ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA UMK DI KABUPATEN BOGOR
EMA ULFATUL HAZANAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014 Ema Ulfatul Hazanah NIM H14100054
ABSTRAK EMA ULFATUL HAZANAH. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI Usaha Mikro dan Kecil (UMK) memiliki peranan penting terhadap perekonomian Indonesia baik ditinjau dari penyerapan tenaga kerja maupun sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Di Kabupaten Bogor sebagai salah satu sentra UMK, tingkat kemiskinan masih relatif besar. Dengan demikian, tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor dengan menggunakan metode Ordinary Least Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar UMK di Kabupaten Bogor tidak tergolong miskin, namun tingkat kemiskinan UMK masih relatif besar, lebih besar daripada tingkat kemiskinan nasional. Semua variabel independent/bebas (lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, omset usaha/tahun, usia, dan lama jam kerja/tahun) berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan rumah tangga pengusaha UMK di Kabupaten Bogor dan semua variabel tersebut sesuai harapan berpengaruh positif. Kata kunci: Usaha mikro dan kecil, kesejahteraan rumah tangga, Ordinary Least Square Micro and Small Enterprises (MSEs) have an important role in Indonesian economy, both in terms of the employment and its contribution to Gross Domestic Product (GDP). Bogor, as one of MSEs centers, still has relatively large poverty rate. Thus, the main objective of this study was to analyze the factors that affect household welfare of MSEs in Bogor by using Ordinary Least Square method. The result showed that the majority of MSEs in Bogor was not classified as poor, but MSEs’ poverty rate was still relatively large more than the national poverty level. All independent variables (length of education, number of family member, business turnover per year, age, and working hours per year) were significantly affected MSEs entrepreneurs’ household welfare in Bogor and as expectation, all variables positively affected. Keywords: Micro and small enterprises (MSEs), household welfare, Ordinary Least Square
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA UMK DI KABUPATEN BOGOR
EMA ULFATUL HAZANAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji struktur perekonomian rumah tangga pengusaha UMK di Kabupaten Bogor dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Penelitian Desentraliasasi yang berjudul “Strategi Penguatan UMK dalam Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Bogor” yang dilakukan oleh Tim Peneliti (Dr. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr dan Tim) Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga penulis, yaitu Kakek Baskoro, Ibu Ani Sri Murtini, Ayah Abdul Hadi, Adik Irsyad Maulana Khaironi, serta Nenek Sutik. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada : 1 Ibu Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, waktu dan motivasi dengan sabar sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 2 Bapak Dr. Alla Asmara, SPtMSi selaku dosen penguji utama dan Ibu Dr. Eka Puspitawati selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini. 3 Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk penulis. Saudara satu bimbingan, Cynthia Prameswari, Shintia Aryani, Muhammad 4 Fakhri, Ria Brilian, Intania, Vina Oktrina yang telah banyak memberikan bantuan, kritik, saran, dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini 5 Para sahabat penulis Irgandhini Agra Kanaya, Riana Nur Qinthara, Maryam Nabila, Wijdanul Latifah, Nindya Ulfilianjani, Desty Chaerunnisa, Iin Zahratain, Bella Ananda, Addin Rayinda, Raissa Bunga Surya, Ridhati Utria, Mirma Prameswari, Andrielina Firdausih, Arisal Bagus, Bagus Prakoso, Kenys Mya Fridiana, Izmy Mawardi, Pangrio Nurjaya, serta segenap sahabat yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Akhirya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan mereka yang memerlukannya.
Bogor, November 2014
Ema Ulfatul Hazanah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
vi vi vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Definisi Usaha Mikro dan Kecil Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil Permasalahan Usaha Mikro dan Kecil Definisi Kesejahteraan Rumah Tangga Teori Labor/Leisure Choice Tingkat Utility dan Perubahan Pendapatan Perubahan Tingkat Pendapatan dan Jam Kerja Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumahtagga Penelitian Terdahulu Kerangka Pikir Hipotesis Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengujian Model HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kesejahteraan Rumah Tangga di Kabupaten Bogor Kesejahteraan Rumah Tangga UMK Sampel di Kabupaten Bogor Analisis Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
1 4 6 6 6 7 7 8 10 11 14 15 15 16 17 20 21 21 21 21 21 23 24 27 30 38 39 39 40 40 43 61
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Perkembangan Jumlah, Tenaga Kerja dan Kontribusi UMK Terhadap PDB Indonesia Tahun 2010-2012 Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja UMK Menurut Lokasi Provinsi di Indonesia Tahun 2013 Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di Jawa Barat Tahun 2013 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja UMK di Kabupaten Bogor Pada Tahun 2010-2012 Perkembangan Jumlah UMK di Kabupaten Bogor Tahun 2010-2013 Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil Jenis Data Sekunder Penelitian Jumlah Sampel UMK di Kabupaten Bogor Tahapan Keluarga Sejahtera di Kabupaten Bogor Tahun 2012 Kesejahteraan Rumah Tangga di Kabupaten Bogor Tahun 2009-2012 Persentase Jenis Kelamin Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Pengalaman Kerja Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Lama Pendidikan Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Jumlah Anggota Keluarga Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Umur Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Nilai Omset/Tahun Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Lama Jam Kerja/Tahun Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Penggolongan Kesejahteraan Rumah Tangga Pengusaha UMK Berdasarkan Pendapatan Perkapita/Hari Hasil Regresi Berganda
1 2 3 4 5 9 22 22 27 30 31 31 32 33 34 35 36 37 38
DAFTAR GAMBAR 1 Perkembangan Jumlah UMK di Kabupaten Bogor Tahun 2010-2013 2 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja UMK di Kabupaten Bogor Pada Tahun 2010-2013 3 Kurva Indiferen 4 Kurva Pertambahan Pendapatan dan Utility 5 Kurva Perubahan Tingkat Pendapatan 6 Kerangka Pikir
3 5 14 15 16 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2009
43
2 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2010 3 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2011 4 Kuisioner Penelitian 5 Hasil Uji Normalitas 6 Hasil Uji Autokorelasi 7 Hasil Uji Heteroskedastisitas 8 Hasil Uji Multikolonearitas 9 Hasil Uji-F 10 Hasil Uji-t
45 47 49 58 59 59 59 60 60
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha Mikro dan Kecil (UMK) memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia, salah satunya berperan dalam menciptakan lapangan pekerjaan, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah, mengatasi masalah kemiskinan. UMK juga merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan ekonomi lokal serta indikator untuk menciptakan kesejahteraan sosial di Indonesia (Tambunan 2009). Usaha Mikro dan Kecil telah menjadi fokus pemerintah dalam mengembangkan sektor riil pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia dengan dikeluarkannya Undang Undang No 6 tahun 2007 yang berisi tentang kebijakan pembangunan sektor riil dan melaksanakan program percepatan pembangunan infrastruktur serta pemberdayaan UMK. Hal ini didukung dengan adanya fakta bahwa UMK merupakan sektor usaha yang mempunyai daya tahan tangguh menghadapi goncangan ekonomi dan penyedia lapangan kerja. Tabel 1 Perkembangan jumlah, tenaga kerja dan kontribusi UMK terhadap PDB Indonesia Tahun 2010-2012
No
Indikator
2010 Jumlah % 1 54 397 324 100 Unit Usaha (A+B) A. Usaha Mikro 53 823 723 98.95 B. Usaha Kecil 573 601 1.05 2 96 641 917 100 Tenaga Kerja (A+B) A. Usaha Mikro 93 014 753 96.25 B. Usaha Kecil 3 627 164 3.75 3 2 608 428 100 PDB (A+B) A. Usaha Mikro 2 011 544 77.12 B. Usaha Kecil 596 884 22.88 Sumber : Kementrian Koperasi dan UKM 2013
Tahun 2011 Jumlah % 55 162 164 100 54 559 969 98.91 602 195 1.09 98 877 789 100 94 957 797 96.04 3 919 992 3.96 3 319 659 100 2 579 388 77.70 740 271 22.30
2012 Jumlah 56 485 594 55 856 176 629 418 104 395 487 99 859 517 4 535 970 3 749 242 2 951 120 798 122
% 100 98.89 1.11 100 95.65 4.35 100 78.71 21.29
Jumlah usaha mikro mencapai 55 856 176 unit pada 2012 dan dapat menyerap tenaga kerja pada sektor usaha mikro sebesar 99 859 517 atau 95.65 persen dari keseluruhan total angkatan kerja yang mampu diserap oleh UMK, kontribusi usaha mikro terhadap total PDB di Indonesia adalah sebesar 2 951 120 atau 78.71 persen. Jumlah usaha kecil mencapai 629 418 unit pada tahun 2012 dan dapat menyerap tenaga kerja pada sektor usaha kecil sebesar 4 535 970 atau 4.34 persen serta kontribusi usaha kecil terhadap total Produk Domestik Bruto di Indonesia sebesar 798 122 atau 21.29 persen (Tabel 1). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa UMK sangat berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja Indonesia (Kementrian Koperasi dan UKM 2013). Oleh karena itu, pemerintah
2 perlu meningkatkan pengembangan usaha mikro dan kecil agar dapat mengurangi pengangguran dan tingkat kemiskinan di Indonesia. Tabel 2 Perkembangan jumlah unit dan tenaga kerja UMK Menurut Lokasi Provinsi di Indonesia Tahun 2013 Provinsi Jumlah Tenaga UMK Kerja Nanggroe Aceh Darussalam 78 568 156 844 Sumatera Utara 82 888 275 291 Sumatera Barat 65 994 170 355 Riau 17 049 41 510 Jambi 25 100 61 223 Sumatera Selatan 71 347 214 543 Bengkulu 11 706 30 598 Lampung 101 619 276 373 Kep. Bangka Belitung 11 415 32 007 Kep. Riau 16 221 39 784 DKI Jakarta 39 910 223 697 Jawa Barat 489 760 1 678 359 Jawa Tengah 810 263 2 484 215 DI Yogyakarta 80 760 236 017 Jawa Timur 629 106 1 795 305 Banten 79 160 184 988 Bali 105 482 311 739 Nusa Tenggara Barat 101 178 218 145 Nusa Tenggara Timur 104 606 197 516 Kalimantan Barat 37 677 84 959 Kalimantan Tengah 18 741 40 656 Kalimantan Selatan 68 390 132 418 Kalimantan Timur 24 383 71 238 Sulawesi Utara 39 685 85 357 Sulawesi Tengah 33 190 79 774 Sulawesi Selatan 102 486 242 984 Sulawesi Tenggara 65 044 165 152 Gorontalo 22 436 49 195 Sulawesi Barat 27 120 47 784 Maluku 35 872 61 487 Maluku Utara 8 433 14 400 Papua Barat 2 822 5 823 Papua 9 955 24 375 Sumber : BPS Indonesia 2013
Usaha mikro dan kecil terbanyak yang ada di Indonesia berada di wilayah Jawa Tengah dengan jumlah UMK 810 263 unit dan penyerapan tenaga kerja sebesar 2 484 215 orang, sedangkan untuk peringkat kedua diduduki oleh Jawa Timur dengan jumlah UMK 629 106 unit dan penyerapan tenaga kerja adalah sebanyak 1 795 305 orang. Peringkat ketiga berada di wilayah Jawa Barat dengan jumlah UMK sebanyak 489 760 unit serta penyerapan tenaga kerja sebesar 1 678 359 orang . Sedangkan, jumlah UMK paling sedikit berada di Papua yaitu 24 374
3 unit dengan penerapan tenaga kerja sebanyak 9 955. Namun penyerapan tenaga kerja ini tidak yang paling sedikit di Indonesia. Penyerapan tenaga kerja yang paling sedikit berada di wilayah Papua Barat yaitu 2 822(Tabel 2). Tabel 3 Jumlah unit dan tenaga kerja UMK di Jawa Barat Tahun 2013 Kabupaten Unit Usaha Tenaga Kerja Sukabumi 1547 21 427 Bogor 1157 21 172 Bandung 1048 18 985 Garut 981 16 818 Majalengka 736 14 368 Sumedang 513 15 947 Subang 341 14 069 Kuningan 243 19 176 Indramayu 237 12 339 Tasikmalaya 148 17 189 Ciamis 140 18 991 Cianjur 124 1592 Cirebon 106 8897 Sumber : BPS 2013 (diolah)
Tabel 3 menjelaskan bahwa Kabupaten Bogor memiliki jumlah UMK terbesar kedua di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah mencapai 1 157 unit atau 7.71 persen dari jumlah UMK di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, UMK di Kabupaten Bogor mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 21 172 orang atau 6.25 persen dari total tenaga kerja yang berada di Provinsi Jawa Barat dan jumlah tenaga kerja ini merupakan jumlah tenaga kerja terbesar yang diserap UMK di Provinsi Jawa Barat (BPS Provinsi Jawa Barat 2013).
v Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2013.
Gambar 1 Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor 2010-2013
4 Jumlah UMK di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 adalah 1 115 unit, jumlah UMK mengalami peningkatan pada tahun 2011, yaitu sebanyak 1 138 unit. Jumlah UMK semakin bertambah pada tahun 2012 sebanyak 1239 unit. Pada tahun 2013, jumlah UMK di Kabupaten Bogor mengalami sedikit penurunan yaitu sebanyak 1 157 unit (BPS Kabupaten Bogor 2013). Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 tenaga kerja yang bekerja dalam bidang UMK sebanyak 19 789 orang, kemudian pada tahun 2011 jumlahnya mengalami peningkatan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 20 721 orang. Pada tahun 2012 jumlah tenaga kerja dibidang UMK sebanyak 21 172 orang (BPS Kabupaten Bogor 2013). Tabel 4 Perkembangan jumlah tenaga kerja UMK di Kabupaten Bogor Tahun 2010-2012 Tahun Jumlah Tenaga Kerja 2010 19 789 2011 20 179 2012 21 850 2013 21 172 Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2012
Perkembangan tenaga kerja UMK yang selalu meningkat akan berdampak secara langsung terhadap penurunan tingkat pengangguran di Kabupaten Bogor, jika pengangguran menurun maka tingkat kemiskinan akan menurun dan hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga UMK yang berada di Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, penting melihat bagaimana profil rumah tangga UMK yang berada di Kabupaten Bogor dan faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK yang berada di Kabupaten Bogor.
Perumusan Masalah Usaha Mikro dan Kecil (UMK) merupakan suatu usaha yang memiliki peran penting dan sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaan untuk mengurangi pengangguran dan sebagai sumber pendapatan bagi kelompok miskin. Selain itu, UMK berperan dalam distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan serta pembangunan ekonomi pedesaan. Pertumbuhan UMK dapat dimasukkan sebagai suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakan pemerintah agar dapat mengatasi masalah perekonomian di suatu daerah. Pada tahun 2013 Kabupaten Bogor merupakan kota yang memiliki penduduk miskin tertinggi di Jawa Barat yaitu sebanyak 9.19 persen atau sebanyak 44 604 ribu jiwa (BPS Kabupaten Bogor, 2013). Angka kemiskinan di Kabupaten Bogor terus berkurang dari tahun ke tahun namun tingkat kemiskinan ini masih tertinggi di Provinsi Jawa Barat.
5 Tabel 5 Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor Tahun 2010-2013 Tahun Jumlah UMK 2010 1 115 2011 1 138 2012 1 239 2013 1 157 Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2013
UMK banyak berkembang di Kabupaten Bogor. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah UMK yang berada di Kabupaten Bogor. Jumlah UMK pada tahun 2010 sebanyak 1 115 unit, pada tahun 2011 sebanyak 1 138 unit, kemudian pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup pesat dengan jumlah UMK yaitu sebanyak 1 239, dan terakhir pada tahun 2013 jumlah UMK mengalami penurunan yaitu sebanyak 1 157 unit (Tabel 4). Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor sangat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Ini terbukti dengan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja oleh UMK di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 tenaga kerja di bidang UMK mencapai 19 789 orang, tahun 2011 naik menjadi 20 179 orang (mengalami peningkatan sekitar 4.70 persen dari tahun lalu). Pada tahun 2012 kembali mengalami peningkatan dengan jumlah tenaga kerja yang diserap sebanyak 21 850 orang, dan pada tahun 2013 jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sebanyak 21 172 orang (gambar 2).
Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2013
Gambar 2 Perkembangan jumlah tenaga kerja UMK di Kabupaten Bogor 20102013 Perkembangan UMK yang pesat dan penyerapan tenaga kerja yang berada di Kabupaten Bogor oleh UMK dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada, harusnya dengan keadaan yang seperti ini dapat mengatasi masalah kemiskinan, namun Kabupaten Bogor masih memiliki angka kemiskinan tertinggi di Provinsi Jawa Barat. Peranan UMK sebagai sektor informal sangat besar, sehingga angka pengangguran tidak lagi sebagai indikator untuk melihat dinamika pasar tenaga
6 kerja. Diperlukan sebuah pemahaman baru terhadap situasi ketenagakerjaan, bahwa masalahnya bukanlah orang bekerja atau tidak bekerja, melainkan kesejahteraan rumah tangga pengusaha UMK tersebut yang nantinya akan berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan yang berada di Kabupaten Bogor. Dari uraian tersebut, pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga berdasarkan tahapan kesejahteraan di Kabupaten Bogor ? 2. Bagaimana struktur perekonomian rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor ? 3. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor ?
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor adalah : 1. Mengidentifikasi tingkat kesejahteraan rumah tangga berdasarkan tahapan kesejahteraan di Kabupaten Bogor 2. Mengkaji tingkat kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, serta tujuan penelitian maka diharapakan penelitian ini memiliki manfaat antara lain : 1. Bagi pemerintah pusat dan daerah dapat menjadi rujukan dan masukan serta bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan dapat memahami kondisi UMK serta mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga pengusaha UMK yang terdapat di Kabupaten Bogor. 2. Bagi kalangan akademis seperti mahasiswa, dosen dan peneliti merupakan bahan referensi maupun informasi bagi penelitian lanjut secara lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor. Kajian di fokuskan pada Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor . Adapun yang menjadi batasan kajian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor.
7 2,
Penelitian ini membagi Usaha Mikro dan Kecil menjadi dua kategori, yaitu kategori pengolahan dan kategori perdagangan yang ada di Kabupaten Bogor. 3. Pembahasan ini meliputi faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 dijelaskan tentang pengertian Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Usaha mikro adalah usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak sebesar Rp 50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat berusaha, serta memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 300 Juta setiap tahunnya. Sedangkan yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan anak perusahaan atau anak cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki total kekayaan lebih dari Rp 50 juta sampai Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta memiliki hasil penjualan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan Rp 2.5 milyar setiap tahunnya. Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 juga menjelaskan karakteristik Usaha Mikro dalam suatu laporan, yaitu : 1 Bedasarkan latar belakang atau motivasi pengusaha Mikro, sebagian besar pengusaha Mikro memiliki alasan utama melakukan kegiatan tersebut adalah ingin memperoleh perbaikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, disebabkan oleh faktor keturunan, karena merasa telah dibekali keahlian dan tidak ada kesempatan untuk mampu berkarir dibidang lain. 2 Berdasarkan kepemilikan status badan hukum, usaha Mikro lebih banyak memiliki status tidak berbadan hukum, cenderung lebih sulit untuk mengakses ke lembaga keuangan perkreditan formal dalam memperoleh modal usaha. 3 Berdasarkan jenis kelamin pengusaha, Usaha Mikro lebih banyak dilakukan oleh kaum wanita. Struktur ini menunjukkan ada korelasi positif antara tingkat partisipasi wanita sebagai pengusaha dan skala usaha yang berarti semakin besar skala usaha maka semakin sedikit wanita pengusaha. 4 Berdasarkan struktur umur pengusaha, jumlah pengusaha Mikro tersebar disetiap kelompok umur karena kemudahan untuk mendirikan usaha. 5 Berdasarkan tingkatan rata-rata pendidikan formal pengusaha, pengusaha Mikro lebih banyak berpendidikan sekolah dasar.
8 Menurut World Bank, kriteria usaha mikro dapat dilihat dari tenaga kerjanya dimana berjumlah kurang dari 10 orang dan tidak lebih. Dari sisi pendapatannya kurang dari Rp 1.2 milyar dan memiliki aset bersih paling banyak adalah sebesar Rp 1.2 milyar. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dijelaskan definisi Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha kecil. Sedangkan menurut Undang-undang No 9 Tahun 1995, definisi usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan aset yang dimiliki oleh pengusaha. Usaha kecil merupakan bagian integral dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi, dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Usaha kecil merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas ekonomi. Pada dasarnya tujuan utama menjalankan usaha kecil sama dengan tujuan perusahaan besar untuk memperoleh laba dan dan menjaga kelangsungan pertumbuhan usaha dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Tujuan utama usaha kecil dicapai dengan cara melakukan kegiatan penyediaan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat. Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang No 9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp 200 000 000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 000 000 000 per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp 50 000 000 sampai dengan Rp 500 000 000. Menurut Undang-undang No 20 Tahun 2008 yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai.
Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil (UMK) UMK merupakan suatu kegiatan yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, juga berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional (Tambunan 2009).
9 Tabel 6 Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil Aspek Formalitas
Usaha Kecil Beberapa beroperasi di sektor formal, dan hanya sedikit yang membayar pajak Organisasi dan Dijalankan oleh manajemen pemilik, tidak menerapkan pembagian tenaga kerja internal (ILD) , manajemen dan struktur organisasi formal (MOF), sistem pembukuan formal. Sifat dari Kebanyakan Beberapa memakai kesempatan kerja menggunakan anggota- tenaga kerja (TK) anggota keluarga dan yang di gaji tidak dibayar Pola/sifat dari Derajat mekanisasi sangat Beberapa memakai proses produksi rendah/umumnya manual mesin-mesin terbaru dengan teknologi yang bagus Orientasi pasar Umumnya menjual ke Banyak yang menjual pasar lokal untuk ke pasar domestik dan kelompok berpendapatan ekspor, serta melayani rendah kelas menengah ke atas Profil ekonomi Pendidikan rendah dan Banyak yang memiliki dari pemilik berasal dari rumah tangga pendidikan baik dan usaha miskin berasal dari rumah tangga non miskin Sumber dari Kebanyakan Beberapa memakai bahan baku dan menggunakan bahan baku bahan baju impor dan modal lokal dan uang sendiri memiliki akses kredit formal HubunganKebanyakan tidak Kebanyakan memiliki hubungan memiliki akses terhadap akses terhadap eksternal program-program program-program pemerintah dan tidak pemeritah dan mempunyai hubungan mempunyai hubungan bisnis dengan usaha besar bisnis dengan usaha besar (termasuk PMA) Wanita pengusaha Rasio dari wanita terhadap Rasio dari wanita pria sebagai pengusaha terhadap pria sebagai sangat tinggi pengusaha cukup tinggi Sumber : Tambunan 2009
Usaha Mikro Beroperasi di sektor informal, usaha tidak terdaftar dan tergolong jarang membayar pajak Dijalankan oleh pemilik, tidak menerapkan pembagian tenaga kerja internal (ILD), manajemen dan struktur organisasi formal (MOF), sistem pembukuan formal.
10 Permasalahan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Mikro dan Kecil, antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal (Tambunan 2009). Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam UMK, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar UMK. Faktor Internal 1. Kurangnya Permodalan Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan dikarenakan UMK merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang memiliki sifat tertutup yang hanya mengandalkan modal usaha dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. 2. Sumberdaya Manusia (SDM) Yang Terbatas Sebagian besar usaha mikro dan kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun-temurun. Keterbatasan SDM yang dimiliki oleh usaha mikro kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilan sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelola usaha, sehingga usaha tersebut jarang dapat berkembang secara optimal. Selain itu, dengan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh UMK menyebabkan UMK sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. 3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar UMK yang pada umumnya merupakan usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena penduduk yang dihasilkan memiliki jumlah terbatas dan memiliki kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha yang memiliki jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau dunia internasional dan promosi yang baik. Faktor Eksternal 1. Iklim Usaha Yang Belum Sepenuhnya Kondusif Kebijakan pemerintah untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan kecil, meskipun dari tahun ke tahun terus-menerus disempurnakan, namun belum sepenuhnya kondusif. Hal ini dapat dilihat dengan terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha besar dan pengusaha kecil. 2. Keterbatasan Sarana dan Prasarana Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh UMK tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usaha seperti apa yang diharapkan. 3. Implikasi Otonomi Daerah
11 Dengan berlakunya Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis mikro dan kecil berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Mikro dan Kecil. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka menurunkan daya saing UMK. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan dapat berakibat pada kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut. 4. Implikasi Perdagangan Bebas AFTA yang mulai berlaku pada tahun 2003 dan APEC pada tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap Usaha Mikro dan Kecil untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, UMK dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas. 5. Sifat Produk dengan Lifetime Pendek Sebagian besar produk Industri kecil memiliki karakteristik sebagai produk-produk kerajinan dengan lifetime pendek. 6. Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik dipasar nasional dan internasional.
Definisi Kesejahteraan Rumah Tangga Rumah tangga merupakan bagian dari sistem dan berinteraksi dengan beragam lingkungan, artinya keluarga akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi akan berpengaruh pada kualitas kehidupan Rumah Tangga, atau dikenal dengan istilah kesejahteraan rumah tangga. Kesejahteraan rumah tangga adalah terciptanya suatu keadaan yang harmonis dan terpenuhinya kebutuhan jasmani serta sosial bagi anggota keluarga, tanpa mengalami hambatan-hambatan yang serius di dalam lingkungan keluarga, dan dalam menghadapi masalah-masalah rumah tangga akan mudah untuk diatasi secara bersama oleh anggota keluarga, sehingga standar kehidupan rumah tangga dapat terwujud. Kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsi pendapatan, namun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan suatu yang bersifat relatif dan dibentuk masyarakat melalui interaksi sosial. Setiap orang memiliki penilaian terhadap tingkat kesejahteraan dimana antara satu dan yang lainnya tidak sama. Sejahtera bagi seseorang belum tentu sama dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki pengalaman dan tingkat kepuasan yang sangat berbeda dan bergantung pada kepribadian masing-masing individu terhadap tingkat kepuasan dan persepsi yang dimilikinya karena pengalaman yang pernah terjadi sebelumnya. Kesejahteraan dalam rumah tangga dapat dibedakan menjadi kesejahteraan ekonomi yang dapat diukur dari terpenuhinya kebutuhan dari pemasukan keluarga, dan kesejahteraan material yang diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang digunakan keluarga. Umumnya pengukuran kesejahteraan material
12 dapat dilihat dari tingkat pendapatan. Tingkat kesejahteraan dapat diukur melalui dua cara, yaitu kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan objektif (Sunarti 2008). Kesejahteraan subjektif merupakan pengukuran tingkat kepuasan dan kebahagiaan seseorang secara subjektif terhadap keadaannya dalam waktu tertentu. Tingkat kesejahteraan subjektif secara langsung menggambarkan perasaan seseorang dalam konteks standar yang telah ditetapkannya. Semakin tinggi tingkat kepuasan dibandingkan standar hidup yang berlaku, maka semakin tinggi kepuasan terhadap kualitas hidupnya. Kesejahteraan objektif diperoleh melalui hasil pengamatan atau observasi dari suatu objek. Kesejahteraan objektif dapat diukur menggunakan dua indikator yaitu indikator utama dan indikator tambahan. Indikator utama merupakan tingkat pendapatan per kapita per bulan dengan mengacu standar garis kemiskinan daerah, sedangkan tambahan meliputi indikator pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian, perumahan, pendidikan anak dan perawatan kesehatan. Salah satu indikator yang sering digunakan untuk mengukur kesejahteraan objektif yaitu menggunakan batas garis kemiskinan BPS yang didasarkan pada data konsumsi dan pengeluaran pangan dan non pangan. Badan Pusat Statistik (BPS) membagi tahapan kesejahteraan rumah tangga menjadi 5 kategori, yaitu tahapan keluarga pra sejahtera, tahapan keluarga sejahtera I, tahapan keluarga sejahtera II, tahapan sejahtera III, dan tahapan keluarga sejahtera III+. Keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I dinilai sebagai keluarga yang tertinggal. Sementara keluarga sejahtera II, III, dan III+ merupakan keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dengan baik dan hidup berkecukupan atau lebih. Badan Pusat Statistik menetapkan beberapa tahapan keluarga sejahtera, antara lain : keluarga prasejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II, keluarga sejahtera III, dan keluarga sejahtera III+. Keluarga Pra Sejahtera Keluarga prasejahtera merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, belum mampu melaksanakan ibadah berdasarkan agamanya masing-masing, memenuhi kebutuhan makan minimal dua kali sehari, pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian, memiliki rumah yang bagian lantainya bukan dari tanah, dan belum mampu untuk berobat di sarana kesehatan modern. Keluarga pra sejahtera bisa disebut juga sebagai keluarga tertinggal. Keluarga Sejahtera I Keluarga sejahtera I merupakan keluarga yang dapat memenuhi kebutuhannya secara minimal, yaitu : 1. Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga 2. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih 3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda antara di rumah, di sekolah atau bekerja, dan bepergian 4. Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan berasal dari tanah 5. Apabila anak sakit atau pasangan usia subur ingin melakukan KB akan dibawa ke rumah sakit
13 Keluarga Sejahtera II Keluarga sejahtera II merupakan keluarga yang sudah dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera I dan memenuhi syarat sosial psikologis, antara lain : 1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur 2. Paling tidak, sekali dalam seminggu keluarga menyediakan daging, atau telur, dan ikan sebagai lauk pauk 3. Seluruh anggota keluarga memiliki 1 pakaian baru dalam setahun 4. Memiliki luas lantai rumah 8m2 tiap penghuni rumah 5. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat 6. Paling tidak 1 orang anggota keluarga berumur 15 tahun ke atas memiliki penghasilan tetap 7. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin 8. Seluruh anak yang memiliki usia 5-15 tahun bersekolah pada saat itu 9. Bila memiliki 2 anak atau lebih, keluarga yang masih dalam usia pasangan subur dan produktif memakai kontrasepsi kecuali pasangan tersebut dalam keadaan hamil. Keluarga Sejahtera III Keluarga sejahtera III merupakan keluarga yang sudah memenuhi syarat keluarga sejahtera I dan II, selain itu dapat memenuhi syarat pengembangan keluarga, antara lain : 1. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama 2. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga 3. Biasanya memiliki jadwal makan bersama paling tidak sehari sekali dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar keluarga 4. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya 5. Rutin mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling tidak 1 kali dalam 6 bulan 6. Dapat memperoleh berita dari surat kabar, atau televise, atau majalah 7. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat Keluarga Sejahtera III+ Keluarga sejahtera III+ merupakan keluarga yang dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera I,II, dan III, serta dapat memenuhi kriteria pengembangan keluarga, yaitu : 1. Secara teratur atau dalam jangka waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi 2. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan, atau yayasan, atau institusi masyarakat
14 Teori Labor/Leisure Choice Setiap individu memiliki pilihan untuk menggunakan waktunya selama 168 jam per minggu dengan variasi pilihan yang berbeda, apakah untuk bekerja atau untuk beristirahat, karena pada dasarnya setiap individu membutuhkan waktu biologis yang tetap untuk tidur, makan dan lain sebagainya. Dengan asumsi bahwa untuk kebutuhan yang tetap tesebut adalah 68 jam per minggu (atau paling sedikit 10 jam per hari), maka waktu yang tersisa sebanyak 100 jam per minggu dapat dilakukan pilihan yang berbeda. Pada intinya seseorang tersebut membutuhkan waktu untuk kegiatan pokok, seperti bekerja, makan, istirahat dan kebutuhan hidup lainnya. Ada dua hal yang mungkin dilakukan yaitu bekerja dan leisure (beristirahat). (Kaufman & Hotchkiss 1999: 45). Preferensi individu terhadap pilihan bekerja atau leisure untuk menghasilkan pendapatan ditunjukkan oleh kurva indiferen yang menggambarkan hubungan anatara income dan leisure untuk menghasilkan tingkat kepuasaan yang tidak sama. Kurva indiferen memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Pertama, kurva indiferen yang mempunyai slope negatif. Kedua, kurva indiferen yang berbentuk cembung. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan Diminishing Marginal Rate of Substitution (MRS) atau income dan leisure. Ketiga, kuva indeferen menunjukkan tingkat kepuasan yang berbeda-beda, semakin ke kanan maka tingkat kepuasaan semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat kepuasan maka akan semakin banyak pendapatan dan leisure yang diperoleh. Keempat, kurva indiferen tidak pernah berpotongan. Jika terjadi perpotongan berarti terjadi ketidakkonsistenan prefendi individu.
Gambar 3 Kurva Indiferen
15 Tingkat Utility dan Perubahan Pendapatan Kurva indiferen digunakan untuk menggambarkan tingkat kepuasan yang diperoleh oleh pekerja dalam mengambil keputusan antara pilihan untuk bekerja atau leisure. Tingkat kepuasan individu yang satu dan yang lainnya berbeda-beda. Menurut Payaman, pertambahan pendapatan meningkatkan tingkat kepuasan baik melalui pertambahan konsumsi maupun melalui penambahan waktu senggang. Menambah waktu senggang berarti mengurangi jam kerja.
Gambar 4 Kurva Pertambahan Pendapatan dan Utility Pertambahan pendapatan dapat dilukiskan dengan garis sejajar yang lebih tinggi seperti B2C2 dan B3C3 yang sejajar dengan B1C1 (ganbar 4). Pertambahan pendapatan seperti dilukiskan oleh D2E2 mengakibatkan : 1. Peningkatan Utility dari U1 menjadi U2 2. Penambahan waktu senggang sebesar D1D2 (OD1 menjadi OD2) 3. Pengurangan waktu yang disediakan untuk bekerja sebesar D2D1 (dari HD1 menjadi HD2) Perubahan Tingkat Pendapatan dan Jam Kerja Peningkatan status ekonomi seseorang akan mengakibatkan seseorang akan cenderung meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu senggang lebih banyak, yang berarti mengurangi jam kerja (income effect). Disisi lain kenaikan tingkat pendapatan berarti mengakibatkan harga waktu menjadi lebih mahal. Nilai waktu yang lebih tinggi mendorong keluarga mensubstitusikan waktu senggangnya untuk lebih banyak bekerja menambah konsumsi barang. Penambahan waktu tersebut dinamakan substitution effect dari kenaikan tingkat pendapatan (Payaman 1985) Misalkan tingkat upah naik sedemikian sehingga budget line berubah dari BC1 menjadi BC2. Dalam gambar 5 di tunjukkan bahwa perubahan tingkat upah menghasilkan pertambahan pendapatan seperti dilukiskan dengan garis B’C’ yang sejajar dengan BC1. Pertambahan pendapatan tersebut mendorong keluarga untuk mengurangi jumlah jam kerja dari HD1 menjadi HD2 (income effect).
16 Selanjutnya perubahan harga waktu menimbulkan substitution effect yaitu menggantikan waktu senggang untuk pertambahan barang-barang konsumsi (melalui waktu kerja yang lebih banyak). Substitution effect tersebut diperlihatkan dengan pertambahan jam kerja dari HD2 menjadi HD3 atau dari titik E2 menjadi E3. Total effect dari perubahan tingkat upah tersebut adalah selisih dari income effect dan substitution effect. Pertambahan tingkat upah akan mengakibatkan pertambahan jam kerja bila substitution effect lebih dari income effect (Payaman 1995).
Gambar 5 Kurva Perubahan Tingkat Pendapatan
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Berikut ini akan dijelaskan bagaimana hubungan antara variabel kesejahteraan rumhatangga sebagai variabel dependen dengan variabel independen (lama pendidikan, jumlah naggota keluarga, usia, jam kerja dan omset usaha) yang diakomodasi dari teori yang relevan dan serta beberapa penelitian sebelumnya. Hubungan antara Pendapatan dengan Lama Pendidikan Menurut hasil dan penelitian Sihol Situngkir (2007) lama pendidikan mempunyai hubungan terhadap responbilitas seseorang akan penawaran tenaga kerjanya. Semakin meningkat pendidikan seseorang maka akan semakin besar pula jabatan yang akan ditawarkan oleh perusahaan atau instansi-instansi yang ada. semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pengetahuan akan semakin luas dan berakibat pada peningkatan pendapatan yang dihasilkan setiap bulannya.
17 Hubungan antara Pendapatan dengan Jumlah Anggota Keluarga Tanggungan keluarga merupakan salah satu alasan bagi kepala rumah tangga untuk meningkatkan pendapatan yang ada. Besarnya jumlah tanggungan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi kemauan untuk melakukan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan keluarga. Karena semakin banyak tanggungan dalam keluarga, maka waktu yang disediakan untuk bekerja akan semakin efektif. Dengan semakin efektifnya waktu, maka akan berakibat pada pendapatan rumah tangga yang akan bertambah (Sihol Sutangkir 2007). Hubungan antara Pendapatan dengan Usia Usia memiliki hubungan terhadap responsibilitas seseorang akan penawaran tenaga kerjanya. Semakin meningkat usia seseorang maka akan semakin meningkat pula penawaran kerjanya. Selama masih dalam usia produktif, karena semakin tinggi usia seseorang maka semakin besar tanggung jawab yang harus ditanggung. Meskipun pada titik tertentu penawaran akan menurung seiring dengan bertambahnya usia (Payaman 1985). Pendapat yang sama disampaikan oleh Gusti Bagus Wirya Gupta, umur bagi seseorang berperan penting dalam menghadapi kehidupan rumah tangga, karena umur berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dalam siklus hidupnya. Salah satu bagian dari siklus hidup tersebut dapat mempengaruhi kesempatan kerjanya. Semakin tua usia maka akan semakin banyak pengalaman kita sebagai pengusaha sehingga mengetahui dengan baik cara untuk mengelola suatu usaha. Hubungan antara Pendapatan dengan Jam Kerja Menurut hasil penelitian Sihol Situngkir (2007) jam keja merupakan alasan utama seseorang sebagai bentuk usaha meningkatkan pendapatan. Semakin tinggi jam kerja diharapkan akan semakin meningkat pula pendapatan. Lama jam kerja berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Oleh karena itu, jika jam kerja seseorang meningkat maka pendapatan juga akan meningkat. Hubungan antara Pendapatan dan Omset Usaha Menurut hasil penelitian Novita Elina dan Rita Ratina (2010) omset usaha juga merupakan alasan utama seseorang sebagai bentuk usaha meningkatkan pendapatan. Semakin tinggi pendapatan maka akan semakin tinggi pula omset usaha yang akan didapatkan oleh pengusaha usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor.
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu dilakukan oleh Sihol Situngkir (2007), dengan penelitian berjudul Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pendapatan Rumah Tangga Pedagang Sayur di Kotamadya Jambi. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 25 responden pedagang sayur sebagai sampel dengan teknik
18 simple random sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Pendapatan adalah variable dependen, dan lama pendidikan, umur, jumlah tanggungan, jarak tempuh, serta dummy usaha merupakan variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pendidikan, umur, jumlah tanggungan serta dummy usaha berpengaruh signifikan terhadap pendapatan rumah tangga, sedangkan jarak tempuh tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga pedagang sayur di Kotamadya Jambi. Penelitian oleh Novita Elina dan Rita Ratina (2007) mengenai FaktorFaktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Pengusaha Olahan Kayu di Kelurahan Bentuas Kecamatan Palaran Kota Samarinda. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 21 responden pengusaha olahan kayu sebagai sampel dengan teknik simple random sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi linier berganda. Variabel dependen adalah pendapatan, sedangkan variabel independennya adalah umur, jumlah tanggungan, jarak dari tempat tinggal ke tempat kerja, tingkat pendidikan dan pengeluaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur, jumlah tanggungan, jarak dari tempat tinggal ke tempat kerja, tingkat pendidikan,serta pengeluaran berpengaruh nyata terhadap pendapatan rumah tangga pengusaha olahan kayu yang berada di Kelurahan Bentuas Kecamatan Palaran Kota Samarinda. Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Gusti Ngurah Marheini (2008) mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Nelayan di Daerah Sanur Kecamatan Denpasar Selatan. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 200 responden nelayan sebagai sampel dengan teknik simple random sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Variabel dependen adalah pendapatan, sedangkan variabel independen adalah umur, umur anak terakhir, lama jam kerja, jumlah tanggungan, dan tingkat pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama jam kerja, jumlah tanggungan dan tingkat pendidikan berpengaruh positif signifikan, sedangkan umur dan umur anak terakhir berpengaruh negatif signifikan terhadap pendapatan rumah tangga nelayan di Daerah Sanur Kecamatan Denpasar Selatan. Penelitian oleh Istatuk Budi Yustanto (2008) mengenai Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 60 responden pedagang kaki lima sebagai sampel dengan teknik simple random sampling. Metode yang digunakan adalah metode regresi linier berganda dan uji – t beda rata-rata. Variabel dependen adalah pendapatan, dan variabel independennya adalah lama pendidikan, jumlah tanggungan, jarak tempuh dari tempat tinggal ke tempat kerja, lama jam kerja, dan umur. Hasil menunjukkan bahwa semua variabel independen, yaitu : lama pendidikan, jumlah tanggungan, jarak tempuh tempat tinggal ke tempat kerja, lama jam kerja, dan umur memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan pedagang kaki lima sehingga berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan pedagang kaki lima yang berada di Kabupaten Jember. Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Gusti Bagus Wirya Gupta (2008) dengan penelitian berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pendapatan Rumah Tangga Pengusaha Industri Pengolahan di Desa Pandak Gede
19 Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 169 responden yang berada di Kabupaten Tabanan. Metode yang digunakan adalah analisis regresi logistik. Pendapatan sebagai variabel dependen, sedangkan lama pendidikan, jumlah tanggungan, lama jam kerja, konsumsi, dan umur sebagai variabel independen. Hasil menunjukkan bahwa semua variabel independen, yaitu : lama pendidikan, jumlah tanggungan, lama jam kerja, konsumsi, dan umur memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan rumah tangga pengusaha industry pengolahan di Desa Pandak Gede Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Penelitian oleh Sugeng Haryanto (2011) mengenai Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Pedagang Kaki Lima di Pucanganak Kecamatan Tugu Trenggalek. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 60 pedagang kaki lima yang berada di Pucanganak Kecamatan Tugu Trenggalek. Metode yang digunakan adalah analisis regresi logistik. Pendapatan sebagai variabel dependen, sedangkan lama pendidikan, jumlah tanggungan, konsumsi, umur, lama jam kerja, dan jarak tempuh dari tempat tinggal ke tempat bekerja. Hasil menunjukkan bahwa semua variabel independen, yaitu : lama pendidikan, jumlah tanggungan, konsumsi, umur, lama jam kerja, dan jarak tempuh dari tempat tinggal ke tempat bekerja berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan rumah tangga pedagang kaki lima di Pucanganak Kecamatan Tugu Trenggalek. Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Ni Wayan Putu Artini (2012) dengan penelitian berjudul Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Pembuat Makanan Olahan di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 50 pembuat makanan olahan yang berada di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang. Metode yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Pendapatan sebagai variabel dependen, sedangkan lama pendidikan, umur, lama usaha, jumlah tanggungan, dan konsumsi sebagai variabel independen. Hasil menunjukkan bahwa lama pendidikan, umur dan konsumsi berpengaruh nyata terhadap pendapatan rumah tangga pembuat makanan olahan. Sedangkan untuk lama usaha dan konsumsi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pendapatan pembuat makanan olahan yang berada di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang. Penelitian oleh Fadilla Putri (2011) mengenai Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Pedagang Kaki Lima di Mangli Kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 100 pedagang kaki lima yang berada di Pucanganak Kecamatan Tugu Trenggalek. Metode yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Pendapatan sebagai variabel dependen, sedangkan lama pendidikan, jumlah tanggungan, konsumsi, umur, lama jam kerja, dan jarak tempuh dari tempat tinggal ke tempat bekerja. Hasil menunjukkan bahwa semua variabel independen, yaitu : lama pendidikan, jumlah tanggungan, konsumsi, umur, lama jam kerja, dan jarak tempuh dari tempat tinggal ke tempat bekerja berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan rumah tangga pedagang kaki lima di Mangli Kabupaten Jember.
20 Kerangka Pikir Penelitian ini menganalisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor. Tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat dilihat dari pendapatan rumah tangga pengusaha UMK di Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana struktur perekonomian rumah tangga UMK dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor.
Perekonomian Indonesia
Sektor UMK
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Profil Rumah Tangga Pengusaha UMK
Kondisi Usaha Mikro dan Kecil di Kabupaten Bogor
Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK (Regresi Linier)
Implikasi Kebijakan Gambar 6 Kerangka Pikir
21 Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka dapat diberikan jawaban sementara (hipotesis) terhadap permasalahan tersebut. Hipotesisnya adalah sebagai berikut : 1. Lama pendidikan berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan rumah tangga usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor. 2. Jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan rumah tangga usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor. 3. Usia pengusaha berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan rumah tangga usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor. 4. Omset usaha/usaha berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan rumah tangga pengusaha usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor. 5. Jam kerja/tahun berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan rumah tangga usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor, khususnya di Kecamatan Dramaga, Ciampea, dan Cibinong. Kabupaten Bogor merupakan sentra UMK di Provinsi Jawa Barat dan Ketiga kecamatan tersebut merupakan sentra usaha mikro dan kecil di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2013. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder terutama data sekunder yang telah dikumpulkan dalam studi terkait sebelumnya yaitu Hibah Penelitian Desentralisasi yang berjudul “Strategi Penguatan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan (Studi Kasus : Kabupaten Bogor)”, dimana peneliti terlibat dalam studi tersebut. Selain itu, penulis menggunakan data sekunder lainnya yang diperoleh dari dokumentasi yang berasal dari berbagai pihak atau instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik Jawa Barat, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Kementrian Koperasi dan UKM, Dinas Koperasi UKM Perindutrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, beberapa jurnal, tesis dan skripsi. Data sekunder ini digunakan untuk memperjelas fakta-fakta yang ada sehingga skripsi ini menjadi semakin jelas dan dapat lebih dipahami oleh pembaca dan masyarakat lainnya.
22 Tabel 7 Jenis Data Sekunder Penelitian Data Sekunder 1. Data Sekunder Utama a. Lama Pendidikan b. Jumlah Anggota Keluarga c. Omset Usaha/tahun d. Usia e. Jam Kerja/tahun f. Dummy Usaha 2. Data Sekunder Lainnya a. Perkembangan Jumlah, Tenaga Kerja, Kontribusi UMK Terhadap PDB Indonesia b. Perkembangan Jumlah UMK di Indonesia c. Jumlah Unit UMK di Jawa Barat d. Perkembangan Jumlah UMK di Kabupaten Bogor e. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Bogor f. Penduduk Miskin Kabupaten Bogor g. Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil
Sumber
Studi Sebelumnya
Kementrian Koperasi dan UKM BPS Indonesia BPS Indonesia BPS Kabupaten Bogor BPS Kabupaten Bogor BPS Kabupaten Bogor Tambunan
Dalam Hibah Penelitian Desentralisasi dimana penulis menggunakan data yang dikumpulkan dalam studi tersebut sebagai data utama dalam penelitian ini, penentuan responden sampel peneltian dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu sampel yang dipilih mencakup usaha mikro dan kecil dimana usaha mikro harus lebih banyak jumlahnya dan di masing-masing kelompok usaha tersebut harus terdiri dari usaha pengolahan dan perdagangan dimana kedua sektor tersebut merupakan jenis usaha yang dominan dari UMK di Kabupaten Bogor. Sample yang digunakan sebanyak 51 responden dari sektor pengolahan dan 49 responden dari sektor perdagangan. Sampel yang terpilih pada sektor pengolahan terdiri dari makanan-minuman, bahan dasar logam/ kayu/ bambu, bahan dasar kulit dan konveksi. Sementara Ssampel yang terpilih pada sektor perdagangan terbagi atas warung/ rumah makan, sembako/ kelontong, dan PKL. Tabel 8 Jumlah Sampel UMK di Kabupaten Bogor No
Kategori 1 Pengolahan a. Makanan-minuman b. Bahan dasar logam/kayu/bambu c. Bahan dasar kulit d. Konveksi Total 2 Perdagangan a.Warung/ rumah makan b. Sembako/ kelontong c. PKL Total
Mikro
Skala Kecil
Total
10 13 4 11 38
5 3 1 4 13
15 16 5 15 51
12 6 18 36
5 4 4 13
17 10 22 49
23 Metode Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan terdiri dari metode analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif diperoleh dalam bentuk tabulasi dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 untuk menjawab tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui struktur perekonomian rumah tangga pengusaha Usaha Mikro dan Kecil di Kabupaten Bogor. Analisis Kuantitatif Dalam menjawab tujuan penelitian yang kedua yaitu mengetahui faktorfaktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Kabupaten Bogor. Model yang digunakan adalah model regresi linier berganda dengan menggunakan Software Eviews. Dalam menguji keberartian koefisien regresi secara simultan dilakukan uji-F dan untuk menguji pengaruh secara parsial dilakukan uji-t. Penelitian ini menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Untuk memudahkan dalam pengolahan data, maka data tersebut dimasukkan ke Microsoft Excel 2007 dan diolah menggunakan Eviews 6. Regresi berganda dirumuskan sebagai berikut : Yt = ẞ0 + ẞ1X1 + ẞ2X2 + ẞ3X3 + ẞ4X4 + ẞ5X5 + ẞ6DX6 + ὲ Keterangan : Yt = Variabel dependent (Pendapatan/tahun) X1 = Lama Pendidikan X2 = Jumlah Anggota Keluarga X3 = Omset Usaha/tahun X4 = Usia X5 = Jam Kerja/tahun DX6 = Dummy Usaha Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah variable dependent yaitu pendapatan/tahun pengusaha Usaha Mikro dan Kecil di Kabupaten Bogor. X1 menunjukkan lama pendidikan pengusaha UMK, X2 menunjukkan jumlah anggota keluarga pengusaha UMK, sedangkan X3 menunjukkan omset usaha/tahun pengusaha UMK, X4 merupakan usia kepala keluarga, X5 menunjukkan lama jam kerja/tahun yang dilakukan oleh pengusaha UMK, dan DX6 menunjukkan dummy usaha, dimana usaha mikro=1 dan usaha kecil =0. Pengujian Model Uji Koefisien Determinasi ( ) Uji koefisien determinasi digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel terikat. Nilai R2 mengukur
24 tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai variabel terikatnya. Nilai R2 memiliki dua sifat yaitu memiliki besaran positif dan besarnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 sebesar nol, maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas, sedangkan jika R2 sebesar satu, maka terdapat kecocokan yang sempurna antara variabel terikat dengan variabel bebas. Uji t-Statistik Uji t dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel bebas secara parsial berpengaruh pada variabel terikatnya. Probability t-statistik menunjukkan besarnya pengaruh nyata untuk masing-masing variabel. Apabila probability untuk masing-masing variabel bebas bernilai lebih kecil dari taraf nyata, maka variabel bebas tersebut berpengaruh nyata. Begitu pula, jika probability lebih besar daripada taraf nyata, maka variabel bebas tersebut tidak mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK. Uji F-Statistik Probability F-statistic digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh secara keseluruhan dari variabel bebas terhadap kesejahteraan rumah tangga Usaha Mikro dan Kecil di Kabupaten Bogor. Hipotesis untuk melakukan uji Fstatistik adalah sebagai berikut. H0 : Semua α = 0, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor. H1 : α ≠ 0, maka minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor. Apabila probability F-statistic kurang dari taraf nyata (prob < α ), maka tolak H0, artinya minimal ada satu variabel bebas yang mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor secara nyata. Namun sebaliknya jika probability F-statistic lebih besar dari taraf nyata, dapat disimpulkan bahwa terima H0 , artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor . Uji Pelanggaran Asumsi Uji pelanggaran asumsi klasik adalah sebagai berikut : Multikolienaritas Multikolinearitas terjadi apabila pada regresi berganda tidak terjadi hubungan antarvariabel bebas atau terjadi karena adanya korelasi yang nyata antarpeubah bebas. Pelanggaran asumsi ini akan menyebabkan kesulitan untuk menduga yang diingikan. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolienaritas adalah dengan memperhatikan hasil probabilitas t-statistik hasil regresi (Gujarati 1997). Jika banyak koefisien parameter yang diduga menunjukkan hasil yang tidak signifikan tersebut. Hal ini sering dilakukan karena dapat menyebabkan bias parameter yang spesifikasi pada model. Kemudian cara lain adalah dengan variabel terikat namun tidak berkorelasi dengan variabel bebas lainnya. Namun hal ini agak sulit dilakukan mengingat tidak adanya informasi tantang tipe variabel tersebut.
25 Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas. Salah satu caranya menurut Gujarati (2007) yaitu melalui correlation matric, dimana batas terjadinya korelasi antarsesama variabel bebas adalah tidak lebih dari |0.80|. Selain itu ada cara lain menurut Gujarati (2007) untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonearitas yaitu dengan menggunakan Uji Klein. Menurut Uji Klein, apabila terjadi nilai korelasi yang lebih tinggi dari |0.80|, maka multikolonearitas dapat diabaikan selama nilai korelasi tersebut tidak melebihi Adjusted R-squared-nya. Heteroskedastisitas Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama. Adanya heteroskedastisitas akan menyebabkan parameter yang diduga menjadi tidak efisien. Heteroskedastisitas tidak merusak ketakbiasan dan konsistensi dari penarik Ordinary Least Square (OLS), tetapi penduga OLS tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun besar (yaitu asimtotik) (Gujarati 1997). Untuk mendeteksi ada tidaknya pelanggaran ini dengan menggunakan White Heteroscedasticity Test. Nilai probabilitas Obs*R-Squared dijadikan sebagai acuan untuk menolak atau menerima H0 : homoskedastisitas. Probabilitas Obs*R-Squared < taraf nyata α, maka tolak H0 Probabilitas Obs*R-Squared > taraf nyata α, maka terima H0 Apabila H0 ditolak maka akan terjadi gejala heteroskedastisitas, begitu juga sebaliknya apabila terima H0 maka tidak akan terjadi gejala heteroskedastisitas. Autokorelasi Kendall dan Buckland dalam Gujarati (1997) mengatakan istilah autokorelasi bisa didefinisikan sebagai korelasi diantara anggota observasi yang diurut menurut waktu (seperti data deret berkala) atau ruang (seperti data lintas sektoral). Sebagaimana halnya dengan masalah heteroskedastisitas, penduga OLS tidak lagi efisien atau ragamnya tidak lagi minimum jika ada autokorelasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat digunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Probabilitas Obs*R-Squared < taraf nyata α, maka terdapat autokorelasi Probabilitas Obs*R-Squared > taraf nyata α, maka tidak ada autokorelasi Uji Normalitas Uji ini dilakukan karena data yang digunakan kurang dari 30. Uji ini digunakan untuk melihat apakah error term mendekati distribusi normal. Kriteria uji yang digunakan : 1. Jika diperoleh nilai probabilitas Jarque Bera taraf nyata (α), maka model tidak memiliki masalah normalitas atau dapat dikatakan error term terdistribusi secara normal. 2. Jika diperoleh nilai probabilitas Jarque Bera ≤ taraf nyata (α), maka model memiliki masalah normalitas atau dapat dikatakan error term tidak terdistribusi secara normal
26 Uji Kriteria Statistik : Untuk mengevaluasi model berdasarkan kriteria statistik dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pengujian di bawah ini :
Uji Koefisien Determinasi ( ) Uji koefisien determinasi digunakan untuk melihat sejauh mana variabel mengukur bebas mampu menerangkan keragaman variabel terikat. Nilai tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai variabel terikatnya. Nilai R2 memiliki dua sifat yaitu memiliki besaran positif dan besarnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 sebesar nol, maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas, sedangkan jika sebesar satu, maka terdapat kecocokan yang sempurna antara variabel terikat dengan variabel bebas. Uji t-Statistik Uji t dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel bebas secara parsial berpengaruh pada variabel terikatnya. Probability t-statistik menunjukkan besarnya pengaruh nyata untuk masing-masing variabel. Apabila probability untuk masing-masing variabel bebas bernilai lebih kecil dari taraf nyata, maka variabel bebas tersebut berpengaruh nyata. Begitu pula, jika probability lebih besar daripada taraf nyata, maka variabel bebas tersebut tidak mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK. Uji F-Statistik Probability F-statistic digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh secara keseluruhan dari variabel bebas terhadap kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor. Hipotesis untuk melakukan uji F-statistik adalah sebagai berikut. H0 : Semua α = 0, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap perkembangan UMK di Kabupaten Bogor. H1 : α ≠ 0, maka minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap perkembangan UMK di Kabupaten Bogor. Apabila probability F-statistic kurang dari taraf nyata (prob < α ), maka tolak H0, artinya minimal ada satu variabel bebas yang mempengaruhi perkembangan UMK di Kabupaten Bogor secara nyata. Namun sebaliknya jika probability F-statistic lebih besar dari taraf nyata, dapat disimpulkan bahwa terima H0, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga Usaha Mikro dan Kecil yang berada di Kabupaten Bogor. Kelemahan Metode Ordinary Least Square (OLS) Ketika menggunakan data time series, seringkali muncul kesulitankesulitan yang sama sekali tidak dijumpai pada saat menggunakan data cross section. Ada beberapa hal yang menjadi kelemahan dari metode Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan data time series (Sarwoko 2005) antara lain : 1 Kondisi dimana suatu variabel time series berubah secara koefisien dan terprediksi sebelum variabel lain ditentukan demikian. Jika suatu variabel
27
2 3
mendahului variabel lain, tidak dapat dipastikan bahwa variabel tersebut menyebabkan variabel lain berubah, namun hampir dapat dipastikan bahwa kebalikannya adalah bukan hal itu. Variabel independent nampak lebih signifikan dibandingkan sebenarnya, yaitu variabel dependentnya dalam kurun waktu periode sampel. Terkadang variabel time series tidak stasioner. Maksudnya rata-rata dan variannya tidak konstan sepanjang waktu dan nilai kovarian antara dua periode waktu bergantung dari jarak atau lag antara dua periode dari waktu sesungguhnya dimana kovarian itu dihitung dan bukan dari periode pada waktu itu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kesejahteraan Rumah Tangga di Kabupaten Bogor Pada tahun 2012, jumlah seluruh keluarga yang berada di Kabupaten Bogor mencapai 1 188 676 keluarga, dimana jumlah keluarga prasejahtera sebanyak 219 193 atau sebesar 18.44%, keluarga sejahtera I yaitu, 320 050 atau sebesar 26.92% dan jumlah keluarga sejahtera II,III, III+ sebanyak 649 442 atau sebesar 54.64%. Pada tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah keluarga yang masuk dalam kategori keluarga sejahtera II,III, dan III+ jumlahnya mendominasi jika dibandingkan dengan jumlah keluarga dengan kategori prasejahtera dan kategori sejahtera I (Tabel 9). Tabel 9 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2012 Kecamatan Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijakan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari
Keluarga Keluarga Keluarga Sejahtera Jumlah pra Sejahtera Sejahtera I II, III, dan III+ Keluarga 7 689 8 174 22 994 7 131 (33.44) (35.55) (100) (31.01) 1 0315 9 542 27 561 7 704 (37.43) (34.62 (100) (27.95) 6 726 6 071 18 080 5 283 (37.2) (33.58) (100) (29.22) 11 092 12 725 34 638 10 821 (32.02) (36.74) (100) (31.24) 6 417 17 247 31 675 8 011 (20.26) (54.45) (100) (25.29) 4 599 10 504 21 536 36 639 (12.55) (28.67) (58.78) (100) 4 670 6 435 15 800 4 695 (29.56) (40.73) (100) (29.72) 5 579 11 171 24 162 7 412 (23.09) (46.23) (100) (30.68) 3 781 13 618 17 894 36 992 (10.22) (36.81) (48.37) (100) 1 867 7 373 11 679 2 1877 (8.53) (33.7) (53.38) (100)
28
Lanjutan Tabel 9 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2012 Kecamatan Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng
Keluarga Keluarga Keluarga Sejahtera Jumlah pra Sejahtera Sejahtera I II, III, dan III+ Keluarga 6081 5599 19166 6206 (31.73) (29.21) (100) (32.38) 3 672 7 683 8 523 20 945 (17.53) (36.68) (40.69) (100) 12 514 4 071 28 945 7 619 (43.23) (14.06) (100) (26.32) 5 407 6 524 24 356 5 823 (22.2) (26.79) (100) (23.91) 8 258 10 253 28 084 8 119 (29.4) (36.51) (100) (28.91) 4 319 12 248 24 627 5 774 (17.54) (49.73) (100) (23.45) 9 551 26 814 44 622 8 257 (21.41) (60.09) (100) (18.5) 2 910 10 436 13 095 26 169 (11.12) (39.88) (50.04) (100) 6 227 5 768 19 229 7 234 (32.38) (30) (100) (37.62) 5 159 5 470 15 657 4 965 (32.95) (34.94) (100) (31.71) 5 347 6 495 15 478 3 836 (34.55) (41.96) (100) (24.78) 8 678 7 814 40 052 56 544 (15.35) (13.82) (70.83) (100) 2 503 4 177 27 939 34 619 (7.23) (12.07) (80.7) (100) 6 229 7 861 18 408 4 318 (33.84) (42.7) (100) (23.46) 1 042 21 643 34 093 56 778 (1.84) (38.12) (60.05) (100) 2 895 8 313 33 874 45 082 (6.42) (18.44) (75.14) (100) 1 129 12 970 59 766 73 865 (1.53) (17.56) (80.91) (100) 11 092 12 725 34 638 10 821 (32.02) (36.74) (100) (31.24) 6 417 17 247 31 675 8 011 (20.26) (54.45) (100) (25.29) 5 982 11 480 23 156 5 233 (25.83) (49.58) (100) (22.6) 2 315 4 178 3 822 13 019 (17.78) (32.09) (29.36) (100) 3 725 6 401 13 674 22 092 (16.86) (28.97) (61.9 (100) 6 170 8 365 23 702 7 024 (26.03) (35.29) (100) (29.63)
29
Lanjutan Tabel 9 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2012 Kecamatan Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Kabupaten Bogor
Keluarga Keluarga Keluarga Sejahtera Jumlah pra Sejahtera Sejahtera I II, III, dan III+ Keluarga 3 881 8 218 10 737 22836 (16.99) (35.99) (47.02) (100) 9 643 15 233 31 743 6 403 (30.38) (47.99) (100) (20.17) 7 431 12 196 27 351 7 724 (27.17) (44.59) (100) (28.24) 5 523 2 741 14 277 6 013 (38.68) (19.2) (100) (42.12) 9 113 4 861 24 442 10 468 (37.28) (19.89) (100) (42.83) 3 210 4 685 15 370 7 475 (20.88) (30.48) (100) (48.63) 7 098 10 211 24 228 6 919 (29.3) (42.14) (100) (28.56) 219 193 320 050 649 442 1 188 676 (18.44) (26.92) (54.64) (100)
Sumber : Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Keterangan: tanda “( )” mengartikan persen
Total kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor berjumlah 40 kecamatan. Sebanyak 28 Kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor, termasuk dalam kelompok keluarga prasejahtera (miskin) yang cukup tinggi dari total 40 Kecamatan. 28 Kecamatan tersebut, adalah Kecamatan Nanggung (31.01%), Kecamatan Leuwiliang (27.95%), Kecamatan Leuwisadeng (29.22%), Kecamatan Pamijakan (31.24%), Kecamatan Cibungbulang (25.29%), Kecamatan Tenjolaya (29.72%), Kecamatan Dramaga (30.68%), Kecamatan Cijeruk (32.38%), Kecamatan Casingin (26.32%), Kecamatan Ciawi (23.91%), Kecamatan Cisarua (28.91%), Kecamatan Megamendung (23.45%), Kecamatan Sukaraja (18.5%). Kemudian ada Kecamatan Sukamakkur (37.62%), Kecamatan Cariu (31.71%), Kecamatan Tanjungsari (24.78%), Kecamatan Klapanunggal (23.46%), Kecamatan Bojonggede (31.24%), Kecamatan Tajurhalang (25,29%), Kecamatan Kemang (22.6%), Kecamatan Ciseeng (29.6%), Kecamatan Rumpin (20.17%), Kecamatan Cigudeg (28.24%), Kecamatan Sukajaya (42.12%), Kecamatan Jasinga (42.83%), Kecamatan Tenjo (48.63%), dan Kecamatan Parung Panjang (28.56%) (Tabel 9). 40 Kecamatan tersebut merupakan Kecamatan yang memiliki persentase tinggi dibandingkan dengan persentase keluarga prasejahtera yang berada di Kabupaten Bogor. Tahapan keluarga sejahtera Kabupaten Bogor dalam kurun waktu 20092012 terus mengalami peningkatan. Perkembangan prasejahtera dalam kurun waktu 2009-2012 adalah sebesar 20 persen, sedangkan sejahtera I adalah 26.8 persen. Selanjutnya, yaitu tahapan sejahtera II,III,III+ memiliki perkembangan yang cukup besar, yaitu 53.2 persen dalam kurun waktu 2009-2012 (Tabel 10). Tahapan keluarga prasejahtera dalam 4 tahun ini (2009-2012) mengalami penurunan yaitu 22.9 persen pada tahun 2009, 20.0 persen pada tahun 2010, 18.4 persen pada tahun 2012. Dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah
30 kategori keluarga prasejahtera berkurang. Hal ini menandakan bahwa Kabupaten Bogor memiliki jumlah keluarga sejahtera yang semakin meningkat. Tabel 10 Kesejahteraan Rumah Tangga di Kabupaten Bogor Pada Tahun 20092012 Tahapan Keluarga Sejahtera Prasejahtera Sejahtera I Sejahtera II, III, III+ Total
Tahun
%
2009
2010
2011
2012
235 652
220 659
222 478
219 193
(23.0)
(20.0)
(18.9)
(18.4)
272 217
297 278
316 944
320 050
(26.5)
(26.9)
(26.9)
(27.0)
518 947
586 757
639 005
649 442
(50.5)
(53.1)
(54.2)
(54.6)
1 026 816 1 104 694 1 178 427 1 188 685 (100)
(100)
(100)
(20.0) (26.8) (53.2) (100)
(100)
Keterangan: tanda “( )” mengartikan persen
Tahapan keluarga sejahtera I pada tahun 2009 memiliki presentase 26.5 persen. Sedangkan dalam kurun waktu 2010-2012 memiliki persentase tetap, yaitu sebesar 26.9. hal ini menandakan bahwa tidak ada banyak perubahan yang terjadi dalam kurun waktu 2009-2012 untuk kategori tahapan keluarga sejahtera I yang berada di Kabupaten Bogor. Tahapan keluarga sejahtera II,III, dan III+ terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2009-2012 di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2009, persentase keluarga sejahtera II,III, dan III+ adalah sebesar 50.5 persen. Pada tahun 2010, persentasenya naik menjadi 53.1 persen. Sedangkan pada tahun 2011, persentase keluarga sejahtera II, III, dan III+ memiliki persentase sebesar 54.2 persen, dan ini terus mengalami peningkatan pada tahun 2012. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan persentase, yaitu sebesar 54.6 persen pada tahun 2012. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam kurun waktu 2009-2012 jumlah keluarga sejahtera di Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan. Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga Usaha Mikro dan Kecil Sampel di Kabupaten Bogor Karakteristik merupakan suatu kriteria yang digunakan untuk menjelaskan suatu hal tertentu. Dalam penelitian ini, sosial ekonomi usaha mikro dan kecil memberikan informasi mengenai kondisi sosial ekonomi pengusaha usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor. Dalam bab ini akan dijelaskan karakteristik pengusaha usaha mikro dan kecil, karakteristik usaha, dan kesejahteraan rumah tangga UMK yang berada di Kabupaten Bogor. Karakteristik Pengusaha Usaha Mikro dan Kecil Kabupaten Bogor Karakteristik pengusaha usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor dipelajari dengan melihat jenis kelamin dan pengalaman menjalankan
31 usaha, lama pendidikan pengusaha, jumlah anggota keluarga, serta umur pengusaha. Tabel 11 Persentase Jenis Kelamin Pengusaha Usaha Mikro dan Kecil Jenis Kelamin Total Kategori Laki-Laki Perempuan Mikro a. Pengolahan 27 11 38 b. Perdagangan 22 14 36 49 25 74 Total (66.22) (33.78) (100) Kecil a. Pengolahan 8 5 13 b. Perdagangan 9 4 13 17 9 26 Total (65.38) (34.62) (100) Keterangan: tanda “( )” mengartikan persen
Dalam usaha mikro, rata-rata pengusaha berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 49 orang atau sebesar 66.22 % , dan selebihnya dijalankan oleh perempuan dengan jumlah 25 orang atau sebesar 33.78 %. Kondisi pelaku usaha kecil tidak jauh berbeda dengan usaha mikro. Untuk usaha kecil, rata-rata dijalankan oleh laki-laki dengan jumlah 17 orang atau sebesar 65.38 % dan perempuan dengan jumlah 9 orang atau 34.62 % (Tabel 11). Jumlah pengusaha laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pengusaha berjenis kelamin perempuan disebabkan karena kebanyakan usaha mikro dan kecil yang dijalankan oleh responden di Kabupaten Bogor berupakan penghasilan utama dan yang berkedudukan sebagai kepala rumah tangga adalah laki-laki. Tabel 12 Pengalaman Kerja Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Pengalaman Usaha Kategori Total <3 tahun 3-10 tahun >10 tahun Mikro a. Pengolahan 2 14 23 39 b. Perdagangan 5 11 19 35 7 25 42 74 Total (9.46) (33.78) (56.76) (100) Kecil a. Pengolahan 2 3 7 12 b. Perdagangan 2 4 8 14 4 7 15 26 Total (15.38) (26.92) (57.70) (100) Keterangan: tanda “( )” mengartikan persen
32 Pengalaman menjalankan usaha membuat para pengusaha usaha mikro dan kecil sanggup menjalankan usaha dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan baik. Semakin lama pengusaha menjalankan usahanya, maka akan semakin baik pula cara pengusaha tersebut dalam mengatasi masalah yang ada. Pengusaha usaha mikro yang berada di Kabupaten Bogor, mayoritas mengalami pengalaman usaha >10 tahun dengan jumlah 32 pengusaha ataua sebesar 43.24 % dari total 74 pengusaha. Sedangkan pengusaha yang memiliki pengalaman kerja selama 3-10 tahun adalah sebanyak 25 pengusaha atau 33.78 %. Pengusaha dengan pengalaman kerja <3 tahun memiliki persentase yang paling sedikit dibandingkan yang lainnya yaitu sebesar 9.46 % atau 7 pengusaha usaha mikro yang berada di Kabupaten Bogor (Tabel 12). Pengusaha usaha kecil yang berada di Kabupaten Bogor, mayoritas mengalami pengalaman usaha >10 tahun dengan jumlah 15 pengusaha atau sebesar 57.70 % dari total 26 pengusaha. Sedangkan pengusaha yang memiliki pengalaman kerja selama 3-10 tahun adalah sebanyak 7 pengusaha atau 26.92 %. Pengusaha dengan pengalaman kerja <3 tahun memiliki persentase yang paling sedikit dibandingkan yang lainnya yaitu sebesar 15.38 % atau 7 pengusaha usaha mikro yang berada di Kabupaten Bogor (Tabel 12). Tabel 13 Lama Pendidikan Pengusaha UMK Kabupaten Bogor Lama Pendidikan Kategori Tidak 1-6 7-9 10-12 >12 Sekolah Tahun Tahun Tahun Tahun Mikro a. Pengolahan 0 9 5 23 3 b. Perdagangan 0 7 4 19 4 0 16 9 42 7 Total (0) (21.62) (12.16) (56.76) (9.46) Kecil a. Pengolahan 0 3 2 5 1 b. Perdagangan 1 4 2 6 2 1 7 4 11 3 Total (3.85) (26.92) (15.38) (42.31) (11.54)
Total
40 34 74 (100) 11 15 26 (100)
Keterangan: tanda “( )” mengartikan persen
Semakin lama pendidikan yang dijalani pengusaha maka akan semakin banyak pula ilmu yang akan didapatkan, baik ilmu dalam mengembangkan usaha maupun startegi-stategi dalam pemecahan masalah ketika usaha yang dijalani sedang mengalami penurunan. Pengusaha usaha mikro di Kabupaten Bogor ratarata memiliki latar belakang pendidikan yang tidak cukup tinggi. Terlihat pada Tabel 13, bahwa rata-rata pengusaha mikro memiliki pendidikan 10-12 tahun atau sama dengan SMA dengan jumlah 42 orang atau sebanyak 56.76 %. Posisi kedua yaitu pengusaha dengan pendidikan 1-6 tahun atau sama dengan SD dengan jumlah 16 pengusaha atau 21.62 %. Posisi ketiga, yaitu pengusaha yang memiliki pendidikan selama 7-9 tahun ataua sama dengan SMP dengan jumlah 9 pengusaha
33 atau sebanyak 12.16 %. Posisi terakhir, yaitu pengusaha dengan lama pendidikan >12 tahun atau sama dengan sarjana dengan jumlah 7 pengusaha atau 9.46 % dari total 74 pengusaha usaha mikro yang berada di Kabupaten Bogor (Tabel 13). Mayoritas pengusaha kecil yang berada di Kabupaten Bogor memiliki pendidikan 10-12 tahun atau sama dengan SMA dengan jumlah 11 orang atau sebanyak 42.31 %. Posisi kedua yaitu pengusaha dengan pendidikan 1-6 tahun atau sama dengan SD dengan jumlah 7 pengusaha atau 26.92 %. Posisi ketiga, yaitu pengusaha yang memiliki pendidikan selama 7-9 tahun ataua sama dengan SMP dengan jumlah 4 pengusaha atau sebanyak 15.38 %. Posisi keempat, yaitu pengusaha dengan lama pendidikan >12 tahun atau sama dengan sarjana dengan jumlah 3 pengusaha atau 11.43 % dari total 26 pengusaha usaha mikro yang berada di Kabupaten Bogor. Posisi terakhir, yaitu pengusaha yang tidak pernah bersekolah dan menyentuh bangku pendidikan sebayak 1 pengusaha dengan persentase 3.85 % (Tabel 13). Tabel 14 Jumlah Anggota Keluarga Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Jumlah Anggota Keluarga Kategori Total 1-3 orang 4-6 orang >6 orang Mikro a. Pengolahan 20 15 7 42 b. Perdagangan 18 14 4 32 38 29 11 74 Total (51.35) (39.19) (14.86) (100) Kecil a. Pengolahan 5 3 1 9 b. Perdagangan 10 5 2 17 15 8 3 26 Total (57.69) (30.77) (11.54) (100) Keterangan: tanda “( )” mengartikan persen
Jumlah anggota keluarga dalam pengusaha usaha mikro dan kecil sangan mempengaruhi pendapatan yang akan diperoleh pengusaha. Biasanya, pengusaha mikro dan kecil menjadikan sebagian anggota keluarganya sebagai tenaga kerja atau pekerja di usaha tersebut. Pengusaha usaha mikro di Kabupaten Bogor, mayoritas memiliki jumlah keluarga 1-3 orang dengan persentase 51.35 % atau 38 pengusaha. Posisi kedua, diduduki oleh pengusaha yang memiliki jumlah keluarga sebanyak 4-6 orang dengan persentase 39.19 % atau 29 pengusaha. Posisi terakhir, yaitu pengusaha dengan jumlah keluarga >6 orang yang memiliki persentase sebesar 14.86 % atau 11 pengusaha dari total 74 pengusaha usaha mikro yang berada di Kabupaten Bogor (Tabel 14). Pengusaha usaha kecil di Kabupaten Bogor, mayoritas memiliki jumlah keluarga 1-3 orang dengan persentase 57.69 % atau 15 pengusaha. Posisi kedua, diduduki oleh pengusaha yang memiliki jumlah keluarga sebanyak 4-6 orang dengan persentase 30.77 % atau 8 pengusaha. Posisi terakhir, yaitu pengusaha dengan jumlah keluarga >6 orang yang memiliki persentase sebesar 11.54 % atau
34 8 pengusaha dari total 26 pengusaha usaha mikro yang berada di Kabupaten Bogor (Tabel 14). Tabel 15 Umur Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Umur Pengusaha Kategori <26 tahun 26-45 tahun >45 tahun Mikro a. Pengolahan b. Perdagangan Total Kecil a. Pengolahan b. Perdagangan Total
Total
10 11 21 (28.38)
20 17 37 (50.00)
9 7 16 (21.62)
39 35 74 (100)
2 3 5 (19.23)
9 10 19 (73.08)
1 1 2 (7.69)
12 14 26 (100)
Keterangan: tanda “( )” mengartikan persen
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa umur produktif seorang pengusaha adalah pada usia 15-50 tahun. Jika pengusaha menjalankan usahanya dalam usia produktif maka akan berdampak pada perkembangan usaha yang lebih pesat dan akan berdampak pula kepada peningkatan kesejahteraan rumah tangga pengusaha usaha mikro dan kecil. Pengusaha mikro di Kabupaten Bogor, rata-rata Berumur 26-45 tahun, yaitu sebanyak 50% atau 37 pengusaha dari total 74 pengusaha mikro. Ini sesuai dengan kriteria dari BPS, bahwa usia tersebut merupakan usia produktif. Posisi kedua, yaitu pengusaha yang memiliki umur >26 tahun dengan jumlah 21 pengusaha atau 28.38%. Persentase yang paling sedikit adalah pengusaha yang memiliki umur >45 tahun dengan jumlah 16 pengusaha atau 21.62% (Tabel 15).
Karakteristik Usaha dan Kesejahteraan Rumah Tangga Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Koperasi menggolongkan suatu usaha berdasarkan omset yang diperoleh. Usaha kecil adalah usaha yang memperoleh omset paling besar sebanyak Rp 1 Milyar/tahun, sedangkan yang dikatakan sebagai Usaha mikro dan menengah adalah usaha dengan omset paling kecil Rp 1 Milyar/tahun dan maksimal adalah Rp 50 Milyar/tahun. Berdasarkan Tabel 16, sebanyak 13 pengusaha kecil bidang pengolahan maupun perdagangan memperoleh omset sebesar kurang dari Rp 1 Milyar/tahun. Rata-rata pengusaha usaha mikro di Kabupaten Bogor memiliki omset sebesar Rp 1 Milyar/tahun- Rp 4.5 Milyar /tahun, sebanyak 47 pengusaha atau 63.51%. Posisi kedua, yaitu pengusaha dengan omset Rp 4.5 Milyar/tahun – Rp 9 Milyar/tahun berjumlah 23 pengusaha atau sebesar 31.08%. Posisi terakhir adalah pengusaha dengan omset sebesar lebih dari Rp 9 Milyar/tahun hanya sebanyak 5.41% atau
35 sebanyak 4 pengusaha dari 74 total pengusaha mikro yang berada di Kabupaten Bogor (Tabel 16). Tabel 16 Nilai Omset Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Omset/Tahun Kategori
< Rp 1M per tahun
Rp 1M-Rp 4,5M Rp 4,5M - Rp 9M per tahun per tahun
> Rp 9M per tahun
Total
Mikro a. Pengolahan b. Perdagangan
0 0
22 25
13 10
3 1
38 36
47 (63.51)
23 (31.08)
4 (5.41)
74 (100)
13
0
0
0
13
13 26
0 0
0 0
0 0
13 26
(100)
(0)
(0)
(0)
(100)
Total Kecil a. Pengolahan b. Perdagangan Total
Keterangan: tanda “( )” mengartikan persen
Lama jam kerja sangat menentukan besarnya pendapatan yang dapat dihasilkan oleh pengusaha mikro dan kecil di Kabupaten Bogor. Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa mayoritas pengusaha mikro melakukan usahanya lebih dari 4 380 jam/tahun atau sama dengan lebih dari 12 jam/harinya. Sebanyak 52 pengusaha atau sebesar 70.27% melakukan aktivitas kerja selama lebih dari 12 jam/harinya, dimana 21 pengusaha termasuk pengusaha pengolahan dan 31 pengusaha termasuk dalam pengusaha yang bergerak dalam sektor perdagangan di Kabupaten Bogor. Sementara, pengusaha yang melakukan kerja selama 2 920 jam/tahun – 4 380 jam/tahun adalah sebanyak 17 pengusaha atau 22.97%. Posisi ketiga, yaitu pengusaha yang melakukan kerja selama kurang dari 2 920 jam/tahun atau sama dengan kurang dari 8 jam/hari adalah sebanyak 5 pengusaha mikro di Kabupaten Bogor, dimana 2 pengusaha berasal dari pengusaha yang bergerak dalam sektor pengolahan, sedangkan 3 pengusaha lainnya bergerak dalam bidang perdagangan. Mayoritas pengusaha kecil melakukan usahanya lebih dari 4 380 jam/tahun atau sama dengan lebih dari 12 jam/harinya. Sebanyak 15 pengusaha atau sebesar 57.69% melakukan aktivitas kerja selama lebih dari 12 jam/harinya, dimana 10 pengusaha termasuk pengusaha pengolahan dan 5 pengusaha termasuk dalam pengusaha yang bergerak dalam sektor perdagangan di Kabupaten Bogor. Sementara, pengusaha yang melakukan kerja selama 2 920 jam/tahun – 4 380 jam/tahun adalah sebanyak 8 pengusaha atau 30.77%. Posisi ketiga, yaitu pengusaha yang melakukan kerja selama kurang dari 2 920 jam/tahun atau sama dengan kurang dari 8 jam/hari adalah sebanyak 3 pengusaha atau 11.54% pengusaha mikro di Kabupaten Bogor, dimana 2 pengusaha berasal dari pengusaha yang bergerak dalam sektor pengolahan, sedangkan 1 pengusaha lainnya bergerak dalam bidang perdagangan di Kabupaten Bogor (Tabel 17).
36 Tabel 17 Lama Jam Kerja/Tahun Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Lama Jam Kerja/Tahun Kategori Total < 2 920 jam 2 920 jam - 4 380 jam > 4 380 jam per tahun per tahun per tahun Mikro a. Pengolahan 2 11 21 34 b. Perdagangan 3 6 31 40 5 17 52 74 Total (6.76) (22.97) (70.27) (100) Kecil a. Pengolahan 5 10 17 2 b. Perdagangan 1 3 5 9 3 8 15 26 Total (11.54) (30.77) (57.69) (100) Keterangan: tanda “( )” mengartikan persen
Pengusaha usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor banyak menggantungkan hidupnya kepada usaha mikro dan kecil yang dimiliki guna memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya pengusaha yang memperoleh sumber pendapatan utama hanya dari hasil usaha mikro dan kecil. Yang dimaksud dengan pendapatan perkapita adalah besarnya rata-rata penduduk di suatu negara yang didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara tersebut. Bank Dunia mengukur kemiskinan dengan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan $2 per hari per kapita. Jika besar pendapatan $2 dinyatakan dalam rupiah dianggap sebesar Rp 23 780 per hari, maka dapat disimpulkan bahwa, rumah tangga yang memiliki pendapatan perkapita perhari kurang dari Rp 23 780 maka dikatakan rumah tangga miskin. Sedangkan, rumah tangga yang memiliki pendapatan perkapita perhari lebih dari Rp 23 780 masuk dalam kategori rumah tangga non miskin. Besar pendapatan yang diperoleh pengusaha rata-rata sebesar Rp 26 515 perkapita perhari, dimana pendapatan terbesar Rp 203 054 per kapita perhari dan terendah sebesar Rp 2 317 perkapita perhari. . Kondisi pendapatan perkapita pengusaha mikro di Kabupaten Bogor rata-rata lebih besar dari Rp 23 780 perhari sebesar 83.78% atau 62 pengusaha, dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa rumah tangga pengusaha mikro tergolong dalam rumah tangga non miskin. Sedangkan pengusaha yang tergolong dalam rumah tangga miskin hanya sebesar 16.22 persen atau 12 pengusaha dari total 74 pengusaha mikro yang berada di Kabupaten Bogor . Pada pengusaha kecil, yang masuk dalam kategori rumah tangga non miskin adalah sebesar 73.08 persen atau sebanyak 19 pengusaha, artinya sebanyak 73.08 persen pengusaha kecil memiliki pendapatan perkapita perhari lebih dari Rp 23 780 dan yang masuk dalam kategori miskin adalah sebesar 26.92 persen atau 7 pengusaha kecil memiliki pendapatan perkapita perhari kurang dari Rp 23 780. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keluarga yang berada di Kabupaten Bogor rata-rata adalah keluarga non miskin karena persentase antara keluarga miskin dan keluarga non miskin lebih banyak keluarga non miskin.
37 Tabel 18 Penggolongan Kesejahteraan Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan Perkapita Perhari Pendapatan Perkapita/hari Kategori Total < Rp 23 780/hari > Rp 23 780/hari (miskin) (non miskin) Mikro a. Pengolahan 7 32 39 b. Perdagangan 5 30 35 Total 12 62 74 (16.22) (83.78) (100) Kecil a. Pengolahan 2 10 12 b. Perdagangan 5 9 14 Total 7 19 26 (26.92) (73.08) (100) Keterangan: tanda “( )” mengartikan persen
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Usaha Mikro dan Kecil di Kabupaten Bogor Hasil Uji Model Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda yang berbasis Ordinary Least Square. Kriteria BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) agar model termasuk dalam model regresi linier berganda yang baik. Untuk memperoleh kebaikan dari model tersebut, maka dilakukan uji asumsi klasik seperti uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, serta uji multikolinearitas. 1. Uji Normalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 0.063. Nilai probabilitas tersebut lebih besar dibandingkan taraf nyata lima persen. Nilai Jarque-Bera yang lebih besar dari taraf nyata lima persen memiliki arti bahwa tidak cukup bukti untuk menolak H0 atau residual error terdistribusi normal di dalam model. 2. Uji Multikolinearitas Hasil uji multikoleniaritas dapat dilihat dari nilai masing-masing matrik korelasi antar variabel bebas. Jika nilai R-square masih lebih besar dari nilai korelasi antar variable bebas maka tidak terdapat multikolinearitas. Untuk mendeteksi multikolienaritas, nilai toleransi mendekati angka 1 dan angka VIF berada disekitar angka 1. Selan itu tidak ada nilai VIF > 10 dan hal ini menunjukkan bahwa model tersebut tidak terjadi multikolinearitas dan layak digunakan dalam mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga usaha mikro dan kecil di Kabupaten Bogor. 3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas salah satunya menggunakan uji White. Berdasarkan hasil uji white didapatkan nilai probabilitas f(stat) sebesar 0.4837 atau lebih besar dibandingkan taraf nyata 5 pesen yang memiliki arti bahwa model tersebut
38 terbebas dari masalah heteroskedastisitas sehingga variasi dari error bersifat konstan. 4. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji LM. Berdasarkan hasil uji LM didapatkan nilai probabilitas f(stat) sebesar 0.5933 atau lebih besar dibandingkan taraf nyata 5 persen yang memiliki arti bahwa model tersebut terbebas dari masalah autokorelasi sehingga errornya tidak memiliki keterkaitan. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Usaha Mikro dan Kecil di Kabupaten Bogor Berdasarkan hasil pendugaan pada tabel 15, hasil analisis regresi menunjukkan bahwa persamaan pada model memiliki nilai R-Squared sebesar 0.997. Nilai tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor yang digunakan dalam model yaitu lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, omset usaha/tahun, usia, jam kerja/tahun, dan dummy usaha mampu menjelaskan keragaman sebesar 99 persen dan sisanya sebesar satu persen dijelaskan oleh faktor-faktor diluar persamaan. Berdasarkan hasil analisis sesuai analisis uji-t, semua variabel signifikan pada taraf nyata lima persen. . Tabel 19 Hasil Regresi Berganda
Model 1
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Std. B Error Beta
(Constant)
-,061 ,025 Lama pendidikan ,089 ,043 Jumlah anggota keluarga ,456 ,062 Omset /tahun ,589 ,097 Usia ,072 ,021 Jam kerja/Tahun 1,039 ,215 Dummy usaha ,438 ,215 a. Dependent Variable: Pendapatan/tahun
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
VIF
-2,382
,016
,068
3,576
,001
,442
1,828
,156 ,538 ,049 ,387 -,116
7,248 6,086 3,421 4,823 7,458
,000 ,000 ,004 ,000 ,001
,537 ,455 ,370 ,553 ,410
1,971 2,198 1,298 1,808 1,735
Sumber : Hasil olahan E-Views 6.0
Pada jumlah anggota keluarga, setiap kenaikan jumlah anggota keluarga 1 orang maka akan meningkatkan pendapatan sebesar 0.456 juta. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh pengusaha usaha mikro dan kecil maka akan menuntut jumlah pendapatn yang semakin besar, karena semakin banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Jika jumlah tanggungan yang semakin banyak tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan maka kebutuhan anggota keluarga tidak dapat terpenuhi dengan baik. Selain itu, kebanyakan pengusaha menjadikan anggota keluarga sebagai tenaga kerja dalam menjalankan usaha tersebut. Pada omset usaha, setiap kenaikan 1 juta omset usaha maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar 0.589 juta. Semakin besar omset usaha yang diperoleh pengusaha maka akan semakin besar pula pendapatan rumah
39 tangga yang diperoleh oleh pengusaha usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor. Pada tingkat usia, setiap kenaikan 1 tahun usia kepala keluarga maka akan meningkatkan pendapatan sebesar 0,072 juta. Semakin tua pengusaha, biasanya akan semakin banyak pula pengalaman yang akan didapat sehingga berpengaruh terhadap pengetahuan dan strategi yang akan dihadapi ketika usaha mengalami kegagalan. Sehingga, ketika usia pengusaha semakin tua maka akan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga karena telah banyak belajar dari pengalaman dan kesalahan-kesalahan masa lalu. Pada lama jam kerja/tahun, setiap peningkatan 1 jam kerja maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar 1.039 juta. Karena, semakin lama pengusaha bekerja maka akan semakin banyak pula pendapatan yang akan pengusaha dapatkan. Beda pendapatan rumah tangga pengusaha mikro dan pengusaha kecil adalah sebesar 0.438 juta. Ini dikarenakan perputaran usaha mikro lebih cepat daripada usaha kecil. Selain itu, pelaku usaha mikro memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelaku usaha kecil di Kabupaten Bogor.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Dalam empat tahun terakhir (2009-2012) tingkat kesejahteraan rumahtangga di wilayah Kabupaten Bogor menunjukkan kondisi yang semakin membaik. Dalam kurun waktu tersebut golongan rumahtangga prasejahtera terus mengalami penurunan dari 22.9% di tahun 2009 menjadi 18.4% di tahun 2012; sementara golongan rumahtangga sejahtera II+III+IIIplus mengalami peningkatan dari 50.5% di tahun 2009 menjadi 54.6% di tahun 2012. Ditinjau dari sebarannya per wilayah kecamatan di Tahun 2012, sebagian besar kecamatan (63%) persentase penduduk golongan prasejahteranya relatif besar, melebihi persentase di tingkat kabupaten, Kecamatan Dramaga sebagai kecamatan studi termasuk dalam kelompok ini. Sementara Kecamatan studi lainnya, Cibinong termasuk Kecamatan dengan persentase penduduk sejahtera II+III+IIIplus relatif besar, sedangkan Kecamatan Ciampea termasuk Kecamatan dengan persentase penduduk sejahtera I yang relatif besar, melebihi persentase tingkat kabupaten. 2. Secara umum tingkat kesejahteraan rumahtangga pengusaha kecil dan mikro relatif sama, sebagian besar rumahtangga (lebih dari 70%) tersebut termasuk tidak miskin. Hanya saja tingkat kemiskinan UMK masih relatif besar, lebih besar daripada tingkat kemiskinan di Indonesia. Persentasi kemiskinan untuk rumahtangga pengusaha kecil sedikit lebih besar, padahal dari sisi omset usahanya justru lebih besar daripada pengusaha mikro. Sementara dari sisi pendidikan relatif sama, sebagian besar
40 pengusaha mikro dan juga pengusaha kecil menempuh pendidikan selama 10-12 tahun atau setara dengan SMA. 3. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa semua variabel independent/bebas (lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, omset usaha/tahun, usia, dan lama jam kerja/tahun) berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan rumah tangga pengusaha UMK di Kabupaten Bogor dan semua variabel tersebut sesuai harapan berpengaruh positif. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan maka terdapat beberapa saran atau implikasi kebijakan sebagai berikut : 1. Mengingat sebagian besar kecamatan (63%) persentase penduduk golongan prasejahtera relatif besar, melebihi persentase di tingkat kabupaten, maka pemerintah harus lebih memfokuskan perhatian terhadap kecamatan yang tergolong memiliki persentase golongan prasejahtera tinggi, dengan cara meningkatkan jumlah usaha mikro dan kecil sehingga berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Peningkatan tenaga kerja yang diserap oleh UMK akan mengurangi tingkat pengangguran dan berdampak pula terhadap penurunan tingkat kemiskinan yang berada di kecamatan tersebut. 2. Disamping itu untuk mengurangi tingkat kemiskinan UMK yang relatif lebih besar dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional, maka pemerintah harus memfasilitasi perkembangan kinerja UMK atau mendorong peningkatan pendapatan, aset, dan omset melalui berbagai alternatif pembinaan dan pelatihan kepada setiap pelaku usaha mikro dan kecil yang berada di Kabupaten Bogor.
DAFTAR PUSTAKA Asmita, Budi. 2008. Peran LKMS dalam Pengentasan Kemiskinan. Disampaikan dalam Seminar Peran Microfinance : Optimalisasi UMKM di Indonesia. STEI TAZKIA 29 April 2008. Bogor (ID). [BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2013. Jawa Barat Dalam Angka 2013. Jawa Barat (ID). Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2013. Statistik Daerah Kabupaten Bogor 2013. Bogor (ID) : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Daliman, A. 2000. Peranan Industri Kerajinan Perak di Daerah Istimewa Yogyakarta Sebagai Pendukung Pariwisata Budaya (Humaniovora Volume XII No 2/2000). Yogyakarta (ID).
41 Hasan, M. Fadhil. 2008. “Affirmative Actions (Pemihakan) Pemerintah Dalam Mendukung Pembiayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).” Background study RPJM Nasional 2010-2014 Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Jakarta (ID) : Bappenas. Hastuti, dkk. 2003. Buku I : Peta Upaya Penguata Usaha Mikro/Kecil di Tingkat Pusat Tahun 1997-2003. SMERU. Jakarta (ID). Institut Pertanian Bogor. 2008. Pengertian dan Batasan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) : Ciri UKM Menurut Tambunan 2002. [slide perkuliahan ekonomi koperasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 2013. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2009-2013. Kementrian Koperasi dan UKM, Jakarta (ID). Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 2013. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia Tahun 20092012. Kementrian Koperasi dan UKM, Jakarta (ID). Kuncoro, M. 1996. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. UMP KMP YPPM, Yogyakarta (ID). Kurniawan, Andri. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Pendapatan Usaha Mikro dan Kecil ( Studi Kasus Industri Sepatu di Desa Sukaluyu Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Purwanggono, bambang. 2012. Pengaruh Inovasi Terhadap Daya Saing UMK M (Studi Kasus di UMKM Perak Kotagede Yogyakarta). Di dalam : Jurnal Teknik Industri. Semarang (ID). Putri, Johana. 2013. Analisis Profil dan Pemanfaatan Kredit Oleh Usaha Mikro Serta Dampaknya Pada Perkembangan Usaha (Kasus Desa Pabuaran, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Sensus Ekonomi. 2013. Jumlah Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2013. Badan Pusat Statistik, Jakarta (ID). Sensus Ekonomi. 2013. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia Tahun 2009-2012. Badan Pusat Statistik, Jakarta (ID). Suhariyanto, K. 2007. Kinerja dan Perspektif Kegiatan Non Pertanian Dalam Ekonomi Pedesaan. Disampaikan dalam Seminar Pembangunan Pertanian dan Pedesaan di Bogor, Bogor (ID). Tambunan, Tulus TH. 2008. Ukuran Daya Saing Koperasi dan UKM. Bogor (ID). Tambunan, Tulus TH. 2009. UMKM di Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta (ID). Tjandrawinata, Elvira. 2007. UKM Mampu Menyerap Tenaga Kerja Pasar, Jakarta (ID). Tuah, 2010. Analisis Kontribusi Usaha Kecil dan Menengah Dalam Perkembangan Sektor Riil di Kota Tanjungbalai [tesis]. Medan (ID) : Universitas Sumatera Utara. Wahyono. 2002. Orientasi Pasar dan Inovasi: Pengaruhnya Terhadap Kinerja Pemasaran. Di dalam : Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Volume 1. Semarang (ID) No. 1.
42 Wijono, Wiloejo Wirjo. 2005. Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional: Upaya Konkrit Memutus Mata Rantai Kemiskinan.
43 Lampiran 1 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2009 Kecamatan Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijakan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi
Keluarga pra Sejahtera 7 338 (34.73) 8 227 (31.33) 4 271 (13.90) 7 825 (25.46) 11 678 (43.42) 6 414 (21.56) 4 377 (31.13) 6 926 (32.54) 7 667 (23.37) 1 974 (9.65) 6 917 (39.26) 6 031 (30.56) 12 469 (50.00) 9 247 (42.82) 8 400 (31.87) 6 465 (29.57) 9 986 (26.97) 1 350 (6.59) 7 904 (42.39) 4 139 (29.42) 2 085 (16.47) 8 715 (28.44) 19 76 (4.20)
Keluarga Sejahtera I 6 406 (30.32) 7 894 (30.07) 6 396 (20.81) 8 538 (27.78) 5 771 (21.46) 8 123 (27.30) 4 719 (33.57) 4 877 (22.91) 7 252 (22.10) 6 811 (33.28) 5 101 (28.95) 5 178 (26.24) 8 399 (33.68) 5 824 (26.97) 7 705 (29.23) 3 151 (14.41) 13 650 (36.87) 6 035 (29.47) 5 592 (29.99) 4 462 (31.71) 4 920 (38.86) 6 815 (22.24) 4 067 (8.65)
Keluarga Sejahtera II, III, dan III+ 7 382 (34.94) 10 135 (38.60) 6 147 (20.00) 14 369 (46.76) 9 444 (35.12) 15 219 (51.15) 4 963 (35.30) 9 481 (44.55) 17 894 (54.53) 11 679 (57.07) 5 599 (31.78) 8 523 (43.19) 4 071 (16.32) 6 524 (30.21) 10 253 (38.90) 12 248 (56.02) 13 385 (36.16) 13 095 (63.94) 5 152 (27.63) 5 470 (38.87) 5 657 (44.68) 15109 (49.31) 40 971 (87.15)
Jumlah Keluarga 21 126 (100) 26 256 (100) 30 732 (100) 30 732 (100) 26 893 (100) 29 756 (100) 14 059 (100) 21 284 (100) 32 813 (100) 20 464 (100) 17 617 (100) 19 732 (100) 24 939 (100) 21 595 (100) 26 358 (100) 21 864 (100) 37 021 (100) 20 480 (100) 18 648 (100) 14 071 (100) 12 662 (100) 30 639 (100) 47 014 (100)
44 Lanjutan Lampiran 1 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2009 Kecamatan Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Kabupaten Bogor
Keluarga pra Sejahtera 5 603 (30.44) 964 (1.70) 1 959 (4.74) 1 384 (2.20) 3 988 (8.46) 3 041 (13.37) 4 302 (21.00) 3 726 (30.83) 4 492 (18.61) 6 650 (30.75) 3 782 (17.48) 4 125 (15.00) 10 012 (39.94) 5 305 (38.99) 11 539 (52.88) 7 068 (50.78) 5 331 (23.40) 235 652 (22.95)
Keluarga Keluarga Sejahtera Sejahtera I II, III, dan III+ 2 474 10 331 (13.44) (56.12) 15 026 40 788 (26.46) (71.84) 9 748 29 652 (23.57) (71.69) 13 893 47 677 (22.07) (75.73) 14 807 28 337 (31.42) (60.12) 3 759 15 940 (16.53) (70.10) 4 701 11 480 (22.95) (56.05) 3 822 4 536 (31.63) (37.54) 5 969 13 674 (24.73) (56.66) 6 610 8 365 (30.57) (38.68) 9 131 8 728 (42.19) (40.33) 8 134 15 233 (29.59) (55.41) 6 351 8 706 (25.33) (34.73) 2 800 5 502 (20.58) (40.44) 6 248 4 033 (28.63) (18.48) 2 530 4 321 (18.18) (31.04) 5 515 11 937 (24.21) (52.39) 272 217 518 947 (26.51) (50.54)
Sumber : Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
Jumlah Keluarga 18 408 (100) 56 778 (100) 41 359 (100) 62 954 (100) 47 132 (100) 22 740 (100) 20 483 (100) 12 084 (100) 24 135 (100) 21 625 (100) 21 641 (100) 27 492 (100) 25 069 (100) 13 607 (100) 21 820 (100) 13 919 (100) 22 783 (100) 1 026 816 (100)
45 Lampiran 2 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2010 Kecamatan Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijakan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi
Keluarga pra Sejahtera 8 104 (30.29) 3 592 (16.10) 9 948 (33.21) 6 682 (28.64) 5 333 (18.14) 7 003 (30.90) 5 900 (42.37) 7 220 (49.38) 3 761 (30.00) 6506 (28.87) 6 541 (25.32) 2 207 (10.34) 6 909 (30.86) 5 365 (21.82) 7 928 (35.06) 1 336 (2.02) 4 396 (29.69) 2 404 (5.76) 3 046 (12.70) 3 541 (7.17) 3 000 (12.39) 981 (1.33) 6 057 (25.67)
Keluarga Keluarga Sejahtera Sejahtera I II, III, dan III+ 8 795 9 854 (32.87) (36.83) 8 147 10 578 (36.51) (47.40) 6 937 13 073 (23.16) (43.64) 6 750 9 897 (28.93) (42.42) 3 915 20 154 (13.32) (68.55) 7 555 8 103 (33.34) (35.76) 2 637 5 387 (18.94) (38.69) 2 986 4 415 (20.42) (30.20) 4 884 3 893 (38.95) (31.05) 3230 12809 (14.33) (56.84) 9 006 10 290 (34.86) (39.83) 6 750 12 393 (31.62) (58.05) 7 105 8 372 (31.74) (37.40) 5 569 13 657 (22.65) (55.54) 4 680 10 004 (20.70) (44.24) 14 590 50 332 (22.02) (75.96) 4 324 6 088 (29.20) (41.11) 8 301 31 052 (19.88) (74.36) 3 668 17 269 (15.29) (72.01) 12 854 32 967 (26.04) (66.79) 9 317 11 890 (38.49) (49.12) 18 143 54 665 (24.59) (74.08) 3 222 14 315 (13.66) (60.67)
Jumlah Keluarga 26 753 (100) 22 317 (100) 29 958 (100) 23 329 (100) 29 402 (100) 22 661 (100) 13 924 (100) 14 621 (100) 12 538 (100) 22 535 (100) 25 837 (100) 21 350 (100) 22 386 (100) 24 591 (100) 22 612 (100) 66 258 (100) 14 808 (100) 41 757 (100) 23 983 (100) 49 362 (100) 24 207 (100) 73 789 (100) 23 594 (100)
46 Lanjutan Lampiran 2 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2010 Kecamatan Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Kabupaten Bogor
Keluarga pra Sejahtera 7 712 (40.42) 7 789 (24.26) 2 987 (20.90) 8 927 (22.29) 2 971 (5.47) 5 418 (24.14) 6 449 (35.82) 4 590 (22.45) 4 948 (22.61) 8 345 (30.27) 3 325 (10.07) 9 463 (28.52) 7 339 (28.86) 3 436 (23.39) 11 209 (48.11) 2 456 (7.17) 5 527 (30.68) 220 659 (19.97)
Keluarga Sejahtera I 6 306 (33.05) 7 662 (23.86) 4 625 (32.36) 10 093 (25.20) 4 584 (8.43) 5 365 (23.91) 5 371 (29.83) 5 693 (27.85) 5 760 (26.32) 8 193 (29.72) 11079 (33.57) 10 396 (31.33) 8 523 (33.52) 4 250 (28.94) 8 371 (35.93) 10 499 (30.63) 6 723 (37.32) 297 278 (26.91)
Keluarga Sejahtera II, III, dan III+ 5 060 (26.52) 16 659 (51.88) 6 679 (46.74) 20 746 (51.81) 46 808 (86.10) 11 659 (51.95) 6 183 (34.34) 10 160 (49.70) 11 179 (51.08) 11 028 (40.01) 18 603 (56.36) 13 324 (40.15) 9 567 (37.62) 7 001 (47.67) 3 717 (15.95) 21 319 (62.20) 5 766 (32.00) 586 757 (53.11)
Sumber : Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
Jumlah Keluarga 19 078 (100) 32 110 (100) 14 291 (100) 40 046 (100) 54 363 (100) 22 442 (100) 18 003 (100) 20 443 (100) 21 887 (100) 27 566 (100) 33 007 (100) 33 183 (100) 25 429 (100) 14 687 (100) 23 297 (100) 34 274 (100) 18 016 (100) 1 104 694 (100)
47 Lampiran 3 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2011 Kecamatan Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijakan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi
Keluarga pra Sejahtera 7 027 (30.48) 7 718 (27.81) 5 157 (28.62) 10 308 (29.67) 10 748 (31.12) 2 793 (7.71) 4 192 (27.54) 8 045 (32.39) 3 781 (10.41) 2 583 (11.87) 6 206 (32.55) 4 489 (21.42) 7 330 (26.51) 6 147 (25.80) 9 233 (33.33) 6 457 (26.22) 7 903 (17.71) 2 931 (11.20) 7 219 (37.54) 4 657 (29.74) 3 234 (20.89) 2 922 (5.17) 7 854 (22.69)
Keluarga Keluarga Sejahtera Sejahtera I II, III, dan III+ 7 705 8 325 (33.42) (36.11) 10 533 10 135 (37.95) (36.51) 6 676 6 147 (37.05) (34.11) 11 209 14 369 (32.26) (41.36) 10 944 9 444 (31.69) (27.35) 10 307 23 105 (28.47) (63.82) 4 683 6 344 (30.77) (41.68) 5 455 11 337 (21.96) (45.65) 12 440 20 114 (34.24) (55.36) 7 085 12 098 (32.55) (55.58) 6 081 6 780 (31.89) (35.56) 6 367 10 103 (30.38) (48.20) 8 770 11 549 (31.72) (41.77) 5 495 12 182 (23.06) (51.13) 8 240 10 230 (29.74) (36.93) 4 724 13 446 (19.18) (54.60) 9 408 27 311 (21.08) (61.21) 12 073 11 165 (46.13) (42.66) 6 214 5 796 (32.32) (30.14) 4 852 6 148 (30.99) (39.27) 4 888 7 356 (31.58) (47.53) 6 244 47 378 (11.04) (83.79) 8 144 18 621 (23.52) (53.79)
Jumlah Keluarga 23 057 (100) 27 757 (100) 18 019 (100) 34 743 (100) 34 534 (100) 36 205 (100) 15 219 (100) 24 837 (100) 36 335 (100) 21 766 (100) 19 067 (100) 20 959 (100) 27 649 (100) 23 824 (100) 27 703 (100) 24 627 (100) 44 622 (100) 26 169 (100) 19 229 (100) 15 657 (100) 15 478 (100) 56 544 (1000 34 619 (100)
48 Lanjutan Lampiran 3 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2011 Kecamatan Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Kabupaten Bogor
Keluarga pra Sejahtera 6 214 (24.91) 958 (1.14) 3 131 (7.02) 1 129 (1.55) 2 458 (4.32) 3 243 (13.08) 5 293 (23.08) 2 353 (18.09) 5 300 (20.60) 6 942 (30.38) 3 737 (16.57) 6 019 (19.31) 7 249 (27.06) 5 939 (42.35) 10 355 (43.31) 7 369 (48.85) 6 855 (29) 222 478 (18.88)
Keluarga Keluarga Sejahtera Sejahtera I II, III, dan III+ 4 189 14 545 (16.79) (58.30) 20 858 61 873 (24.92) (73.93) 8 436 33 043 (18.91) (74.07) 12 814 58 954 (17.58) (80.87) 17 158 37 333 (30.13) (65.56) 3 509 18 034 (14.16) (72.76) 5 736 11 904 (25.01) (51.91) 4 006 6 645 (30.81) (51.10) 4 749 15 683 (18.46) (60.95) 6 112 9 800 (26.74) (42.88) 8 203 10 613 (36.37) (47.06) 8 814 16 330 (28.28) (52.40) 7 554 11 987 (28.20) (44.74) 2 668 5 418 (19.02) (38.63) 3 930 9 624 (16.44) (40.25) 3 083 4 634 (20.44) (30.72) 6 897 10 139 (29) (42) 316 944 639 005 (26.90) (54.23)
Sumber : Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
Jumlah Keluarga 24 948 (100) 83 689 (100) 44 610 (100) 72 897 (100) 56 949 (100) 24 786 (100) 22 933 (100) 13 004 (100) 25 732 (100) 22 854 (100) 22 553 (100) 31 163 (100) 26 790 (100) 14 025 (100) 23 909 (100) 15 086 (100) 23 889 (100) 1 178 427 (100)
49 Lampiran 4 Kuisioner Penelitian Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor Dalam Bidang Pengolahan dan Perdagang No Kuesioner:
KUESIONER PENELITIAN STRATEGI PENGUATAN USAHA MIKRO DAN KECIL DALAM UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN (Studi Kasus : Kabupaten Bogor)
Nama Responden
:
AlamatTempatTinggal
:
Kategori Usaha
1. : Pengolahan: a. Makanan-Minuman b. Bahan Dasar Logam/Kayu/Bambu c. Bahan Dasar kulit d. Konveksi 2. Perdagangan: a. Warung/Rumah Makan b. Sembako/Kelontong c. PKL
Tanda Tangan danCap
:
Enumerator
:
Tgl Wawancara
:
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
50
BAGIAN I. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nama responden
: ……………………………
2. Usia
: <25, 25-40, 41-55, >55
3. Asal daerah
: ……………………………
4. Jenis kelamin
: Laki-laki / Perempuan
5. Status pernikahan
: Menikah / Belum menikah
6. Status dalam keluarga
: ……………………………..
(dibuat diagram, kalo bs dipisah brdsrkan jenis usaha) BAGIAN II. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA 1.Apakah Bapak/Ibu merupakan pencari nafkah utama bagi keluarga? (Jawaban: 1=Ya, 2=Tidak) Bila Tidak, siapa yang menjadi pencari nafkah ?…………………………….
utama
2. Ada berapa orang yang hidup bersama dalam rumahtangga Bapak/Ibu?…… orang 3. Coba Bapak/Ibu jelaskan nama, kedudukan, jenis kelamin,umur,pendidikan, status pekerjaan dari masing-masing anggota rumah tangga Bapak/Ibu dengan mengisi tabel berikut ini: Pekerjaan 4) No
Nama
Status dalam Rumah tangga1)
Jenis Kelamin 2)
Umur (Th)
Tingkat Pendidikan 3)
Utama
Sampingan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1) Status dalam Rumahtangga : 1=KK, 2=Isteri, 3=Anak, 4 = Lainnya, sebutkan ……….. 2) Jenis Kelamin : 1=Laki-laki, 2=Perempuan 3) Tingkat Pendidikan Terakhir:1=belum sekolah, 2=sekolah (isikan lama pendidikan formal (tahun)) 4) Pekerjaan: Isikan 1=Petani, 2=Buruh tani, 3=Pedagang, 4=Pengrajin,5=Peternak, 6= Satpam, 7=Peg. Negeri, 8=Buruh bangunan, 9=Pertukangan, 10= Ojek; 11= Sopir; 12 =
51 Tukang becak; 13 = Buruh kasar; 11 = Tukang parkir; 12 = Pemulung; 13 = Lainnya (sebutkan) .........……
4. Berapa jumlah anggota keluarga usia sekolah (6-25 tahun) yang putus sekolah? ……… 5. Coba Bapak/Ibu jelaskan jenis aset apa saja yang dimiliki rumah tangga Bapak/Ibu dengan mengisi tabel berikut ini: Aset digunakan untuk usaha N o
Jenis Aset
Satuan
Jumlah
Status kepemilikan aset1)
Ya
Jika ya berapa besar proporsinya (%)?
Tidak
Aset Tetap
1
2
Rumah/Tempat tinggal a. Permanen b. Semi permanen c. Tidak permanen Lahan Tempat tinggal Lahan sawah Lahan kebun Kolam
3 4 5 Aset Bergerak Mobil 6 Motor 7 Sepeda 8
m2
m2 m2 m2 m2 Unit Unit Unit
Aset Usaha Warung/kios m2 7 8 9 1) Status kepemilikan aset: 1=milik pribadi/milik rumah tangga; 2=pinjaman; 3= sewa/kontrak; 4=lainnya, sebutkan….
6. Coba Bapak/Ibu jelaskan jenis dan jumlah penerimaan dari masing-masing anggota rumah tangga Bapak/Ibu dengan mengisi tabel berikut ini: No
Jenis Penerimaan
1 2 3 4 5 6 7 8 Total Penerimaan
Rata-rata Penerimaan (Rp/Bulan) (Rp/Tahun)
52 7. Coba Bapak/Ibu jelaskan jenis dan jumlah pengeluaran rumah tangga Bapak/Ibu dengan mengisi tabel berikut ini: No
Jenis Pengeluaran 1 Makanan/minuman 2 Pakaian dan sandang lainnya 3 Kesehatan 4 Pendidikan 5 Rekreasi 6 Transportasi Biaya Pembelian Barang Sekunder 7 (hp, TV, dll) 8 Sosial 9 Listrik, air, telpon/komunikasi Total Pengeluaran
Rata-rata Pengeluaran (Rp/Hari) (Rp/Bulan)
(Rp/Tahun)
BAGIAN III. KARAKTERISTIK USAHA YANG DIJALANKAN 1. Apa nama usaha yang dijalankan oleh Bapak/Ibu? ………………….. 2. Sejak kapan Bapak/Ibu memulai usaha ini? ……………………… 3. Apa produk utama yang Bapak/Ibu hasilkan/diperdagangkan?……………….. 4. Termasuk ke dalam kelompok usaha apa usaha yang dilakukan oleh Bapak/Ibu? a. Usaha Pengolahan
c. Usaha Jasa
b. Usaha Perdagangan
d. Lainnya, sebutkan………………..
5. Apakah usaha yang dijalankan Bapak/Ibu memiliki izin usaha? a. Ya, sebutkan ……………………. b. Tidak 6. Apakah usaha yang dijalankan bermitra dengan pihak lain? a. Ya b. Tidak 7. Jika Ya, dengan siapa bermitranya, dalam bentuk apa, dan sejak kapan? …………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… 8. Bagaimana lokasi usaha yang dijalankan? a. Strategis
c. Tidak strategis
b. Kurang Strategis 9. Usaha yang dijalankan berlokasi dimana? a. Perumahan
c. Pusat perdagangan
b. Pasar
d. Berdagang keliling
e.Lainnya,sebutkan
53 10. Apakah ada program pemerintah yang terkait dengan usaha yang dijalankan? a. Ya b. Tidak 11. Jika ya, dalam bentuk apa program tersebut, dan sejak kapan? ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ………………………………
12. Modal Usaha: No 1. 2.
3. 4
Indikator Jumlah modal awal Sumber moda awal: Modal pribadi Pinjaman bank Lainnya, sebutkan ………………. Jumlah modal saat ini Sumber moda saat ini: Modal pribadi Pinjaman bank Lainnya, sebutkan ……………….
Jumlah
Satuan Rp % % % Rp % % %
13. Tenaga Kerja: Indikator Sumber Tenaga Kerja: a. Keluarga b. Luar keluarga
Jumlah (orang)
Jam kerja/ orang/hari
54
14. Output, Omset, dan Keuntungan Usaha: No Jenis Produk
Satuan
Per hari
Jumlah produk yang dihasilkan Per Per Per minggu bulan tahun
Harga jual per satuan
Per hari
Nilai omset Per Per minggu bulan
Per tahun
1 2 3
15. Kecenderungan output, omset dan keuntungan dalam tiga tahun terakhir Variabel Meningkat
Kecenderungan (beri tanda √) Menurun
Fluktuasi
1. Output 2. Omset 3. Keuntungan
16. Sebutkan investasi apa saja yang Bapak/Ibu gunakan dalam menjalankan usaha: No
Jenis investasi
Satuan
Jumlah
Status Kepemilikan1)
Harga Beli/unit
Nilai Sisa
Umur Ekonomis
Penyusutan
1 2 3 4 5 1) Status kepemilikan aset: 1 = milik pribadi/milik rumah tangga; 2=pinjaman; 3 = sewa/kontrak; 4 = lainnya, sebutkan….
Per hari
Keuntungan Per Per minggu bulan
Per tahun
55 17. Biaya dan keuntungan usaha: Per Bulan No
Item
Satuan Jumlah
I.
II.
Biaya variabel (usaha pengolahan): 1. Sarana produksi a. Bahan baku utama b. Bahan penunjang/ tambahan c. Plastik/Kemasan d. Bahan bakar e. ....... f. ........ g. ........ 2. Tenaga kerja tidak tetap 3. Biaya angkutan 4. ....... 5. ....... 6. ....... Total Biaya variabel (usaha perdagangan): 1. Sarana produksi a. Barang dagangan b. Plastik/kemasan c. ………………… d. ………………… 2. Tenaga kerja tidak tetap 3. Biaya angkutan 4. ....... 5. ....... 6. ....... Total Biaya tetap : 1. Listrik 2. Air 3. Telepon 4. Tenaga kerja tetap 5. PBB 6. Bunga modal 7. ........
Total
Harga/ satuan (Rp)
Per Tahun Nilai Total (Rp)
Jumlah
Harga/ satuan (Rp)
Nilai Total (Rp)
56 18. Kemana saja tujuan pemasaran dari produk yang dihasilkan/diperdagangkan Bapak/Ibu? ………………………………………………………………………… ……………………....……………………………………………………… ………………………………....…………………………………………… …………………………………… 19. Gambarkan saluran pemasaran:
20. Kendala terkait permodalan (beri tanda √ pada pilihan yang sesuai) N
Kendala Permodalan
Ya
Tidak
Penjelasan
No 1Modal terbatas 2Tidak memiliki informasi pinjaman modal 3Sulit mengakses pinjaman ke Bank 4Bunga pinjaman tinggi 5………..………………………….. 6………..………………………….. 7……………………………………. 8…………………………………. 21. Kendala terkait produksi, usaha pengolahan (beri tanda √ pada pilihan yang sesuai) No Kendala Produksi Ya Tidak Penjelasan 1 Bahan baku/penolong terbatas/sulit diperoleh 2 Pasokan bahan baku/penolong tidak kontinu 3 Harga bahan baku yang meningkat 4 Alat/mesin produksi kurang memadai
57 5 6 7 8 9
Alat/mesin produksi rusak/using Permasalahan terkait tenaga kerja ………..………………………….. ……………………………………. ………………………………….
22. Kendala terkait barang dagangan, usaha perdagangan (beri tanda √ pada pilihan yang sesuai) No Uraian Ya Tidak 1 Barang dagangan terbatas/sulit diperoleh 2 Pasokan barang dagangan tidak kontinu 3 Kualitas barang dagangan yang rendah 4 Harga barang dagangan yang meningkat 5 Keamanan dan kehalalan barang dagangan 6 Permasalahan terkait tenaga kerja 7 ………..………………………….. 8 ……………………………………. 9 …………………………………. 10 …………………………………..
Penjelasan
23. Kendala terkait pemasaran (beri tanda √ pada pilihan yang sesuai) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kendala Pemasaran Penundaan pembayaran oleh pembeli Pemutusan hubungan dengan pelanggan Selera pelanggan berubah Sarana dan prasarana transportasi kurang memadai Harga jual berflutuasi Permintaan produk menurun Persaingan dengan pelaku usaha/produk lainnya ………..………………………….. ……………………………………. ………………………………….
-- Terima Kasih --
Ya
Tidak
Penjelasan
58 Lampiran 5 Hasil Uji Normalitas Pada Model One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal
100 Parametersa,b
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
,0000000 ,50047498
Absolute
,086
Positive
,086
Negative
-,086
Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction.
,086 ,063c
59 Lampiran 6 Hasil Uji Autokorelasi pada model Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.525139 1.140982
Prob. F(2,91) 0.5933 Prob. Chi-Square(2) 0.5652
Lampiran 7 Hasil Uji Heteroskedastisitas pada model Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.920861 5.607871 11.43974
Prob. F(6,93) Prob. Chi-Square(6) Prob. Chi-Square(6)
0.4837 0.4685 0.0757
Lampiran 8 Hasil Uji Multikoleniaritas Coefficientsa Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
VIF
Lama pendidikan
,442
Jumlah anggota keluarga
,537 1,971
Omset usaha/tahun
,455 2,198
Usia
,370 1,298
Jam Kerja/Tahun
,553 1,808
Dummy usaha
,410 1,735
a. Dependent Variable: Pendapatan/tahun
1,188
60 Lampiran 9 Hasil Olahan Uji-F pada model ANOVAa Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
1 Regression
50,277
6
8,380
Residual
24,797
93
,267
Total
75,074
99
Sig. ,000b
31,427
a. Dependent Variable: Pendapatan/tahun b. Predictors: (Constant), Dummy usaha, Jumlah anggota keluarga, Lama pendidikan, Usia, Jam kerja/hari, omset usaha/tahun
Lampiran 10 Hasil Olahan Uji-t pada model Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Std. B Error Beta
Model 1
(Constant)
-,061 ,025 Lama pendidikan ,089 ,043 Jumlah anggota keluarga ,456 ,062 Omset usaha/tahun ,589 ,097 Usia ,072 ,021 Jam kerja/Tahun 1,039 ,215 Dummy usaha ,438 ,215 a. Dependent Variable: Pendapatan/tahun
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
VIF
,068
-2,382 3,576
,016 ,001
,442
1,828
,156
7,248
,000
,537
1,971
,538 ,049 ,387 -,116
6,086 3,421 4,823 7,458
,000 ,004 ,000 ,001
,455 ,370 ,553 ,410
2,198 1,298 1,808 1,735
Model Summaryb Std. Error of the Model 1
R ,999a
R Square ,997
Adjusted R Square Estimate ,997
Durbin-Watson ,23004
1,796
a. Predictors: (Constant), Dummy usaha, Jumlah anggota keluarga, Lama pendidikan, Usia, Jam kerja, omset usaha/tahun b. Dependent Variable: Pendapatan
61
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jember, 23 April 1992 dari ayah Abdul Hadi dan Ibu Ani Sri Murtini. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikannya di TK perwanida dan melanjutkan pendidikan di SDN Sukowono 7. Pada tahun 2004 penulis duduk di bangku SMP yaitu SMP Negeri 1 Kalisat. Kemudian pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kalisat dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melaluli jalur PMDK dan diterima di program studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.