ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN FAKTORFAKTOR YANG MEMENGARUHI DI PROVINSI PAPUA
OLEH ROSINTA DEWI KACARIBU H14080054
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
RINGKASAN ROSINTA DEWI KACARIBU. Analisis Indeks Pembangunan Manusia dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi di Provinsi Papua. (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI). Pencapaian pembangunan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh proses pembangunan manusia. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari seberapa besar kualitas manusia di suatu wilayah. Indikator yang bisa mengukur kualitas manusia disuatu daerah yaitu dengan cara Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan indikator yang di gunakan untuk mengukur salah satu aspek penting yang berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi, yakni derajat perkembangan manusia. IPM mempunyai tiga unsur yaitu kesehatan, pendidikan yang dicapai, dan standar kehidupan atau sering disebut ekonomi. Jadi ketiga unsur ini sangat penting dalam menentukan tingkat kemampuan suatu provinsi untuk meningkatkan IPMnya. Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling memengaruhi satu sama yang lainnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti ketersediaan kesempatan kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Jadi IPM di suatu daerah akan meningkat apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan, nilai IPM yang tinggi menandakan keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah tersebut. Di Negara Indonesia, Provinsi DKI Jakarta memiliki IPM tertinggi yaitu sebesar 77.60 pada tahun 2010. Sedangkan Provinsi Papua dari tahun 2004-2010 memiliki IPM yang paling kecil diantara provinsi-provinsi yang lain. Hal ini dapat diakibatkan bahwa kurangnya peranan pemerintah untuk meningkatkan pembangunan masyarakat terhadap ketiga dibidang yaitu: pendidikan, ekonomi, dan kesehatan pada Provinsi Papua. Akan tetapi, sumber daya alam yang terdapat pada Provinsi Papua sangat besar. Jadi Provinsi Papua seharusnya mampu bersaing untuk meningkatkan IPM dengan provinsi-provinsi yang lainnya. Penelitian ini mempunyai dua tujuan. Pertama, menganalisis perkembangan indeks pembangunan manusia dan komponennya pada setiap kabupaten di Papua. Kedua, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Papua. Penelitian ini di fokuskan pada pembangunan ekonomi daerah, khususnya kabupaten/kota di Provinsi Papua. Menggunakan 29 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua, dalam periode tahun 2009-2011. Analisis yang digunakan adalah analisis deskritif dan panel data dengan pendekatan Fixed Effect Model. Variabel tak bebas adalah IPM, dan variabel bebas yang digunakan antara lain : Produk Domestik Regional Bruto, Pengeluaran pemerintah menurut fungsi pendidikan, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah dokter, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah bidan, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah perawat, rasio kemiskinan terhadap jumlah penduduk, rasio murid SD terhadap guru, rasio murid SMP terhadap guru, rasio murid SMA terhadap guru. Dari hasil analisis diperoleh bahwa Produk Domestik Regional Bruto, Pengeluaran pemerintah menurut fungsi pendidikan, rasio kemisinan terhadap jumlah
penduduk, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah dokter, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah bidan, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah perawat, rasio murid SMA terhadap guru mempengaruhi IPM, sedangkan rasio murid SD terhadap guru, rasio murid SMP terhadap guru tidak mempengaruhi IPM di Provinsi Papua. Sedangkan rasio jumlah penduduk terhadap jumlah perawat dan rasio jumlah penduduk terhadap jumlah bidan berpengaruh positif terhadap IPM, hal ini tidak sesuai dengan teori yang dibuat sebelumnya. Hal ini disebabkan karena beberapa fasilitas pendidikan dan kesehatan di Provinsi Papua kurang memadai. Jadi untuk meningkatkan IPM di Provinsi Papua, pemerintah harus memperhatikan sarana dan prasarana pada bidang pendidikan dan kesehatan seperti: meningkatkan jumlah tenaga pengajar, mendirikan puskesmas, meningkatkan tenaga medis seperti dokter, bidan dan perawat di setiap kecamatan di Provinsi Papua.
ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI PROVINSI PAPUA
OLEH : ROSINTA DEWI KACARIBU H14080054
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul Skripsi
: ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DI PROVINSI PAPUA
Nama
: Rosinta Dewi Kacaribu
NIM
: H14080054
.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati NIP. 1962 0816 198701 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 1964 1022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR
HASIL
DIGUNAKAN
KARYA
SEBAGAI
SAYA SKRIPSI
SENDIRI ATAU
YANG KARYA
BELUM
PERNAH
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Februari 2013
Rosinta Dewi Kacaribu H14080054
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Rosinta Dewi Kacaribu lahir pada tanggal 06 Maret 1990 di Langkat. Penulis adalah anak ke empat dari lima bersaudara, dari pasangan Pinta Kacaribu dan Rosdia Br Sebayang. Jenjang pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di SD Negeri 040574 Bunga Baru dan tamat pada tahun 2002. Selanjutnya penulis melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Tiga Binanga dan tamat pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Kabanjahe. Penulis menamatkan sekolah menengah atas pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi setelah menerima Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama penulis menjalani studi, penulis aktif dibeberapa kepanitian baik pada tingkat kampus maupun di luar kampus.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melimpah kasih
karunia dan berkat-Nya
kepada penulis
sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini, dengan judul “Analisis Indeks pembangunan Manusia dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi di Provinsi Papua”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat semangat, bimbingan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Ibu Dr. Wiwiek Rindayati, selaku pembimbing skripsi, yang telah memberikan perhatian, bimbingan dan saran baik secara teoritis maupun secara teknis serta memberikan pembelajaran yang berguna dalam proses penyusunan skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan baik.
2.
Dr. Alla Asmara M.Si selaku dosen penguji utama atas saran, kritik, dan masukan yang sangat membantu dan berarti dalam proses perbaikan skripsi ini.
3.
Salahuddin el Ayyubi, MA selaku penguji komisi pendidikan atas saran, kritik, dan masukan yang berarti tentang tata cara penulisan demi menyempurnakan penulisan skripsi ini.
4.
Kedua orang tua penulis, yaitu Pinta Kacaribu dan Rosdia Br Sebayang yang memberikan motivasi, semangat dan doa.
5.
Kakak-kakak dan adik penulis, yaitu Emorita Kacaribu, S.E, Karolina Kacaribu, S.K.M beserta suami, Nirwana Kacaribu, S.sos beserta suami, dan Andi Pranata Kacaribu yang telah memberikan motivasi, semangat dan doa.
6.
Seluruh pengurus dan pengajar Departemen Ilmu Ekonomi atas kerjasama dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.
7.
Teman-teman satu bimbingan skripsi Lae, Risma, Fajar, Asep atas semangat dan dukungannya.
8.
Teman-teman penulis di Ilmu Ekonomi 45 yang telah membantu selama bersama-sama menuntut ilmu di Departemen Ilmu Ekonomi terutama Dian Marhama, Meita Puspitasari, Suci Maryanti, Nenti Simbolon, Eristya Puspitadewi, Laura Malau serta teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan banyak kenangan dan bantuan selama ini.
9.
Keluarga yang ada di Bogor yaitu kak Chici, Selvi, Evipani serta Pengurus PERMATA GBKP Bogor yaitu bang Niko, kak Jenita, kak Risna, Adriyani, Novita, Naomi, Besti, bang Iman, Handayani, bang Suryanta, Ville atas semangat dan doa nya selama ini.
10.
Teman-teman SMA yang sama-sama berjuang di IPB yaitu Hellen, Sora, Era, Dita, Rosinta Sitepu dan tidak lupa buat Lidia Sebayang dan Ester Sembiring atas doa dan dukungannya selama ini.
11.
Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka dalam saran dan kritik dan pertanyaan-pertanyaan
mengenai
skripsi
ini.
Akhir
kata
penulis
mengharapkan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang berkaitan.
Bogor, Februari 2013
Rosinta Dewi Kacaribu H140800
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI
……………………………………………………………………….i
DAFTAR TABEL .................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. vi I.
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang …………………………………………………………… 1
1.2
Perumusan Masalah ………………………………………………………..5
1.3
Tujuan Penelitian …………………………………………………………..7
1.4
Manfaat Penelitian …………………………………………………………8
1.5
Ruang Lingkup Penelitian…………………………….………………….. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Konsep Pembangunan Manusia................................................................ 10
2.2
Pertumbuhan Ekonomi .............................................................................. 11
2.3
Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia ................................. 12
2.4
Indeks Pembangunan Manusia .................................................................. 14 2.4.1 Tahapan Perhitungan IPM ............................................................ 17
2.5
Penelitian Terdahulu .................................................................................. 19
2.6
Kerangka Pemikiran Operasional .............................................................. 24
2.7
Hipotesis Penelitian .................................................................................. 26
III. METODE PENELITIAN 3.1
Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 27
3.2
Lokasi dan Pengolahan Data Penelitian .................................................... 27
3.3
Metode Analisis Data ................................................................................ 28 3.3.1 Metode Analisis Deskrptif ............................................................. 28 3.3.2 Analisis Panel Data ........................................................................ 28 3.3.2.1 Metode Pooled Least Square ............................................ 29 3.3.2.2 Metode Efek Tetap (fixed Effect) ..................................... 30
ii
3.3.2.3 Metode Efek Random (Random Effect) ........................... 30 3.4
Uji Kesesuaian Model ............................................................................... 32 3.4.1 Chow Test ..................................................................................... 32 3.4.2 Hausman Test ............................................................................... 33 3.4.3 Koefisien Determinasi (R2)........................................................... 33 3.4.4 Uji F .............................................................................................. 33 3.4.5 Uji T .............................................................................................. 34
3.5
Perumusan Model ................................................................................... ..3 4
3.6
Uji Pelanggaran Model ............................................................................. 35 3.6.1 Multikolinearitas ........................................................................... 36 3.6.2 Autokorelasi .................................................................................. 36 3.6.3 Heteroskedastisitas ...................................................................... 37 3.6.4 Uji Normalitas .............................................................................. 37
IV. GAMBARAN UMUM 4.1
Keadaan Geografis .................................................................................... 38
4.2
Keadaan Penduduk Provinsi Papua ........................................................... 38
4.3
Keadaan Perekonomian Provinsi Papua .................................................... 40
4.4
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua ......................................... 41 4.4.1 Pendidikan di Provinsi Papua ........................................................ 43 4.4.2 Kesehatan di Papua ........................................................................ 46 4.4.3 Kemiskinan .................................................................................... 48 4.4.4 Pengeluaran Pemerintah Terhadap Bidang Pendidikan ................. 48 4.4.5 Sosial dan Budaya Provinsi Papua ................................................ 50
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perkembangan IPM dan komponennya di setiap kabupaten/kota di Provinsi Papua .......................................................................................... 51 5.1.1
Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Papua ......................... 51
5.1.2
Perkembangan Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ......................................................................... 54
5.1.3
Perkembangan Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama
iii
Sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ..................... 56 5.1.4 5.2
Perkembangan Indikator Daya Beli Masyarakat (Purchasing Power Parity) menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua............ 60
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia ..................................................................................................... 62 5.2.1
Pengujian Model Terbaik .............................................................. 62
5.2.2
Uji Pelanggaran Asumsi ................................................................ 63
5.2.3
Interpretasi Model .......................................................................... 65 5.2.3.1
Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pendidikan (GOVED) ...................................................................... 65
5.2.3.2
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) .......... 66
5.2.3.3
Rasio Kemiskinan Terhadap Jumlah penduduk (RMISKIN) .................................................................. 68
5.2.3.4
Rasio Bidan, Rasio Dokter, Rasio Perawat terhadap Jumlah Penduduk............................................ 69
5.2.3.5
Rasio Murid SD, SMP, SMA terhadap Guru ................ 72
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan…………………………………………………………………74 6.2. Saran………………………………………………………………………..75 DAFTAR PUSTAKA…………………………….………………………………….76 LAMPIRAN…………………………….…………………………………………...79
iv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1
Indeks Pembangunan Manusia Asia Tenggara tahun 2011 ............................... 3
1.2
Indeks Pembangunan Manusia per Provinsi tahun 2004-2010.......................... 4
1.3
Perbandingan IPM dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Lima Provinsi di Indonesia tahun 2010 ...................................................................... 6
2.1
Indikator IPM................................................................................................... 18
3.1
Data dan Sumber Data ...................................................................................... 27
3.2
Kerangka Identifikasi Autokorelasi ................................................................. 36
4.1
Perkembangan PDRB Provinsi Papua tahun 2009-2011 ................................. 40
4.2
Jumlah sekolah, guru, dan murid menurut jenjang pendidikan di Provinsi Papua tahum 2011 Jumlah sekolah, guru, dan murid menurut jenjang pendidikan di Provinsi Papua tahum 2011 ....................................................... 44
4.3
Indikator Pendidikan di Provinsi Papua tahun 2009-2011 .............................. 44
4.4
Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua 2009-2011...................................... 46
5.1
Pembagian Kategori Menurut Kabupaten/Kota............................................... 53
5.2
Hasil Pengujian Fixed Effect Model ................................................................ 63
5.3
IPM dan PDRB per kapita Provinsi Papua tahun 2005-2010 .......................... 67
5.4
Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua tahun 2007-2010.................. 69
5.5
Jumlah Dokter, Bidan, Perawat di Provinsi Papua .......................................... 71
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.1
PDRB Provinsi Papua Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha 2011 .................................................................................................... .. 7
2.1
Alur Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia............................................................................................................ 13
2.2
Alur Konsep IPM ............................................................................................. 19
2.3
Bagan Kerangka Pemikiran ............................................................................. 25
4.1
Jumlah Penduduk Provinsi Papua 1990, 2000, 2010....................................... 39
4.2
IPM Provinsi Papua tahun 2005-2011 .............................................................. 42
4.3
Persentase Balita di Provinsi Papua Menurut Penolong kelahiran tahun 2012 ........................................................................................................ 47
4.4
Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua tahun 2009-2011 ...................................................................... 49
5.1
IPM menurut kabupaten/kota dan rata-rata IPM di Provinsi Papua tahun 2011 ........................................................................................... …………….. 52
5.2
Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota dan rata-rata angka harapan hidup di Provinsi Papua tahun 2011 .................................................. 55
5.3
Angka Melek Huruf menurut kabupaten/kota dan Rata-rata angka melek huruf di Provinsi Papua tahun 2011................................................................. 57
5.4
Rata-Rata Lama Sekolah menurut kabupaten/kota dan Rata-rata Lama Sekolah di Provinsi Papua tahun 2011 ........................................................... 59
5.5
Kemampuan Daya Beli Masyarakat menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua tahun 2011 ............................................................................................. 61
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Tabel IPM menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ...................................... 79
2.
Tabel Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ......... 80
3.
Tabel Angka Melek Huruf menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ............. 81
4.
Tabel Rata-Rata Lama Sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua ..... 82
5.
Daya Beli Masyarakat menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua .................... 83
6.
Lampiran 6. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Pooled Model ....... 84
7.
Output Eviews dengan Menggunakan Metode Fixed Effect ............................... 85
8.
Output Eviews dengan Menggunakan Metode Random Effect .......................... 86
9.
Chow Test dan Hausmant Test ............................................................................ 87
10. Uji Normalitas ………… .................................................................................... 88 11. Crosssection Effect…….. .................................................................................... 89 12. Uji Multikolinieritas…….................................................................................... 90
1
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan
pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu daerah dan pemerataan pendapatan bagi suatu penduduk suatu daerah. Cara paling mudah untuk mengartikan pembangunan ekonomi adalah dimana pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan. Artinya, ada tidaknya pembangunan ekonomi suatu daerah pada suatu tahun tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dari tahun ke tahun, tetapi juga perlu diukur dari perubahan lain yang berlaku dari
berbagai
aspek
kegiatan
ekonomi
seperti
perkembangan
pendidikan,
perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam infrastruktur yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran masyarakat (Sukirno, 2006). Manusia merupakan kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Oleh karena itu, manusia selalu menjadi sasaran dari pembangunan suatu bangsa. Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat yang menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif. Pembangunan
manusia
menempatkan
manusia
sebagai
tujuan
akhir
dari
pembangunan bukan alat dari dari pembangunan. Keberhasilan pembangunan manusia dapat dilihat dari seberapa besar permasalahan mendasar masyarakat dapat teratasi. Masalah-masalah tersebut meliputi kemiskinan, pengangguran, gizi buruk, dan buta huruf. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diperkenalkan oleh United Nations Development Program (UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan HDR (Human Development Report). IPM menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia yang dapat menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan.
2
IPM atau dikenal dengan sebutan Human Development Index (HDI) merupakan indikator yang di gunakan untuk mengukur salah satu aspek penting yang berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi, yakni derajat perkembangan manusia. IPM mempunyai tiga unsur yaitu kesehatan, pendidikan yang dicapai, dan standar kehidupan atau sering disebut ekonomi. Jadi ketiga unsur ini sangat penting dalam menentukan tingkat kemampuan suatu provinsi untuk meningkatkan IPMnya. Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling memengaruhi satu sama yang lainnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti ketersediaan kesempatan kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Jadi IPM di suatu daerah akan meningkat apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan, nilai IPM yang tinggi menandakan keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah tersebut. Dalam perkataan lain, terdapat suatu korelasi positif antara nilai IPM dengan derajat keberhasilan pembangunan ekonomi (Tambunan, 2003). Kualitas pembangunan manusia menjadi hal yang sangat penting dalam strategi kebijakan nasional untuk pembangunan ekonomi. Penekanan terhadap pentingnya kualitas pembangunan manusia menjadi suatu kebutuhan karena dengan sumber daya yang unggul akan menghasilkan seluruh tatanan kehidupan yang maju diberbagai bidang baik sosial, ekonomi, lingkungan, sehingga kualitas manusia memiliki andil besar dalam menentukan keberhasilan pengolahan pembangunan wilayahnya. Untuk mengukur kualitas manusia dapat dilihat dari capaian angka IPM. Angka IPM terdiri dari tiga komponen yaitu kesehatan, pendidikan, dan kualitas hidup layak. Jadi setiap kabupaten/kota yang memiliki angka IPM yang mendekati angka 100 maka pembangunan manusia yang ada di daerah tersebut semakin baik, sedangkan daerah yang memiliki angka IPM yang mendekati nol maka daerah tersebut memiliki pembangunan manusia yang buruk Adapun kategori tersebut sebagai berikut :
Tinggi
: IPM lebih dari 80.0
Menengah Atas
: IPM 66.0-79.9
Menengah Bawah
: IPM antara 50.0-6.9
Rendah : IPM kurang dari 50.0 (BPS-Bappenas-UNDP, 2001).
3
Perkembangan IPM di Indonesia periode 2004-2009 terus mengalami peningkatan. Perkembangan IPM mempengaruhi peningkatan capaian kualitas pembangunan manusia seiring dengan membaiknya perekonomian negara. Hal ini terjadi karena adanya perubahan satu atau lebih komponen IPM dalam periode tersebut. Perubahan yang dimaksud dapat berupa peningkatan atau penurunan besaran dari komponen IPM yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran rill perkapita. Pada tahun 2011, Indonesia termasuk dalam katagori menengah dalam pembangunan manusia dengan peringkat ke 124 dari 187 negara. Dilihat dari negaranegara tetangga di Asia Tenggara, IPM Indonesia berada satu peringkat di atas Vietnam namun jauh di bawah Singapura, Brunai, Malaysia, Thailand. Meskipun IPM Indonesia meningkat dari tahun ke tahun tetapi Indonesia masih berada pada peringkat yang ke enam di tingkat Asia Tenggara. Hal ini disebabkan karena rendahnya perhatian pemerintah pada aspek pembangunan manusia. Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia Asia Tenggara tahun 2011 No Negara IPM 1 Singapura 86.60 2 Brunai 83.80 3 Malaysia 76.10 4 Thailand 68.20 5 Filipina 64.40 6 Indonesia 61.70 7 Vietnam 59.30 8 Laos 52.40 9 Kamboja 52.30 10 Timor Leste 49.50 11 Myanmar 48.30 Sumber : UNDP, 2012
Indonesia sebagai negara berkembang melakukan pembangunan di segala aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan masyarakat, melakukan dengan bidang ekonomi, sosial, maupun sektoral. Peranan pemerintah dalam pembangunan yaitu dengan melakukan pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi dalam meningkatkan kualitas dan
4
kesejahteraan
masyarakat.
Disamping
itu
pemerintah
berperan
dalam
hal
menyediakan infrastruktur dan pembentukan regulasi bagi proses berjalannya pembangunan. Tabel 1.2 Indeks Pembangunan Manusia per Provinsi tahun 2004-2011 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi NanggroeAceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta * Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua # Indonesia (BPS)
2004 68.70 71.40 70.50 72.20 70.10 69.60 69.90 68.40 69.60 70.80 75.80 69.10 68.90 72.90 66.80 67.90 69.10 60.60 62.70 65.40 71.70 66.70 72.20 73.40 67.30 67.80 66.70 65.40 64.40 69.00 66.40 63.70 60.90 68.70
2005 69.05 72.03 71.19 73.63 70.95 70.23 71.09 68.85 70.68 72.23 76.07 69.93 69.78 73.50 68.42 68.80 69.78 62.42 63.59 66.20 73.22 67.44 72.94 74.21 68.47 68.06 67.52 67.46 65.72 69.24 66.95 64.83 62.08 69.57
2006 69.41 72.46 71.65 73.81 71.29 71.09 71.28 69.38 71.18 72.79 76.33 70.32 70.25 73.70 69.18 69.11 70.07 63.04 64.83 67.08 73.40 67.75 73.26 74.37 68.85 68.81 67.80 68.01 67.06 69.69 67.51 66.08 62.75 70.10
2007 70.35 72.78 72.23 74.63 71.46 71.40 71.57 69.78 71.62 73.68 76.59 70.71 70.92 74.15 69.78 69.29 70.53 63.71 65.36 67.53 73.49 68.01 73.77 74.68 69.34 69.62 68.32 68.83 67.72 69.96 67.82 67.28 63.41 70.59
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2004-2010
Keterangan : * = Provinsi yang mempunyai nilai IPM paling tinggi. # = Provinsi yang mempunyai nilai IPM paling rendah.
2008 70.76 73.29 72.96 75.09 71.99 72.05 72.14 70.30 72.19 74.18 77.03 71.12 71.60 74.88 70.38 69.70 70.98 64.12 66.15 68.17 73.88 68.72 74.52 75.16 70.09 70.22 69.00 69.29 68.55 70.38 68.18 67.95 64.00 71.17
2009 71.31 73.80 73.44 75.60 72.45 72.61 72.55 70.93 72.55 74.54 77.36 71.64 72.10 75.23 71.06 70.06 71.52 64.66 66.60 68.79 74.36 69.30 75.11 75.68 70.70 70.94 69.52 69.79 69.18 70.96 68.63 68.58 64.53 71.76
2010 71.70 74.19 73.78 76.07 72.74 72.95 72.92 71.42 72.86 75.07 77.60 72.29 72.49 75.77 71.62 70.48 72.28 65.20 67.26 69.15 74.64 69.92 75.56 76.09 71.14 71.62 70.00 70.28 69.64 71.42 69.03 69.15 64.94 72.27
5
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Provinsi DKI Jakarta memiliki IPM tertinggi yaitu sebesar 77.60 pada tahun 2010. Sedangkan Provinsi Papua dari tahun 2004-2010 memiliki IPM yang paling kecil diantara provinsi-provinsi yang lain. Pada tahun 2010 IPM Provinsi Papua sebesar 64.94, angka ini masih jauh dibawah IPM Indonesia secara keseluruhan yaitu sebesar 72.27. Hal ini dapat diakibatkan bahwa kurangnya peranan pemerintah untuk meningkatkan pembangunan masyarakat terhadap ketiga dibidang yaitu: pendidikan, ekonomi, dan kesehatan pada Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan provinsi yang penting di Indonesia karena kaya akan sumberdaya alam berupa tambang migas dan non migas. Hasil kegiatan ekonomi tersebut seharusnya mampu memberikan sumbangan nilai tambah yang cukup besar bagi perekonomian Provinsi Papua maupun kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua. Akan tetapi, hal ini tidak mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dapat dilihat pada Tabel 1.2, dari seluruh nilai IPM di provinsi-provinsi Indonesia, Provinsi Papua memiliki nilai IPM yang paling rendah yaitu di rangking 33 dari seluruh Provinsi yang ada di Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kondisi yang beragam dan perbedaan keadaan geografis, demokratis, sosial, dan sumberdaya alam maupun tingkat kemajuan ekonomi. Di setiap provinsi di Indonesia mempunyai potensi daerah yang berbeda-beda. Adanya perbedaan potensi disetiap daerah menyebabkan adanya perbedaan kinerja pembangunan antar daerah, keberhasilan tingkat kesejahteraan masyarakat dan Indeks Pembangunan Manusia antar daerah. Pembangunan manusia tidak hanya dapat diukur dengan tingkat pendapatan masyarakat saja, akan tetapi dapat dilihat dari aspek sosial maupun ekonomi suatu daerah. Perbaikan indikator ekonomi tidak serta merta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, kemiskinan harus diatasi secara menyeluruh dan tidak cukup hanya dilakukan dari sisi pembangunan ekonomi saja, akan tetapi
6
pembangunan manusia diduga sangat penting dalam mengurangi kemiskinan. Hal ini karena pendidikan dan kesehatan yang baik memungkinkan penduduk miskin untuk meningkatkan nilai asetnya (Lanjouw, Pradhan, Saadah, Sayed, dan Sparrow, 2001 dalam Hidayat,2008). Indikator IPM terdiri dari penilaian terhadap tingkat masyarakat. Nilai IPM Provinsi Papua, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara memiliki rata-rata IPM paling rendah di Indonesia, yang sebagian besar berada di wilayah Indonesia Timur. Sedangkan provinsi-provinsi di Pulau Jawa memiliki ratarata variabel IPM paling tinggi di Indonesia. Dari ke lima provinsi tersebut, Provinsi Papua mempunyai IPM paling rendah yaitu sebesar 64.94, hal ini menunjukkan bahwa pembangunan manusia yang ada di Provinsi Papua masih rendah dari ke lima Provinsi yang ada di Tabel 1.3. Sedangkan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nya paling tinggi yaitu sebesar 22407 miliar rupiah. Sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki nilai PDRB terendah pada tabel di bawah ini, akan tetapi angka IPM nya memiliki urutan ke tiga dari lima provinsi tersebut.
Hal ini
menunjukkan bahwa Provinsi Papua sebenarnya memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah dan memiliki potensi untuk meningkatkan angka IPM nya. Tabel 1.3 Perbandingan IPM dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Lima Provinsi di Indonesia tahun 2010 Provinsi PDRB (Milyar Rp) IPM Papua Barat 9366 69.15 Papua 22407 64.94 Maluku Utara 3036 69.03 Maluku 4251 71.42 Nusa Tenggara Timur 12544 67.26 Nusa Tenggara Barat 20070 65.20 Sumber : BPS Provinsi Papua, 2011
Sumber daya alam yang melimpah dilihat dari nilai PDRB Provinsi Papua menurut lapangan dan usaha 2011 yang terdapat pada Gambar 1.1. Pertambangan dan penggalian mempunyai nilai terbesar dari keseluruhan nilai-nilai PDRB di Provinsi
7
Papua, diikuti dengan nilai pertanian untuk memadai meningkatnya IPM di wilayah tersebut. 2562.33 858.34
3842.41
1910.11 1840.84 2378.49 54.16
601.47
7089.38
Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangnan, Sewa & jasa perusahaan Jasa-jasa
Sumber : BPS Provinsi Papua, 2011
Gambar 1.1 PDRB Provinsi Papua Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha 2011 (Miliar Rp) Dari sumber daya alam yang sangat besar yang terdapat pada tabel dan gambar diatas, seharusnya Provinsi Papua mampu untuk meningkatkan angka IPM kearah angka 100 dan mampu bersaing dengan wilayah-wilayah yang lain yang ada di Indonesia. Oleh karena itu perumusan masalah yang dianalisis dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana perkembangan indeks pembangunan manusia dan komponennya pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Papua?
2.
Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pembangunan manusia di Provinsi Papua?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari
penelitian ini adalah : 1.
Menganalisis perkembangan indeks pembangunan manusia dan komponennya pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Papua.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan manusia di Provinsi Papua.
8
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak pemerintah, masyarakat dan kalangan akademis. Manfaat-manfaat tersebut diantaranya adalah : 1.
Pemerintah dapat menggunakan hasil dari penelitian ini untuk membuat kebijakan guna pembangunan manusia di Provinsi Papua.
2.
Sebagai bahan studi literatur bagi para ekonom dalam mengkritisi dan memberikan rekomendasi
terhadap permasalahan ekonomi
yang
ada,
khususnya terkait dengan pembangunan manusia. 3.
Kalangan akademisi dapat menambah ilmu pengetahuan dan menjadikan penulisan ini sebagai bahan rujukan dalam membuat karya ilmiah maupun penelitian selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas mengenai perkembangan indeks pembangunan
manusia dan faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan manusia di Provinsi Papua. Perkembangan indeks pembangunan manusia dilihat dari Indikator kesehatan, pendidikan, dan perekonomian masyarakat. Data yang digunakan adalah data cross section berupa kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua serta data time series dari tahun 2009-2011. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program eviews 6. Referensi penelitian diperoleh dari perpustakaan IPB, perpustakaan BPS, jurnaljurnal dan referensi lainnya yang mendukung penelitian. Agar penulisan dan pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah pada tujuan yang hendak dicapai, maka perlu dilakukan pembatasan pada ruang lingkup penelitian, yaitu: 1.
Analisis
tentang
pembangunan
manusia
difokuskan
untuk
melihat
perkembangan indeks pembangunan manusia di setiap kabupaten/kota Provinsi Papua. Analisis ini difokuskan terhadap beberapa indikator yang dianggap dapat mempresentasikan perkembangan IPM di Provinsi Papua, antara lain; angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan angka
9
paritas daya beli masyarakat yang ada seluruh kabupaten/kota di Provinsi Papua. 2.
Analisis tentang faktor-faktor yang memengaruhi IPM di Provinsi Papua menggunakan produk domestik regional bruto Provinsi Papua, pengeluaran pemerintah terhadap pendidikan, rasio kemiskinan, infrastruktur, rasio dokter, rasio bidan, rasio perawat, rasio murid SD, rasio murid SMP, rasio murid SMA. Namun, indikator infrastruktur tidak dibahas dalam penelitian ini karena keterbatasan data yang tersedia.
10
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pembangunan Manusia Menurut BPS, pemikiran tentang pembangunan telah mengalami pergeseran, yaitu dari pembangunan yang berorientasi pada produksi (production centered development) pada dekade 60-an ke paradigma pembangunan yang lebih menekankan pada distribusi hasil-hasil pembangunan (distribution growth development) selama dekade 70-an. Selanjutnya pada dekade 80-an, muncul paradigma pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (basic need development), dan akhirnya menuju paradigma pembangunan yang terpusat pada manusia (human centered development) yang muncul pada tahun 1990-an. Ada enam alasan mengapa paradigma pembangunan manusia ini bernilai penting, yaitu: (1) Pembangunan bertujuan akhir meningkatkan harkat dan martabat manusia; (2) Mengemban misi pemberantasan kemiskinan; (3) Mendorong peningkatan produktivitas secara maksimal dan meningkatkan kontrol atas barang dan jasa; (4) Memelihara konservasi alam (lingkungan) dan menjaga keseimbangan ekosistem; (5) Memperkuat basis civil society dan institusi politik guna mengembangkan demokrasi; dan (6) Merawat stabilitas sosial politik yang kondusif bagi implementasi pembangunan (Basu dalam Pambudi, 2008) Menurut UNDP dalam BPS 2008, pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (a process of enlarging people’s choices). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah penduduk, karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian dan pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak
11
hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (capability) manusia tetapi juga pada upayaupaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal. Pembangunan manusia menjadi dasar penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya. Pembangunan manusia melihat secara bersamaan semua isu dalam masyarakat seperti pertumbuhan ekonomi, perdagangan, ketenagakerjaan, kebebasan politik ataupun nilai-nilai kultural dari sudut pandang manusia. Dengan demikian pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan sektor sosial tetapi merupakan pendekatan komprehensif dari semua sektor (BPS, BAPPENAS, UNDP, 2001). Pembangunan manusia ditujukan untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam semua proses dan kegiatan pembangunan. Keberhasilan pembangunan ini seringkali dilihat dari pencapaian kualitas sumber daya manusianya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di wilayahnya, baik dari aspek fisik (kesehatan), aspek intelektualitas (pendidikan), aspek kesejahteraan ekonomi (berdaya beli), serta aspek moralitas (iman dan ketaqwaan) sehingga partisipasi rakyat dalam pembangunan akan dengan sendirinya meningkat.
2.2 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Todaro (2000), pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan yang semakin besar. Menurut Salvatore (1997), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dimana Produks Domestik Bruto (PDB) riil per kapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas per kapita. Sasaran berupa kenaikan produksi rill per kapita dan taraf hidup (pendapatan riil per kapita) merupakan tujuan utama yang perlu dicapai melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber produksi.
12
Kuznets mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka penjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barangbarang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis Negara yang bersangkutan. Teori klasik juga membahas pertumbuhan ekonomi dengan penekanan pada akumulasi kapital yang dapat meningkatkan output. Asumsinya bahwa fleksibilitas harga dan upah akan menciptakan kesempatan kerja penuh. Model pertumbuhan klasik didasari oleh dua faktor utama, yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk (Jhingan, 2003). Adam Smith dalam Mailendra (2009) mengatakan bahwa peningkatan output atau pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu peningkatan spesialisasi kerja, sistem pembagian kerja, dan penggunaan mesin untuk meningkatkan produktivitas.
2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik, sesuai dengan yang dikatakan Mubyarto (2004). Menurut Todaro (2000), sumber daya manusia dari suatu bangsa merupakan faktor paling menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi dari bangsa yang bersangkutan. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia dapat dijelaskan melalui dua jalur seperti yang digambarkan pada Gambar 2.1. Jalur pertama adalah melalui kebijakan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini, faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk subsektor sosial yang meliputi belanja publik. Besarnya pengeluaran tersebut mengindikasikan besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia.
13
Kebijakan dan pengeluaran pemerintah Rasio
pengeluaran pemerintah
Pertumbuhan Ekonomi
Distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan
sosial
Pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar
Rasio tingkat pendidikan , pelayanan kesehatan, pelayanan air bersih dan sanitasi
Pembangu nan manusia
Sumber : Soebono, 2005
Gambar 2.1 Alur hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal ini, faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggota keluarganya, biaya pelayanan pendidikan dan kesehatan dasar, serta untuk kegiatan lain yang serupa. Selain pengeluaran pemerintah dan rumah tangga, hubungan antara kedua variabel itu berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat penting karena merupakan jembatan yang mengkaitkan antara keduanya (UNDP, 2008). Kecenderungan rumah tangga untuk membelanjakan pendapatan bersihnya pada barang-barang yang memiliki kontribusi langsung dalam pembangunan manusia, seperti makanan, air, pendidikan dan kesehatan sangat tergantung dari sejumlah faktor seperti tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan antar rumah tangga. Secara umum diketahui bahwa sebagian besar porsi pendapatan penduduk miskin dihabiskan untuk konsumsi dibandingkan dengan penduduk kaya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembangunan manusia bukan hanya ditentukan oleh tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan saja, melainkan juga peran pemerintah dalam kebijakan pengeluarannya.
14
Alokasi sumber daya untuk pembangunan manusia dari sisi pemerintah merupakan fungsi dari tiga hal, yaitu total pengeluaran sektor pemerintah, berapa banyak yang dialokasikan ke sektor pembangunan manusia, dan bagaimana anggaran tersebut dialokasikan ke sektor sosial. Dengan kata lain, pengaruh pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi akan lebih meyakinkan jika memang ada kebiasaan untuk mendukung pendidikan yang baik, tingkat investasi yang tinggi, distribusi pendapatan yang lebih merata, dukungan untuk modal sosial yang lebih baik, serta kebijakan ekonomi yang memadai. Namun, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara empiris terbukti tidak bersifat otomatis. Banyak wilayah yang mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi tanpa diikuti oleh pembangunan manusia yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Bukti tersebut tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi tidak penting bagi pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi justru merupakan sasaran utama bagi pembangunan manusia, terutama pertumbuhan ekonomi yang merata secara sektoral dan kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja. Hubungan yang tidak otomatis ini sesungguhnya merupakan tantangan bagi pemerintah untuk merancang kebijakan yang baik sehingga hubungan keduanya bersifat saling memperkuat.
2.4 Indeks Pembangunan Manusia IPM merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu : lama hidup, yang diukur dengan angka harapan ketika lahir, pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas dan standar hidup yang diukur dengan konsumsi per kapita (BPS, BAPENAS, UNDP, 2004). Rancangan pembangunan manusia yang sesungguhnya adalah menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, dan bukan sebagai alat bagi pembangunan. Hal ini berbeda dengan konsep pembangunan yang memberikan perhatian
utama
pada
pertumbuhan
ekonomi,
pembangunan
manusia
15
memperkenalkan konsep yang lebih luas dan lebih konferhensif yang mencakup semua pilihan yang dimiliki oleh manusia di semua golongan masyarakat pada semua tahapan pembangunan. Pembangunan manusia juga merupakan perwujudan tujuan jangka panjang dari suatu masyarakat, dan meletakkan pembangunan disekeliling manusia, bukan manusia di sekeliling pembangunan. Menurut Human Development Report (HDR) dalam BPS, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas), UNDP (2001), paradigma pembangunan manusia terdiri dari empat komponen utama, yakni : 1.
Produktifitas, masyarakat harus dapat meningkatkan produktifitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis pembangunan manusia.
2.
Pemerataan, masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat dari kesempatan ini.
3.
Kesinambungan, akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup, harus dilengkapi.
4.
Pemberdayaan, pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. Laporan tahun 1995 yang dikutip dalam Hendrani (2012) mencantumkan
paradigma pembangunan manusia yang mencakup empat komponen, yaitu: produktivitas, persamaan, kesinambungan, dan pemberdayaan. Paradigma baru ini mengoreksi prinsip dan pendekatan pembangunan yang beriorentasi pada hal-hal berikut : 1.
Teori pertumbuhan ekonomi menekankan pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan akhir pembangunan. Pembangunan manusia menekankan bahwa walaupun pertumbuhan ekonomi sangat perlu bagi pembangunan manusia, namun
16
pertumbuhan ekonomi hanyalah merupakan suatu faktor atau cara, bukan suatu tujuan pembangunan. Sejumlah fakta yang termuat dalam laporan UNDP menunjukkan tidak adanya hubungan yang otomatik antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kemajuan dalam pembangunan manusia. 2.
Teori-teori modal manusia (human capital formation) dan pembangunan sumberdaya manusia (human resources development) memandang manusia sebagai alat untuk meningkatkan pendapatan dan kekayaan ketimbang menekan aspek pemberdayaan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan. Teori-teori ini memandang manusia sebagai input atau faktor produksi yang digunakan untuk meningkatkan produksi. Dengan demikian, manusia yang tidak atau kurang mampu berproduksi dipandang sebagai beban. Dalam prinsip pembangunan manusia, tidak dikenal segmen penduduk yang dianggap sebagai beban dalam pembangunan. Pembangunan harus dapat menawarkan pilihanpilihan bagi berbagai segmen penduduk menurut potensi yang dimiliki dengan memperhatikan kemerdekaan dan martabat manusia.
3.
Pendekatan kebutuhan kesejahteraan manusia (the human welfare need approach) melihat manusia semata-mata sebagai penerima dalam proses pembangunan, sedangkan konsep pembangunan manusia menekankan perlunya memperluas pilihan agar manusia selain dapat menikmati hasil-hasil pembangunan juga mampu berpartisipasi secara aktif dalam berbagai aspek pembangunan itu sendiri.
4.
Pendekatan kebutuhan dasar (the basic need approach) memusatkan perhatian pada barang dan jasa yang justru bisa memperluas kesenjangan kebutuhan antar kelompok penduduk. Pendekatan ini lebih memperhatikan aspek penyediaan barang dan jasa ketimbang implikasinya terhadap perluasan pilihan bagi berbagai kelompok penduduk itu.
Angka Harapan Hidup ketika lahir merupakan suatu perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk yang dilahirkan pada tahun tersebut (BPS, 2001). Angka Harapan Hidup ini dapat
17
dijadikan sebagai tolok ukur indikator kesehatan. Semakin tinggi Angka Harapan Hidup suatu masyarakat mengindikasikan tingginya derajat kesehatan masyarakat tersebut. Angka Melek Huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam kehidupan sehari-hari (BPS, 2001) dan Rata-rata Lama Sekolah adalah lama sekolah (tahun) penduduk usia 15 tahun keatas. Seperti halnya Angka Harapan Hidup sebagai indikator kesehatan, Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menggambarkan status keadaan pendidikan suatu masyarakat. BPS (2001) mengemukakan bahwa rendahnya Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah dapat disebabkan oleh kurangnya fasilitas pendidikan dan biaya pendidikan yang mahal dan terkait dengan kemiskinan. Kemampuan Daya Beli Penduduk atau Purchasing Power Parity (PPP) merupakan suatu indikator yang digunakan untuk melihat kondisi ekonomi masyarakat dalam menghitung IPM. Kemampuan daya beli ini lebih mencerminkan kemampuan masyarakat secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya, dan sangat jauh berbeda dengan PDRB per kapita atau yang dikenal dengan income per capita. Untuk mengukur standar hidup layak, data PDRB per kapita tidak dapat digunakan karena bukan ukuran yang peka untuk kemampuan daya beli penduduk. Oleh sebab itu, penghitungan daya beli penduduk menggunakan konsumsi per kapita yang kemudian disesuaikan.
2.4.1 Tahapan Perhitungan IPM Tahapan pertama perhitungan IPM adalah menghitung indeks masing masing komponen IPM (e0), pengetahuan, dan standar hidup layak dengan hubungan matematis sebagai berikut : Indeks X(i) = (X(i)-X(i)min)/(X(i)maks-X(i)min)……………………………….(2.1) Dimana : X(i) : indikator komponen IPM ke-i (i=1,2,3) Xmaks : nilai maksimum Xi
18
Xmin : nilai minimum Xi Persamaan diatas akan menghasilkan bila 0 ≤ Xi ≤ 1, untuk mempermudah cara membaca skala dinyatakan dalam 100 persen sehingga nilainya menjadi 0 ≤ Xi ≤ 100. Indikator yang digunakan sebagai ukuran nilai maksimum dan minimum dari setiap faktor adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Indikator IPM Indikator Angka Harapan Hidup (Tahun) Angka Melek Huruf (%) Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) Konsumsi Rill Per Kapita (Tahun)
Nilai Nilai Maksimum Minimum 85 25 100 0 15 0 732.720 300.000
Keterangan UNDP UNDP UNDP UNDP (disesuaikan)
Sumber : UNDP, 2008
Tahapan kedua perhitungan IPM adalah menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indeks Xi dengan hubungan matematis : IPM = 1/3 [X(1) + X(2) +X(3)]……………….(2.2) Dimana : X1 X2 X3
: indeks harapan hidup : indeks pendidikan : [2/3 (indeks melek huruf) + (indeks rata-rata lama sekolah)] : indeks konsumsi per kapita yang disesuaikan
19
Secara singkat konsep IPM dapat digambarkan sebagai berikut : IPM
Dimensi Umur Panjang dan Pengetahuan
Standar Kehidupan
Hidup Sehat
Layak
Indikator Harapan Hidup Tingkat Melek Rata-Rata saat Lahir
Huruf (lit)
Pengeluaran rill
Lama
perkapita (PPP
Sekolah
rupiah)
(MYS) Dimension Indeks Harapan Indeks
Indek Pendapatan
Hidup Indeks Pendidikan Indeks Pembangunan Manusia
Sumber : BPS, 2010
Gambar 2.2 Alur Konsep IPM 2.5
Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan Indeks Pembangunan Manusia, pernah
dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya. Alam (2006) dengan judul Disparitas Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Bekasi pada tahun 1996-2004. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa tingkat ketimpangan
pendapatan
antar
kecamatan
di
Kabupaten
Bekasi
serta
kecenderungannya dan menganalisis faktor-faktor sosial dan ekonomi yang mempengaruhi IPM di Kabupaten Bekasi. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan Analisis Weighted Coefficient Variation ( CVw) atau Williamson (Iw). Nilai indeks berkisar antara nol dan satu. Alat Analisis yang kedua adalah Tipelogi Klaasen dengan melihat perbandingan antara laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan PDRB per kapita kecamatan terhadap angka LPE dan PDRB perkapita rata-rata kabupaten. Sedangkan alat analisis selanjutnya adalah regresi data panel dengan IPM sebagai variabel bebas, dan variabel terikatnya terdiri dari PDRB per kapita kecamatan, sarana pendidikan (jumlah gedung SD), rasio guru SD, jumlah sarana kesehatan, rasio
20
tenaga medis per 1000 penduduk, kepadatan penduduk kecamatan, dan akses penduduk terhadap air bersih. Penelitian ini menunjukkan kesimpulan PDRB, rasio guru terhadap murid SD, kepadatan penduduk, dan rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih signifikan mempengaruhi IPM di Kabupaten Bekasi dan disparitas pendapatan yang tinggi di Kabupaten Bekasi tidak serta merta menyebabkan tingginya disparitas IPM. Ginting (2008) dengan judul Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh konsumsi rumah tangga untuk makanan dan bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, rasio penduduk miskin dan krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data time series dan cross section atas 26 provinsi pada periode 1996, 1999, 2002, 2004, 2005 dan 2006. Analisis data menggunakan metode random effect. Penggunaan metode ini dapat menjelaskan perbedaan karakteristik pembangunan manusia masing-masing provinsi, sehingga lebih representatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara konsumsi rumah tangga untuk makanan dan bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, rasio penduduk miskin dan krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia di Indonesia. Besarnya pengaruh tersebut ditunjukkan oleh nilai koefien regresi variabel-variabel bebas, yakni: –0.9829 untuk variabel konsumsi rumah tangga untuk makanan, 1.2774 untuk konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan, 26,6791 untuk pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan –0.214 untuk rasio penduduk miskin. Variabel dummy menunjukkan pengaruh negatif. Pambudi (2008) dengan judul “Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat”. Data yang digunakan yaitu : APBD kabupaten/kota di Jawa Barat terdiri dari PAD (pajak, retribusi, laba badan usaha milik daerah, dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah) dan DAU; data IPM (AHH, AMH, RLS, dan PPP). Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Panel Data. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kemandirian fiskal dan perkembangan pencapaian IPM antar daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, serta melihat perbedaan keberhasilan
21
pembangunan kabupaten dan perkotaan. Selain itu, dalam penelitian ini juga menganalisis hubungan antara tingkat kemandirian fiskal dengan IPM di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan data IPM kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat selama tahun 2002 hingga tahun 2006. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk melihat perkembangan pencapaian IPM dan komponen penyusunnya serta tingkat kemandirian fiskal yang dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat selama tahun 2002 hingga tahun 2006. Analisis kuantitatif dengan metode panel data dilakukan untuk melihat hubungan antara PAD dengan DAU, hubungan antara PAD dengan IPM, serta hubungan antara komponen PAD dengan IPM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian komponen IPM, antara lain Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Purchasing Power Parity (PPP) kabupaten/kota di Jawa Barat untuk daerah perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan daerah kabupaten. Nilai IPM kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat secara rata-rata tergolong dalam kategori menengah tinggi, dan pencapaian daerah perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan daerah kabupaten. Tingkat kemandirian fiskal daerah yang dilihat dari angka PAD menunjukkan bahwa daerah perkotaan memiliki tingkat kemandirian yang lebih baik jika dibandingkan daerah kabupaten. Secara keseluruhan tingkat kemandirian daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tergolong dalam kategori sangat kurang. Hidayat (2008) dengan judul “Analisis Hubungan Komponen Indeks Pembangunan Manusia dengan Kemiskinan di Provinsi Jawa Barat”. Data penelitian diambil pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. Data yang digunakan yaitu persentase jumlah penduduk miskin, data angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, pengeluaran per kapita yang disesuaikan, infrastruktur sosial, pengangguran dan beban ketergantungan. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif untuk menganalisis perkembangan komponen indeks pembangunan manusia yang diduga berpengaruh terhadap kemiskinan, sedangkan panel data
22
digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan di Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang secara siginfikan pada taraf nyata lima persen berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat yaitu angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, kemampuan daya beli dan tingkat pengangguran. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Jawa Barat yaitu angka melek huruf, skor infrastruktur sosial, dan angka beban ketergantungan. Maliendra (2009) menganalisis Dampak Pemekaran Wilayah dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Barat periode tahun 2002-2006. Data yang digunakan adalah data anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota di Jawa Barat, data Basis untuk analisis indeks pembangunan manusia, dan Jawa Barat dalam angka.
Periode waktu yang digunakan terbagi
menjadi dua yaitu tahun 2002-2003 periode sebelum adanya pemekaran dan tahun 2004-2006 periode setelah adanya pemekaran. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perkembangan IPM Jabar sebelum dan setelah adanya pemekaran. Selain itu juga akan dianalisis dampak pemekaran dan faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan manusia Jabar sehingga didapatkan rekomendasi kebijakan guna mewujudkan visi IPM Jabar sebesar 80 pada 2010. Pada penelitian ini, untuk melihat dampak pemekaran wilayah dan faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan manusia Jawa Barat digunakan analisis deskriptif dan panel data. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan IPM sebelum dan setelah adanya pemekaran wilayah serta untuk melihat dampak pemekaran dengan membandingkan capaian IPM daerah induk dan daerah baru. Sedangkan analisis panel data digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jabar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IPM seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat mengalami peningkatan. Daerah baru hasil pemekaran memiliki IPM lebih tinggi dari daerah induk. Selain daerah baru, wilayah kota memiliki nilai IPM yang relative lebih tinggi dibanding kabupaten. Laju pertumbuhan IPM sebelum pemekaran memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan setelah pemekaran. Dari hasil pengolahan data dengan model fixed effect GLS,
23
diketahui bahwa variabel yang secara signifikan mempengaruhi pembangunan manusia Propinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5 persen adalah tingkat kemiskinan, PDRB per kapita, dan belanja publik. Yuliati (2012) menganalisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal daru Badan Pusat Statistik dan sumber lainnya dengan peiode waktu yang digunakan adalah tahun 2007-2010. Penelitian mencakup seluruh kabupaten perbatasan darat sebanyak 16 kabupaten pada empat provinsi yaitu : Kalimantan Barat (Sambas, Bengkayang, Sintang, Sanggau, dan Kapuas Hulu), Kalimantan Timur tiga kabupaten (Nunukan, Malinau, dan Kutai Barat), Nusa Tenggara Timur tiga kabupaten (Kupang, Belu, dan Timor Tengah Utara), dan Papua empat kabupaten (Marauke, Boven Digoel, Pegunungan Bintang, dan Keerom) dan satu kota yaitu Jayapura. Metode analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian terdiri dari analisis deskriptif dan ekonometrika. Analisis deskriptif digunakan untuk mengkaji dinamika indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan darat Indonesia. Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data panel yaitu untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi indeks pembangunan manusia. hasil deskriptif yaitu diantar tiga indeks pembentuk IPM, indeks pendidikan mempunyai nilai yang terbesar hampir disemua kabupaten/kota di wilayah perbatasan. Berdasarkan hasil estimasi regresi data panel terhadap faktor-faktor yang memengaruhi indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan diperoleh hasil sebagai berikut: variabel yang signifikan berpengaruh positif adalah PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan infrastuktur jalan. Selanjutnya variabel yang signifikan berpengaruh negatif adalah persentase penduduk miskin, pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan, rasio tenaga pendidikan tingkat SD dan rasio tenaga kesehatan. Sedangkan variabel yang tidak signifikan berpengaruh adalah rasio tenaga pendidikan SMP dan tingkat pengangguran terbuka. Jika ditinjau berdasarkan nilai koefisiennya, maka variabel yang mempunyai pengaruh besar
24
terhadap indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan darat Indonesia adalah infrastruktur jalan dengan nilai koefisen sebesar 3.0589. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu dengan penelitian ini terletak pada penambahan variabel seperti rasio bidan terhadap jumlah penduduk, rasio perawat terhadap jumlah penduduk yang berpengaruh pada IPM, dengan menggunakan metode ekonometrika yaitu analisis panel data dan diikuti dengan analisis deskriptif perhitungan analisis IPM dan faktor-faktor yang memengaruhi di setiap kabupaten/kota pada tahun 2009-2011 di Provinsi Papua. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu dengan penelitian ini terletak pada lokasi penelitian yang diambil pada Provinsi Papua dan penambahan variabel seperti rasio jumlah penduduk terhadap bidan, rasio jumlah penduduk terhadap perawat yang berpengaruh pada IPM, dengan menggunakan metode ekonometrika yaitu analisis panel data dan diikuti dengan analisis deskriptif perhitungan analisis IPM dan faktor-faktor yang memengaruhi di setiap kabupaten/kota pada tahun 2009-2011 di Provinsi Papua.
2.6
Kerangka Pemikiran Operasional Konsep pembangunan selama ini hanya menekankan pada pertumbuhan
ekonomi (economic growth), padahal pencapaian kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya dengan menekankan pada pembangunan ekonomi dan infrastruktur fisik, melainkan juga dengan pembangunan manusia (human development). Adanya pergeseran paradigma pembangunan memerlukan keselarasan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat dari besarnya PDRB, tetapi juga ditunjukkan dari capaian IPM. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Provinsi Papua berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, karena SDM merupakan salah satu input dalam proses produksi, yang selanjutnya akan memengaruhi pembangunan ekonomi. Oleh karena itu perlu perhatian yang serius terhadap pembangunan SDM. Untuk meningkatkan kualitas SDM, salah satu indikatornya adalah IPM. Meningkatnya IPM akan berdampak pada pencapaian pembangunan. Strategi untuk meningkatkan IPM secara
25
efektif adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian IPM tersebut. IPM adalah komponen dari sumber daya alam yang merupakan nilai komposit dari tiga komponen yaitu indeks kesehatan, indeks pendidikan dan indeks ekonomi. Indeks kesehatan terdiri dari angka harapan hidup, indeks pendidikan terdiri dari angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan indeks ekonomi dilihat dari rata-rata kemampuan daya beli rumah tangga Strategi untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia secara efektif adalah dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi peningkatan indeks pembangunan manusia, sehingga bisa dijadikan faktor penting dalam menentukan kebijakan. Secara keseluruhan kerangka pemikiran penelitian ini seperti pada Gambar 2.3 dibawah ini : Pembangunan Ekonomi Kondisi SDM diukur dengan IPM
Pendidi
Keseh
Ekon
kan
ata
o
n Analisis Deskriptif
m Regresi i Panel Data Faktor-Faktor yang mempengaruhi IPM
Rekomendasi
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran
26
2.7
Hipotesis Penelitian Hipotesa adalah jawaban sementara yang diambil untuk menjawab permasalahan
yang ada yang diajukan oleh peneliti yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Berdasarkan hal itu hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : 1.
Pendapatan Domestik Regional Bruto berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
2.
Pengeluaran Pemerintah di bidang pendidikan berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
3.
Rasio jumlah penduduk terhadap jumlah bidan berpengaruh negatif terhadap Indeks Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
4.
Rasio jumlah penduduk terhadap jumlah perawat berpengaruh negatif terhadap Indeks Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
5.
Rasio jumlah penduduk terhadap jumlah dokter berpengaruh negatif terhadap Indeks Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
6.
Rasio jumlah penduduk
terhadap penduduk miskin berpengaruh negatif
terhadap Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011. 7.
Rasio murid SD terhadap guru berpengaruh negatif terhadap Indeks Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
8.
Rasio murid SMP terhadap guru berpengaruh negatif terhadap Indeks Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
9.
Rasio murid SMA terhadap guru berpengaruh negatif terhadap Indeks Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun 2009-2011.
27
III.
3.1
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder. Data
sekunder ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Kementrian Keuangan, hasil penelitian terdahulu, literature untuk melengkapi data–data yang diperlukan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel yang merupakan penggabungan antara data time series dan cross section. Time series yang digunakan berupa data sekunder tahunan periode 2009-2011. Cross section yang digunakan adalah seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua. Data yang digunakan dalam pembentukan variabel dependen dan independen untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi IPM di Provinsi Papua dalam penelitian ini adalah terdapat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Data dan Sumber Data No. Data yang Digunakan Sumber 1. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua tahun BPS Provisi Papua 2009-2011 2. Produks Domestik Regional Bruto Provinsi Papua BPS Provinsi Papua tahun 2009-2011 3. Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pendidikan Kemetrian Keuangan Provinsi Papua tahun 2009-2010 4. Jumlah Penduduk, Jumlah Guru, Jumlah Siswa, BPS Provinsi Papua Jumlah Dokter, Jumlah Bidan, Jumlah Perawat, Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Papua tahun 2009-2011 3.2
Lokasi dan Pengolahan Data Penelitian Lokasi penelitian terdapat pada Provinsi Papua yang merupakan wilayah timur
Indonesia yang memiliki beberapa permasalahan dalam pembangunan manusia yang masih bisa dikembangkan dari pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Papua merupakan bahan analisis dalam penelitian ini. Waktu penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 sampai dengan 2011.
28
Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan Software Microssoft Excel 2007 dan Eviews 6. Microssoft Excel digunakan untuk membuat tabel dan grafik demi menunjang analisis deskriptif. Sedangkan Eviews 6 digunakan untuk membuat analisis regresi data panel mengenai faktor-faktor yang memengaruhi indeks pembangunan manusia di Provinsi Papua.
3.3
Metode Analisis Data Metode analisis data menggunakan dua metode analisis yaitu analisis deskriptif
dan analisis kuantitatif. Metode deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data-data untuk menyajikan informasi didalam suatu kumpulan data supaya mudah di interpretasikan. Analisi kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis Panel Data. Metode ini digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan manusia di Provinsi Papua.
3.3.1 Metode Analisis Deskriptif Analisis deskriptif memberikan informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih sederhana dan ringkas sehingga diperoleh penjelasan dan penafsiran yang dibutuhkan dalam menjawab permasalahan yang diajukan. Penyusunan tabel, grafik dan diagram dan besaranbesaran nilai lain di berbagai sumber terkait termasuk dalam kategori analisis deskriptif ini. Metode analisis deskriptif ini digunakan untuk menganalisis perkembangan
indeks
pembangunan
manusia
dan
komponennya
disetiap
kabupaten/kota di Provinsi Papua.
3.3.2 Analisis Panel Data Menurut Gujarati (2004), data panel (pooled data) atau yang disebut juga data longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu, sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu
29
ke waktu terhadap suatu individu. Metode data panel merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series atau cross section. Kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel : 1.
Dapat mengendalikan heterogenitas individu atau unit cross section.
2.
Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas diantara variabel, memperbesar derajat bebas dan lebih efisien.
3.
Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series.
4.
Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model pelaku (behavioral models) yang compleks dibandingkan dengan model data cross section maupun time series.
5.
Dapat diandalkan untuk studi dynamic of adjusmant. Estimasi model menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode,
yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap (fixed effect) dan efek random (random effect).
3.3.2.1 Metode Pooled Least Square Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan motode kuadrat terkecil biasa, yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool. Misalnya dalam persamaan berikut ini : Yu =
+
xjitβj + εij
untuk i= 1,2,....,N....…….……..…..(3.1)
Yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, akan dapat diperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien, dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. Akan tetapi jika menggunakan metode Pooled Least Square, perbedaan antar individu maupun antar waktu tidak akan terlibat.
30
Diamana : N T
= Jumlah data cross section = Jumlah data time series
3.3.2.2 Metode Efek Tetap (Fixed Effect) Kesulitan terbesar dalam metode kuadrat terkecil biasa adalah adanya asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan, baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variabel ) untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun time series (Baltagi, 2001). Persamaan fixed effect dapat dituliskan dalam persamaan berikut ini : Yit = αi + βjxjit + eit…………………………………………….……………….…..….(3.2) Dimana: Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i αi = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit βj = parameter untuk variabel ke j xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom. Keputusan memasukan variabel boneka ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat kita pungkiri, dengan melakukan penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang akhirnya akan mempengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi. Pada metode fixed effect, estimasi dapat dilakukan tanpa pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy Variable (LSDV) dan dengan pembobotan (cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section (Gujarati, 2004).
3.3.2.3 Metode Efek Random (Random Effect) Keputusan untuk memasukan variabel dummy dalam model fixed Effect memiliki konsekuensi berkurangnya degree of freedom yang akhirnya dapat
31
mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Oleh karena itu, dalam model data panel dikenal pendekatan yang ketiga yaitu model efek acak (Baltagi, 2001). Model ini dapat dijelaskan melalui persamaan berikut: Yit = α1t + βjxjit + uit ………………………...……………………(3.3) dimana α1t diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep (α1). Nilai intersep untuk masing-masing individu dapat dituliskan: α1t = α1 + εit i = 1 ,2,…N ………………….…………………….(3.4) dimana α1 adalah rata-rata dari seluruh intersep, εi adalah random error (yang tidak bisa diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing-masing individu. Bentuk model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus: Yit = α1 + βjxj it + εit + uit Yit = α1 + βjxj it + ωit …………………………………..…………(3.5) Dimana : ωit = εit + uit. Bentuk ωit terdiri dari dua komponen error term yaitu εi sebagai komponen cross section dan uit yang merupakan gabungan dari komponen time series error dan komponen error kombinasi. Bentuk model efek acak akhirnya dapat ditulis dengan rumus: Yit = α1 + βjxj it + ωit dengan ωit = εi + vt + wit …………………………………...……...(3.6) dimana : εi ~ N ( 0, δε_ ) = komponen cross section error vi~ N ( 0, δv_ ) = komponen time series error wit~ N ( 0, δε_ ) = komponen error kombinasi asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Dengan menggunakan model efek acak, maka dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan oleh model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien.
32
3.4
Uji Kesesuaian Model Untuk menguji kesesuaian atau kebaikan model dari ketiga metode pada teknik
estimasi model dengan data panel digunakan Chow Test dan Hausman Test. Chow Test digunakan untuk menguji kesesuaian model antara model yang diperoleh dari data pooled least square dengan model yang diperoleh dari metode fixed effect. Selajutnya dilakukan Hausman Test terhadap model yang terbaik yang diperoleh dari hasil Choww Test dengan model yang diperoleh dari metode random effect.
3.4.1 Chow Test Chow test menyebutkan sebagai pengujian F-statistik adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana yang diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki pelaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit cross section memiliki pelaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : H0 : Model Pooled least square H1 : Model Fixed Effect Dasar penolakan terhadap hipotesa nol (H0) adalah dengan menggunakan Fstatistik seperti yang dirumuskan oleh Chow : (ESS1-ESS2) / (N-1) CHOW = (ESS2) / (NT – N – K) ………………………………………….…...….(3.7) Dimana : ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Fixed effect ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan Pooled Least Square N = Jumlah data cross section = Jumlah data time series T K = Jumlah variabel penjelas Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas (N-1, NT-N-K ) jika nilai CHOW statistik (F-stat) hasil pengujian lebih besar besar dari Ftabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap Hipotesa Nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu juga sebaliknya.
33
3.4.2 Hausman test Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect. Seperti yang diketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur tradeoff yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Husman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : H0 : Model Random Effect H1 : Model Fixed Effect Sebagai dasar penolakan hipotesa nol maka digunakan Statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan : m = (β – b)(M0 – M1)-1 (β – b) ~ χ2 (K) ……………………………...………...(3.8) Dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model dan M1 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect model. Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari χ2 – Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu pula sebaliknya. 3.4.3 Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi berfungsi untuk menunjukkan seberapa baik model yang diperoleh bersesuaian dengan data aktual (goodness of fit), mengukur berapa presentase variasi dalam peubah terikat mampu dijelaskan oleh informasi peubah bebas. Kisaran nilai koefisien determinasi adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Model dikatakan semakin baik apabila nilai R2 mendekati 1 atau 100 persen.
3.4.4 Uji F Dalam menganalisis model, dilakukan pengujian model secara keseluruhan menggunakan statistic uji-F. jika signifikan maka dapat menjelaskan keragaman Y,
34
sehingga dilanjutkan dengan pengujian statistic uji-T. untuk uji F hipotesis diuji adalah: H0 = β1 = β2=…=βn=0 H1 = minimal ada satu parameter dugaan (βi) yang tidak sama dengan nol (paling sedikit ada satu atau dua variable bebas yang berpengaruh nyata terhadap variable tak bebas). Pengujian uji-F ini dilihat dari nilai probabilitas F-statistiknya. Jika P-Value menunjukkan besaran yang kurang dari taraf nyata yang digunakan (α), dapat disimpulkan tolak H0, yang artinya minimal ada satu parameter dugaan yang tidak sama dengan nol (paling sedikit ada satu variable bebas yang berpengaruh nyata terhadap variable tak bebas).
3.4.5 Uji T Uji t digunakan untuk melihat kebasahan dari hipotesa yang telah diberikan dan membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik bersifat signifikan atau tidak. Untuk uji T hipotesis yang diuji adalah : H0 = βj = 0 H1 = βj ≠0 ; j =1,2,…,n Pengujian uji-T ini dilihat dari probabilitas t-statistiknya. Jika probabilitas t-statistik menunjukkan nilai yang kurang dari derajat kepercayaan yang digunakan (α), maka dapat dikatakan tolak H0 yang berarti peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas dalam model dan begitu pula sebaiknya, jika H0 diterima maka peubah bebas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas pada tingkat signifikansi tertentu.
3.5 Perumusan Model Variabel-variabel yang diduga secara signifikan berpengaruh nyata terhadap pembangunan manusia di Provinsi Papua yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Pertumbuhan ekonomi (PDRB), Pengeluaran Pemerintah di Bidang Pendidikan (GOVED), Rasio Jumlah Penduduk terhadap Jumlah Bidan (RBDN), Rasio Jumlah
35
Penduduk terhadap Jumlah Perawat (RPWT), Rasio Jumlah Penduduk terhadap Jumlah Dokter (RDOK), Rasio Penduduk Miskin terhadap Jumlah Penduduk (RMISKIN), Rasio Murid SD terhadap Guru (RSD), Rasio Murid SMP terhadap Guru (RSMP), Rasio Murid SMA terhadap Guru (RSMA). Untuk menganalisis faktor-faktor IPM di Provinsi Papua dalam ekonometrika dapat menggunakan dengan model persamaan berikut, Ln IPMit = β0 + β1 Ln PDRBKit + β2 Ln GOVEDit + β3 Ln RBDN it + β4 Ln RPWTit + β5 Ln RDOKit + β6 RMISKINit + β7 Ln RSDit + β8 Ln RSMPit + β9 Ln RSMAit + εit ………….………………………………………...…..(3.9)
Keterangan : Ln IPM : Logaritma natural IPM Ln PDRB : Logaritma natural PDRB Perkapita Ln GOVED : Logaritma natural Pengeluaran Pemerintah di Bidang Pendidikan Ln RBDN : Rasio Jumlah Pemduduk Terhadap Bidan : Rasio Jumlah Penduduk Terhadap Dokter Ln RDOK LnRPWT : Rasio Perawat terhadap jumlah penduduk RMISKIN : Rasio Penduduk Miskin Terhadap Jumlah Penduduk LnRSD : Rasio Murid SD Terhadap Guru LnRSMP : Rasio Murid SMP Terhadap Guru Ln RSMA : Rasio Murid SMA Terhadap Guru β0 : Intersep, : Koefisien regresi variable bebas β1, β2, β3 i : 1,2,3...,29 (data cross section kabupaten/kota di Provinsi Papua) t : 1,2,3 (data time series 2009-2011) εit : Komponen error 3.6
Uji Pelanggaran Model
Uji pelanggaran asumsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan pada model yang akan digunakan. Setelah melakukan pemilikan model terbaik menggunakan uji Hausmant test maka dapat melakukan uji pelanggaran terhadap asumsi yang digunakan didalam model.
36
3.6.1 Multikolinearitas Multikolinearitas adalah hubungan linier yang kuat antara variabel-variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Gejala multikolinearitas ini dapat dideteksi dari nilai R2 tinggi tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang berpengaruh nyata dan tanda koefisien regresi tidak sesuai dengan teori (Gujarati, 2004). Multikolinearitas dalam pooled data dapat diatasi dengan pemberian pembobotan (cross section weight) atau GLS, sehingga parameter dugaan pada taraf uji tertentu (t-statistik maupun F-hitung) menjadi signifikan.
3.6.2 Autokorelasi Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika terjadi error dari periode waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standart error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate. Sehingga R2 akan besar serta uji-t dan uji-F menjadi tidak valid. Autokorelasi yang kuat dapat menyebabkan dua variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan. Bila OLS digunakan, maka akan terlihat koefisien signifikansi dan R2 yang besar atau juga disebut sebagai regresi lancung atau palsu. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji Durbin Watson (DW) yaitu dengan membandingkan nilai Durbin Watson dari model dengan DW tabel. Tabel 3.2 Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai Durbin -Watson DW < 1.10 1.10 < DW < 1.54 1.55 < DW < 2.46 2.46 < DW < 2.90 dl < DW < 2.91 Sumber : Firdaus, 2004
3.6.3 Heteroskedastisitas
Kesimpulan Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokerelasi Tanpa kesimpulan Ada autokerelasi
37
Salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah VAR (ui) = σ2 (konstan), semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya, heteroskedastisitas diperoleh pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka pada hasil regresi akan terjadi ”misleading” (Gujarati, 2003). Untuk menguji adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas, digunakan uji White - heteroskedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Dengan uji white, membandingkan Obs* R-Squared dengan χ2 (Chi-Squared) tabel, jika nilai Obs* Rsquared lebih kecil daripada χ2 – tabel maka tidak ada heteroskedastisitas pada model. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 6 yang menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights), maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Squared Resid pada Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Perlakuan untuk pelanggaran tersebut adalah dengan mengestimasi GLS dengan White Heteroskedasticity.
3.6.4 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji kenormalan dalam model regresi, variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang terbaik adalah yang terdistribusi secara normal atau mendekati normal. Hipotesa yang digunakan adalah : H0 : error term menyebar normal H1 : error term tidak menyebar normal Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jaeque Bera, jika nilai probabilitasnya yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.
38
IV.
GAMBARAN UMUM
4.1 Keadaan Geografis Provinsi Papua terletak antara 2025’-90 Lintang Selatan dan 1300-1410 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas 319,036.05 km2 atau 16.70 persen dari luas Indonesia. Provinsi Papua merupakan wilayah terluas di seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Pada bagian utara Provinsi Papua dibatasi dengan Samudra Pasifik, sedangkan bagian selatan berbatasan dengan laut Arafuru. Sebelah barat berbatasan dengan Laut Seram, Laut Banda, Provinsi Maluku, dan sebelah Timur berbatasan dengan Papua New Nugini. Luas daerah Povinsi Papua adalah sebesar 688187.54 hektar, dan mempunyai 28 kabupaten dan satu kota, 385 kecamatan dan 3565 desa. Provinsi Papua dibagi menjadi 28 kabupaten dan satu kota dimana Marauke merupakan kabupaten/kota terluas (56.84 persen) dan kota Jayapura merupakan kabupaten/kota terkecil di Provinsi Papua (0.10 persen dari luas Papua). Kabupaten Tolikara mempunyai jumlah kecamatan dan desa terbanyak di seluruh Provinsi Papua yaitu sebesar 35 kecamatan dan 514 desa, sedangkan terdapat lima kabupaten/kota yang mempunyai kecamatan yang paling sedikit yaitu kabupaten/kota Supiori, Mamberamo Tengah, Yalimo, Dogiayi dan Kota Jayapura masing-masing mempunyai lima kecamatan di setiap kabupaten. Jumlah desa yang paling sedikit terdapat pada Kabupaten Yalimo sebanyak 27 desa. Penelitian ini dilakukan terhadap 29 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Papua.
4.2 Keadaan Penduduk Provinsi Papua Berdasarkan hasil sensus penduduk yang diadakan setiap 10 tahun sekali, secara umum perkembangan jumlah penduduk setiap provinsi di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 1990 hingga 2010. Secara regional, provinsi yang memiliki jumlah penduduk terbesar di Indonesia pada tahun 2010 adalah Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk 43,021,826 jiwa, sedangkan Provinsi Papua
39
memiliki jumlah penduduk yang terkecil sebesar 2,833,381 jiwa. Jumlah penduduk ini termasuk jumlah penduduk yang terbesar untuk kawasan Maluku dan Papua. 2833381
3000000 2500000 2000000 1500000
1684144 1230264
Jumlah penduduk
1000000 500000 0 1990
2000
2010
Sumber : Sensus Penduduk, Badan Pusat Statistik Provinsi Papua
Gambar 4.1 Jumlah Penduduk Provinsi Papua 1990, 2000, 2010 (Jiwa) Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Papua per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000-2010 adalah 5.39 persen. Pada tahun 2010, sebagian besar penduduk Papua masih berpusat di kota Jayapura. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Provinsi Papua adalah 2,833,381 orang, terdiri dari 1,505,883 orang laki-laki (53.15 persen) dan 1,327,498 orang perempuan (46.85 persen). Kepadatan penduduk di Provinsi Papua merupakan yang terendah di Indonesia. Dengan luas wilayah 756,881,89 km2, kepadatan penduduk di Provinsi Papua hanya 4 jiwa per km2. Kepadatan tertinggi terjadi di Kota Jayapura, yakni 327 jiwa per km2. Sedangkan terendah terjadi di Kabupaten Marauke yakni kurang dari 1 jiwa per km2. Penduduk Provinsi Papua berdasarkan kelompok umur ternyata didominasi oleh kelompok usia muda (0-14 tahun). Kecilnya proporsi penduduk usia tua (kelompok usia 55 tahun keatas ) menunjukkan bahwa tingkat kematian penduduk usia lanjut sangat tinggi. Ini berarti angka harapan hidup di Provinsi Papua masih rendah pada tahun 2009, angka harapan hidup di Provinsi Papua sebesar 68.35 tahun. Selain itu, komposisi penduduk seperti diatas menyebabkan rasio ketergantungan di Provinsi Papua cukup tinggi , yaitu sebesar 56.37 persen. Dalam negara berkembang, jumlah penduduk dengan mutu yang rendah belum bisa dijadikan sebagai modal pembangunan bahkan sebaliknya seringkali menjadi
40
beban dalam proses pembangunan. Karena itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan, Pemerintah Provinsi Papua harus secara terus-menerus melakukan upaya pengendalian jumlah penduduk, dengan menciptakan tatanan keluarga kecil yang sehat dan berkualitas sebagai upaya meningkatkan kualitas SDM ke depan. Berkualitas bukan hanya dari sisi intelektualnya tetapi juga dari sisi moral, emosi, dan spiritualnya. Tidak cukup badannya yang sehat tetapi jiwanya juga harus sehat. (Mailendra, 2009).
4.3
Keadaan Perekonomian Provinsi Papua PDRB merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk melihat kondisi
perekonomian suatu wilayah. Pada tahun 2011 besaran PDRB Provinsi Papua atas dasar harga berlaku sebesar Rp 76.37 trilliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp 21.13 trilliun. Nilai ini lebih rendah 4.63 persen dibanding tahun sebelumnya yang telah mencapi Rp 22,407 trilliun. Produktifitas ekonomi suatu daerah terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang diperoleh dari PDRB atas dasar harga konstan. Selama lima tahun terahir, Provinsi Papua mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup berfluktuasi. Setelah mencapai pertumbuhan tertinggi ditahun 2005 (36.40 persen), tahun 2006 secara drastis turun menjadi -17.14 persen. Tahun berikutnya kembali ke pertumbuhan positif 4.34 persen, kemudian ditahun 2008 berkontraksi kembali ke -1.40 persen. Tahun 2009 tumbuh menjadi 22.74 persen dan tahun 2010 mengalami kontraksi sebesar -3.16 persen hingga tahun 2011, pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua terlihat sangat berfluktuasi, pada tahun 2011 provinsi ini mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi sebesar -5.67 persen.
Tabel 4.1 Perkembangan PDRB Provinsi Papua tahun 2009-2011 Uraian PDRB ADHB (Triliun Rp) PDRB ADHK (Triliun Rp) Pertumbuhan Ekonomi (%)
2009 23.14 76.87 22.74
Sumber : BPS Provinsi Papua, 2009-2011
2010 22 87.77 -3.16
2011 21 76.37 -5.67
41
Ditinjau dari segi perekonomian, pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua bertumpu pada tiga sektor dominan yang meliputi : (1) sektor pertanian; (2) sektor pertambangan dan penggalian; serta (3) sektor jasa-jasa. Ketiga sektor tersebut dalam kurun waktu 2009-2011 mengalami perkembangan yang berfluktuatif.
4.4 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua IPM adalah indikator yang digunakan untuk mengukur salah satu aspek penting yang berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi, yakni derajat perkembangan manusia. IPM disusun berdasarkan tiga indikator, yaitu : lamanya hidup yang diukur dengan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun keatas dan rata-rata lama sekolah, dan suatu standar hidup layak yang diukur dengan pengeluaran perkapita yand telah disesuaikan. Bila ketiga indikator tersebut dikaitkan dengan pembangunan ekonomi, maka hipotesanya adalah: 1) Semakin baik pembangunan suatu wilayah (semakin tinggi pendapatan perkapita), semakin besar angka harapan hidup (rata-rata semakin lama umur seseorang), dan semakin rendah angka kematian bayi di wilayah tersebut. 2) Semakin baik perekonomian suatu wilayah semakin tinggi tingkat pendidikan ratarata masyarakat atau semakin tinggi angka melek huruf dan semakin lama rata-rata lama sekolah. 3) Bahwa semakin baik pembangunan ekonomi suatu wilayah semakin baik pendapatan rill perkapita masyarakat yang berarti semakin baik standar hidup masyarakat didaerah tersebut. Kinerja pembangunan manusia Provinsi Papua tercermin pada angka IPM tahun 2011 yang mencapai angka 65.34. Pencapaian angka IPM tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 yaitu sebesar 64.94. Dengan pencapaian IPM 64.94 maka Provinsi Papua masuk dalam kategori kinerja pembangunan manusia “menengah bawah” dengan angka capaian 50.0-65.9. Selama priode 20052011, IPM Provinsi Papua selalu meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembangunan manusia di Provinsi Papua selalu mengalami kemajuan. IPM Papua meningkat seiring dengan membaiknya perekonomian Papua dan meningkatnya kinerja pemerintah.
42
66 65 64 63 62 61
62.1
62.75
64.94
63.41
64.54
65.34
64
2007
2008
2009
2010
2011
IPM Papua
60 2005
2006
Sumber : BPS, 2011
Gambar 4.2 IPM Provinsi Papua tahun 2005- 2011 Namun secara umum jika dibandingkan dengan provinsi lain, angka IPM Provinsi Papua berada pada kelompok bawah di Indonesia. Bahkan menduduki posisi terendah selama tiga tahun terahir. IPM Papua masih dibawah provinsiprovinsi kawasan timur lainnya yaitu Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara. Sedangkan IPM tertinggi tahun 2011 diraih oleh provinsi DKI Jakarta disusul oleh provinsi Sulawesi Utara dan Riau. Besaran angka IPM menurut kabupaten/kota menunjukkan fenomena yang semakin heterogen. Hal ini tercermin dari semakin besarnya range antara angka IPM tertinggi dengan angka IPM terendah. Perbedaan tersebut terjadi karena prioritas sasaran program maupun kebijakan yang diambil masing-masing daerah tidak sama. Pada tahun 2011 Kota Jayapura mempunyai IPM tertinggi se Provinsi Papua dengan besaran 76.42, diikuti kemudian dengan Kabupaten Jayapura yaitu sebesar 72.51 dan Kabupaten Biak Numfor sebesar 70.31. Kabupaten Mimika yang mempunyai PDRB perkapita tertinggi di Provinsi Papua hanya menempati peringkat kelima untuk pengembangan manusianya. Kabupaten Yalimo, Deiyai, Intan Jaya dan Nduga merupakan empat kabupaten yang memiliki IPM terendah ditingkat Provinsi Papua. Perkembangan angka IPM dari tahun ke tahun memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia setiap tahunnya. Capaian angka IPM akan menentukan urutan (ranking) antar daerah. Namun demikian, keberhasilan pembangunan manusia disuatu daerah tidak mutlak dilihat dari urutan posisi (ranking).
43
Terdapat hal menarik dari realita di atas, bahwa kesehatan dan pendidikan merupakan komponen yang kontribusinya sulit untuk dipacu untuk menghasilkan peningkatan yang mempunyai sifat spontan dan dapat dirasakan dalam waktu dekat. Peningkatan yang terjadi tidak terlepas dari pondasi pembangunan yang telah diletakkan sebelumnya serta sifatnya relatif lebih stabil dan mudah mengalami kejenuhan apabila telah mencapai derajat tertentu. Misalkan, daerah perkotaan yang telah mencapai angka melek huruf cukup tinggi pasti akan mengalami ‘stagnasi’ peningkatan capaian indikator, demikian pula dengan rata-rata lama sekolah serta angka harapan hidup. 4.4.1 Pendidikan di Provinsi Papua Sumber daya manusia berperan penting terhadap kemajuan suatu bangsa, oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan sumber daya manusia demi tercapainya keberhasilan pembangunan. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah peningkatan kualitas pendidikan, baik formal maupun non formal. Titik berat pendidikan formal adalah peningkatan mutu pendidikan dan perluasan pendidikan dasar, selain itu ditingkatkan pula kesempatan belajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan pendidikan non formal dimasuksudkan untuk memberikan keterampilan hidup kepada masyarakat. Pendidikan nonformal juga dapat membekali sikap kemandirian yang mendorong tercapainya kesempatan untuk berwirausaha, yang pada akhirnya diharapkan mampu membawa peningkatan taraf kehidupan maupun masyarakat dalam berbagai aspek. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mencerminkan kualitas sumber daya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki maka akan semakin mudah seseorang tersebut mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan menyerap kemajuan teknologi. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan diperlukan fasilitas dan tenaga pengajar yang memadai. Pemerintah Provinsi Papua sejauh ini masih berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan salah satunya dibidang pendidikan.
44
Jumlah sekolah dari tingkat SD sampai SMA di provinsi Papua pada tahun 2011 sebanyak 2.836 sekolah. Sedangkan rasio murid dengan guru sebesar 31.69. angka ini menunjukkan bahwa pada tahun 2011, satu guru mengajar 31-32 murid. Berdasarkan ketentuan dari dinas pendidikan dan kebudayaan rasio murid terhadap guru adalah satu banding 40. Di lihat dari keseluruhan jumlah rasio di Provinsi Papua, jumlah guru sudah memenuhi standar dari dinas pendidikan tersebut, akan tetapi menurut kabupaten/kota, sebagian jumlah rasio nya sangat tinggi. Misalnya terdapat pada Kabupaten Yalimo, rasio murid SD terhadap guru pada tahun 2010 sebesar 151, artinya setiap satu guru yang terdapat di Kabupaten Yalimo, mengajar sebesar 151 murid SD. Hal ini diakibatkan bahwa pada sebagian kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Papua masih kurangnya pelayanan ketersediaan sumberdaya pengajar. Tabel 4.2 Jumlah sekolah, guru, dan murid menurut jenjang pendidikan di Provinsi Papua tahum 2011 (Jiwa) Uraian SD SMP SMA Jumlah Sekolah 2.179 495 162 Jumlah Guru 12.424 4.517 2.651 Jumlah Murid 393.795 99.529 46.673 Rasio Murid Guru 31.69 21.41 17.61 Sumber : BPS, 2012
Membaiknya
kualitas
penduduk
Provinsi
Papua
didorong
semakin
bertambahnya akses penduduk terhadap pendidikan dapat diukur dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS). Meskipun terus mengalami peningkatan seperti pada tabel 4.2, akan tetapi kenaikannya masih jauh dibawah rata-rata nasional yang mencapai 97.58 % (umur 7-12 tahun), 87.78 % (umur 13-15 tahun), 57.85 % (umur 16-18 tahun). Tabel 4.3 Indikator Pendidikan di Provinsi Papua tahun 2009-2011 Uraian 2009 2010 Angka Melek Huruf (%) 75.58 75.60 Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) 6.57 6.66 Angka Partisipasi Sekolah (%) 7-12 tahun (%) 76.16 76.22 13-15 tahun (%) 73.69 74.35 16-18 tahun (%) 47.59 48.28 Sumber : Papua dalam Angka 2011
2011 75.81 6.69 73.36 71.29 50.55
45
Angka partisipasi sekolah dapat menggambarkan berapa banyak penduduk usia pendidikan yang sedang besekolah, sehingga terkait dengan pengentasan program wajib belajar indikator inilah yang digunakan sebagai petunjuk berhasil tidaknya program tersebut. Sebagai standar program wajib belajar dikatakan berhasil jika nilai APS SD (umur 7-12) dan APS SMP (umur 13-15 tahun) sebesar 100 persen. Berdasarkan data Susenas tahun 2011, APS Provinsi Papua 7-12 tahun mencapai 73.36 persen, ini berarti masih terdapat 26.64 persen penduduk 7-12 tahun yang belum sekolah atau tidak sekolah lagi. Sedangkan APS penduduk umur 13-15 tahun sebesar 71.29 persen artinya 28.71 persennya masih belum sekolah atau tidak sekolah lagi. Dari uraian di atas terlihat bahwa capaian APS untuk usia 7-12 tahun (73.36 persen) belum memenuhi target wajib belajar yang ditetapkan (APS 100 persen), demikian juga target APS usia 13-15 tahun belum terlampaui. Sehingga dikatakan penerapan program wajib belajar 9 tahun di Provinsi Papua belum sepenuhnya berhasil, baik pada jenjang pendidikan SD/sederajat ataupun SMP/sederajat. Angka melek huruf di Provinsi Papua pada tahun 2011 mencapai 75.81 persen. Bila dilihat menurut kabupaten/kota, angka melek huruf tertinggi pada Kota Jayapura (99.83 persen). Sedangkan tiga kabupaten terendah adalah Kabupaten Deiyai (30.12 persen), Kabupaten Intan Jaya (27.78 persen), dan Kabupaten Nduga (30.54 persen). Pada tahun 2011, rata-rata lama sekolah penduduk 6.69. hal ini menunjukkan ratarata penduduk Provinsi Papua hanya bersekolah sampai dengan kelas 6 SD atau putus sekolah setelah di kelas sat SMP. Padahal sistem pendidikan nasional mengisyaratkan setiap anak Indonesia wajib mendapatkan pendidikan dasar Sembilan tahun atau sampai tingkat SMP. Hal tersebut harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Penyediaan sarana dan fasilitas pendidikan yang merata di seluruh wilayah Papua bisa menjadi solusi dalam mencapai program wajib belajar Sembilan tahun.
46
4.4.2
Kesehatan di Provinsi Papua Kondisi kesehatan merupakan bagian yang erat hubungannya dengan
keberhasilan pembangunan manusia. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan kualitas kehidupan, meningkatkan usia harapan hidup dan mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Untuk meningkatkan kualitas kesehatan penduduk, pemerintah Papua berupaya meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan disertai tenaga kesehatan yang memadai baik kualitas maupun kuantitas. Upaya ini bertujuan agar tempat pelayanan kesehatan mudah diakses dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Kemampuan suatu daerah untuk melangsungkan pembangunan tidak terlepas dari kondisi kesehatan sumber daya manusianya. Demi mempertahankan kondisi kesehatan yang prima, perlu adanya dukungan fasilitas kesehatan yang memadai. Oleh karena itu perlu diukur seberapa besar kondisi kesehatan disuatu daerah. Indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi kesehatan masyarakat secara garis besar yaitu dengan melihat sebarapa besar Angka Harapan Hidup (AHH) di Provinsi Papua. Tabel 4.4 Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua 2009-2011 (Tahun) Angka Harapan Hidup (AHH) 2009 2010 2011
68.35 68.60 68.85
Sumber : BPS tahun 2009-2011.
Angka
harapan
hidup
Provinsi
Papua
setiap
tahunnya
mengalami
peningkatan, hal ini diakibatkan karena semakin pahamnya penduduk tentang pentingnya kesehatan semakin meningkat. Ketersediaan akses kesehatan mulai dari klinik kesehatan, puskesmas semakin mudah terjangkau. Pada tahun 2011, jumlah rumah sakit di Papua sebanyak 30 unit, sedangkan banyaknya puskesmas dan puskesmas pembantu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu 1111 puskesmas/puskesmas
pembantu
pada
tahun
2010
menjadi
1115
47
puskesmas/puskesmas pembantu pada tahun 2011. Namun tidak demikian dengan jumlah petugas kesehatan, pada tahun 2011 jumlah dokter sebanyak 682 orang yaitu berkurang sebanyak 51 orang dokter dari tahun sebelumnya. Dan 5.792 orang bidan/perawat yaitu berkurang sebesar 861 perawat/bidan dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah di Provinsi Papua tersebut terdapat didaerah pedalaman dan banyak daerah-daerah konflik di provinsi tersebut. Taraf kesehatan penduduk di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu seperti upaya kesehatan, perilaku, lingkungan, status gizi, dan juga keturunan. Pada tahun 2011, penolong kelahiran balita (usia 0-4 tahun) oleh tenaga medis tercatat hanya sebesar 47.74 persen. Jumlah tenaga medis yang masih sangat sedikit serta kurangnya persebaran tenaga medis di wilayah-wilayah pedalaman Provinsi Papua di perkirakan menjadi faktor penyebab utama rendahnya persentase tersebut. Selain dari faktor tersebut, kebiasaan/tradisi masyarakat dan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap tenaga medis, serta tingkat kesulitan yang cukup tinggi untuk menjangkau akses kesehatan karena faktor alam dan geografis sering dijadikan sebagai alasan (BPS, 2012). Secara umum, sebagian besar penolong adalah terdapat pada Gambar di bawah ini 2.23 3.25
Dokter
10.48
Famili Dukun
35.03 37.77
Bidan Tenaga Medis Lainnya
11.24
Lainnya
Sumber : BPS, 2012
Gambar 4.3 Persentase Balita di Provinsi Papua Menurut Penolong kelahiran tahun 2012 (Persen) Secara umum, sebagian besar penolong kelahiran adalah oleh famili (37.77 persen) dan bidan (35.03 persen) yang perannya hanya terlihat dari beberapa wilayah kabupaten besar seperti Kabupaten Mimika, Kota Jayapura dan Kabupaten Biak
48
Numfor. Sementara peranan dukun sebagai penolong kelahiran masih sangat dominan di beberapa kabupaten pemekaran, sepeti Kabupaten Yalimo, Kabupaten Supiori, Kabupaten Tolikara, dan Kabupaten Yahukimo. Penolong kelahiran erat kaitannya dengan kematian ibu dan bayi, semakin rendahnya penolong kelahiran yang dibantu oleh tenaga medis maka akan memperbesar resiko kematian bayi dan ibu. Rasio bidan, rasio dokter, dan rasio perawat akan memengaruhi indeks kesehatan di Provinsi Papua. Ketika beban dokter, bidan, dan perawat ssemakin rendah makan akan meningkatkan nilai IPM yang ada di Provinsi Papua (BPS, 2012).
4.4.3
Kemiskinan Kemiskinan merupakan fenomena yang kompleks. Luas wilayah dan sosial
budaya maupun ekonomi masyarakat menyebabkan kondisi dan permasalahan kemiskinan di Indonesia menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang heterogen (Yuliati, 2012). Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua pada tahun 2011 sebesar 944.79 ribu jiwa (31.98 persen). Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin naik sebesar 183.19 ribu jiwa. Naiknya jumlah penduduk miskin pada tahun 2011 lebih disebabkan karena naiknya kriteria garis kemiskinan. Meskipun secara jumlah, penduduk miskin bertambah, namun secara persentase turun sebesar 0.73 persen. Tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Papua salah satu sebabnya adalah terbatasnya peluang ekonomi dan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Rendahnya peluang ekonomi dan tingkat pendidikan di sebabkan karena sebagian besar di Provinsi Papua masih terpencil, jadi sulit untuk dijangkau dan sarana yang ada pun tidak akan memadai.
4.4.4
Pengeluaran Pemerintah Terhadap Bidang Pendidikan Tujuan APBD yaitu memberikan gambaran mengenai peranan pemerintah
untuk membiayai investarsi daerah yang akan mendorong terciptanya suatu lapangan pekerjaan, perluasan kesempatan bekerja. Pengeluaran pemerintah untuk bidang pendidikan di Provinsi Papua pada tahun 2010, 2011 secara keseluruhan mengalami
49
peningkatan. Peningkatan pengeluaran pemerintah tersebut diharapkan dapat meningkat sumber daya alam sehingga mampu mengembangkan diri, menciptakan lapangan pekerjaan dan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kab. Deiyai Kab. Intan Jaya Kab. Kepulauan Yapen Kab. Yalimo Kab. Mamberamo Tengah Kab. Dogiyai Kab. Puncak Kab. Nduga Kab. Lanny Jaya Kab. Supiori Kab. Sarmi Kab. Waropen Kab. Asmat Kab. Mappi Kab. Boven Digoel Kab. Pegunungan Bintang Kab. Keerom Kab. Tolikara Kab. Mamberamo Raya Kota Jayapura Kab. Yahukimo Kab. Puncak Jaya Kab. Paniai Kab. Nabire Kab. Mimika Kab. Merauke Kab. Jayawijaya Kab. Jayapura Kab. Biak Numfor
2011 2010 2009
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
Sumber : Kementerian Keuangan, 2011
Gambar 4.4 Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua tahun 2009-2011 (Juta Rupiah) Pengeluaran pemerintah terhadap bidang pendidikan cenderung meningkat pada tahun 2010 sampai tahun 2011. Fungsi pengeluaran pendidikan ini merupakan salah satu investasi pemerintah, dimana pemerintah dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang secara langsung dan akan berdampak kepada peningkatan sumber daya manusia di Provinsi Papua. Selain digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dapat juga digunakan untuk perbaikan sarana dan prasarana pendidikan serta meningatkan kualitas pengajar. Pencapaian pendidikan pada kualitas pengajar
50
dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan yang baik, akan meningkatkan kualitas pendidikan di Provinsi Papua. Meningkatnya kualitas pendidikan tersebut, berguna untuk memperbaiki produktivitas masyarakat dan meningkatkan nilai IPM untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang ada diseluruh Provinsi Papua.
4.4.5 Sosial dan Budaya Provinsi Papua Pada aspek budaya, kuatnya nilai dan norma adat di Provinsi Papua akan sangat baik untuk mengikat rasa kebersamaan dan persatuan bagi masyarakat di kawasan Provinsi Papua. Selain itu, tidak dapat dipungkiri lagi, kemiskinan dan kesejahteraan rakyat yang begitu rendah disebabkan oleh rendahnya kualitas pendidikan di kawasan Provinsi Papua. Rendahnya kualitas pendidikan ini, pada akhirnya menyebabkan kualitas keterampilan dan kesadaran bermasyarakat Provinsi Papua menjadi rendah pula. Terkait dengan kenyataan sosial bahwa masyarakat yang tinggal di Provnsi Papua masih memiliki kesatuan adat dan budaya, maka faktor nilai dan norma adat biasanya cenderung lebih kuat dibandingkan norma dan ikatan nasional. Ini dapat menjadi masalah dalam pengelolaan wilayah Papua, karena kesetiaan masyarakat akan lebih terfokus pada ikatan komunitasnya daripada ikatan nasional.
51
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan indeks pembangunan manusia setiap kabupaten di Provinsi Papua di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Sedangkan analisis panel data dengan menggunakan fixed effect model digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang memengaruhi IPM di Provinsi Papua. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana perkembangan indeks pembangunan manusia di setiap kabupaten di Papua. Analisis panel data dilakukan dengan 29 kabupaten/kota sebagai komponen cross section dan periode 2009-2011 sebagai komponen time series. Dalam analisis panel data, variabel IPM dijadikan sebagai variabel terikatnya, yang dihubungkan dengan beberapa variabel bebas (penjelas) yaitu PDRB, GOVED, RBDN, RPWT, RDOK, RMISKIN, RSD, RSMP, RSMA.
5.1
Perkembangan IPM dan komponennya di setiap kabupaten/kota di Provinsi Papua
5.1.1
Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Papua IPM merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur salah satu aspek
penting yang berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi, yakni derajat perkembangan manusia. IPM disusun berdasakan tiga indikator yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan. Kaitannya dengan pembangunan ekonomi adalah pertama semakin besar ekonomi suatu daerah maka pembangunan suatu wilayah akan semakin tinggi. Begitu juga dengan tingkat pendidikan, ketika tingkat pendidikan disuatu daerah semakin baik dilihat dari angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah meningkat, maka pembangunan ekonomi suatu daerah akan meningkat pula. Indikator kesehatan dilihat dari angka harapan hidup, ketika angka harapan hidup suatu daerah meningkat, maka tingkat kesehatan suatu daerah akan meningkat, hal ini dapat meningkatkan pembangunan manusia di Provinsi Papua.
52
Kota Jayapura Deiyai Intan jaya Dogiayi Puncak Yalimo Memberano tengah Lanny Jaya Nduga Membramo Raya Supiori Waropen Keerom Sarmi Tolikara Pegunungan Bintang Yahukimo Asmat Mappi Boven Digoel Mimika Puncak Jaya Paniai Biak NamFor Yapen Waropen Nabire Jayapura Jayawijaya Marauke
2011 2010 2009
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Sumber : BPS (2009-2011), diolah
Gambar 5.1 IPM menurut kabupaten/kota dan Rata-Rata IPM tahun 2011 di Provinsi Papua Berdasarkan Gambar 5.1 perkembangan IPM dari 29 kabupaten/kota di Provinsi Papua mengalami peningkatan. Daerah yang memiliki IPM tertinggi yaitu Kota Jayapura sebesar (2009;75.16, 2010;75.76, 2011;76.42) dan Kabupaten Jayapura (2009;71.66, 2010;72.25, 2011; 72.51), sedangkan daerah yang memiliki
53
IPM terendah adalah Kabupaten Nduga sebesar (2009;47.74, 2010;48.02, 2011;48.33), Intan Jaya sebesar (2009;47.94, 2010;48.42, 2011;48.66), Kabupaten Nduga dan Intan Jaya memiliki IPM yang rendah diakibatkan karena memiliki indeks pendidikan yang rendah yang didapat dari angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. Rata-rata IPM pada Provinsi Papua pada tahun 2011 yaitu sebesar 58.84. Dari 29 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Papua, sebagian besar kabupaten masih berada di bawah rata-rata IPM di Provinsi Papua. Terdapat 14 kabupaten/kota yang melewati garis rata-rata IPM Provinsi Papua tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pembangunan manusia yang terdapat di Kabupaten/Kota di Provinsi Papua masih tergolong sangat rendah.
Tabel 5.1 Pembagian Kategori Menurut Kabupaten/Kota Kategori IPM Tinggi Menengah Atas
Menengah Bawah
Rendah
Kabupaten/Kota Marauke, Kab Jayapura, Nabire, Yapen Waropen, Biak Namfor, Paniai, Puncak Jaya, Mimika, Sarmi, Keerom, Waropen, Supiori, Kota Jayapura Jayawijaya, Boven Digoel, Mappi, Asmat, Yahukimo, Tolikara, Membramo Raya, Lanny Jaya, Dogiayi, Pegunungan Bintang, Nduga, Memberano tengah, Yalimo, Puncak, Intan jaya, Deiyai,
Sumber : Lampiran 1
Tabel 5.1 menujukkan pembagian IPM menurut kategori rendah, tinggi, menegah bawah, dan menengah atas menurut kabupaten/kota. Pada Provinsi Papua tidak ada kabupaten/kota yang memiliki IPM yang temasuk kategori tinggi, sedangkan pada kategori menengah atas, Provinsi Papua memiliki 13 kabupaten/kota. Pada kategori menengah bawah terdapat Sembilan kategori, sedangkan kategori rendah terdapat tujuh kabupaten. Hal ini menunjukkan bahwa IPM yang ada di Provinsi Papua masih sangat rendah.
54
5.1.2 Perkembangan Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua Faktor kesehatan menjadi satu dari tiga indikator penting penunjang pembangunan manusia karena bila daya tahan tubuhnya baik maka tingkat produktivitas manusia secara langsung bisa tergali dengan optimal. Pada saat sehat orang dapat menjalankan aktivitas seperti bekerja, bersekolah, mengurus rumah tangga, berolah raga, maupun menjalankan aktivitas lainnya lebih baik dibandingkan saat kondisi tubuhnya sedang sakit. Terjadinya kesenjangan diantara kabupaten dengan kota sangat umum kita jumpai di setiap Provinsi yang ada di Indonesia, hal ini terjadi karena pencapaian kualitas kesehatan lebih banyak bertumpu di pemerintahan kabupaten/kota, pelayanan langsung terhadap masyarakat desa kurang terealisasikan denga baik. Jadi pelayanan kesehatan lebih berfokus pada kabupaten/kota. Gambar 5.2 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, dari tahun 2009 hingga 2011 angka harapan hidup tertinggi kabupaten/kota di Provinsi Papua terdapat pada Kabupaten Mimika (2009;69.87, 2010;70.72, 2011;70.53) kemudian Kota Jayapura (2009;68.34, 2010;68.46, 2011;68.61). Sedangkan angka harapan hidup terendah di Provinsi Papua adalah terdapat pada Kabupaten Marauke sebesar (2009;62.25, 2010;62.76, 2011;62.88), hal ini mengidentifikasikan status kesehatan masyarakat yang ada di Kabupaten Marauke masih tertinggal dibandingkan kesehatan masyarakat di Provinsi Papua pada umumnya.
55
Kota Jayapura Deiyai Intan jaya Dogiayi Puncak Yalimo Memberano tengah Lanny Jaya Nduga Membramo Raya Supiori Waropen Keerom Sarmi Tolikara Pegunungan Bintang Yahukimo Asmat Mappi Boven Digoel Mimika Puncak Jaya Paniai Biak NamFor Yapen Waropen Nabire Jayapura Jayawijaya Marauke
2011 2010 2009
30
40
50
60
70
80
Sumber : BPS (2009-2011), diolah
Gambar 5.2 Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota dan Rata-rata Angka Harapan Hidup tahun 2011 di Provinsi Papua Dari tahun 2009 hingga 2011, angka harapan hidup kabupaten/kota di Provinsi Papua mengalami peningkatan. Meskipun mengalami peningkatan namun angka harapan hidup yang terdapat pada setiap kabupaten/kota di provinsi tersebut belum mampu melebihi rata-rata angka harapan hidup tahun 2011 sebesar 66.91 tahun. Hanya ada tujuh kabupaten/kota yang melebihi garis rata-rata angka harapan hidup Provinsi Papua. Sedangkan 22 kabupaten yang lain belum mampu melebihi garis rata-rata tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa akses terhadap kesehatan belum
56
mudah terjangkau, serta pemasalahan-permasalahan kesehatan yang ada di Provinsi Papua belum dapat dikendalikan sehingga laju peningkatan angka harapan hidup Provinsi Papua sangat lambat. 5.1.3 Perkembangan Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua. Pendidikan merupakan salah satu elemen penting pembangunan dan perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Pendidikan juga berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup individu dan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka akan semakin baik kualitas sumber dayanya. Peningkatan IPM di bidang pendidikan sangat diperlukan karena pendidikan merupakan elemen utama meningkatkan pembangunan manusia disuatu daerah. Perkembangan indeks pendidikan terukur dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf. Kedua nya sebagai ukuran kualitas sumber daya manusia. Angka melek huruf menggambarkan persentase penduduk umur 15 tahun keatas, sedangkan ratarata lama sekolah menggambarkan rata-rata jumlah tahun yang dijalani oleh penduduk usia 15 tahun keatas (BPS, 2009). Berdasarkan Gambar 5.3 perkembangan angka melek huruf menunjukkan bahwa di Provinsi Papua dari tahun 2009-2011 mengalami peningkatan. Rata-rata angka melek huruf kabupaten/kota di Provinsi Papua tahun 2011 sebesar 59.33 persen. Sehingga dapat diartikan bahwa persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis
adalah 59.33 persen dari total penduduknya.
Menurut kabupaten/ kota angka melek huruf tertinggi terdapat pada Kota Jayapura yaitu mencapai 99.93 persen sehingga dapat diartikan bahwa persentase punduduk usia pada Kota Jayapura usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis sebesar 99.93 persen dari total penduduknya. Sisanya yaitu sebesar tujuh persen merupakan masyarakat yang buta huruf yang berada pada Kota Jayapura tersebut. Sedangkan angka melek huruf terendah terdapat pada kabupaten Intan Jaya yaitu sebesar 27.78 persen. Angka ini sangat jauh berbeda dengan Kota Jayapura.
57
Persentase penduduk usia pada Kabupaten Intan Jaya hanya mempunyai sebesar 27.78 persen yang dapat membaca dan menulis pada usia 15 tahun. Kota Jayapura Deiyai Intan jaya Dogiayi Puncak Yalimo Memberano tengah Lanny Jaya Nduga Membramo Raya Supiori Waropen Keerom Sarmi Tolikara Pegunungan Bintang Yahukimo Asmat Mappi Boven Digoel Mimika Puncak Jaya Paniai Biak NamFor Yapen Waropen Nabire Jayapura Jayawijaya Marauke
2011 2010 2009
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Sumber : BPS (2009-2011), diolah
Gambar 5.3 Angka Melek Huruf menurut kabupaten/kota dan Rata-rata Angka Melek Huruf tahun 2011 di Provinsi Papua Meskipun di beberapa kabupaten/kota memiliki angka melek huruf yang cukup tinggi, namun masih terdapat 15 kabupaten yang tidak mampu melebihi garis ratarata angka melek huruf secara keseluruhan yang terdapat di Provinsi Papua, sedangkan yang 14 kabupaten yang ada di provinsi ini mampu melebihi angka rata-
58
rata angka harapn hidup tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa angka melek huruf di Provinsi Papua masih sangat rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor masyarakat yang kurang merasa penting terhadap pendidikan itu sendiri, dan juga fasilitas di Provinsi Papua yang kurang memadai. Indikator pendidikan lainnya yang merupakan komponen IPM adalah rata-rata lama sekolah. Selama periode 2009-2011, rata-rata lama sekolah penduduk Provinsi Papua mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu sebesar 6.57 pada tahun 2009, 6.66 pada tahun 2010, dan 6.69 pada tahun 2011. Akan tetapi peningkatannya sangat lamban. Hal ini berarti tingkat pendidikan penduduk Provinsi Papua setara dengan tingkat Sekolah Dasar. Peningkatan yang lamban ini menunjukkan bahwa tidak mudah bagi pemerintah untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah penduduk pada suatu daerah. Faktor yang paling memengaruhi di Provinsi Papua adalah ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan di provinsi ini kurang memadai, baik tim pengajar maupun fasilitas sekolah. Selain itu juga, faktor yang memengaruhi adalah faktor lingkungan. Sebagian kabupaten di Provinsi Papua memiliki daerah yang sangat terisolir, atau sering disebut terpencil. Jarak untuk menempuh daerah tersebut sangat sulit, jadi daerah tersebut sulit akan memiliki fasilitas pendidikan. Menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua dilihat pada Gambar 5.4, dimana terdapat nilai rata-rata lama sekolah yang paling tinggi terdapat pada Kota Jayapura yaitu sebesar 11.03 tahun pada tahun 2011 hal ini menunjukkan bahwa angka ratarata lama sekolah pada Kota Jayapura memiliki angka kelulusan setara sekolah menengah atas, sedangkan nilai rata-rata lama sekolah terendah terdapat pada Kabupaten Intan Jaya yaitu sebesar 2.1 tahun yaitu setara kelulusan tidak lulus Sekolah Dasar. Rata-rata lama sekolah pada Provinsi Papua tahun 2011 yaitu sebesar 5.35 tahun. Dari 29 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Papua, sebagian besar kabupaten masih berada di bawah rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua. Hanya terdapat 13 kabupaten/kota yang melewati garis rata-rata tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Papua masih tergolong mempunyai pendidikan yang sangat rendah.
59
Kota Jayapura Deiyai Intan jaya Dogiayi Puncak Yalimo Memberano tengah Lanny Jaya Nduga Membramo Raya Supiori Waropen Keerom Sarmi Tolikara Pegunungan Bintang Yahukimo Asmat Mappi Boven Digoel Mimika Puncak Jaya Paniai Biak NamFor Yapen Waropen Nabire Jayapura Jayawijaya Marauke
2011 2010 2009
0
2
4
6
8
10
12
Sumber : BPS (2009-2011), diolah
Gambar 5.4 Rata-Rata Lama Sekolah menurut kabupaten/kota dan Rata-rata lama sekolah tahun 2011di Provinsi Papua Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua mempunyai peningkatan yang lambat, hal ini dapat disebabkan karena faktor wilayah yang terdapat di Provinsi Papua yang cenderung wilayah pegunungan yang sulit di jangkau dapat menjadi salah satu kendala bagi provinsi ini, tidak hanya itu, faktor kesadaran masyarakat Provinsi Papua sendiri yang belum mengutamakan pendidikan pada diri masing-masing. Jadi sulit untuk merealisasikan pendidikan di wilayah ini.
60
Berdasarkan catatan-catatan rata-rata lama sekolah dikaitkan dengan target yang diusulkan UNDP, maka rata-rata pendidikan penduduk Papua relative sangat tertinggal. Masih sangat perlu kerja keras mengejar ketertinggalan tersebut. Minimal pendidikan yang diusulkan oleh UNDP yaitu 15 tahun atau setara dengan sekolah menengah. Komitmen pemerintah dan kesadaran masyarakat akan pentingnnya bersekolah perlu terus digalakkan dan disosialisasikan agar dalam jangka panjang terwujud sumber daya yang berkualitas.
5.1.4 Perkembangan Indikator Daya Beli Masyarakat (Purchasing Power Parity) menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua Daya beli merupakan kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uangnnya untuk melakukan barang dan jasa. Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh hargaharga rill antar wilayah karena nilai tukar yang digunakan dapat menurunkan atau menaikan nilai daya beli. Indikator daya beli masyarakat mencerminkan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya. Peningkatan indeks daya beli merupakan hal yang tidak mudah karena terkait dengan berbagai indikator makro ekonomi yang lain seperti laju inflasi. Peningkatan laju inflasi akan melemahkan daya beli masyarakat. Untuk melihat gambaran kemampuan daya beli masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Papua dapat dilihat pada gambar 5.5. Pada Gambar 5.5 dijelaskan secara rata-rata terjadi peningkatan kemampuan daya beli masyarakat di kabupaten/kota di Provinsi Papua. Kemampuan terbesar daya beli masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Papua dari tahun 2009 hingga tahun 2011 yaitu Kota Jayapura. Sementara itu wilayah yang mempunyai daya beli paling rendah di Provinsi Papua yaitu pada Kabupaten Lanny Jaya. Hal ini di sebabkan karena sebagian masyarakat di Kabupaten Lanny Jaya mempunyai angka melek huruf, ratarata lama sekolah yang rendah sehingga daya beli masyarakat di Kabupaten Lanny Jaya ini rendah.
61
Kota Jayapura Deiyai Intan jaya Dogiayi Puncak Yalimo Memberano tengah Lanny Jaya Nduga Membramo Raya Supiori Waropen Keerom Sarmi Tolikara Pegunungan Bintang Yahukimo Asmat Mappi Boven Digoel Mimika Puncak Jaya Paniai Biak NamFor Yapen Waropen Nabire Jayapura Jayawijaya Marauke
Rata-rata tahun 2011 Provi
2011
nsi
2010
Papu
a 2009
520
540
560
580
600
620
640
660
Sumber : BPS (2009-2011), diolah
Gambar 5.5 Kemampuan Daya Beli Masyarakat menurut kabupaten/kota dan Ratarata daya beli masyarakat tahun 2011 di Provinsi Papua Rata-rata daya beli masyarakat pada Provinsi Papua pada tahun 2011 yaitu sebesar 599.75 rupiah. Dari 29 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Papua, sebagian besar kabupaten masih berada di bawah rata-rata angka daya beli masyarakat di Provinsi Papua. Terdapat 13 kabupaten/kota yang melewati garis ratarata daya beli masyarakat Provinsi Papua tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar daya beli yang terdapat di Kabupaten/Kota di Provinsi Papua masih
62
tergolong sangat rendah. Dapat dilihat dari 16 kabupaten yang belum bisa melampaui garis rata-rata tahun 2011 di Provinsi Papua.
5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi IPM di Provinsi Papua 5.2.1 Pengujian Model Terbaik Sebelum melakukan estimasi maka perlu dilakukan pemilihan model regresi terbaik. Pemilihan model regresi terbaik dilakukan untuk mendapatkan hasil estimasi yang sesuai. Proses ini dilakukan dengan dua tahap yaitu dengan pooled model dengan fixed effect model, kemudian di lanjutkan dengan membandingkan fixed effect model dengan random effect model. Pada tahap pertama dilakukan uji chow, untuk membandingkan pooled model dengan fixed effect model. Pada tahap kedua dilakukan uji Hausman yaitu dengan membandingkan fixed effect model dengan random effect model. Berdasarkan hasil uji Chow, secara signifikan H0 (Pooled model) di tolak atau terdapat heterogenitas individu pada model. Ini di tunjukkan dengan nilai p-value sebesar 0.000 (lebih kecil dari alpha lima persen). Jika dalam model terdapat heterogenitas individu maka fixed effect model akan memberikan hasil yang lebih baik dari pada pooled model. Setelah dibandingkan pada tahap pertama maka dibandingkan selanjutnya pada tahap kedua dengan uji Hausman dengan perbandingan fixed effect model dengan random effect model. Statistik Hauman mengikuti Chi-square dengan derajat bebas sebanyak jumlah variabel bebas. Hasil yang didapat dari uji Hausman 23.278799 (lampiran 9) dibandingkan dengan χ2 sama-sama menunjukkan p-value lebih besar dari χ2, maka H0 di tolak atau dengan kata lain menerima H1. Artinya model yang dipilih untuk menggunakan analisis data pada penelitian ini adalah fixed effect model (FEM). Sehingga FEM merupakan model yang lebih baik jika dibandingkan dengan pooled model ataupun random model.
63
Tabel 5.2 Hasil Pengujian Fixed Effect Model Variable PDRB GOVED RMISKIN RDOK RBDN RPWT RSD RSMA RSMP C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) R-squared
Coefficient Std. Error t-Statistic 0.032567 0.004195 7.763552 0.001336 0.000568 2.353548 -106.2893 10.55277 -10.07217 -0.000269 0.000116 -2.324963 0.003671 0.000610 6.013894 0.001897 0.000614 3.090752 0.000304 0.000370 0.820903 -0.000860 0.000202 -4.263708 -0.000634 0.000634 -0.999151 3.634891 0.049845 72.92422 Weighted Statistics 0.999831 Mean dependent var 0.999703 S.D. dependent var 0.005300 Sum squared resid 7822.513 Durbin-Watson stat 0.000000 Unweighted Statistics 0.999243 Mean dependent var
Sum squared resid 0.001651 Durbin-Watson stat Sumber : Lampiran Catatan : *) Signifikan pada taraf nyata 5 persen
Prob. 0.0000 * 0.0227 * 0.0000 * 0.0243 * 0.0000 * 0.0033 * 0.4157 0.0001 * 0.3226 0.0000 * 8.844689 8.801467 0.001376 2.365176
4.054650 2.027223
5.2.2 Uji Pelanggaran Asumsi Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 5.3, nilai probabilitas pada Fstat sama dengan 0.000 lebih kecil dari 0.05, sehingga dikatakan terdapat minimal satu variabel berpengaruh nyata dalam model. Nilai koefisien determinasi (R-squared) yang diperoleh sebesar 99.99 persen keragaman IPM dapat dijelaskan oleh variablevarieabel bebasnya, sedangkan sisanya sebesar 0,01 persen mampu dijelakan oleh faktor-faktor diuar model. Penggunaan
panel
data
dapat
mengabaikan
pelanggaran
asumsi
multikolenearitas. Hal ini karena penggabungan data cross section dan time series yang dapat mengurangi kolinearitas. Sementara itu model ini mempunyai R-squared yang tinggi yaitu sebesar 0.999 dan uji F yang nyata yaitu sebesar 0.000. Pada uji autokolerasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson yang diperoleh. Durbin-Watson stat yang diperoleh dari hasil pengolahan data sebesar 2.365176, hasil tersebut berada
64
pada batasan 1.55 < DW < 2.46. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam pengolahan data tidak terjadi pelanggaran asumsi autokolerasi. Sedangkan untuk melihat asumsi heteroskedasitas dapat dilihat dari Sum squared resid pada Weighted Statistics (0.001376) lebih kecil dari Sum squared resid Unweighted Statistics (0.001651). Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa model ini terindikasi pelanggaran asumsi heterokedassitas. Untuk menghilangkan adanya heteroskedasitas, maka diperlakuan dengan cara cross section weight dan whiteheteroskedastisity-consistent covarianve. Sehingga dapat disimpulkan masalah heterokedasitas sudah dapat teratasi dalam mengestimasi model telah menggunakan metode GLS (generalized least square) dengan white heteroscedastisity sebagai pembobot ( Gujarati, 2003). Dalam menganalisis uji T dapat diinterpretasikan menggunakan nilai probabilitas t-statistik yang diharapkan dapat mendekati nilai nol. Apabila nilai probabilitasnya semakin kecil maka akan semakin cukup bukti untuk menyatakan bahwa variabel bebas digunakan signifikan terhadap variabel tak bebasnya. Signifikansi dari variabel bebas ini ditunjukkan yaitu taraf 5 persen (0,05). Selain itu yang harus diperhatikan adalah pada nilai koefisien apakah sesuai dengan hipotesis awal yang telah dirumuskan. Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka prosedur pengujian mengguakan statistik-t menjadi tidak sah. Uji normalitas error term dapat dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera. Pada Lampiran 10, nilai probabilitas Jarque Bera sebesar 0.056118 yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Hal ini berarti error term terdistribusi dengan normal, sehingga pengujian menggunakan statistik-t telah sah. Keunggulan pendekatan efek tetap dalam mengestimasi data panel adalah dapat mengakomodasi heterogenitas unit-unit observasi yang digunakan. Heterogenitas unit observasi dapat dilihat pada cross section effect. Nilai-nilai tersebut mempengaruhi heterogenitas konstanta intersep unit-unit cross section yang digunakan. Konstanta intersep dalam suatu hasil regresi menggambarkan komponen peubah terikat yang
65
tidak dapat diterangkan oleh masing-masing peubah bebas yang digunakan dalam model. Nilai tersebut menunjukkan jika semua peubah yang digunakan tidak berpengaruh nyata, maka nilai intersep menunjukkan nilai IPM yang sesungguhnya.
5.2.3 Interpretasi Model Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan fixed effect GLS, diketahui bahwa variabel yang secara signifikan mempengaruhi kualitas pembangunan manusia Provinsi Papua pada taraf nyata 5 persen adalah produk domestik regional bruto, rasio murid SMA, pengeluaran pemerintah terhadap bidang pendidikan, rasio kemikinan, rasio dokter, rasio bidan, dan rasio perawat. Akan tetapi rasio bidan dan rasio perawat mempunyai koefisien yang positif, hal ini tidak sesuai dengan hiposesis yang dibuat sebelumnya. Sedangkan variabel yang tidak mempengaruhi IPM yaitu rasio murid SD, dan rasio murid SMP.
5.2.3.1 Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pendidikan (GOVED) Pengeluaran pemerintah yang tercermin dalam realisasi APBD (Belanja Modal dan Biaya Operasional) memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi alokasi dan fungsi restribusi. Fungsi alokasi untuk memenuhi permintaan masyarakat terhadap tersedianya kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan publik yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak swasta. Pendanaan terhadap pembangunan fasilitas-fasilitas umum yang akan digunakan oleh masyarakat berhubungan langsung dengan berapa besar jumlah pengeluaran pemerintah yang dialokasikan melalui APBD, untuk menyediakan fasilitas umum yang di butuhkan. Semakin besar jumlah pengeluaran pemerintah yang dialokasikan, maka semakin besar pula dana pembangunan serta semakin baik pula kualitas sarana dan prasarana pelayanan publik termasuk pada bidang pendidikan. Hal ini tentu saja diharapkan akan memberikan dampak terhadap tingkat kesejahteraan dan kualitas pembangunan manusia (Yuliati, 2012). Berdasarkan hasil estimasi regresi menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah pada pendidikan berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel pengeluaran pemerintah pada pendidikan sebesar
66
0.001336 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0227. Artinya setiap kenaikan satu persen pengeluaran pemerintah pada pendidikan akan menaikan nilai IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua meningkat sebesar 0.001336. Semakin tinggi pengeluaran pemerintah pada pendidikan di Provinsi Papua, maka akan meningkatkan angka IPM Provinsi Papua, asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang telah dibuat sebelumnya mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah pada bidang pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM.
5.2.3.2 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Hasil regresi menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel PDRB sebesar 0.037203 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0000. Artinya setiap kenaikan satu persen PDRB akan meningkatkan nilai IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar 0.032567 persen, cateris paribus. PDRB yang berhubungan positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia di Provinsi Papua sesuai dengan hipotesis yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini menunjukkan peran penting PDRB per kapita terhadap peningkatan IPM. Dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pembangunan menganut konsep manusia seutuhnya. Konsep manusia Indonesia seutuhnya menghendaki peningkatan kualitas penduduk baik secara fisik, mental maupun spiritual. Secara eksplisit mungkin dapat dikatakan bahwa, pembangunan yang dilakukan itu harus menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia yang seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan yang timbal balik dengan pembangunan manusia. Artinya pembangunan yang baik menjadi persyaratan untuk melakukan pembangunan manusia. Suatu wilayah akan sangat sulit melaksanakan pembangunan manusia jika dalam kondisi perekonomian yang tidak menentu (labil), seperti yang terjadi di Indonesia pada saat terjadi krisis ekonomi. Demikian juga secara tidak langsung pembangunan manusia ini juga mempengaruhi pembangunan ekonomi. Pembangunan manusia menempatkan manusia itu sendiri sebagai input, dimana nantinya dihasilkan suatu produk berupa
67
sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan daya saing tinggi. Kuatnya hubungan timbal balik tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh kelembagaan pemerintah karena keberadaannya sangat menentukan implementasi kebijakan publik. Oleh sebab itu pemerintah daerah sebagai tempat lahirnya kebijakan pembangunan termasuk pembangunan manusia sangat berperan terhadap berhasil tidaknya pembangunan daerahnya. Hubungan pertumbuhan ekonomi (PDRB atas dasar Harga Berlaku) dan pembangunan manusia seperti terlihat pada Tabel 5.4. Dapat dilihat pada Provinsi Papua tahun 2005-2010 mengalami kenaikan nilai IPM dan PDRB juga mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2005 yang tercatat sebesar 43.62 triliun menjadi 89.45 triliun pada tahun 2010. IPM Provinsi Papua mengalami peningkatan dari 62.10 pada tahun 2005 menjadi 64.94 pada tahun 2010. Kecenderungan kenaikan IPM akan diikuti oleh peningkatan PDRB karena diasumsikan manusia yang berkualitas memungkinkan menghasilkan produktivitas tinggi. Tabel 5.3 IPM dan PDRB per kapita Provinsi Papua tahun 2005-2010 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Komponen IPM 62.10 62.75 63.41 64.00 64.54 64.94
PDRB (Triliun Rupiah) 43.62 46.90 55.38 61.50 77.73 89.45
Sumber : BPS, 2010
Meskipun peningkatan IPM akan diikuti oleh peningkatan PDRB namun bagi kabupaten/kota yang memiliki PDRB per kapita rendah akan berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonominya dan kenaikan angka tersebut akan cenderung diikuti oleh kenaikan IPM secara cepat. Tetapi bagi kabupaten/kota yang memiliki PDRB per kapita yang relatif tinggi maka tidak selalu kenaikan PDRB per kapita yang tinggi tersebut akan diikuti oleh kenaikan IPM yang tinggi juga. Karena jika kenaikan PDRB tersebut tidak digunakan untuk kegiatan yang mendukung peningkatan
68
kualitas manusia maka kenaikan PDRB tersebut tidak akan menghasilkan perubahan pembangunan manusia. Pentingnya PDRB per kapita sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya (Ramires, et al. 2000 dalam Yuliati) yang menyatakan bahwa pembangunan manusia, dimana dengan semakin berkembangnya pembangunan ekonomi, maka akan tercipta lapangan pekerjaan, dan manusia sebagai faktor produksi akan mendapatkan penghasilan, sehingga majunya perekonomian maka penghasilan pun akan meningkat sehingga dalam mealokasikan pendapatannya dapat memilih sesuai dengan keinginannya.
5.2.3.3 Rasio Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk (RMISKIN) Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat tersebut dapat teratasi. Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya adalah kemiskinan masyarakat, pengangguran, buta huruf, ketahanan pangan, dan penegakan demokrasi. Hasil regresi menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Papua. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang dibuat sebelumnya. Tabel estimasi menunjukkan jika setiap peningkatan tingkat kemiskinan, maka indeks pembangunan manusia akan mengalami penurunan dan sebaliknya, jika rasio jumlah penduduk miskin mengalami penurunan, maka IPM mengalami peningkatan. Variabel kemiskinan dalam hal ini menggunakan rasio jumlah penduduk miskin terhadap jumlah penduduk yang ada pada Provinsi Papua. Kemiskinan merupakan suatu persoalan yang kompleks dan dilematik bagi negara yang sedang berkembang. Hal ini terjadi seiring dengan semakin meningkatnya penduduk dan berkembangnya wilayah. Peningkatan penduduk yang tidak dibarengi dengan peningkatan pelayanan kebutuhan dasar manusia dan upayaupaya peningkatan daya beli akhirnya akan menyebabkan kemiskinan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu hambatan dalam
69
meningkatkan IPM. Hal ini dikarenakan kemiskinan membuat akses terhadap pendidikan dan kesehatan sebagai tolak ukur peningkatan IPM terganggu. Pada tahun 2010 persentase penduduk miskin di Provinsi Papua mengalami penurunan sebesar 0.73 persen, namun Provinsi Papua masih menghadapi masalah kemiskinan, karena Provinsi Papua merupakan provinsi yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar di Indonesia. Hal ini tentunya mempengaruhi kemampuan daya beli masyarakat di Provinsi Papua. Hubungan daya beli masyarakat dengan kemiskinan adalah ketika daya beli masyarakat tinggi maka nilai kemiskinan yang ada di wilayah tersebut akan rendah. Tabel 5.4 Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua tahun 2007-2010 Tahun 2007 2008 2009 2010
Persentase Penduduk Miskin (%) 40.78 37.08 37.53 36.80
Sumber : BPS, 2010
5.2.3.4 Rasio Bidan, Rasio Dokter, Rasio Perawat terhadap jumlah Penduduk Kondisi kesehatan merupakan bagian yang erat hubungannya dengan keberhasilan pembangunan manusia. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan
kualitas
kehidupan,
meningkatkan
usia
harapan
hidup
dan
mempertinggi harapan kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Untuk bidang kesehatan, indikator yang mewakili dalam IPM adalah umur harapan hidup waktu lahir. Namun, bagaimana caranya meningkatkan umur harapan hidup, sulit dijawab dengan pasti. Oleh karena itu tampaknya diperlukan serangkaian indikator kesehatan lain yang diperkirakan berdampak pada kesehatan yang pada gilirannya meningkatkan umur harapan hidup waktu lahir. Indikator tersebut yaitu rasio bidan, rasio dokter, dan rasio perawat. Hasil regresi menunjukkan bahwa rasio dokter berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel rasio dokter sebesar 0.000269 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0243. Artinya setiap
70
kenaikan satu persen rasio jumlah penduduk terhadap dokter akan menurunkan nilai IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar 0.000269. Hasil regresi rasio dokter sesuai dengan hipotesa awal yang diajukan. Semakin rendah rasio dokter kabupaten/kota di Provinsi Papua, maka akan meningkatkan IPM di Provinsi Papua, asumsi cateris paribus. Hasil regresi menunjukkan bahwa rasio bidan berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel rasio bidan sebesar 0.003671 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0000. Artinya setiap kenaikan satu persen rasio jumlah penduduk terhadap bidan akan meningkatkan nilai IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar 0.003671. Berarti jika rasio bidan semakin besar, maka IPM di daerah tersebut semakin tinggi. Hasil regresi rasio jumlah penduduk terhadap bidan ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang diajukan. Dan juga hasil regresi menunjukkan bahwa rasio perawat berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel rasio perawat sebesar 0.001897 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0033. Artinya setiap kenaikan satu persen rasio perawat akan meningkatkan nilai IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar 0.001897. Hasil regresi rasio jumlah penduduk terhadap perawat ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang diajukan. Dengan adanya variabel yang signifikan tetapi mempunyai koefisien regresi yang bernilai positif, sementara hipotesis yang dibuat bahwa semakin kecil rasio bidan atau perawat maka beban bidan/perawat di daerah tersebut akan semakin kecil, hal ini akan menyebabkan kenaikan angka IPM. Hal ini terjadi karena perubahan sarana prasarana dan jumlah bidan dan perawat yang ada di Provinsi Papua. Pada tahun 2010, jumlah rumah sakit yang ada di Provinsi Papua sebanyak 30 unit. Sedangkan banyaknya puskesmas dan puskesmas pembantu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu 1.027 puskesmas pada tahun 2009 menjadi 1.111 puskesmas pada tahun 2010. Sedangkan jumlah dokter berkurang dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2010 sebesar 733 orang menjadi 682 orang pada tahun
71
2011. Jumlah dokter berkurang sebanyak 105 orang. Begitu juga dengan jumlah bidan menurun sebesar 1066 orang pada tahun 2011.
Tabel 5.5 Jumlah Dokter, Bidan, Perawat di Provinsi Papua 2007-2011 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Bidan 1724 1766 2250 2772 1706
Komponen Bidang Kesehatan Perawat Dokter 2437 357 3740 574 3741 667 3881 733 4086 682
Sumber : BPS, 2011
Kesehatan merupakan faktor penting pembangunan manusia dan menjadi dasar bagi pembangunan bidang lainnya. Manusia yang sehat merupakan prasyarat untuk mewujudkan pembangunan manusia. Penanganan masalah kesehatan tidak dapat dilakukan secara sekaligus, terkait dengan segala keterbatasan yang ada baik menyangkut pendanaan dan sumberdaya yang tersedia. Dengan kondisi seperti itu, maka prioritas program dan kegiatan perlu dilakukan. Selain itu, penanganan masalah kesehatan bukan hanya tanggung jawab dari sektor kesehatan saja, namun merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Salah satu komponen utama upaya pembangunan kesehatan yang berdaya guna dan berhasil guna adalah sumber daya kesehatan, yang terdiri dari sumberdaya tenaga, fasilitas dan pendanaan kesehatan. Tenaga kesehatan memegang peranan yang penting dalam upaya peningkatan status kesehatan, tidak hanya dari segi jumlahnya saja, namun juga kualitas dan ketersebarannya. Bagian ini hanya akan membahas aspek tenaga kesehatan. Permasalahan ketenagaan kesehatan yang utama adalah kekurangan semua jenis tenaga kesehatan, kualitas tenaga kesehatan, serta distribusi yang tidak merata. Kondisi tenaga kesehatan yang tidak merata dan jumlahnya kurang di Provinsi Papua membutuhkan penanganan segera. Kebijakan pengembangan tenaga medis dan manajemen kesehatan mutlak dilakukan agar terjadi perbaikan sistem penyediaan tenaga kesehatan maupun manajemen pelayanan kesehatan itu sendiri.
72
Upaya peningkatan kesehatan bukan semata membangun fasilitas kesehatan, namun perlu diiringi dengan kualitas pelayanan kesehatan yang baik. Kualitas kesehatan yang baik tidak hanya ditunjang oleh ketersediaan pendanaan yang memadai, namun juga oleh ketersediaan sumberdaya tenaga kesehatan yang berkualitas. Namun hal ini tidak berpengaruh secara signifikan saat akses terhadap kesehatan mengalami banyak kendala. Keadaan fasilitas kesehatan yang tidak mamadai serta jumlah tenaga kesehatan yang kurang merata pada setiap kabupaten.
5.2.3.5 Rasio Murid SD, SMP, SMA terhadap Guru Variabel rasio murid SD dan murid SMP terhadap guru berdasarkan hasil analisis regresi panel data tidak signifikan memengaruhi indeks pembangunan manusia di Provinsi Papua. dimana terjadi peningkatan tenaga pendidikan di SD dan penurunan di SMP justru tidak memberikan pengaruh terhadap indeks pembangunan manusia. Hal ini di sebabkan karena kecilnya nilai angka melek huruf dan angka ratarata lama sekolah di Provinsi Papua. Kecilnya angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah tersebut, disebabkan karena sebagian besar masyarakat Papua masih kurang sadar terhadap dunia pendidikan dan sebagian besar lokasi daerah sangat sulit dijangkau. Jumlah guru SD, SMP yang ada di Provinsi Papua meningkat, tetapi peningkatan guru tersebut belum bisa menjangkau seluruh murid yang ada di provinsi ini. Sedangkan hasil regresi menunjukkan bahwa rasio SMA berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel rasio SMA sebesar 0.000860 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0.0001. Artinya setiap kenaikan satu persen rasio murid SMA terhadap guru akan menurunkan nilai IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua sebesar 0.000860. Hasil regresi ini sesuai dengan hipotesis yang telah di buat. Semakin kecil rasio murid SMA, maka beban guru akan semakin kecil maka akan meningkatkan nilai IPM yang ada. Pendidikan memainkan peran instrumental dalam pembangunan manusia maupun pembangunan bidang lainnya. Dengan demikian merupakan suatu keharusan untuk menjawab berbagai permasalahan yang masih terus melingkupinya. Dalam
73
konteks yang sangat fokus, indikator-indikator sederhana yang meliputi tingkat pendidikan rata-rata penduduk dan tingkat literasi merupakan determinan penting indeks pembangunan manusia. Berbagai masalah yang mewarnai pendidikan di Indonesia saat ini, tak terkecuali Provinsi Papua yakni perluasan dan peningkatan kualitas pendidikan. Permasalahan ini dengan mudah dapat dirasakan relevansinya disemua jenjang pemerintahan, nasional, provinsi, maupun kabupaten/ kota. Desakan untuk menjawab tantangan permasalahan akses dan pemerataan menjadi makin dirasakan setelah Indonesia mengikatkan diri melalui komitmen untuk mencapai sasaran Pembangunan Milenium (MDGs), yaitu angka partisipasi untuk pendidikan dasar (usia 7- 15 tahun atau lama bersekolah 9 tahun) harus mencapai 100 persen pada tahun 2015 tanpa membedakan wilayah, status sosial ekonomi dan jenis kelamin. Disamping permasalahan akses dan pemerataan, permasalahan kualitas makin hari makin terasa mendesak untuk dijawab mengingat posisi pendidikan Indonesia relatif masih tertinggal.
74
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Provinsi Papua, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
Daerah yang memiliki tingkat IPM tertinggi di Provinsi Papua terdapat pada Kota Jayapura yaitu sebesar 76.42, sedangkan daerah yang memiliki
IPM
terendah terdapat pada Kabupaten Nduga. Rata-rata IPM pada Provinsi Papua yaitu sebesar 64.93. Terdapat 11 kabupaten/kota yang melewati garis rata-rata IPM Provinsi Papua yaitu: Kota Jayapura, Supiori, Keerom, Sarmi, Mimika, Puncak Jaya, Biak Namfor, Yapen Waropen, Nabire, Kabupaten Jayapura, dan Marauke. Komponen angka melek huruf tahun 2011 menunjukkan 75.81 persen masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Papua sudah dapat membaca dan menulis kalimat sederhana dan masih terdapat 24.19 persen yang masih buta aksara. Komponen rata-rata lama sekolah sebesar 6.69 tahun menunjukkan target pendididkan wajib belajar 9 tahun belum terpenuhi di Provinsi Papua. Komponen angka harapan hidup sebesar 68.85 tahun menunjukkan semakin baiknya kualitas kesehatan di Provinsi Papua. 2.
Berdasarkan hasil estimasi panel data, faktor-faktor yang berpengaruh nyata (signifikan) terhadap indeks pembangunan manusia adalah PDRB perkapita, Pengeluaran Pemerintah pada bidang pendidikan, Rasio miskin, Rasio jumlah penduduk terhadap dokter, Rasio murid SMA terhadap guru. Hal ini telah sesuai dengan hipotesis yang digunakan sebelumnya. Sedangkan yang tidak berpengaruh nyata terhadap indek pembangunan manusia Rasio murid SD, Rasio murid SMP.
3.
Dari hasil penelitian, ternyata rasio bidan dan rasio perawat mempunyai hubungan yang tidak sesuai dengan hipotesis. Dimana variabel tersebut berhubungan positif terhadap IPM.
75
6.2 Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, maka pada bagian ini dikemukakan beberapa saran dan rekomendasi sebagai berikut : 1.
Dari hasil penelitian rasio murid SMA signifikan berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia, sehingga disarankan penambahan tenaga pengajar di tingkat SMA, sehingga akan meningkatkan nilai IPM dan akan mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Papua.
2.
Pada bidang kesehatan, rasio dokter signifikan terhadap IPM, sehingga disarankan penambahan jumlah dokter untuk meningkatkan IPM di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Papua.
3.
Diharapkan peran pemerintah terhadap bidang pendidikan yang lebih besar di Provinsi Papua yaitu alokasi anggaran pendidikan yang tepat pada sasaran, fasilitas pendidikan, penambahan pengajar guna meningkatkan nilai IPM di Provinsi Papua.
4.
Pengalokasian anggaran pemerintah terhadap pendidikan perlu di kaji kembali, terutama terhadap realisasi penggunaannya agar anggaran yang telah diterapkan akan terealisasi dengan tepat pada sasaran.
5.
Pemerintah perlu menciptakan lapangan pekerjaan di Provinsi Papua, sehingga akan berdampak untuk menurunkan tingkat kemiskinan.
76
DAFTAR PUSTAKA Alam, J. 2006. Disparitas Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Bekasi [Tesis]. Depok : Sekolah Pascasarjana Universitas Indonesia. Baltagi, B.H. 2001. Econometrics Analysis of Panel Data Third edition. Great Britain, Biddles Ltd. BPS. 2012. Statistik Daerah Provnsi Papua 2012, Jayapura BPS. 2012. Laporan Perekonomian Provinsi Papua 2011, Jayapura. BPS Jakarta. 2008. Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2008. BPS Jakarta, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2009. Papua Dalam Angka Tahun 2010. Badan Pusat Statistik, Jakarta. .
2010. Papua Dalam Angka Tahun 2011. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
.
2011. Papua Dalam Angka Tahun 2011. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
.
2012. Papua Dalam Angka Tahun 2012. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
BPS-Bappenas-UNDP, 2001. Indonesia Human Development Report 2001. Towards a New Consensus: Democracy and Human Development in Indonesia. Jakarta : BPS-Statistics Indonesia, Bappenas dan UNDP Indonesia. BPS, BAPENAS, UNDP. 2004. Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2004. BPS, Jakarta. BPS. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan United Nation Development Programme, 2001. Menuju Konsensus Baru, Demokrasi dan Pembangunan di Indonesia, Laporan Pembangunan Manusia 2001. Jakarta. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Askara. Jakarta. Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta. Hendrani. P. 2012. Konvergensi Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Banten. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
77
Hidayat, N.K. 2008. Analisis Hubungan Komponen Indeks Pembangunan Manusia Dengan Kemiskinan di Propinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jhingan, M.L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Raja Grafind Pustaka. Jakarta. Juanda B.2009. Ekonometrika : pemodelan dan pendugaan, Bogor : IPB Press. Kementrian Keuangan RI. Derektorat Jendral Perimbangan Keuangan tahun 2009. Kementrian Keuangan RI, Jakarta. .
.2010. Derektorat Jendral Perimbangan Keuangan tahun 2010. Kementrian Keuangan RI, Jakarta.
.
.2011. Derektorat Jendral Perimbangan Keuangan tahun 2011. Kementrian Keuangan RI, Jakarta.
Kurniawan. H. 2012. Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan Terhadap Kualitas Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ginting K.S. Charisma, 2008. Analisis Pembangunan Manusia Di Indonesia. [Tesis]. Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Maliendra, F. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pambudi, S.B. 2008. Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga. Jakarta. Soebeno, A. 2005. Analisis Pembangunan Manusia dan Penentuan Prioritas Pembangunan Sosial di Jawa Timur. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sukirno, Sudono. 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, Dan Dasar Kebijakan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
78
Suliswanto, M. S. W. 2010. ” Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Angka Kemiskinan Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 8: 6-10. Tambunan T.H Tulus. 2003. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia: Jakarta Todaro, M.P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta. UNDP. 2008. Human Development Report 2007/2008. United Nations Development Programme, New York, USA. UNDP. 2012. Human Development Report 2012. United Nations Development Programme, New York, USA. Yuliati. A. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://papua.bps.go.id/site/dmdocuments/publikasi_swf/statda2012/statda2012.ht ml www.jurnalekonomirakyat.com“Kualitas Manusia Indonesia”. Mubyarto (2004)
79
LAMPIRAN
80
Lampiran 1. Tabel IPM menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Kabupaten/Kota Marauke Jayawijaya Jayapura Nabire Yapen Waropen Biak NamFor Paniai Puncak Jaya Mimika Boven Digoel Mappi Asmat Yahukimo Pegunungan Bintang Tolikara Sarmi Keerom Waropen Supiori Membramo Raya Nduga Lanny Jaya Memberano tengah Yalimo Puncak Dogiayi Intan jaya Deiyai Kota Jayapura Papua Rata-Rata IPM tahun 2011 Papua
2009 64.77 55.09 71.66 66.54 69.13 69.35 59.53 68.21 68.49 49.56 49.88 50.86 49.22 48.54 51.48 66.65 68.89 62.85 68.06 58.57 47.74 48.57 48.18 48.71 48.16 49.23 47.94 48.02 75.16 64.53
2010 65.73 56.24 72.25 66.81 69.69 69.95 59.9 68.27 69.09 50.21 50.45 51.55 49.59 48.99 52 66.84 69.26 63.27 68.46 59.39 48.02 49.9 48.96 48.55 49 50.03 48.42 48.57 75.76 64.94 58.84
2011 66.08 56.53 72.51 67.18 70.25 70.31 60.26 68.59 69.7 50.73 51.15 52.01 50.19 49.4 52.19 67.1 69.49 63.66 68.82 59.7 48.33 50.14 49.26 48.85 49.29 50.46 48.66 49.18 76.42 65.34
81
Lampiran 2. Tabel Angka Harapan Hidup menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Daerah Marauke Jayawijaya Jayapura Nabire Yapen Waropen Biak NamFor Paniai Puncak Jaya Mimika Boven Digoel Mappi Asmat Yahukimo Pegunungan Bintang Tolikara Sarmi Keerom Waropen Supiori Membramo Raya Nduga Lanny Jaya Memberano tengah Yalimo Puncak Dogiayi Intan jaya Deiyai Kota Jayapura Papua Rata-Rata Angka Harapan Hidup tahun 2011 di Papua
2009 62.25 66.24 67.14 67.33 67.52 66.21 67.4 67.52 69.87 66.75 65.99 66.66 66.53 65.55 65.84 66.26 66.93 65.19 65.72 65.95 65.5 66.12 66.13 66.17 67.26 66.95 66.8 66.59 68.34 68.35
2010 62.76 66.42 67.32 67.55 68.04 66.48 67.7 67.62 70.72 67.03 66.18 67.22 66.81 65.76 65.95 66.35 67.1 65.53 65.96 66.06 65.65 66.29 66.27 66.35 67.44 67.09 66.8 66.59 68.46 68.6 66.91
2011 62.88 66.63 67.53 67.8 68.55 66.75 68 67.7 70.53 67.13 66.28 67.32 67.09 66 66.09 66.46 67.31 65.86 66.23 66.2 65.83 66.49 66.44 66.56 67.64 67.27 66.83 66.62 68.61 68.85
82
Lampiran 3. Tabel Angka Melek Huruf menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Daerah Marauke Jayawijaya Jayapura Nabire Yapen Waropen Biak NamFor Paniai Puncak Jaya Mimika Boven Digoel Mappi Asmat Yahukimo Pegunungan Bintang Tolikara Sarmi Keerom Waropen Supiori Membramo Raya Nduga Lanny Jaya Memberano tengah Yalimo Puncak Dogiayi Intan jaya Deiyai Kota Jayapura Papua Rata-Rata Angka Melek Huruf tahun 2011 Papua
2009 87.37 51.65 96.31 83.52 88.28 97.75 62.91 86.81 87.29 31.75 31.35 31.07 31.81 31.76 32.87 87.11 91.12 76.88 95.71 64.11 30.53 32.68 32.13 32.77 32.11 32.99 27 26.87 99.1 75.58
2010 87.99 52.52 96.65 83.59 88.82 98.27 62.93 86.81 87.96 32.94 31.43 31.1 32.52 32.32 33.2 87.55 92.15 77.11 96.19 65.04 30.53 36.72 34.34 33.3 32.11 34.02 27.39 28.45 99.58 75.6 59.33
2011 88.22 52.76 96.89 83.66 89.11 98.67 62.94 86.82 88.19 33.25 31.46 31.23 32.76 32.5 33.44 87.67 92.38 77.26 96.68 65.36 30.54 36.91 34.52 33.51 32.13 34.23 27.78 30.12 99.83 75.81
83
Lampiran 4. Tabel Rata-Rata Lama Sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Daerah Marauke Jayawijaya Jayapura Nabire Yapen Waropen Biak NamFor Paniai Puncak Jaya Mimika Boven Digoel Mappi Asmat Yahukimo Pegunungan Bintang Tolikara Sarmi Keerom Waropen Supiori Membramo Raya Nduga Lanny Jaya Memberano tengah Yalimo Puncak Dogiayi Intan jaya Deiyai Kota Jayapura Papua Rata-Rata Lama Sekolah tahun 2011 Papua
2009 8.63 3.79 9.05 6.48 6.53 9.26 6.21 6.11 6.71 3.1 3.89 3.94 2.42 2.45 2.94 6.41 7.32 6.29 7.97 4.46 2.79 3.33 2.9 2.72 2.79 3.43 1.81 2.24 10.88 6.57
2010 9.33 4.82 9.54 6.55 6.58 9.55 6.21 6.11 6.79 3.37 4.27 4.33 2.47 2.46 3.35 6.44 7.38 6.33 8.03 5.17 2.79 3.7 2.9 2.74 2.8 3.87 2.07 2.5 11 6.66 5.35
2011 9.35 4.84 9.56 6.78 6.63 9.58 6.22 6.12 6.87 3.39 4.3 4.35 2.86 2.54 3.38 6.55 7.39 6.37 8.08 5.2 2.8 3.72 2.91 2.75 2.82 3.89 2.1 2.79 11.03 6.69
84
Lampiran 5. Tabel Daya Beli Masyarakat menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Daerah Marauke Jayawijaya Jayapura Nabire Yapen Waropen Biak NamFor Paniai Puncak Jaya Mimika Boven Digoel Mappi Asmat Yahukimo Pegunungan Bintang Tolikara Sarmi Keerom Waropen Supiori Membramo Raya Nduga Lanny Jaya
2009 597.2 592.33 621.43 615.25 633.24 592.01 585.77 629.72 609.2 580.88 584.06 592.21 584.45 582.55 610.64 614.73 618.7 603.76 597.09 597.25 572.79 567.59
2010 597.46 593.5 622.12 616.41 634.83 593.5 588.34 629.72 611.86 581.19 586.21 593.31 584.54 585.04 611.64 614.89 618.86 605.71 598.6 597.45 575.39 568.59
2011 601.71 595.72 626.25 618.79 636.3 595.16 590.27 629.82 615.71 585.04 590.07 597.16 587.4 588.02 625.39 616.74 621.33 608.26 600.65 601.4 579.24 570.21
23 24 25 26 27 28 29
Memberano tengah Yalimo Puncak Dogiayi Intan jaya Deiyai Kota Jayapura Papua Rata-Rata Daya Beli Masyarakat tahun 2011 Papua
568.31 567.52 568.13 568.42 585.55 584.35 632.54 603.88
570.95 569.66 570.4 570.51 588.12 584.45 636.93 606.38
573.8 571.9 573.36 574.37 590.7 586.3 641.78 609.18
599.75
85
Lampiran 6. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Pooled Model Dependent Variable: IPM Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 01/16/13 Time: 09:02 Sample: 2009 2011 Periods included: 3 Cross-sections included: 29 Total panel (balanced) observations: 87 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
GOVED PDRB RBDN RDOK RMISKIN RPWT RSD RSMA RSMP C
0.005168 0.052178 0.030324 -0.000469 -201.2883 -0.033871 -0.081136 -0.028794 -0.069069 4.009862
0.006006 0.002741 0.013395 0.001096 95.75112 0.015198 0.018344 0.003731 0.027228 0.075740
0.860529 19.03661 2.263863 -0.428280 -2.102204 -2.228665 -4.423067 -7.716816 -2.536711 52.94235
0.3922 0.0000 0.0264 0.6696 0.0388 0.0288 0.0000 0.0000 0.0132 0.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.845895 0.827883 0.104265 46.96212 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
6.453776 3.826856 0.837087 0.787074
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.579154 0.918232
Mean dependent var Durbin-Watson stat
4.054650 0.335389
86
Lampiran 7. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Fixed Effect Dependent Variable: IPM Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 01/16/13 Time: 10:15 Sample: 2009 2011 Periods included: 3 Cross-sections included: 29 Total panel (balanced) observations: 87 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
PDRB GOVED RMISKIN RDOK RBDN RPWT RSD RSMA RSMP C
0.032567 0.001336 -106.2893 -0.000269 0.003671 0.001897 0.000304 -0.000860 -0.000634 3.634891
Std. Error 0.004195 0.000568 10.55277 0.000116 0.000610 0.000614 0.000370 0.000202 0.000634 0.049845
t-Statistic 7.763552 2.353548 -10.07217 -2.324963 6.013894 3.090752 0.820903 -4.263708 -0.999151 72.92422
Prob. 0.0000 0.0227 0.0000 0.0243 0.0000 0.0033 0.4157 0.0001 0.3226 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.999831 0.999703 0.005300 7822.513 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
8.844689 8.801467 0.001376 2.365176
Unweighted Statistics R-squared 0.999243 Sum squared resid 0.001651
Mean dependent var Durbin-Watson stat
4.054650 2.027223
87
Lampiran 8. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Random Effect Dependent Variable: IPM Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 01/16/13 Time: 10:15 Sample: 2009 2011 Periods included: 3 Cross-sections included: 29 Total panel (balanced) observations: 87 Swamy and Arora estimator of component variances White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable PDRB GOVED RMISKIN RDOK RBDN RPWT RSD RSMA RSMP C
Coefficien t
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.034165 0.001019 -124.1438 -0.000542 0.003737 0.003429 -0.000302 -0.001122 0.001036 3.613987
0.007482 0.000771 49.12162 0.000550 0.001452 0.001105 0.002384 0.000976 0.001861 0.093467
4.566330 1.321809 -2.527275 -0.984841 2.573572 3.103737 -0.126523 -1.149731 0.556503 38.66610
0.0000 0.1901 0.0135 0.3278 0.0120 0.0027 0.8996 0.2538 0.5795 0.0000
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
0.112377 0.005656
Rho 0.9975 0.0025
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.570326 0.520104 0.006158 11.35618 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
0.117777 0.008890 0.002920 1.169769
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.281533 1.567602
Mean dependent var Durbin-Watson stat
4.054650 0.002179
88
Lampiran 9. Chow Test dan Hausmant Test 1. Chow Test Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic
d.f.
Prob.
3139.638534
(28,49)
0.0000
2. Hausmant Test Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic 23.278799
Chi-Sq. d.f.
Prob.
9
0.0056
89
Lampiran 10. Uji Normalitas
9
Series: Standardized Residuals Sample 2009 2011 Observations 87
8 7 6 5 4 3
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-2.84e-18 7.51e-06 0.006631 -0.007514 0.004001 -0.142860 1.772201
Jarque-Bera Probability
5.760587 0.056118
2 1 0 -0.0075
-0.0050
-0.0025
0.0000
0.0025
0.0050
90
Lampiran 11. Crosssection Effect
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Provinsi Marauke Jayawijaya Jayapura Nabire Yapen Waropen Biak NamFor Paniai Puncak Jaya Mimika Boven Digoel Mappi Asmat Yahukimo Pegunungan Bintang Tolikara Sarmi Keerom Waropen Supiori Membramo Raya Memberano tengah Yalimo Lanny Jaya Nduga Puncak Dogiayi Deiyai Intan jaya Kota Jayapura
Effect 0.047548 -0.041832 0.168257 0.109153 0.181567 0.153542 0.062832 0.187541 0.036708 -0.163518 -0.134064 -0.105469 -0.122338 -0.156637 -0.090902 0.141979 0.165428 0.129401 0.217340 0.069818 -0.131825 -0.121519 -0.106174 -0.110942 -0.140635 -0.145893 -0.134576 -0.132172 0.167382
1 91
Lampiran12.UjiMultikolinieritas
IPM PDRB GOVED RMISKIN RDOK RBDN RPWT RSD RSMP RSMA
IPM 1,000 0,622 0,293 -0,430 0,023 -0,150 -0,133 -0,460 -0,440 -0,115
PDRB 0,622 1,000 0,349 -0,577 -0,001 -0,072 0,056 -0,280 -0,219 0,049
GOVED 0,293 0,349 1,000 0,182 0,339 0,532 0,495 -0,084 -0,335 -0,092
RMISKIN -0,430 -0,577 0,182 1,000 0,393 0,636 0,508 0,191 0,088 0,012
RDOK 0,023 -0,001 0,339 0,393 1,000 0,556 0,502 -0,018 -0,158 -0,077
RBDN -0,150 -0,072 0,532 0,636 0,556 1,000 0,881 0,260 -0,023 -0,109
RPWT -0,133 0,056 0,495 0,508 0,502 0,881 1,000 0,190 0,064 -0,024
RSD -0,460 -0,280 -0,084 0,191 -0,018 0,260 0,190 1,000 0,276 -0,259
RSMP -0,440 -0,219 -0,335 0,088 -0,158 -0,023 0,064 0,276 1,000 0,125
RSMA -0,115 0,049 -0,092 0,012 -0,077 -0,109 -0,024 -0,259 0,125 1,000
1