ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KESENJANGAN TABUNGAN DAN INVESTASI DOMESTIK DI KAWASAN ASEAN 5+3
OLEH ASTARY PRADIPTA HADIPUTRI H14080057
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN
ASTARY PRADIPTA HADIPUTRI. Analisis Faktor - Faktor yang Memengaruhi Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik di Kawasan ASEAN 5+3 (dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR). Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi negara tersebut. Tantangan mendasar yang dihadapi oleh perekonomian negara ASEAN 5+3 dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan adalah pemenuhan kebutuhan investasi yang makin meningkat baik dalam jangka pendek maupun jangka menengah. Oleh karena itu diperlukan upaya khusus guna meningkatkan tabungan domestik, serta mencegah timbulnya kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Salah satu masalah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah keterbatasan modal dalam negeri. Hal ini tercermin pada angka kesenjangan tabungan investasi “Saving-Investment Gap”. Akan tetapi kondisi yang terjadi di negara ASEAN 5+3 cenderung memiliki kesenjangan tabungan dan investasi domestik yang positif. Hal tersebut menandakan bahwa terdapat tingkat tabungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pembentukan modal di masing-masing negara, kecuali Filipina. Ini juga berarti bahwa selama periode tersebut, terdapat potensi investasi yang belum termanfaatkan di negara ASEAN 5+3. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Penelitian ini dikhususkan pada delapan negara selama kurun waktu 1996-2010 di kawasan ASEAN 5+3 yaitu: Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Korea Selatan, Jepang, dan China. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel (pooled data) selama kurun waktu 1996-2010 terhadap delapan negara ASEAN 5+3 yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Korea Selatan, Jepang dan China. Sumber data yang digunakan berasal dari World Bank dan Asian Development Bank (ADB). Sedangkan metode analisis data yang digunakan antara lain metode analisis deksriptif dan metode analisis inferensia. Metode analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di negara ASEAN 5+3 meliputi perkembangan tabungan dan investasi domestik dan beberapa variabel lain seperti FDI, tingkat inflasi, total populasi, pertumbuhan ekonomi, dan krisis ekonomi di negara ASEAN 5+3. Metode analisis inferensia yang dilakukan untuk mengestimasi model ini adalah pendekatan ekonometrika dengan metode analisis regresi data panel.
Dengan menggunakan taraf nyata lima persen (α = 5%), hasil estimasi persamaan menunjukkan bahwa variabel FDI, CPI, dan total populasi yang memiliki koefisien bertanda positif menandakan bahwa ketiga variabel tersebut memiliki pengaruh positif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi memiliki koefisien bertanda negatif sehingga kedua variabel tersebut memiliki pengaruh negatif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik ASEAN 5+3. Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan alokasi dan kapasitas investasi domestik dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur, dan berbagai kebijakan pemerintah lainnya seperti penyertaan modal berupa investasi pada sektor dan perusahaan yang strategis yang dapat memberikan nilai tambah yang optimal guna meningkatkan perekonomian negara dan mengurangi kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Regulasi penanaman modal asing yang tepat, penyertaan inflation targeting sebagai bagian dari kebijakan, peningkatan kualitas SDM melalui pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan yang tepat serta penciptaan lapangan pekerjaan dapat memacu pertumbuhan ekonomi, sehingga menjadi referensi bagi pemerintah negara ASEAN 5+3 dalam rangka pengurangan kesenjangan tabungan dan investasi domestik.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KESENJANGAN TABUNGAN DAN INVESTASI DOMESTIK DI KAWASAN ASEAN 5+3
Oleh ASTARY PRADIPTA HADIPUTRI H14080057
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi : Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik di Kawasan ASEAN 5+3 Nama
: Astary Pradipta Hadiputri
NRP
: H14080057
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M. Ec NIP. 19630805 198811 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2012
Astary Pradipta Hadiputri H14080057
RIWAYAT HIDUP
Penulis Astary Pradipta Hadiputri lahir tanggal 27 Agustus 1990 di Bogor. Penulis lahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Ir. Yandi Hadiatun dan Ir. Ati Ritantri. Penulis memasuki TK YWKA pada tahun 1995 dan lulus pada tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Pengadilan V Bogor pada tahun 1996 sampai tahun 2002 dan menyelesaikan pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Bogor pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga sumber daya yang berguna diri sendiri, lingkungan dan bangsa. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada organisasi SES-C (Sharia Economic Student Club).
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik di Kawasan Asean 5+3”. Penelitian ini pada dasarnya melihat bagaimana kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di kawasan ASEAN 5+3. Melalui variabel FDI, CPI, total populasi, pertumbuhan ekonomi dan krisis ekonomi, penulis ingin mengetahui bagaimana pengaruh faktor tersebut terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec yang telah memberikan bimbingan sepenuh hati serta menyisihkan waktu luangnya untuk penulis berkonsultasi selama proses pengerjaan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada segenap pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya : 1. Bapak Prof. Dr. Bambang Djuanda selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. 2. Ibu Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang turut memberikan masukan atas berbagai penulisan skripsi sekaligus kritik yang membangun. 3. Kedua orang tua penulis, Bapak Ir. Yandi Hadiatun dan Ibu Ir. Ati Ritantri serta kedua adik tersayang, Fimalda Pratiwi Hadiputri dan Antares Mukzi Hadiputra yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, cinta, dukungan, senyuman, serta mendoakan penulis setiap waktu. 4. Sahabat terbaik Puspa Ratih Anggraeni yang senantiasa menemani dan mendukung penulis saat masa kuliah hingga penyelesaian skripsi ini. 5. Teman-teman satu bimbingan Nisa Karami dan Aditya Rakhman yang senantiasa memberikan bantuan, bertukar pikiran, dan berdiskusi selama proses penyelesaian skripsi ini.
6. Rekan-rekan di Departemen Ilmu Ekonomi angkatan 45 yang telah bersama selama 3 tahun menjalani masa kuliah. 7. Tata usaha di departemen Ilmu Ekonomi, yang semuanya sangat membantu segala proses yang berkaitan dengan skripsi ini. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu kelancaran skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang semata-mata ditujukan untuk memperbaiki serta membangun sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembacanya sekaligus menambah khazanah pengetahuan kita.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .............................................................................. 4 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 7 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................. 9 2.1. Konsep Tabungan ............................................................................... 9 2.1.1 Pengertian Tabungan Domestik ................................................ 9 2.1.2 Teori Tabungan Domestik Dalam Model Solow ...................... 10 2.2. Konsep Investasi ................................................................................. 12 2.2.1 Pengertian Investasi Domestik .................................................. 12 2.2.2 Teori Investasi Domestik Dalam Model Harrod-Domar ......... 13 2.3. Konsep Kesenjangan Tabungan-Investasi (Saving-Investment Gap) . 14 2.4. Faktor Yang Memengaruhi Kesenjangan Tabungan dan Investasi ..... 16 2.4.1 Foreign Direct Investment (FDI) ............................................... 16 2.4.2 Tingkat Inflasi (Consumer Price Index) .................................... 17 2.4.3 Total Populasi ............................................................................ 19 2.4.4 Pertumbuhan Ekonomi............................................................... 20 2.4.5 Krisis Ekonomi .......................................................................... 21 2.4.5.1 Krisis Moneter Asia 1997-1998 ..................................... 21 2.4.5.2 Krisis Minyak Dunia 2005 ............................................. 21 2.4.5.3 Krisis Keuangan Global 2008 ........................................ 21 2.5. Tinjauan Penelitian Terdahulu ........................................................... 22 2.6. Kerangka Pemikiran Konseptual ....................................................... 24 2.7. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 26
x
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 27 3.1. Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 27 3.2. Metode Pengolahan Data .................................................................... 27 3.3. Metode Analisis Data .......................................................................... 28 3.3.1 Uji Stasioneritas Data Panel....................................................... 29 3.3.2.Metode Estimasi Regresi Data Panel ......................................... 29 3.3.3 Pengujian Model Data Panel Statis ............................................ 31 3.4. Metode Evaluasi Model ...................................................................... 33 3.4.1 Kriteria Ekonometrika ............................................................... 33 3.4.2 Kriteria Statistik ......................................................................... 36 3.4.3 Kriteria Ekonomi ....................................................................... 37 3.5. Perumusan Model ............................................................................... 37 3.6. Definisi Operasional Variabel ............................................................. 38 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 ..................................... 40 4.1. Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 .......................................................... 40 4.2. FDI Negara ASEAN 5+3 ................................................................... 43 4.3. CPI Negara ASEAN 5+3 ................................................................... 44 4.4. Total Populasi Negara ASEAN 5+3 .................................................. 46 4.5. Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN 5+3 ................................... 48 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 50 5.1. Pengujian Stasioneritas Data................................................................ 50 5.2. Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik .................................. 51 5.3. Tahapan Evaluasi Model...................................................................... 52 5.3.1 Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonometrik .... 52 5.3.1.1 Uji Normalitas ............................................................... 53 5.3.1.2 Uji Multikolinearitas ..................................................... 53 5.3.1.3 Uji Heteroskedastisitas.................................................. 53 5.3.1.4 Uji Autokorelasi ............................................................ 54 5.3.2 Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Statistik ........... 55 5.3.3 Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonomi ......... 56 5.3.3.1 Pengaruh FDI terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 ..................... 56
xi
5.3.3.2 Pengaruh CPI terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 ....................... 59 5.3.3.3 Pengaruh Total Populasi terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 ........... 60 5.3.3.4 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 ...................................................... 62 5.3.3.5 Pengaruh Krisis Ekonomi terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 ..................................................... 64 5.4. Implikasi Kebijakan ............................................................................ 65 VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 67 6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 67 6.2. Saran .................................................................................................. 68 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 69 LAMPIRAN.................................................................................................... 72
xii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Variabel, Data yang Digunakan, dan Sumber Data……………………… 27 2. Nilai Indeks Pembangunan Manusia Negara ASEAN 5+3 Tahun 2011 ... 47 3. Hasil Pengujian Stasioneritas Data ............................................................ 51 4. Hasil Estimasi Model Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 .................................................................. 55
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun 1995-2010 ................................................................ 2 2. Perkembangan Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun 1996-2010 .................................... 3 3. Perkembangan Tabungan Domestik di Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun 1996-2010 ................................................................ 5 4. Perkembangan Investasi Domestik di Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun 1995-2010 ................................................................ 6 5. Kesenjangan Tabungan dan Investasi ....................................................... 15 6. Skema Alur Kerangka Pemikiran Konseptual .......................................... 26 7. Perkembangan Rata-rata Persentase Kesenjangan Tabungan dan Investasi terhadap GDP Negara ASEAN 5+3 Tahun 1996-2010 ............. 40 8. Perkembangan Rata-rata Persentase Tabungan Domestik dan Investasi Domestik terhadap GDP Negara ASEAN 5+3 Tahun 1996-2010............ 42 9. Perkembangan Rata-rata Persentase FDI Inflow terhadap GDP Negara ASEAN 5+3 Tahun 1996-2010 ........................................... 43 10. Perkembangan Rata-rata Persentase CPI Negara ASEAN 5+3 Tahun 1996-2010 ....................................................................................... 45 11. Perkembangan Rata-rata Total Populasi Negara ASEAN 5+3 Tahun 1996-2010 ....................................................................................... 46 12. Perkembangan Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN 5+3 Tahun 1996-2010 ....................................................................................... 49
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Hasil Pengujian Panel Unit Root ................................................................ 72 2. Hasil Uji Normalitas ................................................................................... 78 3. Hasil Uji Multikolinearitas ......................................................................... 78 4. Hasil estimasi dengan Pooled Least Square Model .................................... 79 5. Hasil estimasi dengan Fixed Effect Model. ................................................. 80 6. Chow Test.................................................................................................... 80 7. Hasil estimasi dengan Random Effect Model.............................................. 81 8. Hausman Test.............................................................................................. 81 9. Hasil estimasi dengan Fixed Effect Model GLS Weights Cross-section weight ............................................................. 82 10. Hasil estimasi dengan Fixed Effect Model ................................................ GLS Weights Cross-section SUR ............................................................... 83
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator
tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi negara tersebut. Pembangunan secara umum difokuskan pada pembangunan ekonomi melalui usaha peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkaitan erat dengan peningkatan pendapatan nasional baik secara keseluruhan maupun per kapita sehingga masalah-masalah seperti
pengangguran,
kemiskinan,
serta
adanya
ketimpangan
distribusi
pendapatan diharapkan dapat terpecahkan melalui trickle down effect (Todaro dan Smith, 2006). Pembangunan ekonomi merupakan tahapan proses yang mutlak dilakukan oleh pemerintahan suatu negara agar dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat negara tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan ekonomi dilakukan oleh semua negara, termasuk negara yang tergabung dalam Association of South East Asian Nation (ASEAN). Pada negara-negara ASEAN yang umumnya terdiri dari negara-negara berkembang (developing country) termasuk di dalamnya mengandalkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, membutuhkan dana yang cukup besar. Akan tetapi pelaksanaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di sebagian besar negara berkembang terhambat oleh keterbatasan modal. Keterbatasan modal tersebut disebabkan oleh adanya kesenjangan tabungan dan investasi (savinginvestment gap) dan kesenjangan ekspor dan impor (export-import gap). Cara untuk memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan oleh suatu negara untuk meningkatkan pertumbuhannya dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pembiayaan dari dalam negeri salah satunya adalah melalui tabungan dalam negeri, sedangkan apabila tabungan dalam negeri atau pendapatan nasional tidak mencukupi maka dapat memperoleh tambahan dari luar negeri berupa pinjaman luar negeri maupun foreign direct investment.
2
Krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 yang kemudian menjadi krisis multidimensi memiliki dampak yang dirasakan oleh beberapa negara di kawasan Asia antara lain nilai tukar yang terdepresiasi sangat tajam, inflasi yang tinggi, dan menurunnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Asia, akan tetapi krisis yang berawal dari jatuhnya nilai tukar Baht di Thailand ini tidak meluas ke bagian dunia yang lain. Setelah krisis di akhir tahun 1990-an tersebut, ASEAN meningkatkan hubungan ekonomi eksternal dengan beberapa negara Asia Timur, seperti China, Jepang dan Korea Selatan dan kemudian kerjasama ini dinamakan ASEAN+3. Kerjasama ASEAN+3 mampu membentuk pasar yang lebih besar dibandingkan ASEAN, sehingga menunjukkan perubahan ekonomi ke arah yang lebih baik dan kondisi perekonomian yang stabil. Pada tahun 2005 juga terjadi guncangan akibat melonjaknya harga minyak dunia dan disusul pada pertengahan 2007 krisis perumahan (subprime mortage) yang melanda Amerika Serikat dengan cepat berubah menjadi krisis keuangan global yang meluas ke hampir seluruh belahan dunia dan berdampak pada ketidakstabilan perekonomian di negara ASEAN 5+3. Hal tersebut dapat dilihat dari rendahnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN 5+3 pasca krisis seperti pada Gambar 1 berikut ini :
15
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Indonesia 10
Malaysia Filipina
5
Thailand 0
Singapura 1995
1997
1999
2001
2003
2005
2007
‐5
‐10
2009
Korea Selatan China
Tahun
Jepang
Sumber: World Development Indicator, 2011 (diolah) Gambar 1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun 1995-2010 (Persen)
3
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat pada seluruh negara ASEAN 5+3 terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi pasca terjadi krisis yaitu pada tahun 1997, tahun 2005 maupun pada tahun 2008. Ketiga krisis yang terjadi ini telah memberikan dampak kerusakan yang besar bagi negara-negara Asia, salah satunya adalah kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Kondisi pergerakan kesenjangan tabungan dan investasi domestik dapat dilihat pada Gambar 2.
Kesenjangan Tabungan dan I nvestasi Domestik (persen GDP)
35 30 25 20 15 10 5 0 -5 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina Korea Selatan Jepang China
-10 -15
Sumber: Asian Development Bank, 2011 (Diolah) Gambar 2. Perkembangan Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun 1996-2010 (Persen GDP) Dari Gambar 2 dapat diamati bahwa pergerakan kesenjangan tabungan dan investasi domestik di kawasan ASEAN 5+3 cenderung bernilai positif dan berfluktuasi. Kesenjangan positif dialami oleh negara ASEAN 5+3, kecuali negara Filipina. Hal tersebut menandakan bahwa terdapat tingkat tabungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pembentukan modal di masing-masing negara, kecuali Filipina. Ini juga berarti bahwa selama periode tersebut, terdapat potensi investasi yang belum termanfaatkan di negara ASEAN 5+3. Sedangkan fluktuasi yang terjadi merupakan akibat dari adanya krisis ekonomi, dimana kesenjangan menurun secara tajam ketika terjadi krisis ekonomi yaitu pada tahun 1997, tahun 2005 dan tahun 2008. Akan tetapi satu tahun pasca krisis tersebut terjadi peningkatan kesenjangan dalam jumlah yang cukup besar seperti yang terjadi pada tahun 1998, tahun 2006, dan tahun 2009.
4
Pengalaman ini membuat negara-negara Asia terutama ASEAN mulai mempertimbangkan ide penguatan integrasi moneter demi mencapai stabilitas keuangan regional. Peningkatan integrasi moneter antar negara di kawasan Asia menjadi penting dengan harapan dapat mengurangi dampak negatif dan menanggulangi krisis serupa di kemudian hari.
1.2
Perumusan Masalah Salah satu masalah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang
dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah keterbatasan modal dalam negeri. Hal ini tercermin pada angka kesenjangan tabungan investasi “Saving-Investment Gap” (S-I gap) dan “Foreign Exchange Gap” (forex gap). Saving - Investment gap menggambarkan kesenjangan antara tabungan dalam negeri dengan dana investasi yang dibutuhkan, sedangkan Foreign Exchange Gap menggambarkan kesenjangan antara kebutuhan devisa untuk membiayai impor barang atau jasa dengan penerimaan devisa hasil ekspor barang atau jasa. Oleh karena itu negara-negara berkembang membutuhkan pinjaman luar negeri untuk menutup kekurangan kebutuhan pembiayaan investasi dan untuk membiayai defisit transaksi berjalan (current account) neraca pembayaran dalam rangka pembiayaan transaksi internasional sehingga posisi cadangan devisa tidak terganggu (Sanuri, 2005). Akan tetapi sebenarnya tantangan mendasar yang dihadapi oleh perekonomian negara ASEAN 5+3 dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan adalah pemenuhan kebutuhan investasi yang makin meningkat baik dalam jangka pendek maupun jangka menengah. Oleh karena itu diperlukan upaya khusus guna meningkatkan tabungan domestik (Gross Domestic Saving), baik yang berasal dari tabungan pemerintah maupun tabungan masyarakat. Perkembangan tabungan domestik di negara ASEAN 5+3 pada tahun 1996-2010 dapat dilihat pada Gambar 3.
5
Tabungan Domestik (persen GDP)
60 Indonesia
50
Malaysia 40
Singapura
30
Thailand
20
Filipina Korea Selatan
10
Jepang
0
China 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
Sumber: Asian Development Bank, 2011 (Diolah) Gambar 3. Perkembangan Tabungan Domestik di Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun 1996-2010 (Persen GDP) Berdasarkan Gambar 3 dapat diamati bahwa terdapat jumlah tabungan domestik yang cukup tinggi di masing-masing negara ASEAN 5+3. Oleh karena itu timbulah kesenjangan tabungan dan domestik yang positif di negara ASEAN 5+3, kecuali negara Filipina. Fakta ini menunjukkan bahwa peningkatan investasi sesungguhnya sangat memungkinkan terutama mengingat potensi tabungan domestik yang masih berada di atas tingkat investasi domestik. Selain itu, fakta ini juga memberikan arti bahwa persoalan investasi di negara ASEAN 5+3 sesungguhnya bukan terletak pada faktor kurangnya pembiayaan, tetapi lebih kepada iklim investasi yang kurang mendukung pengembangan usaha. Kondisi yang paling menonjol adalah belum terciptanya keadaan yang mendorong masyarakat untuk melakukan penanaman modal. Rendahnya investasi pemerintah juga merupakan suatu masalah yang dialami negara di kawasan ASEAN 5+3, hal tersebut menyebbakan lambatnya perkembangan infrastruktur yang seharusnya dapat
memicu
pertumbuhan
ekonomi
dan
mengurangi
kesenjangan.
Perkembangan investasi domestik di negara ASEAN 5+3 pada tahun 1996-2010 dapat diketahui pada Gambar 4.
6
Sumber: Asian Development Bank, 2011 (Diolah) Gambar 4. Perkembangan Investasi Domestik di Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun 1996-2010 (Persen GDP) Berdasarkan Gambar 3 dan Gambar 4, kondisi yang umum terjadi di kawasan ASEAN 5+3 adalah oversaving dan underinvestment. Terjadinya kondisi oversaving merupakan dampak dari tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan negara ASEAN 5+3 lainnya yang mencapai angka diatas 4 persen. Oversaving seperti yang terlihat pada Gambar 1.3 menandakan bahwa tingkat tabungan domestik yang cukup tinggi di negara-negara ASEAN 5+3, yang terbentuk dari tingginya pendapatan per kapita sehingga memicu peningkatan tabungan masyarakat. Akan tetapi dana surplus kesenjangan tabungan dan investasi domestik ini tidak pula berdampak baik bagi peningkatan investasi domestik. Justru hal ini berdampak pada rendahnya tingkat investasi domestik seperti yang dapat dilihat dalam Gambar 1.4. Kondisi underinvestment yang terjadi di Indonesia dan negara ASEAN 5+3 lainnya disebabkan oleh minimnya dana investasi pemerintah maupun invetasi asing yang lebih banyak bermain di investasi portofolio dibandingkan investasi riil. Di negara Indonesia pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2011 yang hanya mampu tumbuh 6,5 persen dipandang belum maksimal lantaran minimnya investasi pemerintah Indonesia. Hal tersebut dikarenakan pemerintah menurunkan alokasi anggaran untuk kegiatan investasi sebesar 47,2 persen yaitu dari Rp3,5 triliun pada APBN Perubahan 2010 menjadi Rp1,9 triliun dalam RAPBN 2011. Hal yang serupa juga terjadi pada investasi asing. Selama ini banyak dana asing
7
yang masuk ke Indonesia hanya berupa investasi portofolio yang berupa sertifikat Bank Indonesia (SBI), saham, ataupun Surat Utang Negara (SUN) dengan berharap return (imbalan) yang besar. Ironisnya, setelah mengambil keuntungan, aliran modal itu bisa keluar dengan cepat dan tidak masuk ke investasi langsung asing (foreign direct investment). Hal inilah yang sering mengganggu stabilitas ekonomi dalam negeri dan juga menyebabkan timbulnya kondisi underinvestment di Indonesia. Kondisi serupa juga banyak terjadi di negara ASEAN 5+3 lainnya. Hal tersebut menandakan bahwa dibutuhkan peningkatan investasi terutama untuk menggerakan sektor riil dalam rangka pengembangan investasi di Indonesia dan negara-negara ASEAN 5+3 lainnya. Adanya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan alokasi dan kapasitas investasi pemerintah dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur, dan berbagai kebijakan pemerintah lainnya seperti penyertaan modal berupa investasi pada sektor dan perusahaan yang strategis yang dapat memberikan nilai tambah yang optimal guna meningkatkan perekonomian negara, menjadi hal mutlak yang harus dilakukan oleh negara-negara ASEAN 5+3. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui kondisi dan pergerakan kesenjangan tabungan dan investasi domestik serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan antara tabungan dan investasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN 5+3 dalam rangka pembentukan integrasi ekonomi yang berkesinambungan dalam rangka mencapai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mengacu pada kesejahteraan masyarakat ASEAN 5+3. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di kawasan negara ASEAN 5+3. 2. Apa faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan antara tabungan dan investasi domestik di kawasan negara ASEAN 5+3.
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan hasil pemaparan rumusan penelitian di atas, dapat ditentukan
tujuan dari penelitian ini antara lain :
8
1. Menganalisis kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di kawasan ASEAN 5+3. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan antara tabungan dan investasi domestik di kawasan negara ASEAN 5+3.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai kondisi kesenjangan
tabungan dan investasi domestik serta faktor-faktor yang memengaruhinya di kawasan negara ASEAN 5+3. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihakpihak berwenang sebagai referensi untuk harmonisasi dan koordinasi kebijakan dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta menyeimbangkan kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pembacanya dan sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Bagi penulis sendiri, penelitian ini merupakan wadah pembelajaran untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Konsep Tabungan
2.1.1 Pengertian Tabungan Domestik Tabungan nasional adalah jumlah dari tabungan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang merupakan selisih antara penerimaan dalam negeri (antara lain dari berbagai macam pajak) dengan pengeluaran rutin (seperti gaji pegawai negeri dan subsidi bahan-bahan kebutuhan pokok), dan dari keuntungan bersih BUMN, serta tabungan masyarakat, termasuk tabungan yang berasal dari keuntungan bersih perusahaan-perusahaan swasta. Tabungan domestik merupakan salah satu sumber bagi pertumbuhan modal negara berkembang. Besar kecilnya tabungan menentukan pembentukan modal pembangunan, terutama pembentukan modal domestik atau tabungan domestik. Tabungan domestik atau tabungan nasional terdiri dari dua sumber, yaitu tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat. Tabungan pemerintah adalah selisih antara realisasi penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin. Sedangkan tabungan masyarakat adalah jumlah antara tabungan perusahaan dan tabungan rumah tangga. Tabungan ini dibutuhkan untuk membiayai investasi. Kesenjangan tabungan dan investasi (saving-investment gap) ditutup dengan masuknya arus modal asing ke sektor pemerintah maupun swasta. Kendati pada dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi adalah tabungan, namun tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang dikonsepkan dalam makroekonomi. Hanya bagian yang dititipkan pada lembaga perbankan saja yang dapat dinyatakan sebagai tabungan, karena secara makro dapat disalurkan sebagai dana investasi. Sehingga sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi dan disimpan sendri tidak tergolong sebagai tabungan. Oleh karena itu sangat sukar untuk mendapatkan data sesungguhnya perihal tabungan masyarakat di suatu negara. Kita mungkin dapat menaksirnya dengan cara mengurangi pendapatan per kapita dengan pengeluaran konsumsi rata-rata per kapita, kemudian dikalikan jumlah populasi (Y – C = S). Namun taksiran demikian cenderung terlalu besar (over estimate) karena untuk negara
10
yang masyarakatnya tidak terbiasa dengan lembaga perbankan, tidak semua sisa pendapatan benar-benar ditabung. Sebagian besar sisa pendapatan mereka justru disimpan dalam bentuk “Tabungan Tradisional” sehingga kurang produktif. Pada negara-negara berkembang maupun pada negara maju tabungan dan investasi saling memengaruhi, dimana perkembangan tingkat investasi akan dipengaruhi oleh perkembangan tingkat tabungan sebagai sumber akumulasi modal.
2.1.2
Teori Tabungan Domestik dalam Model Solow Model
pertumbuhan
Solow
menunjukkan
bagaimana
tabungan,
pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi mempengaruhi tingkat output perekonomian dan pertumbuhannya sepanjang waktu. Model ini dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan dalam persediaan modal, pertumbuhan dalam angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian yang pada akhirnya berpengaruh terhadap output suatu negara (Mankiw, 2006). Model Solow membahas bagaimana tabungan yang digunakan untuk akumulasi modal dapat mempengaruhi pertumbuhan. Tahap pertama adalah mengkaji bagaimana penawaran dan permintaan terhadap barang menentukan akumulasi modal. Pada tahap ini kita akan mengasumsikan bahwa angkatan kerja dan teknologi adalah tetap. Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang menyatakan bahwa output (Y) bergantung pada persediaan modal (K) dan tenaga kerja (L), yang dirumuskan sebagai berikut : Y = F (K,L)
(2.1)
Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan (constant return to scale). Apabila setiap input dilipatgandakan sebesar c kali maka input juga akan bertambah sebesar c kali, cY = F ( cK,cL )
(2.2)
Apabila c = 1/L maka kita akan dapatkan Y/L = F (K/L, 1)
(2.3)
Apabila y = Y/L; k = K/L dan f(k) adalah F(K/L, 1) maka persamaan (2.3) dapat ditulis kembali menjadi
11
(2.4)
y = f(k)
Berdasarkan persamaan (2.4) kita dapat melihat bahwa output per kapita merupakan fungsi dari modal per pekerja. Persamaan ini sesuai dengan definisi pertumbuhan ekonomi sebagai perubahan output per kapita. Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan kata lain output per pekerja (y) dibagi diantara konsumsi per pekerja (c) dan invetasi per pekerja (i), yang dirumuskan sebagai berikut : y=c+i
(2.5)
Model Solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian yang dirumuskan sebagai berikut: c = (1-s) y
(2.6)
Untuk mengetahui apakah fungsi konsumsi tersebut berpengaruh terhadap investasi, maka dengan subtitusi persamaan (2.6) ke persamaan (2.5), didapat fungsi sebagai berikut : y = (1-s)y + i
(2.7)
atau dapat ditulis sebagai berikut : i = sy
(2.8)
Persamaan (2.8) menunjukkan bahwa invetasi sama dengan tabungan, jadi tingkat tabungan juga merupakan bagian dari output yang menunjukkan investasi. Model Solow menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan penting dari persediaan modal mapan. Apabila tingkat tabungan tinggi, maka perekonomian akan mempunyai persediaan modal yang besar dan tingkat output yang
tinggi,
begitupun
sebaliknya.
Kenaikan
dalam
tingkat
tabungan
meningkatkan pertumbuhan sampai perekonomian mencapai kondisi mapan baru. Suatu perekonomian yang memiliki tingkat tabungan tinggi dengan persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi, tidak selalu mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi pula.
12
2.2
Konsep Investasi
2.2.1 Pengertian Investasi Domestik Terdapat beberapa pengertian tentang investasi, yaitu dalam neraca nasional atau struktur PDB menurut penggunaannya, investasi didefinisikan sebagai pembentukan modal atau kapital tetap domestik (domestic fixed capital formation). Investasi dapat dibedakan antara investasi bruto (pembentukan modal tetap domestik bruto) dan investasi neto (pembentukan modal tetap domestik neto). Perbedaan ini karena adanya penyusutan atas barang-barang modal tetap (capital consumption) yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Menurut definisi dari Biro Pusat Statistik (BPS), pembentukan modal tetap adalah pengeluaran untuk pengadaan, pembuatan, atau pembelian barang-barang modal baru (bukan barang-barang konsumsi) baik dari dalam negeri maupun impor, termasuk barang modal bekas dari luar negeri. Pembentukan modal tetap yang dicakup hanyalah yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi dalam negeri. Cakupan dari barang-barang modal tetap adalah sebagai berikut : 1.
Barang modal baru dalam bentuk kontruksi (seperti bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, jalan dan bandara), mesin-mesin, alat angkutan dan perlengkapannya, atau mempunyai umur pemakaian (economic life time) satu tahun atau lebih.
2.
Biaya untuk perubahan dan perbaikan berat barang-barang modal yang akan meningkatkan output atau produktivitas pemakaian barang tersebut.
3.
Pengeluaran untuk pengembangan dan pembukaan tanah, perluasan areal hutan dan daerah pertambangan serta penanaman dan peremajaan tanaman keras.
4.
Pembelian ternak produktif untuk keperluan pembiakan, pemerahan susu, pengangkutan dan sebagainya, tidak termasuk ternak untuk dipotong.
5.
Margin perdagangan dan ongkos-ongkos lain yang berkenaan dengan transaksi jual beli tanah, sumber mineral, hak penguasaan tanah, hak paten, hak cipta dan barang-barang modal bekas.
13
Menurut Samuelson (1997), menyatakan bahwa investasi (pembelian barang-barang modal) meliputi penambahan stok modal atau barang modal di suatu negara, seperti pembangunan, peralatan produksi, dan barang-barang inventaris dalam waktu satu tahun. Investasi merupakan langkah mengorbankan konsumsi saat ini untuk memperbesar konsumsi di masa yang akan datang. Investasi dapat diartikan pula sebagai pengeluaran penanaman modal atau pengeluaran perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi (investment) terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga sub kelompok yaitu investasi tetap bisnis yang merupakan pembelian pabrik dan peralatan oleh perusahaan, investasi residensi yang merupakan pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah serta investasi persediaan yang merupakan peningkatan dalam persediaan barang perusahaan. Investasi merupakan suatu alat untuk mempercepat pertumbuhan tingkat produksi di negara sedang berkembang, dengan demikian maka investasi berperan sebagai sarana untuk menciptakan kesempatan kerja.
2.2.2 Teori Investasi Domestik Dalam Model Harrod-Domar Teori ini dikembangkan oleh Sir Roy F. Harrod dan Evsey Domar. Teori ini merupakan perkembangan dari teori Keynes. Harrod-Domar mencoba untuk menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang dengan mantap (steady growth). Dalam model Harrod-Domar tabungan harus sama dengan total investasi (S=I), dimana: a.
Tabungan merupakan suatu proporsi dari output total (S = sY).
b.
Investasi didefenisikan sebagai perubahan stok modal dan dilambangkan dengan I=∆K. Teori Harrod-Domar menekankan pentingnya peran akumulasi modal
dalam proses pertumbuhan. Dimana setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti
14
barang-barang modal yang rusak. Teori Harrod-Domar menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi (gy) merupakan perkalian antara produktivitas modal (σ) dengan tingkat tabungan atau investment (s). Gy = σ s
(2.9)
Apabila produktivitas modal tetap maka pertumbuhan ekonomi akan ditentukan secara langsung oleh tingkat saving (investment) (Hossain et al, 1998). Namun demikian, untuk menumbuhkan perekonomian tersebut diperlukan investasi-investasi
baru
sebagai
tambahan
stok
modal.
Harrod-Domar
menitikberatkan bahwa akumulasi modal itu mempunyai peranan ganda, yaitu menumbuhkan pendapatan dan di sisi lain juga dapat menaikkan kapasitas produksi dengan cara memperbesar persediaan modal. Secara sederhana teori Harrod-Domar adalah misalnya pada suatu waktu tercipta keseimbangan pada tingkat full employment income, maka untuk memelihara keseimbangan dari tahun ke tahun dibutuhkan sejumlah pengeluaran, karena investasi itu harus cukup untuk menutupi kenaikan output yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, investasi harus selalu ada agar keseimbangan tidak terganggu, sebab bila tidak, pendapatan per kapita akan turun karena adanya populasi yang bertambah (Todaro dan Smith, 2006).
2.3
Konsep Kesenjangan Tabungan-Investasi (Saving-Investment Gap) Terjadinya defisit maupun surplus dalam tabungan dan investasi
merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara tabungan nasional yang berhasil dihimpun, baik dari masyarakat dan swasta melalui mobilitas modal perbankan dan lembaga keuangan lainnya, maupun dari pemerintah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri dengan anggaran rutin dan besarnya kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai investasi, baik yang dilakukan pihak swasta maupun pemerintah. Kesenjangan tabungan dan investasi dapat bernilai positif (surplus), bernilai negatif (defisit) ataupun bernilai nol (seimbang). Kondisi kesenjangan tabungan dan invetasi dapat dilihat dalam Gambar 5.
15
Tabungan (Saving) Investasi (Investment) Anggaran Pembangunan
Tabungan Pemerintah
Pinjaman Pemerintah
Investasi Swasta
Pinjaman Swasta
Tabungan Masyarakat
Kesenjangan I - S
Pelunasan Pokok Pinjaman Pemerintah dan Swasta
Dana Luar Negeri Pemerintah dan Swasta Netto
Sumber: Supriyanto dan Sampurna, 1999 Gambar 5. Kesenjangan Tabungan dan Investasi Kesenjangan tabungan dan investasi (saving-investment gap) disebabkan karena pada salah satu pihak tabungan domestik rendah, sedangkan dipihak lain kebutuhan dana untuk membiayai investasi domestik semakin besar dan meningkat tiap tahun mengikuti pertumbuhan populasi dan kebutuhan pasar. Oleh karena itu terbentuklah kesenjangan tabungan dan investasi: S-I < 0 (S < I ). Hal ini menandakan bahwa negara yang bersangkutan mengalami investment-saving gap. Selisih antara tabungan domestik dan investasi domestik yang disebut arus modal keluar netto (net capital outflow) disebut juga investasi asing netto (net foreign investment). Jika arus modal keluar netto kita positif, maka tabungan kita melebihi investasi dan kita meminjamkan kelebihannya kepada pihak asing. Jika arus modal keluar netto kita negatif, maka investasi kita melebihi tabungan dan kita harus meminjan dari luar negeri, artinya jika investasi melebihi tabungan maka dikatakan defisit.
16
2.4
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesenjangan Tabungan dan Investasi 2.4.1 Foreign Direct Investment (FDI) Foreign Direct Investment (FDI) adalah arus modal internasional dimana perusahaan dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di negara lain. Oleh karena itu tidak hanya terjadi pemindahan sumber daya, tetapi juga terjadi pemberlakuan kontrol terhadap perusahaan di luar negeri. FDI (Foreign Direct Investment) atau investasi langsung luar negeri adalah salah satu ciri penting dari sistem ekonomi yang kian mengglobal. Hal ini bermula saat sebuah perusahaan dari satu negara menanamkan modalnya dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di negara lain. Dengan cara ini perusahaan yang ada di negara asal dapat mengendalikan perusahaan yang ada di negara tujuan investasi baik sebagian atau seluruhnya. Caranya dengan penanam modal membeli perusahaan di luar negeri yang sudah ada atau menyediakan modal untuk membangun perusahaan baru di sana atau membeli sahamnya sekurangnya 10 persen. FDI penting dalam menjamin kelangsungan pembangunaan dibandingkan dengan aliran bantuan atau modal portofolio, sebab terjadinya FDI disuatu negara akan diikuti dengan transfer of technology, know-how, management skill, resiko usaha relatif kecil dan lebih profitable. FDI terkait dengan investasi aset-aset produktif, misalnya pembelian atau konstruksi sebuah pabrik, pembelian tanah, peralatan atau bangunan; atau konstruksi peralatan atau bangunan yang baru yang dilakukan oleh perusahaan asing. Penanaman kembali modal (reinvestment) dari pendapatan perusahaan dan penyediaan pinjaman jangka pendek dan panjang antara perusahaan induk dan perusahaan anak atau afiliasinya juga dikategorikan sebagai investasi langsung. Kini mulai muncul corak-corak baru dalam FDI seperti pemberian lisensi atas penggunaan teknologi tinggi. Tujuan setiap FDI tidaklah sama, perusahaan investor tergerak oleh berbagai ragam alasan untuk berinvestasi di luar negeri. Terdapat empat tujuan utama FDI (Foreign Direct Investment) yaitu pencari sumber daya, pencari pasar, pencari efesiensi dan pencari asset strategi. FDI kini memainkan peran penting dalam proses internasionalisasi bisnis. Perubahan yang sangat besar telah terjadi baik dari segi ukuran, cakupan, dan
17
metode FDI dalam dekade terakhir. Perubahan-perubahan ini terjadi karena perkembangan teknologi, pengurangan pembatasan bagi investasi asing dan akuisisi di banyak negara, serta deregulasi dan privatisasi di berbagai industri. Berkembangnya sistem teknologi informasi serta komunikasi global yang makin murah memungkinkan manajemen investasi asing dilakukan dengan jauh lebih mudah. Pemerintah sangat memberi perhatian pada FDI karena aliran investasi masuk dan keluar dari negara mereka dapat memberikan dampak yang signifikan. Para ekonom menganggap FDI sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi karena memberi kontribusi pada ukuran-ukuran ekonomi nasional seperti Produk Domestik Bruto (GDP), Gross Fixed Capital Formation (GFCF, total investasi dalam ekonomi negara tuan rumah) dan saldo pembayaran. Mereka juga berpendapat bahwa FDI mendorong pembangunan karena-bagi negara tuan rumah atau perusahaan lokal yang menerima investasi itu, FDI menjadi sumber tumbuhnya teknologi, proses, produk sistem organisasi, dan ketrampilan manajemen yang baru. Lebih lanjut, FDI juga membuka pasar dan jalur pemasaran yang baru bagi perusahaan, fasilitas produksi yang lebih murah dan akses pada teknologi, produk, ketrampilan, dan pendanaan yang baru. Namun terdapat beberapa argumen yang menentang FDI karena dianggap dapat memperlebar kesenjangan tabungan dan investasi. Dimana penanaman modal asing dikatakan justru menurunkan tingkat tabungan maupun investasi domestik di negara tuan rumah sehubungan dengan akan terciptanya aneka bentuk persaingan tidak sehat yang bersumber dari perjanjian produksi ekslusif. Sehingga tidak terlaksananya reinvestasi atas keuntungan yang mereka dapatkan dalam perekonomian tuan rumah. Dampak lainnya adalah terpicunya tingkat konsumsi domestik yang akan menurunkan minat masyarakat untuk menabung maupun investasi (Todaro dan Smith, 2006).
2.4.2 Tingkat Inflasi (Consumer Price Index) Inflasi adalah proses kenaikan harga harga barang jasa secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga yang sifatnya sementara seperti momen hari raya (tidak terus menerus) dan kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak
18
dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Consumer Price Index atau yang sering dikenal dengan Indeks Harga Konsumen merupakan salah satu indikator inflasi yang menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Berdasarkan atas dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas. Menurut penyebabnya, secara ekonomi perubahan harga bisa disebabkan karena sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Berdasarkan sisi permintaan disebut Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation) dimana inflasi terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total (Agregat Demand) yang berlebihan sementara produksi telah berada pada kondisi full employment dan tidak mungkin meningkat lagi sehingga penambahan permintaan hanya akan menyebabkan terjadinya perubahan peningkatan harga. Berdasarkan sisi penawaran adalah Desakan Biaya (Cost Push Inflation), dimana inflasi ini terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. Sumber kenaikan biaya produksi ini bisa berasal dari banyak hal misalnya; kenaikan upah buruh, kenaikan harga energi, dan kenaikan harga bahan baku. Secara umum, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi tersebut. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi) keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu, orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Oleh karena itu, tingkat inflasi merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi karena berdampak langsung pada pembentukan modal domestik serta pengeluaran untuk investasi domestik yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kesenjangan tabungan dan investasi domestik.
19
2.4.3 Total Populasi Populasi merupakan jumlah penduduk yang menempati suatu wilayah tertentu. Total populasi suatu negara dilihat berdasarkan kepada jumlah warga negara yang sah secara hukum dan terdaftar di negara tersebut. Adanya warga negara asing yang menetap ataupun turis yang datang ke negara tersebut tidak tercantumkan dalam jumlah populasi suatu negara. Total populasi suatu negara sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi di negara tersebut. Pertumbuhan populasi merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan mengurangi jumlah populasi. Pertumbuhan populasi diakibatkan oleh beberapa komponen yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), migrasi masuk dan migrasi keluar. Selisih antara kelahiran dan kematian disebut pertumbuhan alamiah (natural increase), sedangkan selisih antara migrasi masuk dan migrasi keluar disebut migrasi netto. Adanya pengaruh positif pertumbuhan populasi terhadap pertumbuhan ekonomi di mana kondisi dan kemajuan populasi sangat erat terkait dengan tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi. Populasi disatu pihak dapat menjadi pelaku atau sumber daya bagi faktor produksi, pada sisi lain dapat menjadi sasaran atau konsumen bagi produk yang dihasilkan. Kondisi-kondisi suatu populasi, data dan informasi kepopulasian akan sangat berguna dalam memperhitungkan berapa banyak tenaga kerja akan terserap serta kualifikasi tertentu yang dibutuhkan dan jenis-jenis teknologi yang akan dipergunakan untuk memproduksi barang atau jasa. Dipihak lain pengetahuan tentang struktur populasi dan kondisi sosial ekonomi pada wilayah tertentu, akan sangat bermanfaat dalam memperhitungkan berapa banyak populasi yang dapat memanfaatkan peluang dan hasil pembangunan atau seberapa luas pangsa pasar bagi suatu produk usaha tertentu (Todaro dan Smith, 2006). Sesuai dengan model Solow, populasi dianggap sangat berpengaruh terhadap tingkat tabungan suatu negara. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya populasi yang berkualitas mampu memacu tingkat tabungan dan investasi domestik secara bersama-sama sehingga kesenjangan tabungan dan investasi domestik dapat diminimalisasi.
20
2.4.4 Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth) Pertumbuhan
ekonomi
adalah
perkembangan
kegiatan
dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada umumnya tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang dan jasa yang sama besarnya. Pertambahan potensi memproduksi seringkali lebih besar dari pertambahan produksi yang sebenarnya. Dengan demikian perkembangan ekonomi adalah lebih lambat dari potensinya. Pertumbuhan ekonomi umumnya didefinisikan sebagai kenaikan GDP riil per kapita. Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product, GDP) adalah nilai pasar keluaran total sebuah negara, yang merupakan nilai pasar semua barang jadi dan jasa akhir yang diproduksi selama periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi yang berlokasi di dalam sebuah negara. Kenaikan GDP dapat muncul melalui kenaikan penawaran tenaga kerja, kenaikan modal fisik atau sumber daya manusia, serta kenaikan produktivitas masukan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor termasuk perubahan teknologi, kemajuan pengetahuan lain, dan ekonomisnya skala produksi. Manfaat dari pertumbuhan ekonomi antara lain: a.
Sebagai alat ukur kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional.
b.
Sebagai dasar pembuatan proyeksi atau perkiraan penerimaan negara untuk perencanaan pembangunan nasional atau sektoral dan regional.
c.
Sebagai dasar penentuan prioritas pemberian bantuan luar negari oleh Bank Dunia atau lembaga internasional lainnya.
d.
Sebagai dasar pembuatan prakiraan bisnis, khususnya persamaan penjualan bagi perusahaan untuk dasar penyusunan perencanaan produk dan perkembangan sumber daya modal. Pertumbuhan ekonomi sangat mempengaruhi kesenjangan tabungan dan
investasi domestik. Karena dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan meningkatkan minat para investor untuk menanamkan modalnya sehingga
21
mampu meningkatkan investasi domestik yang saat ini kurang baik. Selain itu dengan adanya pertumbuhan ekonomi dapat memberikan gambaran mengenai kondisi perekonomian suatu negara yang dapat membentuk terciptanya kegiatan ekonomi yang ditunjang tabungan dan investasi domestik dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat.
2.4.5 Krisis Ekonomi 2.4.5.1 Krisis Moneter Asia 1997-1998 Krisis moneter Asia diawali dengan krisis nilai mata uang dan keuangan Thailand pada Juli 1997 kemudian menjalar ke negara ASEAN lainnya. Dampak krisis moneter Asia, selain runtuhnya nilai tukar mata uang dan meningkatnya tingkat suku bunga, kebangkrutan perusahaan dan bank juga menyebabkan krisis keuangan. Pesimisme konsumen dan investor juga menyebabkan kontraksi investasi yang diikuti dengan krisis ekonomi dan pengangguran.
2.4.5.2 Krisis Minyak Dunia 2005 Krisis minyak dunia 2005 disebabkan oleh pasokan minyak yang terganggu karena badai Katrina yang juga menyebabkan beberapa kilang produksi di Amerika rusak dan disusul dengan kerusuhan di negara produsen minyak Nigeria. Hal ini menyebabkan melonjaknya harga minyak dunia secara besarbesaran. Naiknya harga minyak dunia menyebabkan lemahnya nilai tukar mata uang terhadap US Dollar. Hal ini menimbulkan inflasi yang cukup tinggi dan mengancam stabilitas makroekonomi yang telah dicapai ASEAN 5+3.
2.4.5.3 Krisis Keuangan Global 2008-2009 Krisis keuangan global diawali dengan kredit macet perumahan beresiko tinggi (subprime mortage) pada semester akhir 2007 di Amerika Serikat. Dampak krisis keuangan global 2008-2009 menjalar ke Eropa dan Asia Pasifik termasuk negara ASEAN 5+3 dalam bentuk bangkrutnya bank atau institusi keuangan multinasional
Amerika
Serikat,
meningkatnya
inflasi,
meningkatnya
pengangguran, runtuhnya indeks bursa saham karena nilai tukar mata uang anjlok,
22
sampai akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi yang tentunya berdampak terhadap kesenjangan tabungan dan investasi.
2.5
Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan analisis data panel untuk
mengetahui kesenjangan tabungan dan investasi domestik terhadap delapan negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Korea Selatan, Jepang dan China pada kurun waktu 1996-2010 dan akan dianalisis lima variabel yaitu FDI, tingkat inflasi, total populasi, pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi. Park dan Shin (2009), melakukan penelitian yang berjudul “Saving, Investment, and Current Account Surplus in Developing Asia”. Penelitian tersebut menggunakan persamaan tabungan untuk 137 negara dan persamaan investasi untuk 141 negara pada periode waktu 1965-1969 dan 2000-2004. Metodologi yang digunakan adalah panel data dengan fixed effects model. Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa di negara-negara ASEAN banyak terjadi kondisi oversaving dan underinvestment sehingga menyebabkan current account surplus. Hal ini dipengaruhi oleh masalah struktural di negara tersebut serta beberapa faktor yang mempengaruhi tabungan dan investasi seperti pendapatan per kapita, jumlah populasi, dan dummy krisis Asia. Purba (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tabungan dan Investasi Swasta Di Indonesia”. Penelitian ini menggunakan dua variabel terikat yaitu tabungan swasta dan investasi swasta serta variabel bebas pendapatan nasional, tingkat suku bunga, inflasi, rasio investasi pemerintah serta variabel dummy krisis ekonomi pada tahun 1984-2003 menggunakan pendekatan Error-Correction Model (ECM). Hasil dari penelitian ini adalah pendapatan nasional, suku bunga, inflasi berkorelasi positif dengan tabungan swasta baik pada jangka pendek dan jangka panjang. Sedangkan pada investasi swasta, pendapatan nasional berkorelasi positif, sedangkan inflasi dan rasio investasi pemerintah berkorelasi negatif. Untuk variabel krisis ekonomi berkorelasi negatif pada tabungan dan investasi swasta.
23
Felipe, Kintanar, dan Lim (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Asia’s Current Account Surplus: Savings glut or Investment Drough”. Penelitian ini dilakukan terhadap negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina pada tahun 1986-2003 menggunakan panel data dengan variabel tingkat investasi, tingkat tabungan, tingkat kredit domestik, tingkat profit, serta dummy negara dan tahun. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa negara di ASEAN mengalami surplus current account dikarenakan karena rendahnya investasi dan bukan dikarenakan tingginya tabungan. Rendahnya investasi ini merupakan dampak dari adanya krisis global tahun 1998 yang menyebabkan banyak negara ASEAN mengalami collaps keuangan sehingga negara-negara ASEAN memilih untuk menyimpan tabungan dan menggunakannya sebagai cadangan investasi dibandingkan untuk berinvestasi. Anoruo (2001) melakukan penelitian yang berjudul “Saving-Investment Connection : Evidence From The Asean Countries”. Penelitian ini menggunakan data gross domestic saving and investment untuk negara Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand pada tahun 1960-1996. Penelitian ini menggunakan pendekatan Granger-causality test berdasarkan vector error correction model (VECM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada jangka panjang, mobilitas modal rendah pada negara yang diamati. Untuk negara Indonesia dan Singapura dinyatakan bahwa investasi mempengaruhi tabungan. Sedangkan di negara Filipina terjadi hal sebaliknya dimana tabungan mempengaruhi investasi. Dan untuk negara Malaysia dan Thailand terjadi kausalitas dua arah yang menandakan tabungan dan investasi saling mempengaruhi. Boon (2000) melakukan penelitian yang berjudul “Savings, Investment and Capital Flows: An Empirical Study On The Asean Economies”. Penelitian ini dilakukan terhadap lima negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina pada tahun 1968-1997 untuk variabel gross domestic saving dan gross domestic investment menggunakan pendekatan vector error correction model (VECM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada jangka pendek, tidak terdapat efek kausalitas satu arah dimana tabungan mempengaruhi investasi di semua negara kecuali Singapura. Sedangkan efek kausalitas terjadi
24
dimana investasi mempengaruhi tabungan pada negara Indonesia dan Thailand. Sedangkan untuk negara Malaysia dan Filipina tidak terdapat hubungan kausalitas antara tabungan dan investasi. Shiimi dan Kadhikwa (1999) melakukan penelitian yang berjudul “Savings and Investment in Namibia”. Penelitian ini menggunakan dua persamaan, untuk persamaan tabungan menggunakan variabel gross national disposable income, tingkat suku bunga deposit dan inflasi. Untuk persamaan investasi menggunakan variabel GDP riil, tingkat suku bunga pinjaman, dan rasio investasi pemerintah terhadap GDP, masing-masing pada tahun 1980-1996 di negara Namibia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat tabungan dipengaruhi real national disposable income dan inflasi serta tingkat investasi dipengaruhi oleh suku bunga, GDP Riil dan investasi pemerintah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah perbedaan berdasarkan regional yaitu Kawasan ASEAN 5+3, berdasarkan analisis yaitu menggunakan panel data, berdasarkan waktu penelitian yaitu pada tahun 19962010 dan berdasarkan variabel yang akan dianalisis yaitu FDI, tingkat inflasi, total populasi, pertumbuhan ekonomi, dan dummy krisis ekonomi.
2.6
Kerangka Pemikiran Konseptual Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator
penting dalam pengembangan perekonomian di negara-negara ASEAN 5+3. Sebagai satu kesatuan wilayah, ASEAN 5+3 menjanjikan potensi ekonomi yang sangat potensial. Agar dapat menuai manfaat optimal dari integrasi ekonomi, setiap negara dituntut untuk dapat meningkatkan kapasitas produksinya. Dalam kaitan ini, bank sentral memiliki peran yang signifikan melalui kebijakan moneternya untuk mendorong investasi yang tinggi guna meningkatkan stok kapital fisik (physical capital). Bukti empiris menggunakan data savinginvestment gap untuk negara-negara di kawasan ASEAN 5+3 pada tahun 19962010 menunjukkan bahwa terjadi surplus dari kesenjangan tabungan dan investasi domestik, kecuali untuk negara Filipina. Hal tersebut menandakan bahwa kondisi di negara ASEAN 5+3 umumnya terjadi oversaving dan underinvestment.
25
Dari sisi domestik, walaupun stabilitas ekonomi makro bisa dijaga, sejumlah masalah struktural seperti iklim investasi, infrastruktur, produktivitas dan daya saing (sisi penawaran) masih membayangi pencapaian pertumbuhan yang lebih cepat dan berkualitas. Hal ini antara lain karena struktur perekonomian pascakrisis lebih ditopang oleh konsumsi dan ekspor, sementara investasi belum menunjukkan peran yang signifikan. Terjadinya kondisi oversaving merupakan dampak dari tingginya pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN 5+3. Sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terlihat melalui pendapatan per kapita yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat tabungan masyarakat dan meningkatkan tingkat tabungan domestik. Sedangkan kondisi underinvestment di negara-negara ASEAN 5+3 terjadi karena beberapa faktor mulai dari masalah keamanan, tidak adanya kepastian hukum, dan kondisi infrastruktur yang buruk, hingga kondisi perburuhan yang semakin buruk. Serta adanya antisipasi pasca krisis ekonomi tahun 1998 yang menyebabkan negara-negara di ASEAN 5+3 menyimpan dana tabungan domestik sebagai dana cadangan guna mengantisipasi terjadinya krisis yang serupa. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan analisis terhadap beberapa faktor seperti foreign direct investment, tingkat inflasi, jumlah populasi, pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi guna menstabilkan kondisi kesenjangan tabungan dan investasi, yang bermanfaat sebagai rekomendasi kebijakan yang tepat bagi pemerintah. Karena dengan terciptanya kondisi keseimbangan tabungan dan investasi domestik akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan dalam jangka panjang sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan ASEAN 5+3. Adapun skema alur kerangka pemikiran konseptual dapat dilihat pada Gambar 6. Skema diawali dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang berfluktuasi sehingga menyebabkan kondisi tabungan domestik yang oversaving dan investasi domestik yang underinvestment. Kondisi ini melahirkan kesenjangan surplus tabungan dan investasi domestik dan akan dianalisis secara deskriptif dan inferensia sehingga melahirkan implikasi kebijakan pembangunan bagi negara ASEAN 5+3.
26
Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN5+3 - Indonesia - Thailand - Malaysia - China - Singapura - Korea Selatan - Filipina - Jepang
Tabungan Domestik
Investasi Domestik
Oversaving
Underinvestment
Kesenjangan Positif Tabungan dan Investasi
Analisis Deskriptif
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesenjangan : 1. FDI 2. Tingkat Inflasi 3. Total Populasi 4. Pertumbuhan GDP 5. Krisis Ekonomi
Analisis Panel Data
Implikasi Kebijakan Pembangunan Bagi Negara ASEAN 5+3 Gambar 6. Skema Alur Kerangka Pemikiran Konseptual 2.7
Hipotesis Penelitian Dugaan sementara berdasarkan landasan teori dan konsep yang digunakan,
dapat ditentukan beberapa hipotesis yaitu : 1. FDI, tingkat inflasi, dan total populasi berpengaruh positif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik. 2. Pertumbuhan ekonomi dan krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik.
III. METODE PENELITIAN
3.1
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa data panel (pooled data) yang merupakan gabungan data silang (cross section) dan data runtun waktu (time series) selama kurun waktu 1996-2010 pada delapan negara ASEAN 5+3 yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Korea Selatan, Jepang dan China. Jenis data panel yang digunakan dalam penelitian ini adalah balanced panel dimana setiap unit cross section memliki jumlah observasi time series yang sama. Sumber data yang digunakan berasal dari World Bank dan Asian Development Bank (ADB). Tabel 1. Variabel, Data yang Digunakan, dan Sumber Data Variabel
Sumber Data (1) (2) (3) SIGAP Persentase Kesenjangan antara Tabungan ADB Domestik dan Investasi Domestik terhadap GDP Tahunan (data dalam persen) FDI Persentase Nilai FDI Inflow terhadap GDP World Bank Tahunan (data dalam persen) CPI Persentase Tingkat Inflasi Berdasarkan Consumer World Bank Price Index Tahunan (data dalam persen) TP Jumlah Populasi Tahunan (data dalam jumlah World Bank jiwa) GROWTH Tingkat Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi World Bank Tahunan (data dalam persen) DKRISIS Variabel dummy krisis 3.2
Data yang Digunakan
Metode Pengolahan Data Pengolahan atas data sekunder untuk variabel kesenjangan tabungan dan
investasi, FDI Inflow, tingkat inflasi, total populasi, pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi domestik menggunakan beberapa paket program statistik seperti Microsoft Office Excel 2007 dan EViews 6.0. Kegiatan pengolahan data dengan Microsoft Office Excel 2007 meliputi pembuatan tabel
28
dan grafik untuk analisis deskriptif. Pengujian signifikasi analisis regresi data panel menggunakan EViews 6.0 sebagai program pengolahan datanya.
3.3
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan antara lain metode analisis deksriptif
dan metode analisis inferensia. Metode analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di negara ASEAN 5+3 meliputi perkembangan tabungan dan investasi domestik dan beberapa variabel lain seperti FDI, tingkat inflasi, total populasi, pertumbuhan ekonomi dan krisis ekonomi di negara ASEAN 5+3. Metode analisis inferensia yang dilakukan untuk mengestimasi model ini adalah pendekatan ekonometrika dengan metode analisis regresi data panel. Baltagi (2008) menyatakan bahwa keunggulan penggunaan analisis data panel antara lain sebagai berikut : 1.
Analisis data panel memiliki kontrol terhadap heterogenitas data individual dalam satu periode waktu.
2.
Analisis data panel menyajikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, memiliki kolinearitas antar variabel yang kecil, memiliki derajat kebebasan yang lebih besar dan lebih efisien.
3.
Analisis data panel lebih tepat dalam mempelajari dinamika penyesuaian (dynamics of change).
4.
Analisis data panel dapat lebih baik mengidentifikasi dan mengukur pengaruh yang secara sederhana tidak dapat terdeteksi dalam data cross section atau time series saja.
5.
Model analisis data panel dapat digunakan untuk membuat dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan analisis data cross section murni atau time series murni.
6.
Analisis data panel pada level mikro dapat meminimisasi atau menghilangkan bias yang terjadi akibat agregasi data ke level makro.
29
3.3.1 Uji Stasioneritas Data Panel Analisis data panel umumnya menggunakan data dalam bentuk level dengan tujuan untuk memudahkan interpretasi model, namun jika kemudian penelitian menggunakan data dengan series yang yang mengandung tren, maka perlu dilakukan pengujian unit root, untuk memastikan bahwa hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tidak menunjukkan spurious regression. Bila hasil pengujian unit root menunjukkan adanya tren pada data level, maka seperti biasanya, harus dilakukan pembedaan pertama (first differencing) untuk menghindari terjadinya hasil yang misleading. Perlu diingat bahwa karena data yang digunakan dalam penelitian adalah data panel, maka pengujian unit root yang digunakan bukan menggunakan metode yang biasa, tetapi menggunakan panel unit root. Pengujian ini disarankan oleh Baltagi (2005) untuk data panel dengan N dan T yang relatif tidak besar. Hipotesis nol yang digunakan dalam pengujian panel unit root sama seperti pada pengujian unit root untuk data time series murni, hanya saja statistik uji yang digunakan merupakan pengembangan lebih lanjut dari statistik uji Augmented Dickey–Fuller (ADF) dan Phillips–Perron (PP). Statistik uji yang digunakan dalam menguji panel unit root terdiri dari dua jenis, yaitu common unit root yang terdiri dari statistik uji Levin, Lin and Chu (LLC) dan Breitung’s test; serta individual unit root yang terdiri statistik uji Im, Pesaran and Shin (IPS), ADF – Fisher test dan PP – Fisher test. Setelah diperoleh hasil pengujian yang menyatakan bahwa series dari data panel tidak mengandung unit root maka estimasi bisa dilaksanakan.
3.3.2 Metode Estimasi Regresi Data Panel Data panel adalah satu set observasi yang terdiri dari beberapa individu pada suatu periode tertentu. Observasi tersebut merupakan pasangan yit (variabel terikat) dengan xit (variabel bebas) dimana i menunjukkan individu, t menunjukkan waktu, dan j menunjukkan variabel bebas yang dinyatakan dalam sebuah persamaan berikut: yit = α + βxjit + εit
(3.1)
30
Metode estimasi regresi data panel dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain : 1. Pooled Least Square Model Pooled Least Square Model merupakan metode estimasi model regresi data panel yang paling sederhana dengan asumsi intercept dan koefisien slope yang konstan antar waktu dan cross section (Common Effect). Persamaan pada estimasi menggunakan Pooled Least Square Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut : (3.2) dimana : = nilai variabel terikat (dependent variable) untuk setiap unit cross section = nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap cross section α
= intercept yang konstan antar waktu dan cross section = slope untuk variabel ke-j yang konstan antar waktu dan cross section = komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t.
N adalah jumlah unit cross section, T adalah jumlah periode waktunya dan K adalah jumlah variabel penjelas. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap cross section. Kelemahan Pooled Least Square Model ini adalah dugaan parameter β akan bias karena tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama serta tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda.
2. Fixed Effect Model Fixed effect model memasukkan unsur variabel dummy sehingga intersept α bervariasi antar individu maupun antar unit waktu. Fixed effect model lebih tepat digunakan jika data yang diteliti ada pada tingkat individu serta jika terdapat korelasi antara εit dan xit. Persamaan pada estimasi menggunakan Fixed effect model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut : Yit = β1i + β2X2it + β3X3it + uit
(3.3)
31
Keputusan memasukkan variabel dummy ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Penambahan variabel dummy ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang akhirnya akan memengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi. Kelebihan pendekatan ini adalah dapat menghasilkan dugaan parameter β yang tidak bias dan efisien. Tetapi kelemahannya jika jumlah unit observasinya besar maka akan terlihat rumit.
3. Random Effect Model Random Effect Model disebut juga komponen error (error component model) karena di dalam model ini parameter yang berbeda antar unit cross section maupun antar waktu yang dimasukkan ke dalam error. Persamaan pada estimasi menggunakan Random Effect Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut : (3.4) dengan
(3.5)
dimana : ~ N (0, δu2) = komponen cross section error ~ N (0, δv2) = komponen time series error ~ N (0, δw2) = komponen error kombinasi Asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.
3.3.3
Pengujian Model Data Panel Statis Untuk memilih model mana yang paling tepat digunakan untuk
pengolahan data panel, maka terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, antara lain: 1. Chow Test Chow Test merupakan pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square Model atau Fixed Effect Model. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : Pooled Least Square Model H1 : Fixed Effect Model
32
Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan F-Statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow: / /
~
(3.6)
,
dimana: RRSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed) N
= jumlah data cross section
T
= jumlah data time series
K
= jumlah variabel independen Dimana pengujian ini mengikuti distribusi F yaitu
,
. Jika
nilai CHOW Statistics (F Statistic) hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang kita gunakan adalah Fixed Effect Model, begitu juga sebaliknya.
2. Hausman Test Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan: ~
(3.7)
dimana M adalah matriks kovarians untuk parameter β dan k adalah derajat bebas yang merupakan jumlah variabel independen. Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari
, maka cukup bukti
untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model, begitu pula sebaliknya.
33
3.4
Metode Evaluasi Model Setelah hasil pengolahan data dengan metode analisis data panel selesai
dilakukan, harus dilakukan evaluasi terhadap model estimasi yang dihasilkan. Metode estimasi yang dihasilkan melalui metode analisis data panel tersebut harus dievaluasi berdasarkan tiga kriteria sebagai berikut: 1.
Kriteria Ekonometrika
2.
Kriteria Statistik
3.
Kriteria Ekonomi
3.4.1
Kriteria Ekonometrika Model estimasi regresi linear yang ideal dan optimal harus menghasilkan
estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) yang antara lain sebagai berikut : a.
Estimator linear artinya adalah estimator merupakan sebuah fungsi linear atas sebuah variabel dependen yang stokastik.
b.
Estimator tidak bias artinya nilai ekspektasi sesuai dengan nilai yang sebenarnya.
c.
Estimator harus mempunyai varians yang minimum. Estimator yang tidak bias dan memiliki varians minimum disebut estimator yang efisien. Terdapat beberapa permasalahan yang dapat menyebabkan sebuah estimator
tidak dapat memenuhi asumsi kriteria BLUE antara lain sebagai berikut:
1. Normalitas Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika asumsi normalitas ini tidak dipenuhi maka prosedur pengujian dengan menggunakan uji t-statistic menjadi tidak sah. Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan Jarque Bera Test atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian normalitas adalah: H0 : Residual berdistribusi Normal H1 : Residual tidak berdistribusi Normal
34
Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque Bera dengan taraf nyata α sebesar 0,05 dimana jika lebih besar menandakan H0 tidak ditolak dan residual berdistribusi normal.
2. Multikolinearitas Istilah multikolinearitas berarti terdapat hubungan linier antar variabel independennya. Gujarati (2006) menyatakan indikasi terjadinya multikolinearitas dapat terlihat melalui: a. Nilai R-squared yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan. b. Korelasi berpasangan yang tinggi antara variabel-variabel independennya. c. Melakukan regresi tambahan (auxiliary) dengan memberlakukan variabel independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen. Cara untuk mendeteksi multikolinearitas adalah dengan menghitung korelasi antara dua variabel bebas. Serta cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas antara lain biasanya dilakukan dengan menambah jumlah data atau mengurangi jumlah data observasi, menambah atau mengurangi jumlah variabel independennya yang memiliki hubungan linear dengan variabel lainnya, mengkombinasikan data cross section dan time series, mengganti data, dan mentransformasi variabel.
3. Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dasar dari metode regresi linear adalah varians tiap unsur error adalah suatu angka konstan yang sama dengan δ2. Heteroskedastisitas terjadi ketika varians tiap unsur error tidak konstan. Guajarati (2006) menyatakan heteroskedastisitas memiliki beberapa konsekuensi, diantaranya adalah : a.
Estimator OLS masih linier dan masih tidak bias, tetapi varians tidak minimum sehingga hanya memenuhi karakteristik Linier Unbiased Estimator (LUE).
b.
Perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang tidak efisien.
35
c.
Uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statistic dan t-statistic tidak dipercaya. Uji heteroskedastisitas dapat diatasi mengggunakan metode GLS Weight
Cross-section yang tersedia dalam program EVIEWS 6.0.
4. Autokorelasi Gujarati (2006) menyatakan autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section. Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate, sehingga R2 akan besar tetapi di uji t-statistic dan uji Fstatistic menjadi tidak valid. Untuk masalah autokorelasi pengujiannya dilakukan dengan melihat Durbin-Watson stat yang nilainya telah disediakan dalam program EVIEWS 6.0 dibandingkan dengan DW-Tabel. Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin-watson stat terletak di area nonautokorelasi. Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai tabel DL dan DU. Jumlah observasi (N) dan jumlah variabel independen (K). Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: H0 : Tidak terdapat autokorelasi H1 : Terdapat autokorelasi Maka aturan pengujiannya adalah sebagai berikut : 0 < d < DL
: tolak H0, ada autokorelasi positif
DL ≤ d ≤ DU
: daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan
DU < d < 4 – DU
: terima H0, tidak ada autokorelasi
4 - DU ≤ d ≤ 4-DL
: daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan
4 – DL < d < 4
: tolak H0, ada autokorelasi negatif
36
3.4.2
Kriteria Statistik Evaluasi model berdasarkan kriteria statistik dilakukan dengan beberapa
pengujian antara lain sebagai berikut: a.
Koefesien Determinasi (R2) Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa
besar tingkat variabel independen yang digunakan dalam penelitian dapat menjelaskan variabel dependen. Nilai tersebut menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang kita estimasi dengan data yang sesungguhnya. Nilai R2 terletak antara nol hingga satu dimana semakin mendekati satu maka model akan semakin baik. b.
Uji F-statistic Uji F-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen. Nilai F-statistic yang besar lebih baik dibandingkan dengan F-statistic yang rendah. Nilai Prob(F-statistic) merupakan tingkat signifikansi marginal dari F-statistic. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: H0 : β1=β2=…=βk=0 H1 : minimal ada salah satu βj yang tidak sama dengan nol Tolak H0 jika F-statistic > F α(k-1,NT-N-K) atau Prob(F-statistic) < α. Jika H0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen. c.
Uji t-statistic Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: H0 : βj = 0 H1 : βj ≠ 0
37
Tolak H0 jika t-statistic > t α/2(NT-K-1). Jika H0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen ke-i secara parsial memengaruhi variabel dependen.
3.4.3
Kriteria Ekonomi Evaluasi model estimasi berdasarkan kriteria ekonomi dilakukan dengan
membandingkan kesesuaian tanda dan nilai estimator dengan teori ekonomi dan kesesuaian dengan logika.
3.5
Perumusan Model Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear dengan
lima variabel independen, dengan variabel dependennya SIGAP dan variabel independennya adalah FDI, CPI, TP, GROWTH, dan DKRISIS. Data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut ternyata berbeda satuan. Variabel SIGAP, FDI, CPI, dan GROWTH disajikan dalam satuan persentase, sedangkan variabel TP disajikan dalam satuan jumlah jiwa. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam mengolah data dan interpretasi hasil akhir, variabel independen TP yang berbeda satuan akan ditransformasi sehingga menjadi bentuk satuan yang sama, yaitu dalam bentuk log natural, sedangkan untuk variabel DKRISIS yang tidak memiliki satuan, tidak ditransformasi karena tidak akan diinterpretasikan hasilnya. Dengan model tersebut diharapkan bahwa hasil regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterpretasikan. Sesuai dengan keterangan di atas, maka spesifikasi model tersebut secara ekonometrika akan menjadi model sebagai berikut : SIGAPit = α +β1FDIit + β2CPIit + β3ln(TPit) + β4GROWTHit + β5DKRISIS + εit (3.8) dimana: SIGAPit
= Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik terhadap GDP Tahunan (data dalam persen)
FDIit
= Persentase Nilai FDI Inflow terhadap GDP Tahunan (data dalam persen)
38
= Persentase Tingkat Inflasi Berdasarkan Consumer Price Index
CPIit
Tahunan (data dalam persen) TPit
= Jumlah Populasi Tahunan (data dalam jumlah Jiwa)
GROWTHit = Tingkat Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (data dalam persen) DKRISIS
= Variabel dummy yang mengindikasikan terjadinya krisis ekonomi dimana nilainya sama dengan satu pada saat krisis ekonomi dan nilainya sama dengan nol pada saat bukan krisis ekonomi.
3.6
Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel yang digunakan dalam model penelitian ini
antara lain: a.
SIGAP Variabel SIGAP merupakan variabel yang merepresentasikan kesenjangan
tabungan dan investasi domestik. Nilai variabel SIGAP merupakan nilai akhir dari pengurangan Gross Domestic Saving terhadap Gross Domestic Capital Formation atas dasar persentase terhadap GDP Tahunan. b.
FDI Variabel FDI merupakan variabel yang merepresentasikan Penanaman
Modal Asing Langsung. Nilai variabel FDI ini merupakan nilai FDI Inflow suatu negara selama satu tahun dibagi nilai GDP. c.
CPI Variabel CPI merupakan variabel yang merepresentasikan tingkat inflasi
suatu negara berdasarkan Consumer Price Index selama satu tahun pada suatu negara. d.
TP Variabel TP merupakan variabel yang merepresentasikan jumlah populasi
manusia di suatu negara dalam satuan jumlah jiwa. e.
GROWTH Variabel
GROWTH
merupakan
variabel
yang
merepresentasikan
pertumbuhan ekonomi. Nilai variabel GROWTH ini merupakan nilai tingkat rata-
39
rata pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) Riil per tahun atas dasar harga konstan tahunan dalam persentase. f.
DKRISIS Variabel DKRISIS merupakan variabel dummy yang digunakan dalam
persamaan regresi karena variabel tersebut sifatnya kualitatif. Suatu cara untuk membuat data kuantitatif dari data kualitatif adalah dengan cara memberikan nilai satu atau nol. Dalam penelitian ini digunakan variabel DKRISIS untuk menerangkan pertumbuhan ekonomi pada saat krisis, baik krisis moneter Asia tahun 1997-1998, krisis minyak dunia tahun 2005, maupun krisis keuangan tahun 2008-2009, sedangkan nilai nol diberikan pada pertumbuhan ekonomi pada saat tidak krisis.
IV. GA AMBARAN N UMUM NEGARA ASEAN 5+ +3
4.1
U Kessenjangan Tabungan n dan Inveestasi Dom mestik Gaambaran Umum Neegara ASEA AN 5+3 Huubungan anntara tabunggan dan inv vestasi dom mestik meruupakan indiikator
penting seerta memiliiki implikassi penting pada p perkem mbangan ekkonomi AS SEAN 5+3. Jumllah investassi dalam neegeri yang dibiayai d darri tingkat taabungan nassional dapat dilihhat secara tersirat darri rasio ting gkat tabunggan domestiik untuk menilai total invesstasi (sebaggai persen raasio dari GD DP), yang juga merupaakan ukuran n dari kesenjanggan investassi dan tabunngan. Gamb bar 7 menunnjukkan rataa-rata perseentase kesenjanggan tabungann dan investasi terhadaap GDP neggara ASEAN N 5+3.
Rata-rata Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik (persen GDP)
25
22.26 18.13
20 15 10 4.8 88
5.89 2.63
5
4.2 1.2
0 -5
‐5.06
-10 Negarra
Sumberr : Asian Deevelopment Bank 1996 6-2010, (data diolah) Gambarr 7. Perkem mbangan Rata-rata R Peersentase Kesenjangan K n Tabungan n dan Investaasi Terhadaap GDP Neegara ASEA AN 5+3 Taahun 1996--2010 (persenn GDP) Koondisi kesennjangan tabbungan dan investasi domestik d di negara AS SEAN 5+3 menuunjukkan teerjadinya suurplus kesen njangan keccuali untuk negara Filipina. Hal terseebut membbuktikan bahwa b pad da umumnyya di neggara ASEA AN+5
41
mengalami oversaving dan underinvestment. Kesenjangan surplus terbesar dialami oleh negara Singapura dan Malaysia. Sedangkan satu-satunya negara di wilayah ASEAN 5+3 yang mengalami kesenjangan defisit adalah negara Filipina. Pada negara Malaysia kesenjangan berubah dari negatif menjadi positif terjadi setelah adanya krisis ekonomi tahun 1998. Selama periode sebelum krisis tahun 1990-1997 kesenjangan tabungan dan investasi domestik mencapai defisit hingga 10,2 persen dari GDP, dengan sebagian pembiayaan dipenuhi oleh arus masuk modal asing. Sejak awal krisis tahun 1998, investasi telah jatuh tetapi tingkat tabungan tetap tinggi. Dengan tabungan domestik melebihi investasi, kesenjangan berubah dari negatif ke positif mulai tahun 1998 hingga saat ini. Adanya kesenjangan surplus dalam jumlah yang sangat besar menunjukkan bahwa di negara Malaysia terdapat keterbatasan kapasitas dalam ekonomi untuk menghasilkan peluang investasi yang cukup untuk menyerap tabungan dalam negeri. Surplus saat ini menunjukkan bahwa meskipun ekonomi Malaysia sedang didorong oleh sektor ekspor, perekonomian domestik tetap lemah, dengan kelebihan tabungan selama investasi. Kondisi kesenjangan defisit yang terjadi di negara Filipina pada dasarnya adalah hasil dari ketidakseimbangan jangka pendek termasuk beberapa masalah struktural yang timbul dari ketidakmatangan lembaga keuangan dan juga kondisi perekonomian di negara Filipina, salah satunya berakibat pada tingkat tabungan yang rendah, sehingga tingkat tabungan domestik tersebut tidak mampu menutupi kebutuhan pembiayaan investasinya. Kondisi ini mengakibatkan tingkat ketergantungan ekonomi yang tinggi terhadap faktor eksternal dan rentan terhadap goncangan perekonomian dunia. Oleh karena itu, Filipina harus melaksanakan reformasi struktural di sektor industri agar lebih kompetitif guna meningkatkan daya saing dan menghasilkan tabungan domestik yang lebih tinggi. Kondisi ratarata tabungan dan investasi domestik di negara ASEAN 5+3 pada tahun 19962010 disajikan dalam Gambar 8.
42
Rata-rata Tabungan dan Investasi Domestik (persen GDP)
48..71
50 5 40 4 30
45.08 40.86
42.96 29.75 24.88
24.84
32.83 30.21
32.65 26.76 6 226.45 20.93 15.88
20 2
25.366 24.17
10 0
Negara
Tabungan Domestik D Investasi Doomestik
Sumber : Asian Devvelopment Bank B 1996--2010, (dataa diolah) Gambarr 8. Perkeembangan Rata-rata R Persentase P Tabungan Domestik k dan Investaasi Domestiik Terhadaap GDP Neegara ASE EAN 5+3 Tahun T 1996-2010 (persenn GDP) Faakta yang diialami oleh negara ASEAN 5+3 adalah keseenjangan su urplus sehingga menyebabk m kan tabungaan nasional tidak digunnakan untukk investasi bruto menunjukkkan pertum mbuhan yaang tidak berkelanjuta b an dalam jjangka pan njang. Sehingga investasi domestik d peerlu bangkitt untuk mem mpertahankkan pertumb buhan a ekonomi yang tingggi. Dimanna kondisi kesenjanggan surpluss terjadi akibat melemahnnya investassi pasca kriisis ekonom mi tahun 19998 dengan ttingkat tabu ungan yang tetapp tinggi. Paada umumnyya negara di d kawasan ASEAN 5+ +3 menggun nakan tabungan domestik sebagai danna cadangaan guna menanggulan m ngi terjadi krisis serupa sepperti tahun 1998. Merreka memuttuskan untuuk memperttahankan tingkat tabungan dan berdaampak padda terciptan nya kesenjaangan surpplus. Sedan ngkan kondisi seebaliknya teerjadi pada negara n ASE EAN 5+3 yaang mengalami kesenjaangan defisit yaitu Filipinaa, dimana tingkat t tabu ungan dom mestik menuunjukkan ju umlah yang renddah sehinggaa tidak mam mpu menutu upi pembiayyaan investaasi domestik k.
43
4.2
Gaambaran Um mum FDI Inflow Neg gara ASEAN N 5+3 Peerkembangaan FDI Infloow negara ASEAN A 5+ +3 secara um mum mengalami
peningkatan dari wakktu ke wakttu terutamaa pada dekaade terakhir. Namun ap pabila terjadi penurunan FD DI Inflow itu i dapat diisebabkan oleh o penuruunan daya saing yang dipeengaruhi olleh krisis ekonomi yang y terjadii di negaraa ASEAN 5+3. Gambar 9 memperlihhatkan rata-rrata persenttase FDI Infflow terhadap GDP maasingmasing neegara ASEA AN 5+3.
Rata-rata FDI Inflow (persen ( GDP)
16
14.02
14 12 10 8 6
3.42
4 2
3.77
3.54 4 1.55
0.6 65
0.75
0.16
0
Negaraa
d Sumberr : World Baank 1996-2010, (data diolah) Gambarr 9. Perkem mbangan Rata-rata R Peersentase FDI F Inflow Terhadap GDP Negaraa ASEAN 5+ +3 Tahun 1996-2010 (persen GDP P) Seelama tahunn 1996-20110, Jepang merupakan negara ddengan rataa-rata jumlah peersentase FD DI Inflow yang y paling g sedikit di negara AS SEAN 5+3, yaitu hanya seebesar 0.16 persen GDP. Haal tersebutt dikarenakkan lambaannya pertumbuhhan ekonom mi serta ketiidakstabilan n inflasi yanng terjadi ddi negara Jeepang. Kondisi lainnya adaalah birokraasi yang tid dak menduukung adanyya modal asing. a n pada Akan tetappi sejak tahhun 2003, Jepang mulaai menyadarri pentingnyya FDI dan tahun 20005 kontribussi FDI Infloow di Jepang g mulai menunjukkan peningkatan n, hal tersebut merupakan m hasil reform masi yang dilakukan pemerintahh Jepang seeperti pembukaaan berbagaai sektor ekonomi e Jeepang untuuk investassi modal asing, a
44
reorganisasi industri untuk mendorong perusahaan asing yang memasuki Jepang, dan peningkatan sejumlah saham yang tersedia di pasar. Singapura menjadi negara ASEAN 5+3 dengan jumlah rata-rata FDI Inflow terbesar di negara ASEAN 5+3, yaitu sebesar 14.02 persen GDP. Hal ini dikarenakan Singapura memiliki sarana infrastruktur yang baik dan birokrasi yang efisien sehingga menjadi lokasi investasi yang menarik meskipun tingkat biaya di Singapura lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN 5+3 lain dan cenderung meningkat. Struktur FDI negara maju berbeda dengan struktur FDI negara berkembang. Di negara maju seperti Singapura FDI dilakukan dengan tujuan untuk melakukan kegiatan penjualan, sedangkan untuk negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand, FDI dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kegiatan produksi.
4.3
Gambaran Umum CPI Negara ASEAN 5+3 Tingkat inflasi merupakan variabel ekonomi makro paling penting dan
paling ditakuti oleh para pelaku ekonomi termasuk pemerintahan suatu negara karena dapat membawa pengaruh buruk pada struktur biaya produksi dan tingkat kesejahteraan. CPI merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan tingkat inflasi suatu negara. Keberadaan inflasi pada tingkat yang rendah merupakan perangsang bagi produsen untuk menambah kapasitas produksinya. Akan tetapi jika terlalu tinggi akan memberikan dampak negatif atas meningkatnya ketidakpastian dan penurunan daya beli konsumen, sekaligus potensi penjualan perusahaan. Sebaliknya jika inflasi berada pada tingkat terlalu rendah juga merupakan kondisi yang buruk, karena harga menjadi jatuh dan menyebabkan kontraksi ekonomi. Oleh karena itu pemerintahan suatu negara wajib mengontrol inflasi melalui inflation targeting. Gambar 10 memperlihatkan perkembangan rata-rata persentase CPI negara ASEAN 5+3 tahun 1996-2010.
45
14
12.18 8
Rata-rata FDI Inflow (persen GDP)
12 10 8
5.64
6 4 2
3.17 7
2.52
3.46 2.04
1.39
0 08 ‐0.0
-2 Negaraa
Sumber : World Bannk 1996-20110, (data dio olah) Gambar 10. 1 Perkembbangan Ratta-rata Perseentase CPI Negara N ASE EAN 5+3 Tahun T 1996-20010 (persen GDP) Pada a tahun 1996-2010, Indonesia I merupakan m negara yanng memilikii nilai rata-rata inflasi i tertiinggi di neegara ASEA AN 5+3, yaitu y sebesaar 12,18 peersen. Inflasi di negara Indoonesia lebihh banyak diipengaruhi oleh o lonjakaan harga minyak bumi di pasar p internaasional yanng dapat meendorong leebih lanjut bbiaya pengaadaan sumber energi e listriik dan bahhan bakar untuk sebbagian besaar pabrik-p pabrik pengolahaan. Di masaa depan anncaman lonjjakan hargaa minyak bbumi masih akan mengancaam inflasi di d negara Indonesia. Po otensi kelanngkaan bahaan baku batubara dan gas akan juga teerjadi dan mengakibatk m kan kenaikaan biaya ennergi. Disam mping itu ancam man jangka menengah atas kemun ngkinan terrjadinya infflasi di beb berapa daerah di Indonesia adalah akkibat adany ya kelangkaaan bahan makanan pokok p masyarakaat yang tiimbul akibbat pacekliik, hama penyakit, dan penurrunan produktiviitas padi, keedelai dan kacang-kaca k angan. Seedangkan Jepang J meenjadi negaara yang memiliki rata-rata inflasi terendah, bahkan meengalami deeflasi di negara ASEA AN 5+3 yaiitu sebesar -0.08 D di Jepang J mennandakan bahwa tingkkat harga uumum di negara n persen. Deflasi Jepang jattuh.
46
Peenurunan haarga mungkkin terdengar seperti berita b baik bagi konsu umen, tetapi sebeenarnya hall ini buruk bagi b seluruh h masyarakaat. Deflasi ddi Jepang diiawali dengan jattuhnya hargga perumahaan dan pasaar saham padda awal tahhun 1990. Hingga saat ini Jepang masih m beruusaha untu uk mengataasi kondissi deflasi yang mbuhan eko onomi melallui reformassi strukturall baik menyebabbkan lambannnya pertum di bidang ekonomi daan fiskal.
4.4
Gaambaran Um mum Totall Populasi Negara AS SEAN 5+3 Jum mlah total populasi di negara ASEAN 5+3 5 dari taahun 1996--2010
memperlihhatkan trendd yang selalu meningk kat dari tahuun ke tahun baik secaraa total negara AS SEAN 5+3 maupun m jikka dilihat daari masing-m masing negaara ASEAN N 5+3. Gambar 11 1 menunjuukkan rata-rata total populasi p neegara ASEA AN 5+3 peeriode
Perkembangan Jumlah Populasi (Ribu Jiwa)
tahun 1996-2010.
1400000
5 1230075
1200000 1000000 800000 600000 400000 200000
207839 81 2178
3796
6091 72427 7 45954 126 60933 6
0
Negarra
Sumber : World Bannk (1996-20010), Data Diolah. D Gambar 11. 1 Perkembbangan Rataa-rata Totall Populasi Negara N ASE EAN 5+3 Tahun 1996-2010 (Ribu Jiwaa) Gaambar 11 memperlihat m tkan bahwaa China dann Indonesiaa merupakan n dua negara AS SEAN 5+3 yang y memilliki rata-rataa jumlah tottal populasii tertinggi seelama tahun 19996-2010, dim mana Indonnesia sebesaar 202 juta jiwa j dan C China sebesaar 1,2
47
milyar jiwa. Hal tersebut sesuai dengan fakta bahwa Indonesia dan China merupakan dua negara yang termasuk dalam negara yang memiliki jumlah populasi tertinggi di dunia. Sedangkan jumlah populasi terendah terdapat di negara Singapura yaitu sebesar 3,6 juta jiwa, hal tersebut menyebabkan Singapura sangat bergantung kepada tenaga kerja asing terutama di sektor keterampilan rendah seperti konstruksi, jasa katering serta pembantu rumah tangga. Jumlah populasi yang tinggi saja ternyata tidak cukup menjadi modal untuk menyeimbangkan kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Hal yang paling utama dari pertumbuhan penduduk adalah kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang baik sangat diperlukan dalam memperkecil kesenjangan tabungan dan investasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kualitas sumber daya manusia di suatu negara dapat tercermin melalui nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan salah satu indikator untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia pada suatu negara dalam tiga dimensi dasar yang tercermin dalam taraf pendidikan, kesehatan, serta kemampuan daya beli.
Tabel 2. Nilai Indeks Pembangunan Manusia Negara ASEAN 5+3 Tahun 2011 Negara
Nilai IPM
Peringkat (180 negara)
(1)
(2)
(3)
Indonesia
0.617
124
Malaysia
0.761
61
Singapura
0.866
26
Thailand
0.682
103
Filipina
0.644
112
Korea Selatan
0.897
15
Jepang
0.901
12
China
0.687
101
Sumber : United Nations Development Programme, 2012 (data diolah)
48
Tabel 2 menunjukkan nilai IPM dari masing- masing negara ASEAN 5+3 pada tahun 2011. Negara dengan nilai IPM tertinggi adalah Jepang dengan nilai IPM 0.901 dan menempati peringkat 12, hal tersebut dikarenakan Jepang telah selama beberapa dekade memiliki penduduk yang berpendidikan tinggi, memiliki tingkat melek huruf sangat tinggi, dan mengembangkan begitu banyak industri teknologi tinggi. Sedangkan nilai IPM terendah ditempati oleh negara Indonesia dengan nilai 0.617 dan menempati peringkat 124. Hal tersebut dikarenakan adanya kesenjangan dalam pembangunan di Indonesia yang tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Kesenjangan tersebut terdapat dalam aksestabilitas dan kualitas. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia tengah mengupayakan berbagai program percepatan, salah satunya pembangunan infrastruktur melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Nasional (MP3EI).
4.5
Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN 5+3 Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN 5+3 pada tahun 1996-2010
cenderung fluktuatif. Hal ini disebabkan dominansi pengaruh ketidakpastian perekonomian dunia terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN 5+3 serta adanya krisis ekonomi yang terjadi baik krisis tahun 1998 yang terjadi di ASEAN, krisis tahun 2005 akibat naiknya harga minyak dunia maupun adanya krisis global pada tahun 2008. Setiap gejolak yang terjadi dalam perekonomian dunia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara ASEAN 5+3 yang sebagian besar hanya merupakan negara dengan perekonomian terbuka kecil (small open economy). Pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa negara dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah China sebesar 9.9 persen, hal tersebut dikarenakan China merupakan negara yang memiliki perekonomian terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 10 persen selama 30 tahun terakhir. China juga merupakan eksportir terbesar dan importir barang terbesar kedua di dunia. China menunjukkan orientasi tingkat pendapatan yang lebih tinggi sebagai bukti produktivitas ekonominya yang telah meningkat pesat. Perbaikan besar yang dilakukan oleh China dalam rangka
49
memacu pertumbuha p an ekonomii tercermin baik dalam m faktor janngka pendek k dan perubahann struktur jaangka panjang, diman na China telah melakuukan serang gkaian reformasi struktural dalam bebberapa tahun terakhir dengan berrinvestasi dalam d jaminan sosial dan mempromos m sikan konsu umsi domesttik. Namunn ekonomi China C masih peerlu menyyeimbangkaan kembali pertumbbuhan ekonnominya untuk u memastikaan pertumbuuhan yang berkelanjuta b an. Jeppang adalaah negara yang mem miliki rata-rrata pertum mbuhan eko onomi terendah dibandingka d an negara ASEAN A 5+3 lainnya pada p tahun 1996-2010 yaitu sebesar 0.8 persen. Hal H tersebut sangat men ngherankan karena Jeppang adalah salah p Jeepang mem miliki rata-rrata pertum mbuhan eko onomi satu negaara maju, penyebab terendah dibandingka d an negara ASEAN A 5+ +3 lainnya adalah renddahnya investasi asing yangg masuk kee Jepang, teerutama investasi langssung asing yyang merup pakan salah satuu faktor pem macu pertum mbuhan eko onomi suatuu negara. Berikut ini adalah a
Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi (persen)
rata-rata pertumbuhan p n ekonomi negara n ASE EAN 5+3 Taahun 1996-22010:
9.9 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
5.8 4.8 3.88
4.5
4.3
2 3.2 0.88
Neggara
Sumber : World Bannk 1996-20110, (data dio olah) Gambar 12. Perkem mbangan Raata-rata Perrtumbuhan Ekonomi N Negara AS SEAN 5+3 Tahhun 1996-20010 (Persen n)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Pengujian Stasioneritas Data Pengujian kestasioneran data merupakan tahap yang paling penting dalam
menganalisis data panel untuk melihat ada tidaknya panel unit root yang terkandung diantara variabel, sehingga hubungan diantara variabel menjadi valid. Pengujian panel unit root yang digunakan penelitian ini didasarkan pada beberapa statistik uji untuk tingkat level dan first differencing. Hasil pengujian panel unit root secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1, sementara rangkumannya disajikan pada Tabel 3. Seperti dapat dilihat pada Tabel 3, pengujian panel unit root dilakukan pada variabel foreign direct investment (FDI), consumer price index (CPI), populasi total (TP), pertumbuhan GDP Riil (GROWTH), dan dummy krisis ekonomi (DKRISIS). Untuk masing-masing variabel dinyatakan dalam persentase kecuali untuk variabel TP dinyatakan dalam logaritma natural dari nilai riilnya. Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dilakukan plotting data untuk melihat metode pengujian, apakah panel unit root akan digunakan untuk data dengan intersep tanpa tren (kode 2) atau dengan intersep dan tren (kode 3). Berdasarkan plotting data tersebut, untuk data level diketahui, kecuali untuk variabel total populasi dan dummy krisis ekonomi yang menggunakan metode intersep tanpa tren, seluruhnya stasioner menggunakan metode dengan intersep dan tren serta metode dengan intersep tanpa tren. Berdasarkan berbagai statistik uji yang digunakan, data level telah menunjukkan tidak adanya common unit root dan individual unit root, karena seluruh variabel telah signifikan pada tingkat kesalahan 5 persen dan juga pada tingkat kesalahan 10 persen. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada data level, seluruh variabel sudah tidak mengandung unit root lagi. Untuk uji stasioneritas data pada masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 3:
51
Tabel 3. Hasil Pengujian Stasioneritas Data Variabel
Diff1)
Metode2)
p-Value Statistic Uji3) LLC
SIGAP
Breitung
IPS
ADF-
PP-
Fisher
Fisher
0
2
0.0000
-
0.0000
0.0000
0.0066
0
3
0.0000
0.0292
0.0000
0.0000
0.0609
0
2
0.0002
-
0.0000
0.0001
0.0003
0
3
0.0052
0.0237
0.0000
0.0001
0.0161
0
2
0.0000
-
0.0000
0.0000
0.0000
0
3
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0001
TP
0
2
0.0000
-
0.0009
0.0041
0.0000
GROWTH
0
2
0.0000
-
0.0000
0.0000
0.0000
0
3
0.0842
0.0488
0.0000
0.0000
0.0002
0
3
0.0014
-
0.0000
0.0000
0.0000
FDI CPI
DKRISIS
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0 Keterangan : 1) Differencing : 0 = data level 2) Metode : 1 = tanpa intersep dan tanpa tren 2 = dengan intersep dan tanpa tren 3 = dengan intersep dan dengan tren 3) Statistik Uji : L L C = Levin, Lin & Chu t* Breitung = Breitung t-stat IPS = Im, Pesaran and Shin W-stat ADF-Fisher = ADF-Fisher Chi-square PP-Fisher = PP Fisher Chi-square
5.2
Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik Estimasi model untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3 yang menggunakan analisis data panel, dapat dilakukan melalui tiga pendekatan model estimasi yaitu Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model. Estimasi model regresi data panel faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3 dengan metode Pooled Least Square Model yang menghasilkan model estimasi dengan nilai RSquared sebesar 0.4671. Dengan melihat nilai Prob(F-Statistic) sebesar 0.0000
52
yang lebih kecil dibandingkan taraf nyata α sebesar 5 persen, hal ini berarti Pooled Least Square Model menyatakan bahwa secara keseluruhan minimal ada satu variabel diantara FDI, CPI, populasi total, pertumbuhan ekonomi, dan krisis ekonomi yang secara signifikan memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi domestik dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Kemudian estimasi model regresi data panel faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3 dengan metode Fixed Effect Model yang menghasilkan model estimasi dengan RSquared 0.8570. Secara umum Pooled Least Square Model dan Fixed Effect Model tidak memberikan perbedaan hasil yang signifikan. Namun, Chow Test tetap harus dilakukan untuk memilih pendekatan terbaik antara Pooled Least Square Model dan Fixed Effect Model. Hasil Chow Test dengan nilai prob sebesar 0.0000 jika dibandingkan dengan taraf nyata α sebesar 5 persen menyatakan bahwa Fixed Effcet Model lebih baik daripada Pooled Least Square Model dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Langkah berikutnya, estimasi model regresi data panel faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3 dengan metode Random Effect Model yang menghasilkan model estimasi dengan R-Squared 0.0666. Selanjutnya, meskipun Random Effect Model juga tidak memberikan perbedaan hasil yang signifikan dengan Fixed Effect Model tetapi Hausman Test tetap harus dilakukan untuk memilih pendekatan terbaik antara Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Hasil Hausman Test dengan nilai prob sebesar 0.0000 jika dibandingkan dengan taraf nyata α sebesar 5 persen menyatakan bahwa Fixed Effect Model lebih baik daripada Random Effect Model dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
5.3
Tahapan Evaluasi Model
5.3.1
Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonometrik Berdasarkan Chow Test dan Hausman Test, tahapan pemilihan pendekatan
model terbaik menghasilkan bahwa Fixed Effect Model merupakan pendekatan analisis regresi linier berganda data panel yang terbaik. Namun, pengujian asumsi klasik harus dilakukan terhadap model estimasi data panel Fixed Effect Model
53
agar dapat menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria BLUE. Pengujian tersebut meliputi uji normalitas, uji multikorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
5.3.1.1 Uji Normalitas Uji normalitas dapat dilakukan dengan Jarque Bera Test yang terdapat dalam Eviews 6.0. Hasil perhitungan dengan menggunakan EViews 6.0 menghasilkan nilai probabilitas Jarque Bera sebesar 0.6418. Hal tersebut menandakan bahwa nilai probabilitas Jarque Bera lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata α sebesar 0,05 dimana jika nilai probabilitas Jarque Bera lebih besar menandakan H0 tidak ditolak dan residual berdistribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kriteria normalitas telah terpenuhi oleh model estimasi regresi linier berganda.
5.3.1.2 Uji Multikolinearitas Multikolinearitas menandakan terdapat hubungan linier antar variabel independennya. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai perhitungan koefisien korelasi antar variabel independennya. Apabila nilai koefisien korelasinya lebih rendah dari 0.80 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Multikolinearitas ditandai dengan nilai R-squared yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan serta korelasi berpasangan yang tinggi antara variabel-variabel independennya. Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi dengan menggunakan EViews 6.0 menghasilkan nilai koefisien korelasi yang kurang dari 0.80. Dengan melihat bahwa tidak ada nilai koefisien korelasinya yang lebih tinggi dari 0.80 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas sehingga kriteria bebas multikolinearitas terpenuhi dalam model estimasi ini.
5.3.1.3 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melakukan GLS Weights Crosssection weight. Dengan melihat bahwa, nilai Sum squared resid Weighted Statistic sebesar 1517.249 yang lebih kecil dibandingkan nilai Sum squared resid
54
Unweighted Statistic sebesar 1678.068, maka dapat disimpulkan bahwa model estimasi mengandung masalah heteroskedastisitas dimana varians tiap unsur error tidak konstan. Heteroskedastisitas dapat menyebabkan estimator tidak lagi BLUE karena tidak lagi mempunyai varians yang minimum, perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena estimasi regresi yang dihasilkan tidak efisien serta uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-Statistic dan t-statistic tidak dapat dipercaya. Jika model mengalami masalah heteroskedastisitas, dengan menggunakan metode GLS Weights Cross-section weights masalah sudah teratasi dan
model
estimasi
dapat
dikatakan
telah
terbebas
dari
masalah
heteroskedastisitas. Hasil estimasi menunjukkan dengan metode GLS Weights Cross-section weights menghasilkan nilai Sum squared resid Weighted Statistic sebesar 1517.249 dan nilai Sum squared resid Unweighted Statistic sebesar 1678.068.
5.3.1.4 Uji Autokorelasi Uji
autokorelasi
dilakukan
dengan
uji
Durbin-Watson.
Dengan
mengetahui bahwa jumlah cross section sebesar 8, jumlah time series sebesar 15, jumlah observasi sebesar 120, jumlah variabel independen sebesar 5, dan α sebesar 5 persen maka diperoleh nilai Durbin-Watson Tabel dengan DL sebesar 1.6339 dan DU sebesar 1.771. Dengan mengetahui Durbin-Watson stat sebesar 1.0637 berada dalam selang 0 < d < DL yaitu daerah autokorelasi positif, yang dalam uji autokorelasi menandakan Tolak H0 sehingga dapat dinyatakan terdapat autokorelasi dalam estimasi persamaan analisis regresi linier berganda. Maka dapat disimpulkan bahwa kriteria bebas autokorelasi tidak terpenuhi dalam GLS Weights Cross-section weights karena terdapat hubungan antara residual atau observasi dengan residual observasi lainnya. Metode GLS Weights Cross-section SUR dapat digunakan untuk mengatasi masalah autokorelasi sehingga masalah autokorelasi dapat diabaikan. Oleh karena itu, model estimasi regresi linier berganda data panel ini terbebas dari masalah autokorelasi. Hasil estimasi dengan metode GLS Weights Cross-section SUR menunjukkan Durbin-Watson stat sebesar 1.3769.
55
5.3.2
Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Statistik Setelah melakukan tahapan pengujian asumsi klasik maka dapat
ditentukan bahwa model estimasi analisis data panel yang terbaik adalah Fixed Effect Model dengan GLS Weights Cross-section SUR. Nilai R-squared sebesar 0.8977 menandakan variabel FDI, CPI, total populasi, pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi mampu menjelaskan keragaman dalam kesenjangan tabungan dan investasi domestik sebesar 89.77 persen dan sisanya sebesar 10.23 persen keragaman dalam kesenjangan tabungan dan investasi domestik dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Hasil estimasi model kesenjangan dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 4.
Hasil Estimasi Model Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3
Variabel C FDI CPI LOG(TP) GROWTH DKRISIS
Koefisien -570.3739 0.2305 0.0857 31.8824 -0.3067 -1.4000 R-squared Adjusted R-squared F-statistic Prob(F-statistic) Sum squared resid Durbin-Watson stat
Standar Error 70.9140 0.0985 0.0422 3.9169 0.0727 0.5355
t-Statistic -8.0432 2.3398 2.0306 8.1395 -4.2166 -2.6142 0.8978 0.8863 78.3195 0.0000 113.6227 1.3769
Prob 0.0000 0.0211 0.0448 0.0000 0.0001 0.0102
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
Dengan melihat nilai Prob(F-Statistic) sebesar 0.0000 yang lebih kecil jika dibandingkan dengan taraf nyata α sebesar 5 persen, hal ini menyatakan bahwa secara keseluruhan minimal ada satu variabel diantara FDI, CPI, total populasi, pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi yang secara signifikan memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3 dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
56
Kemudian, secara parsial dengan melihat nilai Prob(t-Statistic) dari masing-masing variabel yang lebih kecil dari taraf nyata α sebesar 5 persen maka dapat disimpulkan bahwa FDI, CPI, total populasi, pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3. Serta dengan melihat koefisien dari masing-masing variabel dapat diketahui bahwa FDI, CPI, dan total populasi yang memiliki koefisien bertanda positif menandakan bahwa ketiga variabel tersebut memiliki pengaruh positif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi memiliki koefisien bertanda negatif sehingga kedua variabel tersebut memiliki pengaruh negatif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik ASEAN 5+3.
5.3.3
Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonomi
5.3.3.1 Pengaruh FDI terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel FDI sebesar 0.2305. Hal ini menandakan bahwa Foreign Direct Investment berpengaruh positif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3. Peningkatan persentase FDI Inflow terhadap GDP sebesar satu persen, akan meningkatkan kesenjangan tabungan dan investasi domestik sebesar 0.23 persen dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan yang terjadi di ASEAN (Plumer dan Cheong, 2008) yang menyatakan dampak negatif dari FDI Inflow ke negara ASEAN 5+3 pasca krisis 1998 disebabkan oleh faktor kondisi sosial politik dan ekonomi di negara tujuan FDI, seperti tingkat pendapatan perkapita, sumber daya manusia, tingkat keterbukaan dalam suatu perekonomian dan pengembangan pasar modal lokal. Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan dalam (Todaro dan Smith, 2006) dimana terdapat argumen yang menyatakan bahwa FDI akan memperlebar kesenjangan tabungan dan investasi dikarenakan pengaruh negatif dari FDI akan menurunkan tingkat tabungan maupun investasi domestik di negara tuan rumah sehubungan dengan akan terciptanya aneka bentuk persaingan tidak sehat yang
57
bersumber dari perjanjian produksi ekslusif. Sehingga tidak terlaksananya reinvestasi atas keuntungan yang mereka dapatkan dalam perekonomian tuan rumah. Dampak lainnya adalah terpicunya tingkat konsumsi domestik yang akan menurunkan minat masyarakat untuk menabung maupun investasi. Selain itu, efek positif dari FDI pada kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara tuan rumah mungkin tidak hanya tergantung pada kondisi lokal dan kebijakan tetapi juga pada sektor di mana FDI terjadi. Pada tahun 1990-an terjadi pergeseran dalam industri di mana perusahaan asing aktif dibandingkan dengan periode pasca perang, yang sebelumnya melibatkan eksploitasi minyak dan sumber daya alam, menuju manufaktur, jasa, dan teknologi tinggi. Pemerintah mulai mengurangi pembatasan pada FDI dan semakin menawarkan insentif dalam upaya untuk menarik investasi. Kenaikan jumlah FDI Inflow saat ini memiliki karakteristik yang berbeda karena lebih dari 50% dari investasi baru di sektor jasa. Ditemukan fakta bahwa FDI mengalir ke sektor-sektor ekonomi yang berbeda (yaitu primer, manufaktur, dan jasa) mengerahkan efek yang berbeda pada kesenjangan.Arus masuk FDI ke sektor primer cenderung memiliki efek positif pada kesenjangan, sedangkan arus masuk FDI di sektor manufaktur berdampak negatif. Akan tetapi, investasi asing di sektor jasa adalah memiliki dua kemungkinan. Hal
ini
menunjukkan
bahwa
tidak
semua bentuk investasi
asing tampaknya bermanfaat bagi perekonomian tuan rumah. Kondisi yang umum terjadi di negara ASEAN 5+3 adalah adanya penanaman modal asing yang hanya berupa investasi portofolio dengan berharap return (imbalan) yang besar. Ironisnya setelah mengambil keuntungan, aliran modal itu bisa keluar dengan cepat dan tidak masuk ke investasi langsung asing. Sehingga kondisi yang terjadi adalah dengan adanya FDI Inflow akan memperlebar kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Serta fakta yang membuktikan bahwa pengaruh FDI Inflow lebih besar terhadap tabungan domestik dibandingkan terhadap investasi domestik, hal ini dapat terlihat dari negara yang memiliki FDI Inflow terbesar di kawasan ASEAN 5+3 yaitu Singapura dan China, juga memiliki jumlah tabungan domestik terbesar di kawasan ASEAN 5+3. Tetapi hal ini tidak sejalan dengan jumlah investasi domestik tertinggi yang ditempati oleh negara China dan Korea Selatan. Oleh
58
karena pengaruh FDI Inflow yang lebih besar terhadap tabungan domestik menyebabkan lahirnya pengaruh positif terhadap kesenjangan dari peningkatan FDI Inflow. Hal ini disebabkan oleh kebijakan masing-masing negara yang berbeda dalam pemanfaatan FDI Inflow. Kesejajaran dan orientasi ke luar dari masing-masing negara ASEAN 5+3 baik melalui kebijakan perdagangan maupun kebijakan investasi akan meringankan dampak negatif dari FDI Inflow pasca terjadinya krisis Asia tahun 1998, serta akan mengembalikan keunggulan kompetitif masing-masing negara ASEAN 5+3 yang pada akhirnya diharapkan akan merubah pengaruh FDI Inflow. Oleh karena itu negara ASEAN 5+3 harus secara berkala meningkatkan kestabilan dan keamanan melalui harmonisasi kebijakan, birokrasi dan biaya transaksi agar FDI dapat berkembang dan berdampak positif.
a.
Pengaruh FDI terhadap Kesenjangan Negara ASEAN 5 Hasil analisis regresi yang menunjukkan bahwa FDI Inflow berpengaruh
pada peningkatan kesenjangan dapat terlihat pada negara Singapura. Dimana Singapura memiliki tingkat FDI Inflow tertinggi di negara ASEAN dan berdampak pada kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara Singapura yang memiliki kesenjangan surplus tertinggi dengan rata-rata 22.46 persen dari GDP. Hal serupa juga terjadi di negara ASEAN 5 lainnya. Ketika FDI inflow meningkat, otomatis terdapat kelebihan dana cadangan dalam negeri yang kurang termanfaatkan dengan optimal. Struktur FDI di negara ASEAN 5 yang umumnya merupakan negara berkembang seperti negara Indonesia, Thailand dan Filipina lebih diutamakan untuk meningkatkan kapasitas produksinya.
b.
Pengaruh FDI terhadap Kesenjangan Negara ASEAN 5+3 Dampak yang nyata terhadap pengaruh FDI Inflow juga terlihat pada
negara China, Korea Selatan dan Jepang. Terutama Jepang yang memiliki ratarata FDI Inflow terendah selama tahun 1996-2010 yang hanya sebesar 0.16 persen berdampak pada rendahnya tingkat kesenjangan surplus yang rata-rata berkisar 1,2persen. Akan tetapi struktur FDI di negara ASEAN +3 yang merupakan negara
59
maju lebih diutamakan untuk melakukan kegiatan penjualan dan peningkatan ekspor.
5.3.3.2 Pengaruh CPI terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel CPI sebesar 0.0857. Hal ini menandakan bahwa CPI berpengaruh positif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3. Peningkatan persentase CPI sebesar satu persen, akan meningkatkan kesenjangan tabungan dan investasi domestik sebesar 0.08 persen dengan asumsi cateris paribus. Hasil ini sesuai dengan yang terjadi di Indonesia (Purba, 2008) dan Namibia (Shiimi dan Kadhikwa, 1999). Karena tingkat inflasi merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Inflasi sangat memengaruhi tabungan dan investasi. Inflasi juga menghambat arus masuk modal asing ke negara itu. Jika nilai uang turun jauh, bahkan dapat mengusir modal asing yang diinvestasikan di negara tersebut, sehingga tingginya tingkat inflasi suatu negara berdampak pada rendahnya tingkat investasi domestik yang pada akhirnya akan memperlebar kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif bergantung pada parah atau tidaknya inflasi tersebut. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan mengajak orang untuk menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
60
a.
Pengaruh CPI terhadap Kesenjangan Negara ASEAN 5 Kondisi di negara ASEAN 5 yang umumnya terdiri dari negara
berkembang cenderung memiliki tingkat inflasi yang tinggi. Dimana inflasi ratarata tertinggi dialami oleh negara Indonesia yaitu sebesar 12,18 persen. Kondisi ini sesuai dengan analisis regresi yang menyatakan bahwa kenaikan inflasi berpengaruh pada peningkatan kesenjangan karena pemerintah akan secara otomatis mengurangi investasi domestiknya karena khawatir inflasi yang menurunkan akumulasi modal akan berdampak negatif terhadap kesenjangan. Inflasi yang tinggi juga dialami oleh negara berkembang di ASEAN 5 lainnya seperti Filipina sebesar 5,64 persen dan Thailand 3,17 persen. Sedangkan untuk Malaysia dan Singapura yang tergolong negara maju memiliki tingkat inflasi yang rendah yaitu masing-masing 2,52 persen dan 1,39 persen.
b.
Pengaruh CPI terhadap Kesenjangan Negara ASEAN 5+3 Berbeda halnya dengan negara berkembang, pada negara China, Jepang
dan Korea Selatan yang tergolong negara maju memiliki tingkat inflasi yang rendah. Hal ini sesuai dengan analisis regresi dimana nilai rata-rata kesenjangan surplus untuk negara Jepang, China, dan Korea Selatan lebih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN 5 lainnya, kecuali Filipina yang mengalami kesenjangan negatif. Akan tetapi nilai inflasi yang terlalu rendah dapat menyebabkan jatuhnya harga dan kontraksi ekonomi, seperti yang terjadi di negara Jepang yang memiliki rata-rata deflasi sebesar 0.08 persen.
5.3.3.3 Pengaruh Total Populasi terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel total populasi sebesar 31.8824. Hal ini menandakan bahwa total populasi berpengaruh positif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3. Peningkatan jumlah total populasi sebesar satu persen, akan meningkatkan kesenjangan tabungan dan investasi domestik sebesar 31.88 persen dengan asumsi cateris paribus.
61
Hasil ini sesuai dengan yang terjadi di Asia (Donghyun dan Kwanho, 2009) serta Model Pertumbuhan Solow dimana total populasi dianggap sangat berpengaruh terhadap tingkat tabungan suatu negara (Todaro dan Smith, 2006). Dengan adanya total populasi menandakan adanya modal manusia yang baik dalam membangun pertumbuhan suatu negara dan memacu pertumbuhan ekonomi. Tingginya tingkat tabungan domestik apabila tidak diimbangi dengan pertumbuhan investasi domestik maka akan memicu kesenjangan tabungan dan investasi domestik yang lebih besar. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya populasi yang berkualitas mampu memacu tingkat tabungan dan investasi domestik secara bersamaan sehingga kesenjangan tabungan dan investasi domestik dapat diminimalisasi. Pengaruh positif atau negatif dari total populasi bergantung pada kemampuan sistem perekonomian negara tersebut dalam menyerap dan memanfaatkan pertambahan total populasi tersebut secara produktif. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal, tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi. Hal yang diutamakan dalam pertumbuhan total populasi adalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas di suatu negara. Tanpa adanya SDM yang berkualitas maka kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik tetap berada pada nilai yang tinggi dan pencapaian pembangunan serta kesejahteraan masyarakat tidak dapat tercipta.
a.
Pengaruh Total Populasi terhadap Kesenjangan Negara ASEAN 5 Negara di kawasan ASEAN 5 umumnya memiliki total populasi yang
beragam. Hal tersebut terlihat dari negara Indonesia yang menjadi negara dengan jumlah penduduk terbesar di ASEAN 5 hingga mencapai 202 juta jiwa dan Singapura yang memiliki jumlah penduduk terendah di ASEAN 5 hanya dengan 3.6 juta jiwa. Kondisi yang terjadi di negara ASEAN 5 yang umumnya negara berkembang, walaupun memiliki total populasi yang tinggi tabungan domestiknya tidak terlalu besar. Hal tersebut dikarenakan rendahnya kualitas SDM yang dihasilkan, yang tercermin melalui nilai IPM untuk negara Indonesia, Thailand
62
dan Filipina yang lebih rendah dibandingkan negara maju di kawasan ASEAN 5 lainnya yaitu Malaysia dan Singapura.
b.
Pengaruh Total Populasi terhadap Kesenjangan Negara ASEAN 5+3 Kondisi total populasi di negara Korea Selatan, Jepang dan China
umumnya juga beragam serupa dengan negara ASEAN 5. Hal ini terlihat dari negara China yang memiliki jumlah penduduk mencapai 1.2 milyar jiwa. Akan tetapi total populasi yang tinggi ini juga sejalan dengan pertumbuhan tabungan domestik di negara China yang mencapai 45 persen dari GDP. Sehingga peningkatan total populasi yang terjadi di kawasan ASEAN 5+3 yang merupakan negara maju berdampak pada peningkatan tabungan domestik negara tersebut, hal ini diutamakan karena kualitas SDM yang baik dan perkembangan kemajuan teknologi yang pesat di negara maju. Hasil ini sesuai dengan analisis regresi yang menyatakan bahwa peningkatan total populasi akan meningkatkan kesenjangan tabungan dan investasi domestik.
5.3.3.4 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hasil
analisis
regresi
diperoleh
hasil
koefisien
untuk
variabel
pertumbuhan ekonomi sebesar -0.3067. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3. Peningkatan persentase pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen, akan menurunkan kesenjangan tabungan dan investasi domestik sebesar 0.31 persen dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan yang terjadi di Indonesia (Purba, 2008) dan Namibia (Shiimi dan Kadhikwa, 1999) serta teori Harrod-Domar yang menyatakan bahwa tingkat investasi domestik atau pembentukan modal akan ditentukan secara langsung oleh pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan meningkatkan minat para investor untuk menanamkan modalnya sehingga akan mampu meningkatkan investasi domestik yang saat ini kurang baik. Memicu peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu faktor penting dalam mengurangi kesenjangan surplus yang dialami
63
negara ASEAN 5+3. Karena dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang baik maka akan memperkecil kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Pertumbuhan ekonomi berdampak baik pada kondisi kesenjangan tabungan dan investasi di suatu negara. Karena diharapkan dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang baik di negara ASEAN 5+3, maka kesenjangan surplus yang terjadi di negara ASEAN 5+3 dapat berkurang. Sehingga peran pemerintahan suatu negara dalam memacu pertumbuhan ekonomi negaranya menjadi faktor yang dominan untuk dilaksanakan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi dapat dipicu melalui kenaikan penawaran tenaga kerja, kenaikan modal fisik atau sumber daya manusia, serta kenaikan produktivitas masukan yang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor termasuk perubahan teknologi, kemajuan pengetahuan dan skala produksi. Adanya pertumbuhan ekonomi dapat memberikan kekuatan bagi suatu negara dalam rangka menjalankan kegiatan ekonomi yang ditunjang tabungan dan investasi domestik dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat.
a.
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kesenjangan Negara ASEAN 5 Kondisi pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN 5 cenderung fluktuatif
dan bergantung pada perekonomian dunia karena ASEAN 5 umumnya merupakan negara dengan perekonomian terbuka kecil (small open economy). Fluktuasi dalam pertumbuhan ekonomi ini berdampak pada fluktuasi kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Hal ini sesuai dengan analisis regresi dimana saat pertumbuhan
ekonomi
meningkat,
negara
ASEAN
5
cenderung
lebih
meningkatkan investasi domestik mereka sehingga menurunkan kesenjangan. Oleh karena itu, meningkatkan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu pemicu negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, dan Thailand untuk lebih meningkatkan investasi domestiknya, hal serupa juga dilakukan oleh negara maju di wilayah ASEAN 5 seperti Malaysia dan Singapura.
64
b.
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kesenjangan Negara ASEAN5+3 Kondisi berbeda terjadi di negara ASEAN 5+3 dimana negara China
memiliki
rata-rata
pertumbuhan
ekonomi
tertinggi
mencapai
9,9persen.
Sedangkan Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi terendah yang hanya sebesar 0.8 persen. Pertumbuhan China ini berpengaruh pada tingginya nilai tabungan domestik dan investasi domestik mereka hingga mencapai 45 persen dan 40 persen dari GDP. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berangsur-angsur menurunkan kesenjangan surplus dari tahun ke tahun. Kondisi di Jepang dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah merupakan dampak dari deflasi yang terjadi di negara tersebut. Sehingga nilai tabungan dan investasi domestik di Jepang hanya berkisar 25 persen dan 24 persen dari GDP. Rendahnya FDI Inflow di Jepang juga berdampak pada investasi domestik yang sangat bergantung pada tabungan domestik.
5.3.3.5 Pengaruh Krisis Ekonomi terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel krisis ekonomi sebesar -1.4000. Hal ini menandakan bahwa krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3. Hal ini sesuai dengan yang terjadi di Asia (Jesus, Kristine, dan Joseph, 2005). Adanya krisis ekonomi berdampak pada melemahnya tabungan domestik suatu negara yang merupakan salah satu sumber pembentukan modal. Sehingga berdampak pada nilai kesenjangan tabungan dan investasi domestik yang berkurang bahkan hingga mencapai angka defisit saat periode krisis ekonomi. Hal ini sesuai dengan fakta yang terjadi di negara ASEAN 5+3 dimana terjadi kesenjangan positif tabungan dan investasi domestik pasca krisis yang menandakan bahwa tingkat tabungan domestik lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat investasi domestik. Dimana kondisi kesenjangan surplus ini terjadi akibat
65
melemahnya investasi pasca krisis ekonomi tahun 1998 dengan tingkat tabungan yang tetap tinggi. Kondisi dimana krisis ekonomi berdampak pada pengurangan kesenjangan tabungan dan investasi domestik memiliki pengaruh yang berbeda dengan variabel pertumbuhan ekonomi. Karena meskipun krisis ekonomi mampu mengurangi kesenjangan tabungan dan investasi domestik, namun hal ini berpengaruh negatif bagi suatu negara. Karena krisis ekonomi akan memicu pengurangan tabungan domestik dalam skala yang besar serta penurunan terhadap investasi domestik yang sangat besar hingga mencapai kondisi defisit dimana pemerintah harus melakukan pinjaman luar negeri untuk menutupi defisit kesenjangan tersebut. Sehingga suatu negara akan bergantung pada pinjaman luar negeri untuk membiayai investasi domestiknya. Karena hal itu, pada saat ini negara di kawasan ASEAN 5+3 menggunakan tabungan domestik sebagai dana cadangan guna menanggulangi terjadi krisis serupa seperti tahun 1998. Sehingga mereka memutuskan untuk mempertahankan tingkat tabungan dan berdampak pada terciptanya kesenjangan surplus.
5.4
Implikasi Kebijakan Sesuai dengan pembahasan dari hasil penelitian, maka implikasi kebijakan
yang perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki kesenjangan tabungan dan investasi domestik di negara ASEAN 5+3 antara lain: 1.
Pemerintahan di negara ASEAN 5+3 harus secara berkala meningkatkan kestabilan dan keamanan melalui harmonisasi kebijakan, birokrasi dan biaya transaksi agar FDI Inflow dapat berkembang dengan baik.
2.
Dalam kerangka penciptaan stabilitas makro ekonomi untuk menciptakan fundamental yang kuat bagi perekonomian, maka stabilitas harga merupakan sasaran akhir yang harus menjadi target kebijakan moneter pemerintah di negara ASEAN 5+3. Oleh karena itu, peletakan landasan kebijakan yang diarahkan untuk tercapainya target inflasi harus diupayakan dengan langkah yang tepat.
66
3.
Peran pemerintah negara ASEAN 5+3 dalam rangka pengembangan kualitas SDM melalui kebijakan pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan yang merata serta penciptaan lapangan pekerjaan merupakan hal yang mutlak dilaksanakan oleh masing-masing pemerintah.
4.
Peran pemerintah dalam pembuatan kebijakan demi tercapainya pengembangan kemajuan teknologi melaui transfer technology dan management skill antara negara pemberi FDI dengan negara penerima FDI menjadi suatu hal utama dalam meningkatkan kemajuan teknologi serta peningkatan kualitas SDM yang sangat berpengaruh pada pencapaian pertumbuhan ekonomi.
5.
Kebijakan pemerintah di negara ASEAN 5+3 untuk meningkatkan alokasi dan kapasitas investasi domestik dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur, dan berbagai kebijakan pemerintah lainnya seperti penyertaan modal berupa investasi pada sektor dan perusahaan yang strategis yang dapat memberikan nilai tambah yang optimal guna meningkatkan perekonomian negara ASEAN 5+3.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan persamaan regresi
berganda data panel melalui metode Fixed Effect Model dengan GLS Weights Cross-section SUR yang telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di negara ASEAN 5+3 pada tahun 1996-2010, maka dapat disimpulkan bahwa: 1.
Kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik yang terjadi di negara ASEAN 5+3 adalah kesenjangan surplus (positif), kecuali untuk negara Filipina. Hal tersebut menandakan bahwa terjadi kondisi oversaving dan underinvestment akibat melemahnya investasi pasca krisis ekonomi tahun 1998 dengan tingkat tabungan yang tetap tinggi, dimana tabungan nasional yang tidak digunakan untuk investasi bruto menunjukkan pertumbuhan yang tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.
2.
Variabel FDI, CPI, dan total populasi berpengaruh signifikan dan berdampak positif pada kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Dimana pada setiap kenaikan persentase FDI, CPI, dan total populasi, akan menyebabkan bertambahnya kesenjangan tabungan dan investasi domestik.
3.
Variabel pertumbuhan ekonomi dan krisis ekonomi berpengaruh signifikan dan berdampak negatif pada kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Dimana pada setiap kenaikan persentase pertumbuhan ekonomi dan krisis ekonomi, akan menyebabkan berkurangnya kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Kondisi dimana krisis ekonomi berdampak pada pengurangan kesenjangan tabungan dan investasi domestik memiliki dampak yang berbeda dengan variabel pertumbuhan ekonomi. Karena krisis ekonomi akan memicu pengurangan tabungan domestik dalam skala yang besar hingga mencapai kondisi defisit dimana pemerintah harus melakukan pinjaman luar negeri untuk menutupi defisit kesenjangan tersebut.
68
6.2
Saran Dibutuhkan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan alokasi dan
kapasitas
investasi
domestik
dalam
rangka
mendukung
pembangunan
infrastruktur, dan berbagai kebijakan pemerintah lainnya seperti penyertaan modal berupa investasi pada sektor dan perusahaan yang strategis yang dapat memberikan nilai tambah yang optimal guna meningkatkan perekonomian negara dan mengurangi kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Kebijakan lain yang dapat dilakukan seperti regulasi penanaman modal asing yang tepat, penyertaan inflation targeting sebagai bagian dari kebijakan, peningkatan kualitas SDM melalui pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan yang tepat serta penciptaan lapangan pekerjaan dapat memacu pertumbuhan ekonomi, sehingga menjadi referensi bagi pemerintah negara ASEAN 5+3 dalam rangka pengurangan kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah cakupan negara ASEAN 5+3 yang digunakan hanya meliputi delapan negara dengan periode analisis yang terbatas hanya lima belas tahun. Untuk penelitian selanjutnya penulis dapat menyarankan untuk melakukan analisis tentang faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi domestik, dengan menggunakan metode persamaan simultan serta menambah cakupan negara yang diteliti dan periode analisisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anoruo, E. 2001. “Saving-Investment Connection: Evidence From The ASEAN Countries”. American Economist, 45: 46-53. Arfina, V. 2007. Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri dan Variabel Makroekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 19932006 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Asian Development Bank. 2011. “Key Indicator of Developing Asian and Pasific Countries”. Filipina. Baltagi. 2008. Econometrics. Springer, Jerman. Boon, T. H. 2000. “Savings, Investment And Capital Flows: An Empirical Study On The ASEAN Economies”. Working Paper 3, Malaysia. Bustelo, P. 1998. “The East Asian Financial Crisis: An Analytical Survey”. ICEI Working Papers 10. University of Madrid, Spanyol. Dalimunthe, A. 2008. “Analisis Determinan Yang Mempengaruhi Tabungan di Indonesia”. Jurnal Wawasan Vol 13. Universitas Sumatera Utara, Medan. Felipe, K. Kintanar, dan L. Joseph. 2006. “Asia’s Current Account Surplus: Savings Glut or Investment Drough”. Asian Development Bank Working Paper. Filipina. Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel Dan Time Series. IPB Press, Bogor. Firmansyah, D. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Di Indonesia Periode Tahun 1985-2004 [skripsi]. Fakultas Ekonomi. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Gujarati. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid 2. Erlangga, Jakarta. Juanda, B. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor. Hartati, S. 2008. Pengaruh Utang Luar Negeri dan Tabungan Domestik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Negara-negara ASEAN : Sebuah Aplikasi Panel Data [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
70
Hossain, A. dan A. Chowdhury. 2001. Macroekonomics For Develoving Countries. Edward Elgar Publishing, USA. Khoon, G. dan M. Lim. 2010. “The Impact Of The Global Financial Crisis: The Case Of Malaysia”. TWN Global Economy Series. Malaysia. Mankiw, N.G. 2006. Teori Makroekonomi. Erlangga, Jakarta. Mufiedah. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pinjaman Luar Negeri Swasta Di Indonesia [thesis]. Universitas Sumatera Utara, Medan. Munir, Anwar, dan Hussain. 2010. “ Investment, Savings, Interest Rate and Bank Credit to the Private Sector Nexus in Pakistan”. International Journal of Marketing Studies. Departemen Ekonomi. University of Sirgodha, Pakistan. Muwarni, S. 2007. Analisis Kebijakan Moneter Kaitannya Dengan Penanaman Modal Asing : Pendekatan Taylor Rule [tesis]. Universitas Diponegoro, Semarang. Oh, Y. dan S. Jeong. 2007. “Rebalancing Saving-Investment Gaps in East Asia”. Working Paper, 05: 42-56. Park, D. dan K. Shin. 2009. “Saving, Investment, and Current Account Surplus in Developing Asia”. Economics Working Paper Series, 158. Asian Development Bank. Permata, R. 2011. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Kawasan ASEAN+6 : Pendekatan Data Panel [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Plummer, M.G dan D. Cheong. 2008. “FDI Effects of ASEAN Integration”. The Johns Hopkins University, SAIS-Bologna. Purba, J. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan dan Investasi Swasta Di Indonesia [skripsi]. Universitas Sumatera Utara, Medan. Samuelson, P. A. dan W. D. Nordhaus. 1997. Makroekonomi. Erlangga, Jakarta. Sanuri. 2005. Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (Loan Agreement Hingga Restrukturisasi). Bank Indonesia, Jakarta. Shiimi, I. dan G. Kadhikwa. 1999. “Savings and Investment in Namibia”. BON Occasional Paper 2. Namibia.
71
Sicat, G.P. 2006. “Philippine Macroeconomic Issues And Their Causes”. Institute of Southeast Asian Studies. Singapura. Subekti, A. 2011. Dinamika Inflasi Indonesia Pada Tataran Provinsi [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Supriyanto, Sampurna dan F. Agung. 1999. Utang Luar Negeri Indonesia. Djambatan, Jakarta. Tim Komisi Pendidikan. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Todaro, M.P. dan S.C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi Jilid 1. Haris Munandar [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. United Nations Development Programme. 2012. “Human Development Reports”. Widiarti, R. 2008. Analisis Kausalitas Antara Tabungan dan Pertumbuhan Ekonomi Dalam Jangka Panjang dan Jangka Pendek Pada 26 Provinsi di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. World Bank. 2010. World bank Economic Database. www.worldbank.org [Februari 2012] Yuniasih, A. 2011. Pengaruh FDI Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Tahun 1980-2009 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
72
Lampiran 1
Hasil Output EVIEWS 6.0 untuk Pengujian Panel Unit Root
Variabel SIGAP
-
Metode dengan intersep dan tanpa trend
Panel unit root test: Summary Series: SIGAP Date: 06/21/12 Time: 19:09 Sample: 1996 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 1 Andrews bandwidth selection using Bartlett kernel
Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -7.93173 0.0000
Crosssections
Obs
8
110
8 8 8
110 110 112
Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -5.57658 0.0000 ADF - Fisher Chi-square 53.7508 0.0000 PP - Fisher Chi-square 33.3651 0.0066
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
-
Metode dengan intersep dan trend
Panel unit root test: Summary Series: SIGAP Date: 06/21/12 Time: 19:11 Sample: 1996 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 1 Andrews bandwidth selection using Bartlett kernel
Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -7.71434 0.0000 Breitung t-stat -1.89281 0.0292 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -5.37398 0.0000 ADF - Fisher Chi-square 50.0606 0.0000 PP - Fisher Chi-square 25.5364 0.0609
Crosssections
Obs
8 8
109 101
8 8 8
109 109 112
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
73
Variabel FDI
-
Metode dengan intersep dan tanpa trend
Panel unit root test: Summary Series: FDI Date: 06/21/12 Time: 19:12 Sample: 1996 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 1 Andrews bandwidth selection using Bartlett kernel
Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -3.57448 0.0002
Crosssections
Obs
8
109
8 8 8
109 109 112
Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -4.16795 0.0000 ADF - Fisher Chi-square 45.7047 0.0001 PP - Fisher Chi-square 42.5338 0.0003
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
-
Metode dengan intersep dan trend
Panel unit root test: Summary Series: FDI Date: 06/21/12 Time: 19:12 Sample: 1996 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 2 Andrews bandwidth selection using Bartlett kernel
Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -2.56441 0.0052 Breitung t-stat -1.98327 0.0237 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -4.33188 0.0000 ADF - Fisher Chi-square 45.0274 0.0001 PP - Fisher Chi-square 30.3936 0.0161
Crosssections
Obs
8 8
108 100
8 8 8
108 108 112
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
74
Variabel CPI
-
Metode dengan intersep dan tanpa trend
Panel unit root test: Summary Series: CPI Date: 06/21/12 Time: 19:13 Sample: 1996 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 2 Andrews bandwidth selection using Bartlett kernel
Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -8.88387 0.0000
Crosssections
Obs
8
109
8 8 8
109 109 112
Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -6.67922 0.0000 ADF - Fisher Chi-square 67.5003 0.0000 PP - Fisher Chi-square 59.0970 0.0000
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
-
Metode dengan intersep dan trend
Panel unit root test: Summary Series: CPI Date: 06/21/12 Time: 19:13 Sample: 1996 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 2 Andrews bandwidth selection using Bartlett kernel
Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -5.41689 0.0000 Breitung t-stat -5.72352 0.0000 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -5.09066 0.0000 ADF - Fisher Chi-square 51.5831 0.0000 PP - Fisher Chi-square 47.8271 0.0001
Crosssections
Obs
8 8
108 100
8 8 8
108 108 112
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
75
Variabel TP
-
Metode dengan intersep dan tanpa trend
Panel unit root test: Summary Series: TP Date: 06/21/12 Time: 19:14 Sample: 1996 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 2 Andrews bandwidth selection using Bartlett kernel
Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -13.8588 0.0000 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -3.11195 0.0009 ADF - Fisher Chi-square 34.9273 0.0041 PP - Fisher Chi-square 87.9626 0.0000
Crosssections
Obs
8
100
8 8 8
100 100 112
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
76
Variabel GROWTH
-
Metode dengan intersep dan tanpa trend
Panel unit root test: Summary Series: GROWTH Date: 06/21/12 Time: 19:14 Sample: 1996 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 2 Andrews bandwidth selection using Bartlett kernel
Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -10.4951 0.0000
Crosssections
Obs
8
107
8 8 8
107 107 112
Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -8.50072 0.0000 ADF - Fisher Chi-square 80.0489 0.0000 PP - Fisher Chi-square 58.5770 0.0000
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
-
Metode dengan intersep dan trend
Panel unit root test: Summary Series: GROWTH Date: 06/21/12 Time: 19:15 Sample: 1996 2010 Exogenous variables: Individual effects, individual linear trends Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 to 2 Andrews bandwidth selection using Bartlett kernel
Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -1.37735 0.0842 Breitung t-stat -1.65697 0.0488 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -5.22074 0.0000 ADF - Fisher Chi-square 53.9638 0.0000 PP - Fisher Chi-square 43.4457 0.0002
Crosssections
Obs
8 8
106 98
8 8 8
106 106 112
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
77
Variabel DKRISIS
-
Metode dengan intersep dan tanpa trend
Panel unit root test: Summary Series: DKRISIS Date: 06/21/12 Time: 19:16 Sample: 1996 2010 Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags Automatic selection of lags based on SIC: 0 Andrews bandwidth selection using Bartlett kernel Balanced observations for each test
Method Statistic Prob.** Null: Unit root (assumes common unit root process) Levin, Lin & Chu t* -2.98586 0.0014 Null: Unit root (assumes individual unit root process) Im, Pesaran and Shin W-stat -5.00977 0.0000 ADF - Fisher Chi-square 51.8772 0.0000 PP - Fisher Chi-square 51.8772 0.0000
Crosssections
Obs
8
112
8 8 8
112 112 112
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
78
Lampiran 2
Hasil Output EVIEWS 6.0 untuk Uji Normalitas
16
Series: Standardized Residuals Sample 1996 2010 Observations 120
14 12 10 8 6 4 2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4.76e-16 0.011181 2.384822 -2.360474 0.977145 -0.010982 2.579437
Jarque-Bera Probability
0.886779 0.641857
0 -2
-1
0
1
2
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
Lampiran 3
Hasil Output EVIEWS 6.0 untuk Uji Multikolinearitas
SIGAP
FDI
CPI
LOG(TP)
GROWTH
DKRISIS
SIGAP
1.0000
0.6236
-0.0907
-0.5767
0.0167
0.0084
FDI
0.6236
1.0000
-0.1842
-0.5661
0.2906
-0.0692
CPI
-0.0907
-0.1842
1.0000
0.1393
-0.3309
0.1614
LOG(TP)
-0.5767
-0.5661
0.1393
1.0000
0.1674
0.0021
GROWTH
0.0167
0.2906
-0.3309
0.1674
1.0000
-0.3999
DKRISIS
0.0084
-0.0692
0.1614
0.0021
-0.3999
1.0000
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
79
Lampiran 4
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Pooled Least Square Model
Dependent Variable: SIGAP Method: Panel Least Squares Date: 06/21/12 Time: 19:17 Sample: 1996 2010 Periods included: 15 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 120 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FDI CPI LOG(TP) GROWTH DKRISIS
37.88120 0.975842 0.026341 -1.876753 -0.130538 0.319093
10.62675 0.195579 0.118675 0.588729 0.200597 1.553439
3.564704 4.989513 0.221957 -3.187805 -0.650748 0.205411
0.0005 0.0000 0.8247 0.0019 0.5165 0.8376
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.467107 0.443735 7.261387 6010.963 -405.1035 19.98535 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
6.861917 9.735957 6.851726 6.991100 6.908326 0.459397
80
Lampiran 5
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Fixed Effect Model
Dependent Variable: SIGAP Method: Panel Least Squares Date: 06/21/12 Time: 19:18 Sample: 1996 2010 Periods included: 15 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 120 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FDI CPI LOG(TP) GROWTH DKRISIS
-687.8307 0.259551 0.041669 38.41382 -0.472081 -1.767339
106.8204 0.174513 0.081832 5.894881 0.126865 0.862835
-6.439131 1.487290 0.509209 6.516470 -3.721137 -2.048294
0.0000 0.1399 0.6117 0.0000 0.0003 0.0430
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.857047 0.841015 3.882007 1612.488 -326.1551 53.45832 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
6.861917 9.735957 5.652585 5.954564 5.775220 0.973969
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
Lampiran 6
Hasil Output EViews 6.0 Chow Test
Redundant Fixed Effects Tests Equation: FIXED Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic 41.695728 157.896835
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
d.f.
Prob.
(7,107) 7
0.0000 0.0000
81
Lampiran 7
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Random Effect Model
Dependent Variable: SIGAP Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 06/21/12 Time: 19:20 Sample: 1996 2010 Periods included: 15 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 120 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FDI CPI LOG(TP) GROWTH DKRISIS
-3.638848 0.269944 -0.002019 0.640926 -0.370902 -1.028792
32.47342 0.171664 0.081148 1.782932 0.125660 0.855974
-0.112056 1.572519 -0.024877 0.359478 -2.951624 -1.201896
0.9110 0.1186 0.9802 0.7199 0.0038 0.2319
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
7.964291 3.882007
Rho 0.8080 0.1920
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.066672 0.025736 4.563309 1.628702 0.157998
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
0.856834 4.623189 2373.912 0.671518
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.020567 11047.88
Mean dependent var Durbin-Watson stat
6.861917 0.144292
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
Lampiran 8
Hasil Output EViews 6.0 Hausman Test
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
47.525938
5
0.0000
82
Lampiran 9
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Fixed Effect Model GLS Weights Cross-section weight
Dependent Variable: SIGAP Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 06/21/12 Time: 19:22 Sample: 1996 2010 Periods included: 15 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 120 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FDI CPI LOG(TP) GROWTH DKRISIS
-580.0361 0.233401 0.106419 32.38563 -0.232983 -1.067233
95.83108 0.210469 0.069153 5.284262 0.099008 0.563419
-6.052692 1.108958 1.538903 6.128696 -2.353174 -1.894210
0.0000 0.2699 0.1268 0.0000 0.0204 0.0609
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.845183 0.827820 3.765621 48.67808 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
5.393344 7.965937 1517.249 1.063744
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.851233 1678.068
Mean dependent var Durbin-Watson stat
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
6.861917 1.001448
83
Lampiran 10
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Fixed Effect Model GLS Weights Cross-section SUR
Dependent Variable: SIGAP Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 06/21/12 Time: 19:23 Sample: 1996 2010 Periods included: 15 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 120 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FDI CPI LOG(TP) GROWTH DKRISIS
-570.3739 0.230511 0.085673 31.88240 -0.306716 -1.400014
70.91400 0.098514 0.042191 3.916958 0.072740 0.535527
-8.043178 2.339883 2.030602 8.139581 -4.216611 -2.614272
0.0000 0.0211 0.0448 0.0000 0.0001 0.0102
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.897787 0.886324 1.030483 78.31955 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
0.944349 2.951325 113.6227 1.376852
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.853432 1653.268
Mean dependent var Durbin-Watson stat
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EVIEWS 6.0
6.861917 0.979272