ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
OLEH RATNA VIDYANI H14102077
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
RATNA VIDYANI. Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum, Jumlah Uang Beredar, Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (dibimbing oleh ANNY RATNAWATI). Selama beberapa tahun terakhir setalah dilanda oleh krisis moneter, Indonesia perlahan-lahan mulai bangkit dari keterpurukan dan mulai menata kembali perekonomiannya. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir yang menunjukkan kecenderungan untuk meningkat. Pemerintah memberlakukan Giro Wajib Minimum (GWM) berbasis Loan to Deposit Ratio (LDR) akan menyebabkan bank akan semakin berlomba-lomba untuk menyalurkan kreditnya. Semakin besar nilai dari LDR, maka rasio GWM akan lebih kecil dan berlaku sebaliknya. Persaingan dalam pengucuran kredit antarbank pada akhirnya akan berdampak pada penurunan suku bunga kredit. Dengan suku bunga kredit yang lebih rendah hal tersebut akan meningkatkan jumlah permintaan kredit. Sebab, semakin besar dana yang disimpan sebagai GWM, biaya dana (cost of fund) bank akan meningkat sehingga menurunkan daya saing. Persaingan dalam pengucuran kredit antarbank pada akhirnya akan berdampak pada penurunan suku bunga kredit, akan tetapi disisi lain akan meningkatkan suku bunga deposito. Dengan bertambahnya jumlah kredit yang disalurkan oleh bank, diharapkan hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sehingga dapat tercapai target yang diharapkan. Sementara tujuan penelitian kali ini adalah untuk menganalisis faktorfaktor yang berperan dalam perubahan pertumbuhan ekonomi, menganalisis respon pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan variabel lain dan dirinya sendiri serta menganalisis hubungan jangka pendek dan panjang antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel lain dan dirinya sendiri. Jenis data yang dipakai adalah data time series kuartalan periode 1990 kuartal 1 hingga 2005 kuartal 4 yang didapatkan dari internet, lembaga-lembaga seperti Bank Indonesia, Biro Pusat Statistik dan lembaga lainnya serta beberapa bahan pustaka lainnya berupa literatur dari buku-buku, majalah yang berhubungan dengan topik penelitian. Berikut akan diuraikan data apa saja yang akan dipakai : nilai total GWM dalam milyar rupiah, total kredit yang disalurkan oleh Bank Umum dalam milyar rupiah, suku bunga deposito satu bulan dalam persen, jumlah uang beredar dalam milyar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi dalam persen. Penelitian kali ini menggunakan metode VAR yang dikombinasikan dengan VECM jika variabel yang digunakanstasioner pada first difference dimana dalam menentukan lag optimal menggunakan uji likelihood ratio. Kemudian dari ordo VAR (k-1) maka digunakan pendekatan Johansen untuk memperoleh rank kointegrasi dengan tujuan mendapatkan persamaan kointegrasi jangka panjang. Setelah jumlah rank kointegrasi ditentukan maka dapat dilakukan pendekatan VECM. Setelah itu untuk menganalisis perilaku guncangan suatu variabel dan peran masing-masing guncangan terhadap variabel tertentu akan menggunakan
Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Pengolahan data pada penelitian kali ini akan menggunakan software Micofit 4.0 dan Microsoft Excel. Berdasarkan hasil analisis, variabel yang digunakan dalam penelitian kali ini tidak semua stasioner pada level, akan tetapi stasioner pada first difference, karena itu pendekatan VAR akan dikombinasikan dengan VECM. Sedangkan lag optimal yang didapatkan adalah 4. Sementara itu rank kointegrasi yang dipergunakan adalah 3 berdasarkan hasil uji kointegrasi Johansen. Hasil analisis FEVD menunjukkan, faktor-faktor yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi itu sendiri, suku bunga deposito dan kredit. Hal ini menandakan kebijakan moneter di Indonesia bersifat inflation targetting. Sementara respon dinamis pertumbuhan ekonomi terhadap guncangan yang terjadi pada variabel lain dan dirinya sendiri pada jangka panjang memiliki dampak yang positif. Dalam jangka pendek, variabel yang direspon positif oleh pertumbuhan ekonomi adalah GWM, kredit, dan jumlah uang beredar sementara variabel lain direspon negatif. Dalam jangka pendek, terdapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya, pertumbuhan ekonomi dua periode sebelumnya, kredit dua periode sebelumnya dan suku bunga deposito dua periode sebelumnya. Sedangkan dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan dengan GWM dan suku bunga deposito.
ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
Oleh RATNA VIDYANI H14102077
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama
:
Ratna Vidyani
Nomor Registrasi Pokok :
H14102077
Program Studi
:
Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
:
Analisis
Pengaruh
Perubahan
Giro
Wajib
Minimum, Jumlah Uang Beredar, Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS. NIP. 131 669 947
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Ratna Vidyani H14102077
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ratna Vidyani lahir pada tanggal 17 Januari 1985 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Rahadi dan Emmy Supariyani. Jenjang pendidikan penulis dilalui dikota Bogor tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Pengadilan 4 Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis kemudian melanjutkan studi di SMU Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis merupakan anggota Hipotesa periode 20032004.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah bagi Muhammad SAW. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan keselamatan serta keberkahan kepadanya, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang senantiasa istiqomah di jalan-Nya. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum, Jumlah Uang Beredar, Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan hormat, Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ibu Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS sebagai dosen pembimbing skripsi atas waktu, kesabaran, masukan, arahan serta motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.
2.
Ibu Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada Penulis.
3.
Ibu Henny Reinhardt, SP, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah memberikan masukan kepada Penulis.
4.
Ibu Tita dan Bapak Fadhil dari Bank Indonesia yang telah memberikan kemudahan dalam memperoleh data-data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Mas Adrian Lubis yang telah memberikan masukan, arahan dan motivasi selama bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini. Terimakasih atas kesabaran, waktu dan kerjasama selama ini.
6.
Bapak Rahadi dan Ibu Emmy Supariyani selaku orang tua dari penulis serta Fariza Anindya selaku saudara penulis yang tidak henti-hentinya memberikan kasih sayang, dorongan, doa, dan semangat baik moril
maupun spiritual yang sangat dibutuhkan selama proses pembuatan skripsi. 7.
Teman-teman satu bimbingan, Ary, Rudi dan Lia atas dukungan, semangat dan kritik yang diberikan selama berlangsungnya pembuatan skripsi ini.
8.
Kepada para sahabat Wirda, Tasya, Nonon, Lia, Nilam, Meirin, Thamic, Fickry, Sotoy, Iqbal, Imam, Dive, Aira, Andros, Ria, Anna seluruh ESP 39, ESP 38 dan ESP 40 terima kasih atas dukungan dan kebersamaan selama ini. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Segala kesalahan yang terjadi dalam pengerjaan penelitian ini merupakan tanggung jawab penulis. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2006
Ratna Vidyani H14102077
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI....................................................................................................
x
DAFTAR TABEL............................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv I.
II.
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1.
Latar Belakang ............................................................................
1
1.2.
Perumusan Masalah ....................................................................
4
1.3.
Tujuan .........................................................................................
7
1.4.
Kegunaan Penelitian....................................................................
8
KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................
9
2.1.
Tinjauan Pustaka .........................................................................
9
2.1.1.
Instrumen Kebijakan Moneter......................................
9
2.1.2.
GWM Sebagai Instrumen Kebijakan Moneter.............
11
2.1.3.
Fungsi Giro Wajib Minimum.......................................
13
2.1.4
Pengertian Kredit .........................................................
16
2.1.5
Fungsi Kredit................................................................
16
2.1.6
Pengertian Uang Beredar .............................................
18
2.1.7
Pertumbuhan Ekonomi.................................................
19
Kerangka Teori............................................................................
21
2.2.
2.2.1.
Jalur Kredit Sebagai Salah Satu Jalur Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter......................................
21
2.2.2.
Model IS-LM ...............................................................
23
2.2.3.
Model Umum Vector Autoregression (VAR) ..............
26
2.2.4.
Penelitian Sebelumnya .................................................
31
2.3.
Kerangka Pemikiran Operasional ...............................................
34
2.4.
Definisi Variabel .........................................................................
34
2.5.
Hipotesis Penelitian.....................................................................
36
METODE PENELITIAN........................................................................
37
3.1.
Jenis dan Sumber Data ................................................................
37
3.2.
Metode Analisis Data..................................................................
38
3.2.1.
Model Analisis Data.....................................................
39
3.2.2.
Uji Stasioneritas Data...................................................
40
3.2.3.
Penetapan Tingkat Lag Optimal ..................................
42
3.2.4.
Uji Kointegrasi .............................................................
43
3.2.5.
Impulses Responses Functions (IRF) ...........................
43
3.2.6.
Variance Decompositions (VD)...................................
44
IV. GAMBARAN UMUM ...........................................................................
45
III.
V.
4.1.
Giro Wajib Minimum..................................................................
45
4.2.
Perhitungan Neraca GWM Bank ................................................
46
4.3.
Kondisi Perekonomian Indonesia ...............................................
49
4.4.
Perkembangan Total Kredit Bank Umum...................................
50
4.5.
Perkembangan Jumlah Uang Beredar .........................................
51
4.6.
Perkembangan Suku Bunga Deposito.........................................
51
PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, DAN KREDIT TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI .............................................................. 53 5.1.
Pengujian Non Stasioneritas ....................................................... 53
5.2.
Pengujian Lag Optimal ............................................................... 55
5.3.
Uji Kointegrasi ............................................................................ 55
5.4.
Respon Dinamis Pertumbuhan Ekonomi .................................... 60
5.5.
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ..................... 65
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 70 6.1.
Kesimpulan ................................................................................. 70
6.2.
Saran............................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 72 LAMPIRAN..................................................................................................... 75
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1.
Pertumbuhan Ekonomi............................................................................
2
1.2.
Posisi Penghimpunan Dana Pada Bank Umum Menurut Kelompok Bank (Milliar Rp) ..................................................................
3
1.3.
Peringkat Bank Berdasarkan Kredit........................................................
5
3.1.
Keterangan dan Simbol Data .................................................................. 37
5.1.
Uji Akar Unit Variabel VECM ............................................................... 54
5.2.
Uji Kointegrasi Johansen........................................................................ 56
5.3.
Hasil Estimasi ECM Jangka Pendek untuk Variabel Pertumbuhan Ekonomi .................................................................................................. 57
5.4.
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ................................. 66
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1.
Halaman Perkembangan GWM, Kredit, Pertumbuhan Ekonomi, dan Suku Bunga Deposito.......................................................................................
1
2.
Kerangka Kebijakan Moneter ................................................................. 10
3.
Respon Terhadap Perubahan Cadangan Minimun.................................. 12
4.
Keseimbangan Dalam Model IS-LM ...................................................... 25
5.
Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................... 35
6.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ........................................................... 49
7.
Perkembangan Kredit Bank Umum ........................................................ 50
8.
Perkembangan Jumlah Uang Beredar ..................................................... 51
9.
Perkembangan Suku Bunga Deposito..................................................... 52
10.
Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Jumlah Uang Beredar .................................................................................................... 61
11.
Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan GWM ................ 62
12.
Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Kredit ................ 63
13.
Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Suku Bunga Deposito .................................................................................................. 64
14.
Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Pertumbuhan Ekonomi .................................................................................................. 65
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Data Penelitian ........................................................................................ 76
2.
Uji non stasioneritas pada level.............................................................. 78
3.
Uji non stasioneritas pada 1st Difference................................................. 82
4.
Uji Lag Optimal ...................................................................................... 86
5.
Uji Rank Kointegrasi............................................................................... 87
6.
Hasil Restriksi Umum ............................................................................. 89
7.
Hasil Estimasi Jangka Pendek................................................................. 90
8.
Hasil Analisis Impulse Response Function ............................................. 92
9.
Hasil Analisis Forecast Error Variance Decomposition........................ 99
10.
Matriks Variance dan Covariance .......................................................... 106
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah tercapainya tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan output riil yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah terciptanya iklim usaha yang kondusif. Dalam iklim usaha yang kondusif akan tercipta pemasukan investasi khususnya investasi jangka panjang dimana pengaruhnya sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Selama beberapa tahun terakhir setalah dilanda oleh krisis moneter, Indonesia perlahan-lahan mulai bangkit dari krisis dan mulai menata kembali perekonomiannya. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir yang ditampilkan pada tabel 1.1 dibawah ini. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki kecenderungan untuk meningkat. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahun Total pertumbuhan ekonomi Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
2001 3,83 0,81 1,00 2,36 -3,05
2002 4,89 2,51 2,23 3,69 -3,48
2003 5,00 3,48 1,62 2,65 -2,98
2004 2005 4,89* 5,60** 2,53 2,33 2,29 1,69 3,05 3,05 -1,50 -2,18
Sumber : Departemen Perindustrian, 2006. Keterangan : * Angka Sementara; ** Angka Sangat Sementara
Walaupun pada triwulan ke-empat pada tahun 2003 dan triwulan ke-empat pada tahun 2004 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan, akan tetapi
walaupun pada triwulan tersebut bernilai negatif, tapi secara total, pertumbuhan ekonomi tetap bernilai positif. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah bekerja sama dengan otoritas moneter mengeluarkan berbagai macam kebijakan. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter dalam hal ini adalah Bank Indonesia, adalah dengan menggunakan instrumen Giro Wajib Minimum. Cadangan primer atau yang umum dikenal dengan Giro Wajib Minimum (GWM) adalah instrumen tidak langsung yang merupakan ketentuan dari Bank Sentral yang mewajibkan bankbank memelihara sejumlah alat likuid sebesar presentase tertentu dari kewajiban lancarnya (Ascarya, 2002). Instrumen ini diberlakukan pertama kali pada tahun 1957 dimana bank-bank diwajibkan memelihara cadangan sebesar 30 persen dari total depositonya. Pada tabel 1.2, dapat dikatakan bahwa selama beberapa tahun terakhir, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sudah mulai pulih, hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah dana pihak ketiga yang dapat dihimpun oleh perbankan. Jumlah penghimpunan dana Bank Umum mengalami kecenderungan untuk meningkat selama kurun waktu 1999 sampai 2003. Peningkatan jumlah dana pihak ketiga untuk Bank Umum yang terdiri dari Bank Persero, Bank Pemerintah Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Asing dan Campuran terdapat pada giro, tabungan dan simpanan berjangka. Apabila penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh Bank Umum mengalami peningkatan, berarti
likuiditas bank tersebut akan bertambah. Dengan bertambahnya likuiditas bank, maka kemampuan untuk menyalurkan kredit akan semakin besar. Tabel 1.2. Posisi Penghimpunan Dana Pada Bank Umum Menurut Kelompok Bank (Milliar Rp) Keterangan Rupiah Bank Persero Giro Tabungan Simpanan Berjangka Bank Pemerintah Daerah Giro Tabungan Simpanan Berjangka Bank Swasta Nasional Giro Tabungan Simpanan Berjangka Bank Asing dan Campuran Giro Tabungan Simpanan Berjangka
1999
2000
2001
2002
2003
492.808 233.773 25.407 55.044 153.322 13.691
554.549 269.812 49.205 68.538 153.069 19.854
643.530 318.722 54.256 79.645 184.821 37.053
689.412 322.556 51.320 90.573 181.663 45.896
755.599 331.292 64.181 115.150 151.961 53.243
7.055 3.346 3.560 217.804 26.866 62.267 128.731 27.270
10.806 4.881 4.167 236.981 34.123 77.207 125.651 27.902
22.775 7.252 7.0662 257.068 38.099 82.034 136.932 30.687
25.758 9.125 11.013 289.800 44.438 90.828 154.734 30.160
27.081 13.273 12.880 331.886 53.401 112.326 166.159 39.187
9.128 2.324 15.818
10.405 2.499 14.998
8.710 2.502 19.475
9.561 2.238 18.361
11.235 2.665 25.287
Sumber: Bank Indonesia (2004).
Fungsi intermediasi perbankan nasional yang terus meningkat memang belum mencapai tataran ideal, tetapi upaya keras dan terobosan-terobosan untuk mencapai tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) yang sehat harus menjadi perhatian kalangan internal perbankan, dunia usaha sektor riil dan otoritas moneter. Kondisi LDR yang semakin sehat akan membuat perbankan nasional mempunyai modal yang kuat dalam kompetisi global.
1.2.
Perumusan Masalah Sebagaimana umumnya negara berkembang, sumber utama pembiayaan
investasi di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam jalannya perekonomian suatu negara. Salah satu indikator keberhasilan dari suatu bank adalah kemampuannya menyalurkan dana kepada pihak ke-3 melalui pemberian kredit. Kredit adalah suatu aset bagi bank dan merupakan kegiatan atau aktivitas utama dari perbankan. Kredit dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, namun kredit yang disalurkan perbankan belum cukup menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis. Dengan demikian wajar apabila melambatnya penyaluran kredit perbankan di Indonesia setelah krisis 1997 dianggap sebagai salah satu penyebab lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia dibandingkan negara Asia lainnya yang terkena krisis (Korea Selatan dan Thailand). Tabel 1.3 dibawah ini menunjukkan peringkat dari sepuluh bank berdasarkan jumlah pemberian kredit kepada nasabahnya. Pada tahun 2004, total kredit yang disalurkan oleh sepuluh bank tersebut mencapai 352.640 milyar rupiah dengan pangsa pasar mencapai 63,03 persen. Bank Mandiri menduduki peringkat 1 dengan total kredit sebesar 88.194 milyar rupiah dan pangsa kredit sebesar 15,76 persen kemudian diikuti dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada peringkat kedua dengan total kredit 61.512 milyar rupiah dan pangsa kredit sebesar 11 persen, Bank Negara Indonesia (BNI) diperingkat ketiga dengan total kredit 40.283 dan pangsa kredit 10,51 persen Bank Central Asia pada peringkat
keempat, dan peringkat seterusnya diisi oleh Bank Danamon, Bank Niaga, Bank Permata, Bank Bukopin, Bank Internasional Indonesia (BII) dan Bank Tabungan Negara (BTN) pada peringkat sepuluh. Tabel 1.3. Peringkat Bank Berdasarkan Kredit (Milliar Rupiah) Desember 2004 Peringkat
1 2 3 4 5 6 7 8
9 10
Nama Bank
PT. Bank Mandiri Tbk PT. Bank Rakyat Indonesia PT. Bank Negara Indonesia Tbk PT. Bank Central Asia Tbk PT. Bank Danamon Indonesia Tbk PT. Bank Niaga Tbk PT. Bank Permata Tbk PT. Bank Bukopin PT. Bank Internasional Indonesia PT. Bank Tabungan Negara
Desember 2005
Total Kredit
Pangsa Terhadap Kredit Bank Umum (%)
88.194
15,76
61.518
11,00
58.824
10,51
40.283
7,20
29.217
5,22
21.317
3,81
14.841
2,65
12.974
2,32
12.865
2,30
12.607
2,25
Total Kredit
Pangsa Terhadap Kredit Bank Umum (%)
100.780
14,49
75.352
10,83
62.375
8,97
54.125
7,78
35.896
5,16
29.362
4,22
22.218
3,19
20.318
2,92
PT. Bank Tabungan Negara
15.360
2,21
PT. Pan Indonesia Bank Tbk
15.143
2,18
430.930
61,95
Nama Bank
PT. Bank Mandiri Tbk PT. Bank Rakyat Indonesia PT. Bank Negara Indonesia Tbk PT. Bank Central Asia Tbk PT. Bank Danamon Indonesia Tbk PT. Bank Niaga Tbk PT. Bank Permata Tbk PT. Bank Internasional Indonesia
352.640 63,03 Total Total Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, 2005.
Pada tahun 2005, tidak terdapat banyak perubahan dalam peringkat bank umum berdasarkan pemberian kredit, posisi tujuh besar masih tetap sama dengan tahun sebelumnya yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, Bank Danamon Indonesia, Bank Niaga dan Bank Permata. Bank Bukopin keluar dari selupuh besar dan masuk Pan Bank Indonesia pada posisi sepuluh. Walaupun jumlah
kredit yang diberikan oleh 10 bank tersebut mengalami peningkatan menjadi 430.930 milyar rupiah dari 352.640 milyar rupiah akan tetapi pangsa pasar kredit justru mengalami penurunan menjadi 61,95 persen dari 63,03 persen, hal ini dikarenakan pangsa kredit ke-sepuluh bank tersebut mengalami penurunan walaupun jumlah total kredit dari masing-masing bank mengalami peningkatan. Hal ini menandakan bank-bank lainnya sedang berkompetisi untuk mendapatkan pangsa kredit. Pemerintah melakukan perubahan dalam komposisi GWM pada tahun 2004 mengenai GWM berjenjang dan pada perubahan pada tahun 2005 mengenai GWM berbasis LDR. Kedua hal ini tentu saja akan mempengaruhi pemberian kredit perbankan karena GWM mengurangi jumlah likuiditas perbankan. Dengan adanya aturan GWM yang dikaitkan dengan LDR, bank akan dipaksa untuk mengucurkan kredit. Sebab, semakin besar dana yang disimpan sebagai GWM, biaya dana (cost of fund) bank akan meningkat sehingga menurunkan daya saing. Persaingan dalam pengucuran kredit antarbank pada akhirnya akan berdampak meningkatnya suku bunga deposito. Hal tersebut dapat terlihat pada gambar 1 dibawah ini dimana jika suku bunga deposito memiliki kecenderungan untuk meningkat seiring dengan peningkatan jumlah GWM. Akan tetapi disisi lain, peningkatan GWM yang berarti perurunan jumlah likuiditas, yang berarti penurunan jumlah alokasi pemberian kredit perbankan dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan pada kuartal keempat tahun 2005.
20
15 GWM
Persen
10
CR Y 5
DEP
0
-5 Periode
Sumber: Bank Indonesia (2004-2005), diolah.
Gambar 1. Perkembangan GWM, Kredit, Pertumbuhan Ekonomi dan Suku Bunga Deposito Berdasarkan uraian diatas, timbul permasalahan-permasalahan yang akan dicari pemecahannya. Permasalahan yang timbul antara lain: 1.
Faktor-faktor apakah yang paling berperan dalam pertumbuhan ekonomi?
2.
Menganalisis respon pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan GWM, jumlah uang beredar, kredit, suku bunga deposito, dan dirinya sendiri
3.
Menganalisis hubungan jangka pendek dan panjang antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel lain seperti GWM, jumlah uang beredar, kredit, suku bunga deposito dan dirinya sendiri.
1.3.
Tujuan Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk menganalisis faktor-faktor yang berperan dalam perubahan pertumbuhan ekonomi.
2.
Menganalisis respon pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan GWM, jumlah uang beredar, kredit, suku bunga deposito, dan dirinya sendiri
3.
Menganalisis hubungan jangka pendek dan panjang antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel lain seperti GWM, jumlah uang beredar, kredit, suku bunga deposito dan dirinya sendiri.
1.4
Kegunaan Penelitian Sementara kegunaan dari penelitian ini:
1.
Bagi penulis khususnya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti kuliah.
2.
Bagi otoritas moneter diharapkan melalui pembahasan ini dapat mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam membantu pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
3.
Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini berguna untuk memberikan gambaran mengenai kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Instrumen Kebijakan Moneter Pada umumnya kerangka kebijakan moneter terdiri dari instrumen, sasaran operasional, sasaran antara, serta sasaran akhir. Sasaran antara diperlukan karena untuk mencapai sasaran akhir yang ditetapkan terdapat tenggat waktu antara pelaksanaan kebijakan moneter dan hasil pencapaian sasaran akhir (Warjiyo dan Solikin, 2003). Oleh karena itu, diperlukan adanya indikator-indikator yang lebih dapat segera dilihat untuk mengetahui indikasi kebijakan yang biasa disebut dengan sasaran antara. Selanjutnya untuk mencapai sasaran antara, Bank Sentral memerlukan sasaran-sasaran yang bersifat operasional agar proses transmisi dapat berjalan sesuai dengan rencana. Sasaran operasional yang dapat dipilih adalah monetary base dan suku bunga. Kerangka kebijakan moneter akan disajikan pada gambar 1. Beradasarkan kerangka kebijakan moneter, terdapat empat instrumen yang dapat digunakan oleh Bank Sentral dalam melaksanakan kebijakan moneternya, yaitu : 1.
Open Market Operation (Operasi Pasar Terbuka/OPT) OPT dilakukan melalui jual beli surat berharga (di Indonesia dikenal
dengan Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Pasar Uang). Jika terjadi kelebihan uang beredar maka Bank Sental akan melakukan kontraksi moneter dengan menjual Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada pihak perbankan, sehingga
Bank Sentral dapat mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat. Sedangkan open market purchase menyebabkan peningkatan uang primer sehingga menaikkan uang beredar.
Instrumen
Target Operasional
Target Antara
Target Akhir
OPT Reserve Requirement Fasilitas Diskonto
Monetary Base (MO)
Money Supply Nilai Tukar
Suku Bunga (SBI, PUAB)
Inflasi (dari sisi demand)
Suku Bunga
Pesuasi Moral Sumber: Warjiyo dan Solikin(2003).
Gambar 2. Kerangka Kebijakan Moneter 2.
Reserve Requirement (Giro Wajib Minimum) Reserve Requirement adalah ketentuan Bank Sentral yang mewajibkan
bank-bank untuk memelihara sejumlah harta lancar sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil angka persentase tersebut makin besar kemampuan bank untuk memberikan pinjaman dan sebaliknya. Dengan menambah atau mengurangi reserve requirement berarti Bank Sentral mempengaruhi besarnya money multiplier. Jika Bank Sentral menaikkan reserve requirement ratio maka berarti akan mengurangi jumlah deposito yang dapat didukung oleh tingkat uang primer tertentu sehingga uang beredar akan berkurang. Sebaliknya, jika Bank Sentral menurunkan reserve requirement ratio maka uang beredar akan meningkat.
3.
Discount Rate Policy Discount Rate Policy adalah kebijaksanaan moneter yang dilakukan oleh
Bank Sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dengan mengatur pemberian kreditnya kepada bank-bank melalui penetapan diskonto. Peningkatan dalam discount loan akan menambah jumlah uang primer sehingga terjadi ekspansi dalam jumlah uang beredar. Discount rate yang lebih tinggi akan menaikkan biaya meminjam dari Bank Sentral. Suatu bank menghindari tiga biaya ketika meminjam dari Bank Sentral, yaitu biaya bunga yang dicerminkan oleh discount rate, biaya yang ditimbulkan karena penilaian mengenai kesehatan bank, dan biaya kemungkinan akan lebih jatuh jika terlau sering meminta fasilitas discount window. 4.
Persuasi Moral Persuasi moral adalah himbauan yang dilakukan oleh Bank Sental kepada
perbankan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contohnya, himbauan untuk bersikap konservatif dalam menyalurkan pinjaman.
2.1.2. GWM Sebagai Instrumen Kebijakan Moneter GWM merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter yang digunakan oleh Bank Sentral. Ketika rasio GWM meningkat, hal tersebut akan menyebabkan perubahan jumlah uang beredar melalui perubahan angka pengganda uang. Kenaikan cadangan minimum akan mengurangi jumlah deposit yang didukung oleh jumlah uang beredar yang telah ditetapkan dan akan menjadi kontraksi bagi jumlah uang beredar. Jika cadangan wajib naik maka kuantitas permintaan akan
cadangan naik pada tingkat suku bunga berapa pun, oleh karena itu kenaikan rasio GWM menggeser kurva permintaan cadangan ke kanan dari R1d ke R2d. Pada gambar 2 di bawah ini, keseimbangan berubah dari titik 1 ke titik 2, dan pada akhirnya menaikkan tingkat suku bunga Bank Sentral dari i1ff ke i2ff (Mishkin, 2001). Tingkat Suku Bunga Bank Sentral RS 2 i2ff
1
i1ff
Rd1
Rd2
Kuantitas Cadangan, R Sumber : Mishkin, 2001.
Gambar 3. Respon Terhadap Perubahan Cadangan Minimum Keterangan: Rs
: Jumlah cadangan yang tersedia.
Rd
: Jumlah permintaan cadangan.
iff
: Tingkat suku bunga bank sentral. Menurut Koch dan Donald (1999) tujuan dari cadangan minimum adalah
memberikan kewenangan kepada bank sentral untuk mengontrol jumlah uang beredar dengan cara memberikan kewajiban kepada bank dan institusi lainnya
untuk memegang deposit balance dalam mendukung transaksi. Bank sentral berharap dapat mengontrol ketersediaan kredit dan dapat memberikan pengaruh terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan. Perubahan dalam persentase GWM terhadap deposit dan sumber dana bank lainnya, dapat menimbulkan dampak terhadap ekspansi kredit. Misalkan dengan meningkatkan GWM berarti bank harus menyisihkan lebih banyak rupiah untuk disimpan dan akibatnya jumlah uang yang tersedia untuk menyediakan kredit akan semakin berkurang. Selanjutnya, jika pemerintah meningkatkan GWM hal ini akan mendorong kenaikan suku bunga karena likuiditas yang dimiliki bank semakin berkurang. Sementara itu jika rasio GWM diturunkan, hal ini akan menambah jumlah uang yang dapat dipinjamkan oleh bank. Suku bunga juga akan turun karena bank mempunyai lebih banyak dana untuk dipinjamkan (Rose, 1999).
2.1.3. Fungsi Giro Wajib Minimum Pada awalnya GWM dianggap sebagai alat untuk meningkatkan likuiditas dan keamanan bank (solvency). Namun disadari bahwa (1) Likuiditas yang disediakan untuk GWM ternyata tidak dapat digunakan manakala diperlukan, (2) bank ternyata cenderung untuk mencairkan pinjaman atau kredit yang diberikan, dana investasi dan dana pinjaman untuk memenuhi kekurangan cadangannya dan (3) bank komersial tergantung pada pinjaman likuiditas bank sentral. Keadaan tersebut membuat GWM tidak lagi dipandang sebagai penjamin atas keselamatan bank. Keselamatan bank amat tergantung pada aspek lain diantaranya kualitas
pinjaman dan investasi yang dilakukannya, efisiensi manajemen bank secara umum dan kecukupan modal (CAR). Berdasarkan paparan diatas, GWM tidak lagi dirasa tepat untuk memenuhi fungsi sebagai penjamin likuiditas perbankan (Haslag, 1995) Menurut Adisti (2005), peran dari GWM lalu bergeser sebagai instrumen manajemen moneter. Perubahan pada jumlah cadangan bank komersial, rasio GWM dan biaya atas borrowed reserve, maka otoritas moneter dapat mempengaruhi jumlah uang, total kredit bank, investasi dan deposito. Sebaliknya apabila rasio GWM dinaikkan maka akan terjadi kekurangan cadangan pada bankbank komersial, yang kemudian akan cenderung mengarah pada kontraksi atau penurunan pinjaman, investasi dan kemudian juga deposito. Singkatnya peningkatan rasio GWM akan berfungsi sebagai rem umtuk mencegah ekspansi lebih lanjut. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh karena keseganan bank untuk meminjan dana dari Bank Sentral melalui fasilitas diskonto dan juga adanya keseganan untuk meminjam cadangan pinjaman (borrowed reserve) yang bersuku bunga tinggi. Sebagai instrumen tidak langsung dalam pengendalian moneter, GWM mempunyai keuntungan dan kerugian dalam pelaksanaannya. Menurut Ascarya (2002), keuntungan menggunakan GWM adalah: 1.
Meningkatkan kemampuan memperkirakan kebutuhan (predictability) cadangan.
2.
Peningkatan cadangan primer bermanfaat untuk sterilisasi ekses likuiditas atau untuk mengakomodasi perubahan struktural dalam permintaan akan cadangan.
3.
Meningkatkan keefektifan kebijakan moneter. Sementara kekurangan menggunakan GWM adalah:
1.
Cadangan primer yang tinggi merupakan pajak pada intermediasi perbankan. Hal ini dapat dinetralkan dengan pemberian kompensasi sesuai dengan suku bunga pasar.
2.
Pajak ini dapat menyebabkan melebarnya spreads antara suku bunga kredit dan suku bunga deposito, yang akan mengarah pada disintermediasi. Kebijaksanaan perubahan GWM sangat dikenal di negara berkembang,
karena: 1.
Negara yang sedang berkembang biasanya memiliki struktur pasar uang yang sempit, hal ini tidak memungkinkan instrumen OPT untuk dapat berfungsi secara penuh. Oleh karenanya alternatif instrumen GWM ini menjadi sangat penting.
2.
Bank-bank umum di negara yang sedang berkembang banyak memiliki kelebihan dana sehingga kenaikan diskonto mungkin tidak cukup untuk mengurangi kelebihan dana tersebut. Dalam hal ini diperlukan penggunaan alat langsung seperti GWM
2.1.4. Pengertian Kredit Kata kredit berasal dari kata Latin credere, yang artinya mempercayai. Kepercayaan itu antara si pemberi dengan si pemohon kredit yang terikat dalam suatu kesepakatan. Menurut Raymond P Kent dalam Suyatno et al (2003), kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta, atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang sekarang. Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pengembalian hasil keuntungan. Sementara dalam Ensiklopedia Umum, kredit dijelaskan sebagai sistem keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai dengan pengharapan memperoleh keuntungan. Kredit diberikan berdasarkan kepercayaan orang lain yang memberikannya terhadap kecakapan dan kejujuran si peminjam.
2.1.5. Fungsi Kredit Menurut Simorangkir (2000) fungsi kredit adalah sebagai berikut : 1.
Pada hakikatnya kredit dapat meningkatkan daya guna (utility) uang. Kredit dapat dijadikan sebagai alat modal usaha atau tambahan modal usaha yang bermanfaat bagi kelancaran produksi suatu usaha baik yang diberikan secara langsung oleh pemilik modal ataupun melaui perbankan.
2.
Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Kredit yang diberikan melalui rekening giro akan meningkatkan peredaran uang giral, sedangkan kredit yang diberikan secara tunai akan meningkatkan peredaran uang kartal sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang.
3.
Kredit dapat meningkatkan daya guna dan persediaan barang. Kredit merupakan tambahan modal usaha bagi suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan berproduksi atau mengolah suatu bahan baku dari bahan mentah menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut akan meningkat.
4.
Kredit merupakan salah satu alat stabilitas ekonomi. Pemerintah melakukan kebijakan uang ketat melaului pemberian kredit yang terarah. Arus kredit diarahkan pada sektor-sektor yang produktif dengan pembatasan kualitatif dan produktif. Tujuannya untuk meningkatkan jumlah produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri agar bisa diekspor.
5.
Kredit mampu meningkatkan kegairahan berusaha. Kredit merupakan salah satu insentif yang diharapkan dapat meningkatkan volume usaha.
6.
Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. Artinya kredit dijadikan sarana bagi perusahaan untuk memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru.
7.
Kredit merupakan alat untuk meningkatkan hubungan internasional. Bankbank asing di luar negeri dapat memberikan kredit kepada sektor usaha di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung, begitu pula
dengan negara-negara maju. Dengan demikian, hal ini menandakan terjalinnya hubungan ekonomi dan internasional antar negara. Menurut Bank Indonesia, fungsi kredit adalah 1.
Bagi dunia usaha kredit berfungsi sebagai permodalan untuk menjaga kelangsungan atau meningkatkan usahanya, dan sebagai pengembalian kredit wajib dilakukan tepat waktu, diharapkan dapat diperoleh keuntungan dari usahanya.
2.
Bagi lembaga keuangan, berfungsi untuk menyalurkan dana masyarakat (deposito, tabungan, giro) dalam bentuk kredit kepada dunia usaha.
2.1.6
Pengertian Uang Beredar Menurut Solikin dan Suseno (2002), tedapat tiga jenis uang, yaitu:
1.
Uang Kartal Adalah uang yang ada ditangan masyarakat (di luar bank umum) dan siap
dibelanjakan setiap saat, terutama untuk pembayaran-pembayaran dengan jumlah tidak terlalu besar. Di Indonesia, uang kartal adalah uang kertas dan uang logam yang beredar dimasyarakat yang diedarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter atau biasa disebut sebagai uang tunai. 2.
Uang Giral Adalah uang simpanan masyarakat pada bank umum yang dapat dicairkan
setiap saat. Masyarakat biasa menyebutnya dengan rekening giro. Untuk mencairkan simpanan ini, masyarakat harus mempergunakan cek.
3.
Uang Kuasi Adalah uang yang disimpan dalam rekening tabungan dan deposito
berjangka. Pada dasarnya uang kuasi adalah bukan uang, tapi ia mempunyai fungsi yang mendekati fungsi uang. Untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran, maka tabungan dan deposito berjangka tersebut harus melalui proses pencairan terlebih dahulu. Komposisi uang beredar di masyarakat dapat dibedakan menjadi dua bagian (Boediono, 1985). 1.
Jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) Jumlah uang beredar dalam arti sempit adalah uang yang digunakan dalam
transaksi sehari-hari. Uang dalam arti sempit disebut juga M1 yang mencakup uang kertas, uang logam, dan uang kartal yang ada diluar sistem perbankan. Uang juga didefinisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik. 2.
Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) Jumlah uang beredar dalam arti luas disebut juga aktiva mudah tunai yang
mencakup simpanan uang di bank, rekening giro, dan lain-lain. Aktiva ini tidak termasuk transaksi karena tidak dapat digunakan sebagai alat tukar secara umum. Uang dalam arti luas (M2) terdiri dari uang kartal, uang giral, dan uang kuasi.
2.1.7. Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Bruto atau PDB sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. Tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi
dalam nilai mata uang tunggal dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan adalah proses pertumbuhan output perkapita jangka panjang, yang terjadi apabila ada kecenderungan output perkapita naik yang bersumber dari proses intern perekonomian tersebut (kekuatan yang berada dalam perekonomian itu sendiri) bukan berasal dari luar atau bersifat sementara. Atau dengan kata lain self generating yang berarti proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan suatu kekuatan atau momentum bagi kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode sebelumnya (Boediono 1994). Menurut Todaro (1998), pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan yang semakin besar. Sedangkan menurut Salvatore (1997), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dimana PDB riil perkapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas perkapita. Sasaran berapa kenaikan produksi riil perkapita dan taraf hidup (pendapatan riil perkapita) merupakan tujuan utama yang perlu dicapai melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber produksi. Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakain banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis negara yang bersangkutan (Jhingan, 1992). Teori klasik juga membahas pertumbuhan ekonomi dengan penekanan pada akumulasi kapital yang dapat meningkatkan output. Teori klasik
mengasumsikan bahwa fleksibilitas harga dan upah akan menciptakan kesempatan kerja penuh. Model pertumbuhan klasik didasari oleh dua faktor utama, yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Adam Smith mengatakan bahwa peningkatan output atau pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu peningkatan spesialisasi kerja, sistem pembagian kerja dan penggunakan mesin untuk meningkatkan produktivitas. Apabila ketiga metode tersebut dilakukan maka peningkatan akumulasi kapital akan terjadi yaitu:
Y = f ( K , L)
(2.1)
dimana K adalah kapital dan P adalah tingkat produktivitas per pekerja. Mekanisme pasar yang tidak diatur oleh pemerintah akan meningkatkan kegiatan ekonomi dengan demikian akumulasi kapital dan pertumbuhan output dapat berlangsung (Widyanti, 2005).
2.2.
Kerangka Teori
2.2.1. Jalur Kredit Sebagai Salah Satu Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia terdiri dari lima jalur yaitu jalur nilai tukar, jalur kredit, jalur suku bunga, jalur ekspektasi dan jalur harga aset (Warjiyo, 2004). Salah satu jalur yang melihat pengaruh kebijakan moneter terhadap kredit adalah jalur kredit. Jalur kredit merupakan jalur yang bersifat
jangka
panjang,
sekaligus
dapat
mengantisipasi
keadaan
ketidaksempurnaan pasar (imperfect information) dan kemungkinan terjadinya adverse selection dan moral hazard (Hakim, 2004).
Jalur kredit dapat dibedakan menjadi dua jalur, yaitu bank lending channel dan balance sheet channel. Bank lending channel merupakan jalur pinjaman bank yang menekankan kebijakan moneter pada keuangan bank, khususnya sisi aset. Sementara balance sheet channel, menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan perusahaan, yang kemudian akan mempengaruhi akses perusahaan untuk mendapatkan kredit (Warjiyo, 2004). Bank lending channel (jalur pinjaman bank) menekankan bahwa selain sisi aset, sisi liabilitas bank juga berperan dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter yang bersifat kontraktif, misalnya melalui peningkatan rasio giro wajib mininimum, cadangan di bank akan menurun sehingga jumlah dana yang akan dipinjamkan oleh bank akan mengalami penurunan. Apabila hal tersebut tidak diatasi dengan melakukan penambahan dana/pengurangan surat-surat berharga, maka kemampuan bank untuk untuk memberikan pinjaman akan menurun. Kondisi ini menyebabkan penurunan investasi dan selanjutnya mendorong penurunan output. Sementara itu, jalur neraca perusahaan menekankan bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter yang ekspansif, maka suku bunga pasar uang akan turun, yang mendorong harga saham mengalami peningkatan. Sejalan dengan peningkatan harga tersebut, nilai pasar dari modal perusahaan (networth) akan meningkat
dan
rasio
leverage
perusahaan
menurun,
yang
selanjutnya
memperbaiki tingkat kelayakan permohonan kredit yang diajukan perusahaan
kepada bank. Kondisi ini akan mendorong peningkatan pemberian kredit oleh bank, selanjutnya meningkatkan investasi dan pada akhirnya meningkatkan output
2.2.2. Model IS-LM Menurut Mankiw (2000), kurva IS menunjukkan kombinasi dari tingkat bunga dan dari tingkat pendapatan yang konsisten dengan keseimbangan dalam pasar untuk barang dan jasa. Kurva IS digambar untuk kebijakan fiskal tertentu. Perubahan-perubahan dalam kebijakan fiskal yang meningkatkan permintan terhadap barang dan jasa menggeser kurva IS ke kanan. Perubahan-perubahan dalam kebijakan fiskal yang mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa akan menggeser kurva IS ke kiri. Persamaan dari model IS adalah: IS Y = C + I + G
(2.2)
dimana: Y
= pendapatan nasional,
C
= konsumsi,
I
= investasi,
G
= pengeluaran pemerintah.
Sementara itu persamaan (2.2) diatas dapat ditulis menjadi Y −C −G = I
(2.3)
Disisi kiri dari persamaan merupakan tabungan nasional, sehingga dapat ditulis menjadi: S=I
(2.4)
Sehingga tabungan nasional nilainya sama dengan investasi. Untuk melihat bagaimana pasar untuk dana taktis atau dana yang dapat dipinjam, maka akan diganti fungsi konsumsi untuk C dan fungsi investasi untuk I:
Y − C (Y − T ) − G = I ( r )
(2.5)
dimana: T
= pajak,
r
= tingkat suku bunga.
Sisi kiri persamaan ini menunjukkan bahwa penawaran dana taktis tergantung pada pendapatan dan kebijakan fiskal. Sisi kanannya menunjukkan bahwa permintaan terhadap dana taktis tergantung pada tingkat bunga. Tingkat bunga menyesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan terhadap pinjaman. Sementara kurva LM menunjukkan kombinasi tingkat bunga dan tingkat pendapatan
yang
konsisten
dengan
keseimbangan
dalam
pasar
untuk
keseimbangan uang riil. Kurva LM digambar untuk penawaran dari keseimbangan uang riil tertentu. Penurunan dalam penawaran dari keseimbangan uang riil akan menggeser kurva LM ke atas. Kenaikan dalam penawaran dari keseimbangan uang riil akan menggeser kurva LM kebawah. Persamaan dari model LM adalah:
LM
M P = L ( r, Y )
dimana: M
= jumlah uang beredar,
P
= tingkat harga,
(2.6)
r
= tingkat suku bunga. Keseimbangan perekonomian adalah titik dimana kurva IS dan kurva LM
berpotongan. Titik ini memberikan tingkat suku bunga r dan tingkat pendapatan Y yang memenuhi keseimbangan baik dalam pasar barang maupun pasar uang. Perpotongan kurva IS-LM pada Yo dan r0 dalam gambar 4 dibawah ini menunjukkan keseimbangan simultan dalam pasar barang dan jasa dan dalam pasar untuk keseimbangan uang riil untuk nilai pengeluaran pemerintah, pajak, penawaran uang, dan tingkat harga tertentu. Tingkat bunga, r
LM
r0
IS Y0
Pendapatan, output, Y
Sumber: Mankiw (2000).
Gambar 4. Keseimbangan Dalam Model IS-LM
Dari keseimbangan yang terbentuk dalam model IS-LM, dapat diderivasi menjadi kurva permintaan agregat. Kurva permintaan agregat menunjukkan sekumpulan titik keseimbangan yang muncul dalam model IS-LM ketika tingkat harga diubah dan efek yang terjadi akibat perubahan tersebut terhadap pendapatan. Perubahan pendapatan dalam model IS-LM disebabkan oleh perubahan dalam tingkat harga yang menunjukkan pergerakan di sepanjang kurva
permintaan agregat. Perubahan pendapatan dalam model IS-LM untuk tingkat harga tetap menunjukkan pergeseran dalam kurva permintaan agregat (Mankiw, 2000).
2.2.3. Model Umum Vector Autoregression (VAR) Bentuk hubungan kausalitas VAR berdasarkan pada pemikiran Granger, yaitu penelitian hubungan kausalitas diantara dua variabel dapat dilakukan dengan memasukkan unsur waktu. Uji kausalitas Granger menyatakan bahwa variabel X mempengaruhi variabel Y jika nilai-nilai X baik saat ini maupun nilai periode masa lalu dapat memprediksi Y lebih akurat dibanding bila tidak menggunakan variabel X. Bentuk persamaan hubungan bivariat X dan Y dengan memasukkan distributed lags sampai dengan ukuran tertentu terpilih adalah: Y = a0 + a1X1 + a2X1-1 + ... + ajX1-m + b1Y-1 + ... + bjY-m + U1
(2.7)
Y = a0 = b1Y-1 + b2Y-2 ... + bjY-m + U2
(2.8)
Hipotesa : H0 : a1= a2 = ... aj = 0, artinya X menyebabkan Y jika H0 ditolak. Lalu persamaan diatas diuji dengan menggunakan F statistik. Sims mengajukan suatu pengujian kausalitas yang tahap-tahapnya sebagai berikut: 1.
Menurunkan kedua sisi regresi X di atas pada nilai masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang dari Y.
2.
Hipotesa nol yang dipakai adalah X tidak mempengaruhi Y bila seluruh koefisien nilaiY masa depan sama dengan nol.
3.
Pengujian terhadap beberapa persamaan linear dilakukan dengan uji “incremental contribution of explanatory variable” seperti pada Granger Test.
Dalam pendekatan oleh Sims, pengelompokan antara variabel endogenous dan eksogenous tidak dilakukan. Semua variabel akan lebih efektif jika dijadikan endogenous. Hal ini akan membuat model umum VAR sebagai berikut: k
zt =
∑
Aizt-i + εt
(2.9)
i =1
dimana zt adalah vektor kolom dari pengamatan di waktu t dari semua variabel di dalam model. εt adalah vektor kolom dari variabel pengganggu, yang secara temporer dapat berkorelasi dengan yang lain akan tetapi diasumsikan tidak terjadi autokorelasi sepanjang waktu. Ai adalah matriks dari parameter, yang nilainya tidak sama dengan nol. Dari persamaan (2.9) akan lebih mudah dimengerti jika menggunakan model tiga persamaan, dengan lag maksimum k=2. Persamaan (2.9) kemudian akan menjadi wt = a11wt-1 + a12xt-1 + a13yt-1 + b11wt-2 + b12xt-2 + b13yt-2 + ε1t xt = a21wt-1 + a22xt-1 + a23yt-1 + b21wt-2 + b22xt-2 + b23yt-2 + ε2t
(2.10)
yt = a31wt-1 + a32xt-1 + a33yt-1 + b31wt-2 + b32xt-2 + b33yt-2 + ε3t
dalam persamaan (2.19) vektor zt dan εt adalah sebagai berikut
wt zt = xt , εt = y t
ε 1t ε 2t ε 3t
dan lag yang digunakan adalah k=2, maka akan dua matriks 3 x 3 dalam Ai
a11 a12 a13 A1 = a 21 a 22 a 23 , A2 = a a a 31 23 33
b11 b12 b13 b21 b22 b23 b b b 31 32 33
dalam persamaan (2.10) atau lebih umum dalam persamaan (2.9) setiap variabel dalam model VAR dipengaruhi oleh variabel lain dengan struktur lag yang persis sama. Apabila ditambahkan beberapa variabel dalam persamaan (2.8), maka persamaan tersebut akan menjadi model persamaan simultan dimana x, y dan z adalah endogenous. Dalam kenyataannya, VAR dapat dikatakan sebagai reduced form dari model persamaan struktural dengan tidak ada variabel sebagai
eksogenous (Thomas, 1997). Macam-macam bentuk VAR yang digunakan secara umum: 1.
VAR (Unrestricted VAR) Bentuk VAR yang telah dibahas adalah bentuk VAR biasa (VAR) yang
bebas restriksi. Bentuk restriksi terkait erat dengan permasalahan kointegrasi dan hubungan teoritis. Jika data yang digunakan di dalam pembentukan VAR stasioner pada tingkat level, maka bentuk VAR yang digunakan adalah VAR biasa atau VAR tanpa restriksi. Variasi VAR (biasa) biasanya terjadi akibat adanya perbedaan derajat integrasi variabelnya. Kedua bentuk VAR akibat perbedaan derajat integrasi data variabelnya dikenal dengan nama VAR in level dan VAR in difference. VAR level digunakan ketika data yang digunakan memiliki bentuk stasioner pada level, namun tidak memiliki (secara teoritis tidak memerlukan keberadaan) hubungan kointegrasi, maka estimasi VAR dapat dilakukan dalam bentuk diferens.
Dalam perkembangannya, Sims dan Doan kemudian menentang penggunakan variabel diferens, walaupun jika variabel tersebut memiliki unit root (tidak stasioner dalam level). Mereka berargumen bahwa differencing akan membuang informasi berharga yang terkait dengan pergerakan searah data (seperti kemungkinan terdapatnya hubungan kointegrasi). 2.
Vector Error Correction Model (VECM)
Merupakan salah satu bentuk dari VAR yang direstriksi. Restiksi tambahan diberikan jika data tidak stasionel tetapi terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan bentuk restriksi tersebut kedalam spesifikasinya. Karena itulah VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series yang nonstasioner tapi memiliki hubungan kointegrasi. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel endogen agar konvergen dalam hubungan kointegarsinya namun tetap membiarkan dinamika harmonis jangka pendek. Istilah kointegrasi dikenal dengan istilah error, karena deviasi dari hubungan jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek. 3.
Struktural VAR (S-VAR) S-VAR merupakan salah satu bentuk VAR yang direstriksi. Restriksi yang
digunakan berdasarkan hubungan teoritis yang kuat akan skema (peta hubungan) bentuk hubungan (ordering) variabel-variabel yang digunakan dalam sistem VAR. Oleh karena itu, S-VAR juga dikenal sebagai bentuk VAR yang teoritis (theoritical VAR)
Keunggulan model VAR dibandingkan dengan metode ekonometri konvensional menurut Laksani (2003) adalah: 1.
Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu. Hubungan yang terdeteksi bisa bersifat langsung maupun tidak langsung.
2.
Uji VAR yang multivariat bisa menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan.
3.
VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem persamaan, reduced form dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogenous.
4.
Karena bekerja beradasarkan data, metode VAR terbebas dari batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (spurious variable endogenty and exogenty) di dalam model ekonomi konvensional
terutama dalam persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah. 5.
Dengan teknik VAR maka akan terpilih hanya variabel yang relevan untuk disinkronisasikan dengan teori yang ada. Sebagai metode ekonometri, VAR juga tidak luput dari kelemahan.
Kelemahan VAR misalnya disebutkan oleh Manurung et al (2005) yaitu: 1.
Tidak seperti model persamaan simultan, model VAR kurang teoritis karena tidak menjelaskan variabel eksogen secara akurat.
2.
Tujuan utama dari model VAR adalah peramalan sehingga kurang tepat untuk melakukan evaluasi kebijakan.
3.
Masalah lain dari model VAR adalah penentuan panjang lag sehingga bila lag panjang maka parameter yang ditaksir juga banyak.
4.
Dalam model VAR dapat bergabung I(0) dan I(1) sehingga time series stasioner dan non-stasioner.
5.
Walaupun koefisien secara individu sulit diinterpretasikan akan tetapi praktisi menginterpretasikan sebagai respon impulse respon function (IRF), yaitu respon variabel dependen terhadap kejutan disturbance term error.
2.2.4. Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya mengenai perubahan GWM dengan kredit dilakukan oleh Tjahjono dan Hendy (1998) dimana mereka membahas efektivitas GWM terhadap kredit perbankan sebagai salah satu kebijakan pengendalian aliran modal masuk di Indonesia. Dalam penelitian tersebut, kredit dipengaruhi oleh pinjaman dana pihak ketiga dari bukan penduduk baik dalam rupiah maupun valas, gwm dan total dana pihak ketiga dalam rupiah. Sehingga dapat ditulis CR = F(FL, GWM, DP3)
dimana: CR
= total kredit,
FL
= pinjaman dana pihak ketiga dari bukan penduduk,
DP3
= total dana pihak ketiga.
(2.11)
Penelitian tersebut dilakukan pada periode 1990-1996, dimana hasilnya menunjukkan bahwa perubahan GWM mempunyai pengaruh negatif terhadap pemberian kredit. Model ini akan digunakan dalam penelitian kali ini untuk mengestimasi perubahan GWM terhadap kredit. Adisti (2005) telah melakukan penelitian terhadap perubahan GWM terhadap inflasi di Indonesia dengan menggunakan metode persamaan simultan, dimana inflasi dideskripsikan sebagai fungsi dari harga, nilai tukar dan jumlah uang beredar (M1), sementara jumlah uang beredar sendiri merupakan fungsi dari pendapatan nasional, lag jumlah uang beredar, GWM, nilai tukar, harga dan suku bunga deposito. perubahan dari GWM akan mempengaruhi penawaran uang secara negatif, perubahan penawaran uang inilah yang kemudian akan mempengaruhi inflasi. Sebelumnya, Sukarno dalam Widyanti (2005) telah mengembangkan suatu model pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada model produksi. Dalam model tersebut, sebelum dilakukan perluasan dikatakan inflasi mempunyai pengaruh nyata apabila tidak diperkirakan secara sempurna. Model tersebut dapat ditulis sebagai berikut : Y(t) = Yn(t) + [P(t) – p(t)]
dimana:
Y(t)
= produksi, kesempatan kerja atau pengangguran,
Yn
= natural rate output,
P(t)
= tingkat inflasi.
(2.12)
Apabila sewa dan suku bunga pinjaman sebagai fungsi jumlah kredit, maka persamaan (2.12) diatas menjadi Y = F(P, CR, W, IM)
(2.13)
dimana: Y
= pertumbuhan ekonomi,
P
= tingkat harga,
CR
= jumlah kredit,
W
= tingkat upah,
IM
= jumlah impor. Dalam rangka pengujian secara empiris maka persamaan tersebut didekati
dengan log linear model. Dengan demikian persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: LY = β0 + β1LP + β2LCR + β3LW + β4LIM
(2.14)
Dari hasil estimasi penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kredit mempunyai hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu perbedaan penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian kali ini ingin dilihat bagaimana kebijakan moneter yang dilaksanakan akan dapat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi melalui variabel-variabel moneter seperti suku bunga, total kredit dan jumlah yang beredar. Karena selama ini, variabel moneter lebih sering dihubungkan dengan inflasi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi.
2.3.
Kerangka Pemikiran Operasional Instrumen GWM merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter
dengan pendekatan kuantitas (quantity approach) bukan dengan pendekatan harga (price approach). Di Indonesia, telah terjadi pergeseran pendekatan, yaitu dari pendekatan kuantitas menjadi pendekatan harga. Karena GWM merupakan instrumen dengan pendekatan kuantitas, maka jika Bank Indonesia merubah ketentuan GWM maka hal tersebut akan mengakibatkan perubahan dalam jumlah likuiditas bank tersebut. Jika likuiditas bank tersebut berkurang, maka kemampuan bank untuk menyalurkan kredit pun akan berkurang. Bank pun akan meningkatkan suku bunga deposito untuk meningkatkan dana pihak ketiga. Karena kredit mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, maka perubahan kredit akibat perubahan GWM diharapkan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kerangka pemikiran operasional mengenai pengaruh perubahan GWM terhadap pertumbuhan ekonomi akan disajikan pada gambar 5.
2.4.
Definisi Variabel Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian kali ini adalah:
1.
Giro Wajib Minimum (GWM) merupakan cadangan wajib dari bank umum yang disimpan di Bank Sentral, dalam satuan milyar rupiah.
2.
Jumlah uang beredar (M2) adalah jumlah mata uang beredar, yang terdiri dari uang kartal, uang giral, dan uang kuasi, dalam satuan milyar rupiah.
3.
Total Kredit (CR), merupakan total kredit yang disalurkan oleh bank umum, dalam satuan milyar rupiah.
4.
Suku Bunga Deposito (DEP), merupakan suku bunga deposito satu bulan bank umum, dalam satuan persen.
5.
Pertumbuhan ekonomi (Y), merupakan persentase dari perubahan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya terhadap periode sekarang, dalam satuan persen. Otoritas moneter mengeluarkan kebijakan moneter dengan menggunakan instrumen-instrumen kebijakan moneter yaitu OPT, GWM, Discount Rate Policy¸ Persuasi Moral
Giro Wajib Minimum
Jumlah Uang Beredar (M2)
Total Kredit
Pertumbuhan ekonomi
Suku Bunga Deposito
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Keterangan: : Variabel yang digunakan. : Ruang lingkup analisis VECM. : Persamaan VECM yang akan dibahas. : Hubungan dua arah.
2.5.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori dan konsep yang relevan serta hasil penelitian terdahulu
mengenai penetapan GWM di Indonesia, maka dapat diberikan jawaban sementara atas permasalahan yang ada. Hipotesis tersebut: 1.
Perubahan GWM akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
2.
Perubahan M2 akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
3.
Perubahan kredit akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah time series yang
merupakan data kuantitatif kuartalan pada periode 1990:1 sampai dengan 2005:4. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder yang didapatkan dari internet, lembaga-lembaga seperti Bank Indonesia, Biro Pusat Statistik dan lembaga lainnya serta beberapa bahan pustaka lainnya berupa literatur dari buku-buku, majalah yang berhubungan dengan topik penelitian. Berikut akan diuraikan data apa saja yang akan dipakai : nilai total GWM, total kredit yang disalurkan oleh Bank Umum, suku bunga deposito satu bulan, jumlah uang beredar, dan pertumbuhan ekonomi dalam persen.. Karena sampel penelitian dari tahun 1990 sampai 2005, maka akan ditambahkan variabel dummy untuk masa krisis. Pengolahan data pada penelitian kali ini akan menggunakan software Micofit 4.0 dan Microsoft Excel.
Tabel 3.1. Keterangan dan Simbol Data No 1 2 3 4 5 6
Variabel Nilai GWM Total Kredit Suku Bunga Deposito 1 bulan Jumlah Uang Beredar Pertumbuhan Ekonomi Dummy Krisis
Simbol GWM CR Dep M2 Y D
Satuan Milyar Rupiah Milyar Rupiah Persen Milyar Rupiah Persen -
Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.
Semua data yang digunakan dalam penelitian ini akan diubah bentuknya kedalam logaritma natural kecuali data yang sudah dalam persen. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan analisis yang akan diberikan ketika dilakukan IRF dan FEVD.
3.2.
Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dengan menggunakan pendekatan
ekonometrika, yaitu analisis dengan menggunakan Vector Autoregression (VAR). Uji kausalitas VAR merupakan generalisasi dari metodologi uji kausalitas Granger. Tidak digunakannya uji kausalitas Granger karena Granger Test bersifat bivariat, sedangkan VAR bersifat multivariat. Sehingga implikasi kausalitas yang dihasilkan oleh Granger Test tidak sesuai dengan fenomena nyata mengingat estimasi parameter yang bias akibat penghilangan variabel bebas lain yang sebenarnya relevan bila dimasukkan dalam sistem persamaan. Secara keseluruhan metode yang akan digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam tiga tahap yaitu: 1)
Pengujian nonstasioneritas data dengan menggunakan uji augmented Dickey-Fuller. Apabila hasil uji ADF mengandung akar unit, maka dilakukan penarikan diferensial sampai data stasioner. Karena variabel dalam analisis tidak stasioner pada level, maka pendekatan VAR harus dikombinasikan dengan vector error correction model (VECM).
2)
Menentukan lag optimal dengan menggunakan uji likelihood ratio. Kemudian dari ordo VAR (k-1) maka digunakan pendekatan Johansen untuk memperoleh rank kointegrasi dengan tujuan mendapatkan
persamaan kointegrasi jangka panjang. Setelah jumlah rank kointegrasi ditentukan maka dapat dilakukan pendekatan VECM. 3)
Perilaku guncangan suatu variabel dan peran masing-masing guncangan terhadap variabel tertentu dianalisis dengan menggunakan Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD)
3.2.1. Model Analisis Data Dengan memasukkan variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian kali ini, maka persamaan VAR yang akan terbentuk sesuai variabel yang akan dianalisis adalah: GWMt = a11GWMt-1+a12Crt-1+a13Dept-1 + a14M2t-1 +a15Yt-1 +b11GWMt-2 +b12Crt-2+ b13Dept-2 + b14M2 t-2 +b 15Y t-2 + D t + ε1t CRt
= a21GWMt-1 + a22Crt-1 + a23Dept-1 + a24M2t-1 + a25Yt-1 + b21GWMt-2 + b22Crt-2+ b23Dept-2+b24M2 t-2+b24Y t-2 + D t +ε2t
DEPt =
(3.3)
= a41GWMt-1+ a42Crt-1+ a43Dept-1+ a44M2t-1 + a45Yt-1+ b41GWMt-2 + b42Crt-2 + b43Dept-2+ b44M2 t-2+ b45Y t-2+ D t + ε4t
Yt
(3.2)
a31GWMt-1 + a32Crt-1+ a33Dept-1+ a34M2t-1+ a35Yt-1+ b31GWMt-2 + b32Crt-2+ b33tDept-2 + b34M2 t-2 +b35Y t-2 + D t + ε3t
M2t
(3.1)
(3.4)
= a51GWMt-1 + a52Crt-1 + a53Dept-1 + a54M2 t-1+ a55Y t-1+ b51GWMt-2 + b52Crt-2+ b53Dept-2 + b 54M2 t-2 +b 55Y t-2 + D t +ε5t
Keterangan: GWM
: Giro Wajib Minimum
CR
: Total kredit
(3.5)
DEP
: Suku Bunga Deposito 1 bulan
M2
: Jumlah Uang Beredar
Y
: Pertumbuhan ekonomi
D
: Dummy Krisis
t
: pengamatan ke-t
ε
: error Dari persamaan di atas, maka untuk mendapatkan jawaban dari
permasalahan jangka panjang maka model VAR harus dikombinasikan dengan VECM sehingga persamaan akan menjadi sebagai berikut: k −1
∆xt = ∑ Γ i ∆xt −1 + µ0 + µ1t + αβ ' xt −1 + ε t
(3.6)
i =1
Error termnya ( ε 1t , ε 2t , ε 3t , ε 4 t , ε 5t , ε 6t , ε 7 t ) yaitu sisaan (dugaan error term) akan menjadi fokus utama. ε it dapat diintepretasikan sebagai inovasi atau guncangan dari variabel yang kita inginkan, sehingga dampak guncangan sebuah variabel terhadap variabel lainnya dapat dianalisis. Dengan merestriksi persamaan VAR atau VECM diatas akan menyebabkan jumlah parameter sama dengan jumlah persamaan (exact identified) sehingga error ε 1t , ε 2t , ε 3t , ε 4 t , ε 5t , ε 6t , ε 7 t dapat diidentifikasi dan diperoleh pure innovation dari ε 1t , ε 2t , ε 3t , ε 4 t , ε 5t , ε 6t , ε 7 t . Dengan diperoleh pure innovation maka analisis selanjutnya dapat dimulai yaitu IRF (Impulse Response Function) dan FEVD (Forecast Error Variance Decomposition).
3.2.2. Uji Stasioneritas Data Hal penting yang berkaitan dengan studi atau penelitian yang menggunakan data time series adalah stasioneritas. Deret waktu dikatakan stasioner jika secara stokastik data menunjukan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data, secara kasarnya data harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Data yang tidak stasioner akan menghasilkan apa yang dinamakan regresi rancu atau Spurious Regression, yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak atau tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur keberadaan stasioneritas, salah satunya adalah dengan menggunakan Augmented Dicky Fuller (ADF) Test. Jika nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai Mc Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Solusi yang dapat dilakukan apabila beradasarkan uji ADF diketahui suatu data time series tidak non stasioner adalah dengan melakukan difference non stationary processes. ADF test pada dasarnya melalui estimasi terhadap persamaan regresi sebagai berikut yang menyertakan intersep dan trend : m
∆ Yt = β1 + β2 t + δYt-1 + ai
∑
∆Yt-1 + εt
(3.7)
i =1
dimana εt adalah white noise dan ∆Yt-1= Yt-1 – Yt-2 pada ADF yang akan diuji apakah δ=0. Dengan hipotesis alternatif δ<0, jika nilai dari t-hitung untuk δ lebih
kecil dari nilai ADFnya, maka hipotesis nol yang mengatakan bahwa data tidak stasioner ditolak terhadap hipotesis alternatifnya.
3.2.3. Penetapan Tingkat Lag Optimal Dalam analisis VAR sangatlah penting untuk menentukan lag yang optimal. Lag yang terlalu panjang akan membuang dengan percuma derajat bebas, sementara lag yang terlalu pendek akan mengakibatkan spesifikasi model yang salah. Menurut Enders (2000), pemilihan lag optimal dapat dibantu dengan menggunakan uji likelihood ratio (uji LR). Ketika ingin memilih apakah lebih baik menggunakan lag 8 atau 12 sebagai lag optimal, maka kita estimasi dulu kedua model VAR tersebut kemudian kita bentuk matriks varians dan kovarians dari residual kedua model tersebut. Setelah itu kita gunakan uji LR yaitu sebagai berikut: Likelihood Ratio Statistics = (T − c )(log
∑
8
−
∑
12
)
(3.8)
dimana: T
= jumlah observasi,
c
= jumlah parameter estimasi pada tiap sistem persamaan VAR,
log
∑
n
= logaritma natural dari determinan
∑
n
.
Statistik ini memiliki distribusi asimtot sebesar χ 2 dengan derajat bebas sebesar jumlah restriksi dalam sistem. Nilai statistik Likelihood Ratio yang lebih besar dari nilai χ 2 menandakan bahwa kita dapat menolak hipotesis nol bahwa lag optimal adalah delapan. Tetapi bila nilai statistik Likelihood Ratio lebih kecil
daripada nilai χ 2 pada suatu tingkat kepercayaan yang telah ditentukan, maka kita tidak dapat menolak hipotesis nol bahwa lag optimal adalah delapan. Untuk menetapkan besarnya lag yang optimal (lag length criteria), sebenarnya dapat digunakan kriteria lain seperti Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Bayesian Criterion (SBC) dan Hannan-Quinn Criterion (HQC). Besarnya lag yang optimal ditentukan oleh lag yang memiliki nilai kriteria terkecil di antara ketiga kriteria tersebut.
3.2.4. Uji Kointegrasi Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabelvariabel yang mekipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linier antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner (Thomas, 1997). Karena itu kointegrasi dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menghindari masalah spurious regression (regresi palsu). Sebagai syarat agar ada keseimbangan jangka
panjang, maka galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nilai nol, dengan kata lain error term harus menjadi sebuah data time series yang stasioner. Salah satu cara untuk menguji kointegrasi antara dua variabel, misalnya
Xt dan Yt ,
adalah dengan menggunakan tes kointegrasi Johansen.
3.2.5. Impulses Responses Functions (IRF) VAR merupakan metode yang akan menentukan sendiri struktur dinamisnya dari sebuah model. Setelah melakukan uji VAR, diperlukan adanya metode yang dapat mencirikan struktur dinamis yang dihasilkan oleh VAR secara
jelas. Menurut Sims cara yang paling baik untuk dapat mencirikan struktur dinamis dalam model adalah dengan menganalisa respon dari model (sistem) terhadap guncangan (shock). IRF dapat melakukan hal ini dengan menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap guncangan dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya (Thomas, 1997).
3.2.6. Variance Decompositions (VD) Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel makro yang ditunjukkan oleh perubahan varians error dipengaruhi oleh variabel lainnya adalah Variance Decomposition (VD). Metode ini dapat mencirikan struktur dinamis dalam model VAR. Dengan metode ini pula dapat dilihat
kekuatan
dan
kelemahan
dari
masing-masing
variabel
dalam
mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. Dekomposisi varians merinci varians dari error peramalan (forecast) menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Dengan menghitung persentasi squared prediction error k-tahap kedepan dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel lain, dapat dilihat seberapa besar error peramalan variabel tersebut disebabkan oleh variabel itu sendiri dan variabel-variabel lainnya.
IV. GAMBARAN UMUM
4.1.
Giro Wajib Minimum (GWM) Cadangan primer atau yang umum dikenal dengan Giro Wajib Minimum
(GWM) adalah instrumen tidak langsung yang merupakan ketentuan dari Bank Sentral yang mewajibkan bank-bank memeloihara sejumlah alat likuid sbesar presentase tertentu dari kewajiban lancarnya (Ascarya, 2002). Instrumen ini diberlakukan pertama kali pada tahun 1957 dimana bank-bank diwajibkan memelihara cadangan sebesar 30% dari total depositonya. Dalam rangka mendorong, mempertahankan dan memelihara kelangsungan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, perluasan kesempatan kerja dan kestabilan moneter, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijaksanaan dibidang keuangan, moneter dan perbankan pada tanggal 27 Oktober 1988. Paket kebijakan tersebut berupa: 1.
Kemudahan mendirikan bank,
2.
Penurunan kewajiban likuiditas minimum dari 15 persen menjadi 2 persen.
3.
Pajak bunga deposito
4.
BUMN dapat menanam dana pada bank swasta.
paket kebijaksanaan ini secara bersama-sama dan saling menunjang dengan kebijakan disektor lain diharapkan dapat meningkatkan pengerahan dana masyarakat guna membiayai kegiatan pembangunan, mendorong ekspor nonmigas, meningkatkan efisiensi lembaga-lembaga keuangan dan perbankan,
menciptakan iklim pengembangan pasar modal dan meningkatkan kemampuan pengendalian moneter. Adisti (2005) mengatakan, dalam pertimbangan surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No 29/87A/KEP/DIR tanggal 11 September 1996 disebutkan bahwa persentase GWM yang berlaku belum cukup memadai dalam mendukung terciptanya prinsip kehati-hatian perbankan dan kestabilan moneter. Melihat pertimbangan tersebut pada dasarnya persentase GWM mengandung dua tujuan, yaitu tujuan sisi makro ekonomi dan sisi mikro perbankan. 1.
Makro ekonomi, dalam rangka pencapaian target moneter yaitu pengendalian uang beredar khususnya yang berasal dari kredit perbankan. Semakin besar GWM yang dipersyaratkan, semakin kecil angka pengganda uang (APU) yang ditimbulkan karena akan mengurangi kemampuan bank dalam melakukan ekspansi usaha, khususnya dalam pemberian kredit.
2.
Mikro perbankan, semakin besar persentase GWM semakin besar pula kemampuan perbankan dalam memelihara dan menjaga likuiditasnya.
4.2.
Perhitungan Neraca GWM Bank Menurut Hasibuan (2005), perhitungan dan pelaporan neraca GWM bank
telah ditetapkan Bank Indonesia (BI). Dalam perkembangannya, pembentukan cadangan wajib bagi perbankan yang dikenal dengan istilah reserve requirement (RR), kemudian diubah dengan diberlakukannya GWM pada tahun 1996. Perhitungan GWM bank di Indonesia, rumusnya telah mengalami perubahan,
dimana sebelum tahun 1996 perhitungannya berdasarkan jumlah kas, saldo rekening di bank lain dan saldo giro di Bank Indonesia dibagi dana pihak ketiga. Dimana persentase sejak tahun 1967 hingga 31 Desember 1977 sebesar 30% RR =
Kas + Saldo rek . di Bank Lain + Saldo rek . Giro di BI x 100% Dana Pihak Ketiga ( DPK )
(4.1)
Pada tahun 1978 sampai dengan 27 Oktober 1988 persentasenya diturunkan sebesar 15%, namum perhitungannya masih sama dengan sebelumnya. Setelah dikeluarkannya Paket Kebijakan pada tahun 1988, maka perhitungan terhadap RR mengalami perubahan, dimana komponen cadangan wajib yang harus dijaga adalah kas, dan rekening giro pada BI saja. Persentasenya pun mengalami penurunan hanya 2 persen. Kemudian persentasenya dinaikkan menjadi 3 persen pada 1 Februari 1996. GWM =
Kas + Saldo rek . Giro di BI x100% Dana Pihak Ketiga ( DPK )
(4.2)
Pada 30 April 1997, terjadi perubahan kembali pada komposisi perhitungan GWM dimana komponen cadangan wajib hanya giro pada BI saja. Perhitungan tersebut masih digunakan sampai sekarang. Rasio GWM yang ditetapkan hingga Juni 2004 adalah 5 persen. GWM =
Saldo rek . Giro di BI x100% DPK
(4.3)
Terdapat dua jenis GWM, yaitu GWM berdasarkan nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) dan GWM berdasarkan total dana pihak ketiga. Pada bulan Juli 2004 Bank Indonesia menaikkan GWM untuk menyerap likuiditas didalam sistem perbankan menghadapi lemahnya nilai tukar rupiah.
Bank Indonesia melakukan penyempurnaan ketentuan GWM yang semula 5% menjadi sebagai berikut: 1)
Bank dengan total Dana Pihak Ketiga (DPK) diatas Rp 50 trilliun dikenakan tambahan menjadi 8%,
2)
Bank dengan DPK antara Rp 10 trilliun sampai Rp 50 trilliun dikenakan tambahan sebesar 2%,
3)
Bank dengan DPK antara Rp 1 trilliun sampai Rp 10 trilliun dikenakan tambahan sebesar 1% menjadi 6%,
4)
Bank dengan DPK dibawah Rp 1 trilliun tidak diberlakukan kenaikan GWM sehingga GWM harus dipelihara sebesar 5%,
disamping itu Bank Indonesia juga memberikan jasa giro dari simpanan GWM sebesar 3% (Bank Indonesia, 2004). Kemudian Bank Indonesia melakukan penyempurnaan peraturannya pada bulan September 2005 dengan mengeluarkan kebijakan baru berupa menaikkan GWM Rupiah berbasis LDR dengan rincian: 1)
Bank dengan LDR diatas 90% dikenakan tambahan 0 persen,
2)
Bank dengan LDR antara 75% - 90% dikenakan tambahan 1 persen,
3)
Bank dengan LDR antara 60% - 75% dikenakan tambahan 2 persen,
4)
Bank dengan LDR antara 50% - 60% dikenakan tambahan 3 persen,
5)
Bank dengan LDR antara 40% - 50% dikenakan tambahan 4 persen,
6)
Bank dengan LDR dibawah 40% dikenakan tambahan 5 persen,
Bank Indonesia juga menaikkan imbalan jasa giro dari simpanan GWM yang semula 3% menjadi 5,5% untuk seluruh tambahan GWM Rupiah diatas 5% (Kompas, 2005).
4.3.
Kondisi Perekonomian Indonesia Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun. Dari
tahun 1990 hingga tahun 1994 Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil. Pada tahun 1995 hingga tahun 1996 terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi yang mendekati angka 10 persen (Gambar 6). Akan tetapi, ketika krisis nilai tukar mulai melanda Asia pada tahun 1997, juga melanda Indonesia. Krisis yang bermula dari krisis moneter tersebut telah berubah cepat menjadi krisis ekonomi, krisis sosial budaya, krisis politik sehingga menjadi krisis multi-dimensi. Hal tersebut dapat terlihat dari penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 1997. Kondisi ini bertambah parah dimana pada tahun berikutnya pertumbuhan ekonomi Indonesia bernilai negatif. Indonesia kemudian berusaha untuk bangkit dari kondisi tersebut dengan melakukan berbagai perjanjian hutang dengan naegara-negara donor. Hal itulah yang pada akhirnya dapat membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali menjadi positif walaupun masih meleset
15 10 5 0 19 90 19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05
Persen
dari target pertumbuhan yang ditetapkan oleh pemerintah.
-5 -10 -15 -20
Tahun Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.
Gambar 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
4.4.
Perkembangan Total Kredit Bank Umum Kondisi perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat krisis yang diawali
oleh nilai tukar, membawa dampak terhadap sektor lain. Salah satu sektor yang terkena dampaknya adalah sektor kredit. Pada periode sebelum krisis, jumlah kredit yang diberikan oleh bank umum mempunyai kecenderungan untuk meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 7. Ketika krisis terjadi pada tahun 1997, banyak masyarakat yang mengajukan kredit untuk menolong usaha mereka agar tetap bisa bertahan. Hal tesebut terkait dengan banyaknya pinjaman jangka pendek pihak swasta yang didenominasikan dalam mata uang asing mengalami peningkatan nilai jatuh tempo akibat krisis nilai tukar. Akan tetapi, karena pada kondisi perekonomian belum pulih, maka kredit-kredit yang disalurkan oleh bank umum banyak yang menjadi kredit bermasalah. Karena banyaknya kredit yang bermasalah, maka dari tahun 1999 hingga tahun 2000 terjadi penurunan jumlah pemberian kredit. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak terhadap perekonomian karena dengan begitu kesempatan masyarakat
600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 19 90 19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05
Milyar Rp
untuk berinvestasi akan berkurang.
Tahun
Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.
Gambar 7. Perkembangan Kredit Bank Umum
4.5.
Perkembangan Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian
bagi Bank Sentral. Jumlah yang beredar berkaitan erat dengan inflasi dan output. Pada tahun 1984 pemerintah menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan maksud sebagai pengendalian moneter (Warjiyo dan Solikin, 2003). Seperti yang terlihat pada gambar 8 dibawah ini, jumlah uang beredar di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Akan tetapi ketika terjadi krisis pada tahun 1997, terlihat bahwa jumlah uang beredar mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan tahun-tahun yang lain. Hal ini dikarenakan untuk mencegah kehancuran sektor perbankan, Bank Indonesia menyuntik dana ke sektor perbankan dalam jumlah yang sangat besar, yang selanjutnya berakibat pada melonjaknya laju inflasi.
milyar Rp
1200000 1000000 800000 600000 400000 200000
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
19 90
0
tahun
Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.
Gambar 8. Perkembangan Jumlah Uang Beredar
4.6.
Perkembangan Suku Bunga Deposito Suku bunga deposito di Indonesia, selama periode sebelum krisis berada
pada kisaran 20 persen. Hal tersebut terkait dengan kondisi perekonomian yang
relatif stabil sehingga suku bunga deposito juga tidak terlalu berfluktuatif. Pada masa tersebut, Indonesia mengalami peningkatan aliran modal masuk yang sangat tinggi sehingga jalur suku bunga cukup baik mentransmisikan pengaruh kebijakan moneter. Pada saat terjadi krisis ekonomi, Bank Indonesia melakukan berbagai macam kebijakan dalam menjaga kestabilan nilai tukar, salah satunya dengan meningkatkan suku bunga SBI hingga mencapai 60 persen. Peningkatan suku bunga SBI tersebut akan meingkatkan suku bunga deposito, sehingga pada masa krisis, suku bunga deposito mengalami kenaikan yang cukup besar. Setelah tahun 2000, pemerintah mulai dapat menurunkan suku bunga SBI. Hal tersebut akan mendorong suku bunga deposito untuk turun juga. Seperti yang disajikan dalam gambar 9, suku bunga deposito mulai mengalami penurunan setelah mengalami peningkatan yang cukup tajam pada tahun 1999 dan mulai stabil hingga akhir
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
60 50 40 30 20 10 0 19 90
Persen
2005.
Tahun
Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.
Gambar 9. Perkembangan Suku Bunga Depositio
V.
5.1.
PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, DAN KREDIT TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
Pengujian Non Stasioneritas Analisis data time series memerlukan pengujian terlebih dulu terhadap
ketidakstasioneran data dengan melihat keberadaan akar unit di dalam variabel. Hal ini dilakukan agar tidak akan menghasilkan hubungan yang spurious antara variabel-variabel dalam persamaan (Thomas, 1997). Sehingga sebelum analisis VAR dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji non stasioneritas data dengan menggunakan uji ADF. Nilai mutlak tes statistik ADF dengan trend atau tanpa trend untuk setiap variabel harus lebih besar dibandingkan nilai mutlak kritis ADF 95 persen yaitu pada -2,9303 (tanpa trend) dan -3,5162 (dengan trend) untuk level dan pada first difference -2,932 (tanpa trend) dan -3,5189 (dengan trend). Nilai statistik ADF berikut dipilih karena memiliki nilai SBC terbesar. Apabila nilai ADF dari pengujian akar unit ini lebih kecil maka kita dapat menolak hipotesis nol yang menyatakan bahwa terdapat akar unit dalam variabel. Berdasarkan hasil pengujian, terdapat dua variabel yang stasioner pada level yaitu suku bunga deposito dan pertumbuhan ekonomi. Karena ketiga variabel lainnya tidak stasioner pada tingkat level, sehingga uji ADF dilanjutkan pada data first difference-nya. Setelah dilakukan pengujian pada First Difference-nya, ditemukan bahwa semua variabel sudah stasioner pada kondisi ini. Hal ini menandakan bahwa semua variabel terintegrasi pada ordo satu (I(1)). Tabel 5.1 adalah hasil
pengujian atas keberadaan akar unit pada variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Tabel 5.1. Uji Akar Unit Variabel VECM Variabel
GWM M2 Dep CR Y
Level Nilai ADF Tanpa Dengan Trend Trend -1.9661 -1.5036 -1.6639 -0.63079 -3.0133 -3.0602 -0.68708 -1.5922 -7.8523 -7.8973
First Difference Nilai ADF Tanpa Dengan Trend trend -7.2235 -7.5281 -5.2535 -5.6107 -4.3234 -4.2813 -5.0899 -5.0515 -8.6267 -8.5442
Sumber: Lampiran 2 dan 3. Keterangan: Tes akar unit dilakukan dengan menggunakan Microfit 4.0, nilai kritis ADF 95 persen pada level tanpa trend adalah -2,9303 dan dengan trend adalah -3,5162, nilai kritis ADF 95 persen pada First Difference tanpa trend adalah -2,932 dan dengan trend adalah -3,5189.
Menurut Sims dalam Enders (2000) tidak direkomendasikan untuk menggunakan data first difference dalam menganalisis sebuah metode VAR. Sims mengatakan bahwa tujuan analisis VAR adalah untuk melihat hubungan antar variabel dan bukan menghitung estimasi parameternya. Ia menambahkan bahwa hasil analisis VAR yang menggunakan data first difference akan menghilangkan informasi jangka panjang mengenai hubungan antar variabel dalam sistem tersebut (seperti kemungkinan adanya hubungan kointegrasi antar variabel) dan hasil analisis akan berdasarkan pada parameter jangka pendeknya saja. Itulah sebabnya karena semua variabel dalam pendekatan ini terintegrasi pada ordo satu, maka metode VAR akan dikombinasikan dengan metode VECM sehingga hubungan jangka panjang antar variabel dapat dianalisis.
5.2.
Pengujian Lag Optimal Penggunaan lag optimal sangat penting dalam pendekatan VAR karena lag
dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen. Ada beberapa cara dalam melihat lag optimal, yaitu dengan melakukan uji likelihood ratio (LR test). Uji statistik dimulai dari nilai-p (p-value) tertinggi hingga lebih kecil dari nilai nyatanya. Ordo optimal adalah jumlah lag sebelum tercapai nilai-p pertama kali tidak nyata pada α=0,05. Berdasarkan hasil pengujian lag VAR dengan menggunakan uji LR, maka diperoleh lag optimal VAR yaitu 4.
5.3.
Uji Kointegrasi Menurut Enders (2000) apabila ada kombinasi linear antara variabel non
stasioner yang terintegrasi pada ordo yang sama, maka kondisi tersebut dinamakan kointegrasi. Kointegrasi digunakan untuk memperoleh persamaan jangka panjang yang stabil. Dalam analisis ini, uji kointegrasi digunakan untuk melihat apakah metode VECM dapat digunakan atau tidak. Apabila terdapat lebih dari nol rank koinegrasi, maka metode VECM dapat digunakan. Uji kointegrasi yang dipakai adalah Johansen Maximum Likelihood test. Uji Johansen Maximum Likelihood test dapat dilakukan dengan terlebih dulu mengurangi ordo VAR (k) menjadi (k-1) sehingga diperoleh persamaan VECM (k-1), sehingga dalam analisis ini VECM yang digunakan memiliki ordo 3. Hasil uji kointegrasi Johansen tercantum dalam Tabel 5.2. Jumlah rank kointegrasi dalam uji Johansen dapat dipilih berdasarkan maximal eigenvalue dan trace of the stochastic matrix. Bila nilai kritis lebih besar
dari nilai uji LR, maka kita dapat menerima hipotesis nol yang menyatakan jumlah rank kointegrasi. Cara lain dalam menentukan rank kointegrasi adalah dengan memilih rank kointegrasi yang memiliki kriteria SBC atau HQC terbesar. Tabel 5.2. Uji Kointegrasi Johansen A. Uji Likelihood Ratio (LR) Tipe Pengujian H0 H1 LR-test Nilai kritis=0,05 1. Didasarkan pada r=0 r=1 89.3189 37.8600 maximal eigenvalue r<=1 r=2 63.6512 31.7900 of the stochastic r<=2 r=3 34.0607 25.4200 matrix r<=3 r=4 10.4865 19.2200 r<=4 r=5 0.95858 12.3900 2. Didasarkan pada r=0 r>=1 198.4758 87.1700 trace of the r<=1 r>=2 109.1570 63.0000 stochastic matrix r<=2 r>=3 45.5058 42.3400 r<=3 r>=4 11.4451 25.7700 r<=4 r>=5 0.95858 12.3900 B. Selection Criteria r=0 R=1 r=2 R=3 r=4 R=5 1. SBC -263.904 -239.799 -224.417 -219.719 -222.697 -226.329 2. HQC -225.396 -194.873 -174.356 -165.808 -166.219 -168.567 Sumber: Lampiran 5. Keterangan: SBC = Schwarz Bayesian Criterion; HQC = Hannan-Quinn Criterion.
Hasil pengujian menunjukkan terdapat tiga rank kointegrasi atau r=3. Hasil ini didasarkan baik pada maximal eigenvalue maupun trace of the stochastic matrix, dimana pertama kali hipotesis nol tidak dapat ditolak pada kedua uji adalah pada r<=3. Selanjutnya untuk memastikan jumlah rank kointegrasi, dapat dilihat pada nilai SBC dan HQC terbesar yang ternyata terletak pada r=3. Konsisten dengan kriteria SBC terbesar, maka rank kointegrasi yang dipilih adalah r=3. Karena itulah maka rank kointegrasi yang dipilih adalah r=3. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara multivariat dari lima persamaan, terdapat tiga persamaan yang terkointegrasi secara linear.
Dari hasil estimasi VECM akan digunakan untuk memperoleh inovasi (residual) yang akan digunakan untuk analisis VAR. Setelah
diketahui
rank
kointegrasi, maka dapat dibuat restriksi umum (general restriction atau just identifying restriction) berdasarkan metode Johansen, yaitu dengan membuat matiks identitas. Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:
1 0 0 β 14 β 15 β 16 β ′ = 0 1 0 β 24 β 25 β 26 0 0 1 β 34 β 35 β 36 Berdasarkan hasil restriksi umum atau just identifying restriction, maka akan didapatkan hasil estimasi VECM. Hasil estimasi tersebut akan digunakan untuk memperoleh inovasi (residual) yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya. Pada penelitian kali ini hanya akan membahas persamaan VECM untuk pertumbuhan ekonomi, berikut akan ditampilkan hasil estimasi VECM untuk pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Tabel 5.3. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek untuk Variabel Pertumbuhan Ekonomi Regressor Intersep dLCR1 dLM21 dY1 ddep1 dLGWM1 dLCR2 dLM22 dY2 ddep2 dLGWM2 Dummy
Koefisien -51.7842 13.3870 -15.7265 1.1535 -.079308 4.4243 25.0947 10.3274 0.65958 -0.62364 -2.8277 -1.2187
Sumber: Lampiran 7. Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 5%.
Probabilitas 0.408 0.256 0.519 0.000* 0.801 0.251 0.028* 0.758 0.000* 0.022* 0.455 0.776
Untuk variabel pertumbuhan ekonomi, hasil estimasi VECM jangka pendek ditampilkan pada tabel 5.3. Berdasarkan hasil estimasi, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi secara nyata oleh pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya, pertumbuhan ekonomi dua periode sebelumnya, pertumbuhan kredit dua periode sebelumnya dan pertumbuhan suku bunga deposito dua periode sebelumnya, variabel lain tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya mengalami kenaikan sebesar satu persen, maka hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,15 persen. Sedangkan jika terjadi kenaikan satu persen pada pertumbuhan ekonomi dua periode sebelumnya maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0,66 persen. Jika terjadi peningkatan jumlah kredit dua periode sebelumnya sebesar satu persen, hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 25,09 persen. Ketika kredit pada periode sekarang bertambah, maka hal terebut akan meningkatkan investasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jika terjadi kenaikan suku bunga deposito sebesar satu persen, hal itu akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,623 persen. Dalam jangka pendek hal tersebut dapat terjadi karena penentuan suku bunga deposito terkait dengan suku bunga SBI, jika suku bunga deposito mengalami peningkatan, suku bunga SBI telah mengalami peningkatan sebelumnya, dan akibat peningkatan SBI, masyarakat lebih tertarik untuk menanamkan uangnya pada SBI dibandingkan dalam deposito, sehingga kenaikan tersebut berdampak
terhadap jumlah uang beredar, dimana kurva LM akan bergeser kekiri dan akan menurunkan pertumbuhan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan persamaan jangka panjang untuk pertumbuhan ekonomi yang terbentuk berdasarkan hasil restriksi adalah: Y
= 0.13685DEP + 1.8181GWM - 0.19781Trend
(5.1)
Dalam persamaan pertumbuhan ekonomi jangka panjang (5.1) jika terjadi kenaikan suku bunga deposito sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,136 persen. Kenaikan suku bunga deposito sebesar satu persen tersebut akan mengakibatkan masyarakat lebih banyak menanamkan uangnya pada deposito di bank. Kenaikan dalam deposito dapat dikatakan sebagai kenaikan tabungan. Jika tabungan sama dengan investasi, maka kenaikan tabungan akan meningkatkan investasi dan kenaikan investasi tersebut akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan jika terjadi kenaikan GWM sebesar satu persen, maka pertumbuhan ekonomi juga akan bertambah sebesar 1,81 persen. Kenaikan rasio GWM merupakan salah satu kebijakan moneter yantg bersifat kontraksi, dimana jika rasio GWM dinaikkan maka jumlah uang beredar akan berkurang. Disisi lain, jika rasio GWM dinaikkan, maka likuiditas bank akan berkurang sehingga kemampuan bank untuk memberikan kredit akan berkurang. Berkurangnya kredit bagi perbankan berarti berkurangnya pendapatan bunga yang berasal dari kredit. Salah satu cara untuk meningkatkan likuiditas agar bank kembali dapat mengalokasikan kredit adalah dengan menambah jumlah penghimpunan dana pihak ketiga, salah satunya melalui tabungan. Dengan meningkatkan suku bunga
tabungan, maka diharapkan masyarakat akan menanamkan uangnya pada bank dalam bentuk tabungan. Dalam persamaan sebelumnya, jumlah tabungan akan sama dengan investasi, maka peningkatan tabungan akan meningkatkan investasi dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Walaupun pada penelitian kali ini membahas hasil estimasi VECM, akan tetapi fokus penelitian kali ini terletak pada inivasi-inovasi yang dapat terjadi. Hasil diatas digunakan sebagai hasil antara untuk memperoleh residual. Residual dari VECM ini selanjutnya akan digunakan untuk analisis pada IRF dan FEVD pada subbab selanjutnya.
5.4.
Respon Dinamis Pertumbuhan Ekonomi Impuls Response Function atau IRF merupakan cara yang paling baik
untuk mencirikan struktur dinamis yang dihasilkan VAR dengan menganalisa respon dari setiap variabel terhadap guncangan dari variabel tertentu. Guncangan yang digunakan adalah sebesar satu standar deviasi. IRF atau respon dinamis dari pertumbuhan ekonomi disebabkan karena adanya guncangan pada variabel M2, GWM, kredit, suku bunga deposito, pertumbuhan ekonomi dan itu sendiri. Respon dinamis pertumbuhan ekonomi akan ditampilkan pada gambar 10 hingga 14 dibawah ini. Jika terjadi guncangan sebesar satu standar deviasi pada variabel M2, pada triwulan pertama pertumbuhan ekonomi akan akan mengalami peningkatan sebesar 12 persen, akan tetapi pada triwulan kedua hingga ketiga terjadi penurunan kembali. Pada triwulan selanjutnya kembali naik. Fluktuasi ini akan berkurang pada triwulan ke-10 dan
pada triwulan ke-15 akan tercipta keseimbangan baru yang lebih besar 15 persen dari keseimbangan awal. Ketika dilakukan guncangan terhadap jumlah uang beredar, dalam hal ini jumlah uang beredar akan ditambah sebesar satu standar deviasi, hal tersebut merupakan salah satu kebijakan moneter uang ekspansif, dimana kebijakan tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Disisi lain, peningkatan
pertumbuhan
ekonomi
tersebut
juga
akan
mengakibatkan
peningkatan harga-harga secara umum. Peningkatan harga tersebut akan mengurangi daya beli masyarakat sehingga konsumsi juga akan berkurang. Berkurangnya konsumsi ini akan mengaikibatkan pertumbuhan ekonomi kembali mengalami penurunan.
Respon Pertumbuhan Ekonomi
LM2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 0
5
10
15
20
25 30 Triwulan
35
40
45
5050
Gambar 10. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Jumlah Uang Beredar Sementara jika terjadi guncangan sebesar satu standar deviasi pada GWM, pada triwulan pertama pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan yang cukup besar, yaitu 89 persen, akan tetapi pada triwulan selanjutnya pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan dan pada triwulan selanjutnya akan naik kembali. Fluktuasi yang diakibatkan oleh guncangan GWM akan mulai berkurang pada triwulan ke-12 setelah guncangan. Setelah triwulan ke-25, fluktuasi tersebut akan stabil dan tercipta pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada kisaran 6-8
persen setelah terjadi guncangan pada GWM. Jika pemerintah meningkatkan rasio GWM, hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari kebijakan moneter yang bersifat kontraktif. Kenaikan tersebut akan menurunkan jumlah uang beredar akan tetapi disisi lain akan meningkatkan suku bunga tabungan bank dalam rangka meningkatkan dana pihak ketiga. Apabila terjadi kenaikan dalam tabungan deposito, maka masyarakat akan lebih memilih untuk menanamkan uangnya pada bank. Peningkatan tabungan berarti peningkatan investasi. Jika terjadi kenaikan dalam investasi, maka hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan dalam pertumbuhan ekonomi disisi lain juga akan menyebabkan kenaikan harga-harga secara umum. Akibat kenaikan harga tersebut maka daya beli masyarakat akan berkurang sehingga konsumsi akan berkurang dan
akan
menurunkan
pertumbuhan
ekonomi.
Akan
tetapi
penurunan
pertumbuhan ekonomi masih lebih kecil jika dibandingkan dengan kenaikan yang terjadi sebelumnya sehingga efek akhir dari guncangan tersebut adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi. LGWM
Respon Pertumbuhan Ekonomi
1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
5050
Triwulan
Gambar 11. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan GMW Guncangan selanjutnya terjadi pada variabel kredit. Pada saat guncangan sebesar satu standar deviasi terjadi pada kredit, pada triwulan pertama akan terjadi
kenaikan sebesar 102,9 persen. Sementara pada triwulan ketiga yang terjadi adalah penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 184 persen. Fluktuasi pertumbuhan ekonomi akan berkurang pada triwulan ke-10 dan mulai menghilang ketika triwulan ke 20. Ketika efek dari guncangan tersebut menghilang, pertumbuhan ekonomi akan bertambah sebesar satu persen dalam jangka panjang. Jika pemberian kredit menjadi bertambah, hal tersebut akan meningkatkan investasi. Jika investasi bertambah hal tersebut akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi seperti telah dijelaskan sebelumnya, kenaikan pertumbuhan ekonomi disisi lain akan menyebabkan peningkatan harga-harga secara umum. Jika pendapatan tidak berubah, hal tersebut akan mengurangi daya beli
masyarakat
yang
akan
berdampak
pada
berkurangnya
konsumsi.
Berkurangnya konsumsi akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan. Hal tersebut yang akan menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi.
Respon Pertumbuhan Ekonomi
1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
5050
Triwulan
Gambar 12. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Kredit Jika guncangan terjadi pada suku bunga deposito, pertumbuhan ekonomi akan merespon hal ini dengan adanya penurunan hingga 52 persen pada triwulan pertama dan 117 persen pada triwulan kedua. Pada triwulan ketiga, terjadi peningkatan sebesar 112 persen, akan tetapi pada triwulan selanjutnya terjadi penurunan kembali sebesar 30 persen. Fluktuasi ini akan berkurang pada triwulan
ketujuh. Efek dari guncangan suku bunga akan menghilang pada triwulan ke-18 dimana tercipta keseimbangan baru yang lebih besar 2 persen dari keseimbangan semula. Kenaikan suku bunga deposito akan berdampak pada peningkatan tabungan. Tabungan dan konsumsi merupakan dua hal yang saling bersubstitusi dimana jika terjadi peningkatan tabungan maka konsumsi akan berkurang dan berlaku sebaliknya. Jika tabungan meningkat maka konsumsi akan berkurang, hal tersebut akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Disisi lain, tabungan mempunyai hubungan positif dengan investasi, dimana jika tabungan bertambah maka investasi juga akan bertambah. Akibat bertambahnya investasi, maka hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. DEP
Respon Pertumbuhan Ekonomi
1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
5050
Triwulan Horizon
Gambar 13. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Suku Bunga Deposito Sementara jika guncangan terjadi pada pertumbuhan ekonomi itu sendiri, pada triwulan pertama akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan hingga 339 persen dan terus belanjut hingga triwulan ketiga. Pertumbuhan ekonomi akan kembali mengalami kenaikan pada triwulan keempat. Pada triwulan kelima kembali terjadi penurunan. Fluktuasi ini akan berkurang pada triwulan ke-10 dan pada triwulan ke-25 akan menghilang serta tercapai
keseimbangan baru yang lebih besar 2,5 persen dari semula. Jika pertumbuhan ekonomi ditingkatkan sebesar satu standar deviasi, hal tersebut akan menyebabkan kenaikan harga. Jika pendapatan tidak berubah, maka kenaikan harga ini akan menyebabkan penurunan daya beli yang akan berdampak pada penurunan
konsumsi.
Penurunan
konsumsi
tersebut
akan
menyebabkan
pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan.
Respon Pertumbuhan Ekonomi
6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
5050
Triwulan
Gambar 14. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Pertumbuhan Ekonomi
5.5.
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Forecast Error Variance Decomposition atau FEVD adalah metode yang
digunakan untuk melihat bagaimana persentase perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan varians error dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Metode ini dapat mencirikan struktur dinamis model VAR, dimana dengan metode ini pula dapat dilihat kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. Hasil dari FEVD untuk variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan ditampilkan pada tabel 5.4.
Tabel 5.4. Forecast Error Variance Decomposition Variabel Endogen Kredit
Triwulan
M2
Y
GWM
Dep
1 3 6 9 12 15 20 1 3 6 9 12 15 20 1 3 6 9 12 15 20 1 3 6 9 12 15 20 1 3 6 9 12 15 20
Kredit 98,86 92,55 84,43 72,19 65,82 62,55 58,70 1,01 2,83 4,94 5,61 5,80 5,97 6,12 2,48 8,51 7,44 7,43 7,47 7,46 7,45 9,15 8,55 10,14 10,31 10,71 10,98 10,31 5,17 3,03 2,65 3,42 4,52 5,37 6,75
Proporsi Guncangan (%) M2 Y GWM 0,071 1,07 0,40 5,86 0,91 0,24 6,69 1,66 0,26 13,85 1,28 0,36 17,87 1,25 1,43 20,09 1,16 1,90 22,70 1,05 2,26 95,63 0,69 2,38 83,50 8,29 5,03 77,25 7,39 10,13 74,16 8,33 11,58 73,28 8,50 12,13 72,70 8,55 12,50 72,07 8,66 12,88 0,63 94,59 1,40 1,26 80,69 5,33 2,44 78,71 7,42 2,63 77,99 8,09 2,62 77,74 8,33 2,72 77,46 8,55 2,84 77,29 8,62 10,63 3,38 73,36 22,24 8,75 56,68 31,09 8,32 47,24 36,33 8,60 41,92 38,86 8,76 38,87 41,55 8,75 36,09 44,87 8,79 32,61 56,48 0,61 0,64 66,08 1,06 0,40 62,25 2,61 6,70 60,62 2,95 7,91 59,61 2,94 7,81 58,97 2,88 7,69 57,95 2,81 7,59
Dep 0,52 0,64 0,69 12,30 13,61 14,25 15,27 0,26 0,32 0,26 0,29 0,27 0,26 0,55 0,87 4,18 3,97 3,85 3,82 3,79 3,77 3,46 3,76 3,20 2,82 2,78 2,61 2,39 37,08 29,41 25,78 25,07 25,11 25,06 24,86
Sumber: Lampiran 9.
Dari hasil FEVD untuk variabel kredit, dalam jangka pendek guncangan pada kredit dipengaruhi oleh dirinya sendiri sebesar 98,86 persen. Jumlah uang
beredar hanya memberikan proporsi sebesar 0,071 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi mempengaruhi guncangan
kredit sebesar 1,07 persen.
GWM dan suku bunga deposito mempengaruhi kredit dengan proporsi masingmasing sebesar 0,40 persen dan 0,52 persen. Proporsi jumlah uang beredar dan suku bunga deposito dalam jangka panjang mempengaruhi kredit sebesar 22,70 persen dan 15,27 persen. Sementara itu dalam jangka panjang, variabel yang mempengaruhi kredit paling besar masih didominasi oleh kredit itu sendiri sebesar 58,70 persen. Pertumbuhan ekonomi dan GWM memberikan kontribusi sebesar 1,05 persen dan 2,26 persen terhadap guncangan kredit pada jangka panjang. Untuk variabel M2, hasil FEVD menunjukkan bahwa dalam jangka pendek jumlah uang beredar mempengaruhi dirinya sendiri sebesar 95,63 persen. Sementara kredit memberikan kontribusi terhadap guncangan jumlah uang beredar sebesar 1,01 persen. Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi kredit sebesar 0,69 persen. GWM dan suku bunga deposito mempengaruhi jumlah uang beredar dengan proporsi masing-masing 2,38 persen dan 0,69 persen. Dalam jangka panjang, uang beredar masih memiliki proporsi yang cukup besar dalam perubahan dirinya sendiri, yaitu 72,07 persen. Proporsi GWM terhadap perubahan jumlah uang beredar meningkat menjadi 12,88 persen. Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi jumlah uang beredar sebesar 8,66 persen dalam jangka panjang. Sedangkan kredit dan suku bunga deposito mempengaruhi uang beredar dalam jangka panjang sebesar 6,12 persen dan 0,25 persen. Untuk variabel pertumbuhan ekonomi, berdasarkan FEVD variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap fluktuasi yang terjadi pada adalah dirinya
sendiri yaitu sebesar 94,59 persen pada jangka pendek dan 77,29 persen pada jangka panjang. Sedangkan variabel lain seperti kredit, jumlah uang beredar, GWM dan suku bunga deposito mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada jangka pendek masing-masing sebesar 2,48 persen, 0,63 persen, 1,40 persen dan 0,87 persen. Sedangkan dalam jangka panjang, variabel-variabel tadi memberikan proporsi masing-masing sebesar 7,45 persen, 2,84 persen, 8,62 persen dan 3,77 persen. Hal ini mengindikasikan jika bahwa guncangan yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi bukan disebabkan oleh variabel moneter tetapi dipengaruhi oleh variabel fiskal. Hasil FEVD untuk suku bunga deposito menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, guncangannya paling dipengaruhi oleh jumlah uang beredar sebesar 56,48 persen dan suku bunga deposito itu sendiri sebesar 37,08 persen. Sementara kredit mempengaruhi guncangan suku bunga deposito sebesar 5,17 persen. Pertumbuhan ekonomi dan GWM memberikan pengaruh terhadap guncangan suku bunga deposito kurang dari satu persen dalam jangka pendek. Sedangkan dalam jangka panjang, tidak terdapat perubahan yang berarti dalam komposisi FEVD dimana jumlah uang beredar paling berpengaruh terhadap guncangan suku bunga deposito yaitu sebesar 57,95 persen. Suku bunga deposito hanya menberikan proporsi sebesar 24,86 persen terhadap guncangan dirinya sendiri. Kredit memberikan proprosi sebesar 6,75 persen dalam guncangan suku bunga deposito, sedangkan pertumbuhan ekonomi memberikan proporsi sebesar 2,81 persen. Sementara GWM memberikan proporsi sebesar 7,59 persen terhadap guncangan suku bunga deposito. Dari hasil FEVD, terlihat bahwa jumlah uang
beredar paling berpengaruh dalam guncangan yang terjadi pada suku bunga deposito. Semakin banyak uang beredar maka akan semakin banyak uang yang dipegang oleh masyarakat. Dengan jumlah uang yang lebih banyak, masyarakat dapat meningkatkan konsumsi mereka ataupun menanamkan uangnya di bank dalam bentuk deposito. Salah satu cara untuk menarik masyarakat agar mau menanamkan uangnya dalam deposito adalah dengan menaikkan suku bunga deposito itu sendiri, karena itulah guncangan pada suku bunga deposito lebih dipengaruhi oleh jumlah uang beredar disamping oleh dirinya sendiri.
VI.
6.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang
didapatkan dari penelitian kali ini antara lain: 1.
Variabel yang paling berpengaruh dalam perubahan pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Sedangkan variabel lain seperti GWM, kredit, suku bunga deposito dan jumlah uang beredar memiliki pengaruh yang paling kecil terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menandakan kebijakan moneter di Indonesia bersifat inflation targetting.
2.
Respon pertumbuhan ekonomi terhadap guncangan yang terjadi pada variabel lain dan dirinya sendiri pada jangka panjang akan kembali kekeseimbangan awal. Dalam jangka pendek, variabel yang direspon positif oleh pertumbuhan ekonomi adalah GWM, kredit, dan jumlah uang beredar sementara variabel lain direspon negatif.
3.
Berdasarkan hasil analisis, terdapat hubungan jangka pendek antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya, pertumbuhan ekonomi dua periode sebelumnya, kredit dua periode sebelumnya dan suku bunga deposito dua periode sebelumnya sedangkan variabel lain tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dalam jangka panjang, terdapat hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan GWM dan suku bunga deposito.
6.2
Saran Berdasarkan hasil analisis, maka berikut beberapa saran yang dapat
dikemukakan. 1.
Dari hasil analisis, uang beredar berpengaruh kepada sebagian besar variabel yang digunakan. Bank Sentral dapat menjaga jumlah uang beredar melalui instrumen-instrumen kebijakan moneter yang umum dipakai seperti suku bunga SBI atau melalui kebijakan GWM.
2.
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dapat dilakukan melalui variabel fiskal seperti pajak atau pengeluaran pemerintah.
3.
Untuk penelitian selanjutnya, dapat dimasukkan beberapa variabel dari segi penawaran dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Adisti, D M. 2004. Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum (GWM) Terhadap Inflasi di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ascarya. 2002. Instrumen-Instrumen Pengendalian Moneter. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia, Jakarta. Bank Indonesia. Beberapa Tahun Penerbitan. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. ____________. Beberapa Tahun Penerbitan. Statistik Ekonomi dan Moneter Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. ____________. Beberapa Tahun Penerbitan. Laporan Tahunan Bank Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. ____________. 2005. Statistik Perbankan Indonesia Vol. 4 No. 1 Desember 2005. Bank Indonesia, Jakarta. Boediono. 1985. Teori Moneter: Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi Nomor 5. Edisi 3. BPFE, Yogyakarta ________. 1994. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi. Universitas Indonesia, Jakarta. Departemen Perindustrian. 2006. ”Indikator Ekonomi”. www.dprin.go.id –PDB Indonesia [15 Januari 2006] Enders, W. 2000. Appllied Economic Time Series. John Wiley & Sons, New York. Hakim, L. 2004. Perbandingan Peranan Jalur Kredit Pada Masa Sebelum dan Ketika Krisis Ekonomi 1990.1-2000.4. Jakarta Hasibuan, M. S. P. 2005. Dasar-Dasar Perbankan. PT Bumi Aksara, Jakarta. Ima. 2005. “Upaya BI Meredam Gejolak Nilai Tukar Rupiah” [Kompas Online]. http://www.kompas.co.id/kompas cetak/0508/30/ [10 Januari 2005]. Jhingan, M. L. 1992. Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Koch, T. W, dan S. Scott Mac Donald. 1999. Bank Management 5th Edition. Thomson, South Western Laksani, C.S. 2004. Netralitas Uang di Indonesia Melalui Analisis Efektifitas Uang Beredar Dalam Mencapai Tujuan Ekonomi [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta. Manurung, J. J, A. H. Manurung, dan F. D. Saragih. 2005. Ekonometrika Teori dan Aplikasi. PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Mishkin, F. S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial Market 6th Edition. Columbia University Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Jakarta Rose, P. S. 1999. Commercial Bank Management 4th Edition. Mc. Graw Hill Companies. Inc Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Jilid 1. Erlangga, Jakarta Simorangkir, IP. 2000. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. Ghalia Indonesia, Jakarta Solikin, dan Suseno. 2002. Uang: Pengertian, Penciptaan, dan Peranannya dalam Perekonomian. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia, Jakarta Suyatno, T, HA Chalik, Made Sukada, T Yuniati, dan Djuhaepah T. 2003. DasarDasar Perkreditan Edisi Keempat. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Thomas, R. L. 1997. Modern Econometrics An Introduction. Addison-Wesley, England Tjahjono, E. D. dan S. Hendy. 1998. “Kebijakan Pengendalian Aliran Modal Masuk di Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Desember: 187-212 Todaro, P. M. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta Warjiyo, P. dan Solikin. 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia. Seri Kebanksentralan No. 6. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia, Jakarta
Warjiyo, P. 2004. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia: Sebuah Pengantar. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia, Jakarta Widyanti, R. D. 2005. Analisis Trade Off Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lampiran 1. Data Penelitian Periode 1990 Q1 Q2 Q3 Q4 1991 Q1 Q2 Q3 Q4 1992 Q1 Q2 Q3 Q4 1993 Q1 Q2 Q3 Q4 1994 Q1 Q2 Q3 Q4 1995 Q1 Q2 Q3 Q4 1996 Q1 Q2 Q3 Q4 1997 Q1 Q2 Q3 Q4 1998 Q1 Q2 Q3 Q4 1999 Q1 Q2 Q3 Q4 2000 Q1 Q2 Q3 Q4
GWM 896.667 997 1131.667 1213.667 400.667 439.667 482.667 487.333 1501.333 1537.667 1615.667 1746.333 1783 1806.667 1979.667 2185.667 2360 2355 2264.667 2526.333 2741.333 2810.333 3124 3395.333 4809 5788.667 6143.667 6683.333 7620.667 12206 12641.33 12496 14299 17286 18837 20810.67 22348.33 23729.33 25240 25126 26063.67 26941.33 27778.67 28372
Cr 52108.67 57719.33 65399 69686 71671.33 73986 72471 76081 78645.67 79450 78582.67 79325.33 78420.67 107108.3 113174.7 118154 124294.7 130077.7 138431.7 148576 155037 163544 174351 184241.7 191496 203517.3 215721.3 228525.3 240070.7 254854 271874.7 273409 275565.7 288542.3 295472 308061.3 286010.7 173248 159532.3 148949.7 134729.7 133003.3 139606 147735
Y 21.121 1.963 -7.282 4.199 12.879 -4.25 4.291 -8.522 27.151 -3.623 -3.329 -27.377 34.835 1.083 7.399 1.592 -1.162 2.667 3.703 -1.249 2.843 1.92 4.191 0.307 -0.731 2.82 5.89 2.031 -3.187 0.576 5.994 -2.057 -8.525 -8.747 2.743 -4.688 5.045 -1.042 3.804 -2.358 17.7518 -0.643 4.554 -0.319
Dep 15.3 15.6 17.913 20.76 23.607 24.627 21.763 20.963 20.19 19.267 17.463 16.123 15.09 14.517 12.9 10.837 10.35 11.31 12.883 13.88 15.647 16.937 17.237 16.867 17.113 17.043 16.877 16.7 16.127 15.52 24.78 27.84 32.933 53.64 56.06 51.597 37.7 29.35 14.39 12.32 11.347 10.433 11.103 11.79
M2 61033 67909.67 74097.33 81272.67 83283.33 85279 91186.33 97447 99470 104626 110538 117929 121144.7 122406 132035.7 141655.3 148651 151255.3 158909.3 169487 179238.3 186676 201662.7 216524.7 227768.7 243200.3 256201.3 278103.3 292891.3 305261 324172.7 342315.3 443587.3 504363.3 549272.3 553431.3 600844.3 618937 638675 638522 653460.7 677821 687330.7 724912
dummy 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampiran 1. Lanjutan Periode 2001 Q1 Q2 Q3 Q4 2002 Q1 Q2 Q3 Q4 2003 Q1 Q2 Q3 Q4 2004 Q1 Q2 Q3 Q4 2005 Q1 Q2 Q3 Q4
GWM 29555.67 29729 30257 31156 32379.67 32573 33510.33 34124.33 34928 35561.33 36781 37972.67 38257 38016 57074.67 59102 60921.33 61841 71176 88195.33
Cr 153829 167896.7 181525 196644.7 201295.3 217001 241383.7 264260.7 272913 293649 310985 333883.7 340738 364027 392409 425978.7 446020.3 485216.7 527720.7 557273
Y 0.81 0.999 2.357 -3.045 3.178 1.683 3.419 -3.461 3.289 2.037 2.784 -3.799 3.176 2.291 3.054 -1.5 2.329 1.692 3.055 -2.183
Dep 13.477 13.867 14.853 15.893 15.827 15.087 13.837 12.913 12.297 10.923 8.263 7.023 6.04 6.083 6.283 6.373 6.473 6.773 7.977 11.29
M2 753814 792329.7 776092.3 824753.3 835531 833332.3 856418.7 872321.3 877558 890130.7 906145 942221 939423.7 952986.7 980706.3 1009934 1016237 1054730 1118233 1179074
dummy 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampiran 2. Uji non stasioneritas pada level Unit root tests for variable LGWM The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ***************************************************************** 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -1.9985 24.7177 22.7177 20.6401 21.9067 ADF(1) -1.9681 24.7215 21.7215 18.6052 20.5050 ADF(2) -1.9398 24.7256 20.7256 16.5705 19.1036 ADF(3) -1.9594 24.8897 19.8897 14.6959 17.8623 ADF(4) -1.9661 34.2392 28.2392 22.0066 25.8062 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable LGWM The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ***************************************************************** 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -2.3163 26.4519 23.4519 20.3356 22.2355 ADF(1) -2.3298 26.5586 22.5586 18.4036 20.9367 ADF(2) -2.3515 26.6864 21.6864 16.4926 19.6590 ADF(3) -2.6152 27.4791 21.4791 15.2465 19.0461 ADF(4) -1.5036 34.9155 27.9155 20.6441 25.0770 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable LM2 The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ***************************************************************** 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -2.1481 109.9224 107.9224 105.8449 107.1114 ADF(1) -1.6639 112.8068 109.8068 106.6905 108.5903 ADF(2) -1.5380 112.9201 108.9201 104.7650 107.2981 ADF(3) -1.5753 113.0118 108.0118 102.8180 105.9843 ADF(4) -1.2140 115.0307 109.0307 102.7980 106.5977 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 2. Lanjutan Unit root tests for variable LM2 The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ***************************************************************** 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -.065784 109.9950 106.9950 103.8787 105.7786 ADF(1) -.63079 112.8570 108.8570 104.7020 107.2351 ADF(2) -.76391 113.0424 108.0424 102.8485 106.0149 ADF(3) -.64614 113.0818 107.0818 100.8492 104.6488 ADF(4) -1.2205 115.6050 108.6050 101.3337 105.7666 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion Unit root tests for variable DEP The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ***************************************************************** 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -1.6073 -169.6167 -171.6167 -173.6943 -172.4277 ADF(1) -3.0133 -158.2710 -161.2710 -164.3873 -162.4875 ADF(2) -3.3138 -157.3314 -161.3314 -165.4864 -162.9533 ADF(3) -2.9034 -157.3110 -162.3110 -167.5049 -164.3385 ADF(4) -2.4041 -157.0426 -163.0426 -169.2752 -165.4756 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DEP The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ***************************************************************** 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -1.6550 -169.5151 -172.5151 -175.6314 -173.7316 ADF(1) -3.0602 -158.0434 -162.0434 -166.1984 -163.6653 ADF(2) -3.3732 -157.0378 -162.0378 -167.2317 -164.0653 ADF(3) -2.9753 -157.0259 -163.0259 -169.2585 -165.4588 ADF(4) -2.4855 -156.7841 -163.7841 -171.0555 -166.6225 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 2. Lanjutan Unit root tests for variable LCR The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend **************************************************************** 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -.28917 58.8355 56.8355 54.7579 56.0245 ADF(1) -.68708 63.3039 60.3039 57.1876 59.0874 ADF(2) -.77492 63.6304 59.6304 55.4753 58.0084 ADF(3) -.85936 64.1795 59.1795 53.9856 57.1520 ADF(4) -.83905 64.1850 58.1850 51.9524 55.7521 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable LCR The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ***************************************************************** 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -.98245 59.3469 56.3469 53.2306 55.1304 ADF(1) -1.5922 64.4120 60.4120 56.2569 58.7900 ADF(2) -1.7982 65.0527 60.0527 54.8588 58.0252 ADF(3) -2.0934 66.1613 60.1613 53.9287 57.7284 ADF(4) -2.1073 66.2493 59.2493 51.9779 56.4108 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable Y The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ***************************************************************** 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -11.4775 -200.4363 -202.4363 -204.5139 -203.2473 ADF(1) -6.6859 -200.3681 -203.3681 -206.4844 -204.5846 ADF(2) -7.8523 -194.2714 -198.2714 -202.4265 -199.8934 ADF(3) -4.4700 -193.2933 -198.2933 -203.4871 -200.3208 ADF(4) -3.6561 -193.1691 -199.1691 -205.4017 -201.6020 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 2. Lanjutan Unit root tests for variable Y The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ***************************************************************** 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -11.4135 -200.2934 -203.2934 -206.4097 -204.5099 ADF(1) -6.6614 -200.1994 -204.1994 -208.3545 -205.8214 ADF(2) -7.8973 -193.7809 -198.7809 -203.9747 -200.8084 ADF(3) -4.5141 -192.9673 -198.9673 -205.1999 -201.4003 ADF(4) -3.6880 -192.9017 -199.9017 -207.1731 -202.7401 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 3. Uji non stasioneritas pada 1st Difference Unit root tests for variable DLGWM The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ***************************************************************** 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -7.7669 21.8897 19.8897 17.8292 19.0871 ADF(1) -6.2533 21.9154 18.9154 15.8247 17.7115 ADF(2) -5.0716 22.0046 18.0046 13.8837 16.3994 ADF(3) -7.2235 31.1216 26.1216 20.9705 24.1151 ADF(4) -4.8289 31.4091 25.4091 19.2278 23.0013 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DLGWM The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ***************************************************************** 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -8.0108 23.1213 20.1213 17.0306 18.9174 ADF(1) -6.5031 23.1542 19.1542 15.0333 17.5490 ADF(2) -5.3085 23.2425 18.2425 13.0914 16.2361 ADF(3) -7.5281 32.7515 26.7515 20.5702 24.3438 ADF(4) -5.1305 32.8930 25.8930 18.6814 23.0839 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DLM2 The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend **************************************************************** 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -5.2535 109.0767 107.0767 105.0163 106.2741 ADF(1) -3.8226 109.4408 106.4408 103.3501 105.2369 ADF(2) -3.3995 109.4435 105.4435 101.3226 103.8383 ADF(3) -2.2475 112.1913 107.1913 102.0402 105.1848 ADF(4) -2.1973 112.2167 106.2167 100.0354 103.8090 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 3. Lanjutan Unit root tests for variable DLM2 The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ***************************************************************** 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -5.6107 110.5837 107.5837 104.4931 106.3798 ADF(1) -4.1735 110.7194 106.7194 102.5985 105.1142 ADF(2) -3.8043 110.8223 105.8223 100.6712 103.8159 ADF(3) -2.5374 112.9365 106.9365 100.7552 104.5287 ADF(4) -2.5240 113.0555 106.0555 98.8440 103.2465 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion Unit root tests for variable DDEP The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ***************************************************************** 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -4.3234 -160.4392 -162.4392 -164.4996 -163.2418 ADF(1) -3.6717 -160.4366 -163.4366 -166.5273 -164.6405 ADF(2) -3.9614 -159.3468 -163.3468 -167.4677 -164.9519 ADF(3) -4.3325 -157.8764 -162.8764 -168.0275 -164.8828 ADF(4) -4.7322 -156.0888 -162.0888 -168.2701 -164.4966 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DDEP The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ***************************************************************** 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -4.2813 -160.4197 -163.4197 -166.5103 -164.6236 ADF(1) -3.6284 -160.4164 -164.4164 -168.5373 -166.0216 ADF(2) -3.9103 -159.3396 -164.3396 -169.4907 -166.3461 ADF(3) -4.2750 -157.8763 -163.8763 -170.0576 -166.2841 ADF(4) -4.6718 -156.0819 -163.0819 -170.2935 -165.8910 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 3. Lanjutan Unit root tests for variable DLCR The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ***************************************************************** 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -5.0899 61.4918 59.4918 57.4314 58.6892 ADF(1) -3.7911 61.7422 58.7422 55.6516 57.5384 ADF(2) -2.9281 62.2163 58.2163 54.0954 56.6111 ADF(3) -2.7564 62.2313 57.2313 52.0802 55.2249 ADF(4) -2.5997 62.2409 56.2409 50.0596 53.8331 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DLCR The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ***************************************************************** 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -5.0515 61.5187 58.5187 55.4281 57.3148 ADF(1) -3.7635 61.7679 57.7679 53.6471 56.1628 ADF(2) -2.9070 62.2465 57.2465 52.0954 55.2400 ADF(3) -2.7324 62.2596 56.2596 50.0783 53.8519 ADF(4) -2.5704 62.2670 55.2670 48.0554 52.4579 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DY The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ***************************************************************** 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -17.1047 -213.8279 -215.8279 -217.8884 -216.6305 ADF(1) -8.1315 -212.9332 -215.9332 -219.0239 -217.1371 ADF(2) -11.1096 -199.2152 -203.2152 -207.3360 -204.8203 ADF(3) -8.6267 -195.7095 -200.7095 -205.8607 -202.7160 ADF(4) -6.6224 -194.9073 -200.9073 -207.0886 -203.3150 ***************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 3. Lanjutan Unit root tests for variable DY The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ***************************************************************** 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ***************************************************************** Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -16.9437 -213.8277 -216.8277 -219.9184 -218.0316 ADF(1) -8.0509 -212.9329 -216.9329 -221.0538 -218.5381 ADF(2) -11.0032 -199.2147 -204.2147 -209.3658 -206.2212 ADF(3) -8.5442 -195.7089 -201.7089 -207.8902 -204.1167 ADF(4) -6.5509 -194.9062 -201.9062 -209.1178 -204.7153 **************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 4. Uji Lag Optimal Test Statistics and Choice Criteria for Selecting the Order of the VAR Model ****************************************************************************** Based on 59 observations from 1991Q2 to 2005Q4. Order of VAR = 5 List of variables included in the unrestricted VAR: LGWM LCR LM2 DEP Y List of deterministic and/or exogenous variables: DUMMY KONSTANTA TREND ****************************************************************************** Order LL AIC SBC LR test Adjusted LR test 5 69.4371 -70.5629 -215.9906 ----------4 29.7017 -85.2983 -204.7567 CHSQ( 25)= 79.4708[.000] 41.7558[.019] 3 -23.2987 -113.2987 -206.7879 CHSQ( 50)= 185.4716[.000] 97.4512[.000] 2 -59.9926 -124.9926 -192.5126 CHSQ( 75)= 258.8594[.000] 136.0109[.000] 1 -105.0365 -145.0365 -186.5872 CHSQ(100)= 348.9471[.000] 183.3451[.000] 0 -337.0062 -352.0062 -367.5877 CHSQ(125)= 812.8865[.000] 427.1099[.000] ****************************************************************************** AIC=Akaike Information Criterion SBC=Schwarz Bayesian Criterion
Test Statistics and Choice Criteria for Selecting the Order of the VAR Model ***************************************************************** Based on 58 observations from 1991Q3 to 2005Q4. Order of VAR = 6 List of variables included in the unrestricted VAR: LGWM LCR Y DEP LM2 List of deterministic and/or exogenous variables: DUMMY KONSTANTA TREND ***************************************************************** Order LL AIC SBC LR test Adjusted LR test 6 124.5289 -40.4711 -210.4576 ----------5 73.2802 -66.7198 -210.9508 CHSQ( 25)= 102.4974[.000] 44.1799[.010] 4 35.0914 -79.9086 -198.3841 CHSQ( 50)= 178.8751[.000] 77.1013[.008] 3 -16.4182 -106.4182-199.1382 CHSQ( 75)= 281.8943[.000] 121.5062[.001] 2 -53.5571 -118.5571-185.5215 CHSQ(100)=356.1721[.000] 153.5225[.000] 1 -103.8214 -143.8214-185.0303 CHSQ(125)=456.7007[.000] 196.8538[.000] 0 -328.0801 -343.0801-358.5334 CHSQ(150)=905.2181[.000] 390.1802[.000] ***************************************************************** AIC=Akaike Information Criterion SBC=Schwarz Bayesian Criterion
Lampiran 5. Uji Rank Kointegrasi Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR Cointegration LR Test Based on Maximal Eigenvalue of the Stochastic Matrix ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y DEP LGWM Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY List of eigenvalues in descending order: .76875 .64777 .42786 .15794 .015592 0.00 ***************************************************************** Null Alternative Statistic 95% Critical Value 90% Critical Value r=0 r=1 89.3189 37.8600 35.0400 r<= 1 r=2 63.6512 31.7900 29.1300 r<= 2 r=3 34.0607 25.4200 23.1000 r<= 3 r=4 10.4865 19.2200 17.1800 r<= 4 r=5 .95858 12.3900 10.5500 ***************************************************************** Use the above table to determine r (the number of cointegrating vectors). Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR Cointegration LR Test Based on Trace of the Stochastic Matrix ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y DEP LGWM Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY List of eigenvalues in descending order: .76875 .64777 .42786 .15794 .015592 0.00 ***************************************************************** Null Alternative Statistic 95% Critical Value 90% Critical Value r=0 r>= 1 198.4758 87.1700 82.8800 r<= 1 r>= 2 109.1570 63.0000 59.1600 r<= 2 r>= 3 45.5058 42.3400 39.3400 r<= 3 r>= 4 11.4451 25.7700 23.0800 r<= 4 r=5 .95858 12.3900 10.5500 ***************************************************************** Use the above table to determine r (the number of cointegrating vectors).
Lampiran 5. Lanjutan Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR Choice of the Number of Cointegrating Relations Using Model Selection Criteria ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y DEP LGWM Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY List of eigenvalues in descending order: .76875 .64777 .42786 .15794 .015592 0.00 ***************************************************************** Rank Maximized LL AIC SBC HQC r=0 -140.5781 -200.5781 -263.9043 -225.3962 r=1 -95.9186 -165.9186 -239.7992 -194.8731 r=2 -64.0931 -142.0931 -224.4171 -174.3566 r=3 -47.0627 -131.0627 -219.7194 -165.8081 r=4 -41.8195 -129.8195 -222.6979 -166.2194 r=5 -41.3402 -131.3402 -226.3295 -168.5674 ***************************************************************** AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 6. Hasil Restriksi Umum ML estimates subject to exactly identifying restriction(s) Estimates of Restricted Cointegrating Relations (SE's in Brackets) Converged after 2 iterations Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y LGWM DEP Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY ***************************************************************** List of imposed restriction(s) on cointegrating vectors: a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1; ***************************************************************** Vector 1 Vector 2 Vector 3 LCR 1.0000 0.00 0.00 (*NONE*) (*NONE*) (*NONE*) LM2
0.00 1.0000 0.0000 (*NONE*) (*NONE*) (*NONE*)
Y
0.00 (*NONE*)
0.00 1.0000 (*NONE*) (*NONE*)
LGWM
0.053281 -0.53597 -1.8181 (0.42075) (0.091080) (1.6997)
DEP
0.12177 -0.014399 -0.13685 (0.053536) (0.011854) (0.21509)
Trend
-0.028651 -0.0039148 0.19781 (0.038340) (0.0082917) (0.15491)
***************************************************************** LL subject to exactly identifying restrictions= -47.0627 *****************************************************************
Lampiran 7. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek ECM for variable Y estimated by OLS based on cointegrating VAR(3) ***************************************************************** Dependent variable is dY 61 observations used for estimation from 1990Q4 to 2005Q4 ***************************************************************** Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob] Intercept -51.7842 62.0046 -.83517[.408] dLCR1 13.3870 11.6307 1.1510[.256] dLM21 -15.7265 24.2099 -.64959[.519] dY1 1.1535 .20053 5.7523[.000] dDEP1 -.079308 .31226 -.25398[.801] dLGWM1 4.4243 3.8029 1.1634[.251] dLCR2 25.0947 11.0225 2.2767[.028] dLM22 10.3274 33.2959 .31017[.758] dY2 .65958 .11766 5.6056[.000] dDEP2 -.62364 .26268 -2.3741[.022] dLGWM2 -2.8277 3.7546 -.75312[.455] ecm1(-1) -3.8502 1.2175 -3.1622[.003] ecm2(-1) 9.6051 6.9867 1.3748[.176] ecm3(-1) -2.7844 .26715 -10.4226[.000] DUMMY -1.2187 4.2490 -.28683[.776] ***************************************************************** List of additional temporary variables created: dY = Y-Y(-1) dLCR1 = LCR(-1)-LCR(-2) dLM21 = LM2(-1)-LM2(-2) dY1 = Y(-1)-Y(-2) dDEP1 = DEP(-1)-DEP(-2) dLGWM1 = LGWM(-1)-LGWM(-2) dLCR2 = LCR(-2)-LCR(-3) dLM22 = LM2(-2)-LM2(-3) dY2 = Y(-2)-Y(-3) dDEP2 = DEP(-2)-DEP(-3) dLGWM2 = LGWM(-2)-LGWM(-3) ecm1 = 1.0000*LCR 0.00*LM2 -.0000*Y + .12177*DEP + .053281*LGWM -.028651*Trend;ecm2 = 0.00*LCR + 1.0000*LM2 -.0000*Y -.014399*DEP -.53597*LGWM -.0039148*Trend;ecm3 = 0.00*LCR + .0000*LM2 + 1.0000 *Y -.13685*DEP -1.8181*LGWM + .19781*Trend ***************************************************************** R-Squared .86081 R-Bar-Squared .81845 S.E. of Regression 5.6159 F-stat. F( 14, 46) 20.3210[.000] Mean of Dependent Variable .083590 S.D. of Dependent Variable 13.1804 Residual Sum of Squares 1450.8 Equation Log-likelihood -183.2091 Akaike Info. Criterion -198.2091 Schwarz Bayesian Criterion -214.0406 DW-statistic 2.0775 System Log-likelihood -47.0627 *****************************************************************
Lampiran 7. Lanjutan Diagnostic Tests ***************************************************************** * Test Statistics * LM Version * F Version * ***************************************************************** * * * * * A:Serial Correlation*CHSQ( 4)= 2.9780[.562]*F(4,42)= .53891[.708]* * * * * * B:Functional Form *CHSQ( 1)= 7.3907[.007]*F(1,45)= 6.2038[.017]* * * * * * C:Normality *CHSQ( 2)= 70.2974[.000]* Not applicable * * * * * * D:Heteroscedasticity*CHSQ( 1)= .44781[.503]*F(1,59)= .43633[.511]* ***************************************************************** A:Lagrange multiplier test of residual serial correlation B:Ramsey's RESET test using the square of the fitted values C:Based on a test of skewness and kurtosis of residuals D:Based on the regression of squared residuals on squared
fitted
values
Lampiran 8. Hasil Analisis Impulse Response Function Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for LCR Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y LGWM DEP Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY ***************************************************************** List of imposed restrictions: a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1; ***************************************************************** Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP 0 .064283 .0039602 -.34166 .046121 -.11212 1 .059835 .0032252 1.0293 .068429 .83251 2 .058019 .0068300 .68118 .039907 .15490 3 .056793 .010308 -1.8421 .031574 .070080 4 .043480 .013688 .39589 .045197 .076696 5 .044264 .012322 .054304 .031089 .073448 6 .045929 .010475 .53549 .031921 -.070702 7 .041977 .012130 -.58139 .028623 -.26138 8 .036096 .013075 .10404 .032910 -.31065 9 .035661 .012500 -.10897 .033749 -.28935 10 .036628 .011665 .32524 .033368 -.31693 11 .036741 .011709 -.19299 .030225 -.34822 12 .035362 .012165 .097291 .030637 -.35917 13 .035378 .012236 -.11884 .030174 -.32175 14 .035962 .012012 .16935 .031070 -.30578 15 .036690 .011931 -.082186 .030092 -.30234 16 .036431 .012023 .085810 .030718 -.31238 17 .036343 .012093 -.071628 .030484 -.30888 18 .036250 .012045 .089579 .031185 -.30979 19 .036442 .012002 -.040984 .030777 -.30934 20 .036322 .012008 .061986 .031039 -.31480 21 .036314 .012035 -.035159 .030694 -.31346 22 .036234 .012033 .053868 .030955 -.31357 23 .036335 .012024 -.019208 .030699 -.31097 24 .036310 .012022 .043151 .030880 -.31213 25 .036349 .012030 -.013869 .030704 -.31104 26 .036305 .012031 .036198 .030878 -.31183 27 .036344 .012028 -.0060266 .030756 -.31096 28 .036317 .012026 .030880 .030877 -.31195 29 .036337 .012028 -.0020959 .030774 -.31156 30 .036309 .012028 .026485 .030863 -.31218 31 .036328 .012028 .0019346 .030783 -.31163 32 .036313 .012027 .023521 .030848 -.31201 33 .036329 .012027 .0045164 .030786 -.31162 34 .036316 .012027 .020976 .030838 -.31192 35 .036327 .012028 .0066911 .030794 -.31160 36 .036318 .012027 .019233 .030834 -.31184 37 .036327 .012028 .0082671 .030800 -.31164 38 .036319 .012027 .017785 .030830 -.31185
Lampiran 8. Lanjutan 39 .036325 .012028 .0094848 .030804 -.31169 40 .036320 .012027 .016751 .030827 -.31184 41 .036325 .012028 .010415 .030807 -.31171 42 .036320 .012027 .015929 .030824 -.31182 43 .036324 .012028 .011115 .030809 -.31172 44 .036321 .012027 .015321 .030822 -.31180 45 .036324 .012028 .011655 .030810 -.31173 46 .036321 .012027 .014851 .030821 -.31179 47 .036323 .012028 .012061 .030812 -.31174 48 .036322 .012027 .014496 .030820 -.31179 49 .036323 .012027 .012373 .030813 -.31174 50 .036322 .012027 .014224 .030819 -.31178 ***************************************************************** Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for LM2 Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y LGWM DEP Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY ***************************************************************** List of imposed restrictions: a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1; ***************************************************************** Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP 0 0.00 .033572 -.53655 .054552 .76722 1 -.7485E-3 .036376 .12422 .070249 2.6659 2 .021957 .036529 -.50548 .097745 2.2985 3 .020591 .038482 -.43625 .083514 1.7437 4 .1590E-3 .038263 .96961 .079201 1.1260 5 -.011869 .038711 .15839 .068433 .51985 6 -.023647 .039790 -.29623 .076006 .25060 7 -.032164 .040995 -.14489 .079513 .13256 8 -.033218 .039698 .35176 .075618 .15391 9 -.031274 .038489 .34722 .069088 .14473 10 -.031168 .038886 .11477 .063694 .12663 11 -.032243 .039720 .0036568 .063809 .17154 12 -.031869 .039850 .16306 .066095 .23803 13 -.030214 .039370 .21315 .067115 .26928 14 -.029407 .039141 .19121 .067209 .24735 15 -.029903 .039302 .11101 .067225 .21963 16 -.030640 .039438 .14276 .067853 .21186 17 -.030731 .039374 .15597 .068076 .21592 18 -.030536 .039274 .17220 .067879 .21621 19 -.030479 .039284 .14351 .067445 .21431 20 -.030571 .039342 .15122 .067308 .21582 21 -.030556 .039358 .14844 .067307 .22084 22 -.030459 .039339 .16044 .067390 .22365 23 -.030388 .039330 .14986 .067397 .22346 24 -.030411 .039337 .15434 .067453 .22187
Lampiran 8. Lanjutan 25 -.030444 .039342 .14966 .067478 .22111 26 -.030462 .039337 .15598 .067515 .22059 27 -.030460 .039332 .15114 .067492 .22027 28 -.030470 .039334 .15427 .067484 .21996 29 -.030473 .039336 .15102 .067460 .22018 30 -.030472 .039336 .15437 .067462 .22046 31 -.030463 .039335 .15183 .067451 .22074 32 -.030460 .039336 .15384 .067459 .22076 33 -.030459 .039336 .15185 .067457 .22079 34 -.030461 .039336 .15366 .067467 .22073 35 -.030460 .039336 .15222 .067464 .22070 36 -.030461 .039336 .15346 .067469 .22061 37 -.030462 .039336 .15230 .067464 .22060 38 -.030463 .039336 .15330 .067467 .22058 39 -.030462 .039336 .15247 .067463 .22062 40 -.030462 .039336 .15321 .067465 .22062 41 -.030462 .039336 .15254 .067463 .22064 42 -.030462 .039336 .15311 .067465 .22064 43 -.030462 .039336 .15263 .067463 .22065 44 -.030462 .039336 .15306 .067465 .22064 45 -.030462 .039336 .15268 .067464 .22064 46 -.030462 .039336 .15301 .067465 .22063 47 -.030462 .039336 .15272 .067464 .22064 48 -.030462 .039336 .15297 .067465 .22063 49 -.030462 .039336 .15275 .067464 .22064 50 -.030462 .039336 .15294 .067464 .22063 ***************************************************************** Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for Y Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y LGWM DEP Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY ***************************************************************** List of imposed restrictions: a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1; ******************************************************************************* Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP 0 0.00 0.00 5.7736 .040493 -.27253 1 .0091572 .0042268 -3.3922 .029673 -.097158 2 -.0053650 .014653 -.64284 .068551 -.094925 3 -.0054293 .017047 -1.5560 .048986 .40771 4 .0052916 .010413 3.0819 .034954 .58911 5 .014751 .0096578 -.87934 .0040343 .35158 6 .0033192 .014641 .16185 .013102 .10246 7 -.0046641 .017518 -1.3061 .023006 .20244 8 -.0041465 .015141 1.2360 .036521 .24596 9 .0011850 .012650 -.30666 .028908 .14539 10 -.0020288 .013087 .52807 .027902 -.071978
Lampiran 8. Lanjutan 11 -.0060654 .014524 -.70006 .023871 -.090870 12 -.0080245 .014606 .52891 .028416 -.035427 13 -.0051380 .013898 -.24038 .025023 .038435 14 -.0042085 .013657 .42266 .025650 .021372 15 -.0040043 .014031 -.31271 .022944 .025145 16 -.0049591 .014229 .29922 .025576 .025781 17 -.0043031 .014115 -.16063 .024809 .047522 18 -.0042756 .013958 .26970 .026384 .033383 19 -.0040759 .013990 -.13805 .025076 .028416 20 -.0046460 .014046 .19640 .026127 .016723 21 -.0045176 .014051 -.083011 .025221 .024471 22 -.0046339 .014010 .17355 .025945 .021572 23 -.0044015 .014015 -.054536 .025124 .026271 24 -.0045651 .014030 .13722 .025693 .023068 25 -.0044334 .014041 -.028848 .025181 .027776 26 -.0045189 .014029 .12012 .025679 .025612 27 -.0043996 .014028 -.0098022 .025288 .027739 28 -.0044993 .014028 .10133 .025657 .024829 29 -.0044394 .014033 .0039636 .025360 .026430 30 -.0045110 .014028 .090006 .025632 .024678 31 -.0044508 .014029 .015350 .025388 .026076 32 -.0045027 .014028 .079941 .025584 .024768 33 -.0044597 .014030 .023276 .025401 .025985 34 -.0044969 .014029 .072950 .025557 .025160 35 -.0044597 .014030 .029842 .025421 .026083 36 -.0044879 .014029 .067366 .025541 .025331 37 -.0044627 .014030 .034494 .025438 .025948 38 -.0044860 .014029 .063187 .025531 .025365 39 -.0044666 .014030 .038231 .025452 .025841 40 -.0044839 .014029 .060006 .025521 .025392 41 -.0044693 .014030 .040970 .025460 .025758 42 -.0044825 .014029 .057566 .025512 .025437 43 -.0044710 .014030 .043108 .025466 .025733 44 -.0044807 .014029 .055731 .025506 .025491 45 -.0044719 .014029 .044710 .025471 .025710 46 -.0044795 .014029 .054318 .025502 .025521 47 -.0044729 .014029 .045940 .025475 .025686 48 -.0044786 .014029 .053253 .025499 .025540 49 -.0044737 .014029 .046872 .025478 .025664 50 -.0044781 .014029 .052436 .025496 .025553 *****************************************************************
Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for LGWM Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y LGWM DEP Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY
Lampiran 8. Lanjutan ***************************************************************** List of imposed restrictions: a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1; ***************************************************************** Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP 0 0.00 0.00 0.00 .19914 -.23617 1 .8290E-3 .0073906 .89529 .12973 -.48358 2 -.1668E-3 .0060188 -1.2339 .085343 -.073798 3 -.5271E-3 .014390 .61372 .035015 -.056071 4 .0021633 .016836 -.75531 .0014720 .64718 5 .0065260 .018249 .99596 .0092890 .82072 6 .010930 .019096 -.89219 .013041 .81276 7 .0059217 .019067 .57962 .034282 .57350 8 .0017943 .018490 -.40126 .038026 .29677 9 -.0036839 .017410 .60339 .043418 .041132 10 -.0072730 .017344 -.36510 .038564 -.10443 11 -.010648 .017577 .34262 .037213 -.14646 12 -.010517 .017677 -.23945 .032099 -.075853 13 -.0095365 .017588 .36047 .031139 -.012567 14 -.0076111 .017611 -.15572 .028278 .050526 15 -.0071140 .017745 .25166 .029874 .068671 16 -.0064971 .017821 -.11853 .029875 .085782 17 -.0066416 .017752 .22504 .032120 .073169 18 -.0065025 .017680 -.063558 .031853 .062193 19 -.0069950 .017651 .17853 .032812 .040585 20 -.0071345 .017670 -.041746 .032015 .036198 21 -.0074270 .017667 .15255 .032394 .032159 22 -.0072718 .017668 -.011981 .031613 .039075 23 -.0073030 .017669 .13157 .031880 .040386 24 -.0071324 .017685 .0041507 .031412 .046267 25 -.0071676 .017688 .11519 .031797 .046183 26 -.0070592 .017689 .019580 .031569 .048547 27 -.0071191 .017683 .10330 .031903 .046039 28 -.0070795 .017683 .029613 .031712 .046183 29 -.0071546 .017680 .093546 .031929 .043928 30 -.0071276 .017681 .037984 .031745 .044565 31 -.0071718 .017679 .086634 .031880 .043567 32 -.0071378 .017681 .044101 .031727 .044610 33 -.0071629 .017681 .081109 .031832 .044186 34 -.0071322 .017682 .048881 .031727 .045085 35 -.0071497 .017681 .077078 .031819 .044665 36 -.0071283 .017682 .052474 .031746 .045154 37 -.0071455 .017681 .073894 .031819 .044665 38 -.0071322 .017682 .055199 .031762 .044952 39 -.0071464 .017681 .071524 .031815 .044569 40 -.0071362 .017681 .057285 .031769 .044817 41 -.0071465 .017681 .069696 .031807 .044569 42 -.0071380 .017681 .058865 .031772 .044799 43 -.0071450 .017681 .068320 .031801 .044636 44 -.0071381 .017681 .060077 .031774 .044815 45 -.0071435 .017681 .067267 .031797 .044681 46 -.0071385 .017681 .060992 .031778 .044804 47 -.0071428 .017681 .066466 .031796 .044692
Lampiran 8. Lanjutan 48 -.0071391 .017681 .061692 .031781 .044781 49 -.0071425 .017681 .065857 .031794 .044694 50 -.0071397 .017681 .062222 .031782 .044764 *****************************************************************
Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for DEP Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y LGWM DEP Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY ***************************************************************** List of imposed restrictions: a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1; ***************************************************************** Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP 0 0.00 0.00 0.00 0.00 1.7332 1 -.0019377 .0036361 -.52931 -.025758 1.3585 2 .6605E-3 .0045340 -1.1716 -.027147 1.1155 3 -.0098798 .0025429 1.1266 -.0046853 .91482 4 -.013466 .5771E-4 .30947 -.0074627 .44576 5 -.020194 -.2530E-3 -.23261 .0025694 .071126 6 -.029507 .0014953 -.51702 .0073084 -.088282 7 -.032183 .6701E-3 .29744 .0050227 -.024577 8 -.028426 -.8801E-3 .18793 -.0026887 .051757 9 -.026270 -.7152E-3 .091164 -.0090340 .080606 10 -.026347 .3419E-3 -.21948 -.010784 .15155 11 -.025885 .7031E-3 .067831 -.0080543 .23717 12 -.023859 .2491E-3 .036107 -.0065572 .28485 13 -.022846 -.6253E-4 .11156 -.0054787 .25852 14 -.023342 .7811E-4 -.064950 -.0053470 .21804 15 -.024454 .2356E-3 .035454 -.0043265 .19589 16 -.024751 .1728E-3 -.0077096 -.0042916 .19516 17 -.024681 .5161E-4 .066147 -.0044532 .19284 18 -.024589 .5992E-4 -.013532 -.0052320 .19242 19 -.024707 .1305E-3 .034317 -.0053746 .19507 20 -.024633 .1570E-3 -.0034232 -.0055416 .20348 21 -.024512 .1349E-3 .041782 -.0053498 .20755 22 -.024384 .1238E-3 .0028390 -.0053999 .20834 23 -.024422 .1315E-3 .030716 -.0052257 .20576 24 -.024452 .1371E-3 .0050317 -.0052317 .20476 25 -.024497 .1296E-3 .030261 -.0051184 .20333 26 -.024490 .1239E-3 .0093186 -.0051952 .20294 27 -.024516 .1246E-3 .026211 -.0051705 .20218 28 -.024513 .1285E-3 .010667 -.0052452 .20272 29 -.024519 .1287E-3 .024845 -.0052162 .20301 30 -.024498 .1282E-3 .013046 -.0052602 .20366 31 -.024498 .1282E-3 .023131 -.0052269 .20361 32 -.024490 .1292E-3 .014005 -.0052489 .20379
Lampiran 8. Lanjutan 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
-.024497 -.024492 -.024498 -.024496 -.024501 -.024498 -.024500 -.024497 -.024499 -.024497 -.024498 -.024497 -.024498 -.024497 -.024498 -.024497 -.024498 -.024498
.1290E-3 .1286E-3 .1281E-3 .1283E-3 .1283E-3 .1284E-3 .1283E-3 .1284E-3 .1284E-3 .1285E-3 .1284E-3 .1284E-3 .1284E-3 .1284E-3 .1284E-3 .1284E-3 .1284E-3 .1284E-3
.022026 .015213 .021150 .015862 .020454 .016502 .019972 .016922 .019568 .017270 .019285 .017524 .019054 .017719 .018887 .017869 .018755 .017981
-.0052159 -.0052330 -.0052130 -.0052306 -.0052177 -.0052319 -.0052221 -.0052322 -.0052236 -.0052303 -.0052235 -.0052288 -.0052239 -.0052282 -.0052246 -.0052279 -.0052252 -.0052277
.20359 .20363 .20340 .20344 .20334 .20345 .20341 .20349 .20345 .20350 .20346 .20348 .20345 .20347 .20345 .20347 .20345 .20347
Lampiran 9. Hasil Analisis Forecast Error Variance Decomposition Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable LCR Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y DEP LGWM Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY ***************************************************************** List of imposed restrictions: a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1; ***************************************************************** Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM 0 1.00000 0.00 0.00 0.00 0.00 1 .98861 .7181E-4 .010749 .5292E-3 .4017E-4 2 .94861 .041328 .0096446 .3928E-3 .2733E-4 3 .92549 .058661 .0091950 .0064073 .2436E-3 4 .92223 .051632 .0096876 .016225 .2204E-3 5 .89303 .051531 .019072 .035484 .8784E-3 6 .84437 .066953 .016615 .069363 .0026974 7 .78980 .094712 .015078 .098003 .0024043 8 .74958 .12032 .014063 .11375 .0022908 9 .72190 .13859 .012885 .12302 .0036121 10 .69846 .15331 .011932 .12986 .0064334 11 .67636 .16688 .011895 .13406 .010811 12 .65824 .17872 .012554 .13614 .014352 13 .64537 .18764 .012364 .13774 .016883 14 .63516 .19465 .012024 .13990 .018261 15 .62554 .20099 .011659 .14251 .019304 16 .61613 .20732 .011481 .14505 .020012 17 .60767 .21314 .011218 .14729 .020696 18 .60016 .21828 .010981 .14931 .021274 19 .59336 .22282 .010736 .15114 .021950 20 .58703 .22705 .010587 .15273 .022607 21 .58126 .23092 .010434 .15410 .023293 22 .57603 .23445 .010311 .15533 .023879 23 .57128 .23765 .010170 .15648 .024429 24 .56686 .24062 .010057 .15757 .024894 25 .56274 .24339 .0099375 .15860 .025334 26 .55890 .24599 .0098356 .15956 .025718 27 .55532 .24840 .0097279 .16046 .026090 28 .55196 .25066 .0096372 .16131 .026428 29 .54882 .25278 .0095462 .16210 .026762 30 .54586 .25478 .0094678 .16283 .027070 31 .54308 .25664 .0093884 .16352 .027368 32 .54046 .25841 .0093183 .16417 .027643 33 .53800 .26007 .0092483 .16478 .027907 34 .53566 .26164 .0091853 .16536 .028151 35 .53345 .26313 .0091226 .16591 .028385 36 .53135 .26455 .0090653 .16643 .028603 37 .52936 .26589 .0090090 .16693 .028814 38 .52746 .26717 .0089572 .16740 .029011
Lampiran 9. Lanjutan 39 .52566 .26838 .0089064 .16785 .029202 40 .52394 .26954 .0088593 .16828 .029382 41 .52230 .27064 .0088132 .16869 .029556 42 .52073 .27170 .0087702 .16908 .029720 43 .51923 .27271 .0087282 .16945 .029878 44 .51779 .27368 .0086887 .16981 .030029 45 .51642 .27460 .0086503 .17015 .030174 46 .51510 .27549 .0086139 .17048 .030312 47 .51383 .27635 .0085786 .17080 .030446 48 .51262 .27717 .0085450 .17110 .030573 49 .51145 .27795 .0085124 .17139 .030696 50 .51032 .27871 .0084813 .17167 .030815 ***************************************************************** Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable LM2 Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y DEP LGWM Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY ***************************************************************** List of imposed restrictions: a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1; ***************************************************************** Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM 0 .013723 .98628 0.00 0.00 0.00 1 .010181 .95637 .0069731 .0026485 .023830 2 .017257 .89799 .055184 .0048231 .024747 3 .028384 .83502 .082968 .0032763 .050349 4 .043880 .80602 .075649 .0030626 .071387 5 .049703 .78920 .069526 .0031593 .088410 6 .049442 .77254 .073955 .0026883 .10137 7 .050994 .75612 .081988 .0024864 .10842 8 .054003 .74599 .084222 .0028050 .11298 9 .056184 .74160 .083358 .0029816 .11588 10 .056963 .73882 .083106 .0028753 .11823 11 .057372 .73575 .084157 .0027245 .12000 12 .058066 .73285 .085033 .0026641 .12139 13 .058834 .73060 .085240 .0026666 .12266 14 .059371 .72878 .085283 .0026501 .12391 15 .059731 .72702 .085568 .0026150 .12506 16 .060072 .72535 .085925 .0025919 .12606 17 .060433 .72392 .086173 .0025858 .12689 18 .060748 .72274 .086317 .0025792 .12762 19 .061006 .72171 .086468 .0025653 .12825 20 .061231 .72077 .086627 .0025499 .12882 21 .061446 .71992 .086769 .0025380 .12933 22 .061645 .71916 .086879 .0025283 .12979 23 .061822 .71846 .086984 .0025189 .13022 24 .061982 .71780 .087085 .0025098 .13062
Lampiran 9. Lanjutan 25 .062132 .71720 .087183 .0025022 .13099 26 .062271 .71664 .087268 .0024955 .13132 27 .062400 .71613 .087347 .0024893 .13164 28 .062518 .71565 .087421 .0024833 .13193 29 .062628 .71521 .087491 .0024776 .13220 30 .062731 .71480 .087554 .0024724 .13245 31 .062828 .71441 .087614 .0024674 .13268 32 .062918 .71405 .087670 .0024628 .13290 33 .063003 .71371 .087723 .0024584 .13311 34 .063083 .71339 .087772 .0024543 .13330 35 .063158 .71309 .087819 .0024505 .13348 36 .063229 .71280 .087863 .0024468 .13366 37 .063297 .71253 .087905 .0024434 .13382 38 .063360 .71228 .087945 .0024402 .13398 39 .063421 .71204 .087983 .0024371 .13412 40 .063478 .71181 .088018 .0024341 .13426 41 .063533 .71159 .088052 .0024314 .13440 42 .063585 .71138 .088084 .0024287 .13452 43 .063634 .71118 .088115 .0024262 .13464 44 .063682 .71099 .088145 .0024237 .13476 45 .063727 .71081 .088173 .0024214 .13487 46 .063770 .71064 .088200 .0024192 .13497 47 .063811 .71047 .088225 .0024171 .13507 48 .063851 .71031 .088250 .0024151 .13517 49 .063889 .71016 .088274 .0024132 .13526 50 .063926 .71002 .088296 .0024113 .13535 ***************************************************************** Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable Y Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y DEP LGWM Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY ***************************************************************** List of imposed restrictions: a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1; ***************************************************************** Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM 0 .0034598 .0085328 .98801 0.00 0.00 1 .024811 .0063988 .94597 .0087857 .014034 2 .031890 .010866 .87992 .027319 .050005 3 .085194 .012680 .80696 .041857 .053312 4 .073783 .024015 .81280 .037529 .051875 5 .071936 .023748 .80271 .038414 .063193 6 .074399 .024468 .78711 .039735 .074289 7 .076406 .023943 .78378 .039051 .076819 8 .074724 .024959 .78469 .038861 .076765 9 .074306 .026303 .77991 .038566 .080917 10 .075098 .026277 .77772 .038641 .082259
Lampiran 9. Lanjutan 11 .074954 .026063 .77754 .038332 .083113 12 .074722 .026273 .77740 .038211 .083398 13 .074656 .026753 .77560 .038136 .084851 14 .074760 .027115 .77520 .038030 .084894 15 .074676 .027207 .77467 .037945 .085502 16 .074645 .027414 .77452 .037884 .085536 17 .074607 .027677 .77379 .037848 .086083 18 .074601 .028003 .77359 .037795 .086013 19 .074553 .028230 .77312 .037762 .086340 20 .074539 .028488 .77295 .037731 .086290 21 .074504 .028739 .77251 .037710 .086533 22 .074485 .029034 .77232 .037683 .086472 23 .074450 .029294 .77194 .037665 .086647 24 .074432 .029569 .77175 .037645 .086600 25 .074400 .029830 .77141 .037630 .086732 26 .074379 .030113 .77120 .037612 .086694 27 .074348 .030380 .77088 .037598 .086795 28 .074327 .030658 .77067 .037582 .086768 29 .074298 .030924 .77036 .037569 .086847 30 .074275 .031203 .77014 .037554 .086829 31 .074247 .031472 .76985 .037541 .086893 32 .074224 .031749 .76962 .037527 .086883 33 .074197 .032018 .76934 .037514 .086936 34 .074173 .032294 .76910 .037500 .086933 35 .074146 .032565 .76883 .037488 .086977 36 .074122 .032839 .76859 .037474 .086979 37 .074095 .033110 .76832 .037462 .087018 38 .074071 .033383 .76807 .037448 .087024 39 .074045 .033654 .76781 .037436 .087058 40 .074020 .033927 .76756 .037423 .087068 41 .073994 .034198 .76730 .037410 .087098 42 .073970 .034470 .76705 .037397 .087110 43 .073944 .034741 .76679 .037384 .087138 44 .073919 .035013 .76654 .037372 .087152 45 .073894 .035283 .76629 .037359 .087178 46 .073869 .035554 .76604 .037346 .087194 47 .073843 .035824 .76578 .037333 .087218 48 .073819 .036095 .76553 .037321 .087235 49 .073793 .036365 .76527 .037308 .087259 50 .073768 .036635 .76502 .037295 .087276 *****************************************************************
Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable DEP Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y DEP LGWM Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY
Lampiran 9. Lanjutan ***************************************************************** List of imposed restrictions: a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1; ***************************************************************** Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM 0 .0033656 .15758 .019884 .81917 0.00 1 .051792 .56485 .0061443 .37080 .0064190 2 .036138 .64283 .0045925 .31181 .0046288 3 .030301 .66081 .010682 .29416 .0040457 4 .027962 .65283 .022885 .27404 .022284 5 .027064 .63711 .026475 .26338 .045979 6 .026526 .62252 .026148 .25780 .067005 7 .028481 .61325 .027158 .25407 .077038 8 .031538 .60833 .028988 .25170 .079440 9 .034264 .60626 .029579 .25073 .079166 10 .037508 .60359 .029599 .25032 .078981 11 .041310 .59975 .029642 .25052 .078782 12 .045255 .59615 .029412 .25108 .078104 13 .048329 .59371 .029222 .25125 .077486 14 .051089 .59171 .029039 .25100 .077169 15 .053782 .58973 .028885 .25061 .076998 16 .056634 .58757 .028729 .25014 .076928 17 .059385 .58552 .028628 .24969 .076777 18 .062125 .58354 .028493 .24928 .076567 19 .064828 .58160 .028353 .24895 .076263 20 .067595 .57959 .028191 .24869 .075932 21 .070295 .57762 .028039 .24846 .075585 22 .072960 .57567 .027883 .24822 .075265 23 .075548 .57379 .027738 .24797 .074958 24 .078128 .57191 .027589 .24769 .074680 25 .080660 .57006 .027451 .24742 .074408 26 .083177 .56823 .027311 .24714 .074148 27 .085650 .56643 .027177 .24686 .073882 28 .088113 .56464 .027039 .24659 .073620 29 .090541 .56287 .026906 .24633 .073350 30 .092950 .56112 .026770 .24608 .073086 31 .095323 .55939 .026639 .24583 .072821 32 .097675 .55768 .026507 .24558 .072562 33 .099994 .55599 .026378 .24533 .072305 34 .10229 .55432 .026249 .24509 .072054 35 .10456 .55267 .026124 .24484 .071805 36 .10681 .55103 .025998 .24460 .071560 37 .10903 .54942 .025875 .24437 .071317 38 .11122 .54782 .025752 .24413 .071077 39 .11339 .54624 .025632 .24390 .070838 40 .11555 .54467 .025512 .24367 .070602 41 .11767 .54313 .025394 .24344 .070368 42 .11978 .54159 .025276 .24322 .070138 43 .12186 .54008 .025161 .24300 .069909 44 .12392 .53858 .025046 .24278 .069684 45 .12595 .53710 .024932 .24256 .069460 46 .12797 .53563 .024820 .24234 .069239 47 .12996 .53418 .024709 .24213 .069020
Lampiran 9. Lanjutan 48 .13194 .53274 .024599 .24192 .068803 49 .13389 .53132 .024490 .24171 .068589 50 .13583 .52991 .024383 .24150 .068377 ***************************************************************** Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable LGWM Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ***************************************************************** 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LCR LM2 Y DEP LGWM Trend List of I(0) variables included in the VAR: DUMMY ***************************************************************** List of imposed restrictions: a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1; ***************************************************************** Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM 0 .045845 .064137 .035339 .015579 .83910 1 .091540 .10634 .033878 .034616 .73362 2 .085514 .17775 .073476 .041231 .62203 3 .085544 .22243 .087545 .037670 .56681 4 .095772 .25707 .090741 .035127 .52129 5 .099086 .28264 .086698 .033525 .49805 6 .10140 .31092 .083286 .031932 .47246 7 .10083 .33615 .081803 .029928 .45129 8 .10160 .35268 .085444 .028429 .43184 9 .10319 .36333 .086015 .028251 .41921 10 .10519 .37119 .086786 .028486 .40835 11 .10620 .37964 .086567 .028311 .39928 12 .10717 .38868 .087589 .027836 .38872 13 .10800 .39806 .087639 .027288 .37901 14 .10909 .40699 .087881 .026740 .36930 15 .10986 .41553 .087501 .026175 .36093 16 .11064 .42340 .087653 .025614 .35269 17 .11124 .43066 .087569 .025112 .34542 18 .11194 .43717 .087815 .024693 .33838 19 .11254 .44317 .087789 .024332 .33217 20 .11317 .44873 .087989 .023998 .32611 21 .11369 .45405 .088005 .023676 .32058 22 .11424 .45908 .088160 .023368 .31515 23 .11472 .46391 .088161 .023070 .31013 24 .11521 .46848 .088263 .022783 .30526 25 .11564 .47284 .088268 .022507 .30075 26 .11607 .47695 .088355 .022246 .29638 27 .11646 .48086 .088371 .022001 .29231 28 .11685 .48455 .088445 .021769 .28839 29 .11720 .48808 .088470 .021549 .28470 30 .11755 .49143 .088535 .021340 .28115 31 .11788 .49464 .088562 .021140 .27779 32 .11820 .49770 .088616 .020949 .27454 33 .11849 .50064 .088642 .020765 .27146
34 .11879 .50345 .088689 .020589 .26849 35 .11906 .50614 .088715 .020421 .26566 36 .11933 .50873 .088756 .020259 .26293 37 .11958 .51121 .088781 .020103 .26032 38 .11983 .51359 .088818 .019954 .25781 39 .12006 .51589 .088843 .019811 .25540 40 .12029 .51809 .088876 .019673 .25307 41 .12050 .52022 .088900 .019540 .25084 42 .12072 .52226 .088930 .019412 .24868 43 .12092 .52424 .088953 .019289 .24660 44 .12111 .52615 .088980 .019169 .24459 45 .12130 .52799 .089002 .019054 .24265 46 .12149 .52976 .089027 .018943 .24078 47 .12166 .53148 .089048 .018836 .23897 48 .12183 .53315 .089070 .018732 .23722 49 .12200 .53476 .089090 .018631 .23552 50 .12216 .53631 .089111 .018533 .23388 *****************************************************************
Lampiran 10. Matriks Variance dan Covariance Estimated System Covariance Matrix of Errors ***************************************************************** LCR LM2 Y DEP LGWM LCR 0.0041323 .2546E-3 -.021963 -.0072076 .0029648 LM2 Y DEP LGWM
.2546E-3 -.021963 -.0072076 .0029648
.0011428
-.019366
.025313
.0020141
-.019366
33.7389
-1.9468
.18876
.025313
-1.9468
3.7353
-.021385
.0020141
.18876
-.021385
.046399
*****************************************************************