TINJAUAN SINGKAT TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP MASYARAKAT Ikang Dharyanto Abstract Corruption in Indonesia has become widely in the society. The existence through the years can be seen from the corruption cases that always occur and have resulted the big losses of the economic demand. Besides that, we can also see from the quality of the criminal act which is done with great and neat systems and also has come into the social life in a country. The raise of the corruption can bring a big destruction to the economic life in Indonesia. The corruption s act showed a government failure to achieve the aim that been made in the constitution that to make prosperous to the Indonesian society. Corruption can make a complicated matter, such as make the investor runaway from Indonesia and don 't want to put the money in Indonesia. If the government never aware about this condition so it can make negatives impacts, such as all legal rules been neglected by all people, the people never believed anymore to the government, and the bad thing was the paralyzed to the economic and politic development in Indonesia. Keywords: corruptions, big economic losses, the paralyzed of the politic development, Indonesian society. I.
Pendahuluan Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara dihadapkan pada masalah korupsi. Dari hal ini dapat membuktikan bahwa korupsi
merupakan masalah dunia. Tetapi di berbagai negara di dunia, korupsi paling banyak dijumpai di tingkat lokal, dalampemerintahan daerah. Jadi tidak berkelebihan jika pengertian korupsi selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman dan cara-
!.aw Review. Fakuttas Hukum Uniwrsitas Pelita Harapan. Vol. VI. No. 2. November 20
Ikanx Dharyanlo : Tinjauan Singkat Terhodap Tindak Pidana Korupsi Dan
cara penanggulangannya pun berkembangpula. 1sti 1 ah korupsi berasal dari perkataan Latin "corruption",'artinya kecurangan atau perubahan, dan penyimpangan. Kata sifat corrupt, berarti juga buruk, rusak, tetapi juga menyuap, sebagai suatu bentuk yang buruk, atau "corruptus",2 yang berarti kerusakan atau kebobrokan, sedangkan kata corrupt, dijelaskan sebagai "to become rotten or putrid" (menjadi busuk, lapuk, buruk atau tengik), juga "to induce decay in something originally clean and sound" (memasukkan sesuatu yang alpuk atau busuk dalam sesuatu yang semula berisi bersih dan bagus). Korupsi banyak dikaitkan dengan ketidakjujuran seseorang di bidang keuangan. Banyak istilah dibeberapa negara, "gin moung" (Muangthai), yang berarti makan bangsa, "tanwu" (Cina), yang berarti keserakahan bernoda, "oshoku", yang berarti kerja kotor.-' Pengertian korupsi seperti ini terdapat pula dalam Al-Quran al Karim.
Hanna E.Kassis, dalam bukunya The Concordance of the Qur'an (1983), menafsirkan pengertian korupsi dalam beberapa kata, yakni bur, dakhal, dassa, afsada, fasad, fasada, khaba'ith, khubutt, yang cukup banyak disebut. Arti kata itu memang berkaitan dengan rusak, kerusakan, merusak.4 Dengan demikian, korup itu berarti perbuatan yang melanggar hukum yang berakibat merusak tatanan yang sudah disepakati. Tatanan itu dapat berujud pemerintahan, administrasi atau manajemen. Makna korupsi ini berkembang dari waktu ke waktu sebagai pencerminan kehidupan masyarakat dari sisi negatif. Berdasarkan sejarah penggunaannya, korupsi adalah istilah politik dan termasuk ke dalam perbendaharaan ilmu politik, walaupun banyak kamus politik atau bahkan ensiklopedi politik, tidak memasukkan istilah ini sebagai entri. Menurut Jacob van Klaveren, "seorang pengabdi negara (pegawai negara) yang berjiwa korup menganggap kantor/instansinya
1
Lihat Fockus Andrea, 1951. - Lihat Webster Student Dictionary, 1960. ' Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi (UUNo.31 Talmn 1999),(Bandung: Mandar Maju,2001), hal.S. 14
4
M.Dawam Rahardjo, Menyingkap Korupsi, Kolusi, dan Nepolisme di Indonesia, (Bandung: Aditya Media, 1999) cet. 1, hal. 19. Et.seq.
Law Review. Fakultas Hukum Ihiiversita. Peliia Harapan. Vol. VI. No.2. November 2006
Ikang Dharyanto : Tinjauan Singkat Terhadap Tindak Pidmui Korupsi Dan
sebagai perusahaan dagang, dimana pendapatannya akan diusahakan
Menurut J.S.Nye: " korupsi adalah perilaku yang
semaksimal mungkin",5
menyimpang dari kewajiban-
Menurut L.Baley, "perkataan korupsi
kewajiban normal suatu peran
dikaitkan dengan perbuatan penyuapan
instansi pemerintah, karena
yang berkaitan dengan penyalah-
kepentingan pribadi (keluarga,
gunaan wewenang atau kekuasaan
golongan, kawan, teman), demi
sebagai akibat adanya pertimbangan
mengejar status dan gengsi,
dari mereka yang memegang jabatan
atau melanggar peraturan
bagi keuntungan pribadi",6
dengan jalan melakukan atau
Menurut M.Mc Mullan:
mencari
pengaruh
bagi
kepentingan pribadi",8
" Seorang pejabat pemerintahan dikatakan korup apabila ia
boleh berbuat demikian. Atau
Menurut Joseph J.Senturia, "korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publikbagi keuntungan pribadi",9 Menurut Syed Hussein Alatas, dalam bukunya "The Sociology of Corruption" yang antara lain, menyebutkan bahwa:
dapat berarti menjalankan
"
kebijaksaaannya secara sah
seorang pegawai negeri menerima
untuk alasan yang tidak benar
pemberian yang disodorkan oleh
dan
merugikan
seorang dengan maksud mempe-
kepentingan umum. Yang
ngaruhinya agar memberikan perhatian
menyalahgunakan kewenangan
istimewa
menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang ia bisa lakukan dalam tugas jabatannya pada hal ia selama menjalankan tugasnya seharusnya tidak
dapat
dan kekuasaaan",
7
terjadi korupsi adalah apabila
pada
kepentingan-
kepentingan si pemberi. Kadangkadang juga berupa
perbuatan
menawarkan pemberian uang hadiah ' Martiman Prodjohamidjojo, Op.citxhal.9. "Ibid. "Ibid.
lain yang dapat menggoda pejabat. 8 9
Ibid. M.Dawam Rahardjo, Op at, hal.21.
Law Review; Fakultas Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol VI, No 2, November 2006
15
Ikang Dhaiyanto
: Tinjauun Singkat Teihadap Tindak Pidana Korupsi Dan
Termasuk dalam pengertian ini juga pemerasan yakni permintaan pemberian atau hadiah seperti itu dalam pelaksanaan tugas-tugas publik",10 Menurut Peraturan Penguasa Militer No.:Prt/PM-06/1957 tanggal 9 April 1957, rumusan korupsi dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Tiapperbuatanyangdilakukanoleh siapa pun juga baik untuk kepentingan sendiri, untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung atau tidak langsung menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian negara, 2) Tiapperbuatanyangdilakukanoleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, yang dengan menmpergunakan kesempatan atau kevvenangan atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan atau material baginya. ,0
Syed Hussein Alatas, The Sociology of Corruption, The Nature < function, Causes and Prevention of Corruptions-, (Times Book International: Singapore, 19S0), h.l 1.
16
Menurut UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: " delik korupsi menurut undangundang ini, dibagi dalam dua kelompok besar, yakni kelompok pertama, Bab II tentang tindak pidana korupsi terdiri dari pasal 2 sampai dengan pasal 20 dan kelompok kedua, Bab III tentang tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, terdiri dari pasal 21 sampai dengan pasal 24". Dari hal ini dapat kita lihat bahwa tidak semua perbuatan yang menarik keuntungan oleh pejabat, dengan merugikan rakyat dapat disebut korupsi. Karena, korupsi adalah sebuah tindakan di luar atau melanggar hukum (ilegal)." Walaupun begitu, bukan aspek formalitas legal maupun penanggungan kerugian oleh rakyat yang merupakan inti korupsi, yang menjadi tolak ukur adalah kekuasaan atau wewenang dalam pemenntahan atau pelayanan umum yang sudah ditentukan dalam peraturan. Korupsi 11
M.Dawam Rahardjo, Op.cil, hal.21.
Law Review. Fakullas Hukum Ihtiversitas Pelita Harapan. Vol VI. No.2. November 2006
Ikang Dharyanto : Tinjauan Singkat Terh dap Tindak Pidana Korupsi Dan
dalam
Orang melakukan korupsi karena
penggunaan kekuasaan dan otoritas
moralnya rusak. Tindak korupsi itu
tersebut. Gejala kongret korupsi adalah
sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan
penyogokan, nepotisme, dan penyalah-
sistem di mana suatu masyarakat
gunaan milik umum.'- Hal ini sangat
hidup. Korupsi adalah gejala kejiwaan
tergantung dari pandangan dan moral
kelompok, tingkat perkembangan dan
politik. Timbulnya korupsi dipengaruhi
kondisi moralitas orang-seorang juga
oleh beberapa faktor, yaitu :
penting tetapi yang lebih penting adalah
(a) apakah kelembagaan pemerintah-
setting sosial-budaya yang meng-
adalah
penyelewengan
an itu memberi kesempatan
kondisikan kelompok.
kepada perbuatan korupsi,
Dari penjelasan diatas dapat kita lihat
(b) lingkungan budaya yang mem-
betapa definisi korupsi itu banyak
pengaruhi psikologi orang-seorang,
sekali. Dalam arti Iuas, korupsi berarti
(c) pengaturan ekonomi yang mungkin
menggunakan
jabatan
untuk
memberikan tekanan-tekanan
keuntungan pribadi, jabatan adalah
tertentu.
kedudukan kepercayaan. Seseorang
Dalam teori sosial, korupsi mengandai-
diberi wewenang atau kekuasaan
kan adanya pejabat umum dengan
untuk bertindak atas nama lembaga.
kekuasaan untuk memilih alternatf
Lembaga itu bisa lembaga swasta,
tindakan yang berkaitan dengan
lembaga pemerintah, atau lembaga
penggunaan kekayaan dan kekuasaaan
nirlaba. Korupsi berarti memungutuang
pemerintahan yang bisa diambil dan
bagi layanan yang sudah seharusnya
dipergunakan untuk keuntungan
I diberikan,
atau
menggunakn
pribadi. Korupsi bisa terjadi dimana
J wewenang untuk mencapai tujuan yang
saja, sehingga korupsi tidak semata-
I tidak sah. Korupsi adalah tidak
mata dipahami sebagai gejala politik,
melaksanakan tugas karena lalai atau
nelainkan juga sebagai gejala sosial dan
sengaja.
gejala budaya.
Apapun definisi yang digunakan,
Dalam persepsi di Indonesia, korupsi
korupsi bila telah mencapai tingkat
sering dipahami sebagai gejala moral.
hypercorruption, akan membawa dampak yang mematikan. Korupsi
!:
ibid, hal.24.
sistematis menimbulkan kerugian
Law Review, Fakultas Hnkum Universitas Peliti i Harapan. Vol VI. No.2. November 2006
17
Ikang Dharyanto : Tinjauan Singkat Terha<
7 Tindak Fidana Korupsi Dan
ekonomi karena mengacaukan insentif,
"hij" atau "barang siapa", (pasal 362 KUHP) atau "setiap orang" (pasal 2, 3, 16 dan seterusnya dalam UU No. 31 Tahun 1999). Jadi pada prinsipnya kata-kata setiap orang adalah orang atau mereka yang bukan pegawai negen, sedangkan yang dikategorikan sebagai pegawai negeri adalah mereka yang masuk ke dalam kelompok pasal 92 ayat (1), (2) dan ayat (3) KUHP. Ad.b. Subyek korporasi
kerugian politik, karena meremehkan lembaga-Iembaga pemerintahan, kerugian sosial, karena kekayaan dan kekuasaan jatuh ke tangan orang yang tidak berhak. Bila korupsi ini berkembang sedemikian rupa sehingga hak milik tidak lagi dihormati, aturan hukum yang dianggap remeh, dan insentif untuk investasi menjadi kacau, maka
akibatnya
pembangunan
ekonomi dan politik akan lumpuh.u II. Subyek Tindak Pidana Korupsi Dalam UU No.31 Tahun 1999 yang dikatakan sebagai subyek delik korupsi terbagi dalam 2 kelompok, keduaduanya jika melakukan perbuatan pidana diancam dengan sanksi. Yang dimaksud dengan subyek itu adalah: a. manusia, b. korporasi, c. pegawai negeri, d. setiap orang Ad.a. Subyek manusia Manusia berarti dia adalah orang, laki-laki, wamta. Subyek manusia seringkali dirumuskan dengan kata-kata " Robert Klitgaard. Ronald Macleon Abaroa dan H.Lindsey Parvis, Penuntun Pemberaniasan Korupsi Dalam Pemerintahan Dacrah, diterjemahkan olch Masri Maris, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), hal.3. 18
Yang dimaksud dengan korporasi adalah kumpulan orang dan kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum (pasal 1(1) UU No.31 Tahun 1999). Jadi pada ayat (1) ini terdiri dari dua kelompok subyek. Pertama adalah kumpulan orang yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, contoh parUii politik. Kedua adalah kekayaan yang terorganisir baik yang merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, contoh yayasan. Ad.c. Subyek pegawai negeri Pengertian pegawai negeri pada umumnya adalah orang yang bekerja pada pemerintah. Menurut pasal 1 ayat (2), pengertian pegawai negeri adalah:
Law Review. Fakultas Hukum UniversitaiPelita Harapan, Vol. VI, No. 2, November 2006
Ikanx. Dhaiyanio : Tinjauan Singkat Terha :ip Tindak Pidana Korupsi Dan
(a) pegawai negeri sebagaimana dimaksudkan dalam Undangundang tentang kepegawaian;
(dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan delik, tetapi meskipun dia melakukan delik tidak selaludipidana.''
(b) pegawai negeri sebagaimana dimaksudkan dalam KUHP (pasal 92);
III.Rumusan Delik Korupsi Me-
(c) orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah,. Misalnya: karyawandari sebuah BUMN, karyawan dari BUMD; atau juga karyawan perseroan terbatas X yang badan hukum itu menerima fasilitas
nurut UU No. 31 Tahun 1999 Untuk merumuskan delik ini ada 2 pendapat15, yaitu: 1. aliran monoisme, 2. aliran dualisme. Aliran monoisme, antara lain Simons merumuskan delik sebagai: "suatu perbuatan yang oleh hukum diancam
keuangan dari pusat ataupun dari daerah;
dengan pidana, bertentangan dengan
(d) orang yang menerima gajj atau upah dari suatu koperasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah,
bersalah dan orang itu dianggap
(e) orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi yiing mempergunakan modal ctau fasilitas dari negara atau masyarakat.
perbuatan pidana adalah "perbuatan
hukum, dilakukan oleh seseorang yang bertanggung jawab atas perbuatannya." Aliran dualisme, antara lain Moelyatno, Roeslan Saleh yang merumuskan yang oleh aturan undamg-undang atau hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana." Perbedaan
antara
keduanya
adalah bahwa aliran monoisme dalam Ad.d. Subyek setiap orang
suatu
Yang dimaksud setiap orang adalah orang-perorangan(individu-individu), atau termasuk korporasi. Menurut Moelyatno, ungkapan tersebut diatas berarti orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan
memisahkan unsur obyektif dan unsur
perbuatan
delik
tidak
subyektif, sedangkan aliran dualisme, diadakan pemisahan antara unsur 14
Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta:Bina Aksara, 1984), hal. 155. 15 Martiman Prodjohamidjojo, Op.cit, hal.37.
Law Review. Fakuttas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. VI, No. 2, November 2006
19
Ikang Dhaiyanto : Tinjauan Singkat Terhu ip Tindak Pidana Korupsi Dan
obyektif (perbuatannya itu sendiri) dan unsur subyektif (manusia yang berbuat) dalam suatu delik.16 Menurut aliran monoisme dapat dianggap, bahwa semua unsur delik (obyektif dan subyektif), merupakan syarat bagi pemberian pidana. Sedangkan menurut aliran dualisme dapat dianggap bahwa dua golongan, yakni golongan obyektif dan golongan subyektif merupakan syarat dari pemberian pidana. Konsekuensi dari pandangan kedua aliran ini secara teoritis akan berbeda dalam hukum acara pidana, terutama dalam pemberian pidana, sebagai berikut17: 1. Dalam pandangan aliran monoisme, maka apabila salah satu unsur delik tidak terbukti, maka harus dibebaskan (vrij-spraak). 2. Dalam pandangan aliran dualisme, karena pemisahan unsur perbuatan dan unsur si pelaku, maka konsekuensinya jika yang tidak terbukti unsur obyektifnya, maka bunyi amar putusan ialah bebas (vrij-spraak). Namun, jika yang tidak terbukti unsur subyektifnya, 16
, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Jilid 2, (Jakarta:Pradnyaparamita, 1977), hal. 17-20. '" Martiman Prodjohamidjojo,Op.citiha.\.3S.
20
maka bunyi amar putusannya adalah dilepas dari sengaja tuntutan hukum. Dalam UU No. 31 Tahun 1999, terdapat beberapa rumusan delik korupsi, yangdirumuskan secara formil, sebagaimana dikatakan oleh penjelasan atas undang-undang tersebut, sebagai berikut: " Dalam undang-undang ini, tindak pidana korupsi secara tegas dirumuskan sebagai pidana formil. Hal ini sangat penting untuk pembuktian, dengan rumusan secara formil yang dianut dalam undangundang ini, meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara, pelaku korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana." Pelukisan dalam korupsi secara formil (delict met formele omschrivijing), mempunyai kelemahan-kelemahan dan sebagai konsekuensinya, jika ada perbuatan-perbuatan korupsi yang tidak tercakup dalam pelukisan secara formil, maka si pelaku tidak dapat diajukan ke muka Hakim, dengan alasan "nullum delictum nulla poena sine previla lege poenali". Asas ini
Law Review, Fakultas Hukum llniversit Pclita Harcipan. Vol. VI, No. 2, November 2006
Ikanfj Dhurvanto : Tin/auan Singkat Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dan
termuat dalam pasal 1 KUHP, yang
" Setiap orang yang secara
berbunyi:
melawan hukum melakukan
"tiada suatu perbuatan dapat dipidana
perbuatan memperkaya dirt
kecuali atas kekuatan aturan pidana
sendin atau orang lain atau suatu
perundang-undangan yang telah ada
korporasi yang dapat merugikan
sebelum perbuatan dilakukan."
18
keuangan
negara
atau
Hal demikian sebenarnya menyulitkan
perekonomian negara dipidana
dalam penyidikan dan penuntutan,
dengan penjara paling sedikit 4
namun sebaliknya memudahkan bagi
tahun dan paling lama 20 tahun
hakimdalam membuktikan.
dan denda paling sedikit
Perbedaannya dengan pelukisan secara materil adalah bahwa pelukisan
Rp.200,000,000,- dan paling banyak Rp. 1,000,000,000,-"
ini, hanya berupa akibat (gevolg) yang dilukiskan dalam pembuatan surat dakwaan.
Dari rumusan pasal ini pasal ini, terdiri dari unsur-unsur:
Jika diteliti perumusan delik korupsi
1. Setiap orang,
dalam UU No.31 Tahun 1999, maka
2. Melawan hukum,
seluruhnya dilukiskan secara formil.
3. Memperkaya diri sendiri atau or-
Perbuatan-perbuatan yng dicantumkan
ang lain atau suatu korporasi,
dalam UU No.31 Tahun 1999, pada
4. Yang dapat merugikan keuangan
umumnya berasal dari dua sumber,
negara, atau perekonomian negara.
yakni dari Undang-undang No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
IV. Pemeriksaan Delik Korupsi
Pidana Korupsi yang diperbaiki
Dalam ketentuan UU No.31 Tahun 1999, terdapat sekelumit Hukum Acara yang harus diterapkan bagi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang Pengadilan dalam perkara korupsi. Pemeriksaan delik korupsi harus memperoleh priontas yang tinggi, dalam arti bahwa persidangannya harus didahulukan dari perkara-perkara yang
redaksinya
dan dari
beberapa
ketentuan di KUHP. Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999, berbunyi:
s
KUHP&K.UHAP, diterjemahkan oleh Andi Hamzah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), pasal 1.
Law Review, Fakultas Hukum Uiiivcrsitas Pclita Harapan. Vol VI, No.2, November 2006
21
Ikang Dharyanto : Tinjauan Singkat Terhadap Tinclak Pidana Korupsi Dan
lain. Sedangkan Hukum Acara yang diterapkan dalam pemeriksaan perkara delik korupsi adalah UU No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 1. Rahasia Bank Tembus Untuk memperlancar proses penyidikan,
penuntutan,
dan
pemeriksaan delik korupsi, maka pembentuk undang-undang telah mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, dan hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara untuk dapat langsung meminta keterangan tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa kepada bank dengan mengajukan hal tersebut kepada Gubernur Bank Indonesia. 2. Keuangan Milik Pribadi, Istri, Suami, Anak, Setiap Orang dan Korporasi Permintaan keterangan kondisi keuangan ini tidak terbatas pada keuangan milik pribadi tersangak ataupun terdakwa, tetapi juga meliputi milik istri, suami, anak-anak, setiap orang dan korporasi, yang ada kaitannya dengan indikasi dugaan delik korupsi (pasal 28).
22
Sedangkan kewenangan penyidik dalam rangka mempercepat penyelesaian proses penyidikan, maka dalam hal membuka, memriksa ataupun menyita suratharus memperoleh izin terlebih dahulu dari hakim Pengadilan Negeri. Selain itu, jika pada tingkat-tingkat penyidikan, penuntutan umum, dan pada pemeriksaan sidang terdapat kecurigaan pada teesangka atau terdakwa, ada usaha-usaha pada keuangan dalam rekening tersangka atau terdakwa akan dipindahkan atau perbuatan lain yang dapat menimbulkan kesulitan selanjutnya pada tingkat pemeriksaan, maka pada penyidik, penuntut umum dan hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil perolehan dari korupsi (pasal 29 ayat 4). Bahkan lebih dari itu, tindakan memeriksa dan pensitaan dapat dilakukan oleh penyidik terhadap kiriman-kiriman, surat-surat, telegram yang ada dugaan berhubungan dengan delikkorupsi. Oleh karena itu penyidik dapat langsung berhubungan dengan instansi-instansi telekomunikasi, pos,
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pclita Harapan, Vol. VI, No.2, November 2006
Ikang Dharyanlo : Tinjauan Singkat Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dan
dan telepon, serta penyelenggara pengiriman swasta (pasal 30). Karena itu, maka UU No.31 Tahun 1999 akan lebih efektif dan berdaya guna terutama guna mengemablikan hasil korupsi, tidak saja dilakukan
(pasal 31 ayat 1). Hal ini merupakan hak tolak bagi saksi untuk memberitahukan nara sumbernya. Oleh karena pelapor harus dilindungi hukum dan mempunyai kekebalan hukum tersendiri dalam delik korupsi.
tuntutan pidana. Meskipun putusan bebas, tetapi tidak mengahpuskan hak
5. Keberatan
tuntutan perdata dilakukan terhadap diri
Dalam UU No.31 Tahun 1999
terpidana maupun para ahli waris serta
diintrodusir yakni hak setiap orang
merta dilakukan (pasal 32 UU No.31
mengajukan keberatan atas penetapan
Tahun 1999).
perampasan yang telah disita oleh hakim, atas tuntutan Jaksa, dimana
3. Putusan
Tanpa
Kehadiran
Terdakwa Dalam pemeriksaan sidang dalam kasus korupsi dimungkinkan persidangan dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa, berdasarkan ketentuan pasal 38 ayat (1), maka pemeriksaan terdakwa dapat dilanjutkan, asal terdakwa telah dipanggil oleh pengadilan secara sah.
terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang cukup kuat bahwa terdakwa telah melakukan kejahatan korupsi. Keberatan diajukan dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal pengumuman putusan tanpakehadiran terdakwa (pasal 38 ayat 7 dan 3). Ketentuan ini untuk melindungi pihak ketiga yang beritikad baik (penjelasan pasal 38 ayat 7).
4. Pelapor. Saksi, dan Saksi Ahli Para saksi yang memperoleh laporan atau pengaduan dari pelapor atau informan tenatng informasi terjadinya delik korupsi di suatu instansi, lembaga dan Iain-lain dilarang untuk menyebutkan identitas, yakni nama dan alamat pelapor atau informan tersebut
V. Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi Delik korupsi adalah sebagaimana juga delik pidana pada umumnya dilakukan dengan berbagai modus operandi penyimpangan keuangan negara atau perekonomian negara, yang
Law Review, Fakulus Hukum Universitas Peliia Harapan, Vol. VI. No.2, November 2006
23
Ikang Dhaiyanto
: Tinjauan Singkat Terh
semakin canggih dan rumit. Sehingga banyak perkara-perkara korupsi lolos dari "jaringan" pembuktian sistem KUHAP. Upaya pembentuk undang-undang ini tidak tanggung-tanggung, karena dalam delik korupsi diterapkan dua sistem sekaligus, yaitu Sistem UU No.31 Tahun 1999 dan Sistem KUHAP. Kedua teori itu adalah penerapan hukum pembuktian dilakukan dengan cara menerapkan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau berimbang dan yang menggunkan sistem pembuktian negatif men unit undang-undang. Jadi tidak menerapkan teori pembuktian terbalik murni, tetapi teori pembuktian terbalik terbatas dan berimbang, yakni terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istrinya atau suami, anak, harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan dan Penuntut Umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya.19 " Martiman Prodjohamidjojo, Op.cit, hal. 108. 24
; Tindak Pidana Korupsi Dan
Kata-kata "bersifat terbatas" didalam memori atas pasal 37 dikatakan, bahwa apabila terdakwa dapat membuktikan dalilnya bahwa "terdakwa tidak melakukan korupsi", hal itu tidak berarti terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi, sebab Penuntut Umum, masih tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya. Jadi dalam pembuktian delik korupsi dianut dua teori pembuktian, yakni: teori bebas, yang diturut oleh terdakwa, teori negatif menurut undangundang, yang diturut oleh penuntut umum.20 VI. Pembahasan Dengan melihat kepada uraian yang telah penulis jelasklan diatas, maka dapat kita lihat betaps sarana untuk memberantas korupsi itu sebenarnya sudah dirancang sedemikian rupa oleh undang-undang sehingga logikanya adalah bahwa seharusnya korupsi itu sudah hilang dari Indonesia tetapi kenyataannya adalah sebaliknya, dimana korupsi masih saja merajalela di Indonesia, ini membuktikan bahwa 20
Ibid.
Law Review, Fakultas Hukum Uiiiversitas Pe/ita Harapan, Vol. VI, No. 2, November 2006
Ikanf. Dhaiyanio
Tinjauan Singkat Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dan
dalam memberantas korupsi ini tidak terlepas dari aparat penegak hukum yang melaksanakan pemeriksaaan. penyidikan, dan penuntutan terhadap korupsi ini. Saat ini pemberantasan korupsi
yang tidak terbilang banyaknya, di saatsaatyang sangat menyedihkan. Sebuah contoh adalah banyaknya kematian sebagai akibat paceklik karena bantuan untuk mereka dicuri oleh orang-orang korup.
merupakan agenda utama dari
Menurut Andreski, "sistem pemerintahan yang korup disebut sebagai kleptokrasi", sebagai akibatnya adalah kerugian yang disebabkan oleh korupsi jauh melebihi jumlah keuntungan yang diperoleh daripadanya, karena kecurangan merusak perekonomian. Keputusankeputusan penting ditentukan oleh maksud-maksud terselubung tanpa perduli pada akibat-akibat yang bakal menimpa masyarakat luas. Mesin pemerintahan yang digerakkan oleh penyelewengan tidak akan mencapai tujuan, sehingga seorang pemimpin yang berpikiran jernih dan jujur sekalipun tidak akan dapat mencapai sesuatu, perintah-penntahnya diselewengkan dalam pelaksanaannya, dan jaringan persekongkolan sedemikian tebalnya sehingga pemimpin sehingga pemimpin tersebut seolah-olah meraba-raba dalam kabut. Setiap mesin birokrasi sampai pada batas tertentu menderita keengganan untuk mengambil prakarsa dan mencipta,
pemenntahan
Susilo
Bambang
Yudhoyono, mi disebabkan karena pengaruh-pengaruh dari korupsi yang sangat membahayakan perekonomian negara.
Korupsi
tidak
hanya
mempengaruhi manusia dalam kehidupan ekonomi dan politiknya belaka melainkan juga dalam pertumbuhan rohani danfilsafatnya.Di segi filsafat, korupsi menumbuhkan nihilisme dan sinisme.21 Korupsi ini melahirkan berbagai masalah rumit seperti larinya tenaga-tenaga ahli ke luar negeri. Yang dimaksud dengan masalah rumit adalah masalah yang unsur utamanya korupsi yang berpadu dengan unsur-unsur lain hingga membentuk keseluruhan yang rumit. Ketidakefisienan administratif dan parasitisme adalah contoh masalah rumit yang lain, tetapi yang paling jelas adalah berbagai bentuk ketidakadilan yang mempengaruhi pribadi-pribadi 21
Alatas, Korupsi Sifat, Sebab dan Fimgsi, (Jakarta:LP3ES.!l)S7),hal.)77.
Law Review, Fakuhas Hukum Universiias Pelita Harapan, Vol VI, No. 2, November 2006
25
Ikang Dharyanto : Tinjauan Singkat Terhadap Twdak Pit/ana Korupsi Dan
akibat ulah para penjilat dan kasakkusuk para Pak Turut yang hanya mengejar kenaikan pangkat saja. Tetapi bila prilaku tidak jujur membarengi penyakit yang normal tersebut, maka pelayanan administratif hanya akan menjadi mesin peras, yang sulit untuk bahkan sekedar menjalankan tertib pemerintahan minimum, apalagi meraih sasaran perencanaan ekonomi yang berhasil. Sebuah pemerintahan yang terlanda wabah korupsi yang menyerang segenap sistem akan mengabaikan tuntutan pemerintahan yang layak. Orang yang korup cenderung selalu mengabaikan kewajibannya karena perhatiannya tumpah pada korupsi semata-mata. Hal ini dapat mencapai titik yang membuat orang tersebut tidak peka perasaaannya dan menimbulkan malapetaka terhadap rakyat. Yang merupakan gejala pokok dari korupsi ini adalah sikap masa bodoh dalam semua segi pelaksanaan pemerintahan, khususnya dalam hal yang menyangkut kesejahteraan umum. Sikap masa bodoh ini sangat membebani kehidupan, sumber daya dan penghidupan manusia. Berkembangnya korupsi sebagai masalah yang rumit 26
menyebarkan sikap masa bodoh lebih jauh, sehingga menjadi mendung tebal yang menggelapkan suasana sampai datangnya saat setiap orang yang ada di bawahnya patah semangat. Orangorang dari peringkat bawah dalam sistem birokrasi adalah yang paling diabaikan. Sikap masa bodoh mempengaruhi berbagai sektor kehidupan masyarakat melalui aneka macam mata rantai sebab-akibat. Pertama sikap ini mempengaruhi hakekat dan selanjutnya mungkin sekali bentuk lembaga. Maka sebuah kampus yang sudah kejangkitan wabah sikap masa bodoh mungkin masih tetap menjalankan aktivitas eksternal dan yang bersifat lahiriah. Perkuliahan diselenggarakan, sidang tahunan diadakan, j ubah kesarjanaan dikenakan di dalam upacara-upacara, laporan ditulis. Dalam pada itu, semangat lembaga telah lumpuh. Yang pertama di antara mata rantai sebab-akibat berupa hancurnya patokan-patokan akademis. Kenaikan jenjang di dalam karier akademis tidak benar-benar didasarkan pada karya penelitiandan penerbitan seseorang, melainkan berkat koneksi, sikap menjilat, kebutuhan administratif atau sekedar kemampuan menaiki tangga karier.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol VI, No.2, November 2006
ikane Dhaiyanto : Tinjauan Singkat Tcrhadap Tindak Pidana Korupsi Dan
para dosen sama sekali tidak berminat untuk mengajar mata kuliah yang dipegangnya, tidak ada perhatian mtelektual terhadap masalah pendidikan, tidak mempunyai Icecenderungan banyak membaca agar dapat memperoleh pengetahuan mutakhir dalam bidangnya, tidak ada dorongan untuk mendiskusikan masalah yang diminatinya, dan pada akhirnya tidak mempunyai harga diri. Korupsi ini menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh di dalam birokrasi, adalah dongengbelaka bahwa korupsi memperbaiki efisiensi. Efisiensi yang bertambah baik hanyalah kasus tertentu dalam tindak korupsi. Memang, dari pandangan pihak yang korup adalah efisien untuk meminyaki tangan yang gatalyang sedang menggenggam sesuatu yang diinginkan. Tetapi perbuatan yang efisien namun tidak bermoral dan bertentangan dengan hukum ini adalah potongan kecil teka-teki gambarpotong konfigurasi birokrasi yang lebih luas. Uang suap yang diberikan oleh sebuah perusahaan mengurangi efisiensi pemerintahan karena membuatnya abai terhadap altenatif lainnya yang realistis dan rasional. Tegasnya, keuntungan yang diperoleh oleh
perusahaan itu adalah kerugian bagi pemerintah. Pengaruh korupsi yang merugikan terhadap efisiensi amat luas dan aneka ragam, begitu sindrom korupsi menjangkiti birokrasi, sikap masa bodoh, yang dilindungi dengan sikap pilih kasih dan pengaruh-pengaruh lain, menciptakan masalah-masalah yang tidak terhitung banyaknya dan akibatakibat yang berat bagi rakyat. Korupsi yang dilakukan oleh birokrasi dapat dikelompokkan menjadi dua kecenderungan umum, yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri. Korupsi tidak hanya terbatas pada transaksi yang korup yang dilakukan dengan sengaja oleh dua pihak atau lebih, melainkan juga meliputi akibat-akiibat yang timbul dari prilaku orang yang korup. I
VII. Kesimpulan Dari semua pembahasan diatas maka dapat penulis tarik kesimpulan, yaitu: 1. Bahwa korupsi merupakan suatu tindakan yang dapat merugikan masyarakat yang notabene merupakan konsumen karena dengan begitu banyaknya korupsi
Law Review: Fakultas Hukum Uiiiversitas Pelita Harapan. Vol. VI. No.2. November 2006
27
Ikang Dhaiyanto
: Tinjauan Singkal Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dan
yang terjadi dalam birokrasi pemerintahan dapat menyebabkan harga-harga barang menjadi naik dengan tajam, 2. Korupsi akan dapat mempengaruhi produktivitas masyarakat dan mengabaikan kesejateraan masyarakat, 3. Dengan adanya hal ini maka korupsi haruslah diberantas tetapi dalam pemberantasan ini haruslah diikuti dengan political will yang kuat dari pemerintahan untuk memberantas hal tersebut karena tanpa adanya political will tersebut dapat menyebabkan ketentuan hukum itu hanya law in book saja. DAFTAR PUSTAKA 1. Alatas. Korupsi: Sifat, Sebab dan Fungsi. Jakarta : LP3ES, 1987. 2. Alatas, Syed Hussein. The Sociology of Corruption, The Nature < function, Causes and Prevention of Corruptions Times Book International : Singapore, 1980. 3. Hamzah,
Andi.
KUHP
Dalam Pemerintahan Daerah. diterjemahkan oleh Masri Maris. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2002. 5. Moelyatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Bina Aksara, 1984. 6. Prodjohamidjojo, Martiman. Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi (UU No.31 Tahun 1999). Bandung : Mandar Maju,2001. 7.
. Memahami DasarDasar Hukum Pidana Indonesia. Jilid 2. Jakarta : Pradnyaparamita, 1977.
8. Rahardjo, M.Dawam. Menyingkap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia. Bandung : Aditya Media, 1999. 9. Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi.
&
KUHAP. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2003. 4. Klitgaard, Robert, Ronald Macleon Abaroa dan H.Lindsey Parvis. Penuntun Pemberantasan Korupsi 28
Law Review, Fakultas Hukum Llniversitas Pelila Harapan. Vol. VI, No. 2, November 2006