ANALISIS HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN LINGKUNGAN KERJA PRODUKTIF PT X TBK UNIT BISNIS BOGOR
Oleh : NINDYA MAYANGDARANI H24053960
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRAK Nindya Mayangdarani. H24053960. Analisis Hubungan Pola Komunikasi Organisasi dengan Lingkungan Kerja Produktif PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Dibawah bimbingan Erlin Trisyulianti PT X Tbk merupakan perusahaan informasi dan komunikasi (InfoCom) serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap (full service and network provider) yang terbesar di Indonesia. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang demikian cepat membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat dalam hal bidang pelayanan informasi dan komunikasi kepada pelanggan. Kondisi ini menuntut setiap perusahaan harus memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif, tanggapan yang cepat dan fleksibel, agar dapat bersaing dengan perusahaan lain khususnya dengan perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sejenis. Keunggulan kompetitif tersebut dapat diwujudkan melalui penerapan pola komunikasi organisasi dalam menciptakan lingkungan kerja produktif. Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi karyawan tentang pola komunikasi organisasi pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, mengetahui persepsi karyawan tentang lingkungan kerja produktif pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dan menganalisis hubungan pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja produktif pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur, data perusahaan, penelusuran pustaka dan publikasi internet. Pemilihan sampel dilakukan secara convinience. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif untuk data kualitatif, sedangkan data kuantitatif menggunakan teknik analisis Rank Spearman dengan menggunakan bantuan software SPSS 15.0 for Windows. Berdasarkan persepsi responden tentang pola komunikasi organisasi formal yang diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor tergolong dalam kategori baik (4,21) dan pola komunikasi informal berada dalam kategori netral atau raguragu (3,04). Hal ini terlihat dari nilai rataan skor dengan masing-masing rataan skor diurutkan dari yang terbesar ke terkecil, yaitu untuk upward communication (4,37), downward communication (4,30), horizontal communication (4,21) dan diagonal communication (3,99), serta komunikasi informal (3,04). Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan menggunakan korelasi Rank Spearman, dapat diambil kesimpulan bahwa empat pola komunikasi formal memiliki hubungan secara signifikan dengan lingkungan kerja produktif, dengan rincian nilai korelasi sebagai berikut: downward communication (0,531) dan upward communication (0,609). Kedua pola komunikasi organisasi tersebut termasuk dalam moderately high association yang artinya mempunyai hubungan yang positif, kuat dan nyata dengan lingkungan kerja produktif, sehingga semakin kuat hubungan pola komunikasi dari atas ke bawah dan sebaliknya, maka lingkungan kerja yang tercipta semakin produktif. Sedangkan untuk pola komunikasi diagonal communication (0,442) dan horizontal communication (0,415) termasuk kedalam moderately low association yang artinya mempunyai hubungan yang positif, agak lemah dan nyata dengan lingkungan kerja produktif. Sedangkan, nilai korelasi pola komunikasi organisasi informal sebesar 0,112 termasuk dalam no assosiation yang artinya tidak memiliki hubungan secara signifikan dengan lingkungan kerja produktif.
ANALISIS HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN LINGKUNGAN KERJA PRODUKTIF PT X TBK UNIT BISNIS BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh NINDYA MAYANGDARANI H24053960
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN LINGKUNGAN KERJA PRODUKTIF PT X TBK UNIT BISNIS BOGOR SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh : NINDYA MAYANGDARANI H24053960
Menyetujui, Agustus 2009
Erlin Trisyulianti, S.TP, M.Si Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Februari 1988. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Agus Mulyana dan Ani Sukmarani. Penulis mengawali masa pendidikan pada tahun 1993 di Sekolah Dasar Negeri Bonipoi 1 Kupang (NTT) selama 3 tahun dari SD kelas 1 SD sampai 3 SD, lalu melanjutkan studinya di Sekolah Dasar Negeri Papandayan 1 Bogor kelas 4 SD sampai 6 SD. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bogor. Setelah lulus pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 7 Bogor dan masuk dalam program IPA pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Institut Pertanian Bogor (BUD) dan pada tahun 2006 penulis mendapatkan Mayor
Departemen
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, serta mengambil Suporting Course. Selama menyelesaikan jenjang S1 penulis aktif sebagai mahasiswa IPB selama 4 tahun. Penulis juga pernah mengikuti magang pada Bank Tabungan Negara (BTN) Kantor Cabang Bogor selama satu bulan dibagian General Branch Administration (GBA). Pada tahun 2009 penulis melakukan penelitian untuk tugas akhir pendidikan yang berjudul Analisis Hubungan Pola Komunikasi Organisasi dengan Lingkungan Kerja Produktif PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. Wb. Alhamdulillahi Rabbil’alamin, segala puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Hubungan Pola Komunikasi dalam Menciptakan Lingkungan Kerja Produktif dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarsebesarnya kepada: 1. Allah SWT yang telah mengizinkan skripsi ini terselesaikan dengan baik, tanpa-Nya skripsi ini tidak berarti. 2. Ayahanda tersayang, terima kasih telah memilih perempuan terbaik di dunia untuk melahirkan, mendidik dan suporter utama dalam hidup penulis. 3. Ibunda tersayang, Ibu terhebat di dunia yang menjadi inspirasi utama dan tujuan hidup penulis yang dengan setia memberikan suntikan semangat, do’a, masukan dan kasih sayang. Without u i’m nothing. 4. Adik-adikku Sahda ndut dan Ari yang selalu dirindukan kenakalankenakalannya, serta Shifa yang telah menjadi kakak yang baik. 5. Hegar yang selama ini telah memberikan pelajaran-pelajaran yang berarti dan memberi warna-warni dalam kehidupan penulis. 6. Ibu Erlin Trisyulianti, S.TP, M.Si sebagai pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis di tengah kesibukannya. 7. Dra. Siti Rahmawati, M.Pd yang telah bersedia menjadi dosen penguji dalam ujian skripsi. Terima kasih atas saran dan masukan, sehingga penulis dapat memperbaiki karya akhir ini.
iv
8. Deddy Cahyadi Sutarman, S.TP, MM yang telah bersedia menjadi dosen penguji dalam ujian skripsi. Terima kasih atas saran dan masukan, sehingga penulis dapat memperbaiki karya akhir ini. 9. Ibu Bulan Purnamasari selaku manajer HRD di PT X Tbk, atas kesediaannya memberikan masukan yang sangat bermanfaat dan meluangkan waktu untuk skripsi ini. 10. Mbak Hesti, Bu Yupi, Mbak Nining, Bu Arini, Bu Yeni, Bu Hendawati, Bu Rina, Pak Prasad dan seluruh karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor yang telah membantu selama proses penelitian. 11. Bapak Kudrat yang telah membuka jalan dan memberikan tempat penelitian. 12. Bapak Dikky yang telah membantu banyak dalam proses skripsi ini, memberikan masukan yang sangat bagus dalam skripsi ini. 13. Bapak Taufik Makbullah staff AJMP yang telah banyak membantu, mempermudah dan memberi semangat penulis dari awal pindah mayor sampai lulus sarjana. 14. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM IPB. 15. Suwarno Wibiesono yang selama ini memberi banyak masukan, memberi banyak pelajaran yang sangat bermanfaat, Resty Lharansia temanku satu penelitian yang sudah memberi banyak masukan tentang skripsi penulis. Tanpa masukan kalian skripsi ini tidak akan menjadi lebih baik. Thanks 16. Alfa temanku yang sudah mengajari penulis tentang alat analisis. 17. Nadia Fitri yang sudah mengajari banyak hal penulis. Thanks my Teacher. 18. Tias, Dewi, Indri, Sari, Wanti dan Ella yang selama ini bersama-sama menemani penulis di kala suka atau susah. 19. Neila, Aurora, Novi, Veby teman sebimbingan yang selalu bersama-sama penulis. 20. Rekan-rekan Manajemen angkatan 42 yang selalu bersama membuat kenangan indah dan kenangan tidak menyenangkan selama kuliah. 21. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya.
v
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaannya di masa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT. Amin.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .................................................................................
iv
DAFTAR ISI ................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xi
I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................
1 3 4 4 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi ............................................................... 2.2. Pola Komunikasi ......................................................................... 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi ......................... 2.4. Hambatan Komunikasi ................................................................ 2.5. Upaya Mengatasi Hambatan Komunikasi ................................... 2.6. Lingkungan Kerja Produktif ........................................................ 2.7. Penelitian Terdahulu ....................................................................
6 13 23 24 26 27 28
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian ..................................................................... 3.2. Hipotesis ...................................................................................... 3.3. Metode Penelitian ........................................................................ 3.4. Metode Pengambilan Sampel ...................................................... 3.5. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 3.6. Pengujian Kuesioner .................................................................... 3.7. Metode Skala Pengukuran ........................................................... 3.8. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................
31 34 35 36 37 37 39 40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan ..................................................... 4.1.1. Sejarah Perkembangan PT X Tbk ..................................... 4.1.2. Visi dan Misi PT. X Tbk .................................................... 4.1.3. Struktur Organisasi ............................................................ 4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ..................................... 4.2.1. Uji Validitas Kuesioner .....................................................
44 44 45 45 47 47
vii
4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7.
4.2.2. Uji Reliabilitas Kuesioner ................................................. Karakteristik Responden ............................................................... Analisis Persepsi Karyawan tentang Pola Komunikasi Organisasi .................................................................................... Analisis Persepsi Karyawan tentang Lingkungan Kerja Produktif ...................................................................................... Analisis Hubungan Pola Komunikasi Organisasi dengan Lingkungan Kerja Produktif ........................................................ Implikasi Manajerial ....................................................................
47 48 53 67 68 72
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ........................................................................................ 2. Saran ...................................................................................................
74 74
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
76
LAMPIRAN .................................................................................................
78
viii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
Tingkat reliabilitas metode Alpha Cronbach’s ....................................... Nilai skor rataan ..................................................................................... Pola komunikasi organisasi downward communication menurut persepsi responden ................................................................................. 4. Pola komunikasi organisasi upward communication menurut persepsi karyawan .................................................................................. 5. Pola komunikasi organisasi diagonal menurut persepsi karyawan ........ 6. Pola komunikasi organisasi horizontal menurut persepsi karyawan ..... 7. Pola komunikasi organisasi informal menurut persepsi karyawan ........ 8. Lingkungan kerja produktif menurut persepsi karyawan ..................... 9. Hubungan pola komunikasi organisasi formal dengan lingkungan kerja produktif ........................................................................................ 10. Hubungan pola komunikasi organisasi informal dengan lingkungan kerja yang produktif ............................................................................... 1. 2. 3.
ix
39 40 54 57 60 62 64 67 69 72
DAFTAR GAMBAR No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Halaman Proses komunikasi................................................................................... Pola komunikasi dari atas ke bawah ...................................................... Pola komunikasi dai bawah ke atas ........................................................ Pola komunikasi horizontal .................................................................... Pola komunikasi diagonal ...................................................................... Kerangka pemikiran penelitian .............................................................. Karakteristik jenis kelamin responden ................................................... Karakteristik unit kerja responden ......................................................... Karakteristik posisi responden ............................................................... Karakteristik tingkat pendidikan responden .......................................... Karakteristik usia responden .................................................................. Karakteristik masa kerja responden .......................................................
x
11 16 18 20 21 33 48 50 50 51 52 53
DAFTAR LAMPIRAN No. 1. 2. 3. 4. 5.
Halaman Kuesioner penelitian .............................................................................. Hasil uji validitas pernyataan kuesioner dengan bantuan Software Microsoft Excel 2007 ............................................................................. Uji reliabilitas pernyataan kuesioner dengan bantuan Software SPSS 15.0 for windows ........................................................................... Nilai uji korelasi Rank Spearman dengan bantuan software SPSS 15.0 for Windows ........................................................................................... Struktur organisasi PT X Tbk Unit Bisnis Bogor ..................................
xi
79 83 84 85 87
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menentukan tumbuh kembangnya organisasi. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi informasi dan komunikasi yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut. Keunggulan kompetitif perusahaan dapat diperoleh dengan memiliki sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas sesuai dengan bidangnya masing-masing, sehingga perusahaan dapat memberdayakan seluruh sumber daya yang dimiliki secara efektif, efisien dan produktif. Sumber daya manusia merupakan faktor penting perusahaan untuk menjalankan visi, misi dan tujuan organisasi. Dalam perwujudan visi, misi dan tujuan perusahaan, manusia sebagai pelaku utama selalu berhubungan atau berkontak sosial dengan manusia yang lain dalam perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, perusahaan harus mampu mengoptimalkan seluruh SDM yang dimiliki secara efektif. Pengoptimalan SDM dapat dilakukan melalui penerapan pola komunikasi organisasi yang sesuai dengan lingkungan kerja perusahaan. Keinginan untuk berhubungan satu sama lain adalah karena pada hakikatnya naluri manusia itu selalu berkawan atau berkelompok. Dengan adanya naluri tersebut, maka komunikasi merupakan bagian hakiki dari manusia untuk bermasyarakat maupun berorganisasi. Selain itu, karyawan merupakan aset yang paling dominan, juga sebagai pemasok internal yang sangat berperan dalam menghasilkan suatu barang dan jasa yang berkualitas. Peningkatan kinerja karyawan akan berpengaruh langsung terhadap peningkatan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Komunikasi memiliki arti yang sangat penting dalam proses penyampaian pesan. Oleh karena itu, setiap perusahaan harus memiliki pola komunikasi yang baik dan sesuai dengan lingkungan kerja. Hal ini diperlukan agar tidak menimbulkan ketidakharmonisan dalam lingkungan kerja, yang berdampak kepada kegiatan operasional perusahaan. Maka dari itu, diperlukan adanya komunikasi timbal balik (dua arah) antara pimpinan dan
2
karyawan agar tercipta lingkungan kerja yang produktif. Menghadapi perubahan tersebut komunikasi menjadi suatu hal yang mendasar bagi perkembangan dan kemajuan perusahaan. Komunikasi merupakan suatu proses pertukaran informasi antar individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim) baik dengan simbol-simbol, sinyal-sinyal, maupun perilaku atau tindakan. Pengertian komunikasi ini paling tidak melibatkan dua orang atau lebih dengan menggunakan cara-cara berkomunikasi yang biasa dilakukan oleh seseorang seperti melalui lisan, tulisan, maupun sinyal-sinyal non verbal. Seorang pemimpin secara rutin berkomunikasi dengan bawahannya untuk menyampaikan berbagai macam informasi yang berkaitan dengan perusahaan, sehingga seorang pemimpin dituntut untuk dapat berkomunikasi lebih baik kepada bawahannya agar informasi yang disampaikan lebih jelas dan berdampak pada lingkungan kerja yang produktif. Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan kegiatan dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan kegiatan tersebut. Lingkungan kerja yang produktif dan kondusif bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja karyawan. Sebaliknya, lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja karyawan. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai, apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang produktif. PT X Tbk merupakan perusahaan informasi dan komunikasi (InfoCom), serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap (full service and network provider) di Indonesia. Hal itulah yang menyebabkan PT X Tbk sangat menuntut peningkatan profesionalisme berbasis kompetensi. Persaingan yang ketat dalam bidang telekomunikasi
3
menuntut perusahaan untuk terus berinovasi, mengembangkan produknya dan meningkatkan kualitasnya agar dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan kompetitornya. PT X Tbk perlu melakukan penciptaan keunggulan produk dan jasa dibandingkan perusahaan-perusahaan sejenis. Keunggulan produk dan jasa yang diciptakan lewat mutu dan pelayanan menuntut adanya pembinaan terhadap para karyawan untuk bekerja secara produktif. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui hubungan pola komunikasi
organisasi
dengan
lingkungan
kerja
produktif.
Dengan
mengetahui hubungan antara pola komunikasi organisasi terhadap lingkungan kerja produktif diharapan dapat meningkatkan kinerja karyawan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. 1.2. Rumusan Masalah Komunikasi memiliki peran yang sangat menentukan dalam sebuah organisasi, karena dalam penyampaian suatu pesan dibutuhkan komunikasi yang efektif dengan tujuan agar terjadi interaksi antara komunikator dengan komunikan. Selain itu, komunikasi efektif diperlukan dalam menjalankan fungsi-fungsi manajerial. Pola komunikasi organisasi ditentukan oleh seberapa besar organisasi tersebut dapat memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuan visi dan misi yang telah ditetapkan bersama. Pola komunikasi oganisasi memiliki peranan yang penting untuk menciptakan lingkungan kerja produktif. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa apabila pola komunikasi tersebut berjalan dengan efektif dan efisien, maka dapat menciptakan lingkungan kerja produktif. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan kerja yang produktif di PT X Tbk dirasa perlu dilakukan penelitian yang berusaha untuk menjelaskan hubungan pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja produktif, serta bagaimana persepsi karyawan di PT X Tbk tentang pola komunikasi dan lingkungan kerja produktif. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dirumuskan adalah: 1. Bagaimana persepsi karyawan tentang pola komunikasi organisasi pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor?
4
2. Bagaimana persepsi karyawan mengenai lingkungan kerja produktif pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor? 3. Bagaimana hubungan antara pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja produktif di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui persepsi karyawan mengenai pola komunikasi organisasi pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. 2. Mengetahui persepsi karyawan mengenai lingkungan kerja produktif pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. 3. Menganalisis hubungan pola komunikasi organisasi yang ada pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dengan lingkungan kerja yang produktif. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihakpihak yang terkait, seperti: 1. Perusahaan Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan serta memberikan informasi tambahan bagi PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dalam menciptakan lingkungan kerja produktif melalui pola komunikasi organisasi. 2. Umum Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan, serta dapat menjadi bahan literatur untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang ingin mengembangkan
penelitian
mengenai
pola
komunikasi
dalam
menciptakan lingkungan kerja yang produktif. 3. Penulis Diharapkan mampu mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh selama diperkuliahan dan mampu mencari solusi atas permasalahan yang muncul dalam dunia nyata.
5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada kajian persepsi karyawan tentang pola komunikasi organisasi, serta mengetahui persepsi karyawan tentang lingkungan kerja produktif yang ada di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Pola komunikasi dalam penelitian ini lebih difokuskan pada komunikasi formal yang terdiri dari upward communication, downward communication, diagonal communication dan horizontal communication, serta komunikasi informal terdiri dari selentingan dan penyebaran desas-desus. Dimana pola komunikasi organisasi tersebut diterapkan mulai dari level manajer sampai level karyawan. Selain itu, penelitian ini juga mencakup tentang lingkungan kerja produktif. Lingkungan kerja produktif merupakan salah satu faktor pendorong untuk bekerja lebih baik, dimana karyawan dapat termotivasi untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh pimpinan. Kemudian penelitian ini lebih difokuskan pada kajian tentang hubungan pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja produktif di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. PT X Tbk Unit Bisnis Bogor memiliki sembilan unit bisnis, yaitu DVAS (Data & Vas Sales), FPS (Fixed Phone Sales), CC (Customer Care), ANM (Access Network Maintenance), ANO (Access Network Operation), BP (Business Performance), GS (General Support), terakhir KANCATEL (Depok & Cibinong). Namun untuk penelitian ini lebih fokus pada 7 unit bisnis, dimana KANCATEL (Depok & Cibinong) tidak termasuk dalam penelitian ini, karena untuk mengoptimalkan hasil penelitian.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Komunikasi Komunikasi dapat didefinisikan sebagai penyampaian informasi dua orang atau lebih, juga meliputi pertukaran informasi antara manusia dan mesin (Kenneth dan Gary dalam Umar, 2005). Menurut Effendy (2001), istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Dari arti komunikasi berdasarkan bahasa dapat dilihat bahwa suatu tindakan dapat dikatakan komunikatif jika adanya persamaan makna antara dua orang atau lebih yang melakukan aktivitas tersebut. Hovland dalam Effendy (2001), mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan kita. Kita semua berinteraksi dengan sesama dengan cara melakukan komunikasi. Komunikasi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai cara yang kompleks, namun sekarang ini perkembangan teknologi telah merubah cara kita berkomunikasi secara drastis, baik verbal (lisan dan tulisan), maupun komunikasi non verbal. Muhammad (2004) menyatakan bahwa komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku. Jika pengertian komunikasi diterapkan ke dalam organisasi dapat dipahami bahwa komunikasi menyangkut hubungan antara orang dengan orang mengenai kebersamaan dalam hal pengertian. Sebagai hubungan dalam kebersamaan berarti di sini ada pihak yang berinteraksi
yaitu pengiriman informasi
dan penerimaan informasi.
Sedangkan, menurut Pangewa (2004) komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian informasi dari pengirim kepada penerima yang bertujuan agar tercipta suatu kebersamaan mengenai informasi yang disampaikan itu. Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antar individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim) baik dengan simbol-simbol, sinyalsinyal, maupun perilaku atau tindakan (Himstreet dan Baty dalam Purwanto,
7
2003). Pengertian komunikasi ini paling tidak melibatkan dua orang atau lebih dengan menggunakan cara-cara berkomunikasi yang biasa dilakukan oleh seseorang seperti melalui lisan, tulisan, maupun sinyal-sinyal non verbal (Purwanto, 2003). Komunikasi harus digunakan dalam setiap penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. 2.1.1. Fungsi-fungsi Komunikasi Menurut Sanjaja, dkk (2007), ada empat fungsi komunikasi dalam organisasi yaitu: 1.
Fungsi Informatif Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (infomation processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
2.
Fungsi Regulatif Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Dalam organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini. Pertama, atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Kedua, berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan.
3.
Fungsi Persuasif Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempengaruhi bawahannya daripada memberi perintah.
4.
Fungsi Integratif Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.
8
Menurut William I Gorden dalam Mulyana (2000), fungsi komunikasi, yaitu: 1.
Fungsi Sosial Fungsi
komunikasi
sebagai
komunikasi
sosial
setidaknya
mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan antara lain melalui komunikasi yang menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain. Dengan adanya komunikasi, maka akan menjadikan manusia sebagai pengikat waktu (time-binder), yaitu kemampuan manusia dalam mewariskan pengetahuan dari generasi ke generasi dan dari budaya ke budaya. 2.
Fungsi Ekspresif Komunikasi ekspresif dapat dilakukan sendirian maupun dalam kelompok. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan untuk mempengaruhi orang lain. Namun, dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi). Perasaan-perasaan tersebut
terutama
dikomunikasikan melalui pesan-pesan non verbal, seperti perasaan sayang, perasaan perduli, simpati, takut, prihatin dan lain-lain. 3.
Fungsi Ritual Komunikasi ritual merupakan sebuah fungsi komunikasi yang digunakan untuk pemenuhan jati diri manusia sebagai individu, sebagai anggota komunitas sosial dan sebagai salah satu unsur dari alam semesta. Individu yang melakukan komunikasi ritual berarti menegaskan komitmennya kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, ideologi, atau agamanya. Beberapa bentuk komunikasi ritual antara lain, upacara pernikahan, siraman, berdoa (sholat, misa, membaca kitab suci), upacara bendera, momen olah raga dan lain-lain.
4.
Fungsi Instrumental Komunikasi yang berfungsi sebagai komunikasi instrumental adalah komunikasi yang berfungsi untuk memberitahukan atau
9
menerangkan (to inform) dan mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta dan informasi yang disampaikan adalah akurat dan layak untuk diketahui. Dengan demikian fungsi komunikasi instrumental
bertujuan
untuk
menerangkan,
mengajar,
menginformasikan, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan dan juga untuk menghibur. Menurut Conrad dalam Tubs dan Moss (1996), ada tiga fungsi komunikasi dalam organisasi, yaitu: 1. Fungsi Perintah Komunikasi memperbolehkan anggota organisasi membicarakan, menerima, menafsirkan dan bertindak atas suatu perintah. Tujuannya adalah berhasil mempengaruhi anggota lain dalam organisasi. Hasil fungsi perintah adalah koordinasi diantara sejumlah anggota yang saling bergantung dalam organisasi tersebut. 2. Fungsi Relasional Komunikasi memperbolehkan anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan
hubungan
personal
dalam
anggota
lain.
Hubungan dalam pekerjaan mempengaruhi kinerja pekerjaan dalam berbagai cara misalnya kepuasan kerja. 3. Fungsi Manajemen Ambigu Komunikasi adalah alat untuk mengatasi dan mengurangi ketidakjelasan (ambiguity) yang melekat dalam organisasi. Anggota organisasi berbicara dengan anggota lainnya untuk membangun lingkungan dan memahami situasi baru, yang membutuhkan perolehan informasi bersama. Menurut Hasibuan (2007), fungsi-fungsi komunikasi adalah untuk instructive, informative, influencing dan evalutive. Sedangkan, simbol-simbol komunikasi adalah suara, tulisan, gambar, warna, mimik, kedipan mata dan lain-lain. Dengan simbol-simbol inilah komunikator
10
menyampaikan pesan kepada komunikan. Komunikasi dikatakan efektif jika informasi disampaikan dalam waktu singkat, jelas atau dipahami, dipersepsi atau ditafsirkan dan dilaksanakan sama dengan maksud komunikator oleh komunikan. 2.1.2. Peran Komunikasi Menurut Mintzberg dalam Stoner, dkk (1996) mendefinisikan mengenai peran komunikasi dalam tiga peran manajerial, yaitu: 1. Dalam peran antar pribadi, manajer bertindak sebagai tokoh dan pemimpin dari unit organisasinya, berinteraksi dengan karyawan, pelanggan, pemasok dan rekan sejawat dalam organisasi. 2. Dalam peran informal, manajer mencari informasi dari rekan sejawat, karyawan dan kontrak pribadi yang lain mengenai segala sesuatu yang mungkin mempengaruhi pekerjaan dan tanggung jawabnya. 3. Dalam peran pengambilan keputusan, manajer mengimplementasikan proyek baru, menangani gangguan dan mengalokasikan sumber daya kepada anggota unit dan departemen. Berdasarkan peran komunikasi menurut Mitzberg dalam Stoner, dkk (1996) dapat disimpulkan bahwa komunikasi memiliki arti penting, terutama dalam peran antar pribadi, informal dan pengambilan keputusan. Dimana, komunikasi digunakan sebagai alat dalam penyampaian maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Dengan demikian, komunikasi merupakan
suatu
hal
penting
yang
dapat
digunakan
untuk
menyampaikan suatu pesan kepada orang lain. 2.1.3. Proses Komunikasi Komunikasi tidak berlangsung dengan sendirinya tetapi memiliki proses. Menurut Bovee dan John Thil dalam Purwanto (2003) proses komunikasi terdiri atas enam tahap, seperti terlihat pada Gambar 1 dibawah ini:
11
Tahap 1 Pengirim mempunyai gagasan
SALURAN
Tahap 6 Penerima mengirim ide pesan
Tahap 2 Pengirim mengubah ide menjadi pesan
Tahap 5 Penerima menafsirkan pesan
Tahap 3 Pengirim mengirim pesan
Tahap 4 Penerima menerima pesan
MEDIA
Gambar 1. Proses Komunikasi (Purwanto, 2003) Adapun penjelasan proses komunikasi menurut Bovee dan John Thil dalam Purwanto (2003), adalah sebagai berikut: Tahap Pertama: Pengirim Mempunyai Suatu Ide atau Gagasan. Sebelum proses penyampaian pesan dapat dilakukan, maka pengirim pesan harus menyiapkan ide atau gagasan apa yang ingin disampaikan kepada pihak lain atau audiens. Ide dapat diperoleh dari berbagai sumber yang terbentang luas dihadapan kita. Dunia ini penuh dengan berbagai macam informasi, baik yang dapat dilihat, didengar, dicium maupun diraba. Tahap Kedua: Pengirim Mengubah Ide Menjadi Suatu Pesan. Dalam suatu proses komunikasi, tidak semua ide dapat diterima atau dimengerti dengan sempurna. Ide yang berbentuk abstrak harus diubah kedalam bentuk pesan. Tahap Ketiga: Pengirim Menyampaikan Pesan. Setelah mengubah ide-ide ke dalam suatu pesan, tahap berikutnya adalah memindahkan atau menyampaikan pesan melalui berbagai saluran yang ada kepada si penerima pesan. Rantai saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan terkadang relatif pendek, namun ada juga yang cukup panjang. Panjang-
12
pendeknya rantai saluran komunikasi yang digunakan akan berpengaruh terhadap efektivitas penyampaian pesan. Tahap keempat: Penerima Menerima Pesan. Komunikasi antara seseorang dengan orang lain akan terjadi, bila pengirim mengirimkan suatu pesan dan penerima menerima pesan tersebut. Pesan yang diterima adakalanya sempurna, namun tidak jarang hanya sebagian kecil saja. Tahap kelima: Penerima Menafsirkan Pesan. Setelah penerima menerima suatu pesan, tahap berikutnya adalah bagaimana ia dapat menafsirkan pesan. Penafsiran suatu pesan secara benar bila penerima pesan memahami pesan sebagaimana yang dimaksud oleh pengirim pesan. Tahap keenam: Penerima Memberi Tanggapan dan Mengirim Umpan Balik Ke Pengirim. Umpan balik (feedback) adalah penghubung akhir dalam suatu mata rantai komunikasi. Feedback dapat berfungsi sebagai koreksi bagi pengirim. Pelaksanaan proses komunikasi tidak selamanya semudah yang diharapkan, dimana terdapat gangguan (noise) dalam proses komunikasi yang akhirnya akan mempengaruhi jalannya proses penyampaian pesan. Gangguan merupakan faktor apapun yang menggangu, membingungkan atau mencampuri informasi. Gangguan dapat timbul dalam saluran komunikasi atau metode pengiriman, seperti udara untuk pembicaraan lisan dan kertas untuk surat. Gangguan dapat terjadi internal seperti ketika penerima tidak memperhatikan, atau eksternal dimana pesan terganggu oleh suara lain dari lingkungan. Gangguan dapat terjadi pada tahap mana pun dari proses komunikasi. Gangguan dapat sangat mengganggu dalam tahap penyandian dan pengertian (Stoner, dkk, 1996). Proses komunikasi dikatakan positif bila pesan diterima oleh penerima atau komunikan, sedangkan proses negatif bila pesan yang disampaikan ditolak oleh komunikan (Robbins, 2003).
13
2.1.4. Prinsip-prinsip Komunikasi Menurut Nawangsari (1997) prinsip-prinsip komunikasi adalah sebagai berikut: 1. Prinsip Hilang dalam Perjalanan (Principle of line loss) Prinsip ini mengatakan bahwa efektifitas suatu komunikasi condong berubah menurut jaraknya. Artinya makin banyak orang campur tangan dan semakin jauh jarak komunikator maka makin besar kemungkinannya bahwa maksud dan pesan komunikan ini diputar balikkan, ditunda atau dihilangkan. 2. Prinsip Himbauan Emosional (Principle of emotional appeal) Himbauan emosi lebih cepat dikomunikan daripada himbauan pada akal pikiran. Maksudnya gagasan atau ide akan lebih cepat didengar dan dimengerti kalau dihubungkan dengan kepentingan komunikan. 3. Prinsip Aplikasi (Principle of application) Makin banyak suatu cara komunikasi dipraktekkan, maka makin banyak dimengerti. Manusia bersifat lupa, sehingga pesan atau informasi harus diulang-ulang. Dalam komunikasi terjadi proses penyesuaian diri manusia dengan situasinya, sebagaimana juga usaha
untuk
menguasai
keadaan
karena
itulah
manusia
berkomunikasi. 2.2. Pola Komunikasi Meskipun semua organisasi harus melakukan komunikasi dengan berbagai pihak dalam mencapai tujuannya, namun perlu diketahui bahwa pendekatan yang dipakai antara satu organisasi dengan organisasi yang lain dapat bervariasi atau berbeda-beda. Bagi perusahaan yang berskala kecil yang hanya memiliki beberapa karyawan, maka penyampaian informasi dapat dilakukan secara langsung kepada para karyawannya tersebut. Namun, lain halnya dengan perusahaan besar yang memiliki ratusan bahkan ribuan karyawan, maka penyampaian informasi kepada mereka merupakan suatu pekerjaan yang cukup rumit (Purwanto, 2003).
14
Menurut Stoner, dkk (1996), pola komunikasi terbagi atas tiga yaitu komunikasi
vertikal,
komunikasi
lateral
dan
komunikasi
informal.
Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan komunikasi dari bawah ke atas dalam rantai komando organisasi. Maksud utama komunikasi dari atas ke bawah adalah untuk memberitahukan, mengarahkan, memerintah dan menilai bawahan serta untuk memberi anggota organisasi informasi mengenai tujuan dan kebijakan organisasi. Sedangkan, fungsi utama komunikasi dari bawah ke atas adalah untuk memberikan informasi kepada tingkat-tingkat yang lebih tinggi mengenai apa yang terjadi pada tingkat yang lebih rendah. Jenis komunikasi ini meliputi laporan kemajuan, saran, penjelasan, permohonan bantuan atau keputusan. Komunikasi lateral biasanya mengikuti pola arus kerja dalam sebuah organisasi yang terjadi para anggota kelompok antara satu kelompok dengan kelompok lain, antara para anggota bagian yang berbeda-beda dan antara lini dan staf. Tujuan utama komunikasi lateral adalah menyediakan sebuah saluran langsung untuk koordinasi dan pemecahan masalah organisasi. Jenis komunikasi informal, yaitu seperti desas-desus ataupun selentingan. Selentingan mempunyai beberapa fungsi yang berkaitan dengan kerja. Meskipun selentingan sulit dikendalikan secara tepat, namun dapat beroperasi jauh lebih cepat daripada saluran komunikasi formal. Secara umum pola komunikasi dapat dikelompokkan menjadi dua saluran menurut Purwanto (2003), antara lain: (1) saluran komunikasi formal dan (2) saluran komunikasi informal. 1. Saluran Komunikasi Formal Struktur organisasi garis, fungsional, maupun matriks, akan terlihat berbagai macam posisi atau kedudukan masing-masing sesuai dengan batas tanggung jawab dan wewenangnya. Dalam kaitannya proses penyampaian informasi dari pimpinan kepada bawahan ataupun dari manajer ke karyawan, maka pola transformasi informasinya dapat berbentuk komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi horizontal dan komunikasi diagonal.
15
Menurut Montana dan Greene dalam Purwanto (2003), ada beberapa keterbatasan komunikasi formal diantaranya: a. Komunikasi dari Atas ke Bawah (Downward Communications) Secara sederhana, transformasi informasi dari pimpinan dalam semua level ke bawahan merupakan komunikasi dari atas ke bawah
(top-down
atau
downward
communications).
Aliran
komunikasi dari atasan ke bawahan tersebut, umumnya terkait dengan tanggung jawab dan kewenangannya dalam suatu organisasi. Seorang manajer yang menggunakan jalur komunikasi dari atas ke bawah memiliki tujuan untuk mengarahkan, mengkoordinasikan, memotivasi, memimpin dan mengendalikan berbagai kegiatan yang ada di level bawah (Purwanto, 2003). Berdasarkan Gambar 2, komunikasi dari atas ke bawah tersebut dapat berbentuk lisan maupun tulisan. Komunikasi secara lisan dapat berupa percakapan biasa, wawancara formal antara supervisor dengan karyawan, atau dapat juga dalam bentuk pertemuan kelompok. Disamping itu, komunikasi dari atas ke bawah dapat berbentuk tulisan, seperti memo, manual pelatihan, kotak informasi, surat kabar, majalah, papan pengumuman, buku petunjuk karyawan, maupun bulletin. Menurut Katz dan Kahn dalam Purwanto (2003), komunikasi dari atas kebawah mempunyai lima tujuan pokok, yaitu: 1) Untuk memberikan pengarahan atau intruksi kerja tertentu. 2) Untuk memberikan informasi, mengapa suatu pekerjaan harus dilaksanakan. 3) Untuk memberikan informasi tentang prosedur dan praktik organisasional. 4) Untuk memberikan umpan balik pelaksanaan kerja kepada para karyawan. 5) Untuk menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dalam membantu organisasi menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai.
16
Manajer Umum
Manajer Produksi
Manajer Pemasaran
Bagian Penjualan
Bagian Promosi
Bagian Pabrik
Bagian Penelitian
Karyawan
Gambar 2. Pola komunikasi dari Atas ke Bawah (Purwanto, 2003) Menurut Dennis dalam Mulyana (2000), komunikasi ke bawah ialah diprakarsai oleh manajemen organisasi tingkat atas dan kemudian ke bawah melewati ”rantai perintah”. Ada beberapa saluran komunikasi ke bawah, yaitu: 1) Memo interorganisasi 2) Rapat 3) Tatap muka dengan bawahan 4) Faks 5) Surat eletronik Adapun Dahle dalam Mulyana (2000) mengemukakan bahwa urutan saluran menurut tingkat keefektifannya yaitu: 1) Kombinasi lisan dan tulisan 2) Lisan 3) Tulisan 4) Papan pengumuman 5) Selentingan Dengan kata lain, untuk menyampaikan informasi kepada para pegawai dengan tepat, kombinasi saluran tulisan dan lisan memberi hasil terbaik. Mengirimkan pesan yang sama melalui lebih
17
dari satu saluran terasa berlebihan. Hal ini dapat membantu, tidak hanya menyampaikan pesan, tetapi juga dalam memastikan bahwa pesan tersebut akan diingat (Mulyana, 2000). b. Komunikasi dari Bawah ke Atas (Upward Communications) Struktur organisasi, komunikasi dari bawah ke atas (bottomup atau upward communications) berarti alur informasi berasal dari bawahan menuju ke atasan. Informasi mula-mula berasal dari para karyawan selanjutnya disampaikan ke bagian pabrik, ke manajer produksi dan akhirnya ke manajer umum. Untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam suatu organisasi dan mengambil keputusan
secara
tepat.
Partisipasi
bawahan
dalam
proses
pengambilan keputusan akan sangat membantu dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk mencapai keberhasilan komunikasi dari bawah ke atas, para manajer harus benar-benar memiliki rasa percaya kepada bawahannya. Jika tidak, informasi sebagus apa pun dari bawahan tidak akan bermanfaat baginya. Berikut ini adalah sebuah bagan organisasi yang menggambarkan alur komunikasi dari bawah ke atas. Komunikasi dari bawah ke atas dapat dilihat pada Gambar 3 (Purwanto, 2003). Komunikasi ke atas adalah proses penyampaian gagasan, perasaan dan pandangan pegawai tingkat bawah kepada atasannya dalam organisasi. Dalam komunikasi ke atas, ada empat fungsi penting (Scholz dalam Mulyana, 2000), yaitu: 1) Melengkapi manajemen dengan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan. 2) Membantu mengurangi tekanan dan frustasi pegawai akibat suasana kerja. 3) Meningkatkan kesadaran partisipasi pegawai dalam perusahaan. 4) Sebagai bonus, komunikasi ke atas menyarankan penggunaan komunikasi ke bawah yang lebih memuaskan pada masa depan
18
Manajer Umum
Manajer Produksi
Manajer Pemasaran
Bagian Penjualan
Bagian Promosi
Bagian Pabrik
Bagian Penelitian
Karyawan Gambar 3. Pola Komunikasi dari Bawah ke Atas (Purwanto, 2003)
Gambar 3. Pola Komunikasi dari bawah ke atas (Purwanto, 2003) Walaupun jelas penting, komunikasi ke atas tidak selalu dianjurkan oleh manajemen. Mungkin salah satu alasannya adalah karena suara yang didengar atasan dari bawahannya tidak selalu menyenangkan atau menyanjung atasan. Menurut Mulyana (2000), faktor-faktor penting dalam perusahaan, antara lain: 1) Reseptivitas ke atas atau kesediaan menerima pesan dari bawahan
yang
tinggi.
Reseptivitas
ke
atas
terutama
diasosiasikan dengan kebijakasanaan pintu terbuka dalam bisnis. 2) Inisiatif dari pihak pegawai tampaknya salah satu cara terbaik untuk membuka pintu komunikasi dalam organisasi. 3) Memberikan informasi pribadi/meminta nasihat. Menurut Gemmil dalam Mulyana (2000), ada tiga hambatan psikologis utama yang mempengaruhi komunikasi ke atas: 1) Jika bawahan percaya bahwa penyingkapan perasaan, opini, atau kesukaran
akan
mengakibatkan
atasan
menutup
atau
menghindarkan pencapaian tujuan pribadinya, bawahan akan menyembunyikan atau membelokannya.
19
2) Semakin sering atasan memberi ganjaran atas pengungkapan perasaan, opini dan kesulitan oleh bawahan, semakin besar keinginan bawahan mengungkapkannya. 3) Semakin sering atasan mau mengungkapkan perasaan, opini dan kesukaran kepada bawahannya dan atasannya, semakin besar pula kemungkinan keterbukaan dari pihak bawahan. Selain itu, Gordon dan Infante dalam Mulyana (2000), mengemukakan bahwa pegawai sangat menghargai kebebasan mengemukakan pendapatnya kepada atasan. c. Komunikasi Horizontal (Sideways Communications) Komunikasi horizontal adalah komunikasi yang terjadi antara bagian-bagian yang memiliki posisi sejajar/sederajat dalam suatu organisasi. Tujuan komunikasi horizontal antara lain untuk melakukan persuasif, mempengaruhi dan memberikan informasi kepada bagian atau departemen yang memiliki kedudukan sejajar. Komunikasi horizontal bersifat koordinatif diantara mereka yang memiliki posisi sederajat, baik di dalam satu departemen maupun di antara beberapa departemen. Komunikasi horizontal dapat dilihat pada Gambar 4 (Purwanto, 2003). Komunikasi horizontal yang efektif dalam organisasi yaitu pertukaran diantara perwakilan dan personil pada tingkat yang sama dalam diagram organisasi (Mulyana, 2000). Komunikasi horizontal dalam organisasi sering tidak sehat karena loyalitas karyawan kepada departemen tertentu. Menurut Goldhaber dalam Mulyana (2000), meringkas literatur mengenai komunikasi horizontal dalam suatu organisasi: 1) Koordinasi tugas 2) Penyelesaian masalah 3) Berbagi informasi 4) Penyelesaian konflik
20
Manajer Umum
Manajer Produksi
Manajer Pemasaran
Bagian Penjualan
Bagian Pabrik
Bagian Promosi
Bagian Penelitian
Karyawan
Gambar 4. Pola Komunikasi Horizontal (Purwanto, 2003) Komunikasi horizontal dapat membantu fungsi organisasi lebih efektif dan bahkan diperlukan untuk menghindari beberapa hambatan. Adapun beberapa langkah untuk mengurangi hambatan terhadap komunikasi horizontal. Menurut Schein dalam Mulyana (2000) menjelaskan empat prosedur untuk mengurangi hambatan tersebut, yang telah dibuktikan berhasil dalam beberapa kasus: 1) Berikan penekanan relatif lebih besar kepada keefektifan organisasional total dan kepada peranan departemen dalam kontribusinya kepada hal ini, departemen dinilai dan diberi ganjaran
berdasarkan
kontribusi
mereka
kepada
usaha
keseluruhan bukan berdasarkan keefektifan individual. 2) Interaksi tinggi dan seringnya komunikasi antar divisi dirangsang untuk bekerja mengatasi dan membantu masalah koordinasi antar divisi. 3) Sering dilakukan perputaran kayawan diantara divisi, untuk merangsang tingkat pemahaman bersama tinggi dan empati terhadap masalah pihak lain.
21
4) Hindari
situasi
mengkompetisikan
menang-kalah, kelompok
untuk
jangan
sekali-kali
suatu
penghargaan
organisasional. d. Komunikasi Diagonal Bentuk komunikasi yang satu ini memang agak lain dari beberapa bentuk komunikasi sebelumnya. Komunikasi diagonal melibatkan komunikasi antara dua tingkat (level) organisasi yang berbeda. Contohnya adalah komunikasi formal antara manajer pemasaran dengan bagian promosi, antara manajer produksi dengan bagian akuntansi dan seterusnya. Komunikasi diagonal dapat dilihat pada Gambar 5 (Purwanto, 2003). Bentuk komunikasi diagonal memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah: 1) Penyebaran informasi bisa menjadi lebih cepat ketimbang bentuk komunikasi tradisional. 2) Memungkinkan individu dari berbagai bagian atau departemen ikut membantu menyelesaikan masalah dalam organisasi. Manajer Umum
s
Bagian Penjualan
Manajer Produksi
Manajer Pemasaran
Bagian Promosi
Bagian Pabrik
Bagian Penelitian
Karyawan
Gambar 5. Pola Komunikasi Diagonal (Purwanto, 2003) Di samping memiliki kebaikan atau keuntungan, komunikasi diagonal ini juga memiliki kelemahan. Salah satu kelemahan
22
komunikasi diagonal adalah bahwa komunikasi diagonal dapat mengganggu jalur komunikasi yang rutin dan telah berjalan normal. Di samping itu, komunikasi diagonal dalam suatu organisasi besar sulit untuk dikendalikan secara efektif. 2. Saluran Komunikasi Informal Bagan organisasi formal akan dapat menggambarkan bagaimana informasi yang ada ditransformasikan dari satu bagian ke bagian yang lainnya sesuai dengan jalur hierarki yang ada. Namun dalam praktik, nampaknya garis-garis dan kotak-kotak yang tergambar dalam struktur organisasi tidak mampu mencegah orang-orang dalam suatu organisasi untuk saling bertukar informasi antara yang satu dengan yang lainnya. Jaringan komunikasi informal, orang-orang yang ada dalam suatu organisasi
tanpa
memperdulikan
jenjang
hierarki,
pangkat
dan
kedudukan atau jabatan, dapat berkomunikasi secara luas. Meskipun halhal yang diperbincangkan bersifat umum, kadangkala mereka juga bicara hal-hal yang berkaitan dengan situasi kerja dalam organisasinya (Purwanto, 2003). Saluran informasi informal dalam organisasi sering disebut desasdesus atau rumor dan selentingan atau grapevine. Desas-desus mengurangi ketegangan emosional dan biasanya timbul di lingkungan yang ambigu (Mulyana, 2000). Ada beberapa faktor dalam komunikasi informal, yaitu: a. Desas-desus Desas-desus merupakan sebuah fungsi ambiguitas situasi yang diperkuat oleh pentingnya sebuah isu. Penyebaran desas-desus diperlambat oleh kesadaran kritis seseorang bahwa desas-desus tampaknya tidak sah. b.
Selentingan Selentingan merupakan suatu penyebaran isu melalui metode berkomunikasi tercepat dalam suatu organisasi.
23
Menurut William King (http://www.ezinearticles.com), pola komunikasi organisasi dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, sebagai berikut: a. Komunikasi ke atas (Upward communication) Komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi dari rekan ke tingkat manajerial dan telah resmi nada disertakan di dalamnya. Bisa jadi merupakan umpan balik dari karyawan kepada manajer tentang beberapa laporan atau tugas tertentu. b. Komunikasi bawah (Downward communication) Komunikasi yang berlangsung dari eselon atas yang dari manajer terhadap para karyawannya dan bisa dalam bentuk beberapa pesanan dan instruksi yang diperlukan untuk diikuti. c. Dydic Komunikasi (Dydic Communication) Lebih ramah dan informal komunikasi yang terjadi antara sesama organisasi yang sama. Yang diperlukan sebagai tempat bertukar pikiran antara satu sama lain sebagai bawahan dari organisasi. Menurut Mintzberg dalam Tambunan (2005), pola komunikasi diartikan sebagai struktur organisasi, dimana struktur organisasi dibagi menjadi dua, yaitu (1) struktur organisasi formal dan (2) struktur organisasi informal. Struktur organisasi formal ialah sebagai alat mekanik untuk mengurangi variabilitas perilaku anggota organisasi yang cenderung informal. Sedangkan, struktur organisasi informal ialah sama sekali tidak terdokumentasi. 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Menurut Mangkunegara (2002) ada dua tinjauan faktor yang mempengaruhi komunikasi, yaitu faktor yang berasal dari pihak komunikator (sender) dan dari pihak komunikan (receiver). Adapun faktor-faktor yang berasal dari sender maupun receiver, anatara lain: 1. Keterampilan sender dan receiver. Sender sebagai pengirim informasi, ide, berita dan pesan perlu menguasai cara-cara penyampaian pikiran secara tertulis maupun lisan. Sedangkan,
24
receiver harus memiliki keterampilan dalam mendengar dan membaca pesan agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti. 2. Sikap sender dan receiver. Sender yang bersikap ragu-ragu dan angkuh terhadap receiver dapat mengakibatkan informasi atau pesan yang diberikan menjadi ditolak dan membuat receiver menjadi tidak percaya terhadap informasi atau pesan yang disampaikan. Sama halnya juga dengan receiver, jika receiver bersikap meremehkan dan berprasangka buruk terhadap sender, maka komunikasi menjadi tidak efektif dan pesan menjadi tidak berarti bagi receiver. 3. Pengetahuan sender dan receiver. Sender yang mempunyai pengetahuan luas dan menguasai materi yang disampaikan akan dapat meninformasikannya kepada receiver sejelas mungkin, sehingga receiver lebih mudah mengerti pesan yang disampaikan oleh sender. Kemudian receiver yang memiliki pengetahuan yang luas akan lebih mudah dalam menginterpretasikan ide atau pesan yang diterimanya dari sender. 4. Media yang digunakan oleh sender dan receiver. Sender perlu menggunakan media komunikasi yang sesuai dan menarik perhatian receiver. Sedangkan, receiver yang menggunakan media komunikasi berupa alat indera yang ada pada receiver sangat menentukan apakah pesan dapat diterima atau tidak untuknya. Jika alat indera receiver terganggu, maka pesan yang diberikan oleh sender menjadi kurang jelas bagi receiver. 2.4. Hambatan Komunikasi Komunikasi tidak dapat efektif secara sempurna karena ada hambatanhambatannya, yaitu hambatan sistematis, teknis, biologis, fisiologis dan kecakapan. Komunikasi akan efektif apabila disampaikan dengan komunikasi dua arah atau two way trafic (Hasibuan, 2007). Sedangkan, menurut Robbins (2003)
beberapa
hambatan
dalam
komunikasi
efektif,
diantaranya
penyaringan (filtering), persepsi selektif, kelebihan informasi, defensif dan bahasa.
25
Pendapat lainnya berasal dari Davis dalam Mangkunegara (2002) yang menyebutkan bahwa ada tiga rintangan atau hambatan dalam berkomunikasi, antara lain: 1. Rintangan pribadi Rintangan pribadi yang dimaksud adanya hambatan pribadi yang disebabkan karena emosi, alat indera yang terganggu, kebiasaankebiasaan yang berlaku pada norma atau nilai budaya tertentu. 2. Rintangan fisik Rintangan fisik yang dimaksud adalah terlalu jauh jarak tempat berkomunikasi antara sender dan receiver. Dalam hal ini, diperlukan media komunikasi seperti telepon, alat pengeras suara dan alat komunikasi lainnya. 3. Rintangan bahasa Rintangan
bahasa
yang
dimaksud
adalah
kesalahan
dalam
menginterpretasikan istilah kata. Adapun hambatan komunikasi menurut Sule dan Saefulloh (2006) dibagi menjadi dua, yaitu (1) hambatan individual dan (2) hambatan organisasi. 1. Hambatan Individual Kesalahpahaman
dalam
memahami
pesan,
kredibilitas
individu,
keterbatasan dalam berkomunikasi, kemampuan mendengarkan yang rendah dan penilaian awal terhadap subjek tertentu. 2. Hambatan Organisasi Perbedaan tingkat manajemen, persepsi yang berbeda antar bagian, kelebihan beban kerja dan hambatan-hambatan lain. Hambatan komunikasi itu berbeda-beda, namun masalah terbesar adalah pada mata rantai terakhir dimana suatu pesan ditafsirkan oleh penerima pesan. Perbedaan latar belakang, perbendaharaan bahasa dan pernyataan emosional dapat menimbulkan munculnya kesalahpahaman antara pengirim dan penerima pesan. Hambatan komunikasi yang pertama yaitu perbedaan latar belakang, bila pengalaman hidup penerima pesan secara mendasar berbeda dengan
26
pengirim pesan, maka komunikasi menjadi semakin sulit. Perbedaan usia, pendidikan, jenis kelamin, status sosial, kondisi ekonomi, latar belakang budaya dan agama dapat menjadikan pemahaman masing-masing menjadi sulit atau paling tidak terganggu proses komunikasinya. Masalah dalam memahami pesan-pesan sebenarnya terletak pada bahasa, yang menggunakan kata-kata sebagai simbol untuk menggambarkan suatu kenyataan. Serta hambatan terakhir yaitu pada perbedaan reaksi emosional, suatu hal yang cukup menarik bahwa seorang mungkin beraksi secara berbeda terhadap kata yang sama pada keadaan yang berbeda. Suatu pesan yang jelas dan dapat diterima di suatu kondisi, namun dalam situasi yang berbeda suatu kata dapat membingungkan. Hal ini tergantung pada hubungan emosional atau penerima dan pengirim pesan. 2.5. Upaya Mengatasi Hambatan Komunikasi Menurut Sule dan Saefulloh (2006), adapun upaya dalam mengatasi hambatan komunikasi terbagi atas dua bagian, yaitu: 1. Upaya Bersifat Individual Peningkatan kemampuan mendengarkan, dorongan untuk berkomunikasi dua arah, peningkatan kesadaran dan kemampuan dalam memahami pesan dan informasi, pemeliharaan kredibilitas individu dan peningkatan pemahaman terhadap orang lain. 2. Upaya Bersifat Organisasional Tindak lanjut dari setiap komunikasi yang dilakukan, pengaturan pola komunikasi
yang semestinya dilakukan dalam organisasi, serta
peningkatan
kesadaran
dan
penggunaan
berbagai
media
dalam
berkomunikasi. Mengatasi hambatan komunikasi perlu diperhatikan dalam membuat suatu pesan secara lebih berhati-hati, yaitu memperhatikan maksud dan tujuan berkomunikasi dan audiens yang dituju. Katakan apa yang dikehendaki oleh audiens, gunakan bahasa yang jelas, sederhana, mudah dipahami, tidak bertele-tele dan jangan lupa tekankan, serta telaah ulang poin-poin yang penting. Selain itu, mengatasi hambatan komunikasi dengan minimalkan gangguan dalam proses komunikasi, melalui pemilihan saluran komunikasi
27
yang hati-hati, komunikator dapat membuat audiensnya lebih mudah memusatkan perhatian pada pesan yang disampaikan. Penyampaian pesan dengan cara lisan (oral) akan efektif bila lokasi atau penyampaian pesan memiliki kondisi yang teratur, rapi, serta nyaman dan sebagainya. Terakhir dengan mempermudah upaya umpan balik antara si pengirim dan si penerima pesan, agar pemberian umpan balik tersebut memberikan suatu manfaat yang cukup berarti, cara dan penyampaiannya harus direncanakan dengan baik (Umar, 2005). Dengan komunikasi yang baik akan dapat diselesaikan problemproblem yang terjadi dalam perusahaan. Konflik yang terjadi dapat diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat. Jadi, manajemen terbuka akan mendukung terciptanya komunikasi efektif dalam menciptakan lingkungan kerja yang produktif. 2.6. Lingkungan Kerja Produktif Lingkungan kerja dalam suatu organisasi adalah salah satu faktor pendorong untuk bekerja lebih baik, dimana karyawan dapat bergairah untuk mengerjakan tugas yang diberikan pimpinan. Hal ini dapat dilihat melalui pembinaan suatu suasana yang menyenangkan, misalnya bagaimana hubungan antar karyawan didalam organisasi (Sunarto, 2003). Menurut Sinungan (2003), kerja produktif memerlukan keterampilan kerja yang sesuai dengan isi kerja sehingga bisa memperbaiki cara kerja atau minimal mempertahankan cara kerja produktif. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja produktif menurut Sinungan (2003), yaitu: 1. Kemauan yang tinggi. 2. Kemampuan kerja yang sesuai dengan isi kerja. 3. Lingkungan kerja yang nyaman. 4. Penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. 5. Jaminan sosial yang memadai. 6. Kondisi kerja yang manusiawi. 7. Hubungan kerja yang harmonis.
28
Hubungan kerja yang harmonis merupakan salah satu faktor untuk membuat orang bisa menjadi kerja produktif. Lingkungan kerja menunjuk pada hal-hal yang berada di sekeliling dan melingkupi kerja karyawan di kantor. Kondisi lingkungan kerja lebih banyak tergantung dan diciptakan oleh pimpinan, sehingga suasana kerja yang tercipta tergantung pada pola yang diciptakan pimpinan. Lingkungan kerja dalam perusahaan, dapat berupa struktur tugas menunjuk pada bagaimana pembagian tugas dan wewenang itu dilaksanakan (Sinungan, 2003). Ketersediaan lingkungan
kerja
sarana
kerja
karyawan.
juga
Dengan
mempengaruhi adanya
produktivitas
sarana-sarana
yang
memungkinkan, seperti ruangan yang rapi, bersih dan nyaman untuk bekerja, maka karyawan akan merasa nyaman dan menumbuhkan suasana hati yang baik untuk menyelesaikan pekerjaannya. 2.7. Penelitian Terdahulu Silviani (2009) melakukan penelitian mengenai Efektivitas Atasan dan Bawahan pada Kantor Pos Bogor. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan pada Kantor Pos Bogor, mengetahui hambatan komunikasi yang dialami oleh atasan dan bawahan pada Kantor Pos Bogor dan terakhir menganalisis efektivitas komunikasi atasan dan bawahan pada Kantor Pos Bogor. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Adesya (2007) melakukan penelitian mengenai Hubungan Iklim Komunikasi Organisasi dengan Kepuasan Kerja Karyawan bagian Spinning di PT Unitex Tbk Bogor. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis iklim komunikasi organisasi, tingkat kepuasan kerja dan hubungan antara iklim komunikasi organisasi dengan kepuasan kerja karyawan bagian Spinning PT Unitex Tbk Bogor. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pemilihan sampel dilakukan menggunakan metode non probability sampling dan responden diperoleh dengan menggunakan rumus Slovin. Analisis data menggunakan ananlisis deskriptif dan analisis hubungan. Untuk analisis hubungan menggunakan korelasi Rank Spearman dengan bantuan software SPSS 12.0 for Windows.
29
Secara umum iklim komunikasi organisasi bagian Spinning termasuk baik. Jika dilihat dari besar kecilnya rataan skor yang diperoleh berdasarkan peringkat “baik” (dari tinggi ke rendah) urutannya adalah kepercayaan, pembuatan keputusan bersama, kejujuran, keterbukaan dalam komuikasi ke bawah, mendengarkan dalam komunikasi ke atas dan perhatian pada tujuan berkinerja tinggi. Hasil analisis deskripsi terhadap kepuasan kerja karyawan dapat dikatakan puas dengan urutan kepuasan tertinggi pada pekerjaan itu sendiri, hubungan dengan rekan sekerja, hubungan atasan dan bawahan, kondisi kerja, kompensasi dan promosi kerja. Terdapat hubungan yang sangat nyata, positif dan kuat antara iklim komunikasi organisasi dengan kepuasan kerja. Secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa semakin baik iklim organisasi akan semakin tinggi kepuasan kerja karyawannya. Selanjutnya Isprandono (2004) melakukan penelitian Analisis Faktorfaktor
Komunikasi
dengan
Peningkatan
Produktivitas
Kerja
pada
PT Sariwangi A.E.A. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi antara seorang komunikan dengan komunikator, kemudian melihat pola komunikasi yang diterapkan pada PT Sariwangi A.E.A, serta menganalisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi dengan peningkatan produktivitas. Dalam penelitian mengambil data menggunakan teknik sampel yaitu stratified random sampling, yaitu dengan memisahkan elemen-elemen populasi ke dalam kelompok yang tidak tumpang tindih dan kemudian memilih sampel secara acak. Analisis data yang digunakan adalah secara kuantitatif-deskriptif. Secara kuantitatif yaitu dengan menggunakan metode Rank Spearman. Hasil dari penelitian ini, yaitu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi antara seorang komunikan dengan komunikator adalah latar belakang budaya, perbendaharaan bahasa, usia, tingkat pendidikan, jabatan, serta keadaan psikologis struktur organisasi. Selanjutnya adalah mengenai pola komunikasi
yang diterapkan dalam
perusahaan,
yaitu umum
menggunakan komunikasi ke bawah. Sebagaimana tujuan dari perusahaan yaitu agar para karyawan bekerja sesuai dengan target yang telah ditentukan. Terakhir adalah adanya hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi
30
proses komunikasi dengan peningkatan produktivitas perusahaan yaitu dengan adanya komunikasi yang berlangsung dengan baik, sehingga arus informasi yang mengalir dalam perusahaan menjadi lebih efektif dan mampu meningkatkan produktivitas perusahaan.
31
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Penelitian Setiap perusahaan memiliki visi dan misi sendiri. Visi dari PT X Tbk ini adalah
to become leading InfoCom player in the region, dimana
PT X Tbk berupaya untuk menempatkan diri sebagai perusahaan InfoCom terkemuka di kawasan Asia Tenggara, Asia dan akan berkelanjut ke kawasan Asia Fasifik. Untuk mewujudkan visi tersebut, PT X Tbk menyusun misi dan berbagai
macam
strategi
untuk
mencapainya.
Strategi
tersebut
diimplementasikan pada tujuan-tujuan perusahaan baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang perusahaan. Dalam rangka mencapai tujuannya itu manajemen berupaya untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya dengan baik, sehingga semua tujuan perusahaan dapat tercapai. Untuk itu, setiap perusahaan dapat berfungsi sesuai dengan fungsi masing-masing. PT X Tbk Unit Bisnis Bogor memiliki sembilan unit bisnis, yaitu DVAS (Data & Vas Sales), FPS (Fixed Phone Sales), CC (Customer Care), ANM (Access Network Maintenance), ANO (Access Network Operation), BP (Business Performance), GS (General Support), terakhir KANCATEL (Depok & Cibinong). Namun untuk penelitian ini lebih fokus pada 7 unit bisnis, dimana KANCATEL (Depok & Cibinong) tidak termasuk dalam penelitian ini, karena untuk mengoptimalkan hasil penelitian. Sumber daya manusia merupakan sumber daya yang sangat penting karena dapat mempengaruhi kelangsungan perusahaan secara keseluruhan di masa depan. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk dapat memanfaatkan sumber daya tersebut secara optimal, sehingga dalam masing-masing unit bisnis dibutuhkan pegawai yang terdiri dari manajer dan karyawan. Pola komunikasi organisasi merupakan pendekatan yang dipakai antara satu organisasi yang lain dapat bervariasi atau berbeda-beda (Purwanto, 2003). Salah satu bentuk pengelolaan terhadap sumber daya manusia yang dimiliki adalah dengan berupaya menciptakan suatu lingkungan kerja yang produktif. Dimana, untuk menciptakan lingkungan kerja produktif, terlebih dahulu dapat diidentifikasi melalui pola komunikasi
32
organisasi pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Secara umum pola komunikasi dapat dikelompokkan menjadi dua saluran yaitu formal maupun informal. Saluran komunikasi formal terdiri atas: komunikasi dari atas ke bawah (downward communication), komunikasi dari bawah ke atas (upward communication), komunikasi horizontal (sideways communication), dan komunikasi diagonal. Sedangkan, saluran komunikasi informal merupakan suatu jaringan komunikasi dimana orang-orang yang ada dalam suatu organisasi tanpa memperdulikan jenjang hierarki, pangkat dan kedudukan atau jabatan, dapat berkomunikasi secara luas (Purwanto, 2003). Lingkungan keja produktif merupakan salah satu faktor pendorong untuk bekerja lebih baik, dimana karyawan dapat bergairah untuk mengerjakan tugas yang diberikan pimpinan, sehingga tercipta suasana yang menyenangkan (Sunarto, 2003). Pola komunikasi organisasi yang baik, memiliki hubungan dengan lingkungan kerja produktif di perusahaan. Lingkungan kerja menunjuk pada hal-hal yang berada di sekeliling dan melingkupi kerja karyawan di kantor. Kondisi lingkungan kerja lebih banyak tergantung dan diciptakan oleh pimpinan, sehingga suasana kerja yang tercipta tergantung pada pola komunikasi yang diciptakan pimpinan. Lingkungan kerja dalam perusahaan, dapat berupa struktur tugas menunjuk pada bagaimana pembagian tugas dan wewenang itu dilaksanakan (Sinungan, 2003). Hubungan pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja yang produktif akan diintrepetasikan menggunakan korelasi Rank Spearman dengan bantuan SPSS 15.0 for windows. Dengan menggunakan alat tersebut, dapat terlihat apakah ada hubungan yang kuat antara pola komunikasi dengan lingkungan kerja produktif, serta seberapa besar hubungan antara pola dengan lingkungan. Secara garis besar, kerangka pemikiran penelitian ini seperti yang terlihat pada Gambar 6.
33
Visi, Misi dan Tujuan PT X Tbk
Unit Bisnis Bogor
DVAS
FPS
CC
ANM
ANO
BP
GS
Pola Komunikasi
Saluran Komunikasi Formal 1. 2. 3. 4.
Downward Communications. Upward Communications. Sideways Communications. Diagonal Communications.
Saluran Komunikasi Informal 1. Desas-desus 2. Selentingan (Grapevine)
Rank Spearman
Lingkungan Kerja Produktif
Rekomendasi
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
DVAS FPS CC ANM ANO BP GS
di luar ruang lingkup penelitian = Data and Vas Sales = Fixed Phone Sales = Customer Care = Access Network Maintenance = Access Network Operation = Business Performance = General Support
CATEL
34
3.2. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara yang menyatakan adanya hubungan variabel-variabel tertentu (Umar, 2005). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: H0 : Pola komunikasi organisasi tidak berhubungan dengan lingkungan kerja yang produktif. H1 : Pola komunikasi organisasi berhubungan dengan lingkungan kerja yang produktif. Berdasarkan tujuan dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Komunikasi dari atas ke bawah (downward communication) memiliki hubungan yang nyata terhadap lingkungan kerja yang produktif (H1). Sedangkan, H0 menyatakan bahwa komunikasi dari atas ke bawah (downward communication) tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap lingkungan kerja yang produktif. 2. Komunikasi dari bawah ke atas (upward communication) memiliki hubungan yang nyata terhadap lingkungan kerja yang produktif (H1). Sedangkan, H0 menyatakan bahwa komunikasi dari bawah ke atas (upward communication) tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap lingkungan kerja yang produktif. 3. Komunikasi diagonal memiliki hubungan yang nyata terhadap lingkungan kerja yang produktif (H1). Sedangkan, H0 menyatakan bahwa komunikasi diagonal tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap lingkungan kerja yang produktif. 4. Komunikasi horizontal memiliki hubungan
yang nyata terhadap
lingkungan kerja yang produktif (H1). Sedangkan, H0 menyatakan bahwa komunikasi horizontal tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap lingkungan kerja yang produktif. 5. Komunikasi
informal
mempunyai
hubungan
yang nyata
dengan
lingkungan kerja (H1). Sedangkan, H0 menyatakan bahwa komunikasi informal tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap lingkungan kerja yang produktif.
35
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Jenis Penelitian Penelitian mengenai analisis hubungan pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja yang produktif termasuk kedalam riset deskriptif, karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi organisasi dan mengetahui lingkungan kerja di perusahaan, serta untuk menganalisis bagaimana hubungan pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja produktif. 3.3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian megenai analisis hubungan pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja produktif pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Pemilihan perusahaan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa adanya kesediaan pihak perusahaan untuk memberikan informasi dan data yang diperlukan sesuai dengan penelitian, serta bahwa perusahaan yang bersangkutan merupakan perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, dimana di dalam kegiatan operasionalnya berorientasi pada sumberdaya manusia yang dimiliki. Perusahaan dalam mencapai tujuannya haruslah memiliki sumberdaya manusia yang tangguh dan handal. Untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas tersebut perusahaan perlu membina dan mengembangkannya melalui pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Dengan demikian, para karyawan pun dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaannya dan
dapat
mempertanggung-jawabkan
tugas-tugas
yang
dibebankan
kepadanya. Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 3 bulan tepatnya pada bulan Maret sampai Mei 2009. 3.3.3. Identifikasi Variabel Variabel merupakan suatu atribut dari sekelompok objek yang diteliti yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lain dalam kelompok tersebut (Sugiyono dalam Umar, 2005). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel X dan variabel Y. Dalam hal ini, lingkungan kerja produktif ditetapkan sebagai variabel (Y), sedangkan variabel (X) adalah pola-pola komunikasi menurut Purwanto (2003),
36
antara lain: (1) Komunikasi Formal, yaitu downward communications, upward
communications,
sideways
communications
dan
diagonal
communications, serta (2) Komunikasi Informal. 3.4. Metode Pengambilan Sampel 3.4.1. Penetapan Populasi Menurut Sugiyono (2004) populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. 3.4.2. Penetapan Sampel Penentuan jumlah sampel dari populasi yang akan diteliti ditentukan dengan rumus Slovin dalam Umar (2005). Rumusnya adalah sebagai berikut:
Dimana: n N e
= Jumlah sampel = Ukuran populasi = Persentasi kelonggaran ketidaktelitian pengambilan sampel yang dapat ditolerir.
karena
kesalahan
Setelah ditentukan jumlah sampel yang akan digunakan, selanjutnya sampel diambil dari populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling atau sampel dengan cara sengaja serta bersifat convenience (kemudahan) dengan memilih anggota populasi yang dianggap paling tepat sebagai informasi yang akurat. Hal tersebut dilakukan agar sampel yang diambil lebih beragam serta dapat mewakili karyawan yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dengan menggunakan persen kelonggaran ketidaktelitian yang masih dapat ditolerir (e) sebesar 10% dan total populasi sebanyak 341 karyawan, maka jumlah karyawan yang dijadikan sampel adalah sebanyak 78 responden.
37
3.5. Metode Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari perusahaan yang
terdiri
atas
gambaran
umum
perusahaan,
peraturan-peraturan
perusahaan, struktur organisasi, serta hasil wawancara dan penyebaran kuesioner. Sedangkan data sekunder, yaitu yang diperoleh langsung dari perusahaan dan literatur lainnya seperti buku-buku yang berhubungan dengan topik komunikasi dan laporan-laporan penelitian sebelumnya. 3.6. Pengujian Kuesioner 3.6.1. Uji Validitas Uji validitas adalah suatu uji yang bertujuan untuk meneliti apakah instrumen dapat mengukur apa yang ingin diukur. Instrumen penelitian dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2004). Langkah-langkah dalam menguji validitas kuesioner, adalah sebagai berikut (Umar, 2005): 1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur. Konsep yang akan diukur hendaknya dijabarkan terlebih dahulu sehingga operasionalnya dapat dilakukan, dengan cara sebagai berikut: a. Mencari definisi-definisi konsep yang dikemukakan para ahli yang tertulis di dalam literatur. Tetapi bila definisi yang dikemukakan belum operasional, maka definisi tersbut harus dijabarkan lebih lanjut agar lebih operasional. b. Jika di dalam literatur tidak dapat diperoleh definisi konsep yang ingin diukur, peneliti harus mendefinisikan sendiri konsep tersebut dan mendiskusikannya dengan para ahli. Pendapat para ahli ini kemudian disimpulkan ke dalam rumusan yang operasional. c. Menanyakan langsung definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden mengenai aspek-aspek konsep yang akan diukur. Bedasarkan jawaban calon responden, kemudian disusun kerangka suatu konsep.
38
2. Melakukan uji coba alat pengukur pada sejumlah responden. Disarankan agar jumlah responden untuk uji coba minimal 30 orang, karena distribusi skor atau nilai akan lebih mendekati kurva normal. 3. Mempesiapkan tabel tabulasi jawaban. 4. Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi Product Moment. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Dimana: rhitung N X Y
= Nilai koefisien korelasi. = Jumlah responden. = Skor masing-masing pernyataan. = Skor total.
5. Membandingkan angka korelasi yang diperoleh dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Bila nilai r hitung > r tabel, maka pernyataan tersebut valid atau signifikan dalam penelitian ini, angka kritik tabel korelasi untuk nilai r adalah r (N-2; α). 3.6.2. Uji Reliabilitas Reliabilitas merupakan derajat ketepatan, ketelitian atau keakuratan yang ditunjukan oleh instrumen pengukuran (Umar, 2005). Reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan utnuk mengetahui sejauh mana suatu alat pengukur dapat tercapai. Umumnya instrumen yang valid sudah pasti reliabel, tetapi instrumen yang reliabel belum tentu valid, oleh karena itu diperlukan pengujian reliabilitas instrumen. Teknik reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Alpha Cronbach (Umar, 2005). Rumusnya adalah sebagai berikut:
Dimana: r11 k
= Koefisien reliabilitas Alpha Cronbach = Jumlah item pernyataan = Jumlah variasi item = Varians total
39
Rumus untuk menghitung varians adalah sebagai berikut:
Dimana: = Varians = Jumlah responden = Nilai skor yang dipilih (total nilai dari nomor-nomor item pernyataan).
n x
Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach’s diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai 1 yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Tabel 1. Tingkat reliabilitas metode Alpha Cronbach’s Klasifikasi Nilai Alpha
Tingkat Reliabilitas
0,00 – 0,20
Kurang Reliabel
0,21 – 0,40
Agak Reliabel
0,41 – 0,60
Cukup Reliabel
0,61 – 0,80
Reliabel
0,81 – 1,00
Sangat Reliabel
Sumber: George dan Mallery (2003) 3.7. Metode Skala Pengukuran Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai jawaban responden dalam kuesioner adalah Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat atau persepsi seseorang terhadap variabel penelitian yang telah dijabarkan dalam item-item pernyataan. Jawaban setiap item pernyataan yang menggunakan Skala Likert merupakan gradasi dari sangat positif sampai sangat
negatif
(Sugiyono,
2004).
Kuesioner
dalam
penelitian
ini
menggunakan lima skala yang diberi bobot tertentu sesuai dengan tingkat skalanya. Selanjutnya bobot ini akan dihitung untuk memperoleh skor nilai jawaban-jawaban responden. Rincian bobot dan skala yang digunakan adalah sebagai berikut:
40
Bobot nilai = 5 Sangat setuju/Sangat puas Bobot nilai = 4 Setuju/Puas Bobot nilai = 3 Ragu-ragu/Biasa saja Bobot nilai = 2 Tidak setuju/Tidak puas Bobot nilai = 1 Sangat tidak setuju/Sangat tidak puas Bobot nilai pada setiap jawaban responden akan dihitung untuk mendapatkan nilai rataan. Nilai rataan tersebut menunjukkan tingkat kesetujuan karyawan seperti yang ditunjukan pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Skor Rataan Skor Rataan
Penilaian
Intepretasi Hasil Pelaksanaan
1,00 – 1,80
Sangat Tidak Setuju
Sangat Tidak Baik
1,81 – 2,60
Tidak Setuju
Tidak Baik
2,61 – 3,40
Ragu-ragu
Netral
3,41 – 4,20
Setuju
Baik
4,21 – 5,00
Sangat Setuju
Sangat Baik
Kesimpulan tersebut diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu rentang skala untuk kriteria sangat tidak setuju sampai sangat setuju, besarnya rentang skala diperoleh dengan rumus (Simamora, 2002) berikut:
Dimana: RS m n b
= Rentang skala. = Angka tertinggi dalam pengukuran. = Angka terendah dalam pengukuran. = Banyaknya kelas (kategori jawaban).
3.8. Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1. Analisis Persepsi Karyawan Tentang Pola Komunikasi Organisasi Mengetahui pola komunikasi organisasi digunakan analisis secara kualitatif, yaitu analisis deskriptif dengan menggunakan analisis tabel hasil kuesioner, yang dapat mengetahui hal-hal penting dalam penilaian pola-pola komunikasi organisasi yang ada di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, serta
41
mengetahui lingkungan kerja yang produktif. Langkah-langkah pengolahan dan analisis datanya sebagai berikut: 1) Memberi skor pada setiap jawaban responden sesuai dengan bobot yang telah ditentukan dalam Skala Likert. 2) Membuat tabulasi dari skor-skor nilai yang telah diperoleh dari jawaban responden. 3) Masing-masing kategori ditentukan berdasarkan rumus rentang kriteria (Umar, 2005) yaitu Rentang Skala: RS = (m-1)/m; dimana m adalah jumlah alternatif jawaban tiap item. Sehingga didapatkan rentang skala: (5-1)/5 = 0,8. Untuk melihat skala penilaian dapat dilihat pada Tabel 2. 4) Responden-responden yang memiliki skor nilai yang sama untuk setiap item pernyataan dikelompokkan berdasarkan kategori jawaban (1 sampai 5 bagi pernyataan yang bersifat positif dan 5 sampai 1 bagi pernyataan yang bersifat negatif), lalu dihitung jumlah dan persentasenya. Kesimpulan diambil berdasarkan persentase terbesar dari setiap persentase jawaban responden yang telah dihitung. 5) Jumlah responden per item pernyataan dikelompokkan dan dijumlahkan menjadi per indikator sesuai kategori jawaban. Persentase jumlah responden dihitung untuk memperoleh kesimpulan pada tiap indikator berdasarkan
persentase
terbesar.
Perhitungan
pada
metode
ini
menggunakan Microsoft Excel 2007. 3.8.2. Analisis Persepsi Karyawan Tentang Lingkungan Kerja Produktif Mengetahui lingkungan kerja produktif ini digunakan metode analisis secara kualitatif, yaitu analisis deskriptif dengan menggunakan analisis tabel hasil kuesioner, yang dapat mengetahui hal-hal penting dalam penilaian lingkungan kerja produktif berdasarkan rumus rentang kriteria (Umar, 2005) yaitu: Rentang Skala: RS = (m-1)/m; dimana m adalah jumlah alternatif jawaban tiap item. Sehingga didapatkan rentang skala: (5-1)/5 = 0,8. Skala penilaian tertera pada Tabel 2. Dimana, langkah-langkah pada analisis ini dapat dilihat pada penjelasan persepsi tentang pola komunikasi organisasi di atas.
42
3.8.3. Hubungan Pola Komunikasi Organisasi dengan Lingkungan Kerja Hubungan pola-pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja dapat diketahui dengan menggunakan analisis Rank Spearman. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excell 2007 dan SPSS 15.0 for windows. Analisis di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor tersebut digunakan untuk mengetahui atau tidaknya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain. Untuk itu dapat dilakukan uji korelasi Rank Spearman dengan rumus (Umar, 2005):
Dimana: rS di n
= Koefisien Rank Spearman = selisih rank X dan rank Y = jumlah sampel
Keterangan: rS = 1 hubungan variabel X dan variabel Y sempurna + (mendekati 1, hubungan sangat kuat dan +) rS = -1 hubungan variabel X dan variabel Y sempurna - (mendekati -1, hubungan sangat kuat dan -) rS = 0 hubungan variabel X dan variabel Y lemah sekali atau tidak ada hubungan sama sekali Nilai
koefisien
korelasi
yang
dapat
sebelum
dilaksanakan
pengambilan keputusan, dengan diuji terlebih dahulu. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat apakah antara variabel dalam populasi terdapat korelasi yang berarti atau tidak, dengan rumus sebagai berikut (Umar, 2005):
Dalam pengujian koefisien korelasi, akan dibandingkan nilai-nilai thitung dengan nilai ttabel dengan α = 0,05. Hasil perbandingan tersebut digunakan dalam pengujian hipotesis nol untuk memutuskan pendapat ditolak atau diterima. Untuk itu, maka pengujian ini menggunakan hipotesis sebagai berikut:
43
Ho : ρ = 0 tidak ada hubungan antara pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja produktif. H1 : ρ ≠ 0 ada hubungan antara pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja produktif. Untuk menguji hubungan hipotesis nol (Ho) kriterianya adalah: Tolak Ho : jika thitung > ttabel atau P-value (Sig.) < α Tolak H1 : jika thitung < ttabel atau P-value (Sig.) < α Koefisien korelasi Rank Spearman (rS) menunjukkan kuat tidaknya variabel X dan variabel Y. Batasan Champion dari Umar (2005) dengan ketentuan sebagai berikut: 1) 0,00-0,25 : No assosiation, menunjukkan tidak adanya hubungan antara variabel X dan variabel Y. 2) 0,26-0,50 : Moderately low assosiation, menunjukkan hubungan yang lemah antara variabel X dan variabel Y. 3) 0,51-0,75 : Moderately high assosiation, menunjukkan hubungan yang agak kuat antara variabel X dengan variabel Y. 4) 0,76-1,00 : high assosiation, menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara variabel X dan variabel Y. Hasil intrepetasi dari koefisien korelasi di atas dapat dikategorikan ke dalam klasifikasi sangat rendah, yaitu yang terdapat pada kategori no assosiation, artinya jika tidak terjadi hubungan sama sekali antara pola-pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja produktif di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor tersebut sehingga hasilnya tidak objektif, dan moderately low assosiation yaitu kondisi yang dapat menunjukkan hubungan yang lemah antara pola-pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja yang produktif. Sedangkan untuk klasifikasi kuat yaitu terdapat pada kategori high assosiation, yang berarti dapat menunjukkan hubungan yang sangat kuat dan positif antara pola-pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja yang produktif di PT X Tbk tersebut sehingga hasil penilaiannya akan objektif.
44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Perkembangan PT X Tbk PT X Tbk adalah suatu badan usaha yang didirikan dengan Staatsblad No. 52 tahun 1884 dengan nama post-en telegraafdienst. Pada tahun 1906 diubah menjadi “POST, TELEGRAAF EN TELEFOONDIENST” (PTT) dengan Staatsblad No. 395 dan sejak itu disebut PTT-Dienst. Tahun 1931 ditetapkan sebagai perusahaan Negara berdasarkan IBW (Indonesische bedrijvenwet - Undang-undang Perusahaan Negara). Selanjutnya pada tahun 1960 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang No. 19 tahun 1960, tentang persyaratan sebuah Perusahaan Negara (PN) dengan PERPU No. 240 tahun 1961 berubah menjadi PN POS dan TELEKOMUNIKASI. Berdasarkan S.K. Menteri Perhubungan No. 129/U/1970 PN TELEKOMUNIKASI berubah menjadi Perusahaan Umum. Mengingat perkembangan yang demikian pesat ditambah dengan pola manajemen yang lebih terbuka, pemerintah melalui PP No. 25 tahun 1991 tanggal 1 Mei 1991 menetapkan pengalihan bentuk Perusahaan Umum (PERUM) menjadi PERSERO. Peralihan bentuk tersebut ditandai dengan penandatanganan Akte Pendirian PERSERO PT X oleh Notaris Imas Fatimah, SH bersama-sama Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Menparpostel) Soesilo Sudarman yang bertindak selaku kuasa dari Menteri Keuangan sebagai pemegang saham, hari Selasa tanggal 24 September 1991 jam 09.30 WIB di Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi. Pada tahun 1995, PT X mengalami Restrukturisasi Internal, yaitu penerapan Kerja Sama Operasi (KSO), pada tanggal 1 Juli 1995 PT X telah menghapus struktur organisasi Wilayah Usaha Telekomunikasi (WITEL) yang berjumlah 12 WITEL menjadi tujuh Divisi Regional (DIVRE) dan satu Divisi Net Work. Tujuh Divisi Regional tersebut meliputi: 1.
Divisi Regional I, Sumatera.
2.
Divisi Regional II, Jakarta dan sekitarnya.
45
3.
Divisi Regional III, Jawa Barat.
4.
Divisi Regional IV, Jawa Tengah dan DIY.
5.
Divisi Regional V, Jawa Timur.
6.
Divisi Regional VI, Kalimantan.
7.
Divisi Regional VII, Bali & Kawasan Indonesia Timur.
4.1.2. Visi dan Misi PT X Tbk Visi PT X Tbk ialah To become a leading InfoCom player in the region. PT X Tbk berupaya untuk menempatkan diri sebagai perusahaan InfoCom terkemuka di kawasan Asia Pasifik. Misi PT X Tbk mempunyai misi memberikan layanan One Stop infoCom Services with Excellent Quality and Competitive Price and To Be the Role Model as the Best Managed Indonesian Corporation dengan jaminan bahwa pelanggan akan mendapatkan pelayanan yang terbaik, berupa kemudahan, produk dan jaringan berkualitas, dengan harga kompetitif. PT X Tbk akan mengelola bisnis melalui praktekpraktek terbaik dengan mengoptimalisasikan sumber daya manusia yang unggul, penggunaan teknologi yang kompetiitf, serta membangun kemitraan yang saling menguntungkan dan saling mendukung secara sinergis. 4.1.3. Struktur Organisasi PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dipimpin oleh seorang General Manager (GM) dan mempunyai bawahan seorang Deputy GM. Di bawahnya terdapat Asisten Manajer Sekretariat dan Staf Ahli, serta staf Administrasi. Struktur organisasi PT X Tbk Unit Bisnis Bogor secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 5. PT X Tbk Unit Bisnis Bogor mempunyai sembilan Manajer, yaitu: 1. Manager General Support, yang membawahi: a. Asisten Manajer Logistic Management b. Asisten Manajer Asset Management c. Asisten Manajer Kandatel Secretary 2. Manager Business Performance, yang membawahi: a. Asisten Manajer Performance Management b. Asisten Manajer Fraud Management c. Asisten Manajer Quality Management
46
3. Manager Fixed Phone Sales, yang membawahi: a. Asisten Manajer Wireline Sales Promotion b. Asisten Manajer Wireless Sales Promotion b. Asisten Manajer Customer Data Management 4. Manager Data & Vas Sales Promotion, yang membawahi: a. Asisten Manajer Data & Internet Sales Promotion b. Asisten Manajer Content & Vas Sales Promotion 5. Manager Customer Care, yang membawahi: a. Asisten Manajer Prime Customer Care b. Asisten Manajer Personal Customer Care c. Asisten Manajer Indirect Channel Management d. Asisten Manajer Direct Channel Management 6. Manager Access Network Operation, yang membawahi: a. Asisten Manajer Personal Customer Access Network b. Asisten Manajer Corporate Customer Access Network c. Asisten Manajer CPE & Public Phone d. Asisten Manajer Technical Access Support 7. Manager Access Network Maintenance, yang membawahi: a. Asisten Manajer COPP.A.M b. Asisten Manajer F & Radio Access Maintenance c. Asisten Manajer Access Data Management d. Asisten Manajer Program Performance e. Asisten Manajer Operation Maintenance Access Support 8. JM Kandatel Cibinong, yang membawahi: a. AJM Service Cibinong b. AJM Operation Maintenance Access Network Cibinong c. AJM Administration Support 9. JM Kandatel Depok, yang membawahi: a. AJM Service Depok b. AJM Operation Maintenance Access Network Depok c. AJM Administration Support
47
4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 4.2.1. Uji Validitas Kuesioner Pengujian terhadap kuesioner dilakukan melalui uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian dilakukan terhadap 30 orang responden karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor (Nugroho, 2005). Pernyataan pada kuesioner terdiri dari 25 pernyataan mengenai pola-pola komunikasi serta 6 pernyataan tentang lingkungan kerja yang produktif. Uji validitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur (kuesioner) mengukur apa yang ingin diukur atau apakah alat ukur tersebut sudah tepat mengukur apa yang akan diukur (Sugiyono, 2004). Asumsi pokok dari uji validitas ini adalah setiap pernyataan saling berkaitan satu dengan lainnya dan setiap pernyataan juga berhubungan dengan objek yang akan diteliti. Uji validitas dilakukan dengan menghitung nilai korelasi antara skor masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus teknik korelasi Product Moment Pearson yang diolah dengan software SPSS 15.0 for windows. Hasil pengujian validitas pada pernyataan yang berkaitan dengan pola-pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja yang produktif lebih besar dari r tabel pada selang kepercayaan 95 persen dan n (jumlah sampel) sebesar 30 responden, yaitu sebesar 0,361. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh pernyataan adalah signifikan dan dapat dinyatakan valid. Dalam hal ini, berarti responden dapat mengerti maksud dari setiap pernyataan yang diajukan penulis dalam kuesioner. Adapun hasil pengujian validitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.2.2. Uji Reliabilitas Kuesioner Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach. Dalam teknik ini, instrumen diujicobakan pada 30 responden dan hasilnya dicatat. Pengolahan teknik Alpha Cronbach menggunakan bantuan software SPSS 15.0 for windows. Berdasarkan hasil pengolahan variabel yang dilakukan pada variabel pola-pola komunikasi organisasi didapatkan nilai koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,907. Nilai alpha tersebut mengindikasikan bahwa instrumen tersebut sangat reliabel yaitu dengan nilai α>0,9 (Tabel 1).
48
Sedangkan, pada variabel lingkungan kerja didapatkan nilai koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,728. Pada selang kepercayaan 95 persen, dapat disimpulkan bahwa kuesioner yang disusun ini cukup reliabel dan dapat dipercaya sebagai suatu alat ukur penelitian didalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2005). Adapun hasil pengujian reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. 4.3. Karakteristik Responden Responden yang dijadikan sampel adalah manajer dan karyawan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dan diambil dengan cara menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling atau sampel dengan cara sengaja serta bersifat convinience (kemudahan) dengan memilih anggota populasi yang dianggap paling tepat sebagai informasi yang akurat sebanyak 78 orang yang ditentukan dengan rumus Slovin dalam Umar (2005). Teknik ini mengambil sampel dengan menyesuaikan diri berdasarkan kriteria atau tujuan tertentu. Identitas responden didapatkan, meliputi jenis kelamin, unit kerja, posisi, tingkat pendidikan, usia dan masa bekerja. 4.3.1. Jenis Kelamin Responden Karyawan yang menjadi responden pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor secara keseluruhan terdiri dari 83 persen laki-laki atau 65 orang dan 17 persen perempuan atau 13 orang. Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa sebagian besar karyawan di perusahaan ini adalah berjenis kelamin laki-laki, seperti yang terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Karakteristik Jenis Kelamin Responden
49
Perbedaan
jumlah
persentase
antara
karyawan
laki-laki
dan
perempuan pada dasarnya terjadi karena adanya spesifikasi pekerjaan. Menurut Rivai (2005) spesifikasi pekerjaan merupakan karakteristik atau syarat-syarat kerja yang harus dipenuhi sehingga dapat melaksanakan suatu pekerjaan atau jabatan. Adapun tujuan dari spesifikasi pekerjaan adalah untuk menentukan jenis keterampilan, tingkat pengetahuan, atau kemampuan yang diperlukan dalam melakukan pekerjaan tertentu harus dilaksanakan secara sistematis. Berdasarkan pengklasifikasian dan spesifikasi pekerjaan jenis pekerjaan yang dilakukan, maka perusahaan lebih banyak membutuhkan karyawan berjenis kelamin laki-laki dari pada perempuan. Hal ini disebabkan karena jenis pekerjaan yang paling banyak menyerap karyawan yaitu pada bagian kehandalan jaringan. Pada bagian ini memiliki tugas untuk memasang, merawat dan memastikan jaringan yang terpasang sudah terhubung dengan benar. Selain itu, bagian tersebut memiliki tugas untuk langsung terjun ke lapangan untuk meninjau jaringan secara langsung. Jadi berdasarkan spesifikasi pekerjaan maka jenis pekerjaan tersebut lebih cocok dilakukan oleh karyawan berjenis kelamin laki-laki dari pada perempuan. 4.3.2. Unit Kerja Responden Unit kerja yang dijadikan sampel pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor terdiri dari 7 unit kerja. Adapun penyebaran karyawan yang menjadi responden berdasarkan unit kerja adalah sebagai berikut; Data and Vas Sales sebanyak 14 persen, Fixed Phone Sales sebanyak 17 persen, Costumer Care sebanyak 9 persen, Access Network Maintenance 26 persen, Access Network Operation 15 persen, Bussines Performance 8 persen dan terakhir responden General Support sebanyak 11 persen. Pada Gambar 8, terlihat jelas bahwa sebagian besar responden berada pada unit kerja Access Network Maintenance yaitu sebesar 26 persen. Hal ini terjadi karena pada unit kerja tersebut memiliki tingkat beban kerja dan jenis pekerjaan yang berbeda dengan unit kerja lainnya. Dimana pada unit kerja Access Network Maintenance memiliki tugas dalam pemeliharaan jaringan sehingga dibutuhkan banyak karyawan dalam melakukan pekerjaan tersebut. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 8.
50
Gambar 8. Karakteristik Unit Kerja Responden 4.3.3. Posisi Responden PT X Tbk Unit Bisnis bogor membagi posisi jabatan menjadi 6 posisi jabatan, yaitu posisi di tingkat manajer, asisten manajer, officer 1, officer 2, officer 3 dan terakhir staff. Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat, dimana dari masing-masing posisi ini manajer terdiri dari 4 persen, asisten manajer terdiri dari 14 persen, officer 2 sebanyak 26 persen, officer 3 sebanyak 46 persen dan staff sebanyak 10 persen. Jumlah karyawan pada tiap posisi tergantung dari kebutuhan perusahaan. Berdasarkan Gambar 9 sebagian besar karyawan berada pada posisi officer 3, hal ini terjadi karena pada saat ini PT X Tbk Unit Bisnis Bogor membutuhkan lebih banyak karyawan yang berada pada posisi officer 3 dalam melaksanakan tugas operasional perusahaan. Sebaran posisi dari kelompok responden dapat terlihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Karakteristik Posisi Responden
51
4.3.4. Tingkat Pendidikan Responden Responden yang memiliki tingkat pendidikan SLTA lebih banyak daripada responden yang memiliki tingkat pendidikan S1. Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat responden dengan tingkat pendidikan SLTA sebesar 36 persen, untuk tingkat pendidikan S1 sebesar 33 persen. Sedangkan, pada tingkat pendidikan Diploma sebesar 28 persen dan S2 sebesar 3 persen, dimana pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor tidak ada satu pun tingkat pendidikan yang berasal dari S3. Berdasarkan tingkat pendidikan responden pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor sebagian besar berada pada kelompok SLTA. Dimana, para responden yang berada pada kelompok SLTA merupakan karyawan yang memiliki masa kerja yang cukup lama (lebih dari 15 tahun) yang memulai karirnya dari jabatan yang paling rendah. Dengan memiliki masa kerja yang lama maka dipengaruhi oleh adanya kompetensi yang diasah oleh perusahaan. Selain itu, posisi karyawan diperusahaan dipengaruhi oleh kinerja mereka terhadap perusahaan.
Gambar 10. Karakteristik Tingkat Pendidikan Responden 4.3.5. Usia Responden Berdasarkan Gambar 11, terlihat bahwa usia responden menyebar kedalam beberapa kelompok umur. Sebagian besar karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor berusia antara 40-49 tahun, yaitu sebesar 67 persen. Untuk yang berusia 19-29 tahun sebesar 4 persen, 30-39 tahun sebesar 14 persen dan 50-59 tahun sebesar 15 persen. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
52
sebagian besar karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor masih berada pada batas usia produktif masa bekerja yaitu 19-59 tahun. Dalam usia responden saat ini mereka masih dapat menyerap pengetahuan baru yang mendukung pekerjaannya (www.gemari.or.id). Dengan memiliki karyawan yang masih produktif, maka perusahaan untuk saat ini tidak perlu melakukan rekrutmen karyawan yang baru. Sebaran usia dari kelompok responden dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Karakteristik Usia Responden 4.3.6. Masa Kerja Responden di Perusahaan Berdasarkan pada Gambar 12 menunjukkan bahwa, masa kerja responden dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu sebanyak 2 responden (2 persen) memiliki masa kerja 1–5 tahun, tetapi sebagian besar responden memiliki masa kerja selama 20–29 tahun di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, yaitu sebanyak 51 responden (65 persen). Selain itu, untuk masa kerja 11–19 tahun sebanyak 20 orang reponden (26 persen). Dengan memiliki karyawan yang masa kerjanya cukup lama (diatas 15 tahun) dapat disimpulkan bahwa karyawan tersebut memiliki pengalaman, menguasai seluruh pekerjaan dan tanggung jawabnya, serta mengerti setiap permasalahan yang ada dan mencari solusi terhadap masalah yang muncul.
53
Gambar 12. Karakteristik Masa Kerja Responden 4.4. Analisis Persepsi Karyawan tentang Pola Komunikasi Organisasi Analisis persepsi karyawan mengenai pola komunikasi organisasi yang ada pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dilakukan dengan metode skala pengukuran yaitu rataan skor. Berdasarkan 25 pernyataan dalam kuesioner yang disebarkan kepada responden terdiri dari 2 bagian. Pada bagian pertama tentang pola komunikasi formal, yang terdiri dari pola komunikasi dari atas ke bawah atau downward communication, pola komunikasi dari bawah ke atas atau upward communication, pola komunikasi horizontal atau sideways communication, serta pola komunikasi diagonal. Untuk bagian ke dua, yaitu hanya pola komunikasi informal saja. Masing-masing terdiri dari 5 pernyataan yang dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai rataan skor tersebut menunjukkan penilaian tingkat kesetujuan karyawan terhadap pernyataan dalam kuesioner (Tabel 2), yaitu dengan batasan sebagai berikut: nilai 1,00 – 1,80 menunjukkan penilaian sangat tidak setuju; 1,81 – 2,60 menunjukkan penilaian tidak setuju; 2,61 – 3,40 menunjukkan penilaian ragu-ragu atau netral; 3,41 – 4,20 menunjukkan penilaian setuju; 4,21 – 5,00 menunjukkan penilaian sangat setuju. Berikut penjelasan mengenai persepsi karyawan mengenai pola komunikasi organisasi.
54
4.4.1. Persepsi Karyawan terhadap Pola Komunikasi Dari Atas ke Bawah (Downward Communication) Persepsi karyawan mengenai pola komunikasi dari atas ke bawah atau downward communication pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, dengan rataan skor diketahui melalui lima pernyataan tentang pola komunikasi dari atas ke bawah. Pernyataan dari downward communication terdiri dari: instruksi secara lisan dan tulisan, ide dan gagasan secara lisan dan tulisan, pujian secara lisan dan tulisan, penjelasan mengenai pekerjaan, serta pendapat secara lisan dan tulisan yang ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Pola Komunikasi Organisasi menurut Persepsi Responden No
Downward
Communication
Pernyataan
Rataan Skor
Komunikasi Formal; Downward Communication 1.
Instruksi lisan dan tulisan kepada bawahan
4,29
2.
Ide gagasan kepada bawahan secara lisan dan tulisan
4,30
3.
Pujian secara lisan dan tulisan kepada bawahan
4,23
4.
Penjelasan secara lisan dan tulisan kepada bawahan
4,33
5.
Pendapat kepada bawahan secara lisan dan tulisan
4,28
Total Downward Communication
4,30
Berdasarkan Tabel 3, butir pernyataan mengenai
downward
communication didapatkan nilai rataan skor sebesar 4,30. Dimana, rataan skor tersebut berada pada range 4,23 – 4,33. Nilai tersebut menunjukkan tingkat kesetujuan karyawan adalah “Sangat Setuju“. Artinya, karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor sangat setuju jika pola komunikasi dari atas ke bawah diterapkan. Berdasarkan penilaian responden tersebut, diperoleh beberapa kesimpulan mengenai pola komunikasi dari atas ke bawah berdasarkan komponen yang ada pada Tabel 3, yaitu: 1. Memberi instruksi secara lisan dan tulisan kepada bawahan Nilai rataan skor pada pernyataan pertama sebesar 4,29, dimana nilai tersebut menunjukkan instruksi yang diberikan atasan kepada bawahan secara lisan dan tulisan “sangat baik“ ditanggap oleh karyawan dan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor sangat setuju dengan adanya instruksi secara lisan dan tulisan. Adapun intruksi dalam bentuk tulisan pada PT X
55
Tbk Unit Bisnis Bogor yang disampaikan dari atasan kepada bawahan dapat berupa nota dinas dan disposisi. Sedangkan, instruksi lisan dapat dilakukan secara langsung dengan mengadakan rapat atau meeting. Tetapi, untuk instruksi lisan ini bersifat online yang dikenal dengan sistem paperless online officer internal. Instruksi tulisan tidak semuanya dilakukan secara online, tetapi ada instruksi tulisan yang tidak dilakukan secara online seperti surat masuk dari pihak luar/eksternal. Adapun bentuk surat masuk dari pihak luar/eksternal dapat berupa sumbangan, tawaran pelatihan dan magang. Prosedur instruksi lisan yang tidak online harus melewati Sekret DATEL, dimana surat masuk eksternal ini akan diberi lampiran yang disebut dengan form disposisi. Form disposisi tersebut diperoleh secara online yang disebut dengan electronic office. Disposisi termasuk salah satu fungsi manajemen, yaitu memimpin (leading). Dimana surat atau form disposisi digunakan untuk menentukan kepada siapa surat/instruksi tulisan tersebut akan disampaikan. Menurut Yates dan Orlikowski dalam Mulyana (2000), bahwa untuk menyampaikan informasi kepada para pegawai dengan tepat, kombinasi saluran tulisan dan lisan memberikan hasil terbaik. Hal ini dapat terlihat berdasarkan nilai tersebut, bahwa pernyataan ini lebih efektif karena pesan atau instruksi yang disampaikan secara lisan dapat memperjelas pesan secara tulisan, sehingga keduanya bisa saling melengkapi dibandingkan hanya secara lisan saja atau secara tulisan saja. 2. Ide gagasan secara lisan dan tulisan Nilai yang tertera pada Tabel 3 sebesar 4,30 artinya mengajukan ide dan gagasan kepada bawahan secara lisan dan tulisan “sangat baik“ diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya atasan sering mengajukan ide dan gagasan secara lisan dan tulisan kepada bawahannya. Pemberian gagasan pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dari atasan kepada bawahan dapat dilakukan secara lisan dan tulisan sesuai dengan situasi kerja. Ide gagasan bersifat lisan dapat dilakukan dalam kondisi rapat, reguler meeting dan diskusi. Sedangkan ide gagasan dalam bentuk tulisan dapat dilakukan melalui
56
millist perusahaan. Ide gagasan tersebut akan diklarifikasi lagi dengan tujuan untuk melihat apakah ide gagasan tersebut sesuai dengan keadaan perusahaan sekarang atau tidak. 3. Pujian secara lisan dan tulisan Nilai pujian secara lisan dan tulisan yang tertera pada Tabel 3, yaitu sebesar 4,23 artinya pujian yang diberikan atasan kepada bawahan baik lisan atau tulisan “sangat baik“ diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya pujian pun sering dilakukan oleh atasan kepada bawahan baik lisan ataupun tulisan. Pujian dapat dilakukan secara personal seperti prestasi harian. Selain pujian secara personal ada pujian yang dilakukan berupa reward, dimana reward ini dilakukan untuk mengevaluasi hasil kinerja karyawan setiap 6 bulan atau 3 bulan sekali. Reward tersebut dikenal dengan reward lingkup unit bisnis DATEL. 4. Penjelasan secara lisan dan tulisan Nilai pada aktivitas memberi penjelasan mengenai pekerjaan secara lisan dan tulisan, yaitu sebesar 4,33 yang artinya, bahwa atasan memberi penjelasan mengenai pekerjaan secara lisan dan tulisan “sangat baik“ dilakukan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Penjelasan lisan dan tulisan dapat dilakukan dengan cara langsung maupun tidak langsung. Penjelasan secara langsung dapat berupa meeting dan diskusi antara atasan dan bawahan, sedangkan penjelasan tidak langsung dapat dilakukan melalui millist perusahaan. 5. Pendapat secara lisan dan tulisan Nilai pada aktivitas memberikan pendapat secara lisan dan tulisan kepada bawahan yaitu sebesar 4,28 artinya aktivitas tersebut “sangat baik“ di terapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya atasan juga sering memberikan pendapat secara lisan dan tulisan. Pendapat secara langsung dari atasan kepada bawahan dapat berupa meeting dan diskusi antara atasan dan bawahan, sedangkan pendapat tidak langsung dapat dilakukan melalui millist perusahaan.
57
4.4.2. Persepsi Karyawan terhadap Pola Komunikasi Dari Bawah Ke Atas (Upward Communication) Persepsi karyawan mengenai pola komunikasi dari bawah ke atas atau upward communication pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dengan rataan skor diketahui melalui lima pernyataan tentang pola komunikasi dari atas ke bawah.
Pernyataan
dari
downward
communication
berupa
laporan,
penyampaian ide dan gagasan, keluhan, pendapat, serta pujian secara lisan maupun tulisan yang ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Pola Komunikasi Organisasi Upward Communication menurut Persepsi Karyawan No
Pernyataan
Rataan Skor
Komunikasi Formal; Upward Communication 1.
Laporan kepada atasan secara lisan dan tulisan
4,52
2.
Ide gagasan kepada atasan secara lisan dan tulisan
4,48
3.
Mengemukakan masalah secara lisan dan tulisan kepada 4,33 atasan
4.
Memberikan pendapat secara lisan dan tulisan kepada 4,37 atasan
5.
Pujian secara lisan dan tulisan kepada atasan
4,13
Total Upward Communication
4,37
Berdasarkan
Tabel
4
butir
pernyataan
mengenai
upward
communication didapatkan nilai rataan skor dengan range 4,13 – 4,52 . Nilai tersebut menunjukkan tingkat kesetujuan karyawan adalah “Sangat Setuju“. Artinya karyawan PT X Unit Bisnis Bogor sangat setuju jika pola komunikasi dari bawah ke atas diterapkan. Berdasarkan penilaian responden tersebut, diperoleh beberapa kesimpulan mengenai pola komunikasi dari bawah ke atas berdasarkan komponen yang ada pada Tabel 4, yaitu: 1. Memberikan laporan secara lisan dan tulisan kepada atasan Nilai pada pernyataan pertama sebesar 4,52, dimana nilai tersebut menunjukkan laporan yang diberikan bawahan kepada atasan secara lisan dan tulisan “sangat baik“ ditanggap oleh karyawan dan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor sangat setuju dengan adanya instruksi secara lisan dan tulisan. Berdasarkan nilai tersebut, bahwa pernyataan ini lebih efektif karena laporan yang disampaikan secara lisan maupun tulisan dapat jelas
58
diterima oleh kedua-duanya, sehingga keduanya bisa saling melengkapi dibandingkan hanya secara lisan saja atau secara tulisan saja (Mulyana, 2000). Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya bawahan sering memberikan komunikasi secara lisan dan tulisan secara seimbang dalam hal pemberian laporan kepada atasan. Pemberian laporan disampaikan secara lisan dan tulisan dilakukan secara online. 2. Ide gagasan secara lisan dan tulisan Nilai yang tertera pada Tabel 4 sebesar 4,48 artinya mengajukan ide dan gagasan kepada atasan secara lisan dan tulisan “sangat baik“ diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Menurut Tjosvold dalam Mulyana (2000), apabila karyawan tidak merasa bebas mengemukakan gagasan-gagasan yang bertentangan dengan kebijakan perusahaan, maka akan menyimpulkan bahwa keikutsertaan tidak ada artinya dan tidak membutuhkan komitmen dari karyawan. Hal ini mengindikasikan bahwa karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor telah sangat baik dalam mengajukan ide dan gagasan secara lisan dan tulisan kepada atasannya. Ini berarti
karyawan
merasa
bebas
untuk
mengemukakan
gagasan-
gagasannya. Pemberian gagasan pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dari bawahan kepada atasan dapat dilakukan secara lisan dan tulisan sesuai dengan situasi kerja. Ide gagasan bersifat lisan dapat dilakukan dalam kondisi rapat, reguler meeting dan diskusi. Sedangkan ide gagasan dalam bentuk tulisan dapat dilakukan melalui millist perusahaan. 3. Mengemukakan masalah Nilai pada aktivitas mengemukakan masalah yang tertera pada Tabel 4 yaitu sebesar 4,33 artinya dalam mengemukakan masalah dan keluhan kepada atasan secara lisan dan tulisan “sangat baik“ diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya bawahan sering menggunakan komunikasi lisan dan tulisan dalam hal mengemukakan masalah kepada atasan. Untuk mengemukakan masalah dapat dilakukan dengan cara coffe morning atau meeting sesuai dengan level unit kerja masing-masing.
59
4. Pendapat secara lisan dan tulisan Nilai pada aktivitas memberikan pendapat secara lisan dan tulisan yaitu sebesar 4,37 yang artinya, bahwa memberikan pendapat secara lisan dan tulisan “sangat baik“ dilakukan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Menurut Gordon dan Infante dalam Mulyana (2000), pegawai sangat menghargai kebebasan mengemukakan pendapatnya kepada atasan. Oleh sebab itu karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor menghargai kebebasan dalam memberikan pendapat secara lisan dan tulisan dengan sangat baik. Pendapat secara langsung dari bawahan kepada atasan dapat berupa meeting dan diskusi antara atasan dan bawahan, sedangkan pendapat tidak langsung dapat dilakukan melalui millist perusahaan. 5. Pujian secara lisan dan tulisan Nilai pada aktivitas memberikan pujian secara lisan dan tulisan kepada atasan yaitu sebesar 4,13 artinya aktivitas tersebut “baik“ di terapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Dengan adanya pujian secara lisan dan tulisan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik karyawan terhadap atasan (Mulyana, 2000). Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya tidak hanya atasan yang memberikan pujian namun bawahan juga sering memberikan pujian secara lisan dan tulisan. Pujian dapat dilakukan secara personal seperti prestasi harian. Selain pujian secara personal ada pujian yang dilakukan berupa reward, dimana reward ini dilakukan untuk mengevaluasi hasil kinerja karyawan setiap 6 bulan atau 3 bulan sekali. Reward tersebut dikenal dengan reward lingkup unit bisnis DATEL. 4.4.3. Persepsi Karyawan terhadap Pola Komunikasi Diagonal Persepsi karyawan mengenai pola komunikasi diagonal pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dengan rataan skor diketahui melalui lima pernyataan tentang pola komunikasi organisasi yang ditunjukkan pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 butir pernyataan mengenai diagonal communication menunjukkan nilai rataan skor dengan tingkat kesetujuan yang berbeda yaitu “Ragu-ragu“ dengan range 3,01. Untuk pernyataan selanjutnya menunjukkan nilai rataan skor dengan tingkat kesetujuan yaitu “Setuju“ dengan range
60
sebesar 4,17 dan terakhir untuk nilai rataan skor dengan rentang 4,23-4,29 dengan tingkat kesetujuan “Sangat Setuju“ Berdasarkan penilaian responden tersebut, diperoleh beberapa kesimpulan mengenai pola komunikasi diagonal berdasarkan komponen yang ada pada Tabel 5. Tabel 5. Pola Komunikasi Organisasi Diagonal menurut Persepsi Karyawan No
Pernyataan
Rataan Skor
Komunikasi Formal; Komuninaksi Diagonal 1.
Manajer satu unit dan karyawan unit lain sering memberi 4,29 kritikan serta masukan
2.
Adanya ketergantungan diantara bagian yang satu dengan yang lain
4,17
3.
Komunikasi diagonal memberikan informasi lebih cepat
4,27
4.
Komunikasi diagonal dapat menyelesaikan masalah 4,23 dalam organisasi
5.
Komunikasi diagonal dapat mengganggu komunikasi yang telah berjalan normal Total Diagonal Communication
jalur 3,01 3,99
1. Memberikan kritikan dan masukan Nilai pada aktivitas memberikan kritik dan masukan sesama manajer satu unit dan karyawan unit lain sebesar 4,29, dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa kritikan dan masukan bermanfaat dalam meningkatkan kinerja perusahaan sesama manajer satu unit dan karyawan unit lain baik secara lisan dan tulisan “sangat baik“ ditanggap oleh karyawan dan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor sangat setuju dengan adanya kritikan dan masukan yang bermanfaat secara lisan dan tulisan. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya baik manajer satu dengan manajer lainnya ataupun karyawan dengan karyawan lain sering memberikan kritik dan masukan yang membangun perusahaan secara lisan dan tulisan. Kritik dan masukan antar manajer satu unit dengan karywan unit lain dapat berupa millist, meeting maupun secara online. 2. Ketergantungan diantara bagian Nilai pada aktivitas adanya saling ketergantungan diantara bagian yang ada dalam perusahaan sebesar 4,17 artinya adanya saling ketergantungan antara bagian-bagian yang ada di perusahaan secara lisan
61
dan tulisan “baik“ diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya adanya ketergantungan antara suatu unit dengan unit lainnya itu tidak masalah bagi PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, karena dengan adanya ketergantungan memungkinkan pekerjaan ataupun masalah-masalah yang ada di perusahaan tersebut dapat diselesaikan dengan baik, dengan adanya ketergantungan sesama karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Ketergantungan diantara unit bagaian harus saling mendukung untuk mewujudkan tujuan perusahaan, dimana bentuk ketergantungan tersebut dibatasi dengan adanya wewenang masing-masing unit kerja. Adanya interaksi antar unit kerja dalam melakukan tugas dilakukan secara online. 3. Memberikan informasi tercepat Nilai pada aktivitas bahwa komunikasi diagonal memberikan informasi menjadi lebih cepat sebesar 4,27 artinya pola komunikasi ini dapat memberikan informasi menjadi lebih cepat “sangat baik“ bagi PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Menurut Mulyana (2000), jika karyawan dapat memberikan sumbangan informasi maka akan menjadi lebih sungguhsungguh dalam melaksanakan tugas. Hal ini dapat dilihat bahwa karyawan pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor sudah memberikan informasi yang sangat baik, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan sungguhsungguh. Pemberian informasi dilakukan secara online, sehingga informasi yang disampaikan antar unit dapat diterima secara cepat. 4. Menyelesaikan masalah dalam organisasi Nilai pada aktivitas memungkinkan individu dari berbagai bagian ikut membantu menyelesaikan masalah dalam organisasi sebesar 4,23 yang artinya, bahwa individu dari berbagai bagian menyelesaikan masalahnya dengan “sangat baik“ di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Menurut Phillips dalam Mulyana (2000) dalam meyelesaikan masalah atau konflik, adanya pertukaran informasi yang jujur dan suasana emosional merupakan harapan dan kepercayaan terhadap kemampuan kedua pihak untuk menyelesaikan masalah. Hal ini dikarenakan pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor adanya pertukaran bebas informasi yang jujur dan sasaran
62
emosional yang baik antar unit bagian. Untuk menyelesaikan masalah dapat dilakukan dengan cara coffe morning atau meeting sesuai dengan level unit kerja masing-masing. 5. Mengganggu jalur komunikasi Nilai pada aktivitas dapat mengganggu jalur komunikasi yang rutin dan telah berjalan normal sebesar 3,01 artinya aktivitas tersebut “raguragu“ di terapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya mungkin sebagian karyawan yang menganggap dengan adanya komunikasi diagonal tidak juga mengganggu komunikasi yang telah ada, tetapi ada beberapa responden yang masih ragu untuk ditanggapi. 4.4.4. Persepsi Karyawan terhadap Pola Komunikasi Horizontal Persepsi karyawan mengenai pola komunikasi horizontal pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dengan rataan skor diketahui melalui lima pernyataan tentang pola komunikasi horizontal. Pernyataan dari komunikasi horizontal berupa
koordinasi
tugas,
penyelesaian
masalah,
berbagi
informasi,
mendiskusikan konflik, mengatasi masalah antar karyawan atau manajer yang ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Pola Komunikasi Organisasi Horizontal menurut Persepsi Karyawan No
Pernyataan
Rataan Skor
Komunikasi Formal; Komuninaksi Horizontal 1.
Karyawan atau manajer mendistribusikan koordinasi 4,36 tugas
2.
Karyawan atau manajer menangani penyelesaian masalah
3.
Karyawan atau manajer satu unit bertemu dengan unit 4,15 lain berbagi informasi
4.
Karyawan atau manajer rapat untuk mendiskusikan konflik
5.
Interaksi yang tinggi membantu masalah koordinasi antar 4,16 karyawan atau manajer Total Horizontal Communication
4,35
4,00
4,21
Berdasarkan Tabel 6 butir pernyataan mengenai komunikasi diagonal didapatkan nilai rataan skor. Nilai tersebut menunjukkan tingkat kesetujuan yang berbeda dengan range 4,00 – 4,16 “Setuju“. Artinya karyawan PT X
63
Tbk Unit Bisnis Bogor setuju jika karyawan mendiskusikan konflik, membantu masalah koordinasi karayawan atau manajer dan setuju karyawan atau manajer unit lain bertemu. Untuk range 4,35 – 4,36 “Sangat Setuju“. Berdasarkan penilaian responden tersebut, diperoleh beberapa kesimpulan mengenai pola komunikasi horizontal berdasarkan komponen yang ada pada Tabel 6 yaitu: 1. Mendiskusikan koordinasi tugas Nilai pada aktivitas mendiskusikan koordinasi tugas sebesar 4,36, dimana nilai tersebut menunjukkan para karyawan atau manajer dalam mendiskusikan kontribusi tugas “sangat baik“ ditanggap oleh karyawan dan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor sangat setuju dengan adanya diskusi antar karyawan atau manajer. Menurut Mulyana (2000), dengan adanya koordinasi tugas menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dan usul yang baik. Hal ini berarti karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor sudah sangat baik dalam mendiskusikan koordinasi tugas antar unit bagian. Koordinasi tugas ini dapat dilakukan tergantung agenda yang dibicarakan. Bentuk koordinasi tugas ini seperti coffe morning dan meeting, 2. Menangani penyelesaian masalah Nilai yang tertera pada Tabel 6 sebesar 4,35 artinya dalam menangani masalah karyawan ataupun manajernya “sangat baik“ dan sangat cepat diselesaikan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya karyawan maupun manajer sangat setuju sekali jika ada masalah dalam perusahaannya, maka dengan sangat cepat untuk diselesaikannya melalui komunikasi horizontal. Penyelesaian masalah ini dilakukan dengan adanya meeting ataupun dengan millist. 3. Berbagi informasi Nilai pada aktivitas manajer atau karyawan berkumpul untuk berbagi informasi yang tertera pada Tabel 6 yaitu sebesar 4,15 artinya dalam berbagi informasi berada pada kategori “baik“ diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor untuk berbagi informasi sesama unit sangat cepat dilakukan, karena informasi ini didapat dengan sistem online.
64
4. Mendiskusikan konflik antar unit Nilai pada aktivitas memberi penjelasan mengenai karyawan atau manajer dapat untuk mendiskusikan konflik dalam atau antar unit yaitu sebesar 4,00 yang artinya, bahwa hal tersebut berada di kategori “baik“ dilakukan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. 5. Adanya interaksi tinggi dalam mengatasi masalah Nilai pada aktivitas memberi penjelasan mengenai interaksi tinggi dan seringnya karyawan dirangsang untuk bekerja mengatasi dan membantu masalah koordinasi antar karyawan atau manajer yaitu sebesar 4,16 artinya aktivitas tersebut “baik“ di terapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. 4.4.5. Persepsi Karyawan terhadap Pola Komunikasi Informal Persepsi karyawan mengenai pola komunikasi informal pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dengan rataan skor diketahui melalui lima pernyataan tentang pola komunikasi organisasi yang ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7. Pola Komunikasi Organisasi Informal menurut Persepsi Karyawan No
Pernyataan
Rataan Skor
Komunikasi Informal 1.
Selentingan sering digunakan sebagai sumber informasi
3,15
2.
Penyebaran desas-desus dipengaruhi pentingnya situasi
3,24
3.
Selentingan metode komunikasi tercepat
3,02
4.
Selentingan memuat banyak informasi
3,10
5.
Selentingan saluran komunikasi yang di sukai di 2,71 organisasi Total Komunikasi Informal
3,04
Berdasarkan Tabel 7 butir pernyataan mengenai pola komunikasi informal menunjukkan nilai rataan skor dengan tingkat kesetujuan yaitu “ragu-ragu“ dengan range antara 2,71 – 3,15. Berdasarkan penilaian responden
tersebut,
diperoleh
beberapa
kesimpulan
mengenai
pola
komunikasi informal berdasarkan komponen yang ada pada Tabel 7 yaitu: 1. Selentingan sebagai informasi Nilai pada aktivitas selentingan sering digunakan sebagai sumber informasi sebesar 3,15 dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa
65
komunikasi informal ini di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor suka digunakan, tetapi perusahaan meragukan jika selentingan merupakan sumber informasi, karena selentingan merupakan bentuk informasi yang kurang akurat untuk dijadikan komunikasi sehari-hari (Mulyana, 2000). Kategori untuk selentingan sebagai informasi ialah “ragu-ragu“. Karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor pada umumnya kurang mempercayai selentingan yang beredar sebelum surat pernyataan yang dikeluarkan dari pihak manajemen dikeluarkan. 2. Penyebaran desas-desus Nilai pada aktivitas penyebaran desas-desus yang dipengaruhi pentingnya situasi sebesar 3,24 artinya penyebaran desa-desus pun raguragu untuk diterapkan atau digunakan oleh PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa penyebaran desas-desus tidaklah efektif untuk dijadikan sarana komunikasi dan informasi sehari-hari bagi PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor pada umumnya kurang mempercayai desas-desus yang beredar sebelum surat pernyataan yang dikeluarkan dari pihak manajemen dikeluarkan. 3. Selentingan metode komunikasi tercepat Nilai pada aktivitas bahwa selentingan merupakan metode komunikasi tercepat sebesar 3,02 artinya pola komunikasi informal ini atau selentingan, tidak merupakan metode yang tercepat dalam berkomunikasi. Sehingga kategori untuk selentingan “ragu-ragu“ bagi PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Namun menurut Mulyana (2000), selentingan merupakan metode komunikasi tercepat. Hal ini tidak untuk diterapkan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, karena dari hasil penelitian selentingan sangat ragu-ragu dan juga selentingan tidak terlalu disukai sebagai sumber informasi di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. 4. Selentingan memuat banyak informasi Nilai pada aktivitas mengenai selentingan memuat banyak informasi sebesar 3,10 yang artinya, bahwa selentingan juga tidak memuat banyak informasi yang bermanfaat untuk PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Kategori untuk aktivitas ini ialah “ragu-ragu“.
66
5. Selentingan disukai di organisasi Nilai pada aktivitas mengenai selentingan merupakan saluran komunikasi yang disukai di organisasi sebesar 2,71 artinya aktivitas tersebut “ragu-ragu“ diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya mungkin sebagian karyawan yang menganggap dengan adanya komunikasi informal ini tidak begitu penting untuk dijadikan sebagai saluran komunikasi yang baik. Karena selentingan hanyalah informasi yang meragukan, belum pasti kebenarannya. Pihak perusahaan pun menjadi sangat ragu-ragu jika pola komunikasi ini digunakan di perusahaan, karena akan mengganggu aktivitas komunikasi yang telah berjalan dengan baik. Berdasarkan jawaban responden tersebut dapat disimpulkan bahwa pola komunikasi organisasi baik formal maupun informal diterapkan oleh PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Namun pola komunikasi organisasi yang cenderung digunakan oleh PT X Tbk Unit Bisnis Bogor ialah pola komunikasi dari bawah ke atas atau upward communications. Hal ini terlihat nilai rataan dari komunikasi formal maupun informal yang memiliki nilai rataan terbesar, yaitu pola komunikasi bawah ke atas atau upward communication sebesar 4,37. Dimana, nilai 4,37 berada pada kategori “sangat setuju“, artinya bahwa pola komunikasi bawah ke atas ini sangat sering digunakan. Alasan kenapa pola komunikasi tersebut dominan digunakan di perusahaan ialah, karena mungkin bawahan lebih aktif untuk berintraksi dengan atasannya. Hal ini dikarenakan karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor lebih bertanggung jawab atas pekerjaannya. Oleh karena itu, karyawan sudah seharusnya lebih aktif dibandingkan dengan atasannya. Tetapi walaupun atasan tidak cenderung untuk sering berkomunikasi, atasan tetap menjaga komunikasi dengan bawahannya, agar tercipta hubungan yang baik antar sesama pegawai PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Nilai skor rataan dari pola komunikasi informal ialah sebesar 3,04. Hal ini terlihat jelas, bahwa untuk nilai rataan 3,04 berada pada kategori raguragu. Pola komunikasi informal memang terkadang digunakan di perusahaan, namun tidak selamanya pola tersebut dijadikan saluran komunikasi yang
67
disukai oleh PT X Tbk Unit Bisnis Bogor ini. Hal ini terjadi karena, selentingan merupakan saluran komunikasi yang kurang efektif untuk digunakan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Berdasarkan hasil jawaban persepsi responden PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, disimpulkan bahwa pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, bentuk pola komunikasi organisasi yang sering digunakan ialah pola komunikasi dari bawah ke atas atau biasa disebut upward communication. Untuk bentuk pola komunikasi yang tidak digunakan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor ini ialah bentuk pola komunikasi informal, karena bentuk pola komunikasi ini tidak efektif bagi perusahaan. 4.5. Analisis Persepsi Karyawan tentang Lingkungan Kerja Produktif Persepsi karyawan mengenai pola komunikasi organisasi yang ada pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dengan rataan skor berdasarkan 25 pernyataan dalam kuesioner terdiri dari 2 bagian yaitu pola komunikasi formal dan informal. Namun, untuk analisis ini tidak membahas mengenai pola-pola komunikasi, tetapi mengetahui lingkungan kerja yang bagaimana yang ada di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Untuk lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Lingkungan Kerja Produktif Menurut Persepsi Karyawan No
Pernyataan
Rataan Skor
Lingkungan Kerja Yang Produktif 1.
Perusahaan memberikan lingkungan kerja yang tenang 4,28 dan nyaman
2.
Perusahaan memberikan penghasilan memenuhi kebutuhan hidup
3.
Perusahaan memberikan jaminan sosial
4.
Hubungan kerja menjadi faktor untuk dapat bekerja 4,50 produktif
5.
Lingkungan keja dan suasana kerja tergantung pola yang 3,81 diciptakan pimpinan.
6.
Sarana kerja mempengaruhi produktifitas lingkungan kerja karyawan
4,32
Total Lingkungan Kerja Produktif
4,22
yang
dapat 4,24 4,18
68
Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa total keseluruhan lingkungan kerja produktif ialah sebesar 4,22 artinya lingkungan kerja yang ada pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor ini “sangat baik” dilakukan oleh perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa komponen-komponen yang berada di lingkungan kerja, dimulai dari perusahaan memberikan lingkungan kerja yang tenang sampai sarana kerja mempengaruhi produktifitas lingkungan kerja karyawan ialah sangat baik dilakukan oleh PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Sehingga dengan adanya lingkungan kerja yang produktif, karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor ini merasa apa yang karyawan butuhkan sudah terpenuhi dengan baik. Pada akhirnya berkaitan dengan lingkungan kerja perusahaan menjadi lingkungan kerja yang produktif. 4.6. Analisis Hubungan Pola Komunikasi Organisasi dengan Lingkungan Kerja yang Produktif Metode koefisisen korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara pola-pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja yang produktif. Pengolahan data dibantu dengan program software SPSS versi 15.0 for windows. Metode ini digunakan karena penelitian ini merupakan tipe pengukuran asosiasi dua peubah dengan pengukuran skala ordinal. Dua peubah yang diukur dinyatakan memiliki hubungan, jika nilai nyata hasil pengujian (P-value) lebih kecil bila dibandingkan dengan taraf ketelitian (α) yang diuji. Berdasarkan hasil uji persepsi dengan rataan skor, diketahui bahwa terciptanya pola komunikasi organisasi yang baik pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dan perusahaan cenderung menggunakan upward communication. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 4, dengan nilai rataan skor dengan kategori “sangat setuju” pola tersebut digunakan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Begitu juga dengan lingkungan kerja yang produktif, karyawan pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor merasakan lingkungan yang nyaman dan tenang yang telah diciPTakan perusahaan. Mendasari hal tersebut, maka uji korelasi Rank Spearman akan diujikan antara pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja yang produktif. Hubungan pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja yang produktif dapat dilihat pada Tabel 9. Adapun
69
hasil pengujian korelasi Rank Spearman untuk mengetahui hubungan pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja produktif dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 9. Hubungan Pola Komunikasi Organisasi Formal dengan Lingkungan Kerja Produktif No.
Indikator Pola Komunikasi Organisasi Formal
Nilai Signifikansi
Nilai Rank Spearman
Hubungan dengan Lingkungan Kerja Produktif
1.
Downward Communication
0,000
0,531
Positif, kuat dan nyata
2.
Upward Communication
0,000
0,609
Positif ,kuat dan nyata
3.
Diagonal Communication
0,000
0,442
Positif, agak lemah dan nyata
4.
Horizontal Communication
0,000
0,415
Positif, agak lemah dan nyata
Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa semua indikator yang mempengaruhi lingkungan kerja yang produktif mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha (α) yang digunakan yaitu 0,05 sehingga keputusan Ho ditolak, artinya hipotesis H1 diterima yaitu terdapat hubungan nyata antara pola komunikasi organisasi formal dengan lingkungan kerja yang produktif. Hal ini berarti pola komunikasi organisasi formal memiliki hubungan lingkungan kerja produktif di PT X,Tbk Unit Bisnis Bogor. Nilai P-value yang dihasilkan sebesar 0,000 artinya tingkat kesalahan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebesar 0 persen atau tingkat kebenaran hasil penelitian ini adalah 100 persen. Downward communication menurut hasil uji korelasi Rank Spearman (Tabel 9) termasuk moderately high association yang artinya mempunyai hubungan yang postif, kuat dan nyata dengan lingkungan kerja produktif, sehingga semakin kuat hubungan pola komunikasi dari atas ke bawah, maka lingkungan kerja yang tercipta semakin produktif (Umar, 2005). Hal ini dikarenakan, jika atasan sering berkomunikasi dengan bawahan, maka dengan sendirinya akan tercipta lingkungan yang nyaman, tenang dan juga dapat meningkatkan kinerja dalam bekerja. Lingkungan kerja banyak tergantung dan diciptakan oleh pimpinan, sehingga suasana kerja yang tercipta tergantung pada pola yang diciptakan perusahaan (Sinungan, 2003). Hal ini
70
dapat terlihat dengan menggunakan rumus t hitung (Rumus 7), dengan memasukkan nilai n (jumlah responden) sebanyak 78 responden dan r (nilai korelasi Rank Spearman) dari downward communication sebesar 0,531 diperoleh nilai t hitung sebesar 5,463 yang artinya nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,96). Sehingga didapatkan keputusan tolak Ho, artinya hipotesis H1 diterima yaitu terdapat hubungan nyata antara downward communication dengan lingkungan kerja produktif dengan tingkat signifikansi sebesar α yang dipilih. Upward communication menurut hasil uji korelasi Rank Spearman (Tabel 9) termasuk moderately high association yang artinya mempunyai hubungan yang postif, kuat dan nyata dengan lingkungan kerja produktif, sehingga semakin kuat hubungan pola komunikasi dari bawah ke atas maka lingkungan kerja yang tercipta semakin produktif (Umar, 2005). Hal ini dikarenakan,
adanya
interaksi
karyawan
dengan
manajer
sehingga
komunikasi berjalan dengan baik. Jika komunikasi dari bawah ke atas ini sangat baik, maka dengan sendirinya lingkungan kerja pun menjadi produktif. Hal ini dapat terlihat dengan menggunakan rumus t hitung (Rumus 7), dengan memasukkan nilai n (jumlah responden) sebanyak 78 responden dan r (nilai korelasi Rank Spearman) dari upward communication sebesar 0,609 diperoleh nilai t hitung sebesar 6,694 yang artinya nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,96). Sehingga didapatkan keputusan tolak Ho, artinya hipotesis H1 diterima yaitu terdapat hubungan nyata antara upward communication dengan lingkungan kerja produktif dengan tingkat signifikansi sebesar α yang dipilih. Diagonal communication menurut hasil uji korelasi Rank Spearman (Tabel 9) termasuk moderately low association yang artinya mempunyai hubungan yang positif, agak lemah dan nyata dengan lingkungan kerja produktif (Umar, 2005). Hal ini terlihat dari nilai korelasi Rank Spearman dari diagonal communication sebesar 0,442. Akan tetapi, walaupun hubungan tersebut agak lemah komunikasi diagonal ini juga tetap digunakan oleh PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini dikarenakan dari kesimpulan analisis persepsi karyawan, bahwa PT X Tbk Unit Bisnis Bogor menggunakan komunikasi
71
formal baik itu downward, upward, diagonal maupun horizontal. Namun, nilai korelasi komunikasi diagonal dengan lingkungan agak lemah dan memungkinkan jika pola ini sering digunakan lingkungan kerja tidak seproduktif downward dan upward communication. Hasil perhitungan t hitung (Rumus 7), dengan memasukkan n (jumlah responden) sebanyak 78 responden dan r (nilai korelasi Rank Spearman) dari diagonal communication sebesar 0,442 diperoleh nilai t hitung sebesar 4,296 yang artinya nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,96). Sehingga didapatkan keputusan tolak Ho, artinya hipotesis H1 diterima yaitu terdapat hubungan nyata antara diagonal communication
dengan
lingkungan
kerja
produktif
dengan
tingkat
signifikansi sebesar α yang dipilih. Horizontal communication menurut hasil uji korelasi Rank Spearman (Tabel 9) termasuk moderately low association yang artinya mempunyai hubungan yang positif, agak lemah dan nyata dengan lingkungan kerja produktif (Umar, 2005). Hal ini terlihat dari nilai korelasi Rank Spearman dari horizontal communication sebesar 0,415. Hubungan yang agak lemah ini akan membuat lingkungan kurang menjadi produktif walaupun hubungannya positif dan nyata, tetapi tidak begitu kuat. Agar memiliki nilai yang kuat, maka lebih ditingkatkan lagi untuk berinteraksi antar karyawan ataupun manajer satu unit maupun unit lain. Hasil perhitungan t hitung (Rumus 7), dengan memasukkan n (jumlah responden) sebanyak 78 responden dan r (nilai korelasi Rank Spearman) dari horizontal communication sebesar 0,415 diperoleh nilai t hitung sebesar 3,976 yang artinya nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,96). Sehingga didapatkan keputusan tolak Ho, artinya hipotesis H1 diterima yaitu terdapat hubungan nyata antara horizontal communication dengan lingkungan kerja produktif dengan tingkat signifikansi sebesar α yang dipilih. Berdasarkan Tabel 10 dapat terlihat jelas, bahwa indikator pola komunikasi organisasi informal ini termasuk no association, yaitu kondisi yang menunjukkan tidak ada hubungan antara pola komunikasi informal dengan lingkungan kerja produktif (Umar, 2005). Hal ini mengindikasikan bahwa, selentingan dan penyebaran desas-desus tidak termasuk hubungan
72
yang kuat. Selentingan juga bukan saluran komunikasi yang baik untuk diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Tabel 10. Hubungan Pola Komunikasi Organisasi Informal dengan Lingkungan Kerja yang produktif No.
1.
Indikator Pola Komunikasi Organisasi Informal
Nilai Nilai Rank Signifikansi Spearman
Selentingan dan Penyebaran desas- 0,328 desus
0,112
Hubungan dengan Lingkungan Kerja Produktif
Tidak ada hubungan
Nilai korelasi Rank Spearman dapat dilihat untuk pola komunikasi informal sebesar 0,112 yang artinya komunikasi informal tidak ada hubungan yang kuat dengan lingkungan kerja produktif. Hasil perhitungan t hitung (Rumus 7), dengan memasukkan n (jumlah responden) sebanyak 78 responden dan r (nilai korelasi Rank Spearman) dari diagonal communication sebesar 0,112 diperoleh nilai t hitung sebesar 0,983 yang artinya nilai tersebut lebih kecil dari t tabel (1,96). Sehingga didapatkan keputusan tolak H1, artinya hipotesis H0 diterima yaitu tidak terdapat hubungan nyata antara komunikasi organisasi informal dengan lingkungan kerja produktif dengan tingkat signifikansi sebesar α yang dipilih. 4.7. Implikasi Manajerial Komunikasi adalah alat dimana organisasi dapat menyesuaikan personel dan proses terhadap situasi, serta masalah yang dihadapi. Pimpinan sebagai orang yang bertanggung jawab dalam perusahaan yang dapat memberikan kontribusi dalam menciptakan komunikasi yang efektif dalam lingkungan kerja perusahaan, termasuk lingkungan kerja yang produktif, nyaman dan tenang. Berdasarkan hasil penelitian terhadap hubungan pola komunikasi organisasi formal maupun informal dengan lingkungan kerja yang produktif pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang terjadi di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor berjalan secara efektif. Dimana, PT X Tbk Unit Bisnis Bogor menggunakan pola komunikasi organisasi formal dalam menciptakan lingkungan kerja yang produktif. Pola komunikasi
73
organisasi formal berhubungan dengan lingkungan kerja, seperti rasa aman, nyaman dan tenang. Agar pola komunikasi tersebut berjalan dengan efektif, hendaknya pihak manajemen juga dapat melakukan upaya yang dapat menciptakan rasa aman, nyaman dan tenang pada para karyawan. Beberapa upaya yang perlu dilakukan agar pola komunikasi berjalan seimbang dan efektif adalah sebagai berikut: 1. Melakukan komunikasi efektif dengan para karyawan untuk mendorong partisipasi para karyawan dalam setiap proses pengambilan keputusan. 2. Memperluas akses dan pendayagunaan saluran komunikasi dan informasi yang mudah digunakan dan mudah dipahami oleh para karyawan seperti paperless online office internal. 3. Memperbanyak forum-forum interaksi dengan manajer dan karyawan, baik antar internal unit maupun antar unit kerja. 4. Agar komunikasi dapat berjalan efektif, tidak menimbulkan salah tafsir atau salah persepsi, disarankan para karyawan untuk secara berkala melakukan training komunikasi yang efektif. Perbaikan atau peningkatan hubungan antar personal dan atasan dengan bawahan dapat dilakukan melalui kegiatan seperti regular meeting, family gathering, atau millist antar unit kerja. Walaupun hal tersebut sudah dilakukan, tetapi perlu lagi adanya reseptivitas yang tinggi. Lakukan perubahan pada proses dan metode komunikasi diagonal, horizontal ataupun downward communication. Dengan tujuan agar pola komunikasi organisasi berjalan secara sempurna untuk mendapatkan hasil komunikasi yang baik menjadi sangat baik. Selain itu, harus adanya keseimbangan antara metode komunikasi dengan mutual benefit dan mutual trust.
74
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, maka dapat diambil kesimpulan beberapa hal sebagai berikut: 1. Komunikasi yang terjadi pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor menggunakan pola komunikasi organisasi formal. Pola komunikasi yang paling sering digunakan ialah pola komunikasi dari bawah ke atas atau upward communication. 2. Lingkungan kerja yang ada di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor ini sudah sangat baik. Lingkungan kerja sudah produktif, hal ini dapat dilihat dari bagaimana perusahaan sudah memberikan kenyamanan dan ketenangan yang dapat meningkatkan kinerja yang baik dalam bekerja. 3. Berdasarkan penilaian hasil uji korelasi Rank Spearman terdapat hubungan antara pola komunikasi organisasi formal dengan lingkungan kerja yang produktif. Untuk pola komunikasi informal tidak ada hubungan sama sekali dengan lingkungan kerja produktif. Hubungan yang paling kuat yaitu antara pola komunikasi dari bawah ke atas atau upward communcation dengan lingkungan kerja yang produktif. 2. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan yang diperoleh, maka masukan yang dapat diberikan kepada pihak perusahaan dan bagi penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Bagi pihak perusahaan Melihat hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara pola komunikasi organisasi formal dengan lingkungan kerja produktif, maka strategi yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan mempertahankan dan meningkatkan efektivitas komunikasi pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hubungan komunikasi baik dengan atasan ataupun bawahan harus lebih baik, agar tercipta hubungan yang harmonis satu sama lain dan akhirnya akan menciptakan lingkungan kerja produktif.
75
Dengan terciptanya lingkungan kerja yang produktif, maka secara langsung akan meningkatkan kinerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya dan pada akhirnya perusahaan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Bagi penelitian selanjutnya Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola komunikasi organisasi, misalnya terhadap disiplin dan motivasi kerja karyawan.
76
DAFTAR PUSTAKA Adesya, S. 2007. Hubungan Iklim Komunikasi Organisasi dengan Kepuasan Kerja Karyawan Bagian Spinning PT Unitex Tbk, Bogor. Skripsi pada Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor. Cushway, B. dan D. Lodge. 2002. Organisational Behavior and Design. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Dessler, G. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia (Terjemahan, Jilid 2). PT. Indeks, Jakarta. Effendy, O.U. 2001. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdikarya, Bandung. Hasibuan, M.S.P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Revisi). PT. Bumi Aksara, Jakarta. Isprandono, W.A. 2004. Analisis Hubungan Faktor-faktor Komunikasi dengan Peningkatan Produktivitas Kerja pada PT. Sariwangi. Skripsi pada Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor. Mangkunegara, A.A.A.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Muhhamad, A. 2004. Komunikasi Organisasi. Bumi Aksara, Jakarta. Mulyana, D. 2000. Nuansa-nuansa Komunikasi: Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer. Remaja Rosdakarya, Bandung. Nawangsari, S. 1997. Komunikasi Bisnis. Universitas Gunadarma, Pondok Cina. Nugroho, B.A. 2005. Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Penerbit ANDI, Yogyakarta. Pangewa M. 2004. Perilaku Keorganisasian. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Purwanto, D. 2003. Komunikasi Bisnis. Erlangga, Jakarta. Rivai, V. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktek. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Robbins, S.P. 2003. Perilaku Organisasi (Terjemahan, Jilid 2). PT. Indeks, Jakarta. Sandjaja, S. 2007. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka, Jakarta.
77
Silviani, M. 2009. Efektivitas Atasan dan Bawahan pada Kantor Pos Bogor. Skripsi pada Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor. Simamora, B. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. PT. Gramedi Pustaka Utama, Jakarta. Sinungan, M. 2003. Produktivitas. PT. Bumi Aksara, Jakarta. Stoner, J.A.F., R.E. Freeman dan D.R. Gilbert Jr. 1996. Manajemen (Terjemahan, Jilid 2). PT. Prenhallindo, Jakarta. Sugiyono. 2004. Statistik untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. Sumarsono, H.M.S. 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta. Sunarto. 2003. Manajemen, Komunikasi Antar Pribadi Dan Gairah Kerja Karyawan. Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Pegawai Departemen Kehakiman Dan Ham, Jakarta. Tambunan, S.T.B. 2005. Manajemen Selentingan dalam Sistem Komunikasi Organisasi. Jurnal Forum Manajemen Prasetya Mulya, vol. 19 no. 87. hlm. 26-30. Tubbs, S.I. dan S, Moss. 1996. Human Commmunication: Konteks-konteks Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya bekerja sama dengan Mograw-Hill Inc. Singapura. Bandung. Umar, H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Umar, H. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. http://www.ezinearticles.com/?Importance-Of-Communication-In-Organization &id =563763 [ 6 Maret 2009]
78
LAMPIRAN
79
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian No :
KUESIONER PENELITIAN ANALISIS HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN LINGKUNGAN KERJA PRODUKTIF PT X TBK UNIT BISNIS BOGOR Terima kasih atas partisipasi Anda menjadi salah satu responden untuk mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian yang dilakukan oleh : Peneliti NRP Departemen Fakultas Perguruan Tinggi
: : : : :
Nindya Mayangdarani H24053960 Manajemen Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
yang akan digunakan untuk memenuhi tugas penyelesaian Skripsi Program Sarjana. Saya sangat menghargai kejujuran Anda dalam mengisi kuesioner ini dan akan menjamin kerahasiaan Anda. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perusahaan dalam pengelolaan sumber daya manusia khususnya dalam menciptakan lingkungan kerja yang produktif melalui pola komunikasi organisasi. Atas kerjasama dan bantuan Anda, saya ucapkan terima kasih.
A. IDENTITAS RESPONDEN Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Perempuan
Unit Kerja
:
Posisi
:
Manajer Asisten Manajer Officer 1
Officer 2 Officer 3 Staff
Pendidikan Terakhir
:
SMU/Sederajat Diploma S1
S2 S3
Usia
:
19 – 29 tahun 30 – 39 tahun 40 – 49 tahun
50 – 59 tahun 60 tahun
Masa Kerja di Perusahaan
:
1 – 5 tahun 6 – 10 tahun 11 – 19 tahun
20 – 29 tahun 30 tahun
Data & Vas Sales Fixed Phone Sales Customer Care Access Network Maintenance Access Network Operation Bussines Performance General Support
80
B. POLA KOMUNIKASI ORGANISASI Petunjuk Pengisian : Mohon diisi dengan memberi tanda checklist () untuk setiap pertanyaan yang sesuai dengan persepsi Anda pada kolom jawaban yang tersedia. Keterangan Jawaban : STS = Sangat Tidak Setuju TS = Tidak Setuju R = Ragu-ragu
S = Setuju SS = Sangat Setuju
I. SALURAN KOMUNIKASI FORMAL a. KOMUNIKASI DARI ATAS KE BAWAH ( DOWNWARD COMMUNICATION) No. Pernyataan 1. Memberi instruksi/perintah secara lisan dan tulisan kepada bawahan. 2. Mengajukan ide dan gagasan kepada bawahan secara lisandan tulisan. 3. Memberikan pujian secara lisan dan tulisan kepada bawahan. 4. Memberikan penjelasan mengenai pekerjaan secara lisan dan tulisan kepada bawahan. 5. Memberikan pendapat kepada bawahan secara lisan dan tulisan
STS
TS
R
S
SS
S
SS
b. KOMUNIKASI DARI BAWAH KE ATAS (UPWARD COMMUNICATION) No. 1. 2. 3.
4. 5.
Pernyataan Memberikan laporan kepada atasan secara lisan dan tulisan. Mengajukan ide dan gagasan kepada atasan secara lisan dan tulisan. Mengemukakan masalah dan keluhan kepada atasan secara lisan dan tulisan. Memberikan pendapat kepada atasan secara lisan dan tulisan Memberikan pujian secara lisan dan tulisan kepada atasan.
STS
TS
R
81
c. KOMUNIKASI DIAGONAL (DIAGONAL COMMUNICATION) No. Pernyataan 1. Manajer satu unit dan karyawan unit lain sering memberikan kritikan dan masukan yang bermanfaat dalam meningkatkan kinerja perusahaan begitu juga sebaliknya. 2. Terdapat saling ketergantungan diantara bagian yang ada dalam perusahaan. 3. Komunikasi diagonal memberikan informasi menjadi lebih cepat. 4. Komunikasi diagonal memungkinkan individu dari berbagai bagian ikut membantu menyelesaikan masalah dalam organisasi. 5. Komunikasi diagonal dapat mengganggu jalur komunikasi yang rutin dan telah berjalan normal.
STS
TS
R
S
SS
d. KOMUNIKASI HORIZONTAL (SIDEWAYS COMMUNICATION) No. Pernyataan 1. Para karyawan atau manajer bertemu untuk mendiskusikan kontribusi dan koordinasi tugas terhadap tujuan perusahaan. 2. Para karyawan atau manajer berkumpul mendiskusikan bagaimana menangani penyelesaian masalah yang ada di perusahaan 3. Para karyawan atau manajer satu unit bertemu dengan karyawan unit lain untuk berbagi informasi. 4. Para karyawan atau manajer rapat untuk mendiskusikan konflik dalam atau antar unit kerja. 5. Interaksi tinggi dan seringnya komunikasi antar karyawan dirangsang untuk bekerja mengatasi dan membantu masalah koordinasi antar karyawan atau manajer.
STS
TS
R
S
SS
82
II.
KOMUNIKASI INFORMAL
No. Pernyataan 1. Selentingan (grapevine) sering digunakan sebagai sumber informasi dalam organisasi. 2. Penyebaran desas-desus dalam organisasi dipengaruhi oleh pentingnya situasi. 3. Selentingan merupakan metode berkomunikasi tercepat dalam suatu organisasi. 4. 5.
STS
TS
R
S
SS
TS
R
S
SS
Selentingan dapat memuat banyak informasi. Selentingan merupakan saluran komunikasi yang lebih disukai dalam organisasi.
C. LINGKUNGAN KERJA YANG PRODUKTIF No. Pernyataan 1. Perusahaan selama ini telah mampu memberikan lingkungan kerja yang tenang dan nyaman sehingga dapat meningkatkan kinerja dalam bekerja. 2. Perusahaan telah mampu memberikan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. 3. Perusahaan selama ini senantiasa memberikan jaminan sosial yang memadai. 4. Hubungan kerja yang harmonis merupakan salah satu faktor untuk membuat orang bisa bekerja produktif. 5. Kondisi lingkungan kerjabanyak tergantung dan diciptakan oleh pimpinan, sehingga suasana kerja yang tercipta tergantung pada pola yang diciptakan pimpinan. 6. Kesediaan sarana kerja juga mempengaruhi produktifitas lingkungan kerja karyawan.
STS
TERIMA KASIH ATAS BANTUAN DAN KERJASAMA ANDA
83
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas Pernyataan Kuesioner dengan Bantuan Software Microsoft Excel 2007 Hasil Uji Validitas Kuesioner 1. Pola Komunikasi Organisasi No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Pearson 0,583 0,549 0,702 0,710 0,683 0,567 0,551 0,657 0,576 0,587 0,700 0,489 0,733 0,763 0,400 0,725 0,683 0,491 0,628 0,572 0,390 0,627 0,493 0,532 0,520
Keterangan vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild vaild
Pearson 0,574 0,544 0,484 0,474 0,413 0,614
Keterangan valid valid valid valid valid valid
Ket: Pearson > 0,361 (valid) Pearson ≤ 0,361 (tidak valid)
2. Lingkungan Kerja Produktif No. Pertanyaan 26 27 28 29 30 31 Ket: Pearson > 0,361 (valid) Pearson ≤ 0,361 (tidak valid)
84
Lampiran 3. Uji Reliabilitas Pernyataan Kuesioner dengan Bantuan Software SPSS 15.0 for windows
Reliability [DataSet0]
Scale: ALL VARIABLES 1. Pola Komunikasi Organisasi Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
30 0 30
% 100.0 .0 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha .907
N of Items 25
2. Lingkungan Kerja Produktif Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
30 0 30
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha .728
N of Items 6
% 100.0 .0 100.0
85
Lampiran 4. Nilai Uji Korelasi Rank Spearman dengan Bantuan Software SPSS 15.0 for windows.
Nonparametric Correlations [DataSet0]
Correlations
Spearman's rho
Downward Communications Lingkungan Kerja Produktif
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Downward Communi cations 1.000 . 78 .531** .000 78
Lingkungan Kerja Produktif .531** .000 78 1.000 . 78
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Spearman's rho
Upward Communictions
Lingkungan Kerja Produktif
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Upward Communi ctions 1.000 . 78 .609** .000 78
Lingkungan Kerja Produktif .609** .000 78 1.000 . 78
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Spearman's rho
Sideways Communications Lingkungan Kerja Produktif
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sideways Communi cations 1.000 . 78 .415** .000 78
Lingkungan Kerja Produktif .415** .000 78 1.000 . 78
86
Lanjutan Lampiran 4. Correlations
Spearman's rho
Diagonal Communications Lingkungan Kerja Produktif
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Diagonal Communi cations 1.000 . 78 .442** .000 78
Lingkungan Kerja Produktif .442** .000 78 1.000 . 78
Informal Communi cations 1.000 . 78 .112 .328 78
Lingkungan Kerja Produktif .112 .328 78 1.000 . 78
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Spearman's rho
Informal Communications Lingkungan Kerja Produktif
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Lampiran 5. Struktur Organisasi PT X Tbk Unit Bisnis Bogor STRUKTUR ORGANISASI PT X Tbk UNIT BISNIS BOGOR GM PT. X BOGOR
DGM PT. X BOGOR
MANAGER GS
ASMAN LOGISTIK
MANAGER BP
ASMAN PERFORMANCE
ASMAN ASSET
ASMAN FRAUD MGT
ASMAN SEKRET
ASMAN QUALITY MGT
MANAGER
MANAGER D&VS
MANAGER CC
MANAGER ANO
MANAGER ANM
JM KANCATEL CIBINONG
JM KANCATEL DEPOK
ASMAN WIRELINE SP
ASMAN DATA & INTERNE SP
ASMAN PRIME CUST CARE
ASMAN PCAN
ASMAN COPP.A.M
AJM SERVICE CIBINONG
AJM SERVICE DEPOK
ASMAN WIRELESS SP
ASMAN CONT & VAS SP
ASMAN PERSONAL CC
ASMAN CCAN
ASMAN F&R ACC.MANT
AJM OMAN CIBINONG
AJM OMAN DEPOK
ASMAN INDIR CHANEL MGN
ASMAN CPE & TELUM
ASMAN ACCESS DATA MGN
ASMAN DIR CHANEL MGN
ASMAN TECH ACCESS SUP
ASMAN ACC PROG PERFOR
ASMAN CUST DATA MAN
AJM ADM SUPPORT
87
ASMAN OM ACC SUP
AJM ADM SUPPORTCBI