FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KAWASAN ASEAN+6: PENDEKATAN DATA PANEL
OLEH RISKA DEWI PERMATA H14070010
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
RINGKASAN
RISKA DEWI PERMATA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan ASEAN+6: Pendekatan Data Panel (dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI).
Isu globalisasi sering diperbincangkan selama dua dekade terakhir ini. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak negatif bagi negara yang tidak mampu bersaing. Pasca Perang Dunia II, banyak negara yang menjalin kerjasama regional dan mengarah pada terciptanya globalisasi untuk meningkatkan daya saing kawasan integrasi ekonomi dengan perekonomian global. European Union telah menjadi kawasan integrasi ekonomi yang berhasil dan mendorong kawasan ASEAN untuk menciptakan kerjasama ekonomi yang lebih tinggi dengan konsep yang berbeda. ASEAN akan merealisasikan ASEAN Economic Community (AEC)-MEA pada tahun 2015 yang merupakan bentuk integrasi ekonomi lebih kompleks. ASEAN juga melakukan pertemuan dengan enam negara Asia Timur lain di Cebu pada tanggal 15 Januari 2007, dan membentuk kesepakatan adanya Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA) yang dikenal dengan sebutan ASEAN+6. Enam negara lain tersebut adalah China, Jepang, Korea, Australia, India dan New Zealand. Integrasi ekonomi memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara Namun, bagi negara yang tidak mampu bersaing, integrasi ekonomi hanya akan menciptakan divergensi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kawasan ASEAN+6 menunjukkan hasil yang cukup mengesankan dan dapat memengaruhi perekonomian secara global. Pertumbuhan ekonomi Asia meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir. Pada perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Asia juga mampu menutupi kemunduran perekonomian Amerika Serikat akibat krisis kredit perumahan (suprime mortage). Akan tetapi, di kawasan ASEAN+6 terdiri dari negara maju dan negara berkembang yang memiliki perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, penting untuk dilakukan analisis deskriptif tentang perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6, faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6, dan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya dengan memberikan perubahan pada metode analisis, variabel pendukung, serta ruang lingkup penelitian. Variabel yang digunakan pada penelitian ini antara lain: pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya (lag pertumbuhan ekonomi) pengeluaran konsumsi (consumtion expenditure), pengeluaran pemerintah (goverment expenditure), Foreign Direct Investment inflow (FDI), tingkat harapan hidup (life expectacy), tingkat partisipasi sekolah sekunder (school enrollment secondary), defisit anggaran pemerintah (budget deficit), dan keterbukaan ekonomi (openness of the economy). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model panel dinamis (GMM). Panel
dinamis digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6. Pada dasarnya terdapat perbedaan karakteristik antara negara maju dan negara berkembang karena sistem yang berbeda diantara keduanya. Negara maju dan negara berkembang memiliki perbedaan dalam hal sektor riil maupun sektor keuangan, sehingga tidak dapat dilakukan kebijakan fiskal dan moneter yang sama. Dengan demikian, integrasi ekonomi kawasan ASEAN+6 secara konseptual dan secara ekonomi belum dapat dilaksanakan. Analisis pertumbuhan ekonomi ASEAN+6 dibedakan antara negara maju dan negara berkembang, karena perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil estimasi, negara maju di ASEAN+6 dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan pengeluaran konsumsi, mengurangi pengeluaran pemerintah, dan meningkatkan FDI. Negara berkembang di ASEAN+6 dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan defisit anggaran pemerintah sampai pada level 5 persen dan meningkatkan keterbukaan ekonomi. Integrasi ekonomi ASEAN+6 memerlukan berbagai kajian ulang untuk menghasilkan integrasi yang sehat dan berkesinambungan. Negara anggota ASEAN+6 masih terdiri dari negara maju dan negara berkembang yang berbeda karekteristik dasar perekonomiannya. Negara maju ASEAN+6 yang memilki pendapatan tinggi harus tetap meningkatkan pertumbuhan ekonomi walaupun kenaikannya tidak signifikan. Pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 dapat ditingkatkan dengan meningkatkan daya konsumsi masyarakat untuk meningkatkan pengeluaran konsumsi, meningkatkan ketertarikan para investor asing untuk menanamkan modalnya dalam bentuk FDI, serta mengurangi pengeluaran pemerintah. Sedangkan negara berkembang di ASEAN+6 yang masih mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya secara signifikan (belum mencapai fullemployment), harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk mendapatkan percepatan laju pertumbuhan ekonomi. Percepatan laju pertumbuhan ekonomi negara berkembang diharapkan mampu menyeimbangi perekonomian negara maju. Negara berkembang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan kebijakan fiskal; mengurangi segala bentuk kecurangan serta pemborosan dalam pengeluaran pemerintah; dan meningkatkan peranannya dalam perdagangan internasional yang berorientasi pada produk manufaktur dan jasa.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KAWASAN ASEAN+6: PENDEKATAN DATA PANEL
Oleh RISKA DEWI PERMATA H14070010
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan ASEAN+6: Pendekatan Data Panel Nama
: Riska Dewi Permata
NIM
: H14070010
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Noer Azam Achsani. Ph.D NIP. 19681229 199203 1 016
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, 21 September 2011
Riska Dewi Permata H14070010
RIWAYAT HIDUP
Riska Dewi Permata. Dilahirkan di Kediri, pada tanggal 30 Juni 1989. Penulis dilahirkan dari pasangan Lukman Sugiantoro dan Karmila, merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Jenjang studi bermula dari TK Raudhatul Athfal tahun 1992 hingga 1995, menyelesaikan pendidikan di SDN 1 Banjaran Kediri, dilanjutkan ke SMPN 3 Kediri, dan lulus tahun 2007 dari SMAN 1 Kediri. Adanya dukungan dari orang tua dan bimbingan staff pengajar SMAN 1 Kediri, pendidikan dapat dilanjutkan pada jenjang perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Penulis diterima menjadi mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi Asrama Putri Darmaga selama dua tahun dan menjalani beragam kegiatan kepanitiaan. Selain itu, penulis mengikuti berbagai seminar, Program Kreatifitas Mahasiswa, dan pada tahun 2010 sempat menjalani program magang kerja PG. Rajawali I sebagai akuntan pengeluaran perusahaan.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.Wr.Wb Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang dipilih berjudul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan ASEAN+6: Pendekatan Data Panel”. Penelitian ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada beberapa pihak yang telah berperan dalam memberikan bantuan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Beberapa pihak tersebut antara lain: 1. Noer Azam Achsani. Ph.D, selaku pembimbing skripsi
atas segala
kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan, arahan, dan masukan bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Wiwiek Rindayanti, selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berguna untuk skripsi ini. 3. Widyastutik. M.Si, selaku komisi pendidikan yang memberikan banyak informasi mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik. 4. Indra, M.Ec atas segala ketulusan dalam memberikan berbagai ilmu teknis dalam pengolahan data yang sangat membantu penulis.
5. Lukman Sugiantoro (Ayah) dan Karmila (Ibu) yang telah memberikan kasih sayang, ketulusan do’a, pengorbanan, dukungan moral dan spiritual, serta segala yang sangat berharga dan bermakna. Semua yang penulis usahakan hanyalah untuk Ayah dan Ibu. 6. Budi Cahyono Prasetyo selaku saudara penulis yang memberikan nasehat, dukungan, serta berbagai bentuk bantuan bagi penulis. 7. Andri Kurniawan yang telah memberikan bantuan dan dukungan. 8. Sahabat sebimbingan skripsi, Retni Cristina Sitonga dan Solihin atas perhatian, masukan, semangat, dan bantuan selama penulisan. 9. Teman-teman Asrama Putri Darmaga: Rafida Djakiman, Wa Hesti, Ulfa Ni’mal Auliya, Fitriya Yuliani; serta teman-teman Pondok Kenanga: Firdana Ayu, Febrina Mahliza, Auliya Indiarti Zen. 10. Teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 44. 11. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis, dunia pendidikan dan bagi semua pihak. Serta dapat menjadi langkah awal penulis untuk berjalan mencapai impiannya. Amin. Wassalamu’alaikum.Wr.Wb Bogor, 21 September 2011
Riska Dewi Permata H14070010
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL …………………………………………………………
iv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… v DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
vi
DAFTAR ISTILAH………………………………………………………... vii I. PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1 1.1. Latar Belakang ……………………………………………………... 1 1.2. Perumusan Masalah ………………………………………………...
4
1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………...
6
1.4. Manfaat Penelitian ………………………………………………….
7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………….
7
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………..
8
2.1. Integrasi Ekonomi………………….……………………………… 8 2.2. Pertumbuhan Ekonomi ………………………………………….
10
2.2.1. Konsumsi ……………………………………………………
14
2.2.2. Pengeluaran Pemerintah …………………………………….
15
2.2.4. Foreign Direct Investment (FDI)............................................
15
2.2.5. Tingkat Kesehatan ..................................................................
16
2.2.6. Tingkat Pendidikan …………………………………………. 16 2.2.7. Defisit Anggaran Pemerintah (Budget Deficit) ……………..
17
2.2.8. Keterbukaan Ekonomi (Openness of the Economy) ………...
17
2.3. Pengukuran Pertumbuhan Ekonomi ..................................................
17
2.4. Data Panel .........................................................................................
20
2.5. Penelitian Terdahulu …………………………………………….…. 22 2.6. Kerangka Pemikiran ……………………………………………….. III. METODE PENELITIAN ……………………………………………
26 28
3.1. Jenis dan Sumber Data ……………………………………………
28
3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data …………………………….
29
3.3. Perumusan Model ………………………………………………….
30
3.4. Metode Analisis Data........................................................................
32
3.4.1. Metode Panel Dinamis............................................................. 32
ii
3.4.1.1. First-differences GMM (AB-GMM)……………….
35
3.4.1.2. System GMM (SYS-GMM)………………………..
41
3.4.2. Uji Spesifikasi Model Panel Dinamis ...................................
43
3.4.3. Granger Causality Test pada Data Panel……………………
44
IV. PEMBAHASAN ………………………………………………………
46
4.1. Analisis Deskriptif Perbedaan Karakteristik Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju dan Negara Berkembang di ASEAN+6…...
47
4.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Periode 2001-2004 dan 2005-2008…. 47 4.1.2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Konsumsi……... 49 4.1.3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Pemerintah……………………………………………………
51
4.1.4. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat FDI……..
52
4.1.5. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Harapan Hidup…………………………………………………………
54
4.1.6. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder…………………………………………… 56 4.1.7. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Defisit Anggaran Pemerintah……………………………………………………
58
4.1.8. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Keterbukaan Ekonomi…………………………………………………….... 59 4.2. Hasil Estimasi Granger Causality Test…………………………….
61
4.3. Determinan Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6….. 64 4.3.1. Pengaruh Pengeluaran Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6………………………
66
4.3.2. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6……………………….
68
4.3.3.Pengaruh Foreign Direct Investment terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6……………………….
70
4.4. Determinan Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6………………………………………………………….. 71 4.4.1. Pengaruh Defisit Anggaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6……………………………………………….......
74
iii
4.4.2. Pengaruh Keterbukaan Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6………………... 75 V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………...
77
5.1. Kesimpulan ………………………………………………………...
77
5.2. Saran ……………………………………………………………….
78
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………...
81
LAMPIRAN ……………………………………………………………….
84
iv
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
3.1. Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian……….............
29
4.1. Hasil Estimasi Granger Causality Test…………………………………...
62
4.2. Hasil Estimasi Determinan Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6………………………………………………………………...
66
4.3. Hasil Estimasi Determinan Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6……………………………………………………………..
72
v
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.1. Pertumbuhan Ekonomi Global ………..………………………...............
3
2.1. Kerangka Pemikiran ………………………………….............................
27
4.1. Korelasi Pertumbuhan Ekonomi Periode 2001-2005 dengan Pertumbuhan Ekonomi Periode 2005-2008 ASEAN+6…………………
48
4.2. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Konsumsi ASEAN+6……………………………………………………………….
50
4.3. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Pemerintah ASEAN+6……………………………………………………………….
51
4.4. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan FDI ASEAN+6………..
53
4.5. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Tingkat Harapan Hidup ASEAN+6………………………………………………
55
4.6. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder ASEAN+6…………………………………………...
56
4.7. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Rasio Defisit Anggaran Pemerintah ASEAN+6…………………………………………………..
58
4.8. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Keterbukaan Ekonomi ASEAN+6……………………………………………………………….
60
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Granger Causality Test……………………………………………….
85
2.
Hasil Estimasi Determinan Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6…………………………………………………………….
90
Hasil Estimasi Determinan Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6……………………………………………
92
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Pengeluaran Konsumsi ………………………………….........................................
94
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Pengeluaran Pemerintah ……………………………………………………………
95
6.
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan FDI ………..
96
7.
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Tingkat Harapan Hidup………………………………………………………...
97
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder ………………………………………...
98
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Defisit Anggaran Pemerintah ………………………………………………...
99
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Keterbukaan Ekonomi ……………………………………………………………...
100
11.
Korelasi Antar Variabel……………………………………………….
101
12.
Deskripsi Data ………………………………………………………..
102
3. 4. 5.
8. 9. 10.
vii
DAFTAR ISTILAH
No. 1.
Istilah Asimtotically efficient
Keterangan =
Sangat efisien (mendekati efisiensi yang sempurna).
2.
Crowding Out
=
Kenaikan
pengeluaran
pemerintah
yang
dibiayai oleh penurunan investasi dan kenaikan tingkat tabungan. 3.
Convergence
=
Perekonomian
dunia
yang
miskin
dapat
mengejar perekonomian dunia yang sudah maju,
sehingga
terdapat
pertemuan
perekonomian. 4.
IS-LM Model
=
Model
permintaan
mengindikasikan
agregat
penentuan
yang
pendapatan
agregat pada tingkat harga tertentu, dengan menggunakan analisis interaksi antara pasar barang dan pasar uang. 5.
Keynesian Cross
= Model penentuan pendapatan secara sederhana yang menunjukkan mekanisme bagaimana perubahan
pengeluaran
pengganda
pada
memiliki
pendapatan,
dampak
berdasarkan
gagasan General Theory Keynes. 6.
Purcasing Power Parity
=
Doktrin yang mengatakan bahwa barang harus dijual dengan tingkat harga yang sama di semua negara, yang menunjukkan kurs riil mencerminkan perbedaan dalam tingkat harga.
7.
Single Currency
=
Mata uang tunggal yang digunakan oleh negara yang menjalin integrasi ekonomi.
8.
Transfer Payment
=
Pembayaran pemerintah kepada masyarakat yang bukan dalam pertukaran barang dan jasa.
9.
Underground economic =
Kegiatan ekonomi yang tidak terdaftar
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi
selain
memberikan
dampak
positif,
juga
memberikan
dampak
yang
mengkhawatirkan bagi negara yang tidak mampu bersaing. Pasca perang dunia ke dua, banyak negara yang menjalin kerjasama regional dan mengarah pada terciptanya globalisasi. Menurut WTO dalam Santoso dkk (2008), sejak Perang Dunia II hingga akhir tahun 2006, lebih dari 200 perjanjian regional dan beberapa perjanjian yang masih dalam proses. Total perjanjian perdagangan antar negara regional mencapai 50 persen dari total perdangan internasional. Kerjasama ekonomi yang banyak mendapat sorotan saat ini adalah North American Free Trade Area (NAFTA) dan European union (Santoso dkk, 2008). Kerjasama ekonomi secara regional antar negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas perekonomian suatu negara. Seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara di Eropa dengan membentuk European union. European union yang menerapkan single currency sebagai salah satu kebijakannya telah membentuk kesatuan regional yang efisien untuk anggotanya. European union yang cenderung menunjukkan performa yang meningkat, mendorong integrasi ekonomi di negara berkembang seperti ASEAN. ASEAN ingin membentuk integrasi ekonomi yang lebih tinggi seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan konsep yang sedikit berbeda. ASEAN akan membentuk ASEAN Community. ASEAN Community pada awalnya akan direlisasikan pada tahun 2020. Namun, Deklarasi ASEAN pada 20 November 2007 mengakibatkan pelaksanaan MEA
2
dipercepat menjadi tahun 2015. ASEAN Community memiliki tiga pilar utama, yaitu: ASEAN Economic Community (AEC)-MEA, ASEAN Security Community, ASEAN Socio-Cultural Community. ASEAN Community, akan menyebabkan terjadinya pergerakan secara bebas dalam hal barang dan jasa, tenaga terampil, modal, serta akan memengaruhi segala aspek bidang kehidupan (Santoso dkk, 2008). Menurut Achsani (2008) integrasi ekonomi ASEAN mampu menciptakan pasar yang sangat besar dengan jumlah perdangangan dan jumlah produk domestik bruto lebih dari 720 milyar dollar dan 737 milyar dollar per tahun. Apabila melihat kembali sejarah, krisis yang melanda Asia pada tahun 1997, ASEAN tidak mampu meredakan kemelut yang terjadi pada anggotanya. Setelah krisis di akhir tahun 1990-an tersebut, ASEAN meningkatkan hubungan ekonomi eksternal dengan beberapa negara Asia Timur, seperti Cina, Jepang dan Korea Selatan. Kerjasama ini dikenal dengan nama ASEAN+3. Kerjasama ASEAN+3 mampu membentuk pasar yang lebih besar dari pada ASEAN. Bergabungnya ASEAN dengan negara-negara maju di Asia seperti Cina, Jepang dan Korea Selatan akan membawa dampak yang sangat signifikan dalam perekonomian regional kawasan ASEAN+3. Hubungan saling ketergantungan ekonomi antara ASEAN dengan ketiga negara sangat erat. Melalui integrasi moneter dan perdagangan bebas dapat memberikan manfaat bagi para anggota ASEAN+3 (Krapohl dan Obermeier, 2010). Berdasarkan hasil pertemuan di Cebu pada tanggal 15 Januari 2007, para pemimpin ASEAN dan enam negara lain menghasilkan kesepakatan adanya Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA) yang lebih dikenal dengan nama ASEAN+6. Enam negara lain tersebut adalah Cina, Jepang, Korea,
3
Australia, India dan New Zealand. Tujuan dari dibentuknya CEPEA adalah menciptakan integrasi ekonomi yang lebih intensif di kawasan ASEAN+6 serta mengurangi divergensi pembangunan antar negara tersebut. Pembentukan CEPEA diharapkan akan menciptakan pasar yang lebih besar dan berpotensi menjadi pasar tunggal. Menurut CEPEA report 2008 dalam Faradila (2010) populasi kawasan ASEAN+6 mencapai 49,6persen dari populasi dunia. Pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia sangat mengesankan selama tiga dasa warsa terakhir. Pertumbuhan diperlihatkan dari tingkat PDB riil dalam Purcasing Power Parity di tahun 1980 yang mencapai $3,3 trilyun dan beranjak menjadi $24,5 trilyun pada tahun 2009. Pendapatan rata-rata negara berkembang di Asia pada tahun 1980 hanya seperempat dari rata-rata pendapatan dunia. Namun pada tahun 2009, rata-rata pendapatan negara berkembang di Asia mencapai tiga perempat dari pendapatan rata-rata dunia.
Sumber : World Development Indicator, diolah
Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Global
4
Pada gambar 1.1 menggambarkan potensi pertumbuhan ekonomi Asia yang tetap berada dalam tingkat yang lebih besar. Pengaruh krisis global telah menrunkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 dan 2009. Di Asia, negara yang paling terkena dampak dari krisis global adalah Jepang. Namun rata-rata di setiap negara dapat memulihkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010. Pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia mampu meningkatkan jumlah negara maju di Asia. Selain itu, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia menurunkan
tingkat
kemiskinan
dan
meningkatkan
keterkaitan
dengan
perekonomian global. Terdapat estimasi yang menjelaskan bahwa di masa depan pertumbuhan ekonomi Asia dapat memengaruhi ekonomi global berdasarkan penelitian dari Lee dan Hong (2010). Pada tahun 2007 hingga 2008, pertumbuhan ekonomi Asia juga mampu menutupi kemunduran perekonomian Amerika Serikat akibat krisis kredit perumahan (suprime mortage), serta untuk pertama kalinya negara China dan India sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar bagi perekonomian dunia (Santoso dkk, 2008). Menurut Lee dan Hong (2010), khususnya di Asia Timur memiliki potensi pertumbuhan antara lain disebabkan oleh potensi ekonomi, geografi yang baik, pembangunan karakteristik, demografi serta kebijakan ekonomi yang menunjang pertumbuhan.
1.2.
Perumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kawasan ASEAN+6 menunjukkan
hasil yang cukup mengesankan dan dapat memengaruhi perekonomian secara global. Seperti yang telah dijelaskan di atas, pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia telah meningkat dalam kurun waktu tiga dasawarsa terakhir.
5
Beberapa negara berkembang di Asia beberapa diantaranya tergabung dalam ASEAN+6. Krisis global pada tahun 2008, sempat mengguncang beberapa negara ASEAN+6 diantaranya negara Singapura dan Jepang. Namun dukungan domestik yang besar dalam permintaan produk, membuat beberapa negara ASEAN+6 tetap bertahan dan sedikit terkena dampak krisis global (Lee dan Hong, 2010). Integrasi ekonomi berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Berdasarkan beberapa studi empiris menyatakan bahwa faktor eksternal memberikan dampak yang lebih signifikan bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Secara teori, integrasi ekonomi dapat meningkatkan daya saing regional terhadap perekonomian global, meningkatkan pangsa pasar, mendorong adanya efisiensi ekonomi, memperbesar tingkat mobilisasi tenaga kerja dan modal sehingga mempermudah perolehan modal serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja (Santoso dkk, 2008). Namun, tidak sedikit pula yang meragukan keberhasilan dari integrasi ekonomi. Globalisasi dapat memberikan pengaruh yang positif serta dapat memberikan pengaruh yang negatif bagi negara yang belum siap untuk menghadapi persaingan dengan dunia internasional. Integrasi ekonomi hanya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang telah siap menerima globalisasi (Santoso dkk, 2008). Negara yang belum mampu bersaing dengan negara yang berada dalam integrasi hanya akan menjadi negara konsumsi produk negara lain, sehingga konvergensi akan sulit dicapai. Selanjutnya, integrasi ekonomi hanya akan menciptakan negara-negara yang semakin divergen (Achsani, 2008). Selain itu, perlu disadari adanya perbedaan karakteristik antar negara anggota ASEAN+6. ASEAN+6 sebagai bentuk dari integrasi ekonomi masih
6
memiliki keragaman antar anggotanya. ASEAN+6 merupakan gabungan negara ASEAN dan beberapa negara Asia Timur yang terdiri dari negara maju dan negara berkembang. Keragaman antara negara maju dan negara berkembang cukup besar, sehingga akan berisiko apabila menyamaratakan kondisi dari negaranegara yang berbeda tersebut. Perbedaan antara negara maju dan negara berkembang dapat dilihat dari stuktur politik, srtuktur pendapatan, standart hidup, produktivitas, pertumbuhan penduduk, dan lain sebagainya. Dengan melihat adanya potensi pertumbuhan ekonomi ASEAN+6, adanya ancaman divergensi pertumbuhan ekonomi, perbedaan karakteristik antar negara anggota ASEAN+6, maka penting untuk dilakukan kajian mengenai pertumbuhan ekonomi di kawasan integrasi ekonomi ASEAN+6. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah perbedaan karakteristik antara pertumbuhan ekonomi negara maju dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6? 2. Apa faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6? 3. Apa faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan hasil pemaparan rumusan penelitian di atas, dapat ditentukan
tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Menganalisis perbedaan karakteristik antara pertumbuhan ekonomi negara maju dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6
7
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6.
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan karakteristik
pertumbuhan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang di kawasan ASEAN+6. Serta mampu memahami beragam variabel faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara berkembang di ASEAN+6. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai kalangan, baik dari sisi pemerintahan, kalangan akademisi maupun bagi penulis sendiri. Berdasarkan hasil analisis integrasi ekonomi ini, pemerintah diharapkan dapat mengambil kebijakan yang tepat dalam menghadapi integrasi ekonomi.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Kawasan ASEAN+6 yang akan dibahas adalah negara Cina, Jepang, Korea
Selatan, Australia, India, New Zealand, Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Adanya keterbatasan data, maka dalam penelitian ini tidak memasukkan negara Brunei Darusalam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Periode data yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah tahun 2001 sampai 2008.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, akan dijelaskan beberapa pustaka yang mendukung penelitian. Beberapa pustaka tersebut antara lain: integrasi ekonomi; pertumbuhan ekonomi dan beberapa faktor-faktor yang memengaruhinya; pengukuran pertumbuhan ekonomi; data panel; dan penelitian terdahulu yang menjadi acuan penelitian ini. Pada bagian terakhir bab ini juga akan dijelaskan kerangka pemikiran dari penelitian.
2.1.
Integrasi Ekonomi Integrasi ekonomi adalah suatu kebijakan dalam perdagangan yang
mengurangi atau menghapuskan beragam hambatan perdagangan. Kebijakan tersebut dilakukan secara diskriminatif, yakni hanya berlaku pada negara yang memiliki kesepakatan bersama untuk membentuk integrasi ekonomi. Integrasi ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan negara anggota dan menciptakan stabilitas yang tinggi (Salvatore, 1997). Menurut Bella Balassa dalam Hamdy (2004), tahapan integrasi ekonomi dapat dibedakan menjadi lima bagian. Tahapan integrasi ekonomi tersebut antara lain: 1.
Preferential Trading Area (PTA) Negara yang tergabung dalam integrasi ini, memiliki kesepakatan untuk menurunkan berbagai macam hambatan perdagangan antar anggota. Selain itu, dalam PTA juga memberikan perlakuan khusus terhadap barang tertentu dari negara tertentu dengan mengurangi tingkat tarif.
9
2.
Free Trade Area (FTA) Negara yang bersepakat untuk memberlakukan FTA, harus menghilangkan semua hambatan perdagangan baik hambatan tarif maupun non-tarif. Akan tetapi,
negara dalam FTA masih dapat
memberlakukan hambatan
perdagangan bagi negara lain diluar anggota. 3.
Customs Union Negara
anggota
dalam
kesatuan
ini
dapat
mempertahankan
atau
menghilangkan kebijakan perdagangan antar anggota. Selain itu, negara dapat menyeragamkan kebijakan perdagangan internasional di luar negara anggota. 4.
Economic Union Economic Union merupakan bentuk kerjasama regional yang memiliki kesatuan kebijakan dalaam hal perpajakan, tenaga kerja, jaminan sosial, dan lain-lain.
5.
Monetary Union Monetary Union merupakan bentuk kerjasama regional, dimana antara negara anggota memiliki kesamaan dalam hal kebijakan moneter (penyatuan mata uang), kebijakan fiskal, dan kebijakan sosial.
Selanjutnya,
integrasi
ekonomi
menurut
Salvatore
(1997)
akan
dapat
meningkatkan kesejahteraan apabila memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: 1.
Hambatan perdagangan antar negara anggota sebelum terbentuknya integrasi ekonomi relatif tinggi.
10
2.
Hambatan perdagangan yang terjadi antara negara anggota dengan negara di luar anggota relatif rendah.
3.
Memiliki negara partisipan dalam integrasi ekonomi yang relatif banyak dan memiliki ukuran perekonomian negara anggota yang besar.
4.
Antar negara anggota memiliki tingkat kompetitif yang semakin tinggi dan ragam perekonomian memiliki unsur komplementaris yang semakin kecil. Integrasi ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan apabila dibentuk oleh negara anggota yang memiliki stuktur perekonomian saling bersaing, bukan saling melengkapi.
5.
Memiliki kedekatan dalam aspek geografis.
6.
Antara negara anggota dan negara di luar anggota memiliki hubungan dagang yang luas.
Integrasi ekonomi yang telah dibentuk oleh Uni Eropa lebih berhasil dari pada Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa. Hal ini dikarenakan negara anggota Uni Eropa lebih bersifat kompetitif, memiliki kedekatan geografis, dan sebelum terbentuk Uni Eropa, negara anggotanya memiliki hubungan dagang yang luas dengan negara lain diluar anggota .
2.2.
Pertumbuhan Ekonomi Setiap negara di seluruh dunia menomorsatukan pada kemajuan
pertumbuhan ekonomi. Setiap ekonom di dunia memusatkan perhatian tentang kaidah-kaidah untuk meningkatkan pendapatan dengan tujuan peningkatan
11
pertumbuhan ekonomi. Pemusatan perhatian pada pertumbuhan ekonomi dilakukan oleh penganut sistem ekonomi sosialis, kapitalis maupun campuran. Hal ini terjadi karena konsep pertumbuhan ekonomi telah diyakini sebagai ukuran nilai pertumbuhan ekonomi nasional (Todaro dan Smith, 2004). Pergerakan pertumbuhan ekonomi di setiap negara berbeda-beda. Beberapa negara di Asia Timur memiliki laju pertumbuhan yang tinggi selama tiga tahun terakhir ini, sementara itu beberapa negara Afrika mengalami pertumbuhan yang relatif stagnan. Hal ini terjadi karena perbedaan produktivitas yang dapat dilihat dari perbedaan standart kualitas hidup. Negara maju memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena negara maju lebih produktif dari pada negara miskin. Sehingga tingkat pertumbuhan ekonommi berkorelasi positif dengan produktivitas dan standart kualitas hidup. Menurut Lipsey et all (1997) tiga faktor penting dari produktivitas yang memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. tersebut adalah: 1. Akumulasi modal Akumulasi modal dapat berupa modal fisik maupun modal manusia. Modal manusia Investasi dalam modal manusia dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun peningkatan pengalaman kerja. Modal fisik Investasi dalam modal fisik dapat berupa semua bentuk investasi, sarana prasarana transportasi dan komunikasi, pembangunan pabrik serta fasilitas lain penunjang perekonomian. 2. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja
12
Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk, akan terjadi pula peningkatan jumlah angkatan kerja. 3. Kemajuan teknologi Kemajuan teknologi dapat dilakukan dengan adanya inovasi, cara baru untuk menghasilkan suatu produk maupun bentuk-bentuk organisasi bisnis modern. Pendekatan pertumbuhan ekonomi berdasarkan produktivitas mengacu pada model pertumbuhan yang paling terkenal yakni model pertumbuhan Neoklasik Solow. Model ini menyatakan bahwa secara kondisional perekonomian antar bergai negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi beragam akan konvergen apabila memiliki tingkat tabungan, pertumbuhan angkatan kerja, pertumbuhan produktivitas dan tingkat depresi yang sama. Dengan demikian model pertumbuhan neoklasik Solow dapat dijadikan sebagai kerangka dasar penelitian konvergensi berbagai negara. Teori pertumbuhan Solow mampu menggambarkan pertumbuhan negara maju lebih baik dari pada menggambarkan pertumbuhan ekonomi negara berkembang (Todaro dan Smith, 2004). Model pertumbuhan ekonomi Solow menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Fungsi produksi model Solow: Y = AKα (hL)1-α Keterangan: Y = produk domestik bruto K = persediaan modal fisik L= persediaan tenaga kerja A = total faktor produktivitas, yang tumbuh pada tingkat eksogen h = modal manusia per tenaga kerja
13
Dengan y = Y/L, maka persamaan di atas menjadi: Y = Akα h1-α Persamaan tersebut dapat ditransformasi menjadi fungsi produksi Cobb-Douglas:
Berdasarkan fungsi di atas, persmaan fungsi output per tenaga kerja adalah:
Dengan demikian, tingkat output per tenaga kerja dipengaruhi oleh total faktor produktivitas, kapital per tenaga kerja dan modal manusia per tenaga kerja. Tingkat output per pekerja merupakan sebuah ukuran dari produktivitas. Terdapat berbagai kritik mengenai kinerja teori neoklasik. Teori neoklasik tidak mampu menjelaskan apabila terjadi guncangan dalam perekonomian maupun perubahan teknologi. Pertumbuhan ekonomi menurut teori neoklasik merupakan proses yang bebas dari pengaruh kemajuan teknologi. Hal ini memicu adanya konsep pertumbuhan ekonomi baru atau teori pertumbuhan endogen. Teori pertumbuhan endogen pemberikan kerangka teoritis pertumbuhan ekonomi yang persisten yakni pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh sistem proses produksi, bukan dari kekuatan lain di luar sistem. Teori pertumbuhan endogen mampu menjelaskan perbedaan pertumbuhan ekonomi antar negara, menjelaskan faktorfaktor dominan yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi, menjelaskan peluang terjadinya skala hasil yang semakin meningkat; dan menjelaskan pola pertumbuhan jangka panjang yang berbeda-beda antar negara. Persamaan sederhana dari teori pertumbuhan endogen adalah Y = AK. A mewakili semua faktor yang terdapat dalam teknologi serta K mewakili modal fisik dan modal
14
manusia. Persamaan tersebut tidak mencerminkan adanya hasil yang semakin menurun atas modal. Tingkat pendapatan suatu negara, selain dipengaruhi dari faktor produktivitas, dapat pula dipengaruhi oleh beberapa komponen. Komponen lain yang memengaruhi pendapatan antara lain konsumsi, pengeluaran pemerintah, nilai tukar, FDI, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, defisit anggaran pemerintah, dan keterbukaan ekonomi. Komponen ini diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Barro (1996) dan pendekatan pengeluaran dari pendapatan nasional. Barro (1996) mengadopsi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi berdasarkan teori pertumbuhan endogen.
2.2.1. Konsumsi Konsumsi adalah keseluruhan barang maupun jasa yang dibeli oleh konsumen. Rumah tangga mengalokasikan pendapatannya untuk konsumsi output perekonomian yang mereka butuhkan. Konsumsi dapat dilakukan oleh rumah tangga maupun perusahaan. Konsumsi terdiri dari tiga bagian, yakni barang tidak tahan lama, barang tahan lama, dan jasa. Barang tidak tahan lama merupakan barang yang habis dalam sekali pemakaian atau dapat juga diartikan barang yang habis dalam jangka pendek. Barang tahan lama adalah barang yang memiliki usia pemakaian dalam jangka panjang. Sedangkan jasa adalah usaha pelayanan yang dilakukan oleh perusahaan ataupun individu untuk memenuhi kebutuhan konsumen, seperti perusahaan antar barang, salon kecantikan, dan lain sebagainya (Mankiw, 2002).
15
2.2.2. Pengeluaran Pemerintah Salah satu instrumen kebijakan fiskal adalah pengeluaran pemerintah. Pemerintah mengeluarkan belanja negara dengan membeli output perekonomian untuk keperluan negara dan penyediaan barang publik. Bentuk belanja pemerintah anatara lain adalah gaji pegawai, pembangunan infrastuktur, transfer payment ke masyarakat, pembelian persenjataan untuk pertahanan negara, dan lain sebagainya. Jenis-jenis pengeluaran tersebut membentuk permintaan barang dan jasa perekonomian oleh pemerintah (Mankiw, 2002).
2.2.3.
Foreign Direct Investment (FDI) FDI adalah aliran salah satu bentuk modal asing dari investor asing ke
negara tujuan. Arus investasi luar negeri ke negara-negara di Asia telah meningkat sejak awal tahun 1990-an. Arus investasi luar negeri datang dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Spanyol, Belanda dan Perancis. FDI termasuk modal asing yang tidak rentan menimbulkan guncangan perekonomian karena bersifat jangka panjang.
FDI
diharapkan
mampu
menguatkan
struktur
investasi
yang
berkesinambungan. Keberadaan investasi yang sustainable akan menyebabkan pertumbuhan perekonomian semakin kuat (Kurniati dkk, 2007). Kurniati dkk (2007) membagi FDI menjadi dua kategori yakni FDI horizontal dan FDI vertikal. FDI horizontal bertujuan untuk mencari pasar baru. FDI ini dilakukan dengan memproduksi barang yang sejenis antara suatu negara dengan negara yang lainnya. Sedangkan FDI vertikal dilakukan untuk mendesentralisasikan secara geografis aliran produksi, dimana perusahaan asing
16
melakukan proses produksi di suatu negara dengan biaya produksi yang rendah, kemudian menyalurkan hasil produksi ke negara asal.
2.2.4. Tingkat Kesehatan Menurut
teori
lingkaran kemiskinan Myrdal,
negara
mengalami
keterbelakangan atau kemiskinan diakibatkan pada minimumnya pemenuhan kebutuhan gizi, kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar serta tingkat pendidikan yang rendah (Damanhuri, 2010). Kualitas kesehatan yang tidak memadai di suatu negara, akan menyebabkan tingkat pendapatan yang minimum. Tingkat kesehatan dapat memengaruhi tingkat harapan hidup. Tingkat kesehatan yang rendah dapat meningkatkan angka kematian. Tingkat kesehatan dapat diukur melalui tingkat harapan hidup pada saat kelahiran serta tingkat kematian.
2.2.5. Tingkat Pendidikan Pembinaan sumber daya manusia akan menciptakan tenaga kerja yang terdidik, terampil dan berkompeten (Todaro dan Smith, 2004). Pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh seorang pekerja dan didapatkan melalui pedidikan, pelatihan, pengalaman, dan lain sebagainya. Dengan peningkatan sumber daya manusia, akan meningkatkan produktivitas. Pertumbuhan angkatan kerja diyakini sebagai faktor yang positif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan jumlah angkatan kerja akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang produktif. Tingkat pendidikan dapat dicerminkan melalui tingkat partisipasi sekolah.
17
2.2.6. Defisit Anggaran Pemerintah (Budget Deficit) Defisit anggaran terkait erat dengan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah dapat menyebabkan defisit anggaran apabila melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif. Defisit anggaran secara konvensional dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana total belanja pemerintah lebih besar dari pada total pendapatan termasuk didalamnya adalah hibah (Wahyuningtyas, 2010).
2.2.7. Keterbukaan Ekonomi (Openness of the Economy) Openness of the economy atau keterbukaan ekonomi merupakan indikator untuk memperlihatkan seberapa besar tingkat ekspor impor suatu negara. Keterbukaan ekonomi dapat diartiakan pula sebagai volume perdagangan internasional. Keterbukaan ekonomi dapat dijelaskan dengan penjumlahan nilai ekspor dan impor. Perdagangan internasional memiliki sejumlah argumen yang mendukung serta menolaknya, dengan beragam alasan yang mendasarinya. Namun argumen yang mendukung ataupun menolak tidak ada yang memiliki kebenaran yang absolut. Manfaat yang diperoleh suatu negara dengan adanya perdagangan internasional bergantung pada struktur perekonomian negara itu sendiri (Lindert dan Kindleberger, 1986).
2.3.
Pengukuran Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan
ekonomi
diukur
berdasarkan
tingkat
pertumbuhan
pendapatan nasional atau GDP (Gross Domestic Product). GDP merupakan indikator yang penting dalam mengukur kinerja perekonomian suatu negara. GDP adalah jumlah nilai tambah (jumlah dari keseluruhan barang dan jasa akhir) yang
18
dihasilkan dari keseluruhan unit usaha ekonomi suatu negara dalam periode waktu tertentu (Badan Pusat Statistik, 2010). GDP dapat menggambarkan keseluruhan aktivitas ekonomi para pelaku ekonomi suatu negara. Kemampuan finansial suatu negara dapat terlihat melalui tingkat GDP. GDP juga dipergunakan oleh investor asing untuk merencanakan investasinya ke negara lain dengan melihat tingkat GDP negara tujuan. GDP digolongkan menjadi dua bagian yaitu GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal adalah pengukuran keseluruhan barang dan jasa dengan harga yang berlaku. Sedangkan GDP riil adalah pengukuran keseluruhan barang dan jasa dengan harga konstan pada tahun dasar. Pengukuran dengan menggunakan GDP riil lebih mencerminkan kesejahteraan masyarakat dari pada GDP nominal. Hal tersebut dikarenakan GDP riil tidak dipengaruhi faktor inflasi serta kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhannya berdasarkan jumlah barang dan jasa yang diproduksi (Mankiw, 2002). GDP nominal dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan GDP riil dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (Badan Pusat Statistik, 2010). Selain GDP, pengukuran pendapatan lain dapat menggunakan produk nasional bruto (gross national product/GNP) dan produk nasional netto (net national product/NNP). Perbedaan antara GDP dengan GNP adalah nilai GNP sebagian diperoleh dari luar negeri (Dornbusch dan Fischer 1997). Misalnya, perusahaan Honda yang berproduksi di Indonesia, keuntungan dari bisnis Honda masuk sebagai GNP Jepang dan tidak masuk sebagai GDP Jepang melainkan masuk dalam GDP Indonesia.
19
Menurut
Badan Pusat
Statistik (2010)
perhitungan GDP
dapat
menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan serta pendekatan pengeluaran. Dengan ketiga pendekatan ini, dapat diketahui secara jelas cerminan aktivitas ekonomi suatu negara. Pendekatan produksi menghitung GDP melalui penjumlahan keseluruhan produksi akhir dari semua unit produksi suatu negara dalam kurun waktu tertentu. Pendekatan
pendapatan
menghitung
GDP
dengan
menjumlahkan
keseluruhan pendapatan yang diterima faktor produksi sebagai imbalan balas jasa. Pendapatan tersebut mencangkup nilai gaji, upah, sewa, bunga modal dan keuntungan namun belum termasuk pajak penghasilan serta pajak langsung yang terkait. Pendekatan pengeluaran menghitung GDP dengan menjumlahkan keseluruhan komponen permintaan. Komponen permintaan tersebut antara lain: pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba pengeluaran konsumsi pemerintah pembentukan modal tetap domestik bruto investasi, dan ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor). Terdapat permasalahan dalam pengukuran GDP yakni adanya kegiatan ekonomi bawah tanah (underground economic). Kegiatan ekonomi bawah tanah terdiri dari : pekerjaan sampingan yang tidak terdaftar, perjudian yang illegal, bekerja sebagai imigran illegal, perdagangan obat-obatan terlarang, prostitusi illegal, dan lain sebagainya. Ada dua jenis kegiatan ekonomi bawah tanah, yang pertama adalah kegiatan yang tidak melanggar hukum dengan alasan untuk menghindari pajak, dan yang kedua adalah kegiatan yang benar-benar melanggar
20
hukum, seperti perdagangan obat-obatan terlarang dan sebagainya (Dornbusch dan Fischer, 1997).
2.4.
Data Panel Data panel atau yang disebut juga longitudinal data adalah data yang yang
memiliki keterkaitan antara dimensi ruang (cross section) dan dimensi waktu (time series). Data cross section dalam data panel diobservasi menurut waktu. Setiap data cross section memiliki unit observasi time series yang sama, maka disebut balanced panel. Sebaliknya, setiap data cross section memiliki unit observasi time series yang berbeda, maka disebut unbalanced panel. Aplikasi metode estimasi menggunakan data panel bertujuan untuk mengatasi kelemahan yang tidak mampu dijawab oleh metode cross section dan time series murni. Dengan menggunakan data panel, banyak keuntungan yang akan didapatkan, diantaranya sebagai berikut: 1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Data panel secara eksplisit mampu memasukkan unsur heterogenitas yang dimiliki antar individu. Data panel memberikan peluang perlakuan setiap unit-unit individu yang dianalisis adalah heterogen. 2. Memberikan data informatif, mengurangi adanya kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat kebebasan serta panggunaannya lebih efisien. Data time series memiliki tingkat kolineritas yang tinggi. Data panel yang memasukkan dimensi waktu dapat menambah informasi pada variabel.
21
Dengan demikian, data panel mampu menghasilkan estimasi yang lebih akurat. 3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Dalam data panel, setiap unit cross section memiliki dimensi waktu. Sehingga membuat data panel mampu mempelajari perubahan dinamis terhadap waktu. 4. Mampu lebih baik dalam mengatasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi oleh metode estimasi data cross section saja ataupun time series saja. Pada kenyataannya, indikator-indikator dalam perekonomian sebagian besar bersifat dinamis. Hubungan dinamis dapat diketahui dengan adanya lag variabel endogen yang terdapat pada variabel eksogen. Dalam panel dinamis yit adalah fungsi dari µi, maka yi,t-1 juga merupakan fungsi dari µi. Untuk mengestimasi panel dinamis, digunakan pendekatan Generalized method of moment (GMM). Alasan yang melatarbelakangi digunakannya pendekatan GMM diantaranya, GMM merupakan common estimator yang akan memberikan manfaat baik dalam penilaian maupun perbandingan, serta GMM menawarkan alternatif yang lebih sederhana terutama untuk maximum likelihood. Pada umumnya, dalam pendekatan GMM terdapat dua jenis metode, yaitu: 1. First-difference GMM (FD-GMM) atau Arrellano-Bond GMM (ABGMM). Penduga yang dihasilkan dari FD-GMM dapat mengandung bias apabila memiliki ukuran contoh yang terbatas, terutama ketika
periode
pengamatan yang digunakan relatif kecil. Dengan demikian diperlukan
22
pertimbangan sebelum mengestimasi model autoregresif dengan periode waktu yang relatif kecil. Selain itu, dalam model AR(1) yang menggunakan pendekatan least square akan menghasilkan estimasi yang bias ke atas dan fix effect akan menghasilkan estimasi yang bias ke bawah. 2. System GMM (SYS-GMM) Pendekatan SYS-GMM digunakan untuk menjawab kelemahan dari pendekatan FD-GMM, yang mendasari penggunaan metode ini adalah untuk mengestimasi persamaan baik dalam level maupun dalam firstdifferences. Instrumen yang digunakan dalam level adalah lag firstdifferences dari deret.
2.5.
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini adalah
sebagai berikut: Penelitian Jesus Crespo Cuaresma, Gernot Depplelhofer dan Martin Feldkircher (2009) dengan judul: ”Economic Growth Determinants for European Regions: Is Central and Eastern Europe Different?”. Penelitian ini mengukur faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi di Eropa periode 1995 – 2005 dengan memfokuskan pada daerah Eropa Pusat dan Eropa Timur. Penelitian ini menggunakan metode Spatial Autoregressive Model (SAR) dengan pendekatan Bayesian Model Averaging (BMA). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat konvergensi di kedua wilayah Eropa antar Negara yang berbeda dengan negara individu. Kecepatan konvergensi sekitar 1,3 persen, dan ketepatan dari kecepatan konvergensi didominasi oleh pertumbuhan ekonomi negara Eropa
23
Pusat. Proses konvergensi antar wilayah didominasi oleh proses perkembangan di wilayah Eropa Pusat. Tingkat pertumbuhan ekonomi di negara kapital lebih tinggi dari pada di negara non – kapital. Terdapat tambahan pendapatan yang diterima oleh negara kapital di wilayah Eropa Pusat. Positif spatial spillover ditemukan dalam wilayah Kesatuan Eropa. Sehubungan dengan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi, konvergensi pendapatan, infrasruktur, menjadi kekuatan dalam penentuan pertumbuhan ekonomi di wilayah Eropa. Penelitian B. Bhaskara Rao dan Maheshwar Rao (2005) dengan judul: ”Determinants of Growth Rate: Some Methodological Issues with Data from Fiji”. Penelitian ini menggunakan pendekatan model pertumbuhan Solow untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi partumbuhan ekonomi Pasifik Selatan, Sufa (Fiji). Variabel yang digunakan mengacu pada pendekatan model Solow, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor ketersediaan modal, tenaga kerja serta tekhnologi. Analisis yang digunakan lebih memperhatikan keterkaitan antara keterbukaan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi. Menurut penelitian ini, semakin terbukanya suatu negara, pertumbuhan ekonomi akan semakin meningkat. Penelitian Jong-Wha Lee dan Kiseok Hong (2010) dengan judul: “Economic Growth in Asia: Determinant and Prospect”. Pada penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi dan prospek pertumbuhan ekonomi di Asia. Negara yang dianalisis adalah PRC, Hongkong, Korea, Malaysia, Pakistan, Filipina, Singgapura, Taipei, Thailand dan Vietnam. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi Lee dan Hong (2010) menggunakan pendekatan model pertumbuhan ekonomi Robert Solow dengan
24
variabel eksogennya adalah total faktor produktivity, modal fisik pertenaga kerja dan modal manusia pertenaga kerja. Berdasarkan hasil analisis didapatkan kesimpulan
bahwa
ketiga
variabel
ekogen
memengaruhi
konvergensi
pertumbuhan ekonomi serta proyeksi pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan secara signifikan melalui peningkatan pendidikan, RND dan property right. Penelitian Catanet Dan Nicolae dan Catanet Alina (2008) dengan judul: “Facts About Determinants of Economic Growth”. Pada penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi 150 negara selama tahun 1961-2000 dengan menggunakan pendekatan data panel. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat didorong oleh pendidikan, kesehatan, tingkat tabungan, sistem keuangan, FDI, keterbukaan ekonomi, permodalan dan tingkat suku bunga riil. Namun pertumbuhan ekonomi dapat mengalami perlambatan dengan tingginya tingkat pengangguran, pengeluaran pemerintah, inflasi, pertumbuhan populasi, defisit anggaran serta defisit neraca pembayaran. Penelitian Mori Kogid, Dullah Mulok, Lim Fui Yee Beatrice dan Kasim Mansur (2010) dengan judul: “Determinant Factors of Economic Growth in Malaysia: Multivariate Cointegration and Causality Analysis”. Penelitian ini mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi di Malaysia dalam periode tahun 1970 sampai 2007. Metode yang digunakan adalah Error Corection Model. Variabel yang menjadi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi pada penelitian mereka antara lain: consumtion expenditure (CE), goverment expenditure (GE), expor (X), exchange rate(ER) dan inflow Foreign Direct Investment (FDI). Berdasarkan hasil estimasi dihasilkan
25
kesimpulan bahwa konsumsi dan eksport menjadi variabel yang signifikan dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat dipercepat dengan adanya pengeluaran pemerintah, nilai tukar dan FDI. Penelitian Robert J. Barro (1996) dengan judul: “Determinan of Economic Growth: A Cross-Country Empirical Study”. Penelitian ini menggunakan subjek analisis 100 negara selama selang waktu 1960 hingga 1990 dan menggunakan pendekatan data panel. Hasil penelitian ini mengungkapkan bukti empiris adanya konvergensi pertumbuhan ekonomi yang kuat di negara yang dianalisis. Pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan dengan kenaikkan life expectancy dan tingkat pendidikan; penurunan kesuburan kelahiran; penurunan pengeluaran pemerintah; peningkatan maintenance sistem hukum dan undang-undang; penurunan tingkat inflasi; dan peningkatan term of trade. Perbedaan yang terdapat pada penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah ruang lingkup penelitian serta metode penelitian. Pada penelitian ini akan menganalisis perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6, faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6, serta faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan panel dinamis dengan beberapa variabel eksogen, antara lain: lag pertumbuhan ekonomi, pengeluaran konsumsi (consumtion expenditure), pengeluaran pemerintah (goverment expenditure), Foreign Direct Investment inflow (FDI), tingkat harapan hidup (life expectacy), defisit anggaran pemerintah (budget deficit), dan keterbukaan ekonomi (openness of the economy).
26
2.6.
Kerangka Pemikiran Salah satu syarat untuk mewujudkan integrasi ekonomi seperti yang
diharapkan negara ASEAN+6 adalah konvergensi dalam hal nominal dan riil (Ningsih,
2010).
Integrasi ekonomi
dan keuangan akan
memengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara kawasan ASEAN+6. Integrasi ekonomi dapat membuat pertumbuhan ekonomi menjadi konvergen maupun divergen. Divergensi akan terjadi apabila suatu negara tidak mampu bersaing dengan negara lain dalam integrasi ekonomi. Negara yang tidak mampu bersaing tersebut hanya akan menjadi konsumen di negara sendiri dan mengalami kemunduran pertumbuhan ekonomi. Kawasan integrasi ekonomi ASEAN+6 terdiri dari negara maju dan negara berkembang. Negara maju dan negara berkembang memiliki perbedaan karakteristik yang mendasar dan tidak dapat diterapkan perlakuan yang sama antara keduanya. Selanjutnya, analisis pertumbuhan ekonomi ASEAN+6 akan dilakukan dengan memisahkan antara negara maju dan negara berkembang agar tidak menghasilkan regresi yang bias. Adapun variabel independen dari model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 serta faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6 adalah lag variabel dependen, pengeluaran konsumsi, tingkat harapan hidup, dan Foreign Direct Investment inflow. Variabel sebagai faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini adalah lag
pertumbuhan ekonomi, pengeluaran konsumsi, pengeluaran
pemerintah, tingkat partisipasi sekolah sekunder, tingkat harapan hidup, Foreign
27
Direct Investment inflow, defisit anggaran pemerintah, dan keterbukaan ekonomi. Analisis yang digunakan untuk mengestimasi adalah pendekatan panel dinamis (GMM). Gambar 2.1 akan memperlihatkan kerangka pemikiran dari penelitian.
Cina, Jepang, Korea, Australia,
ASEAN
India, New Zealand
Integrasi Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+6
Karakteristik Pertumbuhan
Faktor-faktor yang Memengaruhi
Ekonomi ASEAN+6
Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+6
Negara Maju
Negara Berkembang
Metode Deskriptif
Negara Maju
Negara Berkembang
Menggunakan Pendekatan Panel Dinamis
Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN+6: Pendekatan Data Panel Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
III.
3.1.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa
data panel (atau longitudinal data) yang memiliki dimensi waktu (time series) dan dimensi ruang (cross section). Periode data yang digunakan adalah tahun 2001 hingga 2008. Pemilihan periode data dikarenakan keterbatasan data pada semua variabel yang digunakan. Negara yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah ASEAN+6 dengan memasukkan lima negara utama ASEAN dan enam negara Asia lainnya. Negara tersebut adalah sebagai berikut : Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia, India, New Zealand, Indonesia, Malaysia, Singgapura, Filipina dan Thailand. Pada penelitian ini tidak memasukkan negara Brunei Darusalam, Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam karena adanya keterbatasan data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari International Financial Statistic (IFS) dari International Monetary Fund (IMF), World Development Indicator 2009, CEIC, UNESCO Institute of Statistic, Departemen of Statistic Singgapore serta Index Mundi. Sedangkan variabel yang digunakan adalah GDP riil, pengeluaran konsumsi (consumtion expenditure), pengeluaran pemerintah (goverment expenditure), nilai tukar nominal (nominal exchange rate), Foreign Direct Investment inflow (FDI), tingkat harapan hidup (life expectacy), tingkat partisipasi sekolah sekunder (school enrollment secondary), defisit anggaran pemerintah (budget deficit), keterbukaan ekonomi (openness of the economy) dan tingkat pengangguran (unemployment). Pada
29
Gambar 3.1 memperlihatkan data yang digunakan dan sumber data secara teperinci.
Tabel 3.1. Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian No. Data yang Digunakan Sumber Data 1. 2. 3.
4. 5. 6.
7.
8.
3.2.
GDP riil ASEAN+6 (constant 2000, US$) Pengeluaran Konsumsi Akhir (constant 2005, US$) Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah (constant 2005, US$)
World Development Indicator 2009
Foreign direct investment, net inflows (persen dari GDP) Tingkat harapan hidup dari kelahiran, total (years) Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder (persen dari total )
World Development Indicator 2009
World Development Indicator 2009 IFS dari Fund
International Monetary
World Development Indicator 2009 dan Index Mundi World Development Indicator 2009, CEIC, UNESCO Institute of Statistic dan Departemen of Statistic Singgapore Rasio Defisit Anggaran World Development Indicator 2009, Pemerintah (persen) CEIC dan IFS dari International Monetary Fund Keterbukaan Ekonomi: World Development Indicator 2009 Ekspor (constant 2005, US$), dan IFS dari International Monetary Impor (constant 2005, US$) Fund
Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kuantitatif dan deskriptif. Analisis deskriptif statistik dipaparkan untuk memberikan gambaran perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6. Analisis kuantitatif yang digunakan adalah panel dinamis. Panel dinamis digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara
30
berkembang di ASEAN+6. Pengolahan data pada penelitian ini didukung dengan program komputer STATA v.10, Eviews 6 dan Microsoft Office Excel 2007.
3.3.
Perumusan Model Pada analisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju dan negara berkembang yang dilakukan dengan metode panel dinamis. Variabel endogen yang menjadi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang adalah pertumbuhan ekonomi dengan delapan variabel eksogen. Variabel eksogen tersebut antara lain: lag pertumbuhan ekonomi, pengeluaran konsumsi (consumtion expenditure), pengeluaran pemerintah (goverment expenditure), Foreign Direct Investment inflow (FDI), tingkat harapan hidup (life expectacy), tingkat partisipasi sekolah sekunder (school enrollment secondary), defisit anggaran pemerintah (budget deficit), dan keterbukaan ekonomi (openness of the economy). Rumusan model ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Nicolae dan Catanet (2008) dan Barro (1996). Persamaan 3.1 menjelaskan perumusan model ekonometrika untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6.
.....................................(3.1) dimana, : pertumbuhan ekonomi negara maju ASEAN+6 tahun ke t : lag pertumbuhan ekonomi negara maju ASEAN+6 tahun ke t
31
: pengeluaran konsumsi akhir negara maju ASEAN+6 tahun ke t : pengeluaran konsumsi akhir pemerintah negara maju ASEAN+6 tahun ke t : Foreign Direct Investment, net inflows negara maju ASEAN+6 tahun ke t : tingkat harapan hidup dari kelahiran, total negara maju ASEAN+6 tahun ke t : tingkat partisipasi sekolah sekunder negara maju ASEAN+6 tahun ke t : rasio defisit anggaran pemerintah negara maju ASEAN+6 tahun ke t : keterbukaan ekonomi negara maju ASEAN+6 tahun ke t : error term Sedangkan persamaan 3.2 menjelaskan perumusan model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6.
..................................(3.2) dimana, : pertumbuhan ekonomi negara berkembang ASEAN+6 tahun ke t : lag pertumbuhan ekonomi negara berkembang ASEAN+6 tahun ke t : pengeluaran konsumsi akhir negara berkembang ASEAN+6 tahun ke t
32
: pengeluaran konsumsi akhir pemerintah negara berkembang ASEAN+6 tahun ke t : Foreign Direct Investment, net inflows negara berkembang ASEAN+6 tahun ke t : tingkat harapan hidup dari kelahiran, total negara berkembang ASEAN+6 tahun ke t : tingkat partisipasi sekolah sekunder negara berkembang ASEAN+6 tahun ke t : rasio defisit anggaran pemerintah negara berkembang ASEAN+6 tahun ke t : keterbukaan ekonomi negara berkembang ASEAN+6 tahun ke t : error term
3.4.
Metode Analisis Data
3.4.1. Metode Panel Dinamis Menurut Indra (2009), relasi di antara variabel-variabel ekonomi pada kenyataannya banyak yang bersifat dinamis. Analisis dapat digunakan sebagai model yang bersifat dinamis dalam kaitannya dengan analisis penyesuaian dinamis (dynamic of adjustment). Hubungan dinamis ini dicirikan oleh keberadaan lag variabel dependen diantara variabel-variabel regresor. Sebagai ilustrasi, perhatikan model data panel dinamis sebagai berikut: ………….(3.7)
33
dengan
menyatakan suatu skalar,
menyatakan matriks berukuran 1 x K dan
matriks berukuran K x 1. Dalam hal ini,
diasumsikan mengikuti model one
way error component sebagai berikut …………………………………………………………(3.8) dengan
menyatakan pengaruh individu dan
menyatakan gangguan yang saling bebas satu sama lain atau dalam beberapa literatur disebut sebagai transient error. Dalam model data panel statis, dapat ditunjukkan adanya konsistensi dan efisiensi baik pada Fixed Effect Model (FEM) maupun Random Effect Model (REM) terkait perlakuan terhadap
. Dalam model dinamis, situasi ini secara
substansi sangat berbeda, karena
merupakan fungsi dari
merupakan fungsi dari
. Karena
korelasi antara variabel regresor
adalah fungsi dari dan
maka
juga
maka akan terjadi
, hal ini akan menyebabkan penduga
least square (sebagaimana digunakan pada model data panel statis) menjadi bias dan inkosisten, bahkan bila
tidak berkorelasi serial sekalipun.
Untuk mengilustrasikan kasus tersebut, berikut diberikan model data panel autoregresif (AR(1)) tanpa menyertakan variabel eksogen ; dengan
di mana
bebas satu sama lain. Penduga fixed effect bagi
……………………….(3.9) dan
saling
diberikan oleh ……………………………(3.10)
dengan
dan
.
34
Untuk menganalisis sifat dari
, dapat disubstitusi persamaan (3.9) ke
(3.10) untuk memperoleh persamaan dibawah ini: ……………..….......(3.11) Penduga ini bersifat bias dan inkonsisten untuk N
dan T tetap, bentuk
pembagian pada persamaan diatas (3.11) tidak memiliki nilai harapan nol dan tidak konvergen menuju nol bila N
. Secara khusus, hal ini dapat
ditunjukkan (Nickel (1981) dan Hsiao (1986) dalam Verbeek (2004)) bahwa
……………………………………………………………………………...(3.12) sehingga, untuk T tetap, akan dihasilkan penduga yang inkonsisten. Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan method of moments dapat digunakan. Arellano dan Bond (1991) dalam Verbeek (2004) menyarankan suatu pendekatan Generalized Method of Moments (GMM). Pendekatan GMM merupakan salah satu yang populer. Setidaknya ada dua alasan yang mendasari, pertama, GMM merupakan common estimator dan memberikan kerangka yang lebih bermanfaat untuk perbandingan dan penilaian. Kedua, GMM memberikan alternatif yang sederhana terhadap estimator lainnya, terutama terhadap maximum likelihood. Namun demikian, penduga GMM juga tidak terlepas dari kelemahan. Adapun beberapa kelemahan metode ini, yaitu: (i) GMM estimator adalah asymptotically efficient dalam ukuran contoh besar tetapi kurang efisien dalam ukuran contoh yang terbatas (finite), dan (ii) estimator ini terkadang memerlukan
35
sejumlah implementasi pemrograman sehingga dibutuhkan suatu perangkat lunak (software) yang mendukung aplikasi pendekatan GMM (Indra, 2009). Ada dua jenis prosedur estimasi GMM yang umumnya digunakan untuk mengestimasi model linear autoregresif, yakni: 1. First-differences GMM (FD-GMM atau AB-GMM) 2. System GMM (SYS-GMM)
3.4.1.1. First-differences GMM (AB-GMM) Untuk mendapatkan estimasi tertentu,
akan
dilakukan
yang konsisten di mana N
first-difference
pada
Persamaan
dengan T (3.9)
untuk
namun, pendugaan dengan least square akan menghasilkan penduga
yang
mengeliminasi pengaruh individual ( ) sebagai berikut:
inkonsisten karena T
dan
berdasarkan definisi berkorelasi, bahkan bila
. Untuk itu, transformasi dengan menggunakan first difference ini dapat
menggunakan suatu pendekatan variabel instrumen. Sebagai contoh, digunakan sebagai instrumen. Di sini, tetapi tidak berkorelasi dengan
berkorelasi dengan
, dan
penduga variabel instrumen bagi
akan
tidak berkorelasi serial. Di sini,
disajikan sebagai berikut:
……………………………………………..(3.14) syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah: ………………………...(3.15)
36
Penduga (3.14) merupakan salah satu penduga yang diajukan oleh Anderson dan Hsiao (1981) dalam Verbeek (2004). Mereka juga mengajukan penduga alternatif di mana
digunakan sebagai instrumen.
Penduga variabel instrumen bagi disajikan sebagai: …………………………(3.16) syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah: …………….(3.17) Perhatikan bahwa penduga variabel instrumen yang kedua (IV(2)) memerlukan tambahan lag variabel untuk membentuk instrumen, sehingga jumlah amatan efektif yang digunakan untuk melakukan pendugaan menjadi berkurang (satu periode sampel “hilang”). Dalam hal ini pendekatan metode momen dapat menyatukan penduga dan mengeliminasi kerugian dari pengurangan ukuran sampel. Langkah pertama dari pendekatan metode ini adalah mencatat bahwa: ….. (3.18)
yang merupakan kondisi momen (moment condition). Dengan cara yang sama dapat diperoleh:
…………………………………………………………………...(3.19) yang juga merupakan kondisi momen. Kedua estimator (IV dan IV(2)) selanjutnya dikenakan kondisi momen dalam pendugaan. Sebagaimana diketahui penggunaan lebih banyak kondisi momen meningkatkan efisiensi dari penduga. Arellano dan Bond (1991) dalam Verbeek (2004), menyatakan bahwa daftar instrumen dapat dikembangkan dengan cara menambah kondisi momen dan membiarkan
37
jumlahnya bervariasi berdasarkan t. Untuk itu, Arellano dan Bond (1991) dalam Verbeek (2004) mempertahankan T tetap. Sebagai contoh, ketika T = 4 diperoleh: , untuk t = 2 dan
untuk t = 3 dan
, untuk t =4 Semua kondisi momen dapat diperluas ke dalam GMM. Selanjutnya, untuk memperkenalkan penduga GMM, misalkan didefinisikan ukuran sampel yang lebih umum sebanyak T, sehingga dapat dituliskan: ……………………………………………………….(3.20) sebagai vektor transformasi error, dan
…………………..(3.21)
sebagai matriks instrumen. Setiap baris pada matriks Zi berisi instrumen yang valid untuk setiap periode yang diberikan. Konsekuensinya, himpunan seluruh kondisi momen dapat dituliskan secara ringkas sebagai: ………………………………………………….......(3.22) yang merupakan kondisi bagi 1+2+…+T-1. Untuk menurunkan penduga GMM, tuliskan persamaan sebagai: …………………………………………...(3.23) karena jumlah kondisi momen umumnya akan melebihi jumlah koefisien yang belum diketahui,
akan diduga dengan meminimumkan kuadrat momen sampel
yang bersesuaian, yakni:
38
…………..(3.24) dengan WN
adalah adalah matriks penimbang definit positif yang simetris.
Dengan mendifrensiasikan terhadap
akan diperoleh penduga GMM sebagai:
………………………….(3.25) Sifat dari penduga GMM (3.25) bergantung pada pemilihan WN yang konsisten selama WN definit positif, sebagai contoh WN = I yang merupakan matriks identitas. Matriks penimbang optimal (optimal weighting matrix) akan memberikan penduga yang paling efisien karena menghasilkan matriks kovarian asimtotik terkecil bagi
. Sebagaimana diketahui dalam teori umum GMM (Verbeek,
2004), diketahui bahwa matriks penimbang optimal proposional terhadap matriks kovarian invers dari momen sampel. Dalam hal ini, matriks penimbang optimal seharusnya memenuhi …………………...… (3,26) dalam kasus biasa, dimana tidak ada restriksi yang dikenakan terhadap matriks kovarian vi , matriks penimbang optimal dapat diestimasi menggunakan first-step consistent estimator bagi
dan mengganti operator ekspektasi dengan rata-rata
sampel, yakni (two step estimator) ………………………………………….(3.27) dengan estimator.
menyatakan vektor residual yang diperoleh dari first-step consistent
39
Pendekatan GMM secara umum tidak menekankan bahwa
pada
seluruh individu dan waktu, dan matriks penimbang optimal kemudian diestimasi tanpa mengenakan restriksi. Sebagai catatan bahwa, ketidakberadaan autokorelasi dibutuhkan untuk menjamin validitas kondisi momen. Oleh karena pendugaan matriks penimbang optimal tidak terestriksi, maka dimungkinkan (dan sangat dianjurkan
bagi
sampel
berukuran
kecil)
menekankan
ketidakberadaan
autokorelasi pada vit dan juga dikombinasikan dengan asumsi homoskedastis. Dengan catatan di bawah restriksi
……………………...(3.28)
matriks penimbang optimal dapat ditentukan sebagai (one step estimator). ……………………………………………..…...(3.29) Sebagai catatan bahwa (3.29) tidak mengandung parameter yang tidak diketahui, sehingga penduga GMM yang optimal dapat dihitung dalam satu langkah bila error vit diasumsikan homoskedastis dan tidak mengandung autokorelasi. Jika model data panel dinamis mengandung variabel eksogenus, maka Persamaan (3.9) dapat dituliskan kembali menjadi ……………………………………………..(3.30) Parameter persamaan (3.30) juga dapat diestimasi menggunakan generalisasi variabel instrumen atau pendekatan GMM. Bergantung pada asumsi yang dibuat terhadap xit , sekumpulan instrumen tambahan yang berbeda dapat dibangun. Bila xit strictly exogenous dalam artian bahwa xit tidak berkorelasi dengan sembarang error vis, akan diperoleh untuk setiap s dan t………………………………………(3.31)
40
sehingga x1, …, xiT dapat ditambah ke dalam daftar instrumen untuk persamaan first difference setiap periode. Hal ini akan membuat jumlah baris pada Zi menjadi besar. Selanjutnya dengan menggunakan kondisi momen ……………………..…………………(3.32) Matriks instrumen dapat dituliskan sebagai
…….(3.33)
bila variabel xit tidak strictly exogenous melainkan predetermined, dalam kasus di mana xit dan lag xit tidak berkorelasi dengan bentuk error saat ini, akan diperoleh untuk s
t . Dalam kasus dimana hanya xi,t-1,…, xi1 instrumen yang
valid bagi persamaan first difference pada periode t, kondisi momen dapat dikenakan sebagai ……………………………….(3.34) Dalam prakteknya, kombinasi variabel x yang strictly exogenous dan predetermined dapat terjadi lebih dari sekali. Matriks Zi kemudian dapat disesuaikan. Baltagi (1995), menyajikan contoh dan diskusi tambahan untuk kasus ini. Penduga AB-GMM dapat mengandung bias pada sampel terbatas (berukuran kecil), hal ini terjadi ketika tingkat lag (lagged level) dari deret berkorelasi secara lemah dengan first-difference berikutnya, sehingga instrumen yang tersedia untuk persamaan first-difference lemah (Blundell & Bond, 1998). Dalam model AR (1) di Persamaan (3.9), fenomena ini terjadi karena parameter autoregresif
mendekati satu, atau varian dari pengaruh individu ( i)
meningkat relatif terhadap varian transient error (vit).
41
Blundell dan Bond (1998) menunjukkan bahwa penduga AB-GMM dapat terkendala oleh bias sampel terbatas, terutama ketika jumlah periode amatan yang tersedia relatif kecil. Hal ini menekankan perlunya perhatian sebelum menerapkan metode ini untuk mengestimasi model autoregresif dengan jumlah deret waktu yang relatif kecil. Keberadaan bias sampel terbatas dapat dideteksi dengan mengkomparasi hasil AB-GMM dengan penduga alternatif dari parameter autoregresif. Sebagaimana diketahui dalam model AR (1), least square akan memberikan suatu estimasi dengan bias yang ke atas (biased upward) dengan keberadaan pengaruh spesik individu (individual-spesific effect) dan fixed effect akan memberikan dugaan
dengan bias yang ke bawah (biased downward). Selanjutnya penduga
konsisten dapat diekspektasi di antara penduga least square atau fixed effect. Bila penduga AB-GMM dekat atau di bawah penduga penduga fixed effect, maka kemungkinan penduga AB-GMM akan biased downward, yang kemungkinan disebabkan oleh lemahnya instrumen.
3.4.1.2. System GMM (SYS-GMM) Indra (2009) ide dasar dari penggunaan metode system GMM adalah untuk mengestimasi sistem persamaan baik pada first-differences maupun pada level yang mana instrumen yang digunakan pada level adalah lag first-differences dari deret. Blundell dan Bond (1998) menyatakan pentingnya pemanfaatan initial condition dalam menghasilkan penduga yang efisien dari model data panel dinamis ketika T berukuran kecil. Misalkan diberikan model autoregresif data panel dinamis tanpa regresor eksogenus sebagai berikut:
42
……………………………….…………………...(3.35) untuk i= 1, 2, …. , N ; t = 1, 2,
dengan
…, T. Dalam hal ini, Blundell dan Bond (1998) memfokuskan pada T=3 oleh karenanya hanya terdapat satu kondisi ortogonal yang diberikan oleh sedemikian sehingga
tepat teridentifikasi (just Indentified).
Dalam kasus ini, tahap pertama dari regresi variabel instrumen diperoleh dengan meregresikan
dan yi1. Perhatikan bahwa regresi ini dapat diperoleh dari
persamaan (3.35) yang dievaluasi pada saat t=2 dengan mengurangi kedua ruas persamaan tersebut, yakni …………………………………….(3.36) Dikarenakan eskpektasi
maka
) akan bias ke atas
(upward biased) dengan ………………………………(3.37) dengan
. Bias dapat menyebabkan koefisien estimasi dari
variabel instrumen yi1 mendekati nol. Selain itu, nilai statistik-F dari regresi variabel instrumen tahap pertama akan konvergen ke
dengan parameter non-
centrality dengan karena
maka penduga variabel instrumen menjadi lemah. Di sini, Blundell
dan Bond mengaitkan bias dan lemahnya presisi dari penduga first-difference GMM dengan masalah lemahnya instrumen yang mana hal ini dicirikan dari parameter konsentrasi (Baltagi, 2005).
43
3.4.2. Uji Spesifikasi Model Panel Dinamis Pada umumnya, untuk menentukan model panel dinamis (metode GMM) terbaik, terdapat tiga kriteria, yaitu tidak bias, validitas, dan konsistensi. Model GMM yang baik adalah model yang valid, konsisten dan tidak bias. Uji tidak bias dapat dilakukan dengan membandingkan koefisien estimasi dari estimasi OLS dan estimasi efek tetap (fixed effect). Metode OLS akan menyebabkan estimasi bias ke atas (biased upwards), sedangkan metode efek tetap menyebabkan estimasi bias ke bawah (biased downwards). Model dapat dikatakan tidak bias apabila koefisien estimasinya berada dibawah estimasi OLS dan berada diatas estimasi efek tetap. Uji Sargan untuk overidentifiying restriction digunakan untuk menguji apakah terdapat masalah dengan validitas dari instrumen yang digunakan. Arti valid dalam bahasan ini adalah tidak ada korelasi antara intrumen dengan komponen error. Hipotesis nol dari uji Sargan ini menyatakan bahwa instrumen tidak memiliki masalah dengan validitas (instrumen valid). Apabila hasil metode AB-GMM menunjukkan instrumen yang digunakan tidak valid, maka digunakan metode SYS-GMM. Uji autokorelasi pada pendekatan GMM digunakan untuk mengetahui konsistensi dari hasil estimasi. Dalam uji autokorelasi ini, dapat ditentukan melalui nilai statistik Arrellano-Bond m1 dan m2. Konsistensi dari metode ditunjukkan dengan nilai statistik m1 yang signifikan (p.value < α) dan nilai statistik m2 yang tidak signifikan (p.value > α).
44
3.4.3. Granger Causality Test pada Data Panel Hubungan kausalitas (causality) adalah hubungan jangka pendek antara kelompok tertentu dengan menggunakan pendekatan ekonometrik yang mencakup juga hubungan timbal balik dan fungsi-fungsi yang muncul dari analisis spektrum, khususnya hubungan penuh antar spektrum dan hubungan partial antar spektrum. Berdasarkan pandangan ekonometrik, ide utama dari kausalitas adalah sebagai berikut: pertama, jika X memengaruhi Y, berarti informasi masa lalu X dapat membantu dalam memprediksikan Y. Dengan kata lain, dengan menambah data masa lalu X ke regresi Y dengan data Y masa lalu maka dapat meningkatkan kekuatan penjelas (explanatory power) dari regresi. Kedua, data masa lalu Y tidak dapat membantu dalam memprediksikan X, karena jika X dapat membantu dalam memprediksikan Y dan Y dapat membantu memprediksikan X, maka kemungkinan besar terdapat variabel lain, katakan Z, yang memengaruhi X dan Y (Fauzi, 2007). Pada tahun 1969, Granger memperkenalkan hubungan sebab akibat antara dua variabel yang saling berkaitan. Hubungan kausalitas dapat dibagi atas tiga kategori, yaitu hubungan kausalitas satu arah, hubungan kausalitas dua arah dan hubungan timbal balik. Dengan panjang lag optimal, p, maka prinsip kerja dari Granger Causality Test pada data panel didasarkan atas regresi model pooled sebagaimana diuraikan sebagai berikut: ...(3.38) ...(3.39) Pada persamaan regresi model pooled pertama (3.38), X memengaruhi Y atau hubungan kausalitas satu arah dari X ke Y apabila koefisien βl tidak sama dengan
45
nol (0). Hal yang sama juga untuk persamaan regresi model pooled kedua (3.39), Y memengaruhi X atau terdapat hubungan kausalitas satu arah dari Y ke X jika koefisien βl tidak sama dengan nol. Sementara apabila keduanya terjadi maka dikatakan terdapat hubungan timbal balik (feedback relationship) antara X dan Y atau terdapat hubungan kausalitas dua arah (bidirectional causality) antara X dan Y.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selanjutnya pada bab ini akan dideskripsikan hasil dari penelitian. Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, maka dalam bab ini akan dibahas tiga sub bab utama yaitu: perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6, faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6, serta faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6. Analisis deskriptif dan analisis kuantitatif digunakan dalam pembahasan penelitian ini. Metode diskriptif untuk menjawab perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6, sedangkan analisis kuantitatif untuk menjawab faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara berkembang di ASEAN+6. Hasil dari estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara berkembang di ASEAN+6, akan memperlihatkan variabel-variabel yang signifikan dan yang tidak signifikan. Estimasi model penelitian ini, beberapa variabel diolah dalam bentuk logaritma natural (ln) untuk menghasilkan data yang stationer. Konsekuensi dari perlakuan ini adalah intepretasi dari hasil penelitian menjadi nilai elastisitas. Elastisitas yang terdapat pada setiap koefisien variabel eksogen dinyatakan dalam bentuk persentase. Selain membahas analisis deskriptif dan hasil estimasi, pada bab ini juga akan dijelaskan mengenai pengujian Granger Causality untuk mengetahui hubungan antar variabel.
47
4.1.
Analisis Deskriptif Perbedaan Karakteristik Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju dan Negara Berkembang di ASEAN+6 Pada subbab ini akan dibahas mengenai kondisi umum dari masing-masing
variabel yang digunakan. Pada awalnya akan dijelaskan mengenai pertumbuhan ekonomi yang dibagi menjadi dua periode. Selanjutnya, akan dijelaskan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel. Berdasarkan pembahasan tersebut akan diketahui perbedaan karakteristik dari pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6. Pada dasarnya terdapat perbedaan karakteristik antara negara maju dan negara berkembang karena sistem yang berbeda diantara keduanya. Perlakuan antara negara maju dan negara berkembang tidak dapat disamakan karena adanya perbedaan yang mendasar tersebut. Negara maju dan negara berkembang memiliki perbedaan dalam hal sektor riil maupun sektor keuangan. Oleh karena itu, pada negara maju dan negara berkembang ASEAN+6 tidak dapat dilakukan kebijakan fiskal dan moneter yang sama. Dengan demikian, integrasi ekonomi kawasan ASEAN+6 secara konseptual dan secara ekonomi belum dapat dilaksanakan. Integrasi ekonomi hanya akan menguntungkan negara dengan produktivitas tinggi. Integrasi ekonomi belum dapat berjalan dengan sehat karena adanya perbedaan karakteristik antara negara maju dan negara berkembang di kawasan ASEAN+6.
4.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Periode 2001-2004 dan 2005-2008 Pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN+6 bervariasi selama periode 2001-2008, namun pada tingkat yang relatif sama antar negara. Pertumbuhan ekonomi akan dibedakan menjadi dua periode yakni periode 2001-2004 dan 2005-
48
2008, untuk mengetahui hubungan pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi
periode
sebelumnya.
Gambar
4.1
memperlihatkan
hubungan
pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya, antara
Pertumbuhan Ekonomi th. 2005-2008
negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi th.2001-2004 dan th.2005-2008 14 12
PRC
r = 0.763
10
PHI
IND
8 INO
6 4
AUS
2
JPG
r = 0.624
SIN KOR
MAL THA
NZ
0 0
2 4 6 8 Pertumbuhan Ekonomi th. 2001-2004 Negara Maju
10
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator 2009, diolah.
Gambar 4.1. Korelasi Pertumbuhan Ekonomi Periode 2001-2005 dengan Pertumbuhan Ekonomi Periode 2005-2008 ASEAN+6 Berdasarkan Gambar 4.1 pada negara maju maupun negara berkembang, terlihat adanya hubungan yang positif antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya dengan tingkat korelasi yang berbeda. Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya di negara berkembang lebih tinggi dari pada di negara maju. Hal tersebut memiliki arti bahwa di negara berkembang keterkaitan pertumbuhan ekonomi antar periode sangat tinggi. Negara berkembang masih memiliki peluang
49
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada periode sebelumnya, karena di negara berkembang belum mencapai kondisi full employment. Sedangkan untuk negara maju, relatif sulit untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena sudah mencapai kondisi full employment. Berdasarkan Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa negara maju di ASEAN+6 memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah dibandingkan negara berkembang di ASEAN+6, tetapi memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi dari pada negara berkembang.
4.1.2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Konsumsi Selanjutnya, akan dipaparkan hubungan antar variabel bebas dengan pertumbuhan ekonomi. Mengacu pada hasil Granger Causality test, terdapat hubungan antara pengeluaran konsumsi dengan pertumbuhan ekonomi. Pada Gambar 4.2. dapat dilihat hubungan antara pengeluaran konsumsi dengan pertumbuhan ekonomi di negara maju dan di negara berkembang ASEAN+6. Terdapat respon yang berbeda antara hubungan pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran konsumsi di negara maju dan di negara berkembang. Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran konsumsi di negara maju menunjukkan angka dan tren yang negatif. Di negara maju yang pada umumnya berpendapatan tinggi dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah, akan memiliki tingkat pengeluaran konsumsi yang rendah. Masyarakat dengan pendapatan yang tinggi tidak akan terus menerus menaikkan permintaan konsumsi
50
sejalan dengan tingkat pendapatannya. Apabila tingkat konsumsi telah mencapai batas maksimal, kelebihan dari pendapatan akan dialihkan ke tingkat tabungan.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran Konsumsi Pertumbuhan Ekonomi
12.00 PRC
10.00
r = 0.891
8.00
IND
6.00 4.00
PHI MAL THA
INO
SIN
KOR AUS
NZ
2.00
r = -0.639 JPG
0.00 10.50
11.00
11.50 12.00 Pengeluaran Konsumsi
Negara Maju
12.50
13.00
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator 2009, diolah.
Gambar 4.2. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Konsumsi ASEAN+6 Berbeda kondisinya dengan
negara
berkembang,
korelasi antara
pertumbuhan ekonomi dengan pengeluran konsumsi di negara berkembang memilki tren yang positif. Di negara berkembang tingkat pendapatan relatif rendah dan belum mampu untuk mencapai tingkat kepuasan konsumsi yang maksimal. Hal tersebut membuat negara berkembang akan terus meningkatkan tingkat konsumsinya apabila terdapat kenaikan dalam pendapatan. Nilai marginal propensity to consume (MPC) di negara berkembang juga relatif lebih besar dari pada di negara maju, karena tambahan pendapatan yang diterima oleh masyarakat negara berkembang sebagian besar masih dialokasikan untuk konsumsi.
51
4.1.3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Pemerintah Pada Gambar 4.3 menunjukkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran pengeluaran pemerintah di negara maju dan di negara berkembang. Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran pemerintah di negara maju dan di negara berkembang terlihat adanya perbedaan yang jelas.
Korelasi antara PertumbuhanEkonomi dan Pengeluaran Pemerintah
Pertumbuhan Ekonomi
12.00
8.00
IND
PHI
6.00
MAL INO THA
4.00
SIN
2.00 0.00 9.50
PRC
r = 0.941
10.00
KOR AUS
r = -0.637
NZ
10.00
JPG
10.50
11.00
11.50
12.00
Pengeluaran Pemerintah Negara Maju
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: IFS (International Monetary Fund), diolah.
Gambar 4.3. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Pemerintah ASEAN+6 Berdasarkan hasil Gambar 4.3, pada negara maju korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluran pemerintah menunjukkan nilai yang negatif. Proyek pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tidak efektif dilaksanakan di negara maju. Di negara maju lebih produktif dengan sistem perekonomian pasar bebas, semua aspek kegiatan ekonomi dialihkan ke
52
pihak swasta. Sistem perekonomian pasar bebas di negara maju didukung dengan masyarakat yang produktif, sehingga masyarakat memiliki daya saing yang tinggi dan tidak menimbulkan ketimpangan standar kehidupan antar masyarakat. Akan tetapai, di negara berkembang tidak menunjukkan hal yang serupa. Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah di negara berkembang memiliki nilai yang positif
mencapai 94,1 persen. Pengeluaran
pemerintah masih sangat dibutuhkan di negara berkembang. Banyaknya kegagalan sistem pasar di negara berkembang mengharuskan pemerintah untuk mengambil kebijakan mengatasi kegagalan pasar. Barang publik yang dibutuhkan negara berkembang tidak efektif apabila disediakan oleh sektor swasta. Selain itu, peningkatan pendapatan masyarakat di negara berkembang masih tergantung pada kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga peran pemerintah menjadi produktif di negara berkembang.
4.1.4. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat FDI Pada subbab ini akan dibahas mengenai hubungan pertumbuhan ekonomi dengan FDI. Pada Gambar 4.4 menunjukkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat FDI di negara maju dan di negara berkembang ASEAN+6. Terdapat korelasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat FDI baik di negara maju maupun di negara berkembang. Namun, tingkat korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat FDI di negara maju lebih tinggi dari pada di negara berkembang. Investasi asing berupa FDI di negara maju memiliki korelasi yang efektif dengan pertumbuhan ekonomi. Perekonomian negara maju yang digerakkan oleh
53
sistem pasar bebas, salah satunya dipacu oleh investasi asing berupa FDI. Singapura adalah salah satu negara maju di ASEAN+6 yang perekonomiannya mendapat dukungan besar dari tingkat FDI. Singapura merupakan negara berpotensi untuk FDI karena memiliki sistem perizinan yang mudah dan memiliki beragam fasilitas yang menarik untuk investor asing, sehingga tidak mengejutkan apabila Singapura memiliki tingkat FDI tertinggi.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan FDI
Pertumbuhan Ekonomi
12 PRC
10 8
IND
6
PHI INO KOR
4
r = 0.146 MAL THA
r = 0.622
SIN
AUS NZ
2 JPG
0 0
5 Negara Maju
10 FDI
15
20
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator, diolah.
Gambar 4.4. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan FDI ASEAN+6 Korelasi antara pertumbuhan ekonomi di negara berkembang lebih rendah dari pada di negara maju. FDI yang merupakan investasi jangka panjang yang tidak rentan guncangan perekonomian dan efektif untuk pertumbuhan ekonomi baik untuk negara maju maupun negara berkembang. Akan tetapi, negara berkembang tidak mampu menumbuhkan FDI pada tingkat yang optimal. Hal ini
54
terjadi karena sistem yang ada di negara berkembang itu sendiri. Negara berkembang memiliki sistem birokrasi untuk perijinan investasi asing yang rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama. Fasilitas yang ditawarkan negara berkembang juga kurang mendukung investasi asing. Selain itu, FDI dipengaruhi oleh stabilitas perekonomian dan stabilitas politik negara tujuan, dan pada umumnya hal tersebut rentan di negara berkembang.
4.1.5. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Harapan Hidup Pada gambar 4.5 menunjukkan korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup di negara maju dan di negara berkembang ASEAN+6. Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup di negara maju berbeda dengan di negara berkembang. Terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup di negara maju. Di negara berkembang, terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup, tetapi nilai korelasinya sangat kecil dan hampir tidak berhubungan. Pendapatan yang tinggi di negara maju, membuat negara tersebut tidak memiliki masalah dengan kesehatan masyarakat. Masyarakat negara maju yang produktif mimiliki tingkat kesehatan dan gizi yang terpenuhi. Masyarakat yang produktif dapat mempertahankan tingkat pendapatan yang tinggi. Adanya kenaikan pada tingkat pendapatan, tidak membuat masyarakat menaikkan tingkat kesehatannya karena kebutuhan untuk kesehatan telah tercukupi. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi di negara maju memiliki hubungan negatif dengan tingkat harapan hidup atau tingkat kesehatan.
55
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Harapan Hidup Pertumbuahn Ekonomi
12 PRC
10 8
r= 0.035
IND
6 INO THA
4
PHI
MAL
SIN KOR
AUS NZ
2
r= -0.766 0 1.78
1.8
1.82
1.84
1.86
1.88
1.9
JPG
1.92
Tingkat Harapan Hidup Negara Maju Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator, CEIC, UNESCO Institute of Statistic dan Departemen of Statistic Singgapore, diolah.
Gambar 4.5. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Tingkat Harapan Hidup ASEAN+6 Salah satu masalah utama negara berkembang adalah tingkat kesehatan. Di negara berkembang rawan terjadi permasalahan gizi buruk, fasilitas kesehatan yang kurang memadai dan kebutuhan dasar masyarakat kurang terpenuhi. Hal ini membuat masyarakat kurang produktif, memiliki pendapatan yang relatif rendah, dan kenaikan pendapatan masyarakat juga relatif rendah. Kenaikan pendapatan yang terjadi di negara berkembang akan membuat masyarakat meningkatkan tingkat kesehatan. Namun, pendapatan yang naik tidak terlalu tinggi membuat kebutuhan kesehatan masyarakat juga tidak terlalu terpenuhi. Oleh karena itu, di negara berkembang persediaan modal saja tidak akan cukup untuk memperbaiki kondisi perekonomian, harus didukung oleh pemenuhan tingkat kesehatan untuk meningkatkan produktivitas masyarakat.
56
4.1.6. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder Pada gambar 4.6 akan diperlihatkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat partisipasi sekolah sekunder di negara maju dan di negara berkembang ASEAN+6. Terdapat korelasi yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat partisipasi sekolah sekunder di negara maju maupun di negara berkembang. Hal tersebut diperlihatkan dari nilai korelasi dan garis penghubung yang memiliki kemiringan negatif. Akan tetapi, korelasi di negara maju lebih negatif dari pada di negara berkembang.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder Pertumbuhan Ekonomi
12 PRC
10 8
IND
6 SIN
4
r = -0.065
PHI INO IMAL THA KOR
AUS NZ
2
r = -0.410
JPG
0 0
1
2 3 4 5 Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder Negara Maju Negara Berkembang
6
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator, CEIC, UNESCO Institute of Statistic dan Departemen of Statistic Singgapore, diolah.
Gambar 4.6. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder ASEAN+6
57
Sumberdaya manusia yang produktif dibutuhkan di negara maju maupun di negara berkembang untuk memacu pendapatan nasional dan pertumbuhan ekonomi. Sumberdaya manusia yang produktif salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka akan semakin mampu berdaya saing dan meningkatkan pendapatan. Korelasi negatif yang ditunjukkan pada Gambar 4.6, mengindikasikan bahwa dibutuhkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari pada tingkat pendidikan sekunder untuk memacu tingkat pertumbuhan ekonomi. Tingkat partisipasi sekolah sekunder tidak terlalu berpengaruh ataupun berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingkat pendidikan tersier akan lebih mampu berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi dan lebih efektif untuk menciptakan sumberdaya manusia yang produktif. Sumberdaya manusia yang tidak produktif tidak memiliki daya saing dan tidak mampu meningkatkan kesejahteraannya. Sumberdaya manusia yang tidak produktif hanya akan menciptakan perluasan tingkat pengangguran dan pada akhirnya menciptakan kemunduran perekonomian. Korelasi yang lebih negatif di negara maju dari pada di negara berkembang, mengindikasikan bahwa dampak yang ditimbulkan dari sumberdaya manusia yang tidak produktif di negara maju lebih negatif dari pada di negara berkembang. Tingkat partisipasi sekolah sekunder di negara berkembang masih lebih dibutuhkan dari pada di negara maju. Negara maju menuntut adanya sumberdaya
manusia yang
lebih produktif dan mampu menggerakkan
perekonomian. Hal ini terkait juga dengan sistem pasar bebas di negara maju yang membutuhkan dukungan dari sumberdaya manusia berdaya saing tinggi. Tingkat pendapatan yang lebih tinggi di negara maju dari pada di negara berkembang,
58
mengindikasikan bahwa masyarakat di negara maju lebih produktif dari pada di negara berkembang.
4.1.7. Hubungan Pertumbuhan Pemerintah
Ekonomi
dengan
Defisit
Anggaran
Pada Gambar 4.7 akan digambarkan korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan rasio defisit anggaran pemerintah di negara maju dan di negara berkembang. Terdapat korelasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi dan defisit anggaran pemerintah yang ditunjukkan di negara maju maupun di negara berkembang. Rasio dari defisit anggaran pemerintah bernilai negatif di negara berkembang, sedangkan di negara maju bernilai positif. Negara maju di ASEAN+6 yang memiliki defisit anggaran yang negatif hanya negara Jepang.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Defisit Anggaran Pemerintah Pertumbuhan Ekonomi
12 PRC
IND
10 8
r = 0.151 PHI
MAL
6 INO
THA
2
JPG
KOR
4
r = 0.756
AUS
SIN
NZ
0 -6
-4
-2
0 2 4 Defisit Anggaran Pemerintah
Negara Maju
6
8
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator, CEIC dan IFS dari IMF, diolah.
Gambar 4.7. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Rasio Defisit Anggaran Pemerintah ASEAN+6
59
Defisit anggaran pemerintah merupakan dampak dari kebijakan fiskal. Negara yang melakukan ekspansi kebijakan fiskal, akan memiliki stuktur defisit anggaran pemerintah yang negatif. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di negara berkembang masih membutuhkan campur tangan pemerintah untuk mengatasi kegagalan pasar. Kebijakan fiskal yang dilakukan negara berkembang efektif untuk menggerakkan perekonomian, sehingga ekspansi fiskal yang dilakukan oleh negara berkembang akan membuat srtuktur rasio defisit anggaran yang negatif. Berdeda dengan negara maju, sistem pasar bebas membuat kebijakan fiskal tidak efektif untuk perekonomian dan membuat struktur rasio defisit anggaran yang positif.
4.1.8. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Keterbukaan Ekonomi Pada bagian terakhir perbedaan karakteristik antara negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6, akan digambarkan hubungan pertumbuhan ekonomi dengan keterbukaan ekonomi atau volume perdagangan bebas. Terdapat perbedaan korelasi pertumbuhan ekonomi dengan keterbukaan ekonomi di negara maju dan di negara berkembang. Di negara maju, korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan keterbukaan ekonomi memiliki nilai yang negatif dan hampir tidak berkorelasi. Namun di negara berkembang, korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan keterbukaan ekonomi memiliki nilai positif yang tinggi mencapai angka 83,9 persen. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh perbedaan sistem yang ada di negara maju dan di negara berkembang itu sendiri, serta membuat adanya perbedaan karakteristik yang mendasar antara keduanya .
60
Negara berkembang memiliki ketergantungan dengan perdagangan internasional jauh lebih besar dari pada negara maju. Pendapatan nasional negara berkembang lebih tergantung dari hubungan perdagangan internasional dari pada negara maju. Negara berkembang pada umumnya lebih menyumbangkan komoditi utamanya untuk eksport. Sebagaimana di negara Jepang yang berorientasi dalam perdagangan internasional, memiliki sumbangan perdagangan internasional terhadap GDP hanya 10 persen, lebih besar dari pada negara berkembang seperti Indonesia. Akan tetapi berdasarkan Gambar 4.8, keterbukaan ekonomi negara maju rata-rata lebih besar dari pada negara berkembang.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Keterbukaan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi
12 PRC
10
r = 0.839 IND
8 PHI
6
INO
THA MAL
4
SIN
r = -0.050
KOR NZ
2
AUS JPG
0 10.5
11
11.5 Keterbukaan Ekonomi
Negara Maju
12
12.5
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator dan IFS dari International Monetary Fund diolah.
Gambar 4.8. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Keterbukaan Ekonomi ASEAN+6 Negara berkembang cenderung memperdagangkan produk primer yang memiliki nilai tambah lebih kecil dari pada produk manufaktur ataupun jasa,
61
sehingga volume perdagangan internasional lebih kecil dari pada negara maju. Negara maju tidak terlalu memiliki ketergantungan dengan perdagangan internasional, tetapi negara maju lebih memperdagangkan produk olahan dan jasa sehingga volume perdagangan internasionalnya lebih besar dari pada negara berkembang. Negara maju dengan pendapatan yang tinggi, membuat volume perdagangan internasional yang besar hanya memberikan sumbangan kecil terhadap pendapatan nasional.
4.2.
Hasil Estimasi Granger Causality Test Pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi hubungan sebab akibat antara
dua variabel. Variabel eksogen yang digunakan dalam penelitian ini masingmasing dihubungkan dengan variabel pertumbuhan ekonomi untuk mengetahui hubungan sebab akibatnya. Cara kerja pada Granger Causality Test data panel, menggunakan prinsip regresi model pooled. Granger Causality Test memiliki panjang lag optimal (p). Apabila dengan menggunkan lag tertinggi sudah tidak memunculkan hasil, maka lag sudah maksimum. Pada Tabel 4.1. ditampilkan hasil dari Granger Causality Test. Tanda centang (√) mengindikasikan bahwa variabel memiliki hubungan sebab akibat, dengan menggunakan taraf nyata sebesar 10 persen. Sedangkan tanda (-) menyatakan bahwa antar variabel tidak memiliki hubungan sebab akibat. Pada baris pertama, berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4.1. untuk kawasan ASEAN+6, didapatkan hasil bahwa hanya terdapat hubungan satu arah,
memengaruhi
. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada kawasan
ASEAN+3. Sementara itu, di kawasan ASEAN tidak terdapat hubungan
62
kausalitas antara
dan
. Baris pertama kawasan ASEAN+6, lag 2
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi. Hal ini dikarenakan pengeluaran konsumsi membentuk permintaan agregat dan pada akhirnya memengaruhi pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi sendiri merupakan pertumbuhan dari pendapatan agregat.
Tabel 4.1. Hasil Estimasi Granger Causality Test Hipotesis ASEAN+6 ASEAN+3 Nol 2 lag 4 lag 6 lag 2 lag 4 lag 6 lag √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
ASEAN 2 lag 4 lag √ √ √ √ √ √ √ √ -
6 lag na. na. na. na. na. na. na.
Keterangan: time series 2001-2008; y= pertumbuhan ekonomi; CE= Pengeluaran Konsumsi; GE= Pengeluaran Pemerintah; FDI= Foreign Direct Investment; LE= Tingkat Harapan Hidup; ES= Tingkat Partisipasi Sekolah; BD= Defisit Anggaran Pemerintah; OE= Keterbukaan Ekonomi; ↛ = tidak memengaruhi
Pada baris kedua berdasarkan hasil Granger Causality Test, di kawasan ASEAN+6 terdapat hubungan satu arah, dimana
memengaruhi
. Hal
tersebut juga terjadi pada kawasan ASEAN+3. Sedangkan pada kawasan ASEAN, tidak terjadi hubungan kausalitas antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi. Kawasan ASEAN+6 pada lag 2, menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen pengeluaran nasional yang terhitung
63
dalam tingkat pendapatan. Perubahan pada tingkat pendapatan akan memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi Pada baris ketiga, secara keseluruhan pada ketiga kawasan (ASEAN+6, ASEAN+3, dan ASEAN), terdapat hubungan dua arah antara pertumbuhan ekonomi dengan FDI. Berdasarkan hasil dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi memengaruhi FDI dan FDI juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi. FDI memengaruhi pertumbuhan ekonomi. FDI merupakan jenis investasi yang berkelanjutan dan berdampak positif terhadap pendapatan nasional yang pada akhirnya memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Pada baris keempat di kawasan ASEAN+6, didapatkan hasil adanya hubungan yang searah, yang menyatakan bahwa tingkat harapan hidup memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hasil yang serupa juga ditunjukkan pada kawasan ASEAN+3. Sementara itu, di kawasan ASEAN menunjukkan hasil yang berbeda, yakni pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup saling memengaruhi satu sama lain. Tingkat harapan hidup memiliki hubungan dengan pertumbuhan ekonomi. Tingginya tingkat harapan hidup dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui mekanisme sumberdaya manusia. Tingkat keproduktifan sumberdaya manusia di suatu negara berperan penting dalam menentukan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi. Pada baris kelima di kawasan ASEAN+6 hanya terdapat hubungan yang searah, tingkat partisipasi sekolah sekunder memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan tidak sebaliknya. Hasil yang sama ditunjukkan pada kawasan ASEAN+3, tingkat pertisipasi sekolah hanya memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi pada kawasan ASEAN, terdapat hubungan dua arah antara
dan ES.
64
Pada dasarnya, tingkat partisipasi sekolah sekunder mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sama halnya dengan tingkat kesehatan, tingkat pendidikan berkontribusi menentukan kualitas sumberdaya manusia dan menentukan pertumbuhan ekonomi. Pada baris keenam berdasarkan Tabel 4.1, defisit anggaran pemerintah memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+6, dan tidak sebaliknya. Hubungan yang searah dimana BD memengaruhi
juga
ditunjukkan di kawasan ASEAN+3. Sedangkan di kawasan ASEAN, hubungan searah terjadi dimana
memengaruhi BD.
Pada baris ketujuh, terdapat hubungan searah dimana keterbukaan ekonomi memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+6. Hubungan dua arah antara kerterbukaan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi ditemukan di kawasan ASEAN+3. Sementara itu di kawasan ASEAN, tidak terdapat hubungan searah maupun dua arah antara pertumbuhan ekonomi dengan kerterbukaan ekonomi. Keterbukaan ekonomi merupakan cerminan dari struktur perdagangan internasional pada suatu negara. Volume dari perdagangan internasional diakui mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui mekanisme neraca perdagangan.
4.3.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6 Berdasarkan pembahasan mengenai karakteristik yang berbeda antara
negara maju dengan negara berkembang, maka tidak bisa menyamaratakan perlakuan antara negara maju dan negara berkembang. Selanjutnya, akan dibahas faktor-faktor yang memengaruhi dari pertumbuhan ekonomi dengan memisahkan
65
estimasi untuk negara maju dan estimasi untuk negara berkembang. Pada subbab ini akan dibahas hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6. Pada estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6, menggunakan pendekatan panel dinamis karena terdapat lag variabel endogen yang muncul pada variabel eksogen. Setelah dilakukan uji spesifikasi, model yang terbaik dalam mengestimasi adalah model Arrellano-Bond GMM (AB-GMM/ FD-GMM) noconstant. Uji spesifikasi yang dilakukan pada model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 adalah uji Arrellano-Bond, uji Sargan, dan uji tidak bias. Pada uji Arrellano-Bond, probbilitas orde 1 menunjukkan nilai dibawah taraf nyata 10 persen, yakni 0.0162 (signifikan). Sedangkan orde 2, probabilitas sebesar 0.8501 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen (tidak signifikan). Sehingga, dari hasil uji Arrellano-Bond menyatakan bahwa pada model tidak mengalami masalah konsistensi. Selanjutnya, pada uji Sargan probabilitas menunjukkan nilai 0.4179 yang memiliki arti untuk menolak hipotesis nol. Dengan demikian, pada model juga tidak mengalami masalah validitas (model valid). Model FD-GMM dari hasil estimasi juga memenuhi syarat tidak bias. Hal tersebut dinyatakan dari koefisien estimasi model FD-GMM dibawah koefisien estimasi OLS dan diatas koefisien estimasi fixed effect. Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6, didapatkan model akhir sebagai berikut:
66
Tabel 4.2. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6 Koefisien Variabel Pooled LS Fixed Effect AB-GMM yI, t-1 0,65856450 0,2117811 0,2172331 ln CE 0,4660179* 0,471840* 0,485109* ln GE -0,5017051* -0,510416* -0,519280* FDI 0,0022677* 0,002412* 0,002412* LIFE 0,00391510 0,0082345 0,0084782 ENROLL 0,0006456* 0,0004244 0,0004052 BD -0,00249490 -0,0021983 -0,0022655 ln OPEN 0,02902530 0,0067284 0,0045533 Uji Sargan 19.618 [0.4179] Arellano-Bond m1 -2.4049 [0.0162] Arellano-Bond m2 18905 [0.8501] Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 10 persen Sumber: Lampiran 2
Pada hasil estimasi model, dapat terlihat bahwa dari 8 variabel, hanya 3 variabel yang signifikan menjadi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6. Lima variabel yang tidak signifikan menjadi faktorfaktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju, karena dari hasil estimasi memiliki probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Variabel yang tidak signifikan tersebut adalah lag pertumbuhan ekonomi tingkat harapan hidup, tingkat partisipasi sekolah sekunder, rasio defisit anggaran pemerintah dan keterbukaan ekonomi. Namun, variabel-variabel yang tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi memiliki kesesuaian dengan teori yang mendasarinya.
4.3.1. Pengaruh Pengeluaran Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6 Hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 membawa kesimpulan bahwa pengeluaran konsumsi
67
(lnCE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kesimpulan ini terlihat dari nilai probabilitas variabel lnCE sebesar 0,07, lebih kecil dari taraf nyata 10 persen (prob < α), signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Nilai dari koefisien sebesar 0,485, memiliki arti adanya hubungan yang positif. Intepretasi dari koefisien lnCE adalah setiap kenaikan pengeluaran konsumsi negara maju di ASEAN+6 sebesar 10 persen, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 sebesar 4,85 persen. Cateris paribus, berarti bahwa penambahan pada pengeluaran konsumsi hanya akan mengakibatkan kenaikan dalam pertumbuhan ekonomi. Hasil estimasi yang didapatan sesuai dengan teori, dimana pengeluaran konsumsi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Ackley (1961), hal yang pasti dan penting adalah pengeluaran konsumsi riil merupakan fungsi konstan dari pendapatan riil. Perubahan dalam konsumsi selain dari perubahan pendapatan diposable, juga dari faktor lain yang diduga tidak terlalu berpengaruh. Apabila terjadi peningkatan dalam konsumsi, maka permintaan akan barang dan jasa akan naik pula. Kenaikan permintaan dari konsumen akan direspon positif oleh perusahaan dengan menambah tingkat produksi. Sejalan dengan penambahan produksi,
akan
mengaktifkan
input-input
produksi
diantaranya adalah tenaga kerja dan perusahaan penghasil input. Beragam kenaikan yang terjadi dalam perekonomian akan membuat perekonomian tumbuh dan selanjutnya akan meningkatkan output. Tingkat output yang naik, berarti terjadi pula peningkatan dalam pendapatan nasional yang secara umum diukur dalam tingkat GDP. Dengan demikian, tarikan daya beli masyarakat yang semakin
68
tinggi untuk konsumsi akan semakin memperbesar tingkat GDP (Ackley, 1961). Selanjutnya, kenaikan dari GDP dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pengaruh pengeluaran konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi juga dapat dijelaskan melalui pendekatan model IS-LM. Pengeluaran konsumsi merupakan konponen dari pengeluaran yang direncanakan dan didasarkan pada tingkat pendapatan. Ketika pendapatan naik, hasrat untuk konsumsi pun juga akan mengalami kenaikan. Kenaikan dalam konsumsi akan menaikan tingkat pengeluran yang direncanakan (perpotongan Keynesian/ Keynesian cross). Selanjutnya, dalam kurva IS-LM, kenaikan pengeluaran yang direncanakan akan menggeser kurva IS ke kanan atas. Dampaknya terhadap keseimbangan pasar adalah naiknya kurva permintaan agregat yang akan menaikkan tingkat pendapatan nasional (output). Naiknya tingkat pendapatan direspon pula oleh kenaikan pertumbuhan ekonomi (Mankiw 2002).
4.3.2. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6 Berdasarkan hasil faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6, variabel pengeluaran pemerintah memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen. Nilai probabilitas tersebut sebesar 0,027, yang mengindikasikan bahwa pengeluaran pemerintah signifikan dalam memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dari nilai koefisien variabel pengeluaran pemerintah, menunjukkan hubungan yang negatif dengan nilai koefisien sebesar -0,5192803. Arti dari nilai koefien ini adalah ketika pengeluaran pemerintah naik sebesar 10 persen, akan berakibat pada penurunan
69
pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 sebesar 5,192803 persen, cateris paribus. Hasil untuk pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi pada penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang mendasarinya. Dalam model IS-LM, pengeluaran pemerintah bersama-sama dengan pengeluran konsumsi dan investasi membentuk pengeluaran yang direncanakan (Mankiw 2002). Jika terdapat kenaikan dalam pengeluran pemerintah, dampak yang ditimbulkannya seharusnya menaikkan pertumbuhan ekonomi. Perbedaan yang dihasilkan oleh penelitian ini disebabkan oleh adanya ketidakproduktifan pengeluran pemerintah di negara maju. Pengeluaran pemerintah yang sangat besar digunkan untuk membiayai proyek-proyek besar dengan menggunkan sumberdaya yang besar pula. Pemerintah dalam kondisi ini telah mengeluarkan banyak biaya untuk tenaga kerja ataupun untuk belannja faktor produksi. Hal ini menyebabkan daya beli masyarakat meningkat dan tingkat permintaan akan barang dan jasa meningkat. Kenaikan permintaan tidak diimbangi dengan kenaikan penawaran karena terdapat time lag antara pengeluaran pemerintah untuk proyek dengan output dari proyek pemerintah. Hal semacam ini hanya akan menyebabkan kenaikan tingkat harga. Bertujuan untuk meredam tingginya tingkat harga, biasanya bank sentral mengeluarkan kebijakan menaikkan suku bunga untuk menarik tingkat tabungan. Keadaan ini dapat menyebabkan crowding out dan akan berdampak pada penurunan investasi yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat pendapatan
nasional. Penurunan
pendapatan dapat menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, proyek
70
pemerintah yang telah berjalan kurang mendapat perawatan dan seringkali terbengkalai. Banyaknya inefisiensi, pemborosan serta kegagalan intervensi pemerintah, menyebabkan negara maju lebih berorientasi pada sistem pasar bebas. Perekonomian di negara maju digerakkan oleh pihak swasta dan tidak banyak terjadi distorsi sistem pasar. Perekonomian liberalisme di negara maju dapat meningkatakan efisiensi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi (Todaro dan Smith, 2006). Perekonomian pasar bebas di negara maju didukung oleh masyarakat dengan produktivitas yang tinggi.
4.3.3. Pengaruh Foreign Direct Investment terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6 Berdasarkan hasil estimasi yang terdapat pada Tabel 4.2, didapatkan hasil bahwa FDI berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi serta antara keduanya memiliki hubungan yang positif. Pernyataan tersebut dihasilkan dari nilai probabilitas variabel FDI yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen yakni 0,070. Hal tersebut menandakan bahwa variabel FDI berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi. Hubungan positif antara FDI dan pertumbuhan ekonomi diperlihatkan dari nilai koefisien variabel FDI sebesar 0,0024115. Hasil dari koefisien tersebut memiliki arti bahwa peningkatan FDI sebesar 10 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,024115 persen, cateris paribus. Hasil dari estimasi pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini sejalan dengan teori dasarnya. Berdasarkan analisis deskriptif juga menunjukkan hal yang sama, bahwa FDI berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi. FDI disebut juga sebagai penanaman modal asing secara
71
langsung dari investor asing. FDI merupakan jenis investasi yang relatif tidak terkena guncangan dalam jangka panjang. Dengan adanya peningkatan investasi berupa FDI, banyak sektor perekonomian yang menjadi produktif seperti tenaga kerja. FDI yang meningkat akan membuka peningkatan lapangan pekerjaan baru, dan membuat angkatan kerja yang semula tidak berpendapatan menjadi berdaya beli. Peningkatan investasi berupa FDI juga akan meningkatkan output sektor riil. Dengan demikian, peningkatan daya beli masyarakat dan output perekonomian akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Kurniati dkk 2007). Berdasarkan argumen yang mendukung penanaman modal asing, FDI dapat mengisi kesenjangan tabungan. Hal yang mendasari pernyataan ini adalah model pertumbuhan Harrod-Domar. Model ini menyatakan tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan nilai dari tingkat tabungan dibagi dengan rasio modal-output. Apabila tingkat tabungan di suatu negara rendah, maka sasaran pertumbuhan ekonomi akan sulit dicapai. Dengan adanya kenaikan dari FDI, ketersediaan tingkat tabungan dapat ditingkatkan. Dengan adanya tingkat tabungan yang naik, investasi dapat ditingkatkan. Peningkatan investasi berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi. Investasi berupa FDI dapat menghilangkan defisit neraca perdagangan, meningkatkan penerimaan pajak pemerintah, meningkatkan keahlian managerial, serta meningkatkan penguasaan terhadap teknologi (Todaro dan Smith, 2006).
4.4.
Faktor-faktor yang memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6 Pada estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi Negara berkembang di ASEAN+6, juga digunakan pendekatan panel
72
dinamis karena terdapat masalah endogenity dengan adanya lag variabel endogen. Setelah dilakukan uji spesifikasi, model yang terbaik dalam mengestimasi adalah model Arrellano-Bond GMM (AB-GMM/ FD-GMM) noconstant. Uji spesifikasi yang dilakukan pada panel dinamis adalah uji Arrellano-Bond (uji konsistensi), uji Sargan (uji validitas) dan uji tidak bias. Pada Tabel 4.3 terlihat hasil uji Arrellano-Bond, uji sargan dan uji tidak bias. Pada uji Arrellano-Bond, orde 1 probabilitas sebesar 0,0417 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen (signifikan). Sedangkan orde 2, probabilitas sebesar 0,4287, lebih besar dari taraf nyata 10 persen.
Tabel 4.3. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6 Koefisien Variabel Pooled LS Fixed Effect AB-GMM yII, t-1 0,1773425 -0,1890592 -0,1665782 ln CE -0,0433421 -0,1080314 -0,1055638 ln GE 0,0697975 -0,1056747 -0,0813728 FDI -0,0025964 -0,0043085 -0,0038092 LIFE 0,0004543 0,0176839* 0,0150115 ENROLL -0,0000238 -0,0008438 -0,0001987 BD 0,0011078 0,0035996* 0,0054275* ln OPEN -0,0054233 0,1306508* 0,0891482* Uji Sargan 26,87 [0,1387] Arellano-Bond m1 -2,0366 [0,0417] Arellano-Bond m2 -0,7915 [0,4287] Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 10 persen Sumber: Lampiran 3
Uji Arrellano-Bond dengan orde 1 yang signifikan dan orde 2 yang tidak signifikan, dapat memberikan kesimpulan bahwa dalam model telah konsisten. Sedangkan untuk uji Sargan, menunjukkan nilai probabilitas 0,1387 lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Dengan demikian menyatakan bahwa hipotesis nol diterima. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam model tidak memiliki
73
masalah dengan validitas atau dengan kata lain model yang digunakan telah valid. Berdasarkan koefisien estimasi, model AB-GMM memiliki koefisien estimasi dibawah estimasi OLS dan diatas estimasi fixed effect, maka pada model ABGMM dapat disimpulkan tidak bias. Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi, didapatkan model akhir sebagai berikut:
Pada hasil estimasi model, dapat terlihat bahwa dari 8 variabel, hanya 2 variabel yang signifikan menjadi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6. Enam variabel yang tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi, karena dari hasil estimasi memiliki probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Variabel yang tidak signifikan tersebut adalah lag pertumbuhan ekonomi, pengeluaran konsumsi, pengeluaran pemerintah, FDI, tingkat harapan hidup, dan tingkat partisipasi sekolah sekunder. Akan tetapi, berapapun perubahan dari ketiga variabel tersebut, tidak akan memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya akan dibahas mengenai intepretasi hasil variabel yang signifikan
memengaruhi
pertumbuhan
ekonomi.
Variabel-variabel
yang
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, antara lain: defisit anggaran pemerintah dan keterbukaan ekonomi.
74
4.4.1. Pengaruh Defisit Anggaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6 Hasil dari penelitian menyatakan bahwa defisit anggaran pemerintah berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6. Pernyataan tersebut berdasarkan nilai probabilitas variabel defisit anggaran pemerintah sebesar 0,010 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen. Berdasarkan hipotesis nol dari uji-t, hal tersebut mengindikasikan bahwa variabel berpengaruh signifikan. Dengan koefisien variabel defisit anggaran pemerintah sebesar 0,0054275, memiliki arti bahwa setiap kenaikan defisit anggaran pemerintah sebesar 10 persen akan meningkatkan GDP riil sebesar 0,054275 persen, cateris paribus. Berdasarkan
hasil
analisis,
defisit
anggaran
pemerintah
dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut tidak sejalan dengan teori makroekonomi yang mendasarinya. Namun, untuk analisis negara berkembang defisit anggaran pemerintah sangat mungkin dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Seperti yang telah dijelaskan sebumnya, intervensi pemerintah masih dibutuhkan untuk mengatasi kegagalan pasar di negara berkembang. Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah efektif untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi.
Adanya
defisit
anggaran pemerintah
mengindikasikan
bahwa
pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif. Semakin tinggi anggaran belanja yang dikeluarkan pemerintah semakin tinggi proporsi pengeluaran pemerintah yang dihitung dalam pendapatan nasional. Pendapatan nasional yang naik mampu menaikkan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, defisit anggaran pemerintah yang disebabkan oleh kebijakan fiskal yang ekspansif mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Rasio defisit
75
anggaran pemerintah masih efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi apabila bernilai kurang dari -5 persen atau -3 persen.
4.4.2. Pengaruh Keterbukaan Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6 Berdasarkan hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6, variabel keterbukaan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Variabel ini memiliki nilai probabilitas sebesar 0,073. Nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata 10 persen yang mengandung arti bahwa variabel berpengaruh signifikan. Selain itu, variabel keterbukaan ekonomi memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien variabel keterbukaan ekonomi sebesar 0,0891482. Nilai koefisien memiliki arti bahwa setiap kenaikan keterbukaan ekonomi sebesar 10 persen, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6 sebesar 0,891482 persen, cateris paribus. Keterbukaan ekonomi dapat diartikan sebagai volume perdagangan internasional. Estimasi yang dihasilkan pada penelitian ini sejalan dengan konsep teori. Volume perdagangan yang meningkat berarti terdapat penambahan dalam jumlah eksport dan import. Ketika perdaganagan internasional menjadi bahasan, maka dalam hal ini juga akan terjadi perpindahan modal. Perdagangan internasional juga memungkinkan adanya perpindahan tempat proses produksi. Perdagangan internasional dapat memperluas pangsa pasar untuk negara eksportir maupun importir.
76
Peningkatan dalam jumlah ekport mengindikasikan adanya permintaan luar negeri terhadap barang domestik yang meningkat. Peningkatan ini berdampak pada peningkatan jumlah output perekonomian yang diproduksi, peningkatan investasi dan peningkatan penggunaan input faktor produksi. Penambahan dalam output perekonomian akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Selain itu, ekspor juga menghasilkan devisa yang dihitung sebagai pendapatan negara. Demikian pula dari sisi import, menurut teori keunggulan komparatif, negara yang memiliki keunggulan dalam memproduksi suatu barang akan meningkatan produksinya sebagai barang ekspor. Sebaliknya, suatu negara akan mengimpor barang yang tidak efisien dihasilkan di negaranya. Dengan melakukan impor, suatu negara akan mendapatkan barang yang lebih murah dari pada memproduksi sendiri. Barang impor yang datang ke pasar domestik dengan harga yang murah akan menyebabkan pendapatan masyarakat relatif meningkat (pendapatan nominal yang tetap dengan tingkat harga yang turun akan meningkatkan
daya
beli
masyarakat).
Peningkatan
pendapatan
relatif
perseorangan akan meningkatkan pendapatan nasional, dan selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, negara berkembang memiliki ketergantungan terhadap perdagangan internasional. Proporsi pendapatan nasional di negara berkembang sebagian besar diperoleh dari perdagangan internasional.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Kesimpulan akhir dari rumusan masalah pertama yang telah terjawab
adalah pertumbuhan ekonomi ASEAN+6 memiliki karakteristik yang berbeda antara negara maju dan negara berkembang. Perbedaan karakteristik ini meliputi perbedaan hubungan pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran konsumsi, pengeluaran pemerintah, FDI, tingkat harapan hidup, tingkat partisipasi sekolah, defisit anggaran pemerintah, dan keterbukaan ekonomi. Pada dasarnya negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6 memiliki perbedaan dalam hal sektor riil dan moneter. Hal ini membuat integrasi ekonomi ASEAN+6 atas kesepakatan CEPEA secara konseptual dan ekonomi telah belum bisa dilaksanakan. Berdasarkan rumusan masalah kedua yang dibahas, dihasilkan kesimpulan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 yang signifikan ,antara lain: Pengeluaran konsumsi. Setiap kenaikan pengeluaran konsumsi ASEAN+6 sebesar 10 persen, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara maju ASEAN+6 sebesar 4,914046 persen, cateris paribus. Pengeluaran pemerintah Pengeluaran pemerintah naik sebesar naik sebesar 10 persen, akan berakibat pada penurunan pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 sebesar 5,274582 persen, cateris paribus. Peningkatan dalam pengeluaran pemerintah
78
dalam penelitian ini akan mengakibatkan penurunan dalam pertumbuhan ekonomi. Foreign Direct Investment (FDI) Peningkatan FDI sebesar 10 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 sebesar 0,017608 persen, cateris paribus. Sedangkan yang menjadi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6 adalah: Defisit anggaran pemerintah Di negara berkembang, setiap kenaikan defisit anggaran pemerintah sebesar 10 persen akan menaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,054275 persen, cateris paribus. Keterbukaan Ekonomi Kenaikan keterbukaan ekonomi di negara berkembang ASEAN+6 sebesar 10 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6 sebesar 0,891482 persen, cateris paribus.
5.2.
Saran Adapun saran dari penelitian ini adalah: Implementasi integrasi ekonomi ASEAN+6 memerlukan berbagai kajian
ulang agar tidak menghasilkan integrasi yang cenderung memperbesar ketimpangan antara negara maju dan negara berkembang. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan karakteristik antara negara maju dan negara berkembang, sehingga tidak dapat diterapkan kebijakan fiskal dan moneter yang sama. Integrasi ekonomi ASEAN+6 memerlukan persiapan yang lebih komplek sebelum
79
diimplementasikan. Persiapan tersebut dapat dijalankan dengan peningkatan hubungan internasional negara maju ASEAN+6 dengan negara lain di luar anggota dan peningkatan kinerja pertumbuhan ekonomi negara berkembang ASEAN+6. Negara maju dengan pendapatan tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah juga harus tetap berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk menjaga keseimbangan perekonomian global dan meningkatkan hubungan internasional yang tinggi dengan negara lain. Peningkatan hubungan internasional dengan negara lain di luar anggota dapat menciptakan integrasi ekonomi yang lebih mensejahterakan anggota. Pertumbuhan ekonomi negara maju dapat ditingkatkan dengan menaikkan daya konsumsi masyarakat dengan menciptakan diversifikasi berbagai barang dan jasa untuk konsumsi; pemerintah tidak melakukan intervensi dalam perekonomian dan tetap menyerahkan perekonomian pada sistem pasar bebas (sektor swasta); dan pemerintah dapat meningkatkan fasilitas untuk investasi asing dan mempermudah perizinan dengan tujuan menarik investor asing, sehingga pada akhirnya meningkatkan FDI. Selanjutnya, negara berkembang di ASEAN+6 harus menunjukkan kinerja yang optimal apabila menginginkan integrasi ekonomi yang efektif dan efisien untuk pertumbuhan ekonomi. Negara berkembang harus bisa menyelaraskan perekonomiannya dengan perekonomian negara maju di ASEAN+6. Pemerintah negara
berkembang
dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan
melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif dan meningkatkan hubungan perdagangan internasional. Pemerintah melakukan kebijakan anggaran berimbang ketika perekonomian stabil dan melakukan kebijakan fiskal yang optimal ketika
80
perekonomian mengalami masa resesi. Kebijakan fiskal yang ekspansif dapat terus dilakukan pemerintah negara berkembang selama rasio defisit anggaran pemerintah masih dibawah -5 persen. Selain itu, negara berkembang di ASEAN+6 harus mengatasi segala bentuk kecurangan, pemborosan, dan ketidakefisienan dalam stuktur pengeluaran pemerintah, sehingga kebijakan fiskal yang ekspansif dapat menghasikan pertumbuhan ekonomi yang optimal. Pemerintah negara berkembang dapat meningkatkan proporsi perdagangan internasional terhadap pendapatan
nasional.
Perdangan
internasional
dapat
secara
signifikan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara berkembang apabila lebih concern pada ekspor produk manufaktur atau jasa. Pemerintah negara berkembang harus mencoba mengalihkan perhatian dari ekpor bahan mentah ke barang olahan dan jasa yang memiliki tingkat pengembalian lebih tinggi. Negara berkembang di ASEAN+6 yang berorientasi pada produk olahan dan jasa dapat membentuk struktur perekonomian dengan negara maju di ASEAN+6 lebih kompetitif. Srtuktur perekonomian yang kompetitif antar negara anggota dapat menciptakan integrasi ekonomi yang lebih mensejahterakan dari pada srtuktur perekonomian yang cenderung komplementer. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah hendaknya menggunakan pendekatan lain seperti model pertumbuhan ekonomi Robert Solow ataupun pendektan Bayesian Model Averaging (BMA). Apabila pada penelitian selanjutnya tetap digunakan pendekatan data panel, maka diperlukan adanya variasi indikator ekonomi lain yang signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitian selanjutnya juga dapat menambahkan project dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Achsani, NA. 2008. Integrasi Ekonomi ASEAN+3: Antara Peluang dan Ancaman. [Brighten Institute]. http://www.brighten.or.id/index.php?option=com_content&view=categor y&layout=blog&id=40&itemid=77 [15 Desember 2010] Ackley. 1961. Teori Ekonomi Makro, Jilid Pertama. Paul Sitohang, penerjemah. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. Badan Pusat Statistik. 2010. Pengukuran Pertumbuhan Ekonomi. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Barro, RJ. 1996. Determinants of Economic Growth: A Cross-Country Empirical Study. NBER Working Paper Series. National Bureau of Economic Research. Cambridge. Blundell, R. dan S. Bond. 1998. GMM estimation with persistent panel data : an application to production functions. The Institute for Fiscal Study Working Papers series w99/4. Cuaresma JC., G. Doppelhofer, dan M. Feldkircher. 2009. Economic Growth Determinants for European Regions: Is Central and Eastern Europe Different. Paper at Department of Economics. University of Innsbruck. Innsbruck. Damanhuri, DS. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan, Teori, Kritik, dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. Bogor: IPB Press. Dornbusch R., S. Fischer, dan R. Startz. 1998. Ekonomi Makro, Edisi Kelima. Sahat Simamora, penerjemah. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Faradila Fitria. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sinkronisasi Siklus Bisnis di ASEAN+6 [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manageman. Institut Pertanian Bogor. Fauzi, AJFA. 2010. Analisis Komparatif Keterkaitan Inflasi dengan Nilai Tukar Riil di Kawasan Asia (ASEAN+3) dan Non Asia (Uni Eropa, Amerika Utara) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manejemen, Institut Pertanian Bogor. Hady, H. 2004. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Edisi Cetakan ke-4. Ghalia Indonesia, Jakarta.
82
Indra. 2009. Analisis Hubungan Intensitas Energi dan Pendapatan Per Kapita : Studi Komparatif di Sepuluh Negara Asia Pasifik [Tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Kocenda, E. dan D. H. Papell. 1997. “Inflation Convergence Within the European Union: A Panel Data Analysis”. Centre for Economic Research : 1-7. Kogid, M., D. Mulok, L. F. Y. Beatrice, dan K. Mansur. 2010. Determinant Factors of Economic Growth in Malaysia: Multivariate Cointegration and Causality Analysis. European Journal of Economics 24: 123-137. Krapohl, S. dan A. Obermeier. 2010. From ASEAN to ASEAN+3: A Two-Level Game of Regional Integration. Paper at Faculty of Social and Economics: University of Bamberg, Bamberg. Kurniati, Y., A. Prasmuko, dan Yanfitri. 2007. Determinan FDI (Faktor-faktor yang Menentukan Investasi Asing Langsung). Working Paper Bank Indonesia No. 6. Bank Indonesia, Jakarta. Lee, WJ. dan K. Hong. 2010. Economic Growth in Asia: Determinan and Prospect. ADB Economics Working Paper Series No. 220. Asian Development Bank, Manila. Lipsey, RG., P. N. Courant, dan C. T. S. Ragan. 1999. Economics. Twelfth Edition. Addison-Wesley Publishing Company Inc, United States of America. Lindert, PH. dan C.P. Kindleberger. 1995. Ekonomi Internasional, Edisi Kedelapan. Abdullah Burhanuddin, penerjemah. Erlangga, Jakarta. Mankiw, NG. 2002. Macroecomoics. Fifth Edition. R. R. Donnelley & Sons, New York. Nicolae, CD., dan C. Alina. 2008. Facts About Determinants of Economic Growth. Paper at Academy of Economies Studies from Bucharest. Faculty Economy. Bucharest. Ningsih, R. 2010. Analisis Keterkaitan Dinamis Inflasi di Negara-negara ASEAN+6 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manageman. Institut Pertanian Bogor. Raharjo, A. 2006. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1982-2003 (Studi Kasus di Kota Semarang) [skripsi]. Semarang: Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro.
83
Rao, M. dan B. B. Rao. 2005. Detrminants of Growth Rate: Some Methodological Issues with Data from Fiji. Paper at University of the South Pacific. Suva. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional (International Economic). Edisi kelima. Jilid 1. Erlangga, Jakarta. Sodik, J. 2006. Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Kasus Analisis Konvergensi Antar Propinsi di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 11 No. 1: 21-32. Todaro, MP. dan S. C. Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Kedelapan. Penerjemah: Drs. J. H. Sinaulan, SH. Akademika Pressindo, Jakarta. Verbeek, Marno. 2004. A guide to modern econometrics. 2nd Edition. John Wiley and Sons. Ltd, Chichester. Wahyuningtyas, AE. 2010. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Devisit Anggaran terhadap Investasi di Indonesia (1986-2008) [skripsi]. Semarang: Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro. World
Development Indicator. 2010. World http://www.worldbank.org. [5 Januari 2011].
Economic
Databank.
Young, AT., M. J. Higgins, dan D. Levy. 2004. Sigma-Convergence Versus BetaConvergence: Evidence from U.S. County-Level Data. Paper at Department of Economics. Emory University. Emory.
85
Lampiran 1. Granger Causality Test
Kawasan ASEAN+6 Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/09/11 Time: 19:50 Sample: 2001 2008 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
LNCE does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause LNCE
66
3.26016 1.43101
0.0452 0.2470
LNGE does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause LNGE
66
2.56447 1.21787
0.0852 0.3030
FDI does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause FDI
66
1.70843 0.41358
0.1897 0.6631
LE does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause LE
66
3.71037 2.49858
0.0302 0.0906
ES does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause ES
66
4.38379 1.57150
0.0166 0.2160
BD does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause BD
66
5.80514 0.21912
0.0049 0.8039
LNOE does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
66
0.43707 0.02315
0.6479 0.9771
Obs
F-Statistic
Prob.
44
0.62776
0.6459
2.92382
0.0347
0.58649
0.6745
3.53945
0.0158
2.30958
0.0772
2.23892
0.0847
3.48459
0.0170
Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/09/11 Time: 19:54 Sample: 2001 2008 Lags: 4 Null Hypothesis: LNCE does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause LNCE LNGE does not Granger Cause LNGROWTH
44
LNGROWTH does not Granger Cause LNGE FDI does not Granger Cause LNGROWTH
44
LNGROWTH does not Granger Cause FDI LE does not Granger Cause LNGROWTH
44
86
LNGROWTH does not Granger Cause LE ES does not Granger Cause LNGROWTH
0.61822
0.6525
1.86812
0.1380
1.30317
0.2879
3.32136
0.0208
4.30126
0.0062
0.76127
0.5576
0.59264
0.6702
Obs
F-Statistic
Prob.
22
1.42886
0.3023
3.98544
0.0316
1.01385
0.4727
3.58529
0.0424
0.60017
0.7250
0.33527
0.9017
1.33915
0.3328
0.69993
0.6576
0.46017
0.8215
0.24494
0.9495
1.85935
0.1934
1.54075
0.2686
3.09670
0.0625
0.31651
0.9125
44
LNGROWTH does not Granger Cause ES BD does not Granger Cause LNGROWTH
44
LNGROWTH does not Granger Cause BD LNOE does not Granger Cause LNGROWTH
44
LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/09/11 Time: 19:56 Sample: 2001 2008 Lags: 6 Null Hypothesis: LNCE does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause LNCE LNGE does not Granger Cause LNGROWTH
22
LNGROWTH does not Granger Cause LNGE FDI does not Granger Cause LNGROWTH
22
LNGROWTH does not Granger Cause FDI LE does not Granger Cause LNGROWTH
22
LNGROWTH does not Granger Cause LE ES does not Granger Cause LNGROWTH
22
LNGROWTH does not Granger Cause ES BD does not Granger Cause LNGROWTH
22
LNGROWTH does not Granger Cause BD LNOE does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
22
87
Kawasan ASEAN+3 Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/09/11 Time: 20:00 Sample: 2001 2008 Lags: 2 Null Hypothesis: LNCE does not Granger Cause LNGROWTH
Obs
F-Statistic
Prob.
48
0.83380
0.4413
1.71937
0.1913
0.43207
0.6519
1.67258
0.1997
2.59485
0.0863
0.13790
0.8716
2.69896
0.0787
1.95313
0.1542
4.26157
0.0205
1.07757
0.3494
4.16611
0.0222
0.65478
0.5247
2.07594
0.1378
0.01611
0.9840
Obs
F-Statistic
Prob.
32
0.26880
0.8950
3.38656
0.0256
0.06567
0.9915
3.62507
0.0197
2.06139
0.1190
5.24665
0.0037
LNGROWTH does not Granger Cause LNCE LNGE does not Granger Cause LNGROWTH
48
LNGROWTH does not Granger Cause LNGE FDI does not Granger Cause LNGROWTH
48
LNGROWTH does not Granger Cause FDI LE does not Granger Cause LNGROWTH
48
LNGROWTH does not Granger Cause LE ES does not Granger Cause LNGROWTH
48
LNGROWTH does not Granger Cause ES BD does not Granger Cause LNGROWTH
48
LNGROWTH does not Granger Cause BD LNOE does not Granger Cause LNGROWTH
48
LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/09/11 Time: 20:00 Sample: 2001 2008 Lags: 4 Null Hypothesis: LNCE does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause LNCE LNGE does not Granger Cause LNGROWTH
32
LNGROWTH does not Granger Cause LNGE FDI does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause FDI
32
88
LE does not Granger Cause LNGROWTH
32
2.89391
0.0446
0.05241
0.9945
1.33170
0.2882
1.40439
0.2639
3.18566
0.0320
3.83014
0.0158
1.97107
0.1327
0.61583
0.6556
Obs
F-Statistic
Prob.
16
0.71107
0.6704
12.6838
0.0309
0.19226
0.9583
7.73157
0.0608
0.86041
0.6013
1.84433
0.3290
2.01853
0.3013
4.49224
0.1226
2.61617
0.2302
0.15078
0.9753
1.66018
0.3631
0.90626
0.5820
2.27781
0.2666
0.99369
0.5476
LNGROWTH does not Granger Cause LE ES does not Granger Cause LNGROWTH
32
LNGROWTH does not Granger Cause ES BD does not Granger Cause LNGROWTH
32
LNGROWTH does not Granger Cause BD LNOE does not Granger Cause LNGROWTH
32
LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/09/11 Time: 20:01 Sample: 2001 2008 Lags: 6 Null Hypothesis: LNCE does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause LNCE LNGE does not Granger Cause LNGROWTH
16
LNGROWTH does not Granger Cause LNGE FDI does not Granger Cause LNGROWTH
16
LNGROWTH does not Granger Cause FDI LE does not Granger Cause LNGROWTH
16
LNGROWTH does not Granger Cause LE ES does not Granger Cause LNGROWTH
16
LNGROWTH does not Granger Cause ES BD does not Granger Cause LNGROWTH
16
LNGROWTH does not Granger Cause BD LNOE does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
16
89
Kawasan ASEAN Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/09/11 Time: 20:06 Sample: 2001 2008 Lags: 2 Null Hypothesis: LNCE does not Granger Cause LNGROWTH
Obs
F-Statistic
Prob.
30
1.72844
0.1981
1.32564
0.2837
1.17352
0.3257
0.75932
0.4785
5.01174
0.0148
0.10743
0.8986
4.23378
0.0261
2.99466
0.0682
2.55140
0.0981
4.47218
0.0219
1.17876
0.3242
2.87181
0.0754
0.91530
0.4134
0.82500
0.4498
LNGROWTH does not Granger Cause LNCE LNGE does not Granger Cause LNGROWTH
30
LNGROWTH does not Granger Cause LNGE FDI does not Granger Cause LNGROWTH
30
LNGROWTH does not Granger Cause FDI LE does not Granger Cause LNGROWTH
30
LNGROWTH does not Granger Cause LE ES does not Granger Cause LNGROWTH
30
LNGROWTH does not Granger Cause ES BD does not Granger Cause LNGROWTH
30
LNGROWTH does not Granger Cause BD LNOE does not Granger Cause LNGROWTH LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
30
90
Lampiran 2. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6 ___ ____ ____ ____ ____ tm /__ / ____/ / ____/ ___/ / /___/ / /___/ 10.1 Statistics/Data Analysis Special Edition
Copyright 1984-2009 StataCorp 4905 Lakeway Drive College Station, Texas 77845 USA 800-STATA-PC http://www.stata.com 979-696-4600
[email protected] 979-696-4601 (fax)
Unlimited-user Stata for Windows (network) perpetual license: Serial number: 198081963 Licensed to: Lic. Santiago Adamcik UNLP Facultad de Ciencias Economicas Notes: 1. (/m# option or -set memory-) 10.00 MB allocated to data 2. (/v# option or -set maxvar-) 5000 maximum variables Checking http://www.stata.com for update... host not found unable to check for update; verify Internet settings are correct. . (10 vars, 40 obs pasted into editor) egen country = group (negara) . xtset country tahun, yearly panel variable: country (strongly balanced) time variable: tahun, 2001 to 2008 delta: 1 year . xtabond lngrowth lnce lnge fdi le es bd lnoe, noconstant Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Group variable: country Time variable: tahun
Number of obs Number of groups Obs per group:
Number of instruments =
27
Wald chi2(8) Prob > chi2
= =
30 5
min = avg = max =
6 6 6
= =
14.18 0.0772
One-step results -----------------------------------------------------------------------------lngrowth | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lngrowth | L1. | .2172331 .2988257 0.73 0.467 -.3684545 .8029207 lnce | .4851093 .2673968 1.81 0.070* -.0389788 1.009197 lnge | -.5192803 .2350097 -2.21 0.027* -.9798908 -.0586698 fdi | .0024115 .0013317 1.81 0.070* -.0001987 .0050217 le | .0084782 .0173592 0.49 0.625 -.0255452 .0425016 es | .0004052 .0012751 0.32 0.751 -.002094 .0029043 bd | -.0022655 .0026756 -0.85 0.397 -.0075095 .0029784 lnoe | .0045533 .1372546 0.03 0.974 -.2644608 .2735674 -----------------------------------------------------------------------------Instruments for differenced equation GMM-type: L(2/.).lngrowth Standard: D.lnce D.lnge D.fdi D.le D.es D.bd D.lnoe . estat abond Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors +-----------------------+ |Order | z Prob > z| |------+----------------| | 1 |-2.4049 0.0162 | | 2 |-.18905 0.8501 | +-----------------------+ H0: no autocorrelation
91
. estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi2(19) Prob > chi2
= =
19.61786 0.4179
. reg lngrowth l.lngrowth lnce lnge fdi le es bd lnoe Source | SS df MS -------------+-----------------------------Model | .017718422 8 .002214803 Residual | .008068325 26 .00031032 -------------+-----------------------------Total | .025786747 34 .000758434
Number of obs F( 8, 26) Prob > F R-squared Adj R-squared Root MSE
= = = = = =
35 7.14 0.0001 0.6871 0.5908 .01762
-----------------------------------------------------------------------------lngrowth | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lngrowth | L1. | .6585645 .1640823 0.97 0.343 -.1787115 .4958405 lnce | .4660179 .177041 2.63 0.014 .102105 .8299309 lnge | -.5017051 .177252 -2.83 0.009 -.8660518 -.1373584 fdi | .0022677 .0010015 2.26 0.032 .000209 .0043263 le | .0039151 .0047372 0.83 0.416 -.0058222 .0136525 es | .0006456 .0002478 2.61 0.015 .0001362 .001155 bd | -.0024949 .0016214 -1.54 0.136 -.0058277 .0008379 lnoe | .0290253 .0220819 1.31 0.200 -.0163646 .0744152 _cons | -.6013164 .4296187 -1.40 0.173 -1.48441 .2817774 -----------------------------------------------------------------------------. xtreg lngrowth l.lngrowth lnce lnge fdi le es bd lnoe, fe Fixed-effects (within) regression Group variable: country
Number of obs Number of groups
= =
35 5
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
7 7.0 7
within = 0.4309 between = 0.8195 overall = 0.5876
corr(u_i, Xb)
= -0.6309
F(8,22) Prob > F
= =
2.08 0.0829
-----------------------------------------------------------------------------lngrowth | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lngrowth | L1. | .2117811 .2753727 0.77 0.450 -.3593068 .7828691 lnce | .47184 .2254695 2.09 0.048 .004245 .9394351 lnge | -.5104164 .1999044 -2.55 0.018 -.9249927 -.0958401 fdi | .0024118 .0012452 1.94 0.066 -.0001706 .0049941 le | .0082345 .0157687 0.52 0.607 -.0244678 .0409369 es | .0004244 .0011257 0.38 0.710 -.0019102 .0027591 bd | -.0021983 .0024511 -0.90 0.379 -.0072815 .0028849 lnoe | .0067284 .1267227 0.05 0.958 -.2560784 .2695351 _cons | -.6421671 .7952547 -0.81 0.428 -2.291424 1.00709 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .01243698 sigma_e | .01910326 rho | .29768012 (fraction of variance due to u_i) -----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0: F(4, 22) = 0.03 Prob > F = 0.9984
92
Lampiran 3. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6 ___ ____ ____ ____ ____ tm /__ / ____/ / ____/ ___/ / /___/ / /___/ 10.1 Statistics/Data Analysis Special Edition
Copyright 1984-2009 StataCorp 4905 Lakeway Drive College Station, Texas 77845 USA 800-STATA-PC http://www.stata.com 979-696-4600
[email protected] 979-696-4601 (fax)
Unlimited-user Stata for Windows (network) perpetual license: Serial number: 198081963 Licensed to: Lic. Santiago Adamcik UNLP Facultad de Ciencias Economicas Notes: 1. (/m# option or -set memory-) 10.00 MB allocated to data 2. (/v# option or -set maxvar-) 5000 maximum variables Checking http://www.stata.com for update... host not found unable to check for update; verify Internet settings are correct. . (10 vars, 48 obs pasted into editor) egen country = group (negara) . xtset country tahun, yearly panel variable: country (strongly balanced) time variable: tahun, 2001 to 2008 delta: 1 year . xtabond lngrowth lnce lnge fdi le es bd lnoe, noconstant Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Group variable: country Time variable: tahun
Number of obs Number of groups Obs per group:
Number of instruments =
28
Wald chi2(8) Prob > chi2
= =
36 6
min = avg = max =
6 6 6
= =
19.31 0.0133
One-step results -----------------------------------------------------------------------------lngrowth | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lngrowth | L1. | -.1665782 .2578889 -0.65 0.518 -.6720312 .3388748 lnce | -.1055638 .1491659 -0.71 0.479 -.3979236 .1867959 lnge | -.0813728 .1269292 -0.64 0.521 -.3301495 .167404 fdi | -.0038092 .0037598 -1.01 0.311 -.0111782 .0035598 le | .0150115 .009959 1.51 0.132 -.0045077 .0345307 es | -.0001987 .0009102 -0.22 0.827 -.0019827 .0015852 bd | .0054275 .0021171 2.56 0.010* .0012781 .0095769 lnoe | .0891482 .0496401 1.80 0.073* -.0081446 .186441 -----------------------------------------------------------------------------Instruments for differenced equation GMM-type: L(2/.).lngrowth Standard: D.lnce D.lnge D.fdi D.le D.es D.bd D.lnoe . estat abond Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors +-----------------------+ |Order | z Prob > z| |------+----------------| | 1 |-2.0366 0.0417 | | 2 | -.7915 0.4287 | +-----------------------+ H0: no autocorrelation
93
. estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi2(20) Prob > chi2
= =
26.87845 0.1387
. reg lngrowth l.lngrowth lnce lnge fdi le es bd lnoe Source | SS df MS -------------+-----------------------------Model | .015501334 8 .001937667 Residual | .00726445 33 .000220135 -------------+-----------------------------Total | .022765784 41 .000555263
Number of obs F( 8, 33) Prob > F R-squared Adj R-squared Root MSE
= = = = = =
42 8.80 0.0000 0.6809 0.6035 .01484
-----------------------------------------------------------------------------lngrowth | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lngrowth | L1. | .1773425 .1880371 0.94 0.352 -.2052218 .5599069 lnce | -.0433421 .0547513 -0.79 0.434 -.1547344 .0680502 lnge | .0697975 .0576701 1.21 0.235 -.0475332 .1871281 fdi | -.0025964 .003442 -0.75 0.456 -.0095992 .0044063 le | .0004543 .0014059 0.32 0.749 -.002406 .0033147 es | -.0000238 .0004321 -0.06 0.956 -.0009028 .0008553 bd | .0011078 .001763 0.63 0.534 -.002479 .0046946 lnoe | -.0054233 .0349264 -0.16 0.878 -.0764817 .065635 _cons | -.1514632 .2917439 -0.52 0.607 -.7450206 .4420942 -----------------------------------------------------------------------------. xtreg lngrowth l.lngrowth lnce lnge fdi le es bd lnoe, fe Fixed-effects (within) regression Group variable: country
Number of obs Number of groups
= =
42 6
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
7 7.0 7
within = 0.3513 between = 0.2615 overall = 0.1619
corr(u_i, Xb)
= -0.9867
F(8,28) Prob > F
= =
1.90 0.1008
-----------------------------------------------------------------------------lngrowth | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lngrowth | L1. | -.1890592 .2166707 -0.87 0.390 -.6328889 .2547705 lnce | -.1080314 .1351237 -0.80 0.431 -.3848199 .168757 lnge | -.1056747 .1115784 -0.95 0.352 -.3342328 .1228833 fdi | -.0043085 .0037322 -1.15 0.258 -.0119537 .0033366 le | .0176839 .0091721 1.93 0.064 -.0011044 .0364722 es | -.0008438 .0009013 -0.94 0.357 -.00269 .0010024 bd | .0035996 .0018181 1.98 0.058 -.0001245 .0073238 lnoe | .1306508 .0481942 2.71 0.011 .0319294 .2293723 _cons | -.2310622 .509823 -0.45 0.654 -1.275387 .8132628 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .12560405 sigma_e | .01261492 rho | .99001374 (fraction of variance due to u_i) -----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0: F(5, 28) = 3.53 Prob > F = 0.0134
94
Lampiran 4. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Pengeluaran Konsumsi
95
Lampiran 5. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Pengeluaran Pemerintah
96
Lampiran 6. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan FDI
97
Lampiran 7. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Tingkat Harapan Hidup
98
Lampiran 8. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder Masing-masing Negara
99
Lampiran 9. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Defisit Anggaran Pemerintah
100
Lampiran 10. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Keterbukaan Ekonomi
101
Lampiran 11. Korelasi Antar Variabel Covariance Analysis: Ordinary Date: 05/08/11 Time: 18:52 Sample: 2001 2008 Included observations: 88 Correlation Probability GROWTH
GROWTH 1.000000 -----
LNCE
LNGE
FDI
LE
ES
BD
LNCE
-0.018604 0.8634
1.000000 -----
LNGE
-0.028608 0.7913
0.982029 0.0000
1.000000 -----
FDI
0.262190 0.0136
-0.383434 0.0002
-0.313561 0.0029
1.000000 -----
LE
-0.443886 0.0000
0.136537 0.2046
0.253814 0.0170
0.202362 0.0587
1.000000 -----
ES
-0.417306 0.0001
0.207733 0.0521
0.284513 0.0072
-0.231411 0.0301
0.675982 0.0000
1.000000 -----
BD
-0.085750 0.4270
-0.330146 0.0017
-0.253456 0.0172
0.525507 0.0000
0.508834 0.0000
0.272629 0.0102
1.000000 -----
LNOE
0.178809 0.0955
0.728873 0.0000
0.758202 0.0000
0.120570 0.2632
0.208185 0.0516
-0.131036 0.2236
-0.083685 0.4382
LNOE
1.000000 -----
101
102
Lampiran 12. Deskripsi Data
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
GROWTH LNCE LNGE FDI LE ES BD LNOE 11.5091 11.41685 10.7007 3.114341 74.31438 84.82846 -0.55 11.48259 11.30581 11.32544 10.44665 2.257231 73.58307 75.3414 -0.85 11.46742 12.7161 12.56401 11.94863 20.23999 82.58756 155.1175 12.3 12.3982 10.72636 10.64183 9.975492 -5.11483 61.59244 46.36682 -8.1 10.59031 0.575041 0.552269 0.602709 4.301946 5.964429 28.40789 4.016174 0.41752 0.671602 0.526087 0.634341 2.553074 -0.38683 1.007274 0.739325 0.076097 2.413199 2.174629 2.172109 10.25037 2.089648 3.27924 3.765966 2.463043
Jarque-Bera Probability
7.877952 0.019468
6.557131 0.037682
8.414848 0.014885
288.349 0
5.233409 0.073043
15.16673 0.000509
10.16808 0.006195
1.142116 0.564928
Sum Sum Sq. Dev.
1012.801 28.76848
1004.683 26.53507
941.6612 31.6035
274.062 1610.086
6539.665 3094.974
7464.904 70209.71
-48.4 1403.28
1010.468 15.16612
Observations
88
88
88
88
88
88
88
88
102