ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI WILAYAH PERBATASAN DARAT INDONESIA
AMBAR YULIATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2012
Ambar Yuliati H151104304
Halaman ini sengaja dikosongkan
ABSTRACT AMBAR YULIATI. The Analysis of Factors That Influence Human Development Indeks InIndonesia Land Borders. Under supervision of WIWIEK RINDAYATI and IRFAN SYAUQI BEIK.
Human Development Index (HDI) is a measure for the quality of human development. The increase in the development will improve economic growth. The United Nations Development Programme (UNDP) since 1990 has been using the HDI to measure achievement of human development process. Human Development Index is devided in to three components, namely education, health and purchasing power. This study examines the factors that influence human development index in Indonesia’s land border. The study is conducted in Indonesia’s land border by using secondary data derived from BPS, Kemenkeu and UNDP from 2007-2010. This study uses panel data regression model to determine the determinants of human development index and uses descriptive analysis to discuss policy implication. This study shows that the GDP per capita, poverty, teacher’s availability, health care, and infrastructure significantly influence the HDI. These factors should be prioritized in order to improve the HDI in the land border of the country. Keyword: HDI, Land Border, Panel Data
Halaman ini sengaja dikosongkan
RINGKASAN AMBAR YULIATI: Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia. Dibimbing oleh: WIWIEK RINDAYATI dan IRFAN SYAUQI BEIK. Hakekat pembangunan dalam suatu wilayah adalah proses multi dimensional yang mencakup perubahan yang mendasar meliputi struktur-struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional dengan tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan merupakan perubahan suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan kerjasama, kebutuhan mendasar, dan keinginan mayoritas individu maupun kelompok sosial yang ada untuk bergerak maju menuju suatu kondisi yang lebih baik. Modal manusia merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi, dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih membaik. Selain itu manusia juga merupakan manifestasi kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Oleh karena itu manusia menjadi sasaran utama dari pembangunan. Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong kualitas manusia hanya akan membuat negara bersangkutan tertinggal dari negara lain. Peningkatan kualitas modal manusia akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan, jika modal manusia semakin baik akan dapat meningkatkan produktifitas yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan individu sehingga akan meningkatkan kesejahteraannya. Perbatasan negara yang merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara memiliki peranan penting, baik dalam batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam , pertahanan dan kedaulatan ekonomi sebuah negara. Menurut UU No. 26 tahun 2007 telah ditetapkan bahwa perbatasan sebagai kawasan strategi nasional di bidang pertahanan dan keamana. Meskipun telah ditetapkan sebagaimana tersebut bukan berarti tidak boleh dikembangkan secara sosial ekonomi. Tetapi justru sebaliknya, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan ekonomi wilayah merupakan pendekatan yang komplementer dengan pendekatan pertahanan dan keamanan. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, mengkaji perkembangan masing-masing komponen IPM di wilayah perbatasan darat Indonesia. Kedua, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi IPM di wilayah perbatasan darat Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik dan sumber lainnya dengan periode waktu yang digunakan adalah tahun 2007-2010. Penelitian mencakup seluruh kabupaten perbatasan darat sebanyak 16 kabupaten pada 4 provinsi yaitu: Kalimantan Barat 5 kabupaten (Sambas, Bengkayang, Sintang, Sanggau dan Kapuas Hulu), Kalimantan Timur 3 kabupaten (Nunukan, Malinau dan Kutai Barat), Nusa Tenggara Timur 3 kabupaten (Kupang, Belu dan Timor Tengah Utara), dan Papua 4 kabupaten (Merauke, Boven Digoel, Pegunungan Bintang dan Keerom) dan 1 kota yaitu Kota Jayapura
Metode analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian terdiri dari analisis deskriptif dan ekonometrika. Analisis deskriptif digunakan untuk mengkaji dinamika indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan darat Indonesia. Analisis regresi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah regresi data panel. Alasan pemilihan metode tersebut mengacu pada tujuan penelitian yang ingin melihat faktor-faktor yang memengaruhi indeks pembangunan manusia. Dinamika indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan darat Indonesia selama periode penelitian secara umum mengalami peningkatan baik dari indeks pembentuk maupun komponen pembentuknya. Diantara tiga indeks pembentuk IPM indeks pendidikan mempunyai nilai yang terbesar hampir di semua kabupaten/kota di wilayah perbatasan yaitu dengan rata-rata perbatasan sebesar 70,4 dengan rata-rata Indonesia sebesar 78,60 kecuali pada Kabupaten Pegunungan Bintang dan Boven Digoel, dimana indeks pendidikan di kedua kabupaten tersebut kurang dari 30. Jika di telusuri lebih mendalam ternyata pada kedua kabupaten tersebut angka melek huruf (32 persen) dan rata-rata lama sekolahnya (3 tahun) sangat jauh dari rata-rata Indonesia, yaitu angka melek huruf 92 persen dan rata-rata lama sekolah 7 tahun. Indeks pembentuk yang kedua adalah kesehatan dengan rata-rata perbatasan 69,71 dan rata-rata Indonesia 73,47. Sedangkan indeks daya beli merupakan komponen pembentuk terendah dengan rata-rata perbatasan sebesar 59,49 dan rata-rata Indonesia sebesar 75,74. Berdasarkan hasil estimasi regresi data panel terhadap faktor-faktor yang memengaruhi indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan diperoleh hasil sebagai berikut: (1) variabel yang signifikan berpengaruh positif adalah PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan infrastruktur jalan, (2) variabel yang signifikan berpengaruh negatif adalah persentase penduduk miskin, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan, rasio tenaga pendidikan tingkat SD dan rasio tenaga kesehatan, (3) sedangakan variabel yang tidak signifikan berpengaruh adalah rasio tenaga pendidikan SMP dan tingkat pengangguran terbuka. Jika ditinjau berdasarkan nilai koefisiennya, maka variabel yang mempunyai berpengaruh terbesar terhadap indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan darat Indonesia adalah infrastruktur jalan dengan nilai koefisien sebesar 3,0589. Saran yang direkomendasikan dari penelitian ini antara lain pembangunan manusia di wilayah perbatasan oleh pemerintah agar lebih diarahkan pada ketersedianan infrastruktur yang memadai sehingga akan memudahkan masyarakat dalam mengakses aspek-aspek yang menentukan pembangunan terutaman pembangunan manusia seperti sarana kesehatan dan pendidikan. Selain itu infrastruktur yang memadai juga akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan menjadi lebih rendah, dapat meningkatkan interaksi ekonomi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing daerah. Infrastruktur merupakan kunci dalam mendukung pembangunan dan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang lebih besar dan nyata dalam perbaikan dan perluasan infrastruktur di wilayah perbatasan, karena masih banyak akses jalan yang sangat sulit untuk dijangkau. Kata kunci: indeks pembangunan manusia, data panel, wilayah perbatasan darat Indonesia
©Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
Halaman ini sengaja dikosongkan
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI WILAYAH PERBATASAN DARAT INDONESIA
AMBAR YULIATI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS
Judul :
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia
Nama
: Ambar Yuliati
NRP
: H151104304
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. Ketua
Dr. Irfan Syauqi Beik, SP.M.Sc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nunung Nuryantono, M. Si.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 3 Oktober 2012
Tanggal Lulus:
Halaman ini sengaja dikosongkan
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Irfan Syauqi Beik, SP, M.Sc, selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sri Hartoyo, MSselaku penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan kritik yang menyempurnakan hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Kepala BPS yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada semua dosen pengajar serta kepada teman-teman batch 3 kelas BPS yang senantiasa membantu dan mendukung penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada Kedua Orang Tua tercinta atas segala dukungan dan doa yang selalu menyertai. Melalui kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada suami terkasih Mukhtasar dan buah hatiku Alya Safira Putri, Aqila Syifa Aprilia dan Luthfian Hafiz Wicaksana yang telah mendampingi, menghibur dan memotivasi penulis. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil dari awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini. Akhirnya, besar harapan penulis agar tesis ini dapat menghasilkan penelitian yang bermanfaat bagi dunia pendidikan dan memberikan kontribusi bagi pembangunan di wilayah perbatasan darat Indonesia. Bogor, Oktober 2012
Ambar Yuliati
Halaman ini sengaja dikosongkan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1974, merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayah Kamirin dan Ibu Sri Mulyati. Saat ini penulis telah menikah dengan Mukhtasar dan dikaruniai dua orang putri, Alya Safira Putri dan Aqila Syifa Aprilia dan seorang putra, Luthfian Hafiz Wicaksana. Penulis menamatkan pendidikan tingkat atas di SMUN 44 Jakarta Timur pada tahun 1993, pada tahun 1994 penulis diterima sebagai PNS di Badan Pusat Statistik Jakarta, kemudian pada tahun 1997 memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Diploma IV pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta. Penulis lulus pada tahun 2001 dengan memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan. Pada tahun yang sama, penulis kembali bekerja di Badan Pusat Statistik (BPS) dan ditugaskan di Bagian Administrasi Jabatan Fungsional hingga saat ini. Pada tahun 2010 penulis memperoleh kesempatan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi melalui beasiswa BPS dalam program Alih Jenjang pada jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Setelah mendapatkan gelar tersebut, penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor program studi Ilmu Ekonomi, minor Ekonomi Pembangunan melalui beasiswa BPS.
Halaman ini sengaja dikosongkan
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
I
II
PENDAHULUA N
…………………………………………...…...
1
…………………………………………......
1
……………..…………………….…...
8
1.1
Latar Belakang
1.2
Perumusan Masalah
1.3
Tujuan Penelitian
……...…………………………………...
9
1.4
Manfaat Penelitian
…………………………………………
9
1.5
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
………………
10
…………………………………………..
11
……………………………………………..
11
…………………………....
12
………………………...
17
……………………..
17
………………………….
17
Standar Hidup Layak( Indeks Daya Beli) …...
18
………………………..
18
…………………………………...…..
20
………………………......
24
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pembangunan
2.2
Indeks Pembangunan Manusia 2.2.1 Komponen-komponen IPM
2.2.1.1 Indeks Harapan Hidup 2.2.1.2 Indeks Pendidikan 2.2.1.3
2.2.2 Tahapan Penghitungan IPM 2.3
Wilayah Perbatasan
2.4
Konsep Pertumbuhan Ekonomi
2.5
Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia
2.6
……...
25
Pendidikan dan Pembangunan Manusia
………………….
27
2.7
Kesehatan dan Pembangunan Manusia
…………………...
28
2.8
Pendapatan per Kapita
……………………………………
28
2.9
Pengeluaran Pemerintah
…………………………………..
29
2.9.1 Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan
………
32
2.9.2 Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan
……….
33
………………....
33
2.10
Kemiskinan dan Pembangunan Manusia
2.11
Infrastruktur
……………………………………………....
34
2.12
Infrastruktur dan Pembangunan Manusia..…………………..
35
2.13
Penelitian Terdahulu
……………………..……………….
36
2.14
Kerangka Pemikiran
……………………….……………..
38
2.15
Hipotesis Penelitian
……………………….………………
40
xvii
III
METODE PENELITIAN
……………………………….………...
3.1
Je nis dan Sumber Data
3.2
Metode Analisis
……………………………...……...
41
……………………………………...……...
41
3.2.1Analisis Deskriptif
……………………………………
3.2.2 Analiss Regresi Data Panel
………………………….
3.2.2.1
Pengujian Model Terbaik
3.2.2.2
Uji Asumsi
41 44
………………………………...
46
……………………………
48
Spesifikasi Model Penelitian ……..……….
49
………………………………………...
50
GAMBARAN UMUM DAN DINAMIKA PEMBANGUNAN MANUSIA WILAYAH PERBATASAN ………………………...
51
…………………………………………..
51
3.2.2.4 3.3
4.1
Definisi Operasional
Gambaran Umum 4.1.1
Kondisi Geografis dan Wilayah administrasi 4.1.1.1 Provinsi Kalimantan Barat
……...
51
…………….......
51
4.1.1.1.1
Kabupaten Sambas
4.1.1.1.2
Kabupaten Bengkayang
4.1.1.1.3
52 53
Kabupaten Sanggau
……….......
53
4.1.1.1.4
Kabupaten Sintang
………........
54
4.1.1.1.5
Kabupaten Kapuas Hulu
………
55
…………….....
55
4.1.1.2.1
Kabupaten Kutai Barat
…..........
56
4.1.1.2.2
Kabupaten Malinau
….. ……….
57
4.1.1.2.3
Kabupaten Nunukan
………......
57
4.1.1.3 Provinsi Nusa Tenggara Timur
…………….
58
4.1.1.3.1
Kabupaten Kupang
………........
59
4.1.1.3.2
Kabupaten TTU
……………….
60
4.1.1.3.3
Kabupaten Belu
………..….......
60
…………………………….
61
………............
61
4.1.1.4 Provinsi Papua
4.1.2
………........ ……….
4.1.1.2 Provinsi Kalimantan Timur
xviii
41
……………........
3.2.2.3 Evaluasi Model
IV
41
4.1.1.4.1
Kabupaten Merauke
4.1.1.4.2
Kabupaten Boven Digoel
…………
62
4.1.1.4.3
Kabupaten Peg. Bintang
…………..
63
4.1.1.4.4
Kabupaten Keerom
………..............
63
4.1.1.4.5
Kota Jayapura
……………………..
64
Produk Domestik Regional Per Kapita
……..……...
64
4.2
V
VI
4.1.3
Kemiskinan
………………………………….……..
4.1.4
Tenaga Pendidikan dan Kesehatan
4.1.5
Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan Kesehatan ……………………………………..……
………….……..
……………………………….……….
4.1.6
Infrastruktur
4.1.7
Tingkat Pengangguran Terbuka
Dinamika Indeks Pembangunan Manusia
65 66 68 71
………………..…..
72
……………….....
73
4.2.1
Indeks Pendidikan
……………………...………......
74
4.2.2
Indeks Kesehatan
………………………….……….
77
4.2.3
Indeks Daya Beli
………………………..………….
79
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IPM DI PERBATASAN DARAT INDONESIA ………………..………... 5.1
Uji Model Regresi Data Panel
…………………………….
5.2
Faktor-faktor yang memengaruhi IPM
81 81
……………………
82
…………………….……………
84
5.2.1
PDRB per Kapita
5.2.2
Kemiskinan
……………………..…………………
85
5.2.3
Pendidikan
………………………………………...
87
5.2.4
Kesehatan
…………………………………………
90
5.2.5
Infrastruktur
……………………………………….
93
KESIMPULAN DAN SARAN
………….………………………..
95
………………………………………………..
95
………………………………………………………
95
6.1
Kesimpulan
6.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………..
97
xix
Halaman ini sengaja dikosongkan
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1
IPM Indonesia Tahun 2002-2010 …………………………….
4
1.2
Perbedaaan kondisi social ekonomi kabupaten perbatasan …..
5
1.3
Perbandingan Indikator Kinerja Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Perbatasan dengan Nasional Tahun 2009…...
7
2.1
Indikator IPM ………………………………………………..
21
3.1
Kerangka Identifikasi Autokortelasi …………………………
52
4.1
Persentase Infrastruktur Jalan Terhadap Luas Kabupaten Kota Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Tahun 2007 dan 2010 ...
72
4.2
AMH Wilayah Perbatasan Tahun 2007 – 2010 ………………
75
4.3
Rata-rata Lama Sekolah Penduduk di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Tahun 2007 – 2010 ………………………….
76
AHH Penduduk Wilayah Perbatasan darat Indonesia Tahun 2007 – 2010 …………………………………………………...
78
Perkembangan IPM dan Komponen Pembentuknya di Wilayah Perbatasan darat Indonesia Tahun 2007-2010 ……..
80
Hasil Regresi data Panel Faktor-faktor yang mememngaruhi IPM di Perbatasan darat Indonesia …………………………
83
IPM dan PDRB per Kapita Wilayah Perbatasan darat Indonesia Tahun 2007-2010 ……………….…………………
85
Angka Putus Sekolah Tingkat SD dan SMP di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Tahun 2007-2010 ……………….
88
Jumlah Penduduk di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Tahun 2007 -2010 ……………………………………………
91
4.4
4.5
5.1
5.2
5.3
5.4
xiii
Halaman ini sengaja dikosongkan
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1
Alur Konsep IPM
2.2
Hubungan GDP dengan HDI ……………………………..
26
2.3
Hubungan Infrastruktur Dengan Pembangunan Manusia …
35
2.5
Kerangka Pemikiran
……………………………………..
39
3.1
Pengujian Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data Panel
46
4.1
PDRB per Kapita Wilayah Perbatasan darat Indonesia Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 dan 2010 ………….
65
Persentase Tingkat Kemiskinan Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Tahun 2007 dan 2010 ……………………….
66
Rasio Murid Terhadap Guru Tingkat SD dan SMP Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Tahun 2007 dan 2010 ………..
67
Rasio Dokter Terhadap Jumlah Penduduk di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Tahun 2007 dan 2010 ……….
68
Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Tahun 2007 dan 2010 ……….
69
Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Tahun 2007 dan 2010 ……….
70
IPM Kabupaten/Kota Wilayah Perbatasan darat Indonesia dan Rata-rata Indonesia, Tahun 2007 – 2010 ……………
74
Indeks Pendidikan Kabupaten/Kota Wilayah Perbatasan darat Indonesia dan Rata-rata Indeks Pendidikan Indonesia Tahun 2007-2010 ………………………………………….
77
Indeks Kesehatan Kabupaten/Kota Wilayah Perbatasan darat Indonesia dan Rata-rata Indeks Pendidikan Indonesia Tahun 2007-2010 ………………………………………….
78
Indeks Daya Beli kabupaten/kota wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007-2010 ……………………………...
79
Angka Partisipasi Murni Sekolah Tingkat SMP di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Tahun 2007 dan 2010 ……….
88
Persentase Rumah Sehat di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Tahun 2007 dan 2010 ………………………….
92
4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8
4.9
4.10 5.1 5.2
....………………………………………..
20
xiii
Halaman ini sengaja dikosongkan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1
Reduksi Shortfall Wilayah Perbatasan Darat Indonesia menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 – 2010 .........................…….. 101
2
Indeks Pendidikan Wilayah Perbatasan Darat Indonesia menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 – 2010 ...............… 102
3
Indeks Kesehatan Wilayah Perbatasan Darat Indonesia menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 – 2010 .........................……….. 103
4
Indeks Daya Beli Wilayah Perbatasan Darat Indonesia menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 -2010 ........................………… 104
5
Hasil Uji Pooled Least Square Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia ..........................…………………. 105
6
Hasil Uji Fixed Effect Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia ......................................………………………… 106
7
Hasil Pengujian antara Fixed Effect dengan Pooled Least Square (Uji Chow) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia ....................................………………………….. 107
8
Hasil Uji Random Effect Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia .......................................…………………. 108
9
Hasil Pengujian antara Fixed Effect dengan Random Effect (Uji Hausman) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia …………...................................………………... 109
10
Hasil Uji Fixed Effect dengan Cross Section Weights FaktorFaktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia ... 111
11
Hasil Uji Multikolinier Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia …………………..……….......................... 112
12
Hasil Uji Normalitas error termFaktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia …………………...................... 113
xiii
Halaman ini sengaja dikosongkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakekat
pembangunan
dalam
suatu
wilayah
adalah
proses
multidimensional yang mencakup perubahan yang mendasar meliputi strukturstruktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional dengan tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan juga merupakan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan kerjasama, kebutuhan dasar, dan keinginan mayoritas individu maupun kelompok sosial yang ada untuk bergerak maju menuju suatu kondisi yang lebih baik. Dapat dikatakan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian proses sosial, ekonomi dan institusional demi mencapai kehidupan yang lebih baik. Apapun komponen spesifik atas "kehidupan yang lebih baik" itu, pembangunan di semua masyarakat paling tidak memiliki tiga tujuan inti yaitu peningkatan ketersediaan kebutuhan pokok, peningkatan standar hidup, dan perluasan pilihan ekonomis dan sosial setiap individu (Todaro dan Smith, 2006). Sejalan dengan hal tersebut di atas,
maka
upaya
peningkatan
pembangunan perlu terus ditingkatkan dan diperbaharui sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat. Untuk melaksanakan pembangunan
secara adil dan
merata, isu strategis yang menjadi tantangan pembangunan nasional adalah tingkat kemiskinan yang masih tinggi dan semakin bertambahnya penduduk miskin. Adanya kemiskinan di dalam suatu wilayah merupakan potret bahwa pembangunan itu secara umum kurang berhasil sehingga pada dasarnya keberhasilan
pembangunan
suatu
wilayah
tergantung
pada
kegiatan
pembangunan dan pemerataan hasil-hasilnya. Sejak tahun 1990, United Nations Development Program (UNDP) telah menerbitkan suatu indikator yang menggabungkan faktor ekonomi dan non ekonomi yang mendefinisikan kesejahteraan secara lebih luas dari sekedar
1
2
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang dinamakan Human Development Index (HDI) atau yang sering disebut dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara berkala dalam laporan tahunan Human Development Report (HDR). HDI memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia: panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), pendidikan (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari varitas daya beli/PPP, penghasilan). Menurut Drapper (1990) dalam kata pengantarnya pada HDR 1990, munculnya HDI bukan berarti mengenyampingkan peran GDP, tetapi bagaimana menerjemahkan GDP tersebut ke dalam pembangunan manusia.Indeks tersebut bukanlah suatu ukuran yang menyeluruh tentang pembangunan manusia, tetapi Indeks ini memberikan sudut pandang yang lebih luas untuk menilai kemajuan manusia serta meninjau hubungan antara penghasilan dan kesejahteraan. Modal manusia merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi, dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih membaik. Selain itu manusia juga merupakan manifestasi kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Oleh karena itu manusia menjadi sasaran utama dari pembangunan. Kualitas modal manusia ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan,
kesehatan,
ataupun
indikator-indikator
lainnya.
Kebijakan
pembangunan yang tidak mendorong kualitas manusianya hanya akan membuat negara bersangkutan tertinggal dari negara lain, termasuk dalam hal kinerja ekonominya. Peningkatan kualitas modal manusia akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan karena jika modal manusia semakin baik akan dapat meningkatkan produktifitas yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan individu tersebut sehingga akan meningkatkan
kesejahteraannya.
Sesuai Laporan Ringkas UNDP tahun 2005 yang menyatakan bahwa sumber daya manusia yang handal merupakan solusi dan salah satu modal utama dalam proses pembangunan yang meliputi kesehatan, pengetahuan, ketrampilan dan daya beli. Jika kualitas sumber daya suatu wilayah rendah maka penduduk yang ada akan terus membebani proses pembangunan secara keseluruhan.
3
Pembangunan manusia, menurut United Nations Development Programme (UNDP), adalah proses memperluas pilihan-pilihan penduduk (people’s choice). Dari sekian banyak pilihan, ada tiga yang dianggap penting, yaitu: panjang umur dan sehat, pendidikan dan akses ke sumber daya yang dapat memenuhi standar hidup layak. Pilihan yang dianggap mendukung tiga pilihan di atas adalah kebebasan politik, hak asasi manusia dan penghormatan pribadi. Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan dan lebih dari sekedar proses produksi komoditas serta akumulasi modal. Pada tahun 1996, untuk pertama kalinya Badan Pusat Statistik (BPS) dan UNDP mempublikasikan IPM sebagai alat tolok ukur pembangunan manusia. IPM mengukur aspek-aspek yang relevan dengan pembangunan manusia melalui indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu kesehatan, pendidikan, dan pendapatan (daya beli). Pada saat ini indeks pembangunan manusia dianggap lebih mencerminkan hasil-hasil pembangunan yang berfokus pada pembangunan manusia. Sejak diterbitkan dan dipublikasikannya, IPM menjadi suatu perbincangan yang hangat sebagai alat ukur tunggal dan sederhana.IPM sangat cocok sebagai alat ukur kinerja pembangunan khususnya pembangunan manusia yang dilakukan di suatu wilayah pada waktu tertentu atau secara spesifik IPM merupakan alat ukur kinerja dari pemerintahan suatu wilayah. Pembangunan yang diharapkan meningkat tidak hanya tertuju pada pembangunan ekonomi saja tetapi pembangunan manusia yang merupakan prioritas utama, penduduk ditempatkan sebagai objek dan sekaligus subjek pembangunan. Konsep ini menempatkan manusia sebagai titik pusat dan sekaligus modal dasar kekuatan, menjadi faktor yang dominan dan menjadi sasaran utama bagi pembangunan itu sendiri. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia sejak 2002 sampai dengan 2010 menunjukkan peningkatan (lihat tabel 1.1). Berdasarkan nilai indeks pembangunan manusia pada tabel 1.1, secara umum nilai IPM di Indonesia dalam periode 1996 - 2010 terus meningkat, hal ini menunjukkan kenaikkan capaian kualitas manusia seiring dengan membaiknya perekonomian negara. Akan tetapi peningkatan nilai IPM selama periode tersebut,
4
hingga saat ini wilayah perbatasan Indonesia berada pada kondisi yang sangat jauh tertinggal jika dibandingkan dengan daerah perkotaan maupun wilayah negara tetangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat daerah ini umumnya jauh lebih rendah dibandingkan kondisi sosial ekonomi warga perkotaan maupun negara tetangga (lihat tabel 1.2). Tabel. 1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia Tahun 2002-2010 Provinsi N. A.D Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Irian Jaya Barat Papua Indonesia Sumber : BPS, 2011
2002
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
66.0 68.8 67.5 69.1 67.1 66.0 66.2 65.8 65.4 75.6 65.8 66.3 70.8 64.1 66.6 67.5 57.8 60.3 62.9 69.1 64.3 70.0 71.3 64.4 65.3 64.1 64.1 66.5 65.8 60.1
68.7 71.4 70.5 72.2 70.1 69.6 69.9 68.4 69.6 70.8 75.8 69.1 68.9 72.9 66.8 67.9 69.1 60.6 62.7 65.4 71.7 66.7 72.2 73.4 67.3 67.8 66.7 65.4 64.4 69.0 66.4 63.7 60.9
69.0 72.0 71.2 73.6 70.9 70.2 71.1 68.8 70.7 72.2 76.1 69.9 69.8 73.5 68.4 68.8 69.8 62.4 63.6 66.2 73.2 67.4 72.9 74.2 68.5 68.1 67.5 67.5 65.7 69.2 66.9 64.8 62.1
69.4 72.5 71.6 73.8 71.3 71.1 71.3 69.4 71.2 72.8 76.3 70.3 70.2 73.7 69.2 69.1 70.1 63.0 64.8 67.1 73.4 67.7 73.3 74.4 68.8 68.8 67.8 68.0 67.1 69.7 67.5 66.1 62.7
70.3 72.8 72.2 74.6 71.5 71.4 71.6 69.8 71.6 73.7 76.6 70.7 70.9 74.1 69.8 69.3 70.5 63.7 65.4 67.5 73.5 68.0 73.8 74.7 69.3 69.6 68.3 68.8 67.7 69.9 67.8 67.3 63.4
70.7 73.3 72.9 75.1 72.0 72.0 72.1 70.3 72.2 74.2 77.0 71.1 71.6 74.9 70.4 69.7 70.9 64.1 66.1 68.2 73.9 68.7 74.5 75.2 70.1 70.2 69.0 69.3 68.5 70.4 68.2 67.9 64.0
71.3 73.8 73.4 75.6 72.4 72.6 72.5 72.9 72.5 74.5 77.4 71.6 72.1 75.2 71.1 70.1 71.5 64.7 66.6 68.8 74.4 69.3 75.1 75.7 70.7 70.9 69.5 69.8 69.2 70.9 68.6 68.6 64.5
71.7 74.2 73.8 76.1 72.7 72.9 72.9 71.4 72.8 75.1 77.6 72.3 72.5 75.8 71.6 70.5 72.3 65.2 67.3 69.1 74.6 69.9 75.6 76.1 71.1 71.3 70.0 70.3 69.6 71.4 69.0 69.1 64.9
65,8
68,7
69,6
70,1
70,6
71,2
71,7
72,3
5
Tabel. 1.2 Perbedaan kondisi sosial ekonomi kabupaten perbatasan Kabupaten Perbatasan Aspek
KalBar
Srawak
Sambas
Bkyg
Sgau
Sintang
K. Hulu
14.39
17.63
12.05
18.74
16.93
14.78
3.10
2.20
2.25
2.16
0.40
0.22
2.95
3.83
2.93
1.80
3.80
2.42
3.05
4.50
37.5
2.69
3.11
1.51
1.60
4.17
1.03
2.09
5.71
5.57
5.73
6.52
5.05
4.54
2.70
75.97
76.97
74.21
65.35
30.06
36.80
36.95
44.24
23.83
9.90
86.16
89.72
93.56
73.30
51.63
A Standar hidup Pddk miskin (%) Tk. Pertumb. Pendapatan/kapita(%) Tk. produktifitas tenaga kerja (Rp ) Tk. pertumbuhan penduduk Tk. pengangguran terbuka (%)
B Ketergantungan pada sektor pertanian Jml tenaga kerja pertanian (%) 79.20 78.93 Kontribusi pertanian thd PDRB (%) 33.14 33.78 Penduduk tinggal di pedesaan (%) 85.21 92.07 Sumber: Buletin kawasan 2008
Pembangunan wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Dalam Undangundang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) dalam bentuk program prioritas pengembangan daerah perbatasan yang bertujuan meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan masyarakat, serta memantapkan ketertiban dan keamanan daerah yang berbatasan dengan negara lain, maka pembangunan perbatasan perlu mendapatkan perhatian khusus dan menjadi prioritasutama. Program prioritas ini dijabarkan lagi dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) yang disusun setiap tahun dan bertujuan untuk menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikan
wilayah perbatasan sebagai beranda
depan negara
melalui
pengamanan wilayah perbatasan dan pembangunan sosial ekonomi wilayah sepanjang perbatasan. Berdasarkan RPJMN 2004-2009 telah menyebutkan pembangunan kawasan perbatasan menjadi beranda depan negara. Program ini ditujukan untuk:
6
1. Menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional, 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya, 3. Keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 001/Kep/M-PDT/I/2005 tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal melansir bahwa terdapat 199 kabupaten tertinggal yang tersebar hampir di seluruh provinsi
kecuali DKI
Jakarta dan Banten. Dari 199 kabupaten tersebut 26 diantaranya adalah kabupaten perbatasan dengan negara tetangga yang terbagi atas 16 kabupaten perbataasan darat dan 10 kabupaten perbatasan laut. Data ini menunjukkan bahwa seluruh kabupaten wilayah perbatasan merupakan daerah tertinggal. Selama beberapa puluh tahun ke belakang masalah perbatasan masih belum mendapat perhatian yang cukup serius dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah, dan potensial, sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil, terisolir dan tertinggal seperti kawasan perbatasan masih belum diprioritaskan.Sehingga perlu adanya usaha dan kebijakan pemerintah dalam percepatan pembangunan perbatasan. Hal ini dikarenakan daerah perbatasan memiliki permasalahan yang kompleks dalam penanganannya. Permasalahan pembangunan
kawasan
perbatasan
selama
ini
pada
umumnya
adalah
permasalahan politik, ekonomi, ideologi dan sosial budaya. Berdasarkan fakta yang ada juga telah ketahui bahwa kita telah kehilangan 2 bagian wilayah yang berada di perbatasan yaitu pulau lipitan dan Sipadan, bahkan dalam suatu wawancara yang dilakukan oleh harian setempat menurut Asy‟ari (ketua adat setempat) bahwa bukan tidak mungkin kita akan terancam kehilangan 2 wilayah lagi yaitu gosong Niger dan Camar Bulan dikarenakan kurang pedulinya pemerintahan kita terhadap tanda batas terhadap suatu wilayah.
7
Pada tahun 2009, angka indeks pembangunan manusia kabupaten perbatasan di Kalimantan Timur yaitu Kabupaten Malinau sebesar 72,30, Kabupaten Nunukan sebesar 73,48 dan Kabupaten Kutai Barat sebesar 72,16. Indeks pembangunan manusia ketiga kabupaten tersebut masih jauh tertinggal dibandingkan angka Propinsi Kalimantan Timur yaitu sebesar 75,11, padahal Propinsi Kalimantan Timur merupakan daerah kaya dengan nilai PDRB tertinggi di Kawasan Timur Indonesia yaitu sebesar Rp. 212 Triliun pada tahun 2009. Sementara untuk kabupaten perbatasan di Propinsi Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua hampir semuanya indeks pembangunan manusianya lebih rendah lagi yaitu di bawah angka 70 kecuali kota Jayapura. Tabel 1.3 Perbandingan Indikator Kinerja Pembangunan Manusia Kabupaten/ Kota Perbatasan dengan Nasional Tahun 2009 Daerah
AHH
RLS
AMH
Output/Kapita
IPM
Prop. NTT 67.25 - Kupang 65.24 - T. Tengah Selatan 66.75 - Belu 65.65 Prop. Kal - Bar 66.45 - Sambas 60.91 - Bengkayang 68.70 - Sanggau 68.24 - Sintang 68.12 - Kapuas Hulu 66.49 Prop. Kal - Tim 71.00 - Kutai Barat 70.08 - Malinau 68.22 - Nunukan 71.30 Prop. Papua 68.35 - Merauke 62.25 - Boven Digoel 66.75 - Pegunungan Bintang 65.55 - Keerom 66.93 - Kota Jayapura 68.34 Indonesia 69.21 Sumber: IPM 2008 – 2009, BPS
6.60 6.72 6.12 6.24 6.75 5.94 6.09 6.41 6.59 7.15 8.85 7.79 7.67 7.42 6.57 8.63 3.10 2.45 7.32 10.88 7.72
87.96 89.00 84.37 82.98 89.70 90.00 88.70 89.95 90.45 92.59 96.89 95.97 92.65 93.94 75.58 87.37 31.75 31.76 91.12 99.10 9.,58
602.60 599.85 604.16 63.41 630.34 621.09 602.47 612.24 607.55 630.97 638.73 625.57 645.91 637.56 603.88 597.20 580.88 582.55 618.70 632.54 628.33
66.60 65.58 65.28 63.91 68.79 64.46 67.18 68.19 68.00 69.79 75.11 72.16 72.30 73.48 64.53 64.77 49.56 48.54 68.89 75.16 71.76
Daerah perbatasan merupakan wilayah strategis sekaligus daerah rawan terkait dengan masalah-masalah pertahanan dan keamanan negara. Peran strategis perbatasan bukan hanya dalam dimensi pertahanan keamanan akan tetapi juga
8
dalam dimensi sosial ekonomi baik nasional maupun daerah. Dalam kerangka nasional, wilayah perbatasan adalah beranda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan perwujudan kedaulatan bangsa dan negara serta kedaulatan ekonomi bangsa. Oleh karenanya sangat perlu untuk mendapatkan perhatian yang lebih besar khususnya yang menyangkut pembangunan sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi produktif masyarakat dan keamanan. Selama ini daerah perbatasan masih identik dengan daerah yang terisolir, terpencil, terbelakang dalam berbagai macam aspek kegiatan baik sosial, ekonomi, budaya, serta pertahanan dan keamanan (Sondakh, 1996 dalam Kamaluddin, 2003). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka analisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi indeks pembangunan manusia menjadi penting karena hal ini secara tidak langsung mempengaruhi angka indeks pembangunan manusia. Contoh dalam mengukur angka harapan hidup, maka terlebih dahulu harus ditentukan tingkat kematian penduduk. Tingkat kematian ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ketersediaan pangan, kemiskinan, keadaan gizi, penyakit menular, fasilitas kesehatan, kecelakaan, bencana, dan lain-lain. 1.2. Perumusan Masalah Pembangunan merupakan realisasi dan aspirasi suatu bangsa. Tujuan pembangunan yang dimaksudkan adalah untuk melakukan perubahan secara struktural melalui upaya sistematis dan terencana. Proses perencanaan meliputi pemantauan
dan
evaluasi
terhadap
berbagai
program
yang
telah
diimplementasikan pada periode sebelumnya. Dalam konteks pembangunan daerah, IPM ditetapkan sebagai salah satu ukuran utama yang dicantumkan dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah. Hal ini menandakan bahwa IPM menduduki satu posisi penting dalam manajemen pembangunan daerah. Fungsi IPM dan indikator pembangunan manusia lainnya akan menjadi kunci bagi terlaksananya perencanaan dan pembangunan yang terarah. Kedudukan dan peran IPM dalam pembangunan akan lebih terlihat jika dilengkapi dengan suatu data yang berisikan indikator yang relevan dengan IPM dan disusun sebagai suatu sistem data yang lengkap. Sistem data yang lengkap dan akurat akan lebih dapat mengkaji berbagai kendala dan implementasi program
9
pembangunan pada periode sebelumnya, dan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah untuk dimasukkan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan periode berikutnya, sehingga diharapkan nilai IPM sebagai tolok ukur pembangunan dapat mencerminkan kondisi masyarakat yang sesungguhnya. Kawasan perbatasan yang merupakan manifestasi utama kedaulatan suatu negara memiliki peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, pertahanan keamananan dan kedaulatan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu setiap jengkal wilayah ini harus dipertahankan dengan sekuat tenaga dengan berbagai cara baik melalui pendekatan militer dengan membangun pos keamanan dan penempatan personil di garis batas negara maupun sosial ekonomi dengan berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan sehingga dapat sejajar dengan negara tetangga. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, dilakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan: 1. Bagaimana perkembangan masing-masing komponen indeks pembangunan manusia di wilayah di perbatasan darat Indonesia? 2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan darat Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1
Mengkaji perkembangan masing-masing komponen indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan darat Indonesia
2
Menganalisis pengaruh faktor-faktor yang memengaruhi indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan darat Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian Tesis ini diharapkan akan dapat memberi manfat, yaitu: 1. Bagi Penulis Kegiatan penulisan merupakan sarana bagi penulis untuk mengasah kemampuan menulis karya ilmiah, mengamati dan menganalisis suatu permasalahan sosial dan kemudian berusaha menemukan solusi atas permasalahan tersebut.
10
2. Bagi Pemerintah dan Pihak-pihak yang terkait Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan gambaran atas kondisi umum kinerja Pemerintah Daerah dalam penyediaan sarana dan prasarana, khususnya bidang kesehatan dan pendidikan serta kebijakan terkait lainnya dan diharapkan dapatmemberikan dukungan secara keilmuwan dalam menyusun kebijakanpembangunan manusia untuk mendorong perkembangan ekonomi sehingga tercapai tujuan sesuai dengan yang diinginkan. 3. Bagi Pembaca dan Masyarakat Memberikan gambaran dan informasi mengenai realita terkini daerah perbatasan dan memperkaya khasanah penelitian dan ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan daerah perbatasan pada proses pembangunan wilayah di bidang pendidikan dan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan minimal dan persepsi masyarakat. 1.5. Ruang lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada pembangunan manusia yang dapat diketahui melalui indeks pembangunan manusia dan variabel yang memengaruhinya periode 2007-2010, mencakup wilayah seluruh kabupaten perbatasan darat pada 4 propinsi di Indonesia terdiri dari 16 kabupaten, yaitu : 1. Provinsi Nusa tenggara Timur: Kabupaten Kupang, Kabupaten Timur Tengah Selatan dan Kabupaten Belu. 2. Provinsi Kalimantan Barat: Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu. 3. Provinsi Kalimantan Timur: Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan. 4. Provinsi Papua: Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Dogel, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data PDRB perkapita, persentase penduduk miskin, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan, rasio tenaga pendidikan dan dokter, tingkat pengangguran terbuka dan infrastruktur jalan serta data-data pendukung lainnya yang relevan dengan penelitian. Data bersumber dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Keuangan dan sumber-sumber terkait lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Pembangunan Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang mencakup berbagai aspek kehidupan secara berkesinambungan yang hasilnya harus bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses dari pemikiran yang dilandasi keinginan untuk mencapai kemajuan bangsa. Todaro dan Smith (2006) menyatakan nilai inti pembangunan adalah kecukupan (sustenance), harga diri (self esteem) dan kebebasan (freedom). Kecukupan (sustenance) adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Harga diri (selfesteem) untuk menjadi manusia seutuhnya, merupakan dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan sesuatu. Sedangkan kebebasan (freedom) dari sikap menghamba berupa kemampuan untuk memilih. Nilai yang terkandung dalam konsep ini adalah konsep kemerdekaan manusia, yang diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak mudah diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materil dalam kehidupan ini. Sedangkan tujuan inti pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) ada tiga, yaitu: 1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup 2. Peningkatan standar hidup 3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial Bank Dunia 1991, dalam Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwatujuan utama pembangunan adalah memperbaiki kualitas kehidupan. Sedangkan United Nations Development Programme (UNDP, 1991) menyatakan bahwa
cara
terbaik
untuk
mewujudkan
pembangunan
adalah
dengan
meningkatkan kualitas manusia.
11
12
2.2. Indeks Pembangunan Manusia Menurut UNDP (Human Development Report, 1990), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi setiap orang (”a process of enlarging peoples’s choices”) untuk hidup lebih panjang, lebih sehat dan hidup lebih bermakna. Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu
negara. Definisi pembangunan manusia tersebut pada
dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas, dimana dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sisi manusianya, bukan hanya dari sisi pertumbuhan ekonominya. Untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia digunakan suatu ukuran yang di namakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Indeks Pembangunan Manusia
merupakan indeks komposit yaitu
gabungan dari beberapa indikator. Adapun beberapa indikator tersebut terdiri dari indikator kesehatan (indeks lama hidup), indikator pendidikan (indeks melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan indikator ekonomi yang ditunjukkan dengan tingkat daya beli penduduk (purchasing power parity). Gabungan dari ketiga indikator ini diharapkan mampu mengukur tingkat kesejahteraan dan keberhasilan pembangunan manusia di suatu wilayah. Laporan UNDP 1995 menyatakan bahwa dasar pemikiran konsep pembangunan manusia meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian; b. Pembangunan
dimaksudkan
untuk
memperbesar
pilihan-pilihan
bagi
penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus berpusat pada penduduk secara komprehensif dan bukan hanya pada aspek ekonomi semata; c.
Pembangunan
manusia
memperhatikan
bukan
hanya
pada
upaya
meningkatkan kemampuan/kapasitas manusia, tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan/kapasitas manusia tersebut secara optimal; d. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan;
13
e. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya. Selanjutnya dalam laporan Pembangunan Manusia Tahun 2001, UNDP menyatakan ada empat aspek utama yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan manusia, yaitu: 1. Peningkatan produktivitas dan partisipasi penuh dalam lapangan pekerjaan dan perolehan pendapatan. Dalam komponen ini, pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu bagian dari model pembangunan manusia. 2. Peningkatan akses dan kesetaraan memperoleh peluang-peluang ekonomi dan politik. Dengan kata lain, penghapusan segala bentuk hambatan ekonomi dan politik yang merintangi setiap individu untuk berpartisipasi sekaligus memperoleh manfaat dari peluang-peluang tersebut. 3. Adanya aspek keberlanjutan (sustainability), yakni bahwa peluang-peluang yang disediakan kepada setiap individu saat ini dapat dipastikan tersedia juga bagi generasi yang akan datang, terutama, daya dukung lingkungan atau modal alam dan „ruang‟ kebebasan manusia untuk berkreasi. 4. Pembangunan tidak hanya untuk masyarakat, tetapi juga oleh masyarakat. Artinya, masyarakat terlibat penuh dalam setiap keputusan dan proses-proses pembangunan, bukan sekedar obyek pembangunan, dengan kata lain adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Berdasarkan
konsep-konsep tersebut,
penduduk ditempatkan sebagai
tujuan akhir sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Produktivitas Penduduk harus mampu meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah. Sehingga pembangunan ekonomi merupakan bagian dari model pembangunan manusia. 2. Pemerataan Penduduk harus memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial. Semua
14
hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup 3. Kesinambungan Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui 4. Pemberdayaan Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil keputusan dari proses pembangunan. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) menurut RPJMN untuk mendukung ketersediaan angkatan kerja berketrampilan dan berpendidikan tinggi, dengan strategi pengembangan, yaitu: 1. Meningkatkan akses pelayanan pendidikan dan keterampilan kerja. 2. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan. 3. Meningkatkan produktivitas angkatan kerja dan mengembangkan ekonomi lokal. Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk yang dilakukan dengan menitikberatkan pada pembangunan SDM secara fisik dan mental. Azas pemerataan yang merupakan salah satu dasar trilogi pembangunan yang akan diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan. Azas pemerataan merupakan salah satu prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi jalur pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk perlu dilakukan oleh pemerintah melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan dasar. Pembangunan manusia dapat juga dilihat dari sisi pelaku atau sasaran yang ingin dicapai. Dalam kaitan ini, UNDP melihat pembangunan manusia sebagai
15 semacam “model” pembangunan tentang penduduk, untuk penduduk, dan oleh penduduk, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Tentang penduduk; berupa investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya. b. Untuk penduduk; berupa penciptaan peluang kerja melalui perluasan (pertumbuhan ekonomi dalam negeri); c. Oleh penduduk; berupa upaya untuk memperkuat (empowerment) penduduk dalam menentukan harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam proses politik dan pembangunan. Selain pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara di dunia. HDI juga digunakan untuk mengklasifikasikan apakah suatu negara adalah negara maju, negara berkembang atau terbelakang. Indeks HDI pada tahun 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India, Amartya Send an Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London Scholl of Economic dan sejak itu dipakai oleh program pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya. HDI digambarkan sebagai “pengukuran vulgar” oleh Amartya Sen karena batasannya, dimana indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan, dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti untuk mengetahui hal-hal yang lebih rinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya. HDI mengukur pencapaian rata-rata negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia: 1
Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran
2
Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua pertiga) dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, dan atas/gross enrolment ratio (bobot satu per tiga).
3
Standar kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita, produk domestic bruto dalam paritas kekuatan beli/purchasing power parity.
16 Nilai IPM berkisar antara 0 – 100. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu. Karena hanya mencakup tiga komponen utama, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Kaitannya dengan capaian pembangunan yang komprehensif yang mampu mengakomodir konsep pembangunan manusia secara lebih luas, United Nations Development Programme (UNDP) sejak 1990 telah menggunakan indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja (performance) suatu negara atau wilayah dalam pembangunan manusia. Dimensi pembangunan manusia menjadi sangat penting sehingga diperlukan kemauan dan komitmen yang kuat dari penyusun kebijakan dan para pelaku pembangunan. Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Sementara itu United Nation Development Program (UNDP) sejak tahun 1990 telah mengeluarkan secara berkala IPM sebagai ukuran kuantitatif tingkat pencapaian pembangunan manusia. Indeks ini merupakan teknik komposit terhadap beberapa indikator tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Secara umum IPM merupakan salah satu instrument untuk mengetahui pencapaian pembangunan manusia suatu negara karena dalam batas-batas tertentu IPM mewakili tujuan dari pembangunan manusia. Hal ini sejajar dengan pemahaman yang telah dikemukakan oleh UNDP dalam Laporan Pembangunan Manusia Tahun 1990, bahwa tujuan mendasar dari pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat hidup lebih panjang, lebih sehat serta memiliki kreativitas untuk mengaktualisasikan gagasan. Pernyataan ini sejalan dengan yang pernah dikemukakan oleh Sen (2000), bahwa dengan menempatkan pembangunan manusia
sebagai tujuan akhir
dari proses
pembangunan diharapkan dapat menciptakan peluang-peluang yang secara langsung menyumbang upaya memperluas dan meningkatkan kemampuan
17
manusia dan kualitas kehidupan mereka, antara lain melalui peningkatan layanan kesehatan, pendidikan dasar dan jaminan sosial, khususnya bagi warga miskin. Diantara beberapa pengertian pembangunan manusia di atas, dapat ditarik benang merah kesamaan, bahwa “Pembangunan Manusia” adalah upaya meningkatkan kemampuan manusia terutama melalui peningkatan taraf
kesehatan dan
pendidikan, sehingga membuat manusia menjadi lebih sehat, kreatif dan lebih produktif sehingga memungkinkan untuk meraih peluang-peluang yang tersedia bagi dirinya masing-masing dalam kelangsungan hidupnya untuk mendapatkan penghasilan yang layak. 2.2.1
Komponen-Komponen IPM
2.2.1.1 Indeks Harapan Hidup Indeks Harapan Hidup (IHH) menunjukkan jumlah tahun hidup yang diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai angka kelahiran dan kematian per tahun variabel (e₀) diharapkan akan mencerminkan rata-rata lama hidup sekaligus hidup sehat masyarakat. Sehubungan dengan sulitnya mendapatkan informasi orang yang meninggal pada kurun waktu tertentu, maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel). Data dasar yang dibutuhkan dalam metode ini adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin. Secara singkat, proses penghitungan angka harapan hidup ini disediakan oleh program Mortpak. Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan cara menstandarkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya (BPS, 2009). 2.2.1.2 Indeks Pendidikan Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu angka melek huruf/ Adult Literacy Rate Index(Lit) dan rata-rata lama sekolah/ Mean Years Of Schooling Index (MYS). Populasi yang digunakan adalah penduduk usia 15 tahun ke atas karena pada kenyataannya penduduk usia tersebut sudah ada yang berhenti sekolah. Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih mencerminkan
18
kondisi sebenarnya. Angka melek huruf diolah dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan rata-rata lama sekolah dihitung menggunakan tiga variabel secara simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani, dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan Kedua indikator pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka Lit), dimana Lit merupakan proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok penduduk secara keseluruhan. Sedangkan cerminan angka MYS merupakan gambaran terhadap keterampilan yang dimiliki penduduk. 2.2.1.3 Standar Hidup Layak Berbeda dengan UNDP yang menggunakan indikator GDP per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai indikator standar hidup layak. Di Indonesia menggunakan “rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan” (adjusted real per capita expenditure) atau daya beli yang disesuaikan (purchasing power parity). Untuk perhitungan IPM sub nasional (provinsi/kabupaten/kota) tidak memakai PDRB per kapita karena PDRB per kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan daya beli riil masyarakat yang merupakan concern IPM. Untuk mengukur daya beli penduduk, BPS memakai data rata-rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap paling dominan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah distandarkan agar bisa dibandingkan antar daerah dan antar waktu yang disesuaikan dengan indeks PPP (Purchasing Power Parity) 2.2.2
Tahapan Penghitungan IPM
Tahapan pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks masingmasing komponen IPM (e°), pengetahuan, dan standar hidup layak) dengan hubungan matematis sebagai berikut: Indeks X(i)
= [X(i)– X(i)min]/[X (i)maks– X (i)min]
(2.1)
19
dimana X(i)
= indikator komponen IPM ke-i (i = 1,2,3)
Xmaks
= nilai maksimum Xi
Xmin
= nilai minimum Xi
Persamaan di atas akan menghasilkan nilai 0 ≤ Xi ≤ 1, untuk mempermudah cara membaca skala dinyatakan dalam 100 persen sehingga nilainya menjadi 0 ≤ Xi ≤ 100. Indikator yang digunakan sebagai ukuran nilai maksimum dan minimum dari setiap faktor adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Indikator IPM Indikator
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
Keterangan
AngkaHarapanHidup/ AHH (thn)
85
25
UNDP
Angka Melek Huruf/AMH (%)
100
0
UNDP
Rata-rata (thn)
15
0
UNDP
732.720
300.000
UNDP (disesuaikan)
lama
sekolah
Konsumsi riil per kapita Sumber: UNDP
Tahapan kedua penghitungan IPM adalah menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indeks Xi dengan hubungan matematis:
IPM= 1/3 [X(1) + X (2) + X(3)]
(2.2)
dimana: X1
= indeks harapan hidup
X2
= indeks pendidikan = {2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah)}
X3
= indeks konsumsi per kapita yang disesuaikan
20
Secara singkat konsep IPM dapat digambarkan sebagai berikut: IPM
Dimensi
Umur Panjang dan Hidup Sehat
Pengetahuan
Indikator
HarapanHidup saat lahir
Tingkat Melek Huruf (Lit)
Dimension Indeks
Indeks Harapan Hidup
Standar Kehidupan Layak Rata-rata lama sekolah (MYS)
Pengeluaran riil per kapita (PPP rupiah) Indeks Pendapatan
Indeks Pendidikan
Indeks Pembangunan Manusia Sumber: BPS,2010 Gambar 2.1 Alur Konsep IPM
2.3. Wilayah Perbatasan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Kawasan perbatasan adalah suatu kawasan yang merupakan bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain . Wilayah negara ini meliputi wilayah darat, wilayah perairan, dasar laut, dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 16 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil.
21
Wilayah perbatasan menurut buku utama rencana induk pengelolaan perbatasan negara merupakan wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan dengan negara lain, dan batas-batas wilayahnya ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wilayah perbatasan di Indonesia secara umum dicirikan antara lain oleh: (1) letak geografisnya
berbatasan
langsung
dengan
negara
lain,
bias
propvinsi,
kabupaten/kota maupun kecamatan yang memiliki bagian wilayah yang langsung bersinggungan dengan garis batas negara. (2) kawasan perbatasan umumnya masih relatif terpencil, miskin, kurang sarana dan prasarana dasar sosial dan ekonomi, serta (3) kondisi pertumbuhan ekonominya relatif lambat dibandingkan wilayah lain. Selama ini pendekatan perencanaan pengembangan kawasan perbatasan lebih banyak ditekankan pada pendekatan keamanan (security approach). Namun seiring dengan perkembangan kajian-kajian tentang kawasan perbatasan bahwa, kawasan perbatasan darat dan laut antar negara merupakan kawasan yang masih rentan terhadap infiltrasi ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial budaya dari negara lain. Di sisi lain, kawasan perbatasan antar negara masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan
yang
sangat
mendasar
seperti
rendahnya
kesejahteraan masyarakat, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, serta minimnya infrastruktur di sektor perhubungan dan sarana kebutuhan dasar masyarakat. Ketertinggalan pembangunan kawasan perbatasan baik darat maupun laut dengan negara tetangga secara sosial maupun ekonomi dikhawatirkan dapat berkembang menjadi kerawanan yang bersifat politis untuk jangka panjang. Upaya pembangunan wilayah perbatasan merupakan amanah UUD 1945 Indonesia masih mengalami kendala sosial, ekonomi, budaya dan keterbatasan daya dukung di wilayah yang dihuninya. Menurut Bappenas (2004), sebagaimana pelaksanaan pembangunan pada wilayah-wilayah lain relatif masih tertinggal, pembangunan wilayah perbatasan menganut pendekatan, antara lain: 1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia (basic need approach), yaitu kecukupan konsumsi pangan, sandang dan perumahan yang layak huni. 2. Pemenuhan akses standar terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur mobilitas warga.
22
3. Peningkatan partisipasi dan akuntabilitas publik dalam setiap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program pembangunan untuk kepentingan masyarakat. Selain tiga pendekatan yang secara umum diterapkan dalam setiap program pembangunan, hal lain yang perlu memperoleh perhatian adalah konteks sosial budaya, adat istiadat, kondisi geografis dan keunikan komunitas dan kewilayahan yang dimiliki oleh wilayah perbatasan (Bappenas, 2004). Lebih khusus lagi, pengembangan kawasan perbatasan ditekankan pada tiga aspek utama sebagaimana ciri-ciri kawasan perbatasan, yaitu: 1. Aspek Demarkasi dan Delimitasi Garis Batas Penetapan batas wilayah negara (demarkasi dan delimitasi) dilakukan untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah negara.Upaya ini membutuhkan dukungan, seperti survei dan pemetaan wilayah perbatasan, penamaan (toponim) pulau, border diplomacy, hingga pengakuan Perserikatan BangsaBangsa (PBB). Pada dasarnya penetapan batas negara harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan bilateral/multilateral dan bukan bersifat unilateral. 2. Aspek Politik, Hukum dan Keamanan. Tingginya potensi kerawanan di perbatasan menyebabkan perlunya perhatian khusus terhadap wilayah ini dalam hal peningkatan kesadaran politik, penegakan hukum, serta peningkatan upaya keamanan. 3. Aspek Kesejahteraan, Sarana dan Prasarana Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan Negara. Namun pembangunan di beberapa wilayah perbatasan masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga, terutama wilayah yang berbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Hal ini menyebabkan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara secara tegas membagi kewenangan pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan
23
pemerintah kabupaten dalam pelaksanaan pembangunan daerah perbatasan. Kewenangan Pemerintah Pusat antara lain : a. Menetapkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan; b. Mengadakan perundingan dengan negara lain mengenai penetapan Batas Wilayah Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan dan hukum internasional; c. Membangun atau membuat tanda Batas Wilayah Negara; d. Melakukan pendataan dan pemberian nama pulau dan kepulauan serta unsur geografis lainnya; e. Memberikan izin kepada penerbangan internasional untuk melintasi wilayah udara teritorial pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan perundangundangan; f. Memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing untuk melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan; g. Melaksanakan pengawasan di zona tambahan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran dan menghukum pelanggar peraturan perundangan di bidang bea cukai, fiskal, imigrasi, atau saniter di dalam wilayah negara atau laut teritorial; h. Menetapkan wilayah udara yang dilarang dilintasi oleh penerbangan internasional untuk pertahanan dan keamanan; i. Membuat dan memperbarui peta Wilayah Negara dan menyampaikannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun sekali; dan j. Menjaga keutuhan, kedaulatan, dan keamanan wilayah negara serta Kawasan Perbatasan. Kewenangan Pemerintah Provinsi yaitu : a. Melaksanakan kebijakan Pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan; b. Melakukan koordinasi pembangunan di Kawasan Perbatasan; c. Melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antar-pemerintah daerah dan/atau antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga; dan
24
d. Melakukan pengawasan pelaksanaan pembangunan Kawasan Perbatasan yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten/Kota. Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota antara lain : a. Melaksanakan kebijakan Pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan; b. Menjaga dan memelihara tanda batas; c. Melakukan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan di Kawasan Perbatasan di wilayahnya; dan d. Melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antar-pemerintah daerah dan/atau antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga. Dalam rangka melaksanakan kewenangannya tersebut, baik Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban menetapkan biaya pembangunan Kawasan Perbatasan. Selain pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, Undang-undang ini juga mengamanatkan pembentukan Badan Pengelola Perbatasan yang bertugas menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengkoordinasikan pelaksanaan dan melaksanakan evaluasi serta pengawasan. 2.4.
Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat
kinerja perekonomian, baik di tingkat nasional maupun regional. Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi penduduk bertambah. Dalam tingkat negara seluruh barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri diukur secara agregat dalam bentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Seluruh barang dan jasa yang diproduksi dikonversi dalam bentuk mata uang negara yang bersangkutan agar dapat diagregasikan. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari perubahan peningkatan PDB riil pada periode tertentu. Pada tingkat rumah tangga ataupun individu pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari peningkatan pendapatan rumah tangga atau pendapatan perkapita. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi dapat didekati dengan ukuran peningkatan PDB atau peningkatan pendapatan perkapita.
25
Todaro dan Smith (2006), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Adatiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu: 1. Akumulasi modal. “meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang berwujud tanah, peralatan fisik,dan sumber daya manusia. Akumulasi modal akan terjadi jika sebagian dari pendapatan sekarang ditabung yang kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di masamasa mendatang. Investasi juga harus disertai investasi infrastruktur (jalan, listrik, air bersih, fasilitas sanitasi, fasilitas komunikasi) demi menunjang aktivitas ekonomi produktif. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia bermuara pada peningkatan kualitas modal manusia yang pada akhirnya dapat berdampak positif terhadap angka produksi‟. 2. Pertumbuhan penduduk dan angkatan
kerja. “Secara tradisional
pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan angkatan kerja telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya”. 3. Kemajuan teknologi.”Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi caracara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan tradisional”. 2.5
Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia Myrdal (1971), mengartikan pembangunan sebagai pergerakan ke atas dari
sebuah sistem sosial. Sedangkan menurut Todaro dan Smith, 2006, menekankan 3 nilai dasar pembangunan, yaitu peningkatan ketersediaan kebutuhan pokok, peningktan standar hidup, dan perluasan pilihan ekonomis dan sosial setiap individu. Sehingga dapat diketahui mengenai strategi kebutuhan pokok, agar sekelompok sosial
yang lemah mendapatkan manfaat dari setiap program
pembangunan. Konsep kebutuhan pokok harus dipandang sebagai dasar utama dalam strategi pembangunan ekonomi dan sosial.
26
Midgley (1995), menjelaskan bahwa pembangunan sosial merupakan pendekatan pembangunan yang secara eksplisit
mengintegrasikan proses
pembangunan ekonomi dan sosial. Pembangunan sosial tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya pembangunan ekonomi, sedangkan pembangunan ekonomi tidaklah bermakna kecuali diikuti dengan peningkatan kesejahteraan sosial dari populasi sebagai suatu kesatuan. Pembangunan ekonomi atau lebih tepatnya pertumbuhan ekonomi merupakan syarat bagi tercapainya pembangunan manusia,
karena
dengan
pembangunan
ekonomi
terjamin
peningkatan
produktivitas dan peningkatan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. Van den Berg (2001) menggambarkan hubungan antara pendapatan (GDP per kapita) dengan HDI (sebagai ukuran kesejahteraan) seperti terlihat pada gambar 2.2. Peningkatan real GDP per kapita akan berpengaruh besar terhadap peningkatan HDI untuk negara dengan tingkat real GDP per kapita rendah. UNDP memberi batasan dengan tingkat rata-rata output per kapita dunia ($ 5.000). Setelah tahun 1999, pendapat tersebut dimodifikasi menjadi lighty curve dengan asumsi semakin tinggi GDP per kapita, maka efek untuk setiap pertumbuhan GDP per kapita terhadap HDI akan menurun (diminishing return of per capita GDP). Hal ini didasarkan atas teori Amartya Sen, bahwa peningkatan GDP per kapita bukan hanya meningkatkan ketersediaan barang dan jaa, tetapi juga kemudahan dalam menentukan pilihan
peendidikan,
economic
kebebasan dan kesehatan. Welfare (HDI) Sebelum tahun 1999 Setelah tahun 1999
$ 5.000
GDP per kapita
Sumber: Van den Berg (2001) Gambar 2.2 Hubungan GDP dengan HDI
freedom,
27
2.6
Pendidikan dan Pembangunan Manusia Pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber daya manusia yang
berkualitas, memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta menguasai teknologi, tetapi juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi (Schweke, 2004). Oleh karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja berguna bagi perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian pendidikan di setiap tingkat pendidikan akan dapat meningkatkan pendapatan dan produktivitas. Pendidikan juga merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial ekonomi. Kegagalan membangun pendidikan akan dapat melahirkan berbagai masalah krusial seperti pengangguran, kriminalitas, penyalah gunaan narkoba, dan welfare dependency yang akan menjadi beban sosial politik bagi pemerintah. Selain itu dalam upaya mencapai pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), sektor pendidikan memegang peranan yang sangat strategis khususnya dalam mendorong akumulasi modal yang dapat mendukung proses produksi dan aktivitas-aktivitas ekonomi lainnya. Analisis atas investasi dalam bidang pendidikan menyatu dalam pendekatan modal manusia. Modal manusia (human capital) adalah istilah yang sering digunakan oleh para ekonom untuk pendidikan, kesehatan dan kapasita manusia yang lain yang dapat meningkatkan produktivitas jika hal-hal tersebut semakin meningkat. Pendidikan memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2006). Memasuki abad ke-21, paradigma pembangunan yang merujuk knowledge based economy menjadi semakin dominan. Paradigma ini menegaskan tiga hal: Pertama, kemajuan ekonomi dalam banyak hal bertumpu pada basis dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, hubungan kausalitas antara pendidikan dan kemajuan ekonomi menjadi kian kuat dan solid. Ketiga, pendidikan menjadi
28
penggerak utama dinamika perkembangan ekonomi, yang mendorong proses transformasi struktural jangka panjang 1. 2.7
Kesehatan dan Pembangunan Manusia Laporan Komisi Makroekonomi dan Kesehatan tahun 2001 dalam Arum
(2003)
menekankan
pentingnya
pembangunan
manusia
sebagai
sentral
pembangunan. Dimana pada tingkat mikro yaitu pada tingkat individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar bagi produktivitas kerja dan kapasitas untuk belajar di sekolah. Tenaga kerja yang sehat secara fisik dan mental akan lebih enerjik dan kuat, lebih produktif, dan mendapatkan penghasilan yang tinggi. Pada tingkat makro, penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik merupakan masukan (input) penting untuk menurunkan kemiskinan, pertumbuhan
ekonomi dan
pembangunan ekonomi jangka panjang. Arum juga menyatakan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara tingkat kesehatan yang baik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang secara statistik diperkirakan bahwa setiap 10 persen dari angka harapan hidup waktu lahir akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi minimal 0,3-0,4 persen per tahun, jika faktor-faktor pertumbuhan lainnya tetap. Kesejahteraan ekonomi yang semakin meningkat sebagai akibat dari bertambah panjangnya usia sangatlah penting. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat, dapat merujuk pada angka harapan hidup. Pada negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup lebih lama, dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang angka harapan hidupnya lebih panjang, cenderung untuk menginvestasikan pendapatannya di bidang pendidikan dan menabung. Dengan demikian tabungan nasional dan investasi akan meningkat, dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 2.8
Pendapatan Per Kapita Pembangunan manusia dapat diartikan sebagai suatu proses yang dapat
menyebabkan pendapatan per kapita suatu masyarakat bertambah dalam jangka panjang. Menurut Sukirno (2006), pendapatan per kapita dapat digunakan untuk 1
www.kompas.com. “Pengembangan Wilayah Perbatasan”(diakses tanggal 20 September 2012)
29
tiga tujuan, yaitu : (i) menentukan tingkat kesejahteraan yang dicapai suatu negara pada suatu tahun tertentu; (ii) menggambarkan tingkat kelajuan atau kecepatan pembangunan ekonomi dunia dan di berbagai negara; dan (iii) menunjukkan jurang pembangunan diantara berbagai negara. Berdasarkan penggunaan tersebut di atas, maka pendapatan per kapita dapat digunakan dalam mengukur daya beli masyarakat yang selanjutnya berkaitan dengan kesejahteraan yang dicapai dalam suatu negara. Pendapatan per kapita dapat digunakan dalam mengukur daya beli masyarakat yang kemudian berkaitan dengan kesejahteraan yang dicapai dalam suatu negara. Pendapatan per kapita didefinisikan sebagai besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. 2.9
Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah merupakan cerminan kebijakan yang pemerintah
lakukan,
yaitu jika pemerintah
menetapkan suatu kebijakan untuk membeli
barang dan jasa, maka pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Menurut Suparmoko (1994) dalam Eka (2011), bahwa pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi: a. Pengeluaran merupakan investasi yang menembah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa yang akan dating. b. Pengeluran langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat. c. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang. d. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli lebih luas. Adapun macam-macam pengeluaran pemerintah, yaitu: a. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau sepenuhnya, artinya pengeluaran masyarakat
pemerintah yang
mendapatkan
menerima
jasa-jasa
pembayaran dan
kembali
barang-barang
dari yang
30
bersangkutan. Misalnya, pengeluaran untuk jasa-jasa dan barang-barang pemerintah atau proyek-proyek produktif. b. Pengeluaran
yang
reproduktif,
artinya
mewujudkan
keuntungan-
keuntungan ekonomi bagi masyarakat yang denga naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya pengeluaran untuk bidang pertanian, pendidikan, dan pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat. c. Pengeluaran yang tidak self liquiditing dan tidak reproduktif, yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya untuk bidang rekreasi, pendirian monumen dan sebagainya. d. Pengeluaran
merupakan
penghematan
dimasa
datang,
misalnya
pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu, untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan
pos-pos
pengeluaran
untuk
membiayai
pelaksanaan
roda
pemerintahan sehari-hari meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang), angsuran dan utang pemerintah
serta
jumlah
pengeluaran
lainnya.
Sedangkan
pengeluaran
pembangunan maksudnya adalah pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik, yang dibedakan atas pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pendanaan terhadap fasilitas-fasilitas umum yang akan digunakan oleh masyarakat berhubungan langsung dengan berapa besar jumlah pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk meningkatkan fasilitas umum yang diperlukan. Jadi semakin besar jumlah pengeluaran pemerintah untuk bidang pendidikan dan kesehatan maka semakin besar pula dana pembangunan serta
31
semakin baik pula kualitas sarana dan prasarana pelayanan publik termasuk bidang pendidikan dan kesehatan yang ada. Pendidikan dan kesehatan yang baik akan meningkatkan kapasitas serta berperan membuka peluang yang lebih besar untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi (Lanjouw et.al, 2001). Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan dan kualitas pembangunan manusia. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, total penerimaan daerah yang didapatkan dari pengelolaan sumber daya dan juga bantuan dari pemerintah yang berupa Dana perimbangan khusus (DAK), diharapkan akan mendorong peningkatan alokasi dana untuk mensejahterakan masyarakat. Pengalokasian dana belanja modal untuk kesejahteraan khususnya di bidang pendidikan, diharapkan lebih besar untuk kemajuan daerah dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Belanja modal ini dapat berupa pembangunan gedung, sarana dan prasarana yang memadai untuk kenyamanan bersekolah. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM didasarkan kepada pemikiran bahwa pendidikan tidak sekedar menyiapkan peserta didik agar mampu masuk dalam pasaran kerja, namun lebih daripada itu, pendidikan merupakan salah satu upaya pembangunan watak bangsa (national character building) seperti kejujuran, keadilan, keikhlasan, kesederhanaan dan keteladanan. Penggunaan indikator kesejahteraan yang komprehensif dan akomodatif terhadap konsepsi pembangunan yang berkelanjutan sangat penting. Arah kebijakan peningkatan, perluasan dan pemerataan pendidikan untuk belanja modal dilaksanakan melalui antara lain; penyediaan fasilitas layanan pendidikan berupa pembangunan unit sekolah baru, penambahan ruang kelas dan penyediaan fasilitas Kemajuan pendidikan ini dilihat dari indikator: dapat membaca dan menulis, penduduk usia sekolah, penduduk masih sekolah, sekolah, angka partisipasi kasar, angka partisipasi murni, dan tamat sekolah (BPS, 2006). Sedangkan dalam rangka meningkatkan pelayanan dasar kesehatan dan pemerataan pembangunan di bidang kesehatan, fokus kegiatan akan ditekankan pada: (i) peningkatan akses, pemerataan, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin; (ii) peningkatan ketersediaan tenaga
32
medis dan paramedis, terutama untuk pelayanan kesehatan dasar di daerah terpencil dan tertinggal; (iii) pencegahan dan pemberantasan penyakit menular; (iv) penanganan masalah gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil, bayi dan anak balita; (v) peningkatan pemanfaatan obat generik esensial, pengawasan obat, makanan dan keamanan pangan; serta (vi) revitalisasi program KB (BPS, 2004) Mardiasmo (2002), menyatakan bahwa dalam era otonomi, pemerintah daerah harus semakin mendekatkan diri pada berbagai pelayanan dasar masyarakat. Oleh karena itu, alokasi belanja modal memegang peranan penting guna peningkatan pelayanan ini. Sejalan dengan peningkatan pelayanan ini (yang ditunjukkan dengan peningkatan belanja modal) diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembangunan manusia yang diharapkan. Berbagai pemaparan ini menunjukkan bahwa realisasi pengeluaran pemerintahakan memberikan dampak yang
berarti
bagi
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
dan
kualitas
pembangunan manusia yang tercermin dari meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 2.9.1 Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan Mengacu pada UU No.20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Pada nagara maju dapat dilihat dari tingginya tingkat pendidikan masyarakatnya karena tersedianya pelayanan pendidikan yang menunjang dan memadai. Peranan dominan pemerintah dalam pasar pendidikan tidak hanya mencerminkan masalah kepentingan pemerintah tetapi juga aspek ekonomi khusus yang dimilki oleh sektor pendidikan yaitu sebagai berikut (Achsanah dalam Rica Amanda, 2010): 1. Pengeluaran pendidikan sbagai investai 2. Eksternalitas 3. Pengeluaran bidang pendidikan dan implikasinya terhadap kebijakan public 4. Tingkat pengembalian pendidikan
33
2.9.2 Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan Beberapa ekonom menganggap bahwa kesehatan merupakan fenomena ekonomi, baik jika dinilai dari stok maupun sebagai investasi. Sehingga fenomena kesehatan menjadi variabel yang nantinya dapat dianggap sebagai faktor produksi untuk meningkatkan nilai tambah barang dan jasa, atau sebagai suatu sasaran dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai baik oleh individu, rumah tangga maupun masyarakat, yang dikenal sebagai tujuan kesejahteraan. Oleh karena itu kesehatan dianggap sebagai modal dan memiliki tingkat pengembalian yang positif baik untuk individu maupun untuk masyarakat. Dana untuk kesehatan yang diatur dalam UU No. 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa besar anggaran kesehatan pemerintah dialokasikan minimal 5 persen dari APBN di luar gaji, sementara besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dialokasikan minimal 10 persen dari APBD di luar gaji, 0leh karena itu sudah semestinya pemerintah harus dapat menyediakan pelayanan publik yang memadai dalam rangka peningkatan kualitas pembangunan manusia yang selanjutnya dapat meningkatkan IPM. (Maryani, 2010). 2.10 Kemiskinan dan Pembangunan Manusia Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan
untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Badan Pusat Statistik (2010) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumah tangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal (layak bagi kehidupannya) atau penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Penetapan perhitungan garis kemiskinan dalam masyarakat mencakup kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk kebutuhan minimum makanan disetarakan dengan 2.100
kilokalori per kapita per hari. Garis
kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan (luas
34
lantai bangunan, penggunaan air bersih, dan fasilitas tempat pembuangan air besar); pendidikan (angka melek huruf, wajib belajar 9 tahun, dan angka putus sekolah); dan kesehatan (rendahnya konsumsi makanan bergizi, kurangnya sarana kesehatan serta keadaan sanitasi dan lingkungan yang tidak memadai). Sedangkan menurut BAPPENAS kemiskinan adalah kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, yang tidak mampu memenuhi hak dasarnya
untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan kehidupan
yang
bermanfaat. Hak-hak dasar masyarkat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Dengan mengetahui definisi kemiskinan yang ada maka dapat disimpulkan bahwa makin banyaknya jumlah penduduk miskin secara langsung akan menurunkan IPM di suatu daerah karena adanya keterbatasan mereka untuk mengakses kebutuhannya terutama kebutuhan bukan makanan. 2.11 Infrastruktur Infrastruktur
merupakan
keseluruhan
elemen
yang
berguna
untuk
berfungsinya perekonomian dengan memfasilitasi sirkulasi barang, manusia dan ide. Setiap usaha untuk meningkatkan dan mendiversifikasi produksi, memperluas perdagangan,
menyebarkan
penduduk,
mengurangi
kemiskinan,
serta
memperbaiki kondisi lingkungan membutuhkan prasarana infrastruktur. Grigg (2000) mendefinisikan infrastruktur sebagai fasilitas-fasilitas/struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan ekonomi masyarakat.Todaro (2006) juga mendefinisikan infrastruktur sebagai salah satu faktor penting yang menentukan pembangunan ekonomi. Dalam World Bank Report infrastruktur dibagi tiga (Bank Dunia, 1994), yaitu : a. Infrastruktur Ekonomi, merupakan asset fisik yang menyediakan jasa dan digunakan dalam produksi dan konsumsi final meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum, dan sanitasi ,public works (bendungan, saluran
35
irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan, kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang). b. Infrastruktur Sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan serta rekreasi c. Infrastruktur Administrasi/Institusi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi. Pemerintah melalui PP No.42 tahun 2005 tentang Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur, menjelaskan jenis infrastruktur yang penyediaannya diatur oleh pemerintah, yaitu: transportasi, jalan, pengairan, air minum dan sanitasi, telematika, kelistrikan, dan pengangkutan minyak dan gas bumi. Penggolongan ini dapat dikategorikan sebagi infrastruktur dasar, karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas sehingga penyediaannya perlu diatur oleh pemerintah. 2.12 Infratruktur dan Pembangunan Manusia Pertumbuhan
ekonomi
merupakan
prasyarat
bagi
tercapainya
pembangunan manusia, karena pertumbuhan ekonomi dapat meningkatan produktivitas dan meningkatkn pendapatan. Sehingga pembangunan infrastruktur tidak bisa diabaikan karena merupakan faktor utama dalam peningkatan produktivitas.
Gambar 2.3
menunjukkan hubungan infrastruktur dengan
pembangunan manusia. Infrastruktur yang baik adalah pendukung yang sangat penting dalam tiap aktivitas agar berlangsung efektif dan efisien. Pembangunan akan tercapai jika didukung oleh infrastruktur yang memadai yang diindikasikan dengan kualitas layanan sarana dan prasarana yang baik (Indratno, 2008). Pembangunan Manusia Pendidikan
Infrastruktur
Kesehatan
Ekonomi (Pendapatan)
Sumber : Indratno, 2008 Gambar 2.3 Hubungan Infrastruktur dengan Pembangunan Manusia
36
2.13. Penelitian Terdahulu Ramires, et. al (2002) telah melakukan penelitian terkait dengan hubungan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia yang menggunakan dua model yaitu: (1) pertumbuhan ekonomi untuk pembangunan manusia, (2) pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Berbagai hubungan di masing-masing model, beserta tinjauan dari beberapa materi yang ada. Ramires menggunakan data lintas negara untuk periode 1970-1992. Hasil yang diperoleh bahwa ada hubungan positif yang kuat di kedua arah dan bahwa pengeluaran publik untuk pelayanan sosial dan pendidikan perempuan menentukan kekuatan hubungan antara pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia, sementara tingkat investasi dan distribusi pendapatan berhubungan signifikan dalam menentukan kekuatan antara pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Cahyadi (2005), dalam kajiannya tentang faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan manusia di Provinsi Bali. Teknik pengolahan data yang dilakukan dengan model ekonometrika OLS dengan data panel yang terdiri dari 9 kabupaten/kota dengan tahun analisis 1996, 1999 dan 2002. Variabel terikat yang digunakan adalah IPM, sedangkan variabel bebas yang digunakan adalah PDRB, investasi bruto, realisasi anggaran pembangunan sosial, rata-rata pengeluaran rumah tangga per bulan, jumlah penduduk miskin, rasio jumlah murid terhadap jumlah ruang kelas SD, rasio jumlah sarana kesehatan terhadap jumlah penduduk, dan persentase rummah tangga yang mempunyai air bersih. Hasil penelitian adalah jumlah penduduk miskin berpengaruh signifikan negatif terhadap IPM, anggaran pembangunan sosial dan akses terhadap air bersih berpengaruh signifikan secara positif terhadap IPM dan bersifat inelastis. Sedangan rata-rata pengeluaran rumah tangga, PDRB, investasi dan rasio prasarana pendidikan dan kesehatan berpengaruh signifikan secara positif dan bersifat elastis. Kajian pembangunan manusia yang dilakukan oleh Alam (2006) berfokus pada ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Bekasi pada tahun 1996-2004, kemajuan ekonomi antar kecamatan, serta menganalisis faktor-faktor sosial dan ekonomi yang mempengaruhi IPM di Kabupaten Bekasi. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan Analisis Weighted Coefficient Variation (CVw) atau Williamson (Iw). Nilai indeks berkisar antara nol dan satu. Alat
37
Analisis yang kedua adalah Tipelogi Klaasen dengan melihat perbandingan antara laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan PDRB per
kapita kecamatan terhadap
angka LPE dan PDRB perkapita rata-rata kabupaten. Sedangkan alat Analisis selanjutnya adalah regresi data panel dengan IPM sebagai Variabel bebas, dan variabel terikatnya terdiri dari: PDRB per kapita kecamatan; sarana pendidikan (jumlah gedung SD dan MI); rasio guru SD dan MI; jumlah sarana kesehatan kecamatan; rasio tenaga medis per 1000 penduduk; kepadatan penduduk kecamatan; dan akses penduduk terhadap air bersih. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan PDRB, rasio guru terhadap murid SD, kepadatan penduduk, dan rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih signifikan mempengaruhi IPM di Kabupaten Bekasi dan disparitas pendapatan yang tinggi di Kabupaten Bekasi tidak serta merta menyebabkan tingginya disparitas IPM. Penelitian tentang Indeks Pembangunan Manusia juga dilakukan oleh Yanuarta (2009). Penelitian Yanuarta mengaitkan alokasi anggaran pembangunan dengan peningkatan indeks pembangunan manusia di Kabupaten Lampung Barat. Metode analisis yang digunakan adalah dengan regresi berganda dengan memasukkan variabel-variabel berupa belanja pembangunan sektor pendidikan, belanja sektor kesehatan, dan belanja sektor perekonomian. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan belanja pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan mempunyai
pengaruh
signifikan
terhadap
peningkatan
IPM.
Prioritas
pembangunan sektor pendidikan adalah program sekolah gratis, rehabilitasi sekolah, pemerataan guru, peningkatan kompetisi guru, pengadaan sarana pendidikan, pembentukan PKBM, pembangunan sekolah, peningkatan insentif guru, dan pendidikan D2 bagi guru SD. Prioritas pembangunan bidang kesehatan yaitu pengobatan gratis, revitalisasi posyandu, dan pengadaan dokter dan bidan. Selain itu Patrioka (2011) juga meneliti tentang pembangunan manusia dengan fokus penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Provinsi Jawa Barat. Metode analisis yang digunakan adalah data panel dengan unit time series 2005-2009 dan cross section-nya 25 kabupaten/kota. Data yang digunakan adalah IPM, PDRB perkapita, jumlah penduduk miskin, jumlah SD dan SMP, jumlah guru, jumlah murid, jumlah puskesmas, jumlah rumah sakit, jumlah pelayan kesehatan dan panjang jalan.
38
Penelitian ini menyimpulkan bahwa seluruh faktor yang dianalisis berpengaruh secara signifikan terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Jawa Barat. 2.14 Kerangka Pemikiran Kawasan perbatasan merupakan manifestasi utama kedaulatan suatu negara
yang memiliki peranan penting dan strategis dalam penentuan batas
wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber alam, pertahanan keamanan dan kedaulatan ekonomi suatu negara. Kawasan ini memiliki potensi sumber daya alam (hutan, tambang dan mineral, perikanan dan kelauatan) yang sangat besar dan terbentang disepanjang perbatasan yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk meningkatkan perekonomian daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu kawasan perbatasan juga merupakan beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam RPJMN 2004-2009, yang menjadi pintu gerbang keluar masuk. Oleh karena itu wilayah ini harus dipertahankan dan dikembangkan dengan berbagai cara sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan agar dapat sejajar dengan negara tetangga. Namun demikian, hingga saat ini kondisi perekonomian sebagian besar wilayah perbatasan masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan wilayah lain bahkan dibeberapa kawasan perbatasan terjadi kesenjangan pembangunan dengan negara lain. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh terbatasnya sarana dan prasarana sosial ekonomi seperti perhubungan, telekomunikasi, pemukiman, air bersih, listrik, jalan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Keterbatasan sarana dan prasarana di kawasan ini menyebabkan minimnya kegiatan investasi, rendahnya optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam, rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan, keterisolasian wilayah,
tingginya angka kemiskinan, terjadinya
aktifitas illegal, dan rendahnya kualitas sumber daya manusia, serta munculnya ancaman terhadap pertahanan dan keamanan negara yang dipicu oleh bergesernya patok batas dan perhatian yang kurang dari Pemerintah Indonesia terhadap warganya di kawasan perbatasan. Untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda depan yang berinteraksi positif dengan negara tetangga diperlukan upaya dan komitmen dari
39
seluruh komponen bangsa, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, masyarakat, dan sebagainya. Sehingga berbagai permasalahan yang timbul tersebut dapat dibuat solusi pemecahannya agar pemerataan pembangunan, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan yang selama ini diharapkan dapat terwujud. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut diperlukan perhatian yang serius terhadap pembangunan sumber daya manusia.Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, salah satu indikatornya adalah indeks pembangunan manusia. Meningkatnya indeks pembangunan manusia akan berdampak pada pencapaian pembangunan. Strategi untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia secara efektif adalah dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
peningkatan indeks pembangunan manusia, sehingga bisa
dijadikan faktor penting dalam menentukan kebijakan. Secara keseluruhan kerangka pemikiran penelitian ini seperti pada Gambar 2.4 berikut ini:
Wilayah Perbatasan Darat Indonesia
Faktor-faktor yang memengaruhi IPM
Potensi
Pendidikan: - Tenaga Pendidik
Kesehatan: - Tenaga Kesehatan
Ekonomi: - PDRB per Kapita - Pengeluaran Pendidikan dan Kesehatan
Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia
Implikasi Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran
Sosial: - Kemiskinan - Infrastruktur - Pengangguran Pendidik
40
2.14. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini : 1. PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan, rasio tenaga pendidik tingkat SD, rasio tenaga pendidikan tingkat SMP, berpengaruh
rasio tenaga kesehatan,
dan infrastruktur
positif terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) di Indonesia. 2. Persentase tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran terbuka berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai instansi pemerintah terutama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Keuangan, dengan time series tahun 2007- 2010 dan cross section kabupaten-kabupaten perbatasan darat Indonesia. Data yang digunakan antara lain PDRB per kapita, rasio penduduk miskin, rasio tingkat pengangguran terbuka, rasio murid terhadap guru, rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, rasio jalan terhadap luas wilayah, belanja pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan serta data-data lainnya yang relevan dengan penelitian Pengelolaan data dalam penelitian ini menggunakan Software Excel dan Eviews 6. Software Excel digunakan untuk membuat tabel dan grafik demi menunjang analisis deskriptif. Program Eviews 6 digunakan untuk membuat analisis regresi data panel mengenai faktor-faktor yang memengaruhi indeks pembangunan manusia. 3.2. Metode Analisis 3.2.1 Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan membaca tabel dan gambar. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk melihat kondisi sosial ekonomi di wilayah perbatasan, seberapa besar faktor-faktor yang diteliti memengaruhi IPM dan bagaimana implikasi kebijakan pemerintah dengan realitas keadaan pembangunan manusia di wilayah perbatasan. Analisis deskriptif disajikan dalam bentuk tabel dan gambar agar dapat dengan mudah dipahami pembaca. 3.2.2 Analisis Regresi Data Panel: Fixed Effect Model (FEM) Data panel (longitudinal data) adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu. Dalam data panel, data cross section yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time
41
42
series yang sama maka disebut sebagai balanced panel (total jumlah observasi = N x T). Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section disebut unbalanced panel. Penggabungan data cross section dan time series dalam studi data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh model cross section dan time series murni. Penggunaan data panel telah memberikan banyak keuntungan secara statistik maupun menurut teori ekonomi diantaranya sebagai berikut: 1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu. 2. Dengan mengkombinasikan data time series dan cross section, data panel dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat kebebasan dan lebih efisien. 3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Karena berkaitan dengan observasi cross section yang berulang, maka data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis. 4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja. Selain manfaat yang diperoleh dengan penggunaan panel data, metode ini juga memiliki keterbatasan di antaranya adalah: 1. Masalah dalam disain survei panel, pengumpulan dan manajemen data. Masalah yang umum dihadapi diantaranya: cakupan (coverage), nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi dan waktu wawancara. 2. Distorsi kesalahan pengamatan (measurement errors). Measurement errors umumnya terjadi karena respon yang tidak sesuai. 3. Masalah selektivitas (Selectivity) yang mencakup hal-hal berikut: a. Self-selectivity. Permasalahan ini muncul karena data-data yang dikumpulkan untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang ada. b. Nonresponse . Permasalahan ini muncul dalam panel data ketika ada ketidak lengkapan jawaban yang diberikan oleh responden.
43
c. Attrition . Yaitu jumlah responden yang cenderung berkurang pada survei lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal dunia atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi 4. Dimensi waktu (time series) yang pendek. Jenis panel mikro biasanya mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu. 5. Cross-section dependence. Sebagai contoh, apabila makro panel dengan unitanalisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country dependence akan mengakibatkan inferensi yang salah (misleading inference). Analisis data panel secara garis besar dibedakan menjadi dua macam yaitu statis dan dinamis. Pada analisis data panel dinamis, regressor-nya mengandung variabel lag dependent-nya, sedangkan pada analisis data panel statis tidak. Penelitian ini menggunakan analisis data panel statis sehingga pembahasannya dibatasi untuk analisis statis saja. Secara umum, terdapat dua pendekatan dalam metode data panel, yaitu Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Keduanya dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas. Struktur datanya sebagai berikut. periode 1 periode 2 periode T
x111 x112 …
x211 x212
… …
xK11 xK12
…
…
…
x11T x121 x121 …
x21T x221 x221 …
… … … …
xK1T xK21 xK21 …
x12T … …
x22T … …
… … …
xKNT … …
x1N1
x2N1
…
xKN1
x1N1 … x1NT
x2N1 ... x2NT
… ... …
xKN1 … xKNT
Individu ke 1
Individu ke 2
Individu ke N
44
Misalkan diberikan persamaan regresi data panel sebagi berikut: yit = ai + X itβ +εit
(3.1)
dimana: yit : nilai dependent variabel untuk setiap unit individu i pada periode t dimana i = 1, • n dan t = 1,……., T ai
: unobserved heterogenity
Xit
: nilai independent variabel yang terdiri dari sejumlah K variabel.
Pada one way, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk: εit = λi + uit dimana: λi uit
(3.2)
: efek individu (individual invariant) : disturbance yang besifat acak (uit~N(0,σ2u))
Untuk two way, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk: εit = λi + µt+ uit
(3.3)
Dimana: µt : efek waktu (time invariant) Pada pendekatan one waykomponen error hanya memasukkan komponen error yang merupakan efek dari individu ( λi). Pada two way telah memasukkan efek dari waktu ( µt) ke dalam komponen error, uit diasumsikan tidak berkorelasi dengan Xit. Jadi perbedaan antara FEM dan REM terletak pada ada atau tidaknya korelasi antara λi, µt, dengan Xit. 3.2.2.1 PengujianModel Terbaik a. Fixed Effect Model (FEM) FEM digunakan ketika efek individu dan efek waktu mempunyai korelasi dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intercept. Untuk one way komponen error: yit = ai +λi + Xitβ + uit Untuk two way komponen error: yit = ai +λi +µt + Xitβ + uit Penduga FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik, yaitu Pooled Least Square (PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy Variable (LSDV), dan Two Way Error Component Fixed Effect Model.
45
b. Random Effect Model (REM) REM digunakan ketika efek individu dan efek waktu tidak berkorelasi dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya acak. Keadaan ini membuat komponen error dari efek individu dan efek waktu dimasukkan ke dalam error. Untuk one way komponen error: yit = ai +λi + Xitβ + uit Untuk two way komponen error: yit = ai +λi +µt + Xitβ + uit Asumi yang digunakan dalam REM adalah: E (uit| τi )
=0
E (u2it| τi )
= σ2u
E (τi | xit )
=0
untuk semua i dan t
E (τ2i | xit )
= σ2τ
untuk semua i dan t
E (uitτj )
=0
untuk semua i,t dan j
E (uitujs )
=0
untuk i ≠ j dan t ≠ s
E (τi τj)
=0
untuk i ≠ j
Dimana untuk: One way error component:τi = λi Two way error component:τi = λi+µ t
Dari semua asumsi di atas, yang paling penting adalah E (τ i | xit ) = 0. Pengujian asumsi ini menggunakan Hausman test. Uji hipotesis yang digunakan adalah: H0 : E (τi | xit ) = 0
Tidak ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas
H1 : E (τi | xit ) ≠ 0
Ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas.
' 1 H = ( ( REM FEM ) (M REM M FEM ) ( REM FEM ) ~
dimana
2
(k )
M : matrik kovarians untuk parameter β k
: derajat bebas
Jika H > χ2tabel maka komponen error mempunyai korelasi dengan peubah bebas dan artinya model yang valid digunakan adalah REM. Penduga REM dapat dihitung dengan dua cara yaitu pendekatan Between Estimator (BE) dan Generalized Least Square (GLS).
46
c. Pemilihan Model dalam Pengujian Data Panel Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan statitik. Hal ini ditujukan untuk memperoleh dugaan yang efisien. Diagram pengujian statistik untuk memilih model yang digunakan diperlihatkan pada Gambar 3.1 FIXED EFFECT Hausman Test Chow Test
RANDOM EFFECT LM Test POOLED LEAST SQUARE
Gambar3.1. Pengujian pemilihan model dalam pengolahan data panel
Pengujian model untuk memutuskan apakah akan menggunakan fixed effect atau random effect menggunakan uji Hausman. Hausman Test dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : E (τi | xit ) = 0 atau REM adalah model yang tepat H1 : E (τi | xit ) ≠ 0 atau FEM adalah model yang tepat Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistic Hausman dan membandingkannya dengan Chi square. Jika nilai χ2 statistik pengujian lebih besar dari χ2 tabel ,maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap sehingga pendekatan yang digunakan adalah , begitu juga sebaliknya. 3.2.2.2 Uji Asumsi Uji asumsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan sebuah model yang akan digunakan. Setelah kita memutuskan untuk menggunakan suatu model
47
tertentu (FEM atau REM) berdasarkan Hausman Test, maka kita dapat melakukan uji terhadap asumsi yang digunakan dalam model. a. Uji Homoskedastisitas Salah satu aumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi adalah bahwa taksiran parameter dalam model regresi bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate) maka var (ui) harus sama dengan σ2 (konstan), atau semua residual atau error mempunyai varians yang sama. Kondisi ini disebut dengan homoskedastisitas. Sedangkan bila varian tidak konstan atau berubah-ubah disebut heteroskedastisitas.
Untuk
mendeteksi
adanya
heteroskedastisitas
dapat
menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights) yaitu dengan membandingkan Sum Square Residu pada Weighted Statistics dengan Sum Square Residu Unweighted Statistics.
Jika Sum Square Residu pada
Weighted Statistics lebih besar dari Sum Square Residu Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. b. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu peubah atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang.Uji autokorelasi yang dilakukan tergantung pada jenis data dan sifat model yang digunakan.Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Tata cara untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson (DW). Cara untuk melihat ada /tidaknya autokorelasi dilakukan dengan membandingkan DW statistik dengan DW tabel. Adapun kerangka identifikasi terangkum dalam tabel berikut. Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari hasil regresi. Tabel 3. Kerangka identifikasi autokorelasi Nilai DW 4 – dl < DW < 4 4 – du < DW < 4 – dl 2 < DW < 4 – du Du < DW < 2 dl < DW< du 0 < DW < dl Sumber: Gujarati,2004
Hasil Terdapat korelasi serial regresi Hasil tidak dapat ditentukan Tidak ada korelasi serial Tidak ada korelasi serial Hasil tidak dapat ditentukan Terdapat korelasi serial regresi
48
3.2.2.3 Evaluasi Model a
Uji-F Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi
secara bersamaan. Jika nilai probabilitas F-statistic < taraf nyata, maka tolak H0 dan itu artinya minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah terikat, dan berlaku sebaliknya. b. Uji-t Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien regresi secara individu dengan menggunakan uji-t. Hipotesis pada uji-t adalah: H0 : β i = 0 H1 : β i ≠ 0 Jika t-hitung > t-tabel maka tolah H 0 yang berarti peubah bebas secara statistik nyata pada taraf
nyata yang telah ditentukan dalam penelitian dan
berlaku hal yang sebaliknya. Jika nilai probabilitas t-statistik < taraf nyata, maka tolak H0 dan berarti bahwa peubah bebas nyata secara statitik. c. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (Goodness of Fit) merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi.
Nilai R2 mencerminkan seberapa besar variasi
daripeubah terikat Ydapat diterangkan oleh peubah bebas X. Jika R2 = 0, maka variasi Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali; Jika R2 = 1, artinya bahwa variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X. d. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Jika asumsi tidak terpenuhi maka prosedur pengujian menggunakan statistik t menjadi tidak sah. Uji normalitas error term dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera. Berdasarkan nilai probabilitas Jarque Bera
49
yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen, maka dapat disimpulkan bahwa error term terdistribusi normal. 3.2.2.4 Spesifikasi Model Penelitian Proses estimasi yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
terhadap
variabel dependen
dalam
penelitian
ini
adalah
penggabungan data antar waktu dengan data antar individu yang disebut dengan pooling. Sedangkan data yang dihasilkan disebut dengan pooled data atau panel data atau longitudinal data. Analisis data panel dalam penelitian ini dipergunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia daerah perbatasan. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia, model dimodifikasi dari Ramirez, et. al (2000) menjadi: Yit= β0 + β1INCit+ β2POVit+ β3EDU1it + β4EDU2it + β5GOVEit + β6 GOVH it + β7HLTHit+ β8INFit + β9TPTit + εit
dimana: Y
: IPM
INC
: PDRBpPerkapita (Juta Rupiah)
POV
: Rasio penduduk miskin
EDU1 : Rasio murid SD terhadap guru EDU2 : Rasio murid SMPterhadap guru GOVE : Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan GOVH : Pengeluaran pemerintah bidang kesehatan HLTH : Rasio dokter terhadap jumlah penduduk INF
: Rasio infrastruktur jalan
TPT
: Rasio tingkat pengangguran terbuka
ε
: error term
i
: Kabupaten/Kota
t
: Tahun
50
3.3
Definisi Operasional Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap indeks pembangunan manusia. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, berikut definisi operasional beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian: 1. PDRB per kapita adalah penjumlahan seluruh komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi atas berbagai aktifitas produksinya yang dihitung berdasarkan harga konstan tahun 2000, dibagi dengan jumlah penduduk. Satuan PDRB per kapita adalah ribu rupiah 2. Rasio jumlah penduduk miskin adalah rasio jumlah penduduk
yang
mempunyai pengeluaran per kapita di bawah garis kemiskinan dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio jumlah penduduk dihitung dengan satuan persentase. 3. Rasio murid SD terhadap guru adalah jumlah seluruh penduduk usia 7- 12 tahun dibagi dengan jumlah total guru SD. Rasio murid SD terhadap guru dihitung dengan satuan persentase. 4. Rasio murid SLTP terhadap guru adalah jumlah seluruh penduduk usia 13- 15 tahun dibagi dengan jumlah total guru SMP. Rasio murid SMP terhadap guru dihitung dengan satuan persentase. 5. Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan adalah nilai realisasi pengeluaran pembangunan yang digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam segi pendanaan dalam rangka pembangunan bidang pendidikan. Satuan untuk pengeluaran pemerintah bidang pembangunan adalah juta rupiah. 6. Pengeluaran pemerintah bidang kesehatan adalah nilai realisasi pengeluaran pembangunan yang digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam segi pendanaan dalam rangka pembangunan bidang kesehatan. Satuan untuk pengeluaran pemerintah bidang pembangunan adalah juta rupiah. 7. Rasio dokter terhadap jumlah penduduk adalah jumlah dokter dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio dokter terhadap penduduk dihitung dengan satuan persentase. 8. Rasio infrastruktur jalan jumlah seluruh jalan dalam kondisi baik/sedang dibagi jumlah penduduk. Rasio infrastruktur di hitung dengan satuan persentase. 9. Rasio tingkat pengangguran terbuka adalah rasio antara angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan dengan jumlah seluruh penduduk usia kerja. Rasio tingkat pengangguran ini dihitung dengan satuan persentase.
IV. GAMBARAN UMUM DAN DINAMIKA PEMBANGUNAN MANUSIA WILAYAH PERBATASAN DARAT INDONESIA
4.1
Gambaran Umum
4.1.1 Kondisi Geografis dan Wilayah Administrasi Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah darat kurang lebih mencapai 1.86 juta km2 dan wilayah laut 7,9 juta km2, yang terbentang dari Sabang sampai dengan Merauke. Konsekuensi dari negara kepulauan ini, maka Indonesia memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain baik di darat maupun di laut. Wilayah laut panjang garis batas mencapai 108.000 km, dimana Indonesia berbatasan dengan 10 negara yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau,Papua New Guinea, Australia danTimor Leste. Sedangkan wilayah darat panjang garis perbatasan mencapai 29.141 km, dimana Indonesia berbatasan dengan 3 negara yaitu Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste. Daerah-daerah yang berbatasan darat dengan negara tetangga yaitu Kalimantan Barat dan Kaimantan Timor berbatasan dengan Malaysia, Nusa Tenggara Timur berbatasan dengan Timor Leste dan Papua berbatasan dengan Papua New Guinea 2. Adapun Indonesia yang
wilayah
kabupaten/kota
di perbatasan darat
berbatasan langsung dengan negara tetangga terdiri dari 16
kabupaten/kota. 4.1.1.1 Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia dengan Pontianak sebagai ibukota provinsi, yang terletak diantara garis 2 08‟ Lintang Utara (LU) serta 10800‟ Bujur Timur (BT) dan 114 010‟ BT. Berdasarkan letak geografis yang spesifik ini maka, daerah ini tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 00) sehingga cuacanya cukup panas. Antara bulan Maret dan September setiap tahun ada fenomena alam yang unik ketika matahari tepat baerada di garis khatulistiwa. Pada saat itu posisi matahari akan tepat berada diatas kepala sehingga menghilangkan semua bayangan benda-benda di permukaan bumi. Peristiwa ini disebut titik kulminasi matahari. 2
Daerah Dalam Angka masing-masing kabupaten.
51
52
Kalimantan Barat memiliki luas wilayah mencapai 146.870 km2 (7,53 persen luas Indonesia), merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara asing, yaitu Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur dan satu-satunya provinsi di Indonesia yang secara resmi mempunyai akses jalan darat untuk masuk dan keluar dari Negara asing. Hal ini terjadi karena antara Kalimantan Barat dan Serawak telah terbuka jalan darat antar Negara dari Pontianak – Entikong – Kuching (Serawak, Malaysia) sepanjang sekitar 400 km dan dapat ditempuh sekitar 6-8 jam. Selain itu Kalimantan Barat juga dilalui oleh sungai Kapuas yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia dan mempunyai banyak anak sungai sehingga dijuluki sebagai provinsi „Seribu Sungai‟. Suku bangsa yang mendominasi adalah suku Dayak, Melayu dan China. Selain itu, ada juga suku bangsa pendatang yang berasal dari Jawa, Sunda, Bugis, Minangkabau, Batak, Madura dan Bali. Provinsi Kalimantan Barat terdiri atas 12 kabupaten dan 2 kota, di mana 5 diantaranya berada pada garis batas dengan Serawak Malaysia, yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu. Panjang garis batas pada lima kabupaten ini mencapai 847,3 km yang melintasi 98 desa pada 14 kecamatan. Daerah perbatasan ini sebagian besar terdiri atas dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 200 m di atas permukaan laut (dpl). 4.1.1.1.1 Kabupaten Sambas Kabupaten Sambas berada di bagian paling utara Provinsi Kalimantan Barat dengan luas 6.395,70 km2 atau sekitar 4,36 persen dari total luas Provinsi Kalimantan Barat yang sebesar 614.807 km². Secara astronomis Kabupaten Sambas terletak pada posisi 0 0 33‟–20 08‟ LU dan 1080 39‟–1100 04‟ BT. Secara administratif wilayah Kabupaten Sambas dibatasi oleh: - Sebelah Utara
: Sarawak (MalaysiaTimur)
- Sebelah Selatan
: Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang
- Sebelah Timur
: Sarawak dan Kabupaten Bengkayang
- Sebelah Barat
: Laut Natuna.
53
Kabupaten Sambas terbagi dalam 16 wilayah kecamatan dan 183 desa. Jumlah penduduk pada tahun 2010 mencapai 496.120 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 78 jiwa/km². Panjang garis batas Negara Indonesia dengan Malaysia pada Kabupaten Sambas mencapai + 97 km yang terbentang pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Sajingan Besar dan Kecamatan Paloh. Wilayah Kecamatan Sajingan Besar dan Kecamatan Paloh meliputi 39,71 persen dari luas wilayah Kabupaten Sambas. 4.1.1.1.2 Kabupaten Bengkayang Kabupaten Bengkayang merupakan daerah yang terletak di bagian utara dengan luas 5.397,30 km² atau mencapai 3,68 persen dari total luas Provinsi Kalimantan Barat. Dilihat dari letak geografisnya Kabupaten Bengkayang terletak diantara 1032‟-0031‟ LU dan 1080 41‟BT - 1100 08‟BT. Secara administratif wilayah Kabupaten Bengkayang dibatasi oleh: -
Sebelah Utara
-
Sebelah Selatan : Kabupaten Pontianak
-
Sebelah Timur
: Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Landak
-
Sebelah Barat
: Laut Natuna dan Kota Singkawang
: Serawak (Malaysia) dan Kabupaten Sambas
Kabupaten Bengkayang terbagi dalam 17 wilayah kecamatan dan 119 desa. Jumlah penduduk pada tahun 2010 mencapai 215.277 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 40 jiwa/km². Jarak tempuh untuk mencapai ibukota propinsi mencapai 267 km. Garis batas Negara Indonesia dengan Malaysia pada Kabupaten Bengkayang terbentang pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Jagoi Babang dan Kecamatan Siding. 4.1.1.1.3 Kabupaten Sanggau Kabupaten Sanggau merupakan salah satu daerah yang terletak di tengahtengah dan berada di bagian utara dengan luas 12.858 km² atau mencapai 8,76 persen dari total luas Provinsi Kalimantan Barat sebesar 146.807 km². Dilihat dari letak geografisnya Kabupaten Sanggau terletak diantara 1 010‟LU dan 0035‟ LS, serta diantara 109045‟, 111011‟ BT.
Secara administratif wilayah Kabupaten
Sanggau dibatasi oleh: -
Sebelah Utara
: Malaysia Timur ( Serawak )
-
Sebelah Selatan
: Kabupaten Ketapang
54
-
Sebelah Timur
; Kabupaten Sintang, dan Sekadau
-
Sebelah Barat
: Kabupaten Landak
Kabupaten Sanggau merupakan daerah terluas dan berada diurutan ke 4 dari kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat. Kecamatan terluas di Kabupaten Sanggau adalah Kecamatan Jangkan (1.589,20 km2 ) dan Kecamatan Meliau (1.495,70 km2 ). Kabupaten Sanggau terbagi dalam 15 kecamatan, 159 desa dan 6 kelurahan. Jumlah penduduk pada tahun 2010 mencapai 408.468 jiwa dengan kepadatan mencapai 32 jiwa/km². Pada umumnya Kabupaten Sanggau daerah dataran tinggi yang berbukit dan berawa yang dialiri oleh beberapa sungai seperti Sungai Kapuas, Sungai Sekayam. Panjang garis batas Indonesia dengan Malaysia pada Kabupaten Sanggau mencapai ±129,5 km yang terbentang pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Sekayam dan Entikong. 4.1.1.1.4 Kabupaten Sintang Kabupaten Sintang berada di bagian utara Provinsi Kalimantan Barat dengan luas wilayah 21.635 Km2 atau 3,51 persen dari total luas Provinsi Kalimantan Barat yang sebesar 614.807 km². Secara astronomis Kabupaten Sintang terletak pada posisi 1 05‟ LU & 1021‟LS dan 109, 110050‟& 113°20‟ BT 10 LU 0,60 LS & 109,80 - 111,30 BT. Secara administratif wilayah Kabupaten Sintang dibatasi oleh: - Sebelah Utara
: Malaysia Timur (Serawak)
- Sebelah Selatan
: Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Melawi
- Sebelah Barat
: Kabupaten Sanggau, Sekadau dan Ketapang
- Sebelah Timur
: Kabupaten Kapuas Hulu
Kabupaten Sintang terbagi dalam 14 wilayah kecamatan, 178 desa, 6 kelurahan. Jumlah penduduk pada tahun 2010 mencapai 364.759 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 17 jiwa/km². Panjang garis batas Negara Indonesia dengan Malaysia di Kabupaten Sintang mencapai +143 km yang terbentang pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Ketungau Hulu, dan Ketungau Tengah. Luas total kecamatan yang menempati wilayah perbatasan meliputi luasan 4.320,6 Km2 atau 19,97 persen dari total luas Kabupaten Sintang. Kecamatan Perbatasan terluas adalah Kecamatan Ketungau Tengah yang meliputi 10,1 persen dari luas kabupaten.
55
4.1.1.1.5 Kabupaten Kapuas Hulu Kabupaten Kapuas Hulu terletak di ujung paling Timur Provinsi Kalimantan Barat dengan luas 29.842 km2. Secara atronomis Kabupaten Kapuas Hulu terletak pada posisi 0 0 08' LU sampai 10 36' LU dan 111032' sampai 1140 09' BT, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebeah Utara
: Serawak (Malaysia Timur)
- Sebelah Selatan
: Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Sintang
- Sebelah Barat
: Kabupaten Sintang
- Sebelah Timur
: Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.
Kabupaten Kapuas Hulu terbagi dalam 23 kecamatan, 154 desa dan 4 kelurahan dengan jumlah penduduk pada 2010 mencapai 222.160 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 8 jiwa/km². Konsentrasi penduduk berada di kecamatan Putusibau yang persentasenya mencapai 8 persen. Kabupaten Kapuas Hulu memiliki tujuh kecamatan yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga Malaysia, yaitu Kecamatan Puring Kencana, Badau, Batang Lupar, Embaloh Hulu, Putussibau, Kecamatan Kedamin, dan Empanang. Luas total kecamatan yang menempati wilayah perbatasan sebesar 15.770,6 km2 atau 52,85 persen dari total luas Kabupaten Kapuas Hulu. Kecamatan Perbatasan terluas adalah Kecamatan Kedamin seluas 5.352,3 Km2 (17,94 persen), sedangkan Kecamatan perbatasan terkecil seluas 357,25 km2 (1,20 persen). 4.1.1.2 Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas 11 kabupaten dan 4 kota di manadari 11 kabupaten, 3 diantaranya berada pada garis batas dengan Serawak Malaysia.
Tiga
kabupaten
yang
merupakan
daerah
perbatasan
yaitu
KabupatenKutai Barat, Malinau dan Nunukan. Wilayah perbatasan negara di Kalimantan Timur membentang dari Utara-Selatan sepanjang 1.038 kilometer dengan luas sekitar 57.731,64 Km2 . Secara astronomis wilayah ini terletak pada 40 20‟ dan 10 20‟ LU, dan 1130 35‟ BT. Sedangkan secara geografis wilayah ini di sebelah barat dan utara berbatasan langsung dengan negara Bagian Sabah dan Serawak, di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat, sedangkan sebelah Timur dengan Selat Makasar dan Laut Sulawesi. Wilayah ini
56
juga berada di jalur pelayaran nasional dan internasional dan merupakan outlet Kalimantan ke Asia Pasifik. Wilayah perbatasan Kalimantan Timur meliputi kawasan pantai/laut dan
daratan/pegunungan.
Dengan Serawak
terdapat
pegunungan Iban yang membujur dari utara-selatan dan kemudian membelok ke barat, di pegunungan Kapuas Hulu. Di samping pegunungan Iban, juga terdapat pegunungan Batu Ayu, yang membujur dari timur ke barat. Di bagian utara di Kecamatan Pulau Sebatik berbatasan dengan Negara Malaysia Timur, sedangkan Kabupaten Nunukan berbatasan laut dengan Kota Tawau. Kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara lain di provinsi Kalimantan Timur ada 3 kabupaten, dari tiga kabupaten yang merupakan daerah perbatasan di Kalimantan Timur, hanya terdapat satu pintu lintas batas yang resmiyaitu di Kabupaten Nunukan. Pada entry point di Nunukan ini terdapat fasilitas Custom, Immigration, Quarantyne and Security (CIQS) yang cukup baik. Sedangkan pada Kabupaten Malinau dan Kutai Barat, sebagian besar wilayah perbatasan masih berupa hutan lebat. Kalaupun ada entry point, masih belum berfungsi dengan baik atau masih bersifat tradisional karena tidak adanya fasilitas CIQS sebagaimana di Kabupaten Nunukan. 4.1.1.2.1 Kabupaten Kutai Barat Kabupaten Kutai Barat terletak di bagian tengah Provinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah sebesar 31.628,7 Km2 atau 15,94 persen dari luas daratan Propinsi Kalimatan Timur yang mencapai 198.441,17 km2. Secara astronomis Kabupaten Kutai Barat terletak pada 113 045' - 116031' BT dan 1031' LU - 1010' LS. Kabupaten Kutai Barat terbagi atas 21 Kecamatan dengan jumlah Kampung/Desa 223. Jumlah penduduk tahun 2010 mencapai 165.091 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 5 jiwa/km 2. Secara administratif wilayah Kabupaten Kutai Barat dibatasi oleh : - Sebelah Utara
: Sarawak ( Malaysia Timur )
- Sebelah Timur
: Kabupaten Kutai Kartanegara
- Sebelah Selatan
: Kabupaten Penajam Paser Utara
- Sebelah Barat
: Kabupaten Murung Raya (Kalteng)
Kabupaten Kutai Barat memiliki dua kecamatan yang berbatasan langsung dengan Malaysia yaitu Kecamatan Long Apari dan Long Pahangai Panjang
57
dengan panjang garis perbatasan sebesar ± 52,3 km. Sedangkan luas kedua wilayah ini adalah 7.361,54 km2 atau 23,27 persen dari luas total wilayah kabupaten. Sebagaimana lazimnya daerah perbatasan, kedua kecamatan ini juga dalam kondisi terisolir akibat sarana dan prasarana yang terbatas. 4.1.1.2.2 Kabupaten Malinau Kabupaten Malinau terletak di bagian utara Provinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah sebesar 42.620,70 Km2atau 21,5 persen dari luas daratan Provinsi Kalimatan Timur yang mencapai 198.441,17 km2 dan merupakan kabupaten terluas di propinsi ini. Secara astronomis Kabupaten Malinau terletak pada 113045' - 116031' BT dan 1031' LU - 1010' LS. Kabupaten Malinau terbagi atas 12 Kecamatan dengan jumlah Desa 118. Jumlah penduduk tahun 2010 sebesar 62.580 jiwa dengan kepadatan penduduk hanya 2 jiwa/km2 sehingga menempatkan daerah ini sebagai daerah dengan tingkat kepadatan penduduk terendah di Propinsi Kalimantan Timur. Secara administratif wilayah Kabupaten Malinau dibatasi oleh : - Sebelah Utara
: Kabupaten Nunukan
- Sebelah Timur
: Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Berau
- Sebelah Selatan
: Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kutai Kertanegera
- Sebelah Barat
: Sarawak ( Malaysia Timur )
Kabupaten Malinau memiliki tiga kecamatan yang berbatasan langsung dengan Malaysia yaitu Kecamatan Kayan Hulu, Kayan Hilir, Kayan Selatan, Pujungan dan Kecamatan Bahau dengan panjang garis perbatasan sebesar ± 669,2 km. Sebagaimana lazimnya daerah perbatasan, ke lima kecamatan ini juga dalam kondisi terisolir akibat sarana dan prasarana yang terbatas. Satu-satunya sarana transportasi menuju ke lima kecamatan tersebut adalah dengan menggunakan pesawat perintis dengan jumlah penumpang terbatas antara 6-12 orang saja. 4.1.1.2.3 Kabupaten Nunukan Kabupaten Nunukan merupakan daerah hasil pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan sesuai dengan UU No. 47 tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU No. 7 tahun 2000. Kabupaten ini terletak di bagian Utara Provinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah sebesar 14.263,68 Km² atau 7,2 persen
58 dari luas daratan Propinsi Kalimatan Timur yang mencapai 198.441,17 km2. Kabupaten Nunukan terbagi ke dalam 7 kecamatan dan 218 kelurahan/desa dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 140.841 jiwa serta memiliki kepadatan sebesar
10 jiwa/km2.
Secara administratif wilayah Kabupaten
Nunukan dibatasi oleh: - Sebelah Utara
: Negara Bagian Sabah, Malaysia
- Sebelah Timur
: Laut Sulawesi/Selat Makassar
- Sebelah Barat
: Negara Bagi Serawak, Malaysia
- Sebelah Selatan
: Kab. Bulungan dan Kab.Malinau.
Kabupaten Nunukan berbatasan langsung dengan Serawak dan Sabah Malaysia, dengan garis perbatasan darat sepanjang 308 Km. Garis batas negara di Kabuapten Nunukan terbentang pada enam kecamatan yaitu Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, Lumbis Nunukan, Sebatik, dan Sebuku dengan luas wilayah perbatasan mencapai 85,58 persen dari luas wilayah Kabupaten Nunukan. 4.1.1.3 Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan propinsi dengan luas wilayah daratan hanya sekitar 47.349,9 km2 , sementara 200.000 km2 merupakan wilayah perairan. Batas wilayah NTT di sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Flores, di sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Maluku dan negara Timor Leste, di sebelah selatan berbatasan dengan samudera Hindia, dan di sebelah barat berbatasan dengan provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Provinsi NTT terdiri atas 20 kabupaten dan 1 kota. Dari 20 kabupaten 3 diantaranya terletak pada perbatasan dengan Negara Timor Leste. Ketiga kabupaten tersebut adalah Kabupaten Kupang, Kabupaten Belu dan Kabupaten Timor Tengah Utara dengan luas daerah perbatasan darat sebesar + 3.762,50 km2atau 8 persen dari total luas wilayah daratan. Selain memiliki daerah perbatasan darat, Provinsi NTT juga memiliki 5 pulau kecil terluar, yaitu Pulau Alor (Kabupaten Alor), Pulau Batek (KabupatenKupang), Pulau Dana I (Kabupaten Kupang), Pulau Dana II (Kabupaten RoteNdao), dan Pulau Mangudu (Kabupaten Sumba Timur).
59
Kondisi sarana dan prasarana perhubungan darat maupun laut ke pintu perbatasan Nusa Tenggara Timur dengan Negara Timor Leste sudah cukup baik, sehingga akses kedua pihak untuk saling berkunjung relatif mudah dan cepat. Kondisi jalan dari Atambua, Ibukota Belu, menuju pintu perbatasan cukup baik kualitasnya, sehingga perjalanan dapat ditempuh dalam waktu satu setengah jam. Berdasarkan nota kesepahaman RI-RDTK 11 Juni 2003, telah ditentukan 9 titik lintas batas. Hingga saat ini terdapat 3 Pintu Lintas Batas (PLB) yang berfungsi sebagai lokasi perlintasan internasional secara resmi dan telah dilengkapi olehtempat pemeriksaan imigrasi yaitu PLB Motaain, Napan, dan Metamauk, sementara PLB lainnya merupakan PLB tradisional. 4.1.1.3.1 Kabupaten Kupang Kabupaten Kupang merupakan salah satu kabupaten perbatasan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan luas wilayah daratan sebesar 5.898,22 km2 dan luas wilayah laut sebesar 4.063 km2 serta panjang garis pantainya mencapai 485 km. Secara Astronomis Kabupaten Kupang terletak antara 9019' - 10057' LS dan antara 121030 - 12401' BT dengan batas wilayah di sebelah utara dan barat berbatasan dengan Laut Sawu, sementara sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia serta sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Negara Timor Leste. Wilayah Kabupaten Kupang mencakup 27 pulau, dimana diantaranya terdapat 8 pulau yang belum memiliki nama. Dari kedua puluh tujuh pulau tersebut yang telah dihuni hingga saat ini hanya sebanyak lima pulau yaitu Pulau Timor, Pulau Sabu, Pulau Raijua, Pulau Semau, dan Pulau Kera. Kabupaten Kupang terbagi dalam 29 kecamatan, 218 desa dan 22kelurahan yang tersebar pada 5 pulau yaitu Pulau Sabu, Pulau Semau, Pulau Raijua, Pulau Kera dan Pulau Timor. Di Pulau Timor, wilayah administrasi Kabupaten Kupang berbatasan dengan tiga kabupaten yaitu Kabupaten Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan dan Belu. Tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Kupang mencapai 377.508 jiwa di mana konsentrasi penduduk terbesar berada di Kecamatan Kupang Timur dengan kepadatan penduduk sebesar 216 jiwa/km2.
60
4.1.1.3.2 Kabupaten Timor Tengah Utara(TTU) Kabupaten TTU merupakan daerah daratan dengan luas 2.669,70 km2 atau hanya sekitar 5,6 persen dari luas daratan Provinsi NTT. Sedangkan sebagian wilayah TTU yang berbatasan dengan laut sawu atau lazim dikenal dengan sebutan wilayah pantura memiliki luas lautan + 950 km2 dengan panjang garis pantai 50 km. Kabupaten TTU terbagi dalam 9 kecamatan, 140 desa dan 33 kelurahan. Dari 9 kecamatan yang ada, 4 diantaranya berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste. Jumlah penduduk tahun 2010 mencapai 229.803 jiwa dengan kepadatan mencapai 86 jiwa/km2 . Secara astronomis, Kabupaten TTU terletak antara 9 002' LS - 9037' LS dan antara 124004' BT-124046' BT. Batas-batas wilayah administratif adalah: - Sebelah Selatan
: Kabupaten Timor Tengah Selatan,
- Sebelah Utara
: Ambenu (Timor Leste) dan Laut Sawu.
- Sebelah Barat
: Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan.
- Sebelah Timur
: Kabupaten Belu.
4.1.1.3.3 Kabupaten Belu Kabupaten Belu memiliki luas 2.445,57 km2 atau mencakup 5,2 persen dari luas Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Belu terdiri atas 24 kecamatan dan 208 desa. Jumlah penduduk Kabupaten Belu mencapai 441.451 jiwa atau 10 persen dari total penduduk Nusa Tenggara Timur dan merupakan daerah dengan penduduk terbanyak di Propinsi ini. Secara astronomis, Kabupaten Belu terletak pada koordinat 1240- 1260BT dan 90 - 100LS. Secara geografis Kabupaten Belu di sebelah utara berbatasan dengan Selat Ombai, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Timor, sebelah timur berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara dan Timor Tenagh Selatan. Garis batas Negara Indonesia dengan Timor Leste di Kabupaten Belu membentang pada lima kecamatan di mana salah satu kecamatan memiliki pintu perbatasan yang relatif lengkap dan sering dipergunakan sebagai akses lintas batas dibandingkan pos lintas batas lainnya di Propinsi Nusa Tenggara Timur tepatnya berada di Kecamatan Tasifeto Timur. Pada pos lintas batas ini terdapat fasilitas
61
CIQS meski masih terbatas seperti kantor bea cukai yang belum dilengkapi dengan alat detektor/scan, kantor imigrasi yang masih terbatas dan pos keamanan yang juga masih sederhana. 4.1.1.4 Provinsi Papua Propinsi Papua merupakan propinsi yang terletak di ujung timur Negara Republik Indonesia dengan luas wilayah sebesar 317.062 km2, terdiri dari 28 kabupaten dan 1 kota dengan jumlah penduduk 2.851.999 jiwa (BPS, 2010). Provinsi Papua merupakan provinsi yang berbatasan darat dengan Papua New Guinea (PNG) serta berbatasan laut dengan Republik Palau dan Guam Amerika di sebelah Utara serta Australia di sebelah Selatan. Propinsi Papua terbagi dalam 26 kabupaten dan 1 kota, dimana 5 diantaranya merupakan kabupaten/kota yang berbatasan darat dengan Papua New Guinea yaitu Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Digoel dan Kota Jayapura. Wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan PNG dimulai dari Utara di Kampung Skouw-Distrik Muara Tami-Kota Jayapura yang bersisian dengan Wutung (PNG) sampai Muara Sungai Bensbach dan Merauke yang bersisian dengan wilayah Western Province PNG di Selatan. Garis perbatasan darat keseluruhan sepanjang 760 kilometer yang ditandai dengan 52 buah pilar batas (Meridian Markers). Di laut, Provinsi Papua berbatasan dengan wilayah laut Australia dibagian Selatan dan wilayah laut Palau di bagian Utara. 4.1.1.4.1 Kabupaten Merauke Kabupaten Merauke memiliki luas wilayah mencapai 45.071 km2 atau mencakup 14,5 persen dari total luas Propinsi Papua yang mencapai 309.934,4 km2. secara astronomis Kabupaten Merauke terletak diantara 137 0-1410BT dan 50 90LS. Kabupaten Merauke terbagi dalam 20 distrik (kecamatan), 160 kampung (desa) dan 8 kelurahan dengan jumlah penduduk tahun 2010 sebanyak 195.716 jiwa dan kepadatan penduduk 4 jiwa/km2. Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah di sektor pertanian dan sisanya di sektor jasa-jasa, perdagangan dan sektor lainnya. Kabupaten Merauke memiliki Pos Lintas Batas Darat yang
62
berada di Distrik Sota yang masih bersifat tradisional karena tidak dilengkapi dengan fasilitas CIQS. Kegiatan lintas batas di pintu perbatasan ini relatif sedikit dibandingkan dengan Kota Jayapura. Tujuan utama arus lintas batas masyarakat kedua negara adalah dalam rangka kunjungan keluarga dan perdagangan tradisional. 4.1.1.4.2 Kabupaten Boven Digoel Kabupaten Boven Digoel merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Merauke yang pada awalnya meliputi lima distrik yaitu Distrik Kouh, DistrikWaropko, Distrik Mindiptana, Distrik Jair dan Distrik Mandobo sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, KabupatenBoven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni, dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua. Luas wilayah Kabupaten Boven Digoel mencapai 27.879,32 km2 atau mencakup 9 persen dari luas Provinsi Papua. Kabupaten Boven Digoel terbagi menjadi 15 distrik di mana Distrik Mindiptana merupakan distrik yang terluas mencapai 3.328,62 km2(11,94 persen) dan Distrik Yaniruma merupakan distrik dengan luas wilayah yang paling kecil, yaitu mencapai 819 km2 (2,94 persen). Secara astronomi Kabupaten Boven Digoel terletak diantara 4098' – 7010' LS dan 139090' – 1410BT. Sedangkan secara administratif, batas wilayahnya adalah: -
Sebelah utara
-
Sebelah selatan : Kabupaten Merauke
-
Sebelah barat
: Kabupaten Mappi danKabupaten Asmat
-
Sebelah timur
: Negara Papua NewGuine.
: Kabupaten Pegunungan Bintang
Jumlah penduduk Kabupaten Boven Digoel pada tahun 2010 sebanyak 55.784 jiwa dan merupakan kabupaten perbatasan darat dengan penduduk paling sedikit diantara empat kabupaten perbatasan lainnya.
63
4.1.1.4.3 Kabupaten Pegunungan Bintang Kabupaten Pegunungan Bintang merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni, Dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua. Pegunungan Bintang memiliki luas wilayah 15.683 km2 atau mencakup 5 persen dari total luas Propinsi Papua. Pada awal pembentukannya Kabupaten Pegunungan Bintang terdiri atas 6 distrik yaitu Distrik Borme, Distrik Okbibab, Distrik Kiwirok, Distrik Batom, Distrik Oksibildan Distrik Iwur. Sampai saat ini, wilayah administratif Kabupaten Pegunungan Bintang dimekarkan menjadi 12 distrik dengan jumlah kampung sebanyak 110 kampung. Jumlah penduduk tahun 2010 mencapai 65.434 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 4 jiwa/km2. Persebaran penduduk antar distrik tidak merata, di mana distrik dengan kepadatan tertinggi adalah Distrik Batom dengan tingkat kepadatannya 11jiwa/km2. 4.1.1.4.4 Kabupaten Keerom Kabupaten Keerom merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Jayapura yang terbentuk pada tahun 2002 yang dikukuhkan melalui UndangUndang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni, Dan Kabupaten Teluk Wondama Di Provinsi Papua. Luas wilayah Kabupaten Keerom sebesar 9.365 Km2 dengan jumlah distrik diawal pembentukannya sebanyak lima distrik yaitu Distrik Skanto, Distrik Arso, Distrik Waris, Distrik Senggi dan Distrik Web. Secara astronomis Kabupaten Keerom terletak antara 140015' - 14100' LS dan 2037' - 400' BT, sedangkan secara administratif daerah ini berbatasan dengan:
64
-
Sebelahutara
: Kota Jayapura
-
Sebelah selatan
: Kabupaten Pegunungan Bintang
-
Sebelah barat
: Kabupaten Jayapura
-
Sebelah timur
: Negara Papua New Guinea
Sampai dengan tahun 2010, Kabupaten Keerom terdiri atas tujuh distrik dimana lima diantaranya berbatasan langsung dengan Papua New Guinea yaitu Distrik Waris, Distrik Senggi, Distrik Web, Distrik Arso Timur dan Distrik Owe. 4.1.1.4.5 Kota Jayapura Kota Jayapura dengan luas wilayah hanya sebesar 940 km2 merupakan satu-satunya kota yang berada di wilayah perbatasan negara. Secara astronomis daerah ini terletak pada 130 0-1410BT dan 1027'-3049'LS. Secara geografis, Kota Jayapura berbatasan dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Keerom di sebelah selatan, berbatasan dengan Kabupaten Jayapura di sebelah barat dan berbatasan denganPapua New Guinea di sebelah timur. Kota Jayapura terbagi dalam lima distrik yaitu Distrik Abepura, Distrik Jayapura Selatan, Distrik Jayapura Utara, Distrik Muara Tami dan Distrik Heram. Distrik Muara Tami merupakan distrik terluas yang mencakup 67 persen Kota Jayapura. Jumlah penduduk Kota Jayapura pada tahun 2010 mencapai 256.705 jiwa atau 11 persen dari total penduduk Propinsi Papua. Kota Jayapura memiliki satu Pos Lintas Batas dengan Papua New Guinea yang terletak pada Distrik Muara Tami. Kegiatan perdagangan yang bernilai ekonomi tinggi dan bersifat resmi antara kedua negara melalui pintu perbatasanini masih sangat terbatas hal ini dikarenakan fasilitas yang kurang mendukung serta kondisi sosial ekonomi kedua wilayah yang juga masih banyak memiliki keterbatasan sehingga interaksi ekonomi tidak seperti yang terjadi di PropinsiKalimantan Barat dan Kalimantan Timur dimana intensitas perdagangan kedua negara sudah lebih maju. 4.1.2 Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Tujuan utama
dari pembangunan
ekonomi adalah
meningkatkan
kesejahteraan penduduk. PDRB per kapita lazim digunakan sebagai alat ukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Salah satu manfaat menggunakan PDRB per kapita yaitu: ketimpangan pembangunan antar daerah menjadi terukur dan dapat
65
dibandingkan. PDRB per kapita dianggap tinggi jika nilainya diatas 2 juta rupiah dan rendah jika nilainya di bawah 2 juta rupiah. Sedangkan tingkat Pertumbuhan PDRB per kapita dianggap tinggi jika berada di atas 3 persen, dan rendah jika di bawah 3 persen (Tambunan, 2001). Produk Domestik Regional Bruto per kapita Wilayah perbatasan darat Indonesia secara umum mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2010. PDRB per kapita terendah di Kabupaten Timor Tengah Utara yaitu sebesar 2,00 juta rupiah meningkat menjadi 2,17 juta rupiah, sedangkan PDRB per kapita tertinggi di Kabupaten Kutai Barat sebesar 17,00 juta rupiah meningkat menjadi 19,07 juta rupiah pada tahun 2010. Peningkatan PDRB per kapita terjadi karena peningkatan pendapatan lebih tinggi dari peningkatan jumlah penduduk. 2007
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
2010
Rata-rata nasional
8.869
Sumber: BPS (diolah) Gambar 4.1 PDRB per kapita wilayah perbatasan darat Indonesia kabupaten/kota tahun 2007 dan 2010 dan rata-rata nasional
menurut
4.1.3 Kemiskinan Kemiskinan
merupakan
fenomena
yang
kompleks
dan
bersifat
multidimensi. Luasnya wilayah dan keragaman sosial-budaya maupun ekonomi masyarakat menyebabkan kondisi dan permasalahan kemiskinan di Indonesia menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang heterogen. Tingkat kemiskinan di wilayah perbatasan darat cenderung mengalami penurunan dari
66
tahun 2007 hingga 2010 Gambar
4.2 memperlihatkan persentase penduduk
miskin pada tahun 2007 dan 2010 di kabupaten/kota wilayah perbatasan darat Indonesia. Persentase tingkat kemiskinan terendah adalah Kabupaten Sanggau sebesar 7,97 persen menurun menjadi 5,02 persen. Sedangkan persentase kemiskinan tertinggi yaitu kabupaten/kota yang berada di Provinsi Papua dengan tingkat kemiskinan tertinggi sebesar 52,11 persen di Kabupaten Pegunungan Bintang. Tingginya tingkat kemiskinan di wilayah ini salah satu sebabnya adalah terbatasnya peluang ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah.Rendahnya peluang ekonomi dan pendidikan di willayah ini terutama dikarenakan wilayah Pegunungan Bintang merupakan daerah pegunungan yang sangat sulit untuk dijangkau dan sarananya pun tidak memadai. 2007
2010
Rata-rata nasional
50 40 30 20 10 0
Sumber: BPS (diolah)
Gambar 4.2 Persentase tingkat kemiskinan wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 dan 2010 dan rata-rata nasional 4.1.4 Tenaga Pendidikan dan Kesehatan Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa.Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu negara adalah tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas.Terkait dengan
pendidikan, dalam penelitian ini dilihat berdasarkan rasio
pendidikan antara murid terhadap guru yang akan
tenaga
menjelaskan bagaimana
pemenuhan pelayanan ketersediaan sumberdaya pengajar. Karena guru adalah faktor utama dalam proses transfer materi pengajaran kepada siswa untuk tiap satuan pendidikan. Keefektifan proses belaja mengajar dapat dilihat dari rasio
67
murid dan guru. Murid yang terlampau banyak dalam proses belajar akan berdampak kurang fokusnya penerimaan materi, akibatnya pendidikan akan kurang berkualitas. Perkembangan rasio murid terhadap guruselama periode penelitian menunjukkan nilai yang masih sesuai dengan standar beban
murid terhadap
gurur, dimana berdasarkan ketentuan dari dinas pendidikan dan kebudayaan rasio murid guru adalah 1 banding 40, sementara pada wilayah perbatasan darat ini rata-rata rasio murid guru masih di bawah standar yang ditetapkan yaitu pada interval 13 hingga 29 murid per guru pada masing-masing kabupaten/kota. Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan pelayanan ketersediaan sumberdaya pengajar di wilayah ini sudah mencukupi. Kabupaten dengan ketersediaan sumber daya pengajar tertinggi di wilayah perbatasan adalah Provinsi Kalimantan Timur, di mana ketiga kabupatennya memiliki rasio terkecil yaitu sekitar 14-15 murid per guru untuk tingkat SD dan 12 murid per guru untuk tingkat SMP.
SD
SLTP
30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10
Sumber: BPS (diolah)
Gambar 4.3 Rasio murid terhadap guru tingkat SD dan SMP wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2010 Berdasarkan ketersediaan sumber daya tenaga kesehatan, rasio beban tenaga kesehatan terhadap penduduk di wilayah perbatasan dapat dilihat berdasarkan Gambar 4.4.Gambar tersebut menunjukkan bahwa beban tenaga kesehatan (dokter) dalam memberikan pelayanan kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Kupang merupakan yang tertinggi pada tahun 2007. Hal ini mengindikasikan masih
68
sedikitnya jumlah tenaga kesehatan diwilayah tersebut. Sedangkan beban dokter terendah
adalah di Kabupaten Malinau. Untuk tahun 2010 beban tenaga
kesehatan pada wilayah ini sebagian besar lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya. 2007
2010
Standar nasional
20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
Sumber: BPS (diolah)
Gambar 4.4 Rasio dokter terhadap jumlah penduduk di wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 dan 2010 dan standar nasional 4.1.5 Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan Kesehatan Pengeluaran pemerintah yang tercermin dalam realisasi APBD (belanja Modal dan Biaya Operasional) memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi alokasi dan fungsi redistribusi. Fungsi Alokasi untuk memenuhi permintaan masyarakat terhadap tersedianya kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan publik yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak swasta. Pendanaan terhadap pembangunan fasilitasfasilitas umum yang akan digunakan oleh masyarakat berhubungan langsung dengan berapa besar jumlah pengeluaran pemerintah yang dialokasikan melalui APBD, untuk menyediakan fasilitas umum yang diperlukan. Semakin besar jumlah pengeluaran pemerintah maka semakin besar pula dana pembangunan serta semakin baik pula kualitas sarana dan prasarana pelayanan publik termasuk bidang pendidikan dan kesehatan yang ada. Hal ini tentu saja diharapkan akan memberikan dampak terhadap tingkat kesejahteraan dan kualitas pembangunan manusia. Anggaran pengeluaran pemerintah
memberikan gambaran mengenai
peranan sektor pemerintah dalam membiayai investasi daerah, yang sekaligus
69
mencerminkan strategi kebijakan fiskal dalam mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, perluasan kesempatan berusaha, dan berbagai program pembangunan lainnya, memperbaiki distribusi pendapatan, serta menunjang program stabilisasi, termasuk program penyelamatan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi masyarakat. 2007
2010
300 250 200 150 100 50 0
Sumber: BPS (diolah) Gambar 4.5 Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 dan 2010
Pengeluaran pemerintah untuk bidang pendidikan di wilayah perbatasan darat Indonesia selama tahun 2007-2010 secara keseluruhan mengalami peningkatan. Peningkatan pengeluaran pemerintah tersebut diharapkan berimbas pada peningkatan sumber daya manusia sehingga mampu mengembangan diri, menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama pada masyarakat miskin. Peningkatan ini juga terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah serta keputusan mahkamah konstitusi yang mengeluarkan kebijakan mengenai anggaran pendidikan 20 persen dari APBD seperti tercantum dalam UU no. 23 Tahun 2003. Di dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa pemerintah baik pusat maupun daerah harus mengalokasikan 20 persen anggaran untuk bidang pendidikan di luar gaji dan biaya kedinasan. Proses pengembangan sumber daya manusia memang membutuhkan dana yang relatif besar, oleh karena itu dapat dimengerti bahwa pengeluaran
70
pemerintah mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia, termasuk bagi masyarakat di wilayah perbatasan. Tak hanya bidang pendidikan peningkatan anggaran bidang kesehatan juga merupakan salah satu bagian penting dalam upaya pembangunan, khususnya dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Pemenuhan kebutuhan kesehatan merupakan hak dasar manusia (Farid, 2003), sebagaimana yang terdapat dalam Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia ( The Universal Declaration of Human Right), bahwa “setiap orang mempunyai hak untuk hidup pada standar yang layak untuk kesehatan dan kesejahteraan mereka, dan keluarnya, termasuk hak untuk mendapat makanan, pakaian, perumahan, dan pelayanan kesehatan”. (“everyone has the right to a standart of living adequate for the health and well-being of himself and of his family, including food, clothing, housing, and medical care”). Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, batasan tentang hak manusia dalam kesehatan makin berkembang, meliputi hak-hak anak dan hak-hak perempuan. Bahkan dalam satu dekade terakhir artikel dalam hal deklarasi dan nomenklatur dari hak asasi manusia menjadi lebih komplek karena harus berhadapan dengan hal-hal seperti masalah pekerja anak, kondisi kerja dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perdagangan (bisnis) dalam Kesehatan. Dengan wacana ini jelas bahwa “kesehatan” merupakan dan harus dapat menjadi salah satu tolak ukur utama dari pembangunan dan kesejahteraan nasional suatu bangsa. 2007
2008
2009
2010
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Sumber: BPS (diolah)
Gambar 4.6 Pengeluaran pemerintah bidang kesehatan wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 dan 2010
71
Pengeluaran pemerintah bidang kesehatan selama tahun 2007 hingga 2010 di wilayah perbatasan dari gambar 4.4 dapat diketahui bahwa pada periode tersebut pengeluaran pemerintah bidang kesehatan berfluktuasi, dimana pada tahun 2008 hampir di semua wilayah memiliki anggaran yang lebih besar dibandingkan anggran tahun berikutnya yaitu 2009 dan 2010, kecuali untuk Kabupaten Pegunungan Bintang, anggaran dua tahun 2009 dan 2010 lebih besar dibanding dua tahun sebelumnya. 4.1.6 Infrastruktur Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat pisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi. Oleh karena itu, pembangunan sektor ini menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia selanjutnya. Pembangunan infrastruktur suatu negara harus sejalan dengan kondisi makro ekonomi negara yang bersangkutan. Dalam 30 tahun terakhir ditengarai pembangunan ekonomi Indonesia tertinggal akibat lemahnya pembangunan infrastruktur. Menurunnya pembangunan infrastruktur yang ada di Indonesia dapat dilihat dari pengeluaran pembangunan infrastruktur yang terus menurun dari 5,3 persen terhadap GDP (Gross Domestic Product) tahun 1993/1994, sekitar 2,3 persenpada 2005 dan menjadi 1.69 pada tahun 2010. Dalam kondisi normal, pengeluaran pembangunan untuk infrastruktur bagi negara berkembang adalah sekitar 5-6 persen dari GDP. Tabel 4.1 menunjukkan besarannya persentase jalan dalam kondisi baik terhadap luas wilayah, berdasarkan tabel tersebut dapat kita ketahui bahwa di wilayah perbatasan darat kondisi infrastruktur jalan ini sangatlah jauh dari yang diharapkan. Pada tahun 2010 Kabupaten Merauke hanya memiliki 0,0005 persen jalan dalam kondisi baik dari luas wilayah kabupaten. Sementara dari hasil tabulasi tersebut juga diketahui bahwa kondisi terbaik yang dimiliki oleh wilayah perbatasan berkaitan dengan akses jalan ini hanya sebesar 0,4455 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah kabupaten/kota yang berada di perbatasan akses
72
jalan yang mempunyai peranan penting bagi kelangsungan kehidupan masyarakat setempat masih sangat memprihatinkan. Tabel 4.1 Persentase infrastruktur jalan baik terhadap luas kabupaten/kota wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 – 2010 Kabupaten/Kota Sambas Bengkayang Sanggau Sintang Kapuas Hulu Kutai Barat Malinau Nunukan Belu TTU Kupang Merauke Boven Digoel Peg. Bintang Keerom Jayapura
2007
2008
2009
2010
0.0008 0.0669 0.0515 0.0281 0.0134 0.0074 0.0098 0.1850 0.1223 0.4130 0.1570 0.0002 0.0077 0.0013 0.0418 0.2993
0.0015 0.1079 0.0396 0.0163 0.0109 0.0154 0.0130 0.2813 0.1534 0.2955 0.1066 0.0009 0.0002 0.0024 0.0418 0.2993
0.0010 0.1181 0.0396 0.0178 0.0108 0.0154 0.0132 0.2813 0.1573 0.2984 0.1207 0.0009 0.0002 0.0024 0.0552 0.2993
0.0993 0.1320 0.0386 0.0213 0.0145 0.0311 0.0136 0.4370 0.1881 0.2984 0.0617 0.0005 0.0220 0.0016 0.0172 0.4455
Sumber: BPS kabupaten/kota(diolah) Rendahnya kualitas jalan yang ada di wilayah perbatasan ini tentu sangat perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar lagi dari pemerintah. Karena jalan memiliki fungsi yang sangat luas bagi masyarakat maupun suatu wilayah, maka diperlukan suatu strategi tersendiri agar pembangunan infrastruktur jalan ini dapat memberikan hasil ataupun manfaat yang lebih luas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bapak Soesilo Bambang Yudhoyono bahwa kunci bagi pembangunan infrastruktur yang inklusif dan berkelanjutan adalah konektivitas. "Infrastruktur yang inklusif dan berkelanjutan harus menghubungkan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungannya, pulau dengan pulau, kota dengan kota, desa dengan desa". Selain itu juga pembangunan infrastruktur jalan harus dapat menciptakan konektivitas fisik, konektivitas institusional, dan konektivitas antar masyarakat. 4.1.7 Pengangguran Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang akan memengaruhi manusia secara langsung (Mankiw, 2007). Pengangguran yang berkepanjangan
73
secara pribadi akan menimbulkan efek psikologis dan secara nasional jika terlalu tinggi akan berpengaruh terhadap kestabilan politik, sosial dan keamanan. Variabel tingkat pengangguran terbuka di wilayah perbatasan darat Indonesia secara umum memiliki nilai persentase yang tidak jauh berbeda, yaitu berada pada interval 2,25 persen hingga 0,365 persen pada tahun 2010. 4.2
Dinamika Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator yang mengukur
pencapaian keseluruhan suatu wilayah, dimana IPM mengartikan kesejahteraan secara lebih luas dari sekedar pendapatan domestik bruto (PDB), yang direpresentasikan oleh 3 dimensi,, yaitu Indeks Pendidikan, Indeks Kesehatan dan Indeks Daya Beli. Sesuai dengan fungsinya sebagai suatu indikator, IPM dihitung untuk melihat keterbandingan antar wilayah atau daerah. Hal ini dimaksudkan untuk melihat posisi relatif pembangunan manusia di suatu wilayah di banding wilayah lainnya. Sehingga diperoleh gambaran mengenai pembangunan manusia pada wilayah tersebut. Indeks pembangunan manusia wilayah Perbatasan Darat Indonesia dari tahun ke tahun memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Dengan melihat secara rinci pada gambar 4.7 terlihat bahwa terdapat tren positif pada besaran IPM masing-masing
kabupaten/kota
di
wilayah
perbatasan,
dimana
terdapat
peningkatan nilai IPM pada setiap tahunnya, yang dapat diartikan bahwa secara umum
terdapat
peningkatan
pada
bidang
pendidikan,
kesehatan
dan
pendapatan.Tetapi jika dibandingkan dengan rata-rata IPM kabupaten/kota di Indonesia, IPM wilayah perbatasan ini hampir seuruhnya berada dibawah rata-rata kecuali kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Nunukan dan Kota Jayapura. Kenyataan ini mengindikasikan masih jauhnya ketertinggalan wilayah perbatasan dibanding dengan wilayah kabupaten/kota lain, yang apabila hal ini dibiarkan, maka akan semakin memperlebar kesenjangan antar wilayah. UNDP membedakan tingkat IPM berdasarkan klasifikasi yaitu: low (IPM kurang dari 50), lower-medium (IPM antara 50 dan 65,99), upper-medium (IPM antara 66 dan 79,99) dan high (IPM di atas 80). Secara umum, daerah yang mempunyai capaian IPM yang tinggi mempunyai tingkat kesejahteraan yang
74
lebih tinggi bila di bandingkan dengan daerah yang capaian IPM nya sedang maupun rendah.
80.0
2007
2008
2009
2010
Rata2
60.0 40.0 20.0 .0
Sumber:BPS,PublikasiIPM,2007-2010 Gambar 4.7 IPM kabupaten/kota wilayah perbatasan darat Indonesia dan Rata-rata IPM kabupaten/kota di Indonesia, tahun 2007-2010
4.2.1 Indeks Pendidikan Ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Dengan meningkatnya kualitas SDM, maka akan meningkatkan produktifitas, pendapatan, kemampuan daya beli yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan. Pendidikan merupakan salah satu jalan bagi peningkatan kualitas SDM. Indeks Pendidikan (IP) sebagai salah satu komponen utama dalam IPM merupakan nilai rata-rata dari variabel angka melek huruf (AMH) dan rata-rata lama sekolah (RLS). Menurut UNESCO, melek huruf adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, membuat, mengkomunikasikan dan mengolah isi dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan-bahan cetak dan penulisan yang berkaitan dengan situasi. Kemampuan membaca merupakan hal yang penting karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan sehingga dapat mencapai tujuannya, menggali potensinya dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang lebih luas. Sedangkan rata-rata lama sekolah merupakan indikator yang menunjukkan rata-rata jumlah tahun efektif untuk bersekolah yang di capai penduduk usia 15 tahun ke atas. Jumlah tahun efektif adalah jumlah tahun standar yang harus dijalani oleh seseorang untuk menamatkan suatu jenjang pendidikan, misalnya tamat SD adalah 6 tahun, tamat SMP adalah 9 tahun dan
75
seterusnya. Perhitungan ini dilakukan tanpa memperhatikan apakah menamatkan sekolah lebih cepat atau lama dari waktu yang telah ditetapkan. Berdasarkan ukuran angka melek huruf, persentase angka melek huruf penduduk di wilayah perbatasan darat Indonesia dari tahun 2007 hingga 2010 tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Jika dilihat dari angka melek huruf penduduk kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2007 adalah 91, 87 persen dan meningkat 92,91 persen pada 2010, sementara angka melek huruf penduduk di wilayah perbatasan darat sangat bervariasi, dimana Kabupaten Pegunungan Bintang dan Boven Digoel adalah kabupaten dengan penduduk yang memiliki kemampuan menbaca menulis terendah yaitu berada pada kisaran 31 persen pada tahun 2007 dan 32 persen pada tahun 2010. Hal ini berarti pada tahun 2010 hanya terdapat 32 persen penduduk di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Boven Digoel berusia 15 tahun ke atas yang memiliki kemampuan membaca dan menulis. Kota Jayapura memiliki kemampuan membaca dan menulis yang tertinggi diantara kabupaten/kota di wilayah perbatasan darat lainnya, bahkan lebih tinggi dari Indonesia sebesar 98,41 persen pada 2007 dan 99,58 persen pada2010 seperti terlihat pada tabel 4.1. Tabel 4.2 Angka melek huruf di wilayah perbatasan tahun 2007 – 2010 Angka Melek Huruf (%) No Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 1 Sambas 89,50 89,50 90,00 2 Bengkayang 88,68 88,68 88,70 3 Sanggau 89,92 89,92 89,95 4 Sintang 90,41 90,41 90,45 5 Kapuas Hulu 92,55 92,55 92,59 6 Kutai Barat 95,49 95,49 95,97 7 Malinau 92,33 92,33 92,65 8 Nunukan 93,30 93,30 93,94 9 Kupang 88,72 88,72 89,00 10 Timor Tengah Utara 87,19 87,45 87,73 11 Belu 82,79 82,79 82,98 12 Merauke 87,10 87,10 87,37 13 Boven Digoel 31,70 31,70 31,75 14 Pegunungan Bintang 31,60 31,60 31,76 15 Keerom 91,10 91,10 91,12 16 Kota Jayapura 98,41 99,09 99,10 Indonesia 91,87 92,19 92,58 Sumber: BPS kabupaten/kota(diolah)
2010 90,55 88,71 89,96 90,46 92,61 95,97 92,94 94,35 89,02 87,75 83,07 87,99 32,94 32,32 92,15 99,58 92,91
76
Tabel 4.3 memperlihatkan rata-rata lama sekolah penduduk di wilayah perbatasan Indonesia dari tahun 2007 sampai dengan 2010.Selama 2007 sampai 2010 penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang hanya dapat menikmati jenjang pendidikan dengan rata-rata lama sekolah 2 tahun, sangat jauh dari rata-rata yang ditetapkan yaitu 15 tahun. Apabila dibandingkan dengan angka rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia (kabupaten/kota) pada tahun 2010 hampir mencapai 8 tahun, maka Kabupaten Pegunungan Bintang adalah merupakan kabupaten yang penduduknya menempati posisi terendah merikmati sekolah dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Oleh karena itu, perlu upaya yang lebih serius dan terarah dalam memeratakan kesempatan penduduk untuk dapat menikmati jenjang pendidikan lebih lama agar mempunyai kemampuan dan daya saing tinggi sehingga upaya mensejahterakan penduduk akan lebih mudah tercapai. Tabel 4.3 Rata-rata lama sekolah penduduk di wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 - 2010 Rata-rata lama sekolah No Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Sambas 5,90 5,90 5,94 5,94 2 Bengkayang 6,03 6,03 6,09 6,32 3 Sanggau 6,40 6,40 6,41 6,49 4 Sintang 6,25 6,58 6,59 6,59 5 Kapuas Hulu 7,10 7,10 7,15 7,16 6 Kutai Barat 7,75 7,75 7,79 7,80 7 Malinau 7,61 7,61 7,67 7,76 8 Nunukan 7,40 7,40 7,42 7,42 9 Kupang 6,71 6,71 6,72 6,85 10 Timor Tengah Utara 6,11 6,24 6,38 6,77 11 Belu 6,06 6,06 6,24 6,33 12 Merauke 8,48 8,48 8,63 9,33 13 Boven Digoel 3,00 3,00 3,10 3,37 14 Pegunungan Bintang 2,20 2,20 2,45 2,46 15 Keerom 7,30 7,30 7,32 7,36 16 Kota Jayapura 10,76 10,86 10,88 11,00 Indonesia 7,47 7,52 7,72 7,92 Sumber: BPS kabupaten/kota (diolah) Gambar 4.8 memperlihatkan perubahan indeks pendidikan penduduk di wilayah kabupaten/kota perbatasan darat Indonesia pada tahun 2007 – 2010. Indeks pendidikan tertinggi di Kota Jayapura adalah sebesar 90,83 persen, sedangkan
77
terendah di Kabupaten Pegunungan Bintang sebesar 27,01 persen. Pada 2010, hampir semua kabupaten/kota mengalami peningkatan indeks pendidikan dan berada di atas rata-rata indeks pendidikan Indonesia, kecuali Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Kupang beradadi bawah rata-rata indeks pendidikan di Indonesia, yaitu sebesar 70,41. Kabupaten Kupang meningkat dari 68,67 menjadi 69,45, Kabupaten Boven Digoel dari 27,80 menjadi 29,45 dan Kabupaten Pegunungan Bintang meningkat dari 25,96 menjadi 27,01. 2007
2008
2009
2010
Rata-rata 78.600
80 70 60 50 40 30 20
Sumber: BPS,PublikasiIPM,2007-2010 Gambar 4.8 Indeks pendidikan kabupaten/kota wilayah perbatasan darat Indonesia dan Rata-rata indeks pendidkan Indonesia, tahun 2007-2010
4.2.2
Indeks Kesehatan Indeks kesehatan adalah ukuran jumlah tahun hidup yang diharapkan dapat
dinikmati penduduk di suatu wilayah yang merupakan bagian dari indeks pembentuk IPM yang diperoleh dari indikator angka harapan hidup. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup sehat (Farid, 2003)
sebagaimana yang telah
dideklarasikan pada 10 desember 1944 dalam Deklarasi Universal tentang Hakhak Manusia. Oleh karena itu kesehatan merupakan dan harus dapat menjadi salah satu tolak ukur utama dari pembangunan dan kesejahteraan nasional suatu bangsa. Indikator harapan hidup yang mewakili Indeks Kesehatan di wilayah perbatasan darat Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat ( Gambar 4.9). Berdasarkan pengamatan (Tabel 4.4) pada tahun
2010 angka harapan hidup
Kabupaten/Kota di wilayah perbatasan darat Indonesia mengalami peningkatan. Secara
umum,
meningkatnya
angka
Harapan Hidup (AHH)
penduduk
Kabupaten/Kota perbatasan juga merupakan salah satu indikasi telah terjadinya
78
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Kabupaten Nunukan memiliki angka harapan hidup yang tertinggi yaitu sebesar 71, 54 tahun yang berarti penduduk Kabupaten Nunukan yang lahir pada tahun 2010 mempunyai harapan hidup yang besar untuk mencapai usia 71 tahun. Sedangkan Kabupaten Sambas merupakan kabupaten dengan AHH terendah yaitu sebesar 61, 27 tahun. Tabel 4.4 AHH penduduk di wilayah perbatasan darat Indonesia 2007 - 2010 Angka Harapan Hidup
Kabupaten/Kota 2007
2008
2009
2010
Sambas
60.48
60.70
60.91
61.27
Bengkayang
68.40
68.57
68.70
68.84
Sanggau
67.61
67.99
68.24
68.49
Sintang
67.68
67.91
68.12
68.32
Kapuas Hulu
66.26
66.39
66.49
66.58
Kutai Barat
69.70
69.89
70.08
70.16
Malinau
68.01
68.11
68.22
68.33
Nunukan
70.84
71.07
71.30
71.54
Belu
64.72
65.30
65.65
66.00
TTU
67.27
67.71
68.11
68.32
Kupang
64.77
65.02
65.24
65.45
Merauke
62.03
62.13
62.25
62.76
Boven Digoel
66.17
66.43
66.75
67.03
Peg. Bintang
65.17
65.33
65.55
65.76
Keerom
66.62
66.75
66.93
67.10
Jayapura
68.16
68.23
68.34
68.46
Sumber: BPS kabupaten/kota (diolah)
2007 100 80 60 40 20 0
2008
2009
2010
Rata-rata 73.470
79
Sumber: BPS,PublikasiIPM,2007-2010 Gambar 4.9 Indeks kesehatan kabupaten/kota wilayah perbatasan darat Indonesia dan Rata-rata indeks kesehatan Indonesia, Ttahun 2007-2010
4.2.3
Indeks Daya Beli Indeks Daya Beli atau Indeks Standar Hidup Layak yang diukur dari
pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan untuk wilayah perbatasan darat Indonesia meningkat selama periode penelitian. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 2008 tampaknya tidak terlalu berpengaruh pada tingkat pembangunan manusia di wilayah perbatasan. Hal ini terlihat dari angka IPM wilayah perbatasan yang tetap meningkat di tahun 2007 – 2010. Padahal pengeluaran per kapita yang merupakan cerminan dari daya beli masyarakat (purchasing power parity), adalah indikator yang sangat dipengaruhi oleh keadaan perekonomian. Komponen IPM lainnya berdasarkan uraian ternyata di atas terjuga tidak terganggu secara signifikan. Bahkan indeks pendidikan yang direpresentasikan oleh tingkat melek huruf dan rata-rata lama sekolah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal ini menandakan bahwa krisis Subprime Mortage yang terjadi pada tahun 2008 tersebut tidak terlalu berpengaruh pada pembangunan manusia di wilayah perbatasan. Demikian juga terhadap indeks kesehatan penduduk di wilayah perbatasan darat Indonesia yang menunjukkan peningkatan meskipun tidak terlalu signifikan. 2007 80 70 60 50 40 30 20 10 0
2008
2009
2010
Rata-rata 75.740
Sumber: BPS,PublikasiIPM,2007-2010 Gambar 4.10 Indeks daya beli kabupaten/kota wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007-2010
80
Kemampuan daya beli masyarakat di wilayah perbatasan dari gambar di atas dapat diketahui bahwa dari tahun
2007–2010 secara umum, semua
kabupaten/kota di wilayah ini mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kabupaten Kutai Barat adalah kabupaten dengan kemampuan daya beli tertinggi di bandingkan kabupaten/kota lain di wilayah perbatasan darat Indonesia. Hal ini dikarenakan PDRB per kapita kabupaten ini adalah yang tertinggi, selain itu juga jika dilihat dari indeks pendidikannya juga memiliki nilai di atas rata-rata nasional.
Secara
keseluruhan perkembangan nilai IPM
dan komponen
pembentuknya di wilayah perbatasan darat Indonesia selama periode 2007-2010 dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5 Perkembangan IPM dan komponen pembentuknya di wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 – 2010
Sumber: BPS (diolah)
V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PERBATASAN DARAT INDONESIA
5.1
Uji Model Regresi Data Panel Analisis data dalam penelitian ini menggunakan persamaan regresi data
panel untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia. Data yang digunakan dalam persamaan regresi adalah data panel yang berasal dari data sekunderdari Badan Pusat Statsitik (BPS) dan Kementerian Keuangan meliputi 16 Kabupaten/Kota di wilayah perbatasan darat Indonesia dalam kurun waktu 2007-2010. Sebelum melakukan estimasi maka perlu dilakukan pemilihan model regresi terbaik. Pemilihaan model regresei terbaik dilakukan untuk mendapatkan hasil estimasi yang sesuai. Proses ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu membandingkan pooled model dengan fixed effect model kemudian dilanjutkan dengan membandingkan fixed effect model dengan random effect model. Pada tahap pertama, digunakan uji Chow, untuk membandingkan pooled model dengan fixed effect model. Sedangkan pada tahap kedua untuk membandingkan fixed effect model dengan random effect model digunakan uji Hausman. Berdasarkan hasil uji Chow, secara signifikan H0 (Pooled model) ditolak atau terdapat heterogenitas individu pada model. Ini ditunjukkan dengan nilai pvalue sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Jika dalam model terdapat heterogenitas individu maka fixed effect model akan memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan pooled model. Setelah dihasilkan pada tahap pertama, maka langkah selanjutnya membandingkan antara fixed effect model dan random effect model dengan uji Hausman. Statistik uji Hausman mengikuti ditribusi statistik Chi-Square dengan derajat bebas sebanyak jumlah variabel bebas.Hasil yang di dapat dari uji Hausman 19,86427 (Lampiran 5) dibandingkan dengan χ2
sama-sama
2
menunjukkan nilai p-value lebih besar dari nilai χ , maka H0 ditolak atau dengan kata lain menerima H1. Artinya, model yang tepat digunakan untuk analisis data pada penelitian ini adalah fixed effect model(FEM). Sehingga FEM merupakan
81
82
model yang lebih baik jika dibandingkan dengan Pooled Least square (PLS) ataupun random effects model (REM). Untuk model dalam penelitian ini, pengujian berbagai asumsi dasar dilakukan terhadap metode FEM sebagai model terpilih dilakukan untuk memperoleh hasil estimasi yang BLUE (best linear unbiased estimator), khususnya uji autokorelasi dan uji homoskedastisitas. Berdasarkan hasil uji Durbin-Watson (DW) diperoleh nilai DW sebesar 2,22 yang artinya tidak terjadi autokorelasi pada model. Sedangkan berdasarkan hasil uji kolinieritas diperoleh nilai korelasi kurang dari 0,8, yang menyatakan bahwa tidak ada kolinieritas antar variabel yang digunakan dalam penelitian. Sementara itu, dengan jumlah kuadrat residual (sum square residual) pada weighted statistics lebih kecil daripada unweighted statistics maka terdapat pelanggaran
asumsi
homoskedastisitas
pada
model.
Permasalahan
heteroskedastisitas dan autokorelasi pada model akan mempengaruhi perkiraan nilai parameter. Hal ini disebabkan model tidak akan memenuhi sifat BLUE. Oleh karena itu, agar nilai parameter dari model terpilih memenuhi sifat BLUE, maka dilakukan modifikasi model dengan menggunakan pendekatan Generalized Least Square(Greene, 2002). Berdasarkan model modifikasi ini berarti telah dilakukan koreksiatas permasalahan heteroskedastisitas, contemporaneously correlated acrosspanel, and first order autokorelasi. 5.2
Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia Hasil estimasi regresi data panel dalam Tabel 5.1 sebagian besar faktor
yang digunakan berpengaruh nyata terhadap indeks pembangunan manusia. Tanda koefisien parameter menunjukkan bahwa besarnya PDRB per kapita, jumlah penduduk miskin, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan,pengeluaran pemerintah bidang kesehatan, rasio tenaga pendidikan tingkat SD, Rasio tenaga kesehatan
dan
infrastruktur
jalan
berpengaruh
nyata
terhadap
indeks
pembangunan manusia, sedangkan rasio tenaga pendidikan tingkat SMP dan tingkat pengangguran terbuka tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
83
Tabel 5.1 Hasil regeresi data panel faktor-faktor yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia di perbatasan darat Indonesia Persamaan
Variabel
Koefisien
P-Value
PDRB Per kapita (INC) Miskin (POV)
0,663025 -0,151002
0,0948* 0,0000*
Pengeluaran Pem.Bid. Pendidikan (GOVE) Pengeluaran Pem. Bid. Kesehatan (GOVH) Rasio Tenaga Pendidikan SD(EDU1)
0,148092 -0,481910 -0.010218
0.0709* 0,0819* 0.1062*
Rasio Tenaga Pendidikan SMP(EDU2) Rasio Tenaga Kesehatan(HLTH)
0.008780 -0,031948
0.3846 0,1866*
Jalan(INF) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
3,058979 0,048611
0,0001* 0,2306
F- Test R-Square
1299,553 0,99944
0,000
19,86
0,018
Hausman Test Ket.: * signifikan pada α = 10 %
Berdasarkan hasil regresi data panel, terlihat bahwa FEM lebih baik dibandingkan REM. Hal ini tercermin dari statistik uji Hausman (19,86) yang signifikan pada taraf uji 10 persen dengan p-value 0,018, artinya punya cukup bukti untuk menolak hipotesis
tidak adanya korelasi antara peubah penjelas
dengan komponen error. Uji model FEM secara keseluruhan valid dalam taraf uji 10 persen yang ditunjukkan dengan nilai statistik uji F (1299,553) dan p-value 0,000. Nilai R2 bernilai 0,9979 yang berarti keragaman tingkat indeks pembangunan manusia dapat dijelaskan oleh PDRB perkapita, kemiskinan, pelayan pendidikan,
pelayan kesehatan, pengeluaran pemerintah bidang
pendidikan dan kesehatan serta sarana infrastruktur jalan sebesar 99,79 persen, sedangkan sisanya 0,21 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model. Pada penelitian ini model yang digunakan adalah model FEM dengan pembobotan pada cross section (Panel EGLS /Cross-section weights). Hal ini dilakukan untuk mengurangi heteroskedastis antar unit cross section. Dari hasil uji signifikansi model terlihat bahwa variabel-variabel input secara bersama-sama berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia. Walaupun tidak semua faktor berpengaruh secara signifikan terhadap IPM, akan tetapi tanda pada koefisien dapat menunjukkan arah hubungannya terhadap IPM.
84
5.2.1 PDRB per kapita Besarnya pengaruh PDRB per kapita terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayah Perbatasan Darat Indonesia dapat dilihat dari nilai koefisien parameternya.Persamaan menunjukkan bahwa peningkatan PDRB per kapita memiliki pengaruh yang nyata terhadap peningkatan IPM. dengan nilai elastisitas sebesar 0,66 yang artinya setiap kenaikkan PDRB per kapita 1 persen, maka akan meningkatkan indeks pembangunan manusia sebesar 0,66 persen, ceteris paribus. Hasil ini menunjukkan peran penting PDRB per kapita terhadap peningkatan IPM. Pentingnya PDRB per kapita sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya (Ramires, et al. 2000) yang menyatakan bahwa pembangunan ekonomi selalu menjadi modal awal dalam pembangunan manusia, dimana dengan semakin berkembangnya pembangunan ekonomi, maka akan tercipta lapangan pekerjaan, dan manusia sebagai faktor produksi akan mendapatkan penghasilan, sehingga majunya perekonomian
maka penghasilanpun
akan
meningkat sehingga dalam mengalokasikan pendapatannya dapat memilih sesuai dengan keinginannya. Hal ini sangat sesuai dengan tujuan dari pembangunan manusia yaitu bebas dalam menentukan pilihan (UNDP, 2000). PDRB per kapita juga menggambarkan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.PDRB per kapita jugamenggambarkan kesejahteraan keluarga dalam suatu kabupaten/ kota. Peningkatan PDRB per kapita tentu memberikan kemudahan dalam memenuhi segala kebutuhan dasar termasuk akses terhadap pendidikandan kesehatan yang selanjutnya menentukan Indeks PembangunanManusia. PDRB per kapita di Perbatasan Darat Indonesia dalam selang waktu 2007-2010 mengalami peningkatan. Hal ini mencerminkan adanya perbaikan dalam peningkatan pendapatan yang berari pula adanya peningkatan dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. PDRB per kapita yang meningkat dan diikuti peningkatan indeks pembangunan manusia dapat kita lihat pada tabel 5.2 berikut ini:
85
Tabel 5.2 IPM dan PDRB per kapita wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 - 2010 Kabupaten/Kota
IPM
PDRB
2007
2008
2009
2010
Kab. Sambas 63.01 Kab. Bengkayang 66.32 Kab. Sanggau 67.64 Kab. Sintang 66.89 Kab. K. Hulu 69.26 Kab. K. Barat 71.93 Kab. Malinau 71.68 Kab. Nunukan 72.17 64.77 Kab. Belu Kab. TTU 65.84 Kab. Kupang 62.82 Kab. Merauke 64.03 Kab. B. Digoel 48.65 Kab. P. Bintang 47.38 Kab. Keerom 67.99 Kota Jayapura 73.84 Sumber: BPS, (2008-2011)
63.73 66.81 67.86 67.44 69.41 72.16 71.78 72.86 65.02 66.53 63.41 64.44 49.20 47.94 68.55 74.56
64.46 67.18 68.19 68.00 69.79 72.60 72.30 73.48 65.58 66.95 63.91 64.77 49.56 48.54 68.89 75.16
64.93 5.132 5.353 5.582 67.55 5.012 5.186 5.310 68.55 6.159 6.271 6.479 68.31 5.028 5.155 5.311 70.03 4.931 4.988 5.078 72.90 17.007 17.942 18.949 72.65 9.193 9.412 9.760 73.84 9.943 9.797 9.616 66.00 2.133 2.107 2.091 67.49 2.007 2.095 2.195 64.34 2.727 2.761 2.806 65.73 7.298 7.510 7.883 50.21 11.572 12.150 12.884 48.99 1.621 2.054 2.291 69.26 6.054 6.466 6.934 75.76 10.145 10.450 13.900
5.2.2
2007
2008
2009
2010 5.915 5.417 6.526 5.720 5.321 19.701 11.089 10.148 2.901 2.171 3.315 7.802 9.023 3.829 7.255 13.127
Kemiskinan Penduduk merupakan subyek sekaligus obyek dalam pembangunan
ekonomi, maka untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan manusia tidak terlepas dari peran penduduk itu sendiri. Di wilayah Perbatasan Darat Indonesia, dari hasil pengujian di atas diketahui bahwa jumlah penduduk miskin memiliki pengaruh negatif terhadap indeks pembangunan manusia di Perbatasan Darat Indonesia. Tabel estimasi menunjukkan bahwa jika tingkat kemiskinan meningkat, maka indeks pembangunan manusia akan mengalami penurunan dan sebaliknya jika jumlah penduduk miskin mengalami penurunan, maka IPM akan mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan, diantaranya adalah studi Birdsall, Ross dan Sabot (1995) dan Ranis dan Stewart (2005) dalam Charisma (2008), yang
menyatakan bahwa jika
penduduk miskin memperoleh pendapatan yang lebih tinggi atau dengan kata lain terjadi pengurangan tingkat kemiskinan, maka akan berpengaruh terhadap peningkatan pembangunan manusia melalui peningkatan bagian pengeluaran
86
rumah tangga yang lebih tinggi, Sehingga dengan kata lain dapat dikatakan bahwa berkurangnya tingkat kemiskinan akan dapa meningkatkan IPM. Menurut penelitian Gevisioner (2007) bahwa jumlah penduduk miskin memiliki pengaruh negatif terhadap pembangunan manusia. Sehingga kemiskinan tetap menjadi agenda dan tantangan uatama dalam pembangunan baik secara nasional maupun masing-masing daerah. Selain itu pengurangan dan peningkatan kualitas SDM harus terus di intepretsikan di setiap agenda pembangunan dan senantiasa diarahkan agar dapat memberikan dampak positif yang nyata terhadap peningkatan pendapatan dan penghapusan hambatan-hambatan sosial yang dihadapi oleh penduduk miskin. Kemiskinan terkait erat dengan variabel ekonomi makro lainnya baiksecara langsung maupun tidak antara lain tingkat upah tenaga kerja, tingkat pengangguran, produktifitas tenaga kerja, kesempatan kerja, geraksektor riil, distribusi pendapatan, tingkat inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi dan kualitas sumber daya alam. Sedangkan dalam aspek sosial, kemiskinan sangat terkait dengan tingkat dan jenis pendidikan, kesehatan, kondisi fisik dan alam suatu wilayah, etos dan motivasi kerja, kultur atau budaya, hingga keamanan dan politik
serta
bencana
alam
(Yudhoyono
dan
Harniati,
2004).
Upaya
penanggulangan kemiskinan tidak dapat lepas dari penciptaan stabilitas ekonomi sebagai landasan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat (Bappenas). Sehingga dapat dikatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu hambatan dalam meningkatkan IPM, hal ini dikarenakan kemiskinan membuat akses terhadap pendidikan dan kesehatan sebagai tolak ukur peningkatan IPM terganggu. Hal ini sesuai dengan definisi yang diberikan oleh BPS mengenai kemiskinan yaitu kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumah tangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal/yang layak bagi kehidupannya. Ketidakmampuan ini akan mengganggu kebutuhan terhadap pendidikan dan kesehatan yang pada akhirnya akan membuat indeks pembangunan manusia menjadi rendah. Wilayah Perbatasan darat Indonesia
masih menghadapi masalah kemiskinan, dimana persentase angka
kemiskinan di wilayah tersebut secara umum lebih tinggi dari rata-rata nasional meskipun angka persentase kemiskinan mengalami penurunan setiap tahunnya,
87
antara lain ditandai oleh masih tingginya proporsi penduduk miskin, terutama di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang dan Boven Digoel yang berda di Provinsi Papua dan NTT yang memiliki angka kemiskinan sebesar 40,11 persen dan 25,81 persen pada tahun 2010. Hal ini tentunya mempengaruhi kemampuan daya beli masyarakat di wilayah tersebut. 5.2.3
Pendidikan Aspek pendidikan tidak hanya berkaitan dengan sarana pendidikan, tetapi
terdapat aspek-aspek lain yang lebih menyentuh terhadap kualitas pendidikan tersebut. Dengan demikian dalam penelitian ini dimasukkan rasio jumlah guru terhadap jumlah
penduduk usia sekolah (SD dan SMP). Rasio jumlah guru
terhadap jumlah penduduk usia SD dan SMP mempunyai pengaruh nyata terhadap indeks pembangunan manusia. Hal ini terlihat dari probabilitasnya yang sebesar 0,010. Nilai koefisien rasio jumlah guru-murid adalah -0,10218 untuk SD dan 0,008780 untuk tingkat SMP, yang berarti kenaikan 1 persen beban guru terhadap penambahan jumlah penduduk usia sekolah akan menurunkan
indeks
pembangunan manusia sebesar -0,14856. Berdasarkan uraian sebelumnya, diketahui bahwa pemenuhan ketersedian terhadap sumber daya pendidikan di wilayah perbatasan darat Indonesia telah tercukupi bahkan lebih baik dari standar yang ditetapkan. Selain itu juga diketahui bahwa indeks pendidikan di wilayah ini juga menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, akan tetapi ternyata hal ini tidak cukup untuk dapat membuat wilayah ini berada pada posisi nyang lebih baik dari sebelumnya. Jika ditelusuri lebih lanjut ternyata salah satunya disebabkan oleh masih rendahnya Angka Partisipasi Murni (APM) penduduk untuk bersekolah terutama untuk jenjang pendidikan tingkat SMP dibandingkan angka partisipasi murni nasional.
88
2007
2008
2009
2010
Ind-10 65.32
70 60 50 40 30 20 10 0
Sumber: BPS (diolah) Gambar 5.1 Angka partisipasi murni (APM) sekolah tingkat SMP di wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 dan 2010
Selain itu jika dilihat dari persentase angka putus sekolah tingkat sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama di masing-masing provinsi di wilayah ini, ternyata secara umum memiliki angka putus sekolah yang berada di atas angka putus sekolah Indonesia. Hal ini mengindikasikan angka putus sekolah di wilayah perbatasan darat ini cukup tinggi dan perlu mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat agar tidak semakin berkelanjutan. Tabel 5.3 Angka putus sekolah tingkat SD dan SMP di wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 – 2010 SD Provinsi
2006/ 2007
NTT 2.01 Kalimantan Barat 3.10 Kalimantan Timur 4.85 Papua 4.04 Indonesia 2.37 Sumber: Kemendiknas, 2010.
2007/ 2008
3.53 2.90 3.21 3.35 1.81
SMP
2008/ 2009
3.10 2.54 3.08 3.1 1.64
2009/ 2010
2006/ 2007
2007 /2008
2008/ 2009
2.81 2.56 3.28 2.81 1.65
5.24 4.64 3.10 3.55 2.88
8.24 7.47 4.43 3.53 3.94
6.61 5.87 2.22 4.23 2.49
2009/ 2010
0.84 0.99 1.48 2.73 2.06
Pengaruh pengeluran pemerintah terhadap IPM dari hasil pengolahan data adalah berpengaruh
positif
dan signifikan dengan besarnya nilai koefisien
sebesar 0,148092 dan p-value 0,0709. Artinya jika pengeluaran pemerintah bidang pendidikan bertambah sebesar 1 persen maka indeks pembangunan manusia akan mengalam peningkatan sebesar 14, 80 persen. Hal tersebut sejalan dengan beberapa penelitian mengenai pengeluaran pemerintah (public expenditure) yang sudah banyak dilakukan oleh para ahli.
89
Diantaranya penelitian Martin dan Lemis (1956), Goffman dan Mahar (1968), Ahmed-Javed-Lodh (2001) dan Sylvester (2002), dimana dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa negara yang memberikan perhatian lebih terhadap pendidikan sebagai anggaran dari pengolahan GDP akan mempunyai tingkat ketimpangan yang lebih rendah antara pengeluaran pemerintah dan anggaran pendidikannya. Hal tersebut didasarkan pada teori human capital, bahwa anggaran pendidikan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Pengeluaran pemerintah yang ditujukan sebagai perbaikan modal manusia pada dasarnya merupakan investasi, sehingga anggaran yang dibuat untuk bidang pendidikan diharapkan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan dijadikan sebagai investasi dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, Dengan kualitas pendidikan yang lebih baik maka akan mendukung pencapaian IPM yang tinggi yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Jadi dapat dikatakan bahwa besarnya anggaran yang telah disusun dapat mempengaruhi pencapaian pembangunan manusia yang tinggi. Selain itu realisasi dari anggaran juga menjadi salah satu penilaian bagi suatu wilayah dalam peningkatan kualitas SDM khususnya pada bidang pendidikan dan kesehatan. Namun
demikian
investasi
pendidikan
berupa
kemudahan akses
pendidikan ini harus juga diikuti dengan mendorong partisipasi masyarakat terhadappendidikan. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat tentunya diperlukan perhatian dari pemerintah kembali sebagai pengambil kebijakan agar biaya murah terhadap pendidikan dapat dilakukan dan dilaksanakan sehingga semua lapisan masyarakat dapat menikmati pendidikan secara baik dan merata. Dengan meningkatnya partisipasi masyarakat pada pendidikan maka akan menjadi investasi tak hanya bagi perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakatumum. Pencapaian pendidikan pada semua level niscaya akan meningkatkan pendapatan dan produktivitas masyarakat.
Meningkatnya
produktifitas akan meningkatkan penghasilan, kemampuan daya beli, kemampuan untuk memilih, daya saing dan sebagainya yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan.
90
Pemerintah Indonesia selama ini telah melakukan peningkatan terhadap besarnya belanja bidang pendidikan yaitu yang semuala pada tahun 1967-1997 anggaran pendidikan hanya sebesar 2-3 persen menjadi sebesar 10 persen dari keseluruhan APBN setelah era reformasi tahun 1998 dan yang terakhir melalui Undang-undang nomor 20 tahun 200, tentang Sistem Pendidikan Nasional, alokasi pengeluaran pendidikan menjadi sebesar 20 persen, dimana alokasi terebut digunakan untuk mendukung operasional penyelengaraan pendidikan, seperti penyediaan sarana danprasaran, termasuk pembangunan fisik gedung dan ruang belajar. Dengan kata lain alokasi dana 20 persen itu tidak termasuk gaji ataupun tunjangan tenaga pendidik dan kependidikan. Namun demikian dalam Human Development Report (2007), dari proporsi GDP pada tahun 2005, pengeluaran pemerintah untuk bidang pendidikan Indonesia masih termasuk rendah, karena rata-rata negara di dunia persentase angarannya sebesar 4,6 persen sedangkan Indonesia hanya sebesar 0,9 persen dari PDB. Hal tersebut menunjukkan perhatian pemerintah untuk bidang pendidikan masih kurang, sehingga perlu ditingkatkan lagi, terutama realisasi dalam peningkatan kualitas pendidikan baik dari segi pelayanan maupun penyediaan fasilatas yang lebih lengkap dan memadai serta merata agar dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain itu juga diperlukan dalam hal memberikan akses yang lebih mudah bagi masyarakat ketika memperoleh pendidikan, memperbanyak
beasiswa
pendidikan,
serta
peningkatan
BOS
(Bantuan
Operasional Sekolah) dengan pengawasan yang lebih baik dan merata di seluruh daerah/wilayah. Dengan demikian berarti pemerintah telah berperan dalam peningkatan kualitas SDM. 5.2.4 Kesehatan Pengaruh
pengeluaran
pemerintah
bidang
kesehatan
terhadap
pembangunan dari hasil estimas adalah memiliki pengaruh negatif. Sehingga jika pengeluaran pemerintah bidang kesehatan mengalami penurunan maka indeks pembangunan manusia akan meningkat, dan sebaliknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan UNICEF dan UNDP (HDR, 2000) menemukan bahwa pada negara-negara berkembang pada umumnya terjadi diskriminasi yang serius pada pengeluaran publik untuk kesehatan antara
91
penduduk yang lebih kaya, dimana mereka mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan lebih besar dibandingkan dengan masyarakat yang miskin. Sehingga terdapat bias yang sangat jauh untuk subsidi dalam bidang kesehatan. Berdasarkan uraian pada bab empat diketauhi bahwa pengeluaran pemerintah bidang kesehatan berfluktuasi, dimana anggaran tahun 2008 cenderung lebih besar dibandingkan tahun berikutnya, yaitu 2009 dan 2010. Sementara itu jumlah penduduk di wilayah perbatasan secara umum semakin meningkat setiap tahunnya, ini mengindikasikan semakin kecilnya alokasi pengeluaran pemerintah per penduduk pada tahun 2009 dan 2010. Tabel: 5.4 Jumlah penduduk di wilayah perbatasan darat Indonesia 2007- 2010 Kabupaten/Kota Sambas Bengkayang Sanggau Sintang Kapuas Hulu Kutai Barat Malinau Nunukan Belu TTU Kupang Merauke Boven Digoel Peg. Bintang Keerom Jayapura Sumber: BPS (diolah)
2007
2008
2009
2010
485,446 201,600 382,594 357,479 213,760 157,847 56,107 125,421 418,004 211,350 373,663 168,513 33,995 94,780 42,582 215,609
491,077 205,675 388,909 365,058 218,804 159,852 59,200 132,886 441,451 213,153 383,896 172,478 34,786 96,511 44,402 243,930
496,464 209,927 395,061 373,380 222,893 161,778 62,423 140,707 465,933 214,842 394,173 176,466 35,581 98,234 46,282 224,615
496,120 215,277 408,468 364,759 222,160 165,091 62,580 140,841 352,297 229,803 304,548 195,716 55,784 65,434 48,536 256,705
Penurunan alokasi pengeluaran pemerintah bidang pendidikan di wilayah kabupaten/kota perbatsanan selama 2008 sampai 2010 ternyata tidak membuat indeks kesehatan di wilayah ini menurun. Hal ini salah satunya dikarenakan meningkatnya persentase rumah sehat di wilayah tersebut (gambar 5.2) selama periode penelitian. Selain itu berdasarkan data profil kesehatan Indonesia 2010 juga diketahui adanya penurunan persentase jumlah penderita gizi buruk dan kurang gizi, terutama untuk wilayah di provinsi Nusa Tenggara Timur yang pada
92
tahun 2007 jumlah penderita gizi buruk dan gizi kurang sebesar 33, 6 persen berkurang menjadi 20,3 persen pada tahun 2010. 2007
2010
80 60 40 20 0
Sumber: Kementrian kesehatan, 2010 Gambar 5.2 Persentase rumah sehat di wilayah perbatasan darat Indonesia 2007 - 2010
Semakin
meningkatnya
pemahaman
masyarakat
akan
pentingnya
kesehatan, tentu merupakan suatu langkah yang baik untuk meningkatkan sumber daya manusia menuju peningkatan kesejahteraan yang lebih baik sebagaimana yang terdapat dalam penelitian E. Setiawan pada tahun 2006, bahwa kesehatan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia, tanpa kesehatan masyarakat tidak dapat menghasilkan suatu produktivitas bagi wilayahnya. Kegiatan ekonomi suatu wilayah dapat berjalan jika ada jaminan kesehatan bagi setiap penduduknya. Berkaitan dengan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan di wilayah Perbatasan
Darat
Indonesia,
ternyata
hal
ini
tidak
diikuti
dengan
peningkatan/pemenuhan tenaga-tenaga di bidang kesehatan, di mana diketahui dari Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat selama kurun waktu 2008-2010 jumlah tenaga kesehatan di Wilayah Perbatasan sebagian besar masih kekurangan tenaga kesehatan sebesar 20 persen sampai 30 persen. Jika dikaitkan dengan infrastruktur yang ada di wilayah perbatasan berdasarkan uraian pada bab sebelumnya juga diketahui bahwa infrastruktur jalan di wilayah ini selama periode penelitian masih sangat memprihatikan atau dengan kata lain akses penduduk untuk dapat menuju ke akses kesehatan ataupun akses lainnya masih sulit untuk dijangkau. Oleh karena itu, realisasi anggaran bidang kesehatan sebaiknya dapat dikelola dengan baik dengan diikuti sarana dan prasara pendukung lainnya terkait dengan kemudahan, ketersediaan perangkat maupun aparat di bidang kesehatan masyarakat demi tercapainya peningkatan kualitas SDM dan peningkatan IPM.
93
Selain itu program-program yang telah dibuat dan dijalankan agar dapat dioptimalkan kembali agar masyarakat bisa memperoleh pelayanan kesehatan dan dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Seperti program JAMKESMAS, dimana program ini telah menaikkan proporsi anggaran pemerintah sebesar 8 persen tapi pada kenyataannya program tersebut belum efektif, karena rumitnya prosedur yang harus dipenuhi untuk mendapatkan jaminan kesehatan. 5.2.5. Infrastruktur Infrastruktur jalan berdasarkan hasil estimasi mempunyai koefisien yang bertanda positif (3,058979) dan signifikan pada α sebesar 1 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa indeks pembangunan manusia sangat dipengaruhi oleh infrastruktur jalan, dimana kenaikkan infrastruktur jalan sebesar 1 per sen akan menaikkan nilai indeks pembangunan mansuia sebesar 3,059 persen, ceteris paribus. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukan Bappenas (2003) dalam Patriaka (2011), dimana ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, bandara, listrik, air bersih dan lain-lain merupakan social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan infrastruktur sangat diperlukan dan harus menjadi prioritas dalam setiap program pembangunan karena infrastruktur akan mendorong terjadinya peningkatanproduktivitas bagi faktor-faktor produksi. Dalam permasalahan penelitian ini, ketersediaan infrastruktur dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses aspek-aspek yang menentukan pembangunan manusia seperti sarana kesehatan dan sarana pendidikan. Sarana infrastruktur yang memadai juga akan mempengaruhi biaya yangdikeluarkan menjadi lebih rendah. Sehingga pendapatan masyarakat tidak terbuang hanya untuk biaya transportasi dan dapat dialihkan untuk pengeluaran kesehatan maupun pendidikan. Infrastruktur merupakan kunci dalam mendukung pembangunan nasional dan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, maka sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang lebih besar dan nyata dalam perbaikan maupun perluasan infrastruktur jalan maupun infrastruktur lainnya di
94
wilayah Perbatasan Darat Indonesia, karena masih banyak infrastruktur yang sangat sulit untuk dijangkau bahkan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat di wilayah perbatasan tersebut.
5.2.6
Tingkat pengangguran terbuka dan rasio tenaga pendidikan tingkat SMP Variabel pengangguran yang diwakili oleh rasio tingkat pengangguran
terbuka dan variabel rasio tenaga pendidikan tingkat SMP berdasarkan hasil analisis regresi data panel tidak signifikan memengaruhi indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan darat Indonesia, dimana terjadinya peningkatan tingkat pengangguran terbuka dan peningkatan tenaga pendidikan justru tidak memberikan pengaruh terhadap nilai indeks pembangunan manusianya. Variabel tingkat pengangguran terbuka tidak signifikan terhadap indeks pembangunan manusia hal ini disebabkan salah satunya karena adanya pengaruh sosial budaya di wilayah perbatasan. Contohnya di salah satu wilayah perbatasan yaitu di Provinsi NTT, sebagaimana dikemukakan oleh Nakmofa dalam Demarce 2012, yang mengemukakan bahwa falsafah hidup yang dianut yaitu budaya “puah manus”, yang merupakan falsafah keterbukaan, penghargaan dan partnership dengan semua manusia. Sehingga ini dapat diartikan jika ada kerabat maupun saudara mereka yang tidak memiliki pekerjaan maka dengan keterbukaan, penghargaan dan rasa kemitraan yang tinggi mereka akan merangkul saudaranya dengan baik dan bersahaja. Sedangkan dalam kaitannya dengan rasio tenaga pendidikan, dimana jika tenaga pendidikan ditingkatkan maka tidak signifikan memengaruhi indeks pembangunan manusia di wilayah perbatasan. Kondisi ini disebabkan kartena rasio beban guru yang ada di wilayah perbatasan pada dasarnya sudah lebih baik dari standar yang ada di kementerian pendidikan nasional. Sehingga jika jumlah guru semakin ditingkatkan sementara jumlah murid tidak meningkat, maka rasio beban guru akan semakin kecil, hal ini tentunya akan menjadi tidak efisien, karena jumlah guru yang semakin meningkat sementara jumlah murid tidak meningkat akan membuat beban pemerintah yang semakin besar.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan informasi dari hasil penelitian yang diperoleh, serta pembahasan yang
dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut : 1. Komponen pembentuk indeks pembangunan manusia yang mempunyai kontribusi terbesar adalah indeks pendidikan, dengan rata-rata perbatasan sebesar 70,41 dan rata-rata nasional sebesar 78,60 kecuali untuk Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Boven Digoel. Pada kedua kabupaten tersebut justru indeks pendidikan merupakan indeks pembentuk Indeks Pembangunan Manusia dengan kontribusi terendah (kurang dari 30 persen). Sedangkan variabel daya beli mempunyai kontribusi yang terendah. 2. Meskipun indeks pendidikan merupakan komponen pembentuk IPM terbesar ternyata angka partisipasi murni sekolah di wilayah ini masih rendah dan angka putus sekolah di wilayah ini masih tinggi. 3. Dari hasil penelitian, ternyata pengeluaran pemerintah bidang kesehatan mempunyai hubungan yang tidak sesuai dengan hipotesis, dimana variabel tersebut berhubungan negatif terhadap IPM. 4. Variabel infrastruktur mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap peningkatan indeks pembangunan manusia yaitu sebesar 3,059. 6.2 Saran- saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, maka pada bagian ini dikemukakan beberapa saran dan rekomendasi sebagai berikut: 1. Besarnya pengaruh yang dihasilkan oleh variabel infrastruktur terhadap pembangunan manusia, mengindikasikan bahwa infrastruktur merupakan kunci utama dalam peningkatan pembangunan. Dengan demikian, maka sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang lebih besar dan nyata
95
96
dalam perbaikan maupun perluasan infrastruktur jalan, karena masih banyak infrastruktur yang sulit dijangkau di wilayah perbatasan darat Indonesia. 2. Pengalokasian anggaran pemerintah bidang kesehatan perlu di kaji kembali terutama terhadap realisasi penggunaannya agar anggaran yang telah diterapkan dapat mengenai sasaran sesuai dengan tujuan. Selain perlu adamya peningkatan terhadap sosialisasi pola hidup sehat yang lebih baik dan menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat terutama masyarakat miskin. 3. Perlu perluasan terhadap komponen pembentuk IPM, misalnya pada indeks pendidikan dengan memasukkan komponen angka partisipasi murni sekolah dan angka putus sekolah sehingga angka indek pendidikan yang dihasilkan akan lebih merepresentasikan kenyataan yang sebenarnya terhadap kualitas sumber daya manusianya. 4. Pemerintah perlu menciptakan lapangan pekerjaan yang memiliki daya serap tinggi sehingga dapat menurunkan tingkat kemiskinan di wilayah perbatasan yang pada akhirnya menaikkan daya beli masyarkat.
DAFTAR PUSTAKA
Andrea Christy, Fhino dan Priyo Hari Adi. 2009. Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia. Makalah. Disampaikan dalam Konferensi Nasional UKWMS. Surabaya 10 0ktober 2009. Atmawikarta, Arum. 2003. Investasi Kesehatan Untuk Pembangunan Ekonomi. Bappenas. Jakarta. Baltagi, Badi. H.2005. Econometric Analysis of Panel Data.Ed ke-3. West Sussex: John Willey &Sons, Ltd. England. Bappenas, 2004. Kajian Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan Dalam Rangka Mendukung Akselerasi Peningkatan Daya Saing Daerah. Bappenas. Jakarta. [BPS] 2005-2011. Badan Pusat Statistik.Kabupaten/Kota Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Jakarta ------------.2006-2010. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. ------------.2006-2011.Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. BPS-Bappenas-UNDP, 2001. Indonesia Human Development Report 2001. Towards a New Consensus: Democracy and Human Development in Indonesia. Jakarta: BPS-Statistics Indonesia, Bappenas dan UNDP Indonesia. ------------ 2004. National Human Development Report 2004. The Economics of Democracy: Finanncing Human Development in Indonesia. Jakarta: BPSStatistics Indonesia, Bappenas dan UNDP Indonesia. Brata A.G. 2002. Pembangunan manusia dan kinerja ekonomi regional di Indonesia. Jurnal ekonomi pembangunan, Kajian ekonomi Negara berkembang. 1:13-122. Brata, Aloysius Gunadi, 2005. Investasi Sektor Publik Lokal, Pembangunan Manusia, dan Kemiskinan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian – Universitas Atma Jaya. Cahyadi P.E. 2004. Pelacakan Faktor-faktor yang memengaruhi IPM studi kasus kabupaten/kota di Provinsi Bali.[Tesis].Universitas Indonesia. Jakarta. Departemen Dalam Negeri. 2008, Undang-Undang Republik Indonesia No. 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara. [Kemdikbud] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2010. Rencana Strategis Kementrian Pendidikan Nasional 2010-2014. Jakarta: Kemdikbud. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2009. Rencana pembangunan jangka panjang 2005-2025. Depkes. Jakarta.
97
98
Drukker D.M. 2003. Testing for correlation in linier panel-data models. The Stata Jurnal. 3:168-177. Dwi Bastias, Desi, 2010. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Atas Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 1969-2009.[Skripsi].Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Greene W.H. 2002. Econometric analysis, fifth edition.Prentice hall. New Jersey. Gujarati DN. 2004. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Guritno Mangkoesoebroto. 1997. Ekonomi Publik. BPFE. Yogyakarta. Grigg, Neil dan Fontane G. Darell. 2000. Infrastructure Systems Management and Optimization International Seminar “Paradigma and Strategy of Infrastructure Management”, Civil Engineering Departement Diponegoro University Indratno, Imam. 2008. Indeks Pembangunan Desa sebagai Ukuran Keberhasilan Pengembangan Perdesaan. Universitas Islam Bandung. Bandung Juanda B. 2009. Ekonometrika: pemodelan dan pendugaan. Bogor: IPB Press. Kamaluddin, Laode M.. 2003. Pembangunan Ekonomi Maritim di Indonesia. Gramedia. Jakarta Kuriata Ginting S. Charisma, 2008. Analisis Pembangunan Manusia Di Indonesia. [Tesisi]. Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Lanjouw, P., M. Pradhan, F. Saadah, H. Sayed, R. Sparrow, 2001. Poverty, Education and Health in Indonesia: Who Benefits from Public Spending? World Bank Working Paper No. 2739. Washington. World Bank Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonomi. Ed ke-6. Liza F, Nurmawan I, penerjemah. Jakarta: Gelora Aksara Pratama. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta Midgley, James, 1995. Social Development: The Development Perspective in Social Welfare, London: Sage Publication. Myrdal, G. 1971. The Challenge of World Poverty. Harmlondsworth. Nasution, Abdul Aziz. 2010. Analisis Dampak Realisasi APBD terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Di Kota Binjai. [Skripsi]. Medan: Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Nordiawan, Deddi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta. Patriaka, Prima mashita. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Barat.[Tesis].Fakultas Ekonomi Institut Pertanian .Bogor. Priyanto, Andri. 2011. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan sumebr daya manusia di provinsi Banten [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
99
Ranis G. 2004. Human development and economic growth center discussion. Paper. 887 Ramirez A, Ranis G, Stewart, Frances, 2000. Economic growth and human development. World Development 28 (2):197-219 Sen A. 2000. A decade of human development. Journal of human development. Vol. 1 (1) Sukirno, S.. 2006. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suparmoko, 2002.Ekonomi Publik; Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, Ed ke-1. Yogyakarta: Penerbit Andi Suradi.2007. Pembangunan Manusia, Kemsikinan dan Kesxejahteraan Sosial. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejaheraan Sosial. 12: 1-11 Syaiful. 2008. Pengertian dan Perlakuan Akuntansi Belanja Barang dan Belanja Modal dalam Kaidah Akuntansi Pemerintahan. Jakarta Tambunan T. 2001. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi: Di Dunia Ketiga. Edke-9. Munandar H, Puji AL, penerjemah: Barnadi D, Saat S, Hardani W, editor. Jakarta: Erlangga. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. [UNDP] United Nations of Development Programme.Human Development Report Tahun 1990-2011. New York: Oxford University Press. Usman, Syaikhu et al., 2008. Laporan Penelitian :Mekanisme dan Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK).Jakarta : Lembaga Penelitian SMERU. Vanden Berg, H. 2001. Economic Growth and Development. Mc Graw Hill. International Edition. World Bank Working Paper No. 2739. Washington D.C.: World Bank. http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=634451&rec=1&srcab s=447165. Diakses tanggal 12/02/2011 5:00 PM. World Bank, 2006. World Development Report. www.psp.kemdiknas.go.id/uploads/statsitikpendidikan/0910/index_smp_0910.pdf [28 september 2012] www.kementerian.kesehatan.go.id/uploads/Bank-Data-Kesehatan/2010 [28September 2012]
Halaman ini sengaja dikosongkan
101
Lampiran 1. Reduksi Shortfall Wilayah Perbatasan Darat Indonesia menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 -2010.
Reduksi Shortfall Kabupaten/kota 2007
2008
2009
2010
(2)
(3)
(4)
(5)
1. Kabupaten Sambas
2,33
1,95
2,00
1,34
2. Kabupaten Bengkayang
1,81
1,46
1,12
1,12
3. Kabupaten Sanggau
2,00
0,69
1,03
1,13
4. Kabupaten Sintang
3,58
1,68
1,72
0,95
5. Kabupaten Kapuas Hulu
1,80
0,48
1,25
0,8
6. Kabupaten Kutai Barat
4,86
0,80
1,59
1,09
7. Kabupaten Malinau
0,81
0,34
1,85
1,25
8. Kabupaten Nunukan
0,54
2,46
2,25
1,38
9. Kabupaten Belu
2,89
1,61
1,36
1,18
10. Kabupaten Timor T. Utara
5,07
2,02
1,26
1,63
11. Kabupaten Kupang
3,92
1,29
1,16
1,21
12. Kabupaten Merauke
3,95
1,14
0,94
2,72
13. Kabupaten BovenDigoel
0,63
1,06
0,72
1,28
14. Kabupaten Peg. Bintang
0,27
1,06
1,15
0,86
15. KabupatenKeerom
3,20
1,77
1,07
1,17
16. Kota Jayapura
2,58
2,75
2,34
2,41
(1)
102
Lampiran 2. Indeks Pendidikan Wilayah Perbatasan Darat Indonesia menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 -2010.
Indeks Pendidikan Kabupaten/kota (1)
2007
2008
2009
2010
(2)
(3)
(4)
(5)
1. Kabupaten Sambas
72,78
72,78
73,20
73,57
2. Kabupaten Bengkayang
72,52
72,52
72,67
73,18
3. Kabupaten Sanggau
74,17
74,17
74,21
74,40
4. Kabupaten Sintang
74,16
74,89
74,94
74,95
5. Kabupaten Kapuas Hulu
77,47
77,47
77,62
77,65
6. Kabupaten Kutai Barat
80,87
80,87
81,29
81,31
7. Kabupaten Malinau
78,47
78,47
78,81
79,20
8. Kabupaten Nunukan
78,64
78,64
79,12
79,39
9. Kabupaten Belu
74,05
74,05
74,27
74,57
10. Kabupaten Timor T. Utara
71,70
72,16
72,66
73,54
11. Kabupaten Kupang
68,67
68,67
69,19
69,45
12. Kabupaten Merauke
76,90
76,90
77,42
79,39
13. Kabupaten BovenDigoel
27,80
27,80
28,06
29,45
14. Kabupaten Peg. Bintang
25,96
25,96
26,62
27,01
15. KabupatenKeerom
76,96
76,96
77,01
77,79
16. Kota Jayapura
89,51
90,19
90,24
90,83
103
Lampiran 3. Indeks Kesehatan Wilayah Perbatasan Darat Indonesia menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 -2010.
Indeks Kesehatan Kabupaten/kota (1)
2007
2008
2009
2010
(2)
(3)
(4)
(5)
1. Kabupaten Sambas
59,13
59,50
59,85
60,45
2. Kabupaten Bengkayang
72,34
72,61
72,83
73,07
3. Kabupaten Sanggau
71,02
71,66
72,07
72,48
4. Kabupaten Sintang
71,13
71,52
71,87
72,20
5. Kabupaten Kapuas Hulu
68,77
68,98
69,15
69,30
6. Kabupaten Kutai Barat
74,50
74,81
75,13
75,27
7. Kabupaten Malinau
71,68
71,86
72,03
72,22
8. Kabupaten Nunukan
76,40
76,78
77,17
77,57
9. Kabupaten Belu
66,28
66,70
67,07
67,42
10. Kabupaten Timor T. Utara
70,45
71,18
71,85
72,20
11. Kabupaten Kupang
66,19
67,16
67,75
68,33
12. Kabupaten Merauke
61,71
61,89
62,08
62,93
13. Kabupaten BovenDigoel
68,62
69,05
69,58
70,05
14. Kabupaten Peg. Bintang
66,94
67,22
67,58
67,93
15. KabupatenKeerom
69,37
69,58
69,88
70,17
16. Kota Jayapura
71,94
72,05
72,23
72,43
104
Lampiran 4. Indeks Daya Beli Wilayah Perbatasan Darat Indonesia menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 -2010. Indeks Daya Beli Kabupaten/kota (1)
2007
2008
2009
2010
(2)
(3)
(4)
(5)
1. Kabupaten Sambas
57,13
58,91
60,34
60,78
2. Kabupaten Bengkayang
54,10
55,30
56,03
56,41
3. Kabupaten Sanggau
57,73
57,76
58,29
58,78
4. Kabupaten Sintang
55,37
55,93
57,21
57,77
5. Kabupaten Kapuas Hulu
61,54
61,77
62,62
63,15
6. Kabupaten Kutai Barat
60,43
60,79
61,37
61,27
7. Kabupaten Malinau
68,84
68,49
68,32
66,58
8. Kabupaten Nunukan
70,16
68,33
71,54
66,00
9. Kabupaten Belu
68,32
65,45
62,76
67,03
10. Kabupaten Timor T. Utara
65,76
67,10
68,46
56,72
11. Kabupaten Kupang
53,59
54,42
54,80
55,23
12. Kabupaten Merauke
53,48
54,52
54,82
54,88
13. Kabupaten BovenDigoel
49,55
50,74
51,04
51,12
14. Kabupaten Peg. Bintang
49,26
50,66
51,43
52,01
15. KabupatenKeerom
57,64
59,12
59,78
59,82
16. Kota Jayapura
60,09
61,46
62,98
64,00
105
Lampiran 5. Hasil Uji Pooled Least Square Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Dependent Variable: IPM Method: Panel Least Squares Sample: 2007 - 2010 (4 tahun) Cross-sections included: 16 Total panel (balanced) observations: 64 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOG(KAP) MISKIN LOG(B_KES) LOG(B_PEN) JALAN GR_SD GR_SLTP DOKTER TPT C
0.635949 -0.482578 -6.234382 0.875115 13.49872 -0.032539 -0.268905 0.727663 0.302887 96.18829
1.637197 0.072721 2.462998 1.077556 6.589844 0.045948 0.123296 0.825668 0.330473 11.47188
0.388438 -6.635982 -2.531217 0.812130 2.048413 -0.708161 -2.180960 0.881302 0.916524 8.384702
0.6992 0.0000 0.0143 0.4203 0.0454 0.4819 0.0336 0.3821 0.3635 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic
0.700465 0.650542 4.324974 1010.092 -179.0973 14.03103
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
65.96594 7.316209 5.909290 6.246616 6.042180 0.407769
106
Lampiran 6.
Hasil Uji Fixed Effect Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia
Dependent Variable: IPM Method: Panel Least Squares Sample: 2007 2010 Periods included: 4 Cross-sections included: 16 Total panel (balanced) observations: 64 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOG(KAP) MISKIN LOG(B_KES) LOG(B_PEN) JALAN GR_SD GR_SLTP DOKTER TPT C
0.644936 -0.139044 -0.395827 0.172403 3.423852 -0.012546 0.013327 -0.023870 0.070759 67.56312
0.471248 0.019218 0.331249 0.110983 1.376534 0.004404 0.013141 0.073263 0.046945 1.885381
1.368571 -7.235091 -1.194952 1.553414 2.487299 -2.848587 1.014174 -0.325808 1.507267 35.83525
0.1790 0.0000 0.2393 0.1284 0.0173 0.0070 0.3168 0.7463 0.1398 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.998751 0.997983 0.328611 4.211428 -3.737463 1299.553 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
65.96594 7.316209 0.898046 1.741359 1.230270 2.061384
107
Lampiran 7. Hasil Pengujian antara Fixed Effect dengan Pooled Least Square (Uji Chow) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Signifikansi Model Fixed Effect (FEM) H0 : α1= α2 = … = αi (interceptsama) H1 : sekurang-kurangnya ada satu intercept yang berbeda Redundant Fixed Effects Tests Equation: Uji Chow Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
d.f.
Prob.
620.998071 350.719654
(15,39) 15
0.0000 0.0000
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOG(KAP) MISKIN LOG(B_KES) LOG(B_PEN) JALAN GR_SD GR_SLTP DOKTER TPT C
0.635949 -0.482578 -6.234382 0.875115 13.49872 -0.032539 -0.268905 0.727663 0.302887 96.18829
1.637197 0.072721 2.462998 1.077556 6.589844 0.045948 0.123296 0.825668 0.330473 11.47188
0.388438 -6.635982 -2.531217 0.812130 2.048413 -0.708161 -2.180960 0.881302 0.916524 8.384702
0.6992 0.0000 0.0143 0.4203 0.0454 0.4819 0.0336 0.3821 0.3635 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic
0.700465 0.650542 4.324974 1010.092 -179.0973 14.03103
Cross-section F Cross-section Chi-square Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: IPM Method: Panel Least Squares Sample: 2007 2010 (4 Tahun) Cross-sections included: 16 Total panel (balanced) observations: 64 Variable
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
65.96594 7.316209 5.909290 6.246616 6.042180 0.407769
Karena nilai probabilitas Chi Square berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,000 yang berarti tolak H0. Kesimpulan: Model Fixed Effect (FEM) lebih baik daripaada Pooled Least Square.
108
Lampiran 8. Hasil Uji Random Effect Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Dependent Variable: IPM Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2007 2010 (4 tahun) Cross-sections included: 16 Total panel (balanced) observations: 64 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOG(KAP) MISKIN LOG(B_KES) LOG(B_PEN) JALAN GR_SD GR_SLTP DOKTER TPT C
0.718332 -0.145492 -0.408023 0.164494 3.890702 -0.013461 0.012839 -0.016931 0.092299 67.50707
0.459107 0.019035 0.330646 0.110861 1.358895 0.004395 0.013127 0.073071 0.046327 2.206195
1.564627 -7.643509 -1.234018 1.483791 2.863136 -3.062533 0.978076 -0.231708 1.992335 30.59888
0.1235 0.0000 0.2225 0.1437 0.0060 0.0034 0.3324 0.8176 0.0514 0.0000
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
4.695607 0.328611
Rho 0.9951 0.0049
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.692552 0.641311 0.360154 13.51549 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
2.306825 0.601352 7.004390 1.332098
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.331917 2252.907
Mean dependent var Durbin-Watson stat
65.96594 0.004142
109
Lampiran 9. Hasil Pengujian antara Fixed Effect dengan Random Effect (Uji Hausman) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia H0 : Model Random Effect lebih baik daripada Fixed Effect H1 : Model Fixed Effect lebih baik daripada Random Effect Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Uji Hausman Test cross-section random effects Test Summary
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
19.864276
9
0.0188
Var(Diff.)
Prob.
0.011295 0.000007 0.000399 0.000027 0.048250 0.000000 0.000000 0.000028 0.000058
0.4898 0.0149 0.5415 0.1288 0.0336 0.0011 0.4156 0.1907 0.0045
Cross-section random
Cross-section random effects test comparisons: Variable Fixed Random LOG(KAP) MISKIN LOG(B_KES) LOG(B_PEN) JALAN GR_SD GR_SLTP DOKTER TPT
0.644936 -0.139044 -0.395827 0.172403 3.423852 -0.012546 0.013327 -0.023870 0.070759
0.718332 -0.145492 -0.408023 0.164494 3.890702 -0.013461 0.012839 -0.016931 0.092299
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: IPM Method: Panel Least Squares Sample: 2007 2010 Cross-sections included: 16 Total panel (balanced) observations: 64 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LOG(KAP) MISKIN LOG(B_KES) LOG(B_PEN) JALAN GR_SD GR_SLTP DOKTER TPT
67.56312 0.644936 -0.139044 -0.395827 0.172403 3.423852 -0.012546 0.013327 -0.023870 0.070759
1.885381 0.471248 0.019218 0.331249 0.110983 1.376534 0.004404 0.013141 0.073263 0.046945
35.83525 1.368571 -7.235091 -1.194952 1.553414 2.487299 -2.848587 1.014174 -0.325808 1.507267
0.0000 0.1790 0.0000 0.2393 0.1284 0.0173 0.0070 0.3168 0.7463 0.1398
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared
0.998751
Mean dependent var
65.96594
110
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic
0.997983 0.328611 4.211428 -3.737463 1299.553
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
7.316209 0.898046 1.741359 1.230270 2.061384
Karena nilai probabilitas Chi-Square berdasarkan hasil etimasi diperoleh nilai sebesar 0,0188 yang berarti cukup bukti untuk menolak H 0. Kesimpulan: Model Fixed Effect lebih baik daripada model Random Effect.
111
Lampiran 10. Hasil Uji Fixed Effect dengan Cross Section Weights FaktorFaktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia FEM Cross Section Weights Dependent Variable: IPM Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Sample: 2007 2010 Periods included: 4 Cross-sections included: 16 Total panel (balanced) observations: 64 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable LOG(KAP) MISKIN LOG(B_KES) LOG(B_PEN) JALAN GR_SD GR_SLTP DOKTER TPT C
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.663025 -0.151002 -0.481910 0.148092 3.058979 -0.010218 0.008780 -0.031948 0.048611 68.39521
0.387178 0.017603 0.269892 0.079741 0.704071 0.006179 0.009985 0.023763 0.039915 1.647925
1.712454 -8.578273 -1.785568 1.857169 4.344700 -1.653733 0.879335 -1.344428 1.217868 41.50384
0.0948 0.0000 0.0819 0.0709 0.0001 0.1062 0.3846 0.1866 0.2306 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic
0.999444 0.999101 0.313805 2918.819
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
97.22667 83.32401 3.840469 2.291693
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.998698 4.391964
Mean dependent var Durbin-Watson stat
65.96594 2.040826
112
Lampiran 11. Hasil uji multikolinieritas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia 2007 - 2010 KAP
MISKIN
B_KES
B_PEN
JALAN
TPT
DOKTER
GR_SD
GR_SLTP
KAP
1.000000 -0.297128 0.101718 -0.162556 -0.046619 0.631343 0.265487 0.035545 -0.040683
MISKIN
-0.297128 1.000000 -0.336928 -0.377692 0.010233 -0.098989 -0.028819 0.063363 0.062522
B_KES
0.101718 -0.336928 1.000000 0.369870 -0.390611 -0.175004 -0.081152 0.131707 -0.028256
B_PEN
-0.162556 -0.377692 0.369870 1.000000 0.063425 -0.028069 0.005973 0.120524 -0.043189
JALAN
-0.046619 0.010233 -0.390611 0.063425 1.000000 0.401013 0.218249 -0.081774 0.032819
TPT
0.631343 -0.098989 -0.175004 -0.028069 0.401013 1.000000 0.420195 0.176033 -0.072490
DOKTER 0.265487 -0.028819 -0.081152 0.005973 0.218249 0.420195 1.000000 0.001625 -0.135082 GR_SD
0.035545 0.063363 0.131707 0.120524 -0.081774 0.176033 0.001625 1.000000 0.351900
GR_SLTP -0.040683 0.062522 -0.028256 -0.043189 0.032819 -0.072490 -0.135082 0.351900 1.000000
113
Lampiran 12. Hasil Uji Normalitas error term Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia
9
Series: Standardized Residuals Sample 2007 2010 Observations 64
8 7
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
6 5 4 3 2
-8.68e-15 0.482874 6.414276 -9.407377 4.004148 -0.430588 2.292769
Jarque-Bera 3.311467 Probability 0.190952
1 0 -10
-9
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
Berdasarkan nilai probabilitas Jarque Bera yang lebih besar dari taraf nyata 5%, maka dapat disimpulkan bahwa error term terdistribusi dengan normal.