dikendalikan oleh pemerintah seperti harga bahan bakar, tarif listrik, dan cukai rokok. Perhitungan Disagregasi Inflasi Provinsi Gorontalo Blinder (1982 dan 1997) menyatakan inflasi inti sebagai prediktor inflasi IHK dalam periode mendatang karena telah mengeliminasi temporary shocks. Dalam perkembangannya, secara umum inflasi inti dapat dipahami sebagai indikator inflasi yang lebih menunjukkan perkembangan harga yang persistent sesuai kondisi fundamental
ekonomi
dengan
mengeluarkan
komponen
inflasi
yang
lebih
menggambarkan temporary shocks. Sebagai implikasinya, metode pengukuran inflasi inti juga sangat beragam mulai dari metode exclusion (mengeluarkan sebagian komponen inflasi), pemangkasan data stokastik (trimmed mean) ataupun model struktural. Perhitungan inflasi inti di Provinsi Gorontalo dilakukan dengan melakukan disagregasi inflasi metode exclusion atau mengeluarkan inflasi volatile food dan inflasi administered price dalam komponen inflasi IHK. Bank Indonesia telah melakukan estimasi untuk mengkategorikan sub-kelompok barang dan jasa yang dikategorikan sebagai inflasi inti, volatile food, dan administered price sebagai berikut: 26
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI Tabel Pengkategorian Disagregasi Inflasi
Berdasarkan pengelompokkan tersebut, dapat diestimasi komponen disagregasi inflasi Provinsi Gorontalo sehingga dapat diketahui pergerakan dari inflasi inti, volatile food, dan administered price sebagai berikut: Hasil
perhitungan
bahwa
pergerakan
menunjukkan inflasi
inti
Provinsi Gorontalo pada tahun 2010
cenderung
relatif
stabil
dibandingkan tahun sebelumnya. Aspek
produksi
diperkuat
masih
sehingga
perlu dapat
mengurangi tekan inflasi dari sisi Disagregasi Inflasi Provinsi Gorontalo (yoy)
output gap.
Disisi lain, ekspektasi inflasi diperkirakan minim sementara faktor eksternal inflation tidak banyak mempengaruhi perekonomian Gorontalo. Inflasi volatile food terlihat sangat bergejolak dalam tiga tahun terakhir, namun pada tahun 2010 cenderung menurun karena membaiknya produksi pertanian akibat cuaca yang mendukung. Sementara itu, tekanan inflasi administered price tahun 2010 relatif minim dibandingkan tahun sebelumnya terkait dengan efek lanjutan kebijakan penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh pemerintah.
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010
27
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
28
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BAB 3 : PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Pada triwulan II-2010 kinerja perbankan di Provinsi Gorontalo menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan, diikuti dengan stabilitas sistem perbankan yang relatif terkendali. Dana pihak ketiga mengalami pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, penyaluran kredit masih dalam posisi yang tinggi dengan pertumbuhan di atas 30% (y.o.y). Di sisi lain, stabilitas sistem perbankan di Gorontalo meliputi aspek risiko kredit dan risiko pasar relatif terkendali, namun risiko likuiditas perlu mendapat perhatian. Non Performing Loans (NPLs) relatif terjaga berada pada nilai dibawah batas ketentuan BI yaitu dibawah 5%. Sementara, aspek penyerapan dana masyarakat perlu menjadi perhatian karena Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di ambang ‘tidak wajar’.
3.1 FUNGSI INTERMEDIASI Perkembangan fungsi intermediasi perbankan pada triwulan II-2010 menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan. Dana pihak ketiga mengalami pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kinerja penghimpunan dana pihak ketiga terutama didorong oleh peningkatan tabungan masyarakat. Kenaikan pendapatan masyarakat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan tabungan, sementara perbankan juga semakin aktif untuk terus menggiatkan penyerapan tabungan dari masyarakat. Sementara itu, penyaluran kredit masih dalam posisi yang tinggi dengan pertumbuhan di atas 30% (y.o.y). Pertumbuhan kredit yang relatif tinggi terutama didorong oleh perkembangan kredit konsumsi. Sementara itu secara sektoral, sektor perdagangan menjadi sektor utama penyaluran kredit perbankan. 3.1.1
PERKEMBANGAN KANTOR BANK Kegiatan perbankan di Provinsi Gorontalo saat ini dilayani oleh 9 Bank Umum
Konvensional, 2 Bank Umum Syariah, 4 Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Jaringan kantor Bank Umum baik yang konvensional maupun syariah di Provinsi Gorontalo terdiri dari 13 kantor cabang, 26 kantor cabang pembantu, 12 kantor kas serta 21 kantor unit. Sedangkan, jaringan kantor BPR terdiri dari 4 kantor pusat, 3 kantor cabang dan 2 kantor kas 3.1.2
PENYERAPAN DANA MASYARAKAT Pada posisi akhir triwulan II-2010 dana yang dihimpun tercatat sebesar Rp1,99
triliun, tumbuh sebesar 6,79% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -0,80% (y.o.y). Tabungan sebagai komponen DPK dengan share tertinggi sebesar 54,42% mengalami pertumbuhan sebesar 11,31% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010
29
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
sebelumnya sebesar 6,55% (y.o.y). Kenaikan pendapatan masyarakat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan tabungan, sementara perbankan juga semakin aktif untuk terus menggiatkan penyerapan tabungan dari masyarakat. Giro mengalami pertumbuhan sebesar 15,79% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,61% (y.o.y). Peningkatan giro tersebut merupakan cerminan dari realisasi pengeluaran pemerintah yang belum optimal. Sementara itu, deposito mengalami kontraksi sebesar 6,44% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -15,93% (y.o.y). Kontraksi pada perkembangan deposito sejalan dengan tren penurunan suku bunga deposito.
Grafik 3.1 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
3.1.3
Grafik 3.2 Komposisi Dana Pihak Ketiga
PENYALURAN KREDIT Pada posisi akhir triwulan laporan, kredit yang disalurkan tercatat sebesar Rp3,05
triliun, tumbuh 31,98% (y.o.y) sedikit lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 32,59% (y.o.y). Pertumbuhan kredit yang relatif tinggi terutama didorong oleh perkembangan kredit konsumsi yang mengalami pertumbuhan sebesar 40,07% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 37,64% (y.o.y). Kredit konsumsi sangat mendominasi dalam portofolio kredit perbankan Gorontalo yaitu sebesar 60,83%, jauh meninggalkan kredit modal kerja sebesar 33,17% (y.o.y) dan kredit investasi sebesar 6,00% (yoy). Dari sisi risiko, protofolio kredit yang di dominasi oleh kredit konsumtif merupakan hal yang baik karena kredit konsumsi memiliki exposure resiko yang relatif rendah. Namun, dari segi perannya terhadap perekonomian daerah, dominasi kredit konsumtif menunjukkan bahwa peran perbankan dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi kurang optimal karena kredit konsumtif tidak memberikan efek multiplier yang tinggi bila dibandingkan kredit investasi atau modal kerja. Sementara itu, kredit modal kerja tumbuh sebesar 19,17% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 21,95% (y.o.y). Sedangkan kredit
30
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
investasi tumbuh sebesar 33,25% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 51,68% (y.o.y).
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.3 Pertumbuhan Kredit Penggunaan
Grafik 3.4 Komposisi Kredit Penggunaan
Perlambatan kredit sektor produktif mewarnai kinerja perbankan pada triwulan II2010. Kredit pertanian mengalami perlambatan yang cukup signifikan yaitu terkontraksi sebesar -49,23% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar -41,23% (y.o.y). Hal ini diperkirakan karena perbankan masih menganggap kredit pertanian memiliki risiko yang cukup tinggi. Sementara itu, kontraksi perkembangan kredit juga dialami oleh sektor industri sebesar -42,66% (y.o.y) dan sektor angkutan sebesar 36,05% (y.o.y), keduanya lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja kredit perdagangan masih menunjukkan pertumbuhan sebesar 14,99% (y.o.y) namun masih lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 16,07% (y.o.y). Sementara itu, sektor konstruksi mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan sektor lainnya sebesar 64,60% (y.o.y) namun masih lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 121,12% (y.o.y). Peran perbankan dalam dukungan pendanaan proyek-proyek infrastruktur menjaga kinerja kredit konstruksi. Adapun beberapa proyek pembangunan infrastruktur yang saat ini tengah dalam proses pengerjaan adalah Dermaga Penyebrangan Marisa, Pelabuhan Internasional Anggrek, Dermaga Penyebrangan Tilamuta, dan Pelapisan landasan Bandara.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.5 Pertumbuhan Kredit Sektoral
Grafik 3.6 Komposisi Kredit Sektoral
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010
31
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Pada triwulan laporan, kredit UMKM tercatat sebesar Rp2.53 triliun atau tumbuh 76,677% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 69,13% (y.o.y). Peningkatan kinerja kredit UMKM tak lepas dari kinerja perbankan untuk terus menggali dan men-support potensi daerah dengan berbagai program kegiatannya. Salah satu bentuk dari program tersebut adalah dibentuknya Financial Advisor (FA) yaitu merupakan forum individu profesional dari perbankan yang dikoordinir oleh Bank Indonesia untuk memberikan bantuan teknis kepada masyarakat dan pelaku UMKM secara langsung.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.7 Pertumbuhan Kredit UMKM
32
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BOX 2 : UPAYA NYATA PERBANKAN MENDORONG PENINGKATAN DANA Sejak dicanangkannya Gerakan Indonesia Menabung dan peluncuran produk TabunganKu mulai tanggal 20 Februari 2010 lalu, antusiasme dan respon masyarakat terhadap gerakan menabung dengan produk TabunganKu mulai dirasakan. Berdasarkan data BI, per bulan Juni 2010, jumlah rekening TabunganKu sudah mencapai 409.125 rekening dengan total simpanan sebesar Rp 395 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa setiap bulan terjadi pembukaan rata-rata hampir 100 ribu rekening dengan rata-rata simpanan per bulan sebesar Rp 100 miliar untuk seluruh Indonesia. Jika merunut ke belakang, alasan diluncurkannya
produk
TabunganKu
adalah potensi nasabahnya
demikian besar.
Berdasarkan data bahwa penduduk dewasa yang memiliki rekening di bank hanya 42% atau 58 juta jiwa dari jumlah penduduk Indonesia ± 138 juta. TabunganKu di Gorontalo Salah
satu
sumber
pembiayaan
bagi
pembangunan perekonomian daerah Gorontalo adalah pengumpulan dana masyarakat (DPK) oleh perbankan. Hingga
Juni 2010, DPK
Gorontalo sebesar Rp 1,99 triliun namun julah kredit yang dikucurkan telah mencapai angka 3,05 triliun.
Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi ketimpangan antara permintaan kredit dengan kemampuan masyarakat menyediakan dana di perbankan. Upaya mendorong tabungan masyarakat perlu dilakukan melalui inovasi produk perbankan. Inovasi produk TabunganKu yang didukung oleh perbankan Gorontalo (Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, BCA, Bank Muamalat, BSM, Bank Danamon, Bank BPD Sulut dan Bank Mega) mempunyai tujuan utama untuk menggalang dana murah dari masyarakat. Sampai dengan saat ini realisasi TabunganKu per Juni 2010 mencapai 2.327 rekening atau setara 0,2% dari total jumlah penduduk Gorontalo, dengan jumlah nominal TabunganKu sebesar Rp 4,15 miliar. Meskipun pertumbuhan jumlah rekening TabunganKu berdasarkan tabel 4, terjadi penurunan, pada bulan Juni 2010 terjadi peningkatan jumlah rekening tabungan sebanyak 591 buah atau sebesar 34% dibandingkan dengan Mei 2010 jumlah rekening TabunganKu sebesar 1736 buah.
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010
33
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Tabel 4 Perkembangan Rekening TabunganKu di Gorontalo
2500
2
2000
1.5 Jumlah rekening TabunganKu
1500
1
1000
0.5
500 0
Pertumbuhan rekening TabunganKu
0 Feb
Mar
Mei
Jun
Upaya-upaya untuk meningkatkan DPK melalui TabunganKu Meskipun demikian, beberapa upaya terus dilakukan oleh BI Gorontalo untuk meningkatkan DPK khususnya TabunganKu. Dimulai dengan melakukan koordinasi BI dengan perbankan Gorontalo dibawah naungan BMPD untuk terus melakukan upaya supaya perbankan Gorontalo dapat meningkatkan jumlah nasabah TabunganKu. Salah satunya adalah pembuatan standing banner TabunganKu yang ditempatkan di bank-bank masing-masing sehingga masyarakat dapat mengetahui dan tertarik terhadapa produk TabunganKu. Selain itu, BMPD bersama BI Gorontalo turut serta dalam pameran yang diselenggarakan oleh Pemda Provinsi Gorontalo dengan menampilkan produk TabunganKu disamping memperkenalkan produk perbankan lainnya. Beberapa account officer perbankan Gorontalo difasilitasi oleh BI Gorontalo telah membentuk Financial Advisor (FA). FA secara rutin melakukan pertemuan (focus group discussion) untuk membicarakan hal-hal terkait dengan permasalahan perbankan yang ada di Gorontalo seperti perkembangan TabunganKu. Selanjutnya, KBI Gorontalo bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Gorontalo dan Perbankan Gorontalo melakukan sosialisasi Produk Perbankan TabunganKu dan Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah ke sekolah-sekolah dengan tema BAGOeS (Bank Goes to School). Untuk tahap awal, BAGOeS telah dilaksanakan pada 4 SMA pada bulan Juli 2010 lalu. Tujuan akhir kegiatan BAGOeS ini tidak lain adalah selain untuk menanamkan budaya menabung juga memperkenalkan TabunganKu. Dalam kegiatan tersebut, perbankan juga membuka pelayanan perbankan bagi para peserta yang tertarik untuk membuka TabunganKu dapat langsung membuka rekeningnya. Kehadiran perbankan dan BI Gorontalo sesungguhnya sudah dinantikan pihak sekolah. Hal ini terbukti dengan banyaknya antusias dan respon dari pihak sekolah seperti pembukaan rekening TabunganKu oleh siswa dan guru. 34
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
3.2 STABILITAS SISTEM PERBANKAN Stabilitas sistem perbankan di Gorontalo meliputi aspek risiko kredit dan risiko pasar relatif terkendali, namun risiko likuiditas perlu mendapat perhatian. Non Performing Loans (NPLs) relatif terjaga berada pada nilai dibawah batas ketentuan BI yaitu dibawah 5%. Sementara itu, aspek penyerapan dana masyarakat perlu menjadi perhatian karena Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di ambang „tidak wajar‟ mencapai lebih dari 145% sehingga dapat mengancam ketersediaan likuiditas perbankan. Sedangkan volatilitas kurs diyakini tidak akan berdampak besar terhadap risiko pasar, karena paparan tehadap transaksi valuta asing yang tidak tinggi.
3.2.1 RISIKO KREDIT Dari indikator kredit non-lancar dan konsentrasi kredit diindikasikan bahwa risiko kredit tetap terkendali pada level yang rendah. Kredit Non-Lancar atau Non Performing Loans (NPLs) untuk kredit secara keseluruhan tetap terjaga pada level 2.03% (bruto) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2.38%. Nilai ini tergolong „baik‟ karena masih berada di bawah batas maksimal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5% (bruto). Dengan nilai NPL yang relatif terjaga maka terdapat peluang untuk terus meningkatkan kinerja penyaluran kredit. Sementara itu secara sektoral, NPL tertinggi terdapat pada sektor industri sebesar 6.38%. Sedangkan sektor strategis lainnya memiliki tingkat NPL yang relatif rendah seperti pertanian sebesar 2,51%, perdagangan sebesar 3,65%, dan konstruksi sebesar 3.40%.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.8 Perkembangan NPL
Grafik 3.9 NPL per Sektor
Konsentrasi kredit di sektor tertentu. Selain NPL, risiko kredit yang stabil-rendah disebabkan pula oleh komposisi kredit yang disalurkan, dimana kredit konsumsi memiliki pangsa yang dominan sebesar 65%. Selain itu, pangsa terbesar kredit produktif dikucurkan ke sektor BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010
35
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
PHR sebesar 28%. Sektor-sektor produktif lain yang dianggap lebih tinggi tingkat risikonya memiliki pangsa kucuran kredit yang relatif kecil.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.10 Konsentrasi Kredit
3.2.2 RISIKO LIKUIDITAS Indikator risiko likuiditas yaitu konsentrasi jangka waktu sumber dana dan tingkat Loan Deposit Ratio menunjukkan risiko likuiditas pada triwulan laporan patut mendapat perhatian. Hal tersebut terlihat dari komposisi dana jangka menengah panjang yang lebih kecil dari dana jangka pendek. Komposisi dana jangka panjang yaitu deposito hanya mencapai 26.25% dari total DPK lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 29,01% dari total DPK. Sementara itu, dana jangka pendek mencapai lebih dari 70% dalam struktur dana pihak ketiga yaitu giro sebesar 19,33% dan tabungan sebesar 54,42%.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.11 Perkembangan Protofolio DPK
Posisi LDR pada triwulan laporan sebesar 152,28% menunjukkan bahwa likuiditas Perbankan Gorontalo sangat ketat. Tingginya LDR menunjukkan bahwa jumlah kredit yang disalurkan jauh melebihi jumlah dana yang dihimpun oleh perbankan. Tentunya hal ini patut
36
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
mendapat perhatian mengingat bila sewaktu-waktu nasabah mengambil dananya dalam jumlah besar dapat mengakibatkan ketidakstabilan pada kesehatan perbankan. Sementara itu, perbankan Gorontalo harus lebih meningkatkan kemampuannya dalam menghimpun dana dari masyarakat untuk mengimbangi jumlah kredit yang digelontorkan menuju tingkat LDR yang dinilai optimal berada pada kisaran tidak jauh dari 90%.
Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.12 Perkembangan LDR Perbankan Gorontalo
3.2.3 RISIKO PASAR Risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan dapat dilihat dari kestabilan volatilitas suku bunga dan kurs. Kebijakan Bank Indonesia untuk menetapkan suku bunga acuan yang mendukung sektor rill dengan mempertimbangkan potensi tekanan inflasi ke depan diharapkan dapat meningkatkan penyaluran kredit. Sementara itu, volatilitas kurs diyakini tidak akan berdampak besar terhadap kinerja perbankan Gorontalo, karena paparan terhadap transaksi valuta asing yang tidak tinggi.
Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.13 Perkembangan Kurs USD dan BI-Rate
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010
37
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BOX 3 : PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN UMKM Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan pilar perekonomian suatu daerah yang dikenal tahan banting. Berdasarkan penelitian “Dampak Krisis Global Terhadap Perekonomian” yang dilakukan oleh Bank Indonesia Gorontalo pada tahun 2009 yang lalu membuktikan bahwa sebagian besar UMKM tidak terpengaruh terhadap external shock yang menimpa Indonesia. Kondisi UMKM yang memiliki resistensi yang tinggi terhadap krisis tidak dapat dilepaskan dari besarnya jumlah usaha serta akses pasar yang sebagian besar masih mendominasi lingkup lokal provinsi maupun domestik. Data
Dinas
Koperasi
Perindustrian
dan
Perdagangan
Provinsi
Gorontalo
menunjukkan peningkatan jumlah UMKM dari 51.332 unit usaha pada tahun 2008, menjadi 55.891 unit usaha pada akhir tahun 2009. Strata usaha yang mendominasi jumlah tersebut adalah usaha mikro dengan proporsi 86.3% atau sekitar 48.238 unit usaha, sementara strata usaha kecil dan menengah berturut-turut 7.431 dan 222 unit usaha. Dibalik angka yang sedemikian fantastis, ternyata UMKM tidak terlepas dari berbagai masalah yang melingkupinya. Penelitian Baseline Economic Survey (BLS) yang dilakukan oleh Bank Indonesia Manado pada tahun 2007 menunjukkan bahwa secara umum permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di Provinsi Gorontalo adalah proses produksi dan pemasaran yang belum optimal, regulasi/ perizinan yang rumit, jiwa entrepreneurship/ kewirausahaan yang masih rendah serta akses pembiayaan yang masih belum menjangkau sebagian besar strata usaha. Diantara beberapa kendala tersebut, rendahnya akses pembiayaan seringkali mengemuka dan membutuhkan jawaban pemecahan tidak hanya di level akademisi, namun juga langkah nyata dalam menyikapi kondisi di lapangan. Perlu keterlibatan dan keberpihakan semua elemen, tidak hanya pemerintah daerah, namun juga perbankan hingga akademisi untuk bersama-sama duduk dan memecahkan masalah ini. Apabila kita mencoba menelisik lebih dalam, telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun perbankan dalam upaya penetrasi access to finance. Berbagai skim maupun pola pembiayan mulai dari dana bergulir hingga produk kredit perbankan telah ditawarkan kepada UMKM berdasarkan strata usahanya. Pembagian strata ini mengacu pada stratifikasi yang disampaikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam sosialisasi Kredit Usaha Rakyat di Kantor Bank Indonesia Surabaya pada tahun 2008. Beberapa strata usaha menurut klasifikasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian antara lain potensial, belum feasible, belum bankable, potensial, feasible 38
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
namun belum bankable, potensial, bankable, namun belum feasible dan terakhir strata potensial, feasible dan bankable. Dalam kesempatan ini akan menfokuskan pembahasan pada strata potensial, feasible namun belum bankable. Strata dimaksud, saat ini menjadi concern pemerintah dan perbankan melalui skema penjaminan kredit. Pola penjaminan kredit yang menjadi primadona saat ini adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), dimana penjaminan kredit dilakukan oleh pemerintah melalui perusahaan penjamin kredit (PT Askrindo dan PT Jamkrindo). Dalam perkembangannya, penyaluran Kredit Usaha Rakyat belum memenuhi target yang ditetapkan, sampai-sampai pemerintah harus menaikkan plafon KUR mikro dari Rp5 juta hingga mencapai Rp20 juta per debitur. Belum tercapainya target yang diharapkan pemerintah, salah satunya disebabkan karena perbankan kesulitan mencari UMKM dengan strata potensial, feasible namun belum bankable tersebut untuk diberikan kredit/pembiayaan, sementara pemerintah khususnya di daerah tidak dapat melakukan apa-apa. Untuk menjembatani perbankan dengan UMKM yang feasible namun belum bankable sesungguhnya pemerintah dapat berperan sebagai fasilitator yang memberikan informasi kredibel mengenai kondisi dunia usaha di daerah. Disamping itu lebih jauh lagi, pemerintah daerah dapat turut andil dalam penguatan intermediasi perbankan melalui pola penjaminan kredit. Pola penjaminan kredit ini kemudian berkembang kelembagaannya menjadi Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah. Pendirian Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah (PPKD) secara nasional diatur dalam peraturan presiden nomor 2 tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.010/2008 tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah tidak terbatas pada pemberian jasa penjaminan kredit tunai oleh lembaga keuangan, namun lebih luas lagi, penjaminan diberikan atas PKBL maupun kredit non tunai di luar lembaga keuangan. Jasa konsultasi manajemen bagi UMKM menjadi nilai tambah PPKD disamping penyediaan informasi/database terjamin. Bentuk badan hukum PPKD dapat berupa Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Daerah, Perusahaan Terbatas atau koperasi. Permodalan PPKD, minimal adalah Rp100 milyar untuk lingkup nasional dan Rp50 milyar untuk lingkup provinsi. Jumlah ini dapat disesuaikan dengan kondisi daerah dimana sumber pembiayaan dapat dimungkinkan dari APBD dalam bentuk modal penyertaan, APBN dalam bentuk dana dekonsentrasi/tugas pembantuan dalam bentuk subsidi atau pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan atau Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang berada dibawah kewenangan Kementerian BUMN. Mekanisme pendirian PPKD diawali dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atas penggunaan anggaran pemerintah daerah. Selanjutnya PPKD didirikan melalui BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010
39
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
pemberian modal awal dan proses pengawasan yang intensif serta sesuai dengan badan hukum yang telah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Mekanisme kerja PPKD secara sderhana dapat digambarkan dalam skema di bawah ini: Permohonan penjaminan pembayaran premi
dan
Pemberian kredit
UMKM
BANK
PPKD Pemberian penjaminan
Permohonan kredit
Permohonan kredit yang disampaikan oleh UMKM akan diproses oleh bank. Selanjutnya bank
akan
mengajukan
permohonan
penjaminan
dan
pembayaran
premi
atas
pertanggungan kredit yang akan disalurkannya kepada PPKD. PPKD kemudian memberikan persetujuan pemberian penjaminan dan bank dapat mengeksekusi pencairan kredit yang dimohon UMKM. Manfaat yang dirasakan dari adanya PPKD bagi UMKM, khususnya strata potensial, feasible namun belum bankable adalah untuk mengisi eligibility gap atau kesenjangan dalam memenuhi persyaratan pengajuan kredit di bank, Bagi sebagian besar UMKM, persyaratan pengajuan kredit di bank dirasakan berat, apalagi persyaratan agunan/jaminan. Hal inilah yang menjadi concern pendirian PPKD, dimana penjaminan kredit dapat diberikan tanpa mensyaratkan agunan maupun aspek legalitas usaha yang terkadang menyulitkan UMKM. Bagi perbankan, benefit yang dirasakan dari adanya PPKD adalah sebagai upaya mitigasi risiko, karena dengan adanya PPKD, perbankan tidak menghadapi risiko kredit “sendirian” namun bersama-sama dengan PPKD selaku penjamin kredit. Risk Sharing juga dapat dilakukan dalam rangka penanggulangan risiko yang mungkin timbul. Pemerintah daerah selaku pemangku kebijakan akan merasakan manfaat karena disamping secara`langsung terlibat dalam pembiayaan ekonomi melalui PPKD juga turut serta mendorong terciptanya iklim usaha yang pada`gilirannya akan meningkatkan proses produksi sehingga muara akhir dari proses ini adalah terakselerasinya pertumbuhan ekonomi di daerah. Meneropong manfaat yang mungkin timbul dari pendirian PPKD di Provinsi Gorontalo, nampaknya semua pihak perlu duduk bersama dan melakukan kontemplasi pemikiran dalam rangka merumuskan formasi pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh UMKM. Pemerintah daerah bersama dengan DPRD dan perbankan perlu mengkaji secara serius kemungkinan-kemungkinan pendirian perusahaan penjaminan kredit dan sumber modal penyertaannya. Tanpa adanya keterlibatan dan keberpihakan semua pihak, mustahil pemberdayaan terhadap sektor usaha mikro, kecil dan menengah dapat terealisir. Sudah saatnya UMKM diberikan kesempatan untuk mengepakkan sayapnya agar`dapat terbang tinggi dan menjelajah angkasa. 40
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA