KORUPSI, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN INVESTASI : STUDI EMPIRIS DI DELAPAN NEGARA KAWASAN ASEAN TAHUN 2000-2009
OLEH ARIO SETO H14080129
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT
ASEAN has become the second largest regional power after the European Union. ASEAN's collective economic growth reached 7.5 percent, the flow of investment and human development which increased from year to year is the economic development and achievements of ASEAN during the crisis sweeping the world. But behind it all, there are internal problems that overshadow public sector ASEAN region, one of which is corruption. Corruption is the abuse of public office for private gain and causing high cost economy. This study analyzed the determinant of corruption and its impact on social welfare and investment in eight countries of ASEAN by using Panel Data Static. Factors that influence significantly positive effect on freedom from corruption is economic freedom, the quality of governance, GDP per capita and the dummy British colony. Political freedom (democracy) negative effect on corruption. Components of economic freedom and macroeconomic indicators that influence freedom from corruption was significantly and positively in business freedom, monetary freedom, private property rights, government spending and GDP per capita. Fiscal freedom has negative impact. Components of the quality of governance and political freedom (democracy) that positively affect the level of corruption is voice and accountability, political stability, regulatory quality, rule of law, corruption control, political freedoms, civil rights and freedoms. This study also empirically proves that corruption is significantly negative effect on social welfare (human development) and investment in ASEAN countries. Some suggestions from the macroeconomic indicators and economic freedom to reduce corruption is fundamentally strong political and social on freedom of business and investment freedom, oversight of using of public infrastructure development budgets, price controls, close supervision when a low level of tax, legal guarantees for private property rights, the government should work to improve people's living standards are reflected by an increase in GDP per capita. Suggestions of governance and democracy is maintain political stability, regulatory quality and attention to implementation mechanisms, strengthening and improving the quality of the rule of law and law enforcer, improve the control of corruption, guarantee public access to government information and freedom of the press by prohibiting censorship, and surveillance of democratic freedom to minimize potential adverse selection of public officials.
Key Word : Corruption, Economic Freedom, Political
ABSTRAK
ARIO SETO. Korupsi, Kesejahteraan Sosial, dan Investasi : Studi Empiris di Delapan Negara Kawasan ASEAN Tahun 2000-2009 ASEAN telah menjadi kekuatan regional terbesar kedua setelah Uni Eropa. Pertumbuhan ekonomi kolektif ASEAN yang mencapai 7,5 persen, aliran investasi dan pembangunan manusia yang meningkat dari tahun ke tahun merupakan perkembangan perekonomian dan pencapaian prestasi ASEAN saat krisis tengah melanda dunia. Namun dibalik itu semua, masih terdapat permasalahan internal yang menaungi sektor publik kawasan ASEAN, salah satunya adalah korupsi. Korupsi merupakan penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan pribadi dan faktor penyebab high economy cost. Penelitian ini menganalisis mengenai faktor determinan dari korupsi dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan sosial dan investasi di delapan Negara Kawasan ASEAN dengan menggunakan metode Panel Data Statis. Faktor yang berpengaruh secara signifikan positif terhadap bebas dari korupsi adalah kebebasan ekonomi, kualitas pemerintahan, GDP perkapita dan dummy jajahan Inggris. Kebebasan politik (demokrasi) berpengaruh negatif terhadap korupsi. Komponen kebebasan ekonomi dan indikator makroekonomi yang memengaruhi tingkat bebas dari korupsi secara signifikan dan positif adalah kebebasan berbisnis, kebebasan moneter, hak kepemilikan pribadi, pengeluaran pemerintah dan GDP perkapita. Sedangkan pengaruh secara negatif dan signifikan adalah kebebasan fiskal. Komponen kualitas pemerintahan dan kebebasan politik (demokrasi) yang berpengaruh secara positif terhadap tingkat bebas dari korupsi adalah hak suara dan akuntabilitas, stabilitas politik, kualitas regulasi, aturan hukum, kontrol korupsi, kebebasan berpolitik, dan kebebasan hak sipil. Penelitian ini secara empiris juga membuktikan bahwa korupsi secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan sosial (pembangunan manusia) dan tingkat investasi di delapan negara kawasan ASEAN. Beberapa saran dari sisi kebebasan ekonomi dan indikator makroekonomi untuk mengurangi tindakan korupsi adalah fundamental politik dan sosial yang kuat terhadap kebebasan berbisnis dan kebebasan investasi, pengawasan terhadap pemakaian anggaran pembangunan infrastruktur publik, pengendalian harga, pengawasan yang ketat ketika tingkat pajak yang rendah, jaminan hukum terhadap hak kepemilikan pribadi, pemerintah perlu berupaya meningkatkan standar hidup masyarakat yang direfleksikan dengan peningkatan GDP per kapita. Sedangkan dari sisi pemerintahan dan demokrasi yakni menjaga stabilitas politik, memperhatikan kualitas regulasi serta mekanisme pelaksanaannya, penguatan dan peningkatan kualitas aturan hukum beserta penegaknya, meningkatkan kontrol terhadap korupsi, jaminan akses publik terhadap informasi pemerintahan dan kebebasan pers dengan melarang penyensoran, dan pengawasan terhadap kebebasan demokrasi guna meminimalisir adverse selection calon pejabat publik.
KORUPSI, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN INVESTASI : STUDI EMPIRIS DI DELAPAN NEGARA KAWASAN ASEAN TAHUN 2000-2009
OLEH ARIO SETO H14080129
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi : Korupsi, Kesejahteraan Sosial, dan Investasi : Studi Empiris di Delapan Negara Kawasan ASEAN Tahun 2000-2009 Nama
: Ario Seto
NIM
: H14080129
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. NIP. 19690909 199403 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Juli 2012
Ario Seto H14080129
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ario Seto lahir pada tanggal 8 November 1989 di Serang, Propinsi Banten. Penulis adalah anak dari pasangan Sugeng Chandra Susila dan Yatmini, merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Jenjang studi bermula dari TK Yayasan Pendidikan Warga Krakatau Steel (YPWKS) Cilegon, kemudian melanjutkan pendidikan formal kelas satu SD di SD YPWKS 1 Cilegon , kelas dua SD di SDN Sentolo 3 Yogyakarta, dan kelas tiga sampai kelas enam di SDN Kubang Sepat 1 Cilegon. Penulis menempuh sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Cilegon, kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 1 Cilegon dan lulus pada tahun 2008. Adanya dukungan dari keluarga, penulis melanjutkan studi yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) lewat jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama masa perkuliahan dan menjadi mahasiswa S1, penulis aktif menjadi anggota di berbagai kepengurusan organisasi seperti Agria Swara, SES-C (Sharia Economic Student Club), KMB-Banten, dan HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan). Selain itu, penulis juga dipercaya oleh Departemen IE IPB untuk menjadi Asisten Dosen untuk mata kuliah Ekonomi Umum, Teori Makroekonomi 1, dan Teori Mikroekonomi 1 untuk kelas Reguler dan Ekstensi (Karyawan). Serta banyak membantu riset dosen Ilmu Ekonomi. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti perlombaan essay bidang ekonomi, Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M) dan Gagasan Tertulis (PKM-GT), bersama Agria Swara untuk mengisi acara-acara kenegaraan dan IPB, serta pernah menjadi semifinalis Botani Ambassador tahun 2012 dan finalis PKM-GT pada PIMNAS XVII tahun 2011 di Makassar. Penulis juga pernah mengikuti Program IPB Go Field untuk bidang pengembangan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) yang diadakan oleh LPPM IPB dalam rangka mengabdi kepada masyarakat selama satu bulan di Kampung Legok Rati, Desa Tajur, Kec. Citereup tahun 2010.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta Shalawat dan Salam kepada Junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penelitian ini berjudul “Korupsi, Kesejahteraan Sosial, dan Investasi : Studi Empiris di Delapan Negara Kawasan ASEAN Tahun 2000-2009” dan disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institiut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1.
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2.
Dr. Wiwiek Rindayanti sebagai Dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis.
3.
Dr. Alla Asmara sebagai Dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran untuk perbaikan penulisan skripsi ini.
4.
Seluruh dosen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan ilmunya kepada penulis serta Staff Departemen Ilmu Ekonomi yang selalu mendukung langkah penulis selama menjadi mahasiswa Ilmu Ekonomi.
5.
Sugeng Chandra Susila (Ayah) dan Yatmini (Ibu) yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, semangat serta segala yang berharga dan bermakna sehingga penulis bisa menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi di IPB dengan sangat baik.
6.
Novianty Chandra Susila (Kakak Kandung) yang selalu memberikan nasehat dan dukungan-dukungan materiil dan moril kepada penulis selama menempuh pendidikan di IPB.
7.
Ibu Tini, Teh Dian V Panjaitan, Teh Rian N Sandi, Teh Mutiara Probokawuryan dan semua asisten dosen IE yang telah mendukung karir sebagai asisten dan memberikan saran-saran penyemangat hidup.
8.
Teman-teman satu bimbingan yaitu Fridayanti, Martin Herdika, dan Rachmaningrum yang selalu menjadi sahabat untuk bertukar pikiran dan bantuannya demi kelancaran penulisan skripsi ini.
9.
Teman-teman IE angkatan 44, 45, 46, 47 dan adik-adik IE Eksyar 47 yang selalu mendukung dan menyemangati penulis.
10.
Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini dan tidak dapat disebutkan satu per satu Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari
sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor,
Juli 2012
Ario Seto H14080129
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
v
I.
PENDAHULUAN.....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................
6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................
6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................
8
2.1 Korupsi ..............................................................................................
8
II.
2.1.1 Korupsi dan Pembangunan Manusia .......................................
13
2.1.2 Korupsi dan Tingkat Investasi .................................................
14
2.2 Kegagalan Pemerintah ......................................................................
15
2.3 Indeks Pembangunan Manusia .........................................................
18
2.3.1 Dimensi dan Komponen IPM ..................................................
19
2.3.2 Metode Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia ............
20
2.3.3 Manfaat Indeks Pembangunan Manusia..................................
22
2.4 Investasi ............................................................................................
23
2.4.1 Pengeluaran Investasi ..............................................................
23
2.4.1.1 Investasi Tetap Bisnis.................................................
23
2.4.1.2 Investasi Residensial ..................................................
25
2.4.1.1 Investasi Persediaan....................................................
25
2.4.2 Investasi dan Tingkat Suku Bunga ..........................................
26
2.4.3 Investasi dan Tingkat Tabungan..............................................
27
2.5 Definisi Economic Freedom dan Political Freedom .........................
27
ii
III.
2.5.1 Kebebasan Ekonomi (Economic Freedom) .............................
27
2.5.1.1 Kebebasan Berbisnis (Business Freedom) .................
28
2.5.1.2 Kebebasan Perdagangan (Trade Freedom) .................
29
2.5.1.3 Kebebasan Moneter (Monetary Freedom)..................
29
2.5.1.4 Kebebasan Fiskal (Fiscal Freedom) ...........................
30
2.5.1.5 Kebebasan Finansial (Financial Freedom) .................
31
2.5.1.6 Pembelanjaan Pemerintah (Government Spending) ...
31
2.5.1.7 Kebebasan Investasi (Investment Freedom) ...............
32
2.5.1.8 Kebebasan dari Korupsi (Freedom From Corruption)
32
2.5.1.9 Kebebasan Hak Pribadi (Property Rights Freedom) ..
32
2.5.2 Kebebasan Politik (Political Freedom)....................................
33
2.6 Metode Panel Data ............................................................................
33
2.6.1 Metode Pooled Least Square ..................................................
34
2.6.2 Metode Efek Tetap (Fixed Effect) ...........................................
35
2.6.3 Metode Efek Acak (Random Effect) .......................................
35
2.7 Elastisitas ..........................................................................................
36
2.8 Penelitian Terdahulu .........................................................................
37
2.9 Kerangka Pemikiran..........................................................................
40
2.10 Hipotesis Penelitian ..........................................................................
42
METODE PENELITIAN ..........................................................................
43
3.1 Jenis dan Sumber Data ......................................................................
40
3.2 Metode dan Pengolahan Data ...........................................................
45
3.2.1 Analisis Model dengan Panel Data .........................................
45
3.2.2 Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel ....................
46
3.3 Perumusan Model Penelitian ............................................................
48
3.4 Uji Hipotesis .....................................................................................
50
3.4.1 Uji-F ........................................................................................
50
3.4.2 Uji-t .........................................................................................
51
3.4.3 Koefisien Determinasi .............................................................
51
iii
IV.
V.
3.5 Uji Asumsi .........................................................................................
51
3.5.1 Uji Heteroskedastisitas ............................................................
52
3.5.2 Uji Multikonearitas..................................................................
52
3.5.3 Uji Autokolerasi ......................................................................
52
KORUPSI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI ....................................
54
4.1 Dinamika Korupsi, Pembangunan Manusia dan Investasi di Delapan Negara Kawasan ASEAN................................................
54
4.2 Gambaran Umum Kasus Korupsi di Indonesia .................................
62
ANALISIS DETERMINAN KORUPSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN INVESTASI.............
64
5.1
Analisis Determinan Korupsi di Delapan Negara Kawasan ASEAN 64 5.1.1 Pengaruh Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadan Tingkat Korupsi ..............................
67
5.1.2 Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan dan Demokrasi (Politik) terhadap Tingkat Korupsi .........................................
71
5.2 Analisis Dampak Korupsi terhadap Kesejahteraan Sosial dan Investasi di Delapan Negara Kawasan ASEAN ...............................
75
5.2.1 Analisis Dampak Korupsi terhadap Kesejahteraan Sosial ......
77
5.2.2 Analisis Dampak Korupsi terhadap Investasi .........................
79
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
81
6.1 Kesimpulan ........................................................................................
81
6.2 Saran ..................................................................................................
82
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
84
LAMPIRAN ..........................................................................................................
87
VI.
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1 Dinamika Indeks Persepsi Korupsi dan Sistem Pemerintahan Negara Anggota ASEAN selama 10 Tahun ..............................................................
3
1.2 Kategori Negara-Negara Anggota ASEAN berdasarkan Pendapatan Per Kapita tahun 2010 ...................................................................................
5
3.1 Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian ...........................
44
3.2 Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya ..........................
53
4.1 Sepuluh Negara Paling Korup di Dunia ........................................................
55
4.2 Sepuluh Negara Paling Tidak Korup di Dunia .............................................
56
4.3 Lima Kota Teratas Paling Bebas Korupsi dan Lima Kota Terbawah Paling Korupsi di Indonesia Tahun 2010 .....................................................
63
5.1 Hasil Estimasi Model Determinasi Korupsi dengan Menggunakan Metode Random Effect Model (REM) ..........................................................
64
5.2 Hasil Estimasi Pengaruh Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) ..........................................................................
68
5.3 Hasil Estimasi Cross Section-Effect Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) ..................................
71
5.4 Hasil Estimasi Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan dan Politik (Demokrasi) terhadap Tingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) ......................................................
72
5.5 Hasil Estimasi Cross Section- Effect Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan dan Demokrasi (Politik) terhadapTingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) ......................
75
5.6 Hasil Estimasi Dampak Korupsi terhadap Kesejahteraan Sosial dan Investasi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR)
77
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1 Hierarki Kebutuhan Maslow .........................................................................
11
2.1 Korupsi dan Pembangunan Manusia ............................................................
14
2.2 Komposisi Baru Indeks Pembangunan Manusia tahun 2010........................
19
2.3 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................
41
3.1 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel .........................
46
4.1 Klasifikasi Skor Persepsi Korupsi di Dunia berdasarkan Tingkatan Warna Tahun 2007 ...................................................................................................
57
4.2 Dinamika Freedom from Corruption Index di Delapan Negara Kawasan ASEAN Tahun 2000-2009 ............................................................................
58
4.3 Klasifikasi Indeks Pembangunan Manusia berdasarkan Tingkatan Warna Tahun 2007 ...................................................................................................
59
4.4 Dinamika Indeks Pembanguan Manusia di Delapan Negara Kawasan ASEAN Tahun 2000-2009 ............................................................................
60
4.5 Dinamika Investasi (persen dari GDP) di Delapan Negara Kawasan ASEAN Tahun 2000-2009 ............................................................................
61
1
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara saat ini tidak terlepas dari peran
pemerintah dalam mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan sosial (Social Walfare) bagi publik. Mayoritas negara di dunia ini melakukan strategi perekonomian yang lebih hati-hati dan menggabungkan prinsip pasar bebas (market mechanism) dengan intervensi pemerintah yang lebih terarah dan tepat guna (Deliarnov, 2006). Aliran-aliran pemikiran seperti Marxisme, Keynesian, dan paham sosialis lainnya juga mendukung institusi politik dan pemerintahan dalam perekonomian untuk mencapai ekonomi yang lebih efisien dan lebih adil. Kekuatan ekonomi dunia saat ini sedang bergeser dari barat ke timur. Resesi ekonomi yang terjadi tahun 2008/2009 mempercepat pergeseran perekonomian. Ketika dunia barat mengalami kemunduran ekonomi, benua Asia khususnya Asia Timur, terus tumbuh mencapai kemajuan yang signifikan. China, India, dan Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2009. ASEAN (Association of Southeast Asian Nation) adalah perhimpunan bangsabangsa Asia terutama Asia Tenggara, merupakan organisasi geo-politik dan ekonomi yang anggotanya terdiri dari 11 negara dari wilayah Asia Tenggara. Ketika negaranegara di dunia melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan ekonomi, Pemerintah kawasan ASEAN sepakat untuk bekerjasama dengan menghilangkan hambatan-hambatan dan membuka perekonomian secara lebih bebas guna mencapai integrasi ekonomi. Selama lebih dari empat dekade sejak dicetuskan pada deklarasi Bangkok tahun 1967 oleh para pemimpin negara Asia Tenggara, ASEAN telah menjadi kekuatan regional terbesar di dunia setelah Uni Eropa. Di tengah krisis yang melanda Amerika Serikat dan Uni Eropa, ASEAN dan China seakan menjadi daya tarik dan harapan baru bagi perekonomian global. Tingginya antusias internasional terhadap ASEAN karena negara-negara lain ingin berinvestasi lebih banyak di kawasan
2
ASEAN. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai investasi yang masuk ke kawasan ASEAN pada tahun 2009 tercatat 37,8 miliar dollar AS dan tahun 2010 kenaikan investasi mencapai 100 persen menjadi 70,8 miliar dollar AS1. World Bank (2011) mengungkapkan bahwa populasi total ASEAN yang mencapai 600 juta jiwa menjadi salah satu pertimbangan menarik bagi produsenprodusen di negara maju dan kondisi ini didukung dengan total Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 1,8 triliun dollar AS. Pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi kolektif ASEAN tercatat 7,5 persen (UNCTAD, 2012). Sejumlah kalangan memprediksi dalam empat tahun ke depan (sampai tahun 2015) pertumbuhan ekonomi ASEAN masih berkisar 6 persen sedangkan pertumbuhan ekonomi dunia yang diramalkan hanya sekitar 3,3 persen hingga 3,7 persen1 . Selain itu, Laporan UNDP tentang Human Development tahun 2011 menjelaskan indeks pembangunan manusia di negara-negara ASEAN mempunyai pertumbuhan positif sekitar satu persen hingga dua persen per tahun yangmencerminkan kesejahteraan sosial masyarakat kawasan ASEAN dari tahun ke tahun semakin membaik. Namun dibalik semua prospek perkembangan perekonomian dan pencapaian prestasi-prestasi ASEAN, masih ada permasalahan internal yang menaungi pemerintahan di sektor publik pada kawasan ASEAN salah satunya adalah permasalahan korupsi. Korupsi merupakan penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan pribadi dan salah satu faktor yang menyebabkan high cost economy (Transparency International (2010); Damanhuri (2010)). Beberapa penelitian membuktikan bahwa korupsi banyak terjadi di negara miskin dan negara sedang berkembang atau terjadi pada gaya kepemimpinan yang otoriter (Sasana, 2004). Banyaknya
praktik korupsi di negara dunia ketiga dan
berkembang merupakan bentuk kegagalan perencanaan pemerintah akibat kualitas institusi yang rendah sehingga kepentingan pribadi lebih didahulukan daripada kepentingan nasional (Todaro dan Smith, 2006). 1
Eny Prihtiyani, 13 November 2011, dalam artikel “Kekuatan Ekonomi Baru yang Terus Berbenah” [http://internasional.kompas.com/]
3
Kebanyakan anggota ASEAN merupakan negara sedang berkembang dan regim pemerintahannya masih belum menganut sistem demokrasi secara penuh. Seperti negara Thailand yang ingin memperjuangan demokrasi dengan cara kudeta militer, junta militer di Myanmar, Brunei yang masih menggunakan sistem kesultanan, dan negara sosilalis (Laos, Kamboja, dan Vietnam). Walaupun dalam beberapa dokumen perjanjian dan pertemuan negara ASEAN sepakat untuk menerapkan sistem demokrasi secara penuh, tetapi implementasinya di beberapa negara masih kurang terlihat nyata2. Tabel 1.1 Dinamika Indeks Persepsi Korupsi dan Sistem Pemerintahan Negara Anggota ASEAN selama 10 Tahun. No
Negara
1 2
Indonesia
CPI Score 2000* 1.7
Malaysia
4.8
3 4 5 6 7 8 9
Singapura Filipina Thailand Myanmar Laos Vietnam Brunei Darussalam
9.1 2.8 3.2 2.5
Kamboja
-
10
-
Sistem Pemerintahan 2000** Demokrasi Demokrasi Terbatas Regim Otoriter Demokrasi Demokrasi Regim Otoriter Regim Totaliter Regim Totaliter Monarki Tradisional Demokrasi terbatas
CPI Score 2010* 2.8 4.4 9.3 2.4 3.5 1.0 2.1 2.7 5.5 2.1
Sistem Pemerintahan 2010** Demokrasi Demokrasi Terbatas Demokrasi Demokrasi Demokrasi Demokrasi Komunis Komunis Demokrasi Terbatas Demokrasi Terbatas
Sumber : *) Corruption Perception Index, Transparency International tahun 2000 dan tahun 2010 **) Ensiklopedia Bebas(Wikipedia) dan A survey of Global Political Change in The 20 th Century (Freedomhouse) tahun 2011
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa walaupun terjadi perubahan sistem pemerintahan di beberapa negara ASEAN yang semula regim pemerintah diktator 2
Rakaryan Sukarjaputra, 18 Desember 2006, dalam Artikel “Demokrasi Setengah Hati di ASEAN”, [http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=7182&coid=3&caid=31&gid=2]
4
menjadi pemerintah demokrasi selama 10 tahun masa transisi, tetapi perubahan persepsi korupsi tidak terlalu signifikan dan bahkan skor cenderung menurun seperti yang terjadi Malaysia dan Filipina. Data tersebut mendukung pendapat Syed Husseis Alatas dalam Damanhuri (2010) bahwa praktik-praktik korupsi sudah mengakar kuat dan sulit diberantas di Asia Tenggara. Negara penganut sistem pemerintahan demokrasi belum tentu terbebas dari perilaku-perilaku korupsi. Korupsi yang dimaksud adalah korupsi dengan level tingkat pemerintahan atau sektor publik. Myrdal dalam Damanhuri (2010) Korupsi di Asia Selatan dan Asia Tenggara berasal dari penyakit neo-patrimonalisme, yakni warisan budaya feudal kerajaankerajaan lama yang terbiasa dengan hubungan patron-client. Dalam konteks tersebut, rakyat biasa atau bawahan memberikan “upeti” (berkembang menjadi sogok, komisi, amplop, dan lain-lain). Hal tersebut erat kaitannya dengan kualitas pemerintahan negara-negara ASEAN. Para pejabat di sektor publik cenderung memiliki perilaku rent seeking behavior (dalam hal ini korupsi) yang dapat menurunkan kualitas pemerintahan dan kualitas institusi yang dalam penelitian Casseli dan Morelly dalam Sasana (2000) dapat dilihat dari dimensi kompetensi dan dimensi kejujuran. Dalam hal ini, korupsi menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut guna mengidentifikasi penyebab korupsi dan seberapa besar pengaruh korupsi terhadap investasi dan pembangunan manusia di kawasan ASEAN. Pembangunan manusia di kawasan ASEAN merupakan syarat perlu untuk menciptakan sumberdaya manusia berkualitas dalam menghadapi Asean Economy Community (AEC) 2015. Jika korupsi tidak ditangani secara tepat, hal ini tentunya akan menghambat kerjasama antar negara ASEAN dan dunia internasional dalam menciptakan stabilitas investasi seperti yang tertuang dalam kesepakatan Bali Concord III tahun 2011 antara 10 negara ASEAN untuk mencegah dan melawan korupsi.
1.2
Rumusan Masalah Negara-negara
berkembang
atau
negara
dunia
ketiga
memiliki
kecenderungan untuk melakukan praktik-praktik korupsi di sektor publik akibat kualitas institusi pemerintahan yang rendah dalam mengontrol tingkat korupsi
5
sehingga kepentingan pribadi lebih didahulukan daripada kepentingan nasional. ASEAN sebagai organisasi regional yang terbentuk pada tahun 1967, sebagian besar negara-negara anggotanya merupakan negara-negara berkembang dan berpendapatan rendah/menengah rendah kecuali Brunei Darussalam dan Singapura (lihat Tabel 1.2). Kemungkinan besar ada indikasi bahwa rent seeking behavior juga terjadi di negaranegara ASEAN.
Tabel 1.2 Kategori Negara-Negara Anggota ASEAN Berdasarkan Pendapatan per Kapita tahun 2010 Negara
Kategori Pendapatan
Negara
Kategori Pendapatan
Indonesia
Lower Middle Income
Myanmar
Lower Income
Malaysia
Upper Middle Income
Laos
Lower Middle Income
Singapura
High Income
Vietnam
Lower Middle Income
Filipina
Lower Middle Income
Brunei D
High Income
Thailand
Upper Middle Income
Kamboja
Low Income
Low income ($1,005 atau kurang) Lower Middle Income ($1,006 to $3,975) , Upper Middle Income ($3,976 to $12,275) High Income (U$ 12,276 atau lebih)
Sumber : World Bank, 2010
Tingginya tingkat korupsi di suatu negara juga dapat menyebabkan high economy cost sehingga terhambatnya proses investasi dan lambannya pembangunan infrastruktur publik seperti sekolah dan fasilitas kesehatan, secara langung dapat menghambat pembangunan manusia (Damanhuri (2010); Akcay (2010)). Korupsi juga berdampak pada kemiskinan dan ketimpangan pendapatan melalui beberapa jalur seperti pertumbuhan secara keseluruhan, sistem pajak yang bias, miskin sasaran program sosial, serta melalui dampaknya pada kepemilikan aset, bentuk sumberdaya manusia, ketimpangan pendidikan, dan ketidakpastian dalam faktor akumulasi (Gupta et al, 2000).
6
Dalam konteks kerjasama antar negara ASEAN, Hal ini tentunya juga akan menghambat kerjasama ASEAN Economy Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN yang telah disepakati untuk tahun 2015 terutama dalam bidang penciptaan stabilitas investasi riil dalam negeri dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Pada akhirnya, pemerintah atau negara akan gagal menciptakan social walfare dan pembangunan manusia bagi masyarakat ASEAN. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah dinamika korupsi, pembangunan manusia, investasi, di delapan Negara ASEAN ? 2. Fakto-faktor apa yang menentukan korupsi dan bagaimana pengaruhnya terhadap tingkat pembangunan manusia dan investasi di delapan Negara Kawasan ASEAN?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian skripsi ini
adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis dinamika pembangunan manusia, investasi, dan korupsi di negaranegara anggota ASEAN. 2. Menganalisis penyebab korupsi dan pengarunya terhadap investasi dan pembangunan manusia di negara-negara ASEAN.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi penulis ataupun
bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain adalah : 1. Bagi pemerintah atau instansi pengambil keputusan terkait diharapkan tulisan ini dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan terkait pentingnya meminimalkan rent seeking behavior guna mencapai social walfare bagi publik di wilayah ASEAN. 2. Bagi pembaca diharapkan dapat memberikan masukan-masukan dan menjadi sumber informasi bagi penelitian selanjutnya.
7
3. Bagi penulis diharapkan dapat menjadi wadah untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan terutama bidang ilmu ekonomi serta menambah pengalaman dan wawasan dalam penelitian.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup serta keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
1. Periode tahun analisis yang digunakan hanya dari tahun 2000 sampai 2009 dikarenakan keterbatasan beberapa data tahun sebelum tahun 2000 dan setelah 2009. 2. Peneliti mengambil negara ASEAN delapan (Filiphina, Thailand, Singapura, Vietnam, Indonesia, Malaysia, Laos, dan Kamboja) karena negara-negara tersebut sebagian besar merupakan negara berkembang dan mempunyai permasalahan yang sama terutama dalam pemberantasan korupsi. Brunei dan Myanmar tidak diikutsertakan karena keterbatasan data penelitian. 3. Penelitian ini untuk mengidentifikasi penyebab korupsi (variabel tak bebas analisis satu) dilihat dari sisi ekonomi dan politik (proksimasi variabel demokrasi) serta beberapa variabel pendukung sesuai acuan literatur penelitian. 4. Ukuran Indeks Pembangunan Manusia yang dipakai dalam analisis masih menggunakan dimensi dan komponen lama, bukan dimensi dan komponen baru. Hal ini disebabkan ketidaklengkapan data untuk ukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang baru. 5. Analisis pada pengaruh Indeks Kebebasan Ekonomi (Economic Freedom Index) terhadap korupsi tidak menyertakan Labour Freedom Index karena keterbatasan data. Walaupun data Labour Freedom hanya tersedia dari tahun 2005-2012 tetapi Economic
Freedom
Index
pada
analisis
determinan
korupsi
tetap
mengkompositkan kebebasan tenaga kerja dari tahun 2005 sampai 2009. 6. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarkan oleh Transparency International hanya berdasarkan survei yang dilakukan kepada para pelaku bisnis dan perkara korupsi yang dibawa ke pengadilan. Korupsi bersifat tersembunyi dan sulit untuk mengukur secara langsung.
8
II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Korupsi Menurut Tansparency International, World Bank, dan International Monetary
Fund, korupsi di sektor publik umumnya didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi. United States Agency for International Development (USAID) (1999) menjelaskan bahwa korupsi adalah penyalahgunaan unilateral oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, serta pelanggaran yang menghubungkan aktor publik dan privat seperti penyuapan, pemerasan, pengaruh penjajakan, dan penipuan. Dalam korupsi politik, Gibbons (1999) menyebutkan ada sembilan bentuk korupsi: patronase politik atau menggunakan sumberdaya publik sebagai pendukung dalam pemilihan; mempekerjakan pegawai pemerintah yang mendukung pandangan politik penguasa atau kontrak alokasi pegawai berdasarkan kriteria partisan; membeli suara (money politic); pork-barreling atau menjanjikan pekerjaan umum kepada pemilih tetapi calon tahu bahwa pemilih tersebut tidak mampu menjalankan pekerjaan; penyuapan atau warga negara yang membayar pejabat untuk mendukung kepentingan
mereka;
graft
atau
sogok-menyogok,
ketika
seorang
pejabat
menunjukkan bahwa dia harus dihargai agar sesuai dengan tindakan publik; nepotisme atau menyewa atau mengalokasikan kontrak berdasarkan kekerabatan atau persahabatan; mendorong pejabat publik lain atau perantara untuk melakukan tindakan korupsi; dan kampanye uang atau menerima dana dari kelompok yang berkompromi dalam pemilihan. Chetwynd et al (2003) beberapa teori ekonomi yang mendukung gagasan bahwa korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi melalui beberapa cara berikut : 1. Korupsi menghambat investasi asing dan domestik: mengambil biaya sewa yang tinggi dan menciptakan ketidakpastian, mengurangi insentif untuk investor asing dan domestik.
9
2. Korupsi pajak kewirausahaan: pengusaha dan inovator memerlukan lisensi dan izin dan membayar suap untuk pemotongan biaya ke margin keuntungan. 3. Korupsi menurunkan kualitas infrastruktur publik: sumberdaya publik dialihkan ke penggunaan pribadi, standar dihapuskan; dana untuk operasi dan pemeliharaan dialihkan untuk aktivitas pencarian keuntungan. 4. Korupsi mengurangi penerimaan pajak: perusahaan dan kegiatan didorong ke informal atau sektor abu-abu dengan pengambilan sewa dan pajak yang berlebihan dikurangi dengan imbalan hadiah kepada pejabat pajak. Peningkatan korupsi dapat mengurangi kapasistas pemerintahan dalam memerangi kemiskinan dan dapat meningkatkan kesenjangan pendapatan. 5. Korupsi mengalihkan bakat menjadi rente: pejabat yang lain akan terlibat dalam kegiatan produktif menjadi pra-sibuk dengan mengambil keuntungan, di mana meningkatnya kembali dan mendorong lebih banyak keuntungan. 6. Korupsi mendistorsi komposisi pengeluaran publik: pencari keuntungan akan mengejar proyek yang paling mudah dan terselubung, mengalihkan dana yang seharusnya digunakan untuk sektor pendidikan dan kesehatan ke yang lainnya.
Ada dua pemikiran tentang korupsi di negara Asia. Pertama, Gunnar Myrdal, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1968 dalam Damanhuri (2010) berpendapat dalam bukunya yang berjudul Asian Drama, bahwa korupsi di Asia Selatan dan Asia Tenggara berasal dari penyakit neo-patrimonalisme, yakni warisan budaya feudal kerajaan-kerajaan lama yang terbiasa dengan hubungan patron-client. Dalam konteks tersebut, rakyat biasa atau bawahan memberikan “upeti” (berkembang menjadi sogok, komisi, amplop, dst). Lebih lanjut, karena dalam perspektif kerajaan-kerajaan lama, kekuasaan bersifat kongkret/mutlak dan harus diwujudkan secara kekayaan/materi serta dukungan penduduk. Kemudian kedua, Syed Hussein Alatas, pakar sosiologi korupsi dalam Damanhuri (2010), melihat korupsi di Asia berkaitan dengan warisan dari kondisi historis-struktural yang telah berjalan selama berabad-abad akibat represi yang dilakukan oleh penjajah. Dengan demikian secara terus-menerus bangsa Asia khususnya Asia Tenggara dan Asia Selatan terbiasa melakukan penyimpangan dari
10
norma. Menurut Alatas dalam Damanhuri (2010), meski terdapat berbagai kebijakan anti-korupsi, namun akhirnya korupsi tersebut diterima sebagai praktik tak terhindarkan karena sudah terlalu mengakar dan sulit diberantas Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya praktik korupsi. Teori-teori tersebut antara lain dibahas di bawah ini : 1. Teori Vroom Teori Vroom menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kinerja seseorang dengan kemampuan dan motivasi yang dimiliki. Teori Vroom tertulis dalam fungsi berikut: P = f (A , M)………………………
(2.1)
Keterangan : P = Performance A = Ability M = Motivation Berdasarkan Teori Vroom tersebut, kinerja (performance) seseorang merupakan fungsi dari kemampuannya (ability) dan motivasi (motivation). Kemampuan seseorang ditunjukkan dengan tingkat keahlian (skill) dan tingkat pendidikan (knowledge) yang dimilikinya. Jadi, dengan tingkat motivasi yang sama, seseorang dengan skill dan knowledge yang lebih tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Hal tersebut terjadi dengan asumsi variabel M (Motivasi) adalah tetap. Tetapi Vroom juga membuat fungsi tentang motivasi sebagai berikut: M = f (E , V)…………………………
(2.2)
Keterangan M = Motivation E = Expectation V = Valance/Value Motivasi seseorang akan dipengaruhi oleh harapan (expectation) orang yang bersangkutan dan nilai (value) yang terkandung dalam setiap pribadi seseorang. Jika harapan seseorang adalah ingin kaya, maka ada dua kemungkinan yang akan dia
11
lakukan. Jika motivasi nilai yang dimiliki positif maka seseorang akan cenderung melakukan hal-hal yang tidak melanggar hukum agar bisa menjadi kaya. Namun jika memiliki nilai negatif, maka akan cenderung berusaha mencari segala cara untuk menjadi kaya salah satunya dengan melakukan tindakan kejahatan korupsi.
2. Teori Kebutuhan Maslow Maslow menggambarkan hierarki kebutuhan manusia sebagai bentuk piramida. Pada tingkat dasar adalah kebutuhan yang paling mendasar. Semakin tinggi hierarki, kebutuhan tersebut semakin kecil keharusan untuk dipenuhi. Hierarki tersebut terlihat dalam piramida berikut ini:
Gambar 2.1 Hierarki Kebutuhan Maslow Teori Kebutuhan Maslow tersebut menggambarkan hierarki kebutuhan dari paling mendasar (bawah) yaitu hingga naik paling tinggi adalah aktualisasi diri. Kebutuhan paling mendasar dari seorang manusia adalah sandang dan pangan (physical needs). Selanjutnya kebutuhan keamanan adalah perumahan atau tempat tinggal, kebutuhan sosial adalah berkelompok, bermasyarakat, berbangsa. Ketiga kebutuhan paling bawah adalah kebutuhan utama (prime needs) setiap orang. Setelah kebutuhan utama terpenuhi, kebutuhan seseorang akan meningkat kepada kebutuhan penghargaan diri yaitu keinginan untuk dihargai, berperilaku terpuji, demokratis dan lainya. Kebutuhan paling tinggi adalah kebutuhan pengakuan atas kemampuan
12
seseorang, misalnya kebutuhan untuk diakui sebagai kepala bagian, direktur maupun walikota yang dipatuhi oleh bawahannya. Jika seseorang menganggap bahwa kebutuhan tingkat tertingginya adalah kebutuhan mendasarnya, maka seseorang akan melakukan segala cara untuk mencapainya, termasuk dengan melakukan tindak pidana korupsi. 3. Teori Klitgaard Klitgaard memformulasikan terjadinya korupsi dengan persamaan sebagai berikut: C = M + D – A………………….
(2.3)
C = Corruption M= Monopoly of Power D= Discretion of official A= Accountability Menurut Robert Klitgaard, monopoli kekuatan oleh pimpinan (monopoly of power) ditambah dengan tingginya kekuasaan yang dimiliki seseorang (discretion of official) tanpa adanya pengawasan yang memadai dari aparat pengawas (minus accountability), menyebabkan dorongan melakukan tindak pidana korupsi.
4. Teori Ramirez Torres Menurut Torres suatu tindakan korupsi akan terjadi jika memenuhi persamaan berikut: Rc > Pty x Prob…………………... Keterangan Rc = Reward Pty = Penalty Prob = Probability
(2.4)
13
Dari syarat tersebut terlihat bahwa korupsi adalah kejahatan kalkulasi atau perhitungan (crime of calculation) bukan hanya sekedar keinginan (passion). Seseorang akan melakukan korupsi jika hasil (Rc=Reward) yang didapat dari korupsi lebih tinggi dari hukuman (Pty=Penalty) yang didapat dengan kemungkinan (Prob=Probability) tertangkapnya yang kecil.
5. Teori Jack Bologne (GONE) Menurut Jack Bologne akar penyebab korupsi ada empat, yaitu: G = Greedy O = Opportunity N = Needs E = Expose Greedy, terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya. Opportuniy, sistem yang memberi peluang untuk melakukan korupsi. Needs, sikap mental yang tidak pernah merasa cukup, selalu sarat dengan kebutuhan yang tidak pernah usai. Exposes, hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi yang tidak memberi efek jera pelaku maupun orang lain.
2.1.1 Korupsi dan Pembangunan Manusia Ada sejumlah alasan berdasarkan tinjauan literatur terkait dengan korupsi dan pembangunan manusia. Korupsi secara tidak langsung dapat memengaruhi pembangunan manusia melalu cara penurunan pertumbuhan ekonomi dan insentif untuk investasi. Berbagai studi empiris menunjukkan bahwa korupsi memengaruhi sumberdaya yang dibelanjakan untuk pendidikan dan kesehatan. Mauro (1995) menemukan bahwa
korupsi
mengurangi
pengeluaran
pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan. Mauro mengklaim bahwa pejabat publik tidak ingin menghabiskan lebih banyak sumberdaya untuk pembelanjaan pada program pendidikan dan kesehatan karena kurang menawarkan kesempatan untuk pencarian keuntungan (rent seeking behaviour). Demikian pula pendapat Gupta,
14
Davoodi, dan Alonso - Terme (1998) menunjukkan bahwa korupsi mengurangi tingkat pengeluaran untuk program sosial, menciptakan ketimpangan pendidikan, menurunkan partisipasi sekolah tingkat menengah, dan menyebabkan ketimpangan distribusi lahan. Selain itu, mereka menemukan bahwa korupsi merupakan biaya ekonomi yang dapat mereduksi pertumbuhan ekonomi dan berimplikasi pada peningkatkan ketimpangan pendapatan. Rose-Ackerman (1997) berpendapat, "Korupsi juga cenderung mendistorsi alokasi manfaat ekonomi, lebih menguntungkan orang kaya dan kurang mengarah ke orang miskin dan ketidakadilan distribusi pendapatan. Sebagian dari kekayaan negara terdistribusikan kepada orang-orang yang korup, sehingga berkontribusi terhadap peningkatan ketimpangan pendapatan dan ketidaksetaraan dalam kekayaan.
Pertumbuhan Ekonomi rendah Korupsi
GDP per kapita rendah
Belanja kesehatan rendah Belanja pendidikan rendah
Standar hidup rendah GDP per kapita rendah Harapan hidup rendah
Pembangunan Manusia rendah
Akumulasi SDM rendah
Sumber : Akçay, 2006 Gambar 2.2 Korupsi dan Pembangunan Manusia
2.1.2 Korupsi dan Tingkat Investasi Proposisi-proposisi teoritis yang didukung oleh sejumlah studi menunjukkan bahwa tingginya tingkat korupsi terkait dengan rendahnya tingkat investasi dan rendahnya tingkat agregat pertumbuhan ekonomi. Beberapa hasil survei Bank Dunia tentang korupsi menggambarkan hubungan terbalik atau trade off antara korupsi dan pertumbuhan ekonomi melalui komponen investasi (Chetwynd et al, 2003). 1. Korupsi menghambat investasi domestik. Di Bulgaria, sekitar satu dari empat pelaku bisnis yang dijadikan responden menyatakan telah merencanakan untuk memperluas usaha (kebanyakan melalui memperoleh peralatan baru) tapi gagal
15
untuk melakukannya, dan korupsi merupakan faktor penting dalam perubahan rencana mereka. 2. Korupsi merugikan enterpreneur terutama di kalangan usaha kecil. Beberapa studi melaporkan bahwa usaha kecil cenderung untuk membayar suap (terutama di Bosnia, Ghana, dan Slovakia). Di Polandia, bisnis besar harus berurusan dengan sejumlah kegiatan ekonomi yang dilisensikan, sehingga membuat mereka lebih rentan terhadap pemerasan. 3. Korupsi menurunkan pendapatan dari pajak dan biaya. Di Bangladesh, lebih dari 30 persen dari responden rumah tangga di perkotaan mengurangi tagihan listrik dan / atau air dengan menyuap petugas pembaca meter. Di beberapa penelitian, responden sangat frustrasi bahwa mereka menunjukkan kesediaan untuk membayar pajak lebih banyak jika korupsi dapat dikendalikan (Kamboja, Indonesia, Rumania).
2.2
Kegagalan Pemerintah Teori Ekonomi Klasik menjelaskan bahwa fungsi pemerintah hanya sebatas
memelihara keamanan negara, menyelenggarakan peradilan, dan menyediakan barang-barang yang tidak disediakan oleh swasta seperti jalan, dam-dam, dan lainlain. Namun lebih dari sekedar hal tersebut, Pemerintah dipilih oleh publik dengan demokratis dan memegang jabatan publik untuk melayani aspirasi masyarakat guna mencapai alokasi perekonomian secara efisien dan merata. Mekanisme pasar melalui invisible hand dinilai tidak mampu secara efisien dan efektif menjalankan fungsinya dengan baik sehingga menurut Weimer, David dan Vining (1992) adalah merupakan kegagalan pasar tradisional. Barton dalam Sasana (2004) juga menjelaskan bahwa ekonomi pasar yang bebas dikendalikan oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis, hanya ada dua alasan bagi pemerintah untuk masuk ke dalam aktivitas masyarakat yaitu social equity dan kegagalan pasar dalam menyediakan barang publik. Public policy digunakan oleh pemerintah untuk mengkoreksi kegagalan pasar dalam memperbaiki efisiensi produksi dan alokasi sumberdaya dan barang, serta
16
merealokasi oportunitas dan barang untuk mencapai nilai-nilai distribusional dan nilai-nilai lainnya (Weimer, David dan Vining, 1992). Barton dalam Sasana (2000) menyebutkan bahwa beberapa peran utama pemerintah adalah peran dalam ekonomi makro dan peran dalam kesejahteraan sosial. Peran dalam ekonomi makro seperti merencanakan kebijakan-kebijakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil dan investasi, full employment, inflasi yang rendah dan stabilitas neraca pembayaran. Sedangkan peran dalam kesejahteraan sosial adalah kebijakan-kebijakan yang mendukung pemerataan sosial guna mencapai social walfare yang direpresentasikan dengan kemerataan pendapatan, pengurangan kemiskinan, akses pendidikan dan kesehatan. Dalam menjalankan peran-perannya, pemerintah tidak selalu berhasil. Pemerintah dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang bersifat internal. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengatur suatu negara merupakan kegagalan pemerintah (government failure). Kegagalan perencanaan pemerintah lebih banyak dialami oleh negara berkembang akibat kualitas institusi yang rendah (Todaro dan Smith, 2006). Kualitas institusi yang rendah berdampak pada perilaku pemerintah yang menyimpang dalam menjalankan pelayanan publik. Campur tangan pemerintah dalam mengatasi kegagalan pasar terkadang menimbulkan dampak yang tidak dapat diperkirakan dan bahkan merugikan masyarakat. Pemerintah justru menyalahgunakan jabatan publik untuk mengejar keuntungan pribadi (korupsi) atau rent seeking behavior. Sehingga tidak selamanya campur tangan pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan sosial bahkan dapat menimbulkan kemiskinan dan ketimpangan sosial. Menurut Mangkusoebroto (1999) kegagalan pemerintah disebabkan oleh empat hal, yaitu : (1) informasi yang terbatas, (2) pengawasan yang terbatas atas reaksi pihak swasta, (3) pengawasan yang terbatas atas perilaku birokrat, (4) hambatan dalam proses politik. 1. Informasi yang terbatas, diungkapkan bahwa banyak kebijakan pemerintah yang tidak dapat dilihat dampaknya karena sangat rumit dan sulit untuk diperhitungkan sebelumnya. Misalnya, kebijakan pemerintah untuk menghapuskan subsidi pupuk
17
bagi petani sangat sulit untuk diperhitungkan secara akurat dampaknya bagi seluruh masyarakat. 2. Pengawasan yang terbatas atas reaksi swasta juga merupakan penyebab kegagalan pemerintah. Suatu kebijakan pemerintah akan menimbulkan reaksi pihak swasta dan sering sekali pemerintah tidak dapat menghambat reaksi tersebut. Misalnya, apabila pemerintah menurunkan subsidi BBM khususnya untuk bensin. Hal ini akan menyebabkan pemilik mobil beralih ke kendaraan yang menggunakan solar sehingga permintaan akan solar menjadi meningkat dan harganya naik dengan asumsi mekanisme pasar berjalan dengan baik . Dalam hal ini karena pertimbangan untuk memiliki mobil sepenuhnya berada pada swasta/masyarakat maka pemerintah tidak dapat melarang seseorang untuk menjual mobil yang menggunakan bensin ke mobil yang menggunakan solar. 3. Kegagalan pemerintah juga disebabkan oleh pengawasan yang terbatas atas perilaku birokrat. Pemerintah tidak dapat mengawasi secara ketat perilaku para birokrat, sedangkan pelaksanaan kebijakan pemerintah umumnya didelegasikan pada berbagai tingkatan birokrat yang mempunyai persepsi dan kepentingan yang berbeda-beda, sehingga kebijakan pemerintah mungkin menimbulkan hasil yang berbeda dengan apa yang dinginkan. 4. Selain itu, kegagalan pemerintah juga bisa di sebabkan oleh adanya hambatan dalam proses politik. Dalam suatu negara demokratis terdapat pemisahan wewenang antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif. Sering terjadi kebijakan yang akan dilaksanakan oleh eksekutif terhambat oleh proses pengambilan keputusan karena harus disetujui dahulu oleh pihak legislatif.
Dalam kaitannya dengan politisi, Jackson (2000) mengungkapkan bahwa para politisi yang hendak memaksimumkan suara, akan lebih menyukai defisit anggaran daripada menerapkan pajak dan akan melakukan penyesuaian terhadap variabelvariabel ekonomi makro mengikuti siklus bisnis politik. Hal ini tentu saja berkaitan dengan kualitas dari para politisi atau pemerintahan yang menurut Casseli dan
18
morelly dalam Sasana (2000) dapat dilihat dari dimensi kompetensi dan dimensi kejujuran.
2.3
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut United Nation Development Program (UNDP) tahun 2008 Human
Development Index atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia yaitu : dimensi kesehatan lama hidup, yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir; dimensi pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk; dan standar hidup yang diukur dengan pegeluaran per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. Nilai Indeks Pembangunan Manusia berkisar antara 0-100 untuk setiap dimensi. IPM adalah penciptaan data statistik tunggal yang berfungsi sebagai kerangka acuan untuk pembangunan baik sosial maupun ekonomi. IPM menetapkan nilai maksimum dan minimum untuk masing-masing dimensi dan dinyatakan dalam skala nilai antara 0 dan 1. Usia Hidup (longevity) diukur dengan angka harapan hidup berdasarkan variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup. Komponen pengetahuan (knowledge) diukur dengan jumlah rata-rata tahun pendidikan yang diterima oleh usia 25 tahun atau lebih tua, dikonversi dari tingkat pencapaian pendidikan menggunakan jangka waktu lama sekolah setiap tingkat serta tingkat pendaftaran anak masuk sekolah, dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Komponen standar hidup layak (decent living) diukur dengan indikator PNB per kapita atau konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dengan Paritas Daya Beli (PDB) dalam mata uang internasional Dollar Amerika.
19
Sumber : UNDP, 2012 Gambar 2.3 Komposisi Baru Indeks Pembangunan Manusia tahun 2010
Konsep pembangunan manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia dalam skala 0 sampai 1 dengan kategori sebagai berikut: tingkat pembangunan manusia sangat tinggi (lebih dari 0,8), tingkat pembangunan manusia tinggi (antara 0,66 – 0,79), tingkat pembangunan manusia menengah antara (0,5-0,659), dan tingkat pembanguan manusia rendah (kurang dari 0,5). Untuk memudahkan membaca indeks, skala hasil nilai antara 0 – 1 diubah menjadi skala 0-100.
2.3.1 Dimensi dan Komponen IPM a. Kesehatan Pembangunan manusia harus lebih mengupuayakan agar penduduk suatu negara mencapai “usia hidup” yang lebih panjang dan sehat. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan yaitu komponen angka harapan hidup waktu lahir (life expextancy at birth) yang biasa dinotasikan dengan eo. Angka
20
kematian bayi tidak digunakan untuk keperluan indikator dikarenakan indikator angka kematian bayi dinilai tidak peka bagi negara-negara industri yang telah maju. b. Pendidikan Selain kesehatan, pendidikan juga merupakan unsur penting dalam pembangunan manusia. Pendidikan diukur dengan dua komponen yaitu rata-rata lama sekolah (mean of year schooling) dan harapan lama sekolah (expected of years schooling). Harapan lama sekolah merupakan komponen baru yang lebih spesifik dalam penghitungan indeks pembangunan manusia. Tahun 2010 Laporan Pembangunan Manusia memperkenalkan beberapa perubahan signifikan dalam IPM. Rumus rata-rata tahun sekolah untuk orang dewasa (mean of years schooling) ditambah tahun diharapkan dari sekolah (expected of years schooling) untuk anak sekarang membentuk dimensi pendidikan. Sebelumnya dalam penghitungan dimensi pendidikan menggunakan komponen Adullt Literacy Rate atau angka melek huruf dan komponen Gross Enrollment Ratio atau rasio partisipasi pendidikan bruto. c. Standar Hidup Layak Selain kesehatan dan pendidikan, dimensi standar hidup diukur dari Pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita. Pendapatan Agregat ekonomi yang dihasilkan oleh produksi dan kepemilikan faktor produksi, dikurangi dengan pendapatan yang dibayarkan untuk penggunaan faktor-faktor produksi dimiliki oleh seluruh dunia, dikonversi ke dolar internasional menggunakan paritas daya beli (PPP) tingkat, dibagi dengan populasi tengah tahun.
2.3.2 Metode Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia Dalam menghitung indeks pembangunan manusia (IPM) dibutuhkan tiga komponen, yaitu angka harapan hidup, indeks pendidikan, dan indeks pendapatan. Metode ini berdasarkan konsepsi rumus yang dipakai oleh UNDP dalam menghitung indeks pembangunan manusia. Pada tahap pertama, menghitung masing-masing komponen atau indeks dengan rumus sebagai berikut :
21
1. Indeks Harapan Hidup (Health) Hh = (le-lemin)/(lemax-lemin)………………….. …
(2.5)
2. Indeks Pendidikan (Education) He = (1/3)*((ger-germin)/(germax-germin))+(2/3)*((lit-litmin)/(litmax-litmin))…..
(2.6)
3. Indeks Standar Kehidupan (Living Standart) Hls = (ln(gdp)-ln(gdpmin))/(ln(gdpmax)-ln(gdpmin))……………
(2.7)
Keterangan : le
: living expectancy atau angka harapan hidup
ger
: gross enrollment ratio atau rasio partisipasi pendidikan bruto
lit
: literacy atau angka melek huruf
gdp
: GDP per capita atau GDP per kapita berdasarkan PPP Tahap kedua perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah
menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indeks dengan rumusan sebagai berikut : HDI / IPM =
=
………………..
(2.8)
Laporan Pembangunan Manusia tahun 2010 dari UNDP memperkenalkan beberapa perubahan signifikan dalam IPM.. Indeks Harapan Hidup (le) tetap menjadi indikator untuk dimensi kesehatan, sementara Pendapatan Kotor Nasional (GNI) menggantikan GDP, dan rata-rata tahun sekolah untuk orang dewasa (mean of years schooling) ditambah tahun yang diharapkan dari sekolah (expected of years schooling) untuk anak sekarang yang kemudian membentuk dimensi pendidikan. Rumus perhitungan masing-masing komponen untuk pembentukan
Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2010 adalah sebagai berikut : 1. Indeks Kesehatan (Health) H h = (le-le min ) / (le max -le min )………………………
(2.9)
2. Indeks Pendidikan (Education) He = [((Mys Mys- min)/(Mys max Mys- min ))*((eys eys- min )/(eys Max -eys min ))] ½(2.10)
22
3. Indeks Standar Kehidupan (Living Standart) Hls = (ln (gni)-ln (gni min )) / (ln (gni max )-ln (gni min ))………
(2.11)
Keterangan : le
: living expectancy atau angka harapan hidup
eys
: expexted of years schooling atau tahun diharapkan dari sekolah
mys
: mean of years schooling atau rata-rata lama sekolah
gni
: gross national income per capita atau GNI per kapita berdasarkan PPP Pendekatan tersebut diperkenalkan pada tahun 2010 dan tetap memiliki
struktur dimensi yang sama dengan bobot yang sama, dengan perubahan beberapa kunci. Formula ini menggantikan indikator pendapatan dan pendidikan, UNDP mengubah metode agregasi dari rata-rata aritmatika dengan rata-rata geometrik, dan mengubah bagian atas dan batas bawah digunakan untuk menormalkan indeks, menghilangkan praktik pembatasan variabel yang melampaui batas atas. Rumus baru Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai berikut : HDI / IPM = (HKesehatan*H Pendidikan*Hstandar hidup)1/3…………..
(2.12)
2.3.3 Manfaat Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mempunyai manfaat untuk beberapa hal sebagai berikut : 1. Untuk memberikan fokus perhatian para pengambil keputusan, media, dan organisasi non-pemerintah dari penggunaan statistik ekonomi biasa, agar lebih menekankan pada pencapaian pembangunan manusia. IPM diwujudkan untuk menegaskan bahwa manusia dan segenap kemampuannya seharusnya menjadi kriteria utama dalam menilai pembangunan sebuah negara bukan hanya pertumbuhan ekonomi. 2. Untuk membandingkan pilihan-pilihan kebijakan suatu negara dan sekaligus memberikan penjelasan seperti dua negara yang tingkat pendapatan per kapitanya sama dapat memiliki kondisi nilai IPM yang berbeda.
23
3. Untuk memperlihatkan perbedaan di antara negara-negara, provinsi-provinsi (atau negara bagian), diantara gender, kesukuan, dan kelompok sosial-ekonomi lainnya. Dengan memperlihatkan disparitas atau kesenjangan di antara kelompokkelompok tersebut, maka akan muncul berbagai debat dan diskusi di berbagai begara untuk mencari sumber masalah dan solusinya.
2.4
Investasi Pembentukan modal bruto atau investasi domestik bruto merupakan ukuran
investasi yang digunakan dalam formula GDP. Investasi Domestik Bruto (IDB) menjelaskan indikator kapasitas produktif masa depan untuk GDP. Investasi Domestik Bruto termasuk pembelian penggantian dan penambahan aktiva modal ditambah investasi dalam persediaan. Biasanya besaran investasi sekitar 10 sampai 20 persen dari GDP. Bahkan Rostow mengemukakan investasi merupakan salah satu kondisi penting yang harus dipenuhi dalam memasuki tahap proses tinggal landas (Jhingan, 1988).
Menurut Mankiw (2003) pengeluaran investasi ada tiga jenis. Pertama, Investasi tetap pada bisnis (business fixed investment) mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan untuk proses produksi. Investasi residensial (residential investment) mencakup rumah baru yang orang beli untuk tempat tinggal dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan. Investasi persediaan (inventory investment) mencakup barang-barang yang disimpan perusahaan di gudang, termasuk bahan-bahan dan persediaan, barang dan proses, dan barang jadi.
2.4.1 Pengeluaran Investasi 2.4.1.1 Investasi Tetap Bisnis Bagian terbesar dari pengeluaran investasi, yaitu kira-kira tiga perempat dari totalnya, adalah investasi tetap bisnis. Istilah “Bisnis” berarti barang-barang investasi dibeli oleh perusahaan untuk digunakan dalam produksi masa depan. Istilah “tetap” berarti bahwa pengeluaran ini adalah untuk modal yang akan menetap untuk sementara. Mankiw (2003) Investasi tetap bisnis mencakup mesin-mesin pendukung produksi seperti mesin faks sampai pabrik.
24
Model standar investasi tetap bisnis disebut juga model investasi neoklasik (neoclassical model of investment). Model neoklasik mengkaji manfaat dan biaya bagi perusahaan untuk memiliki barang-barang modal. Model tersebut menunjukan bagaimana tingkat investasi (tambahan persediaan modal) dikaitkan dengan produk marjinal modal, tingkat bunga, dan aturan perpajakan yang mempengaruhi perusahaan (Mankiw, 2003). Keputusan perusahaan penyewaan untuk meningkatkan atau menurunkan persediaan modalnya dapat menjadi determinan investasi. Untuk setiap unit modal, perusahaan menghasilkan penerimaan riil R/P dan menanggung biaya riil (PK/P)(r+δ). Rumus dari laba riil unit modal adalah : Tingkat laba = Penerimaan – Biaya …………
(2.13)
Karena harga sewa riil dalam ekuilibrium sama dengan produk marjinal modalnya, maka tingkat laba dapat ditulis sebagai berikut : ……..…..
Tingkat laba = MPK
(2.14)
Perubahan dalam persediaan modal disebut investasi neto (net investment), bergantung pada perbedaan antara produk marginal modal dan biaya modal. Jika produk
marjinal
melebihi
biaya
modal,
perusahaan
menganggap
akan
menguntungkan jika menambah persediaan modal. Jika produk marjinal kurang dari biaya modal, maka akan membiarkan persediaan modal mengecil. Rumus dapat ditulis sebagai berikut : ……………………….......
(2.15)
di mana In adalah fungsi yang menunjukan berapa banyak investasi neto merespon insentif untuk investasi. Pengeluaran total atas investasi tetap bisnis adalah jumlah investasi neto dan penggantian dari modal yang disusutkan. Persamaan 2.11 disubstitusikan ke persamaan (2.12) untuk membentuk fungsi investasi di bawah ini : ……………… Investasi tetap bisnis bergantung pada produk marjinal modal, biaya modal, dan jumlah penyusutan atau depresiasi.
(2.16)
25
2.4.1.2 Investasi Residensial Investasi residensial meliputi pembelian rumah baru yang akan ditinggali pembelinya dan yang akan disewakan oleh tuan tanah kepada orang lain. Model investasi residensial serupa dengan teori q investasi tetap bisnis. Menurut teori q, business fixed investment bergantung pada harga pasar atas modal terpasang relatif terhadap biaya penggantinya; harga relatif ini bergantung pada laba yang diharapkan oleh modal terpasang. Menurut model pasar rumah, investasi residensial bergantung pada harga relatif rumah. Harga relatif rumah akan bergantung pada permintaan terhadap rumah, yang bergantung pada harga sewa yang orang harapkan apabila orang lain menyewakan rumahnya. Jadi harga relatif rumah memainkan peran yang sama untuk investai residensial sebagaimana teori q Tobin untuk investasi tetap bisnis.
2.4.1.3 Investasi Persediaan Investasi persediaan merupakan salah satu komponen pengeluaran terkecil, rata-rata sekitar 1 persen dari GDP. Investasi persediaan seperti barang-barang yang disimpan perusahaan pada saat yang sama tidak bernilai apa-apa dan bisa memiliki signifikansi yang besar. Mankiw (2003) beberapa motif perusahaan menyimpan persediaan : 1. Motif pemerataan produksi (production smoothing) atau meratakan tingkat produksi sepanjang waktu. Ketika penjualan rendah, perusahaan memproduksi leih banyak dari yang dijual dan menyimpan kelebihan barang itu sebagai persediaan. Ketika pennjualan tinggi, perusahaan memproduksi lebih sedikit dari yang dijual dan menjual persediaannya. 2. Persediaan sebagai faktor produksi (inventory as a factor of production) yakni menyimpan persediaan agar perusahaan dapat beroperasi secara efisien. Semakin besar persediaan yang disimpan maka semakin besar output yang diproduksi. 3. Pencegahan kehabisan barang (stock-out avoidance) yakni menghindari kehabisan barang ketika penjualan tiba-tiba melonjak.
26
4. Barang dalam proses (work in process) yakni persediaan dijelaskan dalam proses produksi. Beberapa barang mungkin membutuhkan beberapa tahap dalam produksi dan membutuhkan waktu. Formula investasi persediaan I adalah perubahan dalam persediaan perekonomian
karena itu, ………………………...……
(2.17)
Model percepatan tersebut memprediksi bahwa investasi persediaan adalah proporsional terhadap perubahan output. Ketika output naik, perusahaan ingin menyimpan lebih banyak persediaan sehingga investasi persediaan tinggi. Ketika output turun, perusahaan ingin menyimpan lebih sedikit persediaan, sehingga membiarkan persediaan turun dan investasi persediaan negatif.
2.4.2 Investasi dan Tingkat Suku Bunga Jumlah barang-barang modal yang diminta untuk investasi bergantung pada tingkat bunga yang mengukur biaya dari dana investasi. Agar investasi menguntungkan, penerimaan dari kenaikan produksi dan jasa masa depan harus melebihi biayanya (pembayaran untuk pinjaman). Jika suku bunga meningkat, lebih sedikit investasi yang menguntungkan, dan jumlah barang-barang investasi yang diminta akan turun. Dalam perekonomian, tingkat bunga dibagi menjadi dua yakni tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil (Mankiw, 2003). Tingkat bunga nominal (nominal interest rate) adalah tingkat bunga yang biasa dilaporkan; itulah tingkat bunga yang dibayar investor untuk meminjam uang. Tingkat bunga rii (real interest rate) adalah tingkat bunga nominal yang dikoreksi untuk menghilangkan pengaruh inflasi. Tingkat bunga riil mengukur biaya pinjaman yang sebenarnya dan dengan demikian menentukan jumlah investasi. Persamaan yang mengaitkan antara investasi I pada tingkat bunga riil : ………………………………………
(2.18)
Fungsi investasi berbentuk miring kebawah menurun ke kanan, ketika tingkat bunga naik, jumlah investasi yang diminta turun.
27
2.4.3 Investasi dan Tingkat Tabungan Mankiw (2003) tabungan adalah penawaran dari dana pinjaman. Rumah tangga meminjamkan tabungannya kepada investor atau menabungnya di bank yang kemudian meminjamkan dana itu kepada pihak lain. Investor meminjam dari publik secara langsung dengan menjual obligasi atau secara tidak langsung dengan meminjam bank. Karena investasi bergantung pada tingkat bunga, jumlah dana pinjaman juga bergantung pada tingkat bunga. Perubahan investasi (ΔI) akan meningkatkan pendapatan (ΔY) sebesar koefisien pengganda (multiplier, k = 1/s, s = hasrat untuk menabung) dikali perubahan investasi tersebut. Sedangkan berapa besar tambahan modal (I = ΔK = KtKt-1) bergantung pada besarnya rasio tambahan modal terhadap tambahan output (w = ICOR), atau dapat dinyatakan, ΔK = wVY. Semakin tinggi ICOR semakin kecil tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai dan semakin tidak efisien penggunaan kapital. Dalam hal ini tabungan sebagai akumulasi dari kapital dapat memengaruhi besaran investasi. 2.5
Definisi Economic Freedom dan Political Freedom
2.5.1
Kebebasan Ekonomi (Economic Freedom) Dalam komunitas kebebasan ekonomi, kekuatan dari keputusan ekonomi
bersifat menyebar secara luas dan merata (tidak terpusat), dan alokasi sumberdaya yang berguna bagi konsumsi dan produksi didasarkan pada kompetisi bebas dan terbuka sehingga setiap individu atau perusahaan mendapatkan peluang yang adil tanpa diskriminasi miskin, kaya, maupun latarbelakang geografis (Miller dan Kim, 2010). Tujuan dari economic freedom adalah bukan hanya meminimalkan kekuasaan dan batasan-batasan Negara, tetapi juga penciptaan kreasi dan pemeliharaan jiwa kebebasan ekonomi serta memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak-hak kebebasan ekonomi orang lain. Pemerintah memberikan perlindungan terhadap hakhak kepemilikan individu dari kerusakan atau pelanggaran yang diciptakan oleh individu lainnya.
28
Definisi komperhensif economic freedom merupakan suatu konsep yang dapat mengintegrasikan seluruh kebebasan fundamental dan hak-hak individu untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti produksi, konsumsi, dan distribusi barang dan jasa. Economic freedom seharusnya juga dapat menjamin hak-hak dari kepemilikan dan pengakuan yang menyeluruh terhadap kebebasan mobilitas tenaga kerja, modal, dan output yang selaras dengan aturan hukum tertentu di suatu negara. Index of Economic Freedom melihat kebebasan ekonomi dari 10 sudut pandang yang berbeda. Beberapa aspek penilaian bersifat eksternal, yakni mengukur derajat keterbukaan ekonomi terhadap investasi dan perdagangan global. Indikator kebebasan ekonomi juga bersifat internal yakni mengukur kebebasan individuindividi di suatu negara untuk menjalankan aktivitas perekonomian secara agregat dan merata serta mempunyai arti penting dalam pembuatan kebijakan.
2.5.1.1 Kebebasan Berbisnis (Business Freedom) atau Regulation Business freedom adalah hak individu untuk mendirikan dan menjalankan perusahaan tanpa ada intervensi negara yang cenderung menghambat kebebasan berbisnis. Pada dasarnya intervensi negara tetap perlu dilakukan dalam bentuk regulasi-regulasi yang mendukung proses transaksi ekonomi berjalan adil. Peraturan yang menghambat dan merugikan adalah hambatan yang paling utama yang menghalangi kebebasan aktivitas usaha. Secara umum, Business freedom merupakan pengukuran kuantitatif dalam mengukur kemampuan memulai, menjalankan, dan menutup suatu bisnis yang merepresentasikan keseluruhan hambatan regulasi atau juga sampai sejauh mana efisiensi pemerintahan dalam proses pengaturan. Business freedom bernilai antara 0-100, semakin tinggi nilainya maka semakin tinggi pula derajat kebebasan lingkungan bisnis. Penilaiannya berdasarkan pada 10 faktor yang tertimbang rata, faktor tersebut adalah : a. Memulai bisnis – prosedur (jumlah) b. Memulai bisnis – waktu (hari) c. Memulai bisnis – biaya (persen dari income percapita) d. Memulai bisnis – minimal modal (persen dari income percapita)
29
e. Mendapat izin – prosedur (jumlah) f. Mendapat izin – waktu (hari) g. Mendapatkan izin – biaya (persen dari income percapita) h. Menutup bisnis – biaya (persen of estate) i. Menutup bisnis – recovery rate (cent dalam dollar) Factor Scorei = 50 x (factoraverage /factori)……………….
(2.19)
Setiap faktor dikonversi menjadi indeks angka 0 – 100. Hasilnya merepresentasikan business freedom score. Setiap faktor dikonversi sesuai dengan rumus di atas.
2.5.1.2 Kebebasan Perdagangan (Trade Freedom) Trade Freedom merupakan indeks komposit yang mengukur derajat hambatan tariff dan non tariff yang dapat berimbas pada neraca perdagangan. Kebebasan dalam perdagangan merefleksikan keterbukaan perekonomian untuk mengimpor dan mengekspor barang dan jasa serta kemampuan negara dalam berinteraksi dengan pasar internasional. Angka indeks Trade Freedom didasarkan pada dua input yakni rataan nilai tariff perdagangan dan hambatan non 29ariff. Rata-rata tariff kalkulasinya didasarkan pada formula berikut : ….. dimana
(2.20)
menggambarkan kebebasan perdagangan di Negara I,
tarifmax dan tarifmin menggambarkan batas atas dan batas bawah untuk tariff (persen) dan tarifi merepresentasikan nilai rata-rata tariff di negara i. Minimum tariff di set 0 persen dan batas atas di set 50 persen. NTB adalah semacam pinalti karena negara tersebut menerapkan hambatan non tariff.
2.5.1.3 Kebebasan Moneter (Monetary Freedom) Pengukuran monetary freedom mengkombinasikan antara kestabilan harga dan penilaian terhadap kontrol harga. Inflasi dan kontrol harga mempunyai dampak pada distorsi dalam pasar. Skor monetary freedom didasarkan pada dua faktor yakni kontrol harga dan rata-rata tertimbang pada tiga tahun terakhir.
30
Rata-rata tertimbang tingkat inflasi tiga tahun terakhir merupakan input utama pada persamaan yang membentuk skor dasar bagi monetary freedom. Faktor kontrol harga dapat memberikan pinalti hingga 20 poin yang akan mengurangi skor dasar tersebut. Dua persamaan yang digunakan untuk mengonversi tingkat inflasi menjadi skro monetary freedom adalah sebagai berikut :
hingga
……………
(2.21)
…………
(2.22)
merepresentasikan tiga angka yang secara agregat berjumlah 1
dan secara eksponensial bentuknya semakin mengecil ( secara berurutan nilainya adalah 0.665, 0.245, dan 0.090); Inflationit dan lagnya menunjukkan nilai absolut inflasi tahunan negara I pada waktu tertentu yang diukur melalui Consumer Price Index (CPI); α menunjukkan koefisien stabilisator varians skor persamaan di atas; dan Price Control (PC) penalty adalah sebuah skala antara skala 0-20 poin yang menunjukkan seberapa jauh harga mengalami kontrol dan tergantung dari keberadaan kontrol harga yang terjadi di negara tersebut.
2.5.1.4 Kebebasan Fiskal (Fiscal Freedom) Komponen fiscal freedom terdiri dari tingkat pajak atas pendapatan individu dan perusahaan, serta total pendapatan pajak atas persentase GDP. Pada proses pembuatan skor, komponen fiscal freedom ditimbang secara merata sebagai sepertiga faktor. Fiscal freedom dihitung dengan fungsi biaya kuadratik untuk merefleksikan pengembalian yang semakin menurun dari tingkat pajak yang sangat tinggi. Persamaan adalah sebagai berikut : …………......
(2.23)
Fiscal Freedomij merepresentasikan indeks fiscal freedom di Negara i untuk faktor j, faktorij merepresentasikan nilai 0-100 para negara i untuk faktor j, dan α adalah koefisien yang di set sebesar 0.03.
31
2.5.1.5 Kebebasan Finansial (Financial Freedom) Kebebasan finansial adalah indeks pengukuran terhadap ketahanan perbankan dan pengukuran tentang keterkaitannya terhadap intervensi pemerintah. Indeks tersebut dipakai untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya regulasi pemerintah terhadap penyediaan jasa layanan keuangan, intervensi negara pada bank dan lembaga keuangan lainnya, tingkat kesulitan dalam membuka dan menjalankan usaha jasa keuangan, dan intervesi pada alokasi kredit. Nilai indeks financial freedom berkisar antara 0 – 100 melalui perbandingan : nilai 0 adalah adanya peraturan pemerintah yang melarang keberadaan institusi keuangan swasta, dan angka 100 dimana levelnya meningkat 10 basis point secara gradual menunjukkan bahwa bank sentral menerapkan pengawasan dan regulasi yang mendorong pengawasan yang bersifat kontraktual terhadap kewajiban dan pencegahan terhadap kepanikan sebagai akibat adanya resiko-resiko yang diakibatkan oleh berbagai hal, serta semua alokasi keuangan berdasarkan sistem pasar. Dari angka 0-100 mempunyai sifat tersendiri dan semakin bebas sistem finansial maka skor negara tersebut semakin meningkat 10 basis point.
2.5.1.6 Pembelanjaan Pemerintah (Government Spending) Indeks ini terkait dengan kebijakan fiskal yang terkait dengan sisi penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah selain digunakan untuk investasi di bidang infrastruktur dan pengembangan sumberdaya manusia juga dapat digunakan untuk keperluan pembangunan barang-barang publik seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan. Dalam penyusunan indikator ini, tidak ada kesepakatan untuk mengidentifikasi suatu level yang ideal bagi pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah antara negara bervariasi, hal ini bergantung dari faktor-faktor seperti geografis, kebudayaan, hingga tahapan pembangunan. Pemerintah yang hanya mampu menyediakan sedikit barang publik akan memiliki skor yang rendah yaitu property rights dan financial freedom. Perhitungan government spending ini tidak linier dan tetap menggunakan skala 0 – 100, berikut cara perhitungan indeksnya :
32
………………….
(2.24)
GEi mewakili skor pengeluaran pemerintah negara I; Expenditurei mewakili jumlah total pengeluaran pemerintah negara I pada semua level pemerintahan sebagai bagian porsi dari GDP ( persen dari GDP), dan α ditetapkan sebesar 0.03 pada kebanyakan kasus, pengeluaran pemerintah secara umum merupakan penggabungan dari pemerintahan pada tataran local, state, dan federal. Pada kasus keterbatasan data, data yang digunakan adalah pemerintah pusat.
2.5.1.7 Kebebasan Investasi (Investment Freedom) Indeks investment freedom menjelaskan ada atau tidaknya hambatan pada aliran modal. Pada negara penganut perekonomian bebas, tidak akan ada restriksi pada aliran investasi dan modal. Nilai indeks berkisar antara 0 hingga 100. Angka 100 merupakan angka yang ideal bagi kebebasan berinvestasi dan angka bervariasi pada tiap negara. Indeks kebebasan investasi dimulai dari angka 100 dan semakin menurun melalui pinalti jika terdeteksi adanya restriksi-restriksi yang memengaruhi iklim investasi di negara tersebut.
2.5.1.8 Kebebasan dari Korupsi (Freedom From Corruption) Indeks freedom from corruption merupakan indeks kebebasan dari korupsi yang dikaitkan dengan penyalahgunaan jabatan publik untuk mengambil keuntungan secara pribadi. Skor indeks korupsi diturunkan dari data indek persepsi korupsi yang dikeluarkan oleh Transparency International dengan skor 0 – 10, dan data harus dikonversi ke skala 0 – 100 untuk mendapatkan indeks freedom from corruption. Semakin tinggi indeks kebebasan dari korupsi, maka negara tersebut memiliki tingkat kejahatan korupsi yang rendah.
2.5.1.9 Kebebasan Hak Kepemilikan Pribadi (Property Rights Freedom) Indeks property rights mengukur derajat tentang sejauh mana hukum atau regulasi suatu negara dapat melindungi hak kepemilikan pribadi dan usaha pemerintah dalam mengawasi hukum tersebut. Indeks ini juga mengukur
33
kecenderungan dalam penyalahgunaan kepemilikan pribadi untuk menganalisis independensi pengadilan, korupsi dalam pengadilan, dan kemampuan individu dan perusahaan untuk mengawasi kontrak tersebut. Semakin tinggi skor property rights suatu negara maka semakin tinggi pula perlindungan hukum atas kepemilikan pribadi.
2.5.2 Kebebasan Politik (Political Freedom) Political Freedom adalah suatu pengukuran pada masing-masing negara dengan menggunanan data yang dipublikasikan oleh The Freedom House melalui data laporan tahunan Freedom In The World. Data ini melaporkan indeks kebebasan berpolitik dalam dua indikator yaitu political liberties dan Civil rights. Masingmasing indeks menggunakan skala ordinal dari 1-7, dimana 1 merepresentasikan level yang paling tinggi untuk political liberties atau civil rights dan 7 merepresentasikan yang paling rendah ( 1 adalah paling bebas dan 7 adalah paling otoriter ). Menurut Gwartney et al (1996) Political liberty adalah suatu keadaan dimana penduduk dapat bebas berpartisipasi dalam proses politik (voting, lobi, dan memilih wakilnya), pemilihan berlangsung adil dan kompetitif, dan partai alternatif dapat berpartisipasi secara bebas atau demokrasi. Civil rights adalah keadaan yang dapat meningkatkan kebebasan pers dan hak-hak individual untuk membuat dan mengikuti pandangan agama alternatif, mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum serta dapat bebas berekspresi tanpa rasa takut terhadap kekerasan fisik.
2.6
Metode Panel Data Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan dari data time series
dan cross section. Dalam teori ekonometrika, bentuk panel data dapat mengatasi masalah pengestimasian yang kurang baik akibat sedikitnya jumlah observasi jika hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja. Adapun beberapa keuntungan dalam menggunakan panel data (Baltagi, 2005) adalah : a. Panel data mampu mengontrol heterogenitas individu.
34
b. Panel data dapat memberikan informasi data yang lebih banyak, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom, dan lebih efisien. c. Jika menggunakan data cross section, walaupun terlihat stabil namun sebenarnya dalam data tersebut tersimpan banyak perubahan, seperti data pengangguran, perpindahan
pekerjaan,
atau
perubahan
kebijakan
pemerintah.
Dengan
menggunakan panel data maka penyesuaian-penyesuaian yang dinamis tersebut dapat dengan lebih mudah dipelajari. d. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni. e. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. Dalam pengolahan data panel dikenal tiga macam metode, yaitu metode pooled least square, metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek acak (random effect). Ketiga metode ini dapat diterapkan dengan pembobotan (cross section weights) atau tanpa pembobotan (no weighting).
2.6.1 Metode Pooled Least Square Dalam metode ini data panel yang mengkombinasikan semua data cross section dan time series akan digabungkan menjadi pooled data. Dengan menggunakan metode ini tentunya akan menghasilkan pendugaan regresi yang lebih akurat jika dibandingkan dengan regresi biasa, karena dalam panel berarti menggabungkan data cross section dan time series bersama-sama sehingga memiliki jumlah observasi data yang lebih banyak. Kelemahan dalam metode ini adalah tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu karena data yang digabungkan secara keseluruhan. Metode ini diduga dengan menggunakan Ordinary Least Square, yaitu : Yit = α + Xit βj + wit ................................................... dimana : Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i α = intersep yang konstan antar individu cross section i Xit = variabel bebas di waktu t untuk unit cross section i
(2.25)
35
βj = parameter untuk variabel bebas wit = komponen error gabungan di waktu t untuk unit cross section i
2.6.2 Metode Efek Tetap (Fixed Effect) Metode pooled least square memiliki kekurangan, yaitu tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu, sehingga asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan. Sedangkan untuk generalisai secara umum, dapat dilakukan dengan memasukkan variabel dummy untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda pada setiap unit cross section. Metode dengan memasukkan variabel dummy disebut dengan metode Fixed Effect atau Least Square Dummy Variable. Metode fixed effect akan menghasilkan intersep yang berbeda-beda antar unit cross section. Kelemahan pada metode ini adalah semakin berkurangnya degree of freedom akibat adanya penambahan variabel dummy pada persamaan, dan tentunya akan memengaruhi keefisienan parameter yang diduga. Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaan (2.22). Yit = αi + βj xjit + μit .....................................
(2.26)
dimana : yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i αi = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untuk variabel ke j μit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i
2.6.3 Metode Efek Acak (Random Effect) Pada metode efek acak (random effect) karakteristik antar individu terlihat pada komponen error yang ada pada model. Hal ini tidak akan mengurangi derajat bebas (degree of freedom) akibat penambahan variabel, sehingga efisiensi dalam pendugaan parameter juga tidak berkurang. Bentuk model efek acak ini adalah :
36
Yit = α + βj xjit + wit ...................................................
(2.27)
dimana : yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i α1i = α1 + μit , dengan nilai intersep yang akan berbeda antar individu cross section i akibat random error (μit) antar individu tersebut μ xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untuk variabel ke j wit = μit + τi , yaitu μit : error dan τi : individual effect
2.7
Elastisitas Konsep elastisitas dijelaskan dalam teori mikroekonomi (Nicholson, 1995)
bahwa bagaimana perubahan dalam salah satu variabel dapat memengaruhi variabel lain. Masalah sering muncul ketika para ekonom ingin mencoba mengukur perubahan tersebut tetapi tidak menggunakan satuan unit yang sama. Oleh karena itu untuk menyelesaikan masalah ini dikembangkanlah konsep elastisitas yang menggunakan satuan persentase. Asumsi yang digunakan adalah satu variabel tertentu B bergantung pada variabel A, dimana B kemungkinan juga bergantung pada variabel-variabel lainnya. Sehingga ketergantungan ini dapat dinyatakan dengan :
B = f (A...) ...........................................................
(2.28)
Dari persamaan (2.24) tanda titik-titik merupakan variabel lain selain A yang juga akan memengaruhi variabel B. Elastisitas B dalam kaitannya dengan A (yang dinyatakan dengan eB.A) dituliskan dalam persamaan (2.25)
….........
(2.29)
Persamaan (2.25) memperlihatkan bagaimana variabel B berubah ketika A berubah. Dengan kata lain hal ini menunjukkan bagaimana variabel B menanggapi, cateris paribus, perubahan sebesar 1 persen dalam variabel A.
37
2.8
Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Danny García Callejas (2010) dari
Universidad De Antioquia dalam studi yang terkait dengan analisis relasi korupsi, indeks kebebasan ekonomi, dan kebebasan politik 10 Negara di Amerika Selatan. Metode yang digunakan untuk menaksir penyebab korupsi adalah metode panel data. Variabel untuk menganalisis penyebab korupsi mengacu pada literatur yang digunakan oleh penelitian Mauro (1995,1997,1998). Mauro dalam Callejas menjelaskan bahwa dalam ekonomi ortodoks, rendahnya kebebasan ekonomi, termasuk hambatan perdagangan, mobilitas modal atau persyaratan yang berlebihan untuk memulai suatu bisnis, seharusnya memberikan kontribusi terhadap perilaku korupsi serta secara tidak langsung mempengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kurangnya kebebasan lain secara umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korupsi jauh lebih dari masalah ekonomi. Selain itu, ketika menganalisis 10 negara Amerika Selatan pada periode 1995-2008, penelitian ini memberikan bukti yang menantang pendapat bahwa liberalisasi perdagangan, liberalisasi modal dan pemerintah kecil adalah solusi untuk korupsi. Bahkan, data menunjukkan bahwa ada saluran lain yang harus ditangani dalam rangka memahami korupsi dan mengembangkan solusi kebijakan yang memadai. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi saluran tersebut. Seldadyo (2006) meneliti tentang determinasi dari korupsi menggunakan 70 faktor ekonomi dan non-ekonomi dengan 193 observasi tahun 2000. Metode yang digunakan adalah tehnik Explanatory Factor Analysis (EFA) dan Extrem Bound Analysis. Economic Freedom. GDP per capita termasuk dalam beberapa faktor ekonomi yang dianalisis, sedangkan faktor non-ekonomi seperti faktor politik salah satunya menggunakan ukuran Political Freedom. Ukuran non-ekonomi lainnya untuk faktor birokrasi dan regulasi menggunakan ukuran Government Indicator yang dikeluarkan oleh World Bank. Tehnik EFA dapat mereduksi 27 variabel dan mendapatkan lima variable baru yakni kapasitas regulasi, federalism, inequality, trade, dan political liberties. Penelitian yang dilakukan juga ingin menguji model penentu korupsi dari lima indeks baru menggunakan Analisis Extreme Bound .
38
Peneliti menemukan bahwa kapasitas regulasi, merupakan variabel yang paling kuat dalam menjelaskan korupsi. Sedangkan political freedom dan economic freedom tidak signifikan. Ali dan Crain (2002) dalam Callejas meneliti menggunakan studi kasus 119 negara dengan tahun 1975-1989, mereka menemukan bahwa kebebasan ekonomi berjalan bersamaan seiring dengan kualitas kelembagaan dalam hal ini termasuk peran hukum dan perilaku korupsi. Kebebasan ekonomi yang lebih baik berimplikasi pada kualitas institusi yang baik dan tingkat korupsi yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi menjadi perhatian yang lebih ketika terjadi ingin melakukan liberasisasi ekonomi. Untuk mendapatkan hasil ini, Ali dan Crain menggunakan Indeks Kebebasan Ekonomi yang dikembangkan oleh Gwartney, Lawson dan Blok. Penelitian Ali dan Crane diterbitkan oleh Institut Cato dan Freedom House tentang hak-hak sipil dan politik. Penelitian yang dilakukan Gupta, Davoodi dan Tiongson (2000) dalam Ackay (2006) tentang korelasi antara korupsi dan penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan dengan menggunakan analisis regresi seluruh sampel negara untuk menilai ukuran agregat dari hasil pendidikan dan status kesehatan dalam suatu model yang mencakup beberapa indeks korupsi, pendapatan per kapita, pengeluaran publik untuk perawatan kesehatan dan pendidikan, dan rata-rata masa pendidikan selesai. Hasil didukung dalil bahwa perawatan kesehatan yang lebih baik dan hasil pencapaian pendidikan berkorelasi positif dengan tingkat korupsi yang rendah. Secara khusus, korupsi secara konsisten berkorelasi positif dengan tingkat tingginya putus sekolah. Korupsi juga secara signifikan berkorelasi dengan tingkat kematian bayi yang lebih tinggi dan bobot bayi balita. Akçay (2006) melakukan penelitian untuk mengeksplorasi hubungan antara korupsi dan pembangunan manusia dengan studi kasus 63 negara tahun 1998. Untuk menguji dampak korupsi pada pembangunan manusia, Akcay menggunakan tiga indeks korupsi yang berbeda. Metode analisis yang digunakan adalah metode panel data. Hasil tes statistik mengungkapkan bahwa ada hubungan signifikan negatif antara indeks korupsi dan pembangunan manusia. Bukti empiris dari studi ini
39
menunjukkan bahwa negara yang lebih banyak korup cenderung memiliki tingkat pembangunan manusia yang rendah. Secara singkat, penelitian ini memperluas daftar konsekuensi negatif dari korupsi dan berpendapat bahwa korupsi dalam segala aspeknya dapat menghambat pembangunan manusia. Mutaşcu dan Dănuleţiu (2010) dalam penelitiannya tentang kaitan korupsi dan kesejahteraan sosial yang diproksimasikan dengan pembangunan manusia, mengambil studi kasus di 27 negara Eropa tahun 1996-2008. Penelitian ini menggunakan metode panel data (Pooled Data). Dari hasil analisis trend antara korupsi dengan indeks pembangunan manusia di 27 negara Eropa membuktikan bahwa korupsi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan manusia. Korupsi memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kesejahteraan manusia (diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia, yang menggabungkan aspek ekonomi dengan beberapa yang indikator sosial yang paling penting : kesehatan dan pendidikan). Ini adalah hasil dari konsekuensi langsung dari korupsi seperti pertumbuhan yang lebih rendah, memengaruhi alokasi sumberdaya dari anggaran publik, memperbesar ketidaksetaraan. Hasil utama menunjukkan bahwa korupsi adalah "pertanyaan kunci" terutama dalam mengembangkan ekonomi dan transisi ekonomi. Tetapi faktor gangguan konstan tidak teramati mengurangi fenomena dan mengkompensasi faktor negatif berkala yang teramati. Penelitian yang dilakukan oleh Kwabena Gyimah dan Brempong (2002) dari University of South Florida, USA. Penelitian ini berfokus pada analisis hubungan antara korupsi, pertumbuhan ekonomi dalam komponen investasi, dan ketimpangan pendapatan di 21 negara Afrika tahun 1993-1999. Metode yang digunakan untuk analsis adalah metode panel dinamis. Peneliti menemukan bahwa korupsi dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi secara langsung dan tidak langsung melalui penurunan investasi pada modal fisik. Dengan kata lain, korupsi dapat menurunkan tingkat investasi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa korupsi meningkat berkorelasi positif dengan ketimpangan pendapatan. Efek gabungan dari pertumbuhan pendapatan menurun dan peningkatan ketidaksetaraan menunjukkan bahwa korupsi lebih merugikan rakyat miskin daripada orang kaya di Negara Afrika.
40
Nielsen dan Haugaard (2000) dari University of Aarhus Denmark melakukan penelitian mengenai demokrasi, korupsi, dan pembangunan manusia 94 negara di dunia tahun 2000. Metode yang digunakan adalah kombinasi analisis kualitatif dan kuantitatif (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi GDP per kapita, kebebasan ekonomi (sektor publik dan intervensi pemerintah rendah), dan tingkat gabungan demokrasi di suatu negara maka tingkat korupsi semakin rendah. Demikian juga hasil analisis lanjutan menjelaskan bahwa korupsi secara signifikan menghalangi pembangunan manusia.
2.9
Kerangka Pemikiran Kegagalan pemerintah terutama dari rendahnya kualitas institusi dalam
melayani sektor publik dapat memicu terjadinya kejahatan korupsi di suatu negara. Kualitas institusi yang rendah mengakibatkan kontrol terhadap korupsi yang rendah pula. Rendahnya kebebasan ekonomi dan kebebasan politik kemungkinkan dapat menjadi beberapa determinan timbulnya perilaku korupsi pada sektor publik. Untuk studi ini, peneliti akan menganalisa penyebab korupsi dilihat dari sisi ekonomi dan politik dan pengaruh korupsi terhadap pembangunan manusia dan investasi di delapan negara ASEAN. Dari sisi faktor ekonomi, determinan yang dianalisis adalah sembilan komponen kebebasan ekonomi. Sedangkan dari indikator makroekonomi menggunakan pendekatan GDP per kapita. Dari sisi faktor politik dan pemerintahan, determinan yang dianalisis adalah komponen kualitas pemerintahan dan demokrasi yang diproksimasi oleh variabel kebebasan politik. Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa korupsi juga dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui jalur investasi dan pembangunan manusia di suatu negara. Hasil dari analisis penelitian ini akan diambil kesimpulan dan rekomendasi kebijakan untuk menangani masalah korupsi yang terjadi di delapan negara kawasan ASEAN.
41 Kegagalan Perencanaan Pemerintahan Negara Berkembang
Kualitas Institusi & Pemerintahan Negara Rendah
Pembangunan Manusia
Terjadinya Persepsi Korupsi (Freedom from Corruption)
Pendidikan Kesehatan Pendapatan per kapita
Investasi
Pembentukan Modal (Kapital) Bruto Faktor Ekonomi dan Demokrasi (Politik)
Pengolahan Data dengan Metode Analisis Data Panel Eviews 6.1
1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyebab dari Tindakan Korupsi di Sektor Publik. 2. Dampak Korupsi terhadap Pembangunan Manusia dan Investasi di 8 Negara Kawasan ASEAN.
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan : Bagian yang dianalisis : Alur analisis Gambar 2.4 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian
42
2.10
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berupa dugaan tanda koefisien
variabel-variabel
yang
memengaruhi
korupsi
dan
pengaruhnya
terhadap
pembangunan manusia dan investasi. Berikut adalah hipotesis penelitian yang digunakan : 1.
Beberapa variabel kebebasan ekonomi, dan kebebasan politik diharapkan berpengaruh positif terhadap tingkat bebas/bersih dari perilaku korupsi.
2.
Kegagalan pemerintah yang diproksimasi menggunakan enam indikator kualitas pemerintahan dan pendapatan per kapita dengan mengukur standar hidup diharapkan berpengaruh negatif terhadap korupsi. Semakin rendah tingkat kualitas pemerintahan serta semakin rendah pendapatan per kapita, maka tingkat korupsi semakin tinggi. Dummy jajahan Inggris berpengaruh positif terhadap bebas dari perilaku korupsi.
3.
Populasi penduduk diharapkan berpengaruh positif terhadap investasi dan pembangunan manusia di delapan negara ASEAN.
4.
Tingkat suku bunga riil diharapkan bepengaruh negatif terhadap tingkat investasi dan tingkat tabungan diharapkan berpengaruh positif terhadap investasi sebagai akumulasi dari kapital.
5.
Pengeluaran
pemerintah
diharapkan
berpengaruh
positif
terhadap
pembangunan manusia. 6.
Tingkat bebas dari perilaku Korupsi diharapkan berpengaruh positif terhadap pembangunan manusia dan tingkat investasi.
43
III.
3.1
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh data
adalah data panel dengan periode 2000-2009 dan cross section delapan negara ASEAN. Negara ASEAN yang masuk dalam analisis penelitian ini adalah Indonesia, Malaysia, Kamboja, Singapura, Laos, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Adapun Myanmar dan Brunei Darussalam tidak diikutsertakan dalam analisi karena alasan ketidaklengkapan data yang dibutuhkan dalam analisis. Tahun yang dijadikan basis analisis adalah 2000-2009 karena di tahun tersebut data yang dibutuhkan tersedia lengkap untuk delapan negara ASEAN. Data-data yang diperlukan dalam permodelan meliputi Index of Economic Freedom atau Indeks Kebebasan Ekonomi dengan 9 komponen penyusun (Business Freedom, Trade Freedom, Fiscal Freedom, Government Spending, Monetary Freedom, Investment Freedom, Financial Freedom, Property Freedom, Freedom from Corruption) skala 0 hingga 100 (Labour Freedom tidak diikutsertakan), Index of Political Freedom atau Indeks Kebebasan Politik dengan dua komponen penyusun (proksimasi data demokrasi), Indeks Komposit Kualitas Institusi dengan enam dimensi
(Voice
and
Accountability,
Political
Stability
and
Absence,
of
Violence/Terrorism, Government Effectiveness, Regulatory Quality, Rule of Law,Control of Corruption), populasi, tingkat konsumsi pemerintah, pertumbuhan ekonomi riil, suku bunga riil, investasi diproksi dengan variabel pembentukan modal bruto atau investasi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Tingkat Tabungan Domestik Bruto, komponen kualitas pemerintahan dan persepsi korupsi (termasuk dalam indeks kebebasan ekonomi). Data-data tersebut diperoleh dari beberapa lembaga internasional seperti World Bank, The Haritage Foundation, The Freedom House, dan United Nation Development Program (UNDP).
44
Tabel 3.1. Data dan Sumber Data yang digunakan dalam Penelitian No
Data yang digunakan
Sumber
1
World Development Indicator 2010 (World Bank)
4
Pertumbuhan GDP Riil delapan Negara ASEAN tahun 2000-2009 Indeks Kebebasan Ekonomi/ Index of Economic Freedom (Business Freedom, Trade Freedom, Fiscal Freedom, Government Spending, Monetary Freedom, Investment Freedom, Financial Freedom, Property Freedom, Freedom from Corruption) Skala 0 hingga 100 Indeks kebebasan politik / Index of Political Freedom (Political liberties, Civil rights) Skala 1-7 Populasi (jiwa)
5
Konsumsi Pemerintah (persen dari GDP)
6
Tingkat suku bunga riil (persen)
7
Indeks Komposit Kualitas Institusi ( 6 Dimensi Kualitas Pemerintahan) Voice and Accountability, Political Stability and Absence, of Violence/Terrorism, Government Effectiveness, Regulatory Quality, Rule of Law,Control of Corruption Skala -2.5 (lemah) sampai 2.5 (kuat) Investasi / Pembentukan Modal Bruto (persen dari GDP) Indeks Pembangunan Manusia / Human Development Index Skala 0 – 1 Tingkat Tabungan Domestik (persen dari GDP) GDP per kapita (PPP) (dollar Amerika)
2
3
8 9
10 11
The Haritage Foundation
The Freedom House World Development Indicator 2010 (World Bank) World Development Indicator 2010 (World Bank) World Development Indicator 2010 (World Bank)
Worldwide Governance Indicators, 2011
World Development Indicator 2010 (World Bank) Human Development Report 2011, UNDP World Development Indicator 2010 (World Bank) World Development Indicator 2010 (World Bank)
45
3.2
Metode dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan kuantitatif.
Metode deskriptif digunakan untuk mengkaji dinamika indeks pembangunan manusia, investasi dan tingkat korupsi di delapan Negara ASEAN. Selain itu, metode ini juga digunakan pada hasil yang diperoleh dari analisis data kuantitatif, sehingga diharapkan dapat menggambarkan faktor yang memengaruhi korupsi serta dampak korupsi terhadap pembangunan manusia serta investasi di delapan Negara ASEAN. Metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode panel statis. Metode ini digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi korupsi dan dampak korupsi terhadap pembangunan manusia dan investasi. Data Sekunder dari delapan Negara ASEAN diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Eviews 6 yang kemudian hasil outputnya akan diinterpretasikan.
3.2.1 Analisis Model dengan Panel Data Menurut Nachrowi (2006) model data panel (pooled data) ialah suatu model ekonometrika yang mengkombinasikan data time series dengan data cross section. Implikasi yang diperoleh dari kombinasi tersebut adalah hasil estimasi dari model data panel lebih efisien karena jumlah observasi lebih banyak. Selain itu, penggunaan model data panel juga dapat mengurangi efek bias seiring dengan meningkatnya derajat kebebasan (degree of freedom). Kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel adalah : 1. Dapat mengendalikan heterogenitas individu atau unit cross section. 2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas diantara variabel, memperbesar derajat bebas dan lebih efisien. 3. Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series. 4. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioral models) yang kompleks dibandingkan dengan data cross section maupun time series. 5. Dapat diandalkan untuk studi dynamic of adjustment.
46
Dalam analisis data panel terdapat tiga macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), model efek tetap (fixed effect) dan model efek acak (random effect).
3.2.2 Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan secara statistik dan prosedur. Hal ini bertujuan untuk memperoleh dugaan model yang efisien. Diagram pengujian statistik untuk memilih model yang digunakan dapat dapat dijelaskan pada gambar berikut ini
Fixed Effect Haussman Test Chow Test
Random Effect LM Test Pooled Effect
Gambar 3.1. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel
1. Chow Test Chow Test atau pengujian F statistic adalah pengujian untuk memilih model yang akan digunakan antara model Pooled Least Square atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini hipotesis yang digunakan sebagai berikut : H0 : Model Pooled Least Square H1 : Model Fixed Effect Dasar penolakan terhadap hipotesa nol (H0) adalah dengan menggunakan F-Statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow : ……………………
(3.1)
47
Dimana : ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Pooled Least Square ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Fixed Effect N
= Jumlah data cross section
T
= Jumlah data time series
K
= Jumlah variabel penjelas Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas (N-1,
NT-N-K). jika nilai statistik Chow (F-Stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu juga sebaliknya.
2. Haussman Test Haussmant Test adalah pengujian statistic sebagai dasar pertimbangan untuk memilih model terbaik antara model fixed effect atau model random effect. Seperti yang telah diketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Haussman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : H0
: Model Random Effect
H1
: Model Fixed Effect
Sebagai
dasar
penolakan
H 0,
maka
digunakan
statistik
Haussman
dan
membandingkan dengan Chi-Square. Statistik Haussman dirumuskan dengan : m=
………………
(3.2)
Dimana β adalah vector untuk variabel fixed effect, b adalah vector statistic variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model dan M1 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect model. Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari χ2 –Tabel, maka sudah cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu juga sebaliknya.
48
3.3
Perumusan Model Penelitian Berdasarkan hipotesis dan studi empiris yang disesuaikan dengan fakta di
negara-negara anggota ASEAN yang berkaitan dengan korupsi, pemerintahan dan indikator pembangunan manusia serta berbagai alternatif spesifikasi model yang telah dicoba dengan tetap mempertimbangkan berbagai asumsi-asumsi yang menjadi acuan dalam model panel, maka variabel-variabel yang diduga memengaruhi atau penyebab korupsi adalah beberapa indeks kebebasan ekonomi dan kebebasan politik. Kemudian korupsi juga diduga dapat memengaruhi investasi dan pembangunan manusia. Dalam penelitian ini, analisis akan dibagi menjadi dua bagian. Model pertama bertujuan untuk menganalisis penyebab adanya tindakan korupsi secara keseluruhan dan perincian variabel tiap komponen indeks yang dikompositkan. Model pertama akan dianalisis menjadi beberapa kemungkinan untuk mendapatkan model terbaik. Sedangkan model persamaan kedua bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh korupsi terhadap pembangunan manusia dan investasi. World Bank (2001) ukuran Demokrasi diproksimasikan dengan indeks komposit dari kebebasan partisipasi dalam politik dan hak-hak sipil dengan besaran skala 1 sampai 7. Formulanya sebagai berikut : Democracy (Political Freedom) =
(3.3)
Sedangkan untuk ukuran kualitas pemerintahan didapatkan dari komposit enam indeks Good Governance Indicator dengan besaran skala -2,5 sampai 2,5. Formulanya sebagai berikut : Quality of Governance =
…....
(3.4)
Berikut ini adalah persamaan model penelitian yang akan dianalisis : Persamaan Model Analisis Pertama ……
Faktor Ekonomi (3.6)
(3.5)
49
Faktor Kualitas Pemerintahan dan Demokrasi (Politik) ………………..
(3.7)
………………………………………………....
(3.8)
Persamaan Model Analsis Kedua
………………………………………………………...
(3.9)
Keterangan : = Indeks Persepsi Korupsi pada tahun ke -t (skala 0 – 100) = Indeks Kebebasan Ekonomi (overall) (skala 0-100) = Indeks Kebebasan Politik (overall) / Indeks Demokrasi (skala 1-7) = Indeks kebebasan berpartisipasi dalam proses politik tahun ke-t (skala 1-7) = Indeks kebebasan pers dan hak-hak masyarakat sipil tahun ke –t (skala 1-7) = Indeks pembelanjaan pemerintah tahun ke-t (skala 0-100) = Indeks Kebebasan Perdagangan tahun ke-t (skala 0 –100) = Indeks kebebasan dalam keuangan tahun ke-t (skala 0-100) = Indeks kebebasan moneter tahun ke-t (skala 0-100) = Indeks kebebasan berbisnis tahun ke-t (skala 0-100) = Indeks kebebasan berinvestasi tahun ke-t (skala 0-100) = Indeks kebebasan fiskal tahun ke-t (skala 0-100) = indeks hak kepemilikan pribadi tahun ke-t (skala 0-100) = indeks komposit 6 indikator good governance/ kualitas pemerintahan = indeks efektifitas pemerintah tahun ke-t (skala -2,5 – 2,5) = indeks partisipasi suara politik dan kebebasan pers ke-t (skala -2,5 – 2,5) = indeks aturan hukum ke-t (skala -2,5 – 2,5) = indeks kualitas regulasi dalam kebijakan ke-t (skala -2,5 – 2,5) = indeks kestabilan politik ke-t (skala -2,5 – 2,5) = indeks kontrol/pengawasan terhadap korupsi ke-t (skala -2,5 – 2,5) = GDP per kapita tahun dasar 2005 ( berdasarkan PPP)
50
= Indeks Pembangunan Manusia tahun ke-t (skala 0 – 1) = Pembentukan Modal Bruto/investasi ( persen GDP)
= Populasi tahun ke-t (jiwa) = Konsumsi Pemerintah tahun ke-t (persen GDP) = pertumbuhan GDP riil (persen) = tabungan nasional bruto ( persen GDP) = tingkat suku bunga riil ( persen) = nilai 1 untuk Negara Commonwealth dan 0 lainnya α
3.4
= intersep
β
= slope
= error
Uji Hipotesis Uji hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah variabel-variabel
yang digunakan dalam model regresi signifikan atau tidak. Maksud dari signifikan ini adalah suatu nilai dari parameter regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Ada dua jenis uji hipotesis yang dapat dilakukan terhadap variabel regresi. Uji tersebut adalah Uji-F dan Uji-t.
3.4.1. Uji-F Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yang digunakan. Perumusan hipotesis pada Uji-F adalah : H0 : β1 = β2 = β3 = βk = 0 H1 : Minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol Kriteria ujinya adalah jika Fhitung > Ftabel,α,(k-1)(n-k) maka tolak H0, dimana k adalah jumah variabel (dengan intercept) dan jumlah observasi yang dilambangkan dengan huruf n. Selain itu, jika probabilitas (p-value) < taraf nyata maka sudah cukup bukti untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya.
51
3.4.2
Uji-t Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara
individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel independen. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut, H0 : βk = 0 H1 : βk ≠ 0 Kriteria uji yang digunakan adalah jika |thitung| > tα/2,(n-k) maka tolak H0, dimana jumlah observasi dilambangkan dengan huruf n, dan huruf k melambangkan jumlah variabel (termasuk intercept). Selain itu, jika probabilitas (p-value) lebih kecil dari taraf nyata maka dapat digunakan juga untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya.
3.4.3. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi yang dilambangkan dengan R2 adalah suatu angka yang mengukur keragaman pada variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi. Nilai ini berkisar antara nol sampai satu (0
..........................................................
3.5
(3.10)
Uji Asumsi Untuk mendapatkan hasil model yang efisien dan konsisten, maka diperlukan
pengujian terhadap pelanggaran asumsi-asumsi klasik seperti heteroskedastisitas, multikolinieritas, dan autokorelasi.
52
3.5.1 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah salah satu penyimpangan pada asumsi klasik statistika. Heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak konstan, hal ini dilambangkan dengan Var (μi) = E (μi2) = σi2. Masalah ini sering terjadi jika ada penggunaan data cross section dalam estimasi model, namun masalah ini juga dapat terjadi dalam data time series. Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Metode ini merupakan metode kuadrat terkecil yang terboboti, dimana model ditransformasi dengan memberikan bobot pada data asli (Juanda, 2009).
3.5.2 Uji Multikolinieritas Multikolinieritas merupakan suatu penyimpangan asumsi akibat adanya keterkaitan atau hubungan linier antar variabel bebas penyusun model. Indikasi adanya multikolinieritas dapat dilihat jika dalam model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan (uji-F) dan memiliki nilai R-squared yang tinggi namun banyak variabel yang tidak signifikan (uji-t). Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series (Juanda, 2009).
3.5.3 Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah adanya korelasi serial antara sisaan (μt). Juanda (2009) menjelaskan akibat adanya autokorelasi dalam model yang diestimasi yaitu pendugaan parameter masih tetap tidak bias dan konsisten namun penduga ini memiliki standar error yang bias ke bawah, atau lebih kecil dari nilai yang sebenarnya sehingga nilai statistik uji-t tinggi (overestimate). Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square dalam estimasi model (Gujarati, 2004). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji DurbinWatson (DW). Dalam Eviews6 Guide dijelaskan bahwa jika nilai DW tersebut sudah
53
lebih dai 1,5 dan mendekati 2 maka dapat dikatakan tidak ada autokorelasi. Berikut adalah Tabel 3.2. yang memperlihatkan distribusi nilai DW dimana nilai tersebut telah disusun oleh Durbin Watson untuk derajat keyakinan 95 persen dan 99 persen.
Tabel 3.2. Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya Nilai Durbin-Watson
Kesimpulan
DW < 1,10
Ada autokorelasi
1,10 < DW < 1,54
Tanpa kesimpulan
1,55 < DW < 2,46
Tidak ada autokorelasi
2,46 < DW < 2,90
Tanpa kesimpulan
DW > 2,91
Ada autokorelsi
Sumber : Firdaus, 2004
54
IV.
KORUPSI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
Selanjutnya pada bab ini akan memberikan uraian secara rinci terkait dengan aspek-aspek korupsi, pembangunan manusia dan investasi di delapan negara kawasan ASEAN tahun 2000-2009, analisis determinasi atau hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya tindakan korupsi di sektor publik, dan kemudian akan dilanjutkan dengan analisis dari dampak korupsi terhadap pembangunan manusia dan investasi di delapan Negara kawasan ASEAN. Analisi deskriptif digunakan dalam pembahasan penelitian ini. Metode deskriptif untuk menjawab dinamika korupsi, pembangunan manusia, dan investasi di delapan negara Kawasan ASEAN.
4.1
.
Dinamika Korupsi, Pembangunan Manusia dan Investasi di Delapan Negara Kawasan ASEAN. Dewasa ini, tidak ada negara yang aktivitas perekonomiannya bebas dari
campur tangan pemerintah sekalipun sistem yang dianut adalah liberal atau kapitalis. Dalam menjalankan Kebijakan publik untuk mendukung pembangunan ekonomi, peran-peran pemerintah tidak selalu berhasil. Secara sistematis sering terjadi kegagalan pemerintah (government failure). Kegagalan pemerintah melahirkan tindakan korupsi di sektor publik. Pemerintah justru menjadi pemburu rente (rent seeker) bahkan menjadi predator untuk pembangunan ekonomi suatu negara. Pemerintah cenderung menyalahgunakan jabatan publik untuk keuntungan pribadi (Transparency International, 2012). Rent Seeking Behavior pemerintah sering kali dikaitkan dengan korupsi. korupsi dalam sektor publik diartikan sebagai penyalahgunaan jabatan publik untuk mencari keuntungan pribadi (Transparency International, 2012). Kepentingan pribadi lebih didahulukan daripada kepentingan nasional sehingga praktik-praktik korupsi banyak terjadi di pemerintahan negara-negara dunia ketiga (Todaro dan Smith, 2006). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa korupsi banyak terjadi di negara miskin dan
55
negara sedang berkembang atau terjadi pada gaya kepemimpinan yang otoriter (Sasana, 2004).
Tabel 4.1 Sepuluh Negara Paling Korup di Dunia No
Negara
CPI Score 2010*
1
Equatorial Guinea
1.9
GDP per kapita 2009 konstan 2000 (US $) ** 400
2
Burundi
1.9
112
3 4 5 6
Chad Sudan Turkmenistan Uzbekistan
1.8 1.7 1.6 1.6
265 536.5 1827 893
7
Iraq
1.5
743
8 9 10
Afghanistan Myanmar Somalia
1.4 1.4 1.1
n.a n.a n.a
Tipologi Sistem Politik 2010 *** Regim Otoriter Demokrasi Terbatas Regim Otoriter Regim Otoriter Regim Otoriter Regim Otoriter Demokrasi Terbatas Regim Otoriter Regim Otoriter Regim Otoriter
Sumber :*) The 2010 Corruption Perception Index, Transparency International Report 2010 **) World Development Indicator and Global Development Finance, World Bank 2010 ***) Ensiklopedia Bebas, Wikipedia 2010
Hasil survei tahun 2010 yang dilakukan oleh lembaga freedom house dari Amerika Serikat menunjukan bahwa kesepuluh negara seperti Equatorial Guinea, Burundi, Chad, Turkmenistan, Uzbekistan, Iraq, Afghanistan, Myanmar, dan Somalia (Tabel 4.1) sebagian besar bahkan hampir seluruhnya masih menggunakan sistem politik regim otoriter (Autoritharian Regim) dan Demokrasi Terbatas (Restricted Democration) serta termasuk dalam negara berkembang. Skor persepsi korupsi di sepuluh negara tersebut cenderung mendekati angka satu bahkan level korupsi di sektor publik pada negara Somalia dan Myanmar cenderung tidak terdeteksi. Hal ini membuktikan bahwa dominasi peran pemerintah dan gaya kepemimpinan otoriter dan ketidakefektifan pemerintah menyebabkan kegagalan pemerintah seperti terjadinya korupsi.
56
Tabel 4.2 Sepuluh Negara Paling Tidak Korup di Dunia No
Negara
CPI Score 2010*
GDP per kapita 2009 konstan 2000 (US $) **
1 2
Denmark New Zealand
9.3 9.3
30548 14712
3
Singapore
9.3
28765
4 5 6 7 8 9 10
Finland Sweden Canada Netherlands Australia Switzerland Norway
9.2 9.2 8.9 8.8 8.7 8.7 8.6
26496 30899 25099 26094 25056 37032 40936
Tipologi Sistem Politik 2010 *** Demokrasi Demokrasi Demokrasi Terbatas Demokrasi Demokrasi Demokrasi Demokrasi Demokrasi Demokrasi Demokrasi
Sumber : *) The 2010 Corruption Perception Index, Transparency International Report 2010 **) World Development Indicator and Global Development Finance, World Bank 2010 ***) Ensiklopedia Bebas, Wikipedia 2010
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa negara maju seperti Denmark, New Zealand, Singapura, Finlandia, Swedia, Kanada, Belanda, Australia, Switzerland, dan Norway mempunyai tingkat korupsi yang paling rendah. Rata-rata skor persepsi korupsi di sepuluh negara tersebut mendekati angka 100 yakni cenderung bebas dari kejahatan korupsi di sektor publik. GDP perkapita di sepuluh negara tersebut cenderung lebih tinggi. Sebagian besar tipologi sistem politik menganut sistem demokrasi secara penuh dan telah matang kecuali negara Singapura yang masih menganut sistem demokrasi terbatas karena Singapura masih terikat dengan sistem negara persemakmuran Inggris. Peran pemerintah dalam perekonomiannya hanya sebatas pembuat kebijakan dan peraturan namun tetap mengawasi secara sungguh-sungguh jalannya pelaksanaan dan peraturan dengan harapan peran swasta dapat berjalan secara optimal serta menjaga agar kesejahteraan publik tetap tinggi. Kaufmann (2000) Negara dengan tingkat korupsi yang tinggi cenderung memiliki indikator “control of corruption” yang rendah dan sebaliknya.
57
Sumber : Transparency International, 2012 Gambar 4.1 Klasifikasi Skor Persepsi Korupsi di Dunia Berdasarkan Tingkatan Warna tahun 2007
Gambar 4.1 menunjukkan sebagian besar negara-negara di benua Asia, Afrika, dan Amerika mempunyai tingkat persepsi korupsi yang cukup tinggi (ditandai dengan warna merah). Jika skor persepsi korupsi di bawah angka 3 atau 30 (dalam skala 0-100), maka tingkat korupsi di negara tersebut cukup tinggi. Apabila skor korupsi di atas angka 5 atau 50 (dalam skala 0-100), maka tingkat korupsi di negara tersebut cenderung rendah. Sebagian besar negara-negara di kawasan ASEAN bertanda merah sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat persepsi korupsi di sektor publik masih cenderung tinggi.
58
100
Indeks Persepsi Korupsi
90 80
Kamboja
70
Indonesia
60
Laos
50
Malaysia
40 30
Singapura
20
Thailand
10
Filipina
0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Vietnam
Tahun
Sumber : The Haritage Foundation, 2012, diolah Gambar 4.2 Dinamika Freedom from Corruption Index di delapan Negara Kawasan ASEAN Tahun 2000-2009.
Tingkat korupsi di sektor publik pada sebagian besar negara kawasan ASEAN cenderung stagnan atau tidak terlalu banyak berfluktuasi kecuali Kamboja dan Laos antara tahun 2006 dan 2007 (lihat gambar 4.2). Tingkat korupsi di Singapura dari tahun 2000-2009 lebih kecil dan memiliki prestasi yang baik di sektor publik. Hal ini dapat dihubungkan oleh sumberdaya manusia pada sektor publik dan kualitas pemerintahan negara Singapura memiliki kualitas yang baik dibandingkan negaranegara ASEAN lainnya serta adanya beberapa pilar strategi pemberantasan korupsi di Singapura. Salah satu pilar tersebut adalah perangkat perundangan anti korupsi yang selalu dikembangkan dan disesuaikan dengan dinamika lingkungan internal dan eksternal3. Sebagian besar skor persepsi korupsi di negara-negara ASEAN kurang dari 40 dari skala tertinggi 100 (skala 0 paling korup dan skala 100 paling tidak korup).Skor tersebut masih dianggap terlalu tinggi tingkat korupsinya. Keterbatasan data korupsi 3
Laporan Kajian Lembaga Administrasi Negara tahun 2007 tentang Stategi penanganan korupsi di Negara-Negara Asia Pasifik.
59
di sektor publik yang dikeluarkan oleh Transparency International bersifat persepsi dan berdasarkan hasil survei, sehingga tidak mungkin untuk mengukur secara langsung dan korupsi biasanya selalu bersifat tersembunyi. Pembangunan manusia tidak hanya mengedepankan pertumbuhan ekonomi, akumulasi kapital, dan proses produksi tetapi juga memperluas pilihan-pilihan penduduk. Pilihan tersebut yang dianggap paling penting adalah dimensi usia dan kesehatan, berpendidikan, dan standar hidup yang layak. Alasan pembangunan manusia sangat penting adalah banyak negara berkembang yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi dengan mendorong peningkatan GDP namun gagal dalam mengatasi kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan.
Keterangan : Negara-negara terbagi dalam empat kategori berdasarkan IPM-nya: sangat tinggi (kategori baru yang ditambahkan pada laporan untuk tahun 2007), tinggi, menengah dan rendah.
Sumber : Human Development Report, 2012 Gambar 4.3. Klasifikasi Indeks Pembangunan Manusia berdasarkan Tingkatan Warna Tahun 2007
60
Pembangunan manusia di benua Asia terutama kawasan ASEAN berada pada kategori tinggi, menengah, dan rendah. Jika dilihat pada gambar 4.3 Pembangunan manusia di negara Malaysia dan Singapura lebih baik dibandingkan dengan negara lainnya pada kawasan ASEAN. Sedangkan negara-negara lainnya di kawasan ASEAN cenderung pada kategori menengah dan rendah. Walaupun demikian, pembangunan manusia di delapan Negara Kawasan ASEAN mengalami pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun. Hal ini membuktikan bahwa kondisi tingkat kesejahteraan manusia di delapan Negara kawasan ASEAN semakin lama semakin baik (gambar 4.4).
Indeks Pembangunan Manusia
0.9 0.8
Kamboja Indonesia
0.7
Laos Malaysia
0.6
Singapura Thailand
0.5
Filipina Vietnam
0.4 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
Sumber : UNDP, Human Development Report, 2012 Gambar 4.4 Dinamika Indeks Pembangunan Manusia di Delapan Negara Kawasan ASEAN Tahun 2000-2009
Tingginya nilai IPM Singapura dan Malaysia secara tidak langsung ternyata berkaitan dengan kriteria ekonomi yaitu relatif tingginya pendapatan per kapita dibandingkan dengan negara lain. Pendapatan per kapita merupakan salah satu komponen dalam dalam penghitungan indeks pembangunan manusia.
61
Pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari tingkat investasi suatu negara. Investasi dianggap sebagai sumber peningkatan pendapatan nasional yang biasanya besaran proporsi dari GDP kurang lebih sebesar 10 sampai 20 persen. Investasi merupakan kapasitas produktif dan mempunyai efek pengganda untuk meningkatan perekonomian suatu negara.
50 45
Investasi (% GDP)
40
Kamboja
35
Indonesia
30
Laos
25
Malaysia
20
Singapura
15
Thailand
10
Filipina
5
Vietnam
0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
Sumber : World Bank, 2012 Gambar 4.5 Dinamika Investasi ( persen dari GDP) di Delapan Negara Kawasan ASEAN Tahun 2000-2009 Tingkat proporsi investasi terhadap GDP di delapan Negara Kawasan yang menjadi studi kasus penelitian cenderung berfluktuatif. Sebagian besar tingkat investasi berdasarkan besaran proporsi terhadap GDP di delapan negara ASEAN tidak lebih dari 50 persen. Investasi di negara Vietnam lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Hal ini bisa dijelaskan oleh tingkat pajak dan tingkat tariff telepon yang dikenakan kepada para pengusaha di Vietnam lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain4. Selain itu, Pemerintah Vietnam berusaha
62
menciptakan dasar hukum dan kondisi investasi yang nyaman bagi perusahaan domestik dan perusahaan asing.
4.2
Gambaran Umum Kasus Korupsi di Indonesia Permasalahan korupsi merupakan permasalahan klasik yang dihadapi oleh
banyak negara berkembang termasuk negara Indonesia. Bagi Beberapa penelitian di beberapa negara berkembang membuktikan bahwa korupsi cenderung memengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui saluran investasi serta menghambat pembangunan manusia. Beberapa lembaga internasional seperti Transparency International dan World Bank telah mencoba untuk mengkuantitatifkan korupsi kedalam bentuk indeks persepsi korupsi melalui metode survei. Posisi korupsi Indonesia di Dunia dalam Survei yang dilakukan oleh Political & Economic Risk Consultancy yang berbasis di Hongkong menjelaskan bahwa Indonesia menjadi negara paling korup dari 16 negara di kawasan Asia Pasifik menurut survei persepsi korupsi tahun 2011 terhadap pelaku bisnis5. Sedangkan Survey Bribe Payer Index (BPI) 2011 Transparency International, yang dilakukan terhadap 28 negara, menunjukan hasil bahwa Indonesia menduduki negara ke empat terkorup6. Berdasarkan hasil Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2011 yang dilakukan oleh Transarency Internasional (TI) atau induk TII , dari 183 negara yang disurvei, Indonesia menduduki peringkat 100 dengan skor 3 bersama dengan Argentina, Benin,
4
Markus Duan Allo ,2012, dalam artikel “Investasi di Vietnam bertambah baik” [http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0309/30/ln/590517.htm]
5
Agustinus Handoko,2012, dalam artikel “Survei PERC Indonesia Terkorup di Asia Pasifik” [http://nasional.kompas.com/read/2012/02/22/15413395/Survei.PERC.Indonesia.Terkorup.di.Asia.Pasi fik] 6
Nurmulia Rekso Purnomo, 2011, dalam artikel “Indonesia Negara Terkorup ke Empat di Dunia” [http://www.tribunnews.com/2011/11/04/indonesia-negara-terkorup-ke-empat-di-dunia]
63
Burkina Faso, Madagaskar, Djibouti, Malawi, Meksiko, Sao Tome and Principe, Suriname, Tanzania7. Posisi Indonesia saat ini menunjukkan trend positif karena ada peningkatan dibanding tahun lalu yang berada di peringkat 100 dengan skor 2.8. Menurut perhitungan TI, negara dengan skor 0 dianggap sebagai yang terkorup, sedangkan angka 10 adalah yang paling bersih.
Tabel 4.3 Lima Kota Teratas Paling Bebas Korupsi dan Lima Kota Terbawah Paling Korupsi di Indonesia Tahun 2010 No 1 2 3 4 5
Kota Denpasar Tegal Surakarta Yogyakarta Manokwari
Skor CPI 6,71 6,26 6,00 5,81 5,81
No 46 47 48 49 50
Kota Jambi Makassar Surabaya Cirebon Pekanbaru
Skor CPI 4,13 3,97 3,94 3,61 3,61
Keterangan : Rentang indeks 0-10; 0= dipersepsikan sangat korup, 10= sangat bersih)
Sumber : Transparency International Indonesia, 2012
Secara regional, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Transparency International di Indonesia tahun 2010 dengan total sampel sebanyak 9237 responden dan jumlah kota di Indonesia yang disurvei sebanyak 50 kota menunjukkan hasil bahwa kota Denpasar cenderung memiliki skor CPI yang tinggi dan tingkat korupsi yang rendah. Semakin tinggi skor Indek Persepsi korupsi (mendekati angka 10) maka kecenderungkan tingkat korupsi di sektor publik untuk tingkat regional semakin rendah. Menurut Manajer Tata Kelola Ekonomi TII, Hasil ini mengindikasikan bahwa para pelaku bisnis di sana menilai korupsi kurang ditemui. Pemerintah dan penegak hukum setempat juga dianggap telah serius mencegah dan menindak korupsi.
7
M Hafil, 2011, dalam artikel “Indonesia masih Jadi Negara Terkorup Bappenas Mengaku Tak Puas” [http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/11/12/01/lvilpq-indonesia-masih-jadi-negaraterkorup-bappenas-mengaku-tak-puas]
64
V.
5.1
ANALISIS DETERMINAN KORUPSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN INVESTASI
Analisis Determinan Korupsi di Delapan Negara Kawasan ASEAN Pada bagian analisis ini bertujuan mengestimasi faktor-faktor yang dapat
memengaruhi korupsi. Analisis ini berdasarkan kombinasi teori dan penelitian yang dilakukan Nielsen-Haugaard (2000), Callejas (2010), Seldadyo (2006) dan Ali-Crain (2002). Beberapa penelitian tersebut mempunyai karakter dan metodologi yang sama untuk menganalisis penyebab dari persepsi korupsi di beberapa negara. Orisinalitas dari penelitian ini adalah adanya variabel dummy Negara Commonwealth yang diproksimasi sebagai negara persemakmuran Inggris. Negara Singapura dan Malaysia merupakan bekas jajahan Britania yang mencapai kemerdekaan.
Tabel 5.1
Hasil Estimasi Model Determinan Korupsi dengan menggunakan Metode Random Effect Model (REM) Variabel Dependen Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Variabel Independen Model 1 Model 2 0,8* 0,796* Kebebasan Ekonomi (6,189) (6,983) 0,00027* 0,00025* GDP per kapita (PPP) (2,76) (2,5) Kebebasan Politik 3,08* 2,55* (Demokrasi) (4,95) (4,04) 14,06* 10,5* Kualitas Pemerintahan (5,65) (3,44) 8,9* Dummy Commonwealth --(2,005) R-Squared D-W Prob > F Number of Obs Haussman Test Probability Chow Test Probability LM Test ( χ2 tabel = 3,84)
0,851472 1,63 0,00000 80 0,5449 0,0000 ---
0.885701 1,65 0,00000 80 0,7792 --4,011201
Keterangan : * signifikan pada taraf 5 persen , **signifikan pada taraf 10 persen
65
Pada Random Effect Model, pendugaan parameternya menggunakan metode GLS (Generalised Least Square) yaitu dengan mentransformasi model sedemikian rupa sehingga memenuhi asumsi Gauss-markov untuk mendapatkan komponenkomponen sisaan yang homogen (homoskedastisitas) dan tidak menunjukkan autokorelasi (Juanda, 2009). Berdasarkan uji LM, uji Hausman, dan uji Chow, dua model determinasi korupsi ini lebih tepat menggunakan Random Effect dan secara otomatis sudah berada dalam metode GLS, artinya model tersebut terbebas dari masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas. Selain itu, asumsi multikolinearitas juga dapat teratasi karena sudah menggabungkan data cross section dengan time series Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.1 persamaan korupsi selama tahun 2000-2009 untuk model satu memiliki R2 sebesar 0.851472 yang berarti sebesar 85,14 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (korupsi) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti Economic Freedom, Political Freedom, GDP per kapita, dan kualitas pemerintahan. Sedangkan 14,86 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model persamaan korupsi memiliki probabilitas Fstatistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00<0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap korupsi. Model dua memiliki R2 sebesar 0,885701 yang berarti 88,57 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (korupsi) dapat dijelaskan oleh variabel independen termasuk variabel dummy. Probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00<0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel dependen. Pada Tabel 4.3 menjelaskan bahwa pada model satu dan model dua koefisien dari variabel-variabel bebas semua signifikan dan konsisten. Hal ini terlihat dari nilai probabilitasnnya lebih kecil dari alpha 5 persen dan 10 persen. Tanda positif pada koefisien Economic Freedom baik pada model satu ataupun dua menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kebebasan ekonomi maka semakin tinggi tingkat bebas dari korupsi. Dengan meningkatnya kebebasan ekonomi sebesar 1 persen, maka tingkat bebas dari korupsi meningkat 0,8 persen (model 1) dan 0,796 persen (model 2).
66
economic freedom adalah bukan hanya meminimalkan kekuasaan dan batasanbatasan Negara, tetapi juga penciptaan kreasi dan pemeliharaan jiwa kebebasan ekonomi serta memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak-hak kebebasan ekonomi orang lain. Semakin minimnya intervensi pemerintah dalam perekonomian atau menghilangkan restriksi (aturan hukum) yang mengekang kebebasan ekonomi, maka kecenderungan pejabat publik memburu rente (keuntungan pribadi) melalui aktivitas ekonomi baik dalam hal produksi, distribusi, dan hak kepemilikan individu akan semakin kecil. Tanda positif pada indeks kebebasan politik (proksimasi demokrasi) menjelaskan bahwa tingkat demokrasi yang rendah akan meningkatkan perilaku bebas/bersih dari korupsi. Kenaikan indeks kebebasan politik sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai bebas dari korupsi sebesar 3,08 persen (model satu) dan 2,55 persen (model dua). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat demokrasi maka akan semakin bebas dari perilaku korupsi. Kemungkinan politik uang telah memainkan peranan penting dalam proses demokrasi sehingga kebebasan politik disalahgunakan untuk memburu rente. Variabel GDP per kapita mempunyai koefisien yang positif dan sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkan pendapatan per kapita maka pemerintahan akan cenderung bebas dari perilaku korupsi. Kenaikan pendapatan per kapita sebesar 1 persen maka tingkat kebebasan/bersih dari perilaku korupsi meningkat sebesar 0,00027 persen (model satu) dan 0,00025 (model dua). Estimasi koefisien untuk variabel kualitas pemerintahan menjelaskan bahwa semakin baik kualitas pemerintah maka tingkat kebebasan dari perilaku korupsi semakin tinggi. Kualitas pemerintah mencerminkan komposit dari indeks Voice and Accountability, Political Stability and Absence of Violence/Terrorism, Government Effectiveness, Regulatory Quality, Rule of Law, Control of Corruption. Kenaikan 1 persen tingkat kualitas pemerintah akan meningkatkan tingkat kebebasan dari korupsi sebesar 14,06 persen (model 1) dan 10,5 persen (model 2). Model dua memasukkan variabel dummy bekas negara jajahan inggris. Negara-negara yang pernah menjadi bekas jajahan inggris adalah negara Malaysia
67
dan Singapura. Hasil estimasi menunjukkan koefisen bernilai positif yang berarti bahwa negara-negara jajahan bekas jajahan Inggris cenderung memiliki tingkat bebas dari perilaku korupsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Hal ini disebabkan pengaruh sistem pemerintahan Common Law yang diterapkan Inggris saat menjajah Malaysia dan Singapura dan sampai saat ini masih tetap digunakan oleh kedua negara tersebut. Sistem Common Law cenderung melindungi investor dengan dengan peraturan hukum (Rule of Law) yang ketat termasuk kecurigaan terhadap transaksi yang illegal. Jika investor terlindungi, maka akan tercipta insentif untuk berinvestasi. Santoso (2007) pejabat-pejabat bangsa Inggris pada masa penjajahan, semuanya adalah lulusan public school di Inggris. Sekolah tersebut terkenal telah berhasil menciptakan English Gentleman yang memiliki watak, nilai-nilai dan sikap paternalistik, otoriter, tidak korup, memiliki semangat pengabdian yang tinggi pada tugas, sadar akan kewajiban, memiliki inisiatif perseorangan, mengetahui bagaimana memerintah dan memberi perintah-perintah, tetapi tinggi hati (sombong).
5.1.1 Pengaruh Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi Pada analisis ini (Tabel 5.2) akan memperinci hasil model utama. Berdasarkan analisis pada Tabel 5.1 telah didapatkan temuan empirik bahwa kebebasan ekonomi dan pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap korupsi. Indeks kebebasan ekonomi akan dispesifikasikan untuk mengestimasi beberapa komponen yang berpengaruh secara signifikan terhadap korupsi. Gwartney (2004) menjelaskan Indeks Kebebasan Ekonomi juga mengukur kualitas kelembagaan dalam lima bidang utama: (1) ukuran pemerintah, (2) struktur hukum dan keamanan hak milik, (3) akses terhadap lembaga keuangan, (4) mobilitas tenaga kerja antar negara, dan (5) regulasi modal, tenaga kerja, dan bisnis. Model yang digunakan adalah Fixed Effect Model dengan pembobotan Cross Section SUR untuk mengoreksi masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Uji haussman tidak bisa dilakukan karena cross section lebih kecil dari
68
time series sehingga uji yang dilakukan adalah uji Chow dengan probabilitas 0,0000. Nilai Durbin Watson sebesar 1,9 yang artinya semua model terbebas dari masalah autokorelasi. Berikut ini adalah hasil estimasi dari pemilihan model terbaik.
Tabel 5.2 Hasil Estimasi Pengaruh Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR)
Variabel Independen Constanta Kebebasan Berbisnis Kebebasan Finansial Kebebasan Fiskal Kebebasan Investasi Pengeluaran Pemerintah Kebebasan Moneter Kebebasan Perdagangan Hak Kepemilikan Individu GDP per Kapita R-Squared
Variabel Dependen : Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Model 1 Model 2 -11,69 0,782 (-1,51) (0,13) 0,375* 0,42* (11,6) (13,18) -0,025 0,006 (4,13) (4,18) -0,05 -0,16* (-1,35) (-4.65) -0,051* -0,024 (2,78) (3,38) 0,233* 0,15* (-5,71) (2,82) 0,067* 0,079* (3,1) (3,36) 0,035 -0,012 (1,5) (-0,5) 0,103* 0,07* (3,45) (2,4) 0,0002* --(13,23) 0,999491 0,998980
Durbin-Watson
1,9
1,9
Prob > F
0,0000
0,0000
Chow Test Probability
0,0000
0,0000
Keterangan : * signifikan pada taraf 5 persen , **signifikan pada taraf 10 persen
69
Pemilihan model terbaik berdasarkan hipotesis dan teori pada dua persamaan tersebut (Tabel 5.2) adalah model dua dengan R2 sebesar 0,998980. Hasil estimasi dari komponen indeks kebebasan ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap tingkat korupsi adalah Business Freedom, Fiscal Freedom, Government Spending, Monetary Freedom, dan Property Right. Untuk indikator makroekonomi seperti GDP per kapita berpengaruh terhadap penyebab korupsi. Model dua memiliki nilai kepercayaan sebesar 99,89 persen. Keragaman yang terdapat pada variabel dependen (korupsi) dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Sedangkan 0,08 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model persamaan korupsi memiliki probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00<0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap korupsi. Kebebasan berbisnis berpengaruh positif terhadap tingkat bebas dari korupsi. peningkatan 1 persen kebebasan bisnis akan meningkatkat kebebasan dari perilaku korupsi sebesar 0,42 persen. Dalam hal ini, kebebasan berbisnis di delapan Negara ASEAN dapat mengurangi tingkat korupsi serta sesuai dengan hipotesis. Kebebasan berbisnis bukan berarti hanya menghilangkan peraturan yang menghambat dan merugikan kebebasan aktivitas bisnis dengan meminimalisasi intervensi. Pemerintah tetap melakukan intervensi dan mengatur kegiatan berbisnis tetapi dengan dukungan fundamental dari politik (bebas korupsi) dan sosial yang kuat agar terjadi persaingan berbisnis yang sehat. McCardle dalam Wulandari (2011) menyatakan bahwa kebebasan berbisnis tanpa dukungan fundamental sosial dan politik yang kuat hanya akan memicu “entrepreneurial corruption” sehingga timbul persaingan tidak sehat dan menimbulkan ketidakpastian dalam usaha. Kebebasan fiskal adalah ukuran kuantitatif dari beban-beban dan pajak yang lebih rendah membuat tingkat kebebasan fiskal lebih tinggi. Koefisien kebebasan fiskal menunjukkan hasil yang negatif dan signifikan. Kenaikan 1 persen kebebasan fiskal (pajak rendah) maka akan menurunkan tingkat bebas/bersih dari perilaku korupsi sebesar 0,16 persen. Subagiono (1998) akses timbal balik langsung yang dapat dirasakan masyarakat dengan keikutsertaan secara aktif membayar pajak adalah
70
mereka mempunyai potensi untuk bersuara dan mengontrol pemerintah karena pembangunan dan kebijakan pemerintah dibiayai oleh pajak. Semakin rendah tingkat pajak maka pembiayaan untuk pengawasan dan pengontrolan pemerintahan cenderung sedikit sehingga memungkinkan terjadinya tindakan korupsi. Apabila pajak dinaikkan, maka fungsi pengawasan tetap harus ditingkatkan guna mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Ukuran pemerintahan dalam hal ini pembelanjaan pemerintah berpengaruh positif terhadap tingkat bebas dari korupsi. Kenaikan pembelanjaan pemerintah untuk barang publik sebesar 1 persen maka akan meningkatkan perilaku bebas dari kejahatan korupsi sebesar 0,15 persen. Ini sesuai dengan hipotesis dan teori yang menyatakan semakin banyak barang publik yang dibelanjakan untuk masyarakat maka tingkat korupsi semakin rendah. Alokasi anggaran pemerintah disalurkan secara tepat dan benar sehingga tidak ada celah untuk kejahatan korupsi. Kebebasan moneter berpengaruh positif terhadap tingkat bebas dari korupsi. Kebebasan moneter memiliki implikasi terhadap inflasi yang lebih stabil dan mekanisme harga yang berjalan dengan baik. Kenaikan kebebasan moneter sebesar 1 persen akan menaikan tingkat bebas dari korupsi sebesar 0,079 persen. Inflasi yang rendah akan cenderung mengurangi tingkat kejahatan korupsi di sektor publik. Hak kepemilikan pribadi berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat bebas dari perilaku produksi. Kenaikan 1 persen kebebasan dalam kepemikikan pribadi maka akan berpengaruh secara positif 0,07 persen pengurangan tindakan korupsi.
hak
kepemilikan
pribadi
merupakan
kemampuan
individu
untuk
mengakumulasi kepemilikan pribadi dan dijamin oleh hukum negara. Jika kepemilikan pribadi tidak didukung oleh fundamental yang kuat baik dari sisi politik, hukum, maupun sosial maka akan terjadi persaingan kepemilikan pribadi yang tidak sehat dan melakukan berbagai cara termasuk tindakan illegal (korupsi). GDP per kapita mempunyai koefisien yang positif dan sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita maka pemerintahan akan cenderung bebas dari perilaku korupsi. Hal ini mengartikan bahwa semakin makmur dan tingginya standar hidup suatu negara maka tingkat korupsi
71
semakin rendah. Kenaikan pendapatan per kapita sebesar 1 persen maka tingkat kebebasan/bersih dari perilaku korupsi meningkat sebesar 0,0002 persen.
Tabel 5.3. Hasil Estimasi Cross Section-Effect Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) Negara 1. Kamboja 2. Indonesia 3. Laos 4. Malaysia 5. Singapura 6. Thailand 7. Filipina 8. Vietnam
Model 1 -5.235861 -11.71714 -13.18771 10.14552 37.83107 -9.224419 -6.272842 -2.338613
Model 2 -2.255659 -9.566017 -11.95652 9.816094 29.68180 -8.627682 -4.197220 -2.894796
Hasil Cross Section-Effect pada Tabel 5.3 menjelaskan bahwa negara yang paling tinggi efek tingkat korupsinya adalah negara Laos, Indonesia, dan Thailand. Negara Malaysia dan Singapura merupakan negara yang paling rendah tingkat korupsinya karena hal ini terkait dengan sistem common law yang dianut oleh kedua negara tersebut serta adanya warisan sejarah yang memainkan peranan penting dalam pembentukan mental negara yang tidak korup.
5.1.2 Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan & Demokrasi (Politik) terhadap Tingkat Korupsi Pada analisis ini juga akan memperinci hasil empiris model utama pada Tabel 5.1.
Model ini bertujuan untuk
melihat dari beberapa variabel politik seperti
komposit kualitas pemerintahan dan demokrasi (proksimasi kebebasan politik) yang dapat memengaruhi perilaku korupsi di delapan Negara kawasan ASEAN. Hasil uji haussman dan uji chow menunjukkan bahwa model lebih efisien diestimasi dengan menggunakan Fixed Effect Model. Metode yang digunakan adalah Fixed Effect Model dengan menggunakan pembobotan Cross Section SUR untuk mengoreksi masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.
72
Tabel 5.4. Hasil Estimasi Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan dan Demokrasi (Politik) terhadapTingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR)
Variabel Independen Constanta Hak Suara dan Akuntabilitas Stabilitas Politik dan Ketiadaan Kekerasan dan Terorisme Efektifitas Pemerintah Kualitas Regulasi Aturan Hukum Pengendalian Korupsi Kebebasan berpolitik Kebebasan Sipil R-Squared
Variabel Dependen: Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Model 1 Model 2 32* 34,76* (44,8) (114,35) -7,36* -7,11* (-26,07) (-16,14) 1,95* 2,22* (5,34) (4,976) -2,875* -1,52 (-1,8) (-1,07) 11,3* 10,36* (9,91) (8,57) 1,58* 2,03* (2,87) (2,2) 5,62* 6,07* (6,976) (5,12) 0,196** --(1,98) 0,479* --(2,302) 0,997036 0,996894
Durbin-Watson
1,9621
1,974
Prob > F
0,0000
0,0000
Haussman Test Probability
0,0000
0,0000
Chow Test Probability
0,0000
0,0000
Keterangan : * signifikan pada taraf 5 persen , **signifikan pada taraf 10 persen
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.4, persamaan Korupsi selama tahun 2000-2009 memiliki R2 sebesar 0,996894 yang berarti 99,68 persen keragaman yang terdapat pada variabel tak bebas pada model korupsi dapat dijelaskan oleh variabelvariabel bebas yang terdapat pada model tersebut, yakni Hak Suara dan Akuntabilitas (Voice and Accountability), Stabilitas Politik dan ketiadaan kekerasan/terorisme (Political Stability and Absence of Violence/Terrorism), Kualitas Regulasi
73
(Regulatory Quality), Aturan Hukum (Rule of Law), Pengendalian Korupsi (Control of Corruption), Kebebasan Berpolitik (Political Liberties) dan Hak Sipil (Civil Rights). Nilai F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen menunjukkan variabel bebas pada hasil estimasi tersebut secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruh faktor-faktor politik terhadap korupsi. Hubungan antara Political Liberties terhadap korupsi menunjukkan hasil positif dan signifikan yang artinya semakin bebasnya penduduk berpartisipasi dalam proses politik (voting, lobi, dan memilih wakilnya) serta pemilihan berlangsung adil dan kompetitif, dan partai alternatif dapat berpartisipasi secara bebas atau demokrasi maka tingkat korupsi akan semakin rendah. Kenaikan 1 persen ketidakbebasan berpartisipasi dalam politik dan demokrasi, maka akan meningkatkan bebas dari perilaku korupsi sebesar 0,196 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa dengan adanya kebebasan partisipasi politik dari masyarakat secara demokrasi dengan transparan dan jujur maka memungkinkan minimalnya tindakan pejabat di sektor publik untuk melakukan korupsi. Kebebasan dalam partisipasi politik dianggap dapat memperburuk perilaku korupsi. Kebebasan berpolitik di kawasan ASEAN belum sampai pada tahap yang mature seperti yang terjadi di Thailand, Laos, dan Malaysia, dan Kamboja. Pengaruh Civil Rights terhadap korupsi juga mempunyai nilai yang signifikan namun bernilai positif. Kenaikan 1 persen dari peningkatkan kebebasan pers dan hakhak individual untuk membuat dan mengikuti pandangan agama alternatif serta kebebasan berekspresi, maka akan menurunkan tingkat bebas/bersih dari perilaku korupsi sebesar 0,479 persen. Hal ini juga tidak sesuai dengan hipotesis awal dan tingkat kebebasan berekspresi dan pers justru akan meningkatkan perilaku korupsi. Menurut World Bank (2000) kebebasan partisipasi sipil dalam suatu negara akan membentuk masyarakat madani. Kendati masyarakat madani sudah mulai tumbuh tetapi pemerintah biasanya tidak melibatkan NGO (NonGovernment Organization) dalam pemantauan atas proses-proses atau kinerja-kinerja pengambilan keputusan. Kepemilikan media yang terkonsentrasi dan pembatasan dalam reportase telah memperlemah kemampuan media untuk menjamin akuntabilitas dari sektor pubik.
74
Voice and Accountability mempunyai karakteristik yang sama dengan Civil Rights tetapi cara pengukuran yang dilakukan oleh World bank dan Freedom House berbeda. Indeks tersebut mengedepankan kebebasan masyarakat sipil. Hasil estimasi menunjukkan koefisien negatif dan signifikan. Kenaikan 1 persen kebebasan masyarakat sipil dan pers maka akan menurunkan tingkat kebebasan dari perilaku korupsi sebesar -7,11 persen. Indeks Political Stabilty menujukkan koefisien yang signifikan positif dan sesuai dengan teori dan hipotesis. Kenaikan 1 persen stabilitas politik pemerintah dan bebas dari terorisme maka akan meningkatkan bebas dari perilaku korupsi sebesar 2,22 persen. Politik yang semakin stabil (tidak ada kekerasan dan anarkisme) dalam pemerintahan akan berdampak baik pada penurunan tingkat korupsi. Kefektifan pemerintah mengukur sejauh mana kualitas pelayanan pada publik dan masyarakat, tingkat independesi dari tekanan politik, kualitas pembuatan kebijakan serta implementasi, dan kredibilitas komitmen pemerintah pada semua kebijakan yang dibuat. Hasil analisis menunjukkan bahwa keefektifitas pemerintahan tidak berpengaruh terhadap korupsi. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Baik ataupun buruknya kualitas pemerintahan tidak akan terlalu berdampak pada perilaku korupsi karena kejahatan tersebut bukan hanya diukur melalui kefektifan pemerintah saja tetapi ada faktor lain seperti kualitas sumberdaya manusia di sektor publik dalam melayani masyarakat. Rule of Law mengukur sejauh mana warga negara dapat menaati dan mematuhi aturan hukum serta kualitas penegak hukum, polisi, pengadilan dan pemberantasan kejahatan dan kekerasan. Kenaikan 1 persen aturan hukum maka akan meningkatkan bebas dari perilaku korupsi sebesar 2,03 persen. Masyarakat dan agen pemerintahan yang patuh pada aturan hukum serta perbaikan kualitas penegak hukum akan meminimalkan tindakan korupsi di delapan Negara kawasan ASEAN. Kualitas regulasi pemerintah mencerminkan persepsi kemampuan pemerintah untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan yang memungkinkan dan mendukung perkembangan sektor swasta. Hasil estimasi menunjukkan nilai yang positif dan signifikan. Kenaikan 1 persen kualitas regulasi yang dibuat oleh
75
pemerintah maka akan meningkatkan kebebasan (bersih) dari perilaku korupsi sebesar 10,36 persen. Itu berarti semakin baik kualitas regulasi yang dihasilkan pemerintah baik dalam perumusan maupun pelaksanaan maka akan mengurangi tindak kejahatan korupsi. Kontrol terhadap korupsi juga memiliki nilai yang positif dan signifikan. Peningkatan kontrol korupsi sebesar 1 persen maka akan meningkatkan bebas dari perilaku korupsi di sektor publik sebesar 6,07 persen. Kaufmann (2000) negara dengan tingkat korupsi yang tinggi cenderung memiliki indikator “control of corruption” yang rendah dan sebaliknya.
Tabel 5.5. Hasil Estimasi Cross Section- Effect Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan dan Demokrasi (Politik) terhadapTingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) Negara 1. Kamboja 2. Indonesia 3. Laos 4. Malaysia 5. Singapura 6. Thailand 7. Filipina 8. Vietnam
Model 1 -4.340980 -3.939972 -11.32142 7.079816 24.70917 -2.187326 0.266015 -10.26530
Model 2 -3.122692 -2.001590 -11.43355 5.674020 21.15888 -1.438840 2.009880 -10.84611
Berdasarkan hasil Cross Section Effect pada Tabel 5.5 menjelaskan bahwa tiga negara terbawah yang memiliki tingkat dampak korupsi yang paling tinggi dari segi kualitas pemerintahan dan demokrasi adalah negara Laos, Vietnam, dan Indonesia. Sedangkan negara Malaysia dan Singapura masih cenderung memiliki dampak tingkat korupsi yang rendah.
5.2
Analisis Dampak Korupsi terhadap Kesejahteran Sosial dan Investasi di Delapan Negara Kawasan ASEAN Bagian
ini
akan
membahas
mengenai
hubungan
korupsi
terhadap
kesejahteraan sosial dengan proksimasi pembangunan manusia dan investasi untuk
76
delapan negara ASEAN. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara korupsi dengan tingkat pembangunan manusia dalam suatu negara. Pembangunan manusia bukan hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga melibatkan hak manusia untuk mendapatkan tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan yang lebih baik. Pada Tabel 5.6 menjelaskan dua model yakni model kesejahteraan manusia yang diproksimasi dengan Indeks Pembangunan Manusia dan model investasi. Pada model Human Development Index (HDI), yang menjadi variabel independennya adalah pertumbuhan ekonomi, korupsi, populasi, dan konsumsi pemerintah. Sedangkan untuk model investasi, variabel independennya adalah pertumbuhan ekonomi, korupsi, suku bunga riil, tingkat tabungan, dan populasi. Berdasarkan Hasil uji analisis dengan haussman test dan chow test menunjukkan bahwa persamaan Human Development dan Investment pada Tabel 5.6 lebih efisien diestimasi dengan menggunakan Fixed Effect. Ini terlihat dari nilai probabilitas uji Haussman sebesar 0,0000 dan uji Chow sebesar 0,0000. Dua model ini menggunakan Cross Section SUR untuk mengatasi masalah heterosktedastisitas dan autokorelasi. Sedangkan persamaan Investment dibagi menjadi dua sub model. Untuk model pertama tidak menyertakan variabel suku bunga riil dengan jumlah observasi 80 untuk delapan negara karena data suku bunga untuk negara Kamboja tidak tersedia dalam World Bank. Sub model kedua memasukkan variabel suku bunga riil dengan jumlah observasi 70 (tanpa kamboja) dan bertujuan untuk melihat pengaruh suku bunga riil terhadap investasi di tujuh Negara ASEAN. R-Square masing-masing model lebih dari 90 persen dengan probabilitas uji F sebesar 0,0000 lebih kecil dari taraf nyata. Hal ini menunjukkan bahwa variabel tak bebas masing-masing model dapat dijelaskan dengan baik oleh variabel bebas seperti Indeks Pembangunan Manusia dan Investasi di delapan Negara ASEAN.
77
Tabel 5.6 Hasil Estimasi Dampak Korupsi terhadap Kesejahteraan Sosial dan Investasi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) Variabel Dependen Variabel Independen
Human Development Index -6,02* (-21,56) 0,0012* (12,12) 0,0008** (1,722) 0,02* (15,91) 0,39* (57,5)
Investment Model 1
Model 2
-165,87* (-9,03) 0,032** (1,68) 3,15* (11,57)
-196,84* (-4.86) -0,009 (0,848) 7,6* (7,7)
---
---
9,95* (9,02)
0,999792
0,25* (10,96) 0,945663
11,08* (5,45) -0,09* (-5,016) 0,12* (2,98) 0,908850
2,12
1,947
1,894
0,0000
0,0000
0,0000
80
80
70
Haussman Test Probability
0,0000
0,0000
0,0000
Chow Test Probability
0,0000
0,0000
0,0000
Constanta Pertumbuhan Ekonomi Korupsi Konsumsi Pemerintah Populasi Suku Bunga Riil
---
Tingkat Tabungan
---
R-Squared Durbin-Watson Prob > F Numb of Obs
---
Keterangan : * signifikan pada taraf 5 persen , **signifikan pada taraf 10 persen
5.2.1 Analisis Dampak Korupsi terhadap Kesejahteraan Sosial Berdasarkan hasil estimasi Tabel 5.4 pada persamaan human development index selama tahun 2000-2009 memiliki R2 sebesar 0,999792 yang berarti sebesar 99,97 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (human development index) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti populasi, pengeluaran pemerintah, korupsi, dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan 0,03 persen dijelaskan oleh variabel
78
lain di luar model. Model persamaan korupsi memiliki probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00 < 0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap pembangunan manusia. Populasi menunjukkan nilai koefisien yang positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia. Kenaikan populasi sebesar 1 persen akan meningkatkan pembangunan manusia sebesar 0,39 persen. Dalam hal ini mekanisme transmisi yang mungkin terjadi adalah adanya peningkatan konsumsi (daya beli) masyarakat. Konsumsi merupakan komponen pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan yang positif mengakibatkan GDP perkapita meningkat. GDP per kapita merupakan salah satu komponen pembentukan Human Development Index. Pengeluaran pemerintah juga merupakan faktor yang dapat memengaruhi pembangunan manusia. Hal ini terlihat dari koefisien yang bernilai positif dan signifikan. Peningkatan 1 persen pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pembangunan manusia sebesar 0,02 persen. Pengeluaran konsumsi pemerintah bertujuan untuk membangun pelayanan umum seperti rumah sakit, infrastruktur, dan fasilitas pendidikan yang dapat meningkatkan aktivitas perekonomian sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Sesuai dengan hipotesis dan teori bahwa korupsi berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Berdasarkan estimasi, kenaikan 1 persen tingkat bebas dari perilaku korupsi akan meningkatkan pembangunan manusia sebesar 0,0008 persen. Jika tingkat korupsi di sektor publik rendah maka alokasi anggaran untuk alokasi pendidikan dan kesehatan serta program sosial lainnya dapat terdistribusi dengan baik di masyarakat sehingga dapat meningkatkan pembangunan manusia secara keseluruhan. Pertumbuhan
ekonomi
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
pembangunan manusia. Peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen akan mengakibatkan peningkatan pembangunan
manusia sebesar 0,0012 persen.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi menandakan bahwa output yang dihasilkan oleh suatu negara dan standar hidup masyarakat semakin meningkat.
79
5.2.2 Analisis Dampak Korupsi Terhadap Investasi Berdasarkan hasil estimasi Tabel 4.6 pada persamaan investment untuk submodel satu selama tahun 2000-2009 memiliki R2 sebesar 0,945663 yang berarti sebesar 94,56 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (investasi) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti populasi, tingkat tabungan, korupsi, dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan 5,44 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model persamaan untuk investasi memiliki probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00 < 0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel
independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik
pengaruhnya terhadap investasi. Submodel dua (tanpa negara kamboja) memiliki R2 0,908850 yang berarti 90,88 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (investasi) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti pertumbuhan ekonomi, korupsi, populasi, tingkat tabungan, dan suku bunga riil. 9,12 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model persamaan submodel dua memiliki probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen ( 0,00 < 0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel
independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik
pengaruhnya terhadap investasi. Dalam penelitian ini, tujuan utama analisis submodel dua adalah untuk melihat pengaruh suku bunga riil terhadap investasi di tujuh negara ASEAN. Adanya keterbatasan data suku bunga riil pada negara kamboja mengakibatkan analisi pada submodel satu tidak bisa dilakukan secara keseluruhan. Perilaku korupsi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap dua submodel investasi. Besaran nilai koefisien pada submodel 1 untuk semua negara adalah 3,15 yaitu kenaikan tingkat bebas dari perilaku korupsi sebesar 1 persen akan meningkatkan investasi sebesar 3,15 persen. Sedangkan pada submodel 2 (tanpa Negara Kamboja) memiliki nilai koefisien sebesar 7,6 yakni peningkatan 1 persen tingkat bebas dari korupsi akan meningkatkan 7,6 persen. Hal ini sesuai dengan teori dan hipotesis bahwa korupsi menyebabkan biaya yang tinggi melalui pembayaran tidak resmi dan menciptakan ketidakpastian pada investor sehingga mengurangi
80
insentif
untuk
berinvestasi.
Para
investor
di
delapan
Negara
ASEAN
mempertimbangkan korupsi sebagai bagian dari keputusan berinvestasi. Pertumbuhan ekonomi pada submodel satu menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap investasi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen akan meningkatkan investasi sebesar 0,032 persen. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi prospek yang baik untuk investor dalam menanamkan modalnya. Pertumbuhan ekonomi juga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Namun pada submodel dua, pertumbuhan ekonomi tidak menunjukkan koefisien yang signifikan. Kemungkinan para investor tidak mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi sebagai acuan tetapi ada faktor lain yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan investasi. Tingkat tabungan juga mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap tingkat investasi. Hal ini sesuai dengan teori dan hipotesis bahwa tingkat tabungan dapat menentukan investasi. Tabungan merupakan sumber modal untuk para investor. Pada submodel 1, kenaikan tingkat tabungan sebesar 1 persen akan meningkatkan investasi sebesar 0,25 persen. Sedangkan pada submodel dua, peningkatan 1 persen tingkat tabungan akan meningkatkan investasi sebesar 0,12 persen. Populasi atau jumlah penduduk di suatu negara menjadi pertimbangan dalam investasi. Berdasarkan hasil estimasi, populasi mempunyai pengaruh yang nyata dan positif terhadap tingkat investasi. Kenaikan 1 persen populasi akan meningkatkan investasi sebesar 9,95 persen (submodel 1). Sedangkan pada submodel 2, peningkatan 1 persen populasi akan meningkatkan investasi sebesar 11,08 persen. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, submodel dua mempunyai tujuan utama untuk melihat pengaruh suku bunga riil terhadap investasi. Hasil estimasi menunjukkan bahwa suku bunga riil berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat investasi (kecuali negara Kamboja). Jika suku bunga naik 1 persen maka akan menurunkan investasi sebesan 0,09 persen. Hal ini sesuai dengan teori dan hipotesis bahwa suku bunga riil berpengaruh negatif terhadap investasi karena ketika suku bunga naik investasi menjadi tidak menguntungkan dan menambah biaya produksi.
81
VI.
6.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode Panel Data dan
pembahasan yang telah dikemukakan, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1.
Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan berkurangnya tingkat kejahatan korupsi di delapan Negara ASEAN adalah peningkatan kebebasan ekonomi, GDP perkapita, kualitas pemerintahan, dan faktor warisan sejarah (sistem penjajahan). Sedangkan kebebasan politik (demokrasi) justru dapat meningkatkan perilaku korupsi di sektor publik dan para politisi.
2.
Dari sisi ekonomi, beberapa faktor yang secara signifikan yang dapat mengurangi kejahatan korupsi adalah kebebasan berbisnis, pembelanjaan pemerintah untuk barang publik, kebebasan moneter, terjaminnya hak kepemilikan individu, dan GDP per kapita. Sedangkan kebebasan fiskal berpengaruh negatif terhadap tingkat kebebasan dari perilaku korupsi.
3.
Dari sisi kualitas pemerintahan, tingkat bebas/bersih dari perilaku korupsi secara signifikan ditentukan oleh stabilitas politik, kualitas regulasi, penegakan aturan hukum, dan kontrol pemerintah terhadap korupsi. Sedangkan kebebasan berpolitik, hak sipil, dan hak bersuara dan akuntabilitas justru akan memperparah tingkat korupsi di delapan Negara Kawasan ASEAN.
4.
Hasil estimasi kesejahteraan sosial yang diproksimasi dengan pembangunan manusia secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh tingkat bebas/bersih dari kejahatan korupsi, pengeluaran pemerintah populasi, dan pertumbuhan ekonomi.
5.
Estimasi faktor-faktor yang memengaruhi investasi di delapan Negara ASEAN secara positif dan signifikan adalah populasi, tingkat bebas dari kejahatan korupsi, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat tabungan. Sedangkan
82
suku bunga berpengaruh negatif terhadap tingkat investasi di 7 Negara ASEAN (tanpa Negara Kamboja)
6.2.
Saran Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka saran-saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut : 1.
Sisi ekonomi, pemerintah perlu memberikan fundamental sosial dan politik yang kuat dan jujur terhadap kebebasan berbisnis. Jika pemerintah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk kepentingan pembangunan barang publik, maka perlu adanya pengawasan agar tidak ada celah bagi para aparat mengorupsi anggaran tersebut. Kebebasan moneter juga harus menjadi perhatian utama pemerintah agar dapat mampu mengontrol harga, kebutuhan hidup tidak meningkat dan mempersempit peluang kejahatan korupsi. Walaupun tingkat pajak yang rendah secara perhitungan empiris dapat menaikkan kejahatan korupsi, tetapi pengawasan secara intensif tetap perlu dilakukan terhadap kebebasan fiskal tersebut. Jaminan hukum terhadap hak kepemilikan pribadi tetap harus dilakukan pemerintah guna menghindari persaingan kepemilikan secara tidak sehat. Negara juga seharusnya berupaya agar pendapatan per kapita dan standar hidup masyarakat meningkat, hal ini tentunya akan mengurangi niatan untuk melakukan tindakan korupsi.
2.
Secara Pemerintahan, pemerintah harus tetap menjaga stabilitas politik agar mengurangi tindakan kekerasan atau kriminalitas (korupsi). Pemerintah senantiasa memperhatikan kualitas regulasi serta mekanisme pelaksanaannya, tidak mendukung pihak-pihak tertentu. Perlu adanya penguatan aturan hukum dan kualitas penegak hukum dalam rangka mengurangi tindakan kejahatan. Kualitas penegakan hukum dapat dilakukan dengan memilih para hakim yang handal dalam menangani kasus korupsi. Pemerintah perlu juga meningkatkan kontrol terhadap korupsi sebagai wujud kepedulian untuk memerangi tindakan kejahatan korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik dan politisi. Negara menjamin akses publik terhadap informasi pemerintah dan kebebasan pers
83
dengan melarang penyensoran. Pengawasan terhadap kebebasan demokrasi harus diutamakan guna meminimalisasi adverse selection para calon pejabat publik yang hanya ingin memburu rente. 3.
Dalam rangka meningkatkan pembangunan manusia dan investasi, sebaiknya pemerintah perlu memperhatikan dan memberantas masalah korupsi. Karena korupsi terbukti secara empiris dapat memengaruhi pembangunan manusia dan tingkat investasi.
4.
Saran untuk penelitian selanjutnya, dapat menganalisis dari faktor lain seperti kemiskinan, jumlah populasi berdasarkan tingkat agama, tingkat ketercapaian pendidikan, upah pemerintahan, dan jumlah sumberdaya alam.
84
DAFTAR PUSTAKA
Akçay, Selçuk . 2006. Corruption and Human Development. Cato Journal vol 26 No.1 (Winter 2006). Ali, A. M. and W. M. Crain. 2002. Institutional Distortions, Economic Freedom, and Growth. Cato Journal, Vol. 21, No. 3, pp. 415-426. Casseli, Fransesco and Massimo Morelli. 2000. Bad Politicians. Discission Paper No. 2402. Center for Economic Policy Researh, London. Chetwynd Eric, Frances Chetwynd and Bertram Spector. 2003. Corruption and Poverty :A Review of Recent Literature (Final Report). Washington DC : Management System International. Callejas, Danny G. 2010. Corruption, Economic Freedom and Political Freedom in South America: In Pursuit of the missing Link. Borradores Departamento de Economía no. 34, Departamento de Economia, Facultad de Ciencias Economicas, Universidad de Antiouia. Damanhuri, Didin S. Ekonomi Politik dan Pembangunan : Teori, Kritik, dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Berkembang. Bogor : IPB Press. Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta : Erlangga Press. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta : Bumi Aksara. Gibbons, K. M. 1999. Variations in Attitudes toward Corruption in Canada. In Political Corruption: A Handbook, Arnold J Heidenheimer, Michael Johnston and Victor Le Vine (eds.), Transaction Publishers, Piscataway, pp. 763-780. Gujarati, D. N. 2004. Basic Econometrics. Fourth Edition. New York : McGraw Hill Companies, Inc. Gupta, Sanjeev, Hamid Davoodi and Erwin Tiongson. 2000. Corruption and the Provision of Health Care and Education Services. IMF Working Paper 00/116. Gwartney, J., R. Lawnson dan W. Block. 1996. Economic Freedom in The World, 1975-1995. Vancouver : The Fraser Institute
85
Gwartney, J., R. G Holcombe, dan R Lawson. 2004. Economic Freedom, Institutional Quality, And Cross-Country Differences in Income and Growth. Cato Journal Vol. 24 No. 3 (Fall 2004). Gyimah and Brempong. 2002. Corruption, Economic Growth, and Income Inequality in Arica. Economic of Government Spring-Verlag No 3 (183-209). Jhingan, M.L. 1988. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : Rajawali Press. Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor : IPB PRESS. Kaufmann, D., A. Kraay and M. Mastruzzi. 2006. Measuring Governance Using Cross-country Perceptions Data. in S. Rose- Ackerman, ed., International Handbook on the Economics of Corruption, Edward Elgar, Cheltenham, UK. Kaufman, Daniel, Aart Kraay and Pablo Zaido-Lobaton. 2000. Governance Matters: from Measurement to Action. IMF Magazine, Finance and Development, june 2000. Lembaga Administrasi Negara. 2007. Laporan Kajian Strategi Penanganan Korupsi di Negara-Negara Kawasan Asia Pasifik. Jakarta : Pusat Kajian Administrasi Internasional. Mangkoesoebroto, Guritno. 1999. Ekonomi Publik. Yogyakarta : BPFE UGM Mankiw, N Gregory. 2003. Teori Makroekonomi . Edisi Kelima. Imam Nurmawan [Penerjemah]. Jakarta : Erlangga. Mauro, P. 1995. Corruption and Growth. Quarterly Journal of Economics 110 (3): 681–712. Miller, T and Kim A.B. 2010. Chapter 5 : Defining Economic Freedom, 2010 Index of Economic Freedom Annual Report. Washington, D.C : The Haritage Foundation and Dow Jones & Company, Inc. Mutaşcu, Mihai and Dan Constantin Dănuleţiu. 2010. Corruption and Social Welfare in The EU 27 Countries. Annales Universitatis Apulensis Series Oeconomica 12(1). Nachrowi, N.D. 2006. Pendekatan Populer dan Praktik Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nicholson, W. 1995. Teori Mikroekonomi : Prinsip Dasar dan Perluasan. Edisi Kelima. Daniel Wirajaya [penerjemah]. Jakarta : Binarupa Aksara.
LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Dependent Variable: CORRUPTION Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 03/19/12 Time: 15:22 Sample: 2000 2009 Periods included: 10 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 80 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C EF PF GOV_QUALITY GDPP1
-25.15650 0.801414 3.081522 14.06225 0.000273
8.025405 0.117520 0.622748 2.488021 9.90E-05
-3.134608 6.819401 4.948266 5.651980 2.761536
0.0025 0.0000 0.0000 0.0000 0.0072
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
Rho
3.192897 3.462766
0.4595 0.5405
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.851472 0.843550 3.441406 107.4887 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
11.75573 8.700587 888.2455 1.632278
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.968749 1422.142
Mean dependent var Durbin-Watson stat
36.23750 1.019492
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: EQ01 Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
3.077570
4
0.5449
Redundant Fixed Effects Tests Equation: EQ01 Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
5.713309 37.004819
d.f.
Prob.
(7,68) 7
0.0000 0.0000
Lampiran 1.2 Dependent Variable: CORRUPTION Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 06/11/12 Time: 00:12 Sample: 2000 2009 Periods included: 10 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 80 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C EF PF GOV_QUALITY GDPP1 D_ENGLAND
-25.13162 0.796119 2.550878 10.50283 0.000245 8.900989
7.801388 0.113994 0.630076 3.053603 9.81E-05 4.439562
-3.221429 6.983869 4.048523 3.439489 2.502421 2.004925
0.0019 0.0000 0.0001 0.0010 0.0145 0.0486
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
2.710769 3.462766
Rho 0.3800 0.6200
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.885701 0.877978 3.410032 114.6851 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
13.57268 9.762023 860.4957 1.646968
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.975499 1114.967
Mean dependent var Durbin-Watson stat
36.23750 1.271077
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: EQ01 Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
1 - 00 1 - 01 1 - 02 1 - 03 1 - 04 1 - 05 1 - 06 1 - 07 1 - 08 1 - 09 2 - 00 2 - 01 2 - 02 2 - 03 2 - 04 2 - 05 2 - 06 2 - 07 2 - 08 2 - 09 3 - 00 3 - 01 3 - 02 3 - 03 3 - 04 3 - 05 3 - 06 3 - 07 3 - 08 3 - 09
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
1.763300
4
0.7792
Nilai Residual Model Lampiran 1.2 1.639953 4 - 00 -0.80269 7 - 00 2.748475 4 - 01 0.864224 7 - 01 2.286331 4 - 02 -2.37059 7 - 02 0.81462 4 - 03 -1.4737 7 - 03 2.636795 4 - 04 -1.22748 7 - 04 3.756103 4 - 05 0.686416 7 - 05 -14.4105 4 - 06 -0.41654 7 - 06 -1.30599 4 - 07 -0.68926 7 - 07 -3.72355 4 - 08 -1.21499 7 - 08 -4.40092 4 - 09 0.386958 7 - 09 -0.43209 5 - 00 1.112918 8 - 00 -0.92627 5 - 01 1.241021 8 - 01 -1.73699 5 - 02 1.976061 8 - 02 0.048226 5 - 03 2.144135 8 - 03 0.556513 5 - 04 0.791001 8 - 04 1.074231 5 - 05 0.914163 8 - 05 1.56025 5 - 06 -0.35559 8 - 06 2.049884 5 - 07 -0.4119 8 - 07 3.441568 5 - 08 -1.04756 8 - 08 1.923186 5 - 09 -0.10661 8 - 09 -5.48612 6 - 00 -8.76376 0.985137 6 - 01 -7.66051 -1.22416 6 - 02 -7.20829 -1.47247 6 - 03 -4.66764 -3.97886 6 - 04 -2.14496 -5.58788 6 - 05 -0.89161 -9.08955 6 - 06 3.092391 11.92444 6 - 07 0.738592 4.97351 6 - 08 0.539868 -1.89383 6 - 09 -1.73214
4.235941 8.386779 0.608151 2.282055 1.769604 2.342967 2.223187 1.530581 0.379198 0.460662 2.939414 4.728878 3.009121 3.212834 1.306863 -0.89384 0.936831 1.402184 1.061638 0.024921
Uji LM untuk memilih antara Random Effect dan PLS
Chi-Square Hitung
= 4.011201
Chi- Square Tabel 3,84 (alpha lima persen dengan derajat bebas satu) Ho : PLS H1 : Random nilai Chi-square hitung > ChiSquare tabel maka terima H1. Keputusan yang diambil adalah Model Random Effect lebih baik
Lampiran 1.3 Model 2 (Fixed Effect Cross Section SUR ) Dependent Variable: CORRUPTION Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 03/19/12 Time: 17:20 Sample: 2000 2009 Periods included: 10 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 80 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C BUSF FINC FISCF INVF GOVSPEND MONF TRADEF PRIGHTS
-11.69137 0.375093 -0.025258 -0.052996 -0.050742 0.233186 0.069508 0.035854 0.103496
7.759378 0.032359 0.021442 0.039264 0.018246 0.048538 0.022425 0.023882 0.029965
-1.506741 11.59151 -1.177962 -1.349751 -2.781027 4.804212 3.099620 1.501324 3.453945
0.1368 0.0000 0.2432 0.1819 0.0071 0.0000 0.0029 0.1382 0.0010
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.999491 0.999371 1.033652 8373.748 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
8.177134 91.85435 68.37999 1.883499
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.981208 855.1718
Mean dependent var Durbin-Watson stat
36.23750 1.660313
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 398.124320
d.f.
Prob.
(7,64)
0.0000
Lampiran 1.4 Dependent Variable: CORRUPTION Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 03/19/12 Time: 17:42 Sample: 2000 2009 Periods included: 10 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 80 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C BUSF FINC FISCF INVF GOVSPEND MONF TRADEF PRIGHTS GDPP1
0.782991 0.421180 -0.006335 -0.163974 -0.024139 0.152577 0.079263 -0.010939 0.070261 0.000253
5.713898 0.031942 0.020282 0.035914 0.020336 0.054111 0.023577 0.021253 0.029292 1.91E-05
0.137033 13.18560 -0.312343 -4.565770 -1.186984 2.819730 3.361867 -0.514708 2.398640 13.23686
0.8914 0.0000 0.7558 0.0000 0.2397 0.0064 0.0013 0.6086 0.0194 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.998980 0.998721 1.044654 3856.010 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
23.70115 146.6208 68.75197 1.885490
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.981864 825.3030
Mean dependent var Durbin-Watson stat
36.23750 1.778368
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 122.801485
d.f.
Prob.
(7,63)
0.0000
Lampiran 1.5 Dependent Variable: CORRUPTION Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 03/21/12 Time: 07:05 Sample: 2000 2009 Periods included: 10 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 80 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C POL_STABILITY CON_CORR GOVEFFECT1 REG_QUALITY RULE_LAW VOIC_ACC
34.76805 1.951341 5.616255 -2.857112 11.32089 1.587401 -7.368218
0.304025 0.365311 0.805047 1.584238 1.142332 0.551274 0.282624
114.3592 5.341591 6.976305 -1.803461 9.910339 2.879511 -26.07074
0.0000 0.0000 0.0000 0.0759 0.0000 0.0054 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.997036 0.996452 1.034963 1707.886 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
79.61842 125.4273 70.69581 1.962139
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.978450 980.6561
Mean dependent var Durbin-Watson stat
36.23750 1.444154
Redundant Fixed Effects Tests Equation: FAKTORPOLITIK2 Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 36.224637
d.f.
Prob.
(7,66)
0.0000
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: FAKTORPOLITIK2 Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
18.677300
6
0.0047
Lampiran 1.6 Dependent Variable: CORRUPTION Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 03/21/12 Time: 07:03 Sample: 2000 2009 Periods included: 10 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 80 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C POL_STABILITY CON_CORR GOVEFFECT1 REG_QUALITY RULE_LAW VOIC_ACC CIVLBTRS1 POLRIGHTS1
32.00492 2.221684 6.070645 -1.519069 10.36412 2.039135 -7.113412 0.479725 0.196073
0.714340 0.446436 1.186040 1.493432 1.208993 0.925693 0.440732 0.208352 0.098917
44.80349 4.976489 5.118417 -1.017166 8.572524 2.202820 -16.13999 2.302475 1.982201
0.0000 0.0000 0.0000 0.3129 0.0000 0.0312 0.0000 0.0246 0.0518
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.996894 0.996166 1.041388 1369.277 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
71.68284 110.1212 69.40727 1.974728
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.978441 981.0657
Mean dependent var Durbin-Watson stat
36.23750 1.451998
Redundant Fixed Effects Tests Equation: FAKTORPOLITIK2 Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F
28.044580
d.f.
Prob.
(7,64)
0.0000
Lampiran 1.7 Dependent Variable: HDI Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 03/20/12 Time: 10:34 Sample: 2000 2009 Periods included: 10 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 80 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C GDPG LNCORRUPTION LNGOVCS LNPOP
-6.210144 0.001448 0.000805 0.022504 0.392271
0.116710 6.72E-05 0.000467 0.001414 0.006816
-53.20986 21.54606 1.722412 15.91776 57.55240
0.0000 0.0000 0.0895 0.0000 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.999792 0.999759 1.071453 29769.52 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
166.3005 103.5965 78.06480 2.124327
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.996143 0.004103
Mean dependent var Durbin-Watson stat
0.614763 0.552879
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: HDI_CORR Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
477.229442
4
0.0000
Redundant Fixed Effects Tests Equation: HDI_CORR Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
300.324023 277.047865
d.f.
Prob.
(7,68) 7
0.0000 0.0000
Lampiran 1.8 Dependent Variable: INVESTMENT Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 05/31/12 Time: 21:19 Sample: 2000 2009 Periods included: 10 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 80 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNCORRUPTION SAVINGRATE GDPG LNPOP
-165.8708 3.157990 0.254555 0.032466 9.957730
18.36008 0.272864 0.023208 0.019301 1.103053
-9.034316 11.57351 10.96831 1.682111 9.027428
0.0000 0.0000 0.0000 0.0971 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.945663 0.936873 1.054830 107.5853 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
55.09023 44.51003 75.66135 1.947419
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.726457 832.7650
Mean dependent var Durbin-Watson stat
24.29857 0.910688
Redundant Fixed Effects Tests Equation: INVEST_CORR Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic
d.f.
Prob.
(7,68)
0.0000
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
7.981010
4
0.0923
53.103207
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: INVEST_CORR Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Lampiran 1.9 Dependent Variable: INVESTMENT Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 03/21/12 Time: 08:13 Sample: 2000 2009 Periods included: 10 Cross-sections included: 7 Total panel (balanced) observations: 70 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNCORRUPTION SAVINGRATE REAL_IR GDPG LNPOP
-196.8367 7.603672 0.117381 -0.093816 -0.009159 11.08390
31.71229 0.986338 0.039342 0.018701 0.046717 2.033120
-6.206954 7.708990 2.983594 -5.016512 -0.196060 5.451670
0.0000 0.0000 0.0042 0.0000 0.8452 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.908850 0.891563 1.075268 52.57402 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
29.54528 38.78026 67.05967 1.894504
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.716961 766.5002
Mean dependent var Durbin-Watson stat
25.04398 0.878632
Redundant Fixed Effects Tests Equation: EQ02 Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic
d.f.
Prob.
(6,58)
0.0000
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
27.410946
5
0.0000
27.422217
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: EQ02 Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Lampiran 1.10 Hasil Estimasi Cross Section-Effect Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR)
1. Kamboja 2. Indonesia 3. Laos 4. Malaysia 5. Singapura 6. Thailand 7. Filipina 8. Vietnam
Model 1
Model 2
Model 3
-5.235861 -11.71714 -13.18771 10.14552 37.83107 -9.224419 -6.272842 -2.338613
-2.255659 -9.566017 -11.95652 9.816094 29.68180 -8.627682 -4.197220 -2.894796
-3.052013 -9.111406 -11.82029 9.448315 28.83110 -8.130055 -3.696039 -2.469610
Hasil Estimasi Cross Section- Effect Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan dan Demokrasi (Politik) terhadapTingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) Model 1
Model 2
1. Kamboja 2. Indonesia
-4.340980 -3.939972
-3.122692 -2.001590
3. Laos
-11.32142
-11.43355
7.079816 24.70917
5.674020 21.15888
-2.187326
-1.438840
4. Malaysia 5. Singapura 6. Thailand 7. Filipina
0.266015
2.009880
8. Vietnam
-10.26530
-10.84611
Hasil Estimasi Dampak Korupsi terhadap Kesejahteraan Sosial dan Investasi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) HDI 1. Kamboja 2. Indonesia 3. Laos 4. Malaysia 5. Singapura 6. Thailand 7. Filipina 8. Vietnam
-0.803245 0.188513 0.981932 -0.260576 -0.436033 0.525816 0.192544 -0.388950
Investment Model 1
Model 2
-17.64616 -5.357430 11.14793 -6.639719 2.591821 18.13619 8.073686 -10.30632
-16.96748 -4.852331 11.83040 -6.700961 3.067570 25.51212 ---11.88932
86
Nielsen, M and Jakob Haugaard. 200. Democracy, Corruption, and Human Development. Approaches to Development Spring 2000, University of Aarhus, Denmark. Ravallion, Martin. 2005. A Poverty-Inequality Trade-off?. Policy Research Working Paper No.3579. Development Research Group Poverty Team. The World Bank, Washington D.C. Rose-Ackerman, S. 1997. The Political Economy of Corruption. In K. A. Elliot (ed.) Corruption and the Global Economy, 31–60. Washington: Institute for International Economics. Santoso, Bambang. 2007. Relevansi Pemikiran Teori Robert B Seidman tentang ‘The Law of Non Transferability of The Law’ dengan Upaya Pembangunan Hukum Nasional Indonesia. Jurnal Yustisia Edisi No. 70 Januari-Apriil 2007. Sasana Hadi. 2004. Kegagalan Pemerintah Dalam Pembangunan. Jurnal Dinamika Pembangunan Vol.1 No.1 Hal 31 – 38. Seldadyo H and Jakob D H. 2006. The Determinants of Corruption : A Literature Review and New Evidence. 2006 EPCS Conference, Turku, Finland. Subagiono. 1998. Penggunaan PPh, Keadilan, dan Transparansinya Tidak Terwujud. Jurnal Kipas No. 2. Todaro, Michael P and Stephen C Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi. Edisi Kesembilan. Andri Yelvi [Penerjemah]. Jakarta : Erlangga. Weimer, David L, and Aidan R. Vinning.1992. Policy Analysis Concepts and Practice. Prenctice Hall, New Jersey. Wulandari, Dwi. 2011. Analisis Pengaruh Kebebasan Ekonomi dan Variabel Moneter terhadap Harga Saham di Lima Negara ASEAN. [Tesis]. Universitas Brawijaya Malang. World Bank. 2001. Quality of Growth ‘Kualitas Pertumbuhan’. Marcus Prihminto Widodo [Penerjemah]. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.