PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM DAN INFLASI TERHADAP PENYALURAN KREDIT INVESTASI SERTA PERANNYA PADA PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
OLEH DWI ENDAH KUSUMAWATI H14104025
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DWI ENDAH KUSUMAWATI. Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum dan Inflasi terhadap Penyaluran Kredit Investasi serta Perannya pada Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (dibimbing oleh BUNASOR SANIM).
Pembangunan nasional di Indonesia membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit jumlahnya. Pembiayaan pembangunan tersebut diperoleh melalui mobilisasi dana masyarakat dalam negeri yang dikelola oleh perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Salah satu penggunaan dana tersebut adalah melalui pemberian kredit, terutama penyaluran kredit untuk sektor mikro. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan kredit, terdapat salah satu jenis kredit yang disalurkan oleh bank yang mempunyai signifikansi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu kredit investasi. Namun beberapa tahun terakhir dominasi kredit konsumsi justru lebih tinggi dibandingkan dengan kredit investasi. Sebagai akibat dari rendahnya penyaluran kredit bank tersebut, maka kelebihan likuiditas perbankan akhirnya tertanam di SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Untuk mengatasi hal ini maka pada tahun 2004, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan baru mengenai Giro Wajib Minimum (GWM). Rendahnya penyaluran kredit investasi tidak hanya disebabkan oleh perubahan GWM, tetapi juga bisa disebabkan oleh tingginya rasio kredit bermasalah dan fluktuasi inflasi. Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM menyebabkan inflasi yang melambung tinggi. Sehingga berdampak buruk pada tingkat suku bunga SBI dan tingkat suku bunga kredit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh perubahan GWM dan inflasi terhadap penyaluran kredit investasi dan melihat bagaimana peranan kredit investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series bulanan dengan periode 2003:1 hingga 2007:12. Data yang digunakan adalah jumlah kredit investasi, total DPK, jumlah GWM, Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan kredit investasi (NPLINV), Indeks Harga Konsumen (IHK), suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi, serta Gross Domestic Product (GDP). Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan software E-Views 4 dan Microsoft Excel. Penelitian ini menggunakan metode VAR yang dikombinasikan dengan VECM, karena data yang digunakan stasioner pada first difference dan terkointegrasi. Untuk melihat respon suatu variabel akibat guncangan variabel lain digunakan Impulse Response Function (IRF) dan untuk melihat dominasi suatu variabel dalam menjelaskan variabel yang diamati digunakan Variance Decompositions (VD). Berdasarkan hasil analisis VECM, didapat bahwa dalam jangka pendek variabel yang signifikan mempengaruhi kredit investasi hanya variabel GDP. Sedangkan untuk jangka panjang semua variabel berpengaruh signifikan terhadap kredit investasi kecuali variabel GWM. Hal itu terjadi karena perbankan lebih senang menyalurkan kredit yang memiliki resiko rendah. Dari hasil IRF diketahui bahwa dalam jangka panjang guncangan yang diakibatkan oleh variabel kredit investasi, LDR, GDP dan suku bunga kredit
investasi direspon positif oleh kredit investasi. Sedangkan guncangan dari variabel DPK, GWM, suku bunga SBI dan NPL kredit investasi direspon negatif oleh kredit investasi. Dari hasil VD diketahui bahwa selama periode penelitian urutan variabel-variabel yang menjelaskan kredit investasi adalah total kredit investasi, GWM, NPL kredit investasi, DPK, GDP, LDR, suku bunga SBI, IHK dan suku bunga kredit investasi. Dari hasil analisis diketahui bahwa kredit investasi memberikan peranan yang penting dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu untuk meningkatkan penyaluran kredit investasi adalah dengan memperbaiki kondisi makroekonomi sehingga dapat memperbaiki iklim investasi di Indonesia.
PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM DAN INFLASI TERHADAP PENYALURAN KREDIT INVESTASI SERTA PERANNYA PADA PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
Oleh DWI ENDAH KUSUMAWATI H14104025
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Dwi Endah Kusumawati
Nomor Registrasi Pokok : H14104025 Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul
: Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum dan Inflasi terhadap Penyaluran Kredit Investasi serta Perannya pada Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc NIP. 130 345 012
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Tanggal kelulusan:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Agustus 2008
Dwi Endah Kusumawati NRP. H14104025
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Situbondo pada tanggal 26 April 1986 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan H. Daman Huri, SH. Dan Enny Herawati. Penulis mengawali pendidikan di TK Dharma Wanita Situbondo pada tahun 1989-1992. Kemudian melanjutkan ke SDN III Patokan Situbondo dan lulus pada tahun 1998. Jenjang pendidikan berikutnya yang ditempuh oleh penulis adalah SLTP yaitu SLTP Negeri 1 Bondowoso dan lulus pada tahun 2001. Penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bondowoso pada tahun 2004. Melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor tepatnya pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menyelesaikan studi di IPB, penulis aktif dalam organisasi SES-C (Syariah Economy Student Club) periode 2005-2006 serta Organisasi Mahasiswa Daerah IKAPINDO periode 2005-2007.
KATA PENGANTAR Pada kesempatan ini tiada kata yang paling indah untuk diucapkan selain puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum dan Inflasi terhadap Penyaluran Kredit Investasi serta Perannya pada Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sebagai salah satu wujud rasa syukur kehadirat Allah SWT, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, perhatian, doa dan dukungan kepada penulis, serta kakak dan adikku (Roron dan Dani) yang selalu memberikan motivasi kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. H. Bunasor Sanim, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan dan perhatian yang sangat membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku dosen penguji utama dalam ujian sidang yang telah memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Jaenal Effendi, MA selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan koreksi demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Dosen, staff dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEMIPB yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis selama menyelesaikan studi di Departemen Ilmu Ekonomi. 6. Teman-teman IE 41 (Erika, Rian, Sinta, Vebi dan Wenda) yang telah memberikan keceriaan, persahabatan dan motivasi kepada penulis. Kepada Yuliana Mufarrohah, SE. yang telah memberikan masukan kepada penulis serta Dita, Popy, Manda, Fatin, Dyah, Neni dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
7. Teman-teman satu bimbingan skripsi (Ebi, Septy dan Uung), terima kasih atas kerja sama yang dibangun selama penyusunan skripsi dan motivasinya. 8. Teman-teman KKP 41 (Ari, David, Sekar, Yamin dan Yohana) yang telah memberikan warna dalam kehidupan penulis. 9. Teman-teman kost New Arini (NA Gals) yang telah memberikan suasana kekeluargaan dan motivasi kepada penulis. 10. Teman-teman asrama TPB-IPB (Acil, Aghiez dan Qori). 11. Semua pihak yang telah membantu dan memperlancar penyusunan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis senantiasa membuka pintu kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008
Dwi Endah Kusumawati NRP. H14104025
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi I. PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................
5
1.3 Tujuan .....................................................................................................
7
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................
8
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ..........................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 10 2.1 Bank dan Jenis Bank .............................................................................. 10 2.2 Bank Sentral dan Instrumen Kebijakan Moneter ................................... 12 2.2.1 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter .................................... 14 2.2.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Saluran Kredit ............................................................................................. 15 2.3 Kredit ..................................................................................................... 16 2.3.1 Pengertian Kredit............................................................................ 16 2.3.2 Fungsi Kredit .................................................................................. 17 2.3.3 Jenis-jenis Kredit ............................................................................ 19 2.3.4 Manfaat Kredit ............................................................................... 19 2.3.5 Konsep Keseimbangan Pasar Kredit .............................................. 21 2.3.6 Kredit Investasi .............................................................................. 23 2.4 Variabel-variabel Perbankan ................................................................... 24 2.4.1 Giro Wajib Minimum..................................................................... 24 2.4.2 Dana Pihak Ketiga ......................................................................... 27 2.4.2.1 Giro (Demand Deposit) ...................................................... 27 2.4.2.2 Deposito (Time Deposit) .................................................... 28 2.4.2.3 Tabungan (Saving Deposit) ................................................ 29
vii
2.4.3 Loan To Deposit Ratio ................................................................... 29 2.4.4 Non Performing Loan .................................................................... 30 2.5 Variabel Makroekonomi ......................................................................... 31 2.5.1 Suku Bunga dan Inflasi .................................................................. 31 2.5.2 Suku Bunga SBI ............................................................................. 32 2.5.3 Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Suku Bunga ........................ 32 2.5.4 Hubungan Antara Inflasi dan Suku Bunga..................................... 33 2.5.5 Pertumbuhan Ekonomi ................................................................... 34 2.6 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 34 III. KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................... 37 3.1 Hipotesis.................................................................................................. 40 IV. METODE PENELITIAN .............................................................................. 41 4.1 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 41 4.2 Metode Analisis Data .............................................................................. 42 4.3 Model Analisis Data................................................................................ 44 4.4 Pengujian Model ..................................................................................... 46 4.4.1 Uji Stasioneritas ............................................................................. 46 4.4.2 Penentuan Lag Optimal .................................................................. 47 4.4.3 Uji Kointegrasi ............................................................................... 47 4.4.4 Estimasi VAR/VECM .................................................................... 48 4.4.5 Impulse Response Function (IRF) .................................................. 48 4.4.6 Variance Decompositions (VD) .................................................... 48 V. GAMBARAN UMUM................................................................................... 49 5.1 Kredit Investasi ....................................................................................... 50 5.2 Perkembangan Variabel Perbankan ........................................................ 51 5.2.1 Giro Wajib Minimum..................................................................... 51 5.2.2 Dana Pihak Ketiga ......................................................................... 52 5.2.3 Loan To Deposit Ratio ................................................................... 52 5.2.4 Non Performing Loan Kredit Investasi .......................................... 53 5.2.5 Suku Bunga Kredit Investasi.......................................................... 54 5.3 Perkembangan Variabel Makroekonomi................................................. 55 5.3.1 Suku Bunga SBI ............................................................................. 55
viii
5.3.2 Inflasi ............................................................................................. 56 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 57 6.1 Hasil Estimasi ......................................................................................... 57 6.1.1 Unit Root Test ................................................................................ 57 6.1.2 Penentuan Lag Optimal .................................................................. 58 6.1.3 Uji Kointegrasi ............................................................................... 59 6.2 Hasil Estimasi VECM ............................................................................. 60 6.3 Impulse Response Function .................................................................... 62 6.4 Variance Decomposition ......................................................................... 66 6.5 Peran Kredit Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ........................ 67 VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 69 7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 69 7.2 Saran........................................................................................................ 69 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 71 LAMPIRAN ........................................................................................................ 74
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Perkembangan Kredit di Indonesia Pasca Krisis Tahun 1997-2007 .............
2
2. Penyaluran Kredit Perbankan di Indonesia Berdasarkan Jenis Penggunaan Periode 2002-2007....................................................................
5
3. Penelitian Terdahulu Terkait dengan Penyaluran Kredit, GWM dan Inflasi........................................................................................... 34 4. Data, Satuan dan Simbol ............................................................................... 41 5. Hasil Pengujian Akar Unit Pada Level .......................................................... 57 6. Hasil Pengujian Akar Unit Pada First Difference ......................................... 58 7. Penentuan Lag Optimal ................................................................................. 59 8. Hasil Uji Kointegrasi (Johansen Cointegration Test)................................... 59 9. Hasil Estimasi VECM ................................................................................... 60
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Pertumbuhan Kredit Perbankan di Indonesia Berdasarkan Jenis Penggunaan Periode 2003-2007....................................................................
6
2. Dua Sistem Pendekatan Operasi Kebijakan Moneter ................................... 13 3. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Sebagai “Black Box”................. 14 4. Penurunan Kredit Akibat Menurunnya Penawaran....................................... 22 5. Penurunan Permintaan Kredit ....................................................................... 23 6. Kerangka Pemikiran Konseptual................................................................... 39 7. Perkembangan Kredit Perbankan di Indonesia Periode 1997-2007.............. 49 8. Perkembangan Kredit Perbankan di Indonesia Berdasarkan Jenis Penggunaan Periode 2003-2007.................................................................... 50 9. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Indonesia Periode 2003-2007 ........................................................................................ 52 10. Perkembangan Loan to Deposit Ratio Bank Umum Indonesia Periode 2003-2007 ........................................................................................ 53 11. Perkembangan NPL Kredit Investasi Bank Umum Indonesia Periode 2003-2007 ........................................................................................ 54 12. Perkembangan Suku Bunga Kredit Investasi Bank Umum Indonesia Periode 2003-2007 ........................................................................................ 54 13. Perkembangan Suku bunga SBI Periode 2003-2007 .................................... 55 14. Perkembangan IHK Periode 2003-2007 ....................................................... 56 15. Respon Kredit Investasi Terhadap Variabel Endogen Lain .......................... 63 16. Hasil Variance Decomposition ..................................................................... 67 17. Respon GDP Terhadap Kredit Investasi ....................................................... 68
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Data-data yang Digunakan dalam Penelitian Periode 2003:1-2007:12 ........ 75 2. Uji Akar Unit ................................................................................................ 78 3. Penentuan Lag Optimal ................................................................................. 82 4. Uji Stabilitas VAR ........................................................................................ 83 5. Uji Kointegrasi .............................................................................................. 84 6. Estimasi VECM ............................................................................................ 86 7. Analisis Impulse Response Function (IRF) .................................................. 90 8. Analisis Variance Decomposition (VD) ....................................................... 92 9. Respon GDP terhadap Kredit Investasi ........................................................ 94
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit jumlahnya. Pembiayaan pembangunan tersebut diperoleh melalui mobilisasi dana masyarakat dalam negeri yang dikelola oleh perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Salah satu penggunaan dana tersebut adalah melalui pemberian kredit, terutama penyaluran kredit untuk sektor mikro. Melalui target ekspansi kredit, maka Bank Indonesia berusaha merangsang perkembangan dunia usaha yang nantinya akan menggerakkan perekonomian. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menciptakan kredit perbankan bersuku bunga rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa Bank Indonesia menganggap jalur kredit sebagai salah satu alat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun sejak krisis 1997, terjadi penurunan persentase jumlah kredit yang disalurkan perbankan ke sektor dunia usaha. Hal ini disebabkan kondisi perbankan yang lemah sehingga fungsi perbankan sebagai penyalur kredit mengalami gangguan. Terpuruknya sektor perbankan ini disebabkan oleh 5 faktor (Abdullah, 2003) antara lain: 1. Jaminan terselubung dari bank sentral atas kelangsungan hidup dari suatu bank telah menimbulkan moral hazard di kalangan pengelola dan pemilik bank. Hal ini mendorong perbankan untuk mengambil utang dan memberikan kredit ke sektor-sektor yang beresiko tinggi.
2
2. Sistem pengawasan oleh Bank Sentral kurang efektif. Hal ini telah mendorong perbankan nasional mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan operasional yang telah ditetapkan. 3. Besarnya pemberian kredit dan jaminan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada individu atau kelompok usaha yang terkait dengan bank telah mendorong tingginya resiko kredit macet yang dihadapi oleh bank. 4. Lemahnya kemampuan manajerial bank telah mengakibatkan penurunan kualitas aset produktif dan meningkatkan resiko yang dihadapi bank. 5. Info mengenai kondisi perbankan kurang transparan. Tabel 1.1 Perkembangan Kredit di Indonesia Pasca Krisis Tahun 1997-2007 Tahun Jumlah kredit (Milliar Rupiah) 1997 378.134 1998 487.426 1999 225.133 2000 269.000 2001 307.594 2002 371.057 2003 440.505 2004 559.470 2005 695.648 2006 792.297 2007 1.002.011 Sumber: Bank Indonesia, 2007
Hingga tahun 2006 kinerja perbankan nasional dianggap belum memuaskan karena masih rendahnya tingkat fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh rasio jumlah kredit yang disalurkan terhadap jumlah simpanan masyarakat yang berhasil dikumpulkan (LDR/Loan to Deposit Ratio). Jika dilihat dari rasio LDR atas dasar posisi, maka LDR Desember 2006 yang sebesar 61,56 persen sebenarnya telah membaik dibandingkan dengan LDR Desember 2005 yang hanya sebesar 59,66 persen. Namun jika angka LDR dilihat dari delta kredit
3
terhadap delta simpanan, maka rasionya sejak tahun 2005 telah berada di bawah 100 persen, yaitu 82,62 persen (2005) dan 60,72 persen (2006). Ini berarti bahwa sejak tahun 2005, jumlah dana masyarakat yang berhasil dikumpulkan oleh perbankan tidak seluruhnya dapat disalurkan ke bentuk kredit. Namun pada November 2007, penyaluran kredit mulai membaik seiring dengan terus menurunnya suku bunga kredit perbankan. Hal ini ditunjukkan dengan LDR yang mencapai 66,94 persen, nilai ini merupakan nilai tertinggi pasca krisis. Sebagai akibat dari rendahnya penyaluran kredit bank tersebut, maka kelebihan likuiditas perbankan akhirnya tertanam di SBI (Sertifikat Bank Indonesia), dimana di tahun 2005 masih sebesar Rp 54 triliun, meningkat tiga kali lipat menjadi Rp 150,6 triliun di bulan September 2006. Untuk mengatasi hal ini maka pada tahun 2004, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan baru mengenai Giro Wajib Minimum (Peraturan BI No. 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing). Peraturan baru ini diterapkan tidak seragam (berjenjang), tergantung besarnya Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan, seperti DPK di atas Rp 50 triliun wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 3 persen, DPK di atas Rp 10 triliun sampai Rp 50 triliun wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 2 persen, DPK di atas Rp 1 triliun hingga Rp 10 triliun wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 1 persen, dan DPK Rp 1 triliun (atau lebih kecil) tetap dengan GWM 5 persen. Kemudian, pada November 2005, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan baru yaitu Peraturan BI No. 7/29/PBI/2005 yang merupakan perubahan ke dua
4
atas peraturan tahun 2004, dimana pada peraturan baru tersebut Bank Indonesia menetapkan GWM berbasis LDR, dengan rincian: 1. Bank dengan LDR di atas 90 persen dikenakan tambahan 0 persen, 2. Bank dengan LDR antara 75-90 persen dikenakan tambahan 1 persen, 3. Bank dengan LDR antara 60-75 persen dikenakan tambahan 2 persen, 4. Bank dengan LDR antara 50-60 persen dikenakan tambahan 3 persen, 5. Bank dengan LDR antara 40-50 persen dikenakan tambahan 4 persen, 6. Bank dengan LDR di bawah 40 persen dikenakan tambahan 5 persen. Dengan demikian semakin rendah LDR sebuah bank maka bank tersebut diwajibkan untuk meningkatkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) di Bank Indonesia, sehingga likuiditas perbankan akan semakin terserap oleh Bank Indonesia. Kebijakan Bank Indonesia (BI) ini jelas dimaksudkan untuk menyerap kelebihan likuiditas dari perbankan dalam rangka stabilisasi sistem keuangan. Artinya, perbankan tidak mempunyai pilihan lain selain mendukung kebijakan baru Bank Indonesia tersebut. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan kredit, terdapat salah satu jenis kredit yang disalurkan oleh bank yang mempunyai signifikansi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu kredit investasi. Namun beberapa tahun terakhir dominasi kredit konsumsi justru lebih tinggi dibandingkan dengan kredit investasi. Hal ini mengakibatkan kegiatan perekonomian tidak sehat karena pergerakan perekonomian pada sektor riil menjadi terhambat. Akibatnya, ekonomi tidak didukung oleh investasi yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan produksi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
5
Tabel l.2 Penyaluran Kredit Perbankan di Indonesia Berdasarkan Jenis Penggunaan Periode 2002-2007 (Milliar Rupiah) Jenis Kredit 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Modal Kerja Konsumsi Investasi Total
206.646 79.987 84.424 371.057
233.514 111.216 95.775 440.505
289.666 151.081 118.723 559.470
354.557 206.691 134.400 695.548
414.749 533.240 226.339 282.553 151.209 186.218 792.297 1.002.011
Sumber: Bank Indonesia
Peningkatan kredit konsumsi dibandingkan dengan kredit investasi diantaranya disebabkan oleh perilaku bank yang cenderung menyukai pemberian kredit konsumsi karena resikonya lebih rendah daripada penyaluran kredit investasi yang bersifat produktif. Hal itu karena iklim investasi di Indonesia bersifat kurang kondusif.
1.2 Perumusan Masalah Keinginan Bank Indonesia agar penyaluran kredit investasi meningkat belum terwujud. Menurut data Bank Indonesia, pertumbuhan kredit investasi Bank Umum tahun 2006 hanya sebesar 12,51 persen lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2005 sebesar 13,2 persen. Namun menurut data Bank Indonesia per Desember 2007, posisi kredit investasi tumbuh 23,15 persen dari tahun 2006 pada periode yang sama. Pertumbuhan kredit investasi pada 2007 ini, masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit konsumsi (24,8 persen) dan pertumbuhan kredit modal kerja (28,6 persen) pada periode yang sama.
Persen
6
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi Kredit Investasi
Periode
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 1.1 Pertumbuhan Kredit Perbankan di Indonesia Berdasarkan Jenis Penggunaan Periode 2003-2007 Rendahnya penyaluran kredit investasi tidak hanya disebabkan oleh perubahan GWM, tetapi juga bisa disebabkan oleh tingginya rasio kredit bermasalah yang mencapai 8,41 persen per September 2007 untuk kredit investasi. Sedangkan rasio kredit bermasalah untuk kredit modal kerja dan kredit konsumsi jauh lebih rendah yaitu sebesar 5,05 persen dan 3,29 persen pada periode yang sama. Selain itu fluktuasi inflasi yang terjadi di Indonesia juga mempengaruhi penyaluran kredit investasi. Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM menyebabkan inflasi yang melambung tinggi. Sehingga berdampak buruk pada tingkat suku bunga deposito dan tingkat suku bunga kredit. Namun jika dilihat dari sisi permintaan, rendahnya permintaan terhadap kredit investasi bisa disebabkan oleh kurangnya minat para investor untuk berinvestasi di Indonesia yang disebabkan oleh iklim investasi yang masih terkendala oleh resiko-resiko struktural seperti ekonomi biaya tinggi, minimnya infrastruktur, lambannya birokrasi dan lemahnya kepastian hukum. Menurut data Bank Indonesia, pada triwulan pertama 2006 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 5,03 persen. Pertumbuhan ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan pertama tahun 2005, yakni
7
6,06 persen. Namun, perlu diketahui bahwa pertumbuhan yang cukup tinggi pada masa tersebut tidak didukung dengan perbaikan fundamental ekonomi, atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas karena tidak diikuti dengan perbaikan di sektor riil. Salah satu penyebab hal ini adalah rendahnya minat masyarakat untuk berinvestasi karena prospek bisnis di Indonesia kurang menjanjikan. Kemudian pada triwulan ke-2 tahun 2006, pertumbuhan ekonomi sebesar 4,97 persen. Pada triwulan ke-3 tahun 2006, pertumbuhan ekonomi sedikit mengalami peningkatan, yaitu sebesar 5,92 persen. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh perubahan GWM terhadap penyaluran kredit investasi pada jangka panjang? 2. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap penyaluran kredit investasi pada jangka panjang? 3. Bagaimana peran kredit investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis pengaruh perubahan GWM terhadap penyaluran kredit investasi pada jangka panjang. 2. Menganalisis pengaruh inflasi terhadap penyaluran kredit investasi pada jangka panjang.
8
3. Menganalisis peran kredit investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai sarana informasi bagi Bank Indonesia terkait dengan kebijakan yang diambil dalam rangka penyaluran kredit investasi. 2. Sebagai sarana pembelajaran bagi penulis untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai hubungan antara perubahan GWM berdasarkan jumlah DPK dan LDR serta perubahan inflasi terhadap penyaluran kredit investasi. 3. Sebagai informasi bagi pembaca serta dasar acuan bagi penelitian selanjutnya yang berguna untuk pengembangan IPTEK.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menganalisis perilaku kredit investasi yang disalurkan perbankan secara keseluruhan. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data bulanan yang terdiri dari: data jumlah kredit investasi, total DPK, jumlah GWM, Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan kredit investasi (NPLINV), Indeks Harga Konsumen (IHK), suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi, serta Gross Domestic Product (GDP) sebagai indikator pertumbuhan ekonomi yang dibatasi pada periode 5 tahun terakhir yaitu dari periode 2003:1 sampai 2007:12.
9
Dalam penelitian ini hanya dibahas pengaruh perubahan GWM dan inflasi terhadap penyaluran kredit investasi serta peran kredit investasi pada pertumbuhan ekonomi, namun tidak membahas realita investasi dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Selain itu yang dimaksud dengan rasio GWM dalam penelitian ini adalah rasio GWM pada bank umum dan tidak membahas rasio GWM berdasarkan kelompok bank. Hal itu disebabkan karena keterbatasan data yang didapat oleh penulis.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bank dan Jenis Bank Istilah Bank menurut Mishkin (2001), bank merupakan institusi finansial yang menerima deposito dan membuat pinjaman, serta merupakan lembaga intermediasi keuangan terbesar dalam suatu perekonomian yang sering diakses atau diinteraksi oleh sebagian besar masyarakat. Berbagai penulis buku perbankan memberikan definisi yang berbeda tentang perbankan. G. M. Verryn Stuart, dalam bukunya yang berjudul “Bank Politik” mengatakan bahwa bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan memperedarkan alat-alat penukar uang berupa uang giral (Simorangkir, 2004). Adapun definisi bank dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan merupakan perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Dendawijaya (2000), bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana (idle fund) kepada pihak yang membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan. Sedangkan definisi bank menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
11
Berdasarkan beberapa definisi di atas, pada dasarnya semua definisi memiliki inti yang sama, bahwa bank merupakan sebuah badan yang mempunyai tugas utama untuk melakukan penghimpunan dana dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Sedangkan jika dibedakan berdasarkan jenis atau bentuknya, terdapat bermacam-macam bank tergantung pada cara penggolongannya. Menurut Dendawijaya (2000), penggolongan bank dapat dilakukan berdasarkan kepemilikan, formalitas berdasarkan Undang-Undang, penekanan kegiatan usahanya dan pembayaran bunga atau pembagian hasil usaha. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 bank terdiri dari tiga jenis (Simorangkir, 2004), yaitu: 1. Bank sentral adalah bank yang memperoleh hak untuk mengedarkan uang logam dan uang kertas. 2. Bank umum adalah bank yang dalam usahanya menghimpun dana terutama menerima simpanan dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya. Dalam usahanya, bank umum terutama memberikan kredit berjangka pendek. 3. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan atau tabungan pada bank lain. Namun berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, terdapat dua jenis bank yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Berdasarkan kepemilikannya, bank terdiri dari bank milik negara (Badan Usaha Milik Negara), bank milik pemerintah daerah (Badan Usaha Milik Daerah),
12
bank milik swasta nasional, bank milik swasta campuran (nasional dan asing) dan bank milik asing. Berdasarkan penekanan kegiatannya bank dibagi menjadi: bank retail (retail banks), bank korporasi (corporate banks), bank komersial (commercial banks), bank pedesaan (rural banks), bank pembangunan (development banks) dan lain-lain. Sedangkan berdasarkan pembayaran bunga atau pembagian hasil usahanya bank dibedakan menjadi bank konvensional dan bank berdasarkan prinsip syariah (Dendawijaya, 2000).
2.2 Bank Sentral dan Instrumen Kebijakan Moneter Kebijakan moneter sebagai salah satu kebijakan ekonomi berperan penting dalam suatu perekonomian. Hal tersebut tercermin pada kemampuannya dalam mempengaruhi stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja dan keseimbangan neraca pembayaran. Dalam hal ini lembaga keuangan yang berperan penting dalam kebijakan moneter dan perekonomian suatu negara adalah bank sentral. Bank sentral secara konsep merupakan lembaga keuangan yang berbentuk badan hukum, karena bank sentral merupakan lembaga keuangan formal (Manurung dan Rahardja, 2004) dalam Teniwut (2006). Tujuan utama pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Namun suatu kebijakan tidak akan mempengaruhi sasarannya hanya melalui satu jalur tertentu (Barran, et al., 1996 dalam Ascarya, 2002). Kebijakan moneter dengan sasaran tunggal pada umumnya menggunakan pendekatan harga (price-based structure), sementara kebijakan moneter dengan sasaran multi pada umumnya menggunakan pendekatan kuantitas (quantity-based structure)
13
Ada dua macam sistem pendekatan operasi kebijakan moneter, antara lain: a. Pendekatan Harga Instrumen
Sasaran Operasional
- Langsung
Suku bunga
Sasaran Akhir Stabilitas harga
- Tidak langsung b. Pendekatan Kuantitas Instrumen
Sasaran Operasional
Sasaran Antara
Sasaran Akhir
- Langsung
Monetary base
Agregat moneter
- Stabilitas harga
- Tidak
seperti:
seperti:
- Pertumbuhan
- Uang primer
- M1, M2
langsung
- Kredit
(M0) - Reserve bank
- Suku bunga
ekonomi - Kesempatan kerja - Keseimbangan BOP
Sumber: Ascarya, 2002
Gambar 2.1 Dua Sistem Pendekatan Operasi Kebijakan Moneter Secara garis besar, instrumen kebijakan moneter dapat digolongkan menurut cara yang berbeda (Ascarya, 2002), antara lain: 1. Menurut cara instrumen tersebut mempengaruhi sasaran operasional, dapat dibagi langsung maupun tidak langsung. 2. Menurut orientasinya di pasar keuangan, dapat dibagi berorientasi pasar (market based) dan tidak berorientasi pasar (non-market based). 3. Menurut diskresinya, dapat dibagi diskresinya berada di bank sentral atau di peserta pasar. Diskresi merupakan kebijakan yang dilakukan dengan memperhitungkan penyesuaian secara bertahap sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu.
14
Instrumen langsung ada bermacam-macam, antara lain: penetapan suku bunga, pagu kredit, rasio likuiditas, kredit langsung, kuota rediskonto dan instrumen lain (pengguntingan uang, pembersihan uang dan penetapan uang muka impor). Sedangkan instrumen tidak langsung terdiri dari: cadangan wajib minimum (primary reserves and secondary reserves), fasilitas diskonto, fasilitas rediskonto, Operasi Pasar Terbuka (lelang surat berharga bank sentral, lelang surat berharga pemerintah, operasi pasar sekunder), fasilitas simpanan bank sentral, intervensi valuta asing, fasilitas overdraft, simpanan sektor pemerintah, lelang kredit, imbauan dan instrumen lain. Instrumen langsung umumnya bersifat non market based (tidak berorientasi pada mekanisme pasar) dan diskresinya atau inisiatifnya ada di bank sentral, sedangkan instrumen tidak langsung dapat bersifat market based atau non market based dan diskresinya ada di bank sentral atau peserta pasar (Ascarya, 2002). 2.2.1 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Mekanisme
kebijakan
moneter
pada
dasaranya
menggambarkan
bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral mempengaruhi aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga dapat mencapai tujuan akhir yang telah ditetapkan. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan proses yang kompleks, dan karenanya dalam teori ekonomi moneter sering disebut dengan ‘black box” (Mishkin, 2001).
Kebijakan Moneter
?
Inflasi Output
Sumber: Mishkin, 2001
Gambar 2.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Sebagai “Black Box”
15
Alasan disebut sebagai black box, karena transmisi ini banyak dipengaruhi oleh tiga faktor (Warjiyo, 2004), yaitu: 1. Perubahan perilaku bank sentral, perbankan dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya. 2. Lamanya tenggat waktu (lag) sejak kebijakan moneter ditempuh sampai sasaran inflasi tercapai. 3. Terjadinya perubahan pada saluran-saluran transmisi moneter itu sendiri sesuai dengan perkembangan ekonomi dan keuangan di negara yang bersangkutan. Dalam penelitian ini akan dibahas secara khusus mengenai saluran kredit utamanya kredit investasi. 2.2.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Saluran Kredit Menurut Warjiyo (2004), kebijakan moneter melalui saluran kredit didasarkan pada asumsi bahwa tidak semua simpanan masyarakat dalam bentuk uang beredar (M1, M2) oleh perbankan disalurkan sebagai kredit kepada dunia usaha. Fungsi intermediasi perbankan tidak selalu berjalan normal, dalam arti bahwa kenaikan simpanan masyarakat tidak selalu diikuti dengan kenaikan secara proporsional pada kredit yang disalurkan perbankan. Terdapat dua jenis saluran kredit yang akan mempengaruhi transmisi moneter dari sektor keuangan ke sektor riil, yaitu: 1. Saluran kredit bank (bank lending channel) Saluran kredit bank lebih menekankan pada perilaku bank yang cenderung melakukan seleksi kredit karena adanya asymmetric information. Pada saluran ini, selain sisi aset, sisi liabilitas bank juga merupakan komponen
16
penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Apabila bank sentral melaksanakan ekspansi moneter, misalnya dengan meningkatkan jumlah uang beredar, maka diikuti dengan peningkatan deposito bank. Banyaknya debitur yang bebas dalam meminjam kredit bank untuk membiayai
usahanya
menyebabkan
adanya
peningkatan
kredit.
Peningkatan kredit ini akan menyebabkan investasi meningkat, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan output. 2. Saluran neraca perusahaan (firms balance sheet channel) Saluran neraca perusahaan lebih menekankan pada kondisi keuangan perusahaan yang berpengaruh dalam penyaluran kredit, khususnya kondisi leverage perusahaan (Warjiyo, 2004). Secara logika apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter ekspansif yang dapat meningkatkan harga saham, maka nilai bersih perusahaan (networth) akan meningkat karena meningkatnya harga equity, yang selanjutnya akan mengurangi tindakan adverse selection dan moral hazard oleh perusahaan. Kondisi ini mendorong peningkatan pemberian kredit oleh bank yang selanjutnya akan meningkatkan investasi lalu akan meningkatkan output.
2.3 Kredit 2.3.1 Pengertian Kredit Menurut Reksodiprodjo (1966), perkataan kredit berasal dari Bahasa Latin yaitu “credere” yang berarti “kepercayaan”. Seseorang dikatakan mempunyai kemampuan kredit, apabila ia memiliki cukup materi, moral yang tinggi dan nama baik dalam masyarakat. Menurut UU No. 7 Tahun 1992, tentang Pokok-Pokok
17
Perbankan, kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian keuntungan. Kredit dipakai sebagai salah satu indikator kinerja perbankan, karena hidup matinya suatu bank dapat berawal dari kredit. Secara logika apabila tingkat kredit suatu bank tinggi maka bank tersebut dapat menambah net interest margin dari hasil bunga kredit yang dikembalikan oleh debitur. 2.3.2 Fungsi Kredit Menurut Simorangkir (2004), fungsi kredit ada tujuh, antara lain: 1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang. Kredit dapat dijadikan sebagai modal atau tambahan modal untuk berinvestasi, sehingga dapat meningkatkan kelancaran proses produksi dan dapat meningkatkan output. 2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Kredit yang diberikan melalui rekening giro akan meningkatkan peredaran uang giral, sedangkan kredit yang diberikan secara tunai akan meningkatkan peredaran uang kartal sehingga arus lalu lintas uang semakin meningkat. 3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang. Dengan meningkatnya ouput karena kelancaran proses produksi yang diakibatkan oleh meningkatnya kredit, maka akan meningkatkan daya guna dan peredaran barang.
18
4. Kredit merupakan salah satu alat stabilitas ekonomi. Penyaluran kredit diarahkan pada sektor-sektor produktif sehingga dapat meningkatkan jumlah produksi dan dapat memenuhi kebutuhan domestik serta dapat diekspor sehingga meningkatkan stabilitas ekonomi. 5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha. Kredit dapat dijadikan sebagai modal atau tambahan modal untuk membuka suatu usaha, sehingga diharapkan dapat meningkatkan volume usaha. 6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. Dengan meningkatnya volume usaha maka akan menyerap tenaga kerja sehingga membantu pemerintah dalam mengatasi pengangguran dan dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. 7. Kredit merupakan alat untuk meningkatkan hubungan internasional. Bank asing dapat memberikan kredit pada sektor usaha di Indonesia begitu juga sebaliknya sehingga akan meningkatkan hubungan internasional. Menurut Bank Indonesia, fungsi kredit antara lain: 1. Bagi dunia usaha kredit berfungsi sebagai permodalan untuk menjaga kelangsungan atau meningkatkan usahanya, dan sebagai pengembalian kredit wajib dilakukan tepat waktu, diharapkan dapat diperoleh keuntugan dari usahanya. 2. Bagi lembaga keuangan, berfungsi untuk menyalurkan dana masyarakat (deposito, tabungan, giro) dalam bentuk kredit kepada dunia usaha.
19
2.3.3 Jenis-jenis Kredit Menurut Suyatno, et. al (2007), kredit dibedakan menurut klasifikasi tertentu, yaitu: 1. Menurut tujuannya
: a. Kredit konsumtif b. Kredit produktif c. Kredit perdagangan
2. Menurut jangka waktu : a. Kredit jangka pendek b. Kredit jangka menengah c. Kredit jangka panjang 3. Menurut jaminannya
: a. Kredit tanpa jaminan b. Kredit dengan agunan
4. Menurut penggunaan
: a. Kredit eksploitasi (Kredit Modal Kerja) b. Kredit Investasi
2.3.4 Manfaat kredit Menurut Karina (2005), kredit memberikan manfaat bagi masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya. Adapun manfaat kredit antara lain: 1. Bagi kreditur (bank) a. Kredit merupakan sumber utama pendanaan bank. b. Pemberian kredit merupakan perangsang pemasaran produk-produk lainnya dalam persaingan. c. Perkreditan merupakan instrumen penjaga likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas bagi bank.
20
2. Bagi debitur a. Kredit berfungsi sebagai sarana untuk membuat kegiatan usaha makin lancar dan kinerja usaha makin baik. b. Kredit meningkatkan minat berusaha dan keuntungan sebagai jaminan kelangsungan hidup perusahaan. c. Kredit
memperluas
kesempatan
berusaha
dan
bekerja
dalam
perusahaan. 3. Bagi otoritas moneter a. Kredit berfungsi sebagai instrumen moneter. b. Menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang memperluas sumber pendapatan dan kemungkinan membuka sumber pendapatan negara. c. Sebagai instrumen untuk ikut serta meningkatkan mutu manajemen dunia usaha, sehingga terjadi efisiensi dan mengurangi pemborosan di semua sektor. 4. Bagi masyarakat a
Dapat menimbulkan backward dan forward linkage dalam kehidupan perekonomian.
b Dapat mengurangi pengangguran, karena membuka peluang usaha, bekerja dan pemerataan pendapatan. c
Meningkatkan fungsi pasar, karena ada peningkatan daya beli.
21
2.3.5 Konsep Keseimbangan Pasar Kredit Keseimbangan pasar kredit terjadi ketika permintaan kredit sama dengan penawaran kredit. Secara teori, dengan asumsi modal bank sama dengan nol maka penawaran kredit merupakan selisih antara jumlah deposit dengan Giro Wajib Minimum. Penurunan kredit dari sisi penawaran disebabkan oleh turunnya kemampuan bank dalam memberikan kredit, hal itu bisa disebabkan oleh faktor eksternal maupun internal. Faktor internal yang mengakibatkan penurunan penawaran kredit antara lain rendahnya kualitas aset perbankan, tingginya NPL dan anjoknya modal perbankan akibat depresiasi. Sedangkan faktor eksternal yang dapat menurunkan penawaran kredit yaitu menurunnya tingkat kelayakan kredit dari debitur akibat lemahnya kondisi keuangan perusahaan. Karena dalam dunia perkreditan ada istilah asymmetric information sehingga pihak bank senantiasa berhati-hati dalam menyalurkan kredit kepada debitur. Penurunan supply kredit akan menyebabkan suku bunga kredit meningkat dan persyaratan kredit akan semakin ketat. Menurut Agung, et. al (2001), pada umumnya penurunan supply kredit sering tidak diikuti oleh kenaikan suku bunga kredit tetapi diikuti oleh pengurangan kuantitas kredit (non price credit rationing). Hal ini disebabkan oleh tingginya resiko kredit dunia usaha dan kurangnya informasi pihak bank terhadap kredibilitas debitur. Secara logika, hanya debitur yang mempunyai kualitas usaha yang buruk yang berani membayar suku bunga kredit yang tinggi. Dengan adanya non price credit rationing kurva penawaran kredit akan menjadi tidak responsif (inelastis) dan akan meggeser kurva penawaran kredit ke Ls2 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
22
iL
Ls2
Ls1 Ls0
i1 i0
Ld L L1 L0 Sumber: Agung, et. al, 2001
Gambar 2.3 Penurunan Kredit Akibat Menurunnya Penawaran Sedangkan penurunan kredit jika dilihat dari sisi permintaan biasanya disebabkan oleh masalah-masalah struktural seperti adanya ketidakpastian, buruknya iklim usaha, proses perizinan yang rumit serta lambatnya proses birokrasi. Seperti pada Gambar 2.4, awalnya keseimbangan berada pada E0, dimana kuantitas kredit yang diminta sebanyak L0. Penurunan permintaan kredit (dari Ld0 ke Ld1) akan menurunkan suku bunga kredit (dari i0 ke i1) yang berimplikasi pada penurunan keseimbangan (E0 ke E1). Di sisi lain, menanggapi penurunan permintaan kredit pihak bank biasanya memberlakukan kebijakan baru misalnya menurunkan persyaratan kredit, seperti jumlah agunan dan jangka waktu.
23
iL Ls E0
i0 i1
E1
Ld0 Ld1 L L1
L0
Sumber: Agung, et. al, 2001
Gambar 2.4 Penurunan Permintaan Kredit 2.3.6 Kredit Investasi Dalam penelitian ini akan dibahas secara mendalam mengenai penyaluran kredit investasi dalam kaitannya dengan perubahan Giro Wajib Minimum. Kredit investasi merupakan fasilitas pinjaman yang diberikan dalam jangka pendek, menengah dan panjang untuk membiayai capital goods, seperti pendirian pabrik, perluasan, perbaikan perusahaan, perbaikan mesin (Simorangkir, 2004). Menurut kamus perbankan (dalam Tampubolon, 2007), kredit investasi adalah kredit jangka menengah dan jangka panjang yang diberikan untuk membiayai proyek baru ataupun proyek perluasan (investment loan). Sedangkan menurut Departemen Keuangan (2007), kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau jangka panjang yang bertujuan untuk pembelian barang modal dan jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, perluasan, proyek penempatan kembali, dan atau pembuatan proyek baru.
24
Adapun tujuan dari kredit investasi antara lain: 1. Memberikan kelonggaran cash flow pada nasabah sehingga dapat lebih leluasa dalam mengelola usahanya atau mengembangkan tingkat penjualan. 2. Memberikan jangka waktu kredit yang cukup panjang. 3. Memberikan
kemungkinan
diterapkan
suatu
grace
period
dan
pencicilannya. Dana untuk menyalurkan kredit investasi dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain (Simorangkir, 2004): 1. Dana anggaran pemerintah yang disalurkan melalui perbankan. 2. Dana bank sentral. 3. Dana dari bank-bank pemerintah. 4. Dana dari pengusaha. 5. Dana-dana dari luar negeri, baik yang berupa kredit luar negeri maupun berupa modal asing.
2.4 Variabel-variabel Perbankan 2.4.1 Giro Wajib Minimum Giro Wajib Minimum (GWM) merupakan salah satu instrumen tidak langsung yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam pengendalian moneter. Menurut Ascarya (2002), GWM merupakan jumlah alat likuid minimum yang wajib dipelihara oleh bank. Adapun tujuan dari penerapan cadangan minimum seperti yang dikemukakan oleh Koch dan Donald (1999) dalam Vidyani (2006) adalah memberikan kewenangan kepada bank sentral untuk mengontrol jumlah
25
uang beredar dengan cara memberikan kewajiban kepada bank dan institusi lainnya untuk memegang deposit balance dalam mendukung transaksi. Dengan demikian Bank Sentral berharap dapat mengontrol ketersediaan kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan bank maupun non bank yang nantinya akan berpengaruh pada kondisi perekonomian secara keseluruhan. Sedangkan menurut Dendawijaya (2000), reserve requirement adalah ketentuan yang dikenakan terhadap setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun dalam bentuk GWM yang berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Menurut Dendawijaya (2000), GWM dapat dibedakan menjadi cadangan primer (primary reserves) dan cadangan sekunder (secondary reserves). Cadangan primer merupakan ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank memelihara sejumlah alat likuid sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Cadangan primer ini banyak yang digunakan oleh bank sentral sebagai instrumen pengendalian moneter selain sebagai alat untuk memastikan bahwa bank-bank mempunyai likuiditas yang cukup bila setiap saat nasabah melakukan penarikan simpanannya. Selain itu, primary reserves juga digunakan untuk penyelesaian kliring antar bank dan kewajiban-kewajiban bank lainnya yang harus segera dibayar. Sedangkan cadangan sekunder biasanya berbentuk surat berharga pasar uang, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan sertifikat deposito. Adapun tujuan dari penetapan cadangan sekunder ini pada umumnya berkaitan dengan upaya pemerintah atau bank sentral dalam rangka mendorong bank-bank untuk membeli surat-surat berharga milik pemerintah maupun bank sentral. Karena sifatnya yang dapat menghasilkan pendapatan bagi bank, maka secondary reserves dapat
26
memberikan manfaat yaitu untuk meningkatkan profitabilitas bank dan untuk menjaga likuiditas bank. Sebagai suatu bentuk instrumen, maka penerapan GWM memiliki beberapa keuntungan maupun kerugian. Menurut Ascarya (2002), keuntungan penerapan GWM, antara lain: 1. Meningkatkan kemampuan memperkirakan kebutuhan cadangan. 2. Bermanfaat
untuk
sterilisasi
kelebihan
likuiditas
atau
untuk
mengakomodasi perubahan struktural dalam permintaan akan cadangan. 3. Meningkatkan keefektifan kebijakan moneter. 4. Memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada bank dalam manajemen portofolionya. Sedangkan kerugian dari penerapan GWM antara lain: 1. GWM merupakan pajak pada intermediasi perbankan. Hal ini dapat dinetralkan dengan pemberian kompensasi sesuai dengan suku bunga pasar. 2. Pajak ini dapat menyebabkan melebarnya “spreads” antara suku bunga kredit dengan suku bunga deposito, yang akan mengarah pada disintermediasi. 3. Tidak cocok jika digunakan untuk manajemen likuiditas jangka pendek karena seringnya perubahan cadangan primer mengganggu manajemen portofolio bank. Menurut Dendawijaya (2000), untuk mengetahui nilai reserve requirement dapat digunakan rumus:
RR =
JumlahAlatLikuid × 100 JumlahDanaPihakKetiga
(2.1)
27
Dalam hal ini alat likuid dalam persamaan di atas mencakup dua hal yaitu: 1. Kas Terdapat pada neraca bank yang tediri dari uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. 2. Giro pada Bank Indonesia Giro ini milik bank pelapor pada Bank Indonesia. Jumlah ini tidak boleh dikurangi dengan kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank pelapor dan juga tidak boleh ditambah dengan fasilitas kredit yang sudah disetujui Bank Indonesia tetapi belum digunakan. 2.4.2 Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana-dana yang dihimpun dari masyarakat yang merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (Teniwut, 2006). Sumber dana terbesar ini mencapai kisaran 80-90 persen dari seluruh dana yang dikelola oleh bank (Dendawijaya, 2000). Adapun Dana Pihak Ketiga ini terdiri dari: 1. Giro (demand deposit) 2. Deposito (time deposit) 3. Tabungan (saving) 2.4.2.1 Giro (Demand Deposit)
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, giro merupakan simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindah bukuan. Siamat (1993: 100) dalam Dendawijaya (2000) mengatakan bahwa sifat giro dapat dikategorikan sangat labil, karena pemegang rekening giro dapat menarik dananya
28
setiap saat tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada bank. Hal ini disebabkan jenis simpanan masyarakat ini tidak memiliki jatuh tempo. Jenis rekening giro ini bermacam-macam (Dendawijaya, 2000), antara lain: 1. Rekening atas nama perorangan 2. Rekening atas nama suatu badan usaha/ lembaga 3. Rekening bersama atau gabungan 2.4.2.2 Deposito (Time Deposit)
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, disebutkan pengertian deposito yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah penyimpan dan bank. Apabila sumber dana bank didominasi oleh dana yang berasal dari deposito berjangka, maka pengaturan likuiditasnya tidak terlalu sulit. Namun jika dilihat dari sisi biaya dana akan sulit untuk ditekan sehingga akan mempengaruhi tingkat suku bunga kredit bank yang bersangkutan. Dana deposito hanya bisa ditarik saat jatuh tempo, hal inilah yang membedakannya dengan giro karena para pemegang deposito tertarik dengan tingkat bunga yang ditawarkan oleh bank. Dendawijaya (2000) menyatakan bahwa terdapat tiga jenis deposito, yaitu; 1. Deposito berjangka Deposito berjangka merupakan deposito yang dibuat atas nama dan tidak dapat dipindahtangankan. 2. Sertifikat deposito Sertifikat deposito adalah deposito yang diterbitkan atas unjuk dan dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan, serta dapat dijadikan sebagai jaminan bagi permohonan kredit.
29
3. Deposits on call Deposits on call adalah sejenis deposito berjangka yang pengambilannya dapat dilakukan sewaktu-waktu, asalkan memberitahukan bank dua hari sebelumnya. 2.4.2.3 Tabungan (Saving Deposit)
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu (UU No. 10 Tahun 1998). Pada umumnya masing-masing bank diperkenankan untuk mengatur dan mengembangkan sendiri berbagai jenis tabungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tanpa adanya persetujuan dari bank sentral. Dalam penggalangan Dana Pihak Ketiga (DPK), umumnya bank mengusahakan dana yang memiliki tingkat suku bunga relatif murah. Dalam hal ini komponen DPK yang memiliki tingkat suku bunga yang relatif murah adalah giro, sehingga dana giro diupayakan paling besar persentasenya dalam DPK. 2.4.3 Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio merupakan perbandingan antara kredit yang diberikan dengan Dana Pihak Ketiga, termasuk pinjaman yang diterima, tidak termasuk pinjaman subordinasi (Simorangkir, 2004). Secara matematis, untuk mengetahui LDR dapat dirumuskan sebagai berikut: LDR =
TotalKredi tyangDiberikan × 100% TotalDPK
(2.2)
Total kredit yang dimaksud di atas adalah kredit yang diberikan oleh bank yang sudah direalisir atau dicairkan. Rasio antara jumlah kredit yang disalurkan oleh bank dengan jumlah Dana Pihak Ketiga ini menggambarkan kemampuan suatu
30
bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah dengan mengandalkan kredit sebagai sumber likuiditasnya. Menurut Arthesa dan Handiman (2006) dalam Linda (2007), berkaitan dengan LDR, terdapat conflict of interest antara likuiditas dan profitabilitas yang dialami bank ketika mengelola likuiditas. Hal ini dikarenakan sebagian bank pada umumnya sangat menjaga posisi likuiditas yaitu dengan cara menjaga kas yang dimiliki. Tetapi, di sisi lain sebagian bank bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang optimal yaitu dengan cara aktif memutar dana termasuk dana cadangan sehingga likuiditas yang dimiliki menurun bahkan kurang dari batas minimum apabila bank tersebut terlalu aktif memutar dananya. 2.4.4 Non Performing Loan (NPL)
Non Performing Loan (NPL) merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (kurang lancar, diragukan, macet) terhadap total kredit, adapun rumus dari NPL adalah: NPL =
KreditBermasalah × 100% TotalKredi t
(2.3)
Dimana: a. Kredit kurang lancar merupakan kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama tiga bulan dari waktu yang dijanjikan. b. Kredit diragukan merupakan kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama enam bulan atau dua kali lipat dari jadwal yang telah dijanjikan.
31
c. Kredit macet merupakan kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama lebih dari 1 tahun sejak jatuh tempo menurut jadwal yang telah dijanjikan. d. Total kredit merupakan jumlah seluruh kredit yang disalurkan. Dari rumus di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi rasio NPL mengindikasikan tingginya jumlah kredit bermasalah dari suatu bank.
2.5 Variabel Makroekonomi 2.5.1 Suku Bunga dan Inflasi
Menurut Mankiw (2000), jenis suku bunga dapat dibedakan karena tiga hal yaitu: 1. Jangka waktu pinjaman (terms) Beberapa jenis pinjaman memiliki jangka waktu pendek, bahkan ada yang berjangka semalam (over-night). Pinjaman lain memiliki jangka waktu 30 tahun atau bahkan lebih panjang dari itu. Tingkat bunga pinjaman tergantung pada jangka waktu pinjamannya. Tingkat bunga pinjaman jangka panjang, biasanya, namun tidak selalu lebih tinggi dari pada tingkat bunga pinjaman jangka pendek. 2. Resiko kredit (credit risk) Dalam memutuskan pemberian pinjaman, seorang kreditur harus memperhitungkan
probabilitas
debitur
untuk
membayar
kembali
pinjamannya. Undang-Undang memungkinkan debitur untuk tidak membayar pinjamannya jika ia dinyatakan bangkrut menurut UndangUndang.
32
3. Pajak (tax) Pajak yang dikenakan pada tingkat bunga berbagai jenis obligasi berbedabeda. Pada obligasi yang diterbitkan pemerintah pusat dan daerah yang dinamakan municipal bonds, para pemegang obligasi tidak membayar pajak penghasilan untuk tingkat bunga yang diperolehnya. Oleh karena itu municipal bonds hanya memberikan tingkat bunga yang rendah. 2.5.2 Suku Bunga SBI
Dalam penelitian ini akan digunakan variabel suku bunga SBI, dimana suku bunga SBI pada umumnya digunakan oleh perbankan sebagai acuan untuk menentukan suku bunga kredit. Menurut Risdwianto (2004) SBI merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Penjualan SBI diprioritaskan kepada lembaga perbankan karena lembaga ini merupakan salah satu lembaga finansial pengumpul dana masyarakat. Adapun tujuan dari jual beli SBI adalah mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat. 2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Suku Bunga
Dalam dunia perbankan dan perkreditan, bank sering mengalami kasus asymmetric information dimana pihak bank tidak mengetahui secara pasti kondisi keuangan para debitur sehingga seringkali terjadi adverse selection dimana bank salah dalam memberikan kredit kepada debitur. Selain itu sering juga terjadi moral hazard dari pihak debitur yang mempunyai maksud tidak baik dalam mengembalikan pinjaman. Untuk mengatasi asymmetric information maka pihak bank menetapkan tingkat suku bunga kredit. Tingkat suku bunga juga dapat dipengaruhi oleh faktor dari luar negeri, seperti misalnya perubahan tingkat suku
33
bunga luar negeri yang disesuaikan dengan ekspektasi masyarakat terhadap perubahan kurs yang akan ditransmisikan ke dalam negeri. Secara logika apabila terjadi depresiasi nilai tukar maka masyarakat akan mensubstitusi mata uang domestik ke mata uang asing yang lebih menguntungkan sehingga tingkat suku bunga akan meningkat. Faktor dalam negeri yang bisa mempengaruhi tingkat suku bunga antara lain perubahan tingkat harga, money supply dan pendapatan nasional. 2.5.4 Hubungan antara Inflasi dan Suku Bunga
Menurut Lipsey (1995), inflasi merupakan kenaikan tingkat harga secara umum. Kenaikan tingkat harga ini mempunyai dampak yang sangat besar bagi kondisi perekonomian suatu negara, sehingga tidak heran apabila setiap negara berusaha untuk mengendalikan tingkat inflasinya. Kajian para pakar ekonomi membuktikan bahwa antara inflasi dan suku bunga mempunyai hubungan sebab akibat, artinya naiknya inflasi akan mendorong naiknya suku bunga. Dalam persamaan Fisher, menunjukkan bahwa tingkat bunga bisa berubah karena dua alasan yaitu karena tingkat bunga riil berubah atau karena tingkat inflasi berubah. Persamaan Fisher dirumuskan dalam persamaan (2.4): i=r+п
(2.4)
Persamaan di atas menunjukkan bahwa tingkat bunga nominal merupakan penjumlahan antara tingkat bunga riil dan inflasi. Persamaan tersebut juga bisa mengungkapkan bahwa kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi akan menyebabkan kenaikan 1 persen tingkat suku bunga nominal.
34
2.5.5 Pertumbuhan Ekonomi
Indikator pertumbuhan ekonomi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian adalah Gross Domestic Bruto (GDP). GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. Menurut Todaro (1998), pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian
meningkat
sepanjang
waktu
untuk
menghasilkan
tingkat
pendapatan yang semakin besar. Sedangkan menurut Salvatore (1997), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dimana GDP riil per kapita meningkat secara terus-menerus melalui kenaikan produktivitas per kapita. Sasaran beberapa kenaikan produksi riil per kapita dan taraf hidup (pendapatan riil per kapita) merupakan tujuan utama yang perlu dicapai melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber produksi.
2.6 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, penulis mengacu kepada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,antara lain: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Inflasi Judul Peneliti dan Penelitian Tahun Penelitian Rachmawati Analisis (2005) pengaruh jangka pendek dan jangka panjang penawaran kredit perbankan pasca krisiss moneter di Indonesia
Terkait dengan Penyaluran Kredit, GWM dan Tujuan Penelitian Menganalisis secara empirik hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara kapasitas kredit, suku
Metode Penelitian Error Correction Model (ECM)
Kesimpulan Dalam jangka pendek suku bunga kredit dan rasio modal aset berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran kredit,
35
bunga kredit, rasio modal terhadap aset, redit bermasalah terhadap penawaran kredit.
Harmanta dan Mahyus Ekananda (2005)
Disintermediasi fungsi perbankan di Indonesia pasca krisis 1997
Persamaaan Mengkaji faktor-faktor simultan yang menyebabkan menurunnya penyaluran kredit perbankan di Indonesia pasca krisis 1997
Teniwut (2006)
Pengaruh perubahan GWM terhadap tingkat kinerja
Menganalisis perubahan GWM terhadap
Vector Autoregressi on (VAR)
sedangkan kapasitas kredit dan kredit bermasalah berhubungan negatif terhadap penawaran kredit. Dalam jangka panjang, kapasitas kredit dan suku bunga kredit berhubungan positif terhadap penawaran kredit, sedangkan rasio modal terhadap aset dan kredit bermasalah berhubungan negatif terhadap penawaran kredit. Periode sepanjang krisis (1997/1998) terjadi dengan excess demand kredit, sedangkan periode pasca krisis terjadi excess supply kredit. Peningkatan GWM akan meningkatkan DPK,
36
perbankan Indonesia. Vidyani (2006)
Analisis pengaruh perubahan GWM, jumlah uang beredar, kredit dan pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi
Linda (2007)
Responsifitas kredit investasi terhadap variabel makroekonomi dan perbankan pada Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa
tingkat kinerja perbankan Indonesia Menganalisis faktor-faktor yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi
Menganalisis penyaluran kredit investasi Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa
Vector Autoregressi on (VAR)
Vector Autoregressi on (VAR)
penyaluran kredit dan meningkatkan NPL. Dalam jangka pendek variabel yang direspon positif oleh pertumbuhan ekonomi adalah GWM, kredit dan jumlah uang beredar. Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan dengan GWM dan suku bunga deposit. Kredit investasi ternyata mempunyai peranan yang signifikan terhadap pertumbuhan produksi
37
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Bank Indonesia selaku pemegang otoritas moneter tertinggi di Indonesia menetapkan instrumen kebijakan moneter, salah satunya dengan menetapkan Giro Wajib Minimum yang merupakan salah satu indikator kinerja suatu bank. Dimana untuk dapat mengukur kinerja suatu bank dapat dilihat dari LDR, kredit, NPL dan DPK. Pada tahun 2004, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan bahwa penetapan GWM harus didasarkan pada DPK masing-masing bank. Kemudian pada tahun 2005, Bank Indonesia mengeluarkan ketetapan baru yang menyatakan bahwa penetapan GWM didasarkan pada LDR masing-masing bank. Di sisi lain, jumlah GWM merupakan perbandingan jumlah alat likuid terhadap jumlah DPK, dimana jumlah alat likuid terdiri dari kas dan giro pada BI dari masing-masing bank. Berdasarkan penggunaannya, kredit dibedakan menjadi kredit konsumsi, kredit produksi dan kredit investasi. Salah satu faktor yang langsung mempengaruhi kredit investasi adalah suku bunga kredit investasi. Pergerakan dan pembentukan suku bunga kredit investasi salah satunya dipengaruhi oleh suku bunga SBI yang dijadikan perbankan sebagai acuan. Suku bunga SBI secara tidak langsung juga akan mempengaruhi jumlah DPK pada bank. Dimana perubahan tingkat suku bunga SBI akan menyebabkan perubahan keuntungan yang diperoleh suatu bank, sehingga akan merubah kondisi likuiditas bank tersebut. Perubahan tingkat suku bunga SBI juga akan merubah preferensi masyarakat untuk melakukan investasi dalam bentuk saving dan deposit atau investasi dalam bentuk SBI. Apabila preferensi masyarakat ini berubah, maka kemungkinan jumlah DPK
38
juga akan berubah, sehingga akan berdampak pada likuiditas bank. Perubahan DPK akan merubah cost of fund dari bank, sehingga akan merubah tingkat suku bunga kredit. Di sisi lain perubahan tingkat suku bunga SBI akan mempengaruhi tingkat inflasi. Apabila laju pertumbuhan inflasi terkendali, maka akan memberikan prospek yang baik bagi dunia usaha yang nantinya akan berdampak pada meningkatnya investasi. Suku bunga SBI juga akan berpengaruh terhadap tingkat suku bunga kredit. Dalam penelitian ini ditekankan pada pentingnya penyaluran kredit investasi akibat perubahan Giro Wajib Minimum serta laju inflasi yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa kredit investasi berhubungan positif dengan investasi domestik, sehingga akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan dan meningkatkan tingkat produksi nasional, serta akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
39
Bank Sentral
Instrumen Kebijakan Moneter
Penetapan GWM
Kinerja Bank
LDR
Konsumsi
Inflasi
Kredit
Produksi
Investasi
NPL
Giro
DPK
Deposito
Suku Bunga Kredit Investasi
Tabungan
GDP Pertumbuhan Ekonomi
Suku Bunga SBI
Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Keterangan: = Alur = Mempengaruhi
= Terdiri dari
40
3.1 Hipotesis
Kebijakan baru mengenai besarnya jumlah Giro Wajib Minimum yang dikenakan pada masing-masing bank yang didasarkan pada jumlah Dana Pihak Ketiga akan mempengaruhi kuantitas penyaluran kredit. Misalkan dengan meningkatnya GWM berarti bank harus menyisihkan lebih banyak dana untuk disimpan dan akibatnya jumlah uang yang tersedia untuk menyediakan kredit akan berkurang, demikian sebaliknya. Begitu juga dengan peraturan Bank Indonesia terbaru yang menetapkan jumlah GWM berdasarkan LDR akan mempengaruhi penyaluran kredit perbankan. Semakin tinggi LDR suatu bank maka persentase GWM semakin kecil sehingga penyaluran kreditnya semakin besar, demikian sebaliknya. Apabila dilihat dari pengaruh inflasi terhadap penyaluran kredit investasi maka secara teori dapat dijelaskan bahwa apabila tingkat inflasi rendah maka Bank Indonesia memiliki peluang untuk menurunkan tingkat suku bunga SBI sehingga tingkat suku bunga kredit juga akan menurun. Rendahnya tingkat suku bunga kredit akan menyebabkan rendahnya minat perbankan untuk menyalurkan kredit. Berdasarkan pemikiran ini maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Perubahan jumlah Giro Wajib Minimum akan berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit investasi. 2. Dengan asumsi laju inflasi terkendali, maka laju inflasi akan berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit investasi. 3. Kredit investasi akan berpengaruh positif dan memiliki peranan penting terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi.
41
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data time series bulanan dengan periode waktu selama lima tahun yaitu 2003:1-2007:12. Data yang digunakan meliputi data jumlah kredit investasi, total DPK, jumlah GWM, Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan kredit investasi (NPLINV), Indeks Harga Konsumen (IHK), suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi serta Gross Domestic Product (GDP) sebagai indikator pertumbuhan ekonomi. Data-data tersebut diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: Bank Indonesia dan beberapa sumber lain yang bisa dijadikan referensi, seperti internet, buku dan koran. Khusus untuk data GDP bulanan diperoleh dengan melakukan teknik interpolasi dari data kuartalan menjadi data bulanan. Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software E-Views 4 dan Microsoft Excel. Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1 Data, Satuan dan Simbol No Variabel Satuan 1 Dana Pihak Ketiga Miliar Rupiah 2 Giro Wajib Minimum Miliar Rupiah 3 Indeks Harga Konsumen Persen (%) 4 Gross Domestic Product Miliar Rupiah 5 Loan to Deposit Ratio Persen (%) 6 Non Performing Loan Persen (%) Kredit Investasi 7 Suku Bunga Kredit Persen(%) Investasi 8 Suku Bunga SBI Persen (%) 9 Kredit Investasi Miliar Rupiah
Simbol DPK GWM IHK GDP LDR NPLINV
Sumber Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia
RSKI
Bank Indonesia
RSBI TOTKI
Bank Indonesia Bank Indonesia
42
4.2 Metode Analisis Data
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan model Vector Auto
Regression
(VAR).
VAR
merupakan
sistem
persamaan
yang
memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah yang ada dalam sistem. Peubah penjelas VAR meliputi nilai lag seluruh peubah tak bebas dalam sistem (Teniwut, 2006). Uji kausalitas VAR merupakan generalisasi dari uji kausalitas Granger. Dalam hal ini uji kausalitas Granger tidak digunakan karena bersifat bivariat, sehingga implikasi kausalitas yang dihasilkan tidak sesuai dengan fenomena nyata. Hal itu disebabkan estimasi parameter yang bias akibat penghilangan variabel bebas lain yang sebenarnya relevan bila dimasukkan dalam sistem persamaaan, sedangkan uji VAR bersifat multivariat. Apabila dibandingkan dengan sistem persamaan bivariat, maka hubungan kausalitas antar variabel dalam sistem persamaan multivariat lebih rumit. VAR membuat seluruh variabel menjadi endogenous dan menurunkan distribute lagnya. Menurut Enders (2004), secara umum VAR yang berordo p dan mempunyai n buah peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut: yt
= A0 + A1yt-1 + A2yt-2 +…+ Apyt-p + et
yt
= vektor peubah tak bebas (y1.t,…..,yn.t) berukuran nx1
A0
= vektor intersep berukuran nx1
A1
= vektor parameter yang berukuran nxn untuk setiap i = 1,2,…,p
et
= vektor sisaan (e1.t,…,en.t)
(4.1)
43
Menurut Laksani (2003), model VAR memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode ekonometrik konvensional yang lain. Keunggulan tersebut antara lain: 1. Metode VAR mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel yang bersifat langsung maupun tidak langsung di dalam persamaan itu. 2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan. 3. Metode VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem persamaan dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogenous. 4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (spurious variable endogenty and exogenty) di dalam model ekonometrik konvensional terutama dalam persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah. 5. Dengan teknik VAR, maka variabel yang terpilih hanyalah variabel yang relevan untuk disinkronisasikan dengan teori yang ada. Selain memiliki kelebihan, metode VAR juga mempunyai beberapa kelemahan. Menurut Vidyani (2006), kelemahan metode VAR antara lain: 1. Metode VAR kurang teoritis karena tidak menjelaskan variabel eksogen secara jelas. 2. Apabila lag yang digunakan panjang, maka parameter yang ditaksir juga banyak.
44
3. Tujuan utama dari model VAR adalah peramalan, sehingga kurang tepat untuk melakukan evaluasi kebijakan. Hal itu disebabkan oleh model VAR yang tidak mempermasalahkan variabel endogen dan eksogen. 4. Sulit menginterpretasikan koefisien yang diperoleh berdasarkan model VAR. Namun praktisi menginterpretasikan sebagai respon Impulse Response Function (IRF), yaitu respon variabel dependen terhadap kejutan disturbance term error. 5. Seluruh variabel dalam VAR harus stasioner. Apabila tidak stasioner, maka harus ditransformasi terlebih dahulu.
4.3 Model Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan sembilan variabel yang terdiri dari kredit investasi, total DPK, jumlah GWM, Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan kredit investasi (NPLINV), IHK, suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi serta GDP. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
⎡ln_ TOTKIt ⎤ ⎢ln_ GWMt ⎥ ⎥ ⎢ ⎢ln_ DPKt ⎥ ⎥ ⎢ ⎢ln_ GDPt ⎥ ⎢ NPLINVt ⎥ = ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ LDRt ⎥ ⎢ IHKt ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ RSBIt ⎥ ⎢ RKIt ⎦ ⎣
⎡α 10 ⎤ ⎡α 11 ⎢α 20 ⎥ ⎢ ⎢ ⎥ ⎢ . ⎢α 30 ⎥ ⎢ . ⎢ ⎥ ⎢ ⎢α 40 ⎥ ⎢ . ⎢α 50 ⎥ + ⎢ . ⎢ ⎥ ⎢ ⎢α 60 ⎥ ⎢ . ⎢α 70 ⎥ ⎢ . ⎢ ⎥ ⎢ ⎢α 80 ⎥ ⎢ . ⎢α 90 ⎥ ⎢α 91 ⎣ ⎦ ⎣
. . . α 19 ⎤ ⎡ln_ TOTKIt − 1⎤ ⎡ε 1 ⎤ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ . . . . ⎥⎥ ⎢ln_ GWMt − 1 ⎥ ⎢ε 2 ⎥ . . . . ⎥ ⎢ln_ DPKt − 1 ⎥ ⎢ε 3 ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ . . . . ⎥ ⎢ln_ GDPt − 1 ⎥ ⎢ε 4 ⎥ . . . . ⎥ ⎢ NPLINVt − 1 ⎥ + ⎢ε 5 ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ . . . . ⎥ ⎢ LDRt − 1 ⎥ ⎢ε 6 ⎥ ⎥ ⎢ε 7 ⎥ ⎢ ⎥ IHKt − 1 . . . . ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ . . . . ⎥ ⎢ RSBIt − 1 ⎥ ⎢ε 8 ⎥ ⎥ ⎢ε 9 ⎥ ⎢ ⎥ . . . α 99 ⎦ ⎣ RKIt − 1 ⎦ ⎣ ⎦
(4.2)
45
Keterangan: ln_TOTKI
= Total Kredit Investasi (Miliar Rupiah)
ln_GWM
= Giro Wajib Minimum (Miliar Rupiah)
ln_DPK
= Dana Pihak Ketiga (Miliar Rupiah)
ln_GDP
= Gross Domestic Product (Miliar Rupiah)
NPLINV
= Non Performing Loan Kredit Investasi (%)
LDR
= Loan to Deposit Ratio (%)
IHK
= Indeks Harga Konsumen (%)
RSBI
= Suku Bunga SBI (%)
RKI
= Suku Bunga Kredit Investasi (%)
α
= Parameter
ε
= Error
t
= Periode (t = 1, 2, 3,…) Apabila dalam persamaan VAR terdapat data yang tidak stasioner namun
terkointegrasi, maka model VAR harus dikombinasikan dengan model VECM (Vector Error Correction Model). Menurut Vidyani (2006), VECM merupakan salah satu bentuk VAR yang direstriksi. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel endogen agar konvergen dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan dinamika harmonis jangka pendek. Model umum VECM disusun apabila rank kointegrasi (r) lebih besar dari nol. Model VECM ordo p dan rank kointegrasi r dituliskan sebagai berikut: p −1
ΔYt = A0 + пYt-1 +
∑φ * ΔYt-1 + εt t =1
Dimana: п β
= αβ = vektor kointegrasi berukuran rx1
(4.3)
46
α
φ*
= vektor adjustment berukuran rx1 p
=-
∑A
j
i =i +1
4.4 Pengujian Model Dalam pengujian menggunakan metode VAR, terdapat beberapa langkah antara lain uji stasioneritas, penentuan lag optimal, uji kointegrasi dan estimasi VAR atau VECM (apabila terdapat kointegrasi). Setelah dilakukan pengujian terhadap model, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis Impulse
Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). 4.4.1 Uji Stasioneritas Uji stasioneritas merupakan hal yang penting dan utama dalam penelitian yang menggunakan data time series. Hal itu disebabkan apabila data tersebut tidak stasioner, maka akan menghasilkan suatu regresi lancung (spurious regression) yaitu regresi yang menggambarkan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik namun kenyataannya tidak. Data time series dikatakan stasioner apabila data tersebut menunjukkan pola yang relatif konstan dari waktu ke waktu baik terhadap nilai tengahnya (mean) maupun variansnya. Dengan kata lain data tersebut harus berfluktuasi di sekitar sumbu tengah. Salah satu cara menguji kestasioneran data adalah dengan menggunakan uji Augmented Dicky Fuller (ADF). Dalam uji ini, apabila nilai ADF statistiknya lebih kecil dari Mc Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Apabila dalam uji ADF data tersebut tidak stasioner, maka dilakukan difference non stationary processes. Adapun formulasi dari ADF adalah sebagai berikut (Nachrowi et al, 2006):
47
m
ΔYt = β1 + β2t + δYt-1 + αi ∑ ΔYt − 1 + εt
(4.4)
i =1
Dimana: εt
= White noise
ΔYt = Yt-1 – Yt-2 Pada ADF akan diuji apakah δ<0, apabila nilai t-hitung δ lebih kecil dari nilai absolut ADF, maka hipotesis nol yang mengatakan bahwa data tidak stasioner ditolak terhadap hipotesis alternatifnya.
4.4.2 Penentuan Lag Optimal Penentuan lag optimal sangat penting dilakukan dalam analisis menggunakan model VAR. Hal itu dikarenakan dalam ilmu ekonomi ketergantungan antar variabel jarang bersifat seketika. Suatu variabel sering bereaksi terhadap variabel lainnya dengan suatu selang waktu (lag). Dalam penelitian ini kriteria informasi yang digunakan untuk menentukan lag optimal adalah Akaike Information Criterion (AIC). Dalam penggunaan kriteria tersebut, penentuan besarnya lag yang optimal ditentukan oleh lag yang memiliki nilai kriteria terkecil.
4.4.3 Uji Kointegrasi Kointegrasi merupakan suatu hubungan jangka panjang antar variabelvariabel yang tidak stasioner. Walaupun secara individual variabel-variabel tersebut tidak stasioner, namun kombinasi linear antar variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Kointegrasi dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menghindari masalah regresi lancung (spurious regression). Adanya hubungan kointegrasi dalam suatu persamaan merupakan indikasi awal dari spesifikasi VECM. Dalam penelitian ini untuk menguji ada tidaknya variabel yang terkointegrasi maka digunakan Johansen Cointegration Test.
48
4.4.4 Estimasi VAR atau VECM Setelah dilakukan uji kointegrasi, maka pada tahap ini ditentukan model yang akan digunakan yaitu model VAR atau VECM. Apabila dalam persamaan tidak menunjukkan adanya hubungan kointegrasi, maka estimasi dilakukan dengan model VAR. Namun, apabila dalam persamaan terdapat hubungan kointegrasi, maka estimasi dilakukan dengan model VECM. Dengan estimasi VECM, kita dapat mengetahui estimasi jangka panjang dan jangka pendek antar variabel. Kita dapat mengetahui variabel apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap variabel endogen utama yang diamati dengan melihat perbandingan antara nilai t-statistik pada variabel dan tingkat kritis yang digunakan pada penelitian.
4.4.5 Impulse Response Function (IRF)
Impulse Response Function merupakan suatu analisis yang menunjukkan respon suatu variabel akibat guncangan variabel lainnya, serta berapa lama pengaruh tersebut terjadi. Menurut Thomas (1997) dalam Vidyani (2007), IRF dapat menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap guncangan dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya.
4.4.6 Variance Decompositions (VD)
Variance Decompositions merupakan suatu metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel makro yang ditunjukkan oleh perubahan varians error dipengaruhi oleh variabel lainnya. Dengan metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang.
49
V. GAMBARAN UMUM
Krisis ekonomi tahun 1997 menjadikan Bangsa Indonesia mengalami keterpurukan. Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, inflasi yang sangat tinggi terjadi di Indonesia bahkan dunia perbankan mengalami collapse sehingga terjadi disintermediasi fungsi perbankan. Dunia perbankan tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bahkan salah satu sumber pembiayaan perbankan yaitu kredit mengalami fluktuasi yang sangat signifikan. Hal ini terjadi karena rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Pada Gambar 5.1 terlihat sejak periode 1997-1999 penyaluran kredit perbankan mengalami kenaikan. Namun, peningkatan penyaluran kredit ini tidak diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, karena kredit macet (NPL) perbankan juga mengalami kenaikan. Pada periode berikutnya pemerintah berupaya memperbaiki keterpurukan ekonomi dengan melakukan restrukturisasi perbankan. Program restrukturisasi
perbankan
tersebut
diantaranya
rekapitalisasi
perbankan,
penyehatan perbankan dan restrukturisasi kredit. Upaya pemerintah tersebut memberikan hasil yang positif, sejak tahun 2001 penyaluran kredit perbankan
Miliar Rupiah
mengalami peningkatan dan NPL perbankan mulai menurun. 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Kredit
Periode
Sumber: Bank Indonesia (1997-2007)
Gambar 5.1 Perkembangan Kredit Perbankan di Indonesia Periode 1997-2007 5.1 Kredit Investasi
50
Selama periode penelitian, kredit investasi menunjukkan pertumbuhan yang positif. Namun, apabila dibandingkan dengan kredit konsumsi dan kredit modal kerja, maka pertumbuhan kredit investasi tergolong lambat. Selama 4 tahun terakhir kredit investasi menduduki posisi ketiga. Hal ini menandakan rendahnya
Miliar Rp
pihak perbankan dalam menyalurkan kredit investasi 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000 0
Kredit Investasi Kredit Konsumsi Kredit Modal Kerja
Periode
Sumber: Bank Indonesia (2003-2007)
Gambar 5.2 Perkembangan Kredit Perbankan di Indonesia Berdasarkan Jenis Penggunaan Periode 2003-2007 Pada awal periode penelitian posisi kredit investasi menduduki urutan kedua dengan total sebesar Rp 84.786 Miliar, sedangkan total kredit konsumsi sebesar Rp 80.167 Miliar dan total kredit modal kerja sebesar Rp 198.545 Miliar. Namun sejak Juni 2003 pertumbuhan kredit investasi lebih lambat daripada pertumbuhan kredit konsumsi. Hingga akhir periode penelitian, kredit investasi menduduki posisi terakhir dengan total Rp186.218 Miliar. Sedangkan kredit modal kerja tetap mendominasi dengan total Rp 533.240 Miliar dan kredit konsumsi berada di posisi ke dua dengan total Rp 282.553 Miliar.
5.2 Perkembangan Variabel Perbankan
51
5.2.1 Giro Wajib Minimum Giro Wajib Minimum merupakan instrumen tidak langsung yang ditetapkan oleh bank sentral agar bank-bank memelihara sejumlah alat likuid sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Tujuan utama penetapan GWM ini adalah untuk mendorong ekspansi kredit perbankan. Selain itu kebijakan ini merupakan antisipasi apabila terjadi gejolak yang mengakibatkan nasabah menarik dana dalam jumlah yang besar. Instrumen ini diberlakukan pertama kali tahun 1957, dimana bank-bank diwajibkan memelihara cadangan sebesar 30 persen dari total depositnya. Adapun komponen wajib yang harus dijaga antara lain kas, saldo rekening di bank lain serta rekening giro di Bank Indonesia. Pada tahun 1978 sampai 27 Oktober 1988 persentasenya diturunkan menjadi 15 persen. Persentase tersebut mengalami penurunan sebesar 2 persen setelah dikeluarkannya paket kebijakan tahun 1988, dimana saat itu komponen yang wajib dijaga hanya kas dan rekening giro pada Bank Indonesia saja. Komponen ini berubah pada 30 April 1997 dimana hanya rekening giro pada BI saja yang wajib dijaga, dan persentase yang ditetapkan sebesar 5 persen. Pada bulan Juli 2004 ditetapkan peraturan baru mengenai GWM. Persentase GWM yang dikenakan kepada masing-masing bank tidak sama tergantung dari total Dana Pihak Ketiga dan BI memberikan jasa giro dari simpanan GWM sebesar 3 persen. Kenaikan GWM berbasis LDR dikeluarkan oleh BI pada bulan September 2005 guna menyempurnakan peraturan tahun 2004 dengan tujuan untuk ekspansi kredit utamanya terhadap sektor riil. Imbalan jasa giro dari simpanan GWM juga dinaikkan menjadi 5,5 persen untuk seluruh tambahan GWM rupiah di atas 5 persen.
52
5.2.2 Dana Pihak Ketiga (DPK) Dana Pihak Ketiga perbankan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Dari Gambar 5.3 menunjukkan bahwa pada awal periode penelitian jumlah DPK perbankan Rp 824.645 miliar, dan pada akhir periode penelitian DPK perbankan mengalami pertumbuhan 17,38 persen dengan komposisi deposito Rp 666.708 miliar, tabungan Rp 438.575 miliar dan giro Rp 405.551
Miliar Rp
miliar. 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 0
DPK
Periode
Sumber: Bank Indonesia (2003-2007)
Gambar 5.3 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Indonesia Periode 2003-2007
5.2.3 Loan to Deposit Ratio (LDR) Persentase LDR selama periode penelitian terus mengalami kenaikan. Namun, angka tersebut masih jauh dari harapan pemerintah dalam rangka ekspansi kredit utamanya ke sektor riil. Salah satu penyebab rendahnya pertumbuhan LDR adalah pertumbuhan DPK yang secara absolut melampaui pertumbuhan kredit.
53
Persen
80 70 60 50 40 30 20 10 0
LDR
Periode
Sumber: Bank Indonesia (2003-2007)
Gambar 5.4 Perkembangan Loan to Deposit Ratio Bank Umum Indonesia Periode 2003-2007 Gambar 5.4 menunjukkan bahwa selama perode penelitian LDR perbankan terus mengalami pertumbuhan. Namun, pada tahun 2006 pertumbuhan LDR hanya 3,18 persen lebih rendah dari tahun sebelumnya 19,4 persen. Hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut pertumbuhan DPK perbankan (14,11 persen) lebih tinggi daripada pertumbuhan penyaluran kredit perbankan (13,89 persen).
5.2.4 Non Performing Loan Kredit Investasi (NPLINV) NPL kredit investasi merupakan rasio kredit investasi bermasalah terhadap jumlah kredit investasi yang disalurkan oleh perbankan. Pada Gambar 5.5 dapat dilihat bahwa sepanjang periode penelitian, perkembangan NPL kredit investasi terus berfluktuasi, dimana fluktuasi tertinggi terjadi pada Mei 2005. Hal ini bisa dijelaskan karena kedit investasi merupakan kredit jangka panjang yang rentan dengan resiko dan adanya asymmetric information. Apabila rasio NPL investasi meningkat, maka perbankan semakin enggan untuk menyalurkan kredit investasi.
54
Miliar Rp
25,000 20,000 15,000
NPLINV
10,000 5,000 0
Periode
Sumber: Bank Indonesia (2003-2007)
Gambar 5.5 Perkembangan NPL Kredit Investasi Bank Umum Indonesia Periode 2003-2007
5.2.5 Suku Bunga Kredit Investasi Perubahan suku bunga kredit investasi mengacu pada suku bunga SBI. Pada Gambar 5.6 terlihat bahwa sepanjang periode penelitian perkembangan suku bunga kredit investasi menunjukkan trend yang menurun. Penurunan suku bunga kredit investasi dapat berimplikasi pada peningkatan jumlah kredit investasi yang disalurkan perbankan. Hal ini karena para investor lebih tertarik meminjam dana
Persen
dengan suku bunga yang rendah. 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
RKI
Periode
Sumber: Bank Indonesia (2003-2007)
Gambar 5.6 Perkembangan Suku Bunga Kredit Investasi Bank Umum Indonesia Periode 2003-2007
55
5.3 Perkembangan Variabel Makroekonomi 5.3.1 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Suku Bunga SBI pada umumnya menjadi acuan bagi bank-bank dalam menetapkan suku bunga simpanan seperti giro, deposito dan tabungan. Tidak hanya itu, penetapan suku bunga kredit biasanya juga mengacu pada suku bunga
Persen
SBI. 14 12 10 8 6 4 2 0
Suku Bunga SBI 1 Bulan
Periode
Sumber: Bank Indonesia (2003-2007)
Gambar 5.7 Perkembangan Suku Bunga SBI Periode 2003-2007 Pada Gambar 5.7 dapat dilihat bahwa sejak awal periode penelitian suku bunga SBI terus mengalami penurunan, namun pada Oktober 2004 suku bunga SBI kembali mengalami kenaikan. Kenaikan suku bunga SBI ini dimungkinkan karena Bank Sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga. Peningkatan suku bunga di AS akan memicu penguatan dollar dan akan melemahkan nilai tukar rupiah yang berpotensi meningkatkan inflasi. Pada Agustus 2006 suku bunga SBI kembali mengalami penurunan akibat laju inflasi yang terkendali. Penurunan suku bunga SBI ini dilakukan dengan sangat hati-hati, karena selain memberikan dampak positif penurunan suku bunga SBI juga dapat memberikan dampak negatif. Penurunan suku bunga SBI dapat mendorong terjadinya capital outflow, hal ini disebabkan karena dunia usaha domestik kurang begitu menarik terutama apabila sektor riil domestik kurang bergerak.
56
5.3.2 Inflasi Dalam penelitian ini pertumbuhan inflasi digambarkan oleh pertumbuhan IHK. Besarnya suku bunga SBI akan mempengaruhi inflasi yang nantinya juga akan berpengaruh terhadap penetapan suku bunga kredit. Pada Gambar 5.8 telihat bahwa sepanjang periode penelitian besarnya IHK terus menigkat. Pada awal periode penelitian IHK sebesar 105,37 dan pada akhir periode penelitian IHK
Persen
sebesar 155,55. 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
IHK
Periode
Sumber: Bank Indonesia (2003-2007)
Gambar 5.8 Perkembangan IHK Indonesia Periode 2003-2007
57
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Hasil Estimasi 6.1.1 Unit Root Test (Uji Akar-Akar Unit)
Unit Root Test merupakan langkah awal mengestimasi suatu model untuk mengetahui stasioneritas suatu variabel. Uji stasioneritas ini tidak hanya dilakukan pada tingkat level tetapi juga pada tingkat first difference. Hal itu karena data time
series pada umumnya mengandung akar unit (tidak stasioner) pada tingkat level. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Hasil Pengujian Akar Unit Pada Level Nilai Kritis Mc Kinnon Variabel ADF Statistic 1% 5% 10% ln_TOTKI -1.655718 -4.124265 -3.489228 -3.173114 LDR
-2.320910
-4.130526
-3.492149
-3.174802
ln_DPK
-0.436232
-4.127338
-3.490662
-3.173943
ln_GWM
-2.399158
-4.121303
-3.487845
-3.172314
ln_GDP RKI
-3.412292 -1.675973
-4.124265 -3.546099
-3.489228 -2.911730
-3.173114 -2.593551
RSBI
-2.369536
-3.546099
-2.911730
-2.593551
NPLINV
-1.294533
-3.548208
-2.912631
-2.594027
IHK
-6.912778
-3.546099
-2.911730
-2.593551
Ket Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Stasioner
Sumber: Lampiran 2
Hasil pengujian akar unit pada level menunjukkan bahwa semua variabel belum stasioner di level kecuali ln_GDP dan IHK, sehingga perlu dilakukan uji akar unit di tingkat first difference agar tidak menghasilkan regresi lancung. Variabel ln_GDP stasioner pada 10% sedangkan IHK stasioner pada 1%, 5% dan 10%.
58
Tabel 6.2 Hasil Pengujian Akar Unit Pada First Difference Nilai Kritis McKinnon Variabel ADF Statistic 1% 5% 10% ln_TOTKI -5.866748 -2.605442 -1.946549 -1.613181 LDR -4.050628 -2.606911 -1.946764 -1.613062 ln_DPK -6.623100 -2.606163 -1.946654 -1.613122 ln_GWM -7.944153 -2.605442 -1.946549 -1.613181 ln_GDP -5.406540 -2.605442 -1.946549 -1.613181 RKI -7.307672 -2.605442 -1.946549 -1.613181 RSBI -6.733875 -2.606163 -1.946654 -1.613122 NPLINV -5.955164 -2.605442 -1.946549 -1.613181 IHK -9.674419 -2.606163 -1.946654 -1.613122
Ket Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner
Sumber: Lampiran 2
Pada pengujian akar unit tingkat first difference, terlihat bahwa semua variabel stasioner. Hal ini terlihat dari nilai ADF statistik < nilai kritis McKinnon, sehingga dapat dinyatakan bahwa seluruh variabel yang diestimasi pada penelitian ini stasioner pada derajat integrasi satu I(1).
6.1.2 Penentuan Lag Optimal Penentuan lag optimal penting dilakukan untuk mengetahui jangka waktu reaksi dari satu variabel terhadap variabel lainnya. Dalam metode VAR, lag optimal variabel endogen merupakan lag dari variabel eksogen yang digunakan dalam model. Sebelum menentukan lag optimal, perlu melakukan uji stabilitas VAR terlebih dahulu. Model VAR dikatakan stabil apabila nilai modulus < 1. Dalam penelitian ini model VAR yang digunakan sudah stabil, hal itu terlihat dari nilai modulus yang berkisar antara 0,056748 sampai 0,881181.
Lag optimal ditentukan dengan melihat nilai AIC terkecil. Adapun hasil dari penentuan lag optimal adalah sebagai berikut:
59
Tabel 6.3 Penentuan Lag Optimal Lag AIC 0 -6.624783 1 -9.311189* 2 -8.913716 3 -9.031480 Ket: * indicates lag order selected by the criterion Sumber: Lampiran 3
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai AIC terkecil terletak pada lag 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa lag optimal dalam model ini terletak pada lag 1.
6.1.3 Uji Kointegrasi Adanya variabel yang tidak stasioner pada tingkat level memungkinkan terdapatnya hubungan kointegrasi antar variabel. Kointegrasi merepresentasikan hubungan jangka panjang antar variabel. Dalam penelitian ini uji kointegrasi dilakukan dengan pendekatan Johansen. Apabila nilai trace statistic > critical
value (dalam hal ini digunakan critical value 5%) maka dinyatakan persamaan tersebut terkointegrasi. Hasil uji kointegrasi adalah sebagai berikut: Tabel 6.4 Hasil Uji Kointegrasi ( Johansen Cointegration Test) Hypothesized Eigenvalue Trace Statistic 5 Percent No. of CE(s) Critical Value None** 0.720882 289.3269 222.21 At most 1** 0.625939 215.3120 182.82 At most2* 0.561735 158.2785 146.76 At most 3 0.436226 110.4325 114.90 At most 4 0.367752 77.19255 87.31 At most 5 0.347242 50.60107 62.99 At most 6 0.200682 25.86120 42.44 At most 7 0.117517 12.86941 25.32 At most 8 0.092327 5.618497 12.25 Ket: *(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Trace test indicates 3 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 1% level Sumber: Lampiran 5
1 Percent Critical Value 234.41 196.08 158.49 124.75 96.58 70.05 48.45 30.45 16.26
60
Dari hasil uji kointegrasi diketahui terdapat tiga persamaan kointegrasi yang dikandung dalam model. Hal itu terlihat dari nilai trace statistic > critical
value 5%. Setelah diketahui terdapat kointegrasi dalam model, maka estimasi selanjutnya menggunakan VECM.
6.2 Hasil Estimasi VECM Estimasi VECM menghasilkan persamaan jangka pendek dan jangka panjang. Dalam penelitian ini signifikansi suatu variabel terhadap variabel lainnya dinilai pada taraf nyata 5%. Tabel 6.5 Hasil Estimasi VECM JANGKA PENDEK Variabel Koefisien CointEq1 -0.240349 CointEq2 0.003421 CointEq3 -0.313924 D(ln_TOTKI(-1)) 0.034680 D(LDR(-1)) -0.002864 D(ln_DPK(-1)) -0.199497 D(ln_GWM(-1)) -0.035477 D(ln_GDP(-1)) -0.548448 D(RKI(-1)) 0.003767 D(RSBI(-1)) -0.004961 D(NPLINV(-1)) 0.000355 D(IHK(-1)) -0.003421 C 0.007734 JANGKA PANJANG Variabel Koefisien ln_GWM(-1) -0.165411 ln_GDP(-1) -1.810560 RKI (-1) -0.131356 RSBI(-1) 0.161336 NPLINV(-1) - 0.040555 IHK(-1) 0.104008 Ket: * = signifikan pada taraf nyata 5% Sumber: Lampiran 6
T-Statistik -3.75353 1.08553 -4.18738 0.18735 -1.11601 -0.88656 -0.79931 -2.25417* 0.37613 -0.45197 0.14478 -1.17427 2.60449 T-Statistik 0.83675 2.71913* 4.50046* -4.85591* 5.38497* -2.86151*
61
Dari hasil estimasi VECM didapat bahwa pada jangka pendek hanya variabel GDP yang berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran kredit investasi. Sedangkan untuk variabel yang lain tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyaluran kredit investasi, hal itu dikarenakan variabelveriabel tersebut membutuhkan lag dalam mempengaruhi satu sama lain. Untuk jangka panjang, semua variabel berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit investasi kecuali variabel GWM. Hal ini disebabkan karena jumlah GWM yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia tidak menjadikan perbankan lebih ekspansif menyalurkan kredit investasi mengingat resiko kredit investasi sangat besar. Selain itu jasa giro yang diberikan BI kepada perbankan untuk pemenuhan kewajiban memelihara tambahan GWM, akan membuat perbankan tetap untung.
Gross Domestic Product (GDP) yang dalam penelitian ini digunakan sebagai indikator pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penyaluran kredit investasi. Dari hasil estimasi dihasilkan peningkatan GDP sebesar satu persen akan menurunkan kredit investasi sebesar 1.810560 persen. Hal ini bisa terjadi karena perbankan pada umumnya enggan menyalurkan kredit investasi yang memiliki jangka waktu yang panjang, dan cenderung lebih banyak menyalurkan kredit konsumsi dan kredit modal kerja. Dalam jangka panjang suku bunga kredit investasi berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit investasi. Kenaikan suku bunga kredit investasi akan menurunkan penyaluran kredit investasi, hal itu dikarenakan pihak perbankan akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit investasi, karena hanya debitur
62
yang mempunyai prospek usaha yang kurang baik yang berani membayar bunga yang cukup tinggi. Sedangkan variabel suku bunga SBI, dalam jangka panjang memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap penyaluran kredit investasi. Peningkatan suku bunga SBI akan berpengaruh pada menurunnya jumlah uang beredar sehingga tingkat inflasi menurun. Penurunan tingkat harga ini akan menyebabkan meningkatnya agregat demand sehingga mendorong investor untuk berinvestasi dan akan meningkatkan permintaan kredit investasi. Variabel inflasi, dalam jangka panjang memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap penyaluran kredit investasi. Dengan asumsi laju inflasi terkendali maka naiknya tingkat inflasi akan merangsang para investor untuk melakukan ekspansi usaha dan akan meningkatkan permintaan kredit investasi. Sedangkan variabel NPLINV dalam jangka panjang akan berpengaruh negatif signifikan terhadap penyaluran kredit investasi. Hal ini sesuai dengan teori dimana semakin tinggi rasio kredit macet maka pihak bank enggan untuk memberikan kredit investasi kepada para investor.
6.3 Impulse Response Function (IRF) IRF digunakan untuk melihat bagaimana respon suatu variabel apabila mendapat guncangan dari variabel itu sendiri maupun variabel endogen yang lain. Pada penelitian ini standar IRF yang digunakan adalah Cholesky Decomposition dengan proyeksi 60 bulan (5 tahun ke depan). Menurut Linda (2007), Cholesky
Decomposition bertujuan untuk meng-generate impulse response yang tergantung
63
secara krusial pada urutan (ordering) variabel dalam sistem. Hasil IRF dalam penelitian ini sebagai berikut: Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of LN_TOTKI to LN_TOTKI
Response of LN_TOTKI to LDR
Response of LN_TOTKI to LN_DPK
.020
.020
.020
.016
.016
.016
.012
.012
.012
.008
.008
.008
.004
.004
.004
.000
.000
.000
-.004
-.004
-.004
-.008
-.008
-.008
-.012
-.012 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
-.012 5
Response of LN_TOTKI to LN_GWM
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
5
Response of LN_TOTKI to LN_GDP .020
.020
.016
.016
.016
.012
.012
.012
.008
.008
.008
.004
.004
.004
.000
.000
.000
-.004
-.004
-.004
-.008
-.012 10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Response of LN_TOTKI to RSBI
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
5
Response of LN_TOTKI to NPLINV .020
.016
.016
.012
.012
.012
.008
.008
.008
.004
.004 .000
.000
-.004
-.004
-.008
-.008
-.008
-.012 15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
35
40
45
50
55
60
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
55
60
.004
.000 -.004
10
30
Response of LN_TOTKI to IHK
.020
.016
5
25
-.012 5
.020
-.012
20
-.008
-.012 5
15
Response of LN_TOTKI to RKI
.020
-.008
10
-.012 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sumber: Lampiran 7
Gambar 6.1 Respon Kredit Investasi Terhadap Variabel Endogen Lain Dari hasil IRF didapat bahwa guncangan kredit investasi satu standar deviasi sebesar 0,016647 pada bulan pertama akan menyebabkan peningkatan kredit investasi sebesar 1,66 persen. Selama 30 bulan pertama respon kredit investasi yang disebabkan oleh guncangan kredit itu sendiri terus berfluktuasi hingga mencapai kestabilan pada bulan ke-31 sebesar 1,4 persen. Sedangkan guncangan LDR sebesar satu standar deviasi (1,579584) pada awal periode belum mendapat respon dari kredit investasi. Pada bulan kedua guncangan LDR mengakibatkan peningkatan kredit investasi sebesar 0,2 persen. Peningkatan ini terus berlanjut hingga bulan keempat, pada bulan ke-5 hingga bulan ke-23 respon kredit investasi akibat guncangan LDR berfluktuasi dan stabil pada bulan ke-24,
64
dimana kredit investasi menunjukkan respon sebesar 0,48 persen. Respon positif yang diberikan oleh kredit investasi akibat guncangan LDR menggambarkan bahwa semakin tinggi LDR perbankan menandakan penyaluran kredit investasi meningkat. Guncangan variabel DPK sebesar satu standar deviasi 0,016084 mulai mendapat respon dari kredit investasi pada bulan kedua sebesar 0,60 persen dengan respon negatif. Respon ini stabil pada bulan ke-26 sebesar 0,72 persen. Respon negatif kredit investasi akibat guncangan DPK menandakan bahwa tingginya jumlah DPK perbankan, tidak lantas menjadikan perbankan untuk lebih ekspansif menyalurkan kredit investasi. Hal ini karena perbankan enggan untuk menanggung resiko kredit investasi yang besar. Guncangan GWM sebesar satu standar deviasi (0,064296) direspon negatif oleh kredit investasi pada bulan kedua. Guncangan ini mengakibatkan penurunan kredit investasi sebesar 0,74 persen. Pada bulan ke-27 guncangan GWM direspon stabil oleh kredit investasi sebesar 0,91 persen. Dalam jangka panjang, guncangan GWM akan menyebabkan perbankan mencari sumber pendanaan berupa peningkatan kredit, namun kredit investasi bukan merupakan sasaran utama yang dijadikan sumber pendanaan oleh perbankan. Sedangkan respon yang diberikan oleh kredit investasi akibat guncangan GDP bernilai positif pada standar deviasi 0,015619. Respon ini menunjukkan perkembangan yang menurun dan mencapai titik kestabilan pada bulan ke-27 sebesar 0,52 persen. Pertumbuhan ekonomi yang dilukiskan dengan pertumbuhan GDP akan mendorong investor untuk melakukan investasi sehingga akan meningkatkan permintaan kredit investasi.
65
Respon kredit investasi terhadap guncangan suku bunga kredit investasi sebesar satu standar deviasi (1,618412) bernilai negatif pada bulan ke-2 dan terus meningkat serta mencapai titik stabil pada bulan ke-28 sebesar 0,26 persen. Dalam jangka panjang, kredit investasi merespon positif guncangan suku bunga kredit investasi. Hal ini menandakan semakin tinggi suku bunga kredit investasi menyebabkan perbankan lebih bergairah untuk menyalurkan kredit investasi karena akan memberikan tingkat pengembalian hasil yang besar. Sedangkan respon yang ditunjukkan kredit investasi terhadap guncangan yang ditimbulkan oleh suku bunga SBI sebesar satu standar deviasi (1,550757) pada bulan kedua sebesar 0,15 persen. Pada bulan keempat respon ini mengalami penurunan dengan angka negatif dan stabil pada bulan ke-26 sebesar 0,43 persen. Hal ini bisa dijelaskan bahwa apabila Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan kontraksi moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga SBI maka perbankan akan lebih banyak menanamkan dananya pada SBI daripada menyalurkan kredit investasi. Sama halnya dengan suku bunga SBI, kredit investasi merespon negatif guncangan dari variabel IHK. Pada bulan kedua respon yang diberikan kredit investasi sebesar 0,34 persen dengan standar deviasi 3,025383 dan mencapai kestabilan pada bulan ke-24 sebesar 0,26 persen. Respon kredit investasi akibat guncangan NPL kredit investasi bernilai negatif, sebesar 0,19 pada bulan kedua dengan standar deviasi 1,071672. Respon ini stabil pada bulan ke-26 sebesar 0,84 persen. Respon negatif tersebut sesuai dengan teori, dimana semakin tinggi NPL perbankan maka perbankan enggan menyalurkan kredit tersebut.
66
6.4 Variance Decomposition (VD)
Variance Decomposition berguna untuk menjelaskan sejauh mana kontribusi suatu variabel akibat shock yang ditimbulkannya terhadap variabel endogen yang diamati. Dalam penelitian ini jangka waktu yang digunakan untuk memproyeksikan VD adalah 60 bulan (lima tahun). Hasil VD dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun pertama peranan kredit investasi dalam menjelaskan fluktuasi kredit investasi itu sendiri masih dominan yaitu sebesar 46,75 persen. Kemudian diikuti oleh GWM sebesar 17,51 persen. Pada urutan ketiga, variabel yang berperan dalam menjelaskan fluktuasi kredit investasi adalah suku bunga DPK sebesar 12,31 persen kemudian berturut-turut diikuti oleh NPL kredit investasi (8,69 persen), GDP (6,59 persen), LDR (4,1 persen), suku bunga SBI (1,79 persen), IHK (1,54 persen) dan suku bunga kredit investasi (0,72 persen). Pada tahun kedua hingga tahun kelima, urutan variabel yang menjelaskan kredit investasi sama dengan tahun pertama. Secara berturut-turut variabel yang menjelaskan kredit investasi pada tahun kedua adalah total kredit investasi (43,62 persen), GWM (17,34 persen), NPL kredit investasi (11,63 persen), DPK ( 11,6 persen), GDP (6,09 persen), LDR (4,37 persen), suku bunga SBI (2,81 persen), IHK (1,5 persen) dan suku bunga kredit investasi (1,06 persen). Urutan variabel yang menjelaskan penyaluran kredit investasi pada tahun berikutnya sama dengan urutan variabel pada tahun kedua.
Persen
67
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
IHK NPLINV RSBI RKI ln_GDP ln_GWM ln_DPK LDR ln_TOTKI
1
12
24
36
48
60
Periode Sumber: Lampiran 8
Gambar 6.2 Hasil Variance Decomposition Dari hasil VD yang telah dibahas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa variabel yang lebih dominan mempengaruhi kredit investasi adalah kredit investasi itu sendiri, GWM, NPL kredit investasi, DPK, GDP, LDR, suku bunga SBI, IHK dan suku bunga kredit investasi. Hal ini mengindikasikan bahwa GWM memberikan pengaruh yang besar bagi kredit investasi, sedangkan IHK kurang memberikan pengaruh yang besar bagi kredit investasi. Hal ini karena perbankan lebih banyak melakukan ekspansi kredit selain kredit investasi seperti kredit konsumsi dan kredit modal kerja berjangka waktu lebih pendek.
6.5 Peran Kredit Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa dalam penelitian ini Gross
Domestic Product (GDP) digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan ekonomi, maka untuk melihat bagaimana peran kredit investasi terhadap
68
pertumbuhan ekonomi dapat melihat dari respon GDP akibat guncangan kredit investasi. Response of LN_GDP to Cholesky One S.D. LN_TOTKI Innovation .014 .013 .012 .011 .010 .009 .008 .007 .006 10
20
30
40
50
60
Sumber: Lampiran 9
Gambar 6.3 Respon GDP Terhadap Kredit Investasi Dari hasil analisis VECM dapat dilihat bahwa kredit investasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan produksi yang berarti juga bahwa kredit investasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dari Gambar 6.3 terlihat bahwa guncangan kredit investasi sebesar satu standar deviasi (0.016647) direspon positif oleh GDP. Respon tertinggi GDP terjadi pada bulan kedua, dimana guncangan kredit investasi sebesar satu standar deviasi dapat meningkatkan pertumbuhan produksi sebesar 1,37 persen.
69
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam jangka panjang instrumen kebijakan moneter berupa penetapan Giro Wajib Minimum (GWM) tidak berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit investasi. Hal itu disebabkan karena perbankan lebih suka melakukan ekspansi kredit yang memiliki resiko lebih rendah dibanding resiko kredit investasi yang tinggi. 2. Inflasi memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap penyaluran kredit investasi pada jangka panjang. Dengan asumsi bahwa inflasi terkendali, maka naiknya tingkat inflasi akan merangsang para investor untuk berinvestasi dengan harapan memperoleh tingkat pengembalian yang optimal. 3. Kredit investasi mempunyai peranan yang penting dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kredit investasi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini mengindikasikan bahwa kredit investasi merupakan salah satu channel yang berperan penting sebagai sumber pembiayaan investasi.
7.2 Saran 1. Kenaikan suku bunga kredit hendaknya disesuaikan dengan portofolio resiko. 2. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kredit investasi adalah dengan memperbaiki kondisi makroekonomi seperti
70
menjaga
tingkat
inflasi
agar
terkendali,
menyediakan
infrastruktur,
meningkatkan kepastian hukum sehingga dapat memperbaiki iklim investasi di Indonesia. 3. Untuk mengetahui efektifitas penerapan GWM, pada penelitian selanjutnya hendaknya dilakukan analisis perubahan GWM pada masing-masing kelompok bank.
71
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, B. 2003. Peran Kebijakan Moneter dan Perbankan dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Indonesia. Bahan Kuliah Reguler Angkatan XXXVI Lemhanas: Jakarta. Agung, J, Bambang K, Bambang P, Erwin G.H, Andry P dan Nugroho J.P. 2001. ”Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis: Fakta, Penyebab dan Implikasi Kebijakan”. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia: 1-124. Ascarya. 2002. Instrumen-instrumen Pengendalian Moneter. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia: Jakarta. Bank Indonesia. Beberapa Tahun Penerbitan. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Bank Indonesia: Jakarta. Bank Indonesia. Beberapa Tahun Penerbitan. Statistik Perbankan Indonesia. Bank Indonesia: Jakarta. Bernanke, B and M. Gertler. 1995. Inside The Black Box: The Credit Channel of Monetary Policy Transmission. Working Paper: National Bureau of Economic Research. Dendawijaya, L. 2000. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia: Jakarta. Enders, W. 2004. Applied Econometrics Time Series. Second Edition. John Wiley & Sons, Inc: USA. Harmanta, dan M. Ekananda. 2005. Disintermediasi Fungsi Perbankan di Indonesia Pasca Krisis 1997: Faktor Permintaan Atau Penawaran Kredit, Sebuah Pendekatan Dengan Model Disequilibrium. Buletin Ekonomi Dan Perbankan: 1-28. Karina, R. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Bank Umum terhadap Usaha Kecil di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Laksani, C. S. 2004. Netralias Uang di Indonesia Melalui Analisis Efektifitas Uang Beredar dalam Mencapai Tujuan Ekonomi [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Linda, M. 2007. Responsifitas Kredit Investasi Terhadap Variabel Makroekonomi Dan Perbankan Pada Bank Persero Dan Bank Umum swasta Nasional Devisa Dan non Devisa [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor: Bogor.
72
Lipsey, Richard G. 1997. Pengantar Makroekonomi Edisi Kesepuluh. Agus Maulana, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari Economics 10thed. Mankiw, N.G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Erlangga: Jakarta. Mishkin, F. S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets. Sixth Edition. Columbia University. Nachrowi, N. D. dan H. Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Universitas Indonesia: Jakarta. Rachmawati, M. 2005. Analisis Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang Penawaran Kredit Perbankan Pasca Krisis Moneter di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Reksodiprodjo, S. 1966. Pengantar Ekonomi Bank dan Kredit. PT. Pembangunan: Jakarta. Risdwianto, B. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Penyaluran Kredit Bank Rakyat Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid 1. Erlangga: Jakarta. Simorangkir, O. P. 2004. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. Ghalia Indonesia: Bogor. Solikin dan Suseno.2002. Uang: Pengertian, Penciptaan, dan Peranannya dalam Perekonomian. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI: Jakarta. Suyatno, T., Chalik, Made S., Tinon Y. dan Djuhaepah T. 2007. Dasar-Dasar Perkreditan. Edisi Keempat. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Tampubolon, R. G. 2007 Perencanaan Kredit Investasi Dalam Pengembangan Industri kecil Menengah pakan Ternak (Studi Kasusu PT. AFI) [tesis]. Institut Pertanian bogor: Bogor. Teniwut, W. A. 2006. Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum Terhadap Tingkat Kinerja Perbankan Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Todaro, M. P dan S. C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Negara Dunia Ketiga. Edisi Kedelapan. Munandar dan Puji [penerjemah]. Erlangga: Jakarta.
73
Vidyani, R. 2006. Analisis Pengaruh Perubahan GWM, Jumlah Uang Beredar, Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Warjiyo, P. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia: Jakarta. Yuniarsih, A. 2005. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Bank Umum Persero [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor: Bogor.
74
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data- Data yang Digunakan dalam Penelitian Periode 2003:1-2007:12 Periode Jan-03 Feb-03 Mar-03 Apr-03 May-03 Jun-03 Jul-03 Aug-03 Sep-03 Oct-03 Nov-03 Dec-03 Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04 May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04
DPK 7826.184 7881.169 7904.116 7929.623 7903.697 7974.207 8021.792 8030.239 8052.475 8147.679 8036.556 8090.385 8025.885 7942.651 7896.165 7800.071 7928.406 8046.43 7986.222 8065.02 8126.605 8095.045 8062.424 8241.537
LDR 29.05 30.71 32.14 31.89 32.97 33.72 34.97 34.72 36.03 36.68 38.81 38.46 37.57 38.28 38.59 39 39.09 39.56 39.61 41.2 41.86 42.91 43.31 43.55
NPLINV 12.56222 11.67799 12.01201 11.66286 11.84197 11.01719 10.75419 10.33345 11.63738 10.87189 10.65967 9.756199 9.026136 9.458512 8.989972 9.179904 9.311323 9.07469 8.60495 8.273384 8.245967 8.312263 8.309141 6.625506
RSBI 3.95 4.9 4.28 3.52 3.53 2.91 3.31 2.53 2.46 2.26 3.16 3.25 3.04 3.1 2.31 1.41 0.85 0.51 0.16 0.7 1.12 1.19 1.23 1.03
IHK 0.890463 0.189807 -0.12314 0.208649 0.359644 0.141456 0.037668 0.583639 0.393074 0.61527 0.926526 0.826219 0.564509 -0.01811 0.36222 0.974465 0.884639 0.478299 0.38787 0.087812 0.017547 0.561404 0.889742 1.037524
GDP 1209.685 1224.946 1244.121 1238.32 1238.172 1244.074 1258.731 1265.639 1265.611 1227.255 1199.991 1178.811 1201.914 1214.671 1224.432 1217.786 1214.831 1219.834 1229.817 1243.506 1250.938 1223.49 1203.837 1185.432
RKI 9.08 10.51 10.73 10.2 10.76 10.81 11.24 10.32 10.33 10.05 10.6 10.62 10.62 10.69 10.01 9.06 8.31 7.81 7.38 7.78 8.06 8.03 8 7.65
TOTKI 804.6503 822.4874 840.0797 841.2739 838.5609 842.1979 848.3762 851.2588 864.8271 876.5959 896.3463 872.0295 888.2209 891.524 906.0994 919.1851 952.3915 978.3057 984.9666 1003.711 994 997.0429 991.743 1015.942
GWM 332.3147 328.1235 333.1563 332.9642 335.1754 338.836 343.3776 344.0805 345.8656 346.9564 347.7004 351.17 351.3898 344.7704 341.8479 336.3417 333.8884 341.2553 498.876 503.5445 500.1579 508.723 509.208 514.2136
75
2
Lanjutan Lampiran 1 DPK 8015.397 8018.524 7954.648 8087.736 8138.095 8296.422 8272.844 8477.64 8666.79 7925.253 7970.589 8241.539 8046.345 8053.386 8052.368 8043.218 8280.629 8297.827 8209.893 8374.584 8464.303 8587.852 8678.805 8822.414 8680.32
LDR 42.18 43.37 42.41 43.19 45.5 45.67 46.01 46.15 45.1 36.87 35.69 42.55 43.79 42.59 45.4 46.23 45.15 45.68 46.55 46.36 47.37 54.91 56.05 54.96 54.29
NPLINV 6.407199 6.240758 6.337472 6.688644 11.91497 13.08697 15.39508 16.87259 16.67443 15.48237 15.59249 15.22842 15.39845 16.58112 16.45985 16.14327 15.90233 16.13314 15.82556 15.68315 15.24277 15.46424 14.75336 10.25666 10.39519
RSBI 0.1 0.28 -1.37 -0.42 0.55 0.83 0.65 1.18 0.94 -6.89 -6.13 -4.36 -4.28 -5.18 -3.01 -2.66 -3.1 -3.03 -2.9 -3.15 -3.3 4.46 4.98 3.15 3.24
IHK 1.42906 -0.16873 1.909913 0.339995 0.206612 0.503093 0.779583 0.545558 0.688371 8.702646 1.309656 -0.04382 1.359053 0.58391 0.028668 0.050154 0.372386 0.449486 0.447475 0.325272 0.380603 0.863643 0.341107 1.214097 1.041881
GDP 1190.376 1202.597 1190.848 1193.084 1197.737 1202.374 1206.116 1213.325 1210.875 1092.361 1067.82 1061.026 1068.059 1071.312 1080.891 1085.409 1087.185 1092.617 1105.695 1118.562 1123.3 1090.394 1076.811 1056.411 1066.447
RKI 6.66 6.72 4.97 5.62 6.28 6.23 5.81 5.29 5.41 -2.97 -2.95 -1.45 -1.22 -2.05 0.16 0.5 0.29 0.41 0.76 0.95 1.11 9.25 10.11 8.5 8.59
TOTKI 997.5702 1011.552 1008.458 1020.355 1038.285 1050.804 1064.913 1090.703 1088.354 995.5827 983.5013 982.0254 954.2748 941.1453 956.1654 955.7075 973.5873 965.6226 960.2107 976.5295 1004.48 996.6516 1006.466 1036.459 1037.162
GWM 517.2108 512.5074 504.3038 509.9587 507.1753 511.4312 514.5428 514.5044 698.7533 645.69 644.106 648.6556 672.6932 679.4094 694.0532 674.0332 710.6164 710.9241 704.9003 710.7203 718.1927 725.409 746.1496 742.7034 768.0076
76
Periode Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05 Jul-05 Aug-05 Sep-05 Oct-05 Nov-05 Dec-05 Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 May-06 Jun-06 Jul-06 Aug-06 Sep-06 Oct-06 Nov-06 Dec-06 Jan-07
3
Lanjutan Lampiran 1 Periode Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07
DPK 8657.329 8686.211 8756.801 8789.447 9100.087 9195.353 9216.253 9196.429 9247.365 9346.596 9715.974
LDR 54.72 55.46 56.25 57.08 57.8 57.16 57.65 58.29 59.13 60.23 59.73
NPLINV 10.29636 10.04082 10.20798 10.00427 9.145919 9.249675 9.140522 8.409389 8.366274 7.817633 6.567571
RSBI 2.95 2.48 2.71 2.74 2.73 2.19 1.74 1.3 1.37 1.54 1.41
IHK 0.617326 0.235976 -0.16143 0.101058 0.228833 0.718507 0.746716 0.800741 0.79438 0.182375 1.098758
GDP 1069.001 1076.645 1085.384 1091.52 1100.063 1109.99 1117.987 1119.559 1085.316 1074.261 1049.705
RKI 8.41 8.01 8.09 8.15 8.22 7.76 7.24 6.5 6.4 6.48 6.42
TOTKI 1023.732 1026.481 1044.041 1071.961 1115.263 1132.295 1154.411 1132.235 1140.233 1175.619 1197.543
GWM 763.0663 767.4514 761.5846 756.1381 752.6591 769.9913 785.4543 778.4007 760.9067 759.736 772.2315
Sumber: Bank Indonesia (Diolah)
Keterangan: DPK LDR NPLINV RSBI IHK GDP RKI TOTKI GWM
: Dana Pihak Ketiga (Miliar Rupiah) : Loan to Deposit Ratio (Persen) : Non Performing Loan Kredit Investasi (Persen) : Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (Persen) : Indeks Harga Konsumen (Persen) : Gross Domestic Product (Miliar Rupiah) : Suku Bunga Kredit Investasi (Persen) : Total Kredit Investasi (Milar Rupiah) : Giro Wajib Minimum (Miliar Rupiah)
77
78
Lampiran 2. Uji Akar Unit a. Kredit Investasi (ln_TOTKI) Null Hypothesis: LN_TOTKI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.655718 -4.124265 -3.489228 -3.173114
0.7580
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LN_TOTKI) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.866748 -2.605442 -1.946549 -1.613181
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
b. Loan to Deposit Ratio (LDR) Null Hypothesis: LDR has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.320910 -4.130526 -3.492149 -3.174802
0.4160
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LDR) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 2 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-4.050628 -2.606911 -1.946764 -1.613062
0.0001
79
Lanjutan Lampiran 2 c. Dana Pihak Ketiga (ln_DPK) Null Hypothesis: LN_DPK has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.436232 -4.127338 -3.490662 -3.173943
0.9838
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LN_DPK) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.623100 -2.606163 -1.946654 -1.613122
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
d. Giro Wajib Minimum (ln_GWM) Null Hypothesis: LN_GWM has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.399158 -4.121303 -3.487845 -3.172314
0.3762
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LN_GWM) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-7.944153 -2.605442 -1.946549 -1.613181
0.0000
80
Lanjutan Lampiran 2 e. Gross Domestic Product (ln_GDP) Null Hypothesis: LN_GDP has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.412292 -4.124265 -3.489228 -3.173114
0.0596
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LN_GDP) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.406540 -2.605442 -1.946549 -1.613181
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
f. Suku Bunga Kredit Investasi (RKI) Null Hypothesis: RKI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.675973 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.4380
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(RKI) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-7.307672 -2.605442 -1.946549 -1.613181
0.0000
81
Lanjutan Lampiran 2 g. Suku Bunga SBI (RSBI) Null Hypothesis: RSBI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.369536 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.1546
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(RSBI) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.733875 -2.606163 -1.946654 -1.613122
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
h. Non Performing Loan Kredit Investasi (NPLINV) Null Hypothesis: NPLINV has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.294533 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.6264
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(NPLINV) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-5.955164 -2.605442 -1.946549 -1.613181
0.0000
82
Lanjutan Lampiran 2 i. Indeks Harga Konsumen (IHK) Null Hypothesis: IHK has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.912778 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(IHK) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.674419 -2.606163 -1.946654 -1.613122
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 3. Penentuan Lag Optimal VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: D(LN_TOTKI) D(LDR) D(LN_DPK) D(LN_GWM) D(LN_GDP) D(RKI) D(RSBI) D(NPLINV) D(IHK) Exogenous variables: C Date: 06/15/08 Time: 17:49 Sample: 2003:01 2007:12 Included observations: 56 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3
194.4939 350.7133 420.5840 504.8814
NA 256.6461* 92.32920 84.29739
1.07E-14 7.57E-16* 1.40E-15 2.35E-15
-6.624783 -9.311189* -8.913716 -9.031480
-6.299280* -6.056160 -2.729160 0.082603
-6.498586 -8.049221* -6.515976 -5.497969
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
83
Lampiran 4. Uji Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D(LN_TOTKI) D(LDR) D(LN_DPK) D(LN_GWM) D(LN_GDP) D(RKI) D(RSBI) D(NPLINV) D(IHK) Exogenous variables: C Lag specification: 1 3 Date: 06/15/08 Time: 17:49 Root 0.515280 - 0.714819i 0.515280 + 0.714819i -0.215913 - 0.842502i -0.215913 + 0.842502i -0.445278 + 0.696489i -0.445278 - 0.696489i -0.753998 - 0.321326i -0.753998 + 0.321326i 0.788686 - 0.072544i 0.788686 + 0.072544i -0.783905 0.561985 + 0.538710i 0.561985 - 0.538710i 0.674451 - 0.366471i 0.674451 + 0.366471i 0.056080 + 0.759942i 0.056080 - 0.759942i -0.759753 -0.141082 - 0.600832i -0.141082 + 0.600832i -0.437913 - 0.386107i -0.437913 + 0.386107i 0.178270 - 0.378391i 0.178270 + 0.378391i 0.027733 + 0.148554i 0.027733 - 0.148554i -0.056748 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.881181 0.881181 0.869729 0.869729 0.826662 0.826662 0.819611 0.819611 0.792015 0.792015 0.783905 0.778483 0.778483 0.767584 0.767584 0.762008 0.762008 0.759753 0.617173 0.617173 0.583821 0.583821 0.418283 0.418283 0.151120 0.151120 0.056748
84
Lampiran 5. Uji Kointegrasi Kointegrasi Summarize Date: 06/15/08 Time: 17:50 Sample: 2003:01 2007:12 Included observations: 58 Series: LN_TOTKI LDR LN_DPK LN_GWM LN_GDP RKI RSBI NPLINV IHK Lags interval: 1 to 1 Data Trend:
None
Rank or No Intercept No. of CEs No Trend
None
Linear
Linear
Quadratic
Intercept No Trend
Intercept No Trend
Intercept Trend
Intercept Trend
Selected (5% level) Number of Cointegrating Relations by Model (columns) Trace Max-Eig
4 3
4 3
2 2
3 2
3 1
356.9282 393.9357 422.4524 446.3754 462.9954 476.2911 488.6611 495.1570 498.7824 501.5917
364.0765 400.5790 427.4759 450.6404 467.1446 480.1943 490.8446 497.1810 500.7826 501.5917
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
338.2133 373.6368 400.9902 422.1516 435.9011 446.1675 453.5747 459.1737 462.8142 463.7027
338.2133 374.2682 401.6290 427.8509 442.3286 455.8605 465.9953 472.8312 476.4928 479.5150
356.9282 392.9785 419.5169 437.3356 450.9381 463.8951 470.7350 475.8886 479.5114 479.5150
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
-8.869423 -9.470233 -9.792767 -9.901780 -9.755212 -9.488533 -9.123267 -8.695645 -8.200489 -7.610439
-8.869423 -9.457525 -9.745828 -9.994859 -9.838917 -9.650362 -9.344666 -8.925212 -8.396304 -7.845344
-9.204421 -9.826843 -10.12127 -10.11502 -9.963383 -9.789485 -9.404655 -8.961675 -8.465911 -7.845344
-9.204421 -9.825368 -10.15353 -10.32329* -10.24122 -10.04452 -9.815899 -9.384723 -8.854566 -8.296265
-9.140570 -9.778586 -10.08538 -10.26346 -10.21188 -10.04118 -9.787745 -9.385550 -8.889057 -8.296265
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
-5.991907 -5.953270 -5.636356 -5.105921 -4.319905 -3.413779 -2.409064 -1.341995 -0.207391 1.022107
-5.991907 -5.905037 -5.518367 -5.092426 -4.261511 -3.397984 -2.417314 -1.322888 -0.119007 1.106925
-6.007182* -5.990156 -5.645138 -4.999437 -4.208352 -3.395007 -2.370728 -1.288301 -0.153089 1.106925
-6.007182* -5.953156 -5.606347 -5.101133 -4.344091 -3.472419 -2.568824 -1.462675 -0.257546 0.975729
-5.623607 -5.622175 -5.289516 -4.828155 -4.137128 -3.326982 -2.434094 -1.392453 -0.256511 0.975729
85
Kointegrasi Date: 06/15/08 Time: 17:50 Sample(adjusted): 2003:03 2007:12 Included observations: 58 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: LN_TOTKI LDR LN_DPK LN_GWM LN_GDP RKI RSBI NPLINV IHK Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 ** At most 2 * At most 3 At most 4 At most 5 At most 6 At most 7 At most 8
0.720882 0.625939 0.561735 0.436226 0.367752 0.347242 0.200682 0.117517 0.092327
289.3269 215.3120 158.2785 110.4325 77.19255 50.60107 25.86120 12.86941 5.618497
222.21 182.82 146.76 114.90 87.31 62.99 42.44 25.32 12.25
234.41 196.08 158.49 124.75 96.58 70.05 48.45 30.45 16.26
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Trace test indicates 3 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 1% level
1
Lampiran 6. Estimasi VECM Vector Error Correction Estimates Date: 06/15/08 Time: 17:50 Sample(adjusted): 2003:03 2007:12 Included observations: 58 after adjusting endpoints Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] CointEq1
CointEq2
CointEq3
LN_TOTKI(-1)
1.000000
0.000000
0.000000
LDR(-1)
0.000000
1.000000
0.000000
LN_DPK(-1)
0.000000
0.000000
1.000000
LN_GWM(-1)
0.165411 (0.19768) [ 0.83675]
-1.419511 (1.35231) [-1.04969]
0.180190 (0.16641) [ 1.08284]
LN_GDP(-1)
1.810560 (0.66586) [ 2.71913]
-11.87231 (4.55501) [-2.60643]
-3.047195 (0.56051) [-5.43651]
RKI(-1)
0.131356 (0.02919) [ 4.50046]
-0.400047 (0.19966) [-2.00361]
-0.051627 (0.02457) [-2.10128]
RSBI(-1)
-0.161336 (0.03322) [-4.85591]
-0.161571 (0.22728) [-0.71088]
0.063012 (0.02797) [ 2.25303]
NPLINV(-1)
0.040555 (0.00753) [ 5.38497]
0.139022 (0.05152) [ 2.69846]
-0.021177 (0.00634) [-3.34039]
86
Cointegrating Eq:
2
Lanjutan Lampiran 6 IHK(-1)
-0.104008 (0.03635) [-2.86151]
0.883993 (0.24864) [ 3.55526]
0.110099 (0.03060) [ 3.59844]
@TREND(03:01)
0.006288 (0.00392) [ 1.60467]
-0.502452 (0.02681) [-18.7427]
-0.018987 (0.00330) [-5.75589]
C
-22.01206
64.01946
12.37767
Error Correction: D(LN_TOTKI)
D(RKI)
D(RSBI)
D(NPLINV)
D(IHK)
CointEq1
-0.240349 (0.06403) [-3.75353]
7.356357 (6.07590) [ 1.21074]
D(LDR)
D(LN_DPK) D(LN_GWM) D(LN_GDP) -0.050499 (0.06187) [-0.81626]
-0.191067 (0.24731) [-0.77257]
-0.044972 (0.06008) [-0.74856]
7.223775 (6.22526) [ 1.16040]
9.415382 (5.96502) [ 1.57843]
-2.126837 (4.12221) [-0.51595]
-1.242724 (3.83310) [-0.32421]
CointEq2
0.003421 (0.00315) [ 1.08553]
-1.079816 (0.29903) [-3.61106]
-0.000615 (0.00304) [-0.20203]
0.005903 (0.01217) [ 0.48496]
0.000553 (0.00296) [ 0.18689]
-0.662649 (0.30638) [-2.16283]
-0.587674 (0.29357) [-2.00180]
-0.351917 (0.20288) [-1.73463]
0.302770 (0.18865) [ 1.60494]
CointEq3
-0.313924 (0.07497) [-4.18738]
7.056844 (7.11362) [ 0.99202]
-0.085475 (0.07243) [-1.18008]
-0.130800 (0.28955) [-0.45173]
0.028272 (0.07034) [ 0.40195]
7.386676 (7.28848) [ 1.01347]
9.091524 (6.98380) [ 1.30180]
0.627469 (4.82625) [ 0.13001]
-5.155202 (4.48777) [-1.14872]
D(LN_TOTKI(-1))
0.034680 (0.18510) [ 0.18735]
23.95953 (17.5639) [ 1.36413]
0.285119 (0.17884) [ 1.59428]
0.290527 (0.71492) [ 0.40637]
0.082303 (0.17367) [ 0.47391]
22.81744 (17.9957) [ 1.26794]
24.19578 (17.2434) [ 1.40319]
-0.758248 (11.9163) [-0.06363]
-12.07906 (11.0805) [-1.09011]
D(LDR(-1))
-0.002864 (0.00257) [-1.11601]
0.148176 (0.24347) [ 0.60860]
-0.000878 (0.00248) [-0.35407]
-0.002776 (0.00991) [-0.28007]
-9.07E-05 (0.00241) [-0.03768]
0.132289 (0.24946) [ 0.53031]
0.129598 (0.23903) [ 0.54219]
-0.056980 (0.16518) [-0.34495]
0.139839 (0.15360) [ 0.91042]
87
3
Lanjutan Lampiran 6 D(LN_DPK(-1))
-0.199497 (0.22502) [-0.88656]
-41.77208 (21.3520) [-1.95635]
-0.550962 (0.21741) [-2.53422]
1.344106 (0.86912) [ 1.54652]
0.097188 (0.21113) [ 0.46033]
-27.63910 (21.8769) [-1.26339]
-31.87032 (20.9623) [-1.52036]
19.06492 (14.4863) [ 1.31606]
32.02009 (13.4703) [ 2.37708]
D(LN_GWM(-1))
-0.035477 (0.04438) [-0.79931]
-11.26194 (4.21157) [-2.67405]
-0.089587 (0.04288) [-2.08912]
-0.005444 (0.17143) [-0.03176]
-0.075681 (0.04164) [-1.81736]
-11.87539 (4.31509) [-2.75206]
-11.69886 (4.13471) [-2.82943]
-0.617581 (2.85735) [-0.21614]
8.822052 (2.65695) [ 3.32037]
D(LN_GDP(-1))
-0.548448 (0.24330) [-2.25417]
-25.08850 (23.0864) [-1.08672]
-0.328099 (0.23507) [-1.39575]
0.561674 (0.93971) [ 0.59771]
0.769916 (0.22828) [ 3.37275]
-6.106799 (23.6539) [-0.25817]
-7.874557 (22.6651) [-0.34743]
25.07332 (15.6630) [ 1.60080]
-1.457093 (14.5645) [-0.10004]
D(RKI(-1))
0.003767 (0.01002) [ 0.37613]
-0.920972 (0.95036) [-0.96908]
-0.004626 (0.00968) [-0.47803]
-0.092404 (0.03868) [-2.38872]
-0.013524 (0.00940) [-1.43920]
-0.603109 (0.97372) [-0.61939]
-0.672775 (0.93301) [-0.72108]
-1.895284 (0.64477) [-2.93946]
1.196472 (0.59955) [ 1.99561]
D(RSBI(-1))
-0.004961 (0.01098) [-0.45197]
1.162457 (1.04153) [ 1.11610]
0.006029 (0.01061) [ 0.56852]
0.093023 (0.04239) [ 2.19423]
0.014445 (0.01030) [ 1.40260]
0.838665 (1.06713) [ 0.78591]
0.843764 (1.02252) [ 0.82518]
2.031803 (0.70663) [ 2.87535]
-1.475702 (0.65707) [-2.24588]
D(NPLINV(-1))
0.000355 (0.00245) [ 0.14478]
0.019064 (0.23272) [ 0.08192]
0.002406 (0.00237) [ 1.01527]
0.000588 (0.00947) [ 0.06204]
-5.52E-05 (0.00230) [-0.02400]
-0.061290 (0.23844) [-0.25704]
-0.017695 (0.22847) [-0.07745]
0.213308 (0.15789) [ 1.35098]
-0.055400 (0.14682) [-0.37734]
D(IHK(-1))
-0.003421 (0.00291) [-1.17427]
-0.062658 (0.27645) [-0.22665]
-0.002453 (0.00281) [-0.87158]
0.007243 (0.01125) [ 0.64368]
0.001035 (0.00273) [ 0.37858]
0.255289 (0.28325) [ 0.90130]
0.196573 (0.27141) [ 0.72428]
0.431130 (0.18756) [ 2.29865]
-0.315549 (0.17440) [-1.80930]
88
4
Lanjutan Lampiran 6 C
0.007734 (0.00297) [ 2.60449]
0.508947 (0.28176) [ 1.80629]
0.004719 (0.00287) [ 1.64476]
0.011323 (0.01147) [ 0.98723]
-0.000792 (0.00279) [-0.28410]
-0.043465 (0.28869) [-0.15056]
-0.033929 (0.27662) [-0.12266]
-0.028574 (0.19116) [-0.14948]
-0.223383 (0.17776) [-1.25668]
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
0.446228 0.298555 0.012470 0.016647 3.021735 162.6019 -5.158687 -4.696864 0.006477 0.019876
0.469947 0.328599 112.2789 1.579584 3.324760 -101.4542 3.946695 4.408519 0.500345 1.927755
0.389691 0.226942 0.011641 0.016084 2.394425 164.5988 -5.227544 -4.765721 0.003609 0.018293
0.238989 0.036053 0.186027 0.064296 1.177657 84.22849 -2.456155 -1.994331 0.014757 0.065487
0.422780 0.268855 0.010977 0.015619 2.746657 166.2998 -5.286200 -4.824377 -0.002662 0.018266
0.259552 0.062100 117.8666 1.618412 1.314504 -102.8626 3.995263 4.457087 -0.070517 1.671132
0.264514 0.068385 108.2181 1.550757 1.348672 -100.3859 3.909859 4.371682 -0.060172 1.606665
0.283994 0.093059 51.68167 1.071672 1.487389 -78.95358 3.170813 3.632636 -0.088111 1.125311
0.678955 0.593342 44.68660 0.996512 7.930590 -74.73612 3.025383 3.487207 0.015672 1.562673
Determinant Residual Covariance Log Likelihood Log Likelihood (d.f. adjusted) Akaike Information Criteria Schwarz Criteria
1.64E-17 446.3754 380.1387 -8.039266 -2.817108
89
5
Lampiran 7. Analisis Impulse Response Function (IRF) LN_TOTKI
LDR
LN_DPK
LN_GWM
LN_GDP
RKI
RSBI
NPLINV
IHK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
0.016647 0.015287 0.014133 0.016722 0.017818 0.016619 0.015380 0.014730 0.014182 0.013797 0.013747 0.013877 0.013993 0.014043 0.014045 0.014018 0.013984 0.013959 0.013949 0.013950 0.013955 0.013960 0.013962 0.013963 0.013962 0.013960 0.013960 0.013959 0.013959 0.013959
0.000000 0.001959 0.004745 0.005638 0.005330 0.004574 0.004558 0.004875 0.004990 0.004904 0.004792 0.004731 0.004713 0.004722 0.004742 0.004756 0.004760 0.004758 0.004754 0.004751 0.004749 0.004749 0.004749 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750
0.000000 -0.006036 -0.010764 -0.009297 -0.009005 -0.008739 -0.008033 -0.007723 -0.007647 -0.007486 -0.007287 -0.007204 -0.007220 -0.007252 -0.007271 -0.007275 -0.007269 -0.007258 -0.007249 -0.007244 -0.007243 -0.007244 -0.007245 -0.007246 -0.007247 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246
0.000000 -0.007429 -0.010709 -0.010250 -0.011096 -0.010986 -0.010155 -0.009692 -0.009461 -0.009212 -0.009028 -0.009009 -0.009075 -0.009130 -0.009153 -0.009151 -0.009136 -0.009119 -0.009107 -0.009104 -0.009105 -0.009107 -0.009109 -0.009110 -0.009110 -0.009110 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109
0.000000 0.001680 0.004711 0.007572 0.008576 0.007943 0.006778 0.005736 0.005061 0.004814 0.004885 0.005068 0.005212 0.005273 0.005266 0.005227 0.005187 0.005162 0.005154 0.005157 0.005164 0.005170 0.005173 0.005173 0.005171 0.005170 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169
0.000000 -0.002424 -0.001473 -0.000132 0.000823 0.001478 0.001927 0.002138 0.002283 0.002441 0.002549 0.002587 0.002588 0.002584 0.002585 0.002591 0.002598 0.002605 0.002610 0.002611 0.002612 0.002611 0.002611 0.002611 0.002611 0.002611 0.002611 0.002612 0.002612 0.002612
0.000000 0.001543 0.001005 -0.000598 -0.001233 -0.002340 -0.003296 -0.003798 -0.004065 -0.004232 -0.004306 -0.004298 -0.004277 -0.004277 -0.004291 -0.004310 -0.004327 -0.004338 -0.004343 -0.004343 -0.004341 -0.004340 -0.004339 -0.004339 -0.004340 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341
0.000000 -0.001885 -0.003291 -0.004898 -0.006049 -0.006917 -0.007648 -0.008052 -0.008225 -0.008307 -0.008346 -0.008362 -0.008373 -0.008391 -0.008411 -0.008427 -0.008437 -0.008442 -0.008443 -0.008443 -0.008442 -0.008442 -0.008442 -0.008443 -0.008443 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444
0.000000 -0.003396 -0.003779 -0.003561 -0.003132 -0.002650 -0.002281 -0.002239 -0.002428 -0.002605 -0.002692 -0.002711 -0.002693 -0.002663 -0.002639 -0.002630 -0.002631 -0.002637 -0.002642 -0.002646 -0.002647 -0.002646 -0.002645 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644
90
Period
6
Lanjutan Lampiran 7 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960 0.013960
0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750 0.004750
-0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246 -0.007246
-0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109 -0.009109
0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169 0.005169
0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612 0.002612
-0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341 -0.004341
-0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444 -0.008444
-0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644 -0.002644
Cholesky Ordering: LN_TOTKI LDR LN_DPK LN_GWM LN_GDP RKI RSBI NPLINV IHK
91
7
Lampiran 8. Analisis Variance Decomposition (VD) Period
S.E.
LN_TOTKI
LDR
LN_DPK
LN_GWM
LN_GDP
RKI
RSBI
NPLINV
IHK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
0.016647 0.025149 0.033701 0.041629 0.049043 0.055000 0.059785 0.063956 0.067714 0.071157 0.074402 0.077536 0.080584 0.083544 0.086409 0.089179 0.091858 0.094454 0.096978 0.099438 0.101839 0.104186 0.106481 0.108729 0.110931 0.113090 0.115208 0.117288 0.119332 0.121341
100.0000 80.76765 62.56473 57.13678 54.36707 52.35805 50.93145 49.80998 48.82023 47.96958 47.29011 46.74796 46.29336 45.89722 45.54600 45.23164 44.94923 44.69584 44.46859 44.26417 44.07931 43.91119 43.75744 43.61616 43.48585 43.36530 43.25349 43.14954 43.05267 42.96217
0.000000 0.606732 2.320260 3.354631 3.598181 3.552685 3.587991 3.716315 3.858270 3.968835 4.045043 4.097008 4.134916 4.166647 4.196063 4.223831 4.249520 4.272785 4.293580 4.312091 4.328645 4.343599 4.357250 4.369812 4.381427 4.392193 4.402189 4.411481 4.420135 4.428215
0.000000 5.761384 13.40919 13.77561 13.29669 13.09697 12.89007 12.72210 12.62418 12.53876 12.42820 12.30719 12.19635 12.10111 12.01995 11.95041 11.88974 11.83543 11.78605 11.74095 11.69974 11.66208 11.62763 11.59605 11.56701 11.54018 11.51531 11.49218 11.47060 11.45044
0.000000 8.727404 14.95735 15.86430 16.54905 17.14813 17.39826 17.49985 17.56300 17.58046 17.55261 17.51250 17.48076 17.45847 17.44187 17.42827 17.41581 17.40347 17.39131 17.37979 17.36922 17.35964 17.35100 17.34316 17.33597 17.32932 17.32312 17.31734 17.31193 17.30688
0.000000 0.446283 2.202245 4.751342 6.481353 7.238851 7.411932 7.281122 7.053750 6.845414 6.692465 6.589625 6.518835 6.463509 6.413420 6.364771 6.317754 6.273786 6.233894 6.198299 6.166611 6.138170 6.112321 6.088565 6.066576 6.046155 6.027168 6.009501 5.993045 5.977685
0.000000 0.929266 0.708476 0.465316 0.363392 0.361125 0.409525 0.469572 0.532577 0.599966 0.666185 0.724736 0.774059 0.815872 0.852188 0.884473 0.913655 0.940200 0.964316 0.986175 1.005993 1.024009 1.040459 1.055550 1.069461 1.082332 1.094275 1.105385 1.115743 1.125421
0.000000 0.376417 0.298541 0.216307 0.219100 0.355203 0.604634 0.881046 1.146277 1.391714 1.607849 1.787825 1.936876 2.064134 2.176150 2.276685 2.367756 2.450330 2.524969 2.592326 2.653231 2.708554 2.759085 2.805484 2.848280 2.887885 2.924636 2.958816 2.990674 3.020434
0.000000 0.561579 1.266187 2.214333 3.116809 4.059972 5.072591 6.017541 6.843621 7.560347 8.173534 8.689186 9.123812 9.497665 9.825813 10.11786 10.37992 10.61584 10.82844 11.02029 11.19398 11.35195 11.49633 11.62891 11.75115 11.86422 11.96911 12.06665 12.15756 12.24249
0.000000 1.823282 2.273025 2.221382 2.008358 1.829021 1.693542 1.602476 1.558091 1.544926 1.544003 1.543961 1.541034 1.535381 1.528554 1.522053 1.516621 1.512309 1.508845 1.505912 1.503275 1.500813 1.498489 1.496308 1.494284 1.492417 1.490699 1.489113 1.487639 1.486264
92
8
Lanjutan Lampiran 8 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.123317 0.125263 0.127178 0.129066 0.130926 0.132760 0.134568 0.136353 0.138115 0.139855 0.141573 0.143271 0.144949 0.146607 0.148248 0.149870 0.151474 0.153062 0.154634 0.156190 0.157730 0.159256 0.160767 0.162264 0.163747 0.165217 0.166674 0.168119 0.169551 0.170971
42.87745 42.79794 42.72319 42.65278 42.58633 42.52353 42.46408 42.40773 42.35424 42.30339 42.25499 42.20887 42.16488 42.12287 42.08270 42.04427 42.00745 41.97216 41.93829 41.90577 41.87451 41.84444 41.81549 41.78761 41.76074 41.73482 41.70980 41.68563 41.66228 41.63971
4.435777 4.442872 4.449544 4.455829 4.461760 4.467367 4.472674 4.477705 4.482480 4.487019 4.491340 4.495456 4.499383 4.503134 4.506719 4.510151 4.513437 4.516588 4.519611 4.522514 4.525305 4.527989 4.530573 4.533062 4.535461 4.537775 4.540008 4.542165 4.544250 4.546265
11.43155 11.41383 11.39717 11.38148 11.36667 11.35268 11.33943 11.32688 11.31495 11.30362 11.29284 11.28256 11.27276 11.26340 11.25445 11.24588 11.23768 11.22981 11.22227 11.21502 11.20805 11.20135 11.19490 11.18869 11.18270 11.17693 11.17135 11.16597 11.16076 11.15573
17.30215 17.29772 17.29355 17.28963 17.28592 17.28242 17.27911 17.27597 17.27299 17.27015 17.26746 17.26488 17.26243 17.26009 17.25785 17.25571 17.25366 17.25169 17.24980 17.24799 17.24625 17.24457 17.24296 17.24140 17.23990 17.23846 17.23707 17.23572 17.23442 17.23316
5.963315 5.949835 5.937162 5.925222 5.913952 5.903300 5.893216 5.883657 5.874583 5.865958 5.857749 5.849928 5.842466 5.835340 5.828527 5.822008 5.815764 5.809777 5.804032 5.798516 5.793213 5.788113 5.783204 5.778475 5.773917 5.769520 5.765276 5.761178 5.757217 5.753388
1.134481 1.142982 1.150974 1.158503 1.165606 1.172320 1.178676 1.184701 1.190421 1.195858 1.201032 1.205963 1.210666 1.215158 1.219452 1.223562 1.227498 1.231272 1.234893 1.238370 1.241712 1.244927 1.248022 1.251003 1.253876 1.256648 1.259323 1.261906 1.264403 1.266817
3.048296 3.074437 3.099016 3.122168 3.144015 3.164664 3.184210 3.202740 3.220330 3.237051 3.252964 3.268127 3.282593 3.296407 3.309614 3.322252 3.334357 3.345963 3.357099 3.367793 3.378072 3.387959 3.397476 3.406643 3.415480 3.424004 3.432230 3.440176 3.447854 3.455278
12.32201 12.39662 12.46678 12.53286 12.59521 12.65414 12.70993 12.76281 12.81302 12.86074 12.90616 12.94943 12.99072 13.03015 13.06784 13.10391 13.13846 13.17158 13.20336 13.23389 13.26322 13.29144 13.31860 13.34477 13.36999 13.39431 13.41779 13.44047 13.46238 13.48357
1.484974 1.483762 1.482620 1.481545 1.480530 1.479572 1.478665 1.477805 1.476989 1.476213 1.475475 1.474771 1.474100 1.473459 1.472846 1.472259 1.471697 1.471159 1.470642 1.470146 1.469669 1.469210 1.468768 1.468343 1.467933 1.467537 1.467156 1.466787 1.466431 1.466086
Cholesky Ordering: LN_TOTKI LDR LN_DPK LN_GWM LN_GDP RKI RSBI NPLINV IHK
93
94
Lampiran 9. Respon GDP Terhadap Kredit Investasi Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
0.010599 0.013726 0.013403 0.010604 0.008760 0.007115 0.006489 0.006668 0.007159 0.007548 0.007721 0.007730 0.007649 0.007555 0.007493 0.007473 0.007481 0.007498 0.007513 0.007520 0.007521 0.007518 0.007515 0.007513 0.007512 0.007512 0.007513 0.007513 0.007514 0.007514 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513 0.007513
95
Lanjutan Lampiran 9 55 0.007513 56 0.007513 57 0.007513 58 0.007513 59 0.007513 60 0.007513 Cholesky Ordering: LN_TOTKI LDR LN_DPK LN_GWM LN_GDP RKI RSBI NPLINV IHK