ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA DI PROVINSI BANTEN
ANDRI PRIYANTO (H 151090154)
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Sumber Daya Manusia di Provinsi Banten adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2011
Andri Priyanto H151090154
ABSTRACT ANDRI PRIYANTO. Analysis of Factors Affecting the Development of Human Resources in the Province of Banten. Under direction of SRI MULATSIH and YETI LIS PURNAMADEWI The increasing of human development will have an impact on improving the quality of labor which in turn will affect the level and quality of economic growth. The United Nations Development Programme (UNDP) since 1990 has used the Human Development Index (HDI) to measure the achievment of human development process. The economic growth and GDRP (Gross Domestic Regional Product) per capita in Banten province was raising during in the research period (2002-2009), while HDI was in the 23rd from 33 provinces in Indonesia. The purpose of this study is to examines the development of human resources in the province of Banten, to analyze the factors that influence human resource development in Banten province, and to formulate policies that can be taken to enhance human resource development. The study was conducted in Banten province by using secondary data derived from BPS and Ministry of Finance from 2002 to 2009. Descriptive analysis is used to see the condition of economic development and human resource development, panel data regression model used is to determine the factors that influence human development index. The results of this study is during the period 2002-2009, economic development in Banten Province has improved human development index (HDI) from 66,6 in 2002 to 70,6 in 2009. Except gini ratio (GR), factors that significantly increase the HDI are: GDRP per capita (INC), government expenditure in education and health (GOV), head of family educated of junior high school (EDU), and the number of resident sickness (HLTH), with the coefficient value: 0,00014; 0,03; 16,71; and 4,76 respectively. The head of the family with junior high school educated or equivalent and above is the most influential factor in human development. Four significant factors should be priority in government policy to improve human development and reduce gap with other province. The improvement of HDI in province level has a strong relation to the human development in each District of Banten Province. This study found that Pandeglang and Lebak District below the average. Policy implications that can be taken in improving the HDI is to increase sustainable education and social activities and strengthen coordination between government officials.. Key words: human development index (HDI), panel data methods
RINGKASAN ANDRI PRIYANTO. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Sumber Daya Manusia di Provinsi Banten. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan YETI LIS PURNAMADEWI Peningkatan sumber daya manusia (SDM) akan berdampak pada peningkatan kualitas tenaga kerja yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat dan kualitas pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana utama (principal means) bagi pembangunan SDM untuk dapat berlangsung secara berkesinambungan. Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatan penciptaan lapangan kerja atau usaha, dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan rumahtangga yang memungkinkan peningkatan kualitas anggota keluarganya. Melalui jalur inilah modal manusia atau human capital dapat melanjutkan pembangunan yang lebih merata di masa mendatang. United Nations Development Programme (UNDP) sejak 1990 telah menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja suatu negara atau wilayah dalam pembangunan SDM. Pencapaian pembangunan yang komprehensif di Provinsi Banten dirasa belum memuaskan, dimana pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita yang terus meningkat tiap tahunnya, namun pencapaian IPM masih relatif rendah dibandingkan dengan provinsi lain. IPM Provinsi Banten menempati ranking 23 dari seluruh provinsi se Indonesia. Kualitas SDM sangat tergantung pada tingkat pendidikan dan kesehatan dari penduduk itu sendiri. Pada tahun 2009 tingkat pendidikan terakhir penduduk berusia 10 tahun keatas di Banten masih didominasi oleh tidak/belum dan tamat SD/MI/Sederajat, yaitu sebesar 55,60 persen (BPS, 2009). Penduduk yang tidak berkualitas sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, bahkan kurang beruntung mendapatkan pekerjaan (pengangguran). Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengkaji pembangunan ekonomi dan SDM di Provinsi Banten, (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM di Provinsi Banten, dan (3) Merumuskan kebijakan yang bisa diambil untuk meningkatkan pembangunan SDM. Penelitian dilakukan di Provinsi Banten dengan menggunakan data sekunder berupa panel data yang mencakup kabupaten/kota di Provinsi Banten. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat kondisi pembangunan ekonomi dan pembangunan SDM. Sementara model regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembangunan sumber daya manusia. Model dimodifikasi dari Ramirez, et. al (2000). Hasil kajian selama periode 2002-2009, menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi berhasil meningkatkan IPM di Provinsi Banten, dari sekitar 66,6 pada tahun 2002 menjadi 70,6 pada tahun 2009. Pencapaian IPM tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan provinsi lain karena masih terjadi ketimpangan yang cukup besar di Provinsi Banten. Ketimpangan terjadi baik pada pembangunan ekonomi yang ditunjukkan oleh indikator PDRB perkapita maupun pada pembangunan SDM yang ditandai tingkat pendidikan dan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan/kesehatan.
Hasil pengolahan menunjukkan bahwa selain indeks gini rasio (GR), semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini berpengaruh nyata dalam meningkatkan IPM di Provinsi Banten. Variabel-variabel tersebut yaitu: PDRB perkapita (INC), pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan (GOV), pendidikan kepala rumah tangga (EDU), serta jumlah penduduk yang sakit (HLTH) dengan koefisien masing masing sebesar: 0,00014; 0,03; 16,71; dan 4,76. Variabel pendidikan kepala rumah tangga merupakan faktor paling dominan dalam meningkatkan pembangunan manusia di Banten. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka untuk meningkatkan IPM di Provinsi Banten dirumuskan saran kebijakan sebagai berikut: (1) Pembangunan manusia di Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang masih rendah untuk itu perlu adanya peningkatan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan maupun kesehatan di ketiga kabupaten tersebut, (2) Empat faktor yang berpengaruh signifikan terhadap peningkatan IPM sebaiknya menjadi prioritas dalam pengambilan kebijakan pemerintah, (3) Perlu adanya peningkatan investasi terutama pada kabupaten/kota yang PDRB perkapitanya masih rendah
Kata kunci : IPM, regresi data panel.
©Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA DI PROVINSI BANTEN
ANDRI PRIYANTO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Sarpono
Judul Tesis Nama NRP
: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Sumber Daya Manusia di Provinsi Banten : Andri Priyanto : H151090154
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr. Ketua
Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si.
Tanggal Ujian: 28 Juni 2011
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr.
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas ijin dan ridho-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan tesis ini. Tema yang dipilih untuk penelitian ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Sumber Daya Manusia di Provinsi Banten”. Penulis memilih tema dan lokasi penelitian karena melihat kondisi SDM di Provinsi Banten yang relatif rendah. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan masukan dalam menyusun tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kepala Badan Pusat Statistik yang telah memberikan kesempatan dan dukungan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pasca Sarjana IPB. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang tak terkira kepada Tri Murti (ibunda tercinta), Aning Widiarti (istri penulis), Muhammad Rizqi Al Fajri Wicaksono (anak pertama penulis), Aisyah Rizqia Putri Salsabila (anak kedua penulis) dan seluruh keluarga besar Angkatan II BPS-IPB serta BPS Provinsi Banten, yang telah memberikan dukungan, berupa moril dan materiil dari awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini. Akhirnya, besar harapan penulis agar tesis ini menjadi hasil penelitian yang bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi pembangunan di Provinsi Banten khususnya dalam hal pembangunan SDM serta bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan.
Bogor , Juni 2011 Penulis,
Andri Priyanto
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Andri Priyanto lahir pada tanggal 26 April 1979, di Magelang (Jawa Tengah). Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Sukamto, alm dan Ibu Trimurti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri Cacaban Satu Magelang, pada tahun 1991, selanjutnya menamatkan jenjang SLTP pada SMP Negeri Empat Magelang pada tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN Lima Magelang, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1997. Setelah tamat SMA, pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan ke Akademi Ilmu Statistik (AIS) Jakarta, lulus pada tahun 2000, dan langsung melanjutkan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta, tamat pada tahun 2001 dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.St). Setelah itu bekerja pada Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara selama lebih kurang 5 tahun 7 bulan. Pada tahun 2003 penulis menikah dengan Aning Widiarti dan sampai dengan sekarang sudah mempunyai satu putra dengan nama Muhammad Rizqi Al Fajri Wicaksono dan seorang putri bernama Aisyah Rizqia Putri Salsabila. Pada tahun 2007 penulis dipindah tugaskan ke Badan Pusat Statistik Provinsi Banten sampai dengan sekarang. Pada tahun 2009, Gelar sarjana diperoleh melalui Program Alih Jenjang pada Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor tahun 2009. Penulis melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Penyelenggaraan Khusus Program Studi Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor hasil kerja sama BPS dan IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL........................................................................................
xxiii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
xxv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
xxvii
I.
II.
III.
IV
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang …………………………………………........
1
1.2.
Perumusan Masalah ……………………………………........
4
1.3.
Tujuan Penelitian .. ………………………………………….
7
1.4.
Manfaat Penelitian …………………………………………..
7
1.5.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ……..………....
7
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1.
Pembangunan ….…….………………………………………
9
2.2.
Teori Pertumbuhan Ekonomi..……………………………….
10
2.3.
Teori Pembangunan Manusia ………………………………..
14
2.4.
Tinjauan Studi Terdahulu............... .. . ………………………
17
2.5.
Kerangka Pemikiran………………………………………….
18
2.6.
Hipotesis Penelitian ………………………………………….
20
METODE PENELITIAN 3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................
21
3.2.
Jenis dan Sumber Data .................................... .......................
21
3.3.
Metode Analisis Data ……………………………..................
23
3.3.1
Analisis Deskriptif …………………………………...
23
3.3.2
Analisis Regresi Data Panel …………………………
23
3.4.
Spesifikasi Model ……………………………………………
28
3.5.
Uji Asumsi …………………………………………………..
29
3.6.
Definisi Operasional …………………………………………
30
DINAMIKA PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN 4.1.
Kependudukan..........................................................................
33
4.2.
Perkembangan Perekonomian..................................................
37
4.3.
Kebijakan Pembangunan SDM................................................
41
4.4.
Pencapaian Pembangunan SDM..............................................
45
V
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN 5.1.
Hasil Uji Model .....................................................................
55
5.2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan SDM ......
57
Pengaruh PDRB Perkapita terhadap Pembangunan SDM............ ................................................................
57
5.2.2
Pengaruh Gini Rasio terhadap Pembangunan SDM ...
59
5.2.3
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pembangunan SDM.....................................................
60
5.2.4
Pengaruh KRT Berpendidikan SMP/ Sederajat keatas terhadap Pembangunan SDM ....................................
63
Pengaruh Angka Kesakitan terhadap Pembangunan SDM.............................................................................
67
Implikasi Kebijakan.................................................................
70
5.2.1
5.2.5 5.3. VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.
Kesimpulan ............................................................................
75
6.2.
Saran untuk Penelitian Selanjutnya...........................................
76
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………
77
DAFTAR TABEL 1
IPM Wilayah Jawa dan Bali Tahun 2007–2009 ...................................
4
2
Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas menurut Jenis Kelamin dan Ijazah Tertinggi yang Dimiliki di Provinsi Banten Tahun 2009...........
5
Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2007-2008....................................................
6
4
Variabel yang Digunakan dalam Penelitian dan Keterangannya .........
32
5
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 20082009 ......................................................................................................
35
Pertumbuhan Ekonomi menurut Kabupaten/Kota se Provinsi Banten Tahun 2007–2009 .................................................................................
38
Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Pengeluaran, Tahun 2009 .....................................................
40
Jumlah Sekolah Berdasarkan Jenjang Pendidikan menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007–2009 ......................................................
44
Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007–2009 ............................................................................................
44
Angka Harapan Hidup dan Indeksnya menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2008-2009 ..................................................................
45
Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah dan Indeksnya menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2008-2009 ......................
47
Daya Beli dan Indeksnya menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2008-2009................................... ..........................................................
49
IPM dan Rangking IPM menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2008-2009 .. ..........................................................................................
50
14
Perkembangan IPM Regional Periode 2002, 2004 dan 2009…...... .....
51
15
Faktor–Faktor yang Mempengaruhi IPM .. ..........................................
56
16
Perkembangan PDRB Perkapita dan IPM Rank Tahun 2009 ………..
59
3
6 7 8 9 10 11 12 13
DAFTAR GAMBAR Perkembangan Ranking IPM Provinsi di Jawa dan Bali, Tahun 2002, 2004- 2009 ............................................................................................
3
2
PDRB Perkapita Provinsi Banten 2002–2009.......................................
4
3
Modal dan Output per Efektif Tenaga Kerja …………………………
12
4
Dinamika Produktivitas Tenagakerja ……… ………………………..
13
5
Kerangka Penelitian...............................................................................
19
6
Estimasi dengan Pendekatan PLS ……………………………………
26
7
Estimasi dengan Pendekatan WG …………………………………….
27
8
Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 19612009 ......................................................................................................
34
9
Piramida Penduduk Provinsi Banten Tahun 2010 ................................
34
10
Persentase KRT Berpendidikan SMP/Sederajat keatas menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2002–2009........................
36
Persentase Angka Kesakitan menurut Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2002-2009 ....................................................................
37
12
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten Tahun 2002–2009.................
38
13
Persentase Distribusi Sembilan Sektor Kegiatan Ekonomi di Provinsi Banten 2000–2008.................................................................................
39
Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi Banten 2002–2009.............................................................................................
39
Perkembangan Indeks Gini Rasio Kabupaten/Kota di Provinsi Banten 2002–2009.................................................................................
41
Persentase Penduduk Usia 10 Tahun keatas Berdasarkan Pendidikan pada Tahun 2009……………………………………………………...
42
Persentase Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan Kesehatan menurut Kabupaten/Kota tahun 2002-2009.........................
43
Angka Harapan Hidup menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2009 ..................................................... ................................................
46
Indeks Pendidikan menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 20082009 ..................................................... ................................................
47
Indeks Daya Beli menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 20082009 ..................................................... ................................................
48
21
IPM menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2009 ........................
50
22
Perkembangan IPM dan Rangking Provinsi se Indonesia Tahun 2009
52
1
11
14 15 16 17 18 19 20
23 24 25 26 27
Perkembangan Indikator-Indikator Komposit IPM Periode 20022009 ..................................................... ................................................
53
IPM dan Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan Pendidikan menurut Kabupaten/Kota tahun 2002-2009..........................................
58
IPM dan PDRB Perkapita menurut Kabupaten/Kota Tahun 20022009.......................................................................................................
62
IPM dan KRT Berpendidikan SMP/Sederajat keatas menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002-2009 ...................................................
66
IPM dan Angka Kesakitan menurut Kabupaten/Kota Tahun 20022009…………………………………………………………………...
69
DAFTAR LAMPIRAN 1
Data Sekunder yang Dianalisis..............................................................
81
2
IPM dan PDRB Perkapita menurut Kabupaten/Kota dari Tahun 2002-2009 ..................................................... .......................................
84
IPM dan Indeks Gini Rasio menurut Kabupaten/Kota dari Tahun 2002-2009..................................................... ........................................
85
IPM dan Persentase Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan Kesehatan menurut Kabupaten/Kota dari Tahun 2002-2009................
86
IPM dan Persentase KRT Berpendidikan SMP/Sederajat keatas menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002-2009 .......................................
87
IPM dan Angka Kesakitan menurut Kabupaten/Kota Tahun 20022009 ..................................................... ................................................
88
7
Output Hasil Pengolahan ......................................................................
89
8
Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan menurut Jenis Pengeluaran dan Golongan Pengeluaran, Tahun 2009 ..............................................
93
Persentase Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan menurut Jenis Pengeluaran dan Golongan Pengeluaran, Tahun 2009 .........................
95
Penduduk Berusia 10 Tahun keatas menurut Status Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2009............................................................................
97
Persentase Penduduk Berusia 10 Tahun keatas menurut Status Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2009..............................................
98
Banyaknya Penduduk Usia 7 - 12 Tahun menurut Kabupaten/Kota dan Partisipasi Sekolah serta Jenis Kelamin, Tahun 2009 ...................
99
Banyaknya Penduduk Usia 13 - 15 Tahun menurut Kabupaten/Kota dan Partisipasi Sekolah serta Jenis Kelamin, Tahun 2009 ...................
100
Banyaknya Penduduk Usia 16 - 18 Tahun menurut Kabupaten/Kota dan Partisipasi Sekolah serta Jenis Kelamin, Tahun 2009 ...................
101
Banyaknya Penduduk Usia 19 - 24 Tahun menurut Kabupaten/Kota dan Partisipasi Sekolah serta Jenis Kelamin, Tahun 2009 ...................
102
Penduduk Usia 10 Tahun keatas menurut Ijasah Tertinggi Dimiliki, Tahun 2009 ..................................................... .....................................
103
Persentase Penduduk Usia 10 Tahun keatas menurut Ijasah Tertinggi yang Dimiliki, Tahun 2009 ...................................................................
104
Banyaknya Penduduk menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan Jenis Kelamin serta Kabupaten/Kota, Tahun 2009 .......................................
105
3 4 5 6
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
19
Persentase Penduduk menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan Jenis Kelamin serta Kabupaten/Kota, Tahun 2009........................................
107
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu wilayah akan berkembang sesuai dengan cara alokasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Sumber daya tersebut adalah sumber daya manusi (SDM) dan sumber daya modal, kedua sumber daya tersebut dalam ilmu ekonomi disebut sebagai faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi mampu mengubah bahan awal menjadi suatu produk dimana nilai output tersebut lebih tinggi dari pada bahan awal atau input yang digunakan semula. Peningkatan nilai tambah dari suatu bahan baku menjadi produk atau dari input menjadi output menunjukkan adanya perkembangan perekonomian suatu negara. Dornbusch, et. al.(2004) juga menegaskan suatu teori pertumbuhan neoklasik dikenal dengan model pertumbuhan Solow yang dikemukan oleh Robert Solow. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan modal (melalui tabungan dan investasi) tetapi juga dipengaruhi oleh peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan) dan peningkatan teknologi. Dengan pertimbangan pembangunan berkelanjutan, target pertumbuhan ekonomi bukan lagi menjadi tujuan utama. Pembangunan dapat dilakukan bukan saja dalam bidang usaha-usaha fisik seperti pertanian, industri atau pariwisata yang sudah biasa dikenal, akan tetapi di bidang SDM juga memerlukan pengembangan. Menurut paradigma pembangunan manusia, tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakatnya untuk menikmati kehidupan yang kreatif, sehat dan berumur panjang. Pertumbuhan produksi dan pendapatan hanya merupakan alat pembangunan, sedangkan tujuan akhirnya adalah manusia yaitu memperluas pilihan-pilihan manusia (Haq, 1995). Pengertian ini mempunyai dua sisi. Pertama, pembentukan
kemampuan
manusia
seperti
tercermin
dalam
kesehatan,
pengetahuan dan keahlian yang meningkat. Kedua penggunaan kemampuan yang telah dipunyai untuk bekerja, untuk menikmati kehidupan atau untuk aktif dalam kegiatan kebudayaan, sosial, dan politik.
2
Pada pembangunan SDM, sejumlah dana dikeluarkan masa sekarang (saat pembangunan dilakukan) untuk meningkatkan kemampuan SDM dalam meraih kesempatan memperoleh penghasilan lebih di masa mendatang. Imbalannya adalah tingkat penghasilan yang lebih tinggi, mencapai tingkat konsumsi yang lebih tinggi di masa yang akan datang. Pembangunan manusia secara holistik mempunyai 4 (empat) unsur penting, yakni peningkatan produktivitas, pemerataan kesempatan, kesinambungan pembangunan, dan pemberdayaan manusia, melalui perbaikan pendidikan dan kesehatan. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan SDM. Pendidikan tidak saja menambah pengetahuan, tetapi juga dapat meningkatkan ketrampilan serta pengalaman kerja. Pendidikan yang terarah, dengan sistematika yang terukur dan disesuaikan dengan pasar kerja akan meningkatkan produktivitas kerja dan mampu bersaing di pasar kerja. Kesehatan, juga sangat penting dalam meningkatkan pembangunan SDM di daerah. Bagi pemerintah daerah, meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat merupakan salah satu kegiatan pembangunan SDM yang penting untuk depan, dengan mengeluarkan sejumlah uang untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Kualitas manusia yang meningkat pada sisi lain akan berdampak pada peningkatan kualitas tenaga kerja yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat dan kualitas pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana utama (principal means) bagi pembangunan manusia untuk dapat berlangsung secara berkesinambungan. Bukti empiris yang menunjukkan bahwa tidak ada suatu negara pun yang dapat membangun manusia secara berkesinambungan
tanpa
tingkat
pertumbuhan
ekonomi
relatif
tinggi.
Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatan penciptaan lapangan kerja atau usaha, dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan rumahtangga yang memungkinkannya “membiayai” peningkatan kualitas anggota keluarganya. Melalui jalur inilah modal manusia atau human capital dapat melanjutkan pembangunan yang lebih merata di masa mendatang. Kaitannya dengan capaian pembangunan
yang
komprehensif
yang
mampu
mengakomodir
konsep
pembangunan manusia secara lebih luas, United Nations Development
3
Programme (UNDP) sejak 1990 telah menggunakan IPM (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja suatu negara atau wilayah dalam pembangunan manusia. Berdasarkan penilaian UNDP,1990 kualitas SDM Indonesia atau tingkat Provinsi juga diukur melalui IPM (human development index). Nilai IPM Provinsi Banten sebagai daerah penyangga Ibu Kota tahun 2009 berada dalam kategori menengah dengan angka IPM sebesar 70,06 dan berada pada peringkat ke 23 dari 34 Provinsi. Membandingkan peringkat IPM antar Provinsi selama periode 2002 sampai 2009 memperlihatkan bahwa Banten mengalami ketertinggalan dalam pembangunan SDM-nya. Oleh karena itu meningkatkan mutu masyarakatnya Banten perlu melalui IPM dengan lebih cepat untuk mengejar ketertinggalannya dari Provinsi-Provinsi lainnya (Gambar 1). 30
25
25 23
Ranking
20
20 17
15 13 10
17 15 14
20 16 15 14
23
23
23 DKI Jakarta
21 20
19
16 15 14
16 15 14
18
18
16 15 14
16 15 14
Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur
11
Banten
9
Bali
5
0
22
3
3
1
1
2002
2004
4
4
4
4
4
1
1
1
1
1
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Sumber : BPS Provinsi Banten
Gambar 1. Perkembangan Ranking IPM Provinsi di Jawa dan Bali, Tahun 2002, 2004- 2009 Dalam hal ini perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh pemerintah apakah proses pembangunan selama sepuluh tahun terakhir di Provinsi Banten ini sudah mendekati hasil yang optimal atau belum. Oleh karena itu diperlukan informasi tentang campur tangan pemerintah dalam pembangunan manusia sebagai modal pembangunan ekonomi di Provinsi Banten.
4
1.2. Perumusan Masalah Provinsi Banten mengalami kenaikan PDRB perkapita dengan cukup pesat, yakni rata-rata 10,06 juta rupiah selama periode 2002 – 2009. (Gambar 2). 14.00
Juta Rupiah
12.00 10.00 8.00 6.00 4.00
7.22
7.74
8.39
9.37
10.61
12.76
13.00
2007 2008
2009
11.41
2.00 0.00 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun
Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah)
Gambar 2. PDRB Perkapita Provinsi Banten 2002 – 2009 Berkaitan dengan pencapaian pembangunan yang komprehensif dan mampu mengakomodir konsep pembangunan manusia, selain memperlihatkan kinerja pembangunan ekonomi, perlu dilihat juga proses pembangunan SDM. Pembangunan SDM Provinsi Banten dirasa sangat mengkawatirkan, dimana IPM Provinsi ini merupakan urutan terbawah di tiga tahun terakhir diantara Provinsi di Jawa dan Bali (Tabel 1.) serta ranking 23 diantara provinsi se Indonesia (Tabel 14). Tabel 1. IPM Wilayah Jawa dan Bali Tahun 2007 – Provinsi
2009
2007
2008
2009
DKI Jakarta
76,59
77,03
77,36
Jabar
70,71
71,12
71,64
Jateng
70,92
71,60
72,10
DIY
74,15
74,88
75,23
Jatim
69,78
70,38
71,06
Banten
69,29
69,70
70,06
Bali
70,53
70,98
71,52
Sumber: BPS, 2009
5
Rendahnya kualitas SDM mencerminkan buruknya mutu pendidikan karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas SDM sangat tergantung dari pendidikan dari penduduk itu sendiri. Pada tahun 2009 tingkat pendidikan terakhir penduduk berusia 10 tahun ke atas di Banten masih didominasi oleh Tamat SD/MI/Sederajat, yaitu sebesar 29,7 persen. Sedangkan yang mampu menamatkan hingga tingkat diploma, sarjana/pasca sarjana hanya sebesar 1,96 persen (Tabel 2). Tabel 2. Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin dan Ijazah Tertinggi yang Dimiliki di Provinsi Banten Tahun 2009 Tingkat Jenjang Pendidikan
Laki-laki
Perempuan
Total
Tidak/Belum Tamat SD/MI/Sederajat
22,5
29,3
25,9
SD/MI/Sederajat
28,9
30,6
29,7
SLTP/Sederajat
18,7
17,6
18,1
SLTA/SMK/Sederajat
23,9
17,5
20,7
Universitas
6,0
5,1
5,5
100,00
100,00
100,00
JUMLAH Sumber: BPS Provinsi Banten, 2009
Akibat lain dari tidak terpenuhinya kebutuhan SDM yang berkualitas adalah masuknya SDM dari wilayah lain diluar Banten yang dapat membuat tersingkirnya SDM lokal Banten karena kalah dalam bersaing. Penduduk yang tidak berkualitas relative sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, bahkan kurang beruntung mendapatkan pekerjaan (pengangguran). Provinsi Banten merupakan daerah yang persentase pengangguran terbesar diantara Provinsi di Indonesia (Tabel 3). Sehingga perlu campur tangan pemerintah untuk meningkatkan kualitas penduduk, melalui penyediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan.
6
Tabel 3. Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2007-2008 Kabupaten/Kota
2007
2008
Kab. Pandeglang
10,02
11,13
Kab. Lebak
12,35
10,68
Kab. Serang
15,39
15,23
Kab. Tangerang
17,13
16,49
Kota Tangerang
20,43
18,62
Kota Cilegon
20,84
18,65
15,75
15,18
Provinsi Banten Sumber: BPS Provinsi Banten, 2008
Menurut teori, pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan modal (melalui tabungan dan investasi) tetapi juga dipengaruhi oleh peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan) dan peningkatan teknologi. Berdasar studi-studi sebelumnya, juga diperoleh beberapa variabel yang dapat merepresentasikan pembangunan SDM. SDM yang berkualitas sangat diperlukan bagi pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu adalah hal yang menarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pembangunan SDM
sehingga bisa dirumuskan strategi untuk peningkatan pembangunannyadi Provinsi Banten. Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran pembangunan SDM dan pembangunan ekonomi di Provinsi Banten? 2. Faktor apa yang mempengaruhi pembangunan SDM di Provinsi Banten? 3. Kebijakan apa yang bisa diambil untuk meningkatkan pembangunan SDM?
7
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji perkembangan pembangunan SDM dan pembangunan ekonomi di Provinsi Banten. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM di Provinsi Banten. 3. Menganalisis kebijakan yang bisa diambil untuk meningkatkan pembangunan SDM. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini, menambah kajian empiris mengenai variabel yang mempengaruhi pembangunan SDM pada tingkat regional. Bagi pembuat kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
dukungan
secara
keilmuwan
dalam
menyusun
kebijakan
pembangunan manusia untuk mendorong perkembangan pembangunan ekonomi. 1.5. Ruang lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada pembangunan SDM dan variabel yang mempengaruhinya di Provinsi Banten periode tahun 2002-2009. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu PDRB Provinsi Banten, PDRB Kabupaten/Kota se Provinsi Banten sebagai proxy keberhasilan pembangunan perekonomian, data PDRB perkapita, IPM sebagai indikator keberhasilan pembangunan SDM, KRT berpendidikan SMP/sederajat dan sebagai proses keberhasilan di bidang kesehatan angka kesakitan.
8
Halaman ini sengaja dikosongkan
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pembangunan Pembangunan kesejahteraan
rakyat
adalah yang
usaha
untuk
mencakup
menciptakan
berbagai
aspek
kemakmuran kehidupan
dan secara
berkesinambungan yang hasilnya harus bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses dari pemikiran yang dilandasi keinginan untuk mencapai kemajuan bangsa. Todaro dan Smith (2006) menyatakan nilai inti pembangunan adalah kecukupan (sustenance), harga diri (self esteem) dan kebebasan (freedom). kecukupan (sustenance) adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Harga diri (self esteem) untuk menjadi manusia seutuhnya, merupakan dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan sesuatu. Sedangkan kebebasan (freedom) dari sikap menghamba berupa kemampuan untuk memilih. Nilai yang terkandung dalam konsep ini adalah konsep kemerdekaan manusia, yang diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak mudah diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini. Sedangkan tujuan inti pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) ada tiga, yaitu: 1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup 2. Peningkatan standar hidup 3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial Bank Dunia 1991, dalam Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa tujuan utama pembangunan adalah memperbaiki kualitas kehidupan. Sedangkan United Nations Development Programme (UNDP, 1991) menyatakan bahwa cara terbaik untuk mewujudkan pembangunan adalah dengan meningkatkan kualitas manusia.
10
2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat kinerja perekonomian, baik di tingkat nasional maupun regional (daerah). Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi penduduk bertambah. Dalam tingkat negara seluruh barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri diukur secara agregat dalam bentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Seluruh barang dan jasa yang diproduksi dikonversi dalam bentuk mata uang negara yang bersangkutan agar dapat diagregasikan. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari perubahan peningkatan PDB riil pada periode tertentu. Pada tingkat rumah tangga ataupun individu pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari peningkatan pendapatan rumah tangga atau pendapatan perkapita. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi dapat didekati dengan pengukuran peningkatan PDB atau peningkatan pendapatan perkapita. Todaro dan Smith (2006), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Ada tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu: 1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau SDM. 2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja. 3. Kemajuan teknologi. Sukirno (2004), menerangkan beberapa faktor penting yang dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi. 1. Tanah dan kekayaan alam lainnya. Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hutan dan hasil laut, serta jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang terdapat. 2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja.
11
Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat perkembangan ekonomi. 3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi. Barang-barang modal yang bertambah dan teknologi yang modern memegang peranan penting dalam mewujudkan kemajuan ekonomi. 4. Sistem ekonomi dan sikap masyarakat. Selanjutnya, konsep modal manusia ini menjadi penting sejalan dengan perkembangan pemikiran, bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara tidak hanya didukung oleh kenaikan stok modal fisik dan jumlah tenaga kerja, tetapi juga peningkatan mutu modal manusia yang memiliki pengaruh kuat terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja serta pemanfaatan kemajuan teknologi. Dalam konsep pertumbuhan modern, faktor teknologi dalam arti luas yang dianggap konstan dan ditentukan secara eksogenus oleh aliran pemikiran pertumbuhan tradisional, dianggap kurang tepat. Faktor teknologi adalah dinamis dan ditentukan oleh SDM atau mutu modal manusia. Menurut teori pertumbuhan modern, pertumbuhan ekonomi tidak hanya bersumber dari peningkatan jumlah faktor-faktor produksi berupa tenaga kerja (labour) dan modal fisik (kapital) saja, tetapi juga dari produktivitas dari tenaga kerja yang berkaitan erat dengan sejauhmana peningkatan mutu modal manusia. Teori pertumbuhan ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa. Beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang menonjol sebagaimana diuraikan Todaro dan Smith (2006) adalah model pertumbuhan Harrod-Domar, model perubahan struktural, model pertumbuhan neoklasik dan model pertumbuhan endogen. Model pertumbuhan Harrod-Domar menekankan perlunya tabungan untuk kegiatan investasi yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang direpresentasikan oleh peningkatan pendapatan nasional. Teori perubahan struktural menekankan pada mekanisme transformasi ekonomi negara terbelakang dengan kegiatan ekonomi yang bersifat pertanian subsisten menuju negara modern yang berbasis industri manufaktur dan jasa. Proses transformasi ini disebabkan adanya surplus tenaga kerja di sektor pertanian yang pindah ke sektor industri secara terus menerus.
12
Teori pertumbuhan neoklasik dikenal dengan model pertumbuhan Solow karena pertama kali dikemukan oleh Robert Solow. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan modal (melalui tabungan dan investasi) tetapi juga dipengaruhi oleh peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan) dan peningkatan teknologi, dengan asumsi: 1. Diminishing return to scale bila input tenaga kerja dan modal digunakan secara parsial dan constant return to scale bila digunakan secara bersama-sama. 2. Perekonomian berada pada keseimbangan jangka panjang (full employment). Model pertumbuhan endogen memasukkan pengaruh teknologi, investasi modal fisik dan SDM sebagai variabel endogen. Model pertumbuhan endogen menggunakan asumsi diminishing return to scale atas investasi modal dari model, dan memberikan peluang terjadinya increasing return to scale dalam produksi agregat dan peran eksternalitas dalam menentukan tingkat pengembalian investasi modal. Investasi sektor publik dan swasta dalam SDM menghasilkan ekonomi eksternal dan peningkatan produktivitas sehingga terjadi increasing return to scale dan pola pertumbuhan jangka panjang yang berbeda-beda antar negara. Tingkat pertumbuhan tetap konstan dan berbeda antar negara tergantung tingkat tabungan nasional dan tingkat teknologinya. Tingkat pendapatan perkapita di negara-negara miskin akan modal cenderung tidak dapat menyamai tingkat pendapatan perkapita di negara kaya, meskipun tingkat pertumbuhan tabungan dan tingkat pertumbuhan penduduknya serupa. Aspek yang menarik dari model pertumbuhan endogen adalah mampu menjelaskan keanehan aliran modal internasional yang memperparah ketimpangan antara negara maju dengan negara berkembang. Potensi tingkat pengembalian atas investasi yang tinggi yang ditawarkan negara berkembang (rasio modal-tenaga kerja rendah) akan berkurang dengan cepat karena rendahnya tingkat investasi SDM (pendidikan), infrastruktur, atau riset dan pengembangan (R&D). Model ini dikembangkan lagi oleh Romer dengan menambahkan asumsi cadangan modal dalam keseluruhan perekonomian dan adanya eksternalitas positif dari ilmu
13
pengetahuan sebagai barang publik, secara positif mempengaruhi output pada tingkat industri, sehingga terdapat kemungkinan increasing return to scale pada tingkat perekonomian secara keseluruhan. 2.3. Teori Pembangunan Manusia Salah satu pelopor pendekatan pembangunan manusia dalam Ilmu Ekonomi Pembangunan adalah Sen (2000) melalui konsep human capabilities approach. Pendekatan ini menekankan pada gagasan kemampuan (capabilities) manusia sebagai tema sentral pembangunan. Haq (1995) juga telah menegaskan, manusia harus menjadi inti dari gagasan pembangunan, dan hal ini berarti bahwa semua sumberdaya yang diperlukan dalam pembangunan harus dikelola untuk meningkatkan kapabilitas manusia. Gagasan ini sejalan dengan pemikiran UNDP yang diterjemahkan ke dalam beberapa indikator sosial-ekonomi yang menggambarkan kualitas hidup dalam beberapa ukuran kuantitatif, seperti kemampuan ekonomi, kemampuan dalam pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan untuk hidup lebih panjang dan sehat (Ranis, 2004). Dimensi pembangunan sosial-ekonomi mencakup dan terkait dengan beberapa tema utama, antara lain prestasi perekonomian, kenaikan taraf kesehatan, angka harapan hidup serta perluasan distribusi pendidikan. Secara umum,
UNDP (United
Nations Development
Program)
mendefinisikan
pembangunan manusia (human development) sebagai perluasan pilihan bagi setiap orang untuk hidup lebih panjang, lebih sehat dan hidup lebih bermakna (UNDP, 1990). Memperluas pilihan manusia berarti mengasumsikan suatu kondisi layak hidup yang memungkinkan manusia memperoleh akses untuk mendapatkan pengetahuan dan pendidikan serta akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan untuk hidup secara layak. Secara ringkas Ranis (2004) mengartikan pembangunan manusia sebagai peningkatan kondisi seseorang sehingga memungkinkan hidup lebih panjang sekaligus lebih sehat dan lebih bermakna. Selanjutnya dalam laporan Pembangunan Manusia Tahun 2001, UNDP menyatakan ada 4 aspek utama yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan manusia, yaitu: 1. Peningkatan produktivitas dan partisipasi penuh dalam lapangan pekerjaan
dan
perolehan
pendapatan.
Dalam
komponen
ini,
14
pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu bagian dari model pembangunan manusia. 2. Peningkatan akses dan kesetaraan memperoleh peluang-peluang ekonomi dan politik. Dengan kata lain, penghapusan segala bentuk hambatan ekonomi dan politik yang merintangi setiap individu untuk berpartisipasi sekaligus memperoleh manfaat dari peluang-peluang tersebut. 3. Adanya aspek keberlanjutan (sustainability), yakni bahwa peluangpeluang yang disediakan kepada setiap individu saat ini dapat dipastikan tersedia juga bagi generasi yang akan datang, terutama, daya dukung lingkungan atau modal alam dan ‘ruang’ kebebasan manusia untuk berkreasi. 4. Pembangunan tidak hanya untuk masyarakat, tetapi juga oleh masyarakat. Artinya, masyarakat terlibat penuh dalam setiap keputusan dan proses-proses pembangunan, bukan sekedar obyek pembangunan, dengan kata lain adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Peningkatan
kualitas
SDM
menurut
RPJMN
untuk
mendukung
ketersediaan angkatan kerja berketerampilan dan berpendidikan tinggi, dengan strategi pengembangan: 1. Meningkatkan akses pelayanan pendidikan dan keterampilan kerja. 2. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan. 3.
Meningkatkan produktivitas angkatan kerja dan mengembangkan ekonomi lokal.
Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk yang dilakukan dengan menitikberatkan pada pembangunan SDM secara fisik dan mental. Azas pemerataan yang merupakan salah satu dasar trilogi pembangunan yang akan diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan. Azas pemerataan merupakan salah satu prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi jalur pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk perlu dilakukan oleh pemerintah
15
melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan dasar. Pembangunan manusia dapat juga dilihat dari sisi pelaku atau sasaran yang ingin dicapai. Dalam kaitan ini, UNDP melihat pembangunan manusia sebagai semacam “model” pembangunan tentang penduduk, untuk penduduk, dan oleh penduduk, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Tentang penduduk; berupa investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya. b. Untuk penduduk; berupa penciptaan peluang kerja melalui perluasan (pertumbuhan ekonomi dalam negeri); c. Oleh penduduk; berupa upaya untuk memperkuat (empowerment) penduduk dalam menentukan harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam proses politik dan pembangunan. Kaitannya dengan capaian pembangunan yang komprehensif yang mampu mengakomodir konsep pembangunan manusia secara lebih luas, United Nations Development Programme (UNDP) sejak 1990 telah menggunakan indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja (performance) suatu negara atau wilayah dalam pembangunan manusia. Dimensi pembangunan manusia menjadi sangat penting sehingga diperlukan kemauan dan komitmen yang kuat dari penyusun kebijakan dan para pelaku pembangunan. Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu. Karena hanya mencakup tiga komponen utama, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Oleh karena itu pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan lainnya dan tidak terbatas pada sektor-sektor utama saja (kesehatan, pendidikan dan ekonomi) terutama aspek pembangunan manusia yang sifatnya abstrak dan
16
tidak memungkinkan untuk diukur (mental, moral, spiritual, tanggung jawab dan sejenisnya)(BPS, 2009). Sementara itu UNDP sejak tahun 1990 telah mengeluarkan secara berkala IPM sebagai ukuran kuantitatif tingkat pencapaian pembangunan manusia. Indeks ini merupakan teknik komposit terhadap beberapa indikator tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Secara umum IPM merupakan salah satu instrumen untuk mengetahui pencapaian pembangunan manusia suatu negara karena dalam batas-batas tertentu IPM mewakili tujuan dari pembangunan manusia. Hal ini sejajar dengan pemahaman yang telah dikemukakan oleh UNDP dalam Laporan Pembangunan Manusia Tahun 1990, bahwa tujuan mendasar dari pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat hidup lebih panjang, lebih sehat serta memiliki kreativitas untuk mengaktualisasikan gagasan. Pernyataan ini sejalan dengan yang pernah dikemukakan oleh Sen (2000), bahwa dengan menempatkan pembangunan manusia sebagai tujuan akhir dari proses pembangunan diharapkan dapat menciptakan peluang-peluang yang secara langsung menyumbang upaya memperluas dan meningkatkan kemampuan manusia dan kualitas kehidupan mereka, antara lain melalui peningkatan layanan kesehatan, pendidikan dasar dan jaminan sosial, khususnya bagi warga miskin. Diantara beberapa pengertian pembangunan manusia di atas, dapat ditarik benang merah kesamaan, bahwa pembangunan manusia adalah upaya meningkatkan kemampuan manusia terutama melalui peningkatan taraf kesehatan dan pendidikan, sehingga membuat manusia menjadi lebih sehat, lebih kreatif dan lebih produktif sehingga memungkinkan untuk meraih peluang-peluang yang tersedia bagi dirinya masing-masing dalam kelangsungan hidupnya untuk mendapatkan penghasilan yang layak. 2.4. Tinjauan Studi Terdahulu Brata (2002), meneliti tentang Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional di Indonesia. Hasil estimasi memberikan bukti adanya hubungan antara pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi regional di Indonesia, termasuk di masa krisis. Hasil estimasi model IPM dan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) dengan metode 2SLS. Dalam model IPM, variabel PDRB
adhk
terbukti
sangat
signifikan
pengaruhnya
terhadap
tingkat
17
pembangunan manusia yang dilihat dari IPM. Selain itu, variabel lama pendidikan sekolah perempuan juga berpengaruh signifikan. Sedangkan indeks Gini, rasio migas dan variabel boneka konflik tidak signifikan pengaruhnya terhadap IPM Ranis (2004), dalam penelitiannya menemukan bahwa pembangunan manusia merupakan prasyarat untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, kebijakan pemerintah dan pendanaan publik mungkin perlu ditingkatkan. Negara dalam ambang batas pembangunan manusia apabila suatu bangsa yang terjebak siklus perangkap kemiskinan. Rendahnya pembangunan manusia mungkin perlu target pemerintah dalam menginvestasikan untuk memenuhi biaya perbaikan pembangunan manusia. Investasi ini meliputi biaya tetap sekolah, rumah sakit, dan yang diperlukan perbaikan pemerintahan untuk secara efektif melaksanakan proyek investasi tersebut. Ramires, et. al (2000), dalam kajiannya tentang hubungan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia, menggunakan dua model yaitu: (1) pertumbuhan ekonomi untuk pembangunan manusia, (2) pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Berbagai hubungan di masing-masing model, beserta tinjauan dari beberapa materi yang ada. Ramires menggunakan data lintasnegara untuk periode 1970-1992. Hasil yang diperoleh bahwa ada hubungan positif yang kuat di kedua arah dan bahwa pengeluaran publik untuk pelayanan sosial dan pendidikan perempuan menentukan kekuatan hubungan antara pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia, sementara tingkat investasi dan distribusi pendapatan berhubungan signifikan dalam menentukan kekuatan antara pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil-hasil studi empiris di berbagai negara termasuk juga di Indonesia, menunjukkan adanya keterkaitan antara pembangunan SDM dan pembangunan ekonomi, adapun faktor faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM sudah mulai diungkap satu persatu. 2.5. Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian diatas, secara sederhana dapat di katakan kualitas SDM di Provinsi Banten berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, karena SDM merupakan salah satu input dalam proses produksi, yang selanjutnya akan mempengaruhi pembangunan ekonomi. Oleh karena itu perlu perhatian yang serius
18
terhadap pembangunan SDM. Untuk meningkatkan kualitas SDM, salah satu indikatornya adalah IPM. Meningkatnya IPM akan berdampak pada pencapaian pembangunan. Strategi untuk meningkatkan IPM secara efektif adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian IPM, sehingga bisa dijadikan faktor penting dalam menentukan kebijakan. Secara keseluruhan kerangka pemikiran penelitian ini seperti pada Gambar 3
PROVINSI BANTEN Pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia
Provinsi Baru
1. 2. 3. 4.
Penyangga Ibu Kota
PDRB perkapita yang tinggi IPM yang rendah Pendidikan yang rendah Pengangguran yang tinggi
Gambaran Pembangunan SDM dan pembangunan ekonomi di Provinsi Banten Analisis Deskriptif
Faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM 1. Koefisien gini rasio 2. Pendapatan perkapita 3. Pengeluaran Pemerintah 4. Pendidikan 5. Kesehatan Analisis Regresi
Gambar 3. dalam Kerangka Penelitian Strategi peningkatan SDM Gambar 3. Kerangka Pemikiran 2.6. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah: 1. Pembangunan ekonomi berpengaruh positif terhadap meningkatkan pembangunan SDM 2. Peningkatan PDRB perkapita berpengaruh positif terhadap peningkatan pembangunan SDM.
19
3. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap peningkatan pembangunan SDM
20
Halaman ini sengaja dikosongkan
21
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Banten dengan menggunakan data tahun 2002 sampai dengan tahun 2009. Pemilihan dilakukan dengan melihat Provinsi Banten merupakan provinsi baru dan secara geografis yang strategis, sebagai penopang Ibu Kota Negara, namun melihat isu nasional mengenai kemiskinan, pengangguran dan pendidikan yang masih kurang diperhatikan oleh pemerintah daerah ataupun masyarakat itu sendiri menjadi bahan pemikiran Provinsi Banten layak untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. 3.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Keuangan. Data yang digunakan antara lain data produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Banten, PDRB Kabupaten/Kota se Provinsi Banten, data IPM, rata-rata lama sekolah, angka harapan hidup, realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan, tenaga kerja tahun 2002 sampai 2009. Data APBD yang digunakan berasal dari publikasi APBD oleh BPS dan Departemen Keuangan. Data APBD dipisahkan menurut fungsinya, sehingga didapat besarnya nilai anggaran untuk pendidikan, kesehatan. Data kesehatan dan pendidikan dikumpulkan oleh BPS setiap tahun melalui SUSENAS. Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan membaca tabel dan gambar. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk melihat kondisi pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan dan pembangunan SDM selama periode penelitian. Analisis disajikan dalam bentuk deskripsi dibantu dengan tabel dan gambar agar dapat dengan mudah dipahami pembaca.
22
Analisis Regresi Data Panel Data panel (atau longitudinal data) adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu. Dalam data panel, data cross section yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel (total jumlah observasi = N x T). Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel. Penggabungan data cross section dan time series dalam studi data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh model cross section dan time series murni. Penggunaan data panel telah memberikan banyak keuntungan secara statistik maupun menurut teori ekonomi diantaranya sebagai berikut: 1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu. 2. Dengan mengkombinasikan data time series dan cross section, data panel dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat kebebasan dan lebih efisien. 3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Karena berkaitan dengan observasi cross section yang berulang, maka data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis. 4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja. Selain manfaat yang diperoleh dengan penggunaan panel data, metode ini juga memiliki keterbatasan di antaranya adalah: 1. Masalah dalam disain survei panel, pengumpulan dan manajemen data. Masalah yang umum dihadapi diantaranya: cakupan (coverage), nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi dan waktu wawancara. 2. Distorsi kesalahan pengamatan (measurement errors). Measurement errors umumnya terjadi karena respon yang tidak sesuai. 3. Masalah selektivitas (Selectivity) yang mencakup hal-hal berikut:
23
a. Self-selectivity Æ Permasalahan ini muncul karena data-data yang dikumpulkan untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang ada. b. Nonresponse Æ Permasalahan ini muncul dalam panel data ketika ada ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden (sample rumahtangga). c. Attrition Æ Yaitu jumlah responden yang cenderung berkurang pada survei lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal dunia atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi 4. Dimensi waktu (time series) yang pendek. Jenis panel mikro biasanya mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu. 5. Cross-section dependence. Sebagai contoh, apabila macro panel dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country dependence akan mengakibatkan inferensi yang salah (misleading inference). Analisis data panel secara garis besar dibedakan menjadi dua macam yaitu statis dan dinamis. Pada analisis data panel dinamis, regressor-nya mengandung variabel lag dependent-nya, sedangkan pada analisis data panel statis tidak. Penelitian ini menggunakan analisis data panel statis sehingga pembahasannya dibatasi untuk analisis statis saja. Secara umum, terdapat dua pendekatan dalam metode data panel, yaitu Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Keduanya dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas. Misalkan diberikan persamaan regresi data panel sebagai berikut: y it = a i + X it β + ε it
(3.1)
dimana: yit : nilai dependent variable untuk setiap unit individu (cross section unit) i pada periode t dimana i = 1, …, n dan t = 1, …, T
ai
: unobserved heterogenity
X it
: nilai independent variable yang terdiri dari sejumlah K variabel. Struktur datanya sebagai berikut.
24
⎡ x111 ⎢x ⎢ 112 ⎢ ... ⎢ periode T ⎢ x11T ⎢ x121 ⎢ ⎢ x122 ⎢ ... X it = ⎢ ⎢ x12T ⎢ ⎢ ... ⎢ ... ⎢ ⎢ x1N 1 ⎢x ⎢ 1N 2 ⎢ ... ⎢x ⎣ 1NT
periode 1 periode 2
x211
...
x212 ... x21T
... ... ...
x221 x222
... ...
...
... ... ...
x22T ... ... x2 N 1 x2 N 2 ... x2 NT
... ... ... ... ...
x K 11 ⎤ x K 12 ⎥⎥ ... ⎥ ⎥ x K 1T ⎥ x K 21 ⎥ ⎥ x K 22 ⎥ ... ⎥ ⎥ x K 2T ⎥ ⎥ ... ⎥ ... ⎥ ⎥ x KN 1 ⎥ xKN 2 ⎥ ⎥ ... ⎥ x KNT ⎥⎦
individu ke-1
individu ke-2
individu ke-N
Pada one way, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk: ε it = λ i + u it
(3.2)
dimana: λ i : efek individu (time invariant) u it
: disturbance yang besifat acak ( u it ~ N (0, σ u2 ) )
Untuk two way, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk: ε it = λ i + μ t + u it
(3.3)
Dimana: μ t : efek waktu (individual invariant) Pada pendekatan one way komponen error hanya memasukkan komponen error yang merupakan efek dari individu ( λ i ). Pada two way telah memasukkan efek dari waktu ( μ t ) ke dalam komponen error. uit diasumsikan tidak berkorelasi dangan X it . A Fixed Effect Model (FEM) FEM digunakan ketika efek individu dan efek waktu mempunyai korelasi dengan X it atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intecept. Untuk one way komponen error: y it = a i + λ i + X it β + u it
(3.4)
Untuk two way komponen error: y it = a i + λi + μ t + X it β + u it
(3.5)
Penduga FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik, yaitu Pooled Least Square (PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy Variable (LSDV), dan Two Way Error Component Fixed Effect Model.
25
1. Pendekatan Pooled Least Square (PLS) Pada prinsipnya, pendekatan ini adalah dengan menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled) sehingga terdapat N x T observasi yang diregresikan dengan model: y it = α i + X it + u it
dengan α i = a i + λi
(3.6)
Asumsinya tidak ada perbedaan antar individu sehingga α i bersifat konstan untuk semua observasi ( α i = α ). Pendugaan parameternya mirip dengan estimasi dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Keuntungan menggunakan pendekatan PLS adalah dapat meningkatkan derajat kebebasan sehingga dapat memberikan hasil estimasi yang lebih efisien. Hal ini disebabkan oleh observasinya menjadi lebih banyak. Kelemahan pendekatan PLS yaitu dugaan parameter β akan bias karena mengabaikan efek individu. PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode waktu yang sama atau sebaliknya yaitu PLS tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda.
2. Pendekatan Within Group (WG) Pendekatan WG digunakan untuk mengatasi masalah bias pada PLS. Teknik yang digunakan adalah dengan menggunakan data deviasi dari rata-rata individu. Model regresi dari pendekatan WG ini adalah: yit* = yit − yi
yi = T −1
T
∑y
it
yi = α i + xi' β + ui
(3.7)
it
yit = α i + xit' β + uit
(3.8)
t =1
xit* = xit − xi
xi = T −1
T
∑x t =1
26
yit − yi = (α i − α i ) + (xit − xi )' β + (uit − ui )
atau
y it* = x it*' β + u it*
(3.9)
Kelebihan pendekatan WG adalah dapat menghasilkan dugaan parameter β yang tidak bias. Kelemahannya adalah dugaan parameter β relatif lebih tidak efisien dibanding pendekatan PLS. Atau dengan kata lain nilai var( βWG ) > var( β PLS ). Kelemahan lainnya adalah tidak mengakomodir heterogenitas individu karena tidak ada intercept dalam model WG.
3. Pendekatan Least Square Dummy Variable (LSDV) Pendekatan ini banyak digunakan untuk menduga parameter pada FEM. Pendekatan ini merepresentasikan perbedaan intercept dengan dummy variable. Jumlah dummy variable adalah sesuai dengan banyaknya individu. Persamaan regresi untuk pendekatan LSDV adalah sebagai berikut : yit = α1d1it + α 2 d 2it + ... + α N d Nit + xit' β + uit
(3.10)
Persamaan ini diestimasi dengan metode OLS sehingga diperoleh β LSDV . Kelebihan pendekatan LSDV adalah dapat menghasilkan parameter β LSDV yang efisien dan tidak bias. Kelemahannya hanya terjadi jika jumlah unit observasinya (individu) sangat besar sehingga akan terlihat cumbersome. Uji signifikansi intercept menggunakan uji-F dengan hipotesis: H0 : α 1 = α 2 = ... = α N (Lebih baik menggunakan metode PLS) H1 : minimal satu dari α i ada yang tidak sama (Lebih baik menggunakan metode LSDV)
27
Fstat =
2 2 − R PLS R LSDV NT − N − k . 2 N −1 1 − R LSDV
(3.11)
2 : koefisien determinasi LSDV Dimana R LSDV 2 R PLS
k
: koefisien determinasi PLS : banyaknya peubah
Jika Fstat > Ftabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga hipotesa bahwa α adalah konstan dapat ditolak atau dengan kata lain penggunaan metode LSDV lebih valid. 4. Pendekatan Two Way Error Component Fixed Effect Model Model ini disusun berdasarkan fakta bahwa terkadang fixed effect tidak hanya berasal dari observasi individu tetapi juga berasal dari efek waktu, sehingga model dasar yang digunakan adalah: y it = α i + γ t + x it' β + u it
(3.12)
dimana γ t merepresentasikan efek waktu. Jika masing efek individu dan efek waktu diasumsikan berbeda, maka akan terdapat sejumlah N+T dummy variable. Sehingga modelnya menjadi: y it = α 1 d 1it + ... + α N d Nit + γ 1 g 1it + ... + γ T g Tit + x it' β + u it
(3.13)
d adalah dummy variable untuk individu dan g adalah dummy variable untuk periode waktu. Penambahan sejumlah dummy variable ke dalam persamaan menyebabkan masalah pada penggunaan two way fixed effect yaitu berkurangnya derajat kebebasan, yang pada
akhirnya akan semakin mengurangi efisiensi dari
parameter yang diestimasi. B. Random Effect Model (REM) REM digunakan ketika efek individu dan efek waktu tidak berkorelasi dengan X it atau memiliki pola yang sifatnya acak. Keadaan ini membuat komponen error dari efek individu dan efek waktu dimasukkan ke dalam error. Untuk one way komponen error: y it = a i + X it β + u it + λ i
(3.14)
Untuk two way komponen error: y it = a i + X it β + u it + λi + μ t
(3.15)
28
Asumsi yang digunakan dalam REM adalah E (u it | τ i ) = 0
(
)
E u it2 | τ i = σ u2 E (τ i | x it ) = 0
(
)
E τ i2 | x it = σ τ2
(
E u it τ
j
(
)
(
j
One way error component: τ i = λ i
untuk semua i dan t
Two way error component: τ i = λi + μ t
) = 0 untuk semua i, t, dan j
E u it u js = 0
E τ iτ
Dimana untuk:
untuk semua i dan t
untuk i ≠ j dan t ≠ s
) = 0 untuk i ≠ j Dari semua asumsi di atas, yang paling penting adalah E (τ i | x it ) = 0 .
Pengujian asumsi ini menggunakan HAUSMAN test. Uji hipotesis yang digunakan adalah: H0 : E (τ i | x it ) = 0 Æ Tidak ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas H1 : E (τ i | x it ) ≠ 0 Æ Ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas
(
H = βˆ REM − βˆ FEM
) (M '
FEM
− M REM
)−1 (βˆ REM
)
− βˆ FEM ~ χ 2 (k )
dimana M : matriks kovarians untuk parameter β k : derajat bebas 2 Jika H > χ tabel maka komponen error mempunyai korelasi dengan peubah bebas
dan artinya model yang valid digunakan adalah REM. Penduga REM dapat dihitung dengan dua cara yaitu pendekatan Between Estimator (BE) dan Generalized Least Square (GLS). 1. Pendekatan Between Estimator (BW) Pendekatan ini berkaitan dengan dimensi antar data (differences between individual) yang ditentukan sebagaimana OLS estimator pada sebuah regresi dari rata-rata individu y dalam nilai x secara individu. BW konsisten untuk N tak hingga, dengan asusmsi bahwa peubah bebas dan error tidak saling berkorelasi ( E (x it , ε i ) = 0 ).
29
2. Pendekatan Generalized Least Square (GLS) Pendekatan GLS mengkombinasikan informasi dari dimensi antar dan dalam (between dan within) data secara efisien. GLS dapat dipandang sebagai rata-rata yang dibobotkan dari estimasi between dan within dalam sebuah regresi. Uji Asumsi Uji asumsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan sebuah model yang akan digunakan. Setelah kita memutuskan untuk menggunakan suatu model tertentu (FEM atau REM) berdasarkan HAUSMAN Test, maka kita dapat melakukan uji terhadap asumsi yang digunakan dalam model. 1. Uji Heteroskedastisitas Nilai dugaan parameter dalam model regresi diasumsikan bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate), maka var (ui) harus sama dengan σ2 (konstan), atau semua residual atau error mempunyai varian yang sama, yang disebut dengan homoskedastisitas. Metode General Least Square (Cross section Weights) yaitu dengan membandingkan sum square Resid pada Weighted Statistics dengan sum square Resid unweighted Statistics dapat digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas. Jika sum square Resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas (Greene, 2002). 2. Uji Autokorelasi Autokorelasi yang terjadi dalam model regresi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Pengujian ada tidaknya autokorelasi dalam model dapat dilakukan pengujian dengan menggunakan Wooldridge Test. Metode Wooldrigde menggunakan residual dari model regresi pada first differences. Model regresi terbebas dari masalah autokorelasi jika korelasi residual dari model regresi pada first differences terhadap lag-nya adalah -0,05 (Drukker, 2003). Spesifikasi Model Spesifikasi Model dalam Penelitian Berdasarkan latar belakang dan pembahasan sebelumnya faktor yang berpengaruh terhadap pembangunan SDM dengan proksi IPM, adalah sebagai berikut, yaitu diantaranya pengeluaran pemerintah, pembangunan ekonomi,
30
pendidikan, tingkat ketimpangan, kesehatan. Faktor pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan digunakan sebagai pendekatan untuk pengeluaran
pemerintah
(GOV).
Kepala
rumah
tangga
berpendidikan
SMP/sederajat keatas menunjukkan tingkat pendidikan (ED). Hasil pembangunan ekonomi dengan indikator PDRB perkapita (INC). Data indeks gini menunjukkan ketimpangan pendapatan (GR). Tingkat kesehatan dapat diukur dengan angka kesakitan (HLTH). Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia, model dimodifikasi dari Ramirez, et. al(2000) menjadi: Yit = β0 + β1 EDit+ β2INCit + β3GRit + β4 HLTHit + β5 GOVit + εit
(3.16)
Y
: IPM
ED
: Persentase Kepala Rumah Tangga berpendidikan (SMP/sederajat keatas) (persen)
INC
: PDRB Perkapita (Ribu Rupiah)
GR
: Indeks Gini Rasio
HLTH
: Angka kesakitan (persen)
GOV
: Persentase Pengeluaran Pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan (persen)
ε
: error term
i
: Kabupaten/Kota
t
: Tahun
3.4. Definisi Operasional Pada bab 2 telah dijelaskan beberapa ukuran yang relevan digunakan dalam penelitian, diantaranya tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, ukuran ketimpangan pendapatan dan faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan SDM. Berdasarkan ukuran-ukuran tersebut, maka dapat didefinisikan beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian, dengan definisi operasional sebagai berikut. 1. IPM yaitu merupakan indikator komposit tunggal yang mampu mengukur dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk yaitu umur panjang dan
31
sehat, berpengetahuan dan berketerampilan, serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak (daya beli). 2. PDRB perkapita yaitu PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita atas dasar harga konstan menunjukkan nilai PDRB dan Pendapatan Regional per kepala atau per satu orang penduduk. (Ribu rupiah) 3. Indeks gini rasio adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Nilai Indeks Gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu),
dimana
nol
mencerminkan
kemerataan
sempurna
dan
satu
menggambarkan ketidakmerataan sempurna. Nilai indeks gini ini digunakan sebagai proksi ukuran ketimpangan pendapatan. 4. Pengeluaran pemerintah atas pendidikan merupakan besarnya pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan. Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan didekati dengan jumlah pengeluaran pembangunan untuk sektor pendidikan dan kebudayaan pada anggaran pendapatan belanja negara tahun 2002-2003. Selanjutnya pada tahun 2004-2009 diwakili oleh belanja negara menurut fungsi pendidikan. Variabel tersebut dihitung dalam satuan persentase terhadap total pengeluran pemerintah. 5. Pengeluaran pemerintah atas kesehatan merupakan besarnya pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan. Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan didekati dengan jumlah pengeluaran pembangunan untuk sektor kesehatan dan keluarga berencana pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 20022003. Kemudian selanjutnya tahun 2004-2009 diwakili dengan belanja negara menurut fungsi kesehatan. Variabel tersebut dihitung dalam satuan persentase terhadap total pengeluran pemerintah. 6. Kepala rumah tangga berpendidikan SMP/sederajat keatas adalah nilai ratarata kepala rumah tangga menempuh pendidikan SMP/sederajat keatas di sekolah. Satuan yang digunakan dalam menghitung adalah persen. 7. Angka Kesakitan, yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan atau keluhan kesehatan sehingga dapat menggangu aktivitas seharihari. Satuan yang digunakan dalam menghitung adalah persen.
32
Tabel 4. menunjukkan tentang variabel dan keterangannya. Tabel 4. Variabel yang Digunakan dalam Penelitian dan Keterangannya No
Nama Variabel
1. 2.
Y GOV
3. 4. 5. 6.
INC GR HLTH ED
Keterangan IPM Persentase Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan terhadap total pengeluaran PDRB perkapita Indeks Gini Rasio Angka kesakitan KRT berpendidikan SMP/sederajat keatas
Satuan Tanpa Satuan Persen
Ribu Rupiah Tanpa satuan Persen Persen
33
IV. DINAMIKA PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN 4.1. Kependudukan Provinsi Banten mempunyai luas 9.018,64 Km2. Secara administrasi wilayah ini dibagi menjadi empat kabupaten dan empat kota dan terdiri dari 154 kecamatan serta 1.535 desa/kelurahan. Wilayah Provinsi Banten berada pada batas astronomis
105.01’11”-106.07’12”BT
dan 5.07’50”-7.01’1”LS, serta
mempunyai posisi strategis pada lintas perdagangan nasional dan berbatasan langsung dengan Ibu Kota Negara. Batas wilayah Provinsi Banten adalah: sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur dengan Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat, sebelah selatan dengan Samudera Hindia dan, Sebelah barat dengan Selat Sunda. Informasi kependudukan sangat diperlukan bagi perencanaan dan evaluasi pembangunan. Hal ini dikarenakan paradigma pembangunan telah bergeser, yang semula pembangunan hanya bertumpu pada peningkatan pertumbuhan ekonomi tetapi saat ini juga peningkatan kualitas SDM. Jumlah penduduk di suatu daerah, sebenarnya merupakan suatu aset dan potensi yang besar bagi pembangunan apabila penduduk tersebut berkualitas, sebaliknya apabila jumlah penduduk yang besar tersebut mempunyai kualitas yang rendah, maka akan menjadi beban bagi proses pembangunan yang dilaksanakan. Pada Gambar 4 ditunjukkan perkembangan jumlah penduduk Banten yang terus meningkat dari tahun 1961 sampai 2009. Kecenderungan penduduk yang terus bertambah dari tahun ke tahun ini bukan hanya disebabkan pertambahan penduduk secara alamiah, tetapi juga tidak terlepas migran baru yang masuk yang disebabkan daya tarik Provinsi Banten. Daya tarik wilayah Banten, adanya daerah industri di sekitar Tangerang, Serang dan Cilegon, terutama industri pengolahan yang memberikan kontribusi 48,75 persen terhadap PDRB di provinsi ini. Penelitian Iskandar at. al., 2007 menyatakan, industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik urbanisasi yang cepat di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980-an. Berbeda dalam kasus industri berbasis sumber daya (resource-based industries), industri manufaktur cenderung berlokasi di dalam dan di sekitar kota.
34
4,000,000 3,500,000 3,000,000
Kab. Pandeglang
2,500,000
Kab. Lebak Kab. Tangerang
2,000,000
Kab. Serang
1,500,000
Kota Tangerang
1,000,000
Kota Cilegon
500,000 1961*
1971*
1980*
1990*
2000*
2009**
Sumber : Sensus Penduduk : *, Susenas : **.
Gambar 4. Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 1961– 2009 Penduduk Provinsi Banten yang termasuk kelompok penduduk muda, dengan kelompok usia 0-14 tahun sebanyak 29,93 persen, kelompok usia 15-44 tahun sebanyak 53,66 persen, kelompok usia 45-60 tahun sebanyak 11,81 persen dan kelompok 60 tahun keatas sebanyak 4,59 persen (Gambar 5). 75+ 70-74 65-69 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4
100
50
0
0
50
100
Sumber : BPS, 2011 (data diolah)
Gambar 5. Piramida Penduduk Provinsi Banten Tahun 2010 Komposisi penduduk usia produktif yang sangat besar merupakan potensi sekaligus juga tantangan tersendiri bagi pemerintah. Penduduk usia produktif yang banyak, maka angkatan kerja juga menjadi tinggi. Angkatan kerja yang tinggi merupakan modal yang potensial untuk pembangunan daerah, jika
35
dilengkapi dengan keterampilan dan keahlian yang memadai atau berkualitas. Keberhasilan ekonomi China tidak terlepas dari SDM yang dimiliki. Penduduk yang struktur umurnya mengelompok di usia kerja dan mempunyai ketrampilan, serta adanya dukungan pemerintah yang cukup tanggap dalam merespon gejolak yang ada, yaitu dengan menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga mampu menggerakkan roda perekonomian (Manson dan Wang, 2005). Proses penciptaan lapangan pekerjaan sangat berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi angka pertumbuhan ekonomi maka semakin marak kegiatan perekonomian yang berarti semakin banyak pula tenaga kerja yang diperlukan untuk mengerakkan roda perekonomian. Untuk Provinsi Banten, gambaran tentang proporsi penduduk yang masuk dalam pasar kerja (bekerja atau mencari pekerjaan) dapat diketahui melalui angka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) seperti yang tercantum dalam Tabel 5. Dari tabel tersebut diperoleh bahwa TPAK Banten pada tahun 2009 adalah sebesar 63,74 persen, artinya porsi penduduk usia kerja (penduduk usia 10 tahun keatas) yang terlibat dalam kegiatan ekonomi di provinsi ini hanya 63,74 persen. Jika diamati menurut wilayah, pada tahun 2009 tampak bahwa penduduk Kota Tangerang yang terlibat dalam kegiatan ekonomi mempunyai porsi paling tinggi dengan TPAK sebesar 68,51 persen. Sedangkan Kota Cilegon TPAK-nya masih dibawah 60 persen, yaitu sebesar 60,69 persen (Tabel 5). Tabel 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten Tahun 2008 - 2009 Kabupaten/Kota
2008
2009
Kab. Pandeglang
65,44
63,52
Kab. Lebak
67,62
67,69
Kab. Tangerang
65,89
62,12
Kab. Serang
60,14
60,78
Kota Tangerang
66,00
68,51
Kota Cilegon
59,99
60,09
Provinsi Banten
64,80
63,74
Pertumbuhan TPAK Sumber: BPS Provinsi Banten, 2009
- 1,64
36
Berkaitan dengan penduduk yang masuk dalam pasar kerja perlu dilihat juga
komposisi
pendidikan
kepala
rumah
tangga
(KRT).
KRT
yang
pendidikannya lebih tinggi, biasanya akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan di sektor unggulan karena tenaga kerja yang berpendidikan biasanya produktivitasnya relatif lebih baik. KRT yang mampu menyelesaikan pendidikan SMP/sederajat keatas, didominasi oleh Kota Tangerang, Kota Cilegon dan Kabupaten Tangerang, dengan rata-rata sebesar 72 persen, 66 persen dan 55 persen, sedangkan Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak dibawah 50 persen (Gambar 6). 90
Persen
80 70
Kab Pandeglang
60
Kab Lebak
50
Kab Tangerang
40
Kab Serang
30
Kota Tangerang
20
Kota Cilegon
10 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Sumber : BPS, 2009 (data diolah)
Gambar 6. Persentase KRT Berpendidikan SMP/Sederajat Keatas Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2002-2009 Penduduk yang berbadan sehat relatif mampu melakukan kegiatan sehariharinya lebih baik dari pada yang sakit-sakitan, sehingga produktivitasnya akan lebih baik. Salah satu ukuran besarnya penduduk yang mengalami kesakitan dapat dilihat dengan indikator angka kesakitan. Setiap tahunnya hampir semua penduduk kabupaten/kota se Provinsi Banten mengalami kenaikan dalam angka kesakitannya. Terdapat empat kabupaten yang mulai menurun angka pesakitannya pada tahun 2009, yaitu: Kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang, Kota Cilegon dan Kabupaten Lebak (Gambar 7).
Persen
37
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 -
Kab Pandeglang kab Lebak kab Tangerang Kab serang Kota Tangerang Kota Cilegon
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Sumber : BPS, 2011 (data diolah)
Gambar 7. Persentase Angka Kesakitan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2002 - 2009 Perkembangan pendidikan dan kesehatan tenaga kerja dan keluarganya di Provinsi Banten, sangat tergantung pada pembangunan ekonomi dari tahun awal terbentuknya provinsi ini. Pembangunan ekonomi dapat membentuk kegiatan ekonomi sehingga memungkinkan penduduk meningkatkan pendapatannya atas fungsinya sebagai tenaga kerja. Pendapatan penduduk akan semakin meningkat disaat perekonomian semakin membaik, sehingga rumah tangga dalam mengalokasikan pendapatannya untuk biaya pendidikan dan kesehatan menjadi lebih banyak. 4.2. Perkembangan Perekonomian Pembangunan ekonomi Provinsi Banten mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, selama periode 2002 sampai 2009. Pada tahun 2002 pertumbuhannya 4,11 persen dan terus meningkat menjadi 4,69 pada tahun 2009 (Gambar 8). 7 6
5.63
Persen
5.57
5.82
5.07
5 4
6.04
5.88
4.69
4.11
3 2 1 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah), 2009
Gambar 8. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten Tahun 2002–2009
2009
38
Jika dicermati lebih lanjut pada tingkat Kabupaten/Kota, terlihat bahwa Kota Tangerang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi, yaitu 6,32 persen per tahun, sedangkan Kabupaten Tangerang rata-rata pertumbuhan ekonominya paling rendah hanya 3,95 persen per tahun (Tabel 6). Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota se Provinsi Banten Tahun 2007-2009 Kabupaten/Kota
2007
2008
2009
Rata-rata
Kab. Pandeglang
4,48
4,29
3,97
4,25
Kab. Lebak
4,90
4,06
4,10
4,35
Kab. Serang
6,48
5,51
4,40
5,46
Kab. Tangerang
4,71
3,95
3,18
3,95
Kota Tangerang
6,86
6,37
5,74
6,32
Kota Cilegon
6,25
5,63
5,44
5,77
Provinsi Banten
6,04
5,77
4,69
5,50
Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah)
Pertumbubahan ekonomi Banten tidak terlepas dari peran sektor unggulan yaitu sektor industri. Sektor ini menyumbang lebih dari 40 persen PDRB Provinsi Banten. Sektor unggulan berikutnya adalah sektor perdagangan dan jasa (Gambar 9), namun melihat rata rata penyerapan tenaga kerja kedua sektor ini relatif sama dengan sektor yang bukan unggulan, yaitu sektor pertanian. 100% 9. JASA-JASA
90%
8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
80% 70%
6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 5. B A N G U N A N
60% 50%
4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
40%
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
30%
2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
20%
1. PERTANIAN
10% 0% 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006 2007
2008
Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah) Gambar 9. Persentase Distribusi sembilan Sektor Kegiatan Ekonomi di Provinsi Banten 2000 – 2008 Rata-rata PDRB perkapita Provinsi Banten tahun 2002–2009 sebesar 10,11 juta per tahun (BPS Provinsi Banten, 2009). Gambar 10 menunjukkan bahwa dari 8 Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, hanya ada dua daerah yang
39
memiliki rata-rata PDRB perkapita diatas nilai tersebut, yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon dengan nilai rata-rata masing-masing 15,19 juta rupiah dan 29,42 juta rupiah. Kedua kota ini merupakan daerah perindustrian, sehingga pendapatan perkapitanya besar. Sedangkan empat Kabupaten/Kota lainnya memiliki PDRB perkapita dibawah nilai rata-rata. Terlihat bahwa terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Banten (Gambar 10). 35.00 30.00 Jutaan Rupiah
pandeglang 25.00
lebak
20.00
kab.tangerang
15.00
serang kot.tangerang
10.00
cilegon
5.00 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
tahun
Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah)
Gambar 10. Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi Banten 2002 – 2009 Perbedaan pendapatan penduduk antar kabupaten/kota juga menunjukan pola konsumsi yang berbeda pula. Kota Tangerang merupakan salah satu daerah yang pola konsusmsi non makanan lebih mendominasi dibanding konsumsi makanan yaitu sebesar 60,8 persen dibanding 39,2 persen. Kabupaten Tangerang juga merupakan daerah yang hampir sama pola konsumsinya dengan Kota tangerang, dan empat kabupaten/kota lainnya, pola konsumsinya masih didominasi oleh pengeluaran untuk konsumsi makanan (Tabel 7). Tabel 7. Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Pengeluaran, Tahun 2009 Kabupaten/Kota Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Provinsi Banten Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah)
Jenis Pengeluaran Makanan Non Makanan 66,7 33,3 64,4 35,6 47,4 52,6 59,6 40,4 39,2 60,8 53,4 46,6 49,4 50,6
40
Ketimpangan masyarakat Kabupaten/Kota se Provinsi Banten dapat juga dilihat dengan indikator indeks gini rasio. Daerah yang rata rata ketimpangan paling besar dari tahun 2002 sampai dengan 2009 adalah Kabupaten Tangerang dengan ketimpangan individu sebesar 0,30. Ketimpangan ini sebenarnya sudah mulai menurun dibandingkan antara tahun 2002 (0,34) dan tahun 2009 (0,32). Ketimpangan individu terbesar pada tahun 2009 adalah Kota Tangerang, lalu Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon. Nilai indeks gini rasio yang besar di ketiga daerah tersebut, menunjukkan bahwa daerah tersebut terjadi kesenjangan pendapatan yang lebih besar dibandingkan tiga kabupaten/kota lainnya. Hanya Kabupaten Serang dan Kabupaten Lebak yang indeks gini rasionya mulai menurun pada tahun 2009 dibanding tahun 2008 (Gambar 11). 0.40 0.35 Kab Pandeglang
Persen
0.30
Kab Lebak
0.25
Kab Tangerang
0.20
Kab Serang
0.15
Kota Tangerang
0.10
Kota Cilegon
0.05 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah), 2010
Gambar 11. Perkembangan Indeks Gini Rasio Kabupaten/Kota di Provinsi Banten 2002 – 2009 4.3. Kebijakan Pembangunan SDM Meningkatnya perekonomian (Gambar 8) masih belum dinikmati semua masyarakat Banten, dimana masih banyak penduduk yang tidak tertampung dalam kegiatan usaha ekonomi, atau masih banyak penggangguran (Tabel 3). Banyaknya pengangguran berdampak pada banyaknya rumah tangga miskin. Hasil survei sosial ekonomi nasional (BPS, 2009) menyatakan bahwa rumah tangga miskin sebagian besar pendapatannya digunakan untuk konsumsi makanan sedangkan pengeluaran untuk sektor bukan makanan proporsinya lebih kecil sehingga tidak semua rumah tangga di Banten mampu membiayai anaknya sekolah dan bahkan untuk medis.
41
Agar masyarakat dapat mendapatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan perlu adanya campur tangan pemerintah untuk mencukupinya. Banyaknya permintaan kedua fasilitas sosial di masyarakat maka perlu peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk kedua bidang sosial tersebut. Hal ini sesuai dengan program pemerintah pusat yang sedang gencar penggalakkan bidang kesehatan dan pendidikan. Investasi dalam hal pendidikan mutlak dibutuhkan, sehingga pemerintah harus dapat membangun suatu sarana dan sistem pendidikan yang baik. Alokasi anggaran pengeluaran pemerintah terhadap pendidikan merupakan wujud nyata dari investasi untuk meningkatkan produktivitas masyarakat. Pengeluaran pembangunan pada sektor pendidikan dapat dialokasikan untuk penyediaan infrastruktur pendidikan dan menyelenggarakan pelayanan pendidikan kepada seluruh penduduk Indonesia secara merata. Anggaran pendidikan sebesar 20 persen merupakan wujud realisasi pemerintah untuk meningkatkan pendidikan. Bidang kesehatan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia, tanpa kesehatan masyarakat tidak dapat menghasilkan suatu produktivitas bagi negara. Negara sedang berkembang seperti Indonesia mengalami tahap perkembangan menengah, dimana pemerintah harus menyediakan lebih banyak sarana publik seperti kesehatan untuk meningkatkan produktivitas ekonomi. Sarana kesehatan dan jaminan kesehatan harus dirancang sedemikian rupa oleh pemerintah melalui pengeluaran pemeritah. Menurut penelitian yang dilakukan Haryanto (2005) menunjukkan bahwa sektor kesehatan, tingkat persalinan yang ditolong tenaga medis dan persentase pengeluaran pemerintah untuk kesehatan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kematian balita. Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan terbukti cukup besar pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja sektor tersebut. Mengingat besarnya pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap peningkatan kinerja dari kesehatan maka perlu adanya
upaya
secara
bertahap
dari
pemerintah
untuk
meningkatkan
pengeluarannya pada sektor kesehatan. Kondisi umum pendidikan di Provinsi Banten ditandai oleh rendahnya kualitas SDM (SDM); sekitar 50 persen dari penduduk usia 10 tahun keatas hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) atau kurang (Gambar 12). Pada saat yang
42
sama, hanya 5 persen yang berpendidikan tinggi.
5.5
Tidak/Belum Tamat SD/MI/Sederajat
25.9
20.7
SD/MI/Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/SMK/Sederajat
18.1
29.7
Universitas
Sumber: BPS, 2009
Gambar 12. Persentase Penduduk Usia 10 tahun Keatas Berdasarkan Pendidikan pada Tahun 2009 Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 disebutkan bahwa pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus mengalokasikan 20 persen anggaran untuk bidang
pendidikan.
Namun
pemerintah
menghadapi
kendala
dalam
mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan, karena ada trade off dengan pengeluaran sektor lain yang erat kaitannya dengan pembangunan manusia, misalnya sektor kesehatan. Selama periode 2002-2009 rata-rata pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan lebih dari 20 persen kecuali, pada tahun 2002 terdapat 3 Kabupaten/Kota yang masih dibawah 20 persen. Lonjakan yang terjadi pada tahun 2005 disebabkan oleh munculnya UU No. 23 Tahun 2003 yang mengharuskan pemerintah mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen (Gambar 13).
% pengeluaran bidang
pendidikan dan kesehatan
70.00 60.00 pandeglang
50.00
lebak
40.00
kab.tangerang
30.00
serang kot.tangerang
20.00
cilegon
10.00 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
tahun
Sumber: Departemen Keuangan, 2010
Gambar 13. Persentase Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002 - 2009
43
Meningkatnya fasilitas bidang pendidikan dan kesehatan (Tabel 8 dan 9) diharapkan mampu meningkatkan pelayanan sosial untuk mewujudkan kebutuhan dasar sehingga menjadikan manusia yang berkualitas dari sisi pendidikan dan kesehatan, dan terwujudnya pembangunan manusia yang diharapkan. Tabel 8. Jumlah Sekolah Berdasarkan Jenjang Pendidikan Menurut Kabupaten/ Kota Tahun 2007 - 2009 2007
SD 2008
2009 2007
Kab. Pandeglang
880
874
868
59
95
110
Kab. Lebak
761
756
752
63
64
Kab. Tangerang
962
965
956
63
Kab. Serang
930
1030
1410
Kota Tangerang
377
378
Kota Cilegon
149
149
Kabupaten/Kota
Provinsi Banten Pertumbuhan (%)
SMU 2008
2009
17
18
18
140
22
29
26
71
74
34
41
44
70
76
164
22
29
50
378
21
24
24
14
15
15
149
10
11
12
5
5
5
286
341
524
114
137
158
4.059 4.152 4.513 11,18
SMP 2008 2009 2007
83,21
38,59
Sumber: BPS, 2009
Fasilitas jumlah SD sampai SMU yang berada di Provinsi Banten meningkat secara signifikan, pembangunan jumlah SMP untuk mencukupi kebutuhan lulusan SD yang ingin melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi cukup besar yaitu meningkat sebesar 83,21 persen (Tabel 8). Pembangunan fasilitas kesehatan yang ada juga mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu sebesar 71,79 persen. Peningkatan kedua fasilitas tersebut merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan pendistribusian pendapatan secara tidak langsung. Tabel 9. Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007-2009 Rumah Sakit Puskesmas Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2007 2008 2009 Kab. Pandeglang 2 2 2 34 36 36 Kab. Lebak 3 3 3 35 37 40 Kab. Tangerang 12 19 28 40 47 49 Kab. Serang 2 5 7 38 38 34 Kota Tangerang 18 21 23 25 25 30 Kota Cilegon 2 2 4 8 8 8 Provinsi Banten 39 52 67 180 191 197 Pertumbuhan (%) 71,79 9,44 Sumber: BPS, 2009
44
4.4. Pencapaian Pembangunan Manusia Sampai dengan tahun 2009 tingkat pembangunan manusia regional cukup baik, seperti tampak berkurangnya kemiskinan dan membaiknya tingkat harapan hidup dan melek huruf (BPS, 2009). Pencapaian pembangunan manusia di Provinsi Banten, tidak terlepas dari peran tingkat Kabupaten/Kota, sebagai wilayah otonomi yang melakukan sebagian proses pembangunan dan swadaya masyarakat setempat. Hasil dari seluruh upaya pembangunan manusia dapat dilihat dari beberapa indikator yang ada. Angka harapan hidup dapat menggambarkan tingkat kesehatan yang telah dicapai masyarakat. Semakin baik tingkat kesehatan masyarakat diharapkan kesempatan untuk hidupnya cenderung semakin besar/lama. Sebaliknya tingkat kesehatan yang buruk akan cenderung memperpendek usia hidup. Indikator angka harapan hidup juga dapat digunakan untuk mengukur pembangunan di bidang kesehatan. Meningkatnya angka harapan hidup dapat berarti adanya perbaikan pembangunan di bidang kesehatan yang biasanya ditandai dengan membaiknya kondisi sosial ekonomi penduduk, membaiknya kesehatan, lingkungan dan lain sebagainya . Tabel 10. Angka Harapan Hidup dan Indeksnya Menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2008-2009 Kabupaten/Kota
Angka Harapan Hidup 2008
2009
Indeks 2008
2009
Kab. Pandeglang
63,28
63,52
63,80
64,21
Kab. Lebak
63,14
63,21
63,57
63,68
Kab. Tangerang
65,44
65,61
67,40
67,69
Kab. Serang
62,65
63,08
62,75
63,46
Kota Tangerang
68,29
68,33
72,14
72,22
Kota Cilegon
68,49
68,53
72,48
72,56
Banten
64,60
64,75
66,00
66,25
Sumber: BPS, 2009
Angka harapan hidup Provinsi Banten pada tahun 2009 menunjukkan angka 64,75 meningkat dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 64,60. Artinya, bayi yang dilahirkan pada tahun 2009 mempunyai harapan hidup sampai berusia 64,75 tahun. Sedangkan indeks harapan hidup sebesar 66,25 pada tahun 2009
45
meningkat dari 66,00 pada tahun 2008. Rata-rata angka harapan hidup Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon memiliki harapan hidup yang lebih besar diatas rata-rata Provinsi Banten (Gambar 14) 69
68.53
68.33
68 67 66
65.61
65 64
64.75 63.52
63.21
63.08
63 62 61 60
Kab Serang
Kab Lebak
Kab Pandeglang
Banten
Kab Tangerang
Kota Tangerang
Kota Cilegon
Sumber: BPS, 2009
Gambar 14. Angka Harapan Hidup menurut Kabupaten/Kota di Banten, 2009 Indikator tingkat melek huruf dan rata-rata lama sekolah penduduk dewasa (usia 15 tahun ke atas) dapat menggambarkan tingkat keberhasilan dan perkembangan pembangunan di bidang pendidikan. Dua indikator ini dipandang dapat mengukur tingkat pengetahuan masyarakat, sehingga digunakan dalam penghitungan IPM sebagai indikator derajat pendidikan masyarakat. Tabel 11. Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah dan Indeksnya Menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2008-2009
Kabupaten/Kota
Angka Melek Huruf (%) 2008
2009
Rata- Rata Lama Sekolah (Tahun) 2008
2009
Indeks Pendidikan 2008
2009
Kab. Pandeglang
96,29
96,30
6,38
6,44
78,37
78,51
Kab. Lebak
94,10
94,55
6,20
6,22
76,51
76,86
Kab. Tangerang
95,34
95,66
8,90
8,93
83,34
83,61
Kab. Serang
94,58
94,93
7,00
7,04
78,61
78,93
Kota Tangerang
98,34
98,35
9,82
9,95
87,39
87,69
Kota Cilegon
98,70
98,71
9,64
9,66
87,22
87,27
Banten
95,60
95,95
8,10
8,15
81,73
82,08
Sumber: BPS, 2009
46
Angka melek huruf diambil dari data kemampuan baca tulis, yang dipandang sebagai modal dasar yang perlu dimiliki setiap individu, agar mempunyai peluang yang sama untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Tingkat pengetahuan dan ketrampilan lainnya secara umum dapat digambarkan melalui rata-rata lama sekolah. Diharapkan dua indikator tersebut dapat menggambarkan kualitas pendidikan secara umum. Pada tahun 2009, angka melek huruf Provinsi Banten mencapai 95,95 persen meningkat dari 95,60 persen pada tahun 2008. Ini menunjukkan bahwa penduduk Banten sudah cukup baik dalam hal baca tulis mengingat untuk mencapai 100 persen angka melek huruf suatu wilayah sangat sulit karena ada sebagian penduduk usia tua yang tingkat pendidikannya sangat rendah bahkan ada yang belum sekolah sehingga mereka tidak mempunyai kemampuan baca tulis (Gambar 15).
82.08 81.73
Banten
87.27 87.22
Kota Cilegon
87.69 87.38
Kota Tangerang 78.93 78.61
Kab Serang
2009
Kab Tangerang Kab Lebak
76.86 76.51 78.51 78.37
Kab Pandeglang 70.00 72.00
2008
83.61 83.34
74.00 76.00
78.00 80.00
82.00
84.00 86.00
88.00
Sumber: BPS, 2009
Gambar 15. Indeks Pendidikan Menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 20082009 Kabupaten/Kota paling tinggi angka melek hurufnya pada tahun 2009 adalah Kota Cilegon yang mencapai 98,71 persen. Sedangkan Kabupaten/Kota paling rendah adalah Kabupaten Lebak yang mencapai 94,55 persen. Kondisi yang sama pada tahun 2008, yaitu paling tinggi adalah Kota Cilegon dan paling rendah Kabupaten Lebak. Rata-rata lama sekolah penduduk Banten pada tahun 2009 mencapai 8,15 tahun. Ini berarti rata-rata penduduk Banten bersekolah sampai kelas 3 SMP tapi belum sampai tamat SMP. Angka ini cukup meningkat dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 8,10 tahun. Kabupaten/Kota paling
47
tinggi rata-rata lama sekolahnya pada tahun 2009 adalah Kota Tangerang yang mencapai 9,95 tahun. Sedangkan Kabupaten/Kota terendah adalah Kabupaten Lebak yang mencapai 6,22 tahun. Berdasarkan kedua indikator pendidikan diatas, maka indeks pendidikan pada tahun 2009 Provinsi Banten mencapai 82,08, angka ini meningkat dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 81,73. Unsur dasar pembangunan manusia lainnya yang diakui secara luas adalah daya beli masyarakat. Komponen ini mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan beberapa variabel seperti keterampilan, kesempatan kerja dan pendapatan. Pengukuran komponen daya beli didekati dengan besarnya konsumsi perkapita yang telah disesuaikan. Pemakaian variabel konsumsi riil dimaksudkan untuk mengeliminir perbedaan dan perubahan harga (inflasi) yang terjadi, sehingga angka yang dihasilkan dapat dibandingkan antar daerah dan antar waktu. 66 65 64 63 2008 2009
62 61 60 59 Kab Kab Lebak Pandeglang
Kab Kab Serang Kota Tangerang Tangerang
Kota Cilegon
Banten
Sumber: BPS, 2009
Gambar 16. Indeks Daya Beli menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2008-2009 Daya beli masyarakat dapat menggambarkan tingkat kemampuan masyarakat untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan baik makanan maupun non makanan. Tapi angka ini bukan merupakan bukan angka riil pada tahun berjalan, melainkan pada tahun dasar penghitungan awal angka IPM yaitu pada tahun 1996. Tahun 2009 daya beli masyarakat meningkat 0,34 persen yaitu dari 625,52 ribu pada tahun 2008 menjadi 627,63 ribu pada tahun 2009. Ini berarti ada peningkatan daya beli masyarakat Banten namun masih cukup rendah. Sehingga diperlukan upaya-upaya pemerintah untuk meningkatkan daya beli
48
masyarakat sehingga akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Kabupaten/Kota paling tinggi daya beli masyarakatnya pada tahun 2009 adalah Kota Cilegon. Sedangkan Kabupaten/Kota paling rendah adalah Kabupaten Lebak. Nilai indeks daya beli Provinsi Banten pada tahun 2009 mencapai 61,85 meningkat dari tahun 2008 yang mencapai 61,36 (Tabel 12). Tabel 12. Daya Beli dan Indeksnya Menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2008-2009 Kabupaten/Kota
Daya Beli 2008
Indeks 2009
2008
2009
Kab. Pandeglang
624,33
625,06
61,09
61,25
Kab. Lebak
625,08
627,49
61,26
61,82
Kab. Tangerang
631,19
632,77
62,67
63,04
Kab. Serang
628,50
630,08
62,05
62,42
Kota Tangerang
639,44
640,27
64,58
64,77
Kota Cilegon
641,75
641,88
65,11
65,14
Banten
625,52
627,63
61,36
61,85
Sumber: BPS, 2009
Angka IPM suatu daerah memperlihatkan jarak yang harus ditempuh untuk mencapai nilai ideal (100). Angka ini dapat diperbandingkan antar daerah di Indonesia. Tantangan bagi semua daerah adalah bagaimana menemukan cara yang tepat, dalam hal ini program pembangunan yang diterapkan masing-masing daerah. Tabel 13. IPM dan Rangking IPM Menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2008-2009 Kabupaten/Kota Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Banten Sumber: BPS, 2009
IPM
Peringkat
2008
2009
2008
2009
67,75 67,11 71,14 67,80 74,70 74,94 69,70
67,99 67,45 71,45 68,27 74,89 74,99 70,06
5 6 3 4 2 1 23
5 6 3 4 2 1 23
49
Nilai IPM Provinsi Banten pada tahun 2009 sebesar 70,06 meningkat dibandingkan tahun 2008 yang sebesar 69,70. Kabupaten/Kota paling besar nilai IPM pada tahun 2009 adalah Kota Cilegon. Ini menunjukkan Kota Cilegon merupakan wilayah yang sangat potensial dari sisi pembangunan manusianya. Kabupaten/Kota terendah adalah Kabupaten Lebak yang mencapai 67,45. Bila dilihat berdasarkan peringkat, pada dasarnya tidak terjadi perubahan posisi antar Kabupaten/Kota. 76 74.89
74.99
74 72
71.45 70.06
70 68
67.45
67.99
68.27
66 64 62 Kab Lebak
Kab Kab Serang Pandeglang
Banten
Kab Tangerang
Kota tangerang
Kota Cilegon
Sumber: BPS, 2009
Gambar 17. IPM Menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2009 Klasifikasi tingkat pembangunan manusia yang direkomendasikann UNDP berdasar angka IPM, ada tiga yaitu: kelompok rendah, menengah atau tinggi. IPM Kabupaten/Kota dan IPM Provinsi Banten yang berkisaran antara 67,45 – 75,01 masuk dalam kelompok menengah. Pencapaian tersebut segera mendapatkan tantangan ketika mulai tahun 2004 rangking IPM Provinsi ini mulai menurun, akibatnya pada tahun 2009 IPM Provinsi Banten menduduki rangking 23 diantara Provinsi se Indonesia (Tabel 14). Tidak terjadi perubahan dibandingkan tahun 2008. Ini menunjukkan secara umum, peningkatan nilai IPM pada semua Provinsi relatif sama walaupun ada yang meningkat dan ada yang menurun (Tabel 14).
50
Tabel 14. Perkembangan IPM Regional Periode 2002, 2004 dan 2009 Provinsi NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Irian Jaya Barat Papua
2002 IPM Rank 66,0 15 68,8 7 67,5 8 69,1 5 67,1 10 66,0 16 66,2 14 65,8 18 65,4 20 75,6 1 65,8 17 66,3 13 70,8 3 64,1 25 66,6 11 67,5 9 57,8 30 60,3 28 62,9 27 69,1 6 64,3 23 70,0 4 71,3 2 64,4 22 65,3 21 64,1 26 64,1 24 66,5 12 65,8 19 60,1 29
2004 IPM Rank 68,7 18 71,4 7 70,5 9 72,2 5 70,1 10 69,6 13 69,9 11 68,4 19 69,6 12 70,8 8 75,8 1 69,1 14 68,9 17 72,9 3 66,8 23 67,9 20 69,1 15 60,6 33 62,7 31 65,4 27 71,7 6 66,7 24 72,2 4 73,4 2 67,3 22 67,8 21 66,7 25 65,4 28 64,4 29 69,0 16 66,4 26 63,7 30 60,9 32
2009 IPM Rank 71,3 17 73,8 8 73,4 9 75,6 3 72,4 13 72,6 10 72,5 12 70,9 21 72,5 11 74,5 6 77,3 1 71,6 15 72,1 14 75,2 4 71,0 18 70,0 23 71,5 16 64,6 32 66,6 31 68,7 28 74,3 7 69,3 26 75,1 5 75,6 2 70,7 22 70,9 20 69,5 25 69,7 24 69,1 27 70,9 19 68,6 29 68,5 30 64,5 33
Sumber: BPS, UNDP, 2010
Gambar 18 juga memperlihatkan bahwa kemajuan IPM ternyata tidak didominasi oleh Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa atau Indonesia bagian barat saja, tetapi relatif menyebar. IPM tertinggi setelah DKI adalah Provinsi Sulawesi Utara dan diikuti oleh Riau, hal ini dimungkinkan diluar Jawapun mulai sadar pentingnya pembangunan manusia.
51
80 75
ipm
70 65
60
DK I
ja k Ri au Ka ltim Ka lte n Su g m ba r Ba be l Ja m bi ja ba r NA D M al uk La u m pu n Ba g Su nte ltn n gg ar a Su lb ar M al ut NT T Pa pu a
55
provinsi
Gambar 18. Perkembangan Rangking IPM Provinsi se Indonesia Tahun 2009 Perkembangan IPM ditentukan oleh perkembangan indikator-indikator kompositnya. Kurun waktu sepuluh tahun umumnya indikator tersebut berkembang secara steady, kecuali indikator paritas daya beli (Gambar 11). Indikator ini seperti telah dibahas sebelumnya berkaitan langsung dengan income penduduk, yang dipengaruhi oleh kinerja perekonomian. Jika iklim perekonomian kondusif, maka akan tercipta perekonomian yang prospektif. Selanjutnya, diharapkan akan terbuka kesempatan bagi penduduk untuk meningkatkan pendapatannya, dan pada gilirannya akan meningkatkan daya beli masyarakat. Kondusif tidaknya perekonomian yang dimaksud terutama ditentukan oleh perkembangan harga (inflasi). Inflasi tinggi akan langsung menurunkan daya beli masyarakat. Pengendalian terhadap laju inflasi menjadi sangat penting dalam hal menjaga dan menumbuhkan purchasing power parity masyarakat. Turunnya rangking IPM Banten sebagai akibat dari faktor daya beli masyarakat. Peran nilai PPP paling rendah, tetap mengalami peningkatan namun tidak secepat komponen lainnya. Bahkan indeks pendidikan yang direpresentasi oleh adult literacy rate (tingkat melek huruf dewasa) dan mean years schooling (rata-rata lama sekolah) menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Mengamati perkembangan purchasing power parity (Gambar 19), sampai dengan tahun 2009 mengalami pertumbuhan, tetapi sejak tahun 2006, peningkatannya lebih rendah
52
dibandingkan tahun lainnya. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Oktober 2005 merupakan salah satu penyebab terjadinya inflasi tahun 2006. Tingginya inflasi berpengaruh langsung terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Inilah yang menyebabkan mengapa purchasing power parity tahun 2006 mengalami peningkatan namun tidak sebesar tahun sebelum dan sesudahnya.
90.00 80.00 70.00 2002 60.00
2003 2004
50.00
2005 40.00
2006 2007
30.00
2008 2009
20.00 10.00 Indeks AHH
Indeks Pengetahuan
Indeks PPP
IPM
Sumber: BPS, 2009
Gambar 19. Perkembangan Indikator-Indikator Komposit IPM Periode 2002-2009
53
V. FAKTOR -FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN Penelitian ini menggunakan model regresi data panel untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap IPM, yang berarti pula mempengaruhi pembangunan manusia. Model ini menggunakan data sekunder dari BPS dan Departemen Keuangan dan UNDP. Data yang dianalisis meliputi 6 wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten selama tahun 2002-2009. Terdapat keterbatasan data pada kota baru hasil pemekaran (Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan), masih bergabung dengan kabupaten induknya. Hasil uji Hausman (Tabel 15), menghasilkan nilai Hausman-hitung 17,66. 2
Dibandingkan dengan nilai X Tabel maka Ho diterima atau menolak H1. Artinya, model yang tepat digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah FEM. Sehingga FEM merupakan model yang lebih baik dibandingkan dengan metode Pooled Ordinary Least Square (Pooled OLS) ataupun REM. 5.1. Hasil Uji Model Pengujian ada tidaknya autokorelasi pada model terpilih (FEM) dilakukan dengan Wooldridge Test for Serial Correlation in Panel Data Models (Drukker, 2003). Persamaan menunjukkan nilai peluang yang sama, yaitu 0,0000 yang berarti menolak hipotesis (tidak terdapat autokorelasi pada order pertama). Hal ini berarti bahwa FEM yang terpilih sebagai model terbaik di persamaan melanggar asumsi terbebas dari autokoreasi. Demikian juga dengan uji heteroskedastisitas di model terpilih dengan menggunakan Modified Wald Statistic (Greene, 2002). Nilai peluang sebesar 0,0000 di persamaan berarti menolak hipotesis adanya varian yang sama antar individu (homoskedastisitas). Sehingga dapat disimpulkan bahwa model FEM yang terpilih sebagai model terbaik untuk persamaan tersebut melanggar asumsi homoskedastisitas atau dengan kata lain model FEM tersebut mengandung heteroskedastisitas. Permasalahan
heteroskedastisitas
dan
autokorelasi
pada
model
mempengaruhi perkiraan nilai parameter yang tidak akan memenuhi sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimate). Oleh karena itu, agar nilai parameter dari model terpilih memenuhi sifat BLUE, maka dilakukan modifikasi model dengan menggunakan pendekatan Panel-Corrected Standard Error (PCSE) (Greene,
54
2002 dan Hardin, 1995). Berdasarkan model PCSE ini berarti telah dilakukan koreksi atas permasalahan heteroskedastisitas, contemporaneously correlated across panel, and first order autokorelasi (ar1). Hasil perkiraan model dengan PCSE dari persamaan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi IPM Variabel PDRB Perkapita (INC) Indeks Gini Rasio (GR) Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan dan kesehatan (GOV) Persentase KRT berpendidikan SMP/sederajat Keatas (EDU) Angka Kesakitan (HLTH) F-Test R-Square
Persamaan Koefisian
P-value
0,00014
0,000
-2,29
0,480
0,03
0,012
16,71
0,000
4,76
0,000
474,47
0,000
0,98
17,66 0,001 Hausman Test Berdasarkan hasil perkiraan regresi data panel pada Tabel 15, semua indikator berpengaruh terhadap IPM, yang berarti pula semua faktor berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Walaupun tidak semua faktor berpengaruh secara signifikan terhadap IPM, akan tetapi tanda pada koefisien dapat menunjukkan arah hubungannya terhadap IPM. Peningkatan PDRB perkapita, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan, KRT berpendidikan SMP/sederajat keatas dan angka kesakitan pada persamaan berpengaruh positif terhadap peningkatan IPM. Demikian juga dengan Indeks gini yang memiliki tanda koefisien negatif, namun tidak signifikan. 5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan SDM 5.2.1. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pembangunan SDM Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan memiliki kontribusi dalam memajukan pendidikan melalui penyediaan infrastruktur maupun operasionalnya. Dalam penelitian ini pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan IPM. Nilai koefisien
55
sebesar 0,030 memiliki arti peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan sebesar 1 persen akan dapat meningkatkan IPM sebesar 0,030 (ceteris paribus). Penelitian ini sejalan dengan Ramires, et. al (2000) dan Brata, 2004 temuan mereka juga menunjukkan peningkatan realisasi pengeluaran APBD akan berdampak pada peningkatkan IPM. Peningkatan realisasi pengeluaran APBD akan meningkatkan kemampuan pemerintah terutama pemerintah daerah dari segi pendanaan dalam rangka mengatasi masalah pengeluaran investasi publik di daerah seperti investasi infrastruktur, serta invetasi di bidang pendidikan dan kesehatan. Sejak tahun 2005 pemerintah sudah mulai melakukan pengumpulan informasi penduduk miskin, dimana pada tahun itu akan dilakukan pengalihan subsidi atas bahan bakar minyak (BBM) dan sebagai informasi pada tahun selanjutnya. Pada tahun 2006 dan 2007, pemerintah melakukan langkah konsolidasi berbagai program bantuan untuk penduduk miskin dan hampir miskin. Program
tersebut
diwujudkan
kedalam
bantuan
program
bantuan
dan
perlindungan sosial, yang ditujukan untuk perlindungan dan pemenuhan hak atas pendidikan, kesehatan, pangan, sanitasi dan air bersih. Program ini diwujudkan dalam bentuk beras miskin (raskin), jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), Jamkesda, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Melalui program bantuan dan perlindungan sosial diharapkan terjadi peningkatan pada tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk miskin dan hampir miskin. Bantuan langsung diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin dan memiliki kesempatan yang lebih untuk pengeluaran di bidang pendidikan dan kesehatan. Sedangkan untuk jangka panjang, melalui program PKH diharapkan terjadi perubahan pola pikir dan perilaku terhadap kesehatan dan pendidikan. Pemerintah juga menerapkan wajib pendidikan dasar 9 tahun bagi anak usia sekolah dan membangun sarana dan prasarana pendidikan terutama di wilayah perdesaan, daerah tertinggal dan daerah bencana. Akses bagi anak usia sekolah untuk mengenyam pendidikan juga diperluas melalui BOS pada jenjang SD dan SLTP agar dapat membebaskan anak-anak dari pungutan sekolah terutama dari keluarga miskin. Berbagai beasiswa bagi siswa kurang mampu juga
56
disediakan pemerintah untuk tingkat SLTA hingga Perguruan Tinggi agar tetap dapat melanjutkan pendidikannya. Mengingat pentingnya peran pemerintah dalam meningkatkan SDM, yaitu dalam memfasilitasinya melalui anggaran dibidang pendidikan dan kesehatan dan beberapa program yang telah dijelaskan diatas terlihat
bahwa di Kabupaten
Tangerang dan Kota Tangerang memiliki persentase anggaran diatas rata-rata se Provinsi Banten. Hasil pembangunan SDM dengan indikator IPM juga lebih tinggi dari rata-rata se Provinsi Banten. Jadi terlihat bahwa persentase anggaran bidang pendidikan dan kesehatan di dua kabupaten tersebut dapat meningkatkan pembangunan manusianya. Kabupaten Lebak, Serang dan Pandeglang merupakan Kabupaten yang sudah mulai meningkatkan anggaran bidang tersebut namun masih terlihat bahwa peningkatan IPM masih dibawah rata-rata. Satu-satunya kota yang anggaran dibawah rata rata namun IPMnya diatas rata rata adalah Kota Cilegon. Modal awal dari masing masing Kabupaten/Kota di Provinsi Banten ini memang berbeda, Kabupaten/Kota yang memiliki PDRB perkapita rendah, belum mampu meningkatkan pembangunan manusianya dibanding Kabupaten/Kota yang memiliki PDRB perkapita yang tinggi. Kabupaten Lebak, Serang dan Pandeglang merupakan Kabupaten yang PDRB perkapita dibawah rata rata (Gambar 20). Kabupaten/kota yang pengeluaran anggaran pendidikan dan kesehatan sudah diatas rata-rata, namun angka IPM masih rendah, maka perlu adanya evaluasi lebih lanjut terhadap pengalokasian belanja di daerah tersebut.
57
90 Ko Tg 3 Cil 2
Ko Tg 8
Ko Tg 2
Ko Tg 9
Cil 7
Cil 9
Cil 8 Ko Tg 6
85
Ka Tg 2
Ka Tg 9
Ka Tg 7
Ka Tg 6
Ka Tg 8
Ka Tg 5
Ka Tg 4
IPM
Ka Tg 3
80
Srg 7
Srg 6
Srg 9
Srg 8 Pdg 9
Srg 5 Srg 4
Srg 3 Pdg 8 Pdg 6
Pdg 2 Lbk 7
Srg 2
Lbk 8
Pdg 5 Lbk 6
Lbk 5
Lbk 9
Lbk 4 Pdg 3
75 Lbk 3 Lbk 2
70
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
APBD_Pendidikan_Kesehatan Sumber: BPS, 2009
Gambar 20. IPM dan Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan pendidikan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002 - 2009 5.2.2 Pengaruh PDRB Perkapita terhadap Pembangunan SDM Ketimpangan pendapatan menjadi masalah yang terus-menerus menjadi agenda dan sasaran kebijakan pembangunan yang disusun pemerintah. Pemerintah pada masa orde baru memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dibandingkan masalah distribusi pendapatan. Pemerintah mengandalkan “trikle down effect” sebagai strategi mencapai pemerataan. Pada akhirnya juga terjawab bahwa strategi menetes ke bawah tersebut kurang efektif. Dikaitkan dengan pembangunan manusia, indeks gini rasio dalam konteks penelitian ini lebih menilik aspek ekonominya. Ini perlu dipertegas mengingat distribusi pendapatan dipengaruhi juga oleh aspek sosial lainnya. Pengeluaran masyarakat terdeteksi oleh IPM melalui indikator PPP, melalui mekanisme
58
penurunan indeks gini rasio dan peningkatan pendapatan perkapita akan menurunkan IPM melalui indikator PPP. Dengan demikian, Indeks gini rasio berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia dan pendapatan perkapita berpengaruh positif. Besarnya pengaruh PDRB Perkapita terhadap IPM yang berarti pula berpengaruh terhadap pembangunan manusia dapat dilihat pada nilai koefisien parameternya. Persamaan menunjukkan bahwa peningkatan PDRB Perkapita memiliki pengaruh yang nyata terhadap peningkatan IPM. Nilai koefisien PDRB Perkapita sebesar 0,00014 pada model berarti peningkatan PDRB Perkapita sebesar 1 juta rupiah akan meningkatkan IPM sebesar 0,14 dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini menunjukkan peran penting PDRB Perkapita terhadap peningkatan IPM, yang menjadi salah satu indikator pembangunan Manusia. Dengan terlihat pentingnya PDRB perkapita ini maka sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya (Ramires, et.al. 2000) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi selalu menjadi modal awal dalam pembangunan manusia, dimana dengan semakin berkembangnya pembangunan ekonomi, maka akan tercipta lapangan pekerjaan, dan penduduk sebagai factor produksi akan mendapatkan penghasilan, sehingga semakin majunya perekonomian maka panghasilannya pun akan meningkat sehingga dalam mengalokasiakan pendapatannya dapat memilih sesuai dengan keinginannya. Hal ini sesuai dengan tujuan dari Pembangunan Manusia yaitu bebas dalam menentukan pilihan (UNDP, 2000) PDRB perkapita yang meningkat dan diikuti pembangunan manusia yang tinggi, terlihat pada beberapa kabupaten kota. Kota Tangerang dan Kota Cilegon adalah dua wilayah yang konsisten dalam melakukan peningkatan pembangunan manusia dari segi pendapatannya tersebut (Gambar 21).
59
90 Ko Tg 3 Ko Tg 9 Ko Tg 2
Cil 3
Ko Tg 7 Ko Tg 8
Ko Tg 4
Cil 2
Ko Tg 6
Cil 5
Cil 7 Cil 6
Cil 9 Cil 8
Cil 4
85 Ka Tg 9
Ka Tg 8
Ka Tg 5 Ka Tg 6
Ka Tg 3
IPM
Ka Tg 2
80
Srg 7 Srg 8
Pdg 9
Srg 9
Srg 5 Pdg 6 Lbk 8 Lbk 6
Srg 4 Srg 3 Srg 2
75 Lbk 3 Lbk 2
70
0
10000
20000
30000
PDRB_Perkapita
Sumber: BPS, 2009
Gambar 21. IPM dan PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota tahun 2002 2009 Satu hal yang sering dikaitkan dengan pembangunan manusia adalah pertumbuhan ekonomi (Ramires, 1998). Para ahli ekonomi banyak mengamati sejauh
mana
hubungan
dan
pengaruh
pertumbuhan
ekonomi
terhadap
pembangunan manusia. UNDP yang menyatakan bahwa hingga akhir tahun 1990an, pembangunan manusia di Indonesia terutama ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk wilayah tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota. Pertumbuhan PDRB akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Pada penelitian sebelumnya (Ramires, et.al 2000) menemukan adanya pengaruh yang sifgnifikan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Tetapi ada baiknya juga untuk mengetahui bagaimana kondisi yang terjadi antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
60
manusia pada era 2000-an di Provinsi Banten. Perkembangan IPM regional dan pendapatan regional domestik bruto (PDRB) relatif kurang seirama. Perkembangan PDRB yang tinggi tidak selalu diikuti oleh perkembangan IPM yang tinggi pula. Sebaliknya, pertumbuhan PDRB yang rendah belum tentu diikuti oleh perkembangan IPM yang rendah pula. Pada Tabel 16. tampak jelas bahwa DKI memiliki prestasi terbaik dalam menerjemahkan pertumbuhan ekonomi ke dalam pembangunan manusia, dengan hanya urutan 2 pada PDRB perkapita tetapi mencapai urutan 1 pada IPM. Provinsi Banten dengan PDRB perkapita menempati urutan 9, tetapi hanya menempati urutan rendah (23) pada IPM. Ini adalah bukti bahwa sumber perekonomian yang begitu besar yang dimiliki Provinsi Banten kurang dinikmati oleh sebagian besar rakyatnya. Tabel 16. Perkembangan PDRB Perkapita dan IPM Rank Tahun 2009 Provinsi Kalimantan Timur DKI Jakarta Riau Papua Sumatera Selatan Jawa Timur Sumatera Utara Jawa Barat Banten Jawa tengah Indonesia
PDRB perkapita (Rp) 101.858.132,29 73.451.722,84 53.264.969,58 26.614.941,88 18.464.110,15 16.670.563,24 16.147.738,35 14.513.849,73 13.281.736,64 11.043.454,30 18.397.946,18
Ranking PDRB Perkapita 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ranking IPM 5 1 3 33 10 18 8 15 23 14
Sumber : BPS, 2010
5.2.3 Pengaruh Indeks Gini Rasio Terhadap Pembangunan SDM Besarnya pengaruh ketimpangan terhadap IPM dapat dilihat pada nilai koefisien parameternya. Persamaan menunjukkan bahwa penurunan indeks gini rasio memiliki pengaruh terhadap peningkatan IPM, namun hanya mampu menjelaskan dengan tingkat kesalahan sebesar 50 persen. Nilai sebesar -2,29306 pada model berarti penurunan indeks gini rasio sebesar 0,1 akan meningkatkan
61
IPM sebesar 22,93 dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini menunjukkan peran penting indeks gini rasio terhadap peningkatan IPM, yang menjadi salah satu indikator pembangunan Manusia. Faktor ketimpangan pendapatan yang didekati dengan nilai indeks gini digunakan dalam estimasi persamaan faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia dengan pendekatan IPM. Walaupun koefisien dari indeks gini tidak signifikan pada tingkat 5 persen, tanda negatif pada koefisien menunjukkan bahwa penurunan ketimpangan pendapatan yang dinyatakan dengan peningkatan nilai indeks gini akan berpengaruh terhadap peningkatan IPM. Walaupun Indeks Gini yang membaik bukan berarti akan akan meningkatkan IPM. Namun dengan ditemukan bahwa ketimpangan berpengaruh terhadap peningkatan IPM ini, maka terlihat bahwa pengeluaran pendapatan oleh masyarakat Banten sudah merata dengan terlihat semakin menurunnya indeks gini rasio dan sejalan dengan pula dengan pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia. Salah satu cara yang perlu dilakukan adalah bagaimana meningkatkan pemerataan pendapatan, menuju pendapatan yang tinggi. Harapan berhasilnya peningkatan tersebut maka masyarakat akan mempunyai peluang yang sama dalam mendapatkan pendidikan atau kesehatan yang sama (seiring semakin meningkatnya biaya kedua bidang tersebut). Semakin mampunyai pendapatan masyarakat akan mampu membayar fasilitas tersebut secara merata maka suatu wilayah akan memiliki SDM yang unggul secara bersama. SDM yang berpendapatan meningkat maka berbagai penyakit sosial seperti kriminalitas akan berkurang pula dan ini akan membuka peluang bagi Provinsi Banten untuk mendatangkan investasi dari luar, dengan melihat kondusifnya keamanan di Provinsi ini, dan akan mendapatkan perkembangan pembangunan ekonomi yang lebih baik. 5.2.4
Pengaruh KRT Berpendidikan SMP/Sederajat Keatas terhadap Pembangunan SDM Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan berbangsa
dan bernegara adalah ” mencerdaskan kehidupan bangsa”. Tujuan ini hanya akan dapat dicapai melalui pendidikan, oleh karena itu pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa: setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan
62
kemudian dalam ayat 2 ditegaskan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk mengaktualisasikan amanah
UUD
1945
tersebut,
maka
pemerintah
Indonesia
mengatur
penyelenggaraan pendidikan melalui undang-undang mengenai Sistem Pendidikan Nasional (DIKNAS, 2010). Pendidikan di Indonesia diselenggarakan sesuai dengan sistem pendidikan nasional yang ditetapkan dalam UU No. 20 tahun 2003. Pendidikan nasional adalah pendidikan berdasarkan UUD dan Pancasila yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang berperan meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat, semakin baik kualitas sumber dayanya. Dalam pengertian sehari-hari pendidikan adalah upaya sadar seseorang untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, serta memperluas wawasan. Pada dasarnya pendidikan yang diupayakan bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga masyarakat dan keluarga. Secara nasional pendidikan yang menekankan pengembangan SDM menjadi tanggung jawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tingkat
pencapaian
program
pembangunan
pendidikan
dalam
meningkatkan taraf pendidikan masyarakat secara umum, biasa diukur melalui perubahan dan perkembangan yang berhasil dicapai masyarakat pada waktu tertentu. Hasil pembangunan pendidikan dapat dilihat melalui monitoring pencapaian pendidikan antara lain; angka partisipasi sekolah, angka buta huruf, dan rata-rata lama sekolah. Mengidentifikasi faktor penyebab suatu keadaan harus mempertimbangkan kemungkinan adanya rangkaian pengaruh antar variabel. Rendahnya taraf pendidikan penduduk di suatu daerah, misalnya kemungkinan terjadi karena rendahnya partisipasi sekolah. Partisipasi sekolah kemungkinan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain penilaian orang tua terhadap nilai pendidikan anak. Di lain pihak, rendahnya penilaian itu kemungkinan berkaitan dengan tipologi daerah dimana mayoritas penduduk bertempat tinggal; andaikan
63
saja, mayoritas penduduk berusaha sebagai petani di kawasan yang agak terpencil. Seorang anak bersekolah atau tidak bersekolah, berhasil atau gagal dipengaruhi oleh determinan sosial budaya dan ekonomi antara lain: faktor orang tua, pengaruh lingkungan, pembiayaan dan nilai pendidikan. Pendidikan tidak semata mata tugas dari pendidik atau yang lebih dikenal dengan istilah guru di sekolah/pergururan tinggi, tidah terlepas dari masaalah pendidikan adalah peran dari orang tua. Dikatakan bahwa selain guru ada yang lebih penting yaitu peran orang tua dan lingkungan. Peran orang tua adalah melakukan pengecekan ulang terhadap kegiatan anaknya disekolah dimana orang tua perlu membantu apabila terdapat kesulitan oleh anak dalam mengikuti kegiatan sekolah. Begitu juga dalam melakukan pilihan sekolah peran orang tua tidak dipungkiri
lagi bahwa kemampuan dalam pilihan mengalokasikan
pengeluaran rumah tangga perlu kebijakan dan menatap masa depan. Semua hal diatas perlu adanya pendidikan KRT yang semakin tinggi, sehingga dapat berfikir lebih bijaksana dalam menentukan pilihan pilihan. Maryama, 2005. dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh variabel sosial ekonomi teradap tingkat penerimaan kepala rumah tangga pada program wajib belajar 9 tahun menyatakan bahwa, tanggapan kepala rumah tangga yang berpendidikan lebih rendah akan merepon kurang dibanding kepala rumah tangga yang pendidikannya diatasnya. Salah satu Indikator yang digunakan dala penelitian ini adalah persentase Kepala Rumah Tangga yang ber berpendidikan SLTP/sederajat keatas. Angka yang diperoleh digunakan untuk mengetahui tingkat kualitas pendidikan penduduk dengan menggunakan pendidikan dasar menengah sebagai batasan minimal. Tingkat pendidikan yang digunakan dalam estimasi ini, sebagai suatu indikator semakin tinggi pendidikan KRT maka akan semakin lebih bijak dalam mengalokasikan pendapatannya untuk anggaran yang lebih penting untuk keluarga.
Indikator
pendidikan
yang
didekati
dengan
persentase
KRT
berpendidikan SMP/sederajat keatas. Variabelnya signifikan pada tingkat α = 5 persen dalam mempengaruhi IPM, dengan nilai peluang koefisien sebesar 0,000. Nilai koefisien sebesar 16,71 memiliki arti peningkatan KRT berpendidikan SMP/sederajat keatas dari total KRT sebesar 1 persen akan dapat meningkatkan IPM sebesar 16,71 persen.
64
Suparno (2010) juga menyatakan bahwa pentingnya peran pendidikan sebagai investasi modal manusia dalam rangka mengurangi kemiskinan. Rendahnya
tingkat
pendidikan
akan
berpengaruh
terhadap
rendahnya
produktifitas, sehingga output dan pendapatan juga rendah, selanjutnya terjadi kemiskinan. Sehingga peningkatan pendidikan akan memberikan kesempatan untuk memperbaiki kondisi perekonomiannya dan keluar dari kondisi miskin. Siregar dan Wahyuniarti (2007) menemukan variabel yang signifikan dan relatif paling besar pengaruhnya terhadap penurunan kemiskinan adalah pendidikan. Geda, et. al. (2005) menemukan tiga hal yang berpengaruh terhadap kemiskinan di Kenya, salah satunya yaitu tingkat pendidikan dari kepala rumah tangga, dan tingkat pendidikan kaum perempuan. Semakin rendah tingkat pendidikan kepala rumah tangga akan semakin besar memberikan peluang bagi rumah tangga menjadi miskin. Asep (2010), menurutnya terjadi korelasi antara pendidikan dengan pendapatan dan tampak lebih signifikan di negara yang sedang membangun. Sementara itu melihat pendidikan menjadikan sumber utama SDM mempunyai bakat yang terampil dan terlatih. Pendidikan memegang peran penting dalam penyediaan tenaga kerja. Pendidikan yang merupakan salah satu jalur utama dalam mencerdaskan kehidupan manusia, dengan pendidikan yang lebih tinggi akan dapat berfikir lebih kedepan. Kepala rumah tangga yang berpendidikan akan dapat membantu keluarganya untuk memikirkan kehidupan kedepannya, mungkin dengan pendapatannya akan mengolokasikan dana untuk pendidikan yang lebih baik, penanganan kesehatan yang lebih awal dengan harapan anak anaknya ataupun keluarganya akan lebih baik kedepannya. Berdasarkan (Gambar 22.) terlihat bahwa Kabupaten yang memliki KRT yang berpendidikan lebih rendah dibanding Kabupaten yang memiliki KRT berpendidikan lebih banyak, hasil pencapaian pembangunan manusia dengan indikator IPM nya dibawah rata rata. Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang merupakan Kabupaten yang memiliki KRT berpendidikan SMP/sederajat keatas dibawah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Secara umum dapat dikatakan bahwa pentingnya pendidikan untuk penduduk yang akan melangsungkan pernikahan, jangan sampai dengan pendidikan yang kurang dan tetap melakukan pernikahan dan mempunyai
65
anak, dengan tanggungan yang semakin banyak akan mengurangi fasilitas pendidikan dalam keluarga, sehingga pembangunan manusia memalui jalur pendidikan akan kurang dapat tercapai (Gambar 22). 90 Ko Tg 3 Cil 9
Ko Tg 8
Cil 3
Cil 8 Cil 7 Ko Tg 6
Cil 2
Cil 6
Cil 5
Ko Tg 2 Ko Tg 5
85 Ka Tg 7 Ka Tg 4
Ka Tg 9 Ka Tg 8 Ka Tg 6
IPM
Ka Tg 3
80
Srg 7 Pdg 8
Pdg 9
Pdg 7
Pdg 3 Lbk 8
Srg 9
Srg 6
Pdg 5 Lbk 9
Ka Tg 2
Srg 5
Lbk 6
Srg 4
Srg 2
75 Lbk 3 Lbk 2
70
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
KRT_Pendidikan_SMP_Keatas Sumber: BPS, 2009
Gambar 22. IPM dan KRT Berpendidikan SMP/Sederajat Keatas Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002-2009 Banyak cara untuk mengevaluasi hasil pembangunan manusia dari bidang pendidikan ini. Berkaitan dengan pendistribusian pendidikan yang kurang merata, atau kurang dirasakan oleh penduduk miskin, maka solusi utama yang perlu diperhatikan adalah pendidikan kepala rumah tangga untuk Kabupaten/Kota yang dibawah rata rata. 5.2.5 Pengaruh Angka Kesakitan terhadap Pembangunan SDM Undang-undang Dasar 1945 dan Konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
66
menetapkan bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia yang merupakan hak fundamental setiap warga. Dalam Undang-undang nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) juga dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing, maka kesehatan bersama-sama dengan pendidikan dan peningkatan daya beli keluarga/masyarakat adalah tiga pilar utama untuk meningkatkan kualitas SDM dan IPM Indonesia. Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga tahun terakhir telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara bermakna. Derajat kesehatan masyarakat telah menunjukkan perbaikan seperti dapat dilihat dari angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan dan angka harapan hidup. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan didukung dengan ketersediaan berbagai fasilitas pelayanan kesehatan, rumah sakit pemerintah dan swasta puskesmas. Selain itu terdapat berbagai fasilitas pelayanan kesehatan milik swasta atau perorangan, seperti: praktik dokter, klinik, apotek, laboratorium, rumah sakit, perusahaan farmasi, dan asuransi kesehatan (DINKES, 2010) Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, yang ditunjukkan oleh indikator dampak yaitu: meningkatnya angka harapan hidup (AHH) dari 69 tahun pada tahun 2005 menjadi 73,7 tahun pada tahun 2025. Menurunnya angka kematian bayi dari 32,3 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 15,5 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2025. Menurunnya angka kematian ibu dari 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 74 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2025. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 26 persen pada tahun 2005 menjadi 9,5 persen pada tahun 2025. Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta kontribusi positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Optimalisasi hasil kerja serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya wawasan kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional. Kesehatan sebagai salah satu unsur dari kesejahteraan rakyat juga mengandung arti terlindunginya
67
dan terlepasnya masyarakat dari segala macam gangguan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan pada umumnya masih menempatkan masyarakat sebagai objek, bukan sebagai subjek pembangunan kesehatan. Pengetahuan, sikap dan perilaku serta kemandirian masyarakat untuk hidup sehat masih belum memadai. Tingkat kesehatan yang digunakan dalam estimasi ini sebagai suatu indikator semakin baiknya suatu pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yaitu itu indikator kesehatan yang didekati dengan angka kesakitan. Variabelnya signifikan pada tingkat α = 5 persen dalam mempengaruhi IPM, dengan nilai peluang koefisien sebesar 0,000. Nilai koefisien sebesar 4,76796 memiliki arti peningkatan angka kesakitan sebesar 1 persen akan dapat meningkatkan IPM sebesar 4,76796. Semakin majunya pelayanan publik dibidang kesehatan salah satunya adalah peran dari pelayan dalam kesehatan. Dengan semakin meningkatnya para dokter dan tenaga medis lainnya, maka pelayanan akan kesehatan akan semakin meningkat. Fasilitas dari pemerintah yang sering tertulis dalam spanduk pentingnya kesehatan untuk masa depan bangsa dan negara. Salah satu tujuan utama dalam penanganan kesehatan diatas bahwa penanganan dini atau keluhan kesakitan merupakan hal yang perlu dilakukan, sehingga semakin tahun semakin banyak masyarakat yang peduli terhadap kesehatanya salah satu indikatornya adalah semakin banyak penduduk untuk mengikuti program asuransi, semakin banyak orang yang melakukan medical chek up di beberapa pelayananan publik di RS ataupun jasa kesehatan lainnya dan bahkan banyak masyarakat yang mulai memeriksakan dini apakah dalam tubuhnya terdapat penyakit dan dana untuk Jamkesmas mengalami peningkatan. Indikasi semakin pedulinya masyarakat dalam kesehatannya adalah keluhan kesakitan, yang dicatat sehingga ditahun tahun mendatang dapat ditangani lebih cepat. Penduduk Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak terlihat dua tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan angka kesakitan. Peningkatan ini (seperti telah dijelaskan diatas) menunjukkan kesadaran dalam pengaksesan fasilitas kesehatan secara medis di kabupaten/kota (Gambar 23).
68
90 Ko Tg 3 Cil 3
Cil 2
Ko Tg 7
Cil 5
Cil 9
Ko Tg 9
Ko Tg 2 Cil 6
Cil 4 Ko Tg 6
Ko Tg 4
Ko Tg 8
Cil 8
Cil 7
85 Ka Tg 7
Ka Tg 5 Ka Tg 4
Ka Tg 8
Ka Tg 6
Ka Tg 3
Ka Tg 9
IPM
Ka Tg 2
80
Srg 7
Srg 6
Srg 8 Pdg 5
Srg 5
Srg 4
Pdg 9
Pdg 8
Pdg 6
Pdg 4
Srg 3 Lbk 4
Srg 9
Srg 2
Lbk 5 Pdg 2
Lbk 9
Lbk 7 Lbk 6
Pdg 7
Lbk 8
75 Lbk 3 Lbk 2
70
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
Angka_Kesakitan Sumber: BPS, 2009
Gambar 23. IPM dan Angka Kesakitan Menurut Kabupaten/Kota tahun 2002 2009 Dengan semakin banyak orang peduli terhadap kesehatannya tersebut ternyata berdampak terhadap pembangunan manusia, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kepedulian penduduk terhadap kesehatannya berdampak dalam menggunakan fasilitas kesehatan, sehingga semakin banyak orang menggunakan fasilitas kesehatan maka penduduk di Banten sudah mulai dalam kondisi sehat sehingga IPM di Banten akan semakin tinggi. Namun tidak menutup kemungkinan seandainya semua orang sudah peduli akan kesehatannya dan angka kesakitan masih menunjukkan peningkatan maka dapat dikatakan bahwa dimasa mendatang muncul permasalahan baru yang perlu dilakukan tinjauan seperti apakan muncul penyakit baru. Munculnya penyakit-penyakit baru, disebabkan kurang peduli terhadap lingkungan. Pencemaran tanah, udara dan air terkadang akibat kegiatan ekonomi
69
yang terus menerus, namun tidak peduli terhadap limbah yang dihasilkan. Angka kesakitan yang semakin meningkat, perlu lebih diketahui lebih lanjut apa yang menjadi penyakit utama di masing masing daerah. Rata rata penyakit yang paling sering mengganggu diwilayah Banten adalah batuk, pilek dan diiringi panas (Lampiran 17). Pemerintah daerah akan mudah mengetahui dalam pendistribusian obat, tenaga medis yang berkaitan dengan penyakit tersebut dan dalam penanganan dini terhadap penyebab penyakit tersebut akan ditanggulangi secepatnya dan kerusakan lingkungan dapat segera diatasi. 5.3. Implikasi Kebijakan Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan sebelumnya, maka disarankan beberapa kebijakan, antara lain: 1. Pembangunan ekonomi merupakan syarat utama dalam pembangunanpembangunan dibidang lainnya, pembangunan SDM merupakan salah satu bidang tersebut. Salah satu indikator hasil pembangunan ekonomi yang secara langsung digunakan dalam pembangunan SDM melalui masyarakat adalah indikator PDRB perkapita. PDRB perkapita sebagai salah satu indikator pendapatan dari penduduk, apabila semakin meningkat maka pengeluaran belanja masyarakat akan bergeser ke bukan makanan, sehingga konsumsi untuk pendidikan dan kesehatan akan meningkat. Tingginya PDRB perkapita di Kota Tangerang dan Kota Cilegon diikuti pula meningkatnya konsumsi pendidikan dan kesehatan, sehingga angka IPM di kedua kota tersebut termasuk yang tertinggi. Hasil penelitian PDRB perkapita merupakan salah satu variabel yang berpengaruh secara positif dalam peningkatan IPM. Untuk itu perlu adanya peningkatan PDRB perkapita. Peran pemerintah Provinsi Banten dan kabupaten/kota perlu segera untuk meningkatkan PDRB perkapita terutama terhadap wilayah yang masih kecil PDRB perkapitanya. 2. Pengeluaran pemerintah untuk bidang pendidikan dan kesehatan merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam turut serta dalam pembangunan manusia. Mendirikan sekolah, sehingga murid dekat dalam aksesnya, dana BOS, agar masyarakat miskin tetap mampu untuk sekolah, belanja aparatur pendidikan agar pelayanan guru terhadap muridnya meningkat. Pelayanan
70
kesehatan oleh pemerintah adalah mulai dibangunnya rumah sakit daerah, puskesmas dan mengirimkan tenaga medis tingkat desa/kelurahan. Persentase pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan dalam penelitian ini ternyata berpengaruh posistif dan signifikan dalam peningkatan IPM. Peran pemerintah yang perlu dilakukan adalah peningkatan anggaran untuk kedua bidang tersebut agar lebih maksimal dalam pelaksanaannya. Namun dengan melihat adanya daerah kabupaten/kota di Provinsi Banten yang persentasenya sudah besar namun IPM yang dihasilkan masih kecil, maka perlu adanya evaluasi yang lebih terhadap program-program yang kurang tepat sasaran. 3. Penduduk yang berkualitas salah satu indikatornya adalah KRT berpendidikan.
Bermodal
pendidikan
maka
produktivitasnya
akan
meningkat, untuk mencari pekerjaan akan mudah sehingga pendapatannya akan naik dan berlanjut mudah dalam akses sosial dan akhirnya dalam keluarganya menghasilkan anak-anak yang berpendidikan dan sehat. Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak merupakan daerah yang memiliki KRT berpendidikan SMP/sederajat keatas yang masih dibawah rata rata Provinsi Banten, dan tidak dipungkiri IPM di kedua daerah itupun yang terkecil diantara kabupaten/kota se Provinsi Banten. Temuan dalam penelitian ini adalah KRT berpendidikan SMP/sederajat keatas berpengaruh positif dan signifikan meningkatkan IPM. Peran pemerintah yang diharapkan dapat memacu daerah-daerah yang KRTnya masih berpendidikan dibawah SMP dan mendorong penundaaan pernikahan dini bagi yang pendidikannya masih rendah. Untuk itu perlu strategi pembangunan yang dilakukan perlu dibuat menjadi lebih pro-poor, dengan cara memberi akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang lebih luas, sehingga penduduk miskin bisa berpartisipasi dalam pembangunan dan mendapatkan manfaatnya. 4. Pembangunan dibidang kesehatan sudah mencapai pelosok Provinsi Banten, hal ini berhasil meningkatkan pelayanan medis terjangkau oleh masyarakat, dan untuk masyarakat yang kurang mampu diberikan berbagai program Jamkesmas, Jamkesda, PKH yang sudah berjalan beberapa tahun yang lalu. Kesadaran Masyarakat terhadap kesehatannya sudah mulai terlihat, salah
71
satunya data penolong kelahiran yang dilakukan medis meningkat dibandingkan non medis, banyak puskesmas yang didatangi masyarakat untuk memperoleh pengobatan. Salah satu indikator kesehatan yang diharapkan menurun adalah angka kesakitan, namun di Provinsi Banten angka kesakitan terus mengalami peningkatan. Peningkatan angka kesakitan di Provinsi Banten diharapkan merupakan salah satu kepedulian masyarakat yang sudah mulai sadar terhadap kesehatnnya, yaitu: sudah mulai beralih berbagai pengobatan ke tenaga medis sehingga sudah mulai tercatat dan ini berakibat angka kesakitan meningkat, dan dengan banyaknya tenaga medis di setiap desa/kelurahan mereka mampu memberi penjelasan tentang pentingnya kesehatan. Berdasarkan penelitian ini angka kesakitan berperan positif dan signifikan dalam peningkatan pembangunan manusia. Peran pemerintah yang dapat dilakukan adalah dengan mencari berbagai penyakit yang dominan di Provinsi Banten, sehingga pendistribusian obat dan tenaga medis yang sesuai dengan penyakit tersebut. Salah satu penyebab munculnya penyakit adalah limbah akibat kegiatan ekonomi, untuk itu perlu adanya peraturan daerah yang jelas dan tegas dalam mengatasi masalah limbah ini. 5. Pembangunan manusia sangatlah penting dilaksanakan secepatnya, namun perlu kerjasama dari semua lapisan, masyarakat, pihak swasta maupun pemerintah.
Berbekal
informasi
karakteristik
sosial
masing-masing
kabupaten/kota dan adanya koordinasi yang berkesinambungan antar dinas yang kompeten menangani bidang tersebut, serta adanya komitmen bersama Insya Allah pembangunan berkelanjutan yang akan menghasilkan SDM berkualitas di Provinsi Banten akan berhasil.
72
Halaman ini sengaja dikosongkan
73
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Selama periode 2002-2009, pembangunan ekonomi di Provinsi Banten selalu mengalami peningkatan dari 4,11 persen pada tahun 2002 menjadi 4,69 persen pada tahun 2009. Peningkatkan pembangunan ekonomi juga diikuti pembangunan manusia melalui indikator IPM di Provinsi Banten, dari sekitar 66,6 pada tahun 2002 menjadi 70,6 pada tahun 2009. Sedangkan pembangunan ekonomi tingkat Kabupaten/Kota dengan PDRB perkapita yang tinggi seperti Kota Cilegon dan Kota Tangerang mampu menciptakan IPM yang diatas rata-rata Provinsi Banten. Peningkatan PDRB perkapita dapat ditingkatkan dengan penduduk yang berpendidikan. KRT berpendidikan SMP/sederajat keatas yang rendah ternyata berada di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Diantara Kabupaten/Kota di Banten, kedua Kabupaten tersebut juga merupakan daerah yang PDRB perkapita dan IPMnya rendah. Kebijakan pemerintah terhadap peningkatan anggaran pendidikan dan kesehatan terlihat meningkat. Peningkatan anggaran digunakan untuk biaya berbagai program yang berkaitan dalam pelayanan pendidikan dan kesehatan, untuk masyarakat miskin diberikan kemudahan dalam akses (BOS, Jamkesda, PKH). Tahun 2009 terlihat indikator pendidikan dan kesehatan di Provinsi Banten meningkat. Kedua indikator diatas ditambah dengan kemampuan daya beli masyarakat termasuk pembentuk IPM. Dari ketiga indikator, PPP yang paling kecil kontribusinya dalam pembentukan IPM. PPP termasuk indikator pendistribusian pendapatan, dan terlihat beberapa Kabupaten/Kota yang tidak merata (PDRB perkapita). Provinsi Banten secara keseluruhan berhasil dalam pembangunan ekonomi (rangking 9 dalam peringkat PDRB perkapita). Namun bila dilihat per Kabupaten/Kota relatif
tidak
merata.
Sementara
Banten
rangking
23
dalam
pembangunan manusia diantara Provinsi-Provinsi lain se-Indonesia. 2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembangunan manusia
74
secara signifikan dan berpengaruh positif di Provinsi Banten yaitu: PDRB perkapita, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan, KRT berpendidikan SMP/sederajat keatas dan angka kesakitan. Indeks gini yang memiliki tanda koefisien negatif, pengaruhnya tidak signifikan. KRT berpendidikan SMP/sederajat keatas
merupakan
faktor
paling
besar
berpengaruh
dalam
pembangunan manusia di Banten. Apabila KRT berpendidikan SMP/sederajat keatas naik satu persen akan meningkatkan IPM sebesar 16,71. 6.2. Saran untuk Penelitian Selanjutnya 1. Berdasarkan penelitian ini ditemukan empat faktor signifikan yang dapat meningkatkan pembangunan manusia di Provinsi Banten. Empat faktor tersebut sebaiknya menjadi prioritas dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintah sehingga pembangunan manusia di Provinsi Banten dapat segera meningkat dan mengejar rangking yang selama ini tertinggal dari Provinsi lain. Peningkatan IPM Provinsi tidak terlepas dari pembangunan manusia di tingkat Kabupaten/Kota. Berdasakan kajian ditemukan Kabupaten/Kota yang jauh dibawah rata-rata untuk empat faktor tersebut (Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak) untuk itu perlu perhatian khusus terhadap Kabupaten/Kota yang masih dibawah rata-rata. Adapun program yang sudah berjalan dengan baik seperti dana BOS misalnya, maka dapat dilanjutkan dan ditingkatkan, namun untuk program yang kurang memberikan hasil perlu adanya evaluasi, dan perlu koordinasi yang sifatnya menyeluruh (swasta, pemerintah dan masyarakat itu sendiri). 2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan data yang lebih lengkap dan up to date dengan variabel-variabel yang lebih rinci, sehingga hasilnya akan lebih baik. 3. Penelitian
ini
menganalisis
faktor
faktor
yang
mempengaruhi
peningkatan IPM di Banten. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis di level yang lebih kecil karena masing masing wilayah akan berbeda permasalahan dan variabel penjelas.
75
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2002 - 2009. Statistik Indonesia. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2002 - 2009. Banten dalam Angka 2009. Serang : BPS Provinsi Banten. Baltagi B.H. 2005. Econometrics Analysis of Panel Data 3rd Edition. Chicester: John Wiley & Sons. Ltd. BPS Statistics Indonesia, BAPPENAS, UNDP. “Indonesia Human Development Report 2002 - 2009, Toward a new consensus, Democracy and Human Development in Indonesia”: Jakarta, BPS Statistics Indonesia, BAPPENAS, UNDP. Brata, A.G. 2002 “ Pembangunan Manusia dan Kinerja ekonomi Regional di Indonesia”Jurnal Ekonomi Pembangunan, kajian ekonomi Negara berkembang hal 113-122 Budiono, S. 2001. Pengaruh Investasi Modal Fisik dan Modal Manusia Serta Beberapa Variabel Demografi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Selama 1987 – 1995. Thesis. Universitas Indonesia, Jakarta Cahyadhi, P. E. 2004. Pelacakan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi IPM Studi Khusus Kab/Kota Di Provinsi Bali. Thesis. Universitas Indonesia. Jakarta Christy, F. A Dan P.H. Adi. 2009. Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia. The 3rd. National Conference UKWMS. Surabaya. [DEPDIKNAS] Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Rencana Strategis departemen Pendidikan Nasional Tahun 2010-2014. Jakarta. DEPDIKNAS [DEPKES] Departemen Kesehatan. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025. Jakarta. DEPKES Dornbusch, R., S. fischer, dan R Startz, 2004. Macroeconomic, 9th ed. Mc GrawHill, Boston Drukker, David M. 2003. Testing for Serial Correlation in Linear Panel-Data Models. The Stata Jurnal, 3, Number 2, pp. 168-177. Jamaris, M. 2010. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Yayasan Panamas Murni. Jakarta Geda, Alemayehu, Jong, Niek de, Kimenyi, Mwangi S, and Mwabu, Germano. 2005. Determinants of Poverty in Kenya: a Household Level Analysis. Working Paper. University of Connecticut.
76
Ginting, C. K. 2008. Analisis Pembangunan Manusia Di Indonesia.Thesis. Universitas Sumatra Utara. Medan Greene, William H. 2002. Econometric Analysis, Fifth Edition. Prentice Hall, New Jersey. Hajizi. 2004. Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Thesis. Universitas Sumstera Utara. Medan Hardin, James W. 1995. Prais-Winsten Regression. A Publication to Promote Communication among Stata Users. Stata Technical Bulletin. South Salem, New York Hidayat, A. 2010. Kontribusi Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Pendidikan Dan Budaya. Jakarta Idaman, P. 2010. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah atas Pendidikan, Kesehatan Dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 1969 – 2009. STIS. Jakarta Iskandar, D., D. Nuryadin Dan J. Sodik. 2007. Agglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional Di Indonesia. Parallel Session IVA : Urban & Regional 13 Desember 2007.Kampus UI – Depok Manson, A. W. Feng. 2005. Demographic Dividend and Prospects For Economic Development In China. UN/POP/PD/2005/5. Mexico City. Department of Economic and Social Affairs Manurung, E. T. 1996. Peranan Pendidikan dalam Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia 1969 – 1993. Thesis. Universitas Indonesia. Maryam, A. 2005. Pengaruh Variabel Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Penerimaan Kepala Rumah Tangga pada Program Wajib Relajar 9 Tahun. Skripsi. STIS. Yakarta Ranis, G. 2004 “Human Development and Economic Growth” Center Discussion Paper No. 887 Ramirez, A., G. Ranis, dan F. Stewart. 2000 “Economic Growth and Human Development” Elsevier Science World Development Vol. 28, No. 2, Pp. 197±219, 2000 Ramirez, A., G. Ranis, dan F. Stewart. 1998. “Economic Growth and Human Capital”. QEH Working Paper No. 18. Sekretaris Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Sekretariat Negara. 2007. UU No. 17 Tahun 2007. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025. Jakarta.
77
Sen, Amartya (2000). A Decade of Human Development, Journal of Human Development Vol. 1, No. 1, 2000 Siregar, H dan D. Wahyuniarti. 2007. Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. MB-IPB. Bogor Sitepu, R. K. Dan B.M. Sinaga. Dampak Investasi SDM Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia. IPB. Bogor. Sukirno, S. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Supandri, E. I. T.” Buku Sekapur Sirih Perjalanan Panjang dan Kronologis Terbentuknya Propinsi Banten 1953 – 2000. Serang Suparno. 2010. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan: Studi Pro Por Growth Policy di Indonesia. IE-IPB. Bogor Todaro, M. P and S. C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid 1. Edisi 9. Alih Bahasa. Penerbit Erlangga. Jakarta. Ul Haq, Mahbub, 1995, “The Birth of the Human Development Index”, UNDP UNDP. 1990 - 2000. Human Development Report. Oxford University Press, New York.
78
Halaman ini sengaja dikosongkan
79
Lampiran 1. Data Sekunder yang dianalisis
Kabupaten/ Kota
Tahun
IPM
PDRB Perkapita (Ribu Rupiah)
IGR
PPBPK
Pendidikan KRT
Angka Kesakitan
Pdg 2
2002
76,25
2.826,39
0,29
22,78
0,20
0,21
Pdg 3
2003
76,38
2.925,91
0,22
58,07
0,20
0,17
Pdg 4
2004
77,20
3.047,11
0,23
55,34
0,20
0,18
Pdg 5
2005
77,89
3.192,56
0,22
50,38
0,22
0,14
Pdg 6
2006
77,84
3.288,63
0,21
47,75
0,20
0,20
Pdg 7
2007
78,37
3.392,25
0,23
45,13
0,24
0,35
Pdg 8
2008
78,37
3.490,80
0,22
42,63
0,17
0,41
Pdg 9
2009
78,51
3.615,86
0,21
52,18
0,25
0,39
Lbk 2
2002
71,90
2.832,30
0,29
15,48
0,15
0,21
Lbk 3
2003
73,16
2.828,74
0,19
34,83
0,18
0,16
Lbk 4
2004
76,16
2.898,78
0,19
54,18
0,23
0,18
Lbk 5
2005
76,51
2.843,44
0,23
57,89
0,26
0,22
Lbk 6
2006
76,51
2.867,50
0,26
49,57
0,21
0,24
Lbk 7
2007
76,51
2.940,99
0,22
41,25
0,16
0,26
Lbk 8
2008
76,51
3.000,16
0,24
47,62
0,18
0,31
Lbk 9
2009
76,86
3.062,45
0,20
61,27
0,18
0,31
Kb Tg 2
2002
81,61
4.708,29
0,34
35,02
0,56
0,24
Kb Tg 3
2003
81,58
4.743,75
0,35
47,32
0,53
0,15
Kb Tg 4
2004
82,44
4.904,13
0,27
50,12
0,53
0,24
Kb Tg 5
2005
82,91
5.040,40
0,35
47,89
0,58
0,19
Kb Tg 6
2006
82,91
5.221,19
0,31
48,33
0,55
0,31
Kb Tg 7
2007
83,34
5.409,73
0,25
55,02
0,53
0,34
Kb Tg 8
2008
83,34
5.584,23
0,23
52,64
0,58
0,40
Kb Tg 9
2009
83,61
4.755,86
0,32
64,39
0,55
0,40
Srg 2
2002
76,41
4.124,12
0,33
28,37
0,35
0,18
80
Lanjutan lampiran 1 Tahun
IPM
PDRB Perkapita
IGR
PPBPK
Pendidikan KRT
Angka Kesakitan
Srg 3
2003
77,27
4.247,54
0,26
35,18
0,25
0,15
Srg 4
2004
76,98
4.355,26
0,27
30,38
0,34
0,17
Srg 5
2005
77,73
4.519,58
0,28
31,81
0,28
0,18
Srg 6
2006
79,22
4.678,97
0,29
21,59
0,36
0,16
Srg 7
2007
79,25
4.857,05
0,27
30,63
0,30
0,21
Srg 8
2008
78,61
5.023,13
0,24
44,15
0,30
0,28
Srg 9
2009
78,93
7.076,65
0,23
41,14
0,38
0,33
Ko Tg 2
2002
87,04
12.857,14
0,35
16,79
0,76
0,27
Ko Tg 3
2003
88,33
13.509,89
0,23
31,29
0,71
0,25
Ko Tg 4
2004
86,58
13.967,11
0,26
30,82
0,76
0,19
Ko Tg 5
2005
86,58
14.748,76
0,28
30,35
0,78
0,25
Ko Tg 6
2006
86,58
15.478,36
0,23
28,05
0,64
0,27
Ko Tg 7
2007
87,34
16.245,62
0,22
28,76
0,71
0,30
Ko Tg 8
2008
87,38
17.018,72
0,21
29,97
0,70
0,43
Ko Tg 9
2009
87,69
17.727,08
0,33
38,41
0,68
0,41
Cil 2
2002
86,99
25.298,98
0,35
10,68
0,68
0,11
Cil 3
2003
87,29
26.562,60
0,23
27,29
0,70
0,17
Cil 4
2004
86,69
28.018,40
0,26
27,93
0,68
0,22
Cil 5
2005
86,91
29.011,47
0,27
28,57
0,73
0,19
Cil 6
2006
87,22
30.068,86
0,26
31,23
0,69
0,30
Cil 7
2007
87,22
31.118,64
0,27
33,90
0,62
0,24
Cil 8
2008
87,22
32.151,78
0,25
27,66
0,61
0,35
Cil 9
2009
87,27
33.166,83
0,29
44,80
0,56
0,32
Kabupaten/Kota
Keterangan : Pdg 2 : Kabupaten Pandeglang tahun 2002 dan seterusnya Lbk 2 : Kabupaten Lebak tahun 2002 dan seterusnya Ka Tg : Kabupaten Tangerang tahun 2002 dan seterusnya
81
Srg 2 Ko Tg 2 Clg 2 IGR PPBPK
: Kabupaten Serang tahun 2002 dan seterusnya : Kota Tangerang tahun 2002 dan seterusnya : Kota Cilegon 2002 dan seterusnya : Indeks Gini rasio : Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikn dan Kesehatan
82
Lampiran 2. IPM dan PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002 2009
90 Ko Tg 3 Ko Tg 9 Ko Tg 2
Cil 3
Ko Tg 7 Ko Tg 8
Ko Tg 4
Ko Tg 6
Cil 2
Cil 5
Cil 7 Cil 6
Cil 4
85 Ka Tg 9
Ka Tg 8
Ka Tg 5 Ka Tg 6
Ka Tg 3
IPM
Ka Tg 2
80
Srg 7 Srg 8
Pdg 9
Srg 9
Srg 5 Pdg 6 Lbk 8 Lbk 6
Srg 4 Srg 3 Srg 2
75 Lbk 3 Lbk 2
70
0
10000
20000
PDRB_Perkapita
30000
Cil 9 Cil 8
83
Lampiran 3. IPM dan Indeks Gini Rasio Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002 2009
90 Ko Tg 3 Ko Tg 8
Cil 8 Cil 6 Cil 7 Cil 3
Ko Tg 9
Cil 9
Cil 5
Ko Tg 7 Ko Tg 6 Ko Tg 4 Cil 4
Cil 2
Ko Tg 5
Ko Tg 2
85 Ka Tg 8
Ka Tg 9
Ka Tg 7
Ka Tg 6
Ka Tg 5
Ka Tg 4
IPM
Ka Tg 2
80
Srg 9 Pdg 9
Pdg 8
Srg 7
Srg 3
Lbk 7
Pdg 5
Srg 5 Srg 4 Pdg 2
Lbk 8
Lbk 9 Pdg 3
Srg 6
Srg 8
Pdg 4 Lbk 4
Ka Tg 3
Lbk 5
Srg 2
Lbk 6
75 Lbk 3 Lbk 2
70
0.18
0.21
0.24
0.27
I_G_R
0.30
0.33
0.36
84
Lampiran 4. IPM dan Persentase Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002-2009 90 Ko Tg 3 Cil 2
Ko Tg 8
Ko Tg 2
Ko Tg 9
Cil 7
Cil 9
Cil 8 Ko Tg 6
85
Ka Tg 2
Ka Tg 9
Ka Tg 7
Ka Tg 6
Ka Tg 8
Ka Tg 5
Ka Tg 4
IPM
Ka Tg 3
80
Srg 7
Srg 6
Srg 9
Srg 8 Pdg 9
Srg 5 Srg 4
Srg 3 Pdg 8 Pdg 6
Pdg 2 Srg 2
Lbk 7
Lbk 8
Pdg 5 Lbk 6
Lbk 5
Lbk 9
Lbk 4 Pdg 3
75 Lbk 3 Lbk 2
70
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
APBD_Pendidikan_Kesehatan
60.00
70.00
85
Lampiran 5. IPM dan Persentase Kepala Rumah Tangga Berpendidikan SMP/Sederajat Keatas Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002-2009
90 Ko Tg 3 Cil 9
Cil 3
Cil 8
Ko Tg 8
Cil 7 Ko Tg 6
Cil 2
Cil 6
Cil 5
Ko Tg 2 Ko Tg 5
85 Ka Tg 7 Ka Tg 4
Ka Tg 9 Ka Tg 8 Ka Tg 6
IPM
Ka Tg 3
80
Srg 7 Pdg 8
Pdg 9
Pdg 7
Pdg 3 Lbk 8
Srg 9
Srg 6
Pdg 5 Lbk 9
Ka Tg 2
Srg 5
Lbk 6
Srg 4
Srg 2
75 Lbk 3 Lbk 2
70
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
KRT_Pendidikan_SMP_Keatas
70.00
80.00
86
Lampiran 6. IPM dan Persentase Angka Kesakitan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002 - 2009
90 Ko Tg 3 Cil 3
Cil 2
Ko Tg 7
Cil 5
Cil 9
Ko Tg 9
Ko Tg 2 Cil 6
Cil 4 Ko Tg 6
Ko Tg 4
Ko Tg 8
Cil 8
Cil 7
85 Ka Tg 7
Ka Tg 5 Ka Tg 4
Ka Tg 8
Ka Tg 6
Ka Tg 3
Ka Tg 9
IPM
Ka Tg 2
80
Srg 7
Srg 6
Srg 8 Pdg 5
Srg 5
Srg 4
Pdg 9
Pdg 8
Pdg 6
Pdg 4
Srg 3 Lbk 4
Srg 9
Srg 2
Lbk 5 Pdg 2
Lbk 9
Lbk 7 Lbk 6
Pdg 7
Lbk 8
75 Lbk 3 Lbk 2
70
10.00
20.00
30.00
Angka_Kesakitan
40.00
50.00
87
Lampiran 7. Output Hasil Pengolahan Tahap I sort kab tahun . tset kab tahun panel variable: time variable: delta: . xtreg
kab (strongly balanced) tahun, 2002 to 2009 1 unit
ipm pdrb__ribu_ gini apbd pendidikan kesehatan, fe
Fixed-effects (within) regression Group variable: kab
Number of obs Number of groups
= =
48 6
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
8 8.0 8
within = 0.5011 between = 0.2935 overall = 0.1972
corr(u_i, Xb)
= -0.6979
F(5,37) Prob > F
= =
7.43 0.0001
-----------------------------------------------------------------------------ipm | Coef. Std. Err. t P>|t| [95persen Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------pdrb__ribu_ | -.0002038 .0001266 -1.61 0.116 -.0004604 .0000527 gini | -.3810076 3.603012 -0.11 0.916 -7.681404 6.919389 apbd | .0541895 .0150913 3.59 0.001 .0236116 .0847674 pendidikan | 3.871304 3.407822 1.14 0.263 -3.033599 10.77621 kesehatan | 6.085789 1.877373 3.24 0.003 2.28187 9.889709 _cons | 78.1613 2.441365 32.02 0.000 73.21462 83.10797 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | 6.385166 sigma_e | .7895853 rho | .98493868 (fraction of variance due to u_i) -----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0: F(5, 37) = 7.66 Prob > F = 0.0001
Tahap II . est sto fixed . xtreg
ipm pdrb__ribu_ gini apbd pendidikan kesehatan, re
Random-effects GLS regression Group variable: kab
Number of obs Number of groups
= =
48 6
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
8 8.0 8
within = 0.3481 between = 0.9877 overall = 0.9561
Random effects u_i ~ Gaussian corr(u_i, X) = 0 (assumed)
Wald chi2(5) Prob > chi2
= =
915.80 0.0000
-----------------------------------------------------------------------------ipm | Coef. Std. Err. z P>|z| [95persen Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------pdrb__ribu_ | .0001292 .000025 5.17 0.000 .0000802 .0001782 gini | -2.751471 4.063666 -0.68 0.498 -10.71611 5.213167 apbd | .0264029 .0150633 1.75 0.080 -.0031207 .0559265 pendidikan | 17.26408 1.180082 14.63 0.000 14.95116 19.577 kesehatan | 5.642022 2.036801 2.77 0.006 1.649965 9.634079 _cons | 70.68068 1.34752 52.45 0.000 68.03959 73.32177 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | 0 sigma_e | .7895853 rho | 0 (fraction of variance due to u_i) ------------------------------------------------------------------------------
88
Tahap III . hausman fixed Note: the rank of the differenced variance matrix (4) does not equal the number of coefficients being tested (5); be sure this is what you expect, or there may be problems computing the test. Examine the output of your estimators for anything unexpected and possibly consider scaling your variables so that the coefficients are on a similar scale. ---- Coefficients ---| (b) (B) (b-B) sqrt(diag(V_b-V_B)) | fixed . Difference S.E. -------------+---------------------------------------------------------------pdrb__ribu_ | -.0002038 .0001292 -.000333 .0001241 gini | -.3810076 -2.751471 2.370464 . apbd | .0541895 .0264029 .0277866 .0009184 pendidikan | 3.871304 17.26408 -13.39278 3.196976 kesehatan | 6.085789 5.642022 .4437672 . -----------------------------------------------------------------------------b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg Test:
Ho:
difference in coefficients not systematic chi2(4) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B) = 17.66 Prob>chi2 = 0.0014 (V_b-V_B is not positive definite)
Hausman Test menunjukkan Tolak H0, sehingga REM terpilih sebagai model terbaik. Tahap IV . xttest0 Breusch and Pagan Lagrangian multiplier test for random effects ipm[kab,t] = Xb + u[kab] + e[kab,t] Estimated results: | Var sd = sqrt(Var) ---------+----------------------------ipm | 22.77908 4.772744 e | .623445 .7895853 u | 0 0 Test:
Var(u) = 0 chi2(1) = Prob > chi2 =
4.74 0.0294
Breusch Pagan LM test menunjukkan tolak H0, sehingga REM lebih baik daripada Pooled OLS.
89
Tahap V . xtreg
ipm pdrb__ribu_ gini apbd pendidikan kesehatan, fe
Fixed-effects (within) regression Group variable: kab R-sq:
Number of obs Number of groups
= =
48 6
within = 0.5011 between = 0.2935 overall = 0.1972
Obs per group: min = 8 avg = 8.0 max = 8 F(5,37) = 7.43 corr(u_i, Xb) = -0.6979 Prob > F = 0.0001 -----------------------------------------------------------------------------ipm | Coef. Std. Err. t P>|t| [95persen Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------pdrb__ribu_ | -.0002038 .0001266 -1.61 0.116 -.0004604 .0000527 gini | -.3810076 3.603012 -0.11 0.916 -7.681404 6.919389 apbd | .0541895 .0150913 3.59 0.001 .0236116 .0847674 pendidikan | 3.871304 3.407822 1.14 0.263 -3.033599 10.77621 kesehatan | 6.085789 1.877373 3.24 0.003 2.28187 9.889709 _cons | 78.1613 2.441365 32.02 0.000 73.21462 83.10797 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | 6.385166 sigma_e | .7895853 rho | .98493868 (fraction of variance due to u_i) -----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0: F(5, 37) = 7.66 Prob > F = 0.0001 . xttest3 Modified Wald test for groupwise heteroskedasticity in fixed effect regression model H0: sigma(i)^2 = sigma^2 for all i chi2 (6) = Prob>chi2 =
43.32 0.0000
Modified Wald Test menunjukkan tolak H0, berarti terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model terpilih. Tahap VI . xtserial
ipm pdrb__ribu_ gini apbd pendidikan kesehatan, output
Linear regression
Number of obs = F( 5, 5) = Prob > F = R-squared = Root MSE =
42 9.74 0.0130 0.1679 .72913
(Std. Err. adjusted for 6 clusters in kab) -----------------------------------------------------------------------------| Robust D.ipm | Coef. Std. Err. t P>|t| [95persen Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------pdrb__ribu_ | D1. | .0000217 .0001307 0.17 0.874 -.0003143 .0003577 gini | D1. | -2.419458 1.367418 -1.77 0.137 -5.934519 1.095602 apbd | D1. | .022091 .0225763 0.98 0.373 -.0359432 .0801252 pendidikan | D1. | 2.251584 1.761616 1.28 0.257 -2.276794 6.779961 kesehatan | D1. | 1.023163 1.944027 0.53 0.621 -3.974119 6.020444 -----------------------------------------------------------------------------Wooldridge test for autocorrelation in panel data H0: no first-order autocorrelation F( 1, 5) = 20.471 Prob > F = 0.0063
Wooldridge test menunjukkan tolak H0, berarti terdapat masalah autokorelasi terhadap model terpilih.
90
Tahap VII . xtpcse
ipm pdrb__ribu_ gini apbd pendidikan kesehatan, correlation(ar1)
Prais-Winsten regression, correlated panels corrected standard errors (PCSEs) Group variable: Time variable: Panels: Autocorrelation:
kab tahun correlated (balanced) common AR(1)
Estimated covariances = Estimated autocorrelations = Estimated coefficients =
21 1 6
Number of obs Number of groups Obs per group: min avg max R-squared Wald chi2(5) Prob > chi2
= = = = = = = =
48 6 8 8 8 0.9831 474.47 0.0000
-----------------------------------------------------------------------------| Panel-corrected ipm | Coef. Std. Err. z P>|z| [95persen Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------pdrb__ribu_ | .0001451 .0000245 5.93 0.000 .0000971 .000193 gini | -2.293068 3.244875 -0.71 0.480 -8.652906 4.06677 apbd | .0300022 .0119357 2.51 0.012 .0066087 .0533957 pendidikan | 16.71646 1.239169 13.49 0.000 14.28774 19.14519 kesehatan | 4.767962 1.533373 3.11 0.002 1.762606 7.773317 _cons | 70.70409 1.177662 60.04 0.000 68.39591 73.01226 -------------+---------------------------------------------------------------rho | .2839277 ------------------------------------------------------------------------------
Model terpilih dengan koreksi terhadap permasalahan heteroskedastisitas, contemporaneously correlated across panel, and first order autokorelasi (ar1)
91
Lampiran 8. Pengeluaran Rata-rata Perkapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran dan Golongan Pengeluaran Perkapita, Tahun 2009
Kelompok Pengeluaran Jenis Pengeluaran
< 125.000
125.000249.999
250.000374.999
375.000499.999
500.000624.999
Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan Susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Lemak Bahan Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi Lainnya Makanan dan Minuman Jadi Minuman Beralkohol Tembakau dan Sirih
23.762 713 9.045 664 3.010 7.007 5.642 1.043 5.679 4.291 3.606 1.436 5.541 0 7.908
42.050 1.149 13.031 1.344 5.629 7.592 6.800 2.636 6.852 6.435 3.908 4.521 16.402 64 21.974
44.181 1.352 18.762 4.017 9.856 11.213 8.891 4.471 8.373 7.886 4.993 6.832 31.743 24 31.477
42.236 1.331 21.595 8.154 18.075 15.806 10.500 6.693 9.618 8.843 5.826 8.913 53.325 149 36.699
40.891 1.364 24.875 14.696 24.355 19.985 12.131 10.838 10.401 9.388 6.112 9.929 72.370 209 42.921
Makanan
79.345
140.389
194.071
247.763
300.467
Perumahan dan Fasilitas Rumahtangga Aneka Barang dan Jasa Biaya Kesehatan Biaya Pendidikan Pakaian. Alas Kaki dan Tutup Kepala Barang Tahan Lama Pajak. Pungutan dan Asuransi Keperluan Pesta
19.248 4.330 2.141 1.677 5.145 411 104 1.855
32.793 11.436 2.694 7.547 8.611 1.384 495 1.344
57.549 22.876 4.862 11.572 12.923 2.954 1.424 2.100
92.489 38.632 7.864 18.025 16.119 5.490 3.198 2.494
125.483 54.708 12.151 24.566 20.315 11.104 5.865 3.361
Non Makanan
34.910
66.305
116.259
184.312
257.553
114.255
206.694
310.331
432.075
558.020
Jumlah
92
Lanjutan Lampiran 8 Kelompok Pengeluaran Jenis Pengeluaran
625.000749.999
750.000874.999
875.000999.000
> 1.000.000
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan Susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Lemak Bahan Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi Lainnya Makanan dan Minuman Jadi Minuman Beralkohol Tembakau dan Sirih
40.543 1.537 25.545 18.248 29.464 21.948 13.839 12.760 11.391 10.453 6.688 11.481 99.203 204 43.847
39.649 1.480 27.223 22.428 40.500 23.229 12.607 16.722 11.457 10.813 6.438 12.698 113.643 222 44.338
40.560 1.932 29.808 17.337 36.932 21.287 12.707 19.981 11.554 11.387 6.349 14.240 146.415 0 45.745
38.699 1.791 36.169 32.627 55.204 23.421 12.522 36.936 12.607 13.567 6.205 13.345 216.911 .191 50.889
41.917 1.391 21.825 10.539 20.281 15.267 10.200 9.954 9.434 8.943 5.438 8.633 67.323 114 35.831
Makanan
347.148
383.448
416.235
551.085
267.090
Perumahan dan Fasilitas Rumahtangga Aneka Barang dan Jasa Biaya Kesehatan Biaya Pendidikan Pakaian. Alas Kaki dan Tutup Kepala Barang Tahan Lama Pajak. Pungutan dan Asuransi Keperluan Pesta
162.598 68.088 21.322 30.773 23.610 14.231 10.310 5.091
200.919 91.317 24.821 38.963 27.578 24.296 13.074 2.793
231.416 116.063 20.210 59.023 28.562 29.836 14.753 14.910
459.032 229.197 71.538 107.099 41.543 162.563 54.103 14.794
124.461 55.914 14.646 26.528 18.221 21.307 8.551 4.006
Non Makanan
336.022
423.762
514.772
1.139.870
273.635
Jumlah
683.170
807.210
931.008
1.690.954
540.725
93
Lampiran 9. Persentase Pengeluaran Rata-rata Perkapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran dan Golongan Pengeluaran Perkapita, Tahun 2009
Kelompok Pengeluaran Jenis Pengeluaran
< 125.000
125.000249.999
250.000374.999
375.000499.999
500.000624.999
Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan Susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Lemak Bahan Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi Lainnya Makanan dan Minuman Jadi Minuman Beralkohol Tembakau dan Sirih
20,8 0,6 7,9 0,6 2,6 6,1 4,9 0,9 5,0 3,8 3,2 1,3 4,8 0,0 6,9
20,3 0,6 6,3 0,7 2,7 3,7 3,3 1,3 3,3 3,1 1,9 2,2 7,9 0,0 10,6
14,2 0,4 6,0 1,3 3,2 3,6 2,9 1,4 2,7 2,5 1,6 2,2 10,2 0,0 10,1
9,8 0,3 5,0 1,9 4,2 3,7 2,4 1,5 2,2 2,0 1,3 2,1 12,3 0,0 8,5
7,3 0,2 4,5 2,6 4,4 3,6 2,2 1,9 1,9 1,7 1,1 1,8 13,0 0,0 7,7
Makanan
69,4
67,9
62,5
57,3
53,8
Perumahan dan Fasilitas Rumahtangga Aneka Barang dan Jasa Biaya Kesehatan Biaya Pendidikan Pakaian. Alas Kaki dan Tutup Kepala Barang Tahan Lama Pajak. Pungutan dan Asuransi Keperluan Pesta
16,8 3,8 1,9 1,5 4,5 0,4 0,1 1,6
15,9 5,5 1,3 3,7 4,2 0,7 0,2 0,7
18,5 7,4 1,6 3,7 4,2 1,0 0,5 0,7
21,4 8,9 1,8 4,2 3,7 1,3 0,7 0,6
22,5 9,8 2,2 4,4 3,6 2,0 1,1 0,6
Non Makanan
30,6
32,1
37,5
42,7
46,2
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
Jumlah
94
Lanjutan Lampiran 9 Kelompok Pengeluaran 750.000- 875.000> 874.999 999.000 1.000.000
Jenis Pengeluaran
625.000749.999
Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan Susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Lemak Bahan Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi Lainnya Makanan dan Minuman Jadi Minuman Beralkohol Tembakau dan Sirih
5,9 0,2 3,7 2,7 4,3 3,2 2,0 1,9 1,7 1,5 1,0 1,7 14,5 0,0 6,4
4,9 0,2 3,4 2,8 5,0 2,9 1,6 2,1 1,4 1,3 0,8 1,6 14,1 0,0 5,5
4,4 0,2 3,2 1,9 4,0 2,3 1,4 2,1 1,2 1,2 0,7 1,5 15,7 0,0 4,9
2,3 0,1 2,1 1,9 3,3 1,4 0,7 2,2 0,7 0,8 0,4 0,8 12,8 0,0 3,0
7,8 0,3 4,0 1,9 3,8 2,8 1,9 1,8 1,7 1,7 1,0 1,6 12,5 0,0 6,6
Makanan
50,8
47,5
44,7
32,6
49,4
Perumahan dan Fasilitas Rumahtangga Aneka Barang dan Jasa Biaya Kesehatan Biaya Pendidikan Pakaian. Alas Kaki dan Tutup Kepala Barang Tahan Lama Pajak. Pungutan dan Asuransi Keperluan Pesta
23,8 10,0 3,1 4,5 3,5 2,1 1,5 0,7
24,9 11,3 3,1 4,8 3,4 3,0 1,6 0,3
24,9 12,5 2,2 6,3 3,1 3,2 1,6 1,6
27,1 13,6 4,2 6,3 2,5 9,6 3,2 0,9
23,0 10,3 2,7 4,9 3,4 3,9 1,6 0,7
Non Makanan
49,2
52,5
55,3
67,4
50,6
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
Jumlah
Total
95
Lampiran 10. Penduduk Berusia 10 Tahun ke Atas Menurut Status Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2009 Sekolah Kabupaten/Kota
Tidak/ Belum Sekolah
Tidak Sekolah Lagi
Jumlah
SD
SMTP
Diploma/ SMTA Universitas
10.724 21.581 52.053 16.364 10.989 3.130 4.791 119.632
44.105 53.904 136.860 48.485 24.339 9.978 17.351 335.022
30.787 32.323 65.962 50.815 32.100 11.992 12.972 236.951
16.172 .13.818 71.945 22.634 32.100 8.391 10.485 175.545
4.540 5.957 20.791 5.326 22.786 2.454 3.618 65.472
326.074 360.729 1.148.132 411.012 498.570 111.011 156.368 3.011.896
432.402 488.312 1.495.743 554.636 620.884 146.956 205.585 3.944.518
32.871 47.013 123.812 56.129 40.042 6.203 12.701 318.771
37.974 43.606 95.863 51.924 27.741 8.800 15.367 281.275
30.787 29.221 59.082 38.312 35.046 9.375 15.896 217.719
14.543 7.268 68.205 22.861 27.742 6.891 8.017 155.527
4.040 3.458 21.866 2.418 23.834 3.060 4.097 62.773
305.066 370.598 1.079.260 353.852 486.345 106.019 139.950 2.841.090
425281 501164 1.448.088 525.496 640.750 140.348 196.028 3.877.155
43.595 68.594 175.865 72.493 51.031 9.333 17.492
82.079 97.510 232.723 100.409 52.080 18.778 32.718
61.574 61.544 125.044 89.127 67.146 21.367 28.868
30.715 21.086 140.150 45.495 59.842 15.282 18.502
8.580 9.415 42.657 7.744 46.620 5.514 7.715
631.140 731.327 2.227.392 764.864 984.915 217.030 296.318
857.683 989.476 2.943.831 1.080.132 1.261.634 287.304 401.613
438.403
616.297
454.670
331.072
128.245
5.852.986
7.821.673
Laki-laki Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Laki-laki+Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten
96
Lampiran 11. Persentase Penduduk Berusia 10 Tahun ke Atas Menurut Status Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2009 Sekolah Kabupaten/Kota
Tidak/ Belum Sekolah
SMTA
Diploma/ Universitas
Tidak Sekolah Lagi
SD
SMTP
Jumlah
2,5 4,4 3,5 3,0 1,8 2,1 2,3 3,0
10,2 11,0 9,1 8,7 3,9 6,8 8,4 8,5
7,1 6,6 4,4 9,2 5,2 8,2 6,3 6,0
3,7 2,8 4,8 4,1 5,2 5,7 5,1 4,5
1,0 1,2 1,4 1,0 3,7 1,7 1,8 1,7
75,4 73,9 76,8 74,1 80,3 75,5 76,1 76,4
100 100 100 100 100 100 100 100
7,7 9,4 8,6 10,7 6,2 4,4 6,5 8,2
8,9 8,7 6,6 9,9 4,3 6,3 7,8 7,3
7,2 5,8 4,1 7,3 5,5 6,7 8,1 5,6
3,4 1,5 4,7 4,4 4,3 4,9 4,1 4,0
0,9 0,7 1,5 0,5 3,7 2,2 2,1 1,6
71,7 73,9 74,5 67,3 75,9 75,5 71,4 73,3
100 100 100 100 100 100 100 100
5,1 6,9 6,0 6,7 4,0 3,2 4,4
9,6 9,9 7,9 9,3 4,1 6,5 8,1
7,2 6,2 4,2 8,3 5,3 7,4 7,2
3,6 2,1 4,8 4,2 4,7 5,3 4,6
1,0 1,0 1,4 0,7 3,7 1,9 1,9
73,6 73,9 75,7 70,8 78,1 75,5 73,8
100 100 100 100 100 100 100
5,6
7,9
5,8
4,2
1,6
74,8
100
Laki-laki Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Laki-laki+Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten
97
Lampiran 12. Banyaknya Penduduk Usia 7-12 Tahun Menurut Kabupaten/Kota, Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2009
Kabupaten/Kota Laki-laki Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten
Tdk/Belum Sekolah Jiwa
Tidak Se-kolah Lagi %
Sekolah % %
Jiwa
%
1.357 2.236 1.952 508 0 592 9.425
1,3 0,9 2,1 0,6 0 1,6 1,4
104.344 256.278 87.566 82.926 22.317 36.342 676.785
97,5 98,7 95,6 99,4 99,5 96,0 97,7
333 452 2.237 0 508 122 489 4.141
0,4 0,5 1,1 0 0,6 0,5 1,6 0,7
78.402 86.519 205.463 107.028 76.820 22.539 30.482 607.253
3.113 1.809 4.473 1.952 1.016 122 1.081
1,8 0,9 1,0 1,0 0,6 0,3 1,6
13.566
1,0
Jiwa
Jumlah
%
Jumlah
1.357 1.117 2.084 0 122 920 6.600
1,3 0,4 2,3 0 0,5 2,4 1,0
107.058 259.631 91.602 83.434 22.439 37.854 692.810
97,0 99,5 97,4 99,7 96,8 99,5 97,9 98,0
2.114 0 3.333 364 2.034 0 161 8.006
2,6 0 1,6 0,3 2,6 0 0,5 1,3
80.849 86.971 211.033 107.392 79.362 22.661 31.132 619.400
165.414 190.863 461.741 194.594 159.746 44.856 66.824
96,4 98,4 98,1 97,8 98,1 99,5 96,9
3.114 1.357 4.450 2.448 2.034 122 1.081
1,8 0,7 0,9 1,2 1,2 0,3 1,6
171.641 194.029 470.664 198.994 162.796 45.100 68.986
1.284.038
97,9
14.606
1,1
1.312.210
Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Laki-laki+Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten
98
Lampiran 13. Banyaknya Penduduk Usia 13-15 Tahun menurut Kabupaten/Kota. Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2009
Kabupaten/Kota Laki-laki
Tdk/Belum Sekolah Jiwa
Tidak Se-kolah Lagi %
Sekolah %
%
Jumlah
%
Jiwa
%
Jiwa
Jumlah
599 1.216 491 771 0 108 144 3.329
1,6 2,7 0,5 1,5 0 0,9 0,8 1,1
27.241 32.170 85.399 41.373 31.956 10.190 13.335 241.664
70,9 72,5 85,1 81,1 94,6 89,3 71,2 81,1
10.575 10.965 14.436 8.879 1.827 1.109 5.258 53.049
27,5 24,7 14,4 17,4 5,4 9,7 28,1 17,8
38.415 44.351 100.326 51.023 33.783 11.407 18.737 298.042
0 813 1.004 0 0 108 98 2.023
0 1,9 0,9 0 0 1,2 0,6 0,7
26.440 31.431 88.944 34.336 31.499 7.788 12.756 233.194
73,3 72,5 82,8 80,9 89,6 88,6 79,3 80,6
9.627 11.080 17.424 8.081 3.651 893 3.230 53.986
26,7 25,6 16,2 19,1 10,4 10,2 20,1 18,7
36.067 43.324 107.372 42.417 35.150 8.789 16.084 289.203
599 2.029 1.495 771 0 216 242
0,8 2,3 0,7 0,8 0 1,1 0,7
53.681 63.601 174.343 75.709 63.455 17.978 26.091
72,1 72,5 83,9 81,0 92,1 89,0 74,9
20.202 22.045 31.860 16.960 5.478 2.002 8.488
27,1 25,1 15,3 18,2 7,9 9,9 24,4
74.482 87.675 207.698 93.440 68.933 20.196 34.821
5.352
0,9
474.858
80,9
107.035
18,2
587.245
Laki-laki Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Laki-laki+Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten
99
Lampiran 14. Banyaknya Penduduk Usia 16-18 Tahun menurut Kabupaten/Kota, Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2009
Kabupaten/Kota Laki-laki
Tdk/Belum Sekolah Jiwa
Tidak Se-kolah Lagi %
Sekolah %
%
Jiwa
%
Jiwa
%
Jumlah
0 0 0 424 281 0 0 705
0 0 0 0,8 0,6 0 0 0,2
22.154 20.381 73.329 36.086 32.311 10.153 9.899 204.313
46,4 40,4 52,1 66,2 63,4 78,1 49,3 54,1
25.579 30.048 67.319 17.980 18.354 2.851 10.172 172.303
53,6 59,6 47,9 33,0 36,0 21,9 50,7 45,7
47.733 50.429 140.648 54.490 50.946 13.004 20.071 377.321
388 0 0 424 0 0 0 812
1,1 0 0 0,8 0 0 0 0,3
16.129 8.435 46.084 28.867 30.219 7.364 9.383 146.481
47,8 21,4 40,6 53,9 59,3 57,8 49,0 45,4
17.235 30.927 67.397 24.261 20.740 5.371 9.764 175.695
51,1 78,6 59,4 45,3 40,7 42,2 51,0 54,4
33.752 39.362 113.481 53.552 50.959 12.735 19.147 322.988
388 0 0 848 281 0 0
0,5 0 0 0,8 0,3 0 0
38.283 28.816 119.413 64.953 62.530 17.517 19.282
47,0 32,1 47,0 60,1 61,4 68,1 49,2
42.814 60.975 134.716 42.241 39.094 8.222 19.936
52,5 67,9 53,0 39,1 38,4 31,9 50,8
81.485 89.791 254.129 108.042 101.905 25.739 39.218
1.517
0,2
350.794
50,1
347.998
49,7
700.309
Laki-laki Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Laki-laki+Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten
100
Lampiran 15. Banyaknya Penduduk Usia 19-24 Tahun menurut Kabupaten/Kota, Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2009 Kabupaten/Kota Laki-laki
Tdk/Belum Sekolah %
Jiwa
%
Jiwa
%
Jumlah
639 446 0 359 1.005 0 0 2.449
1,5 0,8 0 0,4 1,1 0 0 0,4
4.425 4.592 24.199 7.817 17.027 1.938 3.885 63.883
10,4 8,2 10,9 9,0 18,0 10,0 13,4 11,6
37.406 50.711 197.429 78.486 76.519 17.489 25.207 483.247
88,1 91,0 89,1 90,6 80,9 90,0 86,6 87,9
42.470 55.749 221.628 86.662 94.551 19.427 29.092 549.579
0 0 1.645 359 0 266 317 2.587
0 0 0,7 0,6 0 1,2 1,0 0,5
6.207 1.788 21.451 3.237 17.581 3.039 4.604 57.907
11,9 3,0 9,6 5,2 17,5 14,3 14,2 10,5
46.031 58.331 199.459 59.069 82.775 17.985 27.407 491.057
88,1 97,0 89,6 94,3 82,5 84,5 84,8 89,0
52.238 60.119 222.555 62.665 100.356 21.290 32.328 551.551
Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang
639 446 1.645 718 1.005 266 317
0,7 0,4 0,4 0,5 0,5 0,7 0,5
10.632 6.380 45.650 11.054 34.608 4.977 8.489
11,2 5,5 10,3 7,4 17,8 12,2 13,8
83.437 109.042 396.888 137.555 159.294 35.474 52.614
88,1 94,1 89,4 92,1 81,7 87,1 85,7
94.708 115.868 444.183 149.327 194.907 40.717 61.420
Banten
5.036
0,5
121.790
11,1
974.304
88,5
1.101.130
Laki-laki Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten
Jiwa
Tidak Se-kolah Lagi %
Sekolah %
Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Laki-laki+Perempuan
101
Lampiran 16. Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Ijasah Tertinggi yang Dimiliki, Tahun 2009 Ijazah Tertinggi Kabupaten/Kota
Tidak Punya
SD/MI
SLTP /MTs
SMU/ SMK/MA
DI/DII
D3. DIV. S1. S2.S3
Jumlah
Laki-laki Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten
144.407 167.685 163.736 208.092 314.246 332.878 138.097 207.370 61.526 124.197 21.459 38.983 44.785 59.748 888.256 1.138.953
65.171 70.723 297.958 116.546 120.187 29.128 37.565 737.278
41.483 37.098 452.716 82.144 232.307 48.239 49.408 943.395
3.838 9.818 432.402 2.294 6.369 488.312 5.495 92.450 1.495.743 3.491 6.988 554.636 2.906 79.761 620.884 1.420 7.727 146.956 1.304 12.775 205.585 20.748 215.888 3.944.518
169.672 162.506 208.093 212.849 378.985 374.568 195.871 180.042 104.040 149.540 29.875 41.285 48.305 64.321 1.134.841 1.185.111
52.592 51.430 285.803 92.490 133.131 31.782 33.626 680.854
30.403 23.672 314.827 50.895 186.515 31.450 39.798 677.560
4.163 5.945 425.281 2.284 2.836 501.164 10.122 83.783 1.448.088 2.464 3.734 525496 6.785 60.739 640.750 927 5.029 140.348 2.296 7.682 196.028 29.041 169.748 3.877.155
117.763 122.153 583.761 209.036 253.318 60.910 71.191
71.886 60.770 767.543 133.039 418.822 79.689 89.206
8.001 15.763 857.683 4.578 9.205 989.476 15.617 176.233 2.943.831 5.955 10.722 1.080.132 9.691 140.500 1.261.634 2.347 12.756 287304 3.600 20.457 401.613
2.023.097 2.324.064 1.418.132
1.620.955
49.789 385.636 7.821.673
Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten
Laki-laki+Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten
314.079 371.829 693.231 333.968 165.566 51.334 93.090
330.191 420.941 707.446 387.412 273.737 80.268 124.069
102
Lampiran 17. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Ijasah Tertinggi yang Dimiliki, Tahun 2009 Ijazah Tertinggi Kabupaten/Kota
Tidak Punya
SD/MI
SLTP/ MTs
SMU/ SMK/MA
DI/DII
D3. DIV. S1. S2.S3
Jumlah
33,4 33,5 21,0 24,9 9,9 14,6 21,8 22,5
38,8 42,6 22,3 37,4 20,0 26,5 29,1 28,9
15,1 14,5 19,9 21,0 19,4 19,8 18,3 18,7
9,6 7,6 30,3 14,8 37,4 32,8 24,0 23,9
0,9 0,5 0,4 0,6 0,5 1,0 0,6 0,5
2,3 1,3 6,2 1,3 12,8 5,3 6,2 5,5
100 100 100 100 100 100 100 100
39,9 41,5 26,2 37,3 16,2 21,3 24,6 29,3
38,2 42,5 25,9 34,3 23,3 29,4 32,8 30,6
12,4 10,3 19,7 17,6 20,8 22,6 17,2 17,6
7,1 4,7 21,7 9,7 29,1 22,4 20,3 17,5
1,0 0,5 0,7 0,5 1,1 0,7 1,2 0,7
1,4 0,6 5,8 0,7 9,5 3,6 3,9 4,4
100 100 100 100 100 100 100 100
36,6 37,6 23,5 30,9 13,1 17,9 23,2
38,5 42,5 24,0 35,9 21,7 27,9 30,9
13,7 12,3 19,8 19,4 20,1 21,2 17,7
8,4 6,1 26,1 12,3 33,2 27,7 22,2
0,9 0,5 0,5 0,6 0,8 0,8 0,9
1,8 0,9 6,0 1,0 11,1 4,4 5,1
100 100 100 100 100 100 100
25,9
29,7
18,1
20,7
0,6
4,9
100
Laki-laki Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Laki-laki+Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten
103
Lampiran 18. Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Keluhan Kesehatan, Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota, Tahun 2009 Jenis Keluhan Kesehatan Kabupaten/Kota
Panas
Batuk
Pilek
Asma
Diare
82.075 53.832 328.093 88.309 140.339 30.199 47.286 770.133
89.202 76.963 436.788 129.145 167.579 35.695 60.485 995.857
97.466 63.001 420.974 110.936 166.065 25.908 57.432 941.782
16.326 12.079 32.015 12.065 7.412 1.199 4.871 85.967
11.006 11.147 35.563 9.889 9.420 1.627 7.203 85.855
88.900 51.137 293.237 70.760 126.227 29.346 41.708 701.315
98.677 77.204 375.721 95.731 160.328 37.367 57.836 902.864
114.755 74.170 355.905 87.690 156.625 25.663 58.593 873.401
16.858 14.750 39.418 9.280 6.505 1.576 5.857 94.244
12.248 6.168 24.395 10.127 6.569 2.792 7.404 69.703
Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang
170.975 104.969 621.330 159.069 266.566 59.545 88.994
187.879 154.167 812.509 224.876 327.907 73.062 118.321
212.221 137.171 776.879 198.626 322.690 51.571 116.025
33.184 26.829 71.433 21.345 13.917 2.775 10.728
23.254 17.315 59.958 20.016 15.989 4.419 14.607
Banten
1.471.448
1.898.721
1.815.183
180.211
155.558
Laki-laki Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Laki-laki+Perempuan
104
Lanjutan lampiran 18 Jenis Keluhan Kesehatan Kabupaten/Kota
Lainnya
Jumlah Penduduk Yang Ada Keluhan
Sakit Kepala
Sakit Gigi
39.555 27.487 88.947 30.767 33.046 9.947 14.049 243.798
11.615 10.215 28.697 8.140 9.389 2.451 3.774 74.281
67.333 82.289 177.894 61.691 99.602 8.497 21.943 519.249
203.055 190.220 771.438 224.249 308.844 53.507 98.800 1.850.113
48.904 39.181 125.836 41.270 35.485 15.063 20.234 325.973
11.268 9.022 29.903 4.781 6.537 2.721 4.905 69.137
73.824 90.397 216.690 72.238 125.615 8.924 25.569 613.257
222.696 199.597 715.386 217.323 322.008 59.023 102.400 1.838.433
88.459 66.668 214.783 72.037 68.531 25.010 34.283
22.883 19.237 58.600 12.921 15.926 5.172 8.679
141.157 172.686 394.584 133.929 225.217 17.421 47.512
425.751 389.817 1.486.824 441.572 630.852 112.530 201.200
569.771
143.418
1.132.506
3.688.546
Laki-laki Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Laki-laki+Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten
105
Lampiran 19. Persentase Penduduk Menurut Jenis Keluhan Kesehatan, Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota, Tahun 2009 Jenis Keluhan Kesehatan Kabupaten/Kota
Panas
Sakit Kepala
Sakit Gigi
Lainnya
5,4 5,9 4,6 4,4 3,1 3,0 7,3 4,6
19,5 14,5 11,5 13,7 10,7 18,6 14,2 13,2
5,7 5,4 3,7 3,6 3,0 4,6 3,8 4,0
33,2 43,3 23,1 27,5 32,2 15,9 22,2 28,1
7,6 7,4 5,5 4,3 2,0 2,7 5,7 5,1
5,5 3,1 3,4 4,7 2,0 4,7 7,2 3,8
22,0 19,6 17,6 19,0 11,0 25,5 19,8 17,7
5,1 4,5 4,2 2,2 2,0 4,6 4,8 3,8
33,2 45,3 30,3 33,2 39,0 15,1 25,0 33,4
49,8 35,2 52,3 45,0 51,2 45,8 57,7
7,8 6,9 4,8 4,8 2,2 2,5 5,3
5,5 4,4 4,0 4,5 2,5 3,9 7,3
20,8 17,1 14,4 16,3 10,9 22,2 17,0
5,4 4,9 3,9 2,9 2,5 4,6 4,3
33,2 44,3 26,5 30,3 35,7 15,5 23,6
49,2
4,9
4,2
15,4
3,9
30,7
Batuk
Pilek
Asma
40,4 28,3 42,5 39,4 45,4 56,4 47,9 41,6
43,9 40,5 56,6 57,6 54,3 66,7 61,2 53,8
48,0 33,1 54,6 49,5 53,8 48,4 58,1 50,9
8,0 6,4 4,2 5,4 2,4 2,2 4,9 4,6
39,9 25,6 41,0 32,6 39,2 49,7 40,7 38,1
44,3 38,7 52,5 44,1 49,8 63,3 56,5 49,1
51,5 37,2 49,8 40,4 48,6 43,5 57,2 47,5
40,2 26,9 41,8 36,0 42,3 52,9 44,2
44,1 39,5 54,6 50,9 52,0 64,9 58,8
39,9
51,5
Diare
Laki-laki Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Laki-laki+Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten .
106
Lampiran 20. Banyaknya Penduduk yang Sakit Menurut Lama Sakit dan Jenis Kelamin, Tahun 2009 Kabupaten/Kota
Lamanya Sakit (Hari) 1-3
4-7
8-14
15-21
22-30
Jumlah
Laki-laki Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten
53.774 47.570 249.517 59.379 77.597 27.469 43.954 559.260
44.151 44.771 124.058 43.614 42.710 8.821 22.950 331.075
5.768 5.677 9.085 4.753 4.292 462 3.134 33.171
5.355 1.546 6.968 5.800 958 484 1.521 22.632
6.118 5.930 8.926 3.944 3.334 369 1.692 30.313
115.166 105.494 398.554 117.490 128.891 37.605 73.251 976.451
58.451 53.958 237.442 52.219 74.158 27.677 43.163 547.068
47.951 44.422 94.839 30.154 39.634 11.143 22.466 290.609
8.941 4.566 10.554 4.066 6.269 1.062 3.107 38.565
6.705 1.727 7.477 5.113 1.443 488 1.907 24.860
12.281 6.290 7.413 4.287 2.898 0 872 34.041
134.329 110.963 357.725 95.839 124.402 40.370 71.515 935.143
Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang
112.22.5 101.528 486.959 111.598 151.755 55.146 87.117
92.102 89.193 218.897 73.768 82.344 19.964 45.416
14.709 10.243 19.639 8.819 10.561 1.524 6.241
12.060 3.273 14.445 10.913 2.401 972 3.428
18.399 12.220 16.339 8.231 6.232 369 2.564
249.495 216.457 756.279 213.329 253.293 77.975 144.766
Banten
1.106.328
621.684
71.736
47.492
64.354
1.911.594
Perempuan Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Banten Laki-laki+Perempuan