Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
ISBN: 978-602-96848-2-7
ANALISIS PENELUSURAN ANGGARAN APBD PROVINSI BANTEN DI SEKTOR PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA Delly Maulana S.Sos, MPA Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik, Universitas Serang Raya Serang, Banten E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Saat ini kenaikan pencapaian target pembangunan sumber daya manusia Provinsi Banten tidak terlalu signifikan. Hal terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Banten pada tahun 2010 hanya mencapai 70,06. Dan jika dibandingkan dengan standar Indeks Pembangunan Manusia (IPM) nasional pada tahun 2010, yakni sekitar 71,76 maka IPM Provinsi Banten lebih rendah dibandingkan Standar IPM nasional tersebut. Kondisi tersebut jelas dikarenakan oleh beberapa faktor, salah satunya ketersediaan anggaran serta pemanfaatan anggaran yang bersumber dari APBD. Apakah masih di dominasi oleh belanja aparatur atau belanja publiknya. Metode analisis yang dilakukan oleh penulis adalah menulusuri penyerapan dan pemanfaatan anggaran, serta mencoba untuk mengevaluasi dampak dari program-program yang telah dibuat oleh masing-masing SKPD yang berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia masyarakat di Provinsi Banten. Hasil analisis penulis menunjukkan bahwa penyerapan realisasi anggaran agenda pembangunan SDM masyarakat Banten secara keseluruhan mencapai 95,7 persen dari target anggaran. Dalam rangka memaksimalkan peran anggaran dalam merealisasikan agenda pembangunan SDM masyarakat di Provinsi Banten maka yang harus perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : Pertama, Pemerintah Daerah dan DPRD harus berkomitmen untuk meningkatkan anggaran melalui APBD dalam rangka percepatan pembangunan SDM masyarakat Banten; Kedua, SKPD-SKPD yang berkaitan dengan leading sector pembangunan SDM masyarakat harus menekankan kebijakan peningkatan SDM masyarakat di Kabupaten-Kabupaten yang masih di bawah standar IPM Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Serang. Kata Kunci : Kinerja, Anggaran, dan Pembangunan Sumber Daya Manusia A.
PENDAHULUAN Penerapan undang-undang No. 32 dan 33 Tahun 2004 tentang otonomi daerah, memberikan dampak yang signifikan terhadap Pemerintah Provinsi untuk bisa lebih mandiri dalam penyelengaraan pembangunan di daerahnya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Implikasi ini sekaligus membawa dampak yang besar bagi Provinsi untuk mempunyai tanggung jawab moral untuk bisa lebih mensejahterakan masyarakat daerahnya, mengefesienkan serta mengefektifkan proses penyelenggaraan pemerintah daerahnya. Di dalam undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah telah diatur beberapa urusan wajib yang menjadi kewenangan dari Pemerintah Daerah Provinsi, terutama diatur dalam pasal 12, yaitu : Pertama, Perencanaan dan pengendalian pembangunan; kedua, Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; Ketiga, Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; Keempat, Penyediaan sarana dan prasarana umum; Kelima, Penanganan bidang kesehatan; Keenam, Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; Ketujuh, Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; Kedelapan, Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; Kesimbilan, Fasilitasi Pembangunan koperasi, usaha kecil, dan [105]
menengah termasuk lintas kabupaten/kota; Kesepuluh, Pengendalian lingkungan hidup; kesebelas, Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; Keduabelas, Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil. Selain konsekuensi kewajiban Pemerintah Daerah Provinsi, undang-undang ini juga memberikan konsekuensi hak daerah Provinsi untuk mengelola sumber daya-sumber dayanya sendiri, tentu dengan profesional dan akuntabel demi peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah yang nantinya sekaligus dapat menjawab tantangan globalisasi yang melanda seluruh masyarakat, bangsa dan negara di dunia ini. Secara konseptual globalisasi akan menuntut daya saing yang pada hakekatnya kualitas seluruh produk atau jasa. Oleh karena itu, tentunya diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas pula, yaitu sumber daya manusia yang memiliki kemampuan yang cukup untuk menggerakan seluruh sumber daya wilayah yang ada (Nachroni dan Suhandojo dalam Muchdie, 2001). Jika dilihat dari pencapaian dan target pembangunan sumber daya manusia Provinsi Banten yang terilustrasi dari Indeks Pembangunan Manusianya (IPM), maka dapat dikategorikan rendah dibandingkan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi lainnya yang berada di
Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
ISBN: 978-602-96848-2-7
wilayah Pulau Jawa. Misalnya pada tahun 2009 IPM Provinsi Banten sekitar 70,06, sedangkan Provinsi Jawa Timur sekitar 71,06, Provinsi Jawa Tengah sekitar 72,10, Provinsi Jawa Barat sekitar 71,64, dan Provinsi Yogyakarta sekitar 75,23. Dan jika dibandingkan dengan daerah Provinsi yang samasama baru lahir dengan Provinsi Banten, yaitu Provinsi Gorontalo sekitar 69,79, bisa dikatakan lebih baik, sedangkan dengan Provinsi Kepulauan Riau, yakni sekitar 74,54 bisa dikatakan lebih rendah. Sementara itu, jika dibandingkan dengan standar IPM Indonesia, maka Provinsi Banten masih di bawah standar nasional, yakni sekitar 71,76. (BPS Tahun 2010) Gambaran di atas terilustrasikan pada grafik di bawah ini :
Sementara itu, kondisi pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Banten juga sangat dipengaruhi oleh kondisi pembangunan sumber daya manusia di tingkat Kabupaten/Kota yang berada di wilayah Provinsi Banten. Jika pembangunan sumber daya manusia di Kabupaten/Kota menunjukkan keadaan yang baik, maka secara otomatis pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Banten juga akan baik, begitupun sebaliknya. Data tahun 2009 menunjukkan bahwa kondisi pembangunan sumber daya manusia di tingkat Kabupaten/Kota yang berada di wilayah Provinsi Banten (dalam hal ini terlihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota) masih ada beberapa daerah Kabupaten yang memilki tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di bawah standar dari IPM Provinsi Banten (70,06), yaitu Kabupaten Pandeglang (67,98), Kabupaten Serang (68,30) dan Kabupaten Lebak (67,37). Untuk jelasnya terlihat pada tabel di bawah ini :
Kondisi tersebut jelas membuat Pemerintah Daerah Provinsi Banten harus terus meningkatkan program-program strategis yang nantinya akan berdampak terhadap realisasi target yang sudah [106]
direncanakan dalam bidang Pembangunan sumber daya manusia pada tahun 2012. Tentu dalam mengimplementasikan suatu program-program Pembangunan sumber daya manusia tidak akan terealisasi secara maksimal, jika tidak didukung oleh sumber anggaran yang maksimal yang bersumber melalu APBD Provinsi Banten. Pagu anggaran yang dianggarkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Banten untuk Pembangunan sumber daya manusia pada tahun 2010 melalu APBD yakni sekitar Rp. 494,854,641,728 milyar yang tersebar dibeberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Banten sebagai leading sector pembangunan sumber daya manusia masyarakat di Provinsi Banten, yaitu terdiri dari : Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Pemuda dan Olah Raga, Biro Kesejahteraan Rakyat, BPPMD, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah, dan RSU Malingping. Tetapi dengan pagu anggaran yang dapat dikategorikan besar pada tiap-tiap SKPD sebagai leading sector pembangunan sumber daya manusia masyarakat di Provinsi Banten, terutama pada Dinas Kesehatan dan Pendidikan masih belum berdampak secara signifikan terhadap peningkatan sumber daya manusia masyarakat Banten. Kondisi tersebut juga ditambah dengan permasalahan umum tentang pemanfaatan anggaran yang bersumber dari APBD, yaitu masih tingginya dominasi belanja aparatur dibandingkan dengan belanja publik atau belanja untuk memenuhi kebutuhan publik, walaupun secara aturan belanja publik harus lebih besar dibandingkan dengan belanja aparaturnya. Hal lain yang tidak kalah pentingnya serta menjadi permasalahan umum dari pemanfaatan APBD adalah daya serap SKPD yang berkaitan dengan agenda pembangunan sumber daya manusia masyarakat Banten dalam merealisasikan rencana program dan anggarannya. Oleh karena dengan kondisi tersebut, maka perlu adanya kajian penulusan anggaran berbasis kinerja terhadap ke-9 (sembilan) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Daerah Provinsi Banten sebagai leading sector pembanunan sumber daya manusia masyarakat Banten, sehingga nantinya akan tercipta pemerintah daerah yang mengedepankan good governance, yaitu memperhatikan akuntabilitas, transparan, rasional, partisipatif, efektif dan efesien. B. Tujuan Kajian Dalam kajian ini ada beberapa tujuan yang nantinya akan dicapai, yaitu : • Untuk mengetahui seberapa jauh penyerapan anggaran, khususnya dalam Agenda Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat melalui leading sector di 9 (Sembilan) SKPD (sebagaimana tercantum dalam RPJMD Provinsi Banten)
Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
ISBN: 978-602-96848-2-7
•
Untuk mengetahui pemanfaatan anggaran khususnya dalam Agenda Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat melalui leading sector di 9 (Sembilan) SKPD (sebagaimana tercantum dalam RPJMD Provinsi Banten) C. Kajian Pustaka C.1. Reformasi Anggaran Ruang lingkup reformasi anggaran meliputi perubahan struktur anggaran (budget structure reform) dan perubahan proses penyusunan APBD (budget process reform). Perubahan struktur anggaran dilakukan untuk mengubah struktur anggaran tradisional yang bersifat line-item dan incermentalism. Perubahan struktur anggaran tersebut dimaksudkan untuk menciptakan transparansi dan meningkatkan akuntabilitas public ( public accountability). Dengan struktur anggaran yang baru tersebut akan tampak secara jelas besarnya surplus dan defisit anggaran serta strategi pembiayaan apabila terjadi deficit fiskal. Format baru tersebut akan mempermudah bagi publik untuk melakukan analisis, evaluasi, dan pengawsan atas pelaksanaan APBD. Pemerintah daerah juga dimungkinkan untuk membentuk dana cadangan. Dengan demikian, anggaran tidak harus dihabiskan selama tahun anggaran bersangkutan, namun bisa ditansfer ke dalam dana cadangan. Reformasi anggaran tidak hanya pada aspek perubahan struktur APBD, namun juga diikuti dengan perubahan proses penyusunan anggaran. APBD dalam era otonomi daerah ini disusun harus menggunakan pendekatan kinerja. Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan kepada upaya pencapaian hasil kinerja atau output perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. (Mardiasmo: 2002, 28) Berbagai perubahan tersebut harus tetap berpegang pada prinsip pengelolaan anggaran yang baik. Prinsip manajemen anggaran daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan anggaran tersebut meliput : akuntabilitas, value for money, kejujuran dalam pengelolaan keuangan publik, transparansi, dan menekankan pengendalian. C.2. Tujuan Pembangunan Daerah Konsep pembangunan daerah harus dibedakan dengan pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan daerah merupakan upaya terpadu yang menggabungkan beberapa dimensi kebijakan dari seluruh sektor yang ada. Tujuan pembangunan daerah adalah mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera. Sedangkan pembangunan ekonomi adalah pembangunan daerah disektor ekonomi yang perumusan dan pelaksanannya tetap berpegang pada tujuan pembangunan daerah. Pembangunan yang tidak merata, seperti yang dilaksanakan selama ini, hanya mengutamakan [107]
pertumubuhan ekonomi dan tidak diimbangi dengan peningkatan kehidupan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi daerah pada umumnya dipandang sebagai kenaikan pendapatan perkapita penduduk di daerah tersebut yang diwakili oleh PDRB. Pengukuran PDRB tersebut dapat menunjukkan kemampuan peningkatan output yang lebih besar daripada tingkat pertumbuhan penduduk. Tolak ukur yang demikian mengabaikan beberapa hal, seperti kesejahteraan masyarakat dan distribusi pendapatan. Tujuan pembangunan daerah seharusnya menempatkan manusia sebagai sasaran akhir dan fokus utama dari seluruh kegiatan pembangunan, melalui pemberian pelayanan dalam berbagai aspek kehidupan, yaitu kesehatan, pendidikan, social, dan ekonomi. Pembangunan manusia mencakup dua proses dimana orang-orang melakukan perluasan pilihan-pilihan dan pencapaian tingkat kesejahteraan. Salah satu hal penting adalah menjamin kondisi kesehatan hidup dalam jangka panjang, memperoleh pendidikan dan menikmati standar hidup yang layak. Pilihan tambahan lainnya adalah kebebasan berpolitik dan perlindungan hak asasi manusia. Salah satu bentuk kemampuan manusia yang dapat diperbaiki yaitu kesehatan dan pengetahuan, sementara itu, yang kemampuan lainnya dapat dipergunakan untuk bekerja atau menikmati waktu luang. D. Analisis Capaian Kinerja APBD Provinsi Banten Rencana Kerja (Renja) suatu SKPD adalah Penjabaran Perencanaan tahunan dari Rencana Strategis SKPD tersebut. Tercapai tidaknya pelaksanaan kegiatan-kegiatan atau program yang telah disusun dapat dilihat berdasarkan Laporan Kinerja dan Laporan Keuangan. Laporan Kinerja adalah Iktisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBD. Kinerja sendiri dapat dijelaskan sebagai keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Sementara itu, laporan Keuangan merupakan laporan pertanggung jawaban keuangan yang berbentuk laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Ketentuan mengenai bentuk laporan keuangan tersebut telah diatur dalam PP No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Pentingnya keselarasan antara Perencanaan dan Penganggaran sesuai amanat Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menekankan keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran. Keterpaduan perencanaan dan
Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
ISBN: 978-602-96848-2-7
anggaran inilah akhirnya memunculkan istilah anggaran berbasis kinerja, kinerja berbasis tupoksi. Kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatankegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan. Tentunya upaya mengoptimalkan capaian kinerja pemerintah daerah atas APBD, pada dasarnya diorientasikan untuk makin memperkuat capaian kinerja pembangunan yang langsung terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, untuk melihat kinerja APBD Provinsi Banten selama empat tahun terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Berdasarkan di atas, terlihat pagu dalam APBD Provinsi Banten periode 2007-2010 memiliki trend meningkat setiap tahunnya, misalnya pada tahun 2007 sebasar Rp 2.039,838.815.848 meningkat menjadi Rp 2.400,889.277.782 pada tahun 2008 dan kembali meningkat pada tahun 2009 sebesar Rp 2.525,067.959.527, dan pada tahun 2010 mencapai APBD Pemerintah Provinsi Banten naik menjadi Rp 2.981,773.544.459, atau rata-rata setiap tahunnya mengalami peningkatan sekitar 13,85 persen. Peningkatan pagu dalam APBD memperlihatkan kecenderungan peningkatan yang konsisten dari tahun ke tahun, dan ini tampaknya harus tetap dijaga dengan cara meningkatkan perolehan pendapatan daerah serta konsisten dalam pelaksanaan pembangunan di Provinsi Banten. Total realisasi APBD periode 2007-2010 mengalami peningkatan dari 93 persen pada tahun 2007 meningkat menjadi 94 persen pada tahun 2008. Pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 96 persen. Sedangkan pada tahun 2010 mengalami penurunan satu persen saja, yakni 95 persen. Gambaran persentase kinerja APBD Provinsi Banten periode 2007-2010 dapat diilustrasikan pada grafik di bawah ini.
[108]
Kurang maksimalnya daya serap penggunaan APBD pada tahun 2010 menunjukkan ada faktorfaktor yang menyebabkan hal itu dapat terjadi. Faktor-faktor tersebut antara lain: karena perencanaan yang kurang maksimal, aturan main yang kurang baik, serta permasalahan yang bersifat teknis, yakni lambatnya penerbitan surat keputusan untuk calon PPTK sehingga akan berpengaruh terhadap keterlambatan pelaksanaan program yang sudah direncanakan. Selain faktor internal, ada juga penghambat dari faktor eksternal, yaitu waktu penetapan APBD yang masih belum sesuai dengan batas waktu yang diberikan Undang-undang Nomor. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, yang menyatakan APBD ditetapkan paling lambat Bulan November atau 1 bulan setelah APBN ditetapkan. Akibatnya, terjadi keterlambatan penetapan APBD dan perubahannya. Dengan kondisi tersebut, jelas akan berimplikasi pada terhambatnya proses pelaksanaan program atau kegiatan, sehingga secara otomatis akan menghambat penyerepan anggaran APBD. Ke depan seharusnya sudah dimulai dengan meningkatkan pola perencanaan yang baik, peningkatan mutu sumber daya manusia, serta medisaian aturan main yang baik. Sehingga kedepan, dalam konteks penyerapan anggaran pada tahun 2011 akan menunjukkan perubahan yang signifikan. E. Analisis Anggaran Berdasarkan Agenda Pembangunan Sumber Daya Manusia di Provinsi Banten Semua daerah harus menekan perbaikan proses penganggaran di sektor publik dengan cara penerapan anggaran berbasis perstasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta dapat menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja perangkat daerah yang bersangkutan. Selanjutnya, ada beberapa hal yang menyangkut kebaikan dari anggaran berbasis kinerja yaitu anggaran disusun
Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
ISBN: 978-602-96848-2-7
berdasarkan program, fungsi serta aktivitas dengan ditetapkan satuan akur tertentu, dan tujuan telah dirumuskan, maka bisa dilakukan penilaian terhadap masukan dan keluarannya (input-output), atau penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, Anggaran harus diarahkan pada pemilihan program atau kegiatan yang terukur dan menyertakan kegiatan yang menjadi skala prioritas, kebutuhan atau tugas pokok dan fungsi dari lembaga pemerintah. Pada langkah-langkah pemilihan program/kegiatan serta penganggaran tersebut dicantumkan Visi-Misi daerah sampai dengan tujuan kegiatan sehingga tersusun anggaran. Untuk merealiasikan hal tersebut, maka perlu ada langkah-langkah yang strategis serta mengedepankan prioritas. Secara konseptual prioritas adalah suatu upaya mengutamakan sesuatu dari pada yang lain. Prioritas merupakan proses dinamis dalam pembuatan keputusan yang saat ini dinilai paling penting dengan dukungan komitmen untuk melaksanakan keputusan tersebut. Indikator yang tidak kalah pentingnya adalah dengan cara melihat sejauhmana Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai pengguna anggaran dan pengguna barang dalam menyerap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dapat memenuhi prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efesien dan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan. Sebab secara idiologis Anggaran Pendapatan Daerah (APBD) harus dapat mengedepankan kepentingan rakyat daerahnya, hal dikarenakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan milik rakyat, serta kembali kepada rakyat. Oleh karena itu, proses politik yang dilakukan oleh legeslatif sebagai lembaga representasi rakyat serta sekaligus mempunyai kewenangan budgeting harus mempunyai komitmen untuk mengawal hal tersebut. Tetapi dalam perjalannya sistem pengelolaan APBD di era otonomi daerah ini masih terdapat permasalahan, diantaranya adalah belanja daerah masih di dominasi oleh belanja aparatur ketimbang belanja publik atau belanja yang dapat memenuhi kebutuhan publik. Walaupun ada beberapa daerah belanja publik lebih besar, namun pada dasarnya di dalam belanja tersebut masih terdapat, belanjabelanja administrasi umum dan biaya pegawai. Jika APBD dikaitkan dengan tujuan pembangunan daerah, maka seharusnya APBD menempatkan pembangunan manusia sebagai sasaran akhir dan fokus utama dari seluruh kegiatan pembangunan daerah yang dianggaran oleh APBD, baik melalui pemberian pelayanan kesehatan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Dengan konsep tersebut maka keberhasilan pembangunan daerah bukan semata-mata dilihat dari perkembangan atau pertumbuhan ekonomi, melainkan kemampuan pemerintah daerah untuk menciptakan atau memungkinkan orang menikmati hidup yang layak, [109]
mendapatkan kesehatan yang layak, serta dapat meningkatkan kreativitas hidup menuju kehidupan yang sejahtera. Oleh karenanya, analisis belanja pembangunan yang dilakukan oleh penulis adalah dengan cara menelusuri dokumen perencanaan program atau kegiatan SKPD melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Penelusuran DPA tersebut dilakukan atas anggaran tahun 2010. Maksudnya adalah untuk mengetahui sejauh mana komitmen pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran yang berorientasi pada upaya pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Banten sebagai tujuan akhir pembangunan daerah. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Banten dalam peningkatan sumber daya manusia masyarakat sebagai tujuan pembangunan daerah dapat terlihat dari proposi anggaran belanja yang direncanakan oleh masing-masing SKPD di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Banten dalam merealisasikan 4 agenda pembangunan, yaitu agenda pemerintahan, agenda pembangunan ekonomi, agenda pembangunan SDM, dan agenda pembangunan kewilayahan. Untuk jelasnya terlihat pada tabel di bahwah ini :
Data di atas menujukkan bahwa prioritas Pemerintah Daerah Provinsi Banten belum memaksimalkan dalam menyentuh pembangunan SDM masyarakat Provinsi Banten, hal ini terlihat dari proporsi target anggaran yang disediakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Banten untuk agenda pembangunan SDM hanya sekitar Rp. 494.858.641.728 milyar, berbeda dengan agenda pemerintahan yang mempunyai target anggaran yang sangat besar, yaitu sekitar Rp. 1.680.068.854 trilun. Kondisi tersebut jelas mengakibatkan tujuan pembangunan daerah yang utama, yaitu pembangunan SDM masyarakat di daerah tidak akan maksimal. Gambaran proporsi target anggaran dari empat agenda pembangunan Provinsi Banten yang tersebar di beberapa SKPD yang menjadi leading sector agenda pemerintahan, agenda pembangunan SDM, agenda pembangunan ekonomi, serta agenda pembangunan kewilayahan terilustrasi pada grafik di bawah ini :
Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
ISBN: 978-602-96848-2-7
Selanjutnya, jika diilustrasikan dengan cara membagai proporsi anggaran dengan persentase di empat agenda pembangunan Provinsi Banten tahun 2010 maka terlihat adanya ketimpangan anggaran terutama untuk anggaran agenda pemerintahan yang hampir setengah APBD, yakni sekitar 56,4 % dibandingan dengan agenda-agenda lain, terutama dengan agenda pembanguan SDM masyarakat yang hanya 16,6 % dari seluruh target APBD. Walaupun dalam agenda pemerintahan mempunyai SKPD yang banyak, yakni sekitar 18 SKPD, tetapi SKPD tersebut hanya SKPD yang tidak bersentuhan langsung dengan pelayanan publik atau sebagian besar anggaran tersebut digunakan untuk belanja aparatur. Sementara itu, pembangunan SDM masyarakat Banten tidak akan tercapai secara maksimal jika penganggarannya juga tidak maksimal. Oleh karena itu, penulis akan menganalisis sejauhmana gambaran antara target dan realisasi dimasing-masing SKPD yang menjadi leading sector pembangunan SDM masyarakat di Banten. Untuk jelasnya tergambarkan pada tabel di bawah ini :
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa agenda pembangunan SDM masyarakat Provinsi Banten mendapatkan alokasi anggaran dari APBD sebesar Rp.494.854.641.728 milyar. Dari target anggaran pembangunan SDM masyarakat yang tersebar di 9 SKPD Provinsi Banten maka terdapat 2 SKPD yang mendapatkan anggaran paling besar, yaitu SKPD Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan, [110]
yakni sekitar Rp. 222.272.056.951 milyar (44,9 %) dan Rp. 187.337.262.894 milyar (37,9 %). Adapun anggaran terkecil terdapat di SKPD Biro Kesejahteraan Rakyat, yakni sekitar Rp. 2.991.823.250 milyar (0,004 %). Sementara itu, jika dilihat dari realisasi anggaran untuk pembangunan SDM masyarakat di Provinsi Banten secara keseluruhan sekitar Rp. 473.323.930.842 milyar atau sekitar 95,7 % dari target anggaran yang sudah direncanakan. Dari kesembilan SKPD ada 7 SKPD yang realisasi anggarannya di atas 90 %, yakni Dinas Kesehatan (97,7 %), Dinas Pendidikan (94,6) BPPMD (94,1 %), Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (93,4 %), Dinas Sosial (93,3 %), Biro Kesejahteraan Rakyat (93,1 %). Dan Dinas Pemuda dan Olah Raga (92,3 %). Sedangkan SKPD yang realisasi anggarannya di bawah 90 % terdapat 2 SKPD yaitu RSU Malingping (83,3 %) dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (86,7 %). Belum maksimalnya penyerapan penggunaan anggaran APBD oleh beberapa SKPD yang berkaitan dengan agenda pembangunan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa SKPD tersebut belum mampu mamaksimalkan sumber dayanya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor kurang kompetennya dan profesionalnya sumber daya manusia di beberapa SKPD dalam menjalankan tugasnya, sehingga akan berdampak terhadap penggunaan anggaran yang tidak maksimal. Kondisi tersebut juga diperparah dengan kurang maksimalnya perencanaan program yang berkaitan dengan pembangunan SDM masyarakat Banten sehingga menyebabkan program tersebut dilaksanakan secara mendadak dan cenderung berulang-ulang. Secara konseptual manajemen pengeluaran daerah harus mencangkup perencanaan dan pengendalian pengeluaran daerah. Hal tersebut sangat berkaitan dengan tujuan dasar dalam rumusan yang luas dan jangka penjang, yaitu berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Banten, terutama dalam peningkatan pembangunan SDM masyarakatnya. Oleh sebab itu, ke depan harus segera dimulai perbaikan-perbaikan perencanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik melalui perbaikan rekruitmen dan peningkatan kapasitas SDM aparaturnya. Sehingga ke depannya juga SKPD-SKPD sebagai leading sector pembangunan SDM masyarakat Banten lebih memaksimalkan penyerapan anggaran, karena rendahnya penyerapan anggaran membuktikan rendahnya kualitas kinerja SKPD tersebut, sebab penyerapan anggaran bisa dijadikan sebagai alat evaluasi kinerja. Faktor lain yang menyebabkan randahnya penyerapan anggaran oleh SKPD yang berakaitan dengan pembangunan SDM masyarakat Banten adalah belum maksimalnya penentuan prioritas
Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
ISBN: 978-602-96848-2-7
dalam menciptakan program kegiatan, hal ini dikarenakan adanya kecenderungan SKPD yang lebih menyesuaikan arahan prioritas kebijakan pemerintah pusat, sehingga dalam penyusunan rencana program harus menunggu dan akibatnya terjadi keterlambatan serta berdampak terhadap penyerpan anggaran. Selain itu juga banyak faktor politis yang menghambat dalam penyerapan penggunaan anggaran sehingga menyebabkan kebingunan SKPD dalam memanfaat anggaran atau cenderung menunggu perintah. Selanjutnya, adalah faktor waktu penetapan APBD masih belum sesuai dengan batas waktu yang diberikan UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, yang menyatakan APBD ditetapkan paling lambat Bulan November atau 1 bulan setelah APBN ditetapkan. Pertanyaannya adalah bagaimana kalau penetapan APBN mengalami kemoloran ?, maka kondisi tersebut juga akan berimplikasi terhadap molornya penetapan APBD dan perubahannya. Jelas, kondisi tersebut akan berdampak terhadap molornya programprogram di daerah, terutama program pembangunan SDM masyarakat Banten. Contoh yang paling nyata adalah banyaknya kegiatan-kegiatan yang tidak penting atau tidak berkaitan langsung dengan pelayanan publik yang muncul pada akhir anggaran, baik berupa kegiatan lokakarya, seminar, pelatihan, dan sejenisnya. Sementara itu, jika kita kaitkan dengan struktur belanja daerah, maka belanja daerah dibagi menjadi dua, yaitu belanja aparatur dan belanja publik. Secara konseptual belanja apartur adalah belanja yang terdiri dari belanja adminsitrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal atau pembangunan yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik). Sedangkan, belanja publik adalah belanja yang terdiri dari belanja administrasi umum, belanja opererasi dan pemeliharaan, serta belanja modal atau pembangunan yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik). Oleh karena dengan konsep tersebut, maka jika kita kaitkan dengan realisasi anggaran yang dilakukan oleh sembilan SKPD sebagai leading sector pembangunan SDM masyarakat Banten maka nantinya akan terlihat sejauhmana SKPD tersebut memenuhi standar pengeluaran belanja daerah atau tidak, yakni alokasi belanja aparatur harus ditekan sampai 35% dan memperbesar belanja publik sekitar 54 % pada tahun 2011 dari total dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), hal tersebut disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Konsep tersebut seharusnya dapat direalisasikan oleh semua daerah, termasuk Pemerintah Daerah [111]
Provinsi Banten, terutama bagi SKPD-SKPD yang berkaitan dengan pembangunan SDM masyarakat Banten, yakni Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial,Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Pemuda dan Olah Raga, Biro Kesejahteraan Rakyat, BPPMD, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah, serta RSU Malingping. Sebab pada dasarnya semua pengeluaran pemerintah adalah untuk kepentingan pelayanan publik. Oleh karennya untuk mengetahui sejauhmana komposisi belanja publik dan belanja aparatur di kesembilan SKPD sebagai leading sector pembangunan SDM masyarakat Banten akan terlihat pada tabel di bawah ini :
Data di atas menujukkan bahwa sebagian besar proporsi anggaran antara belanja publik dan aparatur menujukkan proporsi yang baik, yakni 80:20. Tetapi jika melihat per-SKPD maka sebagian besar mempunyai proporsi rasio belanja aparatur lebih besar dibandingkan dengan belanja publik. Hanya lima SKPD saja dari Sembilan SKPD yang proporsi belanja publiknya lebih besar dibandingkan dengan belanja aparaturnya, yakni Dinas Kesehatan (95:5), Dinas Pendidikan (75:25), BPPMD (69:31), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (54:46), dan Dinas Pemuda dan Olah Raga (59:41) Sedangkan SKPD lainnya menunjukkan proposi belanja aparaturnya lebih besar dibandingkan dengan belanja publiknya, seperti Dinas Sosial (57:43), Biro Kesejahteraan Rakyat (0:100), Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (15:85), dan RSU Malingping (30:70). Dengan kondisi tersebut jelas menunjukkan bahwa masih ada beberapa SKPD sebagai leading sector-nya pembangunan SDM masyarakat Banten masih menekankan proporsi belanja aparaturnya lebih besar dibandingan dengan belanja publik, hal tersebut memperlihatkan bahwa SKPD-SKPD tersebut belum mampu memenuhi syarat proporsi belanja daerah sesuai dengan standar, yakni 35 % untuk belanja aparaturnya dan 54 % untuk belanja publiknya.
Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
ISBN: 978-602-96848-2-7
Oleh karena itu kedepannya, perlu adanya pengawasan perencanaan anggaran dengan cara melakukan koreksi-koreksi, mana program yang hanya menekankan belanja aparatunya saja, dan mana program yang memang menekankan pada belanja publik atau belanja yang langsung dinikmati manfaatnya oleh masyarakat daerah. Hal tersebut juga sangat ditekankan oleh undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pelaksanaan otonomi daerah yang harus dapat mensejahterakan masyarakat daerahnya, serta menciptakan efesiensi dan efektivitas dalam pengelolaan anggaran.
F. Kesimpulan dan Saran Setelah melakukan analisis penulusan anggaran agenda pembangunan SDM masyarakat Banten maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Pertama, penyerapan realisasi anggaran agenda pembangunan SDM masyarakat Banten secara keseluruhan mencapai 95,7 persen dari target anggaran. Tidak maksimalnya penyerapan anggaran tersebut, terutama SKPD Dinas Pendidikan dikarena faktorfaktor tertentu, misalnya perencanaan yang tidak matang, kompetensi sumber daya manusia pegawai yang kurang baik, terlambatnya terbitnya surat keputusan untuk calon PPTK di masing-masing SKPD, dan lain-lain; Kedua, dari segi pemanfaatan anggaran dalam agenda pembangunan SDM masyarakat dapat dilihat dari proporsi anggaran daerah, yaitu proporsi belanja public dan belanja aparaturnya. Secara garis besar proporsi belanja daerah menujukkan proporsi yang baik, yakni belanja publik 80 persen dan belanja aparatur 20 persen. Tetapi jika melihat per-SKPD maka sebagian besar mempunyai proporsi rasio belanja aparatur lebih besar dibandingkan dengan belanja publik. Sementara itu, dalam rangka memaksimalkan peran anggaran dalam merealisasikan agenda pembangunan SDM masyarakat Banten pada tahun 2012 maka pelu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :Pertama, Pemerintah Daerah dan DPRD harus berkomitmen untuk meningkatkan anggaran melalui APBD dalam rangka percepatan pembangunan SDM masyarakat Banten; Kedua, harus ada koreksi terhadap SKPD-SKPD dan program-programnya yang hanya memperbesar proporsi belanja aparaturnya dibandingan dengan belanja publiknya, serta lemah dalam penyerapan anggarannya; dan Ketiga, SKPD-SKPD yang berkaitan dengan leading sector pembangunan SDM masyarakat harus menekankan kebijakan peningkatan SDM masyarakat di KabupatenKabupaten yang masih di bawah standar IPM Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Serang.
[112]
DAFTAR PUSTAKA Keban T, Yeremias. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu, Gava Media, Yogyakarta. Keban, T, Yeremias. 2000. Good Governance dan Capacity Building sebagai Indikator Utama dan Fokus Penilaian Kinerja Pemerintahan, dalam Jurnal Perencanaan Pembangunan, Jakarta. Lembaga Administrasi Negara. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance, Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), Jakarta. Mardiasmo, 2002. Otonomi Daerah dan Manjemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta Thoha, Miftah. 2000. Peranan Administrasi Publik dalam Mewujudkan Tata Kepemerintahan yang Baik, Disampaikan pada Pembukaan Kuliah Program Pasca Sarjana, UGM, Yogyakarta. Literatur Lain Undang-undang No. 32 dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Daerah BPS 2010 BPS 2008 RPJMD Provinsi Banten Tahun 2007-2012 Data-data anggaran dari Biro Administrasi Pembangunan Provinsi Banten Tahun 2010 Biodata Penulis Delly Maulana adalah dosen sekaligus ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Serang Raya. Memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial di Universitas Diponegoro dan MPA pada Program Pascasarjana Magister Administrasi Publik UGM.