Iklim Investasi Negara-Negara ASEAN Menuju ASEAN Economic Community (AEC): Investasi Langsung Luar Negeri (FDI) Gek Sintha Mas Jasmin Wika Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Ciputra
[email protected]
ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk menganalisis kesiapan negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia dalam menyambut ASEAN Economic Community (AEC), terutama pada sektor aliran investasi langsung luar negeri atau Foreign Direct Investment (FDI). FDI memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi dan intergrasi perekonomian global. Keterbukaan rezim kebijakan FDImerupakan penunjang utama untuk menarik FDI ke dalam kawasan ASEAN. Berdasarkan studi dari beberapa literatur yang legal dan relevan, penelitian ini mencoba untuk menganalisis dan menginvestigasi rezim kebijakan yang menjadi penghambat masuknya FDI. Rezim kebijakan pemerintah yang digunakan untuk menunjukkan keterbukaan masing-masing negara di kawasan ASEAN dalam menyambut aliran investasi yang bebas (free flow investment) sebagai salah satu komitmen AEC. Penelitian ini menunjukkan bahwa dari sisi kebijakan, prosedur penyaringan (screening) dan penilaian (appraisal) menjadi rintangan yang serius di beberapa negara ASEAN Kata Kunci: ASEAN Economic Community (AEC), FDI, Rezim Kebijakan FDI
ABSTRACT This study aims to analyzethe readiness of ASEAN countries, especially Indonesia in welcoming the ASEAN Economic Community (AEC). The main discussion topic is the free flow of investment or foreign direct investment (FDI) in ASEAN countries. FDIplays an important roleineconomicgrowthandintegrationin the global economy. Restrictiveness or openness of FDI policy regimes toFDIis amajordeterminant toattract FDIinto theASEAN region. Based ona studyofseveralrelevantlegalliteratures, this studytriestoanalyzeandinvestigate thepolicy regimewhich restrict ofthe entry ofFDI inflow.FDI policy regime is usedtodemonstratethe opennessof ASEAN countries in welcoming free flowof investmentas one of theAECcommitments. This study shows that in terms of policies, screening and appraisal are found to be serious impediments in many countries. Keywords: ASEAN Economic Community (AEC), FDI, FDI Policy Regime
PENDAHULUAN ASEAN Economic Community (AEC) merupakan sebuah integrasi terbesar yang berada di kawasan negara sedang berkembang. AEC akan menjadi penggerak kekuatan integrasi ekonomi di antara negara ASEAN dan secara global. Jika terealisasi maka akan menjadi pasar tunggal bebas. Salah satu tujuan penyusunan ASEAN Economic Community adalah untuk mempromosikan arus free investment dan semakin membebaskan aliran modal. Melalui integrasi ekonomi yang semakin mendalam, anggota ASEAN dapat membentuk sebuah kawasan yang memiliki dasar produksi yang luas sehingga dapat menarik lebih banyak FDI dan memperkuat FDI serta perdagangan di kawasan Asia Timur. Hal ini dapat meningkatkan peluang untuk perusahaan domestik berpartisiasi dalam jaringan produksi regional dan global (Aldaba dan Yap, 2009). FDI memegang peranan krusial untuk menyukseskan integrasi ekonomi di ASEAN. Selain masuknya arus modal, nilai tukar mata uang asing, akses yang lebih mudah ke pasar internasional dan transfer teknologi, FDI juga dapat menjadi sebuah instrument dalam memperkuat institusi dan menciptakan lingkungan bisnis yang lebih stabil (Plummer, 2007). Negara tujuan FDI (host country) pun telah berubah selama dua dekade terakhir yang ditandai dengan peningkatan share FDI di Negara Berkembang. Secara lebih spesifik, share FDI di Negara berkembang telah meningkat dari 29 persen pada tahun 1970 menjadi 47 persen tahun 2011 (UNCTAD, 2013). Sejumlah negara Asean telah dengan cukup sukses menarik FDI ke dalam negaranya beberapa tahun terakhir. Aliran masuk FDI ke ASEAN empat kali lipat antara tahun 2002 dan 2007. Namun, nilai tersebut masih di belakang China. Pada tahun 1980an, anggota ASEAN pernah mengungguli China namun sejak awal 1990an posisi tersebut telah diambil alih oleh China. Oleh karena itu cukup beralasan bahwa mengemukanya momentum AEC salah satunya dimotivasi oleh berkurangnya FDI di ASEAN. Salah satu pilar AEC adalah untuk meningkatkan daya saing ASEAN dalam menarik FDI (Urata dan Okabe, 2009). Share FDI ke Negara ASEAN mengikuti tren krisis finansial pada tahun 1997. Rata-rata share FDI pada periode 2000-2006 sebesar 25.7 persen, lebih rendah dibandingkan pada tahun 1995-1999 dengan rata-rata 35 persen. Pada tahun 2009, Negara ASEAN menghadapi penurunan FDI akibat krisis finansial yang dimulai pada tahun 2008. Indonesia, Malaysia, Thailand dan
Vietnam mengalami penurunan yang signifikan pada aliran masuk FDI (UNCTAD, 2013). Thorboke dan Salike (2011) menyatakan bahwa krisis financial Asia mengurangi keuntungan dari sisi lokasi untuk masuknya FDI ke ASEAN namun perusahaan multinasional yang telah berada di ASEAN tidak direalokasi Sejumlah faktor menjadi penentu besarnya FDI yang mengalir ke host country. Penciptaan iklim yang kondusif bagi FDI merupakan penunjang utama untuk menarik FDI ke dalam kawasan ASEAN.Stabilitas ekonomi dan politik telah mengemuka sebagai faktor yang penting dalam menarik FDI. Faktor penting lainnya adalah rezim kebijakan mengenai FDI di negara tujuan (Host Country). Sebuah negara yang memiliki kondisi yang ideal, seperti ukuran pasar yang luas tidak dapat menarik FDI bila negara tersebut menetapkan kebijakan pembatasan FDI. Bahkan jika rezim FDI yang terbuka, sebuah negara akan menghadapi hambatan dalam menarik FDI jika rezim FDI di negara tersebut lemah akan transparansi dan stabilitas. Hal tersebut menegaskan bahwa pentingnya kebijakan yang berkaitan dengan rezim FDI dan lingkungan kebijakan itu sendiri dalam menentukan daya tarik sebuah negara sebagai negara penerima arus masuk masuk FDI (Urata dan Ando, 2010). De Sousa dan Lochard (2004) menemukan bahwa EU memberikan pengaruh yang positif pada arus masuk FDI pada Negara anggota EU. Dampak Integrasi regional terhadap FDI juga diperkuat oleh penelitian Monge dan Naranjo (2002) yang menyatakan bahwa NAFTA memberikan keuntungan yang signifikan pada arus masuk FDI kepada negara anggota NAFTA dibandingkan dengan Negara Amerika Tengah lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi rezim kebijakan keterbukaan FDI Negara anggota ASEAN dalam menyambut AEC. Paper ini terbagi menjadi 5 bagian. Bab 2 mendiskusikan kajian empiris mengenai pentingnya integrasi regional untuk mendorong masuknya FDI. Bab 3 menjelaskan metodologi yang digunakan. Hasil penelitian akan ditampilkan pada Bab 4 dan Bab 5 menyajikan kesimpulan dan saran.
KAJIAN EMPIRIS
Terdapat dua motif utama FDI, (i) untuk memperoleh input yang lebih murah bagi pasar domestik dan pasar lainnya. Motif pertama disebut sebagai horizontal FDI, terjadi ketika sebuah
perusahaan memutuskan untuk menduplikasi fasilitas produksi dan menjualnya di dua pasar yang berbeda di lokasi yang berbeda. (ii) Pencarian biaya input yang rendah, juga dikenal sebagai vertical FDI (Shatz dan Venables, 2000). Sistem ini melibatkan pengalokasian vertical chain produksi ke dalam beberapa tahap dan menempatkannya pada bagian yang berbeda dari rantai produksi di beberapa Negara yang berbeda dimana biaya akan menjadi lebih rendah. (Aldaba dan Yap, 2009) menyatakan bahwasecara umum, berdasarkan pengalaman EU dan NAFTA menunjukkan bahwa integrasi regional memiliki peran yang penting dalam menarik FDI. Dalam EU, implementasi program single market mengakibatkan peningkatan yang signifikan pada investasi manufaktur dan sektor jasa. Pengalaman NAFTA mengindikasikan peningkatan yang besar terjadi pada aliran masuk FDI sejak pembentukan NAFTA. Sejak NAFTA dibentuk FDI dari Amerika dikategorikan sebagai vertikal FDI. Studi pada integrasi ekonomi Eropa secara umum memberikan dukungan secara empiris bahwa integrasi merupakan determinan yang positif bagi FDI. Hal ini mengindikasikan bahwa proses integrasi memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan investasi di Eropa, sejalan dengan perubahan pada pola dan arus FDI setiap tahun. Namun, beberapa studi menyatakan hal yang sebaliknya, integrasi regional bukan merupakan pendorong untuk peningkatan investasi asing. Studi mengenai dampak NAFTA pada FDI cenderung mengarah pada pengaruh positif integrasi regional. Pada studi yang sama ditemukan bahwa penerima manfaat utama proses integrasi adalah US dan Kanada dan manfaat yang diterima oleh Mexico tidak sebesar bila dibandigkan dengan apa yang teori prediksi. Berikut adalah beberapa penelitian mengenai dampak integrasi regional pada FDI yang ditunjukkan pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Studi Integrasi Regional dan Dampaknya Pada FDI Author (Date)
Dampak Integrasi Regional pada FDI The European Union De Sousa dan Lochard Pada awal pembentukan pertama EU tidak terdapat manfaat (2004) yang signifikan namun pada tahun 1995 terdapat pengaruh yang positif Kyrkilis dan Pantelidis Setelah tahun 1980 terdapat pengaruh yang signifikan pada (2004) intra-regional FDI North American Free Trade Agreement (NAFTA) Monge dan Naranjo NAFTA memberikan keuntungan signifikan dibandingkan (2002) dengan Negara Amerika Tegah Lainnya dalam menarik FDI Roberston (2006) Memberikan bukti bahwa Post-NAFTA FDI cenderung menjadi vertikal ASEAN Kawai (2004)
Meningkatkan kompetisi di antara perusahaan multinasional yang merupakan bagian dari liberalisasi dan deregulasi di berbagai sektor di berbagai negara, mempromosikan aktivitas global dan akhirnya memperluas perdagangan dan FDI Park dan Park (2007) Integrasi tidak menjamin peningkatan aliran investasi tapi dapat mengoptimalkan manfaat integrasi Sumber: Beberapa studi empiris Spar
(1999)
menyimpulkanbahwainteraksiantarapemerintahdan
akanmenyebabkanpertumbuhanekonomidankesejahteraan
social
melalui
MNEs FDI.
Hanyamengandalkan MNEs tidakdapatmengatasimasalahkemiskinan, ketidakstabilanpolitik, pembangunan
yang
terbelakang.Masalah
–
luarjangkauansebuahperusahaan.Tantanganbagipemerintah,
masalahtersebutberada
di
pemimpinbisnis,
danpendukungadalahuntukmengelolahubungan yang kompleksantaramerekadanuntukmenyusun agenda
yang
tidakhanya
focus
padamemerangieksploitasidanmembatasilingkup
FDI
namunjugatetapmenjaditanggungjawabperusahaanmultinasionaldanpemerintahnegaranegaramajudankhususnunaanggota
OECD
untukmembantunegara-
negaraberkembangdalammembanguninfrastruktur
yang
dibutuhkansehinggadapatmemperolehmanfaatdari
FDI
danuntukterusmemberikanbantuankeuangandalambentuk produktifjangkapanjangdanmenginvestasikankembalikeuntungan
modal FDI
kedalamhost
country
dibandingkanmembawanyakeuntungantersebutkenegaraasal MNEs. Dampak AEC pada FDI dapatdilihatpadatabel 2.2.Penyediaaninvestasiutamadiklasifikasikanberdasarkanpadabeberapasalurantransmisi.
Transmission channel Penetapan Preferential Trading Arrangement (PTA) Perdagangan dan FDI: Horizontal FDI dan Vertical FDI
Tabel 2.2 Dampak Potensial AEC Pada FDI Perubahan yang diharapkan Keterangan pada FDI dan Arus modal Positif Liberalisasi investasi, perlindungan, promosi dan pemfasilitasan investasi Positif: pergeseran dari Horisontal FDI menuju ke Vertikal FDI dan meningkatnya Horisontal FDI pada sektor jasa
Dengan adanya jaringan produksi, FDI dan perdagangan; singapura, Malaysia, Thailand, Philippines dan Indonesia telah siap dan menjadi partisipan penting dari jaringan produksi regional yang kompleks. Liberalisasi sektor jasa diharapkan meningkatkan Horizontal FDI Market size Positive Pada literatur, ukuran pasar merupakan determinan FDI yang kuat dan memiliki hubungan posotif antara ukuran pasar dan FDI Pertumbuhan Positif FDI dikaitkan secara positif dengan pertumbuhan ekonomi melalui hubungan kausal yang belum jelas Sumber: Saluran transmisi didasarkan pada Medvedev (2006)
METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam mengevaluasi rezim kebijakan keterbukaan FDI Negara anggota ASEAN dalam menyambut AEC. Metode kualitatif yang digunakan adalah studi literature. Melalui studi literatur akan diperoleh gambran mengenai rezim kebijakan keterbukaan FDI Negara anggota ASEAN. Melalui gambaran tersebut dapat diambil kesimpulan mngenai rezim kebijakan atau kesiapan masing-masing Negara ASEAN untuk menyambut AEC yang rencananya akan dimulai pada tahun 2015. Sumber literatur yang
digunakan adalah Doing Business Database yang disusun oleh World Bank, UNCTAD (United Nations Congress on Trade and Development) dan beberapa penelitian mengenai FDI dan AEC.
HASIL DAN PEMBAHASAN
FDI merupakan aspek penting dalam integrasi ekonomi global. Multinational Enterprises (MNEs) menyumbang sebesar 10 persen output dunia dan 30 persen ekspor dunia (UNCTAD, 2007). Sumber FDI tetap terpusat pada negara dengan berpendapatan tinggi meskipun FDI yang berasal dari negara berkembang juga meningkat secara tajam. Fenomena yang muncul saat ini adalah telah terjadi perubahan destinasi FDI dalam kurun waktu dua decade terakhir dimana terjadi peningkatan pada tinggi share FDI yang menuju ke negara berkembang yaitu sebesar 29 persen pada tahun 1970 menjadi 47 persen pada 2011 (UNCTAD, 2013). Dalam dua decade terakhir Arus FDI ke negara maju rentan terhadap votalitas. Tingkat pertumbuhan tahunan arus masuk FDI ke negara maju berada di antara -47 di tahun 2001 sampai 78 persen di tahun 1998 dengan trend fluktuasi yang besar. Grafik 4.1 menunjukkan fenomena tersebut lebih kritis terjadi di negara maju dibandingkan dengan negara berkembang, meskipun pergerakan FDI yang dinamis di negara maju dan negara berkembang secara umum sejajar. Grafik 4.1. Trend rata-rata pertumbuhan arus masuk FDI berdasarkan kelompok ekonomi, 1992-2012 (Persen)
Khususnya untuk kawasan ASEAN, arus masuk FDI di ASEAN meningkat antara tahun 1986 dan 1997 sebesar 1100 persen sesuai harga berlaku. Krisis Asia pada akhir tahun 1990 dan krisis industry informasi dan teknologi pada awal tahun 2000an menyebabkan penurunan arus masuk FDI sebelum mulai meningkat kembali pada tahun 2003. Krisis finansial global menyebabkan turunnya arus masuk FDI di tahun 2008 dan 2009 namun terjadi pemulihan pada tahun 2011 dengan arus masuk FDI tercatat sebesar 120 Milyar dolar, lima kali lebih besar dibandingkan pada tahun 2000.Saat ini negara ASEAN terhitung menguasai 8 persen dari total arus masuk FDI dunia. Nilai tersebut meningkat dari hanya 3 persen pada tahun 1970 yang mana nilai tersebut setara dengan 2 persen share total PDB dunia. Grafik 4.2 Arus Masuk FDI ke Negara ASEAN (Juta dolar)
Sumber: UNCTAD, 2013
Distribusi FDI ke Negara ASEAN dapat dilihat pada tabel 4.1. Indonesia menerima lebih dari saru per tiga total arus masuk FDI pada tahun 1970an namun turun secara substansial beberapa decade terakhir. Malaysia dan Singapore telah menerima share yang cukup besar meskipun share pada negara lainnya menurun di decade terakhir. Singapura merupakan penerima FDI terbesar dengan persentasi sebesar 58 persen dari total FDI pada tahun 2000an dan sebagian FDI Singapura berakhir di negara lain. Dengan kata lain, arus FDI ke Singapura kemungkinan tidak berkontribusi pada produksi Singapura melainkan negra laiinya, seringkali di negra ASEAN lainnya. Thailand menduduki peringkat kedua sebagai negara penerima arus masuk FDI terbesar di antara negara ASEAN sedangkan share Indonesia terhadap total arus masuk FDI di
ASEAN menurun tajam dari sebesar 36 persen pada tahun 1970an menjadi hanya 6 persen pada tahun 2000an.
Tabel 4.1 Share Total Arus Masuk FDI ke Asia Tenggara 1970 – 2011 (%) 1970-1979 1980-1989 1990-1999 2000-2011 1 0 1 2 Brunei 0 0 0 1 Kamboja 0 0 0 0 Laos 25 26 23 11 Malaysia 0 0 2 1 Myanmar 6 7 6 4 Pjilippines 24 48 38 58 Singapore 7 11 15 17 Thailand 0 TimorLeste 0 0 6 9 Vietnam 36 8 10 6 Indonesia Sumber: UNCTAD, 2013
Salah satufaktorbesarnyaarusmasuk FDI ke Negara ASEAN adalahlingkunganbisnis yang relative
kondusifberdasarkanberbagai
survey
mengenailingkunganbisnis
yang
dilakukanolehbeberapalembagainternasional.Salah satunyaadalahperangkingantiapnegaraberdasarkankemudahanmelakukanbisnis
yang
dipublikasikanoleh World Bank. Total negara yang terdaftardalam Doing Business Database sebanyak
189
padatahun
2013.
Rangking
yang
ditandaidengannomor
yang
semakinkecilmencerminkanlingkunganbisnis
yang
kondusifsedangkanrangkingdengannomortinggimencerimkankondisi yang buruk.Asia Tenggara menempatirangkingkedua di antarakawasannegaraberkembang.Biladilihatdarirangkingnegara di kawasan Asia Tenggara secara individual makaakantampakkesenjangan
yang tinggi.
Singapuramendudukiposisipertamasebagainegaradengankemudahanmelakukanbisnisnamun Timor Lestemendudukiperingkatterakhir.TiganegarayaituSingapura, Malaysia dan Thailand termasuk
di
dalam
10
persendarinegara
duniadengankemudahanbisnistertinggisedangkanduanegaralainnyayaitu
Laos
di dan
Timor
Lestetermasuk di dalam 10 persennegaraterendahdalammelakukanbisnis. Vietnam, Indonesia dan Philippine beradadibawah rata-rata. Kebijakan FDI bekaitan erat dengan kebijakan industri domestik. Jika FDI merupakan faktor yang penting dalam pembangunan ekonomi nasional maka promosi atau penerapan kebijakan yang mempermudah masuknya FDI harus ditetapkan. Batasan terhadap FDI dapat memiliki berbagai macam bentuk, seperti pembatasan kepemilikan pada perusahan asing ketika perlindungan terhadap industri domestic diperlukan. Sehingga banyak negara memiliki atura FDI masing-masing. Sebuah penilaian mengenai lingkungan bisnis negara ASEAN dari perspektif global memberikan informasi yang berguna untuk memahami masalah dan hambatan yang menjadi penghambat FDI. Melalui Doing Business Database yang disusun oleh World Bank (World Bank, 2014), terlihat rangking kemudahan bisnis di 10 Negara ASEAN. Doing Business mengevaluasi 10 aspek lingkungan bisnis: (i) memulai bisnis, (ii) pengurusan lisensi, (iii) tenaga kerja, (iv) pendaftaran property, (v) kemudahan kredit, (vi) proteksi pada investor, (vii) pembayaran pajak, (ix) penetapan kontrak, dan (x) penutupan bisnis. Negara ASEAN secara keseluruhan memiliki masalah yang paling serius pada aspek memulai bisnis (rangking 111) dan penutupan bisnis (rangking 104) pada tahun 2010. Rata-rata evaluasi relatif negara ASEAN terhadap aspek memulai bisnis (starting business) secara signifikan memburuk dari rangking 75 menjadi 98. Ranking yang relative rendah yang menjadi salah satu latar belakang terbentuknya AEC yang ditargetkan akan terlaksana pada tahun 2015.
Tabel 4.2 Ranking Iklim Bisnis di Asia Tenggara Tahun 2013
Economy
Ease of Doing Business Rank
Singapore
1
1
1
2
2
3
2
1
2
1
2
1
Malaysia
6
3
3
8
5
6
1
3
7
3
5
4
Thailand
18
5
11
4
4
4
11
4
12
5
4
8
Brunei Darussalam
59
7
17
10
7
17
6
16
4
6
21
5
Vietnam
99
14
14
5
23
9
4
20
25
12
7
19
Philippines
108
16
22
18
9
19
14
19
23
7
17
11
Indonesia
120
19
23
16
17
15
14
8
24
8
19
18
Cambodia
137
21
24
23
21
18
4
13
11
21
22
21
Lao PDR TimorLeste
159
23
10
17
22
12
22
25
21
24
15
23
172
24
19
20
11
23
23
16
9
16
25
23
Myanmar
182
25
25
22
18
21
25
24
19
20
24
20
Filtered Rank
Starting a Business
Dealing with Construction Permits
Getting Electricity
Registering Property
Sumber:World Bank. http://www.doingbusiness.org/rankings, 2014
Getting Credit
Protecting Investors
Paying Taxes
Trading Across Borders
Enforcing Contracts
Resolving Insolvency
Melalui evaluasi lingkungan dan persaingan bisnis yang dilakukan oleh Urata dan Ando (2010) mengindikasikan bahwa penurunan kompleksitas dan jangka waktu yang diperlukan untuk pengurusan prosedur institusional, peningkatan fleksibelitas pasar
tenaga
keja
(mengurangi
beban
regulasi
ketenagakerjaan)
dan
mengembangkan infrastruktur merupakan aspek penting yang harus dilakukan dalam upaya peningkatan lingkungan investasi. Mereka menaksir rezim kebijakan FDI di masing-masing negara ASEAN dan memberikan nilai untuk mengevaluasi derajat keterbukaan suatu negara bagi masuknya FDI. Dengan mengaplikasikan metodologi yang telah dimodifikasi oleh Golub (2003), mereka mengevaluasi keterbukaan suatu negara terhadap FDI berdasarkan enam indikator, yaitu lepemilikan asing (foreign ownership)/akses pasar (market access), kebijakan nasional, prosedur/birokrasi, komposisi direktur dan manajemen, pergerakan investor (movement of investors) dan performance requirements. Tabel 4.2 Penilaian Rezim Kebijakan FDI di Negara Anggota ASEAN Market Acces
National Treatment
Screening & Appraisal
Movement of investors
Performance Requirement
Brunei
0.24
0.8
0.43
Total
0.59
0.18
0.18
0.394
Cambodia
0.14
0.18
0.62
0
0.75
0.12
0.242
Indonesia
0.36
0.19
0.79
0.31
0.55
0.26
0.375
Laos
0.32
0.41
0.61
0.25
0.79
0.25
0.428
Malaysia
0.38
0.83
0.25
0.4
0.56
0.23
0.438
Myanmar
0.38
0.4
0.92
0.4
0.71
0.28
0.463
Philippines
0.26
0.28
0.11
0.52
0.04
0.11
0.237
Singapore
0.2
0.14
0.15
0.36
0.07
0.09
0.175
Thailand
0.42
0
0.5
0
0.81
0
0.3
Vietnam
0.34
0.26
0.36
0.29
0.47
0.15
0.325
Average Standard Deviation
0.305
0.35
0.475
0.31
0.494
0.194
0.33
0.09
0.27
0.27
0.19
0.3
0.113
0.1
Board of directors
Sumber: Urata dan Ando, 2010 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa derajat hambatan atau keterbukaan bervariasi baik antar negara maupun antar elemen. Total nilai terkecil diperoleh oleh Singapura (0.175) dan terbesar oleh Myanmar (0.463). Semakin rendah nilai mengindikansikan semakin terbuka aturan FDI sebuah negara atau rezim kebijakan FDI yang terbuka. Negara dengan keterbukaan aturan FDI tertinggi singapura dan yang paling tertutup 12
adalah Myanmar. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rezim kebijakan FDI di Singaura, Philippines dan Kamboja relatif terbuka sedangkan Myanmar, Malaysia dan Laos relative tertutup. Bila dilihat dari rata-rata nilai negara ASEAN dari keenam indikator, nilai movement of investor 0.494) dan prosedur penilaian dan seleks (0.475) paling tinggi dibandingkan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ASEAN memiliki rezim kebijakan yang relative tertutup mengenai kedua indicator tersebut. Movement of investor khususnya dibatasi di Thailand, Kamboja dan Myanmar, sedangkan prosedur seleksi dan penilaian terbatas di Myanmar, Indonesia, Kamboja dan Laos. Prosedur seleksi dan penilaian mencakup aturan atau kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah mengenai FDI dan Transparansi serta prosedur yang berbelit-belit. Movement of Investor mencakup pengurusan kepindahan investor ke Host Country. Indonesia memiliki nilai yang relative tinggi pada elemen akses pasar yang disebabkan oleh FDI dibatasi pada beberapa sector yaitu aktivitas real estate dan public administration. Lemahnya national treatment merupakan masalah yang serius yang dihadapi oleh Malaysia dan Kamboja. Terdapat beberapa kasus di Malaysia dimana perusahaan asing diperlakukan secara berbeda dibandingkan dengan perusahaan lokal. Di Brunei, pemerintah berhak untuk membatasi pergerakan perusahaan asing untuk melindungi perusahaan local. Pembatasan pada komposisi manajemen dan direktur terjadi paling tinggi di Brunei dan Philippines, mayoritas direktur harus penduduk local. Urata dan Ando (2010) mengungkapkan bahwa prosedur penyaringan (screening) dan penilaian (appraisal) menjadi rintangan yang serius di beberapa negara dan peraturan akses pasar di sektor jasa harus diperbaiki. Akses pasar yang lebih terbuka harus diperluas dalam upaya meningkatkan efisiensi dan alokasi teknis. Kesiapan negara ASEAN untuk menyambut AEC khususnya pada arus investasi yang lebih bebas melalui FDI masih perlu ditingkatkan. Beberapa negara memiliki rezim kebijakan terbuka sedangkan lainnya rezim kebijakan tertutup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa hambatan dan minimnya transparansi yang dapat menghalangi pergerakan investasi yang bebas di kawasan ASEAN. 13
KESIMPULAN DAN SARAN Prosedur penyaringan (screening) dan penilaian (appraisal) merupakan rintangan yang serius dan perlu diatasi oleh beberapa negara ASEAN. Indonesia perlu memperbaiki prosedur penyaringan (screening) dan penilaian (appraisal) yang masih berbelit-belit dan kurangnya transparansi. Kesiapan negara ASEAN dalam menarik investasi langsung asing (FDI) untuk menyambut AEC masih perlu ditingkatkan khususnya penyederhanaan prosedur dan peningkatan transparansi.
DAFTAR PUSTAKA ADBI, 2013. Impact of the ASEAN Economic Community on ASEAN Production Networks Aldaba, M. Rafaelita dan Josef T. Yap, 2009. ‘Investment and Capital Flows: Implication of the ASEAN Economic Community’. Philippine Institute for Development Studies De Sousa, Jose dan Julie Lochard, 2004. ‘The Currency Union Effect on Trade And The FDI Channel’. Golub, Stephen S, 2003.’Measurement of Restrictions on Inward Foreign Direct Kawai, Masahiro, 2004. ‘Trade and Investment Integration for Development in East Asia: A Case for the Trade-FDI Nexus’. Institute of Social Science, University of Tokyo. Kyrkilis, D. and Pantelis Pantelidis, 2004. ‘Economic Convergence and Intra Regional Foreign Direct Investment in the European Union’, University of Macedonia and University of Piraeus, Piraeus, Greece. Medvedev, Denis, 2006. ‘Beyond trade: the impact of preferential agreements on foreign direct investment inflows’. Working Paper Series 4065, The World Bank Monge dan Naranjo, 2002. ‘The Impact of NAFTA on Foreign Direct Investment flows in Mexico and the Excluded Countries’. Department of Economics, Northwestern University Park, Innwon dan Soonchan Park, 2007 ‘Reform-Creating Regional Trade Agreements and Foreign Direct Investment: Applications for East Asia’. Plummer, M., 2007 ‘Completing the AIA Road Traveled, Road Ahead’, project of the East- West Center for the ASEAN Secretariat. Shatz, H. dan Anthony Venables, 2000. ‘The Geography of international Investment Policy Research’, Working Paper 2338, The World Bank. Spar, D., 1999. ‘Foreign investment and human rights international, Challenge’, January-February. Thorbecke, W. dan S. Nimesh. 2011. ‘Understanding the Foreign Direct Investment in East Asia’. ADBI Working Paper. No. 290.
14
UNCTAD, 2006. World Investment Report: FDI from Developing and Transition Economies: Implications for Development. New York and Geneva: United Nations. _______, 2007. World Investment Report, United Nations: New York and Geneva. _______, 2010. World Investment Report: Investing in a Low-Carbon Economy. New York and Geneva: United Nations _______, 2013, World Investment Report: Inward and outward foreign direct investment flows. New York and Geneva: United Nations Urata, S. dan M. Okabe, 2010. ‘Overview: Tracing the Progress toward the ASEAN Economic Community’. ERIA Research Project Report 2009-3, Jakarta: ERIA. pp.1-27. Urata, S. dan Ando, M., 2010. ‘Investment Climate Study of ASEAN Member Countries’, ERIA Research Project Report 2009-3.Jakarta: ERIA. pp.162232. World Bank, 2014. Doing Business Database. http://www.doingbusiness.org/.
15