64
V.
5.1
ANALISIS DETERMINAN KORUPSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN INVESTASI
Analisis Determinan Korupsi di Delapan Negara Kawasan ASEAN Pada bagian analisis ini bertujuan mengestimasi faktor-faktor yang dapat
memengaruhi korupsi. Analisis ini berdasarkan kombinasi teori dan penelitian yang dilakukan Nielsen-Haugaard (2000), Callejas (2010), Seldadyo (2006) dan Ali-Crain (2002). Beberapa penelitian tersebut mempunyai karakter dan metodologi yang sama untuk menganalisis penyebab dari persepsi korupsi di beberapa negara. Orisinalitas dari penelitian ini adalah adanya variabel dummy Negara Commonwealth yang diproksimasi sebagai negara persemakmuran Inggris. Negara Singapura dan Malaysia merupakan bekas jajahan Britania yang mencapai kemerdekaan.
Tabel 5.1
Hasil Estimasi Model Determinan Korupsi dengan menggunakan Metode Random Effect Model (REM) Variabel Dependen Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Variabel Independen Model 1 Model 2 0,8* 0,796* Kebebasan Ekonomi (6,189) (6,983) 0,00027* 0,00025* GDP per kapita (PPP) (2,76) (2,5) Kebebasan Politik 3,08* 2,55* (Demokrasi) (4,95) (4,04) 14,06* 10,5* Kualitas Pemerintahan (5,65) (3,44) 8,9* Dummy Commonwealth --(2,005) R-Squared D-W Prob > F Number of Obs Haussman Test Probability Chow Test Probability LM Test ( χ2 tabel = 3,84)
0,851472 1,63 0,00000 80 0,5449 0,0000 ---
0.885701 1,65 0,00000 80 0,7792 --4,011201
Keterangan : * signifikan pada taraf 5 persen , **signifikan pada taraf 10 persen
65
Pada Random Effect Model, pendugaan parameternya menggunakan metode GLS (Generalised Least Square) yaitu dengan mentransformasi model sedemikian rupa sehingga memenuhi asumsi Gauss-markov untuk mendapatkan komponenkomponen sisaan yang homogen (homoskedastisitas) dan tidak menunjukkan autokorelasi (Juanda, 2009). Berdasarkan uji LM, uji Hausman, dan uji Chow, dua model determinasi korupsi ini lebih tepat menggunakan Random Effect dan secara otomatis sudah berada dalam metode GLS, artinya model tersebut terbebas dari masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas. Selain itu, asumsi multikolinearitas juga dapat teratasi karena sudah menggabungkan data cross section dengan time series Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.1 persamaan korupsi selama tahun 2000-2009 untuk model satu memiliki R2 sebesar 0.851472 yang berarti sebesar 85,14 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (korupsi) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti Economic Freedom, Political Freedom, GDP per kapita, dan kualitas pemerintahan. Sedangkan 14,86 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model persamaan korupsi memiliki probabilitas Fstatistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00<0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap korupsi. Model dua memiliki R2 sebesar 0,885701 yang berarti 88,57 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (korupsi) dapat dijelaskan oleh variabel independen termasuk variabel dummy. Probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00<0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel dependen. Pada Tabel 4.3 menjelaskan bahwa pada model satu dan model dua koefisien dari variabel-variabel bebas semua signifikan dan konsisten. Hal ini terlihat dari nilai probabilitasnnya lebih kecil dari alpha 5 persen dan 10 persen. Tanda positif pada koefisien Economic Freedom baik pada model satu ataupun dua menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kebebasan ekonomi maka semakin tinggi tingkat bebas dari korupsi. Dengan meningkatnya kebebasan ekonomi sebesar 1 persen, maka tingkat bebas dari korupsi meningkat 0,8 persen (model 1) dan 0,796 persen (model 2).
66
economic freedom adalah bukan hanya meminimalkan kekuasaan dan batasanbatasan Negara, tetapi juga penciptaan kreasi dan pemeliharaan jiwa kebebasan ekonomi serta memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak-hak kebebasan ekonomi orang lain. Semakin minimnya intervensi pemerintah dalam perekonomian atau menghilangkan restriksi (aturan hukum) yang mengekang kebebasan ekonomi, maka kecenderungan pejabat publik memburu rente (keuntungan pribadi) melalui aktivitas ekonomi baik dalam hal produksi, distribusi, dan hak kepemilikan individu akan semakin kecil. Tanda positif pada indeks kebebasan politik (proksimasi demokrasi) menjelaskan bahwa tingkat demokrasi yang rendah akan meningkatkan perilaku bebas/bersih dari korupsi. Kenaikan indeks kebebasan politik sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai bebas dari korupsi sebesar 3,08 persen (model satu) dan 2,55 persen (model dua). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat demokrasi maka akan semakin bebas dari perilaku korupsi. Kemungkinan politik uang telah memainkan peranan penting dalam proses demokrasi sehingga kebebasan politik disalahgunakan untuk memburu rente. Variabel GDP per kapita mempunyai koefisien yang positif dan sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkan pendapatan per kapita maka pemerintahan akan cenderung bebas dari perilaku korupsi. Kenaikan pendapatan per kapita sebesar 1 persen maka tingkat kebebasan/bersih dari perilaku korupsi meningkat sebesar 0,00027 persen (model satu) dan 0,00025 (model dua). Estimasi koefisien untuk variabel kualitas pemerintahan menjelaskan bahwa semakin baik kualitas pemerintah maka tingkat kebebasan dari perilaku korupsi semakin tinggi. Kualitas pemerintah mencerminkan komposit dari indeks Voice and Accountability, Political Stability and Absence of Violence/Terrorism, Government Effectiveness, Regulatory Quality, Rule of Law, Control of Corruption. Kenaikan 1 persen tingkat kualitas pemerintah akan meningkatkan tingkat kebebasan dari korupsi sebesar 14,06 persen (model 1) dan 10,5 persen (model 2). Model dua memasukkan variabel dummy bekas negara jajahan inggris. Negara-negara yang pernah menjadi bekas jajahan inggris adalah negara Malaysia
67
dan Singapura. Hasil estimasi menunjukkan koefisen bernilai positif yang berarti bahwa negara-negara jajahan bekas jajahan Inggris cenderung memiliki tingkat bebas dari perilaku korupsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Hal ini disebabkan pengaruh sistem pemerintahan Common Law yang diterapkan Inggris saat menjajah Malaysia dan Singapura dan sampai saat ini masih tetap digunakan oleh kedua negara tersebut. Sistem Common Law cenderung melindungi investor dengan dengan peraturan hukum (Rule of Law) yang ketat termasuk kecurigaan terhadap transaksi yang illegal. Jika investor terlindungi, maka akan tercipta insentif untuk berinvestasi. Santoso (2007) pejabat-pejabat bangsa Inggris pada masa penjajahan, semuanya adalah lulusan public school di Inggris. Sekolah tersebut terkenal telah berhasil menciptakan English Gentleman yang memiliki watak, nilai-nilai dan sikap paternalistik, otoriter, tidak korup, memiliki semangat pengabdian yang tinggi pada tugas, sadar akan kewajiban, memiliki inisiatif perseorangan, mengetahui bagaimana memerintah dan memberi perintah-perintah, tetapi tinggi hati (sombong).
5.1.1 Pengaruh Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi Pada analisis ini (Tabel 5.2) akan memperinci hasil model utama. Berdasarkan analisis pada Tabel 5.1 telah didapatkan temuan empirik bahwa kebebasan ekonomi dan pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap korupsi. Indeks kebebasan ekonomi akan dispesifikasikan untuk mengestimasi beberapa komponen yang berpengaruh secara signifikan terhadap korupsi. Gwartney (2004) menjelaskan Indeks Kebebasan Ekonomi juga mengukur kualitas kelembagaan dalam lima bidang utama: (1) ukuran pemerintah, (2) struktur hukum dan keamanan hak milik, (3) akses terhadap lembaga keuangan, (4) mobilitas tenaga kerja antar negara, dan (5) regulasi modal, tenaga kerja, dan bisnis. Model yang digunakan adalah Fixed Effect Model dengan pembobotan Cross Section SUR untuk mengoreksi masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Uji haussman tidak bisa dilakukan karena cross section lebih kecil dari
68
time series sehingga uji yang dilakukan adalah uji Chow dengan probabilitas 0,0000. Nilai Durbin Watson sebesar 1,9 yang artinya semua model terbebas dari masalah autokorelasi. Berikut ini adalah hasil estimasi dari pemilihan model terbaik.
Tabel 5.2 Hasil Estimasi Pengaruh Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR)
Variabel Independen Constanta Kebebasan Berbisnis Kebebasan Finansial Kebebasan Fiskal Kebebasan Investasi Pengeluaran Pemerintah Kebebasan Moneter Kebebasan Perdagangan Hak Kepemilikan Individu GDP per Kapita R-Squared
Variabel Dependen : Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Model 1 Model 2 -11,69 0,782 (-1,51) (0,13) 0,375* 0,42* (11,6) (13,18) -0,025 0,006 (4,13) (4,18) -0,05 -0,16* (-1,35) (-4.65) -0,051* -0,024 (2,78) (3,38) 0,233* 0,15* (-5,71) (2,82) 0,067* 0,079* (3,1) (3,36) 0,035 -0,012 (1,5) (-0,5) 0,103* 0,07* (3,45) (2,4) 0,0002* --(13,23) 0,999491 0,998980
Durbin-Watson
1,9
1,9
Prob > F
0,0000
0,0000
Chow Test Probability
0,0000
0,0000
Keterangan : * signifikan pada taraf 5 persen , **signifikan pada taraf 10 persen
69
Pemilihan model terbaik berdasarkan hipotesis dan teori pada dua persamaan tersebut (Tabel 5.2) adalah model dua dengan R2 sebesar 0,998980. Hasil estimasi dari komponen indeks kebebasan ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap tingkat korupsi adalah Business Freedom, Fiscal Freedom, Government Spending, Monetary Freedom, dan Property Right. Untuk indikator makroekonomi seperti GDP per kapita berpengaruh terhadap penyebab korupsi. Model dua memiliki nilai kepercayaan sebesar 99,89 persen. Keragaman yang terdapat pada variabel dependen (korupsi) dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Sedangkan 0,08 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model persamaan korupsi memiliki probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00<0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap korupsi. Kebebasan berbisnis berpengaruh positif terhadap tingkat bebas dari korupsi. peningkatan 1 persen kebebasan bisnis akan meningkatkat kebebasan dari perilaku korupsi sebesar 0,42 persen. Dalam hal ini, kebebasan berbisnis di delapan Negara ASEAN dapat mengurangi tingkat korupsi serta sesuai dengan hipotesis. Kebebasan berbisnis bukan berarti hanya menghilangkan peraturan yang menghambat dan merugikan kebebasan aktivitas bisnis dengan meminimalisasi intervensi. Pemerintah tetap melakukan intervensi dan mengatur kegiatan berbisnis tetapi dengan dukungan fundamental dari politik (bebas korupsi) dan sosial yang kuat agar terjadi persaingan berbisnis yang sehat. McCardle dalam Wulandari (2011) menyatakan bahwa kebebasan berbisnis tanpa dukungan fundamental sosial dan politik yang kuat hanya akan memicu “entrepreneurial corruption” sehingga timbul persaingan tidak sehat dan menimbulkan ketidakpastian dalam usaha. Kebebasan fiskal adalah ukuran kuantitatif dari beban-beban dan pajak yang lebih rendah membuat tingkat kebebasan fiskal lebih tinggi. Koefisien kebebasan fiskal menunjukkan hasil yang negatif dan signifikan. Kenaikan 1 persen kebebasan fiskal (pajak rendah) maka akan menurunkan tingkat bebas/bersih dari perilaku korupsi sebesar 0,16 persen. Subagiono (1998) akses timbal balik langsung yang dapat dirasakan masyarakat dengan keikutsertaan secara aktif membayar pajak adalah
70
mereka mempunyai potensi untuk bersuara dan mengontrol pemerintah karena pembangunan dan kebijakan pemerintah dibiayai oleh pajak. Semakin rendah tingkat pajak maka pembiayaan untuk pengawasan dan pengontrolan pemerintahan cenderung sedikit sehingga memungkinkan terjadinya tindakan korupsi. Apabila pajak dinaikkan, maka fungsi pengawasan tetap harus ditingkatkan guna mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Ukuran pemerintahan dalam hal ini pembelanjaan pemerintah berpengaruh positif terhadap tingkat bebas dari korupsi. Kenaikan pembelanjaan pemerintah untuk barang publik sebesar 1 persen maka akan meningkatkan perilaku bebas dari kejahatan korupsi sebesar 0,15 persen. Ini sesuai dengan hipotesis dan teori yang menyatakan semakin banyak barang publik yang dibelanjakan untuk masyarakat maka tingkat korupsi semakin rendah. Alokasi anggaran pemerintah disalurkan secara tepat dan benar sehingga tidak ada celah untuk kejahatan korupsi. Kebebasan moneter berpengaruh positif terhadap tingkat bebas dari korupsi. Kebebasan moneter memiliki implikasi terhadap inflasi yang lebih stabil dan mekanisme harga yang berjalan dengan baik. Kenaikan kebebasan moneter sebesar 1 persen akan menaikan tingkat bebas dari korupsi sebesar 0,079 persen. Inflasi yang rendah akan cenderung mengurangi tingkat kejahatan korupsi di sektor publik. Hak kepemilikan pribadi berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat bebas dari perilaku produksi. Kenaikan 1 persen kebebasan dalam kepemikikan pribadi maka akan berpengaruh secara positif 0,07 persen pengurangan tindakan korupsi.
hak
kepemilikan
pribadi
merupakan
kemampuan
individu
untuk
mengakumulasi kepemilikan pribadi dan dijamin oleh hukum negara. Jika kepemilikan pribadi tidak didukung oleh fundamental yang kuat baik dari sisi politik, hukum, maupun sosial maka akan terjadi persaingan kepemilikan pribadi yang tidak sehat dan melakukan berbagai cara termasuk tindakan illegal (korupsi). GDP per kapita mempunyai koefisien yang positif dan sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita maka pemerintahan akan cenderung bebas dari perilaku korupsi. Hal ini mengartikan bahwa semakin makmur dan tingginya standar hidup suatu negara maka tingkat korupsi
71
semakin rendah. Kenaikan pendapatan per kapita sebesar 1 persen maka tingkat kebebasan/bersih dari perilaku korupsi meningkat sebesar 0,0002 persen.
Tabel 5.3. Hasil Estimasi Cross Section-Effect Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) Negara 1. Kamboja 2. Indonesia 3. Laos 4. Malaysia 5. Singapura 6. Thailand 7. Filipina 8. Vietnam
Model 1 -5.235861 -11.71714 -13.18771 10.14552 37.83107 -9.224419 -6.272842 -2.338613
Model 2 -2.255659 -9.566017 -11.95652 9.816094 29.68180 -8.627682 -4.197220 -2.894796
Hasil Cross Section-Effect pada Tabel 5.3 menjelaskan bahwa negara yang paling tinggi efek tingkat korupsinya adalah negara Laos, Indonesia, dan Thailand. Negara Malaysia dan Singapura merupakan negara yang paling rendah tingkat korupsinya karena hal ini terkait dengan sistem common law yang dianut oleh kedua negara tersebut serta adanya warisan sejarah yang memainkan peranan penting dalam pembentukan mental negara yang tidak korup.
5.1.2 Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan & Demokrasi (Politik) terhadap Tingkat Korupsi Pada analisis ini juga akan memperinci hasil empiris model utama pada Tabel 5.1.
Model ini bertujuan untuk
melihat dari beberapa variabel politik seperti
komposit kualitas pemerintahan dan demokrasi (proksimasi kebebasan politik) yang dapat memengaruhi perilaku korupsi di delapan Negara kawasan ASEAN. Hasil uji haussman dan uji chow menunjukkan bahwa model lebih efisien diestimasi dengan menggunakan Fixed Effect Model. Metode yang digunakan adalah Fixed Effect Model dengan menggunakan pembobotan Cross Section SUR untuk mengoreksi masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.
72
Tabel 5.4. Hasil Estimasi Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan dan Demokrasi (Politik) terhadapTingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR)
Variabel Independen Constanta Hak Suara dan Akuntabilitas Stabilitas Politik dan Ketiadaan Kekerasan dan Terorisme Efektifitas Pemerintah Kualitas Regulasi Aturan Hukum Pengendalian Korupsi Kebebasan berpolitik Kebebasan Sipil R-Squared
Variabel Dependen: Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Model 1 Model 2 32* 34,76* (44,8) (114,35) -7,36* -7,11* (-26,07) (-16,14) 1,95* 2,22* (5,34) (4,976) -2,875* -1,52 (-1,8) (-1,07) 11,3* 10,36* (9,91) (8,57) 1,58* 2,03* (2,87) (2,2) 5,62* 6,07* (6,976) (5,12) 0,196** --(1,98) 0,479* --(2,302) 0,997036 0,996894
Durbin-Watson
1,9621
1,974
Prob > F
0,0000
0,0000
Haussman Test Probability
0,0000
0,0000
Chow Test Probability
0,0000
0,0000
Keterangan : * signifikan pada taraf 5 persen , **signifikan pada taraf 10 persen
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.4, persamaan Korupsi selama tahun 2000-2009 memiliki R2 sebesar 0,996894 yang berarti 99,68 persen keragaman yang terdapat pada variabel tak bebas pada model korupsi dapat dijelaskan oleh variabelvariabel bebas yang terdapat pada model tersebut, yakni Hak Suara dan Akuntabilitas (Voice and Accountability), Stabilitas Politik dan ketiadaan kekerasan/terorisme (Political Stability and Absence of Violence/Terrorism), Kualitas Regulasi
73
(Regulatory Quality), Aturan Hukum (Rule of Law), Pengendalian Korupsi (Control of Corruption), Kebebasan Berpolitik (Political Liberties) dan Hak Sipil (Civil Rights). Nilai F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen menunjukkan variabel bebas pada hasil estimasi tersebut secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruh faktor-faktor politik terhadap korupsi. Hubungan antara Political Liberties terhadap korupsi menunjukkan hasil positif dan signifikan yang artinya semakin bebasnya penduduk berpartisipasi dalam proses politik (voting, lobi, dan memilih wakilnya) serta pemilihan berlangsung adil dan kompetitif, dan partai alternatif dapat berpartisipasi secara bebas atau demokrasi maka tingkat korupsi akan semakin rendah. Kenaikan 1 persen ketidakbebasan berpartisipasi dalam politik dan demokrasi, maka akan meningkatkan bebas dari perilaku korupsi sebesar 0,196 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa dengan adanya kebebasan partisipasi politik dari masyarakat secara demokrasi dengan transparan dan jujur maka memungkinkan minimalnya tindakan pejabat di sektor publik untuk melakukan korupsi. Kebebasan dalam partisipasi politik dianggap dapat memperburuk perilaku korupsi. Kebebasan berpolitik di kawasan ASEAN belum sampai pada tahap yang mature seperti yang terjadi di Thailand, Laos, dan Malaysia, dan Kamboja. Pengaruh Civil Rights terhadap korupsi juga mempunyai nilai yang signifikan namun bernilai positif. Kenaikan 1 persen dari peningkatkan kebebasan pers dan hakhak individual untuk membuat dan mengikuti pandangan agama alternatif serta kebebasan berekspresi, maka akan menurunkan tingkat bebas/bersih dari perilaku korupsi sebesar 0,479 persen. Hal ini juga tidak sesuai dengan hipotesis awal dan tingkat kebebasan berekspresi dan pers justru akan meningkatkan perilaku korupsi. Menurut World Bank (2000) kebebasan partisipasi sipil dalam suatu negara akan membentuk masyarakat madani. Kendati masyarakat madani sudah mulai tumbuh tetapi pemerintah biasanya tidak melibatkan NGO (NonGovernment Organization) dalam pemantauan atas proses-proses atau kinerja-kinerja pengambilan keputusan. Kepemilikan media yang terkonsentrasi dan pembatasan dalam reportase telah memperlemah kemampuan media untuk menjamin akuntabilitas dari sektor pubik.
74
Voice and Accountability mempunyai karakteristik yang sama dengan Civil Rights tetapi cara pengukuran yang dilakukan oleh World bank dan Freedom House berbeda. Indeks tersebut mengedepankan kebebasan masyarakat sipil. Hasil estimasi menunjukkan koefisien negatif dan signifikan. Kenaikan 1 persen kebebasan masyarakat sipil dan pers maka akan menurunkan tingkat kebebasan dari perilaku korupsi sebesar -7,11 persen. Indeks Political Stabilty menujukkan koefisien yang signifikan positif dan sesuai dengan teori dan hipotesis. Kenaikan 1 persen stabilitas politik pemerintah dan bebas dari terorisme maka akan meningkatkan bebas dari perilaku korupsi sebesar 2,22 persen. Politik yang semakin stabil (tidak ada kekerasan dan anarkisme) dalam pemerintahan akan berdampak baik pada penurunan tingkat korupsi. Kefektifan pemerintah mengukur sejauh mana kualitas pelayanan pada publik dan masyarakat, tingkat independesi dari tekanan politik, kualitas pembuatan kebijakan serta implementasi, dan kredibilitas komitmen pemerintah pada semua kebijakan yang dibuat. Hasil analisis menunjukkan bahwa keefektifitas pemerintahan tidak berpengaruh terhadap korupsi. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Baik ataupun buruknya kualitas pemerintahan tidak akan terlalu berdampak pada perilaku korupsi karena kejahatan tersebut bukan hanya diukur melalui kefektifan pemerintah saja tetapi ada faktor lain seperti kualitas sumberdaya manusia di sektor publik dalam melayani masyarakat. Rule of Law mengukur sejauh mana warga negara dapat menaati dan mematuhi aturan hukum serta kualitas penegak hukum, polisi, pengadilan dan pemberantasan kejahatan dan kekerasan. Kenaikan 1 persen aturan hukum maka akan meningkatkan bebas dari perilaku korupsi sebesar 2,03 persen. Masyarakat dan agen pemerintahan yang patuh pada aturan hukum serta perbaikan kualitas penegak hukum akan meminimalkan tindakan korupsi di delapan Negara kawasan ASEAN. Kualitas regulasi pemerintah mencerminkan persepsi kemampuan pemerintah untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan yang memungkinkan dan mendukung perkembangan sektor swasta. Hasil estimasi menunjukkan nilai yang positif dan signifikan. Kenaikan 1 persen kualitas regulasi yang dibuat oleh
75
pemerintah maka akan meningkatkan kebebasan (bersih) dari perilaku korupsi sebesar 10,36 persen. Itu berarti semakin baik kualitas regulasi yang dihasilkan pemerintah baik dalam perumusan maupun pelaksanaan maka akan mengurangi tindak kejahatan korupsi. Kontrol terhadap korupsi juga memiliki nilai yang positif dan signifikan. Peningkatan kontrol korupsi sebesar 1 persen maka akan meningkatkan bebas dari perilaku korupsi di sektor publik sebesar 6,07 persen. Kaufmann (2000) negara dengan tingkat korupsi yang tinggi cenderung memiliki indikator “control of corruption” yang rendah dan sebaliknya.
Tabel 5.5. Hasil Estimasi Cross Section- Effect Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan dan Demokrasi (Politik) terhadapTingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) Negara 1. Kamboja 2. Indonesia 3. Laos 4. Malaysia 5. Singapura 6. Thailand 7. Filipina 8. Vietnam
Model 1 -4.340980 -3.939972 -11.32142 7.079816 24.70917 -2.187326 0.266015 -10.26530
Model 2 -3.122692 -2.001590 -11.43355 5.674020 21.15888 -1.438840 2.009880 -10.84611
Berdasarkan hasil Cross Section Effect pada Tabel 5.5 menjelaskan bahwa tiga negara terbawah yang memiliki tingkat dampak korupsi yang paling tinggi dari segi kualitas pemerintahan dan demokrasi adalah negara Laos, Vietnam, dan Indonesia. Sedangkan negara Malaysia dan Singapura masih cenderung memiliki dampak tingkat korupsi yang rendah.
5.2
Analisis Dampak Korupsi terhadap Kesejahteran Sosial dan Investasi di Delapan Negara Kawasan ASEAN Bagian
ini
akan
membahas
mengenai
hubungan
korupsi
terhadap
kesejahteraan sosial dengan proksimasi pembangunan manusia dan investasi untuk
76
delapan negara ASEAN. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara korupsi dengan tingkat pembangunan manusia dalam suatu negara. Pembangunan manusia bukan hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga melibatkan hak manusia untuk mendapatkan tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan yang lebih baik. Pada Tabel 5.6 menjelaskan dua model yakni model kesejahteraan manusia yang diproksimasi dengan Indeks Pembangunan Manusia dan model investasi. Pada model Human Development Index (HDI), yang menjadi variabel independennya adalah pertumbuhan ekonomi, korupsi, populasi, dan konsumsi pemerintah. Sedangkan untuk model investasi, variabel independennya adalah pertumbuhan ekonomi, korupsi, suku bunga riil, tingkat tabungan, dan populasi. Berdasarkan Hasil uji analisis dengan haussman test dan chow test menunjukkan bahwa persamaan Human Development dan Investment pada Tabel 5.6 lebih efisien diestimasi dengan menggunakan Fixed Effect. Ini terlihat dari nilai probabilitas uji Haussman sebesar 0,0000 dan uji Chow sebesar 0,0000. Dua model ini menggunakan Cross Section SUR untuk mengatasi masalah heterosktedastisitas dan autokorelasi. Sedangkan persamaan Investment dibagi menjadi dua sub model. Untuk model pertama tidak menyertakan variabel suku bunga riil dengan jumlah observasi 80 untuk delapan negara karena data suku bunga untuk negara Kamboja tidak tersedia dalam World Bank. Sub model kedua memasukkan variabel suku bunga riil dengan jumlah observasi 70 (tanpa kamboja) dan bertujuan untuk melihat pengaruh suku bunga riil terhadap investasi di tujuh Negara ASEAN. R-Square masing-masing model lebih dari 90 persen dengan probabilitas uji F sebesar 0,0000 lebih kecil dari taraf nyata. Hal ini menunjukkan bahwa variabel tak bebas masing-masing model dapat dijelaskan dengan baik oleh variabel bebas seperti Indeks Pembangunan Manusia dan Investasi di delapan Negara ASEAN.
77
Tabel 5.6 Hasil Estimasi Dampak Korupsi terhadap Kesejahteraan Sosial dan Investasi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) Variabel Dependen Variabel Independen
Human Development Index -6,02* (-21,56) 0,0012* (12,12) 0,0008** (1,722) 0,02* (15,91) 0,39* (57,5)
Investment Model 1
Model 2
-165,87* (-9,03) 0,032** (1,68) 3,15* (11,57)
-196,84* (-4.86) -0,009 (0,848) 7,6* (7,7)
---
---
9,95* (9,02)
0,999792
0,25* (10,96) 0,945663
11,08* (5,45) -0,09* (-5,016) 0,12* (2,98) 0,908850
2,12
1,947
1,894
0,0000
0,0000
0,0000
80
80
70
Haussman Test Probability
0,0000
0,0000
0,0000
Chow Test Probability
0,0000
0,0000
0,0000
Constanta Pertumbuhan Ekonomi Korupsi Konsumsi Pemerintah Populasi Suku Bunga Riil
---
Tingkat Tabungan
---
R-Squared Durbin-Watson Prob > F Numb of Obs
---
Keterangan : * signifikan pada taraf 5 persen , **signifikan pada taraf 10 persen
5.2.1 Analisis Dampak Korupsi terhadap Kesejahteraan Sosial Berdasarkan hasil estimasi Tabel 5.4 pada persamaan human development index selama tahun 2000-2009 memiliki R2 sebesar 0,999792 yang berarti sebesar 99,97 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (human development index) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti populasi, pengeluaran pemerintah, korupsi, dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan 0,03 persen dijelaskan oleh variabel
78
lain di luar model. Model persamaan korupsi memiliki probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00 < 0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap pembangunan manusia. Populasi menunjukkan nilai koefisien yang positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia. Kenaikan populasi sebesar 1 persen akan meningkatkan pembangunan manusia sebesar 0,39 persen. Dalam hal ini mekanisme transmisi yang mungkin terjadi adalah adanya peningkatan konsumsi (daya beli) masyarakat. Konsumsi merupakan komponen pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan yang positif mengakibatkan GDP perkapita meningkat. GDP per kapita merupakan salah satu komponen pembentukan Human Development Index. Pengeluaran pemerintah juga merupakan faktor yang dapat memengaruhi pembangunan manusia. Hal ini terlihat dari koefisien yang bernilai positif dan signifikan. Peningkatan 1 persen pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pembangunan manusia sebesar 0,02 persen. Pengeluaran konsumsi pemerintah bertujuan untuk membangun pelayanan umum seperti rumah sakit, infrastruktur, dan fasilitas pendidikan yang dapat meningkatkan aktivitas perekonomian sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Sesuai dengan hipotesis dan teori bahwa korupsi berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Berdasarkan estimasi, kenaikan 1 persen tingkat bebas dari perilaku korupsi akan meningkatkan pembangunan manusia sebesar 0,0008 persen. Jika tingkat korupsi di sektor publik rendah maka alokasi anggaran untuk alokasi pendidikan dan kesehatan serta program sosial lainnya dapat terdistribusi dengan baik di masyarakat sehingga dapat meningkatkan pembangunan manusia secara keseluruhan. Pertumbuhan
ekonomi
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
pembangunan manusia. Peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen akan mengakibatkan peningkatan pembangunan
manusia sebesar 0,0012 persen.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi menandakan bahwa output yang dihasilkan oleh suatu negara dan standar hidup masyarakat semakin meningkat.
79
5.2.2 Analisis Dampak Korupsi Terhadap Investasi Berdasarkan hasil estimasi Tabel 4.6 pada persamaan investment untuk submodel satu selama tahun 2000-2009 memiliki R2 sebesar 0,945663 yang berarti sebesar 94,56 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (investasi) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti populasi, tingkat tabungan, korupsi, dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan 5,44 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model persamaan untuk investasi memiliki probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00 < 0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel
independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik
pengaruhnya terhadap investasi. Submodel dua (tanpa negara kamboja) memiliki R2 0,908850 yang berarti 90,88 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (investasi) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti pertumbuhan ekonomi, korupsi, populasi, tingkat tabungan, dan suku bunga riil. 9,12 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model persamaan submodel dua memiliki probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen ( 0,00 < 0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel
independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik
pengaruhnya terhadap investasi. Dalam penelitian ini, tujuan utama analisis submodel dua adalah untuk melihat pengaruh suku bunga riil terhadap investasi di tujuh negara ASEAN. Adanya keterbatasan data suku bunga riil pada negara kamboja mengakibatkan analisi pada submodel satu tidak bisa dilakukan secara keseluruhan. Perilaku korupsi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap dua submodel investasi. Besaran nilai koefisien pada submodel 1 untuk semua negara adalah 3,15 yaitu kenaikan tingkat bebas dari perilaku korupsi sebesar 1 persen akan meningkatkan investasi sebesar 3,15 persen. Sedangkan pada submodel 2 (tanpa Negara Kamboja) memiliki nilai koefisien sebesar 7,6 yakni peningkatan 1 persen tingkat bebas dari korupsi akan meningkatkan 7,6 persen. Hal ini sesuai dengan teori dan hipotesis bahwa korupsi menyebabkan biaya yang tinggi melalui pembayaran tidak resmi dan menciptakan ketidakpastian pada investor sehingga mengurangi
80
insentif
untuk
berinvestasi.
Para
investor
di
delapan
Negara
ASEAN
mempertimbangkan korupsi sebagai bagian dari keputusan berinvestasi. Pertumbuhan ekonomi pada submodel satu menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap investasi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen akan meningkatkan investasi sebesar 0,032 persen. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi prospek yang baik untuk investor dalam menanamkan modalnya. Pertumbuhan ekonomi juga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Namun pada submodel dua, pertumbuhan ekonomi tidak menunjukkan koefisien yang signifikan. Kemungkinan para investor tidak mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi sebagai acuan tetapi ada faktor lain yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan investasi. Tingkat tabungan juga mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap tingkat investasi. Hal ini sesuai dengan teori dan hipotesis bahwa tingkat tabungan dapat menentukan investasi. Tabungan merupakan sumber modal untuk para investor. Pada submodel 1, kenaikan tingkat tabungan sebesar 1 persen akan meningkatkan investasi sebesar 0,25 persen. Sedangkan pada submodel dua, peningkatan 1 persen tingkat tabungan akan meningkatkan investasi sebesar 0,12 persen. Populasi atau jumlah penduduk di suatu negara menjadi pertimbangan dalam investasi. Berdasarkan hasil estimasi, populasi mempunyai pengaruh yang nyata dan positif terhadap tingkat investasi. Kenaikan 1 persen populasi akan meningkatkan investasi sebesar 9,95 persen (submodel 1). Sedangkan pada submodel 2, peningkatan 1 persen populasi akan meningkatkan investasi sebesar 11,08 persen. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, submodel dua mempunyai tujuan utama untuk melihat pengaruh suku bunga riil terhadap investasi. Hasil estimasi menunjukkan bahwa suku bunga riil berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat investasi (kecuali negara Kamboja). Jika suku bunga naik 1 persen maka akan menurunkan investasi sebesan 0,09 persen. Hal ini sesuai dengan teori dan hipotesis bahwa suku bunga riil berpengaruh negatif terhadap investasi karena ketika suku bunga naik investasi menjadi tidak menguntungkan dan menambah biaya produksi.