ANALISIS PENDAPATAN NASIONAL,TINGKAT SUKU BUNGA SBI DAN GIRO WAJIB MINIMUM TERHADAP JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA PERIODE 1999-2011 Oleh: Nuri Angraini
[email protected] Di bimbing oleh: Anthoni Mayes, SE, M.Si Darmayuda, SE, M.Si
ABSTRACT The money supply is the amount of money in the hands of people who can be currency, demand deposits, time deposits, savings balances and quasi money. Every change in the money supply will affect toward economic activity in various sectors, thus the management of the money supply should always be done with caution and consider the influences that will happen. Base on these ideas, this research aimed to determine the effect of national income, SBI Rate of Interest and Reserve Requirement of the Money Supply in Indonesia. The data is used in this research is in the form of secondary data obtained from the relevant authorities, Bank Indonesia and the Central Statistics Agency (BPS). Model analysis of the data which is used in this research is as a multiple linear regression analysis. In this model, the money supply is the dependent variable while the national income, the SBI Rate of Interest as the independent variable and the Reserve Requirement as a dummy variable. The results obtained indicate that there is a simultaneous significant effect between National Income, SBI Rate of Interest and Reserve Requirement dummy on the money supply. It is known from the significance of the F-test is obtained significance level of the Sig F-count 0,000≤ Sig F (α)0,05. Partially, National Income variables significantly influence the money supply. It is known from the t test of significance obtained a significance level of t-count . Sig t-count 0,000 ≤ Sig t (α)0,05. And Variable SBI Rate of Interest also significantly influence the money supply. It is known from the t-test significant acquired a significance level of tcount . Sig t-count 0,034 ≤ Sig t (α)0,05. Based on the research results were also obtained value of R2 was 0.987. This number means that national income, the interest rate of SBI and the Statutory Reserve effected by 98.7% toward the money supply in Indonesia, while the rest is determined by other factors which is not included in this model. Keywords: National Income, SBI Rate of Interest, Reserves Requirement and Money Supply.
PENDAHULUAN Kegiatan perekonomian suatu negara tidak pernah terlepas dari kegiatan pembayaran uang. Lalu lintas pembayaran uang berarti menyangkut jumlah uang beredar. Perubahan dalam jumlah uang beredar akan berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian di berbagai sektor. Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan
1
dapat mendorong peningkatan harga (inflasi tinggi) melebihi tingkat yang diharapkan sehingga dalam jangka panjang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, apabila peningkatan jumlah uang beredar sangat rendah maka kelesuan ekonomi akan terjadi. Apabila hal ini berlangsung terus menerus, kemakmuran masyarakat secara keseluruhan pada gilirannya akan mengalami penurunan. Dengan demikian pengelolaan jumlah uang beredar harus selalu dilakukan dengan hati-hati dengan mempertimbangkan pengaruh yang akan terjadi. Berkaca pada krisis ekonomi yang puncaknya terjadi pada tahun 1998, kestabilan harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena tanpa itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan terhambat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia selama krisis dan sampai saat ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan nilai tukar rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia hingga saat ini masih menerapkan kerangka kebijakan moneter yang didasarkan pada pengendalian jumlah uang beredar atau yang di kalangan akademisi dikenal sebagai quantity approach. Dalam Perkembangannya, jumlah uang beredar baik M1 maupun M2 pasca krisis ekonomi yang terjadi sampai tahun 2011 terus mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya dengan persentase pertumbuhan yang berfluktuasi. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2000 yaitu sebesar 30,13% untuk M1 dan 15,60% untuk M2. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 1,49% untuk M1 dan 8,12% untuk M2. Dalam keadaan normal biasanya jumlah uang beredar M1 dan M2 berkembang sejalan satu sama lainnya sehingga salah satu dapat digunakan untuk menggambarkan analisis moneter. Namun, kadang kala tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena berbagai faktor yang turut mempengaruhinya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perubahan uang beredar adalah tingkat pendapatan (Suseno, 2005;36). Golongan-golongan dalam masyarakat yang menerima penghasilan, upah, honorarium, sewa, bunga, premi, deviden dan segala sesuatu dalam bentuk uang sebagai kontra prestasi atas balas jasa yang merupakan pendapatan nasional akan menggunakannya kembali untuk memenuhi kebutuhannya akan barang - barang konsumsi dengan mempergunakan uang sebagai perantara. Dengan adanya pembentukan dan penggunaan dari penghasilan tersebut, terwujudlah suatu arus uang yang disebut sebagai peredaran atau sirkulasi uang. Sehingga dengan peningkatan pendapatan nasional, maka jumlah uang beredar akan meningkat. Pendapatan Nasional yang dicerminkan dari nilai Produk Domestik Bruto pada tahun 1999 adalah sebesar Rp 1,003.60 triliun dan meningkat menjadi Rp 7,427.10 triliun pada tahun 2011. Begitu juga dengan jumlah uang beredar M1 yang mengalami peningkatan, pada tahun 1999 jumlah uang beredar berjumlah Rp 124.633 triliun meningkat menjadi Rp 722.991 triliun pada tahun 2011. Selanjutnya, sesuai dengan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah menjadi UU No.3 Tahun 2004, Bank Indonesia mengendalikan jumlah uang beredar dengan menggunakan piranti moneter melalui pendekatan
2
kuantitatif secara tidak langsung yaitu melalui operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto dan penetapan cadangan wajib minimum. Melalui operasi pasar terbuka, Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Jika Bank Indonesia ingin mengurangi jumlah uang beredar (kebijakan uang ketat), maka pemerintah menarik jumlah uang beredar dari masyarakat dengan jalan membuat masyarakat semakin banyak membeli SBI. Agar masyarakat semakin tertarik untuk membeli SBI, maka bank Indonesia mempengaruhi masyarakat dengan menaikkan tingkat suku bunga SBI. Jika pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka Bank Indonesia melakukan hal yang sebaliknya yaitu menarik SBI yang berada ditangan masyarakat dengan cara membelinya. Agar semakin banyak SBI yang dijual, maka Bank Indonesia mempengaruhi masyarakat dengan jalan menurunkan tingkat suku bunga SBI. Pasca krisis ekonomi yang terjadi, tingkat suku bunga SBI mengalami peningkatan cukup tajam yaitu mencapai 17,62% pada tahun 2001. Hal ini merupakan langkah yang diambil BI untuk menyedot kelebihan likuiditas sebagai akibat dari krisis yang terjadi. Pada tahun-tahun berikutnya, suku bunga SBI berfluktuasi setiap tahunnya. Dan sejak krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008, pemerintah mengambil kebijakan untuk menurunkan suku bunga, terlihat pada tabel diatas suku bunga SBI berada pada titik 6% pada tahun 2011. Selain itu, dalam pengendalian jumlah uang beredar, bank sentral menerapkan kebijakan Giro Wajib Minimum. Jika Bank Sentral menurunkan Giro Wajib Minimum maka daya ekspansi kredit bank umum akan meningkat sehingga jumlah uang beredar bertambah. Sebaliknya jika Giro Wajib Minimum dinaikkan maka daya ekspansi kredit bank umum menurun dan jumlah uang beredar berkurang (Manurung dan Rahardja, 2004;136). Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pengaruh Pendapatan Nasional, Tingkat Suku Bunga SBI dan Giro wajib minimum terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia?” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Nasional, Tingkat Suku Bunga SBI dan Giro wajib minimum terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia. TINJAUAN PUSTAKA Model penawaran uang bertujuan menganalisis faktor-faktor penentu penawaran uang. Penawaran uang merupakan otoritas moneter akan tetapi otoritas moneter tidak akan mampu mengendalikan penawaran uang secara total. Perilaku bank-bank komersial dalam mengelola aset dan kewajibannya turut memengaruhi penawaran uang. Permasalahannya adalah instrumen mana yang paling efektif dalam pengendalian penawaran uang, apakah instrumen uang dalam arti paling luas atau high-powered money atau instrumen tingkat bunga. Lebih jauh dapat dianalisis pada kondisi yang bagaimana instrumen uang dalam arti paling luas dan instrumen tingkat bunga lebih efektif dibandingkan satu lama lain.
3
1. Model Dasar Penawaran Uang (Manurung, 2009;187) Jumlah stok uang oleh bank sentral merupakan penjumlahan mata uang [C] dengan deposit giro bank-bank komersial [D], yaitu: M=C+D (15.1) Mata uang mencakup mata uang yang dipegang oleh masyarakat nonbank dan tidak termasuk kas bank-bank komersial. Rasio mata uang dalam sirkulasi terhadap deposit adalah CR = C/D, di bawah kendali masyarakat bukan di bawah kendali bankbank komersial atau bank sentral. Stoic uang dalam arti luas [H] adalah penjumlahan mata uang dalam sirkulasi [C] ditambah cadangan bank [TR], yaitu: H=C+TR (15.2) Jika rasio cadangan bank terhadap deposit adalah RR = TR/D, di bawah kendali bank sentral, maka stok uang dan stok uang dalam arti paling luas masing-masing adalah: = +1 atau M=[CR+1] D (15.3) = + atau H=[CR+RR] D (15.4) Dari persamaan (15.3) dan (15.4) diperoleh rasio stok uang terhadap stok uang dalam arti paling luas adalah sebagai berikut: = (15.5) Spesifikasi penentu CR dan RR memerluka'n pemahaman tentang neraca bank-bank komersial. Pada dasarnya, CR merupakan tren variabel clan untuk tujuan analisis diasumsikan konstan. Variabel RR secara dominan ditentukan oleh bank-bank komersial, sehingga analisis dipusatkan pada penentuan [M] dan [H]. Format atau bentuk dasar dari neraca bank-bank komersial adalah: Neraca Bank Komersial Aset Cadangan Pinjaman Aset Fisik
Kewajiban TR BL PA
Deposit Cadangan Pinjaman Modal Ekuitas
D BR NW
Aspek paling penting dari perilaku bank-bank komersial adalah menentukan rasio cadangan terhadap deposit. Cadangan bank-bank komersial ada dua, yaitu cadangan wajib (required reserve) dan cadangan lebih (excess reserve). Misalkan giro wajib minimum merupakan faktor proporsi [K] dan cadangan lebih [ER] sehingga: TR= K D+ER dan ER =e(R) D (15.6) Diketahui bahwa e(R) merupakan fungsi menurun dari D[∂e/∂D < 0], artinya peningkatan deposit bank akan menurunkan cadangan lebih bank, sehingga total cadangan bank-bank komersial berubah menjadi TR=k D+e(R) D (15.7) Dari substitusi persamaan (15.7) ke (15.5) diperoleh rasio stok uang nominal dengan stok uang dala arti paling luas, yaitu: = atau M = µ (R,k,CR) H ( )
4
di mana µ adalah suatU fungsi dengan nilai µ, > 0, µK dan µoR < 0. Peningkatan tingkat bunga nominal dan stok uang dalam arti paling luas akan menaikkan penawaran stok uang nominal, sebaliknya peningkatan giro wajib minimum clan rasio mata uang dengan deposit akan menurunkan penawaran stok uang nominal. Jika x+ e(R) = RR maka komponen kanan persamaan (15.8) adalah: = = =1+ (15.9) ( ) Bentuk terakhir dari (15.9) pasti positif akan tetapi peningkatan CR di mana RR konstan, bisa negatif atau positif. Oleh sebab itu, peningkatan rasio sirkulasi mata uang terhadap deposit [CR] akan menurunkan penawaran stok uang. Persamaan (15.8) menjelaskan bahwa penawaran stok uang nominal ditentukan oleh tiga faktor, yaitu stok uang dalam arti paling luas, tingkat giro wajib minimum, dan rasio stok uang terhadap deposit. Semakin tinggi rasio stok uang dalam arti paling luas maka penawaran stok uang semakin tinggi, sebaliknya semakin tinggi tingkat giro wajib minimum dan rasio sirkulasi mata uang terhadap deposit maka penawaran stok uang semakin rendah, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. 1. Pengendalian Stok Uang (Manurung, 2009;189) Bank sentral selalu mengantisipasi perubahan pendapatan riil [y] dan tingkat harga umum [P]. Misalkan jumlah stok uang yang diinginkan bank sentral adalah M' dan bergantung pada H, x, clan CR. Proses pengendalian stok uang dilakukan dengan menentukan x dan CR konstan, sehingga rasio sirkulasi mata uang dengan stok uang dalam arti paling luas adalah:
Gambar 2 Faktor-faktor penentu Penawaran Uang R M = M [R, CR, ] H
M
5
Substitusi persamaan (gambar 2) ke fungsi permintaan riil akan menghasilkan keseimbangan pasar uang, yaitu :
Nilai Mt=Mt , Pt=Pt dan yt=yt pada persamaan (15.11), sehingga diperoleh keseimbangan permintaan dan penawaran stok uang riil sebagai berikut:
Dari (15.12) diketahui bahwa untuk mencapai realisasi target stok uang [M,'], bank sentral selalu mengendalikan jumlah stok uang dalam arti paling luas, pada ekspektasi tingkat harga [P,c] dan pendapatan rid [y,~] tertentu. Akan tetapi realisasi target stok uang dapat lebih tinggi atau lebih rendah karena perilaku acak penawaran uang: Alternatif lain dalam pengendalian stok uang adalah menentukan tingkat bunga atau instrumen tingkat bunga atau instrumen operasi. 2. Analisis Permintaan dan Penawaran Uang (Manurung, 2009;190) Model permintaan uang secara empiris adalah fuungsi dari tingkat harga, tingkat pendapatan rill, dan tingkat bunga nominal. Model penawaran uang secara empiris adalah fungsi dari stok uang dalam arti paling luas dan tingkat bunga, yaitu:
Dampak s, µ, ln(y ) dan ln(P ) mengakibatkan nilai ekspektasi stok uang sama.dengan stok uang riil aktual [M~` = Mj masing-masing sebagai berikut:
Dengan asumsi bahwa nilai rata-rata E(s) dan E(µQ sama dengan nol, akibatnya permintaan dan penawaran uang stok uang seimbang Dengan mengeliminasi tingkat bunga [R) karena permintaan dan penawaran stok uang serta tingkat bunga adalah variabel endogen. Jumlah stok uang dalam arti paling luas sebagai berikut:
6
Substitusi (15.16) ke (15.13) dan (15.14) akan menghasilkan keseimbangan permintaan dan penawaran stok uang nominal sebagai berikut:
Dan substitusi (15.16) ke (15.17) akan menghasilkan perbedaan jumlah permintaan stok uang nominal dengan target penawaran stok uang, yaitu:
Kuadrat perbedaan permintaan uang dengan penawaran uang disebut rata-rata kesalahan kuadrat (mean square error-MSE), yaitu :
Misalkan sehingga pengendalian permintaan dan penawaran stok uang dapat diformulasikan menjadi :
perbedaan
Persamaan (15.20) menjelaskan kesalahan pengendalian stok uang adalah rata-rata tertimbang dari kejutan penawaran uang [pj dan kejutan permintaan uang [zj. Secara formal, E(z) = 0; E(z 2) = 6?, dan E(z, z_.) = 0 untuk i = 1, 2, 3, .. , n. Aplikasikan rumus varians dua variabel untuk memperoleh MSE adalah:
Diketahui bahwa nilai z dan µ, adalah independen atau tidak berkorelasi sehingga cov[z,, µj = 0. Oleh sebab itu, persamaan (15.21) dapat dituliskan menjadi:
Persamaan (15.22) menjelaskan bahwa kesalahan pengendalian stok uang ditentukan oleh kejutan pada perilaku bank-bank komersial [pj dan kejutan pada perilaku masyarakat dalam memegang uang [z']. Bagaimana efektivitas pengendalian stok uang dengan instrumen tingkat bunga [RJ? Kesalahan pengendalian stok uang dengan tingkat bunga diperoleh dengan mengurangkan pengendalian stok uang dengan instrumen tingkat bunga [RJ? Kesalahan pengendalian stok uang dengan tingkat bunga diperoleh dengan mengurangkan persamaan (15.15A) dari (15.13), yaitu: 7
Dari persamaan (15.23) clan (15.24) dapat disimpulkan bahwa kebijakan pengendalian stok uang dengan: 1. Instrumen stok uang dalaln arti paling luas lebih baik dibandingkan dengan instrumen tingkat bunga jika a4 z_< a. z atau kejutan pada perilaku bank-bank komersial lebih kecil atau sama dengan kejutan pada perilaku memegang uang dari masyarakat. 2. Instrumen tingkat bunga lebih balk dibandingkan dengan stok uang dalam arti paling luas jika aF Z> a 2 atau kejutan pada perilaku bank-bank komersial lebih besar dari kejutan pada perilaku memegang uang. METODE PENELITIAN Dalam hal ini, penulis mengadakan penelitian di Pekanbaru dengan menganalisis data Indonesia dimulai tahun 1999 sampai 2011 dengan tujuan untuk mengetahui apakah Pendapatan Nasional, Tingkat Suku Bunga SBI dan Kebijakan Giro Wajib Minimum berhubungan dan berpengaruh terhadap jumlah uang beredar di Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data sekunder yang berasal dari berbagai sumber, antara lain Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Data-data tersebut diperoleh dari laporan bulanan maupun laporan tahunan. Selain itu penulis juga memperoleh data dari searching internet, buku referensi, jurnal-jurnal ilmiah dan kepustakaan yang dianggap relevan dengan maksud dan tujuan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen dan tiga variabel independen. Defenisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jumlah Uang Beredar (M1) Jumlah uang beredar (M1) adalah jumlah uang beredar dalam arti sempit dimana jumlah uang beredar yang terdiri atas uang kartal dan uang giral. Data yang dipakai adalah data selama periode penelitian yaitu tahun 1999 triwulan I sampai dengan 2011 triwulan IV dalam triliun rupiah. 2. Pendapatan Nasional Pendapatan nasional adalah variabel independen, pendapatan nasional merupakan jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat dalam suatu negara selama satu tahun tertentu. Dalam penilitian ini menggunakan data Produk Domestik Bruto Indonesia berdasarkan harga berlaku periode 1999 triwulan I sampai dengan 2011 triwulan IV. 3. Suku Bunga SBI (rSBI) Suku bunga sertifikat Bank Indonesia adalah variabel independen, suku bunga dalam hal ini suku bunga SBI pada umumnya, di tunjukkan dalam persen karena merupakan rasio dari pendapatan bunga yang diperoleh terhadap besarnya nilai sertifikat Bank Indonesia yang dimiliki oleh pemilik SBI. Tingkat bunga SBI yang digunakan data triwulan periode 1999 triwulan 1 sampai dengan 2011 triwulan IV. 8
4. Giro Wajib Minimum Giro Wajib Minimum adalah salah satu kebijakan yang ditetapkan oleh Bank Sentral dalam mengendalikan jumlah uang beredar di Indonesia. Dalam penelitian ini Giro Wajib Minimum adalah sebagai dummy variabel dengan formulasi 0 dan 1. GWM 5%=0 dan GWM 8%=1 Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, laporan penelitian ilmiah yang berhubungan dengan topik penelitian, serta melakukan download situs www.bi.go.id dan alamat website lain yang terkait. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Analisis kuantitatif yaitu data yang telah dikumpulkan ditabulasikan kembali sesuai dengan kebutuhan dan untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga SBI dan dummy Giro Wajib Minimum terhadap jumlah uang beredar akan digunakan regresi linear berganda dengan menggunakan fasilitas program komputer SPSS (Statistical Package Social Science). 1. Pengujian Statistik Pengujian terhadap hipotesis ini menggunakan analisis regresi linier berganda. Model ini menggambarkan hubungan antara independent variabel dan dependent variabel. Adapun bentuk model regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah ( Nachrowi, 2006; 92 ): Ŷi = b0 + b1X1i + b2X2i +D+ei Dimana: Ŷi = Jumlah Uang Beredar i (Triliun Rupiah) b0 = Konstanta (intersep) b1 b2 = Koefesien Persamaan Regresi X1i = Pendapatan Nasional (Triliun Rupiah) X2i = rSBI (%) D = dummy GWM e = Standart error a. Uji Parsial (uji t) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Imam Ghozali,2005). Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan tingkat signifikansinya (Level of significant). Level Signifikan yakni berada pada signifikansi 0,05.Untuk mendapatkan t-hitung dapat digunakan rumus: −ℎ Dimana
=
:
i = 1,2,3,……… n b = Estimasi untuk b ke i Sb = standar deviasi untuk b ke i Dengan kriteria pengujian sebagai berikut : a. Pengujian untuk (Pendapatan Nasional) Pengujian sebagai berikut : Ho :b1 = 0 9
H1 :b1 ≠ 0 Ho diterima Jika Sig t-hitung ≥ Sig t (α) Artinya : Pendapatan Nasional tidak berpengaruh signifikan terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia Ho ditolak jika Sig t-hitung ≤ Sig t (α) Artinya : Pendapatan Nasional berpengaruh signifikan terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia b. Pengujian untuk b2 (Tingkat Suku Bunga SBI) Ho :b2 = 0 H1 :b2 ≠ 0 Ho diterima jika Sig t-hitung ≥ Sig t (α) Artinya : Tingkat Suku SBI tidak berpengaruh signifikan terhadap Jumlah Uang beredar di Indonesia Ho ditolak jika Sig t-hitung ≤ Sig t (α) Artinya : Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia b. Uji simultan (uji F) Uji F digunakan untuk mengetahui apakah ada atau tidak pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk pengujian F dilakukan dengan membandingkan nilai Sig F-hitung dengan Sig F. Dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Dimana : R2 = k = n =
Koesfisien determinasi Jumlah Variabel Jumlah Tahun/Sampel
Prosedur untuk pengujian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Ho :b1 =b2 = 0 HI : b1 =b2 ≠ 0 b. Taraf nyata α = 0,05 c. Uji F Ho diterima : Jika Sig F-hitung ≥ Sig F (α) Artinya : Pendapatan Nasional dan Tingkat Suku Bunga SBI tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia Ho ditolak : Jika Sig F-hitung ≤ Sig F (α)
10
Artinya
:Pendapatan Nasional dan Tingkat Suku Bunga SBI mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia c. Koefisien determinasi (R2) Ini dilakukan untuk menyelidiki berapa besar kontribusi variabel independent (Pendapatan Nasional dan Suku Bunga SBI) terhadap variabel dependent (jumlah uang beredar) secara menyeluruh dengan formulasi sebagai berikut: R2 = d. Koefisian korelasi berganda (R) Koefisien korelasi digunakan untuk mengukur atau menunjukkan seberapa kuat atau lemahnya hubungan antara variabel bebas (X) denga variabel tidak bebas (Y). Adapun koefesien korelasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus: R=√R Besar koefisien korelasi antara -1 dan 1, maka nilai R dapat dinyatakan sebagai berikut: Jika R > 1, maka hubungan variabel dependent dan independent sempurna positif ( mendekati 1, hubungan kuat dan positif) Jika R = 0. Lemah sekali atau tidak ada hubungan Jika R < 1, sempurna negatif ( mendekati -1, hubungan sangat kuat dan negatif). 2. Uji Penyimpangan asumsi klasik (Diagnostic Test) a. Uji Normalitas Tujuannya untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependent, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Pengujian dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-P Regression Standarized Residuals. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas data. Jika tidak, berarti tidak memenuhi asumsi normalitas data. b. Uji Multikolinearitas Uji ini diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel independen. Jika ada, berarti multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat korelasi di antara variabel independen. Pengujian keberadaan multikolinearitas dilakukan dengan mengamati besaran variance Inflator Factor (VIF) dan Tolerance, model dikatakan bebas multikolinearitas jika VIF < 10 dan mempunyai tolerance > 0.1. c. Autokolerasi Menguji autokorelasi dalam suatu model dengan tujuan mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu dengan variabel pengganggu sebelumnya. Cara mudah mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson. Model regresi linear berganda terbatas dari autokorelasi jika nilai Durbin Watson hitung terletak di daerah tidak autokorelasi. Pengujian autokorelasi pada penelitian ini dengan menggunakan statistik Durbin Watson. Apabila D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif, apabila D11
W berada diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, dan apabila D-W berada dibawah +2 ini berarti ada autokorelasi negatif. d. Heteroskedastisitas Untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual, dan dari suatu pengamatan lain. Jika varian dari residualnya tetap, maka tidak ada heterokedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilihat dari ada tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot. Jika membentuk pola tertentu, maka terdapat heterokedastisitas. Dan jika titiknya menyebar, maka terdapat heterokedastisitas. Menurut Ghozali (2005;105) ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas yaitu dengan menggunakan scatterplot. Dengan menggunakan scatterplot heterokedastisitas dapat dideteksi jika scatterplot menunjukkan adanya pola tertentu seperti titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur. Jika scatterplot membentuk suatu pola yang jelas serta data menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu “Y”, maka terdapat heterokedastisitas pada model penelitian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA Perkembangan jumlah uang beredar mencerminkan ataupun seiring dengan kemajuan perekonomian suatu negara. Peningkatan jumlah uang beredar disertai perubahan komposisinya adalah keadaan dimana perekonomian suatu negara semakin maju. Pasca krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 jumlah uang beredar mengalami peningkatan setiap tahunnya baik M1 maupun M2 serta komposisinya. Pada tahun 1999 posisi uang beredar M1 sebesar Rp 124.633 milyar meningkat menjadi Rp 722.991 milyar pada tahun 2011. Sedangkan posisi uang beredar M2 sebesar Rp 646.205 milyar meningkat menjadi Rp 2.862.831 milyar pada tahun 2011. Gambar 5: Grafik Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Indonesia periode 1999 triwulan I - 2011 triwulan IV (dalam milyar rupiah) 800 700 600 500 400
M1
300
Uang Kuartal
200 100
Uang Giral
0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52
PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Secara umum perekonomian Indonesia pada tahun 1999 diprediksi sudah mampu menahan laju pertumbuhan negatif. Hal ini dicerminkan oleh perkembangan 12
PDB selama triwulan pertama dan kedua tahun 1999. Berdasarkan perkembangan terakhir, PDB Indonesia pada tahun 1999 mencapai sekitar Rp1.075 triliun atas dasar harga berlaku. Angka ini menunjukkan peningkatan hampir 14% dari PDB tahun 1998 yang hanya Rp943 triliun. Gambar 6 : Grafik Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Periode 1999 triwulan 1 – 2011 triwulan IV
PDB harga berlaku (migas) 3000000 2000000 1000000
PDB hrga brlaku (migas)
0 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49
Perkembangan PDB berdasarkan atas dasar harga berlaku terus mengalami peningkatan hingga tahun 2011. Dimana pada tahun 2011 PDB mencapai Rp 7,427.10 triliun. PERKEMBANGAN TINGKAT SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA Pada saat terjadinya krisis tahun 1997 suku bunga SBI naik yaitu mencapai lebih dari 70%. Kenaikan suku bunga SBI ini dimaksudkan untuk membatasi ekspansi kredit perbankan dan menarik uang beredar dari sistem perbankan yang dikonversikan ke dalam SBI di Bank Indonesia. Pasca krisis yang terjadi, suku bunga SBI berfluktuasi setiap tahunnya. Suku bunga tertinggi terjadi pada tahun 1999 yaitu berada pada posisi 34,42%, sedangkan posisi terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu berada pada posisi 6%. Gambar 7: Grafik Perkembangan Suku Bunga SBI di Indonesia dari tahun 1999 Triwulan I - 2011 Triwulan IV 40 30
Triwulan I
20
Triwulan II
10
Triwulan III Triwulan IV
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Sumber: BI, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Sepanjang tahun 2010, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga SBI sebesar 6,5% dan pada tahun 2011 tidak jauh beda dengan perkembangan suku bunga SBI tahun 2010, yaitu pada triwulan I suku bunga SBI tetap dipertahankan sebesar
13
6,5%, selanjutnya pada triwulan II dan III suku bunga SBI naik menjadi 6.75% dan pada akhir tahun atau triwulan IV suku bunga SBI turun menjadi 6%. PERKEMBANGAN PERUBAHAN KEBIJAKAN GIRO WAJIB MINIMUM (RESERVE REQUIREMENT) Tabel 3. Perubahan GWM yang dikenakan oleh BI Tahun
Jumlah GWM yang dikenakan ke setiap bank
1957-1977 1977-1988
30% dari kewajiban lancarnya 15% dari kewajiban lancarnya 2 % dari total DPK dimana terdiri dari deposito berjanga, 1988-1996 tabungan dan giro 1996-1997 3% dari total DPK 1997-2004 5% dari total DPK 5% dari total DPk 1) Bank dengan total DPK antara 1-10 triliun dikenakan tambahan 1% sehingga totalnya menjadi 6%. 2) Bank dengan total DPK antara 10-50 triliun dikenakan 2004-2009 tambahan 2% sehingga totalnya menjadi 7%. 3) Bank dengan total DPK diatas 50 triliun dikenakan tambahan 3% sehingga totalnya menjadi 8%. 4) Bank dengan total DPK sampai dengan 1 triliun tidak dikenakan tambahan GWM. 2010-sekarang 8% dari total DPK Sumber: Peraturan BI tentang GWM Dapat dilihat dari tabel diatas, selama periode penelitian yaitu dari tahun 1999-2011 kebijakan giro wajib minimum yang ditetapkan oleh bank sentral hanya mengalami dua kali perubahan yaitu 5% dan 8%. ANALISIS DATA Analisis Regresi Linier Berganda Tabel 4: Hasil Uji Regresi Linear Berganda Model
Unstandardized Coefficients
Standarized Coefficients Beta
T
Sig.
B Std. Error Constant 57,125 13,521 4,226 .000 PDB .333 .010 1,002 34,309 .000 rSBI -1,550 .710 -.046 -2,182 .034 GWM -24,158 11,531 -.052 -2,095 .041 Sumber: Data Hasil Penelitian Berdasarkan tabel diatas maka diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Y= 57,125-1,550X1 +0.333X2 -24,158D
14
Dari hasil persamaan regresi berganda diperoleh koefisien konstanta sebesar 57,125 yang berarti jika PDB, tingkat suku bunga SBI adalah nol, maka jumlah uang beredar sebesar Rp. 57,125 milyar. Dari tabel diatas, juga diperoleh suatu gambaran bahwa koefisien regresi dari variabel PDB (X1) memiliki beta yang bertanda positif, hal ini berarti jika variabel PDB ditingkatkan akan berdampak pada naiknya jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga SBI memiliki beta yang bertanda negatif, hal ini berarti jika variabel bebas tingkat suku bunga SBI (X2) ditingkatkan akan berdampak pada turunnya jumlah uang beredar dan. Nilai koefisien untuk tingkat suku bunga SBI adalah -1,550 berarti setiap kenaikan tingkat suku bunga SBI sebesar 1%, maka jumlah uang beredar turun sebesar Rp. 1,550 milyar. Nilai koefisien untuk PDB adalah 0.333 berarti setiap kenaikan PDB 1 rupiah, maka jumlah uang beredar naik sebesar 0.333 milyar. Dan untuk dummy GWM terdapat nilai 24,158, yang berarti kenaikan rasio GWM menurunkan jumlah uang sebesar Rp. 24,158 milyar. a. Pengujian Secara Parsial 1. Pendapatan Nasional Dari hasil perhitungan statistik dengan komputer program SPSS diperoleh koefisien regresi linier berganda untuk variabel Pendapatan Nasional (X2) sebesar 32,747 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Karena 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak. Berarti memang benar bahwa variabel Pendapatn nasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jumlah uang yang beredar pada tingkat kepercayaan 95%. 2. Tingkat Suku Bunga SBI Dari hasil perhitungan statistik dengan komputer program SPSS diperoleh koefisien regresi untuk variabel tingkat suku bunga (X1) sebesar -2,182 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,034. Karena 0,034 < 0,05 maka Ho ditolak. Berarti variabel suku bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah uang beredar pada tingkat kepercayaan 95%. b. Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F) Tabel 5: Tabel Anova untuk Pengujian Hipotesis Secara Serentak (Simultan) ANOVAb Sum of Squares
Model 1
Regression Residual
Df
Mean Square
1447291,759
3
18976,891
48
F
482430,586 1220,256
Sig. .000a
395,352
Total 1466268,650 51 Sumber : Data Hasil Penelitian Hasil pengolahan data statistik dengan komputer program SPSS dengan metode Enter diperoleh hasil pada uji ANOVA (Analysis of Variance). Angka F hitung yang diperoleh adalah sebesar 1220,256 pada tingkat signifikansi 0,000. Karena 0,000<0,05 maka H0 ditolak. Berarti memang benar Pendapatan Nasional,
15
tingkat suku bunga SBI dan dummy GWM secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jumlah uang beredar pada tingkat kepercayaan 9 5 % . a. Koefisien Determinasi berganda (R2 ) Tabel 6: Koefesien Determinasi dan Korelasi Pendapatan Nasional, Tingkat Suku Bunga SBI dan GWM terhadap Jumlah Uang Beredar Std. Error of the Model R R Square Adjusted R Square Estimate a 1 .994 .987 .986 20792,222216 Sumber: Data Hasil Penelitian Dari hasil perhitungan diperoleh angka R2 adalah sebesar 0,987 yang artinya sumbangan Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga SBI dan dummy GWM terhadap variasi (naik turunnya Y) jumlah uang beredar ditentukan oleh 98,7% sumbangan Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga SBI dan dummy GWM sisanya ditentukan oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model ini. b. Koefisien Korelasi (R) Dari hasil perhitungan dengan bantuan Komputer program SPSS diperoleh angka R=0,994 atau sebesar 99,4%, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan korelasi yang kuat antara variabel Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga SBI dan dummy GWM terhadap Jumlah Uang Beredar. 1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Data Gambar 8: Uji Normalitas Data
16
Berdasarkan gambar diatas, data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas data ini berarti bahwa data tersebut normal dan layak untuk diuji. b. Uji Multikolinearitas Tabel 7. Hasil Uji Multikolinieritas Coefficientsa Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
VIF
(Constant) PDB Rsbi
.316 .605
3.164 1,653
GWM .439 2,277 Sumber: data hasil penelitian Dari hasil perhitungan nilai tolerance pada hasil analisis data, diperoleh nilai VIF untuk PDB sebesar 3.164 (<10), dengan nilai tolerance 0.316 (>0.10), selanjutnya variabel suku bunga SBI sebesar 1.653 (<10), dengan nilai tolerance 0.605 (>0.10) dan untuk GWM sebesar 2.277 (<10), dengan nilai tolerance 0.439 (>0.10). Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut bebas dari multikolinieritas. c. Uji Autokolerasi Tabel 8: Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model
Durbin-Watson
1 1,421 Sumber : Data Hasil Penelitian Berdasarkan hasil uji Durbin-Watson tabel diatas, nilai DW untuk ketiga variabel independen adalah 1.421 yang berarti nilai DW berada diantara -2 sampai +2 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi dalam model penelitian ini. d. Uji Heteroskedastisitas Gambar 9: Hasil Uji Heteroskedastisitas
17
Sumber : Data Hasil Penelitian Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini bebas dari heteroskedastisitas. KESIMPULAN Secara Simultan dapat dilihat dari hasil kesimpulan uji F yang diperkuat dengan melakukan pengujian terhadap probabilitasnya dimana nilai probabilitas atau tingkat signifikansi pada ANOVA berada pada tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang jauh lebih kecil dari 0,05. Jadi memang benar Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga SBI dan dummy GWM secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jumlah uang yang beredar, pada tingkat kepercayaan 95%. Secara parsial, variabel Pendapatan Nasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jumlah uang beredar pada tingkat kepercayaan 95%, hal ini dapat dilihat dari tingkat signifikansinya yaitu 0,000 yang jauh lebih kecil dari 0,05. Dan variabel tingkat suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jumlah uang yang beredar pada tingkat kepercayaan 95%, kesimpulan tersebut diambil berdasarkan hasil perbandingan tingkat signifikansinya yaitu sebesar 0,034 yang jauh lebih kecil dari 0,05. Dari hasil perhitungan dengan bantuan Komputer program SPSS diperoleh angka R2 adalah sebesar 0,987. Dengan demikian angka R2 yang sebesar 0,987 itu artinya sumbangan Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga SBI dan dummy GWM terhadap variasi (naik turunnya Y) jumlah uang yang beredar ditentukan oleh 98,7% sumbangan Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga SBI dan dummy GWM sisanya ditentukan oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model ini. SARAN 1. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter perlu hati-hati dalam meningkatkan suku bunga SBI, karena suku bunga SBI merupakan pedoman untuk penentuan suku bunga lainnya. 2. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter juga harus tetap menjaga fungsinya dalam menetapkan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar di Indonesia dalam upaya mencapai kestabilan nilai rupiah dan harga (inflasi). 3. Dalam penelitian ini hanya pendapatan nasional, tingkat suku bunga SBI dan GWM sebagai variabel independennya. Jadi, untuk peneliti selanjutnya disarankan agar dapat menggunakan variabel lain atau menambah variabel independen yang potensial memberikan kontribusi terhadap jumlah uang beredar (variabel dependen). DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia. Berbagai edisi. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia19992011. Boediono, 2001. Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta. 18
Daulay, Nur Khoiriyah, 2005. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Cadangan Devisa dan Suku Bunga SBI terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dornbusch, Rudiger, Stanley Fischer, Richard Startz. 2008. Makroekonomi. Jakarta: Media Global Edukasi. Fuady, Munir, 1999. Hukum Perbankan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Herlambang, Teddy, Sugiarto, Brastoro, Said Kelana. 2001. Ekonomi Makro: Teori, Analisis dan Kebijakan. Jakarta: Gramedia. Hasan, Iqbal, 2002. Statistik Inferensi, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Kasmir, 2002.Bank Dan Lembaga Keuangan Lainya, Raja Grafindo Persada, Jakarta Kasmir, 2007.Dasar-dasar Perbankan, Rajawali Pres, Jakarta. Lubis, Susi Kartini, 2005. Pengaruh Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Atas Dollar AS Terhadap Jumlah Ekspor, Impor dan Jumlah Uang Beredar di Provinsi Riau, Universitas Riau, Pekanbaru. Mahmudy, Mahdi, 2005. Pasar Uang Rupiah, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia, Jakarta. Malayu, S.P Hasibuan, 2005.Dasar-dasar Perbankan, PT.Bumi Aksara, Jakarta. Mankiw, N. Gregory, 2000. Teori Makro Ekonomi, Erlangga, Jakarta. Mankiw, N. Gregory, 2006. Makroekonomi, Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta. Manurung, Mandala, dan Rahardja, Prathama, 2004. Uang, Perbankan dan Ekonomi Moneter: Kajian Kontekstual Indonesia, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Manurung, Joni dan Manurung, Adler Haymans, 2009.Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter, , Salemba Empat, Jakarta Mishkin, Frederich S, 2080.Ekonomi Uang Perbankan dan Pasar Keuangan, Edisi 8, Salemba Empat, Jakarta. Mayes, Anthony dan Widayatsari, Ani, 2008. Ekonomi Moneter II, Fakultas Ekonomi Universitas Riau, Pekanbaru. Nachrowi, Djalal Nachrowi dan Hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer Dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi Dan Keuangan. Jakarta: LPFE UI. Nopirin, 2000.Ekonomi Moneter Buku, BPFE UGM, Yogyakarta. Pandia, Frianto, Ompusunggu, Elly Santi dan Abror, Achmad, 2005. Lembaga Keuangan, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Perry, Warjiyo, 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia, Jakarta. Pohan, Aulia, 2008. Potret Kebijakan Meneter Indonesia: Sebarapa Jauh Kebijakan Moneter Mewarnai Perekonomian Indonesia, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Puspopranoto, Sawaldjo, 2004.Keuangan Perbankan dan Pasar Keuangan, LP3ES, Jakarta. Rimski K. Judisseno, 2002.Sistem Moneter Dan Perbakan Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sibarani, Rheince, 2006.Pengaruh Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar Terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia, Universitas Sumatera Utara. 19
Sukirno, Sadono, 2004. Makro Ekonomi;Teori Pengantar, Rajawali Pres, Jakarta. Suseno, Solikin, 2005.Uang, PPSK BI, Jakarta. Zulverdi, Doddy et al, 2000.Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol 3 No.3, Bank Indonesia, Jakarta. http://www.detikfinance.com/read/2008/10/06/175041/1016164/kadin-beri-20rekomendasi-atasi-krisis-global www.bi.go.id
20