ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KELANCARAN KREDIT DAN PENILAIAN KESEHATAN PADA AMARTHA MICROFINANCE DI KABUPATEN BOGOR
PUTERI NURANI NUR SYARI’ATI PRAMONO
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kelancaran Kredit dan Penilaian Kesehatan pada Amartha Microfinance di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015
Puteri Nurani Nur Syari’ati Pramono NIM H24110079
ABSTRAK PUTERI NURANI NUR SYARI’ATI PRAMONO. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kelancaran Kredit dan Penilaian Kesehatan pada Amartha Microfinance di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ABDUL KOHAR IRWANTO dan YUSRINA PERMANASARI. Amartha Microfinance memiliki nilai Portofolio at Risk > 30 hari sebesar 0% sejak tahun 2011 sampai dengan 2014. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan dan faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran kredit serta menganalisis tingkat kesehatan dan peramalan keuangan. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis faktor, analisis rasio, analisis tren dan peramalan. Hasil penelitian menunjukkan kunci utama pengelolaan penyaluran kredit adalah proses pembentukan kelompok yang dilakukan sendiri oleh anggota, sistem tanggung renteng selalu berjalan, serta disiplin kehadiran dan angsuran zero tollerant. Faktor SDM yang memengaruhi kelancaran kredit adalah aspek moral hazard dan morale hazard masing-masing sebesar 75.1%, sedangkan faktor anggota yang memengaruhi kelancaran kredit adalah aspek capital sebesar 64.3%, aspek capacity 52.2% dan aspek character 50.2%. Rasio likuiditas dan solvabilitas berada pada kondisi sehat, peramalan rasio likuiditas dan solvabilitas cenderung menurun. Kata kunci :
kelancaran kredit, kesehatan keuangan, lembaga keuangan mikro, portofolio at risk ABSTRACT
PUTERI NURANI NUR SYARI'ATI PRAMONO. Analysis of Factors Affecting Performing Loan and Health Assessment on Amartha Microfinance in Bogor Regency. Supervised by ABDUL KOHAR IRWANTO and YUSRINA PERMANASARI. Amartha Microfinance has a Portfolio at Risk value > 30 days on 0% since 2011 until 2014. This research aimed to analyze how Amartha organizes its credit and factors of human resources and customer that affecting performing loan and analyze the level of financial health and forecasting. This research used descriptive analysis, factor analysis, ratio analysis, trend analysis and forecasting. The results showed the key factors on credit organizations are the communitymaking system that is chosen personally by its members, back-up funding system that is always happened, absencing dedications and zero tollerant paying. Human resources factors affecting performing loan were moral hazard and morale hazard, respectively by 75.1%, while the customer factors that affecting performing loan were capital aspect amounted to 64.3%, capacity aspects 52.2% and of the character aspect of 50.2%. Liquidity and solvency ratios were at a healthy condition, forecasting liquidity and solvency ratios tend to decrease. Keywords : financial health, microfinance institutions, performing loan, portfolio at risk
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KELANCARAN KREDIT DAN PENILAIAN KESEHATAN PADA AMARTHA MICROFINANCE DI KABUPATEN BOGOR
PUTERI NURANI NUR SYARI’ATI PRAMONO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala limpahan hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kelancaran Kredit dan Penilaian Kesehatan pada Amartha Microfinance di Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc dan Ibu Yusrina Permanasari, SSos, ME selaku pembimbing yang begitu sabar sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ayahanda, Ibunda, Adik-Adik, serta seluruh keluarga dan teman-teman Kamajaya 48 dan Manajemen 48 yang membantu penulis dari segi moril maupun materiil. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2015
Puteri Nurani Nur Syari’ati Pramono
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Lembaga Keuangan Mikro Kredit Risiko Kredit Studi Terdahulu yang Relevan
4 4 4 5 6
METODE Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengambilan Sampel Uji Instrumen Pengolahan dan Analisis Data
6 6 7 7 8 8 9 9
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Amartha Microfinance Pengelolaan Penyaluran Kredit Amartha Faktor-faktor yang Memengaruhi Gagal Bayar Kesehatan Keuangan Amartha serta Tren dan Peramalannya Implikasi Manajerial
12 12 13 16 19 22
SIMPULAN DAN SARAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL 1 Communalities SDM 2 Communalities anggota 3 Peramalan rasio likuiditas
16 17 20
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Peningkatan penyaluran kredit Amartha Kerangka pemikiran penelitian Grafik rasio likuiditas Analisis tren solvabilitas
2 7 19 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Tabel studi terdahulu yang relevan Uji validitas dan reliabilitas SDM Uji validitas dan reliabilitas anggota Analisis faktor indikator dan variabel SDM Analisis faktor indikator dan variabel anggota Rasio likuiditas Rasio solvabilitas
26 26 27 27 29 34 35
PENDAHULUAN Latar Belakang Lembaga keuangan non bank saat ini menjadi perhatian utama pemerintah, khususnya Otoritas Jasa Keuangan. Pemberdayaan lembaga keuangan non bank dimaksudkan untuk memberikan kontribusi dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Lembaga keuangan non bank yang dimaksud salah satunya adalah lembaga keuangan mikro. Perhatian pemerintah tersebut terbukti dengan diberlakukannya UU No 1 tahun 2013 pada 8 Januari 2015 dan Peraturan OJK No 12, 13 dan 14 tahun 2014 yang mendukung UU tersebut. Lembaga keuangan mikro seperti yang didefinisikan oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 merupakan lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Kabupaten Bogor menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2013) merupakan kabupaten dengan jumlah keluarga prasejahtera sebesar 195 706 atau 15.7% dari keseluruhan jumlah keluarga di kabupaten Bogor pada tahun 2013, hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak masyarakat di kabupaten Bogor yang membutuhkan bantuan untuk diangkat menjadi keluarga sejahtera. Lembaga keuangan mikro memiliki dua bentuk badan hukum, yaitu koperasi dan perseroan terbatas. Data Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Bogor serta Sekretariat Bagian Ekonomi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menunjukkan pada tahun 2013 hanya terdapat 65 koperasi yang tergolong lembaga keuangan mikro dan 1 lembaga keuangan mikro dalam bentuk perseroan terbatas. Jika dibandingkan dengan jumlah keluarga prasejahtera yang ada di kabupaten Bogor, perbandingannya cukup besar yaitu 1 : 2 965. Oleh karena itu sangat diperlukan lembaga keuangan mikro yang memiliki sistem pembiayaan yang baik untuk memberikan bantuan pada masyarakat agar terbebas dari kondisi kemiskinan dan prasejahtera dengan memberikan pinjaman modal dan pelatihan kewirausahaan. Lembaga keuangan mikro juga dibutuhkan agar masyarakat tidak melakukan pinjaman pada rentenir yang memiliki bunga sangat tinggi sehingga tidak semakin memperburuk kondisi keuangan keluarga. Amartha Microfinance merupakan salah satu lembaga keuangan mikro di Kabupaten Bogor yang berbadan hukum koperasi dengan sistem pembiayaan syariah tanpa jaminan. Lembaga ini telah membantu masyarakat 67 desa di Kabupaten Bogor yang jauh dari jangkauan perbankan dengan jumlah anggota per Desember 2014 adalah sebesar 6 763 anggota dan 100% adalah perempuan (4th Quarterly Report Amartha Microfinance 2014). Sistem pembiayaan yang dilakukan tanpa jaminan tentunya memiliki risiko yang sangat tinggi terkait dengan kemampuan anggota dalam mengembalikan pinjaman yang telah disalurkan. Setiap lembaga keuangan mikro sangat identik dengan risiko kredit yang menyebabkan non performing loan (lembaga keuangan mikro menyebutnya PAR atau portofolio at risk > 30 hari) pada lembaga tersebut tinggi. Sedangkan pada Amartha, sejak tahun 2011 sampai
2 dengan tahun 2014 memiliki PAR>30 hari sebesar 0%. Tetapi selama 2 tahun terakhir sejak April 2013 sampai dengan Maret 2015, jumlah penyaluran kredit Amartha semakin meningkat, dapat dilihat pada Gambar 1.
Jumlah (miliar rupiah)
Penyaluran Kredit 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Waktu (bulan)
Gambar 1 Peningkatan penyaluran kredit Amartha Kenaikan jumlah penyaluran kredit disertai dengan nilai PAR > 30 hari yang selalu 0% memicu pertanyaan apakah lembaga ini tidak memiliki risiko kredit sama sekali dan bagaimana sistem yang dilakukan oleh Amartha selama ini untuk mempertahankan nilai PAR > 30 hari selalu pada angka nol. Oleh karena itu, diperlukan analisa sistem manajemen risiko kredit yang dilakukan oleh Amartha Microfinance dengan menganalisa faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kelancaran kredit, untuk mengetahui bagaimana harus mengelola risiko tersebut dengan baik untuk kelangsungan lembaga ini ke depannya.
Perumusan Masalah Risiko kredit merupakan risiko yang dapat dikelola, tetapi tidak semua lembaga keuangan mikro dapat mengelola risikonya dengan baik. Gagal bayar merupakan indikator apakah risiko kredit pada lembaga keuangan mikro bisa dikatakan baik atau tidak dengan melihat angka PAR > 30 hari yang dihasilkan lembaga setiap periodenya. Oleh karena itu, diperlukan analisis lebih lanjut serta peramalan yang dapat digunakan untuk mengantisipasi risiko pada Amartha Microfinance yang terjadi ke depannya. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengelolaan penyaluran kredit yang dilakukan oleh lembaga sehingga PAR > 30 hari menjadi nol persen? 2. Apa saja faktor-faktor SDM dan anggota yang memengaruhi kelancaran kredit sehingga PAR > 30 hari menjadi nol persen? 3. Bagaimana kesehatan keuangan serta tren dan peramalan dilihat dari rasio likuiditas dan solvabilitas?
3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagi berikut : 1. Menganalisis pengelolaan penyaluran kredit yang dilakukan oleh lembaga sehingga PAR > 30 hari menjadi nol persen. 2. Menganalisis apa saja faktor-faktor SDM dan anggota yang memengaruhi kelancaran kredit sehingga PAR > 30 hari menjadi nol persen. 3. Menganalisis kesehatan keuangan serta tren dan peramalan dilihat dari rasio likuiditas dan solvabilitas.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan bagi peneliti ketika melakukan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menerapkan konsep dan teori yang selama ini dipelajari di bangku kuliah pada keadaan yang sebenarnya. 2. Bagi lembaga Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam mengelola risiko kredit yang dihadapi dengan baik. 3. Bagi pihak lain Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya agar dapat menghasilkan penelitian yang lebih baik, serta diharapkan mampu membantu masyarakat untuk belajar mengenai risiko kredit terutama faktorfaktor yang memengaruhi gagal bayar.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terbatas pada pembahasan mengenai risiko kredit saja terutama faktor gagal bayar, risiko-risko lain seperti risiko pasar dan operasional tidak dibahas dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan pada satu lembaga keuangan mikro yaitu Amartha Microfinance yang terletak di Kabupaten Bogor sebagai lembaga keuangan yang perlu untuk dikaji mengenai sistem manajemen risiko kreditnya. Amartha memiliki 6 cabang perusahaan, tetapi dalam penelitian ini hanya berfokus di Ciseeng sebagai lokasi pusat dari Amartha karena keterbatasan waktu, tenaga serta biaya dari peneliti, dan agar lebih efektif dan efisien dalam pengambilan data.
4
TINJAUAN PUSTAKA Lembaga Keuangan Mikro Lembaga keuangan mikro merupakan sebuah institusi yang memiliki tujuan profit dan sosial, kegiatan dari lembaga ini lebih bersifat community development tetapi tanpa mengesampingkan peran utama sebagai lembaga intermediasi keuangan (Bagaskara 2013). Lembaga keuangan mikro mempunyai aktivitas berupa simpan pinjam dan juga mendorong anggotanya agar memiliki kesadaran untuk menabung, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Menurut UU No 1 tahun 2013, tujuan dari lembaga keuangan mikro adalah : 1. Meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat; 2. Membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan 3. Membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah Sedangkan kegiatan usaha dari lembaga keuangan mikro adalah : 1. Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha. 2. Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dapat dilakukan secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah. Jenis-jenis lembaga keuangan mikro yang dimaksud menurut Otoritas Jasa Keuangan (2015) adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
Bank Desa Lumbung Desa Bank Pasar Bank Pegawai Badan Kredit Desa (BKD) 6. Badan Kredit Kecamatan (BKK)
7.
Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) 8. Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK) 9. Bank Karya Produksi (BKPD) 10. Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP)
11.
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) 12. Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM) 13. Dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu
Kredit Pengertian Kredit Kredit merupakan istilah dari bahasa Latin “credere” yang berarti kepercayaan (Usman 2003). Sedangkan kredit menurut UU No. 10 tahun 1998 merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, yang berdasarkan pada kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak
5 lain yang mengharuskan peminjam mengembalikan pinjamannya dalam jangka waktu tertentu dan dengan pemberian bunga pada setiap pinjaman. Prinsip Kredit Prinsip kredit yang digunakan untuk mengukur risiko gagal bayar suatu perusahaan menurut Djohanputro (2008) dikenal dengan 5C yaitu : 1. Character Karakter ini berkaitan dengan sikap atau perilaku calon debitur dalam keinginannya untuk memenuhi atau membayar kewajiban. 2. Capacity Kapasitas menunjukkan kemampuan dari calon debitur dalam membayar kewajiban pinjam-meminjam. 3. Capital Kapital dapat dilihat dari perbandingan antara pinjaman dan modal sendiri dari calon debitur, sejauh mana modal yang dimiliki dalam membayar pinjaman yang telah dilakukan. 4. Collateral Jaminan merupakan piranti pengaman pinjaman yang diberikan oleh debitur yang digunakan apabila debitur menyatakan tidak dapat membayar dan pinjaman tidak mungkin direstrukturisasi. 5. Condition Kondisi ini mengacu pada kondisi eksternal perusahaan yang memengaruhi kelangsungan perusahaan, seperti kondisi ekonomi, politik, selera konsumen, lingkungan, dan faktor lain yang terkait dengan kepentingan pihak tertentu (stakeholders).
Risiko Kredit Pengertian Risiko Djohanputro (2008) mengungkapkan bahwa risiko merupakan ketidakpastian yang telah diketahui probabilitas kejadiannya. Menurut Silalahi (1997) dalam Umar (2001), risiko merupakan potensi atau kesempatan akan timbul kerugian pada suatu hal, serta penyimpangan yang terjadi yang tidak sesuai dengan keinginan yang diharapkan. Manajemen Risiko Manajemen risiko merupakan pengelolaan risiko yang dilakukan organisasi agar organisasi dapat bertahan dan dapat mengelola risiko secara optimal (Hanafi, 2009). Sedangkan menurut Ali (2006) manajemen risiko merupakan proses yang dilakukan secara berkelanjutan untuk menekan pengaruh dari risiko buruk yang terjadi. Risiko Kredit Menurut Ali (2006) risiko kredit merupakan sebuah risiko kerugian kredit yang diderita oleh suatu bank akibat counterparty tidak mampu memenuhi kewajibannya pada saat masa jatuh tempo pembayaran. Seperti yang dipaparkan
6 oleh Hanafi (2009) risiko kredit akan terjadi jika counterparty tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran kredit yang dilakukan. Portfolio at Risk (PAR) LKM menggolongkan kolektibilitas menggunakan istilah yang berbeda yaitu PAR (Portfolio at Risk), dan sebagian besar LKM di dunia menggolongkan PAR berdasarkan kelipatan setiap 30 hari tunggakan. Sedangkan kredit yang digolongkan sebagai Non Performing Loan (NPL) apabila kredit tersebut termasuk dalam kategori PAR > 30 hari. Penggolongan PAR adalah sebagai berikut (Microsave 2008 dalam Rachmawan 2014) : 1. PAR 0 hari : tunggakan 0 2. PAR 1 – 30 hari : tunggakan 1 sd 30 hari 3. PAR 31 – 90 hari : tunggakan 31 sd 90 hari 4. PAR 91 – 180 hari : tunggakan 91 sd 180 hari 5. PAR > 180 hari : tunggakan lebih dari 180 hari Portfolio at risk atau portofolio berisiko merupakan sisa pokok pinjaman yang belum terbayar dari semua pinjaman yang tertunggak. PAR digunakan untuk mengukur nilai pinjaman berisiko terhadap total portofolio pinjaman. Pinjaman berisiko tersebut terdiri dari pinjaman yang mengalami keterlambatan lebih dari 30 hari atau PAR > 30 hari (Tim Penyusun Panduan Pengembangan LKMP di Maluku 2012). Studi Terdahulu yang Relevan Ketiga studi terdahulu yang relevan menjelaskan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi risiko kredit, sedangkan penelitian ini juga membahas mengenai risiko kredit tetapi lebih tepatnya membahas faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran kredit dari suatu lembaga keuangan mikro. Metode yang umum digunakan dalam penelitian terdahulu adalah analisis deskriptif serta regresi, tetapi dalam penelitian ini menggunakan metode analisis faktor. Rincian mengenai penelitian terdahulu yang relevan dapat dilihat pada Lampiran 1.
METODE Kerangka Pemikiran Seluruh lembaga keuangan mikro pasti memiliki risiko kredit, baik dengan kapasitas risiko yang rendah maupun tinggi. Risiko kredit tersebut biasanya diukur dengan seberapa banyak anggota yang mengalami kredit macet atau bahkan gagal bayar. Tetapi Amartha memiliki nilai PAR > 30 hari sebesar nol persen. Lebih lanjut, sistem manajemen yang baik perlu dilihat mulai dari cara pengelolaan kredit yang dilakukan oleh Amartha, faktor-faktor SDM dan anggota apa saja yang selama ini memengaruhi kelancaran kredit Amartha, serta bagaimana tingkat kesehatan keuangan sekaligus tren dan peramalan dari kesehatan tersebut selama 2 tahun terakhir. Ketiga analisis tersebut dapat
7 dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif, analisis faktor, serta analisis rasio dan tren berturut-turut. Selanjutnya dapat dianalisis implikasi manajerial dan rekomendasi strategi apa yang dapat diterapkan pada Amartha kedepannya. Kerangka Pemikiran Penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Amartha Microfinance
PAR > 30 hari = 0%
Pengelolaan penyaluran kredit
Faktor SDM dan nasabah yang memengaruhi Kelancaran kredit
Kesehatan keuangan serta tren dan peramalan 1. Likuiditas 2. Solvabilitas
Analisis deskriptif
Analisis faktor
Analisis rasio serta tren dan peramalan
Implikasi manajerial
Rekomendasi strategi
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Amartha Microfinance yang berlokasi di Bukit Indraprasta D3/No. 1 Telaga Kahuripan, Parung, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu Maret sampai dengan Mei 2015. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data yang didapatkan langsung dari sumber yaitu berupa hasil survey menggunakan kuesioner dengan SDM Amartha Microfinance serta anggota. Sedangkan data sekunder terdiri dari laporan keuangan Amartha, studi pustaka yang berasal dari buku, jurnal, skripsi, thesis, dan media elektronik.
8 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data mengenai manajemen risiko kredit pada Amartha Microfinance adalah sebagai berikut : 1. Survey dan wawancara Survey dilakukan dengan cara memberikan kuesioner pada sejumlah anggota dan juga SDM Amartha. Sedangkan wawancara dilakukan dengan pihak manajemen Amartha yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. 2. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan data secara sekunder yang dilakukan dengan analisis data keuangan historis Amartha Microfinance serta studi literatur, penelusuran, dan kepustakaan, buku, media cetak dan media elektronik. Metode Pengambilan Sampel Penelitian ini menggunakan teknik probability sampling yaitu pengambilan sampel secara acak untuk sampel anggota, seperti menurut Umar (2001) semua populasi (anggota) pada probability sampling dianggap memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel, dan metode yang digunakan adalah simple random sampling. Populasi yang cukup besar membuat penelitian ini harus membatasi jumlah sampel, dan jumlah sampel yang akan diambil yaitu menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan yang dapat ditoleransi ( ) sebesar 10% dengan rumus 1. .....................................................(1) Keterangan : = Jumlah sampel = Populasi = Tingkat kesalahan yang dapat ditoleransi Jumlah anggota cabang Ciseeng sebanyak 1 927 anggota per akhir april 2015. Oleh karena itu setelah dimasukkan kedalam rumus Slovin, sampel yang diambil yaitu sebanyak :
Setelah dilakukan pembulatan keatas maka didapatkan responden sebanyak 96 anggota. Sedangkan responden dari SDM Amartha diambil secara sensus, yaitu dengan memberikan kuesioner kepada seluruh karyawan di kantor cabang Ciseeng dan kantor pusat yang berada di Ciseeng karena keterbatasan SDM yaitu sebanyak 9 karyawan di kantor cabang dan 23 karyawan di kantor pusat, agar data yang digunakan dapat diuji validitas dan reliabilitasnya.
9 Uji Instrumen Uji Validitas Suliyanto (2005) menjelaskan bahwa validitas merupakan sejauh mana ketepatan dan kecermatan yang dapat dihasilkan oleh suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Jadi valid atau tidaknya suatu alat ukur tergantung pada sejauh mana kemampuan alat tersebut mengukur objek dengan cermat dan tepat. Suatu alat ukur yang tepat, belum temtu cermat. Oleh karena itu instrumen tersebut harus dapat memberikan gambaran yang cermat mengenai data yang diuji, gambaran yang cermat adalah gambaran tentang perbedaan yang sekecil-kecilnya antara suatu objek dengan objek yang lain. Setelah dilakukan uji validitas, dari 13 pertanyaan untuk anggota dan 6 pertanyaan untuk SDM menunjukkan keseluruhan pertanyaan valid atau setiap pertanyaan memiliki nilai sign. < 0.05.
Uji Reliabilitas Reliabilitas menggambarkan sejauh mana hasil dari suatu pengukuran dapat dipercaya (Suliyanto 2005). Jika suatu hasil pengukuran dilakukan secara berulang kali dan menghasilkan hasil yang relatif sama, maka pengukuran tersebut bisa dianggap memiliki tingkat reliabilitas yang baik. Meskipun demikian tetap ada batas toleransi dari perbedaan hasil pengukuran, tetapi jika perbedaan tersebut terlalu besar, maka dapat dikatakan hasil pengukuran tersebut tidak reliabel. Setelah dilakukan uji reliabilitas terhadap 13 pertanyaan dari kuesioner anggota, maka didapatkan hasil Alpa Cronbach’s sebesar 0.624 atau lebih dari batas minimum nilai Alpha yaitu 0.6 (Bahri dan Zamzam 2014). Sedangkan hasil uji reliabilitas dari 6 pertanyaan yang diajukan pada karyawan Amartha menghasilkan nilai Alpha Cronbach’s sebesar 0.8 artinya seluruh pertanyaan reliabel. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 5 alat analisis yaitu analisis deskriptif, analisis faktor, analisis rasio, peramalan serta analisis tren. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan suatu bentuk transformasi dari data-data mentah menjadi suatu informasi yang mudah dimengerti dan diterjemahkan (Wibisono 2002). Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan secara merinci tentang sistem pengelolaan kredit dari Amartha. Analisis Faktor Analisis faktor menurut Widagdo dan Widayat (2011) merupakan suatu analisis yang digunakan untuk meringkas variabel dengan jumlah yang banyak kedalam satu atau beberapa faktor. Analisis faktor banyak digunakan untuk penelitian eksplorasi, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakan pada penelitian eksplanasi atau sekedar menguji instrumen atau alat penelitian untuk mengambil data penelitian, yaitu validitas instrumen. Sedangkan menurut
10 Suliyanto (2005), analisis faktor merupaka suatu teknik untuk menganalisis tentang ketergantungan dari beberapa variabel dengan tujuan untuk menyederhanakan beberapa variabel yang saling berhubungan menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang diteliti, dan juga dapat menggambarkan tentang struktur data dari suatu penelitian. Tahapan yang harus dilakukan dalam analisis faktor adalah sebagai berikut : 1. Menentukan variabel-variabel yang akan dianalisis a. Faktor SDM terdiri dari variabel/aspek moral hazard dan morale hazard (Gumayantika dan Irwanto 2010). Indikator moral hazard terdiri dari kesengajaan membantu saudara yang menjadi anggota meskipun tidak layak dan kesengajaan tidak melakukan survey ke rumah calon anggota karena malas. Sedangkan indikator dari morale hazard terdiri dari kejujuran, integritas, kerja keras, dan motivasi. b. Faktor anggota terdiri dari variabel/aspek 5C (Hanis dan Nursyamsi 2013). Tetapi dalam penelitian ini, karena Amartha tidak menggunakan jaminan, maka aspek collateral tidak dianalisis. Indikator dari aspek character terdiri dari anggota merasa diri sendiri adalah jaminan di Amartha, rasa malu saat tidak dapat membayar angsuran, menghindari tanggung renteng, dan mendahulukan angsuran daripada kebutuhan lain. Aspek capacity terdiri dari catatan pendapatan usaha, pinjaman dana di tempat lain, penyisihan uang angsuran dari pendapatan, dan sumber pendapatan lain. Aspek capital terdiri dari pendapatan setiap hari yang tidak menentu, penggunaan pinjaman, kepemilikan lahan dan tabungan sebagai modal usaha. Terakhir adalah aspek condition yang terdiri dari bencana alam yang memengaruhi kemampuan anggota membayar angsuran. 2. Melakukan uji variabel-variabel dengan uji korelasi atau keterkaitan antar variabel, uji KMO dan MSA. a. Uji korelasi dilakukan dengan uji Bartlett’s Test of Spericity yaitu uji statistik yang dilakukan untuk menguji hipotesis bahwa suatu variabel tidak saling berkorelasi dalam populasi. Tetapi dalam analisis faktor, hasil yang diinginkan adalah antarvariabel saling berkorelasi dengan kuat, oleh karena itu variabel harus memiliki nilai Bartlett hitung > Bartlett tabel atau Sign < Alpha 5%, hal itu menunjukkan adanya korelasi yang kuat antarvariabel sehingga pengolahan data dapat dilanjutkan. b. Uji Kaiser-Mayer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA), uji KMO menunjukkan indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. Jika jumlah kuadrat koefisien korelasi parsial diantara seluruh pasangan variabel bernilai kecil dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien korelasi, maka akan menghasilkan nilai KMO yang mendekati satu. Sedangkan untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai KMO yang dianggap cukup adalah jika nilai KMO ≥ 0.5. c. Uji Measures of Sampling Adequacy memiliki tujuan sama dengan uji KMO. Untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai MSA yang dianggap cukup adalah jika nilai MSA ≥ 0.5. Apabila ada variabel yang memiliki nilai MSA ≤ 0.5, maka variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis faktor secara bertahap satu persatu karena variabel tidak dapat diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut (Santoso 2010)
11 3. Analisis Communalities Nilai ekstraksi yang terdapat pada tabel communalities menunjukkan seberapa besar suatu variabel atau aspek mendefinisikan faktor. Atau dengan kata lain, jumlah varians (bisa dalam presentase) dari suatu variabel mulamula yang bisa dijelaskan oleh faktor yang ada (Santoso 2010). Suatu variabel dapat dikatakan baik dalam mendefinisikan faktor adalah jika nilai ekstraksi lebih dari 0.5, begitu pula sebaliknya, sebuah variabel dikatakan kurang baik dalam mendefinisikan faktor apabila nilai ekstraksi berada dibawah 0.5. Tahapan analisis faktor dilakukan sebanyak 2 kali untuk masing-masing faktor, yaitu proses menentukan keeratan hubungan indikator dengan variabel, dan yang kedua menentukan keeratan hubungan variabel dengan faktor. Karena kebutuhan pengolahan hanya sampai dengan tahap ini, maka tahap selanjutnya seperti proses factoring, rotasi faktor, dan penamaan faktor yang terbentuk tidak dilakukan dalam penelitian ini. Analisis Rasio Analisis rasio merupakan suatu teknik untuk mengetahui secara cepat kondisi keuangan perusahaan (Rangkuti 2006). Analisis rasio keuangan digunakan untuk mengetahui kondisi keuangan saat ini dan untuk memprediksi kondisi keuangan di masa depan. Analisis rasio keuangan terdiri dari 5 jenis rasio pengukuran, tetapi pada LKM hanya dilakukan analisis pada rasio likuiditas dan solvabilitas (Peraturan OJK No. 13 pasal 15 tahun 2014). Rumus dari masingmasing rasio menurut Peraturan OJK No. 13 pasal 16 dan 17 tahun 2014 adalah sebagai berikut : ................................(2) ....................................(3) Batas minimum nilai likuiditas adalah sebesar 3%, jika nilai likuiditas lebih dari 3% maka LKM tersebut dapat dianggap likuid atau sehat. Sedangkan batas minimum untuk nilai solvabilitas adalah 110%, jika nilai solvabilitas berada pada angka lebih dari sama dengan 110% maka LKM tersebut dapat dikatakan sehat atau solvable. Peramalan Peramalan menurut Gofur dan Widianti (2013) merupakan teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi model yang dapat digunakan untuk meramalkan kondisi pada masa yang akan datang. Hasil peramalan tersebut dapat digunakan untuk membuat perencanaan sebagai dasar pengambilan keputusan di masa depan. Jenis peramalan ada dua yaitu kualitatif dan kuantitatif, dalam penelitian ini yang digunakan adalah peramalan kuantitatif menggunakan metode autoregresi dengan model AR atau Autoregressive. Autoregresi merupakan model yang dikembangkan untuk menganalisis data runtun waktu (Wibowo, Kusnandar dan Satyahadewi 2013). Peramalan menggunakan metode ini hanya dilakukan
12 pada rasio likuiditas saja karena data bersifat stasioner dan homoskedastik. Setelah dilakukan uji otokorelasi maka didapatkan rumus 4. .............................................(4) Analisis Tren Analisis tren merupakan suatu teknik analisis laporan keuangan dan merupakan metode analisis horizontal yang menggambarkan kecenderungan perubahan suatu pos laporan keuangan selama beberapa periode (Praptiwi dan Senda 2010). Analisis tren dilakukan pada nilai rasio dari solvabilitas yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesehatan LKM. Analisis tren ini digunakan untuk mengetahui bagaimana kecenderungan data dan memprediksi peramalan rasio solvabilitas selama 3 bulan kedepan. Sedangkan asumsi untuk peramalan 3 bulan kedepan dari kedua rasio tersebut adalah ceteris paribus, yaitu semua variabel lain dianggap konstan atau sama.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Amartha Microfinance Amartha Microfinance merupakan sebuah lembaga keuangan mikro yang memiliki badan hukum koperasi dan terdaftar resmi sebagai Koperasi Amartha Indonesia yang berorientasi pada bisnis sosial. Lembaga ini berdiri sejak tahun 2010 sampai dengan saat ini. Lembaga ini bergerak di bidang pembiayaan dengan keseluruhan anggota yang dibiayai adalah perempuan. Amartha mengadopsi sistem dari Grameen Bank yaitu pemberian kredit tanpa agunan yang dilakukan dengan sistem tanggung renteng per kelompok apabila ada anggota yang menunggak. Kantor pusat Amartha berada di Bukit Indraprasta D3/No. 1 Telaga Kahuripan, Parung, Kabupaten Bogor. Amartha memiliki moto “Life for Greater Purpose” dengan visinya yaitu menjadi LKM skala nasional yang menyediakan jasa keuangan terjangkau bagi 100 000 keluarga prasejahtera pada tahun 2017. Sedangkan misi dari Amartha yaitu memfokuskan kepada pelayanan jasa keuangan terjangkau untuk masyarakat prasejahtera di pelosok pedesaan, sehingga mereka dapat mengejar kehidupan dengan tujuan yang lebih besar. Misi sosial tersebut dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui layanan pendidikan keuangan dasar dan pengorganisasian masyarakat yang melengkapi pelayanan jasa keuangannya. Amartha memiliki badan hukum koperasi dan pelaksanaannya berdasar pada aturan koperasi yang berlaku, tetapi kegiatan usahanya berupa microfinance karena ingin mengedepankan misi sosial. Amartha telah memiliki 6 cabang usaha yang tersebar sebagian besar di kabupaten Bogor, dan satu cabang baru berada di kabupaten Bandung pada awal 2015. Sedangkan saat ini Amartha sedang dalam proses menuju pembaruan badan hukum yaitu perseroan terbatas (PT).
13
Pengelolaan Penyaluran Kredit Amartha Amartha menerapkan sistem penyaluran kredit yang terintegrasi dan terkendali, sehingga seluruh tahapan dan prosesnya harus dilakukan dengan seksama. Berikut tahapan penyaluran kredit yang dilakukan oleh Amartha : 1. Survey wilayah cabang baru Survey wilayah pada cabang baru dilakukan oleh tim pembukaan wilayah, yaitu dengan melihat data BPS tentang seberapa banyak penduduk miskin di wilayah tersebut dan kategori-kategori lain yang mendukung pembukaan cabang pada wilayah tersebut. Survey lapangan juga dilakukan dengan tujuan mengetahui situasi dan kondisi sebenarnya dari wilayah tersebut. Jumlah LKM dan ketersediaan bank pada wilayah tersebut juga menjadi pertimbangan apakah pembukaan cabang baru berpotensi baik dilakukan di wilayah tersebut. Setelah semua survey dilakukan, kemudian diputuskan buka wilayah atau tidak. Ketika keputusan berada pada buka wilayah, maka langsung diadakan pertemuan umum yaitu sosialisasi mengenai produkproduk yang dimiliki oleh Amartha yang dilakukan di kantor kelurahan, RT dan RW. Kemudian setelah penyuluhan tingkat RT, dilakukan pengumpulan data orang-orang yang ingin melakukan pembiayaan dengan Amartha. 2. Proses pembentukan kelompok dan majelis Proses pembentukan kelompok ini merupakan tahap awal dalam penyaluran kredit atau pembiayaan, tetapi proses ini sangat penting dan perlu untuk diperhatikan. Proses pembentukan kelompok ini dilakukan sendiri oleh anggota dengan memilih teman sekelompok yang dirasa baik dan dapat diandalkan. 3. Uji kelayakan Setiap orang yang ingin melakukan pembiayaan di Amartha harus diuji apakah layak ataukah tidak. Pengujian kelayakan dilakukan setelah adanya pembentukan kelompok yang dilakukan oleh anggota sendiri. Uji kelayakan dilakukan dengan wawancara mendalam dengan calon anggota dan pengisian formulir uji kelayakan, kemudian melakukan survey tempat tinggal atau rumah, dan survey mengenai kepribadian dari orang tersebut melalui tetangga-tetangga yang mengenal orang tersebut. 4. Latihan wajib kumpulan Ketika uji kelayakan telah selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah dengan latihan wajib kumpulan yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Latihan tersebut menjelaskan lebih lanjut kepada anggota apa saja kewajiban yang harus dilakukan oleh anggota selama menjadi anggota dari Amartha. 5. Pelayanan majelis Pelayanan majelis pada Amartha dilakukan setiap minggu oleh pendamping lapang. Setiap pelayanan majelis, harus selalu mengedepankan disiplin kehadiran dan angsuran. Pelayanan majelis ini memiliki 5 kegiatan utama, yaitu : a. Pengajuan Pengajuan dilakukan ketika anggota baru pertama kali melakukan pinjaman di Amartha, atau ketika anggota telah menyelesaikan pinjaman di Amartha dan ingin mengajukan pinjaman selanjutnya. Pengajuan pinjaman pertama
14
b.
c.
d.
e.
6.
maksimal Rp1 500 000 dan pinjaman selanjutnya (tahun berikutnya) maksimal bertambah Rp1 000 000 sejak pengajuan pertama. Pengajuan pinjaman dilakukan dengan cara anggota memberikan pernyataan kepada anggota majelisnya kalau anggota tersebut ingin mengajukan pinjaman sebesar berapa dan untuk apa, kemudian menanyakan apakan seluruh anggota majelis setuju dan apakah siap untuk tanggung renteng. Ketika semua sudah terpenuhi, pengajuan pinjaman tersebut baru dapat diproses. Pencairan Setelah proses pengajuan pinjaman dilakukan, kantor akan melakukan evaluasi mengenai anggota tersebut, apakah layak untuk diberikan pinjaman secara penuh dan tepat waktu, atau harus dilakukan penundaan untuk pencairannya, atau juga harus dikurangi jumlah uang yang dicairkan, tidak sesuai dengan jumlah uang yang diajukan. Setelah keputusan tersebut didapat, maka pencairan dilakukan. Uang akan diterima oleh anggota apabila telah dilaksanakan akad antara anggota dengan pendamping lapang yang disaksikan oleh seluruh anggota majelis tanpa terkecuali. Proses pengajuan dan pencairan hanya dapat dilakukan apabila seluruh anggota majelis hadir, apabila ada satu anggota yang tidak hadir karena alasan apapun, maka pengajuan dan pencairan tidak dapat dilakukan pada hari tersebut. Angsuran dan tabungan Angsuran dilaksanakan setiap minggu selama 50 minggu sejak diterimanya dana pinjaman, oleh karena itu setiap minggu selalu dilaksanakan proses angsuran yang diikuti dengan tabungan wajib dan atau tabungan sukarela. Tabungan wajib merupakan tabungan yang menyertai angsuran dan wajib dibayar setiap minggu dengan jumlah yang telah ditentukan sebelumnya, serta hanya dapat diambil ketika anggota tersebut keluar dari Amartha. Tabungan sukarela merupakan tabungan yang dilakukan sukarela oleh anggota, waktu dan jumlah tabungannya sesuai dengan kehendak anggota tersebut dan dapat diambil kapanpun tanpa ada batasan. Pembinaan Pembinaan oleh pendamping lapang dilakukan setiap minggu dengan materi yang berbeda-beda setiap minggunya. Pembinaan dilakukan dengan tujuan untuk menambah wawasan para anggota, baik wawasan tentang pengetahuan umum maupun mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dan wirausaha. Pelaksanaan tanggung renteng Setiap anggota pasti sudah mengerti mengenai aturan tanggung renteng, yaitu ketika anggota tidak dapat membayar angsuran dengan alasan apapun, anggota yang lain harus siap untuk melakukan tanggung renteng, yaitu sistem pembayaran yang menggunakan uang seluruh anggota (patungan) untuk membayarkan angsuran anggota yang tidak dapat membayar pada saat itu Home visit Kunjungan rumah dilakukan kepada seluruh anggota. Kunjungan ini biasanya dilakukan oleh pendamping lapang, tetapi tidak menutup kemungkinan Branch Manager atau karyawan lain yang melakukan kunjungan. Kunjungan rumah dilakukan terutama pada anggota yang tidak hadir pada saat pembinaan dengan alasan apapun. Kunjungan ini dilakukan untuk meminimalisir tingkat gagal bayar dan untuk mempererat silaturahmi antara
15 pendamping lapang atau karyawan Amartha dengan anggota Amartha itu sendiri. 7. Penyelesaian tunggakan Hal terakhir yang menjadi perhatian dalam penyaluran kredit adalah dengan penyelesaian tunggakan. Penyelesaian tunggakan ini dilakukan untuk anggota yang bermasalah ketika melakukan kredit di Amartha. Bermasalah dalam hal ini didefinisikan dengan tidak pernah hadir pada saat pelayanan majelis, tidak pernah membayar angsuran atau kabur, dan berbagai macam hal lain yang merugikan anggota majelisnya serta merugikan Amartha. Proses penyaluran kredit telah secara terang menjelaskan sistem pengelolaan penyaluran kredit, tetapi jika diperhatikan secara seksama, terdapat 3 poin penting yang dapat dijadikan kunci utama dalam pengelolaan penyaluran kredit sehingga PAR > 30 hari 0%. Poin pertama ada pada proses pembentukan kelompok dan majelis yang dilakukan sendiri oleh anggota, pembentukan kelompok yang dilakukan sendiri oleh anggota mendorong anggota untuk memilih teman-teman sekelompok yang menurut mereka nyaman. Pemilihan tersebut pasti juga didorong oleh sikap baik yang dimiliki oleh teman sekelompoknya. Jika anggota tersebut tidak baik, pasti anggota yang lain tidak mau menerima. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin akrab satu anggota kelompok dengan anggota yang lain, semakin baik pula masa depan dari kelompok tersebut karena tidak akan ada anggota yang melakukan tanggung renteng. Ketika tidak ada anggota yang melakukan tanggung renteng, maka PAR > 30 hari akan tetap bertahan pada angka nol persen karena tidak ada anggota yang macet pembiayaannya atau bahkan gagal bayar. Poin kedua terletak pada sistem tanggung renteng yang harus terus berjalan, tanggung renteng ini harus berjalan setiap kali ada anggota yang tidak dapat membayar angsuran, karena hal ini salah satu cara untuk menghindari risiko gagal bayar terkait dengan sistem kredit di Amartha yang sama sekali tidak meminta jaminan dari anggotanya. Tanggung renteng merupakan kunci utama dari Amartha, karena jaminan dari pembiayaannya bergantung pada tanggung renteng. Poin 1 diatas menunjukkan pembentukan kelompok yang dilakukan sendiri akan meminimalisir tanggung renteng yang terjadi, tetapi masih ada angka “minimal” yang dimungkinkan akan terjadinya tanggung renteng pada suatu majelis atau kelompok. Tidak menjadi masalah ketika terdapat tanggung renteng, tetapi anggota yang lain mau menanggung angsuran anggota yang tanggung renteng tersebut. Lain masalahnya bila terdapat anggota yang tanggung renteng, tetapi anggota yang lain tidak mau menanggungnya, maka akan muncul angka adanya tunggakan atau kredit macet pada laporan keuangan Amartha. Oleh karena itu, kunci dari pertahanan PAR > 30 hari tetap pada angka nol persen selama ini adalah tanggung renteng yang selalu berjalan pada setiap kelompok dan juga majelis. Ketika ada anggota yang tanggung renteng dan anggota lain mau menanggung angsurannya, maka laporan keuangan mengenai kredit macet akan terselamatkan dan PAR > 30 hari akan bertahan pada angka nol persen. Poin terakhir ada pada disiplin kehadiran dan angsuran zero tolerant, disiplin merupakan kunci sukses saat melakukan pertemuan atau pelayanan majelis. Kedisiplinan dimulai dari pendamping lapang yang memberikan contoh kepada para anggota untuk tidak terlambat dan hadir maksimal 15 menit sebelum pelayanan dimulai. Hal ini akan mendorong anggota untuk ikut menjadi disiplin.
16 Disiplin dalam hal ini tidak hanya disiplin tentang kehadiran, tetapi angsuran juga. Disiplin kehadiran juga berarti bahwa tidak akan absen selama pelayanan berlangsung yaitu sepanjang 50 minggu harus selalu hadir pelayanan apapun yang terjadi, karena sudah menjadi perjanjian di awal bahwa kehadiran merupakan jaminannya. Ketika ketidakhadiran menjadi sesuatu yang dibiasakan, maka peluang gagal bayar juga akan semakin tinggi, karena ketidakhadiran mengindikasikan bahwa anggota tersebut bisa saja kabur dan tidak mau membayar angsuran. Oleh karena itu, tidak ada toleransi untuk tidak hadir pada pelayanan dan pembayaran angsuran. Jika anggota tidak hadir, maka pendamping lapang harus segera menindaklanjuti dengan mendatangi rumah anggota yang tidak hadir tersebut, dan menanyakan apa alasan anggota tersebut tidak hadir pada pertemuan mingguan. Poin disiplin ini menjadi salah satu kunci untuk tetap mempertahankan anggota agar tetap hadir dan membayar angsuran. Jika anggota suatu majelis memiliki kedisiplinan tinggi terhadap kehadiran dan pembayaran angsuran, maka sudah dapat dipastikan bahwa PAR > 30 hari tidak akan terusik dan akan tetap pada angka nol persen.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kelancaran Kredit Faktor Sumber Daya Manusia Menurut Gumayantika dan Irwanto (2010), aspek SDM yang memengaruhi risiko kredit dalam hal ini gagal bayar terdiri dari moral hazard dan morale hazard. Moral hazard merupakan suatu tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh karyawan untuk kepentingan dirinya sendiri dan merugikan perusahaan sehingga menimbulkan risiko kredit. Sedangkan morale hazard merupakan tindakan kurang hati-hati yang dilakukan oleh karyawan pada saat melakukan transaksi dengan anggota sehingga menimbulkan risiko kredit, hal ini erat kaitannya dengan mutu SDM pada perusahaan tersebut. Penelitian ini menggunakan aspek tersebut untuk menganalisis faktor SDM. Hasil dari analisis faktor setelah dilakukan pengolahan data hasil kuesioner yang dibagikan kepada 32 karyawan Amartha mulai dari pengujian kelayakan indikator dan variabel sampai dengan hasil analisis communalities (lihat Lampiran 5) menunjukkan bahwa moral hazard dan morale hazard memiliki tingkat kepentingan yang sama, hal ini ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Communalities SDM Variabel/Aspek
Nilai Ekstraksi
Moral Hazard
0.751
Morale Hazard
0.751
Indikator Meloloskan anggota yang tidak layak karena saudara Tidak melakukan survey karena malas Kejujuran Integritas Kerja Keras
Nilai Ekstraksi 0.804 0.821 0.691 0.716 0.813
Nilai ekstraksi pada Tabel 3 menunjukkan kekuatan aspek tersebut dalam mendefinisikan faktor SDM yang berpengaruh pada gagal bayar. Moral hazard dan morale hazard masing-masing menunjukkan nilai 0.751 atau 75.1%, dapat
17 dikatakan bahwa kedua aspek tersebut sama-sama kuat dalam mendefinisikan faktor SDM karena kedua nilai tersebut berada di atas 0.5. Atau dapat dikatakan bahwa aspek moral hazard dan morale hazard dapat mendefinisikan faktor SDM sebesar masing-masing 75.1%. Sedangkan komponen atau indikator dari moral hazard yang paling besar mendefinisikan aspek/variabel adalah tidak melakukan survey pada calon anggota karena malas dengan nilai ekstraksi sebesar 0.821 atau 82.1%. Indikator selanjutnya yaitu meloloskan anggota yang tidak layak karena saudara dengan nilai ekstraksi sebesar 0.804 atau 80.4%. Nilai ekstraksi dari indikator dapat dikatakan cukup tinggi karena mendekati 1, oleh karena itu perlu perhatian khusus dari perusahaan tentang hal-hal tersebut. Variabel atau aspek dari faktor SDM selanjutnya adalah morale hazard dengan indikator yang dapat mendefinisikan variabel paling tinggi adalah kerja keras dengan nilai ekstraksi sebesar 0.813 atau 81.3%, kemudian indikator integritas dapat mendefinisikan variabel sebesar 0.716 atau 71.6%, dan terakhir adalah indikator kejujuran yang dapar mendifinisikan variabel sebesar 0.691 atau 69.1%. SDM memang sangat penting dan sangat erat kaitannya dengan gagal bayar. Amartha sendiri memiliki aturan-aturan khusus yang dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya hazard yang dapat merugikan perusahaan. Salah satunya adalah dengan sistem perekrutan yang selektif, pengadaan pelatihan sebelum resmi bekerja dan melakukan evaluasi kinerja selama kurang lebih 6 bulan sekali untuk melihat kinerja karyawan. Faktor Anggota Hanis dan Nusyamsi (2013) menyebutkan bahwa prasyarat kredit (5C) memiliki pengaruh terhadap kelancaran pembayaran kredit oleh anggota. Tetapi dalam kasus pada Amartha, lembaga ini tidak menggunakan jaminan sehingga aspek collateral dihilangkan dalam pengambilan sampai dengan pengolahan data. Berdasarkan aspek 4C (character, capacity, capital dan condition) yang telah dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada 96 anggota Amartha yang diambil secara acak, menggunakan analisis faktor dari proses uji indikator dan variabel sampai dengan tahap analisis communalities (lihat Lampiran 6) didapatkan hasil pada Tabel 2. Tabel 2 Communalities anggota Variabel/Aspek Character
Capacity Capital
Nilai Ekstraksi 0.502
0.522 0.643
Indikator Merasa diri sendiri adalah jaminan Malu saat tidak dapat membayar angsuran Menghindari tanggung renteng Mendahulukan angsuran daripada kebutuhan lain Pendapatan di luar usaha Pendapatan tidak menentu Penggunaan pinjaman untuk modal usaha Memiliki lahan untuk usaha Memiliki tabungan untuk usaha
Nilai Ekstraksi 0.683 0.779 0.596 0.258 0.601 0.690 0.758 0.602 0.405
Analisis awal dilakukan menggunakan 4C, tetapi pada tahap pegujian MSA atau Measure of Sampling Adequacy menunjukkan bahwa aspek condition memiliki nilai MSA < 0.5, sehingga aspek tersebut tidak dapat dilanjutkan ke
18 pengolahan lebih lanjut karena aspek tersebut tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut. Hasil dari pengolahan tanpa menggunakan condition didapatkan hasil ekstraksi terbesar ada pada aspek capital yaitu sebesar 0.643 atau 64.3%. Aspek ini cukup kuat dalam mendefiniskan faktor anggota karena memiliki nilai diatas 0.5. Atau dapat dikatakan bahwa aspek capital dapat mendefinisikan faktor nasabar sebesar 64.3%. Selama ini Amartha memiliki anggota yang memiliki aspek capital yang perlu untuk diperhatikan, indikator terpenting yang dapat mendefinisikan aspek capital adalah penggunaan pinjaman untuk modal usaha dengan nilai ekstraksi sebesar 0.758 atau 75.8%. Indikator terpenting selanjutnya adalah pendapatan yang tidak menentu dengan nilai 0.690 atau 69.0% dapat mendefinisikan aspek. Indikator ketiga dari aspek capital dengan nilai 0.602 atau 60.2% dapat mendefinisikan aspek yaitu kepemilikan lahan untuk modal usaha. Sedangkan indikator terakhir yaitu memiliki tabungan untuk modal usaha dengan nilai ekstraksi sebesar 0.405 atau 40.5%, indikator ini tidak terlalu kuat mendefinisikan variabel karena berada di bawah 0.5. Indikatorindikator tersebut penting untuk diperhatikan, karena jika tidak diperhatikan dengan baik akan berdampak pada gagal bayar oleh anggota. Meskipun tanggung renteng tetap berjalan, jika anggota terus menerus tidak dapat membayar angsuran akan menyebabkan kerugian pada anggota yang lain dan berdampak buruk lebih lanjut. Aspek kedua yang dengan kuat dapat mendefinisikan faktor anggota adalah aspek capacity. Aspek ini memiliki nilai ekstraksi sebesar 0.522 atau 52.2% dalam mendefinisikan faktor anggota. Sedangkan indikator yang menjadi perhatian dari aspek capacity adalah pendapatan anggota di luar usaha yang ia jalankan yang memiliki nilai ekstraksi sebesar 0.601 atau 60.1% dapat mendefinisikan variabel/aspek. Data awal terdapat indikator catatan pendapatan usaha, pinjaman dana di tempat lain, penyisihan uang angsuran dari pendapatan, tetapi karena nilai MSA < 0.5 oleh karen itu indikator-indikator tersebut tidak dapat dilanjutkan dalam pengolahan. Setiap hal yang berkaitan dengan kapasitas anggota dalam membayar angsuran harus benar-benar diperhatikan batas-batasnya, untuk mengetahui apakah anggota dapat membayar angsuran dengan baik di kemudian hari. Character memiliki nilai ekstraksi sebesar 0.502 atau 50.2%, artinya aspek character dapat mendefinisikan faktor anggota secara cukup kuat yaitu sebesar 50.2%. Terkait indikator-indikator penting yang perlu diperhatikan dalam aspek character adalah dari itikad baik anggota untuk mengembalikan angsuran, rasa malu anggota ketika tidak dapat membayar angsuran menjadi indikator yang paling kuat mendefinisikan aspek character yaitu dengan nilai ekstraksi sebesar 0.779 atau 77.9%. Setelah rasa malu terdapat indikator anggota merasa diri sendiri adalah jaminan meminjam di Amartha dengan nilai ekstraksi sebesar 0.683 atau 68.3% mendefinisikan aspek. Indikator ketiga adalah anggota menghindari tanggung renteng dengan nilai ekstraksi 0.596 atau 59.6% mendefinisikan aspek. Indikator terakhir adalah anggota yang mendahulukan angsuran daripada kebutuhan lain dengan nilai ekstraksi sangat kecil dan jauh dari 0.5 yaitu sebesar 0.258 atau 25.8% dapat mendefinisikan faktor. Indikator-indikator ini menunjukkan jika anggota Amartha tidak memiliki karakter dan itikad baik dalam mengembalikan angsuran dan hal-hal tersebut tidak berada dalam diri anggota, maka bisa saja suatu saat akan muncul kredit macet atau bahkan gagal bayar. Oleh
19 karena itu penanganan anggota harus benar-benar diperhatikan, kesehariannya harus menjadi perhatian utama dengan mencari informasi-informasi dari tetangga dan orang-orang terdekat yang menunjukkan sikap baik dari anggota.
Kesehatan Keuangan Amartha serta Tren dan Peramalannya Penilaian tingkat kesehatan keuangan digunakan untuk mengetahui apakah kondisi keuangan pada suatu perusahaan masih dalam batas sehat atau tidak. Penilaian kesehatan keuangan dalam penelitian ini hanya dilakukan pada rasio likuiditas dan solvabilitas, karena kedua rasio tersebut merupakan ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan LKM (Peraturan OJK No. 13 Tahun 2014). Tren dan peramalan juga dilakukan terhadap kedua rasio keuangan tersebut untuk melihat bagaimana kecenderungan data dan peramalan selama 3 bulan kedepan. Analisis tren dilakukan untuk mengetahui apakah suatu data memiliki tren tersendiri dengan rentang waktu tertentu. Analisis rasio serta tren dan peramalan dari rasio-rasio diatas dilakukan melalui pengolahan pada data keuangan kuartal selama 2 tahun yang dibagi menjadi bulanan dari rentang waktu April 2013 sampai dengan Maret 2015. Kesehatan Keuangan serta Tren dan Peramalan Rasio Likuiditas Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan finansial jangka pendeknya (Arifin dan Sumaryono 2007). Peramalan yang dilakukan pada rasio likuiditas menggunakan metode autoregresi dengan model AR menggunakan rumus 4 maka didapatkan hasil pada Gambar 3. Scatterplot of Actual; Fits vs Waktu 45
Variable A ctual Fits
Likuiditas (%)
40 35 30 25 20
01/05/2013
01/09/2013
01/01/2014
01/05/2014
Waktu
01/09/2014
01/01/2015
01/05/2015
Gambar 3 Grafik rasio likuiditas Analisis rasio likuiditas selama 2 tahun terakhir sejak April 2013 sampai dengan Maret 2015 menunjukkan bahwa nilai likuiditas Amartha berada pada kondisi sehat, yaitu selalu berada di atas batas minimal sebesar 3%. Grafik pada Gambar 3 didapatkan tren yang berfluktuasi mengikuti nilai aktualnya, tren ini didapatkan dari rumus 4 yang menunjukkan posisi dari rasio likuiditas selama 2 tahun terakhir. Atau dapat dikatakan bahwa rasio likuiditas tidak memiliki tren karena data aktual yang sangat berfluktuasi, analisis tren juga dilakukan tetapi tidak dapat diterapkan pada rasio likuiditas. Data aktual menunjukkan fluktuasi
20 yang cukup tinggi dari bulan ke bulan, hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai akun pada laporan keuangan. Selama periode analisis, liabilitas lancar relatif naik dan stabil, tetapi nilai kas dan setara kas mengalami kenaikan dan penurunan yang cukup signifikan sehingga membuat grafik liabilitas mengalami fluktuasi. Penurunan rasio likuiditas biasanya terjadi pada awal tahun seperti bulan januari dan februari pada 2014 dan 2015, hal ini disebabkan oleh penurunan nilai kas karena setiap awal tahun memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Misalnya pada Januari 2015 kas Amartha banyak digunakan untuk biaya investasi karyawan karena pembukaan cabang baru di kabupaten Bandung. Sedangkan peramalan yang didapatkan selama 3 bulan selanjutnya untuk April – Juni 2015 dengan menggunakan rumus 4 didapatkan hasil seperti pada Tabel 4. Tabel 3 Peramalan rasio likuiditas Bulan April 2015 Mei 2015 Juni 2015
Peramalan 29.39084925 29.31332788 29.27290049
Peramalan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa terjadi sedikit penurunan rasio likuiditas pada 3 bulan setelah periode analisis, hal ini patut diwaspadai karena semakin rendah likuiditas maka semakin buruk kinerja dari lembaga ini. Fluktuasi nilai kas dapat memengaruhi rasio likuiditas, perusahaan yang tidak likuid akan mudah bangkrut karena sewaktu-waktu utang tersebut ditagih, perusahaan tidak dapat membayar sebagian besar utangnya. Oleh karena itu, jumlah utang atau kewajiban Amartha perlu diperhatikan agar tidak terlalu tinggi dan harus seimbang dengan penambahan kas dan setara kas sehingga tidak menurunkan rasio likuiditas kurang dari batas minimal yaitu 3%. Atau dapat dikatakan juga, modal kerja atau selisih dari aktiva lancar dengan utang lancar merupakan kunci likuiditas perusahaan yang baik, yaitu semakin besar jumlah modal kerja yang dimiliki perusahaan maka semakin baik likuiditasnya (Kuswadi 2008). Kesehatan Keuangan serta Tren dan Peramalan Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban ketika terjadi likuidiasi (Leon dan Ericson 2007). Hasil analisis tren pada rasio solvabilitas didapatkan metode dengan tingkat eror terkecil yaitu menggunakan quadratic trend model yang dapat dilihat pada Lampiran 7 poin perbandingan tingkat eror rasio solvabilitas. Analisis yang dilakukan sama dengan rasio likuiditas yaitu menghitung rasio solvabilitas sehingga didapatkan hasil pada Lampiran 7 poin perhitungan rasio solvabilitas, kemudian menganalisis tren serta peramalan sehingga didapat grafik seperti pada Gambar 4.
21 Trend Analysis Plot for Solvabilitas Quadratic Trend Model Yt = 132,863 - 0,459282*t - 0,0153526*t**2
135
Variable A ctual Fits Forecasts
Solvabilitas (%)
130
A ccuracy MA PE MA D MSD
125
Measures 1,59975 1,95967 5,59737
120 115 110 3
6
9
12 15 18 Waktu (bulan)
21
24
27
Gambar 4 Analisis tren solvabilitas Analisis rasio solvabilitas menunjukkan hasil yang positif atau baik, artinya Amartha solvabel dalam mendanai aktiva perusahaan. Kriteria sehat dapat ditetapkan pada kondisi solvabilitas Amartha karena selama periode analisis, nilai rasio berada diatas batas minimum yaitu 110%. Meskipun demikian, hasil analisis tren menunjukkan hasil yang kurang baik yaitu tren yang cenderung menurun pada setiap periode analisis. Penurunan ini menyebabkan peramalan selama 3 bulan ke depan ikut mengalami penurunan, bahkan pada bulan ketiga hasil peramalan berada di bawah 110% yaitu sebesar 109.271%. Hasil peramalan ini patut diwaspadai karena jika terjadi penurunan secara terus menerus dapat berdampak buruk pada kondisi kesehatan keuangan Amartha. Kecenderungan penurunan rasio solvabilitas yang terus menerus ini lebih banyak disebabkan oleh penurunan nilai total aktiva, karena Amartha memiliki masalah dalam loan disbursement disebabkan karena keterbatasan dana, oleh karena itu total aset Amartha lebih banyak mengalami penurunan dan tidak disertai dengan penurunan kewajiban sehingga rasio solvabilitas cenderung menurun setiap bulannya. Rasio likuiditas mengukur kemampuan lembaga membayar utang jangka pendek menggunakan kas dan setara kas, sedangkan rasio solvabilitas mengukur kemampuan lembaga dalam membayar seluruh total utang dengan seluruh aset. Ketika perusahaan dalam keadaan insovable tetapi likuid, maka perusahaan tersebut tidak akan segera mengalami kesulitan karena keadaan ini sangat erat hubungannya dengan modal kerja yang harus selalu dijaga keamanannya atau margin of safety (Amrin 2009). Oleh karena itu perusahaan dapat mengantisipasi kesulitan jika terjadi insovable adalah dengan menjaga selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar (modal kerja) agar kondisi perusahaan tetap likuid, sehingga dengan modal kerja yang memadai perusahaan tetap dapat membayar kewajiban jangka pendeknya, mempunyai cukup cadangan untuk menghindari kekurangan persediaan, serta memberikan piutang kepada pelanggan sehingga hubungan dengan pelanggan dapat terus dipertahankan (Mardiyanto 2009). Selain menggunakan modal kerja sebagai pembantu dalam kasus penurunan solvabilitas, penggunaan ekuitas sebagai sumber pendanaan juga dapat dilakukan. Penyaluran kredit yang dilakukan dengan menggunakan ekuitas akan menambah jumlah aktiva tetapi tidak menambah jumlah kewajiban sehingga dapat menaikkan nilai solvabilitas di kemudian hari.
22 Implikasi Manajerial Penerapan sistem penyaluran kredit yang dilakukan oleh Amartha Microfinance sudah cukup baik dengan menuangkan kegiatan kunci utama sebagai acuan agar tidak terjadi gagal bayar yaitu pembentukan kelompok oleh anggota, tanggung renteng berjalan serta disiplin kehadiran dan angsuran. Tetapi kegiatan keseluruhan harus tetap diperhatikan, karena hal terkecil sekalipun seperti kejujuran anggota bisa menjadi hal yang sangat berpengaruh terhadap kelancaran pembayaran anggota. Sedangkan faktor-faktor yang perlu diperhatikan oleh Amartha untuk menjaga nilai PAR adalah faktor SDM dan anggota. Faktor SDM yang perlu diperhatikan oleh pihak manajemen adalah itikad baik karyawan dan kualitas karyawan yang baik agar tidak terjadi hazard yang menimbulkan kerugian pada perusahaan di kemudian hari. Faktor kedua adalah faktor anggota yaitu aspek kapital atau modal. Aspek permodalan yang dimiliki anggota memiliki peran penting, oleh karena itu Amartha harus memerhatikan kondisi usaha yang dimiliki oleh anggota, semakin baik kondisi usahanya maka kemungkinan gagal bayar akan semakin rendah. Oleh karena itu diperlukan pendampingan kewirausahaan yang intensif dan mendalam agar anggota memiliki kemampuan untuk mengelola usahanya secara baik, sehingga tidak akan terjadi kredit macet atau gagal bayar di kemudian hari. Penilaian terhadap tingkat kesehatan keuangan Amartha menunjukkan bahwa rasio likuiditas dan solvabilitas berada pada kondisi sehat. Tetapi peramalan keduanya menunjukkan penurunan, oleh karena itu untuk rasio likuiditas perlu diperhatikan lagi jumlah utang atau kewajiban Amartha agar tidak terlalu tinggi dan harus seimbang dengan penambahan kas dan setara kas sehingga tidak menurunkan rasio likuiditas. Sedangkan penurunan rasio solvabilitas dapat diantisipasi dengan cara memperbesar modal kerja misalnya menambahkan nilai aktiva lancar seperti memperbesar pembiayaan yang dilakukan Amartha atau memberbesar jumlah aktiva lancar lainnya agar modal kerja semakin besar dan likuiditas perusahaan tetap baik sehingga mengurangi kemungkinan kesulitan dana perusahaan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Setelah dialakukan pembahasan mengenai 3 permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Amartha memiliki 7 langkah dalam proses penyaluran kreditnya, tetapi ada 3 kunci utama yang digunakan untuk pencegahan dan meminimalisir gagal bayar. Pertama, proses pembentukan kelompok dan majelis yang dilakukan sendiri oleh anggota. Kedua, tanggung renteng harus terus berjalan setiap ada anggota yang tidak dapat membayar angsuran. Ketiga, disiplin kehadiran dan angsuran zero tolerant.
23 2. Analisis mengenai faktor SDM menunjukkan tingkat kepentingan yang sama antara moral hazard dan morale hazard yaitu sebesar 75.1% dalam mendefinisikan faktor. Sedangkan analisis pada faktor anggota menghasilkan nilai terbesar ada pada aspek capital dengan presentase 63.4%, kemudian aspek kedua yaitu capacity dengan presentase 52.2%, dan aspek terakhir dalam mendefinisikan faktor anggota yaitu aspek capacity dengan presentase sebesar 50.2%. Kedua faktor sama-sama memiliki aspek dengan nilai ekstraksi diatas 0.5, hal ini menujukkan bahwa selama ini faktor SDM dan anggota sama-sama kuat dalam mendukung tingkat PAR yang selalu berada pada angka 0%. 3. Hasil penilaian tingkat kesehatan menunjukkan bahwa rasio likuiditas dan solvabilitas selama 2 tahun terakhir dari April 2013 sampai dengan Maret 2015 pada Amartha berada pada kondisi sehat atau seluruh rasio berada diatas batas minimum yaitu 3% untuk rasio likuiditas dan 110% untuk rasio solvabilitas. Sedangkan tren dan peramalan menunjukkan kondisi yang kurang baik pada rasio likuiditas dan solvabilitas karena peramalan menunjukkan kecenderungan menurun selama 3 bulan selanjutnya.
Saran Penelitian ini masih perlu diperbaiki, oleh karena itu bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menganalisa faktor-faktor yang lebih banyak seperti faktor keuangan internal serta faktor eksternal yaitu berupa kondisi diluar dugaan dari LKM sehingga akan lebih terlihat faktor-faktor mana yang lebih dominan dalam mendefinisikan gagal bayar. Penelitian ini hanya berfokus pada satu LKM sehingga penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan membandingkan 2 atau lebih LKM yang memiliki kondisi berbeda. Sedangkan untuk pengambilan data pada anggota diharapkan lebih dibimbing lagi para anggotanya dalam pengisian kuesioner, karena persepsi mereka sangat berbeda-beda dan agar tidak menimbulkan hasil data yang kurang baik.
DAFTAR PUSTAKA Ali M. 2006. Manajemen Risiko (Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis). Jakarta (ID) : PT. Raja Grafindo Persada. Amartha Microfinance. 2014. Laporan Kuartal 4 Amartha Microfinance Tahun 2014. Bogor : Amartha Microfinance. [Internet] [Diunduh pada 4 Maret 2015] Tersedia pada http://amartha.co.id/index.php/partners/quarter_report Amrin A. 2009. Bisnis, Ekonomi, Asuransi, dan Keuangan Syariah. Jakarta : Grasindo. Arifin J, Sumaryono A. 2007. Buku Kerja Berbasis Komputer : Manajer Keuangan dan Akuntan. Jakarta (ID) : PT. Elex Media Komputindo. Bagaskara IGK. 2013. Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia. Jurnal Buletin Studi Ekonomi. 18 (2) [Internet] [Diunduh pada 12 Mei 2015] Tersedia pada ojs.unud.ac.id/index.php/bse/article/download/7788/5873
24 Bahri S, Zamzam F. 2014. Model Penelitian Kuantitatif Berbasis SEM-AMOS. Yogyakarta (ID) : Deepublish. Djohanputro B. 2008. Manajemen Risiko Korporat. Jakarta (ID) : Penerbit PPM. Gofur AA, Widianti UD. 2013. Sistem Peramalan untuk Pengadaan Material Unit Injection di PT XYZ. Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika. 2 (2) [Internet] [Diunduh 7 Juli 2015] Tersedia pada http://komputa.if.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/vol.2-no.2/2.2.3.2013-13-182089-9033.pdf/pdf/2.2.3.2013-13-18-2089-9033.pdf Gumayantika R, Irwanto AK. 2010. Analisis Sistem Manajemen Risiko Kredit dan Pengaruhnya terhadap Laba Perusahaan dengan Penerapan Model Program Komputer (Studi Kasus PT Bank JABAR Cabang Ciamis). Jurnal Manajemen dan Organisasi. 1 (3) [Internet] [Diunduh 10 April 2015] Tersedia pada manajemen.fem.ipb.ac.id/images/uploads/6._Analisis_Sistem_Manajemen _Risiko.pdf Hanafi MM. 2009. Manajemen Risiko. Yogyakarta (ID) : Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Hanis U, Nursyamsi J. 2013. Pengaruh Prasyarat Kredit terhadap Kelancaran Pembayaran Anggota (Studi Kasus Anggota pada PT. Bank Bukopin Kantor Cabang Pembantu Cilegon). UG Jurnal. 7 (5) [Internet] [Diunduh 23 Maret 2015] Tersedia pada http://download.portalgaruda.org/article.php?article=94297&val=1448 Kabupaten Bogor dalam Angka. 2014. Kabupaten Bogor dalam Angka : Bogor Regency in Figures 2014. Bogor (ID) : Penerbit BPS Kabupaten Bogor. Kuswadi. 2008. Memahami Rasio-Rasio Keuangan bagi Orang Awam. Jakarta (ID) : PT. Elex Media Komputindo. Leon B, Ericson S. 2007. Manajemen Aktiva Pasiva Bank Devisa. Jakarta (ID) : Grasindo. Mardiyanto H. 2009. Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta (ID) : Grasindo. Mishkin FS. 2008. Ekonomi, Uang, Perbankan, & Pasar Keuangan. Jakarta (ID) : Salemba Empat. [OJK] Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Lembaga Keuangan Mikro. Jakarta. [Internet] [Diakses pada 18 Mei 2015] Tersedia pada http://www.ojk.go.id/lembaga-keuangan-mikro [POJK] Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan no. 13 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro. Jakarta. Praptiwi D, Senda I. 2010. Cara Mudah Bagi UKM Mendobrak Kebekuan Bisnis. Jakarta (ID) : PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia Jakarta. Rachman DK. 2011. Analisis Manajemen Risiko Kredit Bermasalah pada Produk Kredit Masyarakat Desa di Bank X Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institiut Pertanian Bogor. Rachmawan A. 2014. Strategi Peningkatan Jumlah Debitur Berbasis Analisis Penilaian Rasio Kecukupan Modal Pada LKMS Koperasi Sejahtera Bangsaku [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis – Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama.
25 Santoso S. 2010. Satistik Multivariat. Jakarta (ID) : PT. Elex Media Komputindo. Siamat D. 2005. Manajemen Lembaga Kueuangan ; Kebijakan Moneter dan Perbankan (Edisi Kelima). Jakarta (ID) : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor (ID) : Penerbit Ghalia Indonesia. Tim Penyusun Panduan Pengembangan LKMP di Maluku. 2012. Panduan Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro di Maluku. Ambon. [Internet] [Diunduh pada 7 Juli 2015] Tersedia pada http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilojakarta/documents/publication/wcms_317600.pdf Umar H. 2001. Strategic Management in Action. Jakarta (ID) : PT. Gramedia Pustaka Utama. Umar H. 2002. Metode Riset Bisnis. Jakarta (ID) : PT. Gramedia Pustaka Utama. Usman R. 2003. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta (ID) : PT. Gramedia Pustaka Utama. [UU RI] Undang-Undang Republik Indonesia. 2013. Undang-Undang Republik Indonesia no 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Jakarta. Wibisono D. 2003. Riset Bisnis : Panduan bagi Praktisi dan Akademisi. Jakarta (ID) : PT. Gramedia Pustaka Utama. Wibowo DA, Kusnandar D, Satyahadewi N. 2013. Teknik Peramalan dengan Model Autoregressive Conditionalheteroscedastic (ARCH) (Studi Kasus pada PT Astra Agro Lestari Indonesia Tbk). Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya. 2 (2) [Internet] [Diunduh pada 7 Juli 2015] Tersedia pada http://komputa.if.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/vol.2-no.2/2.2.3.2013-13-182089-9033.pdf/pdf/2.2.3.2013-13-18-2089-9033.pdf Widagdo B, Widayat. 2011. Pemodelan Persamaan Struktural : Aplikasi dalam Penelitian Manajemen. Malang (ID) : UMM Press. Yuliana RRRRD. 2011. Analisis Manajemen Risiko Kredit Pada PT ABC Finance dengan Metode Value at Risk (VaR) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
26
LAMPIRAN Lampiran 1 Tabel studi terdahulu yang relevan Penulis
Variabel
Metode Analisis Analisis Deskriptif
Hasil Penelitian
Rachman, 2010
Faktor Internal Debitur dan Bank serta Faktor Eksternal
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan didapat faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan bahkan kegagalan pengembalian kredit adalah faktor internal berupa internal debitur dan internal bank, sedangkan faktor eksternal berupa kegiatan ekonomi makro atau kegiatan pemerintah yang tidak dapat diperkirakan oleh bank serta bencana alam dan kejadian-kejadian lain yang diluar dugaan dan juga persaingan yang tajam antar lembaga bank.
Yuliana, 2011
IT, SDM, Agunan, Anggota
Analisis Deskriptif
Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kredit PT ABC Finance antara lain adalah terjadinya manipulasi data dan informasi, kualitas dan kuantitas SDM, penyalahgunaan agunan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, pengalihan agunan secara tidak resmi, angsuran yang dititipkan pada pihak yang tidak bertanggung jawab, serta faktor internal anggota.
Gumayantika dan Irwanto, 2010
Faktor Internal Perusahaan, Debitur, dan Lingkungan Eksternal
Regresi Linear Sederhana
Faktor-faktor yang memengaruhi risiko kredit adalah faktor internal perusahaan (SDM dan keuangan), faktor debitur (jangka waktu dan suku bunga), dan lingkungan eksternal (persaingan dengan bank lain).
Lampiran 2 Uji validitas dan reliabilitas SDM Uji validitas Correlations Q1 ** ,660
Q2 ** ,796
Q3 ** ,759
Q4 ** ,807
Q5 ** ,675
,000
,000
,000
,000
,000
,000
N 32 32 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
32
32
32
32
Total Q
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
Uji reliabilitas Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Cronbach's Alpha Items N of Items ,800 ,811 6
Q6 Total Q ** ,596 1 32
27 Lampiran 3 Uji validitas dan reliabilitas anggota Uji validitas Q1 Total
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
,511
Q2 **
Q3 *
Correlations Q5 Q6
Q4 **
**
**
,312
,409
,380
,321
,000
,011
,001
,002
,008
66
66
66
66
66
,34 ** 2 ,00 5 66
Q7 ,35 ** 2 ,00 4 66
Q8
Q9 **
,46 ** 9 ,00 0 66
,430
,000 66
Q1 0 ,49 ** 2 ,00 0 66
Q11 **
,687
,000 66
Q1 2 ,56 ** 7 ,00 0 66
Q1 3 ,30 * 3 ,01 3 66
Tot al 1
66
Uji reliabilitas Cronbach's Alpha ,624
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Items ,639
N of Items 13
Lampiran 4 Analisis faktor indikator dan variabel SDM Uji KMO dan bartlett’s indikator SDM awal KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square Df Sig.
,564 81,615 15 ,000
Uji MSA indikator SDM awal Anti-image Matrices Q1 Q1 ,459 Q2 -,188 Q3 ,135 Q4 -,171 Q5 ,003 Q6 ,014 a Anti-image Correlation Q1 ,606 Q2 -,552 Q3 ,353 Q4 -,371 Q5 ,007 Q6 ,030 a. Measures of Sampling Adequacy(MSA) Anti-image Covariance
Tabel communalities indikator SDM awal Communalities Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6
Initial Extraction 1,000 ,680 1,000 ,826 1,000 ,561 1,000 ,655 1,000 ,872 1,000 ,582
Q2 -,188 ,253 -,197 -,001 ,125 -,167 -,552 a ,541 -,692 -,002 ,375 -,474
Q3 ,135 -,197 ,320 -,110 -,164 ,169 ,353 -,692 a ,501 -,286 -,438 ,427
Q4 -,171 -,001 -,110 ,465 -,136 ,017 -,371 -,002 -,286 a ,796 -,301 ,036
Q5 ,003 ,125 -,164 -,136 ,437 -,278 ,007 ,375 -,438 -,301 a ,507 -,602
Q6 ,014 -,167 ,169 ,017 -,278 ,489 ,030 -,474 ,427 ,036 -,602 a ,471
28 Lanjutan Lampiran 4 Uji KMO dan bartlett’s indikator SDM setelah reduksi Q6 KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square Df Sig.
,632 62,197 10 ,000
Uji MSA indikator SDM setelah reduksi Q6 Anti-image Matrices Q1 Anti-image Covariance
Q1 ,459 Q2 -,237 Q3 ,159 Q4 -,172 Q5 ,018 a Anti-image Correlation Q1 ,539 Q2 -,611 Q3 ,376 Q4 -,373 Q5 ,031 a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
Q2 -,237 ,327 -,220 ,007 ,060 -,611 a ,605 -,615 ,017 ,127
Q3 ,159 -,220 ,391 -,142 -,130 ,376 -,615 a ,599 -,333 -,251
Q4 -,172 ,007 -,142 ,466 -,198 -,373 ,017 -,333 a ,750 -,351
Tabel communalities indikator SDM setelah reduksi Q6 Communalities Initial Extraction Q1 1,000 ,804 Q2 1,000 ,821 Q3 1,000 ,691 Q4 1,000 ,716 Q5 1,000 ,813 Extraction Method: Principal Component Analysis.
Uji KMO dan bartlett’s variabel SDM KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square Df Sig.
,500 8,593 1 ,003
Uji MSA variabel SDM Anti-image Matrices Anti-image Covariance
Moral Hazard Morale Hazard Anti-image Correlation Moral Hazard Morale Hazard a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
Moral Hazard Morale Hazard ,747 -,376 -,376 ,747 a ,500 -,503 a -,503 ,500
Q5 ,018 ,060 -,130 -,198 ,686 ,031 ,127 -,251 -,351 a ,722
29 Lanjutan Lampiran 4 Tabel communalities variabel SDM Communalities Moral Hazard Morale Hazard Extraction Method: Analysis.
Initial Extraction 1,000 ,751 1,000 ,751 Principal Component
Lampiran 5 Analisis faktor indikator dan variabel anggota Uji KMO dan bartlett’s indikator anggota awal KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square Df Sig.
Uji MSA indikator anggota awal Indikator MSA Q1 0.550 Q2 0.496 Q3 0.656 Q4 0.682 Q5 0.535 Q6 0.472 Q7 0.453 Q8 0.677 Q9 0.595 Q10 0.493 Q11 0.680 Q12 0.708 Q13 0.463
,586 151,133 78 ,000
30
Lanjutan Lampiran 5 Tabel communalities indikator anggota awal Communalities Initial Extraction Q1 1,000 ,757 Q2 1,000 ,820 Q3 1,000 ,613 Q4 1,000 ,555 Q5 1,000 ,613 Q6 1,000 ,707 Q7 1,000 ,800 Q8 1,000 ,648 Q9 1,000 ,730 Q10 1,000 ,755 Q11 1,000 ,653 Q12 1,000 ,391 Q13 1,000 ,667 Extraction Method: Principal Component Analysis.
Uji KMO dan bartlett’s setelah reduksi Q7 KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square Df Sig.
Uji MSA indikator anggota setelah reduksi Q7 Indikator MSA Q1 0.592 Q2 0.528 Q3 0.687 Q4 0.727 Q5 0.541 Q6 0.469 Q8 0.688 Q9 0.630 Q10 0.487 Q11 0.660 Q12 0.595 Q13 0.509
,612 128,591 66 ,000
31
Lanjutan Lampiran 5 Tabel communalities indikator anggota setelah reduksi Q7 Communalities Initial Extraction Q1 1,000 ,713 Q2 1,000 ,784 Q3 1,000 ,585 Q4 1,000 ,305 Q5 1,000 ,615 Q6 1,000 ,694 Q8 1,000 ,623 Q9 1,000 ,719 Q10 1,000 ,760 Q11 1,000 ,623 Q12 1,000 ,418 Q13 1,000 ,612 Extraction Method: Principal Component Analysis.
Uji KMO dan bartlett’s indikator anggota setelah reduksi Q6 KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square Df Sig.
Uji MSA indikator anggota setelah reduksi Q6 Indikator MSA Q1 0.588 Q2 0.572 Q3 0.698 Q4 0.728 Q5 0.411 Q8 0.685 Q9 0.639 Q10 0.509 Q11 0.687 Q12 0.727 Q13 0.459
,640 107,323 55 ,000
32
Lanjutan Lampiran 5 Tabel communalities indikator anggota setelah reduksi Q6 Communalities Initial Extraction Q1 1,000 ,720 Q2 1,000 ,777 Q3 1,000 ,591 Q4 1,000 ,317 Q5 1,000 ,799 Q8 1,000 ,628 Q9 1,000 ,721 Q10 1,000 ,756 Q11 1,000 ,618 Q12 1,000 ,419 Q13 1,000 ,698 Extraction Method: Principal Component Analysis.
Uji KMO dan bartlett’s indikator anggota setelah reduksi Q5 KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square df Sig.
,652 102,698 45 ,000
Uji MSA indikator anggota setelah reduksi Q5 Indikator MSA Q1 0.596 Q2 0.573 Q3 0.692 Q4 0.728 Q8 0.683 Q9 0.637 Q10 0.509 Q11 0.698 Q12 0.740 Q13 0.507 Tabel communalities indikator anggota setelah reduksi Q5 Communalities Q1 Q2 Q3 Q4 Q8 Q9 Q10 Q11 Q12 Q13
Initial Extraction 1,000 ,683 1,000 ,779 1,000 ,596 1,000 ,258 1,000 ,601 1,000 ,690 1,000 ,758 1,000 ,602 1,000 ,405 1,000 ,572
33 Lanjutan Lampiran 5 Uji KMO dan bartlett’s variabel anggota awal KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square Df Sig.
,583 32,375 6 ,000
Uji MSA variabel anggota awal Anti-image Matrices Anti-image Covariance
Character Capacity Capital Condition Anti-image Correlation Character Capacity Capital Condition a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
Character Capacity ,830 -,102 -,102 ,841 -,252 -,258 ,145 ,015 a ,602 -,122 a -,122 ,636 -,316 -,322 ,161 ,016
Capital Condition -,252 ,145 -,258 ,015 ,765 -,102 -,102 ,969 -,316 ,161 -,322 ,016 a ,566 -,118 a -,118 ,342
Tabel communalities variabel anggota awal Communalities Initial Extraction Character 1,000 ,585 Capacity 1,000 ,535 Capital 1,000 ,679 Condition 1,000 ,920 Extraction Method: Principal Component Analysis.
Uji KMO dan bartlett’s variabel anggota setelah reduksi condition KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square Df Sig.
,617 29,548 3 ,000
Uji MSA variabel anggota setelah reduksi condition Anti-image Matrices Anti-image Covariance
Character Capacity Capital Anti-image Correlation Character Capacity Capital a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
Character Capacity ,852 -,107 -,107 ,841 -,246 -,260 a ,645 -,126 a -,126 ,633 -,303 -,322
Capital -,246 -,260 ,776 -,303 -,322 a ,588
34
Lanjutan Lampiran 5 Tabel communalities variabel anggota setelah reduksi condition Communalities Initial Extraction Character 1,000 ,502 Capacity 1,000 ,522 Capital 1,000 ,643 Extraction Method: Principal Component Analysis.
Lampiran 6 Rasio likuiditas Perhitungan rasio likuiditas Bulan
Kas dan Setara Kas (a)
Liabilitas Lancar (b)
Rasio c = (a/b)x100%
Apr-13
742 455 850
2 293 547 697
32.3715025
Mei-13
891 077 075
2 392 060 346
37.25144629
Jun-13
974 341 754
2 844 355 980
34.25526765
Jul-13
959 628 260
2 664 356 057
36.01726794
Agust-13
1 172 652 084
2 761 669 026
42.46171692
Sep-13
1 164 123 261
2 873 612 271
40.51079795
Okt-13
855 277 572
2 865 147 304
29.85108552
Nop-13
700 967 913
3 027 804 399
23.15103027
Des-13
955 651 212
3 700 465 554
25.82516167
Jan-14
866 985 079
4 018 818 866
21.57313151
Feb-14
728 175 792
4 345 445 179
16.75721962
Mar-14
1 574 458 736
5 394 638 897
29.18561865
Apr-14
1 439 676 089
5 140 989 838
28.00386957
Mei-14
1 168 135 568
5 079 133 829
22.99871607
Jun-14
1 207 118 407
5 548 087 480
21.75737876
Jul-14
1 501 855 370
5 238 903 557
28.66736052
Agust-14
1 781 701 953
5 124 506 971
34.76826089
Sep-14
1 605 819 888
5 006 632 705
32.07385048
Okt-14
1 268 354 146
5 221 914 237
24.28906505
Nop-14
2 722 295 741
7 145 502 805
38.09802914
Des-14
2 713 714 017
8 139 170 240
33.34140873
Jan-15
1 829 869 994
7 986 891 252
22.9109166
Feb-15
1 692 726 610
7 685 232 734
22.02570395
Mar-15
2 189 130 539
7 410 860 860
29.53949049
35 Lampiran 7 Rasio solvabilitas Perhitungan rasio solvabilitas Bulan
Total Aset (a)
Total Liabilitas (b)
Rasio c = (a/b)x100%
Apr-13
2 989 839 573
2 293 547 697
130.3587267
Mei-13
3 207 209 699
2 392 060 346
134.0772905
Jun-13
3 674 576 629
2 844 355 980
129.1883525
Jul-13
3 514 288 846
2 664 356 057
131.9001204
Agust-13
3 613 467 987
2 761 669 026
130.8436294
Sep-13
3 732 844 198
2 873 612 271
129.9007606
Okt-13
3 757 403 826
2 865 147 304
131.1417329
Nop-13
3 970 096 001
3 027 804 399
131.1212839
Des-13
4 685 587 930
3 700 465 554
126.6215794
Jan-14
5 038 058 084
4 018 818 866
125.361661
Feb-14
5 368 373 821
4 345 445 179
123.5402496
Mar-14
6 436 255 590
5 394 638 897
119.3083673
Apr-14
6 400 662 029
5 140 989 838
124.5025225
Mei-14
6 347 949 503
5 079 133 829
124.9809459
Jun-14
6 829 162 377
5 548 087 480
123.0903875
Jul-14
6 408 121 481
5 238 903 557
122.3179891
Agust-14
6 277 824 383
5 124 506 971
122.5059195
Sep-14
6 180 325 691
5 006 632 705
123.4427619
Okt-14
6 336 431 443
5 221 914 237
121.3430776
Nop-14
8 192 488 173
7 145 502 805
114.652368
Des-14
9 153 663 580
8 139 170 240
112.4643337
Jan-15
9 053 482 994
7 986 891 252
113.354279
Feb-15
8 783 525 243
7 685 232 734
114.2909466
Mar-15
8 552 148 426
7 410 860 860
115.4002023
Perbandingan tingkat eror rasio solvabilitas menggunakan analisis tren Alat Ukur MAPE MAD MSD
Linear 1.68998 2.06970 5.59737
Quadratic 1.59975 1.95967 5.59737
Exponential Growth 1.70880 2.09321 6.20896
Peramalan rasio solvabilitas (%) Periode April Mei Juni
Peramalan 111.786 110.544 109.271
S-Curve 1.76090 2.15159 7.24340
36
RIWAYAT HIDUP Penulis mempunyai nama lengkap Puteri Nurani Nur Syari’ati Pramono, dilahirkan di Magetan pada tanggal 30 Oktober 1994. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Hari Adi Joko Pramono, SH dan Ibu Hartatik serta memiliki 3 adik yaitu adik pertama Ayu Nur Hidayah Pramono, adik kedua Mohammad Alimul Adin Pramono, dan adik terakhir Amin Nur Shofa Rizqi Pramono. Penulis menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Manisrenggo pada tahun 2000-2006, pendidikan menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Kediri pada tahun 2006-2009, dan pendidikan menengah atas di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Kediri pada tahun 2009-2011 di kelas akselerasi. Pada tahun 2011, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur Undangan pada Mayor Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) dan mengambil Minor Komunikasi, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi di Manajemen yaitu Himpunan Profesi Centre of Management (COM@) sebagai Staff Finance pada periode 2012/2013 dan sebagai Direktur Finance pada periode berikutnya. Penulis juga aktif sebagai anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) IPB angkatan 48. Selain itu, penulis juga berperan aktif dalam seluruh kegiatan Organisasi Mahasiswa Daerah Asal (OMDA) Kamajaya Kediri dan menjabat sebagai Bendahara 2 pada periode 2011/2012 dan Bendahara Umum pada periode 2012/2013. Penulis merupakan penerima beasiswa BIDIK MISI. Tidak hanya dalam organisasi, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan pada acara yang diselenggarakan BEM FEM dan BEM KM IPB. Kegiatan praktik lapang dilaksanakan penulis di Amartha Microfinance pada bulan Maret tahun 2015 dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kelancaran Kredit dan Penilaian Kesehatan pada Amartha Microfinance di Kabupaten Bogor.