8 BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Teori-Teori Umum 2.1.1 Pengertian Sistem Menurut McLeod (p9, 2001), sistem adalah sebuah kelompok yang terdiri dari elemen-elemen yang terintegrasi dengan mempunyai tujuan umum dalam mencapai sebuah tujuan bersama. Sedangkan menurut O’Brien dan Marakas (p22, 2005), sistem adalah sekelompok komponen-komponen yang saling berhubungan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima input dan menghasilkan sebuah output dalam proses perubahan yang teratur.
2.1.2 Pengertian Analisis dan Perancangan Sistem 2.1.2.1 Pengertian Analisis Sistem Menurut McLeod (p128, 2001), analisis sistem merupakan suatu pembelajaran atau pengertian terhadap sistem yang telah ada yang akan digunakan dalam menciptakan sebuah sistem yang baru atau yang telah diperbaharui. Yang kemudian didukung oleh Marakas (p23, 2005) dengan menjelaskan bahwa analisis sistem merupakan pembelajaran secara keseluruhan mengenai proses, prosedur dan sistem yang ada dan saling terkait dalam suatu perusahaan.
9 2.1.2.2 Pengertian Perancangan Sistem Menurut McLeod (p130, 2001), perancangan sistem merupakan sebuah penentuan proses dan data yang diperlukan oleh sistem yang baru. Sedangkan menurut Marakas (p23, 2005), perancangan sistem merupakan sebuah penyusunan ulang dan penyempurnaan terhadap sistem yang ada dalam hal pengidentifikasian sumber masalah dan menentukan serta memenuhi fungsi-fungsi sistem yang sesuai dengan hasil yang ingin dicapai pada tahap analisis.
2.1.3 Pengertian Data, Informasi dan Knowledge 2.1.3.1 Pengertian Data Menurut O’Brien (p14, 2001), data adalah sumber bahan yang masih mentah yang akan diproses menjadi produk informasi. Sedangkan menurut McLeod (p12, 2001), data merupakan fakta-fakta atau hasil observasi yang mempunyai kecenderungan tidak terlalu berarti.
2.1.3.2 Pengertian Informasi Menurut O’Brien (p15, 2001), informasi merupakan data yang telah diubah menjadi hasil yang berarti dan berguna bagi penggunannya.
10 2.1.3.3 Pengertian Knowledge Menurut Probst et all. (p24, 2001), knowledge merupakan pengertian dan kemampuan secara keseluruhan yang digunakan oleh setiap individu dalam memecahkan masalahnya yang termasuk di dalamnya teori-teori dan hal praktis, peraturan sehari-hari dan instruksi. Knowledge didasarkan pada data dan informasi namun tetap saja bergantung dalam individunya.
2.1.4 Pengertian Knowledge Management Knowledge management merupakan suatu pengaturan dari kumpulan pemikiranpemikiran untuk meningkatkan respon-respon dan inovasi (Frappaolo, p8, 2000). Menurut Tiwana (p5, 2000), knowledge management adalah organisasi untuk menciptakan nilai-nilai bisnis dan menghasilkan sebuah keunggulan kompetitif dan juga dapat dikatakan sebagai kemampuan dalam menciptakan dan mengumpulkan nilai yang lebih besar dari kompetensi utama bisnis. Knowledge management terdiri dari respon-respon yang inovatif terhadap kesempatan-kesempatan dan tantangan-tantangan yang baru. Solusi-solusi yang berlandaskan pada knowledge tersebut terfokuskan pada aplikasi respon-respon yang inovatif dalam suatu lingkungan kerja.
11 2.1.5 Penggolongan Kosmetika Golongan produk kosmetika (BPOM, p3, 2004 ) terbagi menjadi : 1. Golongan I: i.
Sediaan bayi
ii.
Sediaan kebersihan badan
iii.
Sediaan pasca cukur
iv.
Sediaan rambut
v.
Sediaan pewarna rambut
vi.
Sediaan perias mata
vii. Sediaan rias wajah viii. Sediaan perawatan kulit ix.
Sediaan mandi surya dan tabir surya
x.
Sediaan kuku
xi.
Sediaan hygiene mulut
2. Golongan II i.
Sediaan mandi
ii.
Sediaan kebersihan badan (bedak badan)
iii. Sediaan pewarna rambut fantasi iv. Sediaan cukur v.
Sediaan rias wajah
vi. Sediaan wangi-wangian vii. Sediaan perawatan kulit viii. Sediaan kuku
12 Yang termasuk kosmetik golongan I: a)
Kosmetik yang digunakan oleh bayi.
b)
Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya.
c)
Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan.
d)
Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum diketahui keamanan dan manfaatnya.
Kometik golongan II: yang bukan golongan I Kosmetik golongan II dapat menjadi golongan I , jika: a)
Mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan.
b)
Mengandung bahan dengan fungsi yang belum lazim serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.
c)
Sediaan berbentuk aerosol.
2.1.6 Intranet Intranet digunakan untuk pengimplementasian teknologi internet dalam sebuah organisasi (Stallings, p491, 2004). Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari pendekatan corporate computing secara intranet, antara lain : 1.
Prototyping dan pengembangan layanan-layanan baru dengan cepat (dapat diukur dalam hitungan jam atau hari)
2.
Skala yang efektif (mulai dengan hal yang kecil, dibangun berdasarkan hal yang diperlukan, pemenuhan kebutuhan)
13 3.
Tidak membutuhkan pelatihan bagi sebagian user dan sedikit pelatihan bagi para pengembang sistem, karena layanan dan user interface yang diberikan sangat mirip dengan internet
4.
Dapat diimplementasikan pada semua platform dengan interoperability yang lengkap
5.
Dukungan bagi arsitektur komputer (beberapa server pusat atau banyak server yang terdistribusi)
6.
Strukturisasi untuk mendukung integrasi ”legacy” sumber-sumber informasi (databases, dokumen word processing yang telah ada, groupware databases)
7.
Mendukung sejumlah media (audio, video, aplikasi-aplikasi yang interaktif)
8.
Dana yang tidak terlalu tinggi untuk memulai, membutuhkan sedikit investasi di dalam software atau infrastruktur baru.
2.1.7 Local Area Network (LAN) Local Area Network (Stallings, p368, 2004) merupakan suatu jaringan lokal yang memungkinkan berbagi penggunaan media transmisi dan packet broadcasting. Suatu paket ditransmisikan oleh satu stasiun yang diterima oleh stasiun lain.
14 2.2 Teori-Teori Khusus 2.2.1 Tipe-Tipe Knowledge Menurut Tiwana (p66, 2000), knowledge dibagi menjadi : 1.
Tacit knowledge merupakan knowledge yang personal dan sangat spesifik mengenai isi yang sangat sulit untuk diformulasikan, direkam, atau diartikulasikan, dimana knowledge ini disimpan dalam diri masing-masing individu. Komponen dari tacit berasal dari pengembangan lebih lanjut dari proses trial dan error yang terjadi selama latihan.
2.
Explicit knowledge merupakan komponen dari knowledge yang dapat dikodekan dan ditransmisikan kedalam sebuah bahasa yang resmi dan sistematis seperti dokumen, database, web, email, dan grafik.
2.2.2. Proses Inti Knowledge Management Sejumlah kegiatan proses inti dari knowledge management (Probst et all., p29, 2001) yang saling berhubungan erat dapat terlihat seperti Gambar 2.1.
15 knowledge identification
knowledge retention
knowledge acquisition
knowledge utilization
knowledge development
knowledge sharing/ distributin
Gambar 2.1 Proses-proses inti dari knowledge management (Sumber : Probst et all., p30, 2001 )
1. Knowledge Identification Mengidentifikasi menggambarkan
knowledge
lingkungan
eksternal
knowledge
dalam
berarti
menganalisa
perusahaan.
Sejumlah
dan besar
perusahaan menemui kesulitan untuk mengatur gambaran umum dari data internal dan eksternal,
informasi
dan
ketrampilan-ketrampilan.
Hal
ini
berakibat
ketidakefisiensian, keputusan yang tidak diinformasikan dan duplikasi. Knowledge management yang efektif harus menjamin kejelasan transparansi internal dan eksternal yang efektif, dan membantu setiap individu dalam perusahaan untuk melokasikan apa yang mereka butuhkan.
16 2. Knowledge Acquisition Perusahaan mengimpor bagian-bagian substansial knowledge dari sumbersumber luar. Hubungan dengan pelanggan, pemasok, pesaing, dan patner dalam kerja sama telah menyediakan knowledge yang potensial, namun jarang digunakan. Perusahaan juga dapat membeli knowledge yang tidak dapat mereka bangun sendiri, yaitu dengan merekrut ahli-ahli atau membeli inovasi khusus perusahaan lain.
3. Knowledge Development Knowledge development merupakan building block dari komplemenkomplemen knowledge acquisition. Knowledge development ini difokuskan pada pengaturan ketrampilan-ketrampilan baru, produk-produk baru, ide-ide yang lebih baik, dan proses-proses yang lebih efisien. Knowledge development mencakup semua usaha-usaha manajemen dalam menghasilkan kemampuan baru yang belum ada di dalam atau di luar organisasi. Secara tradisional, knowledge development dikaitkan dengan penelitian pasar dan bagian research and development, akan tetapi, bagaimana pun knowledge yang penting datang dari semua bagian organisasi. Dalam building block ini, dilakukan pemeriksaan pada cara-cara umum perusahaan dalam menangani ide-ide baru dan penggunaan kreativitas para karyawannya.
17 4. Knowledge Sharing and Distribution Pembagian dan distribusi knowledge dalam perusahaan merupakan kebutuhan vital untuk mengubah informasi atau pengalaman-pengalaman yang terisolasi ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh seluruh organisasi. Tahap yang paling penting adalah untuk menganalisa transisi knowledge dari individu ke dalam kelompok atau organisasi. Distribusi knowledge merupakan proses dari pembagian dan penyebaran knowledge yang telah ada dalam organisasi.
5. Knowledge Utilization Keseluruhan poin dari knowledge management adalah menjamin bahwa knowledge yang ada dalam suatu organisasi dapat diaplikasikan secara produktif untuk keuntungan organisasi. Namun, sangat disayangkan, identifikasi dan distribusi knowledge yang sukses tidaklah menjamin knowledge tersebut dapat digunakan dalam kegiatan sehari-hari organisasi. Ada sejumlah batasan dalam penggunaan knowledge yang berasal dari luar organisasi. Tahapan-tahapannya harus dijalankan untuk menjamin penggunaan yang maksimal dari ketrampilan-ketrampilan yang berharga dan aset-aset knowledge.
6. Knowledge Retention Kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan tidak secara otomatis tersedia setiap saat. Pemeliharaan yang selektif dari informasi, dokumen, dan pengalamanpengalaman membutuhkan manajemen. Organisasi biasanya mengkomplain bahwa penyusunan organisasi kembali akan menghabiskan sebagian ingatan organisasi. Proses-proses untuk memilih, mengurutkan, dan secara berkala meng-update
18 knowledge dari nilai potensi masa mendatang harus distrukturisasikan secara harihari. Knowledge retention bergantung pada penggunaan yang efisien dari dari media penyimpanan global organisasi.
2.2.3 Practical Building Blocks dari Knowledge Management Menurut Probst et all. (p33, 2001), proses pengendalian sumber-sumber knowledge merupakan proses yang sangat penting bagi pencapaian kesuksesan jangka panjang dari knowledge management. 1. Penyempurnaan Konsep Proses inti knowledge management akan berkembang saat penanganan knowledge sebagai suatu sumber. Akan ada banyak kesulitan jika perusahaan gagal mengimplementasikan penanganan knowledge melalui suatu strategi. Intervensiintervensi operasional harus dibuat melalui sebuah framework yang akan mengkoordinasikan dan mengarahkan intervensi-intervensi tersebut. Knowledge goals dan knowledge assessment akan memperkuat konsep knowledge management dan mengubahnya menjadi suatu sistem manajemen. Knowledge
goal
akan
mengklarifikasi
arah-arah
strategis
dari
knowledge
management dan tujuan dari intervensi-intervensi khusus menjadi nyata. Sedangkan, proses dari knowledge assessment akan melengkapi sistem tersebut. Knowledge assessment akan menyediakan data-data penting bagi pengendalian strategis dari proyek-proyek knowledge management.
19 2. Knowledge Goals Knowledge goals akan memberikan arah bagi knowledge management. Knowledge
goals
akan
menciptakan
ketrampilan-ketrampilan
yang
perlu
dikembangkan, dan pada tingkat apa. Normative knowledge goals ditujukan untuk menciptakan budaya knowledge-aware dalam perusahaan, dimana ketrampilanketrampilan dari setiap individu dibagikan dan dikembangkan. Hal ini akan membangun knowledge management yang efektif. Strategic knowledge goals mendefinisikan pengetahuan inti dari organisasi dan menspesifikasikan ketrampilanketrampilan yang akan dibutuhkan di masa mendatang. Operational knowledge goals dikaitkan
dengan
pengimplementasian
knowledge
management.
Operational
knowledge goals mengubah normative goals dan strategic goals menjadi tujuantujuan nyata.
3. Knowledge Assessment Diperlukan metode-metode untuk pengukuran knowledge. Cara-cara yang digunakan dalam formulasi knowledge goals akan menentukan bagaimana evaluasinya. Kualitas dari tujuan akan menjadi jelas pada tahapan evaluasi. Proses pengawasan penting bagi pencapaian jangka panjang knowledge management yang efektif.
20 4. Building Blocks dari Knowledge Management Ada delapan elemen building block dari knowledge management, yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Knowledge goals
Knowledge assessment
Knowledge identification
Knowledge retention
Knowledge acquisition
Knowledge utilization
Knowledge development
Knowledge sharing/ distribution
Gambar 2.2 Building Blocks of Knowledge Management (Sumber : Probst et all., p34, 2001)
21 2.2.4 Mendefinisikan Knowldge Goals 1. Normative Knowledge Goals Normative knowledge goals (Probst et all., p45, 2001) menawarkan kesempatan-kesempatan pada manager untuk menciptakan budaya perusahaan yang knowledge-friendly dan untuk membangun kebijakan-kebijakan perusahaan yang tepat. Aspek-aspek normatif berhubungan dengan kesiapan perusahaan secara umum dalam menerima knowledge. Langkah pertama dan yang paling penting dalam menuju manajemen berorientasi pengetahuan terdapat dalam penerimaan fakta bahwa knowledge adalah vital bagi keberhasilan perusahaan. Dengan kata lain, inti dari normative knowledge goals adalah untuk menciptakan knowledge aware atau kebudayaan perusahaan yang knowledge-friendly. Normative knowledge goals : 1. Menciptakan kondisi bagi tujuan-tujuan strategis dan operasional yang berorientasikan knowledge. 2. Mengarah pada penciptaan budaya perusahaan yang knowledge-aware. 3. Membutuhkan komitmen dan kepastian dari top management.
2. Strategic Knowledge Goals Strategic knowledge goals (Probst et all., p51, 2001) dapat diselaraskan dengan perencanaan strategis tradisional, yaitu dengan menyediakan gambaran kapabilitas yang akan dibutuhkan di masa mendatang, dan perlunya pengamanan atas aset-aset knowledge organisasi. Strategic knowledge goals menampilkan kompetensikompetensi mana yang harus dikembangkan atau dipertahankan dan mana yang menjadi absolut. Tujuan-tujuan strategis ini juga dapat mencakup rencana
22 pertumbuhan strategis dari struktur organisasi dan sistem manajemen yang dibutuhkan. Strategic knowledge goals : 1. Mendefinisikan
kapabilitas-kapabilitas
yang
akan
dibutuhkan
di
masa
mendatang. 2. Kerap kali menampilkan isi dari knowledge inti organisasi. 3. Memungkinkan batasan strategis bagi struktur organisasi dan sistem manajemen.
3. Operational Knowledge Goals Operational goals (Probst et all., p57, 2001) mengacu pada pengendalian dan pengawasan sistematis dari knowledge dalam konteks proyek dan proses implementasi. Operational knowledge goals dimaksudkan untuk membawa knowledge management pada tingkat staff dan manajemen, dan memastikan bahwa hal ini tidak merugikan kegiatan-kegiatan operasional. Oleh karena itu, operational knowledge goals harus diformulasikan secara jelas dan diobservasi secara ketat dalam organisasi. Operational knowledge goals : 1.
Menjamin bahwa knowledge management diimplementasikan pada tingkat operasional.
2.
Menerjemahkan tujuan-tujuan strategis dan normatif ke dalam tujuan praktis dan nyata.
3.
Mengoptimalkan infrastruktur dari knowledge management.
4.
Menjamin intervensi yang tepat pada tingkat dimana intervensi tersebut dibuat.
23 2.2.5 Knowledge Goals pada Tingkat Yang Berbeda Normative goals berhubungan dengan visi umum dari kebijakan perusahaan dan semua aspek dari kebudayaan perusahaan. Strategic goals akan menciptakan program jangka panjang untuk merealisasikan visi tersebut. Operational goals membantu menjamin bahwa program-program strategis tersebut telah diimplementasikan dalam kegiatan perusahaan. Sehingga, knowledge goals pada tingkat yang berbeda harus saling melengkapi dan berkontribusi untuk merealisasikan tujuan-tujuan perusahaan (Probst et all., p45, 2001). Knowledge pada tingkat tujuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.3. Normative Management
Strategic Management
Operational Management
Hak perusahaan - struktur hukum yang mempengaruhi KM (aturan-aturan, dan lain-lain)
Kebijakan perusahaan - visi dan misi knowledge - identifikasi area penting dari knowledge
Kebudayaan perusahaan - keinginan berbagi pengetahuan - semangat untuk berkembang - komunikasi yang intensif Pendekatan masalah - orientasi terhadap knowledge goals - masalah yang berorientasi terhadap identifikasi knowledge
Stuktur organisasi - konferensi, struktur pelaporan, organisasi R&D, pengalaman kelompok Sistem Manajemen - EIS, Lotus Notes
Program - kerja sama - membangun kemampuan utama - penyediaan informasi
Proses-proses organisasi - pengendalian alur pengetahuan Proses pengembangan - infrastuktur knowledge - penyediaan knowledge
Tugas - proyek-proyek knowledge - pembangunan bank data
Kinerja dan kerja sama - berbagi pengetahuan - knowledge dalam tindakan
Structures
Activities
Behaviour
Gambar 2.3 Knowledge pada tingkat tujuan yang berbeda (Sumber : Probst et all., p45, 2001)
24 2.2.6 Menerjemahkan Tujuan-Tujuan Menurut Probst et all. (p58, 2001), untuk menjamin konsistensi di antara normative, strategic dan operational knowledge goals, maka operational knowledge goals harus diturunkan dari kedua knowledge goals yang lain melalui proses penerjemahan.
1. Operational Context Pada tahap pertama strategic knowledge goals harus dialokasikan pada sasaran kelompok yang tepat pada tingkat operasional, dan batasan waktu harus ditetapkan. Beberapa divisi atau departemen fungsional harus terlibat di dalam mengimplementasikan suatu strategic knowledge goal.
2. Koordinasi dengan Tujuan yang Ada Pada tahap kedua, knowledge goals harus diselaraskan dengan tujuan-tujuan lama yang telah ada. Operational knowledge goals hanya merupakan bagian dari keseluruhan tujuan operasional.
3. Pemecahan Tujuan Pada tahap ketiga, operational knowledge goals untuk bagian tertentu dari perusahaan harus dipecahkan di antara departemen, proyek, kelompok dan individu. Idealnya, proses ini akan berpengaruh pada rencana pengembangan personal bagi setiap karyawan, dimana tujuan-tujuan knowledge ditetapkan secara individu untuk suatu periode waktu. Sasaran-sasaran individu ini akan berkontribusi terhadap keberhasilan knowledge goals pada tingkat perusahaan.
25 2.2.7 Model Porter Menurut Ward (p95, 2000), dalam upaya mencapai keberhasilan suatu perusahaan dalam industri, perusahaan harus menangani competitive forces yang terdapat dalam industri tersebut secara efektif. Competitive forces yang dimaksudkan antara lain pelanggan, pemasok, pesaing, potensi masuknya pendatang baru ke dalam pasar persaingan, dan potensi barang pengganti. Dengan mengetahui competitve forces yang terdapat dalam industri tersebut, diharapkan dapat mengetahui interaksi yang terjadi serta keterlibatan dalam masing-masing kekuatan sehingga dapat menghindar dari keadaan yang tidak menguntungkan dan juga melihat kesempatan yang ada dalam mendapatkan keunggulan kompetitif. Dengan demikian, perusahaan diharapkan dapat bertahan dalam lingkungan industri tersebut. Model Porter (Porter, p2, 1993) digunakan untuk mengevaluasi struktur industri perusahaan dan menganalisa kondisi serta mengenali lebih dini ancaman yang datang dari lingkungan sekitar perusahaan. Dengan menggunakan model porter, akan meningkatkan keuntungan kompetitif dari perusahaan secara tidak langsung, karena perusahaan dapat mengenali lingkungan di sekitarnya dan ancaman-ancaman yang mungkin atau sedang terjadi. Ada lima komponen dari model porter yang digunakan sebagai model analisa dan pengevaluasian, yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.
26
New Entrants Threats of New Entrants Industry Competitors Suppliers Bargaining Power of Suppliers
Buyers Bargaining Power of Buyers
Intraindustri Rivalry
Substitutes
Threats of New Subtitutes
Gambar 2.4 Model Lima Daya Porter (Sumber : Porter, p4, 1993)
1. Tingkat persaingan dari pesaing yang ada (Intraindustri Rivalry) Pada tahap ini, tiap perusahan harus dapat mengenali posisinya dalam persaingan yang terjadi. Tahap ini merupakan titik awal perusahaan untuk mengenali keadaan internal perusahaan dan kekuatan persaingan dari perusahaan itu sendiri. Untuk mencapai tahapan pengenalan yang baik, ada beberapa analisa yang harus dilakukan, antara lain : a. Ukuran/besarnya struktur perusahaan. b. Kinerja pemasaran dan keuangan perusahaan. c. Perusahaan yang mendominasi. d. Trend yang sedang terjadi yang dapat mempengaruhi pelanggan.
27
2. Kekuatan tawar-menawar pembeli (Bargaining Power of Buyers) Tantangan ini datang dari pelanggan dari pengguna produk atau jasa dari perusahaan. Perusahaan ini harus dapat mengenali pelanggannya dan memahami kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh pelanggan. Kekuatan dari kelompok pembeli yang penting dalam industri tergantung pada sejumlah karakterisitk situasi pasar. Kelompok pembeli dapat sangat mempengaruhi jika : a. Kelompok pembeli yang terpusat atau membeli yang dalam jumlah besar pada penjualan dari pihak penjual. b. Pembeli menghadapi biaya pengalihan yang kecil. c. Produk industri tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli.
3. Kekuatan tawar-menawat pemasok (Bargaining Power of Suppliers) Berhubungan secara langsung dengan pemasok yang menyediakan produk atau jasa bagi perusahaan yang akan meningkatkan kekuatan kompetitif perusahaan. Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar-menawar terhadap para peserta industri dengan mengancam akan menaikkan harga atau menurunkan mutu produk atau jasa yang akan dibeli. Tingkat harga dan kualitas yang diterima pelanggan, dan akan menentukan kualitas perusahaan.
28 4. Ancaman dari pendatang baru (Threat of New Entrant) Mewakili perusahaan yang akan memulai persaingan, perusahaan ini dapat berupa perusahaan yang baru terbentuk atau perusahaan lama yang mengubah strategi bisnis mereka dan memasuki industri yang baru bagi mereka. Perusahaan harus dapat mengembangkan berbagai aspek yang dapat menjatuhkan pesaing baru mereka. Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut pangsa pasar, serta seringkali sumber daya yang besar. Maka, perusahaan harus dapat membuat rintangan masuk (Barriers to Entry) sehingga pendatang baru akan dapat memperkirakan adanya perlawanan yang keras dari muka-muka lama yang akan menurunkan kemungkinan datangnya ancaman pendatang baru.
5. Ancaman dari produk atau jasa pengganti (Substitution Product) Produk atau jasa pengganti adalah produk atau jasa yang dapat dijadikan alternatif bagi produk utama yang dihasilkan oleh perusahaan dan biasanya produk atau jasa tersebut memiliki kelebihan atau sisi-sisi yang tidak dimiliki oleh produk utama. Produk atau jasa pengganti ini memiliki skala yang lebih kecil dari produk utama. Namun bila produk atau jasa pengganti ini diabaikan, maka akan dapat semakin bertumbuh dan mulai memasuki bahkan mengambil pangsa pasar yang tadinya dimiliki oleh perusahaan. Maka perusahaan harus mengantisipasi produk atau jasa pengganti ini dengan membuat berbagai alternatif solusi untuk keuntungan jangka panjang perusahaan, antara lain : a. Diferensiasi produk atau jasa. b. Memberi tekanan dengan menurunkan harga pada produk yang sejenis (price leader).
29 2.2.8 Analisis SWOT Analisis SWOT menurut Rangkuti (p18, 2004) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijaksanaan perusahaan. Perencanaan strategis harus menganalisa faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman). Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses). Lihat Gambar 2.5.
30
BERBAGAI PELUANG
3. Mendukung startegi turnaround
1. Mendukung strategi agresif
KELEMAHAN INTERNAL
KEKUATAN INTERNAL 4. Mendukung strategi defensif
2. Mendukung strategi diversifikasi
BERBAGAI ANCAMAN
Gambar 2.5 Analisis SWOT (Sumber : Rangkuti, p19, 2004)
Kuadran 1
:
Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus ditetapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy).
Kuadran 2
:
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus
31 ditetapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara startegi diversifikasi (produk/pasar). Kuadran 3
:
Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Kondisi bisnis pada kuadran 3 ini mirip dengan Question Mark pada BCG matrik. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4
:
Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan
tersebut
menghadapi
berbagai
ancaman
dan
kelemahan internal.
2.2.8.1 Analisis IFAS Setelah faktor-faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal tersebut dalam kerangka Strengths and Weaknesses perusahaan (Rangkuti, p24-26, 2004). Tahapnya adalah : 1. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom 1. 2. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. (Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00.)
32 3. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikannya. 4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masingmasing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). 5. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih, dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. 6. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Skor total ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
2.2.8.2 Analisis EFAS Menurut Rangkuti (p22-23, 2004), sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara penentuan faktor strategi eksternal (EFAS) :
33 1. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman). 2. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis. 3. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, rating-nya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit rating-nya 4. 4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya, berupa skor pembobotan untuk masingmasing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). 5. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. 6. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana
perusahaan
tertentu
bereaksi
terhadap
faktor-faktor
strategis
eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
34 2.2.8.3 Matrik SWOT Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matrik SWOT (Rangkuti, p18-19, 2004). Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategis. 1. Strategi SO Strategi
ini
dibuat
berdasarkan
jalan
pikiran
perusahaan,
yaitu
dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesarbesarnya. 2. Strategi ST Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. 3. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada, dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 4. Strategi WT Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
35 Matrik SWOT dapat dilihat pada Gambar 2.6.
IFAS
EFAS OPPORTUNITIES (O)
STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
Tentukan 5-10
Tentukan 5-10
faktor-faktor
faktor-faktor
kekuatan internal
kelemahan internal
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Tentukan 5-10
Ciptakan
faktor peluang
yang menggunakan
meminimalkan
eksternal
kekuatan
kelemahan-kelemahan
THREATS (T)
strategi
untuk
Ciptakan strategi yang
memanfaatkan
untuk
peluang
peluang
STRATEGI ST
Tentukan 5-10
Ciptakan
faktor peluang
yang
eksternal
kekuatan
strategi
menggunakan untuk
mengatasi ancaman
STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan-kelemahan dan ancaman
Gambar 2.6 Matrik SWOT (Sumber : Rangkuti, p31, 2004)
memanfaatkan
menghindari
2.2.9 Diagram UML UML (Unified Modelling Language) menawarkan sembilan diagram yang dikelompokkan ke dalam lima perspektif yang berbeda untuk memodelkan suatu sistem (Whitten et all., p441, 2004), antara lain : 1. Diagram Use Case Model Diagram use case menggambarkan interaksi antara sistem dan sistem eksternal dengan user. Diagram use case menggambarkan siapa yang akan menggunakan sistem dan bagaimana user berinteraksi dengan sistem. Seperti yang terlihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Use-case diagram (Sumber : Mathiassen et all., p122, 2000 )
37 2. Diagram Static Structure UML menawarkan dua diagram untuk memodelkan static structure suatu sistem informasi : 1. Class Diagram Class diagram menggambarkan sistem dari struktur obyek. Class diagram akan memperlihatkan class-class yang tersusun dalam suatu sistem. Lihat gambar 2.8. Customer creditapproval creditapprovaldate name
1 1…*
1 1…*
Customer address
Account accountnumber accountstate opendate closedate
fromdate address
Gambar 2.8 Class diagram ( Sumber : Mathiassen et all., p242, 2000 )
2. Object Diagram Object
diagram
mirip
dengan
class
diagram,
tetapi
lebih
menggambarkan class-class obyek, yang memodelkan obyek-obyek dengan menampilkan nilai-nilai tertentu dari attribute. Object diagram menyediakan suatu ”potret” obyek yang dimiliki oleh sistem bagi developer. Diagram ini tidak
38 digunakan sesering class diagram, tetapi object diagram akan sangat membantu memberikan suatu pengertian yang mendalam tentang suatu struktur sistem kepada developer.
3. Diagram Interaction Diagram interaction memodelkan suatu interaksi, yang terdiri dari sekumpulan obyek-obyek, hubungannya, dan pesan-pesan yang dikirimkan di antara mereka. Diagram-diagram ini memodelkan tingkah laku yang dinamis dari suatu sistem. Ada dua diagram, antara lain : 1. Sequence Diagram Sequence diagram menggambarkan bagaimana obyek-obyek saling berinteraksi satu sama lain melalui pesan-pesan dalam pengeksekusian suatu use case atau operasi. Sequence diagram menggambarkan bagaimana pesan-pesan dikirim dan diterima di antara obyek-obyek dan dalam urutan apa. Lihat gambar 2.9.
39
Interface
System : Initial Window
: Amount Window
: Accept Window
card inserted check pin code
pin code refusal amount approve /dismiss
register withdrawal
card ejected payment
Gambar 2.9 Sequence diagram ( Sumber : Mathiassen et all., p157, 2000 )
2. Collaboration Diagram Collaboration
diagram
mirip
dengan
sequence
diagram,
tetapi
collaboration diagram tidak fokus pada waktu atau urutan pesan. Diagram ini menampilkan interaksi (kolaborasi) di antara obyek-obyek dalam suatu format jaringan.
40 4. Diagram State State diagram juga memodelkan tingkah laku yang dinamis dari suatu sistem. UML memiliki sebuah diagram untuk memodelkan tingkah laku yang rumit dari obyek tertentu (statechart diagram) dan sebuah diagram untuk memodelkan tingkah laku dari suatu use case atau suatu metode : 1. Statechart Diagram Statechart diagram digunakan untuk memodelkan tingkah laku dari suatu obyek tertentu. Statechart diagram mengilustrasikan suatu siklus obyek, yaitu beberapa status yang dapat diasumsikan dan kejadian-kejadian yang menyebabkan obyek bertransisi dari suatu kejadian ke kejadian lainnya.
2. Activity Diagram Activity diagram digunakan untuk menggambarkan tahapan alur kegiatan dari suatu proses bisnis atau use case. Activity diagram juga dapat digunakan untuk memodelkan tindakan-tindakan yang akan ditampilkan ketika suatu operasi sedang dijalankan dan hasil dari tindakan-tindakan tersebut.
5. Diagram Implementation Diagram implementation juga memodelkan struktur dari suatu sistem informasi, yaitu melalui :
41 1.
Component Diagram Component diagram digunakan untuk menggambarkan organisasi dan ketergantungan dari komponen-komponen suatu sistem. Component diagram dapat digunakan untuk menampilkan bagaimana kode pemprograman dibagi menjadi beberapa module (komponen).
2.
Deployment Diagram Deployment diagram menggambarkan arsitektur fisik dalam ”nodes” untuk hardware dan software dalam suatu sistem. Deployement diagram menggambarkan konfigurasi dari komponen-komponen run-time software, processors, dan devices yang membentuk suatu arsitektur sistem.
2.2.10 Topologi Jaringan Menurut Stallings (p375, 2004), di dalam konteks sebuah jaringan komunikasi, topologi diartikan sebagai jalan dimana titik terakhir, atau stasiun dihubungkan dengan jaringan yang terinterkoneksi. 2.2.10.1 Topologi Star Dalam topologi star, stasiun secara langsung berhubungan dengan sebuah central node. Setiap stasiun dihubungkan dengan central node melalui dua buah link point-to-point, satu digunakan untuk transmisi dan satunya lagi untuk penerimaan. Secara umum, terdapat dua alternatif untuk operasi dan central node. Pendekatan yang pertama, adalah menggunakan central node yang beroperasi sebagai broadcast. Sebuah transmisi dari suatu frame dari satu stasiun ke node di transmisikan ulang ke link yang ada. Dalam kasus ini, meski pengaturannya secara
42 fisik berupa star, namun secara logika merupakan bus. Sebuah transmisi dari stasiun manapun akan diterima oleh stasiun manapun, dan hanya satu stasiun setiap kalinya yang akan sukses dalam menerima transmisi tersebut. Dapat dikatakan bahwa elemen pusat berperan sebagai hub. Pendekatan yang lain adalah central node sebagai alat penukar frame. Sebuah frame yang masuk akan diubah menjadi node dan akan ditransmisikan ulang ke stasiun tujuan.
2.2.11 Switching Teknik switching digunakan untuk mentransmisikan data dalam suatu local area (Stallings, p271, 2004). Dalam teknik switching, komunikasi terjadi dengan mentrasmisikan data dari suatu sumber ke tujuan melalui suatu jaringan. Teknik ini akan menghubungkan node-node dalam suatu jaringan komunikasi, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Simple Switching Network (Sumber : Stallings, p272, 2004)