Kabupaten JAnalisis u r n aIndeks l E K Pembangunan O N O M I K A Manusia INDON E S I A Aceh Utara Volume 1, Nomor 1, Juni 2012 Hal. 101-119
ISSN: 2338-4123
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Utara
This reasearch aims to identify Human Development problems and its current issues at North Aceh District, especially in the field of Education, Health and Economy, and also setting up North Aceh District’s Human Development Index, which are consists of Life Expectancy, Literacy Ratio, the average length of school and real expenditure per capita (The Purchasing Power). The source of data, that is required in this research, are primary and secondary data. Primary data were collected using a Questionnaire that had been prepared before. These data contain of Life expectancy and infant mortality (health), The Literacy Ratio, and the average length of school (education) and moreover people’s purchasing power (income). Meanwhile, the secondary data are Labour Force, GDRP (Gross Domestic Regional Product), income per capita, and other supporting data from various institution in north Aceh district. The value of the North Aceh District’s Human Development Index (HDI) is based on three indicators such as health, education, and economy (income). We found an index value relatively please in 2007 (at 70,35). Moreover, The value of the North Aceh District’s Human Development Index (HDI) in 2008 was 7,48. In education’s Field , the index achievement of Literacy ratio and length of school’s indicators are still not ideal. The Literacy ratio of North Aceh District reached 96,11 percent. For health indicator, The Life Expectancy for North Acehs people/society get up to 69,57 years. In terms of income indicator, it can be declared that overall the society’s economic condition in almost all of investigated sub-district are still relatively satisfy. The result shows that the North Aceh District real adjusted expenditure per capita is 660.000 Rupiah per month. The increasing the number of education’s baudget, especially in order to the accomplishment of the nine years compulsory education level (primary and junior high school). Improving quality service , through the provision of the quality drugs and also provided them in the suffecient number, and accompanied by improvement in expired equipment. Improving the quantity and quality of infrastucture and facilities, need to build a training centre, especially in all of the sub-district that have the potential of bussiness development. To ensure the market for marketing agricultural and industrial products (small industries as well as hanycraft industries/ household industries), including establishing the marketing guarantee institution in great prospects area / sub-district.
Yeni Irawan Dosen pada Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri, Lhokseumawe
Keywords : Human development index, education index, health, income
Volume 1, Nomor 1, Juni 2012
101
Yeni Irawan
Latar Belakang Kemajuan pembangunan suatu negara atau daerah, salah satunya sangat ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusianya (human resources) yang berperan sebagai motor penggerak pembangunan. Dalam hal ini, keterkaitan antara pembangunan dan manusia (SDM) merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dan harus berjalan selaras. Oleh karena itu, potensi SDM harus ditingkatkan kualitasnya, baik pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi melalui kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Dengan kualitas SDM yang tinggi, kesejahteraan akan meningkat dan perannya akan optimal. Berpijak pada pengalaman negara maju, misalnya, Negara Jepang, keberhasilannya dalam pembangunan dan penguasaan teknologi tidak terlepas dari komitmen yang tinggi pemerintah negara tersebut untuk meningkatkan kualitas SDM-nya, dalam bentuk pengetahuan yang tinggi, terampil, dan profesional. Pembangunan SDM di negeri Sakura ini telah dimulai pasca berakhirnya Perang Dunia II, hingga saat ini. Tidak mengherankan, jika Jepang sangat maju dalam penguasaan teknologi dan pengembangan industri. Tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakatnya juga terus meningkat. Secara umum, pembangunan SDM adalah suatu proses yang dibangun agar masyarakat mampu memiliki lebih banyak pilihan (pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik, dan sebagainya). Kemajuan pembangunan manusia dicerminkan oleh Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks yang mengukur pencapaian kemajuan pembangunan suatu negara (daerah) yang dipresentasikan oleh dimensi Angka Harapan Hidup pada Waktu Lahir (Life Expectancy at Birth), Angka Melek Huruf Penduduk Dewasa (Literacy Rate), Rata-rata Lamanya Sekolah Penduduk Dewasa (Mean 102
Year of Schooling), dan Pengeluaran Riil per Kapita. Angka harapan hidup pada waktu lahir yang biasa dinotasikan dengan e0 adalah rata-rata jumlah tahun yang akan dijalani oleh sekelompok orang yang dilahirkan pada suatu waktu tertentu jika pola mortalitas untuk setiap kelompok umur pada masa yang akan datang tetap. Indikator ini dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan, khususnya di bidang kesehatan. Meningkatnya harapan hidup dapat berarti adanya keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan yang biasanya ditandai dengan membaiknya kondisi sosial ekonomi penduduk, membaiknya kesehatan, dan lingkungan. Angka melek huruf diperoleh dengan membagi banyaknya penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan lainnya dengan jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas. Keterampilan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis hanya mengukur secara umum dan sangat kasar kualitas individu, sehingga bagi masyarakat yang lebih maju, lama pendidikan yang dijalani individu merupakan ukuran yang lebih nyata dalam mengukur kualitas SDM. Demikian pula pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan merupakan variabel penentu dalam IPM. Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity) digunakan oleh International Comparison Project dalam menstandarisasi Produk Domestik Bruto (PDB) untuk perbandingan antar negara. Dengan demikian, IPM sangat diperlukan dalam mengukur kemajuan sosial ekonomi suatu negara (daerah). Patut dicatat bahwa dalam hal pembangunan manusia, kedudukan Indonesia pada tataran internasional masih relatif jauh tertinggal. Sesuai laporan HDI (Human Development Index), Indonesia menempati peringkat ke 102 dari 106 negara yang disurvai. Kedudukan ini lebih rendah dibanding dengan Negara ASEAN lainnya, seperti Singapura (peringkat 28), Brunai JURNAL EKONOMIKA INDONESIA
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Utara
Darussalam (31), Malaysia (58), dan Thailand (74). Bahkan, sangat tertinggal dibanding dengan Philipina dan Vietnam, yang masing-masing berada diurutan ke-85 dan 109. Secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa kualitas bangsa kita berada pada tahap yang mengkhawatirkan. Namun, masih ada negara-negara lain yang HDInya juga paling rendah, seperti Nikaragua, Kenya, Bangladesh, dan Gunea. Data publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, dari seluruh provinsi di Tanah Air yang disurvei, Provinsi Aceh sebelum dilanda tsunami berada di peringkat 15 dalam hal kualitas pembangunan manusia, dengan nilai IPM sebesar 66,00. Lebih lanjut, angka harapan hidup sebesar 67,7 tahun, angka melek huruf 95,76 persen, rata-rata lama sekolah 7,8 tahun, dan konsumsi per kapita per tahun Rp. 557.500,-. Untuk tahun 2006 terlihat juga tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya, bahkan peringkat pembangunan manusia provinsi yang berjuluk Serambi Mekkah ini semakin menurun, kendati nilai IPM sedikit bertambah. Laporan BPS tahun 2006 menempatkan Provinsi Aceh di urutan 18 dengan nilai IPM sebesar 69,4, meliputi angka harapan hidup 68,3 tahun, angka melek huruf 96,2 persen, rata-rata sekolah 8,5 tahun, konsumsi per kapita Rp.589.500. Kondisi ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi Aceh masih relatif menggembirakan dibanding dengan beberapa provinsi lainnya di Tanah Air. Kedudukan dan peran IPM dalam konteks perencanaan daerah dinilai sangat penting. Bahkan, pemerintah telah menetapkan IPM sebagai salah satu variabel/indikator dalam pembagian Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah. Dalam Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, khususnya Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Lebih lanjut, ayat (2) menyatakan bahwa Volume 1, Nomor 1, Juni 2012
celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Sementara ayat (3) menyebutkan, bahwa kebutuhan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia. Formula yang serupa juga diterapkan Pemerintah Provinsi Aceh dalam pengalokasian dana Otonomi Khusus (Otsus) bagi Pemerintah Kabupaten/kota. Hal ini tersirat dalam Qanun Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus. Dalam Pasal 11 ayat (1), (2), dan (3) disebutkan sebagai berikut : 1. Pengalokasian Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan dengan perimbangan sebagai berikut : a. Paling banyak 40% (empat puluh persen) dialokasikan untuk program dan kegiatan pembangunan Aceh; b. Paling sedikit 60% (enam puluh persen) dialokasikan untuk program dan kegiatan pembangunan kabupaten/kota. 2. Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibagi antar kabupaten/kota setiap tahun dengan menggunakan suatu formula yang memperhatikan keseimbangan kemajuan pembangunan antar kabupaten/kota. 3. Formula perhitungan besaran alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan beberapa indikator seperti jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dan indikator lainnya yang relevan. Persoalan yang mengemuka dalam konteks ini adalah bagaimana kondisi riel dan kualitas pembangunan manusia di Kabupaten 103
Yeni Irawan
Aceh Utara. Hal ini menarik untuk dicermati mengingat sebelum penandatanganan naskah kesepahaman (MoU) antara Pemerintah RI-GAM di Helsinki, Finlandia pada tahun 2005 lalu, kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat di daerah ini relatif memprihatinkan yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap kualitas pembangunan manusia. Untuk itu, hasil kajian ini diharapkan menjadi informasi dasar, tidak hanya terkait dalam pengalokasian DAU dan dana Otsus, namun yang lebih penting menjadi landasan operasional bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan manusia ke depan di Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi permasalahan dan isu aktual pembangunan manusia di Kabupaten Aceh Utara, terutama di bidang pembangunan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi; 2. Mengkaji arah kebijakan jangka menengah pembangunan manusia di Kabupaten Aceh Utara; dan 3. Menyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Aceh Utara, meliputi angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran riil per kapita (daya beli). KONSEP PEMBANGUNAN MANUSIA Arsitek awal dari indikator sosial ekonomi, khususnya Indeks Pembangunan Manusia adalah seorang Mahbub ul Haq, mantan Kepala Bappenas-nya Pakistan pada tahun 1970-an. Lain dari kebanyakan ekonom arus utama, pada tahun 1970 Ul Haq melalui bukunya, Tirai Kemiskinan, menyampaikan kritiknya yang pedas akan kecenderungan para ahli dan politikus mengukur keberhasilan kinerja ekonomi sosial negara menurut indikator ratarata GNP (pendapatan nasional bruto) dan anak turunannya ekonomi makro 104
John Maynard Keynes, seperti tingkat inflasi, pengangguran, investasi, tingkat pembelanjaan pemerintah, tingkat konsumsi dan posisi neraca perdagangan saja, dalam (Wijaya, 1990: 21) Sebelum tahun 2000, laporanlaporan UNDP mengenai kesejahteraan (pembangunan manusia) diuntai dengan perspektif “tingkat pengurangan kemiskinan” atau tingkat keberhasilan pembangunan manusia. Namun pada tahun-tahun 2000-an, sekurangnya pada laporan tahun 2001 dan 2004 laporan UNDP mengenai pembangunan manusia dilihat dari perspektif demokrasi. Indikatorindikatornya sebagian besar sama, hanya saja pemaknaannya bergeser tekanan. Barang dagangannya sama, tetapi kemasannya berbeda. Semua Indeks Pembangunan Manusia, tergantung dari selera pembeli, bisa dijelaskan secara logis untuk melihat pengurangan tingkat kemiskinan maupun tingkat partisipasi demokrasi. (UNDP, BPS dan Bappenas, 2001 dan 2004). Ringkasnya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diartikan oleh PBB adalah nilai yang menunjukkan tingkat kemiskinan, kemampuan baca tulis, pendidikan, harapan hidup, dan faktor-faktor lainnya pada negara-negara di seluruh dunia. Nilai IPM menunjukkan pencapaian rata-rata pada sebuah negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yakni: • Usia yang panjang dan sehat, yang diukur dengan angka harapan hidup. • Pendidikan, yang diukur dengan tingkat baca tulis dengan pembobotan dua per tiga; serta angka partisipasi kasar dengan pembobotan satu per tiga. • Standar hidup yang layak, yang diukur dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita pada paritas daya beli dalam mata uang Dollar AS. Indeks ini disusun sebagai salah satu dari indikator alternatif, selain pendapatan nasional per kapita, untuk menilai keberhasilan pembangunan yang JURNAL EKONOMIKA INDONESIA
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Utara
dilaksanakan oleh suatu negara. Indeks Pembangunan Manusia ini meranking semua negara dengan skala 0 (nol) sampai 1 (satu). Angka nol menyatakan tingkat pembangunan manusia yang paling rendah dan angka 1 menyatakan tingkat pembangunan manusia yang paling tinggi. Ada tiga indikator yang dijadikan tolok ukur untuk menyusun Indeks Pembangunan Manusia. Pertama, usia panjang yang diukur dengan rata-rata lama hidup penduduk atau angka harapan hidup di suatu negara. Kedua, pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang bisa membaca (diberi bobot dua pertiga) dan rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga). Ketiga, penghasilan yang diukur dengan pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan daya belinya untuk tiap-tiap negara. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia yang telah disusun, maka bisa ditetapkan tiga kelompok negara. Pertama, negara dengan tingkat pembangunan manusia yang rendah bila IPM-nya berkisar antara 0 sampai 0,5. Negara yang masuk kategori ini sama sekali atau kurang memperhatikan pembangunan sumber daya manusia. Kedua, negara dengan tingkat pembangunan manusia sedang jika IPMnya berkisar antara 0,51 sampai 0,79. Negara yang masuk dalam kategori ini mulai memperhatikan pembangunan sumber daya manusianya. Ketiga, negara dengan tingkat pembangunan manusia tinggi jika IPMnya berkisar antara 0,80 sampai 1. Negara yang masuk dalam kategori ini sangat memperhatikan pembangunan sumber daya manusianya (Nugroho SBM, 2004:23). Menuruk Malik (2005:88) laporan pembangunan manusia merupakan sebuah hasil kajian yang membawa pesan perlunya pembangunan manusia sebagai alat dan tujuan demokrasi. Tentu saja laporan seperti itu akan mengundang banyak kontroversi, apalagi perhatian orang selama ini hanya tertuju pada angka, baik peringkat maupun pembiayaan. Volume 1, Nomor 1, Juni 2012
Amartya Sen di dalam Freedom as Development (1999:34) menyebutkan, kebebasan adalah inti pembangunan dan karena itu masyarakat harus dibebaskan dari sumber ketidakbebasan itu. Sumber ketidakbebasan itu adalah kemiskinan (yang menyebabkan orang tidak mendapat kesempatan memperoleh gizi yang baik) dan tirani, rendahnya peluang ekonomi (antara lain peluang bagi perempuan untuk mendapat kerja di luar rumah) dan pemiskinan sosial sistematis, pengabaian fasilitas publik (misalnya pendidikan dan pelayanan kesehatan) dan intoleransi atau represi oleh negara. Pembangunan manusia dengan demikian bukan sesuatu yang abstrak dan dia tidak bisa ditunda-tunda. Pemerintahan baru telah menjanjikan perubahan dan janji itu harus dibuktikan antara lain dengan meningkatkan pembangunan manusia, bukan sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, dan kenaikan pendapatan. Metode Penelitian Lokasi penelitian difokuskan di seluruh Kecamatan di Kabupaten Aceh Utara . Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer dihimpun dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah disiapkan sebelumnya. Data dimaksud meliputi angka harapan hidup dan angka kematian bayi (kesehatan), angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah (pendidikan), serta daya beli masyarakat (pendapatan). Data sekunder tenaga kerja, PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), pendapatan per kapita, dan data pendukung lainnya yang diperoleh dari beberapa badan/instansi yang ada di Kabupaten Aceh Utara. Pengolahan Data dan Perhitungan IPM Berdasarkan perhitungan BPS, Bappenas, dan UNDP (2001: 154–156), maka HDI atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) disusun dari tiga komponen, yakni: 1. Komponen lamanya hidup, diukur 105
Yeni Irawan
dengan harapan hidup pada saat lahir. Angka harapan hidup pada waktu lahir (e0), yaitu rata-rata jumlah tahun yang akan dijalani oleh sekelompok orang yang dilahirkan pada suatu waktu tertentu, dengan asumsi pola mortalitas untuk setiap kelompok umur pada masa yang akan datang tetap. 2. Komponen tingkat pendidikan, diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot sepertiga). Angka melek huruf adalah persentase dari penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya, terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih. Sedangkan rata-rata sekolah merupakan rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun keatas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani. 3. Komponen tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan (purchasing power parity atau daya beli per kapita dalam rupiah). Indeks ini merupakan rata-rata sederhana dari ketiga komponen tersebut di atas, atau dapat ditulis : IPM = 1/3 (Indeks X1 + Indeks X2 + Indeks X3) Dimana : X1 = Lamanya hidup X2 = Tingkat pendidikan
X3 = Tingkat kehidupan yang layak (daya beli) Untuk masing-masing komponen Xi dihitung dengan rumus : Indeks X ( i , j ) = (X ( i , j ) - X ( i - min )) ( X ( i - max ) - X ( i - min )) Dimana: X ( i , j ) = Indikator ke i dari daerah j X ( i - min) = Nilai minimum dari Xi X ( i - max) = Nilai maksimum dari Xi Nilai maksimum dan minimum dari setiap komponen IPM dapat dilihat pada Tabel 1. Capaian Indeks Pembangunan Manusia Kondisi aktual dari proses pembangunan manusia di bidang kesehatan di Kabupaten Aceh Utara saat ini (tahun 2008) yang diukur dari angka Harapan Hidup masih tergolong sedang. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa usia harapan hidup rata-rata penduduk Aceh Utara adalah 69,57 tahun. Maksudnya jika seseorang dilahirkan hidup pada tahun 2008, maka diperkirakan ia akan hidup sampai usia 69,57 tahun. Angka harapan hidup di berbagai kecamatan terlihat berbeda, yakni berkisar 66 hingga 71 tahun. Beberapa kecamatan yang tinggi angka harapan hidupnya adalah Tanah Jambo Aye, Lhoksukon, dan Dewantara. Sedangkan harapan hidup di Kecamatan Banda Baro, Kuta Makmur, Simpang Keuramat, Syamtalira Bayu, dan Geureudong Pase relatif lebih rendah dari wilayah kecamatan lainnya. Dengan kata lain, pembangunan manusia dari sisi
Tabel 1 Nilai maksimum dan minimum komponen IPM Komponen IPM Angka Harapan Hidup (tahun) Angka Melek Huruf (persen) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Daya beli (rupiah per kapita per bulan)
106
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
85 100 15 732.720
25 0 0 360.000
Keterangan Standar UNDP Standar UNDP Standar UNDP UNDP menggunakan PDB riil perkapita yang telah disesuaikan
JURNAL EKONOMIKA INDONESIA
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Utara
meningkatkan harapan hidup penduduk (bidang kesehatan) telah tercapai sebesar 74,3 persen. Berarti, diperlukan pencapaian 25,7 persen lagi untuk mencapai umur harapan hidup maksimal, yakni 85 tahun (sesuai standar UNDP). Dengan demikian, peningkatan pembangunan kesehatan perlu terus ditingkatkan di masa mendatang. Meskipun angka harapan hidup masyarakat bergerak naik secara signifikan, kebijakan lanjutan dan inovasi-inovasi di sektor kesehatan guna meningkatkan derajat hidup kesehatan masyarakat, tetap dibutuhkan. Disamping mempertahankan kebijakan Askeskin atau Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang telah gulirkan selama ini, kebijakan kesehatan lainnya yang pro-miskin patut juga diupayakan dilaksanakan secara berkelanjutan, seperti peningkatan bantuan makanan bergizi bagi bayi/balita, pelayanan gratis dan cepat bagi ibu hamil/ibu melahirkan, dan lainnya.
Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Selain lamanya hidup, komponen IPM lainnya adalah tingkat pendidikan. Pendidikan diukur dengan dari dua indikator, yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Angka melek huruf adalah persentase dari penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya, terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih. Sedangkan rata-rata sekolah merupakan rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun keatas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani. Rata-rata lama sekolah penduduk dewasa di Kabupaten Aceh Utara telah mencapai 9,15 tahun, maka sudah menamatkan pendidikan dasar 9 tahun atau tamat SLTP/sederajat. Akan tetapi, di beberapa kecamatan lama pendidikan penduduk dewasa baru mencapai 8 tahunan
Gambar 1. Angka Harapan Hidup Menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Utara, Tahun 2008 Sumber : Hasil Lapangan, 2008
Volume 1, Nomor 1, Juni 2012
107
Yeni Irawan
Gambar 2. Rata-rata Lama Pendidikan Penduduk Dewasa di Kabupaten Aceh Utara, Tahun 2008 Sumber : Hasil Lapangan, 2008
Gambar 3. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Berumur 25 Tahun Keatas di Kabupaten Aceh Utara, Tahun 2008 Sumber : Hasil Lapangan, 2008
atau bahkan kurang, seperti di Kecamatan Langkahan (7,93 tahun) dan Kecamatan Cot Girek (7,68 tahun). Sebaliknya di Kecamatan Lhoksukon, Syamtalira Aron, Dewantara, dan Kecamatan Tanah Jambo Aye sudah lebih baik dengan rata-rata lama sekolah lebih dari 10 tahun (tingkat 1 SLTA). Rata-rata lama sekolah yang telah dijalani laki-laki lebih tinggi dibanding 108
kaum perempuan. Kondisi ini ditemui pada semua kelompok umur. Laki-laki telah mampu menamatkan pendidikan SLTP/ sederajat atau pernah mengecap pendidikan jenjang atas (SMA) kelas 1. Hal ini mencerminkan pula telah tercapainya target wajib belajar sembilan tahun untuk laki-laki. Sedangkan kaum perempuan hanya mampu menamatkan SD atau pernah duduk JURNAL EKONOMIKA INDONESIA
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Utara
Gambar 4. Angka Melek Huruf Kabupaten Aceh Utara, Tahun 2008 (Persen) Sumber : Hasil Lapangan, 2008
Gambar 5. Angka Melek Huruf Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Aceh, Tahun 1999-2008 (Persen) Sumber : BPS, BAPPENAS, UNDP, 2004, 2007, Hasil Lapangan, 2008
dibangku SLTP kelas 2. Ke depan, layanan pendidikan bagi perempuan patut menjadi prioritas Pemerintah Kabupaten Aceh Utara agar tidak terjadinya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan. Kaitan lainnya adalah angka literasi atau melek huruf penduduk usia 15 tahun keatas. Kemampuan ini berfungsi sebagai modal penduduk dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dengan kemampuan membacanya. Upaya untuk menuntaskan Volume 1, Nomor 1, Juni 2012
penduduk buta aksara di Aceh Utara diakui telah menunjukkan perbaikan dibanding tahun-tahun sebelumnya, meskipun belum mencapai angka maksimal. Fakta lapangan memperlihatkan angka melek huruf atau penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis mencapai 96,11 persen, sedangkan sisanya sebesar 3,89 persen masih buta huruf. Patut dicermati bahwa penduduk yang buta huruf ini merupakan usia tua yang kemungkinan 109
Yeni Irawan
sulit mendapatkan pelayanan pendidikan di masa lampau. Sebelumnya tahun 1999, angka melek huruf Kabupaten Aceh Utara sebesar 94,4 persen, dan tahun 2006 sebesar 96 persen. Perkembangan angka melek huruf Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Aceh dapat dilihat pada Gambar 5. Jika dikaji lebih mendalam, terlihat angka melek huruf yang semakin mengecil pada kelompok umur menua. Pada kelompok usia 15-19 tahun angka melek huruf mencapai 99,38 persen, sementara pada kelompok usia 60 tahun keatas melek huruf hanya 72,22 persen. Berarti hampir 30 persen penduduk usia tersebut masih buta huruf atau tidak bisa baca-tulis. Lebih jauh, antara laki-laki dan perempuan masih terjadi perbedaan dalam literasi, dimana laki-laki lebih baik. Ke depan, penuntasan buta aksara lebih diarahkan pada kecamatan-kecamatan, seperti Seunuddon, Kuta Makmur, Tanah Luas, Tanah Pasir, Nisam Antara, dan Sawang. Selanjutnya, secara bertahap difokuskan pula pada kecamatankecamatan lainnya. Mengingat penduduk buta huruf lebih dominan usia tua, maka
proses pembinaan dan pembelajaran perlu disesuaikan agar lebih mudah dipahami dan dimengerti. Lebih lanjut, kaum perempuan juga harus menjadi prioritas sehingga diharapkan tidak terjadinya perbedaan dengan laki-laki, terutama dalam mengakses pendidikan sebagai hak warga negara. Pengeluaran Riil Perkapita (Daya Beli) Pembangunan manusia tidak mungkin terlepas dari aktivitas ekonomi. Oleh sebab itu pembangunan manusia juga harus ditinjau dari sisi kegiatan ekonominya. Salah satunya adalah pendapatan per kapita yang dalam penelitian ini didekati dengan pengeluaran riil per kapita. Pengeluaran per kapita penduduk terbagi atas pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk nonmakanan. Semakin maju dan sejahtera suatu masyarakat, maka proporsi pengeluaran makanan semakin kecil karena keterbatasan manusia dalam mengkonsumsi makanan. Fakta dilapangan didapati, bahwa hampir 60 persen pengeluaran per kapita penduduk di Aceh Utara digunakan untuk memenuhi konsumsi makanan/minuman. Selebihnya, sebesar 40 persen dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan nonmakanan.
Gambar 6. Penduduk Melek Huruf Berumur 15 Tahun Keatas di Kabupaten Aceh Utara, Tahun 2008 Sumber : Hasil Lapangan, 2008
110
JURNAL EKONOMIKA INDONESIA
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Utara
Secara absolut, pengeluaran per kapita penduduk setiap bulannya sebesar Rp.229.574, terdiri atas Rp.176.423 dibelanjakan untuk makanan dan Rp.123.159 dibelanjakan untuk nonmakanan. Pengeluaran per kapita yang berada diatas rata-rata Aceh Utara, terutama ditemui di Kecamatan Dewantara, Muara Batu, Syamtalira Aron, Samudera, dan Tanah Jambo Aye. Sedangkan kecamatan lainnya masih dibawah rata-rata Aceh Utara. Dalam penggunaan selanjutnya, pengeluaran per kapita per bulan berkaitan dengan kemampuan daya beli seseorang terhadap beberapa barang dan jasa tertentu yang dibutuhkannya. Setelah disesuaikan, paritas daya beli per kapita per bulan di Kabupaten Aceh Utara, yakni rata-rata sebesar Rp.607 ribu. Angka ini terbilang
masih kurang memadai, karena belum mencapai angka daya beli maksimal, yakni Rp.732.720 per kapita per tahun (sesuai dengan estimasi dari UNDP, BPS, dan Bappenas). Hal ini mencerminkan pula bahwa pendapatan penduduk Aceh Utara masih jauh dari jangkauan yang diharapkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Oleh karena itu, harus diupayakan peningkatan pendapatan masyarakat, seperti menggerakkan kembali sektor-sektor ekonomi potensial yang selama ini ditekuni masyarakat (pertanian, industri kecil, perdagangan, dan jasa-jasa). Selain itu, paket bantuan dan insentif bagi penduduk miskin, baik dalam bentuk sarana produksi/aset produktif atau pun permodalan, juga harus menjadi perhatian pemerintah. Patut dicermati, bahwa hanya
Tabel 7 Pengeluaran Per Kapita (PP) Makanan dan Nonmakanan per Bulan di Kabupaten Aceh Utara, Tahun 2008 (Rupiah) Kecamatan Sawang Nisam Nisam Antara Banda Baro Kuta Makmur Simpang Keuramat Syamtalira Bayu Geureudong Pase Meurah Mulia Matangkuli Paya Bakong Pirak Timu Cot Girek Tanah Jambo Aye Langkahan Seunuddon Baktiya Baktiya Barat Lhoksukon Tanah Luas Nibong Samudera Syamtalira Aron Tanah Pasir Lapang Muara Batu Dewantara Aceh Utara
PP Makanan 155.281 173.424 158.017 139.549 149.471 163.963 159.230 171.545 161.625 153.581 132.296 164.553 169.553 192.004 171.053 181.911 155.620 178.085 151.320 142.641 168.860 186.601 173.734 150.348 148.184 186.575 197.966 176.423
PP Nonmakanan 81.118 87.132 107.791 89.658 80.715 88.695 84.970 78.393 107.541 109.545 101.948 124.432 104.816 146.253 82.963 80.428 76.195 94.312 121.235 98.287 121.436 135.222 129.555 104.271 118.592 129.771 137.144 123.151
PP 236.399 260.556 265.808 229.207 230.186 252.658 244.200 249.938 269.165 263.126 234.244 288.985 274.369 338.258 254.016 262.339 231.815 272.398 272.555 240.928 290.296 321.823 303.289 254.620 266.775 316.346 335.110 299.574
Sumber : Hasil Lapangan, 2008
Volume 1, Nomor 1, Juni 2012
111
Yeni Irawan
Kecamatan Dewantara dan Tanah Jambo Aye yang kondisi penduduknya memiliki kemampuan daya beli diatas rata-rata Aceh Utara. Sedangkan kecamatan lainnya menunjukkan daya beli penduduknya lebih rendah daripada rata-rata secara umum. Hal ini kemungkinan berkaitan erat dengan perilaku dan gaya hidup serta kondisi sosial ekonomi masyarakat kecamatan bersangkutan. Konsumsi makanan per kapita adalah faktor yang sangat penting bagi tubuh, karena dalam melakukan aktivitas seharihari tubuh manusia membutuhkan kalori yang cukup. Tenaga tersebut berasal dari karbohidrat, lemak, protein, dan zat lainnya yang terkandung dalam makanan. Namun ironisnya, kerapkali masyarakat tidak menyadari akan kegunaan dan manfaat, ataupun kerugiannya dalam mengkonsumsi berbagai jenis makanan. Beras (padi-padian) merupakan sumber kalori utama bagi penduduk Aceh Utara. Sekitar 22 persen pengeluaran makanan per kapita per bulan dihabiskan untuk kebutuhan tersebut. Demikian pula konsumsi ikan/udang/cumi/kerang yang merupakan makanan pokok sebagai lauk pauk di wilayah ini. Untuk kebutuhan kelompok makanan ini pengeluarannya juga hampir mencapai 22 persen. Beberapa kecamatan, seperti Nisam Antara, Sawang, Meurah Mulia, Kuta Makmur, Muara Batu, Paya Bakong, Baktiya, Lapang, Geureudong Pase, Cot Girek, Seunuddon, dan Tanah Pasir, mengkonsumsi beras setiap bulannya diatas rata-rata Aceh Utara (berkisar 23-29 persen dari total pengeluaran makanan). Sementara itu rokok, yang merupakan salah satu penyebab sakit jantung dan kanker justru cukup besar dikonsumsi masyarakat. Meskipun berbagai himbauan dan sosialisasi untuk mengurangi konsumsi rokok, pengeluaran untuk produk ini mencapai 15 persen dari pengeluaran makanan per kapita. Berarti konsumsinya tiga perempat dari konsumsi untuk beras atau ikan yang merupakan makanan pokok dan lauknya. 112
Bandingkan dengan konsumsi susu (susu murni, susu kental, susu bubuk) yang hanya sekitar 1,57 persen atau daging yang hanya 1,80 persen dari konsumsi makanan per kapita. Masyarakat yang mengeluarkan biaya untuk konsumsi rokok paling banyak didapati di Kecamatan Cot Girek, disamping juga Dewantara, Tanah Jambo Aye, Pirak Timu, Syamtalira Bayu, dan Seunuddon. Karena itu, sosialisasi akan bahaya rokok perlu ditingkatkan intensitasnya di kecamatan tersebut. Sedangkan yang relatif sedikit dijumpai di Kecamatan Lapang dan Baktiya. Sekiranya konsumsi rokok (termasuk tembakau dan sejenisnya) dialihkan separuhnya saja untuk membeli makanan/minuman untuk keluarga, dapat dipastikan kesehatan anggota keluarga lebih baik dan kebutuhan gizinya lebih terpenuhi. Dengan demikian, dampak selanjutnya adalah kualitas hidup masyarakat meningkat, tubuh sehat dan kuat, mampu berpikir dan belajar dengan baik, bekerja lebih giat, dan keseluruhaannya berimplikasi positif pada kelangsungan hidup yang lebih panjang. Nilai Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai suatu indikator pembangunan manusia menggambarkan kualitas hidup dari sisi kesehatan, pendidikan, dan daya beli. Berdasarkan perhitungan dan penambahan rata-rata dari indeks harapan hidup, indeks tingkat pendidikan, dan indeks pendapatan, maka IPM Kabupaten Aceh Utara mencapai 72,34 tahun 2008. Jika diukur dari skala internasional, angka IPM tersebut termasuk dalam kategori IPM menengah atas. Selanjutnya, angka IPM yang dicapai tahun 2008 cenderung naik dibanding tahun sebelumnya (2007) yang sebesar 71,39 (BPS), atau naik sebesar 95 poin. Meski demikian, perubahan yang cenderung mendatar membuktikan bahwa percepatan pembangunan manusia di daerah ini masih lamban. Untuk itu, pembangunan manusia di Kabupaten Aceh Utara harus dipacu JURNAL EKONOMIKA INDONESIA
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Utara
Tabel 8 Persentase Pengeluaran Beberapa Kelompok Makanan Terhadap Pengeluaran Makanan Per Kapita Per Bulan Kecamatan Sawang Nisam Nisam Antara Banda Baro Kuta Makmur Simpang Keuramat Syamtalira Bayu Geureudong Pase Meurah Mulia Matangkuli Paya Bakong Pirak Timu Cot Girek Tanah Jambo Aye Langkahan Seunuddon Baktiya Baktiya Barat Lhoksukon Tanah Luas Nibong Samudera Syamtalira Aron Tanah Pasir Lapang Muara Batu Dewantara Aceh Utara
Beras
Susu
27,48 22,79 29,09 21,27 25,74 22,61 22,00 25,89 27,30 19,54 27,20 22,58 23,70 20,68 22,76 23,46 26,11 22,67 22,76 20,81 19,60 21,02 20,34 23,62 26,09 24,54 15,72 22,01
0,61 1,94 1,30 5,03 0,89 1,79 0,70 0,79 1,36 1,92 1,29 1,14 2,20 1,76 2,66 0,47 0,55 0,91 1,18 0,97 0,81 2,23 2,37 1,86 1,70 1,72 2,32 1,57
Daging 0,34 4,11 1,27 5,86 0,10 0,86 0,96 0,88 1,55 4,09 2,41 0,99 0,52 2,77 0,98 1,40 0,40 0,80 1,18 0,13 2,74 1,32 2,59 2,26 1,13 0,91 3,03 1,80
Ikan/udang/ cumi/ kerang 20,56 21,47 21,89 14,98 20,30 21,63 19,58 17,99 21,74 18,08 18,89 20,14 18,73 21,69 17,24 24,87 25,07 19,72 24,28 23,64 22,71 23,04 21,43 17,09 28,34 21,42 23,77 21,87
Makan jadi 4,93 5,17 7,21 5,61 8,22 8,45 8,19 7,56 8,79 9,50 7,29 5,78 6,53 7,03 5,76 4,71 6,40 6,55 7,74 7,31 9,20 7,47 7,74 6,50 5,89 5,67 7,33 7,55
Rokok 12,80 12,71 15,42 15,46 14,50 10,85 16,62 14,50 12,97 9,29 9,89 16,90 19,48 17,20 15,32 16,15 8,47 21,12 13,66 15,02 13,94 11,80 13,77 12,57 7,89 13,77 17,55 14,49
Sumber : Hasil Lapangan, 2008
lebih cepat, dan diharapkan ke depan dapat menyamai beberapa kota di Aceh, seperti Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Sabang. Jika dilihat kondisi antarkecamatan, angka IPM cukup bervariasi yang menggambarkan tingkat pencapaian pembangunan manusia di wilayah masing-masing. Nilai IPM berkisar antara 61,59 hingga 74,84. Paling tinggi adalah Kecamatan Dewantara, dan paling rendah adalah Kecamatan Geureudong Pase. Jika diurut berdasarkan skala internasional, tidak ditemui satu pun kecamatan yang termasuk dalam kategori IPM tinggi (>80) dan kategori IPM rendah (IPM <50). Beberapa kecamatan yang termasuk kategori IPM menengah atas (66 < IPM < 80) adalah Dewantara, Tanah Jambo Aye, Lhoksukon, Syamtarila Aron, Volume 1, Nomor 1, Juni 2012
Samudera, Matangkuli, Muara Batu, Meurah Mulia, dan Tanah Luas. Kecamatan yang termasuk IPM menengah bawah (50 < IPM < 66), meliputi Baktiya, Nibong, Baktiya Barat, Langkahan, Seunuddon, Sawang, Lapang, Nisam Antara, Kuta Makmur, Nisam, Pirak Timu, Syamtarila Bayu, Cot Girek, Paya Bakong, Simpang Keuramat, Banda Baro, dan Geureudong Pase. Beberapa wilayah kecamatan dengan nilai IPM menengah bawah sebagai akibat daya beli rendah, lama sekolah penduduk rendah, atau akibat angka harapan hidupnya lebih pendek. Sedangkan tingkat melek huruf antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya relatif merata. Lebih jauh dikaji, ternyata wilayah-wilayah yang maju (dilihat dari pencapaian IPM) berada 113
Yeni Irawan
di daerah perkotaan, mempunyai fasilitas umum yang lebih lengkap seperti sekolah, pasar, dan fasilitas lain. Sebaliknya wilayah yang kurang maju berada jauh dari ibukota dan fasilitas umum yang dimiliki juga masih relatif terbatas. Secara umum, pembangunan manusia yang dicapai Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2008 sebesar 72,48, menunjukkan kecenderungan lebih baik dari yang dicapai Aceh pada tahun 2007 (sebesar 70,35). Kemajuan yang dicapai tersebut sebagai bentuk komitmen Pemerintah Aceh Utara dalam mengupayakan dan meningkatkan kapasitas dasar penduduk sehingga berdampak pada peningkatan kualitas hidup. Pencapaian ini diperoleh dari harapan hidup (69,41 tahun), lama
sekolah (9,1 tahun), dan kemampuan daya beli (Rp 601,82 ribu) yang berada di atas angka provinsi secara keseluruhan, kecuali angka melek huruf (96,04 persen) yang berada dibawah rata-rata provinsi (96,20). Dibanding tahun-tahun sebelumnya, IPM Aceh Utara terus meningkat secara signifikan. Awal tahun 1999, tercatat IPM masih sebesar 63,1. Selanjutnya, angka IPM tersebut naik menjadi 65,9 (tahun 2002) dan mencapai 68,9 (tahun 2004). Sepanjang tahun 1999-2004, pembangunan manusia yang dicapai Aceh Utara memperlihatkan kemajuan yang cukup menggembirakan, dari status IPM menengah bawah menjadi menengah atas. Namun demikian, capaian IPM kurun waktu tersebut masih berada dibawah rata-rata Aceh. Sebagai gambaran,
Tabel 9 IPM Menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Utara dan Peringkatnya, Tahun 2008 Kecamatan
IPM
Sawang 63,69 Nisam 63,26 Nisam Antara 63,40 Banda Baro 62,30 Kuta Makmur 63,33 Simpang Keuramat 62,36 Syamtalira Bayu 62,85 Geureudong Pase 61,59 Meurah Mulia 67,24 Matangkuli 68,17 Paya Bakong 62,49 Pirak Timu 62,89 Cot Girek 62,55 Tanah Jambo Aye 74,47 Langkahan 64,39 Seunuddon 63,69 Baktiya 65,86 Baktiya Barat 64,48 Lhoksukon 73,93 Tanah Luas 66,31 Nibong 64,89 Samudera 70,04 Syamtalira Aron 71,57 Tanah Pasir 68,04 Lapang 63,48 Muara Batu 68,16 Dewantara 74,82 Aceh Utara 72,48 Catatan: * Peringkat tahun 2007 dari 23 kabupaten/kota di Aceh
Peringkat 16 20 18 26 19 25 22 27 9 6 24 21 23 2 14 15 11 13 3 10 12 5 4 8 17 7 1 8*
Sumber : Hasil Lapangan, 2008
114
JURNAL EKONOMIKA INDONESIA
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Utara
Gambar 10. IPM Kabupaten Aceh Utara dan Aceh, Tahun 1999-2008 Sumber : BPS, BAPPENAS, UNDP, 2004, 2007, Hasil Lapangan, 2008
angka IPM Aceh mencapai hampir 65,3 (tahun 1999), naik menjadi sebesar 66 (tahun 2002), dan hingga mencapai 68,7 (tahun 2004). Memasuki tahun 2006-2008, angka IPM Aceh Utara telah melampaui atau berada diatas Provinsi Aceh. Keberhasilan yang dicapai ini perlu dilanjutkan di masa mendatang, serta diupayakan terobosan program pembangunan manusia yang tepat dan berkualitas sebagai langkah untuk mencapai angka IPM yang lebih tinggi (IPM >80). Kesimpulan 1. Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Aceh Utara berdasarkan tiga indikator yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi (pendapatan) didapati nilai indeks yang relatif menggembirakan dibanding dengan nilai IPM rata-rata untuk Provinsi Aceh tahun 2007 (sebesar 70,35). Nilai IPM Kabupaten Aceh Utara tahun 2008 adalah 72,48. Nilai IPM tertinggi adalah Kecamatan Dewantara sebesar 73,93. Sedangkan terendah diduduki Kecamatan Geureudong Pase sebesar 61,59. Volume 1, Nomor 1, Juni 2012
Berdasarkan urutan skala internasional, kecamatan yang termasuk kategori IPM menengah atas (66 < IPM < 80) adalah Dewantara, Tanah Jambo Aye, Lhoksukon, Syamtarila Aron, Samudera, Matangkuli, Muara Batu, Meurah Mulia, dan Tanah Luas. Sedangkan kecamatan yang termasuk IPM menengah bawah (50 < IPM < 66), meliputi Baktiya, Nibong, Baktiya Barat, Langkahan, Seunuddon, Sawang, Lapang, Nisam Antara, Kuta Makmur, Nisam, Pirak Timu, Syamtarila Bayu, Cot Girek, Paya Bakong, Simpang Keuramat, Banda Baro, dan Geureudong Pase. 2. Untuk bidang kesehatan, angka harapan hidup capaiannya masih belum ideal, terutama di Kecamatan Geureudong Pase, Simpang Keuramat, Syamtalira Bayu, Kuta Makmur, Banda Baro, Nisam, Nisam Antara, Tanah Pasir, Samudera, Tanah Luas, Nibong, Langkahan, Cot Girek, Matangkuli, Meurah Mulia, Syamtalira Aron, Baktiya, Paya Bakong, dan Seunuddon. Di daerah-daerah tersebut di atas, angka harapan hidup masih dibawah rata-rata Kabupaten Aceh Utara yang sebesar 69,57 tahun. 115
Yeni Irawan
Hal ini bermakna bahwa upaya-upaya yang mengarah pada peningkatan derajat kesehatan penduduk di daerah ini masih harus diberi tumpuan yang lebih besar pada masa mendatang, melalui implementasi program-program pembangunan, baik melalui dana APBD Aceh Utara, maupun program-program yang didanai Pemerintah Aceh dan dukungan para donatur/LSM/NGO Asing. 3. Dalam bidang pendidikan, capaian indeks indikator-indikator angka melek huruf dan lama sekola masih belum ideal. Angka melek huruf, misalnya, di beberapa kecamatan seperti Seunuddon, Kuta Makmur, Tanah Luas, Tanah Pasir, Nisam Antara, Sawang, Baktiya, Cot Girek, dan Geureudong Pase, masih di bawah angka rata-rata kabupaten. Angka melek huruf Kabupaten Aceh Utara mencapai 96,11 persen. Kondisi ini bermakna bahwa masih terdapat sebagian anggota masyarakat di daerah-daerah tersebut yang belum dapat membaca dan menulis. 4. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa rata-rata lama sekolah (LS) penduduk Kabupaten Aceh Utara yang berumur 15 tahun ke atas adalah 9,15 tahun atau sudah mencapai target wajib belajar sembilan tahun. Akan tetapi, di beberapa kecamatan lama pendidikan penduduk dewasa baru mencapai 8 tahunan. Rendahnya nilai indeks LS ini memberi arti bahwa peluang dan kemampuan sebagian penduduk di daerah-daerah tersebut dalam mengecap pendidikan masih sangat terbatas. Mereka hanya mampu mengenyam pendidikan pada tingkat dasar dan sangat terbatas yang dapat melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi (menengah atas dan perguruan tinggi). Dari gambaran capaian indeks untuk indikator pendidikan ini, maka dapat dinyatakan bahwa upaya implementasi programprogram pembangunan di bidang 116
pendidikan, terutama di kecamatankecamatan yang bernilai indeks rendah (dalam melek huruf dan lama sekolah) perlu mutlak dilakukan secara intensif pada tahun-tahun mendatang. Upaya ini secara simultan juga dilakukan pada kecamatan-kecamatan yang nilai indeksnya telah memadai dalam bidang pendidikan selama ini. 5. Dalam hal pendapatan, secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa kondisi ekonomi masyarakat di hampir seluruh kecamatan yang diteliti masih relatif menggembirakan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan di Kabupaten Aceh Utara rata-rata adalah Rp. 6o6.610 per bulan. Kecuali Tanah Jambo Aye dan Dewantara, semua kecamatan menunjukkan daya belinya di bawah rata-rata kabupaten. Ini bermakna bahwa tingkat pendapatan masyarakat yang ada selama ini belum setara dengan besaran pengeluaran yang harus dipikul mereka sehari-hari. Dengan kondisi yang demikian ini, perlu diupayakan penajaman program-program pembangunan di bidang ekonomi, khususnya yang mampu membuka lapangan kerja, dan menyediakan peluang atau sumbersumber ekonomi baru yang dapat diakses oleh setiap anggota masyarakat. Harus diakui, bahwa konflik politik yang berkepanjangan telah berakibat pada hilangnya sumber-sumber mata pencaharian masyarakat, hancurnya aset-aset produktif, dan terbatasnya kemampuan para pelaku usaha-usaha dalam mengelola usaha, di samping hilangnya motivasi/semangat untuk berusaha. Kesemua ini perlu direhabilitasi dan direvitalisasi melalui implementasi program-program pembangunan dan pemberdayaan ekonomi yang lebih terarah dan terfokus, seperti pengembangan pertanian (tanaman pangan, peternakan, perkebunan, dan perikanan), pengembangan industri JURNAL EKONOMIKA INDONESIA
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Utara
pengolahan, pengembangan UKM, dan penyediaan infrastruktur yang memadai. Saran Berdasarkan capaian nilai-nilai Indeks Pembangunan Manusia melalui tiga indikator di atas, maka direkomendasikan hal-hal sebagai berikut : 1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana pendidikan, disertai penyediaan sarana proses belajar mengajar di sekolah yang telah dibantu pembangunan fisik sekolah, seperti mobiler, meja kursi, alat-alat peraga, dan labaratorium IPA dan bahasa. 2. Meningkatkan anggaran biaya pendidikan, terutama untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun (tamat SD dan SMP), disamping juga membantu siswa menengah atas yang berprestasi dan tergolong miskin untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi (universitas). 3. Meningkatkan kualitas prasarana dan sarana kesehatan yang memadai, khususnya fasilitas pendukung di setiap puskesmas, seperti ambulance, sarana transportasi perawat dan bidan, kenyamanan ruangan kerja (AC dan perabot), serta insentif tambahan bagi staf medis yang berstatus honorer. 4. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan optimal, melalui penyediaan obat-obatan yang berkualitas dalam jumlah yang cukup atau memadai, disertai perbaikan peralatan yang telah usang (expired), dan penambahan alat-alat medis seperti meja obgin, stateskop, jarum suntik, termometer, dan sebagainya. 5. Menyediakan tenaga medis dan tenaga kesehatan yang cukup dan terampil, khususnya dokter ahli/dokter spesialis (jantung, anak, dalam, kandungan, dan lainnya) dan penambahan dokter gigi di sejumlah puskesmas. Disamping itu, mengupayakan melatih dan memberikan Volume 1, Nomor 1, Juni 2012
pengetahuan tambahan bagi paramedis terutama bidan desa (bidan kampung), dan menyediakan brosur atau informasi terkini tentang kesehatan di setiap puskesmas/pustu/posyandu. 6. Mengintensifkan kegiatan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat, terutama tentang penyakit menular dan kesehatan lingkungan secara periodik (minimal dua kali setahun) melalui pemanfaatan posyandu dan pelibatan tokoh-tokoh masyarakat di setiap kecamatan (gampong). 7. Memberikan subsidi bagi keluarga masyarakat miskin, khususnya untuk obat-obatan di luar Askes, penambahan alat kontrasepsi gratis (suntikan dan pil) untuk peserta KB, pemberian gizi tambahan bagi balita di setiap posyandu, dan pemberian bantuan obatobatan suplemen bagi ibu yang sedang mengandung, melahirkan, dan pasca melahirkan. 8. Mengembangkan potensi sumberdaya lokal secara optimal, baik tanaman pangan, perikanan, peternakan, maupun perkebunan; 9. Meningkatkan kerjasama dengan Bulog, koperasi, dan pengusaha di daerah dalam upaya menampung dan memasarkan produk pertanian masyarakat. 10. Meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana, baik dalam sub sektor prasarana perhubungan maupun prasarana ekonomi lainnya untuk kelancaran arus distribusi barang dan jasa. 11. Membantu modal usaha melalui pengembangan lembaga-lembaga keuangan mikro baik pola konvensional maupun syariah di tingkat kecamatan, dengan prosedur peminjaman yang mudah dan bunga rendah, serta dengan bantuan pemberdayaan lainnya (teknologi, mutu, manajemen, dan pasar) khususnya bagi petani/nelayan dan pelaku usaha dagang/industri kerajinan, industri rumah tangga, dan lainnya. 117
Yeni Irawan
12. Membangun pusat pelatihan (balai latihan kerja), khususnya di kecamatankecamatan yang memiliki potensi pengembangan usaha. 13. Meningkatkan kegiatan bimbingan dan penyuluhan secara periodik, disertai dengan pendampingan bagi usahausaha pertanian dan industri yang belum berhasil, dengan melibatkan peran-peran pelaku usaha yang sukses. 14. Menjamin pasar bagi pemasaran produk-
118
produk pertanian dan industri (industri kecil, industri kerajinan/rumah tangga), termasuk mendirikan lembaga penjamin pemasaran di daerah-daerah yang memiliki prospek bisnis yang cerah. 15. Membantu penyediaan kebutuhan pokok bagi keluarga yang berpendapatan rendah (miskin), termasuk melanjutkan program BLT (Bantuan Langsung Tunai) secara berkesinambungan sampai keluarga miskin mampu mandiri.
JURNAL EKONOMIKA INDONESIA
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Utara
rEFERENSI Amartya Sen. 1999. Freedom as Development. Jakarta : LP3ES Badan Pusat Statistik, 2008, Aceh Utara Dalam Angka 2008, Lhokseumawe Departemen Kesehatan RI, 2008, Profil Kesehatan 2006, Jakarta Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Utara, 2008, Profil Pendidikan Kabupaten Aceh Utara 2007, Lhokseumawe Malik, Hasan. 2005. Laporan Pembangunan Manusia Sebagai Alat dan Tujuan Demokrasi. Erlangga. Jakarta Nugroho, SBM. 2004. Indikator Pembangunan Sumber Daya Manusia. FE-UI, Jakarta UNDP, BPS dan Bappenas, 2001, Laporan Pembangunan Manusia 2001, Demokrasi dan Pembangunan Manusia di Indonesia, Jakarta. UNDP, BPS dan Bappenas, 2004, Laporan Pembangunan Manusia 2004, Ekonomi dari Demokrasi: Membiayai Pembangunan Manusia di Indonesia, Jakarta. Wijaya, 1990, Teknologi dan Pembangunan, Jakarta.
Volume 1, Nomor 1, Juni 2012
119
Yeni Irawan
120
JURNAL EKONOMIKA INDONESIA