ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI OUTPAYMENTS BUAH-BUAHAN INDONESIA DAN IMPLIKASI KEBIJAKANNYA
OLEH FIONA REBECCA HUTAGAOL H14080011
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN
FIONA REBECCA HUTAGAOL. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Outpayments Buah-buahan Indonesia dan Implikasi Kebijakannya (dibimbing oleh SRI HARTOYO).
Produksi buah-buahan sangat melimpah dan beraneka ragam di Indonesia. Pada tahun 2010, produksi buah-buahan Indonesia sebesar 15 juta ton pada tahun 2010 (BPS, 2010). Bagi Indonesia, ekspor buah-buahan merupakan suatu hal yang penting, bukan hanya dari segi pemasukan devisa, tetapi juga untuk menciptakan lapangan kerja dan pendapatan bagi masyarakat yang sekarang ini sedang dilanda masalah pengangguran dan kemiskinan. Namun, Indonesia belum mampu memanfaatkan potensinya tersebut. Nilai impor (outpayments) buah-buahan Indonesia justru terus meningkat dengan laju yang lebih cepat dibanding pertumbuhan ekspor. Sebagai akibatnya, dalam kurun waktu 2001 hingga 2010, neraca perdagangan Indonesia untuk buah-buahan selalu bernilai negatif. Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa, bukannya menjadi pengekspor besar buah-buahan, dalam kenyataannya Indonesia telah menjadi negara pengimpor besar. Selain merupakan suatu hal yang paradoks mengingat potensinya yang besar dalam produksi buah-buahan, impor buah-buahan tersebut telah semakin membebani perekonomian nasional sehingga perlu segera dikendalikan. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini ialah menganalisis faktorfaktor yang memengaruhi outpayments buah-buahan Indonesia dan merumuskan kebijakan untuk mengendalikan tingginya outpayments buah-buahan oleh masyarakat Indonesia. Penelitian ini menganalisis outpayments buah-buahan Indonesia dengan empat mitra dagang utamanya, yaitu Amerika Serikat, Australia, China, dan Thailand. Keempat negara tersebut merupakan eksportir buah-buahan terbesar ke Indonesia. Periode analisis selama lima belas tahun, terhitung dari tahun 1996 hingga tahun 2010. Berdasarkan hasil estimasi outpayments buah-buahan dengan metode data panel Fixed Effect Model, terdapat tiga faktor yang secara signifikan berpengaruh positif terhadap outpayments, yaitu tarif impor, pendapatan riil per kapita Indonesia, dan dummy krisis. Tarif impor maupun dummy krisis berpengaruh negatif terhadap outpayments, sedangkan pendapatan riil per kapita berpengaruh positif terhadap outpayments. Sementara itu, perubahan (depresiasi atau apresiasi) nilai rupiah terhadap US$ tidak berpengaruh nyata terhadap outpayments. Tidak satupun dari ketiga variabel independen (tarif, kurs, dan pendapatan) yang dapat dimanipulasi oleh pemerintah untuk mengendalikan outpayments buah-buahan impor. Kebijakan tarif impor tidak mungkin diterapkan kembali di era liberalisasi perdagangan saat ini. Di sisi lain, kenaikan pendapatan riil per kapita yang terus-menerus lebih dari satu dekade terakhir ini justru memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam mendorong peningkatan outpayments buah-buahan. Kebijakan untuk menghambat laju pertumbuhan pendapatan per
kapita bukanlah tindakan yang rasional, karena tidak sesuai dengan tujuan pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan seperti ini tidak mungkin ditempuh oleh pemerintah untuk mengendalikan outpayments buah-buahan impor. Dengan demikian, pemerintah perlu melakukan dua strategi dalam rangka mengendalikan beban peningkatan outpayments buah-buahan terhadap perekonomian nasional,. Pertama, menekan laju peningkatan outpayments buahbuahan. Pemerintah perlu mendorong perubahan persepsi konsumen Indonesia mengenai konsumsi buah-buah impor, di mana selama ini mereka menganggap konsumsinya sebagai kemewahan, yang terlihat dari elastisitas pendapatan terhadap kuantitas permintaannya lebih dari satu. Untuk itu pemerintah perlu menggalakkan kampanye cinta konsumsi buah-buahan produksi dalam negeri. Agar konsumen mau mensubstitusi konsumsi buah-buahan impor dengan konsumsi buah-buahan produksi dalam negeri, maka kualitas buah-buahan produksi nasional harus diperbaiki. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengembangkan dan menerapkan sistem standardisasi dan grading kualitas pada buah-buahan produksi dalam negeri. Kedua, pemerintah perlu mendorong ekspor buah-buah eksotik produksi dalam negeri. Tujuan ini dapat dicapai dengan penerapan sistem standardisasi dan grading serta kebijakan distribusi langsung buah-buahan dari pasar induk ke negara tujuan ekspor guna menekan biaya transportasi ekspor.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI OUTPAYMENTS BUAH-BUAHAN INDONESIA DAN IMPLIKASI KEBIJAKANNYA
OLEH FIONA REBECCA HUTAGAOL H14080011
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Outpayments Buah-buahan Indonesia dan Implikasi Kebijakannya
Nama
: Fiona Rebecca Hutagaol
NIM
: H14080011
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS NIP. 19500209 198203 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2012
Fiona Rebecca Hutagaol H14080011
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Fiona Rebecca Hutagaol dilahirkan di Brisbane pada tanggal 31 Mei 1990 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS dan Dra. Anne J.M. Sirait. Penulis memulai pendidikan sekolah dasar pada tahun 1996 dan lulus pada tahun 2002. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah pertama dan lulus pada tahun 2005. Setelah itu, penulis meneruskan pendidikannya ke tingkat menengah atas, dari tahun 2005 hingga 2008. Seluruh jenjang studi tersebut ditempuh di Kesatuan Bogor. Pada tahun 2008 penulis berhasil diterima di jurusan Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2009 penulis yang tergabung dalam Komisi Pelayanan Khusus Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB pernah menjadi pengajar responsi Pengantar Matematika dan Kalkulus yang diadakan PMK IPB bagi mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Kemudian, sejak tahun 2010 penulis menjalani profesi sebagai Asisten Praktikum Ekonomi Umum. Selama kuliah di IPB, penulis juga mengikuti beberapa kepanitiaan dan lomba. Adapun prestasi yang pernah diraih di antaranya adalah Juara Pertama Essay Terbaik pada Masa Perkenalan Fakultas (2009), peserta Trust Day of Danone Trust 8 (2011), kandidat dalam seleksi mahasiswa berprestasi di tingkat departemen (2011), dan juara ketiga pada lomba proposal skripsi di tingkat departemen (2012).
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas hikmat, berkat, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Outpayments Buah-buahan Indonesia dan Implikasi Kebijakannya”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada: 1. Kedua orang tua, yaitu Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS dan Dra. Anne J.M. Sirait atas bimbingan, dukungan, dan doa yang senantiasa diberikan kepada penulis. Tak lupa juga, terima kasih untuk adik saya, Karl Joshua Hutagaol, atas semangat yang diberikan. 2. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan masukan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc selaku dosen penguji utama dan Widyastutik, SE, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat guna penyempurnaan skripsi ini. 4. Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si, Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc, dan Dr. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si selaku juri pada lomba penulisan proposal Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penyusunan proposal skripsi ini. 5. Bapak Kasan Muhri selaku Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan yang telah bersedia membantu penulis dalam pemerolehan data impor buah-buahan. 6. Dian V. Panjaitan, SE, M.Si yang telah mengajarkan pengolahan data panel dengan Eviews 6. 7. Teman satu bimbingan penulis, yaitu Etika Layung Prastiwi atas dukungan dan kerjasamanya. 8. Sahabat-sahabat penulis di Ilmu Ekonomi Angkatan 45, yaitu Shanty Nathalia, Illinia Ayudhia Riyadi, Lusiana Manik, Henny Priscilia, dan Hairul atas semangat, dukungan, dan kebersamaannya. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Mei 2012
Fiona Rebecca Hutagaol H14080011
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi I.
PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 5 1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................ 7 1.4. Lingkup Penelitian ............................................................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8 2.1. Outpayments dan Hubungannya dengan Elastisitas Permintaan (Harga) dan Elastisitas Pendapatan ................................ 8 2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Outpayments ................................ 10 2.2.1. Tarif Impor ............................................................................... 10 2.2.2. Nilai Tukar................................................................................ 12 2.2.3. Pendapatan Riil per Kapita ....................................................... 14 2.3. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 16 2.4. Kebijakan Impor Buah Indonesia ...................................................... 19 2.5. Kerangka Pemikiran........................................................................... 22 2.6. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 25 III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 26 3.1. Jenis Data dan Sumber Data .............................................................. 26 3.2. Metode Analisis ................................................................................. 26 3.2.1. Analisis Deskriptif .................................................................... 26 3.2.2. Analisis Data Panel................................................................... 26 3.2.2.1. Spesifikasi Model ........................................................ 26 3.2.2.2. Definisi Operasional .................................................... 27 3.2.2.3. Panel Data .................................................................... 28
iii
3.2.2.4. Pemilihan Model Terbaik ............................................ 34 3.2.2.5. Evaluasi Model dan Uji Asumsi .................................. 35 IV. PERKEMBANGAN IMPOR BUAH-BUAHAN DI INDONESIA ......... 36 4.1. Tren Perdagangan Indonesia pada Komoditas Buah-buahan ............ 36 4.2. Tren Impor Buah-buahan oleh Indonesia Berdasarkan Asal Negara ........................................................................................ 37 4.2.1. Outpayments Buah-buahan Asal Amerika Serikat ................... 41 4.2.2. Outpayments Buah-buahan Asal Australia ............................... 42 4.2.3. Outpayments Buah-buahan Asal China .................................... 43 4.2.4. Outpayments Buah-buahan Asal Thailand ............................... 44 4.3. Ringkasan ........................................................................................... 45 V. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 47 5.1. Hasil Estimasi dan Evaluasi Model Permintaan Buah-buahan Impor .................................................................................................. 47 5.2. Hasil Estimasi dan Evaluasi Model Outpayments Buah-buahan ....... 49 5.3. Interpretasi Model dan Perilaku Outpayments Buah-buahan ...................................................................................... 51 5.4. Implikasi Kebijakan ........................................................................... 53 VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 59 6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 59 6.2. Saran................................................................................................... 59 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61 LAMPIRAN ..................................................................................................... 63
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Volume, Nilai, dan Harga Ekspor-Impor Komoditas Buah-buahan Periode 2001-2010 .............................................................. 3 1.2. Nilai Impor Buah-buahan untuk Indonesia Berdasarkan Asal Negara ..... 4 2.1. Share Outpayments Buah-buahan Indonesia terhadap Dunia ................... 11 4.1. Volume Impor Buah-buahan ke Indonesia Berdasarkan Asal Negara ............................................................................................... 38 4.2. Share dan Pertumbuhan (Growth) Outpayments Buah-buahan ke Indonesia berdasarkan asal Negara ........................................................... 40 4.3. Nilai dan Share Outpayments Buah-buahan Asal Amerika Serikat ......... 42 4.4. Nilai dan Share Outpayments Buah-buahan Asal Australia ..................... 43 4.5. Nilai dan Share Outpayments Buah-buahan Asal China .......................... 44 4.6. Nilai dan Share Outpayments Buah-buahan Asal Thailand...................... 45 5.1. Hasil Estimasi Model Permintaan Impor Buah-buahan dengan Fixed Effect Model ....................................................................... 48 5.2. Hasil Estimasi Model Outpayments dengan Fixed Effect Model .............. 50 5.3. Nilai Ekspor Buah-buahan Indonesia........................................................ 57
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Produksi Buah-buahan Indonesia Periode 2001-2010 .............................. 2 1.2. Perkembangan Nilai Impor Indonesia untuk Lima Kelompok Buah-buahan ............................................................................................. 6 2.1. Dampak Pemberlakuan Tarif Impor.......................................................... 12 2.2. Tren Pendapatan Riil per Kapita Indonesia Periode 1996-2010 ............... 15 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................. 24 4.1. Tren Perdagangan Indonesia untuk Komoditas Buah-buahan Periode 1996-2010 .................................................................................... 36
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Evaluasi Model ............................................................................................ 64 2. Uji Asumsi ................................................................................................... 65 3. Uji Chow Model Permintaan Impor Buah-buahan...................................... 66 4. Uji Hausman Model Permintaan Impor Buah-buahan ................................ 67 5. Hasil Estimasi Model Permintaan Impor Buah-buahan .............................. 68 6. Matriks Korelasi antar Variabel dalam Model Permintaan Impor Buah-buahan ..................................................................................... 69 7. Uji Normalitas Model Permintaan Impor Buah-buahan ............................. 70 8. Uji Chow Model Outpayments Buah-buahan ............................................. 71 9. Hasil Estimasi Model Outpayments Buah-buahan ...................................... 72 10.Matriks Korelasi antar Variabel dalam Model Outpayments Buah-buahan ................................................................................................ 73 11.Uji Normalitas Model Outpayments Buah-buahan ..................................... 74
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu
dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga dan meningkatkan daya tahan tubuh. Hal ini disebabkan oleh banyaknya vitamin dan zat mineral yang terkandung dalam buah. Baik vitamin maupun mineral berperan dalam proses metabolisme tubuh. Selain kedua zat tersebut, buah juga mengandung serat yang berguna untuk membantu proses pencernaan. Konsumsi buah dan sayur masyarakat yang ideal per harinya ialah 73 kilogram per kapita per tahun. Angka ini merupakan standar konsumsi yang disarankan oleh Food Agricultural Organization (FAO). Namun, tingkat konsumsi buah masyarakat Indonesia masih jauh dari standar tersebut. Mengutip pernyataan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati (2010) yang menjelaskan bahwa tingkat konsumsi sayur dan buah masyarakat masih berkisar 40 kilogram per kapita per tahun1. Artinya, masih ada defisit yang sangat besar dalam konsumsi buah masyarakat Indonesia. Mengisi defisit ini merupakan peluang pasar bagi produk buah-buahan hasil produksi dalam negeri. Sebagai negara tropis, Indonesia dianugerahi dengan kekayaan sumber daya hayati yang beragam dan melimpah. Letak Indonesia di sekitar garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia selalu mendapat sinar matahari sepanjang tahun. Di samping itu pula, curah hujan di Indonesia relatif tinggi. Keadaan iklim yang demikian amat menunjang pertumbuhan tanaman. Berbagai jenis tanaman buah-buahan dan tanaman lainnya dapat tumbuh subur di Indonesia. Oleh karena itu, produksi buah-buahan sangat melimpah dan beraneka ragam. Kondisi tersebut di atas juga tercermin pada tren produksi buah-buahan nasional selama periode 2001-2010 yang tercantum pada Gambar 1.1. 1
Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun ke 20 PT East West Seed Indonesia, di Desa Benteng, Kecamatan Campaka, Kabupaten Purwakarta, tanggal 16 Juni 2010. (http://www.pikiran-rakyat.com/node/116025, diakses pada tanggal 8 Juni 2011)
2
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa pada tahun 2001 produksi buah-buahan Indonesia mencapai 9.5 juta ton. Sejak tahun tersebut produksi buah-buahan nasional cenderung meningkat hingga mencapai puncaknya pada tahun 2009, dengan tingkat produksi sebesar 18 juta ton dan mengalami penurunan pada tahun
Produksi (ton)
2010. Pada tahun 2010 produksi buah-buahan nasional adalah sebesar 15 juta ton.
20,000,000 18,000,000 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 0 2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
Tahun
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2011 (diolah)
Gambar 1.1. Produksi Buah-buahan Indonesia Periode 2001-2010 Melimpahnya
produksi
buah-buahan
nasional
tersebut
di
atas
membuktikan betapa besarnya potensi Indonesia dalam produksi buah-buahan. Potensi besar tersebut terbentuk karena dukungan dari kekayaan sumberdaya alam dan iklim tropis yang kondusif. Dengan potensi seperti ini, maka sangatlah memungkinkan bagi Indonesia untuk menjadi negara yang tidak hanya mampu memenuhi sendiri kebutuhan buah-buahan masyarakatnya (swasembada), tetapi juga menjadi salah satu negara pengekspor besar buah-buahan. Bagi Indonesia, ekspor buah-buahan merupakan suatu hal yang penting, bukan hanya dari segi pemasukan devisa yang dibutuhkan untuk membiayai pembangunan nasional, tetapi juga untuk menciptakan lapangan kerja dan pendapatan bagi masyarakat yang sekarang ini sedang dilanda masalah pengangguran dan kemiskinan. Dengan dukungan sumber daya alam yang besar dan iklim yang kondusif, secara teoritis Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk memanfaatkan pasar buah-buahan global untuk kemakmuran masyarakatnya
3
dengan mengekspor sebanyak-banyak buah-buahan. Namun, kelihatannya, Indonesia belum mampu memanfaatkan potensinya tersebut. Hal ini jelas terlihat dari data ekspor-impor buah-buahan Indonesia sebagaimana tercantum pada Tabel 1.1. Berdasarkan Tabel 1.1 tampak bahwa dalam periode 2001-2010 nilai ekspor (inpayments) buah-buahan menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2008 merupakan puncak ekspor buah Indonesia. Akan tetapi, pada tahun berikutnya nilai ekspor buah-buahan Indonesia tiba-tiba menurun tiga belas persen dibanding tahun 2008. Sementara itu, nilai impor (outpayments) buah-buahan Indonesia justru terus meningkat dengan laju yang lebih cepat dibanding pertumbuhan ekspor. Dalam kurun waktu 2001 hingga 2010, neraca perdagangan Indonesia untuk buahbuahan selalu bernilai negatif. Bila pada tahun 2001 nilai impor buah-buahan Indonesia baru mencapai 142 juta US$, maka tahun 2010 nilainya telah menjadi 655.4 juta US$. Sebagai akibatnya, dalam periode 2001-2010 tersebut, defisit perdagangan buah-buahan Indonesia terus meningkat, dari 37.2 juta US$ menjadi 357.5 juta US$. Peningkatan defisit neraca perdagangan terjadi pada tahun 2006. Pada tahun 2005, defisit hanya sebesar 11.3 juta US$, namun tahun berikutnya nilai defisit meningkat hingga 102 juta US$.
Tabel 1.1. Volume, Nilai, dan Harga Ekspor-Impor Komoditas Buah-buahan Periode 2001-2010 Volume (kg) Tahun
Nilai (US$)
Harga (US$)
Ekspor
Impor
Ekspor
Impor
2001
188,294,381
242,225,011
104,865,159
142,042,449
Trade Balance (37,177,290)
2002
236,358,364
267,019,026
132,332,973
214,671,690
2003
259,512,283
221,303,924
142,302,483
2004
274,637,132
379,778,536
152,970,207
2005
361,371,765
390,371,072
2006
440,640,822
2007 2008
Ekspor
Impor
0.557
0.586
(82,338,717)
0.560
0.804
189,033,155
(46,730,672)
0.548
0.854
216,363,160
(63,392,953)
0.557
0.570
206,132,215
217,484,837
(11,352,622)
0.570
0.557
416,398,858
225,808,784
327,843,604
(102,034,820)
0.512
0.787
451,018,544
489,669,253
279,861,736
435,436,524
(155,574,788)
0.621
0.889
443,805,264
486,422,242
302,103,618
451,972,763
(149,869,145)
0.681
0.929
2009
447,628,693
628,143,927
261,192,781
606,817,760
(345,624,979)
0.584
0.966
2010
468,705,816
667,287,465
297,906,046
655,386,591
(357,480,545)
0.636
0.982
Sumber: Pusat Data dan Informasi Kementerian Perdagangan (Pusdatin Kemendag), 2012 (diolah)
4
Dengan pendekatan pembagian nilai terhadap volume, maka diperoleh harga untuk ekspor maupun impor buah-buahan. Dilihat dari sisi harga, harga impor jauh lebih mahal dibandingkan harga ekspor buah-buahan Indonesia, kecuali tahun 2004-2005. Keadaan ini menunjukkan bahwa outpayments Indonesia yang demikian tinggi tidak hanya disebabkan karena peningkatan permintaan impor buah-buahan oleh masyarakat, tetapi juga oleh harganya yang relatif mahal. Meski permintaan ekspor buah-buahan Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, namun karena harganya yang relatif murah maka devisa yang diperoleh dari ekspor tidak mampu menutupi pengeluaran impor buah-buahan. Buah-buahan impor yang masuk ke Indonesia berasal dari empat mitra dagang utama, yaitu Amerika Serikat, Australia, China, dan Thailand. Negara China merupakan pemasok terbesar buah-buahan segar ke Indonesia (Tabel 1.2). Pada tahun 2010, China memberikan kontribusi sebesar 64 persen dalam impor buah-buahan Indonesia. Sedangkan Thailand yang menjadi mitra dagang kedua terbesar hanya memasok sekitar dua belas persen dari kebutuhan impor buahbuahan Indonesia (Pusdatin Kemendag, 2012).
Tabel 1.2. Nilai Impor Buah-buahan untuk Indonesia Berdasarkan Asal Negara Outpayments (US$) Tahun Amerika Australia China Thailand Serikat 2001 32,686,190 11,813,686 52,744,319 12,570,646 2002 44,617,189 17,527,957 86,741,450 27,640,781 2003 39,153,261 14,266,629 77,712,937 24,511,542 2004 38,658,289 16,792,075 85,162,384 35,550,000 2005 40,336,391 13,089,772 98,952,732 33,670,660 2006 43,519,339 18,437,138 161,417,314 52,743,150 2007 48,782,275 18,033,599 225,373,214 88,946,192 2008 47,188,314 20,685,235 248,006,497 81,535,004 2009 69,609,875 25,303,894 330,996,829 119,288,971 2010 79,012,135 19,466,742 369,592,747 99,071,559 Sumber: Pusdatin Kemendag, 2012(diolah)
Berdasarkan Gambar 1.2 dapat diketahui bahwa impor buah-buahan Indonesia didominasi oleh apel, pear, dan quinces. Kelompok buah tersebut memang tidak termasuk buah-buahan tropis. Iklim Indonesia tidak cocok untuk
5
menanam komoditas tersebut sehingga produksi domestik relatif sedikit. Wajar jika nilai impornya paling tinggi dibanding impor jenis buah-buahan yang lain.
Nilai Impor (US$)
300,000,000 Dates, figs, pineapple, avocado , guava, fresh or dried
250,000,000 200,000,000
Citrus fruit, fresh or dried
150,000,000 Grapes, fresh or dried 100,000,000 Apples, pears and quinces, fresh
50,000,000 0 2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
Fruits nes, fresh
Tahun Sumber: UN Comtrade, 2012 (diolah)
Gambar 1.2. Perkembangan Nilai Impor Indonesia untuk Lima Kelompok Buah-buahan Periode 2001-2010 Namun, berdasarkan Gambar 1.2 juga diketahui nilai impor kedua terbesar berasal dari kelompok buah citrus. Kelompok ini mencakup buah-buahan sperti jeruk yang sebenarnya merupakan komoditas unggulan nasional yang melimpah produksinya di dalam negeri. Terdapat banyak sentra produksi jeruk lokal dengan berbagai varietas yang berbeda. Hal ini menyiratkan pesimisme terhadap kemampuan Indonesia merebut pangsa pasar buah-buahan di negara lain. Sebab, mempertahankan pasar dalam negerinya dari serangan buah impor sekalipun Indonesia tidak mempunyai kemampuan.
1.2.
Perumusan Masalah Fakta-fakta riil dalam latar belakang masalah menunjukkan bahwa
Indonesia bukannya menjadi pengekspor besar buah-buahan. Kenyataannya Indonesia telah menjadi negara pengimpor besar. Selain merupakan suatu hal yang paradoks mengingat potensinya yang besar dalam produksi buah-buahan, impor buah-buahan tersebut telah semakin membebani perekonomian nasional sehingga perlu segera dikendalikan.
Sebab, impor buah-buahan tidak hanya
6
menguras devisa yang dibutuhkan untuk mendanai pembangunan nasional, tetapi juga mengambil kesempatan kerja dan pendapatan yang semestinya tersedia bagi produsen buah lokal dan para pekerjanya. Padahal, sekarang ini Indonesia sedang berjuang mengatasi kemiskinan yang populasinya lebih dari 31 juta orang (BPS, 2010). Oleh karena itu, dalam konteks perdagangan internasional buah-buahan, tantangan yang paling mendesak bagi Indonesia sekarang ini adalah bagaimana mengendalikan laju impor buah-buahan yang semakin membebani perekonomian nasional. Pengendaliannya dapat dilakukan hanya bila diketahui dan dipahami faktor-faktor apa yang menggerakkan outpayments buah-buahan oleh masyarakat Indonesia. Negara-negara di dunia termasuk Indonesia menjalin kerjasama perdagangan antar negara pada era perdagangan bebas saat ini. Tujuan dari kerjasama tersebut ialah untuk meminimalkan bahkan mengeliminasi hambatan perdagangan. Salah satu bentuk hambatan perdagangan yang dimaksud adalah tarif bea masuk. Sebelum adanya hasil Putaran Uruguay pada tahun 1994, sektor pertanian negara berkembang umumnya diproteksi dengan tarif yang begitu tinggi. Namun, setelah ditandatanganinya Agreement on Agriculture (AoA) yang merupakan salah satu persetujuan hasil Putaran Uruguay, maka negara-negara anggota WTO menyepakati penurunan tarif komoditas pertanian. Di samping itu, kesepakatan yang dihasilkan oleh Putaran Uruguay ialah paket tarifikasi, yaitu penggantian kebijakan-kebijakan non-tarif produk pertanian menjadi kebijakan tarif yang memberikan tingkat proteksi yang sama (Deplu, 2004). Penurunan tarif bertujuan untuk meningkatkan akses pasar antar negara anggota WTO. Tarif berdampak pada harga impor yang diterima masyarakat. Oleh karena itu, outpayments akan tergantung pada seberapa besar pengaruh tarif yang dibebankan pada komoditas impor. Selama periode 1996-2010, pemerintah Indonesia melakukan berbagai perubahan dalam penetapan tarif impor buah-buahan. Pada masa 1996-1997, tarif impor buah-buahan relatif tinggi, yaitu sekitar 10-25 persen. Namun, setelah periode tersebut, tarif pun diturunkan ke lima persen untuk negara-negara yang termasuk kategori MFN. Sementara itu, pada tahun 2005 tarif impor buah-buahan
7
asal China maupun negara ASEAN bahkan telah menjadi nol persen sebagai bentuk komitmen kesepakatan perdagangan bebas regional, CAFTA. Keadaan ini akan semakin meningkatkan laju permintaan masyararakat Indonesia terhadap buah-buahan impor. Dengan demikian, pertanyaan relevan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak pengenaan tarif impor terhadap outpayments buah-buahan Indonesia? Selain tarif impor, faktor apa saja yang juga memengaruhi outpayments? Kemudian, kebijakan apa yang perlu diambil pemerintah guna mengendalikan laju peningkatan outpayments buah-buahan oleh masyarakat Indonesia?
1.3.
Tujuan Penulisan Pada hakikatnya penelitian ini dimaksudkan untuk memberi jawaban atas
ketiga permasalahan tersebut di atas. Oleh karena itu, sebagaimana tersirat dari rumusan masalah penelitian di atas, maka penelitian ini mempunyai tiga tujuan yang saling terkait, yaitu 1.
Menganalisis dampak pengenaan tarif impor terhadap outpayments buahbuahan Indonesia.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi outpayments buah-buahan Indonesia selain tarif impor
3.
Merumuskan kebijakan untuk mengendalikan tingginya outpayments buah-buahan oleh masyarakat Indonesia.
1.4.
Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis outpayments buah-buahan Indonesia dengan
empat mitra dagang utamanya, yaitu Amerika Serikat, Australia, China, dan Thailand. Keempat negara tersebut merupakan eksportir buah-buahan terbesar ke Indonesia. Periode analisis selama lima belas tahun, terhitung dari tahun 1996 hingga tahun 2010.
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Outpayments dan Hubungannya dengan Elastisitas Permintaan (Harga) dan Elastisitas Pendapatan Outpayments merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada
nilai impor. Besaran outpayments ditentukan oleh perkalian antara harga barang (P) yang diimpor dengan kuantitas permintaannya (Q). Jadi, pada hakekatnya, outpayments sama dengan total revenue (TR) atau penerimaan total eksportir. Dengan asumsi bahwa kurva permintaan mempunyai slope bernilai negatif (< 0), kenaikan harga (P) akan mengakibatkan penurunan permintaan (Q) dan sebaliknya, penurunan harga (P) akan mengakibatkan peningkatan permintaan (Q). Namun, dampak dari perubahan harga (P) tersebut terhadap total pengeluaran konsumen (TE) ditentukan oleh sifat dari elastisitas permintaan terhadap harga (Nicholson, 1989). Elastisitas harga mengukur tingkat kepekaan permintaan suatu komoditas (Q) akibat perubahan harganya (P). Elastisitas harga dinyatakan dalam persamaan:
eQ,P =
%∆Q % ∆P
=
∆Q/Q ∆P/P
=
∂Q ∂P
·
P Q
...................................................................... (1)
Oleh karena permintaan berhubungan negatif terhadap harga, maka nilai elastisitas pun dalam bentuk negatif. Permintaan suatu barang dikatakan elastis apabila persentase perubahan permintaan lebih besar daripada persentase perubahan harganya, atau eQ,P
-1. Pada barang yang elastis, kenaikan harga
sebesar satu persen akan menurunkan permintaannya lebih dari satu persen. Sebaliknya, jika permintaan terhadap komoditas tidak begitu responsif (inelastis) terhadap perubahan harga, maka angka elastisitasnya akan lebih besar daripada – 1. Namun, apabila persentase perubahan harga suatu barang sama dengan persentase perubahan permintaan yang diakibatkannya (eQ,P
-1 , maka
permintaan barang tersebut dikatakan unit elastic (Nicholson, 1989). Berdasarkan teori bila permintaannya bersifat inelastis (eQ,P > -1), peningkatan harga (P) akan justru mengakibatkan peningkatan total penerimaan
9
eksportir. Sebaliknya, bila
permintaannya bersifat elastis (eQ,P < -1), maka
peningkatan harga (P) akan mengakibatkan penurunan total penerimaan (TR) eksportir (Nicholson, 1989). Dengan kata lain, outpayments buah-buahan Indonesia akan meningkat sejalan dengan kenaikan harganya bila permintaan impornya bersifat inelastis. Sebaliknya, kenaikan harga akan mengakibatkan outpayments buah-buahan Indonesia akan turun bila permintaan impornya bersifat elastis. Perubahan pendapatan konsumen (I) adalah faktor lain yang dapat memengaruhi total penerimaan eksportir (TR). Seperti halnya dengan pengaruh perubahan harga, pengaruh perubahan pendapatan terhadap total penerimaan eksportir juga dapat diketahui dari besarnya nilai elastisitas pendapatan. Elastisitas pendapatan mengukur seberapa besar persentase perubahan permintaan akibat perubahan pendapatan sebesar satu persen. Elastisitas pendapatan dirumuskan sebagai berikut:
eQ,I =
%∆Q % ∆I
=
∆Q/Q ∆I/I
=
∂Q ∂I
·
I Q
....................................................................... (2)
Berdasarkan teori, barang normal mempunyai elastisitas pendapatan bernilai positif (eQ,I >0). Artinya, ketika pendapatan konsumen meningkat, maka permintaan konsumen tersebut terhadap suatu komoditas akan meningkat pula. Khusus untuk barang dengan elastisitas pendapatan lebih besar dari 1, dapat dikatakan bahwa barang tersebut termasuk barang mewah (Nicholson, 1989). Persentase peningkatan permintaan barang mewah akan jauh melebihi persentase peningkatan pendapatannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk barang normal dan barang mewah, maka peningkatan pendapatan konsumen akan mengakibatkan peningkatan penerimaan eksportir untuk barang tersebut. Sementara itu, jika elastisitas pendapatan negatif, maka barang tergolong inferior. Peningkatan pendapatan justru akan menurunkan permintaan terhadap komoditas tersebut (Nicholson, 1989). Dengan demikian, dalam kasus barang inferior, kenaikan pendapatan konsumen justru akan menurunkan penerimaan eksportir terhadap barang tersebut.
10
2.2.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Outpayments Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi outpayments, di antaranya
sebagai berikut: 2.2.1.
Tarif Impor Pada kenyataannya harga impor yang diterima masyarakat tidak serta-
merta merupakan harga keseimbangan yang terjadi di pasar internasional. Negara terkadang membebankan tarif bagi beberapa komoditas tertentu. Tarif merupakan salah satu instrumen yang seringkali digunakan pemerintah dalam mengatur perdagangan lintas negara. Tarif impor adalah pajak yang dibebankan terhadap komoditas yang diimpor dari negara lain. Terdapat beberapa jenis tarif berdasarkan perhitungannya, yaitu tarif ad valorem, spesifik, dan gabungan. Tarif ad valorem dihitung berdasarkan persentase tertentu terhadap nilai impor. Sedangkan tarif spesifik ditentukan sebagai beban tetap per unit produk impor. Adapun tarif campuran merupakan gabungan dari kedua tarif yang dijelaskan sebelumnya (Salvatore, 1997). Umumnya, tarif yang dibebankan pada produk pertanian impor berupa tarif ad valorem. Pada era perdagangan bebas sekarang ini, sebagian negara masih memproteksi komoditas pertaniannya, seperti buah-buahan. Tujuan pemberlakuan kebijakan tersebut ialah guna melindungi sektor pertanian domestik. Harga komoditas impor yang relatif lebih murah dibandingkan komoditas serupa di dalam
negeri
menyebabkan
masyarakat
secara
rasional
akan
memilih
mengonsumsi produk impor ketimbang domestik. Dampaknya, sektor domestik akan mengalami keterpurukan dan neraca pembayaran negara pun akan mengalami defisit. Ketika pemerintah membebankan tarif impor terhadap komoditas buahbuahan yang masuk ke Indonesia, maka tindakan tersebut tidak akan berdampak signifikan pada harga impor buah-buahan dunia. Sebab, Indonesia merupakan small country dalam perdagangan internasional buah-buahan. Seperti yang terlihat pada Tabel 2.1, share impor buah-buahan Indonesia terhadap total impor dunia amat kecil, bahkan tidak mencapai satu persen. Oleh karena itu, pengaruh penetapan tarif impor yang dilakukan Indonesia hanya akan meningkatkan harga buah-buahan impor di Indonesia.
11
Kenaikan harga yang diakibatkan oleh pembebanan tarif impor tersebut diharapkan akan mendorong konsumen Indonesia untuk menurunkan permintaan impor buah-buahan. Mengingat outpayments merupakan perkalian antara harga impor dengan kuantitasnya, maka pembebanan tarif impor akan menurunkan outpayments. Pengaruh pemberlakuan tarif impor terhadap outpayments dapat dijelaskan dengan lebih mudah melalui pendekatan grafis (Gambar 2.1).
Tabel 2.1. Share Outpayments Buah-buahan Indonesia terhadap Dunia Outpayments (US$) Tahun Share Indonesia Dunia 2001 142,042,449 32,865,088,881 0.43% 2002 214,671,690 35,837,533,750 0.60% 2003 189,033,155 42,732,799,657 0.44% 2004 216,363,160 48,428,642,800 0.45% 2005 217,484,837 54,355,331,094 0.40% 2006 327,843,604 59,419,827,471 0.55% 2007 435,436,524 68,311,123,723 0.64% 2008 451,972,763 78,372,858,741 0.58% 2009 606,817,760 73,175,649,596 0.83% 2010 655,386,591 80,055,507,987 0.82% Sumber: UN Comtrade, 2012 (diolah)
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah diasumsikan Indonesia sebagai penerima harga (price taker). Asumsi ini didasarkan pada fakta bahwa kontribusi Indonesia di pasar impor buah global relatif kecil. Dengan bertitik-tolak pada asumsi ini, maka kurva supply buah-buahan impor yang dihadapi Indonesia garis horizontal (lihat Gambar 2.1). Misalkan, kondisi keseimbangan pasar internasional terjadi pada titik a yang merupakan perpotongan antara demand (Dw) dan supply (Sw) buah di pasar internasional (Gambar 2.1). Pada titik keseimbangan tersebut harga yang terbentuk di pasar internasional ialah sebesar Pw dan kuantitasnya ialah sebesar Qw. Harga tersebut menjadi kurva supply impor yang dihadapi pasar dalam negeri Indonesia, sebelum penerapan tarif impor oleh pemerintah Indonesia. Jadi, kuantitas buah yang diimpor domestik pada harga Pw adalah sebesar Q1, sehingga pengeluaran konsumen domestik ialah sebesar Pw×Q1 yang
12
ditunjukkan oleh daerah OQ1bPw. Pengeluaran konsumen domestik tersebut seluruhnya menjadi penerimaan bagi eksportir (outpayments). Kemudian, misalkan, pemerintah menerapkan kebijakan tarif impor pada buah-buahan sebesar t untuk mengendalikan outpayments buah-buahan. Pembebanan tarif impor terhadap buah ditunjukkan oleh pergeseran ke atas kurva supply di pasar domestik menjadi Sw+t yang mengakibatkan terjadinya peningkatan harga impor menjadi P2. Kenaikan harga impor menyebabkan penurunan jumlah permintaan impor masyarakat menjadi Q2. Akibatnya, pengeluaran konsumen domestik menjadi sebesar P2×Q2 yang ditunjukkan oleh daerah OQ2cP2. Akan tetapi, pengeluaran konsumen tersebut tidak seluruhnya menjadi penerimaan eksportir, sebab harga impor yang dibayarkan konsumen termasuk tarif. Penerimaan dari tarif impor sebesar (P2Pw)×Q2 akan masuk ke dalam kas negara. Dengan demikian, penerimaan yang diterima eksportir hanya sebesar daerah OQ2ePw atau dengan kata lain outpayments akan menurun jika buah impor dikenai tarif. P
P SW c
P2 a PW
Pw = P1
DW O
Qw
Pasar Internasional
SW+t
e
b
SW
DInd
Q O Q2
Q
Q1
Pasar Domestik
Gambar 2.1. Dampak Pemberlakuan Tarif Impor
2.2.2.
Nilai Tukar Mengingat adanya keterbatasan data harga impor, maka nilai tukar dapat
digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis faktor yang memengaruhi outpayments. Ketika melakukan perdagangan dengan negara luar, maka dibutuhkan mata uang negara tersebut agar transaksi dapat berjalan lancar.
13
Perbandingan antara harga mata uang domestik terhadap harga mata uang luar negeri disebut nilai tukar nominal (kurs nominal). Besarnya nilai tukar berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung kekuatan permintaan dan penawaran mata uang di pasar valuta asing. Dalam kaitannya untuk mengkaji dampak volatilitas nilai tukar terhadap outpayments, maka nilai tukar yang digunakan sebagai proxy ialah nilai tukar riil (kurs riil). Variabel ini mengukur rasio harga produk luar negeri terhadap harga produk serupa di dalam negeri dalam mata uang luar negeri (McTaggart, Findlay, dan Parkin, 1996). Nilai tukar riil dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: e
P*/P) ................................................................................................ (3)
dimana: = kurs riil e = kurs nominal P = harga barang domestik P* = harga barang luar negeri Outpayments umumnya dinyatakan dalam mata uang dollar Amerika Serikat yang dijadikan mata uang yang berlaku dalam perdagangan internasional. Apabila kurs rupiah
Indonesia dengan dollar Amerika Serikat sebesar Rp
9.000,00 per US$, maka untuk memperoleh US$ 1 diperlukan mata uang domestik sebesar Rp 9.000,00. Jika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, diperlukan lebih dari Rp 9.000,00 untuk memperoleh US$1. Hal yang sebaliknya dinamakan apresiasi kurs, yaitu penguatan nilai tukar domestik terhadap mata uang domestik. Pengaruh nilai tukar riil terhadap outpayments tergantung dari elastisitas permintaan komoditas terhadap harganya. Depresiasi rupiah akan menyebabkan harga komoditas domestik lebih murah dibandingkan dengan harga komoditas serupa yang didatangkan dari Amerika Serikat dalam satuan rupiah. Misalkan, awalnya kurs berada pada posisi Rp 9.000,00/US$. Harga komoditas X di Indonesia senilai Rp 10.000,00, sedangkan di Amerika Serikat harganya hanya sebesar US$ 1 atau Rp 9.000,00. Dengan asumsi tidak ada pengaruh biaya transportasi, masyarakat Indonesia lebih memilih mengimpor komoditas X dari Amerika Serikat karena harganya relatif murah.
14
Kemudian, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat melemah menjadi Rp 10.500,00/US$. Harga komoditas X di masing-masing negara tetap dalam satuan mata uang yang berlaku di negara tersebut. Akibatnya, harga X di Amerika Serikat yang seharga US$ 1 akan menjadi relatif lebih mahal dibandingkan harga X di domestik. Harga impor X akan menjadi Rp 10.500,00. Depresiasi menyebabkan penurunan permintaan impor X oleh masyarakat Indonesia. Dampak depresiasi nilai tukar terhadap outpayments memiliki dua kemungkinan. Jika komoditas yang dikonsumsi merupakan barang yang elastis terhadap harga, maka depresiasi nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat akan menurunkan outpayments. Hal ini disebabkan persentase peningkatan harga impor jauh lebih kecil dibandingkan persentase penurunan jumlah permintaan komoditas tersebut. Beda halnya apabila produk impor tersebut merupakan barang yang bersifat inelastis terhadap harga. Depresiasi nilai tukar menyebabkan penurunan kuantitas permintaan relatif kecil dibandingkan persentase peningkatan harga impornya. Akibatnya, outpayments barang inelastis akan meningkat jika terjadi depresiasi nilai tukar.
2.2.3.
Pendapatan Riil per Kapita Jumlah permintaan impor masyarakat juga ditentukan oleh besarnya
pendapatan yang dimilikinya (McTaggart, Findlay, dan Parkin, 1996). Pada penelitian ini, proxy pendapatan yang digunakan adalah pendapatan riil per kapita per tahun. Ketika pendapatan riil per kapita nasional meningkat, maka jumlah uang yang siap dibelanjakan masyarakat pun meningkat. Dengan asumsi buahbuahan impor sebagai barang normal, peningkatan pendapatan menyebabkan masyarakat dapat meningkatkan konsumsinya. Peningkatan konsumsi masyarakat secara keseluruhan menyebabkan peningkatan permintaan terhadap suatu komoditas secara agregat. Gejala meningkatnya impor Indonesia ditandai oleh adanya tren peningkatan pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2000 rata-rata lima persen (BPS, 2012). Pertumbuhan ekonomi yang positif meningkatkan pendapatan per kapita Indonesia. Gambar 2.2 menunjukkan adanya tren positif pada pendapatan riil per
15
kapita dengan tahun dasar 2000. Pada saat terjadi krisis moneter tahun 1997, pendapatan riil per kapita sempat anjlok hingga 14.28 persen. Pada masa tersebut, pendapatan riil per kapita Indonesia hanya sekitar 6.32 juta rupiah per tahun atau setara dengan 526.66 ribu rupiah. Perekonomian kembali memulih pada tahun 2000. Keadaan ini terlihat dari adanya peningkatan pendapatan per kapita riil Indonesia secara terus-menerus sejak tahun 2000. Pada tahun 2000, pendapatan riil per kapita Indonesia sebesar 6.51 juta rupiah per tahun. Pendapatan riil per kapita Indonesia terus meningkat dan pertumbuhan
nilai tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan angka
pertumbuhan sebesar 5.18 persen. Pada tahun 2007, pendapatan riil per kapita Indonesia per tahun telah mencapai 8.45 juta rupiah per tahun. Bahkan pada tahun 2010, nilai pendapatan riil per kapita Indonesia per tahun hampir mendekati
Pendapatan per Kapita (Rp/tahun)
sepuluh juta rupiah.
12000000 10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 0
Tahun Sumber: World Bank, 2012 (diolah)
Gambar 2.2. Tren Pendapatan Riil per Kapita Indonesia Periode 1996-2010 (Tahun Dasar = 2000) Sejalan dengan kenaikan pendapatan riil per kapita tersebut, menurut laporan World Bank (2010), pada tahun 2010 jumlah kelas menengah di Indonesia telah mencapai 56.5 persen dari total penduduk Indonesia atau sekitar 134 juta jiwa. Padahal, pada tahun 2003 kelas menengah hanya mencakup 37.7 persen penduduk. World Bank mendefinisikan kelas menengah sebagai kelompok masyarakat yang berpenghasilan sebesar US$ 2 hingga US$ 20 per hari.
16
Pertumbuhan kelas menengah di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial buah-buahan impor yang eksotis. Bagi konsumen kelas tersebut, harga produk bukan lagi pertimbangan utama dalam menentukan pilihan konsumsi. Masyarakat kelas menengah tersebut lebih mengutamakan kualitas dan prestise yang umumnya melekat pada produk-produk impor. Hal ini akan berdampak pada peningkatan outpayments impor buah-buahan Indonesia.
2.3.
Penelitian Terdahulu Penelitian terkait impor telah dilakukan sebelumnya oleh Santos-Paulino
dan Thirlwall (2004). Kedua penulis menggunakan analisis data panel dinamis dalam mengestimasi efek liberalisasi perdagangan terhadap ekspor, impor, neraca perdagangan, dan neraca pembayaran di negara-negara berkembang. Data panel yang digunakan melibatkan 22 negara dengan periode analisis dari tahun 1972 hingga 1997. Dampak liberalisasi diukur melalui dua indikator, yaitu variabel tingkat bea masuk dan variabel dummy untuk tahun berjalannya liberalisasi perdagangan. Hasil penelitian Santos-Paulino dan Thirlwall untuk analisis impor menunjukkan bahwa bea masuk secara signifikan pada taraf nyata lima persen berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan impor. Selain itu, liberalisasi perdagangan berdampak positif terhadap pertumbuhan impor. Variabel dummy tersebut signifikan pada taraf nyata satu persen dan nilai koefisiennya lebih besar dibandingkan variabel tingkat bea masuk. Selain itu dari hasil penelitian didapatkan pula bahwa efek perubahan bea masuk dan liberalisasi perdagangan terhadap pertumbuhan impor lebih besar pada negara dengan tingkat proteksi yang tinggi, seperti Indonesia. Kesimpulan dari penelitian Santos-Paulino dan Thirlwall ialah liberalisasi perdagangan meningkatkan laju pertumbuhan impor lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekspornya sehingga memperburuk neraca pembayaran dan perdagangan. Penggunaan istilah outpayments sebagai nilai impor diperkenalkan oleh Bahmani-Oskooee, et al (2005). Pada penelitian tersebut dianalisis sensitivitas inpayments dan outpayments Inggris terhadap nilai poundsterling. BahmaniOskooee, et al memilih membangun model yang menghubungkan langsung nilai
17
ekspor ataupun impor dengan nilai tukar. Sebab analisis ekspor dan impor yang telah banyak dilakukan saat ini menggunakan pendekatan elastistisitas yang memiliki kendala dalam pemerolehan data harga ekspor dan impor yang umumnya terbatas. Estimasi dilakukan menggunakan data perdagangan bilateral untuk menghindari aggregation bias. Terdapat 20 negara mitra dagang Inggris yang dianalisis dengan periode analisis data dari tahun kuartal I-1973 hingga kuartal IV-2002. Metode penelitian menggunakan analisis kointegrasi dan errorcorrection model dengan pendekatan Autoregressive Distributed Lag (ARDL). Hasil analisis menunjukkan bahwa inpayments Inggris tidak sensitif terhadap nilai tukar, beda halnya dengan outpayments. Depresiasi poundsterling menurunkan outpayments Inggris dari tiga belas negara mitra dagang utamanya. Keterbatasan dari penelitian ini adalah data perdagangan yang digunakan merupakan data agregat, bukan data yang telah dipilah berdasarkan jenis komoditasnya. Maria Cortes (2007) melakukan penelitian terkait outpayments dengan tujuan untuk mengetahui ada-tidaknya hubungan jangka panjang antara nilai impor bilateral antara Australia dan Kolombia dengan nilai tukar riil, pendapatan, populasi, dan keterbukaan yang diproksi dengan pertumbuhan total impor. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh potensi hubungan perdagangan bilateral antara Kolombia dan Australia yang belum tergarap secara maksimal. Periode analisis data yang dilakukan Cortes (2007) ialah 46 tahun, yaitu dari tahun 1960 hingga 2005. Metode analisis yang digunakan adalah kointegrasi dan error correction model. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara nilai impor Kolombia dari Australia dengan nilai tukar riil dan pendapatan dan total impor Kolombia. Sedangkan nilai impor Australia dari Kolombia terkointegrasi dengan pendapatan masing-masing negara dan populasi Kolombia. Dengan demikian, kesimpulan penelitian ialah adanya peluang peningkatan perdagangan antara dua negara tersebut. Hingga saat ini, penelitian terkait outpayments masih jarang dilakukan. Kebanyakan penelitian terkait impor masih menggunakan pendekatan elastisitas, seperti penelitian Wijeera, et al (2008). Penelitian tersebut menganalisis elastistisitas permintaan impor bilateral Bangladesh dengan enam negara mitra
18
dagang utama dalam kurun waktu 1973-2004. Wijeera, et al (2008) menggunakan nilai tukar riil sebagai pendekatan terhadap harga relatif dan pendapatan riil nasional untuk estimasi volume impor Bangladesh. Variabel dummy tarif juga dimasukkan untuk melihat dampak liberalisasi perdagangan terhadap permintaan impor. Analisis elastistas permintaan impor Bangladesh tersebut menggunakan metode kointegrasi Engle-Granger. Hasilnya ialah hanya impor dari negara India dan Amerika Serikat saja yang memiliki elastistas permintaan terhadap harga negatif. Artinya, depresiasi taka menyebabkan penurunan volume impor dari kedua
negara
tersebut.
Adapun
variabel
pendapatan
secara
signifikan
memengaruhi impor dengan nilai elastisitas positif hanya untuk produk dari Malaysia. Selain itu hasil penelitian juga menujukkan bahwa tarif impor secara signifikan berkorelasi negatif terhadap permintaan impor Bangladesh. Adapun penelitian yang terbaru dipublikasikan mengenai inpayments. Penelitian yang dilakukan oleh Madani dan Mas-Guix (2011) mengkaji efektivitas Motor Industri Development Program (MIDP) terhadap kinerja ekspor sektor otomotif di Afrika Selatan. MIDP dilaksanakan pada tahun 1995 dan merupakan suatu program pemberian insentif pajak bagi sektor otomotif yang berorientasi ekspor dalam rangka meningkatkan daya saingnya dalam perdagangan bebas. Kedua peneliti tersebut menggunakan total nilai ekspor riil otomotif sebagai indikator kinerja ekspor. Analisis dilakukan dengan metode Difference-inDifference dalam bentuk panel yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah untuk analisis komparatif antara subsektor ekspor manufaktur Afrika Selatan. Terakhir, analisis untuk membandingkan perbedaan kinerja ekspor otomotif Afrika Selatan dengan negara eksportir otomotif lainnya pada periode 1993-2007. Estimator Difference-in-Difference pada kedua analisis ditunjukkan oleh koefisien dummy untuk sektor otomotif pada tahun setelah 1995, yaitu tahun telah berlangsungnya program. Angka koefisien tersebut menginterpretasikan respons nilai ekspor total manufaktur dan ekspor otomotif terhadap perubahan insentif pajak ekspor. Dari hasil analisis penelitian diperoleh bahwa MIDP secara signifikan berdampak positif terhadap kinerja ekspor otomotif Afrika Selatan.
19
Respons terbesar ekspor otomotif akibat adanya insentif pajak baru terlihat pada beberapa tahun setelah implementasi program. Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa efektivitas insentif pajak berkurang seiring berjalannya waktu karena hanya memengaruhi keputusan bisnis dalam jangka pendek (Madani dan Mas-Guix, 2011).
2.4.
Kebijakan Impor Buah di Indonesia Meningkatnya aliran buah-buahan asal luar negeri ke Indonesia tak lepas
dari semakin longgarnya kebijakan impor buah yang ditetapkan pemerintah. Keadaan ini dimulai sejak dikeluarkannya Paket Deregulasi Juni tahun 1991 yang menyebabkan impor buah-buahan menjadi relatif bebas. Dengan adanya paket deregulasi tersebut maka SK Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 505/1982 mengenai pembatasan impor komoditas hortikultura dicabut. Importir bebas memasok buah dari luar ke Indonesia, namun impor tersebut dikenakan bea masuk sekitar dua puluh persen. Meskipun demikian, paket deregulasi tersebut secara nyata meningkatkan volume impor buah-buahan Indonesia. Pada tahun 1990, Indonesia hanya mengimpor sekitar 16.44 juta kilogram buah-buahan. Namun, pada tahun 1992, terjadi kenaikan volume impor hampir 169 persen dibanding dua tahun sebelumnya. Pada kurun waktu 1996-1997, tarif buah-buahan yang ditetapkan pemerintah bagi Most Favoured Nation (MFN) sekitar 10-25 persen. Akan tetapi, setelah era reformasi pada tahun 1998, kebijakan perdagangan internasional Indonesia mulai dilonggarkan. Pada tahun tersebut, tarif impor buah-buahan dari MFN diturunkan menjadi lima persen untuk semua jenisnya. Pada tanggal 4 November 2002, Indonesia bersama negara ASEAN lainnya menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation dengan China. Kerjasama dilakukan untuk menciptakan kawasan perdagangan bebas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China. Salah satu upaya awal perwujudan liberalisasi perdagangan tersebut ialah dengan penurunan tarif di seluruh sektor perdagangan secara bertahap mulai 1 Januari 2004. Komoditas buah-buahan termasuk ke dalam kategori Early Harvest Program yang mengalami penurunan tarif bertahap hingga menjadi nol persen
20
pada 1 Januari 2006. Kebijakan tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 355/KMK.01/2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dalam Kerangka EHP Bilateral Indonesia China-FTA. Kemudian, pada 30 Januari 2003, Indonesia beserta dengan negara lainnya yang tergabung ASEAN Free Trade Area (AFTA) menandatangani Protocol to Amend The CEPT-AFTA Agreement for The Elimination of Import Duties. Dengan perjanjian ini maka negara-negara ASEAN-6 berkomitmen untuk menghapus tarif barang dari negara sesama anggota . Penurunan tarif dilakukan secara bertahap melalui skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Akhirnya pada tahun 2005, tarif impor seluruh jenis buah-buahan dari China dan Thailand telah menjadi nol persen. Pembebasan tarif impor buahbuahan menyebabkan semakin tak terbendungnya arus buah-buahan, khususnya dari China ke Indonesia. China sendiri merupakan negara pengekspor buahbuahan ke Indonesia terbesar sejak tahun 2000 (UN Comtrade, 2011). Indonesia menjadi negara net importir buah-buahan sejak tahun 2000 dengan nilai trade balance saat itu sekitar US$ -13,816,630 (BPS, 2012). Besarnya nilai impor berfluktuasi dari tahun ke tahun dan menunjukkan kecenderungan meningkat. Dalam upaya menekan laju impor, pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan yang sifatnya berupa hambatan non-tarif. Pada tahun 2009, kebijakan impor diperketat dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 27/Permentan/PP.340/5/2009 tentang Pengawasan Keamanan Pangan terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan. Pada peraturan tersebut ditentukan batas maksimum residu pestisida dan logam berat buah-buahan yang layak masuk ke Indonesia. Pengawasan tersebut guna menjamin kesegaran buah-buahan yang diimpor dan kesehatan masyarakat Indonesia. Terdapat empat jenis buah yang diawasi pemasukannya, yaitu apel, anggur, jeruk dan lengkeng. Buah-buahan yang akan masuk ke Indonesia harus dilengkapi sertifikat keamanan yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi resmi negara asal. Akan tetapi, seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan buahbuahan Indonesia, pemasukan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) ke Indonesia pun meningkat. OPTK tersebut dibawa oleh media
21
hortikultura yang diimpor, baik berupa produk ataupun benih. Guna meminimalisir risiko pemasukan dan penyebaran OPTK eksotik tersebut, Kementerian Pertanian memperketat kembali persyaratan teknis pemasukan produk hortikultura ke Indonesia (Deptan, 2011). Pada 14 Desember 2011, diterbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 88/Permentan/PP.340/12/2011 yang akan secara efektif berlaku mulai tanggal 18 Maret 2012. Pada peraturan ini, total jenis buah yang diawasi meningkat menjadi 43 jenis. Tidak hanya residu pestisida dan logam berat yang diatur batas maksimum kandungannya dalam buah, tetapi juga mikroorganisme dan bahan kimia berbahaya seperti formalin. Agar pengawasan pemasukan produk hortikultura tersebut dapat berjalan secara efektif, maka Kementerian Pertanian melakukan pembatasan tempat pemasukan buah-buahan dan sayuran segar dengan mengganti Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 37/Kpts/Hk.060/1/2006 dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 89/Permentan/OT.140/2011. Jika pada peraturan sebelumnya terdapat delapan tempat pemasukan buah-buahan dan sayuran segar, maka pada peraturan terbaru hanya terdapat empat tempat saja yang ditunjuk sebagai tempat pemasukan. Keempat tempat tersebut ialah Pelabuhan Laut Tanjung Perak, Surabaya; Pelabuhan Laut Belawan, Medan; Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta; dan Pelabuhan Laut Makassar. Pada 6 Maret 2012 Kementerian Pertanian menerbitkan kebijakan baru lagi yang mengizinkan impor produk hortikultura segar melalui pelabuhan bebas, yaitu Pulau Batam, Bintan, dan Karimun. Pembolehan impor tersebut hanya sebatas untuk memenuhi konsumsi masyarakat di sekitar daerah pelabuhan bebas tersebut. Kebijakan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No.15/Permentan/OT.140/3/2012
dan
Peraturan
Menteri
Pertanian
No.16/Permentan/OT. 140/3/2012. Di sisi lain, pemerintah juga menyadari bahwa perlu adanya rancangan peningkatan daya saing buah-buahan lokal untuk menghadapi perdagangan bebas sektor hortikultura. Pada tanggal 14 Oktober 2009 Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 118/M-IND/PER/2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Buah diterbitkan. Road map tersebut menggambarkan arah pengembangan industri
22
pengolahan buah untuk lima tahun ke depan, yaitu kurun waktu 2010 hingga 2014. Inti strategi yang diatur dalam peta panduan tersebut ialah pengembangan produksi buah tropis eksotis dan peningkatan budi daya tanaman buah secara komersial. Meski telah dikeluarkan berbagai peraturan untuk mengurangi laju impor buah-buahan, nyatanya nilai impor terus meningkat dari tahun ke tahun dengan laju yang berfluktuasi. Pada tahun 2006, terjadi peningkatan nilai impor sebesar 51 persen dari tahun sebelumnya yang hanya berkisar 217 juta US$. Sementara itu laju pertumbuhan nilai impor buah-buahan pada tahun 2008 hanya sekitar empat persen. Akan tetapi, pada tahun berikutnya nilai impor melonjak kembali hingga 34 persen, yaitu menjadi 606.8 juta US$. Laju pertumbuhan nilai impor kemudian menurun di tahun 2010, yaitu sekitar delapan persen dibanding tahun 2009 atau setara dengan 655.4 juta US$. Hal ini menunjukkan kebijakan impor buah-buahan belum efektif menekan derasnya aliran buah-buahan ke Indonesia.
2.5.
Kerangka Pemikiran Perdagangan antar negara (perdagangan internasional) merupakan suatu
hal yang lazim dan telah dipraktikkan sejak berabad-abad yang lalu. Berbagai pemikir perdagangan internasional telah memberikan landasan ilmiah untuk memahami mengapa negara-negara melakukan perdagangan. Dari teori-teori yang mereka kemukakan dapat disimpulkan bahwa perdagangan antar negara akan memberikan manfaat bagi kedua negara, dan manfaat tersebutlah yang mendorong negara-negara melakukan perdagangan internasional. Sesungguhnya, pemikiran akan manfaat perdagangan internasional tersebutlah
yang
menjadi
faktor
kunci
dibalik
fenomena
globalisasi
perekonomian. Dengan membiarkan arus barang dan jasa bergerak secara bebas antar negara-negara maka perdagangan akan memberikan manfaat yang maksimal bagi dunia. Oleh karena itu, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang didirikan pada tahun 1995 mendorong diberlakukannya perdagangan bebas antar negaranegara di dunia. Dengan adanya liberalisasi perdagangan, hambatan perdagangan seperti tarif yang selama ini digunakan sebagai instrumen proteksi sektor domestik
23
berusaha dieliminasi. Tarif impor tersebut tidak langsung dihapus, tetapi diturunkan secara bertahap. Dalam jangka panjang harga produk luar yang diterima oleh masyarakat nantinya benar-benar merupakan harga keseimbangan yang terbentuk oleh kekuatan permintaan dan penawaran internasional. Permasalahannya, di era perdagangan bebas ini, nilai impor buah-buahan justru melampaui nilai ekspor buah-buahan Indonesia. Hal ini menyebabkan Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan untuk komoditas buah-buahan. Selanjutnya, defisit neraca pembayaran tersebut akan mengganggu proses pembangunan sosial-ekonomi sebab saat ini pun Indonesia masih berjuang mengatasi
kemiskinan.
Masalah
kemiskinan
hanya
dapat
diatasi,
bila
perekonomian negara tersebut bertumbuh dengan baik. Defisit neraca pembayaran di atas akan menjadi hambatan bagi negara tersebut untuk memacu pembangunan perekononomiannya guna dapat mengatasi masalah kemiskinan yang sedang dihadapinya. Penelitian
ini
menganalisis
faktor-faktor
yang
memengaruhi
outpayments, yaitu tarif impor, nilai tukar, dan pendapatan. Dampak volatilitas nilai tukar terhadap outpayments akan tergantung dari seberapa responsif permintaan impor masyarakat terhadap harganya. Oleh karena itu, sebelum menganalisis outpayments maka perlu dilakukan analisis permintaan impornya. Analisis permintaan impor dan outpayments buah-buahan dilakukan berdasarkan metode data panel. Berdasarkan hasil analisis, kemudian dibuat suatu rumusan kebijakan untuk mengendalikan laju outpayments buah-buahan Indonesia.
24
Globalisasi dan perdagangan bebas
Penghapusan hambatan perdagangan
Perubahan tarif impor
Pengaruh nilai tukar
Ekspor
Impor
(perbedaan harga relatif buahbuahan antar negara)
Perubahan pendapatan masyarakat
Outpayments > inpayments
Analisis Permintaan Impor Analisis Data Panel Analisis Persamaan Outpayments
Rumusan kebijakan untuk mengendalikan laju outpayments buah-buahan
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
25
2.6.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori yang dibahas pada Tinjauan Pustaka dapat disimpulkan
bahwa ada empat faktor penting yang memengaruhi outpayments buah-buahan impor Indonesia, dan pengaruh dari masing-masing faktor tersebut terhadap outpayments diduga sebagai berikut: 1.
Tarif impor berpengaruh negatif terhadap outpayments.
2.
Pendapatan riil per kapita berpengaruh positif terhadap outpayments.
3.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (kurs) berpengaruh positif terhadap outpayments jika permintaan buah-buahan impor bersifat inelastis terhadap harga atau berpengaruh negatif terhadap outpayments jika permintaan buah-buahan impor bersifat elastis terhadap harga.
4.
Dummy krisis berpengaruh negatif terhadap outpayments.
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari berbagai sumber, di antaranya BPS, Pusdatin Kementerian Perdagangan, UN Comtrade, World Bank, International Financial Statistics, dan literatur-literatur terkait lainnya. Periode data yang digunakan dalam analisis dimulai dari tahun 1996 hingga 2010. Penggunaan data panel dilakukan untuk mengestimasi persamaan outpayments dan elastisitas permintaan impor Indonesia untuk buah-buahan dari empat negara mitra dagang utama yaitu Amerika Serikat, Australia, China, dan Thailand. Untuk persamaan outpayments, data yang diamati adalah nilai impor buah-buahan Indonesia dari empat negara mitra dagang utama, pendapatan riil per kapita Indonesia per tahun, nilai tukar nominal rupiah Indonesia terhadap dollar Amerika Serikat, Consumer Price Index (CPI) Indonesia dan Amerika Serikat, serta tarif impor buah-buahan dari masing-masing negara mitra dagang utama. Sementara untuk persamaan elastisitas permintaan impor, dibutuhkan pula data volume impor dan harga impor yang diperoleh melalui pembagian nilai impor terhadap volume impor sebagai proxy.
3.2.
Metode Analisis
3.2.1.
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif bertujuan untuk memberi gambaran mengenai impor
buah-buahan Indonesia. Analisis ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel sehingga mudah untuk dipahami dan ditelaah.
3.2.2.
Analisis Data Panel
3.2.2.1. Spesifikasi Model Analisis persamaan outpayments dan permintaan impor buah-buahan dilakukan dengan data panel. Elastisitas diukur untuk mengetahui seberapa besar dampak perubahan harga terhadap jumlah permintaan buah impor masyarakat.
27
Spesifikasi model outpayments buah-buahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: lnVMit = α0 + α1 lnYINDt + α2 lnERINDt + α3 TMit + α4 DCRISISit + εit ......... (4) Sedangkan, persamaan impor buah-buahan dapat dituliskan sebagai berikut: lnMit = β0 + β lnPit + β2 lnYINDt + β3 DCRISISit + ε ....................................... (5) 1
it
Keterangan: i = negara mitra dagang utama yang terdiri atas Amerika Serikat, Australia, China, dan Thailand t = tahun α0 dan β0 = intersep αk dan βk = koefisien variabel independen ke-k (k = 1, 2, …, 4) VMit = outpayments dari negara i pada tahun t Mit = volume permintaan impor Indonesia terhadap buah-buahan dari negara i pada tahun t YINDt = pendapatan riil per kapita Indonesia pada tahun t = nilai tukar riil rupiah Indonesia terhadap dollar Amerika Serikat ERINDt pada tahun t TMit = tingkat tarif impor bagi buah-buahan dari negara i pada tahun t Pit = tingkat harga impor jenis buah-buahan i pada tahun t DCRISISit = dummy untuk tahun terjadinya krisis moneter (1 = tahun 1998; 0 = lainnya) εit = error term Tanda koefisien yang diharapkan adalah: α1 > 0; α2 > 0 jika -1 < β1 < 0; α2 < 0 jika β1 < -1; α3 < 0; dan α4 < 0 3.2.2.2. Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian adalah sebagai berikut: a.
Outpayments ialah nilai impor (CIF) Indonesia dari masing-masing negara mitra dagang utama yang terdiri atas Amerika Serikat, Australia, China, dan Thailand. Nilai dalam satuan US$ yang kemudian dibagi dengan CPI Amerika Serikat dan dikali dengan 100 yang merupakan CPI pada tahun dasar (tahun 2000), sehingga diperoleh real outpayments.
28
b.
Pendapatan riil per kapita Indonesia per tahun diukur dari nilai Gross Domestic Product (GDP) nominal Indonesia dalam rupiah dibagi dengan GDP deflator dan dikali dengan 100 yang merupakan GDP deflator pada tahun dasar (tahun 2000).
c.
Nilai tukar riil diperoleh dari perkalian antara nilai tukar nominal rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat dengan rasio CPI Amerika Serikat dan CPI Indonesia dengan tahun dasar 2000.
d.
Volume impor ialah jumlah kuantitas impor buah-buahan yang diminta Indonesia dalam kilogram.
e.
Harga impor didapatkan dengan pendekatan nilai impor riil dibagi volumenya.
f.
Tarif impor merupakan tingkat tarif rata-rata yang dikenakan terhadap buah-buahan dari masing-masing negara mitra dagang utama dalam bentuk persentase.
3.2.2.3. Panel Data Pada penelitian ini, periode data panel bagi masing-masing negara mitra dagang utama yang dianalisis ialah 15 tahun, dari 1996-2010. Metode panel memungkinkan dilakukannya analisis terhadap impor buah-buahan dari berbagai negara dalam periode waktu tertentu. Dengan kata lain, data panel merupakan metode yang menggabungkan cross-section dan time series sehingga diperoleh NxT jumlah observasi, di mana N adalah jumlah unit cross-section dan T adalah jumlah titik waktu observasi. Terdapat beberapa kelebihan penggunaan data panel (Baltagi, 2005), di antaranya: a.
Meningkatkan derajat bebas
b.
Mampu mengontrol heterogenitas individu Tiap individu memiliki karakteristik yang berbeda. Pada cross section, fixed effects individu dimasukkan dalam komponen yang tidak dapat dioservasi (unobservable) sehingga menimbulkan kesalahan dalam estimasi secara statistik. Sementara pada data panel, individual fixed effects dapat dibedakan dari unobserved heterogeneity.
29
c.
Menjadi semakin efisien, mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan akurasi estimasi, serta memberikan informasi yang lebih banyak dan beragam
d.
Cocok untuk studi dynamic of adjustment Data cross section hanya mengamati satu titik waktu sehingga tidak dapat mengukur dinamika. Data panel merupakan cross section berulang sehingga dapat digunakan untuk menganalisis perubahan yang dinamis.
e.
Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section atau time series saja Namun, metode panel data pun memiliki beberapa kelemahan, di
antaranya: a.
Masalah desain panel dan pengumpulan data
b.
Distorsi pengukuran error karena ketidaksesuaian respon
c.
Masalah selektivitas, yang terdiri atas: (i)
Self selectivity: data yang dikumpulkan tidak mampu menangkap fenomena yang terjadi
(ii)
Nonresponse: data yang tidak lengkap
(iii) Attrition: berkurangnya jumlah responden sebelum periode survei panel berakhir d.
Dimensi waktu yang pendek
e.
Cross section dependence Analisis panel yang digunakan dalam penelitian ini bersifat statis karena
peubah lag dependen tidak dimasukkan dalam komponen peubah independen. Analisis panel statis dibedakan menjadi dua pendekatan berdasarkan ada-tidaknya korelasi antara individual effects (unobserved heterogeneity) dengan peubah independennya, yaitu Fixed Effects Model (FEM) dan Random Effects Model (REM).
30
A.
Fixed Effects Model (FEM) FEM digunakan jika terdapat korelasi antara individual effects (αi)
dengan peubah independennya (Xit). Objek yang diamati merepresentasikan karakteristik seluruh populasi amatan. Pada FEM αi konstan sepanjang waktu dan spesifik untuk tiap individu yang diobservasi. Asumsi
: E(αi | xit) ≠ 0
Bentuk sederhana one-way FEM: yit = αi +xitβ + uit ........................ (6) dimana: αi = individual effects Xit = nilai peubah independen uit = komponen error Bentuk sederhana two-way FEM: yit = αi + γt + xitβ + uit.................. (7) dimana: γt = time effects. Estimasi FEM dapat dilakukan dengan empat teknik, yaitu: a.
Pooled Least Squares (PLS) PLS merupakan teknik paling sederhana untuk mengestimasi persamaan
(6). Pendekatan ini mengasumsikan αi konstan dan sama untuk tiap individu yang diobservasi (αi = α). Kelebihan dari PLS ialah efisiensi yang ditandai dengan ragam yang minimum karena sampel data yang digunakan relatif banyak dengan penggabungan data time series dan cross-section. Pada PLS,
dan
dirumuskan sebagai berikut:
α= y - βx .......................................................................................................... (8)
β=
1 ∑N ∑T x y NT i=1 t=1 it it 1 ∑N ∑T x2 NT i=1 t=1 it
dengan x=
1 NT
......................................................................................... (9)
T ∑N i ∑t=1 xit dan xit = xit - x (dengan cara yang sama untuk y)
Adapun estimasi parameter yang efisien ditunjukkan dengan:
var (β)=
var (uit ) N ∑i=1 ∑Tt=1 x2it
....................................................................................... (10)
31
Kelemahan PLS ialah β yang dihasilkan bias. Hal ini disebabkan PLS menyamaratakan semua konstanta untuk tiap unit yang diobservasi. Bias tersebut terlihat dari kemiringan β yang tidak sejajar dengan kemiringan βi . b.
Within-Groups (WG) Within-Groups adalah pendekatan alternatif dari PLS. Asumsi yang
digunakan pendekatan ini ialah αi berbeda untuk masing-masing unit observasi. Nilai αi yang konstan pada PLS menyebabkan parameter dugaan menjadi bias. Oleh karena itu, pada WG αi yang konstan tersebut dieliminasi dengan cara sebagai berikut: Pada WG diketahui : yi = T-1 ∑Tt=1 yit dan xi = T-1 ∑Tt=1 xit x*it = xit - xi dan y*it = yit - yi Persamaan (6) dirata-ratakan terhadap T sehingga: yi = αi + xi β+ ui ................................................................................................. (11) Kemudian, persamaan (6) dikurangkan dengan persamaan (11) sehingga diperoleh persamaan baru yang tidak mengandung konstanta intersep: y*it = x*it β+ u*it ..................................................................................................... (12) Nilai β ditentukan sebagai berikut:
βWG =
1 ∑N ∑T x* y* NT i=1 t=1 it it 1 ∑N ∑T x*2 NT i=1 t=1 it
.................................................................................... (13)
Kelebihan dari WG ialah β tidak bias. Hal ini terlihat dari kemiringan βWG yang sama dengan βi . Akan tetapi ragam dari pendekatan WG lebih besar daripada ragam PLS. Pada WG, ragam parameter dugaan sebagai berikut:
var βWG =
T-1 T
var(uit )
Sxx - Sbxx
...................................................................... (14)
32
dimana: T sxx = ∑N i=1 ∑t=1 (xit - x)
sbxx = ∑N i=1 T(xi - x) c.
2
2
Least Squares Dummy Variable (LSDV) LSDV mengasumsikan adanya perbedaan antara unit observasi yang
digambarkan melalui pergeseran intersep dari OLS karena adanya penambahan variabel dummy. Langkah-langkah estimasi model LSDV ialah: (i) Sejumlah variabel dummy dgit = 1 (g = i) ditambahkan ke persamaan (6), sehingga: yit = α1 d1it + α2 d2it + …+ αN dNit + xit β+ uit …… (15) (ii) Persamaan (20) diestimasi dengan OLS untuk mendapatkan βLSDV (iii) Uji fixed individual effects dengan uji-F H0: α1 = α2 = … = αN Pengujian ini untuk menentukan pilihan teknik estimasi antara LSDV dan PLS. Kriteria penolakan H0 ialah dengan menggunakan F-stat di mana jika F-stat lebih besar dari F-tabel maka tolak H0 yang berarti teknik estimasi dengan LSDV. Adapun perhitungan F-stat ialah sebagai berikut:
F=
R2DV ‐ R2P 1‐R2DV
·
NT – N ‐ K N-1
...................................................................... (16)
dimana: R2DV R2P k
= koefisien determinasi LSDV = koefisien determinasi PLS = banyak peubah Kelebihan dari LSDV adalah dugaan parameternya yang tidak bias dan
efisien. Namun, model LSDV memiliki kelemahan jika jumlah unit observasinya terlalu banyak sehingga tidak praktis. d.
Two Way Error Component Fixed Effects Model Pada model ini, fixed effect tidak hanya berasal dari unit observasi (αi
tetapi juga dari waktu (γt ), sehingga persamaannya ialah: yit = αi + γt + xitβ + uit.
33
Persamaan tersebut dapat ditambahkan sejumlah variabel dummy waktu untuk menggambarkan efek waktu. Akan tetapi, hal ini dapat menimbulkan masalah berkurangnya degree of freedom sehingga efisiensi estimasi berkurang.
B.
Random Effects Model (REM) Pendekatan REM digunakan apabila tidak terdapat korelasi antara
individual effects dan variabel independennya. Observasi diambil sejumlah tertentu dari populasi yang berjumlah besar sehingga karakteristik sampel tidak mencerminkan karakteristik keseluruhan populasi. Individual effects ditentukan sebagai berikut: αi = α + τi ......................................................................................................... (17) τi merepresentasikan individual disturbance yang konstan sepanjang waktu dan mengandung zero mean. Dengan demikian, persamaan random effects dapat dituliskan sebagai berikut: yit = αi +Xitβ + uit + τi ....................................................................................... (18) τi dimasukkan ke dalam komponen error karena diambil dari populasi yang besar. Asumsi: E(uit | τi) = 0 E(u2it | τi) = σ2u E(τi | Xit) = 0 untuk semua i dan t E(τ2i | Xit) = σ2τ untuk semua i dan t E(uit τj) = 0 untuk semua i, t, dan j E(uit ujs) = 0, untuk i ≠ j atau t ≠ s E(τi τj) = 0, untuk i ≠ j Di antara semua asumsi di atas, asumsi yang paling penting ialah E(τi | Xit) = 0. Estimasi REM dapat dilakukan melalui dua teknik, yaitu Generalised Least Squares (GLS) dan Breusch-Pagan Lagrange Multiplier Test.
34
3.2.2.4. Pemilihan Model Terbaik Pemilihan model yang tepat dalam penelitian diperlukan supaya diperoleh dugaan yang efisien. a.
Uji Chow Pengujian ini digunakan untuk memilih antara model Pooled Least Squares (PLS) dan Fixed Effect Model (FEM). Uji Chow dilakukan sebab adanya asumsi bahwa setiap unit cross-section memiliki individual effect yang sama (αi = α). Padahal, asumsi tersebut cenderung tidak realistis. Hipotesis uji Chow ialah: H0 = PLS (restricted) H1 = FEM (unrestricted) Kriteria penolakan H0 ialah jika F-stat lebih besar daripada F tabel maka terdapat cukup bukti untuk menolak H0 sehingga model yang akan digunakan adalah FEM. Penghitungan F-stat ialah sebagai berikut: F-stat=
(RRSS-URSS)/(N-1) ............................................................. (19) URSS/(NT-N-K)
dimana: RRSS= Restricted Residual Sum Square URSS= Unrestricted Residual Sum Square N = jumlah data cross-section T = jumlah data time series K = jumlah variabel penjelas Distribusi F-stat: FN-1, NT-T-K b.
Uji Hausman Uji Hausman digunakan untuk menentukan pendekatan yang terbaik untuk digunakan, FEM atau REM. H0: E(τi | Xit) = 0 H1: E(τi | Xit) ≠ 0 Uji dilakukan berdasarkan statistik Wald (W). -1
w = (βREM - βFEM )' ∑ (βREM - βFEM ) ...................................... (20) dimana ∑ = var(βREM - βFEM )
35
Jika W > χ2(k), maka tolak H0. Dugaan FEM konsisten, namun dugaan REM inkonsisten. Artinya, terdapat korelasi antara individual effects dengan peubah independennya sehingga pendekatan yang diambil ialah FEM. Akan tetapi, jika W < χ2(k), maka tidak tolak H0. Baik dugaan REM maupun FEM konsisten, tetapi FEM inefisien. Tidak terdapat korelasi antara individual effects dengan peubah independennya. Oleh karena itu, estimasi menggunakan REM.
3.2.2.5. Evaluasi Model dan Uji Asumsi Setelah dilakukan pengujian untuk pemilihan model terbaik, maka tahapan berikutnya ialah evaluasi model dan uji asumsi. Evaluasi model bertujuan untuk mengetahui apakah model yang diduga telah memenuhi kriteria ekonomi maupun statistik. Adapun uji asumsi diperlukan untuk menghasilkan model yang efisien, tak bias, dan konsisten. Terdapat beberapa asumsi yang perlu diuji yaitu heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi, dan normalitas. Penjelasan secara mendetail terkait evaluasi model dan uji asumsi dapat dilihat masingmasing pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
IV.
4.1.
PERKEMBANGAN IMPOR BUAH-BUAHAN DI INDONESIA
Tren Perdagangan Indonesia pada Komoditas Buah-Buahan Selama periode 1996-2010, Indonesia terus meningkatkan aktivitas
perdagangan internasional. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.1, nilai ekspor maupun impor buah-buahan Indonesia terus menunjukkan tren meningkat. Akan tetapi, laju pertumbuhan nilai impor lebih cepat dibandingkan nilai ekspor. Bahkan, semenjak tahun 2000, neraca perdagangan buah-buahan Indonesia menunjukkan nilai negatif yang ditandai oleh nilai impor yang lebih besar daripada nilai ekspor (Tabel 1.1).
700,000,000
Nilai (US$)
600,000,000 500,000,000 400,000,000 300,000,000
Ekspor
200,000,000
Impor
100,000,000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
-
Tahun Sumber: Pusdatin Kemendag, 2012(diolah)
Gambar 4.1. Tren Perdagangan Indonesia untuk Komoditas Buah-buahan Periode 1996-2010 Pada masa krisis ekonomi, yaitu tahun 1997-1998, pertumbuhan ekspor buah-buahan relatif stagnan. Kemudian, nilai ekspor kembali meningkat setelah tahun 1999 hingga 158 juta US$. Namun, nilai ini kembali menurun pada tahun berikutnya hingga tahun 2001. Nilai ekspor mencapai puncaknya pada tahun 2008, yaitu 302 juta US$. Akan tetapi, akibat krisis finansial yang terjadi pada tahun 2008, permintaan ekspor buah-buahan Indonesia oleh negara-negara Eropa
37
merosot. Akibatnya, pada tahun 2009 nilai ekspor buah-buahan Indonesia menurun hingga 14 persen. Sementara itu, dari sisi impor tren peningkatan nilai mulai terjadi sejak periode setelah krisis, yaitu tahun 1998. Pada saat krisis ekonomi tahun 1997, terjadi penurunan permintaan impor masyarakat sebesar 71 juta US$ dibandingkan tahun sebelumnya. Setelah tahun 1998, nilai impor buah-buahan terus meningkat dengan laju pertumbuhan tertinggi dicapai pada periode 20062007, yaitu sekitar 51 persen. Hingga tahun 2010, outpayments buah-buahan mencapai 655 juta US$. Pada tahun ini pula defisit neraca pembayaran impor buah-buahan terbesar selama kurun waktu 1996-2010.
4.2.
Tren Impor Buah-buahan oleh Indonesia Berdasarkan Asal Negara Seperti yang telah dibahas pada Bab I, terdapat empat negara mitra
dagang utama Indonesia dalam kerjasama perdagangan buah-buahan, yaitu Amerika Serikat, Australia, China, dan Thailand. Keempat negara tersebut merupakan sumber utama buah-buahan yang diimpor Indonesia selama periode 1996-2010. Berdasarkan Tabel 4.1, terlihat bahwa sebelum tahun 1999 impor buahbuahan Indonesia utamanya hanya berasal dari Amerika Serikat, Australia, dan China. Sementara, persentase volume impor buah-buahan asal Thailand dalam pasar buah-buahan impor Indonesia relatif kecil. Pada tahun 1998, yaitu tepat setahun setelah krisis ekonomi, volume buah-buahan yang diimpor Indonesia mengalami penurunan akibat melemahnya daya beli masyarakat. Penurunan permintaan impor terbesar dialami oleh buah-buahan asal Thailand, yaitu hampir 85 persen dibanding tahun sebelumnya. Adapun volume impor buah-buahan dari China mengalami penurunan yang relatif kecil dibandingkan negara-negara pengekspor buah-buahan lainnya ke Indonesia, yaitu hanya sekitar 32 persen. Sejak tahun 1998, buah-buahan dari China mulai menguasai pasar buah Indonesia. Hal ini terlihat dari volume impornya yang cenderung meningkat dengan laju yang pesat. Pada tahun 2000, kuantitas buah-buahan asal China yang diimpor Indonesia telah mencapai 89.8 ribu ton. Dengan kata lain, terjadi kenaikan permintaan impor empat kali lipat pada tahun 2000. Sedangkan, jumlah
38
permintaan buah-buahan asal Amerika Serikat yang menjadi negara pengekspor kedua terbesar relatif kecil dibandingkan China. Pada tahun tersebut. volume impor buah-buahan asal Amerika Serikat hanya sebesar 46.6 ribu ton atau setengah dari volume buah-buahan asal China.
Tabel 4.1. Volume Impor Buah-buahan ke Indonesia Berdasarkan Asal Negara Volume Impor (kg) Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 Rata-rata growth 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata growth 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata growth
Amerika Serikat 29,175,425 {20.81%} 70,534,119 {35.19%} 18,563,803 {25.75%} 25,463,380 {24.19%} 46,605,016 {19.45%} 47.07% 50,504,373 {20.85%} 49,153,052 {18.41%} 40,418,795 {18.26%] 49,554,071 {13.05%} 43,107,462 {11.04%} -0.50% 44,823,963 {10.76%} 43,936,985 {8.97%} 41,210,191 {8.47%} 59,618,978 {9.49%} 65,927,403 {9.88%} 10.21%
Australia 24,058,538 {17.16%} 26,840,221 {13.39%} 10,106,530 {14.02%} 12,295,830 {11.68%} 21,399,455 {8.93%} 11.23% 18,210,921 {7.52%} 21,398,297 {8.01%} 14,360,548 {6.49%} 24,164,370 {6.36%} 16,591,975 {4.25%} 1.33% 14,918,910 {3.58%} 13,018,252 {2.66%} 14,425,131 {2.97%} 17,861,260 {2.84%} 13,196,260 {1.98%} -2.86%
China 22,617,497 {16.13%} 23,472,509 {11.71%} 16,039,034 {22.24%} 29,433,534 {27.96%} 89,831,386 {37.50%} 65.21% 89,221,897 {36.83%] 104,512,857 {39.14%} 92,319,827 {41.72%} 186,209,993 {49.03%} 220,251,767 {56.42%} 24.96% 221,763,447 {53.26%} 290,692,989 {59.37%} 307,031,323 {63.12%} 386,248,959 {61.49%} 427,231,671 {64.03%} 14.76%
Thailand 5,375,964 {3.83%} 7,392,149 {3.69%} 1,058,291 {1.47%} 6,937,015 {6.59%} 24,773,170 {10.34%} 191.11% 17,632,207 {7.28%} 30,394,830 {11.38%} 25,811,742 {11.66%} 46,854,554 {12.34%} 55,221,253 {14.15%} 25.57% 67,423,206 {16.19%} 79,077,974 {16.15%} 71,556,541 {14.71%} 103,665,830 {16.50%} 80,144,251 {12.01%} 10.41%
Sumber: Pusdatin Kemendag, 2012(diolah) Keterangan: {} share terhadap total volume impor buah-buahan
Apabila dilihat dari pertumbuhan rata-rata sepanjang periode 1996-2000, permintaan buah-buahan impor dari Thailand mencatat kenaikan yang begitu tinggi. Hal ini disebabkan melonjaknya permintaan masyarakat Indonesia
39
terhadap buah-buahan asal Thailand secara tiba-tiba pada tahun 1999-2000. Peningkatan volume impor yang demikian pesat tersebut mengindikasikan dampak depresiasi baht Thailand akibat krisis ekonomi 1997. Depresiasi baht terhadap dollar Amerika Serikat menyebabkan harga buah-buahan ekspor Thailand menjadi relatif lebih murah dalam mata uang dollar. Akibatnya, permintaan masyarakat Indonesia terhadap buah-buahan asal Thailand pun meningkat. Pada periode 2001-2005, nilai pertumbuhan permintan impor rata-rata buah-buahan asal Thailand dan China relatif sama. Volume impor buah-buahan dari kedua negara tersebut terus meningkat. Demikian pula halnya bagi buahbuahan asal Australia meski pertumbuhannya relatif lamban, yaitu sekitar 1.33 persen. Hal yang sebaliknya terjadi pada buah-buahan impor asal Amerika Serikat. Permintaan masyarakat terhadap buah-buahan dari Amerika Serikat justru menurun sebesar 0.5 persen. Keadaan ini memperlihatkan mulai berubahnya pola konsumsi buah-buahan impor masyarakat Indonesia. Akhirnya sejak tahun 2006, Thailand mengambil alih posisi Amerika Serikat sebagai negara pengekspor buah-buahan terbesar kedua ke Indonesia dengan pangsa pasar sekitar 16 persen. Sedangkan buah-buahan impor dari Amerika Serikat hanya memiliki pangsa pasar sebesar 13 persen. Di sisi lain, pada tahun 2005, China telah menguasai separuh lebih pangsa pasar buah-buahan impor di Indonesia dengan share sebesar 56.42 persen. Hal ini menyebabkan buah-buahan impor yang ditemui di pasar Indonesia didominasi oleh buah-buahan asal China. Adapun buah-buahan asal Australia mulai tidak begitu diminati masyarakat Indonesia. Kondisi ini tergambar dari penurunan volume buah-buahan asal negara tersebut. Pada tahun 2006, volume impor buah-buahan asal Australia menurun hingga sepuluh persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kuantitas impor tersebut relatif konstan pada tahun-tahun berikutnya, kecuali pada tahun 2007 volumenya sempat meningkat hingga 23 persen. Sementara itu, volume buahbuahan asal Amerika Serikat kembali meningkat dalam periode 2006-2010. Pada tahun 2010, buah-buahan impor asal Amerika Serikat di pasar buah Indonesia
40
mencapai 65.9 ribu ton. Padahal, pada akhir tahun 2005 volumenya hanya berkisar 43.1 ribu ton. Jika diamati dari sisi outpayments, sebelum tahun 2000 sebagian besar pengeluaran impor buah-buahan Indonesia mengalir ke Amerika Serikat (Tabel 4.2). Namun, seiring meningkatnya arus masuk buah-buahan asal China, maka nilai impornya pun mulai mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu 19962000, pertumbuhan rata-rata volume impor buah-buahan dari China sekitar 65.21 persen (Tabel 4.1). Dampaknya, outpayments buah-buahan dari China pun kemudian melebihi nilai buah-buahan asal Amerika Serikat. Pada tahun 2000, sekitar 36.50 persen outpayments buah-buahan Indonesia digunakan untuk mendatangkan buah-buahan asal China.
Tabel 4.2. Share dan Pertumbuhan (Growth) Outpayments Buah-buahan ke Indonesia Berdasarkan Asal Negara Share Outpayments (%) Amerika Australia China Serikat 1996 29.94 21.75 14.36 1997 38.44 19.32 11.68 1998 34.01 14.41 21.65 1999 27.94 13.64 25.87 2000 23.73 9.58 36.50 Rata-rata growth (%) 24.55 8.71 68.87 2001 23.01 8.32 37.13 2002 20.78 8.17 40.41 2003 20.71 7.55 41.11 2004 17.87 7.76 39.36 2005 18.55 6.02 45.50 Rata-rata growth (%) 5.06 2.62 16.52 2006 13.27 5.62 49.24 2007 11.20 4.14 51.76 2008 10.44 4.58 54.87 2009 11.47 4.17 54.55 2010 12.06 2.97 56.39 Rata-rata growth (%) 15.55 10.53 31.58 Sumber: Pusdatin Kemendag, 2012(diolah) Tahun
Thailand 5.15 4.24 1.36 9.07 10.71 250.47 8.85 12.88 12.97 16.43 15.48 26.36 16.09 20.43 18.04 19.66 15.12 29.26
Sementara itu, dampak depresiasi baht Thailand pada 1997 yang berujung pada peningkatan volume impor buah-buahan asal Thailand juga
41
tercermin dari besarnya angka pertumbuhan rata-rata outpayments. Impor buahbuahan asal Thailand memiliki nilai pertumbuhan rata-rata tertinggi, yaitu 250.47 persen selama periode 1996-2000. Nilai impor buah-buahan asal Thailand terus meningkat seiring meningkatnya permintaannya pada lima tahun berikutnya (Tabel 4.1). Pada periode 2001-2005 pun angka pertumbuhan rata-rata outpayments asal Thailand jauh lebih besar dibandingkan China. Pada tahun 2006, nilai impor buah-buahan asal Thailand telah melampaui nilai impor asal Amerika Serikat. Hal ini sejalan dengan peningkatan volume impor buah-buahan asal Thailand yang membuat Thailand menjadi negara asal buah-buahan impor terbesar kedua. Di sisi lain, pertumbuhan outpayments buahbuahan asal China pun mulai meningkat cepat pada periode 2006-2010. Pada tahun 2007, share outpayments buah-buahan asal China
terhadap total
pengeluaran impor buah-buahan yang dikeluarkan Indonesia telah lebih dari 50 persen.
4.2.1.
Outpayments Buah-buahan Asal Amerika Serikat Pada periode 2006-2010, tiga jenis buah-buahan Amerika Serikat yang
banyak diekspor ke Indonesia adalah jeruk, anggur, dan apel (Tabel 4.3). Dalam kurun waktu 2006-2010, sebagian besar outpayments yang harus dibayarkan Indonesia untuk mengonsumsi buah-buahan asal Amerika Serikat adalah untuk mengimpor apel dan anggur. Hal ini terlihat dari besarnya share outpayments jenis buah-buahan tersebut terhadap total outpayments buah-buahan asal Amerika Serikat oleh Indonesia. Berdasarkan data dari UN COMTRADE outpayments apel dan anggur relatif sama tiap tahunnya untuk periode 2006-2010. Akan tetapi, jika dianalisis dari tahun 1996 hingga 2010, share outpayments apel sebenarnya mulai menurun. Apel merupakan buah-buahan utama yang diimpor Indonesia dari Amerika Serikat sebelum tahun 2004. Indonesia memang merupakan salah satu pasar terbesar Amerika Serikat untuk memasarkan produk apel (FAS, 2011). Pada tahun 2004, outpayments rata-rata apel berkontribusi sekitar 69 persen terhadap total outpayments buah-buahan asal Amerika Serikat. Keadaan ini dipengaruhi mulai membanjirnya apel dari China yang harganya relatif bersaing. Sementara itu, persentase rata-rata outpayments
42
jeruk yang merupakan buah-buahan bernilai impor terbesar ketiga dari Amerika Serikat relatif jauh lebih kecil, yaitu empat persen.
Tabel 4.3. Nilai dan Share Outpayments Buah-buahan asal Amerika Serikat Outpayments (US$) HS Komoditas 1996 2006 2007 2008 2009 2010 080510
Oranges, fresh or dried
080610
Grapes, fresh
080810
Apples, fresh
Total Outpayments
2,670,983
563,709
2,391,789
2,124,891
3,775,095
{6.13%}
{1.16%}
{5.07%}
{3.05%}
{4.78%}
12,918,938 {29.66%} 24,537,830 {56.30%}
20,628,701 {42.29%} 23,853,019 {48.90%}
19,375,729 {41.06%} 21,299,408 {45.14%}
30,878,754 {44.36%} 31,257,580 {44.90%}
34,921,177 {44.20%} 33,440,325 {42.32%}
40,127,751 {92.13%}
45,045,429 {92.34%}
43,066,926 {91.27%}
64,261,225 {92.32%}
72,136,597 {91.30%}
Sumber: UN Comtrade, 2012 (diolah) Keterangan: {} share terhadap total outpayments buah-buahan asal Amerika Serikat keseluruhan
4.2.2.
Outpayments Buah-buahan asal Australia Indonesia tidak hanya mengimpor anggur dari Amerika Serikat, tetapi
juga dari Australia yang secara geografis merupakan negara tetangga dengan Indonesia. Outpayments anggur Australia lebih besar dibanding buah-buahan impor dari Australia lainnya. Besar outpayments anggur cenderung meningkat dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan outpayments terbesar pada tahun 2009, yaitu sekitar 37 persen. Namun, outpayments tersebut kembali menurun pada tahun 2010 sebesar 23 persen (Tabel 4.4). Selain anggur, Indonesia juga mengimpor buah-buahan yang termasuk kelompok citrus dari Australia. Kelompok buah-buahan citrus terdiri atas jeruk; mandarin, clementine, dan hibrida citrus; lemon dan limau; grapefruit; dan lainlain. Adapun buah-buahan jenis citrus yang didatangkan dari Australia ialah buah jeruk dan mandarin. Perbedaan antara buah jeruk dengan mandarin ialah pada ukuran dan kulitnya. Buah mandarin memiliki ukuran yang jauh lebih kecil dibandingkan jeruk. Kulitnya pun lebih tipis sehingga mudah dikupas. Selain itu, rasa mandarin cenderung lebih manis dibandingkan jeruk.
43
Tabel 4.4. Nilai dan Share Outpayments Buah-buahan asal Australia Outpayments (US$) HS Komoditas 1996 2006 2007 2008 2009 2010 080510
Oranges, fresh or dried
080520
Mandarin, clementine & citrus hybrids, fresh or dried
080610
Grapes, fresh
Total Outpayments
3,115,809
2,817,292
3,196,751
3,921,813
4,249,191
{16.90%}
{15.62%}
{15.45%}
{15.50%}
{21.83%}
1,543,562
1,407,634
1,672,237
2,198,637
557,479
{8.37%}
{7.81%}
{8.08%}
{8.69%}
{2.86%}
10,931,006
11,499,826
12,389,143
17,036,653
13,049,080
{59.29%}
{63.77%}
{59.89%}
{67.33%}
{67.03%}
15,590,377
15,724,752
17,258,131
23,157,103
17,855,750
{84.56%}
{87.20%}
{83.43%}
{91.52%}
{91.72%}
Sumber: UN Comtrade, 2012 (diolah) Keterangan: {} share terhadap total outpayments buah-buahan asal Australia keseluruhan
Indonesia lebih banyak mendatangkan jenis buah-buahan jeruk daripada mandarin dari Australia. Pada tahun 2006 outpayments buah jeruk tersebut sekitar 17 persen dari total outpayments buah-buahan dari Australia. Sedangkan nilai impor mandarin hanya sekitar delapan persen dari total outpayments buah-buahan Australia pada tahun yang sama. Bahkan, pada tahun 2010, nilai impor mandarin Australia anjlok hingga 75 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini berbeda dengan jeruk Australia yang menunjukkan tren meningkat.
4.2.3.
Outpayments Buah-buahan asal China Peningkatan arus masuk buah-buahan asal China ke Indonesia secara
besar-besaran mulai terlihat sejak tahun 2000 (Tabel 4.1). Bahkan, sejak tahun 2007 buah-buahan China mendominasi pasar buah impor di Indonesia. Berdasarkan Tabel 4.5, outpayments buah-buahan dari China sebagian besar dari mengimpor buah-buahan jenis mandarin, apel, dan pear. Pada tahun 2006, impor mandarin hanya senilai 40 juta US$. Namun, beberapa tahun terakhir, lebih dari 100 juta US$ yang dikeluarkan Indonesia untuk mengimpor mandarin. Pertumbuhan outpayments mandarin mencapai puncaknya pada tahun 2009, dengan angka kenaikan sekitar 87 persen. Pada tahun tersebut, outpayments mandarin sebesar 159 juta US$ atau setara dengan 75 kali lipat daripada outpayments buah-buahan sejenis dari Australia.
44
Apel asal China, seperti apel fuji, juga nyatanya lebih diminati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia daripada apel asal Amerika Serikat. Fakta ini tercermin dari besarnya outpayments apel China yang melampaui Amerika Serikat. Dari sisi harga, apel dari kedua negara tersebut tidak terlalu berbeda jauh. Oleh karena itu disimpulkan bahwa tingginya volume permintaan impor yang menyebabkan outpayments apel asal China begitu besar.
Tabel 4.5. Nilai dan Share Outpayments Buah-buahan asal China Outpayments (US$) HS Komoditas 1996 2006 2007 2008 2009 080520
Mandarin, clementine & citrus hybrids, fresh or dried
080810
Apples, fresh
080820
Pears and quinces, fresh
Total Outpayments
2010
36,017,249
62,960,501
84,798,085
159,165,295
141,257,954
{22.31%}
{27.94%}
{34.19%}
{48.09%]
{38.22%}
91,098,391
81,826,556
83,112,704
89,801,729
128,226,930
{36.93%}
{36.31%}
{33.51%}
{27.13%}
{34.69%}
51,664,708
64,822,347
61,535,235
64,823,540
80,615,275
{32.01%}
{28.76%}
{24.81%}
{19.58%}
{21.81%}
178,780,348
209,609,404
229,446,024
313,790,564
350,100,159
{91.25%}
{93.01%}
{92.52%}
{94.80%}
{94.73%}
Sumber: UN Comtrade, 2012 (diolah) Keterangan: {} share terhadap total outpayments buah-buahan asal China keseluruhan
Jenis buah-buahan lainnya yang juga banyak diimpor dari China adalah pear. Outpayments pear cenderung meningkat dari tahun ke tahun sepanjang periode 1996-2010, meski pada tahun 2008 sempat menurun. Adapun persentase rata-rata outpayments pear terhadap total outpayments buah-buahan asal China sekitar 25 persen.
4.2.4.
Outpayments Buah-buahan asal Thailand Thailand juga termasuk mitra dagang utama
Indonesia untuk
perdagangan buah-buahan dari kawasan ASEAN. Sejak tahun 2006, Thailand menjadi negara pengekspor kedua terbesar buah-buahan ke Indonesia. Lebih dari 90 persen buah-buahan yang diekspor ke Indonesia merupakan buah-buahan dari kelompok fruits nes atau buah-buahan segar lainnya. Dari kelompok tersebut, buah-buahan yang banyak diimpor dari Thailand ialah durian dan lengkeng.
45
Sepanjang tahun 2006-2010, outpayments buah-buahan Thailand cenderung naik-turun. Pertumbuhan outpayments tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan kenaikan nilai sebesar 72 persen. Pada tahun 2010, outpayments kembali turun sekitar 17 persen padahal pada tahun 2009 sempat mencapai 115.9 juta US$ (Tabel 4.6).
Tabel 4.6. Nilai dan Share Outpayments Buah-buahan asal Thailand Outpayments (US$) HS Komoditas 1996 2006 2007 2008 2009 2010 080520
081090
Mandarin, clementine & citrus hybrids, fresh or dried Fruits, fresh nes
Total Outpayments
2,220,646
2,922,816
2,521,884
1,399,615
577,791
{4.21%}
{3.29%}
{3.09%}
{1.17%}
{0.58%}
49,217,746
84,785,122
77,315,701
115,973,992
96,180,446
{93.32%}
{95.32%}
{94.83%}
{97.22%}
{97.08%}
51,438,392
87,707,938
79,837,585
117,373,607
96,758,237
{97.53%}
{98.61%}
{97.92%}
{98.39%}
{97.66%}
Sumber: UN Comtrade, 2012 (diolah) Keterangan: {} share terhadap total outpayments buah-buahan asal Thailand keseluruhan
Jenis buah-buahan lainnya yang juga banyak diimpor dari Thailand ialah mandarin. Berbeda halnya dengan nilai impor durian dan lengkeng yang meningkat tiap tahunnya, outpayments mandarin Thailand justru menurun sejak tahun 2008. Pada tahun 2007, outpayments mandarin sempat mencapai 2.9 juta US$. Nilai ini kemudian terus menurun hingga pada tahun 2010 hanya sekitar 577.8 ribu US$. Outpayments mandarin memang hanya sekitar 2.4 persen dari total jumlah yang dikeluarkan Indonesia untuk mengimpor buah-buahan Thailand. Akan tetapi, nilai impor mandarin Thailand tersebut jauh lebih besar daripada nilai mandarin dari Australia selama periode 2006-2010. Padahal, sebelum tahun 2006 outpayments mandarin yang dikeluarkan Indonesia lebih besar untuk mengimpor dari Australia.
4.3.
Ringkasan Nilai buah-buahan yang diimpor Indonesia cenderung meningkat tiap
tahunnya. Sebagian besar buah-buahan tersebut merupakan buah eksotik yang
46
tidak dapat diproduksi sendiri oleh Indonesia. Lebih dari 50 persen total outpayments bersumber dari impor buah-buahan asal China, seperti mandarin, apel, dan pear. Sementara itu dari Amerika Serikat, tiga jenis buah-buahan dengan nilai impor terbesar ialah jeruk, apel, dan anggur. Selain itu, Indonesia juga mengimpor jeruk, mandarin, dan anggur. Sebaliknya dari Thailand, Indonesia justru lebih banyak mengimpor buah-buahan tropis seperti durian yang sebenarnya dapat diproduksi di dalam negeri.
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas hasil estimasi dan evaluasi model permintaan buah-buahan impor dan outpayments buah-buahan Indonesia serta interpretasinya. Setelah itu, pembahasan akan dilanjutkan untuk analisisnya secara kualitatif.
5.1.
Hasil Estimasi dan Evaluasi Model Permintaan Buah-buahan Impor Model permintaan impor dalam penelitian ini diestimasi dengan
menggunakan software Eviews 6. Komoditas yang diamati ialah buah-buahan dengan kode HS 08. Periode pengamatan selama 15 tahun, yaitu dari tahun 1996 hingga 2010. Pengolahan data dilakukan dengan metode panel dengan Fixed Effect Model (FEM). Pemilihan model ini didasarkan pada hasil uji Chow (Lampiran 3). Probabilitas cross-section F(0.00) lebih kecil dari taraf nyata lima persen (0.50) sehingga keputusan adalah tolak H0, dimana H0 pada uji Chow adalah Pooled Least Squares (PLS), sehingga model yang dipilih adalah FEM. Ketika dilakukan uji Hausman pun keputusan yang dihasilkan adalah FEM sebagai model terbaik. Probabilitas cross-section random (0.34) lebih besar dari taraf nyata lima persen (0.50) sehingga keputusan adalah terima H0, dimana H0 pada uji Hausman adalah FEM (Lampiran 4). Pemilihan FEM menunjukkan bahwa tiap unit cross-section yang terdiri atas Amerika Serikat, Australia, China, dan Australia memiliki perilaku yang berbeda dalam mempengaruhi impor buah-buahan Indonesia. Hasil estimasi model permintaan impor disajikan dalam Tabel 5.1. Uji-F terhadap model permintaan impor signifikan pada taraf nyata lima persen (0.05) karena nilai probabilitas F-stat (0.00) lebih kecil dari nilai taraf nyata tersebut (Tabel 5.1). Artinya, minimal ada satu peubah independen yang berpengaruh nyata dalam model. Nilai koefisien determinasi (R-squared) yang diperoleh sebesar 89.2565 persen menunjukkan bahwa model yang digunakan fit atau baik. Sekitar 89.2565 persen keragaman permintaan impor buah-buahan dapat dijelaskan oleh variabel tingkat harga impor, pendapatan riil per kapita, dan dummy krisis. Sedangkan sisanya sekitar 10.7435 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan.
48
Model permintaan impor buah-buahan diestimasi dengan metode Generalized Least Squares dengan cross-section SUR sebagai pembobot. Penggunaan bobot tersebut menyebabkan model telah terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Hal ini tercermin dari nilai Sum Square Residual pada weighted statistics yang lebih besar dibandingkan nilainya pada unweighted statistics (54.46697 > 22.48693).
Tabel 5.1. Hasil Estimasi Model Permintaan Impor Buah-buahan dengan Fixed Effect Model Variabel LNP LNY DCRISIS C
Koefisien -1.001279* 2.828298* -1.480811* -27.53164* Cross-section Fixed Effect
Amerika Serikat Australia China Thailand R-squared Prob(F-statistic) R-squared Sum squared resid
Prob. 0.0000 0.0000 0.0000 0.0009 0.226254 -0.673694 0.832251 -0.384810
Weighted Statistics 0.892565 Sum squared resid 0.000000 Durbin-Watson stat Unweighted Statistics 0.688734 Durbin-Watson stat 22.48693
54.46697 1.725627 0.595730
Sumber: Lampiran 5 Keterangan: *) signifikan pada taraf nyata lima persen
Metode analisis panel data dapat mengabaikan pelanggaran asumsi multikolinearitas karena menggabungkan data time series dan cross-section (Juanda, 2009). Multikolinieritas atau korelasi antar variabel pada sebuah model dapat diindikasi jika R-squared tinggi tetapi hanya sedikit variabel yang signifikan. Berdasarkan hasil pengolahan data terlihat bahwa semua variabel signifikan pada taraf nyata lima persen. Selain itu, multikolinearitas juga dapat dilihat dari matriks korelasi antar variabel (Gujarati, 2004). Berdasarkan matriks korelasi antar variabel pada Lampiran 6, nilai korelasi antar variabel tidak ada yang melebihi dari 0.8. Pengolahan data dengan metode panel menyebabkan variasi data menjadi lebih
49
banyak dan korelasi antar variabel semakin sedikit. Oleh karena itu, tidak terjadi pelanggaran asumsi multikolinearitas dalam pengolahan data. Berdasarkan Tabel 5.1, diperoleh nilai Durbin-Watson (DW) pada weighted statistic ialah 1.725627. Berdasarkan distribusi nilai DW statistik pada Tabel Durbin Watson, untuk jumlah observasi data (n) sebesar 60 dan jumlah variabel independen (k) sebanyak tiga, maka dL = 1.48 dan dU = 1.69. Oleh karena nilai DW statistik berada pada rentang dL < DW < 4-dU, maka berdasarkan kriteria keputusan uji statistik DW tidak ada autokorelasi pada model. Berdasarkan hasil uji normalitas, diperoleh bahwa residual dalam model telah menyebar secara normal (Lampiran 7). Nilai probabilitas Jarque-Bera (0.177370) lebih besar dari taraf nyata lima persen (0.05). Dengan demikian, dapat diputuskan bahwa telah cukup bukti untuk menerima H0, yaitu residual telah menyebar normal.
5.2.
Hasil Estimasi dan Evaluasi Model Outpayments Buah-buahan Persamaan outpayments dalam penelitian ini diestimasi dengan
menggunakan software Eviews 6. Komoditas yang diamati ialah buah-buahan dengan kode HS 08. Periode pengamatan selama 15 tahun, yaitu dari tahun 1996 hingga 2010. Hasil uji Chow untuk model outpayments menunjukkan probabilitas cross-section F(0.00) lebih kecil dari taraf nyata lima persen (0.05) sehingga keputusan adalah tolak H0 (Lampiran 8). Dengan demikian, model outpayments harus dianalisis dengan Fixed Effect Model. Hasil olahan data dengan model ini tercantum pada Tabel 5.2 di bawah. Berdasarkan Tabel 5.2 diperoleh uji-F signifikan pada taraf nyata lima persen (0.05) karena nilai probabilitas F-stat (0.00) lebih kecil dari nilai taraf nyata tersebut. Artinya, minimal ada satu peubah independen yang berpengaruh nyata dalam model. Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R-squared) yang diperoleh, dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 88.8610 persen keragaman outpayments buah-buahan dapat dijelaskan oleh variabel tingkat tarif impor, pendapatan riil per kapita nasional, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan dummy krisis. Sedangkan sisanya sekitar 11.139 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan.
50
Tabel 5.2. Hasil Estimasi Model Outpayments dengan Fixed Effect Model Variabel LNY LNER TM DCRISIS C
Koefisien 2.274051** -0.546297 -7.930314* -1.327377* -13.51131* Cross-section Fixed Effect
Amerika Serikat Australia China Thailand R-squared Prob(F-statistic) R-squared Sum squared resid
Prob. 0.0550 0.4786 0.0063 0.0012 0.5843 0.316773 -0.583420 0.746353 -0.479706
Weighted Statistics 0.888610 Sum squared resid 0.000000 Durbin-Watson stat Unweighted Statistics 0.772036 Durbin-Watson stat 15.77368
57.71518 1.744514 0.809251
Sumber: Lampiran 9 Keterangan: *) signifikan pada taraf nyata lima persen **) signifikan pada taraf nyata sepuluh persen
Adapun nilai Sum Square Residual pada weighted statistics lebih besar dibandingkan nilainya pada unweighted statistics (57.71518 > 15.77368). Hal ini menunjukkan bahwa permintaan impor buah-buahan telah terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Teratasinya masalah tersebut disebabkan analisis model menggunakan metode Generalized Least Squares SUR. Dari hasil estimasi pada Tabel 5.2, diperoleh nilai Durbin-Watson (DW) pada weighted statistic ialah 1.744514. Berdasarkan distribusi nilai DW statistik pada Tabel Durbin Watson, untuk jumlah observasi data (n) sebesar 60 dan jumlah variabel independen (k) sebanyak empat, maka dL = 1.44 dan dU = 1.73 sehingga nilai DW statistik berada pada rentang dL < DW < 4-dU. Dengan demikian, model terbebas dari masalah autokorelasi. Model outpayments buah-buahan juga tidak mengalami masalah multikolinearitas. Hal ini terlihat dari nilai korelasi antar variabel tidak ada yang melebihi dari 0.8 (Lampiran 10). Berdasarkan hasil uji normalitas, diperoleh bahwa residual dalam model telah menyebar secara normal (Lampiran 11). Nilai probabilitas Jarque-Bera (0.293778) lebih besar dari taraf nyata lima persen
51
(0.05). Dengan demikian, dapat diputuskan bahwa telah cukup bukti untuk menerima H0, yaitu residual telah menyebar normal.
5.3.
Interpretasi Model dan Perilaku Outpayments Buah-buahan Dari hasil evaluasi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa model layak
digunakan untuk menerangkan perilaku outpayments buah-buahan impor Indonesia. Tabel 5.2 menunjukkan tarif impor berhubungan negatif dengan outpayments buah-buahan impor. Semakin tinggi tingkat tarif yang harus dibayarkan masyarakat Indonesia untuk buah-buahan impor, maka akan semakin kecil outpayments. Kenaikan harga buah-buahan impor akibat tarif menyebabkan penurunan permintaan masyarakat. Koefisien variabel tarif impor adalah sebesar -7.930314, yang menunjukkan bahwa peningkatan tarif impor sebesar satu persen akan menurunkan outpayments sebesar 7.930314 persen. Artinya, secara teoretis kebijakan tarif impor merupakan instrumen yang efektif dalam mengendalikan tingginya outpayments buah-buahan. Namun, sekarang ini Indonesia tidak dapat lagi menggunakan kebijakan tarif impor untuk mengendalikan outpayments buah-buahan impor. Sebagaimana yang diketahui, di era perdagangan bebas ini tarif impor merupakan salah satu bentuk hambatan perdagangan yang harus dieliminasi. Sejak tahun 2005 buahbuahan impor asal China dan Thailand bahkan telah bebas tarif sebagai bentuk kesepakatan perdagangan regional ASEAN-China. Bahkan, pada tanggal 10 Januari 2012 Indonesia bergabung dalam aliansi perdagangan ASEAN-AustraliaNew Zealand (AANZ). Dengan adanya kerjasama perdagangan bebas tersebut, maka outpayments Indonesia berpotensi akan meningkat lebih pesat lagi mengingat produk ekspor unggulan Australia dan New Zealand ialah komoditas pertaniannya. Hal ini disebabkan buah-buahan impor asal AANZ akan menjadi lebih murah tanpa adanya proteksi tarif sehingga mendorong peningkatan permintaan masyarakat. Berdasarkan hasil estimasi outpayments yang tercantum pada Tabel 5.2 juga diperoleh bahwa nilai tukar berdampak negatif terhadap outpayments yang terlihat dari angka koefisiennya sebesar -0.546297. Jika nilai tukar rupiah
52
Indonesia terhadap dollar Amerika Serikat (US$) melemah (depresiasi) maka outpayments akan menurun. Seperti yang dijelaskan pada Bab 2 (Tinjauan Pustaka), kurs rupiah terhadap US$ mempengaruhi harga buah-buah impor melalui pengaruhnya terhadap harga buah-buahan tersebut dalam pandangan konsumen Indonesia. Selanjutnya, pengaruhnya terhadap outpayments tergantung respon permintaan konsumen Indonesia terhadap perubahan harga yang terjadi (elastistas permintaan). Berdasarkan Tabel 5.1 permintaan impor buah-buahan Indonesia cenderung elastis. Sifat elastisitas ini dapat dilihat dari koefisien variabel harga, yaitu sebesar -1.001279. Persentase penurunan permintaan masyarakat akan jauh lebih besar dibandingkan persentase peningkatan harga. Oleh karena outpayments merupakan perkalian antara harga dan jumlah yang diminta, maka kenaikan harga akibat depresiasi rupiah akan menurunkan outpayments atas buah-buahan impor. Namun, jika dilihat nilai probabilitasnya (0.4786) yang lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen, ternyata nilai tukar rupiah tidak berpengaruh nyata terhadap outpayments buah-buahan. Artinya, pertumbuhan outpayments buah-buahan tidak ada kaitannya dengan pergerakan nilai tukar rupiah. Satu lagi faktor kunci lainnya yang mempengaruhi outpayments buahbuahan Indonesia adalah pendapatan riil per kapita. Berdasarkan Tabel 5.2, pengaruh pendapatan riil per kapita terhadap outpayments jauh lebih besar daripada pengaruh tarif dan kurs. Menurut data tabel ini, peningkatan pendapatan per kapita riil sebesar satu persen saja akan meningkatkan outpayments dengan persentase yang lebih besar, yaitu 2.274051 persen. Seperti dijelaskan pada Bab 2 (Tinjauan Pustaka), selama lebih dari satu dekade terakhir pendapatan riil masyarakat Indonesia meningkat terus dengan laju sebesar empat persen per tahun. Dampak peningkatan pendapatan riil ini terhadap peningkatan outpayments menjadi dramatis karena elastisitas pendapatan terhadap kuantitas permintaan (respon permintaan terhadap peningkatan pendapatan) sangat besar, yaitu 2.828298 (lihat Tabel 5.1). Seperti yang telah dijelaskan pada Tinjauan Pustaka, menurut Nicholson (1989) barang mewah mempunyai elastisitas pendapatan lebih besar dari satu. Dengan merujuk pada pendapat ini, maka dapat disimpulkan bahwa bagi
53
konsumen buah-buahan impor adalah barang mewah. Dengan adanya persepsi seperti ini, maka tidak heran kalau konsumen akan selalu meningkatkan pengeluarannya untuk buah-buahan impor bila pendapatannya meningkat. Efek pendapatan inilah yang paling berperan di balik melonjaknya nilai impor buah-buahan akhir-akhir ini. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat ditandai dengan meningkatnya pendapatan riil nasional sehingga masyarakat memiliki pendapatan lebih yang siap dibelanjakan. Seperti yang diketahui, sebagai negara berkembang, kecenderungan konsumsi (marginal propensity to consume) masyarakat Indonesia jauh lebih besar dibandingkan kecenderungannya dalam menabung. Lagi pula, masyarakat Indonesia terkenal sangat ‘import-minded’ dalam konsumsinya. Dengan demikian, ketika pendapatan meningkat, maka volume buah-buahan impor juga akan meningkat dan keadaan ini akan berimbas pada peningkatan nilai impor buah-buahan. Liberalisasi perdagangan tersebut di atas berperan positif dalam mempermudah para konsumen Indonesia untuk menyalurkan keinginannya mengkonsumsi buah-buah importersebut.
5.4.
Implikasi Kebijakan Dari diskusi di atas dapat disimpulkan bahwa tidak satupun dari ketiga
variabel independen (tarif, kurs, dan pendapatan) yang dapat dimanipulasi oleh pemerintah untuk mengendalikan outpayments buah-buahan impor. Kebijakan tarif impor tidak mungkin diterapkan kembali di era liberalisasi perdagangan saat ini. Di sisi lain, kenaikan pendapatan riil per kapita yang terus-menerus lebih dari satu dekade terakhir ini justru memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam mendorong peningkatan outpayments buah-buahan. Kebijakan untuk menghambat laju pertumbuhan pendapatan per kapita bukanlah tindakan yang rasional, karena tidak sesuai dengan tujuan pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan seperti ini tidak mungkin ditempuh oleh pemerintah untuk mengendalikan outpayments buah-buahan impor. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peran yang signifikan dari peningkatan pendapatan per kapita tersebut di atas erat kaitan dengan persepsi
54
masyarakat konsumen nasional yang memandang buah-buahan impor sebagai barang mewah. Persepsi seperti inilah yang membuat masyarakat Indonesia cenderung menganut paham ‘import-minded’ dalam konsumsinya. Adanya fenomena seperti ini juga dapat dilihat dalam kesukaan masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi makanan siap saji yang berasal dari negara lain, seperti Hoka-Hoka Bento, Kentucky Fried Chicken, dan McDonald. Adanya persepsi seperti itu jelas merugikan perekonomian nasional. Sebab, persepsi tersebut akan menempatkan produk-produk konsumsi hasil produksi dalam negeri menjadi produk kelas dua di pasar negeri sendiri. Oleh karena itu, persepsi seperti itu tidak dapat dibiarkan menguasai konsumen Indonesia. Persepsi bukanlah suatu hal yang tidak dapat berubah. Persepsi dapat berubah, namun perubahannya tidak mungkin terjadi secara instan. Dalam hal ini, salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah menggalakkan kembali kampanye cinta produk nasional, khususnya konsumsi buah-buahan hasil produksi nasional. Agar lebih efektif, kampanye konsumsi buah-buahan hasil produksi dalam negeri dapat difokuskan di kalangan para elit pemerintah dan swasta. Keberhasilan kampanye pada kelompok elit akan menciptakan efek pamer (demonstration effect) pada kalangan masyarakat lainnya. Kampanye ini akan berhasil hanya bila dilakukan secara sistematik dan berkelanjutan. Perubahan persepsi secara bertahap akan mengurangi minat konsumen nasional untuk membeli buah-buahan impor. Selanjutnya, hal ini akan menekan outpayments buah-buahan. Implikasi langsung dari tindakan konsumen mengurangi konsumsi buahbuahan impor tentunya adalah substitusinya dengan meningkatkan konsumsi buah-buahan produksi dalam negeri. Salah atribut penting dari buah-buahan impor yang menjadi daya tariknya bagi konsumen dalam negeri adalah kualitasnya yang, umumnya, relatif lebih baik dari kualitas produk sejenis yang dihasilkan oleh petani Indonesia.
Untuk memperlancar proses substitusi tersebut di atas, maka
pemerintah perlu mendorong perbaikan kualitas buah-buahan produksi dalam negeri.
55
Ada berbagai faktor yang terlibat dalam kaitannya kualitas buah-buahan produksi dalam negeri yang mayoritas produsennya adalah petani kecil. Salah satu dari faktor-faktor penting tersebut adalah kualitas bibit yang buruk. Pada umumnya, tanaman buah-buahan, seperti tanaman pisang, mangga, manggis dan jeruk, yang dikelola oleh petani kecil tidaklah berasal dari bibit unggul yang dihasilkan melalui proses riset ilmiah, melainkan bersumber dari bibit yang berkembang secara alamiah. Untuk mendorong petani menanam bibit unggul, sebaiknya pemerintah melakukan program penyediaan bibit unggul bersubsidi yang diberikan kepada para petani buah. Faktor lainnya adalah masalah tidak adanya sistem standardisasi dan grading kualitas buah-buahan.2 Hingga saat ini, dapat dikatakan bahwa sistem standardisasi dan grading kualitas belum diterapkan pada produksi buah-buahan nasional. Padahal,
bila diterapkan secara efektif,
sistem standardisasi dan
grading kualitas akan memberikan insentif untuk peningkatkan kualitas produk, dan sebaliknya, memberikan disinsentif bagi penurunan kualitas produk. Jika sistem diterapkan secara efektif, maka produk yang berkualitas baik akan dihargai lebih mahal dari pada produk yang berkualitas buruk. Ada berbagai hambatan dalam mengembangkan dan menegakkan sistem standardisasi dan grading kualitas produk buah-buahan. Salah satunya adalah skala usahatani buah yang relatif kecil. Melakukan kegiatan sortasi produk berdasarkan grade kualitas merupakan implikasi langsung dari diterapkannya sistem standardisasi dan grading kualitas. Sortasi buah-buahan dalam volume kecil tidak banyak memberikan nilai tambah bagi petani kecil, sehingga mereka kurang tertarik melakukan kegiatan ini. Bagi petani kecil insentif untuk melakukan sortasi produk berdasarkan grade kualitas akan sirna ketika mereka menjual produknya tidak langsung kepada konsumen, melainkan melalui suatu rantai tataniaga panjang, seperti yang umum berlaku di negeri ini. Pedagang tidak tertarik menerapkan sistem standardisasi dan grading kualitas produk yang diformalisasikan oleh pemerintah, 2
“Buah Indonesia Mampu Bersaing dengan Produk Luar”, Investor Daily, diakses dari http://www.investor.co.id/agribusiness/buah-indonesia-mampu-bersaing-dengan-produkluar/19674, pada tanggal 6 April 2012
56
karena hal itu akan membuat para pedagang tidak mempunyai kebebasan dalam menentukan kualitas buah yang dijual oleh petani padanya. Oleh karena penentuan kualitas berkaitan langsung dengan penentuan harga di mana produk dengan kualitas yang lebih baik akan mendapat harga yang lebih tinggi dari produk dengan kualitas yang lebih buruk, maka penting bagi pedagang untuk mempertahankan otoritasnya menilai kualitas buah yang dijual oleh petani kepadanya. Otoritas pedagang dalam menetapkan kualitas produk akan hilang bila sistem standardisasi dan grading kualitas produk berlaku secara efektif. Implikasi logisnya adalah para pedagang tidak akan mau mendukung penerapan suatu sistem standardisasi dan grading kualitas buah secara sukarela, meskipun sistem tersebut dirancang dan diimplementasikan oleh pemerintah. Mengingat pentingnya peranan perbaikan kualitas dalam memfasilitasi proses substitusi konsumsi buah-buahan impor dengan buah-buahan produksi dalam negeri oleh masyarakat Indonesia, maka pemerintah perlu mengembangkan sistem standardisasi dan grade kualitas buahan-buahan produksi dalam negeri. Untuk mengefektifkan penegakan sistem tersebut pada level petani buah, maka sebaiknya pemerintah mendorong para petani buah-buahan untuk membangun dan mengembangkan koperasi petani produsen buah-buahan. Melalui koperasi yang mempunyai skala usaha yang jauh lebih besar dari petani
individual,
maka
kegiatan
sortasi
buah-buahan
akan
lebih
mengguntungkan, dan keuntungan tersebut, selanjutnya, akan dibagikan oleh koperasi kepada para anggotanya sesuai dengan prinsip dasar koperasi yang berorientasi
pada
peningkatan
anggotanya.
Dengan
demikian,
sistem
standardisasi dan grade kualitas buahan-buahan produksi dalam negeri akan dapat ditegakkan secara efektif. Cara lainnya untuk meredam derasnya arus buah-buahan impor ialah dengan penerapan hambatan non-tarif, seperti Sanitary and Phytosanitary (SPs). Akan tetapi, hambatan non-tarif tersebut tidak akan terlalu berdampak signifikan terhadap penurunan outpayments. Sebab, SPs hanya merupakan peraturan pengawasan dan penjaminan keamanan buah-buahan diimpor bagi kesehatan masyarakat. Apabila SPs dijalankan secara efektif, volume buah-buahan yang masuk ke Indonesia mungkin akan menurun. Hal ini akan menyebabkan harga
57
buah-buahan impor meningkat. Mengingat permintaan impor buah-buahan masyarakat Indonesia bersifat elastis terhadap harga, maka outpayments akan turun. Sebenarnya, peningkatan outpayments buah-buahan impor tidak akan menjadi beban bagi perekonomian Indonesia, asalkan inpayments Indonesia meningkat,
melebihi
peningkatan
outpayments.
Kebijakan
perdagangan
internasional yang semakin mengarah kepada liberalisasi seharusnya menjadi suatu peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan nilai ekspornya. Indonesia mampu menjadikan komoditas buah-buahan sebagai produk unggulan berorientasi ekspor. Buah-buahan asli Indonesia merupakan buah eksotis yang diminati konsumen mancanegara. Buah-buahan Indonesia yang berpotensi komoditas unggulan ialah jambu, mangga, dan manggis. Inpayments kelompok jenis buahbuahan tersebut cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 5.3).
Tabel 5.3. Nilai Ekspor Buah-buahan Indonesia Inpayments (US$) HS Komoditas 1996 2006 2007 2008 2009
2010
080111
Coconuts :-- Desiccated
36,885,406
46,446,384
48,253,032
36,607,791
48,238,283
080119
Coconuts :-- Other Bananas, including plantains, fresh
31,907,766
30,314,727
40,957,625
32,446,753
42,277,965
1,407,542
856,127
988,914
199,890
48,305
81,903
360,991
104,482
19,725
41,130
4,870,586
6,007,401
7,601,672
7,919,229
9,956,136
124,381
467,864
369,026
139,721
47,907
080300 080430 080450 080530
Pineapples Guavas, mangoes and mangosteens Lemons (Citrus limon, Citrus limonu
080720
Papaws (papayas)
081090
Other fruit, fresh
62,924
15,349
567
125,549
102,951
1,014,998
1,448,480
1,837,296
1,492,754
3,114,077
Sumber: UN Comtrade, 2012 (diolah)
Belum tergarapnya bisnis ekspor buah-buahan secara maksimal disebabkan oleh kualitas buah-buahan yang relatif buruk dan belum memenuhi standar internasional. Masalah kualitas ini bersumber dari berbagai faktor sebagaimana telah dijelaskan di atas. Kebijakan promosi penanaman bibit unggul dan penerapan sistem standardisasi dan grading kualitas buah-buahan sebagaimana diformulasikan di atas akan memudahkan buah-buahan produksi dalam negeri lebih mudah memenuhi standar kualitas yang berlaku di pasar ekspor.
58
Selain itu, biaya transportasi buah-buahan juga relatif tinggi karena panjangnya rantai tataniaga (distribusi). Rantai distribusi yang panjang menyebabkan ongkos angkut dan penanganan (handling) buah-buahan Indonesia dari produsen ke pelabuhan ekspor menjadi mahal. Mahalnya biaya ini buahbuahan nasional membuatnya kurang berdaya saing di pasar internasional. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang mendorong peningkatan daya saing ekspor buah-buahan asal Indonesia.3 Rantai distribusi buah-buahan yang panjang disebabkan belum terintegrasinya petani buah-buahan dengan pasar induk. Seperti yang telah dijelaskan di atas, para petani kecil tersebut umumnya langsung memasarkan sendiri buah-buahan yang diproduksinya. Akibatnya, wilayah pemasaran buahbuahan cenderung terkonsentrasi di daerah tertentu saja. Hal ini menyebabkan tidak meratanya distribusi buah-buahan dan ongkos tranportasinya ke pelabuhan ekspor menjadi lebih mahal. Pemerintah telah menyadari permasalahan ini dan berupaya untuk mengatasinya. Untuk menekan biaya transportasi dan penanganan (handling), saat ini Kementerian Perdagangan tengah mengupayakan distribusi langsung buah-buahan dari pasar induk ke negara tujuan ekspor.4
3 “Ekspor Buah Harus Penuhi Standar Negara Tujuan”, Kontan.co.id, diakses dari http://industri.kontan.co.id/news/ekspor-buah-harus-penuhi-standar-negara-tujuan--1/2011/09/26, pada tanggal 6 April 2012 4 Ibid.
VI.
6.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian sebagaimana
dikemukakan pada Bab I, penelitian ini menghasilkan kesimpulan-kesimpulan berikut: 1.
Tarif impor, pendapatan riil per kapita, dan dummy krisis merupakan faktor-faktor yang berperan penting di balik fenomena peningkatan outpayments buah-buahan yang terjadi beberapa tahun terakhir ini. Sementara itu, perubahan (depresiasi atau apresiasi) nilai rupiah terhadap US$ tidak berpengaruh nyata terhadap outpayments.
2.
Peningkatan tarif atas buah-buahan impor akan menurunkan outpayments buah-buahan secara efektif.
3.
Pendapatan riil per kapita mempunyai pengaruh positif yang sangat signifikan dalam membuat outpayments buah-buahan meningkat terus selama beberapa tahun terakhir ini. Hal ini terjadi, karena konsumen Indonesia mempersepsikan buah-buahan impor adalah barang mewah sehingga mereka akan selalu meningkatkan pengeluarannya untuk komoditas ini bila pendapatannya meningkat.
6.2.
Saran Dalam rangka mengendalikan beban peningkatan outpayments buah-
buahan terhadap perekonomian nasional, ada dua strategi yang perlu dilakukan oleh pemerintah, yaitu: 1.
Menekan laju peningkatan outpayments buah-buahan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah persepsi konsumen mengenai buah-buah impor, di mana selama ini mereka menganggap konsumsinya sebagai kemewahan. Untuk itu pemerintah perlu menggalakkan kampanye cinta konsumsi buah-buahan produksi dalam negeri. Agar konsumen mau mensubstitusi konsumsi buah-buahan
impor dengan
konsumsi buah-buahan produksi dalam negeri, maka kualitas buah-
60
buahan produksi nasional harus diperbaiki. Oleh karena itu, pemerintah harus menerapkan kebijakan perbaikan kualitas buah-buahan produksi dalam negeri dengan cara menyalurkan bibit buah unggul bersubsidi kepada petani, serta menerapkan sistem standardisasi dan grading kualitas buah-buahan produksi dalam negeri. Untuk mendukung pelaksaaan sistem ini di level petani, maka pemerintah perlu mendorong para petani buah-buahan untuk membangun dan mengembangkan koperasi petani buah-buahan. Dengan koperasi ini, maka kegaiatan sortasi buah-buahan akan memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi petani anggotanya. 2.
Mendorong ekspor buah-buah eksotik produksi dalam negeri. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki daya saing produksi dalam negeri. Dalam kaitan ini, ada dua kebijakan pokok yang perlu dilakukan oleh pemerintah. Pertama, pemerintah harus menerapkan kebijakan perbaikan kualitas sebagaimana diterangkan di atas. Kebijakan kedua yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah kebijakan untuk menekan biaya transportasi dan penanganan buah-buahan impor dari usahatani ke pelabuhan ekspor. Hal ini dapat dilakukan dengan mengupayakan distribusi langsung buah-buahan dari pasar induk ke negara tujuan ekspor.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Buah-buahan di Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55& notab=3 [17 November 2011] Bahmani-Oskooee, M., C. Economidou, dan G.G. Goswami. 2005. “How Sensitive Are Britain’s Inpayments and Outpayments to The Value of The British Pound”. Journal of Economic Studies, Vol.32 No.6: 455-467. Baltagi, B.H. 2005. Econometrics Analysis of Panel Data. Chicester, John Wiley and Sons, Ltd. Cortes, M. 2007. “Examining Patterns of Bilateral Trade between Australia and Colombia by Using Cointegration Analysis and Error-Correction Model”. Working Paper 07-20. Departemen Perindustrian. 2009. Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Prioritas Industri Berbasis Agro. Jakarta, Departemen Perindustrian. Gujarati, D. 2004. Basic Econometrics. New York, McGraw-Hill Companies. Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor, IPB Press. Krugman, P dan M. Obstfeld. 2003. International Economics. Boston, Pearson Education, Inc. Madani, D.H dan N. Mas-Guix. 2011. “The Impact of Export Tax Incentives on Export Performance: Evidence from The Automotive Sector in South Africa”. Policy Research Working Paper 5585, March 2011: 2-36. McTaggart, Findlay, dan Parkin. 1996. Economics. Sydney, Addison-Wesley Publishing Company. Nicholson, W. 1989. Microeconomic Theory. Orlando, The Dryden Press. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta, Erlangga. Santos-Paulino, A. dan A.P. Thirlwall. 2004. “The Impact of Trade Liberalisation on Exports, Imports, and The Balance of Payments of Developing Countries”. The Economic Journal, 114 (February): F50-F72. UN
Comtrade. 2012. United Nations Commodity http://comtrade.un.org/ [25 Januari 2012]
Trade
Statistics.
62
Wijeweera, A., M. Nur, dan B. Dollery. 2008. “Bilateral Import Demand Elasticities The Case of Bangladesh”. International Research of Finance and Economics, Issue 19: 114-124.
World Bank. 2012. Data. http://data.worldbank.org/ [25 Januari 2012]
LAMPIRAN
Lampiran 1. Evaluasi Model
Evaluasi Model 1) Kriteria Ekonomi
2) Kriteria Statistika a) R2
Keterangan Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga. • Kebaiksuaian (goodness of fit) model. • Menunjukkan seberapa besar persen variasi dalam variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel independennya. • Model semakin baik jika R2 mendekati satu.
b) Uji-t
• Mengukur signifikansi parameter masing-masing variabel independen terhadap dependennya. • Hipotesis pengujian: H0 = αk = 0 atau H0 = αk = 0 H1 = αk > 0 H1 = αk 0 • Tolak H0, apabila t-stat pada taraf nyata tertentu lebih besar daripada t tabel, sehingga kesimpulannya variabel tersebut berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel dependen
c) Uji-F
• Mengetahui ada-tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara keseluruhan. • Hipotesis pengujian H0 = α1 = α2 = … = αk = 0 H1 = minimal terdapat satu nilai α yang tidak sama dengan nol • Tolak H0, jika probabilitas F-stat < taraf nyata tertentu, sehingga kesimpulannya minimal terdapat satu variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen
65
Lampiran 2. Uji Asumsi
Uji Asumsi
Keterangan
1) Heteroskedastisitas
• Terjadi jika ragam sisaan tidak konstan (Var (μi2) = σi2). • Mengakibatkan estimasi koefien penduga menjadi tidak efisien meskipun konsisten dan standard error estimasi juga menjadi bias (Baltagi, 2005). • Pendeteksian heteroskedastisitas pada pengolahan data panel dengan Eviews 6: Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Square Resid pada Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas • Salah satu cara mengatasi heteroskedastisitas: penggunaan metode Generalized Least Squares (GLS) (Juanda, 2009)
2) Multikolinearitas
• Adanya keterkaitan atau hubungan linier antara variabel independen. • Mengakibatkan hasil estimasi menjadi tidak tepat, sebab estimator memiliki varians dan kovarians yang besar. • Indikasi terjadinya masalah multikolinearitas ialah (Gujarati, 2004): ¾ Tanda koefisien tidak sesuai dengan yang diharapkan ¾ Nilai R2 tinggi meski dalam uji-t banyak variabel yang tidak signifikan ¾ Matriks korelasi antar variabel tinggi (rij > 0.8) ¾ R2 < rij • Salah satu cara mengatasi multikolinearitas: penggabungan data time series dan cross-section (Juanda, 2009).
3) Autokorelasi
• Korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan berdasarkan waktu atau ruang. • Mengakibatkan standar error penduga bias ke bawah atau lebih kecil dari nilai sebenarnya sehingga nilai statistik uji-t tinggi. • Deteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan melakukan uji Durbin-Watson (DW). • Kerangka Identifikasi Autokorelasi (Gujarati, 2004) 4-dL < DW < 4: Tolak H0, autokorelasi negatif 4-dU < DW < 4-dL: Tanpa kesimpulan dL < DW < 4-dU: Terima H0, tidak ada autokorelasi dL < DW < dU: Tanpa kesimpulan 0 < DW < dL: Tolak H0, autokorelasi positif (dL dan dU diketahui dari Tabel Durbin-Watson) • Salah satu cara mengatasi autokorelasi: penggunaan metode GLS (Juanda, 2009).
4) Normalitas
• mengetahui apakah error term menyebar normal atau tidak • Pengujian tersebut dilakukan dengan uji Jarque Bera dengan hipotesis: H0 = error term menyebar normal H1 = error term tidak menyebar normal • Terima H0, jika nilai probabilitas Jarque Bera > taraf nyata. Artinya, error term dalam model telah menyebar normal.
66
Lampiran 3. Uji Chow Model Permintaan Impor Buah-buahan
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic
d.f.
Prob.
11.483429 30.046714
(3,53) 3
0.0000 0.0000
67
Lampiran 4. Uji Hausman Model Permintaan Impor Buah-buahan
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. 3.339791
3
Prob. 0.3421
68
Lampiran 5. Hasil Estimasi Model Permintaan Impor Buah-buahan
Dependent Variable: LNM Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 05/08/12 Time: 07:58 Sample: 1996 2010 Periods included: 15 Cross-sections included: 4 Total panel (balanced) observations: 60 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
LNP LNY DCRISIS C
-1.001279 2.828298 -1.480811 -27.53164
Std. Error
t-Statistic
0.187382 -5.343515 0.494537 5.719080 0.242975 -6.094503 7.853861 -3.505491
Prob. 0.0000 0.0000 0.0000 0.0009
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.892565 0.880402 1.013745 73.38657 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
31.19134 23.51064 54.46697 1.725627
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.688734 22.48693
Mean dependent var Durbin-Watson stat
17.43153 0.595730
69
Lampiran 6. Matriks Korelasi antar Variabel dalam Model Permintaan Impor Buah-buahan
LNP LNM LNY DCRISIS
LNP
LNM
LNY
DCRISIS
1.000000 -0.206836 0.455754 -0.265329
-0.206836 1.000000 0.444515 -0.389580
0.455754 0.444515 1.000000 -0.348228
-0.265329 -0.389580 -0.348228 1.000000
70
Lampiran 7. Uji Normalitas Model Permintaan Impor Buah-buahan 12
Series: Standardized Residuals Sample 1996 2010 Observations 60
10
8
6
4
2
0 -2
-1
0
1
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-7.93e-17 -0.046687 2.608214 -2.567373 0.960817 -0.229205 4.083269
Jarque-Bera Probability
3.459030 0.177370
71
Lampiran 8. Uji Chow Model Outpayments Buah-buahan
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic
d.f.
Prob.
20.275546 46.476525
(3,52) 3
0.0000 0.0000
72
Lampiran 9. Hasil Estimasi Model Outpayments Buah-buahan
Dependent Variable: LNVM Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 05/08/12 Time: 07:39 Sample: 1996 2010 Periods included: 15 Cross-sections included: 4 Total panel (balanced) observations: 60 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNY LNER TM DCRISIS C
2.274051 -0.546297 -7.930314 -1.327377 -13.51131
1.158213 0.765395 2.782785 0.388766 24.54220
1.963413 -0.713746 -2.849776 -3.414332 -0.550534
0.0550 0.4786 0.0063 0.0012 0.5843
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.888610 0.873615 1.053521 59.26128 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
21.97851 25.04324 57.71518 1.744514
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.772036 15.77368
Mean dependent var Durbin-Watson stat
17.14387 0.809251
73
Lampiran 10. Matriks Korelasi antar Variabel dalam Model Outpayments Buah-buahan
LNER LNVM LNY TM DCRISIS
LNER
LNVM
LNY
TM
DCRISIS
1.000000 -0.388802 -0.680512 -0.322517 0.609962
-0.388802 1.000000 0.560290 -0.432250 -0.459881
-0.680512 0.560290 1.000000 -0.291314 -0.348228
-0.322517 -0.432250 -0.291314 1.000000 -0.029965
0.609962 -0.459881 -0.348228 -0.029965 1.000000
74
Lampiran 11. Uji Normalitas Model Outpayments Buah-buahan 14
Series: Standardized Residuals Sample 1996 2010 Observations 60
12 10 8 6 4 2 0 -3
-2
-1
0
1
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
1.94e-16 0.042919 2.257703 -2.940502 0.989052 -0.365875 3.666698
Jarque-Bera Probability
2.449863 0.293778