ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA
TESIS
Oleh CHARISMA KURIATA GINTING S. 067018046/EP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh CHARISMA KURIATA GINTING S. 067018046/EP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 ii
Judul Penelitian :
Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia
Nama
:
Charisma Kuriata Ginting S.
Nomor Pokok
:
067018046
Program Studi
:
Ekonomi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
Kasyful Mahalli, SE, M.Si. Anggota
Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D. Ketua
Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan
Direktur Sekolah Pascasarjana
Dr. Murni Daulay, M.Si.
Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc.
Tanggal Lulus : 1 September 2008
iii
Telah Diuji Pada Tanggal : 1 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
:
1. Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D.
Anggota
:
2. Kasyful Mahalli, S.E, M.Si. 3. Dr. Murni Daulay, M.Si. 4. Dr. Rahmanta, M.Si. 5. Drs. Rujiman, M.A. iv
ABSTRACT
Charisma Kuriata Ginting S, 2008, Analysis of Human Development in Indonesia, under the guidance of Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D. (Head) dan Kasyful Mahalli, S.E, M.Si. (Member).
Most of study of human development focused on human capital as a factor of economic growth. Meanwhile specific factors that determine human development itself unexplored systematically. This research aims to analyze influence of household consumption for food and non-food, government expenditure for education, headcount of poverty ratio and economic crisis in Indonesia. This research used data of time series and cross section to each research variable covering 26 provinces in year 1996, 1999, 2002, 2004, 2005 and 2006, according to the availability of data for particular variables. Quantitative analysis using random effect method to test the hypothesis. This method have advantage because it able to explain the variance of characteristic of each province behaviors of human development. Result from this research shows quite significance influence among household consumption for food and non-food, government expenditure for education, headcount of poverty ratio and economic crisis to human development in Indonesia. Amount of influence showed by coefficient of regression of independent variables, which are: –0,9829 for household consumption for food, 1,2774 for household consumption for non-food, 26,6791 for government expenditure for education, –0.214 for rate of poverty. The dummy shows negative influence. Key words: human development, household consumption, poverty, government expenditure, economic crisis.
v
ABSTRAK
Charisma Kuriata Ginting S, 2008, Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia, di bawah bimbingan Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D. (Ketua) dan Kasyful Mahalli, S.E, M.Si. (Anggota).
Studi tentang pembangunan manusia pada umumnya lebih menekankan pada modal manusia sebagai salah satu faktor pertumbuhan ekonomi. Sementara faktorfaktor spesifik yang mempengaruhi pembangunan manusia itu sendiri kurang dieksplorasi secara sistematis. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh konsumsi rumah tangga untuk makanan dan bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, rasio penduduk miskin dan krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data runtun waktu (time series) dan silang tempat (cross section) atas 26 propinsi pada periode 1996, 1999, 2002, 2004, 2005 dan 2006. Analisis data menggunakan metode efek efek acak (random effect). Penggunaan metode ini dapat menjelaskan perbedaan karakteristik pembangunan manusia masingmasing propinsi, sehingga lebih representatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara konsumsi rumah tangga untuk makanan dan bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, rasio penduduk miskin dan krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia di Indonesia. Besarnya pengaruh tersebut ditunjukkan oleh nilai koefien regresi variabel-variabel bebas, yakni: –0,9829 untuk variabel konsumsi rumah tangga untuk makanan, 1,2774 untuk konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan, 26,6791 untuk pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan –0.214 untuk rasio penduduk miskin. Variabel dummy menunjukkan pengaruh negatif. Kata kunci: pembangunan manusia, konsumsi rumah tangga, kemiskinan, pengeluaran pemerintah, krisis ekonomi.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan kasih karuniaNya yang begitu besar sehingga Penulis dapat menjalani perkuliahan dan menyelesaikan tesis tentang “Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia” ini dengan baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis ini. Dalam kesempatan ini dengan hati tulus Penulis hendak menghaturkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada: 1. Direktorat Pendidikan Tinggi yang telah memberikan fasilitas beasiswa program pasca sarjana (BPPS) kepada saya, sehingga saya dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang magister. 2. Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan merampungkan pendidikan program magister. 3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada Penulis boleh menjadi mahasiswa program magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si., selaku ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah menyetujui usulan penulisan tesis ini. 5. Bapak Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D., dan Bapak Kasyful Mahalli, S.E, M.Si., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, perhatian dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini. 6. Seluruh Guru Besar dan Dosen Sekolah Pascasarjana pada umumnya dan Program Studi Ekonomi Pembangunan pada khususnya.
vii
7. Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D., Koordinator Kopertis Wilayah I, yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti tugas belajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 8. Para staf Perpustakaan dan ICT Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan BPS Sumatera Utara, Perpustakaan BPS Pusat, atas kerja samanya. 9. Seluruh rekan mahasiswa Angkatan XI Ekonomi Pembangunan, atas kebersamaan yang indah dan saling membantu. 10. Elysabeth Kembaren, isteri tercinta, Charel Erenos Rafael Gintings, putra tersayang, atas dukungan cinta kasihnya. Kedua orang tua Penulis, atas dukungan dan doanya. Kristina, adik Penulis dan suaminya, atas keletihannya membantu mengumpulkan data. Akhir kata, Penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan Penulis dalam menjelaskan fenomena pembangunan manusia di Indonesia. Oleh karena itu Penulis berharap adanya penelitian lanjutan dan lebih mendalam demi kemajuan bangsa. Medan, 1 – 9 – 2008 Penulis Charisma Kuriata Ginting S.
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. NAMA
: CHARISMA KURIATA GINTING S.
2. TEMPAT / TGL LAHIR
: MEDAN / 30 – 01 – 1970
3. PEKERJAAN
: PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)
4. AGAMA
: KRISTEN
5. ORANG TUA
:
a. AYAH
: PDT. EM. G. GINTING S, M.MIN.
b. IBU
: R. BANGUN
6. ALAMAT
: JL. MERAK NO. 71 MEDAN
7. PENDIDIKAN
:
a. SD
: SD METHODIST 1 MEDAN
b. SMP
: SMP METHODIST 1 MEDAN
c. SMA
: SMA NEGERI 1 MEDAN
d. S-1
: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
e. S-2
: MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRACT ………………………………………………………………….......... v ABSTRAK ………………………………………………………………..……….. vi KATA PENGANTAR …………………………………………………………….. vii DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………................. viii DAFTAR ISI …………………………………………………………………........ ix DAFTAR TABEL ……………………………………………………………........ x DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………........ xi DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………. xii DAFTAR SINGKATAN ……………………..…………………………………… xiii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN …………………………………………………1 1.1
Latar Belakang ……………………………………….......... 1
1.2
Perumusan Masalah ……………..…………………............ 8
1.3
Tujuan Penelitian …………………………….……..………8
1.4
Manfaat Penelitian ................................................................ 9
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 10 2.1.
Definisi Pembangunan Manusia ..................................... ......10
2.2.
Indeks Pembangunan Manusia ............................................. 11 2.2.1. Indeks Harapan Hidup .............................................. 13
x
2.2.2. Indeks Pendidikan ..................................................... 14 2.2.3. Paritas Daya Beli ................................................. ......16 2.3.
Teori Engel ............................................................................20
2.4.
Penelitian-Penelitian Sebelumnya ........................................ 22 2.4.1. Farhad Noorbakhsh ................................................... 22 2.4.2. Gustav Ranis & Frances Stewart (2002) .................. 24 2.4.3. Aloysius Gunadi Brata (2004) ..................................25 2.4.4. Aloysius Gunadi Brata (2005) ..................................26 2.4.5. Gustav Ranis & Frances Stewart (2005) ................... 27 2.4.6. Valeria Constantini & Salvatore Monni (2006) ........ 29 2.4.7. Peter Lanjouw dan kawan-kawan .............................30
BAB III
BAB IV
2.5.
Kerangka Pemikiran ..............................................................32
2.6.
Hipotesis Penelitian .............................................................. 32
METODE PENELITIAN ..................................................................34 3.1.
Ruang Lingkup Penelitian ..................................................... 34
3.2.
Jenis dan Sumber Data ..........................................................35
3.3.
Model Analisis ......................................................................35
3.4.
Metode Analisis .................................................................... 36
3.5.
Uji Kesesuaian ...................................................................... 38
3.6.
Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ........................................39
3.7.
Batasan Operasional .............................................................. 40
PEMBAHASAN ............................................................................... 42 xi
4.1.
Perkembangan Pembangunan Manusia di Indonesia ............ 42 4.1.1. Perkembangan Indeks Pembanguna Manusia ........... 42 4.1.2. Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga ................51 4.1.2.1. Untuk Makanan .......................................... 55 4.1.2.2. Untuk Bukan Makanan .............................. 58 4.1.3. P. Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan ..........65 4.1.4. Perkembangan Rasio Penduduk Miskin ...................71
4.2.
Hasil Estimasi Model Pembangunan Manusia ..................... 74
4.3.
Hasil Uji Kesesuaian Model ................................................. 75
4.4.
Hasil Uji Penyimpangan Asumsi Klasik .............................. 77
4.5.
Analisis Hasil Estimasi ......................................................... 78 4.5.1. Pengeluaran Konsumsi RT untuk Makanan ............. 79 4.5.2. Pengeluaran Konsumsi RT untuk B. Makanan ......... 80 4.5.3. Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan .............. 80 4.5.4. Rasio Penduduk Miskin ............................................81 4.5.5. Krisis Ekonomi (Dummy) ........................................ 82
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 83 5.1.
Kesimpulan ........................................................................... 83
5.2.
Saran ..................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 85 LAMPIRAN .............................................................................................................. 88
xii
DAFTAR TABEL No. Tabel
Judul
Halaman
1.
Rasio Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan Negara- Negara ASEAN Tahun 2005 ............................................................................ .1
2.
Nilai & Peringkat HDI dan GDP/capita Negara-Negara ASEAN Tahun 2005 .......................................................................................... .2
3.
Perbandingan Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan Pendidikan Negara-Negara ASEAN Periode 2002-2005 ......................6
4.
Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM …………………… 13
5.
Jenjang Pendidikan dan Faktor Konversi untuk Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) …………………………………..…16
6.
Daftar Komoditas yang Digunakan untuk Menghitung Purchasing Power Parity (PPP) ………………………………………………….. 18
7.
Hasil Estimasi Penelitian Farhad Noorbakhsh (1999) ......................... 23
8.
Hasil Estimasi Penelitian Gustav Ranis & Frances Stewart (2002) .... 24
9.
Hasil Estimasi Penelitian Aloysius Gunadi Brata (2004) .................... 26
10.
Hasil Estimasi Penelitian Aloysius Gunadi Brata (2005) .................... 27
11.
Hasil Estimasi Penelitian Gustav Ranis & Frances Stewart (2005) .... 28
12.
Hasil Estimasi Penelitian Valeria Constantini dan Salvatore Monni (2006) ....................................................................................... 30
13.
Hasil Penelitian Peter Lanjouw, Menno Pradhan, Fadia Saadah, Hanen Sayed, Robert Sparrow (2001) ................................................. 31
14.
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Regional Periode 1996-2006 ............................................................................................ 43
xiii
15.
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Periode 1996-2006 Tabel 4.3. Perkembangan PDRB dan IPM Tahun 2006 .......................................................................................... 46
16.
Perkembangan PDRB dan IPM Tahun 2006 ....................................... 48
17.
IPM Indonesia dan Beberapa IPM Negara di Dunia Tahun 2005…… 51
18.
Pengeluaran Pangan di Indonesia Menurut Kelompok Barang Tahun 2002-2005 (Rupiah/kapita/bulan) ……………….………….... 57
19.
Pengeluaran Bukan Pangan di Indonesia Menurut Kelompok Barang Tahun 2002-2005 (Rupiah/kapita/bulan) ………………….... 59
20.
Perkembangan Proporsi Konsumsi Pendidikan Rumah Tangga Periode 1996-2002 …………………………………………………... 61
21.
Perkembangan Proporsi Konsumsi Kesehatan Rumah Tangga Periode 1996-2002 …………………………………………………... 63
22.
Konsumsi Kesehatan Rumah Tangga di Negara-Negara ASEAN Tahun 2004 (% PDB) ………………………………………….......... 64
23.
Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan Per Propinsi Periode 1996-2006 (dalam Rp/kapita) ……………………... 69
24.
Rata-Rata Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan di NegaraNegara ASEAN Periode 2002-2005 ………………………................ 71
25.
Perkembangan Rasio Penduduk Miskin Per Provinsi Periode 1996-2006 (dalam %) ………………………………………….......... 73
26.
Hasil Estimasi Metode GLS …………………………………………. 74
27.
Koefisien Determinasi di Antara Variabel-Variabel Bebas …………. 77
xiv
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar
Judul
Halaman
1.
Hubungan Pendapatan dan Permintaan Barang ................................... 21
2.
Perkembangan IPM Regional Tahun 2006 .......................................... 44
3.
Perkembangan Indikator-Indikator Komposit IPM Periode 1996-2006 ............................................................................................ 50
4.
Perkembangan Proporsi Konsumsi Pangan dan Non Pangan di Indonesia Periode 1996-2006 …………………………………….. 53
5.
Perkembangan Konsumsi Pangan Rumah Tangga Tahun 2006 …….. 55
6.
Hasil Uji Hausman pada Distribusi Chi-Kuadrat ……………….........75
xv
DAFTAR LAMPIRAN No. Lampiran
Judul
Halaman
1.
Data Penelitian ………………………………………..………........... 88
2.
Hasil Estimasi: Metode Efek Random …………………………......... 92
3.
Hasil Estimasi: Metode Efek Tetap ……………………………......... 93
4.
Hasil Uji Hausman …………………………………………………... 94
5.
Hasil Uji Hausman (Penghitungan Invers Matriks Koefisien Kovarian) ……………....………………………………………......... 96
6.
Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PRM ……………........ 98
7.
Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PRB …………………. 99
8.
Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PPD ………………… 100
9.
Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: RPM ……………..…. 101
10.
Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: D ………………... ….102
11.
Regresi Uji Heteroskedasitas ……..…………………………..…….103
xvi
DAFTAR SINGKATAN
ASEAN
=
Association of South East Asia Nation
APBN-P
=
Anggaran Pendapatan Belanja Negara – Perubahan
BAPPENAS =
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BPS
=
Badan Pusat Statistik
GDP
=
Gross Domestic Product
GNP
=
Gross National Product
GLS
=
General Least Square
HDI
=
Human Development Index
ICT
=
International Comparison Project
IPM
=
Indeks Pembangunan Manusia
MYS
=
Mean Years of Schooling
OLS
=
Ordinary Least Square
PDB
=
Produksi Domestik Bruto
PDRB
=
Produksi Domestik Regional Bruto
PPP
=
Purchasing Power Parity
SDM
=
Sumber Daya Manusia
SUSENAS
=
Survey Sosial Ekonomi Nasional
UNDP
=
United Nation Development Program
xvii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
A
1.1.
H AR IS M
Di tengah semakin membaiknya kinerja perekonomian nasional sepanjang tahun 2007, persoalan pengangguran dan kemiskinan masih saja tak terselesaikan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasinya. Kebanyakan upaya yang dilakukan pemerintah adalah bagaimana melapangkan perkembangan investasi sektor riil yang pada gilirannya akan membuka akses pada lapangan kerja yang
C
semakin luas. Untuk itu pemerintah bekerja keras membenahi sistem dan aturan agar
by
lebih ringkas, murah dan memiliki kepastian hukum. Tetapi semua itu tidak
C op yr
ig ht
Tabel 1. Rasio Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan Negara-Negara ASEAN Tahun 2005 Populasi di Bawah Garis Kemiskinan (%) Negara* US$1 per US$2 per hari hari Malaysia <2,0 9,3 Thailand
<2,0
25,2
Philippines
14,8
43,0
Indonesia
7,5
52,4
Lao People's Democratic Republic
27,0
74,1
Cambodia 34,1 77,7 *Empat negara lainnya tidak tersedia data Sumber: UNDP, 2007. Human Development Report 2007/2008
1
2
memberikan hasil yang memuaskan bagi kesejahteraan rakyat pada umumnya. Angka kemiskinan sampai dengan Juni 2007 berjumlah 37,17 juta jiwa atau 17,75 persen populasi penduduk Indonesia (Kompas, 11/12/2007). Berdasarkan publikasi UNDP dalam Human Development Report 2007/2008, rasio penduduk berpenghasilan maksimal US$2 mencapai 52,4 persen, lebih buruk dibandingkan negara tetangga Malaysia, Thailand dan Filipina (Tabel 1). Fenomena ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak dengan sendirinya menjamin terciptanya kesejahteraan masyarakat (trickle down effect).
Tabel 2. Nilai & Peringkat IPM dan PDB/kapita Negara-Negara ASEAN Tahun 2005 IPM Negara
2005
PDB/kapita (US$)
Rank
2005
Rank
Singapore
92,2
25
29.663
19
Brunei Darussalam
89,4
30
28.161
22
Malaysia
81,1
63
10.882
57
Thailand
78,1
78
8.677
65
Philippines
77,1
90
5.137
101
Viet Nam
73,3
105
3.071
122
Indonesia
72,8
107
3.843
113
Lao People's Democratic Republic
60,1
130
2.039
139
Cambodia
59,8
131
2.727
124
Myanmar Sumber: Idem
58,3
132
1.027
164
3
Banyak negara – termasuk Indonesia – menerapkan strategi pembangunan yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi sebagai upaya untuk memulihkan keadaan pasca Perang Dunia II. Dalam kondisi rekontruksi pasca perang, penyediaan kebutuhan hajat hidup orang banyak menjadi sangat penting untuk diprioritaskan. Tujuan pembangunan adalah bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan indikator gross domestic product/gross national product (GDP/GNP). Jadi, dalam hal ini, disadari atau tidak disadari, manusia adalah sebagai input dalam proses pertumbuhan, bukan sasaran pertumbuhan ekonomi. Pada
tahun
1990
United
Nation
Development
Program
(UNDP)
memperkenalkan ”Human Development Index” (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut Drapper (1990) dalam kata pengantarnya pada Human Development Report 1990, munculnya HDI bukan berarti mengenyampingkan peran GDP, tetapi bagaimana menerjemahkan GDP tersebut ke dalam pembangunan manusia. Proses penerjemahan itu kadang-kadang berhasil, tetapi tidak jarang yang gagal. Ada beberapa negara yang berhasil mencapai tingkat pembangunan manusia yang tinggi dengan pendapatan per kapita yang rendah. Demikian pula sebaliknya, seperti ditunjukkan Tabel 2. Pembangunan manusia, menurut definisi UNDP, adalah proses memperluas pilihan-pilihan penduduk (people’s choice). Dari sekian banyak pilihan, ada tiga pilihan yang dianggap paling penting, yaitu: panjang umur dan sehat, berpendidikan, dan akses ke sumber daya yang dapat memenuhi standar hidup yang layak. Pilihan lain yang dianggap mendukung tiga pilihan di atas adalah kebebasan politik, hak asasi
4
manusia, dan penghormatan hak pribadi. Dengan demikian, pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, lebih dari sekedar peningkatan pendapatan dan lebih dari sekedar proses produksi komoditas serta akumulasi modal. Alasan mengapa pembangunan manusia perlu mendapat perhatian adalah: pertama, banyak negara berkembang – termasuk Indonesia – yang berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi gagal mengurangi kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan. Kedua, banyak negara maju yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi ternyata tidak berhasil mengurangi masalah-masalah sosial, seperti: penyalahgunaan obat, AIDS, alkohol, gelandangan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Ketiga, beberapa negara berpendapatan rendah mampu mencapai tingkat pembangunan manusia yang tinggi, jika negara-negara itu mampu menggunakan secara bijaksana semua sumber daya untuk mengembangkan kemampuan dasar manusia. Untuk mengukur ketiga pilihan tersebut, UNDP menyusun suatu indeks komposit berdasarkan tiga indikator, yaitu: angka harapan hidup pada waktu lahir (life expectancy at birth), angka melek huruf penduduk dewasa (adult literacy rate) dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling), dan kemampuan daya beli (purchasing power parity). Indikator angka harapan hidup mengukur kesehatan, indikator angka melek huruf penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah mengukur pendidikan dan terakhir indikator daya beli mengukur standar hidup. Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi (teori Cobb-Douglas). Dengan modal manusia yang
5
berkualitas kinerja ekonomi diyakini akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini dapat diamati dari aspek tingkat pendidikan, kesehatan dan tingkat kemiskinan. Demi memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia. Dibutuhkan kebijakan pemerintah yang mendorong peningkatan kualitas SDM. Dalam kasus Indonesia, seperti disebutkan dalam Indonesia Human Development Report 2004, perkembangan pembangunan manusia selama ini sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi dari awal 1970-an sampai akhir 1990-an. Pertumbuhan
tersebut
berpengaruh
terhadap
peningkatan
pendapatan
yang
memungkinkan penduduk untuk mengalokasikan pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan lebih banyak. Sementara pengeluaran pemerintah untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan relatif sedikit. Alokasi pengeluaran pemerintah untuk kedua bidang tersebut kalah jauh dibandingkan negara tetangga kita seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina (Tabel 3). Rumah tangga masyarakat memegang peranan penting dalam pembangunan manusia, di mana pengeluaran rumah tangga memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia, seperti: makanan, kesehatan dan pendidikan. Pengeluaran rumah tangga ditentukan oleh pendapatan. Penduduk miskin akan lebih banyak atau bahkan seluruh pendapatannya digunakan untuk kebutuhan makanan, dibandingkan penduduk kaya. Akibatnya penduduk miskin tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang layak jika hanya mengandalkan pendapatannya. Di sinilah perlunya campur tangan pemerintah untuk membantu penduduk yang kurang mampu atau miskin.
6
Tabel 3. Perbandingan Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan Pendidikan Negara-Negara ASEAN Periode 2002-2005 Pengeluaran Pengeluaran Publik untuk Publik untuk Pendidikan Kesehatan Negara (%PDB) (%PDB) 2004 2002-05* Singapore 1,3 3,7 Brunei Darussalam
2,6
n.a.
Malaysia
2,2
6,2
Thailand
2,3
4,2
Philippines
1,4
2,7
Viet Nam
1,5
n.a.
Indonesia
1
0,9
Lao People's Democratic Republic
0,8
2,3
Cambodia
1,7
1,9
Myanmar 0,3 Catatan: n.a. = not available (tidak tersedia). *Rata-rata Sumber: Idem.
1,3
Lanjouw, dkk. (2001) menyatakan pembangunan manusia di Indonesia adalah identik dengan pengurangan kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti bagi penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak miskin, karena bagi penduduk miskin aset utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya fasilitas pendidikan dan kesehatan murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktifitas, dan pada gilirannya meningkatkan pendapatan. Noorbakhsh (1999) melakukan penelitian terhadap 86 negara nasabah Bank Dunia dan menemukan bahwa GDP/kap negara-negara berstatus debitur non
7
restrukturisasi berpengaruh signifikan terhadap pembangunan manusia, sedangkan debitur dengan fasilitas restrukturisasi intensif justru tidak. Brata (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa distribusi pendapatan adalah determinan paling berperan dalam pembangunan manusia pada seluruh kabupaten/kota di Indonesia, di samping determinan pendapatan per kapita dan rata-rata lama sekolah perempuan. Ranis dan Stewart (2002) menyatakan hal yang sama kecuali adanya tambahan determinan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan. Ranis dan Stewart melakukan penelitian atas 22 negara di Amerika Latin. Brata (2005) menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah, investasi dan distribusi pendapatan sebagai determinan-determinan pembangunan manusia atas penelitiannya terhadap seluruh provinsi di Indonesia. Investasi sebagai penentu pembangunan manusia dipertegas oleh Ranis dan Stewart (2005) dalam studinya atas 85 negara di dunia, di samping determinan pendapatan per kapita dan jumlah penduduk miskin. Atas dasar pemikiran tersebut, penulis terdorong untuk mendalami faktorfaktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Indonesia. Besar harapan penulis, kesimpulan akhir dari tulisan ini bisa lebih membuka pikiran dan nurani para elit bangsa untuk lebih arif dan segera memperhatikan pembangunan manusia Indonesia serta kaum intelektual untuk lebih intensif lagi mencari cara dan jalan keluar yang efektif agar pembangunan manusia di Indonesia dapat maju pesat. Bagaimana pun kesejahteraan rakyat adalah visi tunggal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
8
1.2.
Perumusan Masalah Masalah-masalah yang dirumuskan dalam studi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk makanan terhadap pembangunan manusia? 2. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan terhadap pembangunan manusia? 3. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terhadap pembangunan manusia? 4. Bagaimanakah pengaruh rasio penduduk miskin terhadap pembangunan manusia? 5. Bagaimanakah pengaruh krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia?
1.3.
Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk makanan terhadap pembangunan manusia. 2. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan terhadap pembangunan manusia. 3. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terhadap pembangunan manusia. 4. Untuk menganalisis pengaruh rasio penduduk miskin terhadap pembangunan manusia. 5. Untuk menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia.
9
1.4.
Manfaat Penelitian
1. Permasalahan strategis yang paling mendesak dan sangat dibutuhkan dalam upaya peningkatan pembangunan manusia dapat diidentifikasi, sehingga dapat menjadi acuan bagi semua pihak (pemerintah, LSM, parpol, legislatif, swasta/dunia usaha, dan masyarakat lainnya) untuk meningkatkan kinerja pembangunan manusia di Indonesia pada masa yang akan datang. 2. Masukan bagi pemerintah sebagai alat bantu perencanaan (planning tool) pembangunan
yang lebih mengakomodasi dimensi pembangunan manusia.
Misalnya melalui peningkatan anggaran pada sektor-sektor yang berhubungan langsung dengan pembangunan manusia, seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat pra sejahtera agar dapat mandiri secara ekonomi. 3. Dalam jangka panjang, analisis ini dapat dijadikan alat evaluasi (evaluating tool) dalam kerangka penilaian arah pembangunan apakah berperspektif pembangunan manusia atau tidak. 4. Ajakan bagi kaum akademisi untuk lebih banyak lagi melakukan kajian dan penelitian tentang pembangunan manusia di Indonesia yang relatif masih jarang dilakukan. Diharapkan dengan semakin banyaknya penelitian akan semakin terbuka informasi dan cara-cara yang efektif guna mencapai pembangunan manusia di Indonesia agar dapat maju dengan pesat.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Pembangunan Manusia Menurut UNDP (1990), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk
memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (”a process of enlarging peoples’s choices”). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah manusia sebagai aset negara yang sangat berharga. Definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sisi manusianya, bukan hanya dari sisi pertumbuhan ekonominya. Sebagaimana laporan UNDP (1995), dasar pemikiran konsep pembangunan manusia meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian; b. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus berpusat pada penduduk secara komprehensif dan bukan hanya pada aspek ekonomi semata;
11
c. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan/kapasitas manusia, tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan/kapasitas manusia tersebut secara optimal; d. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan; e. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya. Konsep pembangunan manusia yang diprakarsai dan ditunjang oleh UNDP ini mengembangkan suatu indikator yang dapat menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara terukur dan representatif, yang dinamakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1990. IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga komponen tersebut adalah peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan hidup layak (living standards). Peluang hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir; pengetahuan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk berusia 15 tahun ke atas; dan hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada paritas daya beli (purchasing power parity).
2.2.
Indeks Pembangunan Manusia IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana
12
dari 3 (tiga) indeks yang menggambarkan kemampuan dasar manusia dalam memperluas pilihan-pilihan, yaitu: 1. Indeks Harapan Hidup 2. Indeks Pendidikan 3. Indeks Standart Hidup Layak Rumus umum yang dipakai adalah sebagai berikut : IPM =1/3 (X1 + X2 + X3) Di mana : X1 = Indeks Harapan Hidup X2 = Indeks Pendidikan X3 = Indeks Standart Hidup Layak
Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung indeksnya sehingga bernilai antara 0 (terburuk) dan 1 (terbaik). Untuk memudahkan dalam analisa biasanya indeks ini dikalikan 100. Teknik penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti rumus sebagai berikut: Xi - Min Xi
3
IPM =
Σ
Ii
;
Ii
=
i=1
Max Xi - Min Xi
Di mana: Ii
= Indeks komponen IPM ke i di mana i = 1,2,3
Xi
= Nilai indikator komponen IPM ke i
13
MaxXi = Nilai maksimum Xi Min Xi = Nilai minimum Xi
Tabel 4. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Nilai Minimum
Nilai Maksimum
Angka Harapan Hidup (e0)
25,0
85,0
Angka Melek Huruf (Lit)
0
100
Rata-rata Lama Sekolah (MYS)
0
15
Indikator Komponen IPM
Purchasing Power Parity (PPP) 360.000 Sumber: BPS, BAPPENAS, UNDP, 2004
737.720
2.2.1. Indeks Harapan Hidup Indeks Harapan Hidup menunjukkan jumlah tahun hidup yang diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai angka kelahiran dan kematian per tahun variabel e0 diharapkan akan mencerminkan rata-rata lama hidup sekaligus hidup sehat masyarakat. Sehubungan dengan sulitnya mendapatkan informasi orang yang meninggal pada kurun waktu tertentu, maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel). Data dasar yang dibutuhkan dalam metode ini adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin. Secara singkat, proses penghitungan angka harapan hidup ini disediakan oleh program Mortpak. Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup
14
dengan cara menstandartkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya.
2.2.2. Indeks Pendidikan Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu angka melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (MYS). Populasi yang digunakan adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas karena pada kenyataannya penduduk usia tersebut sudah ada yang berhenti sekolah. Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih mencerminkan kondisi sebenarnya mengingat penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun masih dalam proses sekolah atau akan sekolah sehingga belum pantas untuk rata-rata lama sekolahnya. Kedua indikator pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka Lit), dimana Lit merupakan proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok penduduk secara keseluruhan. Sedangkan cerminan angka MYS merupakan gambaran terhadap keterampilan yang dimiliki penduduk. MYS dihitung secara tidak langsung, pertama-tama dengan memberikan Faktor Konversi pada variabel “Pendidikan yang Ditamatkan” sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2. Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai dengan bobotnya.
MYS =
Σ fi x si Σ fi
15
Di mana : MYS = Rata – rata lama sekolah fi
= Frekuensi penduduk berumur 10 tahun ke atas pada jenjang pendidikan i, i = 1,2,…,11
si
= Skor masing-masing jenjang pendidikan
Angka melek huruf pengertiannya tidak berbeda dengan definisi yang telah secara luas dikenal masyarakat, yaitu kemampuan membaca dan menulis. Pengertian rata-rata lama sekolah, secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut: misalkan di Provinsi Sumatera Utara ada 5 orang tamatan SD, 5 orang tamatan SMP, 5 orang tamatan SMA, 5 orang tidak sekolah sama sekali, maka rata- rata lama sekolah di Provinsi Sumatera Utara adalah {5 (6) + 5 (9) +5 (12) +5 (0) } : 20 = 6,25 tahun. Setelah diperoleh nilai Lit dan MYS, dilakukan penyesuaian agar kedua nilai ini berada pada skala yang sama yaitu antara 0 dan 1. Selanjutnya kedua nilai yang telah disesuaikan ini disatukan untuk mendapatkan indeks pendidikan dengan perbandingan bobot 2 untuk Lit dan 1 untuk MYS, sesuai ketentuan UNDP. Dengan demikian untuk menghitung indeks pendidikan digunakan rumus: IP = 2/3 Indeks Lit + 1/3 Indeks MYS
16
Tabel 5. Jenjang Pendidikan dan Faktor Konversi untuk Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) Jenjang Pendidikan
Faktor Konversi
1. Tidak; belum pernah sekolah
0
2. Belum tamat SD
3
3. Tamat Sd sederajat
6
4. Tamat SLTP
9
5. Tamat SLTA
12
6. Tamat D I
13
7. Tamat D II
14
8. Tamat D III/Sarjana Muda/Akademi
15
9. Tamat D IV/Sarjana
16
10. Tamat S2
18
11. Tamat S3
21
Sumber: BPS, BAPPENAS, UNDP, 2001
2.2.3. Purchasing Power Parity / Paritas Daya Beli (PPP) Untuk mengukur dimensi standar hidup layak (daya beli), UNDP mengunakan indikator yang dikenal dengan real per kapita GDP adjusted. Untuk perhitungan IPM sub nasional (provinsi atau kabupaten/kota) tidak memakai PDRB per kapita karena PDRB per kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan daya beli riil masyarakat yang merupakan concern IPM. Untuk mengukur daya beli penduduk antar provinsi di Indonesia, BPS menggunakan data rata-rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap paling dominan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah distandarkan agar
17
bisa dibandingkan antar daerah dan antar waktu yang disesuaikan dengan indeks PPP dengan tahapan sebagai berikut (berdasarkan ketentuan UNDP): a. Menghitung rata-rata pengeluaran konsumsi perkapita per tahun untuk 27 komoditi dari SUSENAS Kor yang telah disesuaikan (=A). b. Menghitung nilai pengeluaran riil (=B) yaitu dengan membagi rata-rata pengeluaran (A) dengan IHK tahun yang bersangkutan. c. Agar indikator yang diperoleh nantinya dapat menjamin keterbandingan antar daerah, diperlukan indeks ”Kemahalan“ wilayah yang biasa disebut dengan daya beli per unit (= PPP/ Unit). Metode penghitungannya disesuaikan dengan metode yang dipakai International Comparsion Project (ICP) dalam menstandarkan GNP per kapita suatu negara. Data yang digunakan adalah data kuantum per kapita per tahun dari suatu basket komoditi yang terdiri dari 27 komoditi yang diperoleh dari Susenas Modul sesuai ketetapan UNDP (Tabel 6).
Penghitungan PPP/unit
dilaksanakan dengan rumus : 27
Σ PPP/unit = Ri =
E(i,j )
j=1 27
Σ
P(i,j ) Q(i,j)
j=1
Di mana: E (i,j )
= Pengeluaran untuk komoditi j di Provinsi i
P ( i,j )
= Harga komoditi j di Provinsi i
Q (i,j)
= Jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di Provinsi i
18
Tabel 6. Daftar Komoditas yang Digunakan untuk Menghitung Purchasing Power Parity (PPP) Komoditi Unit 1. Beras lokal
Kg
2. Tepung terigu
Kg
3. Ketela pohon
Kg
4. Ikan tongkol
Kg
5. Ikan teri
Ons
6. Daging sapi
Kg
7. Daging ayam kampung
Kg
8. Telur ayam 9. Susu kental manis
Butir 397 Gram
10. Bayam
Kg
11. Kacang panjang
Kg
12. Kacang tanah
Kg
13. Tempe
Kg
14. Jeruk
Kg
15. Pepaya
Kg
16. Kelapa
Butir
17. Gula pasir
Ons
18. Kopi bubuk
Ons
19. Garam
Ons
20. Merica/lada
Ons
21. Mie instant
80 Gram
22. Rokok kretek filter
10 Batang
23. Listrik
Kwh
24. Air minum
M3
25. Bensin
Liter
26. Minyak tanah
Liter
27. Sewa rumah Sumber: Idem.
Unit
19
Untuk kuantitas sewa rumah ditentukan berdasarkan Indeks Kualitas Rumah yang dihitung berdasarkan kualitas dan fasilitas rumah tinggal 7 (tujuh) yang diperoleh dari daftar isian Susenas. 1. Lantai : keramik, marmer, atau granit =1, lainnya =0 2. Luas lantai perkapita : > 10 m2 =1, lainnya =0 3. Dinding : tembok = 1, lainnya = 0 4. Atap : kayu /sirap, beton = 1, lainnya = 0 5. Fasilitas penerangan : Listrik = 1, lainnya = 0 6. Fasilitas air minum : Ledeng = 1, lainnya = 0 7. Jamban : Milik sendiri = 1, lainnya = 0 h. Skor awal untuk setiap rumah = 1 Indeks Kualitas Rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh suatu rumah tangga tinggal dan bernilai antara 1 s/d 8. Kualitas dari rumah yang di konsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas Rumah dibagi 8. Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas Rumah = 6, maka kualitas rumah yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit (=C). d. Untuk mendapatkan nilai pengeluaran riil yang dapat dibandingkan antar waktu dan antar daerah maka nilai B dibagi dengan PPP/unit (=C). e. Menyesuaikan nilai C dengan Formula Aktinson sebagai upaya untuk mengestimasi nilai marginal utility dari C (=D). Rumus Atkinson yang digunakan
20
untuk
penyesuaian rata-rata konsumsi riil,
dinyatakan sebagai berikut
(berdasarkan ketentuan UNDP): D = C
Jika C ≤ Z
= Z + 2(C– Z)(1/2)
Jika Z < C ≤ 2Z
= Z + 2(Z)(1/2) + 3(C-2Z)(1/3)
Jika 2Z < C ≤ 3Z
= Z + 2(Z)(1/2) + 3(Z)(1/3) + 4(C - 3Z)(1/4)
Jika 3Z < C ≤ 4Z
Di mana : C = konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit Z = threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai batas kecukupan yang ditetapkan Rp 1.040.250,- per kapita setahun atau Rp 2.850,- per hari (BPPS, 2005).
2.3.
Teori Engel Engel (1857) melakukan studi tentang prilaku konsumsi rumah tangga
terhadap 153 rumah tangga di Belgia. Engel menetapkan lima jenis konsumsi yang umumnya dilakukan rumah tangga, yaitu konsumsi makanan, sandang, perumahan (termasuk penerangan dan bahan bakar minyak), jasa (meliputi pendidikan, kesehatan dan perlindungan hukum) dan rekreasi. Terhadap konsumsi makanan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan peningkatan permintaan yang progresif. Berdasarkan hal tersebut dan dengan asumsi harga makanan yang dibayar rumah tangga adalah sama, maka Engel menyimpulkan bahwa pangsa pengeluaran makanan terhadap
21
pengeluaran rumah tangga akan semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan; disebut juga dengan Hukum Engel (Nicholson, 1992).
Q2 Kurva Engel Y″
Y′
KI3 Y
KI2 KI1
Q1 Y
Y′
Y″
Gambar 1. Hubungan Pendapatan dan Permintaan Terhadap Barang dengan Asumsi Harga Barang Tetap; Makanan (Q1) dan Bukan Makanan (Q2).
Hukum Engel dapat dijelaskan dengan Kurva Engel seperti ditunjukkan Gambar 2.1. Kurva Engel berdasarkan asumsi harga barang tetap, peningkatan kesejahteraan penduduk yang ditunjukkan oleh garis anggaran dan kurva indeferen yang bergeser ke kanan atas akan meningkatkan konsumsi barang dengan proporsi yang semakin berkurang untuk makanan (Q1) dan proporsi yang semakin meningkat untuk bukan makanan (Q2). Karena harga barang diasumsikan tetap maka pangsa
22
pengeluaran untuk belanja makanan yang merupakan barang normal akan semakin berkurang. Menurut Engel, pangsa pengeluaran makanan rumah tangga miskin lebih besar dari rumah tangga kaya, sehingga pangsa pengeluaran makanan terhadap pengeluaran total dapat dijadikan indikator tidak langsung terhadap kesejahteraan.
2.4.
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
2.4.1. Farhad Noorbakhsh (1999) Penelitian Noorbakhsh ditujukan untuk menganalisis pengaruh restrukturisasi hutang yang diselenggarakan Bank Dunia (Word Bank) terhadap indeks pembangunan manusia (human development index = HDI) negara-negara sedang berkembang. Penelitian dilakukan terhadap 86 negara sedang berkembang pada tahun 1992. Noorbakhsh menyusun model menurut klasifikasi negara-negara yang dikeluarkan World Bank, yakni: (a) restrukturisasi intensif (early-intensive adjustment lending = EAL), (b) restrukturisasi (other adjustment lending = OAL) dan (c) non restrukturisasi (non-adjustment lending = NAL). Model yang dibangun adalah sebagai berikut: HDI = α0 + α1d1 + α2d2 + α3dLI + β1GDP + β2(d1GDP) + β3(d2GDP) + β4(dLIGDP) + u Di mana: d1 adalah dummy untuk negara-negara EAL (=1 untuk EAL dan =0 untuk lainnya); d2 untuk negara-negara OAL (=1 untuk OAL dan =0 untuk lainnya); dLI dummy untuk negara-negara berpendapatan rendah/low income (=1 untuk low income
23
dan =0 untuk lainnya). GDP untuk negara-negara EAL dikalikan dummy d1, OAL dikalikan d2 dan GDP low income dikalikan dLI, sedangkan GDP untuk NAL tetap. Hasil estimasi model pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Estimasi Penelitian Farhad Noorbakhsh (1999) Variabel Variabel Dependen: HDI Independen t -tes Koefisien GDP d 1GDP d 2GDP d LIGDP d1 d2 d LI Konstanta R2
0,00003222 0,00000512 0,00002394 0,00008241 -0,010 -0,078 -0,293
5,56** 0,67 2,62** 3,68** -0,27 -2,23* -6,90**
0,550
17,15**
0,86 N 86 *Koefisien signifikan pada tingkat 5% **Koefisien signifikan pada tingkat 1%
Hasil regresi (Tabel 7) memberikan kesimpulan bahwa negara-negara yang termasuk kategori EAL tidak signifikan mempengaruhi HDI. Ini menjadi pukulan bagi World Bank, di mana semestinya negara-negara EAL menerima pengaruh lebih besar terhadap pembangunan manusianya. Dalam penelitian ini, Indonesia termasuk dalam kategori negara OAL – middle income.
24
2.4.2. Gustav Ranis & Frances Stewart (2002) Ranis dan Stewart melaksanakan penelitian tentang pengaruh timbal-balik antara pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan pembangunan manusia (human development) di negara-negara Amerika Latin. Mereka menggunakan model persamaan simultan, masing-masing untuk persamaan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Pembangunan manusia dengan proksi tingkat kematian bayi (HD) dipengaruhi oleh variabel-variabel tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita (GDP growth rate = GDP), persentase belanja pemerintah untuk pendidikan terhadap PDB (public expenditure on education as a percentage of GDP = PEE) dan tingkat partisipasi kasar sekolah tingkat dasar perempuan (gross female primary school enrollment rate = FPS). Hasil regresi ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Estimasi Penelitian Gustav Ranis & Frances Stewart (2002) Variabel Variabel Dependen: HD Independen t -rasio Koefisien GDP PEE FPS d 1970
1,23 0,25 1,74 9,80
0,15 0,22 1,74* 2,54**
d 1980 d 1990
12,07 9,32 5,75
2,63** 2,34** 0,63
Konstanta R2
0,22 N 76 *Koefisien signifikan pada tingkat 5% **Koefisien signifikan pada tingkat 1%
25
Pada model di atas, pembangunan manusia tidak signifikan dipengaruhi pertumbuhan ekonomi, sehingga penelitian ini memiliki kelemahan dalam menjelaskan pengaruh imbal-balik antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi. Hanya variabel FPS di luar dummy yang signifikan menjelaskan pembangunan manusia di negara-negara Amerika Latin. Penggunaan tingkat kematian bayi sebagai proksi pembangunan manusia diperkirakan sebagai penyebab tidak baiknya hasil estimasi. Terutama dikaitkan dengan PEE yang relatif tidak berhubungan dengan tingkat kematian bayi. Akan lebih baik jika menggunakan variabel pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan.
2.4.3. Aloysius Gunadi Brata (2004) Penelitian Brata ini dilakukan untuk mengkaji secara empiris hubungan imbalbalik antara pembangunan manusia dan kinerja ekonomi kabupaten/kota di Indonesia. Brata dalam model penelitiannya menggunakan variabel-variabel output regional (Y) proksi kinerja ekonomi, angka harapan hidup (LER) proksi pembangunan manusia, persentase rumah tangga yang memiliki air bersih (WATER) proksi distribusi pendapatan, dummy untuk daerah penghasil migas (dOIL) dan dummy untuk daerah perkotaan (dCITY). Hasil estimasinya ditampilkan pada Tabel 9. Pada hasil estimasi ditemukan dua variabel penjelas yang berpengaruh signifikan di luar dummy, yaitu WATER dan Y. WATER berpengaruh negatif terhadap LER. Secara teoritis antara distribusi pendapatan dan pembangunan manusia berlaku hubungan positif, sehingga ada kemungkinan bahwa WATER masih kurang tepat
26
sebagai proksi variabel distribusi pendapatan. Sementara koefisien positif dari variabel Y menunjukkan bahwa kinerja ekonomi yang baik memungkinkan pembangunan manusia yang baik pula.
Tabel 9. Hasil Estimasi Penelitian Aloysius Gunadi Brata (2004)
Variabel Independen Y
Variabel Dependen: LER t -rasio Koefisien 2,313 8,321**
WATER d OIL d CITY
-0,00293 0,601 -0,737 68,100
Konstanta Adj R 2
-2,645** 1,326 -1,410 110,059**
0,216 N 632 *Koefisien signifikan pada tingkat 5% **Koefisien signifikan pada tingkat 1%
2.4.4. Aloysius Gunadi Brata (2005) Pada penelitian ini Brata menguji bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah daerah khususnya bidang pendidikan dan kesehatan (IPP), investasi swasta (IS) dan distribusi pendapatan proksi indeks Gini (IG) terhadap indeks pembangunan manusia (IPM) dalam konteks regional (antar provinsi) di Indonesia. Hasil estimasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 10. Variabel
pengeluaran
pemerintah
bidang
pendidikan
dan
kesehatan
memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan manusia. Semakin besar alokasi
27
pengeluaran bidang pendidikan dan kesehatan semakin baik pula IPM dicapai. Variabel investasi swasta berpengaruh negatif terhadap IPM. Hal ini dimungkinkan karena karakteristik investasi swasta tidak dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia. Variabel IG berpengaruh positif terhadap IPM, artinya semakin merata distribusi pendapatan semakin baik pula pembangunan manusia. Variabel lagIG menunjukkan pengaruh negatif yang berarti pada jangka panjang akan semakin sulit meningkatkan kualitas SDM melalui distribusi pendapatan.
Tabel 10. Hasil Estimasi Penelitian Aloysius Gunadi Brata (2005)
Variabel Independen
Variabel Dependen: IPM t -rasio Koefisien IPP 0,09 1,99 lag IPP 0,72 8,86** lag IS -0,99 -2,27* IG 27,85 2,89** lag IG -19,72 -1,86 Konstanta 25,51 3,92** 2 Adj R 0,66 F-stat 20,58 N 51 *Koefisien signifikan pada tingkat 5% **Koefisien signifikan pada tingkat 1%
2.4.5. Gustav Ranis & Frances Stewart (2005) Dalam penelitian lanjutannya, Ranis dan Stewart memperluas cakupan kajiannya meliputi hampir seluruh negara di dunia di mana telah didata oleh UNDP
28
dalam
hal
indeks
pembangunan
manusianya
(IPM).
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi indeks pembangunan manusia (human development index = HDI), mereka menggunakan variabel penjelas pertumbuhan PDB per kapita (GDP per capita growth rate = GDP), tingkat melek huruf (literacy shortfall reduction = LIT), persentase investasi gross domestik terhadap PDB (gross domestic investment as percentage of GDP = GDI), persentase ekspor terhadap PDB (exports as percentage of GDP = EXP), jumlah penduduk miskin (poverty headcount = POV) dan dummy untuk
regional Timur Tengah (dME), Asia (dAS) dan Amerika Latin (dAL).
Penelitian dilakukan terhadap 85 negara di dunia. Hasil estimasi penelitian mereka sebagaimana ditampilkan pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Estimasi Penelitian Gustav Ranis & Frances Stewart (2005) Variabel Variabel Dependen: IPM Independen t -rasio Koefisien GDP 2,96 3,81** LIT 1,94 1,53 GDI 2,80 2,39* EXP 1,80 0,42 POV 16,4 4,94** d ME 0,21 1,00 d AS 0,42 3,14** d AL 0,36 2,40* Konstanta 1,89 3,77** 2 Adj R 0,79 N 85 *Koefisien signifikan pada tingkat 5% **Koefisien signifikan pada tingkat 1%
29
Hasil estimasi menunjukkan tidak semua variabel penjelas (independent variables) signifikan terhadap indeks pembangunan manusia (HDI). Hanya variabel pertumbuhan ekonomi (GDP), investasi domestik bruto (GDI) dan jumlah penduduk miskin (POV) yang signifikan, di luar variabel dummy. Model ini memiliki kelemahan karena memasukkan variabel penjelas tingkat melek huruf, di mana variabel tersebut merupakan komponen dari komposit HDI. Di samping itu, variabel GDP dan GDI sebaiknya tidak dimasukkan bersama-sama karena GDI adalah bagian dari GDP (kesalahan estimasi akibat multikolinearitas).
2.4.6. Valeria Constantini dan Salvatore Monni (2006) Constantini dan Monni (2006) menganalisa keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia dengan menggunakan model Resource Curse Hypothesis (RCH) untuk menjelaskan dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kualitas lingkungan hidup. Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan data panel dengan menggabungkan data 70 negara di dunia pada periode 1970 dan 2003. Model yang disusun Constantini dan Monni ini berupaya menerangkan bahwa indeks pembangunan manusia (Human Development Index = HDI) dipengaruhi oleh variabel PDB per kapita tahun 1970 (gross domestic product year 1970 = GDP70), rata-rata aliran modal privat (investment = INV), umur harapan hidup tahun 1970 (life expectation year 1970 = LE70), tingkat partisipasi sekolah menengah tahun 1970 (secondary schooling enrollment rate year 1970 = SE70), dan PDB per kapita tahun
30
2003 (gross domestic product year 2003 = GDP03). Hasil penelitiannya selengkapnya ditampilkan pada Tabel 12. Pada hasil estimasi hanya satu variabel bebas yang signifikan mempengaruhi HDI, yaitu LE70. Model yang dibangun Constantini dan Monni ini mengandung beberapa kelemahan, yakni: variabel bebas LE dan SE merupakan komponen dari komposit HDI, begitu pula INV adalah bagian dari GDP.
Tabel 12. Hasil Estimasi Penelitian Valeria Constantini dan Salvatore Monni (2006) Variabel Variabel Dependen: IPM Independen t -rasio Koefisien GDP70 INV LE70 SE70 GDP03 Konstanta Adj R 2
0,004 0,14 0,082 1,43 0,841 6,45** 0,065 0,85 -0,002 -0,08 0,379 2,91* 0,86 N 70 *Koefisien signifikan pada tingkat α 5% **Koefisien signifikan pada tingkat α 1%.
2.4.7. Peter Lanjouw, Menno Pradhan, Fadia Saadah, Hanen Sayed, Robert Sparrow (2001) Studi ini bermaksud menganalisis bagaimana hubungan antara kemiskinan, pendidikan dan kesehatan dan kaitannya dengan pengeluaran pemerintah untuk
31
pelayanan publik. Penelitian dengan metode statistik deskriptif ini menemukan bahwa penduduk miskin sangat membutuhkan pelayanan/subsidi pendidikan dan kesehatan. Lanjouw dan kawan-kawan juga hendak membuktikan report Bank Dunia tahun 1990 bertajuk ”Indonesia: Strategy for a sustained Reduction in Poverty” yang menyatakan bahwa pendidikan dan kesehatan adalah hal yang ciritical (sangat mendesak) untuk diberikan kepada penduduk miskin di Indonesia, sehingga sangat dibutuhkan peningkatan investasi di kedua bidang tersebut.
Tabel 13. Hasil Penelitian Peter Lanjouw, Menno Pradhan, Fadia Saadah, Hanen Sayed, Robert Sparrow (2001) Kuantil Subsidi Pemerintah (Rp per kapita) Konsumsi per 2 3 4 5 (kaya) 1 (miskin) Kapita Dasar Menengah Pertama Menengah Atas
47.898 45.324 40.004 34.375 25.270 10.446 13.235 14.072 14.299 13.472 4.505
6.708
8.849 11.336 15.987
Pendidikan 62.849 65.267 62.925 60.010 54.729 Puskesmas Rumah Sakit
10.785 10.734 10.192 10.553 1.825
2.015
3.656
3.445
9.097 7.167
Kesehatan 12.610 12.749 13.848 13.998 16.264
Pada kenyataannya, berselang sepuluh tahun kemudian (terhitung sejak riset Bank Dunia 1990), sebagian besar pengeluaran pemerintah untuk pelayanan publik
32
tersebut justru dinikmati oleh penduduk bukan miskin bahkan kaya (Tabel 13). Temuan ini menjadi bukti empiris bahwa perhatian pemerintah terhadap penduduk miskin masih memerlukan pembenahan; tidak sekedar meningkatkan kuantitas, tetapi juga perlu diperhatikan pengalokasiannya agar benar-benar menyentuh penduduk miskin. Sense of social responsibility pemerintah masih sangat lemah.
2.5.
Kerangka Pemikiran PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK MAKANAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK BUKAN MAKANAN PENGELUARAN PEMERINTAH BIDANG PENDIDIKAN
PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA
RASIO PENDUDUK MISKIN KRISIS EKONOMI (DUMMY)
2.6.
Hipotesis Penelitian
1. Konsumsi rumah tangga untuk makanan berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia, ceteris paribus.
33
2. Konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan berpengaruh positif terhadap pembangunan manusia, ceteris paribus. 3. Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan berpengaruh positif terhadap pembangunan manusia, ceteris paribus. 4. Rasio penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia, ceteris paribus. 5. Krisis ekonomi berpengaruh terhadap pembangunan manusia, ceteris paribus.
34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Ruang Lingkup Penelitian Konsentrasi penelitian ini adalah pada analisis perkembangan pembangunan
manusia di Indonesia dengan representasi variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) karena hingga saat ini IPM adalah alat ukur pembangunan manusia yang terbaik dan paling banyak digunakan dalam berbagai penelitian sejenis. Dalam penelitian ini akan dikaji 4 (empat) variabel penjelas dan 1 (satu) variabel dummy yang dianggap mempengaruhi pembangunan manusia di Indonesia, yaitu: a) Pengeluaran Rumah Tangga untuk Makanan (PRM) PRM dianggap mempengaruhi IPM berdasarkan publikasi UNDP dalam Indonesia Human Development Report 2004 dan hasil penelitian Lanjouw, dkk. (2001). b) Pengeluaran Rumah Tangga untuk Bukan makanan (PRB). Penetapan variabel PRB sama halnya dengan PRM. c) Pengeluaran Pemerintah bidang Pendidikan (PPD) Variabel PPD dinilai mempengaruhi pembangunan manusia berdasarkan hasil penelitian Ranis-Stewart (2002) dan Brata (2005) serta publikasi UNDP. d) Rasio Penduduk Miskin (RPM) Variabel RPM ditentukan berdasarkan hasil penelitian Brata (2004) dan RanisStewart (2005) dan publikasi UNDP dalam beberapa penerbitan.
35
e) Krisis Perekonomian (dummy) Pemilihan variabel dummy ini berdasarkan pertimbangan bahwa data empiris memang mengalami perubahan tren akibat krisis perekonomian dan juga berdasarkan publikasi UNDP dalam Indonesia Human Development Report 2001 serta hasil penelitian Brata (2005).
3.2.
Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dikeluarkan oleh BPS,
Bappenas dan UNDP dalam beberapa publikasi. Berhubung terbatasnya data serial, maka penelitian ini menggunakan pooled data (data panel) yaitu dengan menggabungkan data tahun 1996, 1999, 2002, 2004, 2005 dan 2006 (T=6) atas 26 provinsi (N=26). Maka banyaknya data dalam penelitian adalah N x T = 6 x 26 sama dengan 156.
3.3.
Model Analisis Spesifikasi model yang digunakan diadaptasi dari beberapa penelitian
sebelumnya dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang dianggap akan memberikan hasil yang lebih baik untuk menjelaskan faktor-faktor penentu pembangunan manusia Indonesia. Model yang dibangun merupakan suatu fungsi matematis sebagai berikut:
IPM = f (PRM, PRB, PPD, RPM, D) ................................................................ (1)
36
Dari fungsi (1) tersebut dapat dimodifikasi ke dalam model linear dengan spesifikasi model sebagai berikut: IPM = x0 + x1 PRM + x2 PRB + x3 PPD + x4 RPM + x5 D + ε1 ....................... (2)
Di mana: IPM
= pembangunan manusia di Indonesia, indeks.
PRM = pengeluaran rumah tangga untuk makanan per kapita riil menurut harga konstan 2000, juta rupiah. PRB
= pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan per kapita riil menurut harga konstan 2000, juta rupiah.
PPD
= pengeluaran pemerintah bidang pendidikan per kapita riil menurut harga konstan 2000, juta rupiah.
RPM = rasio penduduk miskin, persen. D
= dummy krisis perekonomian, sebelum krisis = 0 dan setelah krisis = 1
3.4.
Metode Analisis Mengingat data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel, maka
untuk menguji hipotesis digunakan model Efek Tetap dan Efek Random (Greene, 2000). Penjelasan model Efek Tetap dan Efek Random adalah sebagai berikut: 1. Model Efek Tetap (Fixed Effect) Dasar pemikiran bahwa setiap individu observasi memiliki karakteristik masing-
37
masing, maka model ini memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan untuk tiap-tiap individu. Tetapi model ini memiliki kekurangan di mana tidak dihasilkan satu estimasi umum (general estimates) karena tidak terdapat general intercept atau konstanta untuk mewakili seluruh individu. 2. Model Efek Random (Random Effect) Pada Efek Tetap perbedaan antar individu dicerminkan oleh intercept atau konstanta, tetapi pada metode Efek Random perbedaan tersebut diakomodasi oleh error terms masing-masing individu. Metode ini memiliki keuntungan karena menghilangkan heterokedasitas jika memang ada. Penetapan model yang digunakan, apakah Efek Tetap (Fixed Effect) atau Efek Random (Random Effect)
didasarkan pada uji Hausman (Hausman’s test of
specification model) yang mengikuti distribusi X2. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : Estimator random konsisten H1 : Estimator random tidak konsisten Apabila H0 diterima, artinya model Efek Random lebih baik digunakan dari pada model Efek Tetap, demikian sebaliknya. H0 diterima/ditolak jika: X2hit < X2tab artinya H0 diterima, X2hit > X2tab artinya H0 ditolak. Nilai X2hit atau nilai Hausman (H) diperoleh dari perbedaan nilai koefisien dan kovarian antara kedua metode. Rumusan statistik uji Hausman adalah sebagai berikut (Greene, 2000):
38
H = ( βFE – βRE )1 [ cov (βFE) – cov (βRE) ]-1 ( βFE – βRE ) Di mana: βFE
= Matriks koefisien estimator dari model Efek Tetap
βRE
= Matriks koefisien estimator dari model Efek Random
cov (βFE) = Matriks kovarian koefisien estimator dari model Efek Tetap cov (βRE) = Matriks kovarian koefisien estimator dari model Efek Random
Statistik uji Hausman ini mengikuti distribusi chi-square dengan degree of freedom sebanyak k, di mana k adalah jumlah variabel bebas. Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya, maka model yang tepat adalah Efek Tetap. Demikian pula sebaliknya jika nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya, maka model yang tepat adalah model Efek Random. Selanjutnya, pengolahan data sekunder dan penerapan ketiga metode di atas akan menggunakan program (software) statisitik EViews versi 4.1.
3.5.
Uji Kesesuaian
1. Uji serempak (F-test), dimaksudkan untuk menguji pengaruh variabel-variabel bebas (independent variables) secara bersama-sama (uji serempak) terhadap variabel terikat (dependent variable). 2. Koefisien determinasi (R2), berguna untuk menguji kekuatan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat.
39
3. Uji parsial (t-test), yaitu menguji pengaruh tiap-tiap variabel bebas (secara parsial) terhadap variabel terikat.
3.6.
Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Agar pengujian hipotesis berdasarkan model analisis tersebut tidak bias atau
bahkan menyesatkan, maka perlu dilakukan uji penyimpangan klasik. Uji penyimpangan asumsi klasik terdiri dari: 1. Uji Multikolinearitas Uji ini berguna untuk mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang sempurna atau hampir sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas. Analisis regresi yang baik bilamana tidak terdapat korelasi antar variabel bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan cara sebagai berikut (Gujarati, 2003): a. R2 relatif tinggi (0,70 – 1,00) tetapi hanya sebagian kecil atau bahkan tidak ada variabel bebas yang signifikan menurut t-test, maka diduga terdapat multikolinearitas. b. Koefisien korelasi parsial (r2) relatif tinggi (lebih tinggi dari R2), maka cenderung terdapat multikolinearitas.
2. Uji Heteroskedasitas Mengingat data yang digunakan adalah pooled data, maka perlu dilakukan uji heteroskedasitas untuk menguji apakah variabel gangguan (disturbance/error terms) yang muncul dalam fungsi regresi memiliki varians yang sama atau tidak. Model
40
analisis yang baik adalah jika varians gangguan adalah sama (homoskedastik). Heteroskedasitas dapat dideteksi dengan metode grafik (Gujarati, 2003), yakni: a. Jika terdapat pola tertentu pada penyebaran titik-titik variabel gangguan, maka telah terjadi heteroskedasitas. b. Sebaliknya, jika tidak terdapat pola yang jelas, titik-titik variabel gangguan menyebar di atas dan di bawah 0 (nol), maka tidak terjadi heterokedasitas. Permasalahan heteroskedasitas ini dapat diatasi dengan menggunakan software EViews untuk melakukan transformasi atas data yang mengandung heterokedasitas dan menghasilkan estimasi regresi yang masalah heterokedasitasnya telah dieliminasi (white heteroskedasticity).
3. Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan korelasi yang terjadi pada error antar serial waktu (time series), sehingga diperlukan uji autokorelasi ini untuk memastikan model yang dibangun adalah baik dan representatif. Model analisis yang baik bilamana tidak terdapat autokorelasi. Mengingat data yang digunakan adalah data panel, maka uji autokorelasi tidak diperlukan. Ditambah lagi, tidak adanya variabel lag dalam model penelitian, sehingga uji autokorelasi tidaklah kompeten.
3.7.
Batasan Operasional Untuk memudahkan pemahaman terhadap variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini, maka perlu dibuat batasan operasional yaitu sebagai berikut:
41
a. Pembangunan
Manusia
adalah
ukuran
agregat
kualitas
manusia
yang
dikuantifikasi dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dihitung dalam angka 0 – 100. b. Pengeluaran Rumah tangga untuk Makanan (PRM) adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan per kapita menurut harga konstan 2000, dalam juta rupiah. c. Pengeluaran Rumah tangga untuk Bukan makanan (PRB) adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk non-makanan per kapita menurut harga konstan 2000, dalam juta rupiah. d. Pengeluaran
Pemerintah
bidang
Pendidikan
(PPD)
adalah
pengeluaran
pembangunan untuk bidang pendidikan per kapita menurut harga konstan 2000, dalam juta rupiah. e. Rasio Penduduk Miskin (RPM) adalah persentase jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan per provinsi menurut standar yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, dalam persen. f. Krisis Perekonomian (D) adalah dummy variable sebagai representasi krisis perekonomian yang terjadi sejak tahun 1999, di mana sebelum krisis diberi nilai 0 (nol) dan setelah krisis diberi nilai 1 (satu).
42
BAB IV PEMBAHASAN
4.1.
Perkembangan Pembangunan Manusia di Indonesia dan VariabelVariabel yang Mempengaruhinya
4.1.1. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Perkembangan pembangunan manusia di Indonesia, seperti disebutkan dalam ”Indonesia Human Development Report 2004” (UNDP, 2004), sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi dari awal tahun 1970-an sampai akhir 1990-an. Pertumbuhan ekonomi memungkinkan penduduk untuk mengalokasikan pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan menjadi lebih banyak. Sementara itu, pengeluaran pemerintah untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan relatif sedikit. Kebutuhan akan peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk kedua bidang sosial tersebut makin sangat dibutuhkan sejak krisis ekonomi menerpa. Sampai dengan tahun 1996 tingkat pembangunan manusia regional cukup mengagumkan, seperti tampak dari berkurangnya kemiskinan dan membaiknya tingkat harapan hidup dan melek huruf (BPS-Bappenas-UNDP, 2001). Namun pencapaian tersebut segera mendapatkan tantangan ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997. Akibat krisis ekonomi, tidak satu propinsi pun yang tidak mengalami penurunan IPM, sehingga IPM 1999 menjadi lebih rendah dari IPM 1996 (Tabel 4.1.). Tahun 2002 IPM kembali mengalami perbaikan, namun perbaikan tersebut pada umumnya belum mampu menyamai tingkat IPM tahun 1996. Hanya
43
ada satu provinsi yang mampu melampaui IPM 1996, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB) yang merupakan salah satu kantung kemiskinan di Indonesia (Tabel 14). Karena IPM Provinsi NTB berada pada tingkat yang relatif sangat rendah, sehingga terpaan krisis ekonomi tidak begitu besar pengaruhnya. Dengan sedikit stimulus akan relatif mudah untuk kembali ke kondisi awal.
Tabel 14. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Regional Periode 1996-2006 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1. NAD 69,4 65,3 66,0 68.7 69,0 69,4 2. Sumut 70,5 66,6 68,8 71.4 72,0 72,5 3. Sumbar 69,2 65,8 67,5 70.5 71,2 71,6 4. Riau 70,6 67,3 69,1 72.2 73,6 73,8 5. Jambi 69,3 65,4 67,1 70.1 71,0 71,3 6. Sumsel 68,0 63,9 66,0 69.6 70,2 71,1 7. Bengkulu 68,4 64,8 66,2 69.9 71,1 71,3 8. Lampung 67,6 63,0 65,8 68.4 68,8 69,4 9. DKI 76,1 72,5 75,6 75.8 76,1 76,3 10. Jabar 68,2 64,6 65,8 69.1 69,9 70,3 11. Jateng 67,0 64,6 66,3 68.9 69,8 70,3 12. DIY 71,8 68,7 70,8 72.9 73,5 73,7 13. Jatim 65,5 61,8 64,1 66.8 68,4 69,2 14. Bali 70,1 65,7 67,5 69.1 69,8 70,1 15. NTB 56,7 54,2 57,8 60.6 62,4 63,0 16. NTT 60,9 60,4 60,3 62.7 63,6 64,8 17. Kalbar 63,6 60,6 62,9 65.4 66,2 67,1 18. Kalteng 71,3 66,7 69,1 71.7 73,2 73,4 19. Kalsel 66,3 62,2 65,3 66.7 67,4 67,7 20. Kaltim 71,4 67,8 70,0 72.2 72,9 73,3 21. Sulut 71,8 67,1 71,3 73.4 74,2 74,4 22. Sulteng 66,4 62,8 64,4 67.3 68,5 68,8 23. Sulsel 66,0 63,6 65,3 67.8 68,1 68,8 24. Sultra 66,2 62,9 64,1 66.7 67,5 67,8 25. Maluku 68,2 67,2 66,5 69.0 69,2 69,7 26. Papua 60,2 58,8 60,1 60.9 62,1 62,8 Sumber: BPS, UNDP, beberapa publikasi
44
UNDP membedakan tingkat IPM berdasarkan tiga klasifikasi yakni: low (IPM kurang dari 50), lower-medium (IPM antara 50 dan 65,99), upper-medium (IPM antara 66 dan 79,99) dan high (IPM 80 ke atas). Memperhatikan Tabel 4.1. dapat dilihat rentang IPM provinsi-provinsi di Indonesia adalah dari 54,2 (NTB, 1999) sampai dengan 76,3 (DKI, 2006). Berarti IPM regional Indonesia termasuk kategori menengah-bawah (lower-medium) sampai menengah-atas (upper-medium). Tahun 2006, IPM regional tingkat menengah-bawah masih diduduki provinsi Papua, NTB dan NTT (Gambar 2). Ketiga provinsi ini termasuk regional dengan rasio penduduk miskin tertinggi di Indonesia.
100 90 80 70 IPM
60 50 40 30 20
Papua
NTT
NTB
Kalbar
Sultra
Kalsel
Sulsel
Jatim
Sulteng
Lampung
NAD
Bali
Maluku
Jabar
Jateng
Sumsel
Jambi
Sumbar
Kaltim
Sumut
Kalteng
DIY
Riau
Sulut
DKI
0
Bengkulu
10
Provinsi
Gambar 2. Perkembangan IPM Regional Tahun 2006
Gambar 2 juga memperlihatkan bahwa kemajuan IPM ternyata tidak didominasi oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa atau Indonesia bagian barat saja,
45
tetapi relatif menyebar. IPM tertinggi setelah DKI adalah Provinsi Sulut dan diikuti oleh Riau. Lebih jauh tentang karakteristik pembangunan manusia tiap-tiap regional akan dibahas pada hasil estimasi model. Anjloknya IPM Indonesia sebagai akibat dari krisis ekonomi sebenarnya disebabkan
oleh
faktor
daya
beli
masyarakat
yang
terpuruk
disebabkan
membumbungnya inflasi. Daya beli masyarakat merupakan salah satu komponen dalam komposit IPM. Tabel 15 jelas menunjukkan bahwa hanya komponen purchasing power parity (paritas daya beli) yang mengalami penurunan setelah terjadi krisis ekonomi. Komponen lainnya sama sekali tidak terganggu secara signifikan. Bahkan indeks pendidikan yang direpresentasi oleh adult literacy rate (tingkat melek huruf dewasa) dan mean years schooling (rata-rata lama sekolah) menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Fakta di atas memberikan kesimpulan bahwa krisis ekonomi hanya mempengaruhi pembangunan manusia pada aspek ekonomi saja. Siapakah yang paling bertanggung jawab dalam hal ini? Yang menguasai perekonomian bangsa ini tentulah yang mesti bertanggung jawab. Kenyataan ini membuktikan pertumbuhan ekonomi tidak dengan sendirinya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengamati perkembangan purchasing power parity (Tabel 15), sampai dengan tahun 2005, mengalami pertumbuhan yang signifikan dan telah melampaui IPM sebelum krisis (tahun 1996). Tetapi pada tahun 2006, mengalami penurunan hingga lebih rendah dibandingkan sebelum krisis ekonomi (tahun 1996), meskipun selisihnya kurang dari 1 persen. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada
46
Oktober 2005 berimbas terhadap kenaikan inflasi tahun 2006. Tingginya inflasi berpengaruh langsung terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Inilah yang menyebabkan mengapa purchasing power parity tahun 2006 mengalami penurunan.
Tabel 15. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Periode 1996-2006 1996 Harapan hidup (tahun) Tingkat melek huruf dewasa (%) Rata-rata lama sekolah (tahun) Daya beli (Rp 000)
1999
2002
2005
2006
64,4
66,2
66,2
68,1
68,5
85,5
88,4
89,5
90,9
91,5
6,3
6,7
7,1
7,3
7,5
587,4 550,4 560,6 591,2 586,6
Indeks Pembangunan 67,7 64,3 Manusia Sumber: BPS, UNDP, beberapa publikasi
65,8
69,6
70,1
Satu hal yang sering kali dikaitkan dengan pembangunan manusia adalah pertumbuhan ekonomi. Para ahli ekonomi banyak mengamati sejauh mana hubungan dan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia. Demikian pula halnya dengan UNDP yang menyatakan bahwa hingga akhir tahun 1990-an, pembangunan manusia di Indonesia ditentukan terutama oleh pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB). Pertumbuhan PDB akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya pengaruh yang sifgnifikan antara
47
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Tetapi ada baiknya juga untuk mengetahui bagaimana kondisi yang terjadi antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia pada era 2000-an ini. Perkembangan IPM regional dan pendapatan regional domestik bruto (PDRB) relatif tidak seirama. Perkembangan PDBR yang tinggi tidak selalu diikuti oleh perkembangan IPM yang tinggi pula. Sebaliknya, pertumbuhan PDRB yang rendah belum tentu diikuti oleh perkembangan IPM yang rendah pula. Pada Tabel 16. tampak jelas bahwa Provinsi DIY memiliki prestasi terbaik dalam menerjemahkan pertumbuhan ekonomi ke dalam pembangunan manusia, dengan hanya urutan 17 pada PDRB per kapita tetapi mencapai urutan 4 pada IPM. Prestasi ini tetap bertahan sejak tahun 2002 (Tabel 16). Keberhasilan ini tidak terlepas predikat DIY sebagai provinsi dengan derajat kesehatan kedua terbaik nasional setelah DKI (Dinkes DIY, 2005). Hal ini didukung oleh political will pemerintah provinsi di mana anggaran untuk kesehatan mencapai 93 persen APBD Kabupaten/Kota (Dinkes DIY, 2005). Sesuai himbauan UNDP bahwa tujuan utama dari pada pertumbuhan ekonomi adalah agar sedapat mungkin diterjemahkan ke dalam pembangunan manusia, DIY telah mampu dan berhasil mewujudkannya. Dengan kata lain, setiap sen pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati sebanyak mungkin penduduk. Provinsi Papua dengan PDRB menempati urutan 4, tetapi hanya menempati urutan paling rendah, 26, pada IPM (Tabel 16). Ini adalah bukti bahwa sumber daya alam yang begitu besar yang dimiliki Provinsi Papua tidak dinikmati oleh sebagian besar rakyatnya. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bahwa
48
Tabel 16. Perkembangan PDRB dan IPM Tahun 2006 Rank (2002)
Provinsi
PDRB per kapita
PDRB rank
IPM
PDRB rank minus IPM rank
IPM rank
1 (1)
DIY
5.174.604,79
17
73,7
4
13
2 (3)
Sulut
6.261.864,54
14
74,4
2
12
3 (5)
Bengkulu
4.214.593,64
22
71,3
10
12
4 (4)
Jambi
4.980.313,79
18
71,3
9
9
5 (2)
Maluku
2.706.329,71
24
69,7
15
9
6 (6)
Jateng
4.682.581,73
20
70,3
13
7
7 (7)
Lampung
4.277.425,73
21
69,4
17
4
8 (10) Sultra
2.442.350,23
25
67,8
21
4
9 (9)
6.681.547,98
11
71,6
8
3
10 (15) Sumut
7.381.670,74
9
72,5
7
2
11 (12) NTT
2.357.261,37
26
64,8
24
2
12 (11) Kalteng
7.665.434,49
6
73,4
5
1
13 (13) DKI
34.887.057,60
1
76,3
1
0
14 (8)
Riau
17.503.036,29
3
73,8
3
0
15 (14) Jabar
6.495.458,40
12
70,3
12
0
16 (19) Bali
6.464.848,92
13
70,1
14
-1
17 (16) Sulsel
4.868.280,36
19
68,8
20
-1
18 (25) NTB
3.647.098,17
23
63,0
25
-2
19 (21) Sulteng
5.239.289,74
16
68,8
19
-3
20 (18) Kaltim
32.892.611,88
2
73,3
6
-4
21 (17) Sumsel
7.567.551,60
7
71,1
11
-4
22 (24) Kalbar
6.014.624,48
15
67,1
23
-8
23 (20) Jatim
7.412.421,71
8
69,2
18
-10
24 (22) NAD
9.123.780,65
5
69,4
16
-11
25 (23) Kalsel
7.255.293,10
10
67,7
22
-12
4
62,8
26
-22
Sumbar
26 (26) Papua 9.318.288,79 Sumber: BPS, UNDP, beberapa publikasi
49
tahun 2006 terdapat peningkatan penanaman modal asing (PMA) sebesar 786,86 persen atau menjadi US$ 121,5 juta (dibandingkan US$ 13,7 juta pada tahun 2005). Berarti pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut lebih dinikmati pemerintah pusat dan investor asing dari pada penduduk Papua. Selengkapnya perkembangan PDRB dan IPM seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2006 seperti ditampilkan pada Tabel 16 memberikan kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara keduanya secara signifikan. Buktinya, hanya ada tiga provinsi (11,5 persen) yang konsisten antara PDRB dan IPM, yakni DKI, Riau dan Jabar. Selebihnya (88,5 persen) tidak konsisten. Perkembangan IPM ditentukan oleh perkembangan indikator-indikator kompositnya. Dalam kurun waktu sepuluh tahun (1996-2006) umumnya indikatorindikator tersebut berkembang secara steady, kecuali indikator paritas daya beli (Gambar 3). Indikator ini seperti telah dibahas sebelumnya berkaitan langsung dengan income penduduk, yang dipengaruhi oleh kinerja perekonomian. Jika perekonomian kondusif, maka akan tercipta iklim berekonomi yang prospektif. Selanjutnya,
diharapkan
akan
terbuka
kesempatan
bagi
penduduk
untuk
meningkatkan pendapatannya, dan pada gilirannya akan meningkatkan daya beli masyarakat. Kondusif tidaknya perekonomian yang dimaksud terutama ditentukan oleh perkembangan harga (inflasi). Inflasi tinggi akan langsung menurunkan daya beli masyarakat. Sehingga pengendalian terhadap laju inflasi menjadi sangat crucial dalam hal menjaga dan menumbuhkan purchasing power parity masyarakat.
50
100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 Life expectancy (year)
Adult literacy rate (%) 1996
1999
2002
Mean years of shooling (year) 2004
2005
Purchasing Power Parity (Rp 0000) 2006
Gambar 3. Perkembangan Indikator-Indikator Komposit IPM Periode 1996-2006
Setiap tahun sejak tahun 1990, UNDP telah menerbitkan Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) yang berisi perkembangan indeks pembangunan manusia (IPM) negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam laporan terakhirnya, posisi Indonesia meningkat satu tingkat dari urutan 107 pada tahun 2004 menjadi urutan 107 pada tahun 2005 (Tabel 17).
Prestasi ini
terutama disumbang oleh peningkatan pencapaian indikator umur harapan hidup yang menduduki urutan 89, di mana tahun sebelumnya berada pada urutan 108 (umur harapan hidup 67,2). Tetapi dibandingkan dengan Negara Viet Nam, di mana IPM tahun 2004 berada di bawah Indonesia pada urutan 109, namun setahun kemudian telah berada pada urutan 105, dua tingkat di atas Indonesia (Tabel 17). Penilaian secara relatif menyimpulkan bahwa Indonesia menjadi lebih buruk pembangunan
51
manusianya selama tahun 2005, atau Viet Nam mengalami akselerasi yang pesat. Padahal PDB per kapita Viet Nam berada jauh di bawah Indonesia yakni sebesar US$ 3,071. Viet Nam berhasil menerjemahkan pertumbuhan ekonominya ke dalam pembangunan manusianya.
Tabel 17. IPM Indonesia dan Beberapa IPM Negara di Dunia Tahun 2005 IPM 1. Iceland (96,8)
Harapan hidup (tahun)
Tingkat melek huruf (%)
1. Japan (82,3)
1. Georgia (100,0)
Daya beli (US$) 1. Luxembourg (60.228)
105. Viet Nam (73,3)
87. Iran (70,2)
52. Ecuador (91,0)
111. Egypt (4.337)
106. Occupied Palestinian Territories (73,1)
88. Saint Kitts and Nevis (70,0)
53. Sri Lanka (90,7)
112. Jamaica (4.291)
107. Indonesia (72,8)
89. Indonesia (69,7)
54. Indonesia (90,4)
113. Indonesia (3.843)
108. Syrian Arab Republic (72,1)
90. Guatemala (69,7)
55. Viet Nam (90,3)
114. Turmeknistan (3.838)
109. Turmeknistan (71,3)
91. Thailand (69,6)
56. Myanmar (89,9)
115.
177. Sierra Leone (33,6)
177. Zambia (40,5)
128. Burkina Haso (23,6)
Syrian Arab Republic (3.808)
172. Malawi (667)
Sumber: UNDP, 2008
4.1.2. Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga Dalam penelitian ini, pemahaman tentang konsumsi rumah tangga bukanlah secara teori makroekonomi, tetapi lebih pada pengaruh konsumsi rumah tangga terhadap pembangunan manusia. Di sini diasumsikan bahwa rumah tangga-rumah tangga melakukan aktifitas konsumsi pada dua jenis barang/jasa, yakni: makanan (food) dan bukan makanan (non food). Eksistensi konsumsi rumah tangga yang mencapai 52,3 persen dari PDB (BPS, 2006), diyakini berperan penting dalam pembangunan manusia.
52
BPS membedakan konsumsi rumah tangga menjadi konsumsi makanan dan konsumsi bukan makanan. BPS juga membuat rincian tentang jenis-jenis pengeluaran untuk masing-masing kategori tersebut. Pengeluaran untuk kelompok makanan terdiri atas: pengeluaran padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayursayuran,
kacang-kacangan,
buah-buahan,
bahan
minuman,
bumbu-bumbuan,
makanan-minuman jadi, tembakau dan sirih serta konsumsi bahan makanan lainnya. Pengeluaran untuk kelompok bukan makanan terdiri dari pengeluaran untuk perumahan, barang dan jasa, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang-barang tahan lama, pajak dan asuransi, serta keperluan untuk pesta dan upacara. Biaya yang dikeluarkan untuk kelompok makanan dihitung menggunakan consumption approach, artinya yang dihitung sebagai pengeluaran adalah yang sudah benar-benar dikonsumsi. Sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk kelompok bukan makanan dihitung menggunakan delivery approach, artinya yang dihitung sebagai konsumsi/pengeluaran barang-barang yang sudah dibeli /diperoleh/digunakan oleh rumah tangga selama masa referensi (BPS, 2005). Mencermati perkembangan proporsi konsumsi makanan dan non makanan di Indonesia (Gambar 4), terdapat tendensi proporsi konsumsi makanan menurun disubstitusi oleh konsumsi non makanan. Namun demikian, rasio konsumsi makanan masih lebih tinggi dari konsumsi non makanan. Proporsi konsumsi makanan tertinggi terjadi pada tahun 1996, sedangkan non makanan pada tahun 2005. Yuliarmi (2008) menemukan bahwa pola konsumsi masyarakat ditentukan oleh tingkat penghasilan atau kemapanan. Konsumsi masyarakat kurang mapan didominasi oleh konsumsi
53
kebutuhan-kebutuhan pokok atau primer. Sedangkan masyarakat mapan lebih banyak berkonsumsi pada kebutuhan sekunder dan tersier. Makanan dapat dikategorikan sebagai kebutuhan pokok. Apa yang ditampilkan Gambar 4.3. menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia bergerak menuju ke kemapanan karena proporsi konsumsi makanan dari tahun ke tahun semakin berkurang.
70 60
%
50 40 30 20 10 0 1996
1999
2002
2004
FOOD
NON FOOD
2005
2006
Gambar 4. Perkembangan Proporsi Konsumsi Makanan dan Non Makanan di Indonesia Periode 1996-2006
Krisis ekonomi berdampak nyata pada pola konsumsi rumah tangga yang berakibat pada proporsi konsumsi makanan meningkat mencapai tingkat tertinggi dalam periode 1996-2006 (Gambar 4). Lonjakan konsumsi makanan terjadi karena proporsi konsumsi makanan lebih besar dibandingkan non makanan. Ketika terjadi kenaikan harga, maka konsumsi makanan menjadi lebih sensitif responnya
54
dibandingkan non makanan. Membandingkan dengan pembangunan manusia pada tahun 1999 (setelah krisis ekonomi), mengalami penurunan yang signifikan, maka dapat dinyatakan bahwa konsumsi makanan rumah tangga berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia. Salah satu indikator untuk menilai kesejahteraan masyarakat adalah struktur pengeluaran rumah tangga. Rumah tangga dengan pangsa pengeluaran makanan yang tinggi tergolong rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan relatif rendah dibandingkan dengan rumah tangga dengan proporsi pengeluaran makanan yang rendah (Hardinsyah, 2001). Hal ini mendukung Hukum Engel (Engel’s law) yang ditemukan Engel (1857), di mana seluruh rumah tangga memiliki kesamaan pola konsumsi. Engel mengamati enam jenis pengeluaran yang yang memiliki kesamaan pola konsumsi, yakni: makanan, pakaian, perumahan, kendaraan/transportasi, kesehatan/pendidikan/rekreasi dan tabungan. Hukum Engel menyatakan: pada saat pendapatan meningkat, proporsi pengeluaran untuk makanan turun meskipun nilai aktualnya meningkat, dengan asumsi selera tetap. Dengan perkataan lain, elastisitas pendapatan (income elasticity) terhadap permintaan makanan lebih kecil dari 1. Jika Engel’s law diterapkan terhadap Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa provinsi yang tingkat pendapatannya tinggi akan lebih rendah proporsi konsumsi makanannya dibandingkan dengan provinsi yang berpendapatan rendah. Data tahun 2006 menunjukkan bahwa NTT dengan PDRB/kapita Rp 2,36 juta adalah provinsi tertinggi proporsi konsumsi makanannya. Sementara proporsi konsumsi makanan
55
paling rendah berada pada Provinsi Kaltim dengan PDRB/kapita Rp 32,89 juta
Kaltim
Riau
NAD
Kalsel
DIY
Sulut
NTB
DKI
Kalteng
Bali
Kalbar
Sumbar
Papua
Lampung
Sulsel
Sultra
Sumsel
Sulteng
Sumut
Bengkulu
Jabar
Jateng
Jatim
Jambi
Maluku
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 NTT
% PDRB per kapita
(Gambar 5).
Provinsi
Gambar 5. Perkembangan Konsumsi Makanan Rumah Tangga Tahun 2006
4.1.2.1.Pengeluaran Rumah Tangga untuk Makanan Makanan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi manusia. Makanan adalah salah satu hak azasi manusia (HAM), yang berarti negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan makanan warga negaranya. Menurut Suryana (2004) pemenuhan kebutuhan makanan dalam konteks ketahanan makanan merupakan pilar bagi pembentukan sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di tataran global. Ariani (2006) dalam studinya menemukan bahwa ketersediaan makanan sampai dengan tahun 1996 berlebih dibandingkan dengan tingkat konsumsi riil penduduk, sehingga harga yang terbentuk di pasar relatif rendah. Tetapi setelah krisis ekonomi, inflasi meningkat, maka harga bahan makanan pun ikut meningkat.
56
Keadaan ini menyebabkan peningkatan pangsa pengeluaran makanan pada rumah tangga (Gambar 5). Selama periode 1996-2006 konsumsi makanan mengalami perkembangan yang sedikit berfluktuasi. Tahun 1999 mengalami peningkatan yang disebabkan krisis ekonomi. Hingga tahun 2005 terjadi penurunan yang dapat diterjemahkan bahwa kondisi perekonomian sedang kondusif. Kemudian tahun 2006 meningkat kembali meskipun relatif kecil yang disebabkan inflasi yang berasal dari kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada Oktober 2005. Belajar dari perkembangan konsumsi makanan tersebut, jelaslah bahwa konsumsi makanan sangat sensitif terhadap inflasi. Padahal makanan sebagai kebutuhan pokok semestinya tidak sensitif terhadap inflasi, karena hal ini menyangkut hajat hidup masyarakat. Pemerintah tak mampu meredam laju inflasi pada bahan makanan yang termasuk kategori makanan pokok. Mencermati data pengeluaran makanan menurut kelompok barang yang dikumpulkan BPS, pada tahun 2005 jumlah konsumsi makanan dan minuman jadi lebih tinggi dari padi-padian (Tabel 18). Sangat nyata di sini bahwa terdapat perubahan pola konsumsi makanan masyarakat sebagai akibat perubahan pola hidup. Dibandingkan tahun 2002, konsumsi makanan dan minuman jadi tahun 2005 meningkat 57,8 persen (Tabel 18). Ketersediaan makanan dan minuman jadi adalah di perkotaan, dan jika pun ada di pedesaan relatif sedikit. Perubahan pola konsumsi makanan tersebut bersumber dari masyarakat perkotaan, dengan dua kemungkinan: pertama, masyarakat perkotaan melakukan substitusi konsumsi makanan olahan ke
57
makanan dan minuman jadi, dan atau yang kedua, bertambah jumlah penduduk kota yang berasal dari migrasi penduduk desa. Kedua kemungkinan tersebut bermuara pada satu kesimpulan bahwa terjadi pembaharuan pola hidup masyarakat Indonesia yang semakin menuntut kemudahan dan kecepatan (instant) termasuk dalam konsumsi makanan.
Tabel 18. Pengeluaran Makanan di Indonesia Menurut Kelompok Barang Tahun 2002-2005 (Rupiah/kapita/bulan) Kelompok Barang 2002 2005 + / - (%) 1. Padi-padian
25.722
24.483
-4,82
1.329
1.664
25,21
10.675
13.374
25,28
4. Daging
5.903
6.984
18,31
5. Telur dan susu
6.760
8.946
32,34
6. Sayur-sayuran
9.750
11.607
19,05
7. Kacang-kacangan
4.161
4.887
17,45
8. Buah-buahan
5.868
6.203
5,71
9. Minyak dan lemak
4.642
5.540
19,35
10. Bahan minuman
5.589
6.384
14,22
11. Bumbu-bumbuan
3.202
3.819
19,27
12. Konsumsi lainnya
2.826
3.843
35,99
13. Makanan dan minuman jadi
20.182
31.847
57,80
14. Tembakau dan sirih
14.041
17.729
26,27
120.650 147.310
22,10
2. Umbi-umbian 3. Ikan
Total
Sumber: BPS, beberapa publikasi, diolah kembali
58
Konsumsi makanan dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yakni: konsumsi energi dan konsumsi protein. Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Makanan dan Gizi VI, 1998, tingkat kecukupan konsumsi energi sebanyak 2200 kalori/individu/hari dan protein 48 gram/individu/hari. Mengacu pada Tabel 18, pola makanan masyarakat Indonesia masih dominan pada makanan sumber karbohidrat atau makanan nabati, yang mana menghasilkan lebih banyak energi dibandingkan protein. Tahun 2005, pengeluaran masyarakat untuk konsumsi makanan protein yang terdiri atas ikan, daging, telur dan susu hanya 19,9 persen (Tabel 18). Dibandingkan tahun 2002, sebesar 19,3 persen, terdapat peningkatan yang relatif sangat kecil (Tabel 18). Padi-padian terutama beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi dalam jumlah tinggi, maka sumbangan energi dari beras akan besar. Hasil rumusan Penyusunan Kebijakan Perberasan tahun 2000
menyebutkan bahwa beras
menyumbang 60-65 persen dari total konsumsi energi (Ariani, 2006). Dari aspek mutu gizi, ketergantungan yang tinggi terhadap makanan nabati adalah kurang baik karena kurang lengkapnya kandungan asam amino esensial yang berguna untuk proses pertumbuhan dan kecerdasan manusia (Hardinsyah, 1992). Kurangnya konsumsi protein akan berdampak langsung pada kualitas sumber daya manusia yang kurang baik pula.
4.1.2.2.Pengeluaran Rumah Tangga untuk Bukan Makanan Bertolak dari Hukum Engel yang mengatakan bahwa semakin maju masyarakat maka proporsi konsumsi non makanan akan semakin besar, sedangkan
59
konsumsi makanan semakin kecil. Untuk kasus Indonesia, Hukum Engel tersebut memang berlaku. Tahun 2002, proporsi konsumsi makanan banding bukan makanan adalah 58 persen banding 42 persen. Tahun 2005 menjadi 51 persen banding 49 persen (Gambar 4.3.). Dilihat dari aspek pertumbuhan pun, konsumsi bukan makanan bertumbuh 62,68 persen, sementara konsumsi makanan meningkat 22,1 persen, meskipun secara absolut konsumsi makanan masih lebih besar dari bukan makanan (Tabel 18 dan 19). Dengan perkataan lain, elastisitas pendapatan terhadap permintaan konsumsi bukan makanan adalah lebih dari 1. BPS mengelompokkan konsumsi bukan makanan atas enam kelompok barang, yaitu: perumahan dan fasilitas rumah tangga, barang dan jasa, pakaian/alas kaki/tutup kepala, barang-barang tahan lama, pajak/asuransi dan keperluan pesta dan upacara. Keenam kelompok barang ini dianggap sudah mewakili konsumsi bukan makanan rumah tangga di Indonesia.
Tabel 19. Pengeluaran Bukan Makanan di Indonesia Menurut Kelompok Barang Tahun 2002-2005 (Rupiah/kapita/bulan) Kelompok Barang
2002
2005
+ / - (%)
1. Perumahan dan fasilitas rumah tangga
36.734
64.601
75,86
2. Barang dan jasa
24.908
44.213
77,51
3. Pakaian, alas kaki dan tutup kepala
10.692
10.915
2,09
4. Barang-barang tahan lama
8.470
12.963
53,05
5. Pajak dan asuransi
1.648
3.508
112,86
6. Keperluan pesta dan upacara
3.235
3.196
-1,21
Total 85.687 Sumber: BPS, beberapa publikasi, diolah kembali
139.936
62,68
60
Konsumsi bukan makanan terbesar adalah perumahan dan fasilitas rumah tangga sebesar rata-rata 45 persen dari total konsumsi bukan makanan atau 16 persen dari total konsumsi rumah tangga (Tabel 18 dan 19). Berikutnya adalah barang dan jasa, di mana termasuk di dalamnya pengeluaran konsumsi untuk pendidikan dan kesehatan, sebesar 30 persen total konsumsi bukan makanan atau 14 persen dari total konsumsi (Tabel 18 dan 19). Di samping dominan, keduanya juga mengalami pertumbuhan yang signifikan, perumahan dan barang/jasa masing-masing bertumbuh 75 persen dan 77 persen. Mengingat penelitian ini bertujuan menganalisis tentang pembangunan manusia, maka pembahasan selanjutnya akan mendalami kelompok barang dan jasa saja, khususnya pendidikan dan kesehatan. Rata-rata proporsi konsumsi rumah tangga untuk pendidikan menurut hasil Susenas tahun 1996, 1999 dan 2002 sebesar 11,93 persen, di mana proporsi terbesar dipegang Provinsi DKI dengan 12,88 persen dan paling rendah pada Provinsi NTT dengan proporsi 8,73 persen (Tabel 20). Pertumbuhannya menunjukkan tren meningkat, meskipun pada tahun 1999 sedikit mengalami penurunan akibat dampak krisis ekonomi. Memasuki tahun 2002, meningkat kembali bahkan melampaui pencapaian sebelum krisis ekonomi (Tabel 20). Terdapat sebelas provinsi yang tidak terpengaruh krisis ekonomi sama sekali, yaitu: Sumut, Sumbar, Riau, Bengkulu, Jabar, Bali, NTB, NTT, Kalteng, Sulteng dan Sultra (Tabel 20). Provinsi-provinsi ini mampu menahan anjlognya proporsi konsumsi pendidikan; 11,9 persen pada tahun 1996 menjadi 11,7 persen pada tahun 1999, hanya berkurang 0,2 persen (Tabel 20). Fakta ini menyiratkan ketahanan
61
pendidikan masyarakat sudah cukup kuat. Masyarakat sudah sadar akan pentingnya pendidikan, sehingga masyarakat struggle terhadap hantaman krisis ekonomi demi
Tabel 20. Perkembangan Proporsi Konsumsi Pendidikan Rumah Tangga Periode 1996-2002 Konsumsi Pendidikan (%) Rank Provinsi 1996 1999 2002 Rata-rata 1. DKI 12,9 12,0 13,7 12,9 2. Jabar 12,3 12,7 13,0 12,7 3. Jatim 12,3 12,0 12,1 12,1 4. Kalbar 12,3 12,2 11,7 12,1 5. Papua 11,2 11,0 14,0 12,1 6. Kalsel 12,8 10,8 11,8 11,8 7. DIY 13,0 12,2 9,8 11,7 8. Sumsel 12,0 11,6 11,3 11,6 9. Jateng 11,5 11,1 11,9 11,5 10. Bengkulu 11,3 12,4 10,7 11,5 11. Lampung 11,3 10,5 12,4 11,4 12. Riau 11,0 12,0 11,0 11,3 13. Sumbar 10,2 12,0 11,5 11,2 14. Sumut 10,6 11,1 11,9 11,2 15. Kaltim 12,1 11,4 10,1 11,2 16. NAD 10,4 10,4 12,7 11,2 17. NTB 10,9 11,0 11,0 11,0 18. Sulut 11,7 10,4 10,3 10,8 19. Bali 10,3 10,8 11,2 10,8 20. Maluku 11,8 11,4 8,7 10,6 21. Sulsel 10,3 10,0 11,4 10,6 22. Kalteng 10,7 10,8 9,9 10,5 23. Jambi 10,5 10,1 10,7 10,4 24. Sulteng 10,5 10,8 9,5 10,3 25. Sultra 9,8 11,7 9,0 10,2 26. NTT 7,8 8,4 10,0 8,7 Indonesia 11,9 11,7 12,2 11,9 Sumber: Statistical Assistance to the Government of Indonesia (STAT) Project, 2003
62
keamanan dan kesinambungan pendidikan anggota keluarga dalam rumah tangga. Kesadaran yang tinggi ini semakin jelas terlihat ketika perekonomian mulai kondusif (pasca krisis), proporsi konsumsi pendidikan meningkat pesat; dari 11,7 persen pada tahun 1999 menjadi 12,2 persen pada tahun 2002. Skoufias (1999) menemukan bahwa tingkat pendidikan ibu dalam rumah tangga berpengaruh positif dan signifikan terhadap status gizi/nutrisi anak di bawah lima tahun (balita). Pradhan (1998) menemukan bahwa tingkat pendidikan ibu dan bapak berpengaruh positif terhadap tingkat partisipasi sekolah anak, namun tingkat pendidikan bapak memiliki pengaruh lebih besar. Terbukti sudah bahwa kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap pendidikan akan mempengaruhi pola konsumsinya, khususnya untuk pendidikan, di mana dari tahun ke tahun terus meningkat proporsinya. Konsumsi rumah tangga untuk kesehatan lebih rendah dibandingkan konsumsi untuk pendidikan (Tabel 21). Masyarakat menempatkan pendidikan lebih prioritas dibandingkan kesehatan. Common sense, konsumsi kesehatan tidak bersifat rutin bahkan insidentil, sedangkan konsumsi pendidikan bersifat rutin dan terjadwal. Ditambah lagi, tingkat kesehatan penduduk Indonesia yang relatif sudah baik, di mana indeks kesehatan Indonesia berada pada urutan 89 dari 177 negara (Tabel 17), sehingga relatif sedikit permintaan konsumsi masyarakat akan barang/jasa kesehatan. Dari Tabel 21 tampak bahwa rata-rata proporsi konsumsi kesehatan masyarakat Indonesia 5,73 persen. Proporsi tertinggi pada Provinsi Papua sebesar 11,2 persen dan paling rendah pada Provinsi NTT sebesar 4,8 persen (Tabel 21).
63
Provinsi DKI dan DIY yang memegang predikat sebagai provinsi dengan derajat kesehatan terbaik, ternyata tidak menjadi yang terbaik dalam konsumsi kesehatan
Tabel 21. Perkembangan Proporsi Konsumsi Kesehatan Rumah Tangga Periode 1996-2002 Konsumsi Kesehatan (%) Rank Provinsi 1996 1999 2002 Rata-rata 1. Papua 6,5 6,8 15,4 9,6 2. DIY 6,4 5,5 8,8 6,9 3. Maluku 6,8 8,1 5,6 6,8 4. Riau 6,2 7,4 6,8 6,8 5. Sumbar 6,6 6,1 6,9 6,5 6. Jambi 8,1 6,0 5,5 6,5 7. Sultra 7,2 6,3 5,6 6,4 8. NAD 7,0 6,5 5,1 6,2 9. Kalteng 5,8 6,2 6,5 6,2 10. Lampung 6,3 5,5 6,6 6,1 11. Kalbar 5,4 6,4 6,5 6,1 12. DKI 6,2 5,2 6,8 6,1 13. Sumut 6,4 5,9 5,8 6,0 14. Sumsel 5,3 5,8 6,6 5,9 15. Bengkulu 5,1 5,8 6,8 5,9 16. Bali 5,4 4,8 7,1 5,8 17. Jabar 5,5 5,9 5,6 5,7 18. Kalsel 5,2 5,4 6,0 5,5 19. Sulut 5,1 6,0 5,4 5,5 20. Sulsel 5,6 5,4 5,5 5,5 21. Jateng 4,8 5,4 6,1 5,4 22. Jatim 5,3 5,6 5,4 5,4 23. Kaltim 5,8 4,4 5,8 5,3 24. Sulteng 5,1 5,5 4,9 5,2 25. NTB 5,6 5,0 4,7 5,1 26. NTT 5,4 5,0 4,2 4,9 Indonesia 5,6 5,6 6,0 5,7 Sumber: idem
64
masyarakatnya. Hal ini berarti menjaga kesehatan tidak cukup dengan swadaya masyarakat saja, tetapi juga perlu adanya campur tangan pemerintah. Krisis ekonomi relatif tidak berdampak terhadap konsumsi kesehatan masyarakat. Sudah dibahas sebelumnya bahwa krisis ekonomi lebih berpengaruh terhadap aspek ekonomi (daya beli), sementara aspek non ekonomis (kesehatan dan pendidikan) relatif tidak terpengaruh. Pola konsumsi kesehatan masyarakat relatif stabil meningkat; tahun 1996 sebesar 5,6 persen, tahun 1999 sebesar 5,6 persen dan tahun 2002 sebesar 6 persen (Tabel 21).
Tabel 22. Konsumsi Kesehatan Rumah Tangga di NegaraNegara ASEAN Tahun 2004 (% PDB) Rank Konsumsi Negara-negara ASEAN IPM Kesehatan 30. Brunei Darussalam 0,6 78. Thailand
1,2
63. Malaysia
1,6
107. Indonesia
1,8
132. Myanmar
1,9
90. Philippines
2,0
25. Singapore
2,4
130. Lao People’s Democratic Republic
3,1
105. Viet Nam
4,0
131. Cambodia Sumber: UNDP, 2007
5,0
Dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, konsumsi kesehatan penduduk Indonesia termasuk rata-rata. Angka tertinggi dipegang Cambodia, 5 persen, dan
65
paling rendah Brunei Darussalam, 0,6 persen (Tabel 22). Brunei memiliki tingkat pendapatan per kapita US$ 28,1 ribu, sementara Cambodia US$ 2,7 ribu (UNDP, 2007). Sungguh ironi di mana negara kaya seperti Brunei Darussalam memiliki tingkat konsumsi kesehatan rumah tangga yang sangat kecil, sementara negara miskin seperti Cambodia, masyarakatnya harus menanggung pengeluaran untuk kesehatan yang tinggi. Kondisi yang dialami Brunei Darussalam merupakan harapan masyarakat, di mana kebutuhan akan kesehatan difasilitasi sepenuhnya oleh negara.
4.1.3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan Mengapa pemerintah perlu peduli terhadap pelayanan publik, khususnya pendidikan dan kesehatan? Pendidikan dan kesehatan yang baik akan meningkatkan kapasitas dan kemerdekaan hidup yang disebut juga manfaat intrinsik. Pendidikan dan kesehatan juga berperan membuka peluang yang lebih besar untuk memperoleh pendapatan (income) yang lebih tinggi, disebut juga manfaat instrumental (Lanjouw, dkk. 2001). Kondisi umum pendidikan di Indonesia ditandai oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM); sekitar 58 persen dari tenaga kerja Indonesia hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) atau kurang. Pada saat yang sama, hanya 4 persen dari tenaga kerja yang berpendidikan tinggi. Prospek peningkatan kualitas SDM di masa yang akan datang pun terlihat suram. Rata-rata angka partisipasi pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi masih relatif rendah yakni 56 persen untuk SLTP, 32 persen untuk SLTA dan 12 persen untuk perguruan tinggi (Susenas, 2002).
66
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 ada disebutkan bahwa pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus mengalokasikan 20 persen anggaran untuk bidang pendidikan di luar gaji dan biaya kedinasan. Jadi, anggaran pendidikan yang dimaksud di sini adalah termasuk kategori anggaran pembangunan karena tidak termasuk di dalamnya anggaran rutin yang berupa gaji dan lain-lain. Dalam pelaksanaannya, APBN-P 2006, belanja pemerintah pusat untuk pendidikan hanya 9,3 persen. Banyak kendala yang dihadapi pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan. Rata-rata anggara belanja rutin pada APBN sebesar 15 persen, pembayaran cicilan hutang 20 persen, 30 persen ditransfer ke daerah-daerah, dan subsidi 5 persen yang sebagian besar untuk listrik dan BBM. Hanya tertinggal 30 persen untuk anggaran pembangunan. Apakah mungkin dialokasikan 20 persen untuk sektor pendidikan saja, padahal di luar pendidikan, ada sektor lain yang erat kaitannya dengan pembangunan manusia, misalnya sektor kesehatan? Paparan di atas menunjukkan bahwa dalam jangka pendek dan menengah pemerintah tidak memiliki dana yang cukup untuk memenuhi ketentuan konstitusi 20 persen APBN untuk pendidikan. Bahkan target waktu lima tahun (hingga 2009) untuk mencapainya, sebagaimana disepakati oleh pemerintah dan DPR, kelihatannya kurang realistis. Meskipun angka 20 persen belum bisa dicapai, bukan berarti pemerintah telah melanggar konstitusi, sebab ini disebabkan hambatan fiskal yang baru dapat diselesaikan dalam jangka panjang.
67
Kesiapan seluruh sistem dan kelembagaan dalam mengelola anggaran tersebut juga sangat menentukan keberhasilan, mengingat anggaran 20 persen itu melibatkan dana tidak kurang dari 50 triliun rupiah. Kalau pusat akan mengalokasikan langsung ke sekolah-sekolah, pasti akan muncul masalah mistargeting. Salah satu kelemahan utama
pusat
adalah
ketidakmampuannya
mengidentifikasi
kebutuhan
dan
permasalahan di tingkat mikro (sekolah). Kalau disalurkan melalui pemerintah daerah (pemda), untuk kemudian pemda mengalokasikan ke sekolah-sekolah, sering kali tidak efektif. Sense of belonging pemda untuk kasus-kasus seperti ini terbukti secara umum rendah. Kontrol masyarakat juga minim, sehingga peluang penyimpangan menjadi sangat terbuka. Selama periode 1996-2006 rata-rata pengeluaran pemerintah untuk pendidikan sebesar Rp 25 ribu/kapita/tahun. Nilai tertinggi berada pada Provinsi DKI dengan jumlah Rp 113 ribu/kapita/tahun, dan terendah pada Provinsi Sultra sebesar Rp 7 ribu/kapita/tahun (Tabel 23). Sejak tahun 1996 hingga 2006, pengeluaran pemerintah mengalami pertumbuhan yang signifikan, rata-rata 250 persen per tahun, di mana pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 486 persen (Tabel 23). Lonjakan yang terjadi pada tahun 2005 disebabkan oleh munculnya UU No. 23 Tahun 2003 yang mengharuskan pemerintah mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen. Tahun 2005, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan sebesar Rp 46,3 ribu/kapita/tahun. Angka ini relatif besar mengingat per kapita di sini mencakup seluruh penduduk (219,8 juta jiwa), tidak khusus usia sekolah dasar dan lanjutan
68
pertama saja (usia 7-15 tahun, wajib belajar 9 tahun). Tahun 2005 jumlah penduduk usia 7-15 tahun adalah 37,9 juta jiwa (Bappenas, 2005). Jadi, jika dikonversi menurut penduduk usia 7-15 tahun saja, maka subsidi pemerintah untuk sektor pendidikan menjadi sebesar Rp 268 ribu/kapita/tahun. Jumlah ini tentu saja tidak memadai. Hasil studi staf Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas pada tahun 2003 di 15 provinsi menyebutkan: meski sekolah sudah digratiskan kenyataannya masih ada sejumlah komponen yang harus dibayar orangtua. Orangtua siswa SD/madrasah ibtidaiyah rata-rata masih harus mengeluarkan Rp 1,535 juta per tahun, yaitu untuk buku dan alat tulis (Rp 223 ribu), pakaian dan perlengkapan sekolah (Rp 323 ribu), transportasi (Rp 273 ribu), karyawisata (Rp 49 ribu), uang saku (Rp 433 ribu), dan iuran sekolah (Rp 234 ribu). Untuk SMP/madrasah tsanawiyah, harus dikeluarkan biaya Rp 1,896 juta/siswa, yaitu untuk beli buku dan alat tulis (Rp 224 ribu), pakaian dan perlengkapan sekolah (Rp 333 ribu), transportasi (Rp 308 ribu), karyawisata (Rp 61 ribu), uang saku (Rp 571 ribu), dan iuran sekolah (Rp 399 ribu). Besarnya biaya yang harus dikeluarkan orang tua dikhawatirkan ikut memperbesar angka putus sekolah dan dapat mengganggu penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun 2008. Program ini merupakan pengulangan program serupa yang dicanangkan 1984. Untuk tahun 2003, jika pemerintah ingin menuntaskan program wajib belajar dengan menyediakan beasiswa, diperlukan dana Rp 11,5 triliun. Biaya itu untuk memenuhi pengeluaran yang harus ditanggung orang tua siswa miskin yang diperkirakan berjumlah 4.610.000 (18 persen dari 25,6 juta anak SD/MI), dan 2,3 juta siswa SMP (18 persen dari 12,8 juta siswa).
69
Tabel 23. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan Per Propinsi Periode 1996-2006 (dalam Rp/kapita) Rank Provinsi 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1. DKI 16.579 7.689 34.866 71.247 204.117 304.492 2. Kaltim 4.960 6.219 9.321 43.468 154.630 223.977 3. Riau 2.469 4.018 13.352 40.398 88.876 122.281 4. Papua 10.099 11.815 80.333 98.612 54.272 51.158 5. NAD 1.584 4.586 12.514 26.497 62.998 64.539 6. Kalsel 750 4.903 9.614 47.318 46.564 71.532 7. Kalteng 3.922 4.681 3.691 24.920 44.119 65.193 8. Sumut 1.198 1.596 2.331 28.257 39.999 60.268 9. Jatim 1.213 959 2.400 212.647 40.404 59.808 10. Sumsel 341 925 1.542 40.502 40.094 57.667 11. Bali 3.248 2.324 5.133 26.363 34.793 53.703 12. Sumbar 651 1.671 3.524 33.050 37.514 54.594 13. Kalbar 2.198 2.450 1.498 42.441 36.331 55.305 14. Sulut 1.379 460 2.345 36.423 36.597 55.157 15. Jabar 1.090 612 1.806 22.177 35.018 49.454 16. Sulteng 1.962 2.816 948 15.008 29.254 48.144 17. DIY 1.805 1.550 754 37.915 30.272 43.185 18. Sulsel 881 1.761 1.442 46.179 29.456 43.496 19. Lampung 745 905 4.179 48.674 26.718 37.893 20. Jambi 1.884 2.653 2.113 201.773 24.181 35.752 21. Jateng 919.349 991 1.558 39.131 24.566 35.029 22. Bengkulu 1.379 928 1.348 29.040 22.314 34.224 23. NTB 1.077 1.729 2.582 28.282 19.276 27.906 24. Maluku 1.396 590 2.223 14.833 16.712 25.658 25. NTT 1.433 2.899 3.067 17.197 13.759 20.251 26. Sultra 1.035 3.412 1.287 51.260 12.988 19.353 Indonesia 2.546 2.890 7.915 50.908 46.378 66.155 Sumber: BPS, beberapa publikasi, diolah kembali
Badan PBB untuk Urusan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) menempatkan pendidikan Indonesia turun dari peringkat ke-58 menjadi
70
ke-62 dari 130 negara. Malaysia di peringkat ke-56 dan Brunei di peringkat ke-43 (Diknas, 2007). Ada apa dengan Indonesia? Negeri yang belum lepas dari krisis dan pembangunan manusianya pas-pasan ini dikhawatirkan akan tergelincir pada kondisi yang semakin buruk. Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2006 mengumumkan ada 301.370 ruang SD/sederajat rusak ringan dan 255.421 rusak berat; untuk SMP, 28.830 rusak ringan, 9.847 rusak berat; dan untuk SMA, 10.827 rusak ringan, 3.535 rusak berat. Fakta ini semakin menuntut partisipasi pemerintah yang lebih besar lagi demi kemajuan pendidikan di negeri ini. Menurut hasil survey The Political & Economic Risk Country (PERC) tahun 2001, dinyatakan bahwa kualitas pendidikan Indonesia berada di urutan ke-12 dari 12 negara di Asia yang diteliti (Republika, 24/01/2003). Dari penelitian The International Education Achievment (IEA) tahun 2000, diketahui bahwa kemampuan membaca siswa SD di Indonesia berada di urutan ke-38 dari 39 negara dan terendah di antara negara-negara ASEAN (Republika, 24/01/2003). Diamati dari aspek pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, Indonesia menduduki peringkat paling bawah dengan tingkat pengeluaran 0,9 persen dari PDB (Tabel 24). Negara ASEAN lainnya yang notabene lebih miskin dari Indonesia, seperti Lao, Cambodia dan Myanmar, ternyata komitmen pemerintahnya terhadap sektor pendidikan masih lebih baik (Tabel 24). Pendidikan merupakan salah satu
indikator komposit
IPM (proksi
pembangunan manusia). Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan memiliki
71
kontribusi dalam memajukan pendidikan melalui penyediaan infrastruktur maupun operasionalnya. Dengan demikian, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan berpengaruh positif terhadap pembangunan manusia melalui peningkatan tingkat melek huruf dan rata-rata lama bersekolah.
Tabel 24. Rata-Rata Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan di Negara-Negara ASEAN Periode 2002-2005 HDI Rank ASEAN Countries % of GDP 63. Malaysia
6,2
78. Thailand
4,2
25. Singapore
3,7
90. Philippines
2,7
130. Lao People’s Democratic Republic
2,3
131. Cambodia
1,9
132. Myanmar
1,3
107. Indonesia
0,9
30. Brunei Darussalam 105. Viet Nam Sumber: UNDP, 2007
n.a. n.a.
4.1.4. Perkembangan Rasio Penduduk Miskin Kemiskinan menjadi masalah yang terus-menerus menjadi agenda dan sasaran kebijakan pembangunan yang disusun pemerintah. Namun sejarah mencatat bahwa pemerintah sering kali gagal bahkan memperburuk keadaan. Sebagai contoh, pemerintah pada masa orde baru
memprioritaskan pertumbuhan ekonomi
dibandingkan masalah distribusi pendapatan (pemerataan hasil-hasil ekonomi).
72
Pemerintah tempo hari mengandalkan “trikle down effect” sebagai strategi mencapai pemerataan. Pada akhirnya waktu juga yang menjawab bahwa strategi menetes ke bawah tersebut tidak efektif. Perkembangan rasio penduduk miskin (RPM) sangat dipengaruhi oleh kondusifitas perekonomian. Sebab, kemiskinan berhubungan langsung dengan pendapatan, dan pendapatan bersumber dari aktifitas perekonomian. Oleh karena itu, manakala
krisis ekonomi
melanda Indonesia,
jumlah penduduk miskin pun
bertambah. Buktinya, dari tahun 1996 ke tahun 1999 rasio penduduk miskin meningkat 34 persen (Tabel 25). Kemudian pada tahun 2002 dan 2005 mengalami kemajuan, bahkan tahun 2005 rasio penduduk miskin telah lebih rendah dari masa sebelum krisis. Tetapi pada tahun 2006 RPM kembali meningkat menjadi 17,75 persen, lebih tinggi dari kondisi sebelum krisis, 17,47 persen (Tabel 25). Penyebabnya adalah meningkatnya laju inflasi pada tahun 2006 akibat kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada Oktober 2005. Bila konsumsi rumah tangga baik untuk makanan maupun bukan makanan yang relatif cepat pulih setelah dilanda krisis ekonomi, maka tidak demikian halnya dengan RPM. RPM memiliki tingkat kelembaman yang tinggi yang ditunjukkan oleh kelambatannya untuk pulih setelah terkena krisis ekonomi. RPM mulai membaik (menurun) pada tahun 2005 (bandingkan: konsumsi rumah tangga yang membaik pada tahun 2002). Hal ini disebabkan keamanan hidup (life secure) di Indonesia masih rendah. Artinya, masih banyak penduduk Indonesia yang berada pada kondisi kritis (siap miskin) atau disebut juga hampir miskin. Kelompok penduduk ini
73
Tabel 25. Perkembangan Rasio Penduduk Miskin Per Provinsi Periode 1996-2006 (dalam %) Rank Provinsi 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1 DKI 2,40 3,99 3,42 2 Bali 7,80 8,53 6,89 3 Kalsel 8,50 14,37 8,51 4 Sumbar 9,80 13,24 11,57 5 Kalteng 13,50 15,06 11,88 6 Riau 12,60 14,00 13,61 7 Kaltim 9,70 20,16 12,20 8 Jabar 11,10 19,78 13,38 9 Sulut 17,90 18,19 11,22 10 Sumut 13,20 16,74 15,84 11 Jambi 14,80 26,64 13,18 12 Sulsel 16,70 18,32 15,88 13 Kalbar 24,20 26,17 15,46 14 Sumsel 15,90 23,53 22,32 15 Bengkulu 16,70 19,79 22,70 16 DIY 18,40 26,10 20,14 17 Jatim 22,10 29,47 21,91 18 Jateng 21,60 28,46 23,06 19 NAD 12,70 14,75 29,83 20 Sulteng 22,30 28,69 24,89 21 Lampung 25,60 29,11 24,05 22 Sultra 29,20 29,51 24,22 23 NTB 32,00 33,00 27,76 24 NTT 38,90 46,73 30,74 25 Maluku 42,30 46,14 34,78 26 Papua 42,30 54,75 41,80 Indonesia 17,47 23,43 18,20 Sumber: BPS, beberapa publikasi, diolah kembali
29,76 15,89 11,24 13,52 12,74 21,54 22,69 22,63 3,42 12,90 21,78 19,86 20,93 7,34 26,34 28,63 14,79 11,37 8,16 12,15 9,01 23,04 15,85 22,84 32,85 39,03 18,47
3,61 6,72 7,23 10,89 10,73 12,51 10,57 13,06 9,34 14,68 11,88 14,98 14,24 21,01 22,18 18,95 19,95 20,49 28,69 21,80 21,42 21,45 25,92 28,19 32,28 40,83 16,69
4,52 6,10 7,66 11,61 9,17 10,48 12,55 12,05 14,51 14,31 10,00 13,99 15,50 18,17 20,90 20,32 20,23 20,17 28,70 23,67 22,64 22,89 23,04 27,99 30,12 39,26 17,75
sangat sensitif terhadap goncangan perekonomian. Data UNDP (2007), jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan $2 (hampir miskin) mencapai 52,4
74
persen, sedangkan yang di bawah $1 sebanyak 7,5 persen (Tabel 1). Jika pemerintah hanya fokus pada penduduk miskin yang 7,5 persen, maka hasilnya akan tidak memuaskan. Pemerintah harus juga memperhatikan penduduk yang hampir miskin karena keberadaan mereka yang sangat rentan masuk menjadi kemiskinan absolut. Dikaitkan dengan pembangunan manusia, RPM dalam konteks penelitian ini lebih menilik aspek ekonominya. Ini perlu dipertegas mengingat kemiskinan dipengaruhi juga oleh aspek sosial, budaya dan lain-lain. RPM terdeteksi oleh IPM (proksi pembangunan manusia) melalui indikator PPP, melalui mekanisme: peningkatan RPM akan menurunkan IPM melalui indikator PPP. Dengan demikian, RPM berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia.
4.2.
Hasil Estimasi Model Pembangunan Manusia di Indonesia Hasil estimasi dengan metode general least square (GLS) atau yang disebut
juga dengan Efek Random ditunjukkan pada Tabel 26. Penetapan penggunaan Efek Random berdasarkan hasil uji Hausman (Gambar 6).
Tabel 26. Hasil Estimasi Metode GLS Dependent Independent Variable Variable: PMI C PRM PRB PPD RPM Coefficient 71,8304 -0,9829 1,2774 26,6791 -0,2140 75,63 ** -4,24 ** 4,70 ** 7,18 ** -7,28 ** t- Stat 2 R 0,88 F -Stat 224,5146 **Signifikan pada tingkat α 1% *Signifikan pada tingkat α 5%
D -0,7447 -2,27 *
75
Uji Hausman menghasilkan nilai Hausman-hitung 0,2414 (Lampiran 4). Dibandingkan dengan nilai X2151;0,05tabel sebesar 1,6449 maka Ho diterima atau menolak H1. Artinya, model yang tepat digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah model Efek Random.
H0 diterima
H1 diterima 0 0,24
1,64 95%
Gambar 6. Hasil Uji Hausman pada Distribusi Chi-Kuadrat
4.3.
Hasil Uji Kesesuaian Model
a. Hasil uji serempak (F-statistik) Nilai F-hitung sama dengan 224,51 (lebih besar dari F5;150;0,05-tabel = 2,29). Berarti secara bersama-sama (serempak) variabel-variabel bebas (PRM, PRB, RPM, PPD dan D) berpengaruh terhadap variabel terikat (IPM). Hasil estimasi
76
telah memenuhi uji kesesuaian model untuk uji serempak, sehingga hasil estimasi dapat digunakan untuk analisis.
b. Hasil koefisien determinasi (R2) Nilai R2 terletak antara 0 dan 1. R2 sama dengan 1, berarti variabel-variabel bebas menjelaskan 100 persen variasi variabel terikat. Sebaliknya, R2 sama dengan 0, berarti variabel-variabel bebas dalam model tidak menjelaskan sedikit pun variasi variabel terikat. Model dikatakan lebih baik kalau R2 semakin dekat dengan 1 (Gujarati: 99). Estimasi model menghasilkan nilai R2 sebesar 0,88. Artinya, keberadaan variabel-variabel bebas (PRM, PRB, RPM, PPD, D) mampu menjelaskan variabel terikat (IPM) sebesar 88 persen, selebihnya yang 12 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model. Dengan R2 0,88 (mendekati 1), maka hasil estimasi memenuhi uji kesesuaian dari aspek koefisien determinasi. Hasil estimasi layak dianalisis.
c. Hasil uji parsial (t-test) Uji parsial disebut juga uji tingkat-penting (test of significance). Nilai t-hitung PRM sama dengan -4,24; PRB sama dengan 4,70; PPD sama dengan 7,18; RPM sama dengan -7,28; dan t-hitung D sama dengan -2,27. Dibandingkan t&;0.05-tabel sama dengan +1,960 maka seluruh t-hitung variabel-variabel bebas tersebut nilainya adalah lebih besar pada tingkat kepecayaan 95 persen. Jadi, hasil estimasi
77
model telah memenuhi uji kesesuaian dari aspek uji parsial. Hasil estimasi model dapat dianalisis.
4.4.
Hasil Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
a. Hasil uji multikolinearitas
Tabel 27. Koefisien Determinasi di Antara Variabel-Variabel Bebas Dependent 2 Independent Variable R Variable PRM PRB, PPD,RPM, D 0,77 PRB PRM, PPD, RPM, D 0,87 PPD PRM, PRB, RPM, D 0,42 RPM PRM, PRB, PPD, D 0,84 D PRM, PRB, PPD, RPM 0 Sumber: Hasil Regresi GLS, diolah sendiri
Hasil regresi GLS atas variabel-variabel bebas menghasilkan koefisien determinasi (R2) sebagai berikut: R2PRM(PRB,PPD,RPM,D) sama dengan 0,77; R2PRB(PRM,PPD,RPM,D) sama dengan 0,87; R2PPD(PRM,PRB,RPM,D) sama dengan 0,42; R2RPM(PRM,PRB,PPD,D); sama dengan 0,84 dan R2D(PRM,PRB,PPD,RPM) sama dengan 0 (Tabel 4.14.). Hasil regresi selengkapnya tersedia pada Lampiran 6–10. Dibandingkan dengan R2IPM(PRM,PRB,PPD,RPM,D) sebesar 0,88 maka semua koefisien determinasi variabel-variabel bebas tersebut lebih kecil dari itu. Artinya, tidak terdapat multikolinearitas dan hasil estimasi adalah baik dan dapat dianalisis.
78
b. Hasil uji heteroskedasitas Mengingat metode yang digunakan adalah metode GLS yang mana masalah heteroskedasitas dieliminasi dengan sendirinya jika ada, maka tidak akan terdapat masalah heteroskedasitas dalam hasil estimasi. Namun demikian, untuk memastikan apakah data yang dipakai mengandung masalah heteroskedasitas atau tidak, maka dilakukan pengujian sederhana dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan regresi dengan metode OLS biasa. 2. Melakukan regresi dengan metode OLS dengan white heteroskedasticity. 3. Membandingkan R2 kedua hasil regresi. Jika R2 relatif sama, maka tidak terdapat heteroskedasitas. Sebaliknya, jika R2 berbeda signifikan, maka terdapat heteroskedasitas. Setelah dilakukan pengujian, diperoleh hasil R2biasa sama dengan 0,542792 dan R2white sama dengan 0,542792. Jadi, tidak ada masalah heteroskedasitas. Hasil regresi selengkapnya tersedia di Lampiran 11. Hasil estimasi atas model penelitian ini adalah baik dan dapat dianalisis.
4.5.
Analisis Hasil Estimasi atas Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Pembangunan Manusia di Indonesia Percobaan estimasi dilakukan terhadap variabel-variabel yang dianggap
berpengaruh terhadap pembangunan manusia, seperti pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan dan bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk
79
pendidikan dan kesehatan, rasio penduduk miskin, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi. Hasil estimasi yang signifikan diberikan variabel pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan, pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, rasio penduduk miskin beserta variabel dummy. Variabel-variabel pengeluaran pemerintah untuk kesehatan, pertumbuhan ekonomi dan inflasi hasil estimasinya tidak signifikan.
4.5.1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga untuk Makanan (PRM) Koefisien regresi PRM sama dengan -0,9829. Ini berarti jika PRM meningkat 1 juta rupiah, maka pembangunan manusia (IPM) akan turun 0,9829 satuan. Sebaliknya, jika PRM turun 1 juta rupiah maka IPM akan meningkat 0,9829 satuan. Pengaruh variabel PRM ini relatif tinggi dan sangat signifikan
pada tingkat
kepercayaan 99,99 persen. Terbukti bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia di Indonesia. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis penelitian ini. Pola konsumsi masyarakat Indonesia menunjukkan perkembangan ke arah yang benar, yang sesuai dengan Hukum Engel, bahwa semakin sejahtera suatu rumah tangga/masyarakat/bangsa maka semakin kecil proporsi pengeluaran konsumsi untuk makanan. Perkembangan konsumsi rumah tangga untuk makanan menunjukkan tren menurun, sehingga mendukung pembangunan manusia.
80
4.5.2. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga untuk Bukan Makanan (PRB) Koefisien regresi PRB sama dengan 1,2774. Artinya, bilamana terjadi peningkatan PRB sebesar 1 juta rupiah maka pembangunan manusia (IPM) akan meningkat 1,2774 satuan. Demikian pula sebaliknya, jika PRB turun 1 juta rupiah maka IPM akan turun sebesar 1,2774 satuan. Pengaruh PRB terhadap IPM ini signifikan pada tingkat kepecayaan 99,99 persen. Pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan berpengaruh positif terhadap pembangunan manusia di Indonesia. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Perkembangan proporsi pengeluaran konsumsi masyarakat untuk bukan makanan menunjukkan tren meningkat. Masyarakat sudah menyadari akan pentingnya mengedepankan pengeluaran konsumsi bukan makanan yang notabene termasuk di dalamnya pendidikan dan kesehatan karena pendidikan dan kesehatan yang baik membuka peluang lebih besar bagi pendapatan yang lebih baik pula.
4.5.3. Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan (PPD) Koefisien regresi variabel pengeluaran pemerintah untuk pendidikan (PPD) adalah 26,6791. Ini adalah nilai koefisien terbesar dari antara variabel-variabel bebas dalam model. Koefisien PPD sama dengan 26,6791 berarti bilamana PPD meningkat 1 juta rupiah, maka pembangunan manusia (IPM) akan meningkat pula sebesar 26,6791 satuan. Pengaruh PPD terhadap IPM ini signifikan pada tingkat kepercayaan 99,99
persen.
Variabel
PPD
berpengaruh
positif
terhadap
perkembangan
pembangunan manusia. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis penelitian.
81
Dengan hasil estimasi sedemikian, makin jelas bahwa pembangunan manusia di Indonesia sangat ditentukan oleh pemerintah. Nilai koefisien PPD yang relatif besar menunjukkan bahwa pengaruh PPD terhadap pembangunan manusia adalah besar. Diharapkan pemerintah berani untuk segera merealisasikan anggaran pendidikan 20 persen karena hasil estimasi ini menunjukkan bahwa pengaruh pengeluaran pemerintah untuk pendidikan terhadap pembangunan manusia adalah empat kali lipat lebih. Begitu besarnya pengaruh PPD ini, masalah pembangunan manusia akan dapat terselesaikan hanya dengan melakukan pumping up terhadap variabel ini.
4.5.4. Rasio Penduduk Miskin (RPM) Koefisien regresi variabel RPM adalah -0,2140. Berarti tiap peningkatan RPM sebesar 100 persen maka pembangunan manusia (IPM) akan turun 21,40 satuan. Sebaliknya, jika RPM turun sebesar 100 persen maka IPM akan meningkat 21,40 satuan. Pengaruh variabel RPM terhadap IPM signifikan pada tingkat kepercayaan 99,99 persen. Benar adanya bahwa semakin tinggi populasi penduduk miskin akan menekan tingkat pembangunan manusia, sebab penduduk miskin memiliki daya beli yang rendah. Daya beli masyarakat merupakan salah satu indikator komposit indeks pembangunan manusia. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Data dan fakta menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia sulit dientaskan. Tambah lagi kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah masih mengutamakan pertumbuhan ekonomi, bukan pemerataan. Seperti telah dibahas
82
sebelumnya bahwa jumlah penduduk yang hampir miskin lebih dari 50 persen populasi penduduk (Tabel 1), dan kategori penduduk hampir miskin ini sangat gampang menjadi miskin akibat perekonomian yang tidak kondusif. Dalam hal ini campur tangan pemerintah sangat menentukan karena hampir tidak mungkin bagi penduduk miskin ini untuk meningkatkan kesejahteraannya dengan mengandalkan kemampuannya sendiri. Ini tanggung jawab Negara; UUD 1945 pasal 34 yang berbunyi: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
4.5.5. Krisis Ekonomi Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel dummy (D) menunjukkan pengaruh yang signifikan pada tingkat kepercayaan 97,57 persen. Koefisien regresinya bertanda negatif menunjukkan bahwa kondisi krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia. Penjelasannya, pada masa krisis ekonomi laju inflasi meningkat tajam (pada saat yang sama tingkat pendapatan tetap atau bahkan menurun), akibatnya daya beli masyarakat menurun, dan akhirnya kesejahteraan masyarakat menurun. Jumlah penduduk miskin bertambah, pengeluaran konsumsi rumah tangga diutamakan untuk membeli makanan, proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan dan kesehatan berkurang, dan pada akhirnya masyarakat menjadi bodoh dan tingkat kematian tinggi. Kesimpulan, krisis ekonomi sangat berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia.
83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
1. Berdasarkan nilai koefisien determinasi pada hasil estimasi sebesar 0,88, maka variabel pembangunan manusia di Indonesia mampu dijelaskan oleh variabelvariabel pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan, pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan, rasio penduduk miskin, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan dummy (proksi krisis ekonomi) sebesar 88 persen. Selebihnya yang 12 persen dijelaskan oleh variabel-varibel lain di luar model yang digunakan. 2. Variabel-variabel yang digunakan menjelaskan variabel pembangunan manusia menunjukkan arah pengaruh yang sesuai dengan hipotesis. Pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan berpengaruh negatif, pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan berpengaruh positif, rasio penduduk miskin berpengaruh negatif, dan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan berpengaruh positif terhadap pembangunan manusia. 3. Memperbandingkan besarnya nilai koefisien variabel-variabel yang menjelaskan variabel pembangunan manusia, maka variabel rasio penduduk miskin adalah yang terbesar, diikuti berturut-turut oleh variabel pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan, dan terkecil variabel pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan.
84
4. Krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia secara signifikan.
5.2.
Saran
1. Sudah saatnya pembangunan tidak lagi diletakkan pada kekuatan sumber daya alam (natural resources based), tetapi pada kekuatan sumber daya manusia (human resource based). Caranya adalah dengan meletakkan prioritas pembangunan
kepada
pembangunan
manusia,
karena
pada
akhirnya
pembangunan manusia yang berhasil akan bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. 2. Diharapkan pemerintah agar berani merealisasikan anggaran pendidikan 20 persen sesuai Undang-Undang No. 23 Tahun 2003, karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi pengeluaran pemerintah untuk pendidikan sangat besar bagi pembangunan manusia di Indonesia. 3. Agar semakin banyak lagi penelitian-penelitian yang digelar yang bertema pembangunan manusia, sehingga semakin banyak solusi yang dapat diperoleh untuk meningkatkan kinerja pembangunan manusia di Indonesia. Diharapkan seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki lembaga/badan demografi yang mengkhususkan perhatiannya pada pembangunan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Mewa dan T.B. Purwantini, 2006. Analisis Konsumsi Pangan Rumah Tangga Pasca Krisis Ekonomi di Propinsi Jabar. SOCA (Socio-Economic of Agriculturre and Agribusiness) – Volume 6 No. 1. BPS, 1998. PDRB Propinsi-Propinsi Menurut Penggunaan 1994-1997. Jakarta: BPSStatistics Indonesia. ____, 2002. PRDB Propinsi-Propinsi Menurut Penggunaan 1998-2001. Jakarta: BPSStatistics Indonesia. ____, 2005. PDRB Propinsi-Propinsi Menurut Penggunaan 2000-2004. Jakarta: BPSStatistics Indonesia. ____, 2006. PDRB Propinsi-Propinsi Menurut Penggunaan 2000-2004. Jakarta: BPSStatistics Indonesia. ____, 2008. Trends of the Selected Socio-Economic Indicators of Indonesia. Jakarta: BPS-Statistics Indonesia. BPS-Bappenas-UNDP, 2001. Indonesia Human Development Report 2001. Towards a New Consensus: Democracy and Human Development in Indonesia. Jakarta: BPS-Statistics Indonesia, Bappenas dan UNDP Indonesia. __________________, 2004. National Human Development Report 2004. The Economics of Democracy: Finanncing Human Development in Indonesia. Jakarta: BPS-Statistics Indonesia, Bappenas dan UNDP Indonesia. Brata, Aloysius Gunadi, 2004. Analisis Hubungan Imbal Balik Antara Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Daerah Tingkat II di Indonesia. Yogyakarta: Lembaga Penelitian – Universitas Atma Jaya. Brata, Aloysius Gunadi, 2005. Investasi Sektor Publik Lokal, Pembangunan Manusia, dan Kemiskinan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian – Universitas Atma Jaya. Costantini, Valeria and S. Monni, 2006. Environment, Human Development and Economic Growth. FEEM Working Paper No. 35, 2006. Milano: Fondazione Eni Enrico Mattei (FEEM). Diakses dari: http://papers.ssrn .com/sol3/papers.cfm?abstract_id=888775&rec=1&srcabs=487469, 11/9/ 2007 8:51 AM. 85
86
Depdiknas, 2007. Pembangunan Manusia Indonesia. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi DIY. Diakses dari: http://lpmpjogja.diknas.go.id/ index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=197, 7/18/2008 12:39 PM. Dinas Kesehatan Propinsi D.I.Y., 2005. Profil Kesehatan Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2005. Yogyakarta: Dinkes Prop. DIY. Gujarati, Damodar, 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Greene, William H., 2000. Econometric Analysis. New Jersey: Prentice-Hall. Jammal, Yahya dan W. Hartanto, 2003. Benchmarking Data Kesehatan dan Pendidikan Susenas. Laporan #69 Paper Statistik #17. Statistical Assistance to the Government of Indonesia (STAT) Project. Lanjouw, P., M. Pradhan, F. Saadah, H. Sayed, R. Sparrow, 2001. Poverty, Education and Health in Indonesia: Who Benefits from Public Spending?. World Bank Working Paper No. 2739. Washington D.C.: World Bank. Diakses dari: http:// papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=6344 51&rec=1&srcabs=447165, 6/22/2007 2:41 PM. Nicholson, Walter, 1992. Microeconomic Theory: Basic Principles and Extensions. Orlando: Dryden Press. Noorbakhsh, Farhad, 1999. Standards of Living, Human Development Indices and Structural Adjustments in Developing Countries: an Empirical Investigation. Journal of International Development. Glasgow: John Wiley & Sons. Pradhan, Menno, 1998. Enrolment and Delayed Enrolment of Secondary School Age Children in Indonesia. Oxford Bulletin of Economics and Statistics, Vol 60, No 4. Rachman, H.P.S., 2008. Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Indonesia: Permasalahan dan Implikasi untuk Kebijakan dan Program. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 6 No. 2 Juni 2008. Ranis, Gustav and Stewart, Frances, 2002. Economic Growth and Human Development in Latin America. Cepal No. 78. The UN Economic Commission for Latin America and the Caribbean (ECLAC). Diakses dari: http://www.eclac.org/publicaciones/xml/2/19952/lcg2187i-Ranis.pdf 12/11/2007 4:57 PM.
87
Ranis, Gustav and Stewart, Frances, 2005. Dynamic Links between the Economy and Human Development. DESA Working Paper No. 8. Washington D.C.: World Bank. Skoufias, Emmanuel, 1999. Parental Education and Child Nutrition in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol 35, April 1999. Suryana, A., 2004. Ketahanan Pangan di Indonesia. Makalah pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei. LIPI. UNDP, 1990. Human Development Report 1990. New York: Oxford University Press. _____, 1995. Human Development Report 1995. New York: Oxford University Press. _____, 2007. Human Development Report 2007/2008. New York: Palgrave Macmillan. World Bank, 1990. Indonesia: Strategy for a Sustained Reduction in Poverty. A World Bank Country Study. Report No. 10009. Diakses dari: http://www-wds. worldbank.org/external/default/WDSContentServer/WD SP/IB/1999/09/10/000178830_98101910591948/Rendered/PDF/multi_page.pdf , 6/22/2007 3:11 PM Yuliarmi, Ni Nyoman, 2008. Pengaruh Konsumsi Rumah Tangga, Investasi dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali. Buletin Studi Ekonomi Volume 13 Nomor 2 Tahun 2008.
88
_SUMBAR
_Riau
C op yr
_Jambi
_SUMSEL
_Bengkulu
_Lampung
PRB
PPD
RPM
D
1,16089 1,00216 0,55430 1,04379 0,74997 1,50304 1,08766 1,20444 1,60174 1,76861 1,78883 1,77702 0,98856 1,00403 1,44892 1,56244 1,46435 1,70999 1,09959 0,90612 0,91500 2,29014 2,36592 2,57785 0,69240 0,66936 0,72825 1,41038 1,47072 1,64885 1,17139 1,01044 1,25304 1,85180 1,69178 2,03911 0,70958 0,78954 0,64132 1,08141 1,10623 1,23693 0,56729 0,80410 0,79527 1,00998 1,12304 1,11063
0,00158 0,00459 0,01251 0,07125 0,06300 0,06454 0,00120 0,00160 0,00233 0,04365 0,04000 0,06027 0,00065 0,00167 0,00352 0,04040 0,03751 0,05459 0,00247 0,00402 0,01335 0,09861 0,08888 0,12228 0,00188 0,00265 0,00211 0,02650 0,02418 0,03575 0,00034 0,00092 0,00154 0,04732 0,04009 0,05767 0,00138 0,00093 0,00135 0,02492 0,02231 0,03422 0,00075 0,00090 0,00418 0,02826 0,02672 0,03789
12,70 14,75 29,83 29,76 28,69 28,70 13,20 16,74 15,84 15,89 14,68 14,31 9,80 13,24 11,57 11,24 10,89 11,61 12,60 14,00 13,61 13,52 12,51 10,48 14,80 26,64 13,18 12,74 11,88 10,00 15,90 23,53 22,32 21,54 21,01 18,17 16,70 19,79 22,70 22,69 22,18 20,90 25,60 29,11 24,05 22,63 21,42 22,64
0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
A
PRM
2,16830 2,56424 1,58667 1,25480 2,41593 1,73000 1,78443 2,59866 2,04182 2,12615 2,23811 2,51531 1,62116 2,23373 1,93851 1,87831 2,11897 1,96820 1,69479 2,06770 4,88922 2,75311 2,98765 2,96710 1,25802 1,65724 2,05643 1,69550 1,98315 1,89783 1,99025 2,39746 2,20212 2,22615 2,49755 2,34702 1,13877 1,63014 1,37009 1,30003 1,44196 1,42371 0,96345 1,78227 1,49170 1,21415 1,23515 1,27833
H AR IS M
_SUMUT
IPM
69,4 65,3 66,0 68,7 69,0 69,4 70,5 66,6 68,8 71,4 72,0 72,5 69,2 65,8 67,5 70,5 71,2 71,6 70,6 67,3 69,1 72,2 73,6 73,8 69,3 65,4 67,1 70,1 71,0 71,3 68,0 63,9 66,0 69,6 70,2 71,1 68,4 64,8 66,2 69,9 71,1 71,3 67,6 63,0 65,8 68,4 68,8 69,4
C
_NAD
Year
1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006
by
Provinsi
Data Penelitian
ig ht
Lampiran 1.
89
Provinsi
_DKI
_JABAR
_JATENG
_DIY
_JATIM
_Bali
_NTB
_NTT
Year
IPM
PRM
PRB
PPD
RPM
D
1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006
76,1 72,5 75,6 75,8 76,1 76,3 68,2 64,6 65,8 69,1 69,9 70,3 67,0 64,6 66,3 68,9 69,8 70,3 71,8 68,7 70,8 72,9 73,5 73,7 65,5 61,8 64,1 66,8 68,4 69,2 70,1 65,7 67,5 69,1 69,8 70,1 56,7 54,2 57,8 60,6 62,4 63,0 60,9 60,4 60,3 62,7 63,6 64,8
3,59988 4,71058 6,04316 8,44179 6,18886 9,38968 1,76692 1,81229 2,18829 2,14734 2,05244 2,23817 1,26686 1,33049 1,46674 1,47531 1,52173 1,61151 1,00968 1,36859 1,20056 1,31183 0,94205 1,25686 1,61180 2,12100 2,37164 2,49250 2,49549 2,65099 1,75395 1,53639 1,58677 1,70373 1,41070 1,75450 0,88514 1,03826 0,98991 0,88668 0,98418 0,92759 0,78241 0,89080 0,99181 0,90122 1,06739 0,99463
5,93623 5,48107 8,86660 7,02219 10,21847 8,15785 1,56375 1,15722 1,51075 1,78623 2,01810 1,94455 0,91212 0,74289 1,00695 1,22722 1,36994 1,40010 1,16168 1,10446 1,18105 1,09123 1,40541 1,09197 1,30654 1,20553 1,94782 2,07335 2,42169 2,30320 1,73095 1,07031 1,52773 1,41722 1,81144 1,52432 0,46560 0,43278 0,46789 0,73758 0,67545 0,80590 0,39150 0,37851 0,48226 0,74967 0,64401 0,86415
0,01658 0,00769 0,03487 0,21247 0,20412 0,30449 0,00109 0,00061 0,00181 0,04050 0,03502 0,04945 0,00092 0,00099 0,00156 0,02636 0,02457 0,03503 0,00181 0,00155 0,00075 0,03305 0,03027 0,04319 0,00121 0,00096 0,00240 0,04244 0,04040 0,05981 0,00325 0,00232 0,00513 0,03642 0,03479 0,05370 0,00108 0,00173 0,00258 0,02218 0,01928 0,02791 0,00143 0,00290 0,00307 0,01501 0,01376 0,02025
2,40 3,99 3,42 3,42 3,61 4,52 11,10 19,78 13,38 12,90 13,06 12,05 21,60 28,46 23,06 21,78 20,49 20,17 18,40 26,10 20,14 19,86 18,95 20,32 22,10 29,47 21,91 20,93 19,95 20,23 7,80 8,53 6,89 7,34 6,72 6,10 32,00 33,00 27,76 26,34 25,92 23,04 38,90 46,73 30,74 28,63 28,19 27,99
0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
90
Provinsi
_KALBAR
_KALTENG
_KALSEL
_KALTIM
_SULUT
_SULTENG
_SULSEL
_SULTRA
year
IPM
PRM
PRB
1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006 1996 1999 2002 2004 2005 2006
63,6 60,6 62,9 65,4 66,2 67,1 71,3 66,7 69,1 71,7 73,2 73,4 66,3 62,2 65,3 66,7 67,4 67,7 71,4 67,8 70,0 72,2 72,9 73,3 71,8 67,1 71,3 73,4 74,2 74,4 66,4 62,8 64,4 67,3 68,5 68,8 66,0 63,6 65,3 67,8 68,1 68,8 66,2 62,9 64,1 66,7 67,5 67,8
1,86763 1,98147 1,73376 1,60201 1,90343 1,66275 3,08602 2,66185 2,25967 1,96904 2,33549 2,00262 1,25807 2,14769 1,93196 1,65875 1,83013 1,65182 4,05626 4,61134 2,72591 2,61763 2,36963 2,55292 1,01938 1,39544 1,56332 1,42495 1,48378 1,43944 1,15714 1,55615 1,53529 1,37592 1,59662 1,64802 1,16962 1,47464 1,48663 1,29517 1,46860 1,48424 0,92390 1,26279 1,24897 0,71469 0,75279 0,74376
0,89677 0,79214 0,92620 1,33261 1,13149 1,44461 1,38712 0,95676 0,97269 1,63792 1,28310 1,73989 0,71661 0,95636 1,03393 1,37981 1,22117 1,43512 3,57546 2,80597 2,09009 2,17744 2,40956 2,21800 0,77310 0,71502 1,03398 1,18532 1,19378 1,25060 0,74418 0,80058 0,89050 1,14454 1,16882 1,43181 0,82564 0,81340 0,89873 1,07737 1,17699 1,28952 0,57302 0,62677 0,69682 0,59451 0,61134 0,64619
PPD
0,00220 0,00245 0,00150 0,03791 0,03633 0,05531 0,00392 0,00468 0,00369 0,04618 0,04412 0,06519 0,00075 0,00490 0,00961 0,04867 0,04656 0,07153 0,00496 0,00622 0,00932 0,20177 0,15463 0,22398 0,00138 0,00046 0,00235 0,03913 0,03660 0,05516 0,00196 0,00282 0,00095 0,02904 0,02925 0,04814 0,00088 0,00176 0,00144 0,02828 0,02946 0,04350 0,00104 0,00341 0,00129 0,01483 0,01299 0,01935
RPM
D
24,20 26,17 15,46 14,79 14,24 15,50 13,50 15,06 11,88 11,37 10,73 9,17 8,50 14,37 8,51 8,16 7,23 7,66 9,70 20,16 12,20 12,15 10,57 12,55 17,90 18,19 11,22 9,01 9,34 14,51 22,30 28,69 24,89 23,04 21,80 23,67 16,70 18,32 15,88 15,85 14,98 13,99 29,20 29,51 24,22 22,84 21,45 22,89
0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
91
Provinsi
year
IPM
PRM
PRB
1996 68,2 1,35411 0,93517 1999 67,2 0,67948 0,39141 _Maluku 2002 66,5 1,18670 0,69965 2004 69,0 0,99971 0,83159 2005 69,2 1,16411 0,70176 2006 69,7 1,02039 0,88652 1996 60,2 2,75965 1,91614 1999 58,8 3,47055 1,77039 _Papua 2002 60,1 2,92474 1,75410 2004 60,9 2,58363 2,14916 2005 62,1 2,94247 2,06146 2006 62,8 2,79880 2,43163 Sumber: BPS, UNDP, beberapa publikasi, diolah kembali
PPD
0,00140 0,00059 0,00222 0,01720 0,01671 0,02566 0,01010 0,01182 0,08033 0,05126 0,05427 0,05116
RPM
D
44,60 46,14 34,78 32,85 32,28 30,12 42,30 54,75 41,80 39,03 40,83 39,26
0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
92
Lampiran 2.
Hasil Estimasi: Metode Efek Random (GLS)
Dependent Variable: IPM? Method: GLS (Variance Components) Date: 09/07/08 Time: 12:19 Sample: 1 6 Included observations: 6 Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156 Variable Coefficient Std, Error t-Statistic C 71,83047 0,949756 75,63046 PRM? -0,982955 0,231467 -4,246638 PRB? 1,277425 0,271473 4,705524 PPD? 26,67913 3,710989 7,189224 RPM? -0,214042 0,029372 -7,287205 D? -0,744782 0,327324 -2,275364 Random Effects _NAD--C 1,509330 _SUMUT--C 1,790527 _SUMBAR--C 0,093985 _RIAU--C 1,758967 _JAMBI--C 0,870008 _SUMSEL--C 0,909288 _BENGKULU--C 1,585725 _LAMPUNG--C 0,820331 _DKI--C -1,866753 _JABAR--C -0,942978 _JATENG--C 1,000130 _DIY--C 4,081175 _JATIM--C -1,184956 _BALI--C -1,799240 _NTB--C -5,971061 _NTT--C -1,901162 _KALBAR--C -3,057113 _KALTENG--C 2,050479 _KALSEL--C -3,686182 _KALTIM--C -0,006636 _SULUT--C 2,993455 _SULTENG--C -0,051356 _SULSEL--C -1,512923 _SULTRA--C -0,092022 _MALUKU--C 4,565661 _PAPUA--C -1,956679 GLS Transformed Regression R-squared 0,882118 Mean dependent var Adjusted R-squared 0,878189 S,D, dependent var S,E, of regression 1,425957 Sum squared resid Durbin-Watson stat 1,275451 Keterangan: Hasil Estimasi Menggunakan EViews 4.1
Prob, 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0243
67,80833 4,085663 305,0032
93
Lampiran 3.
Hasil Estimasi: Metode Efek Tetap
Dependent Variable: IPM? Method: Pooled Least Squares Date: 09/07/08 Time: 12:24 Sample: 1 6 Included observations: 6 Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156 Variable Coefficient Std, Error t-Statistic PRM? -0,947459 0,245101 -3,865590 PRB? 1,394177 0,308727 4,515882 PPD? 26,22378 3,821851 6,861540 RPM? -0,214138 0,033472 -6,397606 D? -0,770602 0,334096 -2,306529 Fixed Effects _NAD--C 73,26624 _SUMUT--C 73,48297 _SUMBAR--C 71,73337 _RIAU--C 73,42136 _JAMBI--C 72,58104 _SUMSEL--C 72,56183 _BENGKULU--C 73,36489 _LAMPUNG--C 72,56912 _DKI--C 68,83921 _JABAR--C 70,60838 _JATENG--C 72,72821 _DIY--C 75,96066 _JATIM--C 70,32308 _BALI--C 69,74296 _NTB--C 65,49900 _NTT--C 69,76543 _KALBAR--C 68,46959 _KALTENG--C 73,77489 _KALSEL--C 67,81029 _KALTIM--C 71,48260 _SULUT--C 74,83175 _SULTENG--C 71,63625 _SULSEL--C 70,10803 _SULTRA--C 71,65561 _MALUKU--C 76,52084 _PAPUA--C 69,48659 R-squared 0,898903 Mean dependent var Adjusted R-squared 0,874640 S,D, dependent var S,E, of regression 1,446580 Sum squared resid F-statistic 37,04788 Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) 0,000000 Keterangan: Hasil Estimasi Menggunakan EViews 4.1.
Prob, 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0227
67,80833 4,085663 261,5742 1,502628
94
Lampiran 4.
Hasil Uji Hausman
Matrix of Coefficient Covariance matrix Fixed Effect (CovFE) PRM? PRB? PPD? PRM? 6,01E-14 -1,68E-14 -1,60E-13 PRB? -1,68E-14 9,53E-14 -3,96E-13 PPD? -1,60E-13 -3,96E-13 1,46E-11 RPM? -1,27E-09 2,41E-09 1,33E-08 D? -9,80E-09 -5,75E-09 -3,22E-07
RPM? -1,27E-09 2,41E-09 1,33E-08 0,0011203 -0,000697
D? -9,80E-09 -5,75E-09 -3,22E-07 -0,000697 0,1116202
Matrix of Coefficient Covariance matrix Random Effect (CovRE) C PRM? PRB? PPD? C 0,9020361 -4,54E-08 -9,67E-08 3,93E-07 PRM? -4,54E-08 5,36E-14 -2,29E-14 -1,23E-13 PRB? -9,67E-08 -2,29E-14 7,37E-14 -3,13E-13 PPD? 3,93E-07 -1,23E-13 -3,13E-13 1,38E-11 RPM? -0,0181816 -7,98E-10 2,16E-09 9,28E-09 D? -0,0510048 -7,44E-09 -1,08E-09 -3,28E-07
RPM? -0,0181816 -7,98E-10 2,16E-09 9,28E-09 0,0008627 -0,000639
D? -0,0510048 -7,44E-09 -1,08E-09 -3,28E-07 -0,000639 0,1071412
1,82E-02 3,21E-09 1,11E-08 1,12E-03 -1,56E-03
5,10E-02 1,69E-09 -3,21E-07 -6,97E-04 1,12E-01
Matrix of CovFE – CovRE 4,54E-08 -7,04E-14 -1,37E-13 -1,27E-09 -9,00E-09
9,67E-08 1,18E-13 -4,70E-13 2,41E-09 -7,92E-09
-3,93E-07 -2,74E-13 1,49E-11 1,33E-08 -3,32E-07
-9,562E-05
-0,0258203
Matrix of Coefficient Fixed Effect (bFE) -9,47E-07 1,39E-06 2,62E-05 -0,21413775 -0,77060227 Matrix of Coefficient Random Effect (bRE) -9,83E-07 1,28E-06 2,67E-05 -0,21404212 -0,74478193 (bFE - bRE)' = A 3,54962E-08 1,168E-07
-4,554E-07
95
Lampiran 4.
Lanjutan
1/Det x Matriks transpose = Invers Matriks dari Coeff Covariance Matrix = B 1,74E+07 9,049E+12 -1,791E+11 -34810752 7193043,2 -1,05E+07 1,032E+13 -1,933E+11 -219300,32 -4183412,1 3,71E+05 -3,583E+11 8,971E+10 3637764,7 -70457,877 7,68917576 558818,27 478662,4 750,51822 -5,6072448 -2,09117557 -1026814,3 -121637,68 -26,716049 8,0195129 bFE - bRE = C 3,54962E-08 1,16752E-07 -4,5535E-07 -9,562E-05 -0,02582034 AxB -0,7180749 AxBxC 0,2414454
1715961,3
-66676,367
Nilai Hausman-hitung
-2,2996631
-0,4075423
96
Lampiran 5.
Penghitungan Invers Matriks Koefisien Kovarian = Matriks B
97
Lampiran 5.
Lanjutan
98
Lampiran 6.
Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PRM
Dependent Variable: PRM? Method: GLS (Variance Components) Date: 09/07/08 Time: 12:26 Sample: 1 6 Included observations: 6 Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156 Variable Coefficient Std, Error t-Statistic C 0,790107 0,207357 3,810365 PRB? 0,657154 0,056377 11,65641 PPD? 2,346400 1,400525 1,675371 RPM? 0,002723 0,006818 0,399350 D? 0,080635 0,128785 0,626116 Random Effects _NAD--C 0,145652 _SUMUT--C 0,126965 _SUMBAR--C 0,061797 _RIAU--C 0,386080 _JAMBI--C 0,050174 _SUMSEL--C 0,161734 _BENGKULU--C -0,087718 _LAMPUNG--C -0,115286 _DKI--C 0,111831 _JABAR--C -0,001914 _JATENG--C -0,120743 _DIY--C -0,277209 _JATIM--C 0,041432 _BALI--C -0,152590 _NTB--C -0,204964 _NTT--C -0,211847 _KALBAR--C 0,059365 _KALTENG--C 0,282723 _KALSEL--C 0,027777 _KALTIM--C 0,180361 _SULUT--C -0,118134 _SULTENG--C -0,084023 _SULSEL--C -0,107453 _SULTRA--C -0,211073 _MALUKU--C -0,204183 _PAPUA--C 0,261246 GLS Transformed Regression R-squared 0,778887 Mean dependent var Adjusted R-squared 0,773030 S,D, dependent var S,E, of regression 0,569557 Sum squared resid Durbin-Watson stat 2,207899 Keterangan: Hasil Estimasi Menggunakan EViews 4.1
Prob, 0,0002 0,0000 0,0959 0,6902 0,5322
1,957538 1,195510 48,98372
99
Lampiran 7.
Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PRB
Dependent Variable: PRB? Method: GLS (Variance Components) Date: 09/07/08 Time: 12:27 Sample: 1 6 Included observations: 6 Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156 Variable Coefficient Std, Error t-Statistic C 1,013292 0,239372 4,233134 PRM? 0,486870 0,064794 7,514150 PPD? 4,463668 1,202382 3,712354 RPM? -0,029235 0,008038 -3,636969 D? -0,048740 0,111929 -0,435450 Random Effects _NAD--C -0,323005 _SUMUT--C -0,156107 _SUMBAR--C -0,284101 _RIAU--C -0,477011 _JAMBI--C -0,306250 _SUMSEL--C -0,077924 _BENGKULU--C -0,147727 _LAMPUNG--C -0,069821 _DKI--C 2,597436 _JABAR--C 0,004784 _JATENG--C 0,023357 _DIY--C 0,123830 _JATIM--C 0,284983 _BALI--C -0,118671 _NTB--C -0,064167 _NTT--C 0,079946 _KALBAR--C -0,273287 _KALTENG--C -0,493869 _KALSEL--C -0,484721 _KALTIM--C -0,028264 _SULUT--C -0,283402 _SULTENG--C -0,035928 _SULSEL--C -0,213641 _SULTRA--C -0,097123 _MALUKU--C 0,235744 _PAPUA--C 0,584940 GLS Transformed Regression R-squared 0,877247 Mean dependent var Adjusted R-squared 0,873995 S,D, dependent var S,E, of regression 0,490933 Sum squared resid Durbin-Watson stat 2,444700 Keterangan: Hasil Estimasi Menggunakan EViews 4.1.
Prob, 0,0000 0,0000 0,0003 0,0004 0,6639
1,488423 1,383021 36,39326
100
Lampiran 8.
Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PPD
Dependent Variable: PPD? Method: GLS (Variance Components) Date: 09/07/08 Time: 12:27 Sample: 1 6 Included observations: 6 Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156 Variable Coefficient Std, Error t-Statistic C -0,025355 0,009977 -2,541402 PRM? 0,010248 0,004291 2,388469 PRB? 0,011128 0,003733 2,980817 RPM? -0,000189 0,000275 -0,688089 D? 0,026250 0,007472 3,513235 Random Effects _NAD--C -0,004619 _SUMUT--C 0,003053 _SUMBAR--C 0,002312 _RIAU--C -0,004352 _JAMBI--C 0,002992 _SUMSEL--C 0,002844 _BENGKULU--C 0,001023 _LAMPUNG--C -0,000308 _DKI--C 0,005669 _JABAR--C 0,004185 _JATENG--C 0,001589 _DIY--C -0,000232 _JATIM--C 0,004263 _BALI--C 0,002129 _NTB--C -0,001702 _NTT--C -0,001093 _KALBAR--C 0,000313 _KALTENG--C 0,001953 _KALSEL--C -0,001809 _KALTIM--C -0,015999 _SULUT--C -0,001018 _SULTENG--C -3,98E-05 _SULSEL--C 0,000543 _SULTRA--C -0,000152 _MALUKU--C -0,000663 _PAPUA--C -0,000881 GLS Transformed Regression R-squared 0,427986 Mean dependent var Adjusted R-squared 0,412834 S,D, dependent var S,E, of regression 0,034601 Sum squared resid Durbin-Watson stat 0,978625 Keterangan: Hasil Estimasi Menggunakan EViews 4.1
Prob, 0,0120 0,0182 0,0034 0,4925 0,0006
0,029466 0,045155 0,180781
101
Lampiran 9.
Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: RPM
Dependent Variable: RPM? Method: GLS (Variance Components) Date: 09/07/08 Time: 12:28 Sample: 1 6 Included observations: 6 Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156 Variable Coefficient Std, Error t-Statistic C 20,87568 2,204079 9,471382 PRM? 0,978835 0,620961 1,576321 PRB? -2,419943 0,723013 -3,347023 PPD? -10,99126 9,922574 -1,107703 D? 0,710083 0,874738 0,811767 Random Effects _NAD--C 3,408890 _SUMUT--C -4,394409 _SUMBAR--C -8,184262 _RIAU--C -6,605249 _JAMBI--C -5,307176 _SUMSEL--C 0,604546 _BENGKULU--C 0,392494 _LAMPUNG--C 3,720525 _DKI--C -4,181887 _JABAR--C -5,318579 _JATENG--C 2,482498 _DIY--C 1,012769 _JATIM--C 3,424641 _BALI--C -11,55197 _NTB--C 6,973970 _NTT--C 12,27664 _KALBAR--C -1,888687 _KALTENG--C -8,071825 _KALSEL--C -10,71451 _KALTIM--C -4,271198 _SULUT--C -6,529752 _SULTENG--C 3,731307 _SULSEL--C -4,105835 _SULTRA--C 4,109067 _MALUKU--C 15,69820 _PAPUA--C 23,28979 GLS Transformed Regression R-squared 0,849521 Mean dependent var Adjusted R-squared 0,845535 S,D, dependent var S,E, of regression 3,812948 Sum squared resid Durbin-Watson stat 1,307895 Keterangan: Hasil Estimasi Menggunakan EViews 4.1.
Prob, 0,0000 0,1170 0,0010 0,2698 0,4182
19,45776 9,701651 2195,325
102
Lampiran 10. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: D
Dependent Variable: D? Method: GLS (Variance Components) Date: 09/07/08 Time: 12:29 Sample: 1 6 Included observations: 6 Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156 Variable Coefficient Std, Error t-Statistic C 0,833333 6,43E-15 1,30E+14 PRM? -2,73E-14 5,35E-15 -5,101934 PRB? 5,85E-15 3,70E-15 1,578946 PPD? 3,44E-13 1,38E-13 2,484772 RPM? -1,68E-15 1,82E-16 -9,210543 Random Effects _NAD--C -1,31E+13 _SUMUT--C 1,33E+13 _SUMBAR--C 5,70E+13 _RIAU--C 9,38E+11 _JAMBI--C 4,03E+13 _SUMSEL--C -2,72E+13 _BENGKULU--C 3,55E+13 _LAMPUNG--C 2,22E+13 _DKI--C -7,31E+13 _JABAR--C 3,92E+13 _JATENG--C 2,32E+13 _DIY--C 6,84E+13 _JATIM--C -3,32E+13 _BALI--C 1,20E+14 _NTB--C 2,52E+13 _NTT--C -1,24E+13 _KALBAR--C 2,36E+13 _KALTENG--C 1,54E+13 _KALSEL--C 9,77E+13 _KALTIM--C 5,04E+13 _SULUT--C 9,52E+13 _SULTENG--C 1,36E+13 _SULSEL--C 7,12E+13 _SULTRA--C 4,10E+13 _MALUKU--C -4,13E+13 _PAPUA--C -2,00E+14 GLS Transformed Regression R-squared -7,839410 Mean dependent var Adjusted R-squared -8,073567 S,D, dependent var S,E, of regression 1,126210 Sum squared resid Durbin-Watson stat 0,161663 Keterangan: Hasil Estimasi Menggunakan EViews 4.1.
Prob, 0,0000 0,0000 0,1164 0,0141 0,0000
0,833333 0,373878 191,5206
103
Lampiran 11. Regresi Uji Heterokedasitas
Dependent Variable: IPM? Method: Pooled Least Squares Date: 09/07/08 Time: 12:36 Sample: 1 6 Included observations: 6 Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156 Variable Coefficient Std, Error t-Statistic C 72,24274 0,889787 81,19102 PRM? -0,904895 0,371020 -2,438939 PRB? 0,948127 0,333613 2,841998 PPD? 27,68824 6,741130 4,107360 RPM? -0,220493 0,025437 -8,668240 D? -0,719771 0,632399 -1,138161 R-squared 0,542792 Mean dependent var Adjusted R-squared 0,527551 S,D, dependent var S,E, of regression 2,808276 Sum squared resid F-statistic 35,61561 Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) 0,000000 Keterangan: Hasil Estimasi Menggunakan EViews 4.1
Dependent Variable: IPM? Method: Pooled Least Squares Date: 09/07/08 Time: 12:37 Sample: 1 6 Included observations: 6 Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable Coefficient Std, Error t-Statistic C 72,24274 0,763062 94,67482 PRM? -0,904895 0,390580 -2,316800 PRB? 0,948127 0,360895 2,627156 PPD? 27,68824 4,661527 5,939737 RPM? -0,220493 0,029336 -7,516238 D? -0,719771 0,635890 -1,131911 R-squared 0,542792 Mean dependent var Adjusted R-squared 0,527551 S,D, dependent var S,E, of regression 2,808276 Sum squared resid F-statistic 35,61561 Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) 0,000000 Keterangan: Hasil Estimasi Menggunakan EViews 4.1
Prob, 0,0000 0,0159 0,0051 0,0001 0,0000 0,2569 67,80833 4,085663 1182,962 0,312828
Prob, 0,0000 0,0219 0,0095 0,0000 0,0000 0,2595 67,80833 4,085663 1182,962 0,312828