ANALISIS KONVERGENSI PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ASEAN+3 DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI
MANDA KHAIRATUL AULIA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Manda Khairatul Aulia NIM H14090022
ABSTRAK MANDA KHAIRATUL AULIA. Analisis Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi. Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI. Menurut model Solow perekonomian negara-negara akan mengalami proses konvergensi menuju suatu titik dimana tingkat pendapatan setiap negara sama, dengan asumsi tingkat tabungan, depresiasi, pertumbuhan angkatan kerja, dan pertumbuhan produktivitas setiap negara sama. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis apakah proses konvergensi dapat terjadi pada pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 selama 2002-2010. Berdasarkan hasil pemetaan pertumbuhan PDB riil dan pendapatan per kapita, terdapat pergeseran posisi negara pada tahun 2002 dan tahun 2010. Penelitian ini menghasilkan bahwa secara kondisional dan ankondisional negara-negara ASEAN+3 mengalami proses konvergensi dengan kecepatan 10 % dan 22 %. Penelitian ini juga menghasilkan bahwa Indeks Williamson rata 0.98 setiap tahunnya cenderung mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan terjadinya proses konvergensi yang rendah sehingga membutuhkan waktu lama untuk mencapai pemerataan. Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN+3 dipengaruhi oleh Foreign Direct Investment, industry value added, service value added, dan government expenditure. Kata Kunci: Konvergensi, ASEAN+3, Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan per Kapita.
ABSTRACT MANDA KHAIRATUL AULIA. The Economic Growth Convergence Analysis of ASEAN+3 countries and The Factors that Influence the Economic Growth. Supervised by WIWIEK RINDAYATI. Based on Solow model, the economy of many countries will have a convergence process towards a point with same level of income if each country has same level of savings rate, depreciation, the labor force growth, and productivity growth. The purpose of this study is to analiyze whether the Solow convergence process may occur in the economic growth of ASEAN+3 member countries during 2002-2010. Based on economic growth and per capita income mapping result, there is a movement of each country position in 2002 and 2010. This study results that ASEAN+3 was unconditionally and conditionally converged with 10% and 22% speed. This study also results that the Williamson Index average of 0.98 each year tends to decrese. It means that there is a convergence process in a low speed, so it needs a long time to reach the equality. The economic growth of ASEAN+3 is influenced by Foreign Direct Investment, industrial value added, value added service, and government expenditure. Keywords: Convergence, ASEAN+3, Economic Growth, per Capita Income.
ANALISIS KONVERGENSI PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ASEAN+3 DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI
MANDA KHAIRATUL AULIA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Nama : Manda Khairatul Aulia NIM : H14090022
Disetujui oleh
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah konvergensi, dengan judul Analisis Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+3 dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi. Masalah konvergensi dipilih menjadi topik penelitian karena dianggap penting terutama dalam menghadapi era globalisasi yang semakin meningkatkan keterbukaan antar negara. Peningkatan keterbukaan tersebut dapat meningkatkan pendapatan suatu negara jika mampu bersaing dengan baik, namun juga dapat meningkatkan ketimpangan antar negara. Masalah konvergensi akan lebih mudah dianalisis pada negara-negara yang bergabung dalam suatu kesepakatan atau kerja sama tetapi memiliki tingkat pendapatan dan kesejahteraan yang berbeda seperti pada ASEAN+3. Negara anggota kerja sama ini memiliki karakteristik dan tingkat kemajuan yang berbeda, sehingga perlu dilihat apakah memberi peningkatan ekonomi bagi semua negara anggota. Terima kasih juga diucapkan kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Muhammad Yusni dan Ibu Normah Dalimunthe serta kakak dari penulis, Yuniar Rizki Noryanti atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu ucapan terima kasih juga ditujukan kepada: 1. Ibu Dr Wiwiek Rindayati selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dengan sabar dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Sahara Ph.D selaku dosen penguji utama dan Ibu Laily Dwi Arsyianti, M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini. 3. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan berbagai bantuan. 4. Teman-teman satu bimbingan, Nadya Astrid, Alfi Gusmanandri, dan Rahmat Prabowo yang telah banyak memberikan bantuan, saran, kritik, motivasi dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Sahabat penulis Gina, Sonya, Meilani yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 46, 47 dan 48 terima kasih atas doa dan dukungannya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013 Manda Khairatul Aulia
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA 8 Produk Domestik Bruto 8 Pertumbuhan Ekonomi 8 Konvergensi 12 Penelitian Terdahulu 13 Kerangka Pemikiran 14 METODE 16 Jenis dan Sumber Data 16 Metode Analisis 16 Analisis Deskriptif dengan Memetakan Pertumbuhan PDB Riil dan Besaran PDB per Kapita 16 Analisis Deskriptif dengan Indeks Williamson 17 Analisis Data Panel 17 Model Penelitian Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+3 19 Pengujian Statistik dan Pelanggaran Asumsi 20 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 Gambaran Umum 21 Analisis Deskriptif dengan Memetakan Negara Berdasarkan Pertumbuhan PDB Riil dan Besaran PDB per kapita 24 Analisis Deskriptif dengan Indeks Williamson 26 Model Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 28 SIMPULAN DAN SARAN 34 Simpulan 34 Saran 35 DAFTAR PUSTAKA 36 LAMPIRAN 38
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Produk Domestik Bruto per Kapita ASEAN+3 Tahun 2009-2022 Foreign Direct Investment ASEAN+3 Tahun 2009-2011 Nilai Tambah Sektor Jasa, Industri, dan Pertanian Tahun 2010 Hasil Estimasi Uji Chow pada Model Konvergensi Tak Bersyarat Hasil Estimasi Model Pooled Least Square Konvergensi Tak Bersyarat Crossection Effects Negara-negara ASEAN+3 Hasil Estimasi Uji Chow pada Model Konvergensi Bersyarat Hasil Estimasi Uji Hausman pada Model Konvergensi Bersyarat Hasil Estimasi Fixed Effects Model dengan Weighted Statistic pada Model Konvergensi Bersyarat
2 5 23 28 28 29 29 30 30
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara ASEAN+3 Tahun 2009-2011 Investasi Aktual dan Break-even Kerangka Pemikiran Pemetaan Negara Berdasarkan Pertumbuhan PDB Riil dan Besaran PDB per Kapita Tahun 2002 5 Pemetaan Negara Berdasarkan Pertumbuhan PDB Riil dan Besaran PDB per Kapita 2010 6 Indeks Williamson
3 11 15 25 25 27
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Perhitungan Tipologi Klassen Perhitungan Indeks Williamson Pendekatan Pooled Least Square Model Konvergensi Tak Bersyarat Uji Chow Model Konvergensi Tak Bersyarat Pendekatan Fixed Effects Model Konvergensi Bersyarat Uji Chow fixed Effects Model Konvergensi Bersyarat Random Effects Model Konvergensi Bersyarat Korelasi Parsial Antar Variabel
38 38 39 39 39 40 40 41
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan total dan pendapatan per kapita suatu masyarakat terus menerus bertambah dalam jangka panjang (Sukirno 2002). Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan baik antar penduduk, antar daerah, maupun antar sektor. Tujuan utama pembangunan ekonomi adalah menciptakan pertumbuhan setinggi-tingginya, menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran (Arsyad 1999). Pembangunan tidak hanya berorientasi pada pendapatan nasional, namun juga memperhitungkan masalah lain seperti perubahan struktur sosial, sikap masyarakat, institusi nasional, ketimpangan pendapatan, peningkatan pendapatan, dan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Pembangunan harus dapat memenuhi kebutuhan dasar individu dengan mencapai suatu peningkatan keadaan hidup melalui peningkatan standar hidup masyarakat yang tidak hanya dinilai dari sisi material saja (Todaro and Smith 2006). Pertumbuhan ekonomi menunjukkan bagaimana aktivitas perekonomian di suatu negara. Semakin tinggi aktivitas ekonomi suatu negara, maka pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan semakin tinggi. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan adanya peningkatan output suatu negara dengan meningkatnya barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara. Tingkat pertumbuhan ekonomi dapat diukur dengan menggunakan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara (Sukirno 2002). Setiap negara akan senantiasa berusaha agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya, seperti dengan meningkatkan proses produksi, investasi baik di dalam maupun di luar negeri, perdagangan, dan berbagai aktivitas ekonomi lainnya yang dapat memberikan nilai tambah bagi pendapatan nasional negara tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menjalin berbagai kerja sama antar negara, sehingga dapat mempermudah dan memperlancar masing-masing negara anggota untuk melakukan kegiatan ekonomi dengan negara lain. Kerja sama ASEAN merupakan organisasi geo-politik dan ekonomi yang dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967. Bebarapa tujuan dibentuknya ASEAN antara lain mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial buaya di kawasan Asia Tenggara, memajukan perdamaian dan stabilitas regional Asia Tenggara, memajukan kerja sama dan saling membantu kepentingan bersama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, memajukan kerja sama di bidang pertanian, indusrti, perdagangan, pengangkutan, dan komunikasi, memajukan penelitian bersama mengenai masalah-masalah di Asia Tenggara, dan memelihara kerja sama yang lebih erat dengan organisasi internasional dan regional. ASEAN dibentuk untuk mendukung masing-masing negara dalam memperbaiki keadaan perekonomiannya. Melalui pembentukan ASEAN diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan setiap negara anggota dan menurunkan ketimpangan antar negara. Peningkatan pertumbuhan ekonomi masing-masing negara kemudian akan dapat meningkatkan kesejahteraan masing-masing negara
2 sehingga akan tercapai kemajuan bersama dan menurunkan ketimpangan pendapatan antar negara anggotanya. Selain itu juga diharapkan dapat menjadi modal kekuatan bagi negara-negara Asia Tenggara dalam menghadapi persaingan dengan negara maju. Kerja sama ini kemudian diperluas dengan masuknnya negara yang jauh lebih maju seperti China, Jepang, dan Korea Selatan yang tergabung dalam ASEAN+3. Semakin meluasnya kerja sama yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan efek positif terhadap perekonomian masing-masing negara anggotanya. Terdapat harapan bagi terciptanya iklim pertumbuhan ekonomi yang sehat dapat segera terpenuhi, sehingga dapat dihasilkan suatu peningkatan perekonomian oleh masing-masing negara anggota. Namun apakah masuknya negara-negara maju ini dapat secara efektif membantu majunya negara berkembang di kawasan ASEAN, karena kerja sama tersebut juga sekaligus meningkatkan persaingan di antar negara anggota sendiri. Terdapat kemungkinan peningkatan perekonomian negara-negara anggota terutama negara berkembang dengan kemudahan mobilitas kapital dan perdagangan antarnegara, namun di sisi lain juga kemungkinan dapat meningkatkan ketimpangan antar negara karena hanya negara maju saja yang dapat memanfaatkan dengan baik. Beberapa negara ASEAN+3 memiliki pendapatan per kapita yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara lainnya, dengan perbedaan yang cukup besar dan timpang, seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Produk Domestik Bruto per Kapita Riil Negara ASEAN+3 Tahun 20092011 (USD) Negara
2009
2010
2011
Brunei Darussalam
17 092
17 225
17 301
Kamboja
533
558
590
Indonesia
1 090
1 145
1 207
519
556
592
Malaysia
4 902
5 169
5 345
Filipina
1 307
1 383
1 413
Singapura
28 950
32 641
33 530
Thailand
2 531
2 713
2 699
Vietnam
684
723
757
38 242
39 972
39 578
2 209
2 427
2 640
15 326
16 219
16 684
Laos
Jepang China Korea Selatan Sumber: World Bank, 2013
Berdasarkan bersarnya pendapatan per kapita, Brunei Darussalam, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan termasuk pada kategori negara high income
3 menurut World Bank. Sedangkan Malaysia, Thailand, dan China termasuk negara upper middle income dan negara anggota lainnya masih termasuk lower middle income. Tabel 1 menunjukkan besarnya pendapatan per kapita negara anggota ASEAN+3. Negara maju (high income) cenderung memiliki pendapatan per kapita yang besar dan mendominasi yang mencerminkan tingkat kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan negara berkembang. Besarnya pendapatan per kapita sangat ditentukan dari jumlah penduduk suatu negara, sehingga besaran pendapatan per kapita juga dapat menjadi semakin kecil jika suatu negra memiliki jumlah penduduk yang besar. Negara maju dengan pendapatan per kapita besar cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang kecil dan konstan, sehingga perubahan dari tahun ke tahun menjadi semakin kecil sudah hampir menuju kondisi full employmentnya. Sedangkan negara berkembang memiliki pendapatan per kapita rendah namun pertumbuhan ekonomi tinggi karena belum berada kondisi full employment seperti terlihat pada Gambar 1 di bawah ini. Growth (%) 20 15
2009 2010 2011
10 5 0 -5 -10 Sumber: World Bank, 2013
Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Tahun 2009-2011 Gambar 1 menunjukkan bahwa selama tahun 2009 hingga 2011 negaranegara berkembang seperti Indonesia, Kamboja, Laos, Vietnam, memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi namun sangat fluktuatif karena masih jauh dari kondisi mapan. Sehingga perubahan atau guncangan sedikit saja akan menyebabkan guncangan pada perekonomiannya. Negara maju seperti Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih konstan dengan perubahan yang kecil dari tahun ke tahun, karena perekonomiannya sudah hampir mencapai Negara kondisi mapan. Jika perekonomian sudah berada pada kondisi mapan, maka keseimbangannya cenderung akan sulit berubah. Menurut model Solow, ketika negara-negara maju sudah mencapai kondisi full employment maka akan sulit merubah atau meningkatkan kondisi ekonominya, karena sudah mencapai kondisi maksimum dalam segala halnya. Sedangkan negara-negara berkembang akan terus mangalami perubahan menuju ke kondisi mapannya. Penambahan kapital baru melalui investasi menurut solow akan meningkatkan pendapatan negara tersebut, sehingga akan terus bergerak menuju
4 kondisi mapannya. Menurut solow, jika proses tersebut terjadi pada perekonomian negara-negara maka akan menciptakan suatu proses konvergensi, dimana pergerakan pendapatan masing-masing negara menuju ke arah yana sama. Pada penggunaannya model Solow menetapkan beberapa asumsi yang harus dipenuhi agar proses konvergensi dapat terjadi. Asumsi tersebut antara lain setiap negara harus memiliki tingkat tabungan, depresiasi, pertumbuhan angkatan kerja, dan pertumbuhan produktivitas yang sama. Namun pada kenyataannya perekonomian negara-negara tidak akan memiliki kondisi dan tingkat perubahan yang sama. Masing-masing negara memiliki banyak perbedaan yang dapat menyebabkan pencapaian ekonominya juga akan berbeda. Kondisi Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), dan produktivitas yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Oleh karena itu, tingkat kemajuan yang dialami oleh masing-masing negara cenderung tidak akan sama. Ditambah lagi dengan adanya intervensi dan kebijakan pemerintah yang berbeda di setiap negara, maka pelaksanaan kegiatan ekonominya juga akan berbeda. Peningkatan keterbukaan dan adanya globalisasi juga akan semakin memengaruhi pencapaian ekonomi masing-masing negara. Perekonomian negara-negara akan semakin terintegrasi satu sama lain, sehingga memungkinkan adanya aliran modal antar negara. Negara maju dengan pendapatan yang tinggi dapat terus menggali dan mengembangkan teknologi dan inovasi baru yang dapat menyebabkan perekonomiannya terus mengalami peningkatan, dan bukan menurun seperti yang disampaikan oleh Solow. Pengembangan teknologi dan inovasi akan dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi masih dapat mengalami peningkatan dan bergerak lebih tinggi. Pendapatan yang tinggi memungkinkan negara maju untuk mengembangkan riset dan teknologi untuk mangatasi dan mencegah penurunan pada pertumbuhan ekonomi dan perekonomiannya. Jika asumsi Solow ini tidak terpenuhi pada keadaan nyata dan dengan adanya pengembangan teknologi dan inovasi di berbagai negara terutama di negara-negara maju, apakah proses konvergensi yang disampaikan Solow akan dapat terjadi. Analisis proses konvergensi Solow pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan unit analisis kerja sama ASEAN+3 yang terdiri dari negara-negara dengan karakteristik dan tingkat pencapaian yang berbeda. Berdasarkan penelitian ini akan dapat dilihat apakah proses konvergensi yang disampaikan solow terjadi pada kondisi perekonomian negara-negara ASEAN+3 yang cenderung tidak memenuhi asumsi-asumsi yang disampaikan Solow.
Perumusan Masalah Setiap negara senantiasa melaksanakan proses pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya, terutama di negara-negara berkembang. Hal ini ditujukan untuk mengejar ketertinggalannya dari negara maju, baik dari segi ekonomi, kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan lainnya. Dengan pembangunan dan perbaikan di segala bidang diharapkan negara berkembang dapat mengejar ketertinggalannya dan bergerak menuju negara maju.
5 Oleh karena itu setiap negara melakukan berbagai cara untuk dapat mengatasi persaingan terutama dengan negara maju. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan melakukan kerjasama dalam bidang ekonomi seperti yang terdapat pada ASEAN+3 yang terdiri dari negara anggota ASEAN ditambah dengan negara Asia lain seperti Jepang, China, dan Korea Selatan. Kerjasama ini ditujukan sebagai alat pemersatu ekonomi negara-negara anggotanya terutama di kawasan Asia, dan meningkatkan kekuatan dalam menghadapi persaingan global terutama dengan negara maju seperti di kawasan Amerika dan Eropa. Namun dalam prosesnya apakah keterbukaan dan liberalisasi diantara negara anggota tersebut akan meningkatkan investasi masing-masing negara sehingga menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di semua negara. Peningkatan investasi ini kemungkinan akan mengarah kepada pertumbuhan ekonomi yang menuju ke satu titik pencapaian yang sama dan konvergen. Bagi negara yang sudah maju, dan justru meningkatkan persaingan bagi negara yang masih berkembang. Peningkatan persaingan ini dimungkinkan karena dengan adanya keterbukaan, maka masing-masing negara anggota lebih mudah menanamkan modalnya di negara anggota lainnya. Negara yang tidak memepersiapkan diri dengan baik justru akan kalah bersaing dengan negara lainnya, karena tidak mampu meningkatkan investasi domestiknya sendiri dan kalah bersaing dengan investasi domestik. Berikut data investasi masing-masing negara ASEAN +3 pada Tabel 2. Tabel 2 Foreign Direct Investment Negara ASEAN+3 (Juta USD) Negara
2008
2009
2010
Brunei Darussalam
201
350
105
Kamboja
387
552
667
Indonesia
2 328
5 220
5 265
133
189
145
4 521
147
5 708
959
2 064
1 072
10 252
23 033
39 628
Thailand
5 391
3 375
5 442
Vietnam
6 178
4 901
4 989
Jepang
14 634
25 472
30 353
China
111 729
84 396
145 463
3 015
2 404
831
Laos Malaysia Filipina Singapura
Korea Selatan Sumber: World Bank, 2013
Tabel 2 menunjukkan bahwa masing-masing negara-negara memiliki nilai investasi yang meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 beberapa negara
6 memiliki nilai investasi yang menurun akibat adanya krisis ekonomi global pada tahun 2008, namun sebagian lainnya tetap mengalami peningkatan. Setiap negara melakukan investasi sebesar-besarnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negara. Menurut Solow, investasi adalah kunci tercapainya konvergensi diantara negara. Melalui investasi suatu negara akan memperoleh pengembalian yang besar dan berbagai efek positif lainnya selain pendapatan, seperti aliran teknologi, informasi, perbaikan infrastruktur dan lainnya. Peningkatan keterbukaan ini kemudian dapat memberikan kemungkinan semua negara menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga bergerak menuju ke satu titik yang menunjukkan terjadinya proses konvergensi atau malah semakin meningkatkan ketimpangan antar masing-masing negara. Berdasarkan model Solow, konvergensi akan terjadi jika setiap negara memiliki tingkat tabungan, depresiasi, pertumbuhan tenaga kerja, dan pertumbuhan produktivitas yang sama. Namun pada kenyataanya, asumsi ini tentu saja tidak mungkin sepenuhnya terpenuhi di setiap negara. Selain itu, negara maju dengan pendapatan yang besar akan terus mengembangkan teknologi dan inovasi agar pertumbuhan ekonominya dapat terus meningkat dan tidak mengalami penurunan seperti yang disampaikan Solow. Walaupun negara berkembang akan terus mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi karena terus mendorong investasi, namun negara maju yang sudah mencapai pendapatan tinggi juga akan terus mendoronng pengembangan teknologi dan inovasi yang dapat terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sehingga walupun sudah mencapai kodisi full employment, perekonomian negara maju tetap dapat mengalami peningkatan, dan tidak menurun. Jika pada kenyataanya negara maju masih mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka perlu dibuktikan apakah proses konvergensi yang disampaikan Solow akan tetap dapat tercapai. Adapun permasalahan yang dapat diteliti berdasarkan informasi dan kondisi tersebut antara lain: 1. Bagaimana posisi masing-masing negara anggota ASEAN+3 jika dilihat berdasarkan pertumbuhan PDB riil dan besaran PDB per kapita riil? 2. Apakah pergerakan pertumbuhan ekonomi per kapita negara-negara ASEAN+3 menunjukkan suatu proses yang konvergen jika dianalisis melalui Indeks Williamson dan analisis data panel? 3. Faktor apa saja yang memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi per kapita negara-negara ASEAN+3?
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Memetakan negara-negara ASEAN+3 berdasarkan kondisi pertumbuhan PDB riil dan besaran pendapatan per kapita riil. 2. Menguji apakah kestabilan pendapatan negara-negara ASEAN+3 menuju ke kestabilan yang konvergen jika dianalisis dengan menggunakan Indeks Williamson dan analisis data panel. 3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 secara signifikan.
7 Manfaat Penelitian Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan gambaran kecenderungan pola pertumbuhan ekonomi negaranegara ASEAN+3 apakah mengarah kepada suatu proses pergerakan yang konvergen atau divergen serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3. 2. Hasil penelitian mengenai pola pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 ini dapat digunakan untuk menentukan kebijakan yang tepat bagi masing-masing negara secara khusus serta kerja sama ASEAN+3 secara umum untuk ke depannya.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan unit negara-negara ASEAN ditambah China, Jepang, dan Korea Selatan yang tergabung dalam kerja sama ASEAN+3. Kawasan integrasi ekonomi ASEAN+3 terdiri dari negara berpendapatan tinggi seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Brunei Darussalam. Negara berpendapatan sedang seperti Malaysia, China, dan Thailand, serta negara berpendapatan rendah seperti Indonesia, Filipina, Laos, Vietnam, dan Kamboja jika dilihat berdasarkan PDB per kapitanya. Fokus penelitian ini adalah untuk menganalisis proses konvergensi tak bersyarat dan bersyarat pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 yang dilihat berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) riil per kapita masing-masing negara pada periode tahun 2002 hingga 2010. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN+3 secara signifikan berdasarkan data yang diestimasi. Melalui penelitian ini akan dapat terlihat bagaimana dampak dari kerja sama ASEAN+3 terhadap masing-masing negara anggota. Penelitian ini menunjukkan kerja sama ASEAN+3 yang berhasil bila diantara negara anggota menunjukkan adanya peningkatan dan kemajuan pada pertumbuhan ekonomi negara. Selain itu juga diharapkan negara yang masih berkembang dapat mengejar ketertinggalan dari negara anggota lain yang sudah maju dengan memanfaatkan adanya berbagai kemudahan akibat adanya kerja sama yang dilakukan. Peningkatan keterbukaan diantara masing-masing negara anggota diharapkan dapat memberikan efek spill over positif untuk meningkatkan kemajuan negara yang masih berkembang. Penelitian ini menggunakan data negara-negara ASEAN+3 sejak tahun 2002 hingga tahun 2010, yaitu selama 9 tahun. Data 9 tahun ini dinilai telah dapat menggambarkan keadaan perekonomian masing-masing negara melalui penilaian terhadap Produk Domestik Bruto. Selain itu juga telah dapat menggambarkan bagaimana peranan kerjasama ASEAN+3 dalam memerbaiki keadaan ekonomi masing-masing negara anggota dan bagaimana keadaan ekonominya setelah terjadinya krisis keuangan tahun 1997, serta telah menangkap terjadinya masalah krisis ekonomi global di tahun 2008, baik sebelum terjadinya krisis maupun setelah terjadinya krisis tersebut. Kemudian akan dilihat apakah pertumbuhan
8 ekonomi yang dihitung berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita negara anggota ASEAN+3 tersebut menuju kepada proses yang semakin konvergen dengan tingkat ketimpangan yang semakin berkurang, atau sebaliknya. Penelitian ini menggunakan data PDB per kapita riil, Foreign Direct Investment (FDI), net ekspor, industry value added, service value added, agricultural value added, government expenditure, labour serta lag pendapatan per kapita. Melalui penelitian ini dapat terlihat bagaimana kinerja kerja sama ASEAN+3, apakah bermanfaat bagi seluruh anggotanya. Jika manfaat dari kerja sama ini dapat meningkatkan perekonomian seluruh negara anggota bukan hanya negara maju, maka kerja sama ini pada akhirnya akan menciptakan suatu proses pergerakan ekonomi yang konvergen dan menurunkan ketimpangan antar negara.
TINJAUAN PUSTAKA Produk Domestik Bruto Data Produk Domestik Bruto (PDB) dapat dijadikan sebagai salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Produk Domestik Bruto pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi. Sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar (BPS 2009). Pertumbuhan ekonomi suatu negara biasanya diukur dengan menggunakan data PDB. Pada dasarnya PDB riil mengukur pendapatan total setiap orang di dalam suatu perekonomian. Tujuan perhitungan PDB adalah untuk meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu dalam periode waktu tertentu. PDB dapat dihitung atau diukur dengan menggunakan tiga jenis pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran.
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan standar materi kehidupan sepanjang waktu bagi sebagian besar keluarga di suatu negara. Peningkatan ini dapat berasal dari pendapatan yang meningkat, sehingga memungkinkan orang untuk mengkonsumsi lebih banyak dan beragam (Mankiw 2007). Hal ini berarti dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan
9 dicapai pula peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang dicerminkan dengan peningkatan kapasitas produksi, peningkatan konsumsi, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Teori tentang pertumbuhan ekonomi senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Menurut model pertumbuhan Harrod Domar, setiap perekonomian harus mencadangkan dan menabungkan sebagian pendapatan nasionalnya untuk melakukan investasi pada barang-barang modal. Pertumbuhan ekonomi dapat dipercepat dengan adanya investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Dengan adanya pertambahan neto dari stok modal dalam bentuk investasi akan menghasilkan peningkatan arus output nasional atau PDB (Todaro dan Smith 2006). Teori Harrod Domar ini banyak digunakan untuk menentukan kebijakan ekonomi di negara-negara berkembang. Menurut teori ini, Jumlah tabungan S merupakan hasil perkalian antara rasio tabungan nasional s (Marjinal Propensity to Save) dari total pendapatan nasional Y (S = sY). Sedangkan Investasi neto diartikan sebagai perubahan stok modal (I = ) dan jumlah stok modal K merupakan hasil perkalian antara nilai rasio modal output k (Capital Output Rasio) dengan pendapatan nasional Y (K = kY) atau dapat pula dalam bentuk perubahan stok modal dan perubahan pendapatan nasional ( = k ). Asumsi lain dalam model Harrod Domar adalah bahwa besarnya tabungan nasional neto sama dengan investasi neto (S = I). Berdasarkan persamaan yang telah dijabarkan di = k . Dengan memasukkan atas, maka dapat diketahui bahwa I = persamaan diatas ke dalam persamaan S = I, maka diperoleh persamaan baru S = sY = k = = I dan kemudian dapat disederhanakan menjadi sY = k . Kemudian dengan membagi persamaan dengan Y, dan membaginya lagi dengan k maka diperoleh persamaan = /K = /I = s/k. Keterangan: = laju pertumbuhan permintaan agregat atau output / K = laju peningkatan stok kapital (penawaran agregat) / I = laju peningkatan investasi Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa tingkat pertumbuhan PDB ditentukan oleh rasio tabungan nasional s dan rasio modal output nasioanal k. Tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional berbanding lurus dengan rasio tabungan dan berbanding terbalik terhadap rasio modal output dari suatu perekonomian. Semakin banyak PDB yang diinvestasikan maka pertumbuhan PDB yang dihasilkan akan semakin besar, dan sebaliknya. Secara ekonomi dapat dikatakan bahwa agar dapat tumbuh dengan cepat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka setiap negara harus sebanyak mungkin menabung dan menginvestasikan bagian dari PDB negaranya. Namun, peluang pembentukan modal-modal baru yang terbatas menjadi suatu kendala terutama bagi negara-negara miskin. Namun pada kenyataannya pengadaan tabungan dan investasi yang lebih banyak saja tidak cukup untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Model Harrod Domar menganggap bahwa terdapat sikap dan pengaturan yang sama di negara-negara berkembang, namun ternyata asumsi tersebut tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya di negara-negara berkembang. Faktor-faktor komplementer yang penting seperti kecakapan manajerial, tenaga kerja yang terlatih, kemampuan perencanaan dan pengelolaan pembangunan,
10 membuat strategi-strategi pembangunan tidak dapat memberikan hasil yang sesuai dengan teori yang ada. Model lain yang membahas mengenai masalah pertumbuhan ekonomi adalah model yang dicetuskan oleh Robert Solow (1979) dari Amerika Serikat, mungkin menjadi model pertumbuhan yang paling terkenal. Model Solow lebih baik dalam menggambarkan perekonomian negara maju dibandingkan negara berkembang, namun model ini tetap dapat dijadikan sebagai acuan dasar kebijakan yang berkaitan dengan pertumbuhan dan pembangunan. Model Solow mengasumsikam bahwa terdapat hubungan tetap antara input modal tenaga kerja dan output barang jasa. Namun model ini dapat dimodifkasi dengan memasukkan kemajuan teknologi sebagai variabel eksogen yang dapat meningkatkan kemampuan produksi masyarakat (Mankiw 2007). Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan output, guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (sustain). Secara ekonomi, model pertumbuhan. Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan (Mankiw 2007). Pada model Solow, diperbolehkan adanya substitusi antara modal dan tenaga kerja. Model ini menyatakan bahwa secara kondisional perekonomian negaranegara akan bertemu pada suatu titik dimana tingkat pendapatan semuanya sama, namun dengan asumsi tingkat tabungan, depresiasi, pertumbuhan angkatan kerja, dan pertumbuhan produktivitas setiap negara tersebut sama. Model Solow merupakan kerangka dasar untuk meneliti tingkat konvergensi antarnegara. Menurut Todaro dan Smith (2006), fungsi produksi agregat, Y = f (K, L) mengasumsikan skala hasil yang konstan. output akan meningkat dengan proporsi yang sama apabila kapital dan tenaga kerja digandakan dan input-output yang baru digunakan sepenting input yang telah ada. Input selain kapital, tenaga kerja dan pengetahuan diasumsikan tidak penting. Fungsi produksi mengaitkan modal total K dan tenaga kerja total L dengan output total Y, dapat dituliskan menjadi Y = f (K, L). Panambahan varibel baru, yaitu efisiensi tenaga kerja E, maka persamaannya menjadi Y = f (K, LxE). Efisiensi tenaga kerja berarti pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi, pada saat teknologi mengalami peningkatan maka efisiensi tenaga kerja juga akan meningkat. LxE mengukur jumlah pekerja efektif, sehingga output bergantung pada efisiensi tenga kerja dan jumlah modal. Karena angkatan kerja tumbuh pada tingkat n, efisiensi tumbuh dengan tingkat g, jumlah pekerja efektif LxE tumbuh pada tingkat n+g. Kemajuan teknologi akan memengaruhi populasi, karena teknologi dapat meningkatkan efisiensi tenaga kerja. Model Solow menunjukkan rasio pertumbuhan modal-tenaga kerja, k dipengaruhi oleh tabungan sf(k), depresiasi , tenaga kerja baru neto yang memasuki =angkatan kerja, nk. Persamaan Solow ( ) ( ) . Dalam kondisi mapan ditetapkan dapat ditulis menjadi ) *. bahwa , sehingga persamaan menjadi sf(k*) = ( Menurut Solow, output nasional hanya digunakan untuk dua tujuan yaitu konsumsi dan investasi. Bagian output yang digunakan untuk tujuan investasi
11 bersumber dari tabungan. Sebagai proses akumulasi modal, satu unit investasi menghasilkan satu unit tambahan kapital baru, sedangkan kapital yang lama mengalami penyusutan. Investasi aktual & Investasi break even
Investasi break-even, (δ+n+g)k Investasi aktual, sf(k)
k*
Modal per pekerja efektif
Sumber: Mankiw, 2007
Gambar 2 Investasi Aktual dan Break-even Tingkat perubahan stok kapital per unit tenaga kerja efektif merupakan selisih antara perubahan investasi aktual dengan perubahan investasi break-even (investasi yang diperlukan untuk mengimbangi pertumbuhan tenaga kerja dan ilmu pengetahuan serta menggantikan penyusutan kapital yang lama sehingga jumlah stok kapital per tenaga kerja efektif yang ada tetap terpelihara). Stok kapital per tenaga kerja efektif akan berada pada posisi jalur pertumbuhan ekonomi yang berimbang (the balance growth path) ketika perubahan investasi aktual sama dengan perubahan investasi break-even. Jika nilai k lebih tinggi ataupun lebih rendah dibandingkan k*, maka perekonomian akan kembali ke kondisi mapan di k*, karena k* merupakan ekuilibrium modal yang stabil. Apabila tingkat stok kapital per tenaga kerja efektif rendah, maka investasi aktual per unit tenaga kerja efektif lebih besar dari investasi break-even. Akibatnya tingkat produktivitas stok kapital per tenaga kerja efektif meningkat jumlahnya ke posisi stok kapital per tenaga kerja efektif keseimbangan. Pergerakan ini menunjukkan laju pertumbuhan yangt positif. Keadaan sebaliknya bila tingkat stok kapital per tenaga kerja efektif berada pada nilai yang tinggi. Berdasarkan pemikiran Solow di atas dapat dikatakan bahwa perekonomian senantiasa akan mencapai suatu titik pemerataan bagi setiap negara (konvergen). Pergerakan akan terjadi secara otomatis menuju pertumbuhan yang seimbang, yaitu suatu situasi dimana setiap peubah tumbuh pada tingkat yang konstan. Pada pertumbuhan yang seimbang, pertumbuhan output per tenaga kerja hanya ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi. Oleh karena itu, teknologi menjadi sesuatu yang penting dalam mencapai pertumbuhan. Model pertumbuhan endogen muncul sebagai usaha perbaikan dari teori neoklasik yang kurang memuaskan dalam menjelaskan sumber-sumber
12 pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Model neoklasik tidak menjelaskan bagaimana jika terjadi guncangan eksternal dan perubahan teknologi dalam perekonomian. Adanya aliran modal negara-nagara berkembang yang aneh melatarbelakangi munculnya teori pertumbuhan endogen. Model ini menolak asumsi model Solow yang menganggap teknologi berasal dari luar (eksogen). Tujuan utama model ini adalah untuk menjelaskan perbedaan tingkat pertumbuhan antar negara maupun faktor-faktor yang memberikan proporsi lebih besar dalam pertumbuhan (Todaro dan Smith 2006). Teori pertumbuhan endogen berusaha menjelaskan faktor yang menentukan tingkat pertumbuhan PDB yang tidak dijelaskan dan dianggap sebagai variabel eksogen dalam teori pertumbuhan neoklasik Solow. Model pertumbuhan endogen memiliki kemiripan struktural dengan teori neoklasik, namun asumsi yang digunakan dan kesimpulan yang ditarik memiliki berbeda. Teori pertumbuhan endogen berusaha menjelaskan pola skala hasil yang meningkat dan pertumbuhan yang berbeda antarnegara. Hal ini menjadi suatu hal yang berbeda dengan model Solow yang mengasumsikan hasil marjinal yang semakin menurun atas investasi modal yang telah dilakukan. Menurut model ini tidak terdapat kekuatan yang dapat menciptakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sama antarnegara dalam perekonomian tertutup, tingkat pertumbuhan antarnegara akan selalu berbeda dan konstan tergantung tingkat tabungan dan teknologi negara tersebut. Selain itu tidak terdapat tidak ada kecenderungan bahwa negara-negara miskin akan memiliki tingkat pendapatan perkapita yang sama dengan negara kaya, meskipun tingkat tabungan dan populasinya sama. Konsekuensinya adalah resesi yang terjadi di suatu negara akan semakin meningkatkan ketimpangan antara negara tersebut dengan negara lain yang lebih kaya (Todaro dan Smith 2006). Model ini berusaha menjelaskan aliran modal internasional yang dapat memperparah ketimpangan antara negara maju dan negara berkembang.
Konvergensi Dalam konsep pertumbuhan ekonomi, konvergensi pertumbuhan adalah kecenderungan perekonomian-perekonomian negara miskin tumbuh lebih cepat dibanding perekonomian negara kaya. Perekonomian negara miskin diharapkan akan dapat mengejar ketertinggalannya sehingga ketimpangan perekonomian antar negara akan menurun. Negara-negara miskin di dunia mempunyai tingkat pendapatan ratarata per kapita kurang dari 1/10 pandapatan rata-rata negara-negara kaya. Perbedaan pendapatan ini terlihat dalam hampir semua ukuran kualitas hidup (Mankiw 2007). Jika perekonomian dunia yang miskin dapat mengejar perekonomian negara maju, maka hal ini menunjukkan pergerakan yang konvergen. Namun jika tidak terdapat konvergensi, maka negara-negara yang pada awalnya miskin akan tetap selamanya miskin. Menurut model Solow, kapan pertemuan (konvergensi) perekonomian terjadi tergantung pada perbedaan mereka memulainya. Dua perekonomian dengan kondisi mapan yang sama jika dilihat dari tingkat tabungan, pertumbuhan populasi, efisiensi tenaga kerja, maka konvergensi akan mungkin dicapai. Namun jika terdapat kondisi mapan yang berbeda, maka konvergensi tidak akan dapat dicapai. Dengan asumsi bahwa preferensi masyarakat dan teknologi
13 yang sama berlaku di semua negara, negara-negara miskin cenderung tumbuh lebih cepat dari pada negara-negara kaya. Terdapat dua konsep konvergensi dalam perekonomian yaitu konvergensi β yang terdiri dari konvergensi mutlak dan bersyarat serta konvergensi α. Terjadinya proses konvergensi dimana daerah miskin cenderung tumbuh lebih cepat tidak serta merta menyebabkan menurunnya disparitas pendapatan regional per kapita. Konvergensi α digunakan untuk mengukur tingkat dispersi dari pertumbuhan. Jika dispersi pendapatan menurun, maka ketimpangan antar daerah/negara juga semakin menurun, sehingga kemungkinan telah terjadi konvergensi pendapatan. Pengukuran dispersi dilakukan dengan melihat nilai koefisien variasi dan standar deviasi dari nilai logaritma variabel dependen. Sedangkan β berguna untuk melihat faktor-faktor yang kemungkinan mempengaruhi konvergensi. Dengan menguji konvergensi kondisional dapat diketahui apakah negara miskin memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan negara kaya jika variabel lain dianggap konstan.
PENELITIAN TERDAHULU Mutaqin dan Ichihashi (2012) melakukan penelitian yang berjudul The Role of Maastricht Criteria and Membership in Determining Convergence in the Eurozone and ASEAN: A Panel Data Analysis. Penelitian yang bertujuan untuk menganalisis perbandingan konvergensi pendapatan selama tahun 1990 hingga tahun 2009 ini menggunakan analisis data panel tahun 1990 sampai tahun 2009 dengan unit analisis negara-negara ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) dan anggota Eurozone (Euro Area). Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa baik Eurozone maupun ASEAN secara kondisional maupun ankondisional mengalami konvergensi pendapatan diantara negara-negara yang termasuk dalam masing-masing kawasan tersebut. Penelitian lain dilakukan oleh Jalal El Ouardighi dan Rabija SomunKapetanovic berjudul Convergence and Inequality of income: the case of Western Balkan countriestahun 2009. Penelitian ini menganalisis proses konvergensi ketidakmerataan pendapatan yang terjadi antar lima negara Balkan dan membandingkannya dengan European Union pada periode 1989-2008 dengan menggunakan panel data. Hasil yang diperoleh adalah terjadi proses konvergensi baik antar negara European Union maupun negara Balkan. Namun terdapat perbedaan periode terjadinya proses konvergensi pada negara European Union dan negara Balkan. Tingkat konvergensi tertinggi pada European Union terjadi pada periode tahun 2000-an, sedangkan pada negara Balkan terjadi selama periode akhir tahun 1990-an. Perbedaan tingkat konvergensi ini dsebabkan karena adanya gap pembangunan antar negara Balkan dan European Union. Penelitian ini menggunakan data pendapatan per kapita untuk menangkap masalah ketidakmerataan. Xuepeng Liu melakukan penelitian yang berjudul Trade and income convergence: Sorting out the causality dengan menghubungkan antara perdagangan internasional dan konvergensi pendapatan antar negara. Penelitian
14 ini menggunakan data 165 negara yang melakukan perdagangan luar negeri pada tahun 1965-2000. Data yang digunakan antara lain jumlah populasi, GDP per kapita konstan 2000, dan share investasi pada GDP masing-masing negara. Penelitian ini kemudian menghasilkan bahwa dengan adanya perdagangan pada sektor yang sama akan menurunkan ketimpangan antar negara anggota trading partners. Penelitian mengenai konvergensi juga dilakukan oleh Modeste NC tahun 2009 berjudul Income Convergence Across The Counties Of Tennessee dengan menggunakan data panel 95 negara di Tennesee pada tahun 1970-2000. Penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi proses konvergensi bersyarat pada 95 negara Tenesse. Variabel yang digunakan untuk melihat proses konvergensi yang terjadi pada penelitian ini antara lain pendapatan per kapita, pertumbuhan penduduk, tingkat partisipasi tenaga kerja, investasi. Berdasarkan hasil estimasi dihasilkan bahwa gap dan ketimpangan pendapatan per kapita antar negara Tennesse baru dapat berakhir selama 27 tahun. Pengukuran konvergensi ini dilakukan dengan menggunakan indikator pendapatan per kapita untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan masing-masing negara. Wahyuni (2011) meneliti tentang konvergensi dan faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan wilayah kabupaten/kota di Pulau Jawa. Penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan ketimpangan, menguji konvergensi, membandingkan fenomena konvergensi, dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan wilayah di Pulau Jawa ini menyimpulkan bahwa ketimpangan kabupaten/kota di Pulau Jawa masih sangat tinggi dibandingkan dengan ketimpangan kabupaten/kota dalam provinsi dan didominasi oleh ketimpangan antar kota. Konvergensi pendapatan wilayah kabupaten/kota di Pulau Jawa tidak terjadi (divergen), sedangkan Jawa Timur memiliki tingkat konvergensi tertinggi di Pulau Jawa. Menurut penelitian ini, konvergensi yang terjadi di Jawa Barat karena kontribusi sektor manufaktur. Sementara itu konvergensi dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga sangat tinggi di setiap provinsi dan keseluruhan Pulau Jawa. Faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan pendapatan adalah share manufaktur, pendidikan tenaga kerja, infrastruktur kesehatan, energi listrik dan air bersih. Sedangkan ketimpangan pengeluaran rumah tangga hanya dipengaruhi tingkat pendidikan tenaga kerja.
KERANGKA PEMIKIRAN Pembangunan ekonomi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan memberikan kesempatan bagi negara berkembang untuk dapat meningkatkan perekonomiannya agar dapat setara dengan negara maju. Pertumbuhan ekonomi ini diukur berdasarkan tingkat pendapatan nasional dari suatu negara. Namun dalam proses pembangunan tersebut kemungkinan akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan ekonomi di setiap negara sehingga tercapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara merata bagi setiap negara ataukah hanya sebagian negara yang dapat mencapai kemajuan sedangkan negara lainnya tetap pada keadaan semula, atau bahkan menjadi semakin miskin. Masalah konvergensi ini timbul karena keanekaragaman karakteristik alam,
15 ekonomi, sosial dan budaya menimbulkan pola pembangunan ekonomi yang berbeda di masing-masing daerah sehingga beberapa wilayah mampu tumbuh dengan cepat sementara wilayah lainnya tumbuh dengan lambat. Sebagai suatu kawasan, pertumbuhan ekonomi ASEAN+3 sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi masing-masing negara yang termasuk didalamnya. Melalui penelitian ini akan terlihat bagaimana pola pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN+3, tingkat konvergensi yang terjadi, dan faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara. Negara yang dapat memanfaatkan adanya globalisasi ekonomi dengan baik, maka akan menghasilkan suatu peningkatan dari segi ekonominya, namun bagi negara yang tidak dapat bersaing dengan negara lain akan menyebabkan negara tersebut menjadi semakin buruk dan miskin. Analisis data panel dilakukan dengan membandingkan 12 negara di kawasan ASEAN+3 dalam jangka waktu 9 tahun sejak tahun 2002 hingga tahun 2010. Proses Pembangunan dan Globalisasi Ekonomi Peningkatan Investasi Perbedaan Karakteristik Negara Perbedaan Pencapaian Masalah Konvergensi Pertumbuhan ekonomi Analisis Panel Data
Konvergen atau Divergen
Analisis Deskriptif
Pemetaan Berdasarkan Pertumbuhan PDB riil dan Pendapatan per Kapita Riil
Faktor-faktor yang memengaruhi Laju Pertumbuhan ekonomi
Indeks Williamson
Pola Pertumbuhan Ekonomi dan Proses Konvergensi
Implikasi Kebijakan Gambar 3 Kerangka Pemikiran
16 METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari periode waktu sepuluh tahun sejak tahun 2002 hingga tahun 2010. Adapun data yang digunakan meliputi 12 negara di kawasan Asia Tenggara kecuali Myanmar ditambah dengan negara China, Jepang, dan Korea Selatan yang tergabung dalam ASEAN+3. Negara-negara tersebut antara lain Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Brunei Darussalam, Laos, Kamboja, dan Vietnam ditambah dengan tiga negara Asia lain yang sangat berpengaruh bagi perekonomian negara-negara ASEAN seperti China, Jepang, dan Korea Selatan. Struktur data yang akan dianalisis dalam penelitian ini berupa data panel yang bersifat time series dan cross section. Data-data tersebut diperoleh dari World Bank. Adapun data yang digunakan untuk menganalisis proses konvergensi yang terjadi antara lain PDB per kapita riil, lag PDB per kapita riil, Foreign Direct Investment (FDI), agricultural value added, industry value added, service value added, government expenditure, net ekspor, dan labour.
Metode Analisis Data Analisis Deskriptif dengan Pemetaan Berdasarkan Pertumbuhan PDB Riil dan Besaran Pendapatan per Kapita Gambaran pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing negara dalam penelitian ini dilihat dengan memetakan negara berdasarkan pertumbuhan PDB riil dan pendapatan per kapita masing-masing negara ASEAN+3 yang dibandingkan dengan rata-ratanya. Penelitian ini membandingkan posisi perekonomian masing-masing negara pada awal periode yang diestimasi tahun 2002 dan tahun akhir estimasi 2010. Adapun empat kuadaran berdasarkan kedua indikator tersebut adalah sebagai berikut. 1. Kuadran I adalah negara cepat maju dan cepat tumbuh dengan laju pertumbuhan PDB yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDB rata-rata dan memiliki besaran PDB per kapita yang lebih besar daripada rata-ratanya. 2. Kuadran II adalah negara maju tapi tertekan yang memiliki nilai pertumbuhan PDB lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDB rata-rata, tetapi memiliki besaran PDB per kapita yang lebih besar dibandingkan PDB per kapita ratarata. 3. Kuadran III ditempati oleh negara relatif tertinggal yang memiliki nilai pertumbuhan PDB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan rata-ratanya dan sekaligus besaran PDB per kapita yang lebih kecil dibandingkan PDB per kapita rata-rata. 4. Kuadran IV terdiri dari negara berkembang cepat yang memiliki nilai pertumbuhan PDB yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDB rata rata, tetapi
17 besaran PDB per kapita daerah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan rataratanya (Kuncoro 2004).
Analalisis Deskriptif dengan Indeks Williamson (IW) Indeks Williamson digunakan untuk mengukur perbedaan nilai output ratarata yang dihasilkan suatu wilayah. Ukuran ini biasanya menggunakan data PDRB perkapita untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah, yang dinyatakan dengan rumus: √∑ (
)( )
IW = Indeks Williamson (tingkat ketimpangan) yang diperoleh terletak antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati nol berarti disparitas pendapatan negara ASEAN+3 semakin rendah atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi terjadi secara merata, tetapi jika Indeks Williamson mendekati 1 (satu) maka disparitas pendapatan antara negara anggota semakin tinggi serta mengindikasikan adanya pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Oshima dalam Matolla (1985) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah kesenjangan ada pada kesenjangan level rendah, sedang, atau tinggi. Berikut ini adalah kriterianya: a. Kesenjangan level rendah, jika IW < 0,35 b. Kesenjangan level sedang, jika 0,35 ≤ IW ≤ 0,5 c. Kesenjangan level tinggi, jika IW > 0,5
Analisis Data Panel Penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel, dengan menggunakan data cross section yang terdiri dari 12 negara dan data time series tahun 2002 hingga 2010. Data panel adalah gabungan antara data cross section dengan data time series. Keuntungan penggunaan model data panel dibandingkan data time series dan cross section yaitu dapat menghasilkan jumlah observasi yang lebih besar, menambah derajat bebas (degree of freedom) sehingga dapat meningkatkan efisiensi serta mengurangi kolinearitas antar variabel, dan mengurangi masalah identifikasi dengan mengakomodasi tingkat heterogenitas variabel. Dengan analisis data panel, kita dapat menangkap perilaku sejumlah individu yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam suatu periode waktu tertentu. Heterogenitas antar individu maupun antar waktu digambarkan dalam model dengan intersep dan koefisien slope yang berbeda-beda. Nilai intersep dan koefisien slope yang berbeda-beda ini berasal dari pengaruh variabel yang tidak termasuk dalam variabel penjelas dalam persamaan regresi biasa. Model umum regresi data panel dapat dituliskan seperti:
18 yit = i + Xit + it dengan: = individual heterogeneity y = variabel dependen x = variabel independen i = individu = komponen error t = periode waktu Menurut Firdaus (2011), berdasarkan ada tidaknya korelasi antara komponen error dengan variabel dependen, terdapat 2 model yang dapat diaplikasikan dalam regresi data panel. Adapun model tersebut adalah Fixed Effects Model (FEM) dan Random Effects Model (REM). Jika terdapat korelasi antara efek individu dan peubah penjelas atau memiliki pola yang tidak acak, maka digunakan Fixed Effects Model (FEM). Penduga dalam FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik sebagai berikut: 1. Pendekatan Pooled Least Square (PLS) Pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled). Adapun model yang digunakan yaitu: yit =αi + Xit β + uit dimana αi bersifat konstan untuk semua observasi, atau αi = α. Pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu dugaan parameter β akan bias. Parameter yang bias ini disebabkan karena PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama, atau tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda. 2. Pendekatan Within Group (WG) Pendekatan ini digunakan untuk mengatasi masalah bias pada PLS. Teknik yang digunakan adalah dengan menggunakan data deviasi dari rata-rata individu 3. Pendekatan Least Square Dummy Variable (LSDV) Metode ini bertujuan untuk dapat merepresentasikan perbedaan intersep yaitu dengan dummy variable, dengan memasukkan sejumlah dgit = 1 (g = i), persamaan awal menjadi: yit = α1d1it + α2 d2it + αN dNit + xit' β + uit Persamaan ini dapat diestimasi dengan pendekatan OLS sehingga diperoleh parameter β LSDV. 4. Pendekatan Two Way Error Components Fixed Effect Model Model ini disusun berdasarkan fakta bahwa terkadang fixed effects tidak hanya berasal dari variasi antar individu (time invariants) tetapi juga berasal dari variasi antar waktu (time effect). Pendekatan Random Effect Model (REM) muncul ketika antara efek individu dan variabel bebas tidak ada korelasi. Asumsi ini membuat komponen eror dari efek individu dan waktu dimasukkan ke dalam eror. Asumsi yang paling penting dalam REM adalah asumsi bahwa nilai harapan dari xit untuk setiap τi adalah 0 atau E(τi xit) = 0.
19 Untuk menguji apakah model yang digunakan sudah tepat, maka dapat digunakan Chow test dan Hausman test. Chow test akan membandingkan model Pooled Least Square dengan model fixed effects. Jika hasil estimasi menunjukkan hasil yang signifikan, maka model yang dipilih adalah model fixed fixed. Kemudian untuk memilih apakah fixed atau random effects yang lebih baik, dilakukan pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara variabel bebas dan efek individu. Untuk menguji asumsi ini dapat digunakan Hausman Test. Jika probabilitas lebih kecil dari alpha atau nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ2 tabel, maka tolak H0 dan model yang tepat adalah Fixed Effects Model. Jika kedua uji menunjukkan hasil yang signifikan, maka diputuskan model terbaik adalah model fixed effects.
Model Penelitian Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+3 Penelitian ini akan mengukur konvergensi absolut dan konvergensi bersyarat negara-negara ASEAN+3. Barro dan Martin (1992) dalam penelitian yang dilakukan oleh Mutaqin dan Ichihashi (2012) menyatakan konvergensi absolut dapat diukur dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: ln yi,t – ln yi,t-1 = α + β ln yi,t-1 + vi,t dengan yi,t adalah besarnya pendapatan per kapita, dan ln yi,t-1 pendapatan per kapita tahun sebelumnya. Sedangkan konvergensi bersyarat dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: ln yi,t – ln yi,t-1 = α + β ln yi,t-1 + γ1 ln FDIi,t + γ2 ln NetEksi,t + γ3 ln Agvali,t + γ4 ln Invali,t + γ5 ln Servali,t + γ6 ln Govexi,t + γ7 ln labouri,t + vi,t dengan: yi,t
= PDB per kapita pada tahun akhir (USD)
yi,t-1
= PDB per kapita tahun sebelumnya (USD)
FDI
= Foreign Direct Investment (USD)
NetEks
= Ekspor bersih (USD)
Agval
= Agricultural value added (USD)
Inval
= Industryvalue ddded (USD)
Serval
= Service value added (USD)
Govex
= Government expenditure (USD)
Labour
= Jumlah tenaga kerja (jiwa)
Model konvergensi diatas kemudian dapat dituliskan kembali menjadi: ln yi,t – ln yi,t-1 = β ln yi,t-1 ln yi,t = ln yi,t-1 + β ln yi,t-1
20 ln yi,t = (1+ β) ln yi,t-1 Jika nilai β berada diantara 0 dan -1 maka dapat dikatakan terjadi konvergensi pertumbuhan ekonomi antar negara ASEAN+3. Semakin mendekati -1 maka pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 semakin konvergen. Sedangkan jika β>0 dan β<-1 maka pertumbuhan ekonomi menuju kepada pergerakan yang divergen dan menyebar. Selain itu melalui statistik uji-t akan diperoleh variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3.
Pengujian Statistik dan Pelanggaran Asumsi Uji Asumsi Setelah melakukan pendugaan parameter koefisien regresi, kita harus menguji dahulu asumsi-asumsi dari model regresi tersebut sebelum melakukan pengujian model secara keseluruhan (uji-F) dan pengujian masing-masing koefisien regresi (uji-t). Jika terdapat pelanggaran asumsi, maka kita tidak dapat melakukan uji-F maupun uji-t (Juanda 2009). Multikolinearitas Multikolinearitas terjadi jika terdapat hubungan linear yang pasti di antara variabel-variabel penjelas x, yang tercakup dalam regresi berganda. Adapun konsekuensi yang diakibatkan dari adanya multikolinearitas adalah varians besar dan kesalahan standar estimator OLS, Interval keyakinan yang lebih besar, rasio uji-t tidak signifikan, nilai R2 tinggi tapi sedikit rasio t signifikan, estimator OLS cenderung tidak stabil. Menurut Uji Klein, apabila terjadi nilai korelasi yang lebih tinggi dari |0.80|, multikolinearitas dapat diabaikan selama nilai korelasi tersebut tidak melebihi Adjusted R-squared-nya. Klein menyatakan bahwa jika R2Y Xi, Xj, ... Xn > r2 Xi, Xj maka tidak terjadi masalah multikolinieritas atau untuk semua korelasi antar variabel bebas yang memiliki r2 yang lebih kecil dari R2 (r2 < R2). Hal ini memberi kesimpulan bahwa semua variabel bebas dalam spesifikasi model yang digunakan terlepas dari masalah multikolinieritas. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama untuk setiap observasi, sehingga penaksir OLS tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar. Masalah heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan metode white cross section. Jika sum square resis weighted < sum square resis unweighted maka terdapat masalah heteroskedastisitas. Masalah heteroskedastisitas ini dapat diabaikan jika telah menggunakan metode Weighted Least Squares (Gujarati 2007). Autokorelasi Masalah autokorelasi terjadi jika terdapat korelasi berantai diantara gangguan ui dalam regresi. Akibat yang ditimbulkan sama halnya dengan yang
21 terjadi pada pelanggaran heteroskedastisitas yaitu estimator kuadrat terkecil biasa, meskipun linear dan tak bias, namun tidak akan efisien, sehingga tidak memenuhi asumsi BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) (Gujarati 2007). Karena model menggunakan lag variabel dependen sebagai variabel independennya, maka nilai statistik uji DW sering mendekati 2 meskipun terdapat autokorelasi. Sehingga disarankan menggunakan statistik Durbin h, dengan T = jumlah pengamatan. h = ( 1 - DW)
√
( )
Jika melalui statistik uji-t diperoleh hasil tolak Ho, maka diputuskan terdapat pelanggaran autokorelasi (Juanda 2009). Uji-F (Uji Model Keseluruhan) Setelah melakukan uju asumsi, maka dilakukan uji model keseluruhan apakah dapat menjelaskan keragaman variabel dependen. Jika dari hasil estimasi diperoleh nilai F-statistik yang ebih besar dari nilai F-tabeldbr, dbg atau nilai probabilitas uji-F lebih kecil dari alpha (α < probabilitas) maka berarti tolak H0 dan artinya variabel-variabel independen dapat menjelaskan keragaman variabel dependen di dalam model. Uji-t (Uji Parsial) Setelah diperoleh bahwa statistik uji-F signifikan maka dilanjutkan dengan pengujian secara parsial antara variabel dependen terhadap masing-masing variabel independennya. Uji t dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel bebas secara signifikan berpengaruh pada variabel terikatnya. Jika nilai t-statistik yang dihasilkan dari estimasi lebih besar dari t tabel α,db atau nilai probabilitas untuk masing-masing variabel bebas bernilai lebih kecil dari taraf nyata (prob < α), maka dapat disimpulkan variabel bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kerjasama ASEAN+3 telah berlangsung sejak tahun 1997, yang bertujuan memperkuat proses konsultasi politik dan ekonomi tingkat tinggi di wilayah Asia Timur. Kerja sama ini mencakup kerja sama di bidang ekonomi, keuangan, pembangunan sosial, Sumber Daya Manusia (SDM), ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan dan informasi, pembangunan serta keamanan dan kerja sama transnasional lainnya. Krisis keuangan dan moneter kawasan Asia pada tahun 1997 diawali dengan gejolak finansial yang melanda Thailand yang kemudian berdampak ke seluruh wilayah ASEAN. Masalah krisis keuangan yang dialami oleh negara-negara Asia ini memberikan kesadaran pentingnya memperkuat kerjasama ekonomi dan keuangan dalam suatu kawasan sehingga diharapkan dapat mencegah dan menanggulangi krisis yang mungkin terjadi serta untuk menjaga kelangsungan
22 pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik masing-masing negara di Asia ketika terjadi krisis keuangan. Alasan lain yang mendorong negara-negara Asia Timur untuk bersatu dalam suatu kerja sama ekonomi adalah kecenderungan tumbuhnya perdagangan dan arus investasi serta integrasi ekonomi baik antar negara dalam suatu kawasan maupun dengan negara lain di dunia. Kerja sama ini diharapkan dapat menjadi kekuatan bagi negara-negara di Asia terutama negara-negara berkembang untuk menghadapi persaingan dengan negara maju. Seiring dengan globalisasi di pasar uang dan modal dunia, hampir di semua negara ASEAN aliran masuk dan keluar modal menjadi semakin terbuka. Keberhasilan kerjasama ekonomi yang dibentuk negara-negara eropa yang menjadi kekuatan bagi masing-masing negara anggota untuk menghadapi keterbukaan dan globalisasi terutama di bidang ekonomi. Peluncuran Euro di 12 negara European Union yang dapat melindungi mata uang mereka dari serangan spekulasi yang berasal dari pasar keuangan telah membuat negara-negara ASEAN+3 berpikir untuk melakukan hal yang sama terhadap mata uang mereka. Kerja sama ASEAN+3 memiliki anggota yang terdiri dari negara berkembang dan terbelakang dengan negara maju. Negara maju dan negara berkembang memiliki perbedaan karakteristik yang mendasar dan tidak dapat diterapkan perlakuan yang sama antara keduanya. Karena akan memperoleh hasil yang belum tentu sama bagi keadaan ekonomi suatu negara jika diberi perlakuan yang sama. Integrasi ekonomi dan keuangan regional seperti pada negara-negara ASEAN, Jepang, China, dan Korea Selatan yang lebih dikenal dengan nama ASEAN+3 dilakukan dengan berbagai tujuan. Namun tujuan utamanya adalah meningkatkan kekuatan ekonomi masing-masing negara anggota di dunia internasional. Negara-negara ASEAN+3 merasa perlu untuk membentuk suatu region atau suatu kawasan kerjasama yang dapat dijadikan sebagai pendorong dan penguat bagi negara-negara anggota untuk menghadapi persaingan dengan negara-negara maju di kawasan Amerika dan Eropa. Besar harapan dengan terbentuknya integrasi ekonomi dan keuangan ini akan mengantar ASEAN menjadi kawasan yang tumbuh tinggi sekaligus stabil. Dengan meningkatkan perdagangan dan investasi intra ASEAN dan memperkuat kerja sama ekonomi ASEAN+3 secara paralel. Harapan bagi terciptanya iklim pertumbuhan ekonomi yang sehat dapat segera terpenuhi. China merupakan negara yang sangat penting sebagai tempat pelarian modal, dan FDI (Foreign Direct Investment) dari negara-negara ASEAN. China dianggap sebagai investor yang tangguh untuk mengalir ke dalam negeri. Sedangkan hubungan ASEAN dengan Korea Selatan lebih banyak dititik beratkan pada bidang perluasan kerja sama mengenai globalisasi, liberalisasi perdagangan, pembangunan informasi dan teknologi komunikasi. Korea Selatan dapat membantu ASEAN guna mengatasi kesenjangan ekonomi di antara anggotanya dengan meningkatkan kerja sama di bidang ekonomi agar dapat meningkatkan pendapatan masing-masing negara. Masing-masing negara memiliki sektor dominan yang menyumbangkan nilai tambah terbesar bagi pendapatannya, seperti terlihat pada Tabel 3 berikut.
23 Tabel 3 Nilai Tambah Sektor Jasa, Industri, dan Pertanian Terhadap PDB Negara ASEAN+3 Tahun 2010 (Juta USD) Negara
Nilai Tambah Jasa
Nilai Tambah Industri
Nilai Tambah Pertanian
Brunei Darussalam
3 184
3 611
69
Kamboja
3 077
2 099
2 839
Indonesia
125 539
113 022
41 212
Laos
1 299
972
1 137
Malaysia
75 763
60 266
14 679
Filipina
71 944
42 078
15 482
Singapura
104 648
51 124
57
Thailand
87 014
86 524
22 499
Vietnam
24 532
27 331
13 195
China
1 346 288
1 518 174
272 882
Jepang
3 506 022
1 626 839
57 266
392 469
306 153
25 207
Korea Selatan Sumber: World Bank, 2013
Sebagian besar negara-negara ASEAN+3 memeroleh nilai tambah terbesar dari sektor jasa, kemudian industri dan nilai tambah terkecil berasal dari sektor pertanian. Namun hal ini tidak terjadi pada negara Vietnam. Brunei dan China dengan nilai tambah terbesar berasal dari sektor industri. Tidak satupun dari negara-negara ASEAN+3 yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor dominannya. Hal ini karena semakin berkembang dan maju suatu negara maka sektor-sektor tersier akan semakin berkembang, ditambah dengan adanya peningkatan keterbukaan akibat adanya globalisasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terjadi proses konvergensi pendapatan diantara negara-negara yang tergabung di dalam ASEAN+3. Adapun negara-negara yang tergabung di dalamnya antara lain adalah semua negara yang terdapat di kawasan ASEAN ditambah dengan negara China, Jepang, dan Korea Selatan. Penelitian ini dilakukan karena dalam perkembangannya, kehidupan perekonomian setiap negara semakin terbuka dan tidak dapat terlepas dari negara lain. Hal ini merupakan salah satu akibat yang timbul dari adanya globalisasi khususnya globalisasi ekonomi. Setiap negara harus mempersiapkan diri sebaik mungkin agar mampu menghadapi arus globalisasi yang terus meningkat. Jika suatu negara dapat memanfaatkan peluang dari adanya globalisasi, maka negara tersebut akan memperoleh manfaat positif berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun sebaliknya jika tidak mampu memanfaatkan dengan baik, maka perekonomian negara tersebut justru akan semakin buruk karena terus tertinggal dari negara-negara maju.
24 Melalui berbagai kerja sama ekonomi ini masing-masing negara dapat saling menguatkan perekonomian satu sama lain. Negara-negara yang tergabung dalam suatu kerjasama ekonomi tentunya tidak hanya terdiri dari negara-negara maju saja atau negara-negara terbelakang saja, namun berbagai negara maju, berkembang, maupun terbelakang. Iklim investasi tentunya juga akan semakin membaik di masing-masing negara karena adanya penguatan dari negara anggota lainnya sehingga akan meningkatkan kredibilitas suatu negara di mata internasional, sekalipun masih tergolong negara berkembang ataupun terbelakang. Selain itu, aktivitas ekonomi diantara negara anggota juga diharapkan akan semakin terbuka luas dan menjadi lebih mudah, sehingga akan terjadi peningkatan ekonomi di masing-masing negara. Investasi antar negara diharapkan menjadi semakin lancar dan mudah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-maisng negara terutama negara berkembang. Melalui penelitan ini akan dilihat apakah terjadi proses konvergensi pada Produk Domestik Bruto dari negara-negara yang termasuk dalam ASEAN+3. Penilaian ini dimaksudkan karena Indonesia merupakan salah satu negara anggota dalam kerjasama ASEAN+3 dan keberadaan kerjasama ini sangat berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia. Penelitian mengenai proses konvergensi diperlukan agar dapat dilihat apakah kerjasama yang dilakukan antara negaranegara yang memiliki tingkat perekonomian yang berbeda tetap dapat memberikan efek positif bagi seluruh anggota, ataukah hanya menguntungkan bagi sebagian anggota saja terutama negara anggota yang sudah lebih maju.
Analisis Deskriptif dengan Pemetaan Berdasarkan Pertumbuhan PDB riil dan Besaran Pendapatan per Kapita Hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat perubahan posisi negara pada awal dan akhir periode yang diteliti. Pada tahun 2002 diperoleh bahwa ratarata pertumbuhan PDB riil (ṝ) adalah sebesar 5.3% dan rata-rata pendapatan per kapitanya adalah 8 539.2 ribu rupiah. Terdapat beberapa negara yang masih berada di atas rata-rata pertumbuhan secara keseluruhan adalah Kamboja, Laos, Malaysia, Vietnam, China, dan Korea Selatan. Sedangkan negara yang memiliki pendapatan per kapita di atas rata-rata adalah Brunei, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Korea Selatan pada tahun 2002 berada pada kondisi perekonomian yang sangat baik dengan pendapatan per kapita yang tinggi dan pertumbuhan PDB yang juga tinggi sehingga berada pada kuadran I. Sedangkan negara dengan pendapatan per kapita tinggi cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan rata-ratanya, sehingga berada pada kuadran II. Adapun negara-negara yang berada pada kuadran II merupakan negara-negara yang tergolong high income seperti Jepang, Brunei, dan Singapura. Sebaliknya Kamboja, Laos, Malaysia,Vietnam, Thailand, dan China dengan pertumbuhan ekonomi tinggi cenderung masih memiliki pendapatan kapita yang rendah sehingga berada pada kuadran IV. Kuadran III terdiri dari negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita rendah seperti Indonesia, dan Filipina. Pemetaan negara berdasarkan pertumbuhan PDB riil dan pendapatan per kapita tahun 2002 dan 2010 terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5 berikut ini.
25 ȳ=8.54(Rb) 9
2002
8 7
Growth
6 ṝ=5.3(%)
5 4 3 2 1 0 0
10
20 PDB
Sumber: World Bank, 2013 (diolah) Keterangan: Kuadran I Kuadran II Kuadran III ● KorSel ● Singapura ● Indonesia ■ Brunei ■ Filipina Jepang
30
Kuadran IV ● Vietnam ■ Kamboja China
40
PDBKap
▲Laos ► Malaysia ◄ Thailand
Gambar 4 Pemetaan Negara Berdasarkan Pertumbuhan PDB Riil dan Besaran Pendapatan per Kapita Tahun 2002
ȳ=10.06(Rb)
16
2010
14
Growth
12 10 8
ṝ=7.4(%)
6 4 2 0
10
20 PDBKap
30
40
Sumber: World Bank, 2013 (diolah) Keterangan: Kuadran I ● Singapura
Kuadran II ● Jepang ■ KorSel Brunei
Kuadran III ● Kamboja ■ Vietnam Indonesia ▲ Malaysia
Kuadran IV ● China ■ Laos Thailand ▲Filipina
Gambar 5 Pemetaan Negara Berdasarkan Pertumbuhan PDB Riil dan Besaran PDB per Kapita Tahun 2010
26 Pada tahun 2010 terjadi perubahan posisi masing-masing negara yang dilihat dari pertumbuhan PDB riil dan PDB per kapita. Singapura menunjukkan kondisi emas pada perekonomiannya dengan pendapatan per kapita yang tinggi sekaligus pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih tinggi dari negara lainnya, sehingga berada pada kuadran I. Sedangkan Korea Selatan yang pada tahun 2002 berada pada kuadran I, menjadi berada pada kuadran II pada tahun 2010 bersama dengan Jepang, dan Brunei Darussalam pada tahun 2010. Kuadran II terdiri dari negara-negara dengan pendapatan per kapita tinggi namun pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-ratanya. Kuadran III terdiri dari Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, dan Vietnam yang memiliki pertumbuhan PDB riil dan pendapatan per kapita yang lebih rendah dibandingkan rata-rata. Negara Filipina, Thailand, dan China berada pada kuadran IV dengan pertumbuhan PDB riil tinggi namun pendapatan per kapita yang rendah. Negara-negara yang berada pada kuadran I dan III masih mungkin mengalami peningkatan ekonomi dengan meningkatkan pendapatannya. Sedangkan negara pada kuadran III yang memiliki pendapatan per kapita yang rendah, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi masih memberikan kemungkinan negara-negara tersebut untuk menjadi lebih maju dengan meningkatkan penggunaan sumber daya secara penuh. Pemanfaatan sumber daya secara full employment memungkinkan negara-negara tersebut untuk mengejar ketertinggalannya dari negara anggota lainnya yang sudah maju. Sedangkan negara-negara pada kuadran IV yang memiliki pertumbuhan dan besaran pendapatan per kapita yang rendah akan lebih sulit untuk meningkatkan kondisi perekonomiannya dan mengejar ketertinggalan dari negara maju. Oleh karena itu, negara-negara dengan kondisi perekonomian tersebut seharusnya mendapatkan perlindungan dan bantuan dari negara maju untuk manghadapi liberalisasi dan meningkatkan aktivitas ekonominya melalui adanya kerja sama ASEAN+3 yang dilakukan. Sehingga diharapkan kerja sama yang telah dilakukan akan memberikan efek spill over positif pada negara-negara berkembang dan tidak mematikan negara berkembang tetapi menagalami kemajuan bersama. Perhitungan yang dilakukan dengan memetakan negara-negara berdasarkan pertumbuhan dan pendapatan per kapitanya ini sangat dipengaruhi oleh adanya outlier (pencilan) berupa negara-negara yang memeroleh pencapaian yang jauh lebih tinggi atau rendah dibandingkan negara lainnya, karena menggunakan nilai rataan. Seperti perhitungan yang dilakukan pada tahun 2010 dimana Singapura mencapai tingkat pertumbuhan PDB riil yang sangat tinggi, sehingga rataan yang diguanakan juga menjadi sangat tinggi.
Analisis Deskriptif dengan Indeks Williamson Analisis deskriptif pertama dilakukan dengan menggunakan Indeks Williamson. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan Indeks Williamson (IW). Tingkat ketimpangan yang terjadi dalam metode ini tercermin dalam sebuah angka indeks antara 0 sampai 1 (0 < IW < 1). Hasil perhitungan Indeks Williamson terlihat pada Gambar 6 berikut.
27
0.985 0.9845 0.984 0.9835 0.983 0.9825 0.982 0.9815 0.981
IW
Tahun
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber: World Bank, 2013 (diolah)
Gambar 6 Indeks Williamson (IW) Berdasarkan gambar 4 terlihat bahwa Indeks Williamson yang dihasilkan dari perhitungan sebesar 0.98 sangat mendekati angka 1. Menurut Williamson, nilai IW yang sangat mendekati 1 berarti terjadi ketimpangan pendapatan per kapita yang sangat tinggi antar negara anggota ASEAN+3 untuk setiap tahun yang diukur. Indeks Williamson mengukur tingkat ketimpangan pada setiap tahunnya sehingga dapat dikatakan bahwa perhitungan ini bersifat statis dan tidak dapat menunjukkan proses yang terjdi dalam satu tahun yang dihitung tersebut. Sifat statis ini kemudian diatasi dengan menghitung Indeks Williamson untuk beberapa tahun yaitu tahun 2002 hingga 2010, sehingga walaupun tidak dapat dilihat pergerakannya dalam satu tahun, namun akan tetap dapat dilihat pergerakannya dari tahun ke tahun selama periode yang dihitung. Pergerakan dari tahu ke tahun ini dapat menunjukkan apakah terjadi proses konvergensi pendapatan per kapita negara-negara anggota ASEAN+3. Melalui perhitungan Indeks Williamson yang dilakukan pada periode 2002 hingga 2010 dihasilkan bahwa masih terdapat ketimpangan yang tinggi antar negara anggota ASEAN+3. Hal ini berarti kerja sama ASEAN+3 ini masih belum dapat memberikan efek spill over positif terutama bagi negara-negara anggota yang masih berkembang. Keuntungan dan manfaat dari adanya kerja sama belum dapat diterima secara merata bagi semua negara anggotanya. Sebagian negara mengalami peningkatan pendapatan per kapita sedangkan sebagian lainnya belum mengalami peningkatan, sehingga pada akhirnya yang dihasilkan adalah kondisi perekonomian dengan pendapatan yang timpang. Berdasarkan perhitungan juga diketahui bahwa pada periode tahun 2002 hingga 2010, nilai IW semakin menurun dari tahun ke tahun, walaupun dengan tingkat penurunan yang rendah. Penurunan nilai IW ini dapat diartikan bahwa dengan terjadinya proses konvergensi antar negara anggota ASEAN+3. Nilai IW yang cenderung menjadi semakin kecil menunjukkan bahwa ketimpangan semakin menurun sehingga pergerakan pendapatan per kapita menuju proses yang konvergen ke satu titik yang merata. Proses konvergensi yang terjadi masih sangat lambat karena penurunan ketimpangan yang dihitung berdasarkan Indeks Williamson juga sangat kecil, namun tidak menutup kemungkinan bahwa suatu
28 saat akan tercapai suatu perekonomian yang benar-benar merata dengan tingkat ketimpangan yang rendah.
Model Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN+3 Nilai F-statistik pada uji Chow pada Tabel 5 sebesar 1.76 lebih kecil dari Ftabel(1,107) sebesar 6.85 sehingga model terbaik untuk menggambarkan kondisi konvergensi tak bersyarat pada penelitian ini adalah Pooled Least Square (PLS). Hal ini berarti bahwa tanpa diikuti dengan adanya faktor kondisi tertentu dari masing-masing negara yang diestimasi, pola pertumbuhan ekonomi masingmasing negara cenderung tidak memiliki perbedaan dengan αi konstan untuk semua observasi. Hasil estimasi uji Chow dan hasil estimasi model Pooled Least Square pada konvergensi tak bersyarat terlihat pada tabel 4 dan 5 berikut. Tabel 4 Hasil Estimasi Uji Chow Pendekatan: LSDV Effects Test Cross-section F
Statistik 1.76184
d.f. (11.95)
Probabilitas 0.0717
Tabel 5 Hasil estimasi Model Pooled Least Square (PLS) Variabel Ln yi,t-1 (probabilitas) Konstanta (probabilitas) R-squared Adjusted R-squared F-statistic Prob(F-statistic) Durbin-Watson stat
Pooled Least Square 0.98792 (0.0000) 0.13593 (0.0000) 0.99899 0.99898 105114 0.00000 1.98143
Sumber: World Bank, 2013 (diolah)
Berdasarkan uji Klein, nilai koefisien korelasi masing-masing variabel independen yang lebih kecil dari nilai Adjusted R-squared sebesar 0.99 menunjukkan tidak terdapat masalah multikolinieritas pada model. Sedangkan uji autokorelasi dilakukan dengan statistik uji h karena model menggunakan lag variabel dependen sebagai salah satu variabel independennya. Nilai statistik h model sebesar -0.104 lebih kecil dari nilai Z0.025 tabel sebesar |1.96| sehingga terima H0 dan dapat diputuskan tidak terdapat masalah autokorelasi. Nilai statistik-F sebesar 105114 yang lebih besar dari F(1,107) berarti bahwa variabel
29 independennya sudah mampu menggambarkan keragaman variabel dependen di dalam model sebesar 99.9 %. Model panel pada Tabel 5 diatas menunjukkan nilai (1+ β) sebesar 0.98. Tingkat konvergensi dapat dilihat dari besarnya nilai β yang dihasilkan dari estimasi yang dilakukan. Jika nilai (1+ β) adalah 0.98, maka besarnya nilai β adalah -0.01 (1-0.99). Nilai β yang berada diantara 0 dan -1 menunjukkan adanya proses konvergensi pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari besaran pendapatan per kapita antar negara-negara ASEAN, Jepang, China, dan Korea Selatan. Analisis data panel tersebut menunjukkan adanya kecenderungan pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 bergerak menuju ke satu titik yang semakin konvergen, namun proses yang terjasi sangat lambat. Model PLS menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ekonomi masing-masing negara cenderung tidak memiliki perbedaan dengan αi konstan untuk semua observasi. Hal ini karena perhitungan pertumbuhan ekonomi tidak memasukkan berbagai faktor lain yang sebenarnya dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi masing-masing negara. Namun model PLS yang terpilih tidak menangkap adanya perbedaan tersebut di masing-masing negara yang diestimasi, sehingga dihasilkan efek yang sama di setiap negara. Misalnya model ini tidak memperhitungkan adanya investasi dan perdagangan yang dilakukan antara negara ASEAN+3 yang dapat meningkatkan dan mempercepat proses konvergensi. Perhitungan konvergensi bersyarat menambahkan variabel Foreign Direct Investment (FDI), government expenditure, industry value added, service value added, agricultural value added, net ekspor (ekspor-impor), dan labour. Berdasarkan uji Chow dan uji Hausman dihasilkan model terbaik adalah fixed effects dengan weighted statistic. Model ini berarti bahwa masing-masing negara memiliki pola pertumbuhan ekonomi yang berbeda seperti ditunjukkan pada Tabel 6 berikut.
No 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 6 Crossection Effects Negara ASEAN+3 Negara Effect No Negara Brunei -0.001990 8 Thailand Kamboja 0.003759 9 Vietnam Indonesia -0.004067 10 Jepang Laos 0.002489 11 China Malaysia 0.002230 12 Korea Selatan Filipina -0.003270 Singapura 0.001029
Effect -0.001022 -0.005374 0.003723 0.000530 0.001963
Tabel 7 dan 8 berikut menunjukkan hasil estimasi pemilihan model terbaik berdasarkan uji Chow dan Hausman berikut: Tabel 7 Hasil estimasi uji Chow Hasil
Statistik
d.f.
Cross-section F
5.7485
(11.88)
Probabilitas 0.0000
30 Nilai probabilitas Cross-section F sebesar 0.0000 lebih kecil dari alpha 5 % sehingga tolak H0 dan diputuskan model terbaik adalah FEM. Kemudian dilakukan pemilihan model dengan pendekatan FEM dan REM melalui uji Hausman. Tabel 8 Hasil Estimasi Uji Hausman Hasil uji
Statistik Chi-Sq.
Cross-section random
17.282185
Chi-Sq. d.f.
Probabilitas
8
0.0273
Nilai probabilitas cross-section random 0.027 lebih kecil dari alpha 5 % sehingga tolak H0 dan model terbaik adalah FEM. Hasil estimasi model FEM dengan weighted statistic adalah sebagai berikut. Tabel 9 Hasil Estimasi Fixed Effects Model dengan Weighted Statistic Variabel
Koefisien
t-statistik
Probabilitas
yi,t-1
19.96562
0.0000
FDI
0.781028 0.003731
1.972446
0.0517
NetEks
0.001763
0.982243
0.3287
Agval
-0.053264
-1.150889
0.2529
Inval
0.069898
5.126465
0.0000
Serval
0.168138
5.233755
0.0000
Govex
-0.054436
-6.027697
0.0000
Labour
-0.000231
-0.510917
R-squared
0.6107 0.9999
Adjusted R-squared
0.9998
F-statistic
35286
Prob(F-statistic)
0.0000
Durbin-Watson stat
1.7743
(*) siginifikan pada taraf nyata 10%
Masalah multikolinearitas dapat dilihat berdasarkan korelasi parsial diantara masing-masing variabel bebas. Menurut uji Klein, masalah multikolinearitas dalam model yang digunakan dapat diabaikan karena korelasi parsial masingmasing variabel independen lebih kecil dari nilai adjusted R-squared model sebesar 99.98%. Perlakuan cross section weights dan coefficient covariance white: cross section method pada model menyebabkan masalah heteroskedastisitas dapat diabaikan. Sedangkan masalah heteroskedastisitas dapat dilihat dari statistik uji h karena model menggunakan lag variabel dependen sebagai variabel independennya. Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa nilai statistik h adalah
31 sebesar 1.14 lebih kecil dari nilai z0.025 tabel sebesar |1.96| sehingga diputuskan terima H0 dan tidak terdapat pelanggaran autokorelasi dalam model. Pengujian selanjutnya dilakukan dengan uji secara statistik seperti uji-F, uji determinasi, dan uji-t. Model FEM menunjukkan nilai F-statistik sebesar 35286 yang lebih besar dari F-tabel(8,100) 2.66 maka diputuskan tolak H0. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang digunakan sudah mampu menjelaskan keragaman variabel dependen. Model yang sudah fit dapat digunakan untuk mengukur konvergensi yang terjadi diantara negara ASEAN+3 serta menentukan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan melalui uji-t. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh bahwa nilai (1+β) yang berasal dari koefisien yi,t-1 adalah sebesar 0.78. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh nilai β sebesar -0.22 (0.78-1) yang berada diantara -1 dan 0, sehingga dapat diputuskan terjadi proses konvergensi bersyarat pada pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 yang dihitung berdasarkan besaran pendapatan per kapita. Namun proses konvergensi yang terjadi masih berada pada tingkat yang rendah dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat mencapai keadaan ekonomi yang benar-benar merata. Model konvergensi bersyarat memiliki tingkat kecepatan yang lebih tinggi yaitu sebesar 22% dibandingkan konvergensi tak bersyarat yaitu sebesar 10%. Hal ini berarti bahwa konvergensi bersyarat akan lebih cepat terjadi dibandingkan dengan konvergensi tak bersyarat. Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan adanya bantuan dan dukungan berbagai faktor seperti investasi baik di sektor industri maupun jasa, ekspor, dan faktor lainnya maka proses konvergensi akan menjadi semakin cepat. Berdasarkan uji-t pada model diperoleh bahwa terdapat beberapa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sebagian lainnya tidak berpengaruh. Variabel Foreign Direct investment (FDI) menunjukkan probabilitas sebesar 0.0517 < alpha 10% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0.004%. Artinya jika investasi riil langsung suatu negara meningkat sebesar satu%, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.04%. Berdasarkan model Solow, investasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Peningkatan investasi menurut Solow akan menambah jumlah kapital baru yang kemudian dapat digunakan untuk meningkatkan proses produksi. Peningkatan produksi tersebut kemudian akan dapat meningkatkan pendapatan negara dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. oleh karena itu, investasi dapat dikatakan sebagai salah satu kunci untuk dapat meningkatkan pendapatan negara dan mempercepat proses konvergensi. Aliran investasi antar negara diharapkan dapat menjadi media yang dapat digunakan negara berkembang untuk meningkatkan pendapatannya, sedangkan bagi negara maju investasi dapat dijadikan sebagai sarana untuk membantu dan mendorong proses pembangunan dan kemajuan di negara berkembang. Negara maju yang menanamkan modalnya di negara berkembang tidak hanya dapat memberikan peningkatan pendapatan dalam jangka pendek, tetapi juga memberikan keuntungan dalam jangka panjang dengan adanya aliran teknologi dan informasi serta tenaga-tenaga ahli dari negara maju. Sehingga dalam jangka panjang akan semakin memperbaiki dan meningkatkan produksi dalam jangka panjang.
32 Variabel net ekspor yang merupakan selisih antara ekspor dan impor masing-masing negara menunjukkan probabilitas yang lebih besar dari alpha 5 % dan 10 % sehingga dapat dikatakan variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3. Jika dilihat dari koefisiennya yang bertanda positif berarti peningkatan net ekspor seharusnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun berdasarkan uji statistik diperoleh bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa peningkatan keterbukaan akibat adanya kerja sama belum dapat memberikan dampak positif bagi negara berkembang.Negara berkembang justru semakin mendapatkan kemudahan untuk mengimpor barang dari negara lain dibandingkan mengekspor barang hasil produksinya ke luar negeri. Hal ini menyebabkan impor negara berkembang justru mengalami peningkatan sehingga memperburuk neraca perdagangannya, ditandai dengan nilai net ekspor yang negative dan cenderung membesar. Masalah signifikansi tersebut kemungkinan terjadi karena sebagian negara berkembang justru memiliki net ekspor yang negatif dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, sedangkan koefisien positif tersebut karena negara-negara maju cenderung memiliki nilai net ekspor yang tinggi dan meningkat setiap tahunnya. Selain itu, negara berkembang masih mengekspor barang barang primer hasil pertanian yang bernilai tambah rendah dan mengimpor barang-barang modal, sehingga menyebabkan neraca perdagangan menjadi negatif. Variabel industry value added menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0.07%, yang berarti bahwa jika industry value added yang merupakan hasil pengurangan output sektor industri dengan input antara dalam proses produksi naik 1%, maka akan meningkatkan pertumbuhan sebesar 0.07%. Peningkatan PDB akibat dari peningkatan nilai tambah industri ini diharapkan dapat menciptakan suatu proses yang mengarah kepada pertumbuhan ekonomi yang konvergen, sehingga tidak terdapat lagi ketimpangan antara negara maju dan berkembang dalam kerja sama ASEAN+3. Kesetaraan tingkat pertumbuhan ekonomi ini dapat menjadi modal dan kekuatan bagi negara-negara di kawasan Asia untuk bersaing dengan kawasan Eropa dan Amerika. Service value added menunjukkan nilai output bersih yang dihasilkan dari sektor jasa berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai koefisien sebesar 0.17 yang menunjukkan bahwa jika nilai tambah sektor jasa meningkat sebesar 1%, maka akan meningkatkan PDB sebesar 0.17%. Koefisien tersebut juga menunjukkan bahwa sumbangan sektor jasa pada PDB masing-masing negara cukup besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh bahwa sektor jasa adalah sektor yang menyumbang pendapatan terbesar pada PDB baik negara berkembang dan terlebih pada negara maju. Negara maju memperlihatkan bahwa sektor tersier seperti jasa mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menyumbang besar terhadap pendapatan negara. Variabel government expenditure menunjukkan probabilitas 0.0000 lebih kecil dari alpha 5% yang berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 dengan koefisien sebesar -0.05. Nilai koefisien berarti jika Government expenditure meningkat 1%, maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.05%.
33 Kebijakan fiskal ekspansioner melalui peningkatan pengeluaran pemerintah seharusnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi seperti dalam model ISLM (Mankiw 2006). Pengeluaran pemerintah di negara maju tidak lagi ditekankan untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun akan lebih produktif digunakan dalam sistem perekonomian pasar bebas dimana semua aspek kegiatan ekonomi dialihkan ke pihak swasta yang sudah lebih produktif. Sehingga itu jika government expenditure semakin besar yang berarti campur tangan pemerintah semakin besar, maka pasar justru menjadi semakin tidak efisien. Hal ini karena peningkatan tersebut akan dapat menurunkan aktivitas dan peran swasta yang seharusnya besar terhadap pendapatan negara, sehingga pertumbuhan ekonomi juga mengalami penurunan. Variabel tenaga kerja dan nilai tambah sektor pertanian menunjukkan probabilitas lebih besar dari alpha 5% sehingga terima H0 dan berarti bahwa kedua variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa perekonomian negara maju masih sangat mendominasi negara-negara ASEAN+3 secara keseluruhan sehingga hasil analisis yang dilakukan sangat dipengaruhi dan oleh perilaku ekonomi di negara maju. Sektor-sektor ekonomi di negara maju cenderung sudah lebih didukung oleh faktor produksi modal dengan teknologi yang tinggi dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja. Tenaga kerja tidak lagi menjadi satu-satunya penentu berlangsungnya proses produksi di negara maju, karena sudah hampir tergantikan perannya oleh mesin-mesin berteknologi tinggi yang dapat menghasilkan lebih banyak produk. Tenaga kerja lebih berfungsi sebagai pendamping mesin-mesin berteknologi tinggi tersebut, sehingga tenaga kerja tidak lagi memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara langsung. Selain tiu, mobilitas tenaga kerja antar negara ASEAN+3 juga belum terbuka luas dan tenaga kerja di negara berkembang juga belum dapat bersaing dengan tenaga kerja di negara maju. Hal ini juga berlaku pada nilai tambah pertanian yang tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sektor pertanian di negara maju tidak lagi menjadi sektor dominan sebagai sumber pendapatan negara, melainkan digantikan dengan peran sektor industri dan jasa. Selain itu sektor pertanian di negara maju juga memiliki produktivitas yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor lainnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai tambah sektor pertanian yang kecil dibandingkan dengan nilai tambah sektor lainnya. Hasil analisis panel tersebut sesuai dengan hasil perhitungan indeks Williamson yang menghasilkan bahwa terjadi penurunan ketimpangan pendapatan per kapita yang dihitung setiap tahun selama periode 2002 hingga 2010, namun penurunan yang terjadi sangat kecil dan lambat. Kecenderungan terjadinya proses konvergensi dapat dilihat berdasarkan penurunan Indeks Williamson dari tahun ke tahun yang menunjukkan terjadinya penurunan ketimpangan antar negara. Konvergensi merupakan suatu proses yang terjadi secara terus menerus dan membutuhkan waktu yang sangat panjang dalam pencapaiannya, sehingga diperlukan adanya dorongan dan bantuan dari negara maju agar proses konvergensi yang terjadi menjadi semakin cepat. Kerja sama yang dilakukan antar negara seperti pada ASEAN+3 dapat berguna untuk mempercepat proses konvergensi dengan adanya bantuan negara maju terhadap negara berkembang yang termasuk anggota. Perekonomian yang konvergen hanya akan tercapai jika
34 tidak hanya negara maju yang dapat mengambil manfaat dari adanya kerja sama, tetapi juga negara berkembang. Sedangkan jika hanya negara maju yang dapat meningkatkan aktivitas ekonominya, maka yang dihasilkan adalah negara maju akan semakin maju dan negara berkembang tidak mengalami perbaikan sama sekali sehingga tidak akan terjadi proses konvergensi. Pengujian kebaikan model dilakukan dengan menggunakan uji-F dengan membandingkan nilai F-statistik dengan F-tabel atau nilai probabilitas F-statistik dengan nilai alpha 5%. Nilai F-statistik sebesar 35286 lebih besar dari F-tabel(8,100) dan nilai probabilitas F-statistik sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari alpha 5% menunjukkan bahwa model sudah mampu menggambarkan keragaman variabel dependen secara signifikan. Sebesar 99.98% keragaman variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen di dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan di luar model.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Hasil pemetaan berdasarkan pertumbuhan PDB Riil dan besarnya pendapatan per kapita menunjukkan bahwa terjadi perubahan posisi negara pada tahun 2002 dan 2010. Korea Selatan pada tahun 2002 berada pada kuadran I dengan pertumbuhan PDB riil dan pendapatan per kapita tinggi, kemudian pada tahun 2010 bergeser ke kuadran II bersama Jepang dan Brunei Darussalam. Sedangkan Singapura yang awalnya berada pada kuadran II bergeser ke kuadran I pada tahun 2010. Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia, Thailand, dan China yang berada pada kuadran IV tahun 2002. Sedangkan Indonesia dan Filipina berada di kuadran III dengan pertumbuhan dan pendapatan per kapita rendah. Pada tahun 2010 Malaysia dan Vietnam bergeser ke kuadran III bersama Kamboja dan Indonesia. Berdasarkan analisis ketimpangan dengan menghitung Indeks Williamson diketahui bahwa pendapatan negara-negara anggota ASEAN+3 masih sangat timpang dengan angka indeks sebesar rata-rata 0.98 setiap tahunnya. Namun jika dilihat perkembangan dari tahun ke tahun selama periode estimasi, nilai Indeks Williamson cenderung mengalami penurunan walaupun sangat rendah. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan pergerakan pertumbuhan ekonomi yang semakin konvergen dengan tingkat ketimpangan yang semakin menurun. Hasil analisis melalui perhitungan Indeks Williamson ini juga sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan dengan metode panel data. Hasil analisis panel data tersebut menunjukkan terjadi proses konvergensi bersyarat dan tak bersyarat pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 karena koefisien lag variabel dependen sebesar -0.1 dan -0.2 berada diantara -1 dan 0. Proses konvergensi yang terjadi cenderung sangat lambat dan membutuhkan waktu lama karena tingkat konvergensi yang terjadi hanya sebesar 10% pada konvergensi tak bersyarat dan 20% pada konvergensi bersyarat. Selain itu penurunan Indeks Williamson juga terlihat sangat kecil dari tahun ke tahunnya.
35 Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 secara signifikan positif antara lain yi,t-1, Foreign Direct Investment, industry value added, dan service value added. Sedangkan variabel agricultural value added dan government expenditure berpengaruh signifikan negatif. Variabel labour dan net ekspor tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis juga diketahui bahwa variabel service value added memberikan pengaruh paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3.
SARAN Beberapa saran yang dapat untuk penelitian selanjutnya yang lebih baik antara lain: 1. Berdasarkan hasil pemetaan dengan melihat pertumbuhan PDB riil dan pendapatan per kapita, dapat diketahui bahwa masih banyak negara-negara anggota ASEAN+3 yang berada pada kondisi perekonomian yang sangat lemah dan cenderung sulit untuk meningkat. Adapaun negara-negara tersebut antara lain Kamboja, Indonesia,Vietnam, dan Filipina yang masih sangat membutuhkan perhatian dan bantuan lebih dari negara maju utnuk dapat meningkatkan perekonomiannya. Selain itu, seharusnya terdapat perlindungan dari negara maju terhadap negara berkembang untuk menghadapi globalisasi, sehingga tidak akan mematikan perekonomian negara berkembang, dan semua negara dapat mengalami kemajuan bersama. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses konvergensi pertumbuhan ekonomi yang terjadi antar negara-negara ASEAN+3 masih sangat lambat dengan tingkat ketimpangan pendapatan per kapita antar negara maju dan berkembang sangat tinggi. Berdasarkan hasil estimasi penelitian diketahui bahwa sektor jasa memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, negara-negara berkembang dapat memanfaatkan dan meningkatkan aktivitas ekonomi di sektor tersier untuk mempercepat peningkatan pertumbuhan ekonomi seperti halnya yang terdapat pada perekonomian negara-negara maju. 3. Berdasarkan penelitian juga diketahui bahwa kerja sama ASEAN+3 belum mampu meningkatkan ekspor bagi negara berkembang, namun justru mengakibatkan peningkatan impor bagi negara berkembang sehingga menghasilkan net ekspor yang negatif. Oleh karena itu seharusnya negara berkembang lebih meningkatkan ekspor pada barang barang yang bernilai tambah tinggi, tidak hanya mengekspor produk-produk primer hasil pertanian.
36 DAFTAR PUSTAKA Arsyad L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan ekonomi Daerah. Yogyakarta (ID): BPFI. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Produk Domestik Bruto. Jakarta (ID). BPS Dumairy MA. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga. Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Press Gujarati DN. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika. Jakarta (ID): Erlangga Kuncoro M. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta (ID): Erlangga Kurniawan T. 2004. Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman Di Indonesia Tahun 1983-2002. Jakarta (ID): Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Bank Indonesia. Liu X. 2009. Trade and income convergence: Sorting out the causality. USA (US): Department of Economics and Finance, Kennesaw State University Mankiw NG. 2007. Makroekonomi. Edisi Keenam. Jakarta (ID): Erlangga. Matolla AZ. 1985. Peran Sektor Pertanian Terhadap Peningkatan dan Pemerataan Daerah di Jawa Barat. Program Perencanaan Wilayah dan Kota [Tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Modeste NC. 2009. Income Convergence Across The Counties Of Tennessee. Knoxville (US). Tennessee State University, Department of Economics and Finance Mutaqin Z, Achihashi M. 2012. The Role of Maastricht Criteria and Membership in Determining Convergence in the Eurozone and ASEAN: A Panel Data Analysis. Japan (ID): Hiroshima University. Ouardighi EJ, Kapetanovic RS. 2009. Convergence and Inequality of income: the case of Western Balkan countries. Eropa (ER): The European Journal of Comparative Economics. Sukirno S. 2002. Teori Pengantar Makroekonomi. Jakarta (ID): Rajawali Pers. Seputro H. Modul 4 Tipologi Klassen Sektoral dan Spasial. http://www.scribd.com/doc/2908449/Modul-4-Tipologi-Klassen. Sukirno S. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan. Jakarta (ID): Bima Grafika Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi kesembilan. Jakarta (ID): Erlangga United Nations Development Program. Human Development Report. 2003 Wahyuni TK. 2011. Konvergensi Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Wilayah Kabupaten/Kota Di Pulau Jawa [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. World Bank. 2012. agricultural Value Added 2002-2010. Washington DC (US): The World Bank Group.
37 --------------. 2012. Foreign direct Investment 2002-2010. Washington DC(US): The World Bank Group. --------------. 2012. Government Expenditure 2002-2010., Washington DC (US): The World Bank Group. --------------. 2012. Gross Capital Formation 2002-2010. Washington DC (US): The World Bank Group. ---------------. 2012. Gross Domestic Product Constant 2000, 2002-2010. Washington DC (US): The World Bank Group. ---------------. 2012. Gross Domestic Product per capita Constant 2000, 20022010. Washington DC (US): The World Bank Group --------------. 2012. Income Level Masing-Masing Negara ASEAN. Washington DC (US): The World Bank Group. ---------------. 2012. Industry Value Added 2002-2010. Washington DC (US): The World Bank Group. ---------------. 2012. Labor 2002-2010. Washington DC (US): The World Bank Group. ---------------. 2012. Service Value Added 2002-2010. Washington DC (US): The World Bank Group.
38 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Tipologi Klassen
Negara Brunei Kamboja Indonesia Laos Malaysia Filipina Singapura Thailand Vietnam Jepang China Korea Selatan Rata-rata
Pendapatan Per Growth (%) Kapita (USD) 2002 2010 2002 2010 17 225 18 750 3.9 2.6 558 328 6.7 6 1 145 816 4.5 6.2 556 353 5.9 8.5 5 169 4 053 5.4 7.2 1 383 1 072 3.6 7.6 32 641 23 659 4.2 14.8 2 713 2 043 5.3 7.8 723 449 7.1 6.8 39 972 37 363 0.3 4.4 2 427 1 106 9.1 10.4 16 219 12 478 7.2 6.3 8539.2 10060.9 5.3 7.4
Diatas nilai pendapatan per kapita dan pertumbuhan rata-rata
Lampiran 2. Perhitungan Indeks Williamson Tahun IW 2002 0.9846 2003 0.9845 2004 0.9844 2005 0.9842 2006 0.9841 2007 0.9838 2008 0.9831 2009 0.9824 2010 0.9825
39 Lampiran 3. Pendekatan Pooled Least Square Model Konvergensi Tak Bersyarat Dependent Variable: LNPDBKAP Method: Panel Least Squares Date: 06/15/13 Time: 11:22 Sample: 2002 2010 Periods included: 9 Cross-sections included: 12 Total panel (balanced) observations: 108 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LAG_PDBKAP C
0.987921 0.135932
0.003047 0.024834
324.2122 5.473709
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.998993 0.998983 0.050910 0.274734 169.3551 105113.6 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
8.029058 1.596466 -3.099169 -3.049500 -3.079030 1.981435
Lampiran 4. Uji Chow Model Konvergensi Tak Bersyarat Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
d.f.
Prob.
Cross-section F Cross-section Chi-square
1.761837 20.050321
(11,95) 11
0.0717 0.0447
Lampiran 5. Pendekatan Fixed Effects Model Konvergensi Bersyarat Dependent Variable: LNPDBKAP Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 06/15/13 Time: 11:17 Sample: 2002 2010 Periods included: 9 Cross-sections included: 12 Total panel (balanced) observations: 108 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LAG_PDBKAP 0.781028 LN_AGVAL -0.053264 LN_FDI 0.003731
0.039119 0.046281 0.001892
19.96562 -1.150889 1.972446
0.0000 0.2529 0.0517
40 LN_GOVEX LN_INVAL LN_LABOR LN_NETEKS LN_SERVAL C
0.054436 0.069898 -0.000231 0.001763 0.168138 -1.697317
0.009031 0.013635 0.000452 0.001795 0.032126 0.498438
-6.027697 5.126465 -0.510917 0.982243 5.233755 -3.405269
0.0000 0.0000 0.6107 0.3287 0.0000 0.0010
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.999869 0.999840 0.036375 35285.63 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
19.34033 16.64928 0.116437 1.774337
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.999134 0.236151
Mean dependent var Durbin-Watson stat
8.029058 1.849926
Lampiran 6. Uji Chow fixed Effects Model Konvergensi Bersyarat Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F
3.907335
d.f. (11,93)
0.0001
Lampiran 7. Random Effects Model Konvergensi Bersyarat Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary
Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f.
Prob.
Cross-section random
17.282185
0.0273
8
Prob.
41 Lampiran 8. Korelasi Parsial Antar Variabel
LNPDBKAP LAG_PDBKAP LN_AGVAL LN_FDI LN_GOVEX LN_INVAL LN_LABOR LN_NETEKS LN_SERVAL
LNPDBKAP LAG_PDBKAP LN_AGVAL LN_FDI LN_GOVEX LN_INVAL LN_LABOR LN_NETEKS LN_SERVAL
LNPDBKAP
LAG_PDBKAP
LN_AGVAL
LN_FDI
1.000000 0.999496 -0.205759 0.333756 0.572021 0.414483 -0.174563 0.679032 0.503985
0.999496 1.000000 -0.210583 0.326849 0.566966 0.408027 -0.180507 0.677914 0.498671
-0.205759 -0.210583 1.000000 0.474993 0.642053 0.689952 0.618153 0.231501 0.674926
0.333756 0.326849 0.474993 1.000000 0.781639 0.797175 0.439683 0.534241 0.810592
LN_GOVEX
LN_INVAL
LN_LABOR
LN_NETEKS
LN_SERVAL
0.572021 0.566966 0.642053 0.781639 1.000000 0.929529 0.409812 0.753750 0.983898
0.414483 0.408027 0.689952 0.797175 0.929529 1.000000 0.469041 0.709701 0.927375
-0.174563 -0.180507 0.618153 0.439683 0.409812 0.469041 1.000000 0.034774 0.456125
0.679032 0.677914 0.231501 0.534241 0.753750 0.709701 0.034774 1.000000 0.693862
0.503985 0.498671 0.674926 0.810592 0.983898 0.927375 0.456125 0.693862 1.000000
42 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara pada tanggal 2 Februari 1991 dari pasangan Muhammad Yusni dan dra. Normah Dalimunthe. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 2009, penulis lulus dari SMAN 1 Tebing Tinggi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di Organisasi mahasiswa daerah Medan (Omda Medan). Selain itu, penulis juga pernah menjadi anggota Hipotesa pada Divisi LABLE (Life Academic by Learning and Doing) pada periode 2010/2011 dan mangikuti beberapa kepanitiaan pada acara yang diadakan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis juga menjadi salah satu anggota PKM-P (Pekan Kreativitas Mahasiswa-Penelitian) didanai oleh DIKTI tahun 2013 dan pernah mendapatakan juara II Lomba Economic Champion yang diadakan oleh Himpunan Profesi Ilmu Ekonomi, Hipotesa pada tahun 2012. Selama di bangku kuliah, penulis mendapat beasiswa unggulan PPA (Program Pengembangan Akademik).