ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TUNGGAKAN KREDIT USAHA MIKRO PADA SWAMITRA KOPPAS KRAMAT JATI
TITI WIJAYANTI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tunggakan Kredit Usaha Mikro pada Swamitra Koppas Kramat Jati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Titi Wijayanti NIM H34114013
ABSTRAK TITI WIJAYANTI. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tunggakan Kredit Usaha Mikro pada Swamitra Koppas Kramat Jati. Dibimbing oleh DWI RACHMINA. Salah satu masalah utama pada sektor pertanian di Indonesia adalah kurang dukungan permodalan. Program untuk mengatasi masalah ini adalah linkage program yang merupakan kemitraan perbankan umum dengan lembaga keuangan mikro atau koperasi. Swamitra Koppas Kramat Jati merupakan salah satu lembaga keuangan mikro yang berperan dalam penyaluran kredit ke pelaku usaha agribisnis. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tunggakan kredit usaha mikro. Faktor yang memengaruhi tunggakan kredit usaha mikro dianalisis dengan analisis regresi linier berganda dari hasil penyebaran kuesioner kepada debitur kredit mikro agribisnis Swamitra Koppas Kramat Jati. Sampel responden dalam penelitian ini berjumlah 38 orang dengan metode pengambilan sampel stratified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat tunggakan kredit berkisar dari 1,6 persen hingga 51,1 persen, dengan rata-rata tunggakan debitur mencapai 12,3 persen. Faktor-faktor yang berpengaruh dan memiliki hubungan positif dalam tunggakan kredit usaha mikro adalah usia debitur dan jumlah tanggungan keluarga, sedangkan lama usaha, status kepemilikan lokasi usaha, dan jangka waktu pengembalian kredit memiliki hubungan negatif. Kata kunci: Regresi linier berganda, linkage program, kredit mikro, agribisnis
ABSTRACT TITI WIJAYANTI. Analysis of Factors that Influencing Micro Credit Arrears on Swamitra Koppas Kramat Jati. Supervised by DWI RACHMINA. One of the main problems of agricultural in Indonesia is the lack of financial support. The program to overcome this problem is linkage progam that link the bank and micro finance institutions or cooperative. Swamitra Koppas Kramat Jati is one of the micro finance intitutions which contribute of lending to the agribusiness entrepreneurs. This study is focused on analyzing factors that influencing micro credit arrears. Factors that influencing micro credit analysis utilises multiple linier regression analysis with data collected trough questionnaires to the debitur of micro credit agribusines Swamitra Koppas Kramat Jati. Sample to this study was 38 responden with stratified random sampling. In addition to these, results indicate that factors that significant influencing of micro credit arrears and have positive correlations are age, amount of family dependents, and factors with negative correlations are business long-term, status of business location ownership, and period of credit repayment. Keywords: Multiple liniear regression, linkage program, micro credit, agribusiness
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TUNGGAKAN KREDIT USAHA MIKRO PADA SWAMITRA KOPPAS KRAMAT JATI
TITI WIJAYANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai karya akhir dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tunggakan Kredit Usaha Mikro pada Swamitra Koppas Kramat Jati sebagai salah satu syarat kelulusan pada program Alih Jenis Agribisnis Institut Pertanian Bogor. Laporan ini merupakan hasil penelitian penulis yang dilaksanakan di Swamitra Koppas Kramat Jati, Jakarta Timur. Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih secara tertulis sebagai bentuk penghargaan kepada orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan, doa, dan materi yang mengantarkan penulis menuju satu titik menuju masa depan, Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan mendukung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan saran, Eva Yolynda Aviny, SP, MM sebagai dosen komisi akademik yang telah banyak memberikan saran, Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen evaluator kolokium yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Aries Irawan selaku manager bisnis DPPM Bank Bukopin yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Swamitra Koppas Kramat Jati, Bapak Amayudin selaku manager Swamitra Koppas Kramat Jati, Bapak Adi Dias selaku account officer, Ibu Ninah Wati selaku koordinator operasional, dan Bapak Hendra Saputra beserta karyawan Swamitra Koppas Kramat Jati yang telah membantu selama pengumpulan data dan informasi, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2014
Titi Wijayanti
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Peranan Kredit di dalam Perkembangan Usaha Manfaat Pelaksanaan Linkage Program Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengembalian Kredit Metode Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengembalian Kredit KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Kemitraan Perbankan Peranan Kredit di dalam Usaha Jenis-jenis kredit Prinsip Penilaian Kredit Kredit Bermasalah Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Penentuan Sampel Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif Analisis Model Regresi Linear Berganda Pengujian Asumsi OLS Uji Multikoliniearitas Uji Normalitas Uji Heteroskedastisitas Uji Autokorelasi Pengujian Hipotesis Gabungan dan Parsial Hipotesis Variabel Penjelas Definisi Operasional KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Bank Bukopin Sejarah dan Perkembangan PT. Bank Bukopin, Tbk Visi dan Misi PT Bank Bukopin, Tbk Gambaran Umum Swamitra Gambaran Umum Swamitra Koppas Kramat Jati
10 12 13 1 1 4 7 7 8 8 8 9 10 11 12 12 12 14 15 16 17 18 21 21 21 21 22 22 23 23 23 25 25 25 25 26 26 27 29 29 29 29 30 30 31
Sejarah Pembentukan Koppas Kramat Jati 31 Perkembangan Koppas Kramat Jati 32 Struktur Swamitra Koppas Kramat Jati 32 Mekanisme Penyaluran Kredit Usaha Mikro Swamitra Koppas Kramat Jati 35 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 Karakteristik Debitur Swamitra Koppas Kramat Jati 36 Karakteristik Kepribadian Individu Responden 37 Karakteristik Usaha dan Kemampuan Responden 41 Karakteristik Kredit dan Permodalan Responden 46 Karakteristik Agunan Responden 50 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit Swamitra Koppas Kramat Jati 52 Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tunggakan Kredit Usaha Mikro 53 Swamitra Koppas Kramat Jati Usia debitur 55 Tingkat Pendidikan 55 Jumlah Tanggungan keluarga 56 Jenis Usaha 56 Lama Usaha 57 Omzet 57 Biaya Operasional 57 Status Kepemilikan Lokasi Usaha 58 Jangka Waktu pengembalian Kredit 58 Frekuensi Peminjaman Kredit 58 Tingkat Bunga 59 SIMPULAN DAN SARAN 60 Simpulan 60 Saran 60 DAFTAR PUSTAKA 61 LAMPIRAN 63 RIWAYAT HIDUP 65
DAFTAR TABEL 1 Kriteria UMKM berdasarkan aset dan omzet di Indonesia tahun 2013 1 2 Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan usaha besar (UB) di Indonesia tahun 2011-2012 2 3 Perkembangan PDB usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan usaha besar di Indonesia tahun 2011-2012 2 3 4 Daftar bank umum peserta linkage program di Indonesia tahun 2009 5 Pertumbuhan modal kerja Swamitra Bukopin tahun 2010-2012 4 5 6 Jenis usaha mikro debitur Swamitra Koppas Kramat Jati tahun 2013 7 Jumlah debitur mikro agribisnis Swamitra Koppas Kramat Jati menurut kelancaran kredit tahun 2013 22 8 Uji Durbin-Watson: aturan keputusan 26 9 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut jenis kelamin tahun 2013 37 10 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut status pernikahan tahun 2013 38 11 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut usia tahun 2013 38 12 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut tingkat pendidikan tahun 2013 39 13 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut jumlah tanggungan keluarga tahun 2013 40 14 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut jarak tempat tinggal tahun 2013 40 15 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut status kepemilikan rumah tinggal tahun 2013 41 16 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut jenis usaha tahun 2013 42 17 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut lama usaha tahun 2013 42 18 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut omzet usaha tahun 2013 43 19 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut pendapatan bersih usaha tahun 2013 44 20 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut biaya opersional usaha tahun 2013 44 21 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut jumlah angsuran kredit tahun 2013 45 22 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut bunga kredit tahun 2013 46
23 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut status kepemilikan lokasi usaha tahun 2013 47 24 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut modal usaha tahun 2013 47 25 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut status kepemilikan aset usaha tahun 2013 48 26 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut plafon kredit tahun 2013 49 27 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut status jangka waktu kredit tahun 2013 49 28 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut frekuensi peminjaman kredit tahun 2013 50 29 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut 51 nilai agunan tahun 2013 30 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut wujud agunan tahun 2013 52 31 Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit usaha mikro pada Swamitra Koppas Kramat Jati 54
DAFTAR GAMBAR 1 Realisasi kredit usaha mikro Swamitra USP Koppas Kramat Jati oktober 2012desember 2013 6 2 Grafik perkembangan BDR kredit usaha mikro Swamitra USP Koppas Kramat Jati pada bulan oktober 2012-desember 2013 6 3 Model pola pembiayaan executing 13 4 Model pola pembiayaan chanelling 14 5 Pola pembiayaan joint financing 14 6 Kerangka pemikiran operasional 20 7 Pola kemitraan Swamitra 31 8 Struktur organisasi Swamitra USP Koppas Kramat Jati tahun 2013 33 9 Proporsi jumlah debitur sektor agribisnis Swamitra Koppas Kramat Jati berdasarkan tingkat tunggakannya tahun 2013 52
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor agribisnis memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dan perekonomian Indonesia. Peran tersebut diantaranya penyerapan tenaga kerja dan peningkatan PDB di Indonesia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), peningkatan pertumbuhan PDB di Indonesia banyak dipengaruhi oleh sektor agribisnis. Pertumbuhan ekonomi Indonesia Triwulan I-2013 dibandingkan triwulan IV-2012, yang diukur dari kenaikan PDB atas harga konstan meningkat sebesar 1,41 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ini terutama didukung oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan yang meningkat sebesar 23,06 persen karena mulainya musim panen tanaman padi pada triwulan I-20131. Oleh karena itu, cara yang paling efektif untuk mengembangkan perekonomian adalah melalui pengembangan UMKM agribisnis. Pengembangan UMKM agribisnis yang dimaksud bukan hanya pengembangan pertanian primer atau subsistem (on farm agribusiness), tetapi juga mencakup subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness), yaitu industriindustri yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer, seperti industri pembibitan/perbenihan, industri agro-otomotif, industri agro-kimia, dan susbsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness), yaitu industri-industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan beserta kegiatan perdagangannya. Tantangan yang dihadapi dunia usaha agribisnis pada saat ini adalah pelaku usaha agribisnis di Indonesia sebagian besar masih termasuk ukuran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Sisi positif dari sektor usaha yang berskala UMKM adalah berkembang menyesuaikan diri dalam situasi yang berubah, karena tidak perlu terhambat oleh persoalan-persoalan birokrasi yang dihadapi perusahaan besar. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), salah satu kriteria UMKM adalah berdasarkan aset dan omzet. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kriteria UMKM berdasarkan aset dan omzet di Indonesia tahun 2013 No Uraian Kriteria Aset (Rp) Omzet (Rp) 1 Usaha Mikro Maks.50 juta Maks.300 juta 2 Usaha Kecil >50 juta-500 juta > 300 juta- 2,5 Milyar 3 Usaha Menengah >500 juta-10 Milyar >2,5 Milyar-50 Milyar Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 2013
Potensi UMKM di Indonesia terus bertumbuh secara konsisten dan sangat potensial, terutama pada beberapa dekade terakhir. Hal ini dapat dilihat dari data dan fakta yang dituangkan kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 1
Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha, Http://www.bps.go.id/aboutus.php?65tahun=1 [diakses November 2013]
2
dalam renstra tahun 2010-2014, yang secara nyata menunjukkan berbagai kelebihan dan potensi segmen UMKM, diantaranya: UMKM memberikan berbagai sumbangsih dalam proses pembangunan nasional seperti yang terdapat dalam Tabel 2. Tabel 2 Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan usaha besar (UB) di Indonesia tahun 2011-2012 Indikator Unit Usaha (Unit) a. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah b. Usaha Besar Tenaga Kerja (orang) a. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah b. Usaha Besar
2011 55 211 396 55 206 444
2012 56 539 560 56 534 592
Pertumbuhan(%) 2.41 2.41
54 559 969 602 195 44 280 4 952 104 613 681 101 722 458
55 856 176 629 418 48 997 4 968 110 808 154 107 657 509
2.38 4.52 10.65 0.32 5.92 5.83
94 957 797 3 939 992 2 844 669 2 891 224
99 859 517 4 535 970 3 262 023 3 150 645
5.16 15.71 14.67 8.97
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia 2013 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa UMKM menjadi sektor usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. Jumlah unit usaha UMKM mencapai 56,5 juta unit pada tahun 2012. UMKM merupakan pelaku ekonomi dominan di Indonesia karena mencapai 99,99 persen dari seluruh pelaku nasional. UMKM mampu menyerap lebih dari 107 juta tenaga kerja. Artinya, lebih dari 97 persen pekerja nasional terkonsentrasi di sektor UMKM. Dengan demikian sektor ini telah menjamin stabilitas pasar tenaga kerja, penekanan pengangguran, dan menjadi wahana tumbuhnya wirausaha nasional yang tangguh dan mandiri. Peranan UMKM dalam perekonomian juga telah berkontribusi terhadap peningkatan PDB dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Perkembangan PDB usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan usaha besar di Indonesia tahun 2011-2012 Indikator PDB Atas Dasar Harga Berlaku (a+b) a. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah b. Usaha Besar
2011 7 427 086
2012 8 241 864
Pertumbuhan (%) 10.97
4 303 571
4 869 568
13.15
2 579 388 722 012 1 002 170 3 123 515
2 952 120 798 122 1 120 325 3 372 296
14.41 10.54 11.79 7.96
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia 2013
3
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa kontribusi UMKM terhadap PDB menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah pada tahun 2012 mencapai Rp 4.869.568,1 triliun, dengan jumlah tersebut berarti 57,94 persen dari PDB nasional bersandar pada produktivitas UMKM. Kontribusi UMKM mencapai seperlima dari total ekspor non migas. Hal ini menjadikan daya saing produk UMKM di pasar global, sekaligus merupakan bukti adanya potensi besar yang perlu terus dijaga kesinambungannya. Berbagai sumber modal yang tersedia di lembaga keuangan sangat bermanfaat untuk usaha UMKM. Di Indonesia, pemerintah melalui Bank Indonesia telah membuat program agar penyaluran kredit dapat sampai ke pedesaan dan kepada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sehingga pemerataan ekonomi dapat tercapai dan kesejahteraan masyarakat serta penyerapan tenaga kerja dapat meningkat. Linkage Program salah satu cara mendorong intermediasi dengan memberdayakan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), berikut daftar bank umum peserta linkage program dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Daftar bank umum peserta linkage program di Indonesia tahun 2009 No 1 2 3 5 6 7 8
Nama Bank Umum PT Bank Negara Indonesia (persero), Tbk PT BPD Jawa Barat Dan Banten PT Bank Muamalat Indonesia
Mitra Program BPR dan Koperasi BPR dan Koperasi BPRS dan BMT, dan Koperasi PT Bank Rakyat Indonesia Koperasi (Persero), Tbk PT Bank Central Asia, Tbk BPR PT Bank Syariah Mandiri BPR dan BPRS PT Bank Bukopin Koperasi
Plafon Kredit (Rp) 512 000 000 000 22 550 000 000 66 586 747 138 600 000 000 9 970 000 000 27 000 000 000 54 110 203 694
Sumber: Bank Indonesia 2009
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa Bank Bukopin merupakan salah satu peserta Linkage Program dimana pada tahun 2009 memiliki plafon kredit sebesar Rp 54.110.203.694,00. Linkage program merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing Lembaga Keuangan Mikro sekaligus efisiensi pelaksanaan skim kredit Bank Umum (Konvensional dan Syariah). Linkage program menjadi kerjasama yang saling menguntungkan antara Bank Umum dengan Lembaga Keuangan Mikro dalam hal penyaluran kredit kepada UMKM. Tujuannya adalah untuk mempercepat pencapaian business plan kredit Bank Umum kepada UMKM, juga untuk mengatasi keterbatasan jaringan dan sumber daya manusia Bank Umum dalam menjangkau usaha mikro secara langsung di pedesaan. Sementara itu bagi Swamitra, linkage program dapat mengatasi hambatan kesulitan modal kerja yang diperlukan dalam penyaluran kredit. Bank Bukopin juga telah membangun lebih dari 625 jaringan outlet micro-banking dengan nama “Swamitra”, sebagai wujud kemitraan dengan koperasi dan lembaga keuangan mikro. Swamitra adalah nama suatu bentuk kerjasama atau kemitraan antara Bank Bukopin dengan Koperasi untuk mengembangkan serta modernisasi Usaha Simpan Pinjam (USP) melalui pemanfaatan jaringan teknologi (network) dan
4
dukungan sistem manajemen sehingga USP memiliki kemampuan pelayanan transaksi keuangan yang lebih luas dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertumbuhan modal kerja Swamitra Bukopin semakin meningkat tiap tahunnya terlihat pada Tabel 5. Tabel 5 Pertumbuhan modal kerja Swamitra Bukopin tahun 2010-2012 Tahun 2010 2011 2012
Kredit (Rp Miliar)
Pertumbuhan (%) 607 753 957
24.05 27.09
Sumber: Bank Bukopin 2012
Perkembangan Swamitra, yaitu suatu pola kerjasama kemitraan antara Bank Bukopin dengan Koperasi, dimana Bank Bukopin memberikan dukungan permodalan, pemanfaatan jaringan teknologi dan dukungan sistem manajemen yang profesional, pada tahun 2012 juga memiliki pertumbuhan yang positif. Jumlah outlet kerjasama pada akhir Desember 2012 sebanyak 625 Swamitra atau tumbuh sebesar 7,2 persen dari tahun 2011. Kinerja keuangan Swamitra juga mampu menunjukkan kondisi yang relatif aman, dimana secara keseluruhan kredit yang diberikan tumbuh sebesar 13 persen dan aset tumbuh 12 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pengembangan konsep Swamitra untuk menjangkau pelaku usaha mikro di pelosok daerah juga dilakukan pada tahun 2012. Swamitra banyak didirikan di sekitar pasar-pasar atau pusat bisnis lainnya. Swamitra Koppas Kramat jati merupakan salah satu Swamitra di Jakarta Timur yang berperan dalam menyalurkan kredit untuk pengembangan usaha mikro, letaknya strategis karena berdiri dekat dengan pasar dan pusat bisnis. Debitur Swamitra Koppas Kramat Jati sebagian besar merupakan pedagang produk hilir agribisnis di pasar Kramat Jati dan pasar Induk Kramat Jati. Pasar Induk Kramat Jati merupakan pusat perdagangan besar sayur-sayuran dan buah-buahan di wilayah DKI Jakarta yang bersifat menyeluruh dengan fasilitas-fasilitas pendukung yang diperlukan sebagai pusat perdagangan sayur-sayuran dan buah-buahan. Dalam tiga tahun terakhir Swamitra Koppas Kramat Jati telah berhasil menyalurkan dana sekitar 4 milyar, namun dalam perkembangan pembiayaannya Swamitra Koppas Kramat Jati tidak terlepas dari permasalahan kredit macet. Tercatat sampai dengan Oktober 2013, BDR (Bad Debt Ratio) mencapai 6 persen. Hal tersebut merupakan salah satu indikator kinerja Swamitran USP Koppas Kramat Jati yang dinilai kurang baik. Meningkatnya penyaluran jumlah kredit yang telah disalurkan oleh Swamitra USP Koppas Kramat Jati juga diiringi dengan kenaikan BDR.
Rumusan Masalah Mengingat sektor UMKM agribisnis mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, maka ketersediaan modal adalah salah satu unsur yang sangat vital untuk mendorong pertumbuhan UMKM agribisnis. Akan tetapi, akses UMKM yang terbatas terhadap kredit perbankan menghambat potensi kredit, sehingga tidak semua UMKM mendapatkan fasilitas kredit. Keterbatasan akses tersebut dikarenakan anggapan pihak perbankan bahwa
5
UMKM tidak bankable atau tidak layak diberikan kredit. Selain itu usaha agribisnis yang memiliki banyak risiko seperti mahalnya input, harga komoditas yang fluktuatif, memerlukan penanganan penyimpanan untuk menjaga stok dan lain sebagainya. Anggapan ini terjadi karena kurangnya informasi mengenai UMKM yang potensial, tingginya suku bunga, biaya transaksi yang tinggi per nasabah, dan lemahnya UMKM dalam hal sumberdaya manusia, permodalan, teknologi, manajemen, dan pemasaran. Menurut Bank Indonesia (2010) sebanyak 60 juta UMKM di Indonesia belum tersentuh perbankan. Bank Bukopin merupakan salah satu bank yang melaksanakan Linkage Program. Melalui Swamitra, Bank Bukopin telah menyalurkan kredit ke pelaku usaha mikro, serta telah berkontribusi membantu perkembangan UMKM di Indonesia. Swamitra dapat memberikan kredit mulai dari dua juta rupiah sampai dengan seratus lima puluh juta rupiah. Pengembangan konsep Swamitra untuk menjangkau pelaku usaha mikro di pelosok daerah juga dilakukan pada tahun 2012. Swamitra banyak didirikan di sekitar pasar-pasar atau pusat bisnis lainnya. Swamitra USP (Unit Simpan Pinjam) Koppas Kramat jati merupakan salah satu Swamitra di Jakarta Timur yang berperan dalam menyalurkan kredit untuk pengembangan usaha mikro. Potensi besar untuk penyaluran kredit Swamitra USP Koppas Kramat Jati didukung dengan letaknya yang strategis karena berlokasi dekat dengan pasar dan pusat bisnis, seperti Pasar Induk Jakarta dan Pasar Kramat Jati, dimana banyak masyarakat yang bekerja sebagai pelaku usaha mikro. Jenis usaha mikro debitur Swamitra Koppas Kramat Jati dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jenis usaha mikro debitur Swamitra Koppas Kramat Jati tahun 2013 No 1. 2. 3. 3. 4. 5. 6.
Jenis Usaha Mikro Sembako Sayur-sayuran buahan Bumbu Kontrakan Otomotif Voucher Konsumtif Total
dan
buah-
Jumlah Debitur (Orang)
Persentase (%) 98 155
15 24
131 131 73 33 33 654
20 20 11 5 5 100
Sumber: Swamitra Koppas Kramat Jati 2013
Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa jenis usaha mikro debitur Swamitra Koppas Kramat Jati bervariasi, kredit yang diberikan kepada debitur Swamitra Koppas Kramat Jati digolongkan untuk kredit produktif sebesar 95 persen dan kredit konsumtif sebesar 5 persen. Debitur Swamitra didominasi oleh pedagang produk hilir agribisnis seperti pedagang sembako, sayur-sayuran, buah-buahan, bumbu dan sebagainya. Dalam tiga tahun terakhir Swamitra USP Koppas Kramat Jati telah berhasil menyalurkan kredit sekitar empat milyar. Perkembangan realisasi kredit usaha mikro Swamitra USP Koppas Kramat Jati Oktober 2012-Desember 2013 dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Sumber : Swamitra USP Koppas Kramat Jati 2013
Gambar 1 Realisasi kredit usaha mikro Swamitra USP Koppas Kramat Jati oktober 2012-desember 2013 Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan secara deskriptif bahwa penyaluran kredit usaha mikro telah mencapai target tiap bulannya meningkat, namun dalam perkembangan penyaluran kreditnya, Swamitra Koppas Kramat Jati tidak terlepas dari permasalahan kredit macet. Tercatat sampai dengan Oktober, BDR (Bad Debt Ratio) mencapai 6 persen. Nilai tunggakan riil atau BDR merupakan presentasi seluruh kredit yang termasuk Kurang Lancar (KL), Diragukan (D), dan Macet (M) terhadap seluruh nilai sisa pinjaman. Salah satu indikator kredit yang sehat bagi Swamitra Koppas Kramat Jati adalah jika BDR dibawah lima persen. Grafik perkembangan BDR Swamitra Koppas Kramat Jati dapat dilihat pada Gambar 2.
Sumber : Swamitra Koppas Kramat Jati 2013
Gambar 2 Grafik perkembangan BDR kredit usaha mikro Swamitra USP Koppas Kramat Jati pada bulan oktober 2012-desember 2013 Gambar 2 menunjukkan permasalahan nasabah yang tergolong dalam kolektibilitas bermasalah, yaitu pembiayaan yang pengembaliannya diragukan dan
7
macet. Dalam tiga tahun belakangan ini terdapat 92 orang nasabah yang dikategorikan kredit macet, 90 orang nasabah dalam perhatian khusus, 81 orang nasabah dalam kategori kurang lancar, dan 121 orang nasabah dalam kategori lancar, dengan meningkatnya jumlah kredit yang telah disalurkan oleh Swamitra USP Koppas Kramat Jati juga diiringi dengan kenaikan BDR. Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana tingkat tunggakan kredit usaha mikro nasabah Swamitra Koppas Kramat Jati? 2. Faktor-faktor apa yang memengaruhi tingkat tunggakan kredit usaha mikro pada Swamitra Koppas Kramat Jati?
Tujuan Tujuan dari penelitian yang dapat dikaji adalah : 1. Mengukur tingkat tunggakan kredit usaha mikro debitur Swamitra Koppas Kramat Jati. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tunggakan kredit usaha mikro pada Swamitra Koppas Kramat jati.
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi: 1. Bagi Penulis Dengan melakukan penelitian ini penulis memperoleh pengalaman dan ilmu pengetahuan mendalam mengenai Lembaga Keuangan Mikro. Semoga dapat memperkaya ilmu dan pengetahuan yang telah diperoleh di masa perkuliahan, sebagai bekal yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja serta pengalaman berharga dalam konvergensi teori-teori ilmiah dengan fenomena di lapangan. 2. Bagi Swamitra Koppas Kramat Jati Sebagai bahan informasi dan diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan strategi untuk menentukan kebijakan khususnya terkait dengan rencana penyaluran kredit sehingga realisasi kredit akan meningkat dan akhirnya mecapai target realisasi serta mengurangi bahkan mencegah adanya kasus penunggakan pengembalian kredit (kredit bermasalah). 3. Bagi Pembaca Dapat dijadikan sumber informasi untuk dijadikan acuan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
8
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Swamitra Koppas Kramat Jati. Berlokasi di Jalan Raya Bogor KM.19 Kramat Jati, Jakarta Timur. Penelitian ini memfokuskan pada analisis faktor-faktor yang memengaruhi tunggakan kredit usaha mikro pada Swamitra Koppas Kramat Jati, Jakarta Timur.
TINJAUAN PUSTAKA Peranan Kredit di dalam Perkembangan Usaha Penyaluran kredit untuk usaha khususnya UMKM dapat berpengaruh terhadap perkembangan usaha, hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitianpenelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2013) mengenai peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Jateng terhadap perkembangan usaha mikro di Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa setelah menerima KUR, perkembangan usaha mikro kecil di Kabupaten Boyolali mengalami peningkatan yang signifikan terhadap omzet penjualan, keuntungan, dan jumlah jam kerja karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa KUR efektif di dalam membantu pengembangan usaha. Penelitian mengenai kinerja penyaluran KUPEDES serta dampaknya terhadap peningkatan pendapatan usaha nasabah BRI Unit Citeureup yang dilakukan oleh Fitrianingsih (2008) menunjukkan bahwa KUPEDES mampu meningkatkan pendapatan nasabahnya. Peningkatan pendapatan rata-rata yang dialami oleh nasabah mencapai 29,14 persen, sedangkan sektor perdagangan mengalami pengingkatan yang paling signifikan dengan peningkatan sebesar 35,26 persen. Tingkat kepercayaaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95 persen. Penelitian lain yang dilakukan Syofwan (2012) mengenai peranan Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap pengembangan UMK di Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa meningkatnya pendapatan pengusaha Usaha Mikro dan Kecil setelah mendapatkan atau meminjam Kredit Usaha Rakyat dari Bank BRI unit Kecamatan Gebang, dan dilihat dari hasil analisis bahwa besarnya pengaruh variabel modal Kredit Usaha Rakyat terhadap perubahan tingkat pendapatan bernilai positif, sehingga semakin tinggi modal Kredit Usaha Rakyat (KUR) maka akan semakin tinggi pula perubahan tingkat pendapatan yang akan didapatkan pengusaha Mikro dan Kecil (UMK), dimana setiap kenaikan modal Kredit Usaha Rakyat (KUR) maka pendapatan pengusaha Usaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Gebang juga meningkat. Kemudian Rita (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis pengaruh Pemberian Kredit Terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha Kecil dan Menengah” mengemukakan bahwa kredit tidak berpengaruh nyata terhadap pedagang usaha kecil menengah di daerah medan. Hal ini diakibatkan oleh belum adanya pengelolaan yang baik untuk modal yang didapatkan dari kredit sehingga proporsi penggunaan modal lebih banyak untuk keperluan pribadi dibandingkan dengan untuk membeli inputinput produksi.
9
Manfaat Pelaksanaan Linkage Program Linkage Program dengan pola Swamitra merupakan suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan antara bank umum dengan koperasi. Kerjasama kemitraan ini dilakukan antara Bank Bukopin dengan koperasi untuk memoderenisasi usaha simpan pinjam melalui pemanfaatan jaringan teknologi (network) dan dukungan sistem manajemen yang profesional sehingga memiliki kemampuan memberikan pelayanan jasa-jasa keuangan yang lebih luas. Swamitra diharapkan dapat menjadi sebuah solusi dalam mengatasi permasalahan lemahnya permodalan, kepercayaan, dan manajemen yang selama ini dihadapi sektor UMKM. Selain itu, dilaksanakannya program kemitraan swamitra untuk mengembangkan dan memperkuat struktur permodalan koperasi yang selama ini mengahadapi banyak kendala. Mochtar (2008) dalam penelitiannya mengenai pengembangan penyaluran kredit melalui koperasi dengan pola Swamitra untuk peningkatan ekonomi daerah dan masyarakat di kota Pekanbaru, mengemukakan bahwa Bank Bukopin melalui swamitra menerapkan empat konsep antara lain; Pertama, Pemberdayaan ekonomi rakyat melalui dukungan teknis, pemasaran dan pembiayaan melalui kemitraan antara Bank Bukopin dengan Koperasi. Hal tersebut dimaksufkan guna menumbuhkan kepercayaan anggota koperasi. Kedua, menghubungkan kebutuhan produsen atau pengusaha UMKM dengan konsumen melalui penyediaan informasi dan komunikasi bisnis. Hal ini dimaksudkan untuk mengefisiensikan jalur distribusi yang panjang, sehingga pengusaha UMKM dan konsumen dapat menikmati nilai tambah dalam aktifitas bisnis, Ketiga, memperluas pelayanan transkaksi perbankan guna memepermudah pengusaha UMKM melakukan aktivitas sharing dan kredit untuk memperlancar arus perdagangan. Keempat, membangun hubungan kemitraan jaringan kerja dengan dukungan teknologi untuk mempererat hubungan kemitraan Bank Bukopin dengan koperasi. Mochtar (2008) juga menambahkan mengenai dampak yang diterima pelaku UMKM mengikuti kemitraan Swamitra Bank Bukopin, antara lain peningkatan aset dan skala usaha, peningkatan penyerapan tenaga kerja, perluasan pasar, dan peningkatan pendapatan. Hal ini ditinjau dari seluruh unit Swamitra di Kota Pekanbaru. Dari segi aset yang dimiliki para pelaku UMKM, baik aset finansial dan aset Riil (rumah, tanah, dan kendaraan) meningkat rata-rata sebesar 36,50 persen. Rumah tersebut dikategorika kecil, namun demikian masih banyak diyakini akan meningkat setiap tahunnya. Sedangkan dari segi penyerapan tenaga kerja, pelaku UMKM mengalami peningkatan rata-rata sebesar 45,89 persen.Hal ini berkaitan dengan meningkatnya volume usaha pelaku usaha UMKM setelah menerima kredit Swamitra sehingga menyebabkan perlunya tambahan tenaga kerja. Dari segi pasar, UMKM mengalami peningkatan rata-rata sebesat 57,93 persen. Hal ini disebabkan sokongan dana Swamitra berupa kredit modal sehingga mempermudah pengusaha UMKM melakukan ekspansi usaha dengan menambah atau membuka usaha lain. Dari segi pendapatan juga mengalami peningkatan ratarata sebesar 68,23 persen.
10
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengembalian Kredit Kredit yang disalurkan pada dasarnya harus melalui proses atau mekanisme yang telah ditetapkan oleh masing-masing lembaga keuangan sebagai penyalur dana. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor pengembalian kredit telah banyak dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian-penelitian sebelumnya tersebut memberikan pengamatan yang berbeda pada pola pengambilan data, metode analisis serta hasil yang dicapai. Dari hasil penelitian-penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa proses realisasi dan pengembalian kredit pada prinsipnya mengacu pada 5 C, yakni character, capacity, capital, collateral, dan condition of economy. Seperti yang diungkapkan Hasibuan (2010) dalam penelitiannya “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes) yang Terkait Sektor Agribisnis pada Bank BRI di Cijeruk” menemukan bahwa variabel usia, tingkat pendidikan, dan agunan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Variabel usia dan pendidikan memiliki nilai koefisien negatif, akan tetapi variabel agunan memiliki koefisien positif. Dengan demikian semakin bertambah usia dan semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka kemungkinan terjadinya penunggakan akan semakin tinggi. Sebaliknya, adanya agunan akan mengurangi kemungkinan terjadinya penunggakan terhadap pengembalian kredit. Hutabarat (2012) pada penelitian mengenai analisis repayment capacity KUR sektor agribisnis di BRI Unit Cibungbulang, Bogor menunjukkan bahwa dengan taraf nyata sebesar 10 persen terlihat bahwa omset usaha dan usia responden mempengaruhi tingkat pengembalian. Artinya semakin besar omset usaha responden maka semakin besar nilai repayment capacity yang dimiliki. Sebaliknya usia responden memiliki korelasi negatif terhadap nilai repayment capacity yang dimiliki, artinya semakin dewasa responden maka semakin kecil nilai repayment capacity yang dimiliki. Pemilihan sample dalam penelitian Hutabarat dilakukan secara purposive. Handoyo (2009) dari hasil dari pengolahan yang menggunakan analisis regresi logistik variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pengembalian kredit antara lain adalah tingkat pendidikan dan pengalaman usaha. Lubis (2009) mengemukakan dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi dan pengembalian kredit usaha rakyat dalam sektor agribisnis di BRI Unit Cibungbulang, Bogor bahwa jenis kelamin dan kewajiban per bulan memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat pengembalian KUR Kupedes. Jenis kelamin wanita berpengaruh negatif dan kewajiban per bulan memliki pengaruh yang positif terhadap kelancaran pengembalian KUR Kupedes. Debitur wanita berpeluang lebih besar melakukan penunggakan dalam mengembalikan kredit dibandingkan dengan debitur pria dan tidak ada pebedaan yang berarti terhadap peluang kelancaran pengembalian kredit jika peningkatan kewajiban per bulan tidak cukup besar. Adapun model analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah model regresi logistik. Rasyid (2012), dengan judul penelitian “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Pembiayaan Murabahah untuk Usaha Mikro Agribisnis Pada KBMT Bil Barkah Kota Bogor” menyebutkan faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata
11
terhadap tingkat pengembalian murabahah adalah jumlah tangungan keluarga dan frekuensi pengambilan pembiayaan. Jumlah tanggungan keluarga memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kelancaran pengembalian pembiayaan murabahah, artinya semakin banyak jumlah tanggungan keluarga nasabah, maka peluang untuk melakukan pengembalian secara lancar semakin kecil, sedangkan frekuensi pengambilan pembiayaan mempunyai pengaruh positif terhada tingkat kelancaran pengambilan pembiayaan. Artinya semakin sering nasabah melakukan pinjaman pembiayaan pada KBMT Bil Barkah, maka semakin tinggi pula peluang pengembalian lancar. Secara umum, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengembalian kredit pada penelitian-penelitian terdahulu tersebut mewakili karakteristik personal, karakteristik usaha, dan karakteristik kredit. Karakter personal meliputi usia, jenis kelamin, jarak rumah nasabah dengan bank, jumlah tanggungan, serta pembinaan. Karakter usaha meliputi pengalaman usaha, omset usaha, serta pengalaman atau frekuensi peminjaman kredit. Sedangkan karakter kredit meliputi jumlah peminjaman, beban bunga, jangka waktu pengembalian, dan agunan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah lokasi penelitian di Swamitra USP Koppas Kramat Jati. Hal ini dikarenakan belum pernah ada penelitian di Swamitra USP Koppas Kramat Jati dengan pembahasan masalah pengembalian kredit macet usaha mikro yang saat ini dialami oleh Swamitra USP Koppas Kramat Jati. Perbedaan lainnya dari penelitian sebelumnya adalah variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah usia debitur, pendidikan terakhir dari debitur, jumlah tanggungan dalam keluarga, omzet debitur, lama debitur menjalankan usahanya, jenis usaha, status kepemilikan lokasi usaha, biaya operasional per bulan, jangka waktu pengembalian kredit, frekuensi debitur menerima fasilitas kredit, dan tingkat bunga. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Stratified Random Sampling dengan menstratifikasi populasi pengembalian lancar dan tidak lancar.
Metode Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengembalian Kredit Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit sudah banyak dilakukan sebelumnya, dalam penelitian terdahulu menggunakan alat analisis regresi logistik. Analisis regresi logistik menguji pengaruh dari banyak variabel penjelas terhadap variabel yang dijelaskan secara serentak atau secara simultan. Variabel yang dijelaskan atau variabel tak bebas dalam regresi logistik merupakan peubah dengan skala numerik Firdaus et al (2011). Regresi logistik yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit adalah regresi logistik biner (Lubis, 2009; Handoyo, 2009; Hasibuan, 2010; dan Hutabarat, 2012). Disebut regresi logistik biner karena peubah tak bebasnya hanya terdiri dari dua nilai diskontinyu yaitu 0 dan 1. Dua nilai tersebut dalam kasus pengembalian kredit melambangkan debitur yang mengembalikan kredit dengan lancar (0) dan debitur yang mengembalikan kredit tidak tancar (1). Penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi tunggakan kredit usaha mikro pada Swamitra Koppas Kramat Jati
12
belum pernah dilakukan sebelumnya. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, peneliti mencoba melakukan penelitian analisis faktor- faktor yang memengaruhi tunggakan kredit usaha mikro Swamitra Koppas Kramat Jati dengan metode analisis linier berganda.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu pemahaman penulis mengenai sekumpulan pemikiran atau teori dari berbagai literatur untuk mendukung variabel-variabel penelitian. Sumber literatur tersebut seperti buku, jurnal ilmiah, skripsi, tesis, disertasi dan karya ilmiah lainnya yang diyakini kebenarannya guna mendukung penelitian ini. Konsep Kemitraan Perbankan Pada dasarnya kemitraan merupakan jenis entitas bisnis yang diwujudkan dalam kerja sama antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar, dalam pelaksanaanya disertai pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan (Tohar,2000). Hal yang mendasari dilaksanakannnya kemitraan yakni adanya persoalan internal dan eksternal yang dihadapi pengusaha dalam mengembangkan usaha, sehingga memerlukan pertolongan pihak lain yang memiliki kemampuan lebih. Perbankan yang segmen pasarnya lebih banyak pada pengusaha UKM (Usaha Kecil Menengah) adalah bank perkreditan rakyat seperti lembaga keuangan mikro yang menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat yang melaksanakan kegiatan usahanya melalui prinsip konvensional atau syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Herli, 2013). Kemitraan dapat diwujudkan melalui transfer teknologi, transfer pengetahuan dan keterampilan, transfer sumber daya (manusia dan bahan baku), transfer metode kerja, transfer modal atau berbagai hal yang dapat diperbantukan sehingga terpadu dalam wujud yang utuh. Namun pada aktivitas perbankan nasional, program kemitraan merupakan salah satu upaya pengembangan penyaluran kredit perbankan nasional, hal tersebut didasari dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995. Linkage Program merupakan program kemitraan antara bank umum dengan koperasi atau dengan lembaga keuangan mikro guna menyalurkan kredit. Pelaksanaan program tersebut tidak mengharuskan perbankan menyalurkan kredit secara langsung kepada sektor riil, melainkan melalui perusahaan kemitraan seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun koperasi simpan pinjam atau disebut dengan two steps financing (Bank Indonesia, 2009). Program tersebut memberikan manfaat baik bagi bank umum seperti proses penyaluran kredit menjadi efisien serta memperluas jangkauan terhadap pengusaha UMKM.
13
Sedangkan pada perusahaan mitra memperoleh manfaat berupa penguatan permodalan guna membiayai pengusaha UMKM yang memiliki potensi berkembang. Penerapan Linkage Program dapat diwujudkan pada tiga pola pembiayaan (Bank Indonesia, 2007) yakni : a. Pola Executing merupakan skema penyaluran kredit dimana perbankan memberikan modal pinjaman pada perusahaan mitra, guna disalurkan kembali sebagai pinjaman kepada pengusaha UMKM sebagai end user (lihat Gambar 3). Kredit yang disalurkan dicatat bank umum sebagai pinjaman perusahaan mitra, sedangkan perusahaan mitra mencatat kredit yang tersalur sebagai pinjaman kepada pengusaha UMKM. Pada skema pembiyaan ini, perusahaan mitra memegang kuasa penuh dalam aktivitas menyalurkan kredit, termasuk menentukan target debitur. Hal ini akan berdampak pada risiko yang akan diterima dimana sepenuhnya menjadi tanggungan perusahaan mitra.
Perbankan Nasional
Perusahaan Mitra
Pengusaha UMKM (end user)
Gambar 3 Model pola pembiayaan executing b. Pola Chanelling merupakan skema penyaluran kredit perbankan melalui perusahaan mitra (lihat Gambar 4). Pada skema pembiayaan ini, perusahaan mitra bertindak sebagai agent dan tidak memiliki kewenangan dalam memutuskan perjanjian kredit, kecuali bila mendapat surat kuasa dari perbankan. Penetapan target debitur sepenuhnya menjadi tanggungjawab perbankan . Pada skema pembiayaan ini, kredit yang disalurkan dicatat perbankan sebagai pinjaman kepada pengusaha UMKM, sedangkan perusahaan mitra mencatatkan pinjaman tersebut pada off balance sheet. Risiko yang diterima dalam skema pembiayaan ini menjadi tanggungan perbankan, namun demikian perusahaan mitra diwajibkan membantu, memelihara dan menyehatkan debitur guna mengurangi risiko yang akan diterima perbankan.
14
Perbankan Nasional
Perusahaan Mitra
Pengusaha UMKM (end user)
Gambar 4 Model pola pembiayaan chanelling c. Pola Joint Financing merupakan skema penyaluran kredit dengan modal bersama antara perbankan dengan perusahaan mitra. Dengan demikian, Kredit yang disalurkan dicatat perbankan dan perusahaan mitra sebagai pinjaman kepada pengusaha UMKM berdasarkan porsi masing-masing pada modal pinjaman. Pada skema pembiayaan ini, kesepakatan bersama menjadi acuan dalam menentukan target debitur. Hal ini berdampak pada risiko yang diterima menjadi tanggungan bersama perbankan dan perusahaan mitra sesuai dengan porsi masing-masing. Perbankan Nasional
Perusahaan Mitra
Pengusaha UMKM (end user)
Gambar 5 Pola pembiayaan joint financing Peranan Kredit di dalam Usaha Kredit bukan merupakan perkataan yang asing bagi masyarakat. Istilah kredit tidak hanya dikenal oleh masyarakat di kota-kota besar, tetapi sampai di desa-desa pun kata kredit tersebut sudah sangat populer. Kata kredit dalam bahasa Latin yaitu “credere” yang berarti percaya. Maksud dari percaya kepada si pemberi kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban unttuk membayar sesuai jangka waktu (Kasmir, 2012). Sebelum kredit diberikan, untuk meyakinkan bank bahwa si nasabah benar-benar dapat dipercaya, maka bank terlebih dahaulu melakukan analisa kredit. Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang merupakan perubahan dari Undang-undang No. 7 tahun 1992, menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
15
Pemberdayaan dan pengembangan UMKM merupakan upaya yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. UMKM merupakan salah satu sektor usaha yang banyak memiliki keterbatasan dibandingkan dengan perusahaan besar. Perbedaan yang paling mendasar jika dibandingkan dengan perusahaan besar adalah dalam hal skala usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa ruang lingkup usaha UMKM sangat terbatas. Rudjito (2003), Usaha mikro adalah usaha yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin atau mendekati miskin. Usaha mikro sering disebut dengan usaha rumah tangga. Besarnya kredit yang dapat diterima oleh usaha ini adalah Rp 50 juta. Usaha mikro ini adalah usaha produktif secara individu atau tergabung dalam koperasi dengan hasil penjualan Rp 100 juta. Penyaluran kredit ke sektor agribisnis merupakan bagian dari sistem penunjang yaitu oleh lembaga keuangan. Istilah agribisnis pertama kali diperkenalkan oleh Jhon H Davis dan Ray A Goldberg (dari universitas Harvard) sekitar tahun 1957. Agribisnis merupakan kegiatan yang menyangkut manufaktur dan distribusi dari sarana produksi pertanian. Kegiatan yang dilakukan adalah usahatani, serta penyimpanan, pengolahan, dan distribusi dari produk pertanian dan produk-produk lain yang dihasilkan dari produk pertanian (Drillon, 1974). Definisi tersebut memberikan suatu konsep kegiatan pertanian yang utuh dan komprehensif untuk dapat menelaah dan menjawab berbagai masalah, tantangan, dan kendala yang dihadapi pembangunan pertanian. Konsep tersebut sekaligus dapat menilai keberhasilan pembangunan pertanian serta pengaruhnya terhadap pembangunan nasional secara lebih tepat. Jenis-jenis kredit Jenis-jenis kredit menurut Kasmir (2012), menggolongkan kredit ke dalam beberapa jenis yaitu : 1. Dilihat dari sisi kegunaan : a) Kredit modal kerja, yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. b) Kredit investasi, yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru dimana masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan. 2. Dilihat dari segi tujuan : a) Kredit produktif yaitu kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. b) Kredit konsumtif yaitu kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. c) Kredit perdagangan yaitu kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. 3. Dilihat dari segi jangka waktu : a) Kredit jangka pendek yaitu kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. b) Kredit jangka menengah yaitu kredit yang memiliki jangka waktu berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun dan biasanya digunakan untuk investasi.
16
c) Kredit jangka panjang yaitu kredit yang masa pengembaliannya paling panjang yaitu diatas 3 tahun atau 5 tahun dan biasanya digunakan untuk investasi jangka panjang. 4. Dilihat dari segi jaminan : a) Kredit dengan jaminan yaitu kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berupa barang berwujud atau tidak berwujud. b) Kredit tanpa jaminan yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. 5. Dilihat dari segi sektor usaha : Kredit pertanian, peternakan, industri, pertambangan, pendidikan, profesi, perumahan, dan sektor-sektor lainnya. Prinsip Penilaian Kredit Program penyaluran kredit untuk sektor agribisnis merupakan suatu program kredit yang bertujuan untuk mengayomi dan mengangkat kaum petani dan pelaku usaha mikro sektor agribisnis untuk jadi lebih baik dalam melakukan usaha pertaniannya. Dengan demikian, kriteria efisiensi dalam pengertian ekonomis tidak sepenuhnya dapat diterapkan dalam mengevaluasi program penyaluran kredit sejenis ini. Kriteria efektivitas dirasakan lebih tepat dibandingkan dengan kriteria efisiensi, dalam arti sejauh mana program penyaluran kredit mikro tersebut dapat dengan cepat dan luas menjangkau sasaran mereka. Penilaian yang dilakukan terhadap permohonan pembiayaan, pemberian dana harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon peminjam. Prinsip penilaian kredit 5C menurut Kasmir (2012), yaitu: 1) Character yaitu suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti: cara hidup atau gaya hidupnya, keadaan keluarga, dan hobi. Hal ini merupakan ukuran kemampuan membayar. 2) Capacity yaitu penilaian secara subjektif tentang kemampuan peminjam untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah, dan kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. 3) Capital yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon peminjam, yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh rasio finansialnya dan penekanan pada komposisi modalnya. 4) Collateral yaitu jaminan yang dimiliki calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat digunakan secepat mungkin. 5) Condition of economy yaitu pihak pemberi dana harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon peminjam. Hal tersebut dilakukan karena kondisi ekternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon peminjam.
17
Berdasarkan implikasi tersebut, ternyata kredit bermasalah sangat merugikan lembaga keuangan. Hal ini mendorong bank untuk melakukan upaya antisipasi (penyelamatan), antara lain: 1. Rescheduling (penjadwalan kembali), adalah upaya yang dilakukan bank dalam menyelamatkan kredit yang diberikan kepada debitur dengan cara menyusun ulang jadwal pelunasan pinjaman beserta bunga yang harus dibayar oleh debitur. 2. Reconditioning (pengondisian kembali), yaitu mengubah sebagian atau seluruh persyaratan yang semula disepakati dalam perjanjian seperti besarnya bunga, agunan dan sebagainya. 3. Kombinasi 3-R, merupakan kombinasi dari ketiga cara sebelumnya yaitu rescheduling-restructuring, reconditioningrescheduling-reconditioning, restructuring atau rescheduling-reconditioning dan restructuring sekaligus. 4. Eksekusi, merupakan cara terakhir jika keempat cara sebelumnya tidak dapat menyelesaikan persoalan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebelumnya tidak dapat menyelesaikan persoalan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyerahkan kewajiban kepada Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) atau menyerahkan perkara ke pengadilan negeri sebagai kasus perdata.
Kredit Bermasalah Penyaluran kredit oleh bank akan menjadi masalah apabila debitur tidak bisa membayar angsuran dan kewajiban bunga dengan baik. Hal ini dapat merugikan pihak bank karena dapat menurunkan likuiditas dan profitabilitas bank. Perputaran uang di bank menjadi terlambat dan laba menjadi turun akibat nasabah yang bermasalah dalam pengembalian dan pengangsuran kredit. Bank Indonesia menetapkan penggolongan kredit untuk lembaga keuangan mikro. Dalam pasal 4 ayat 2 Peraturan Bank Indonesia tahun 2008 menyebutkan penggolongan tersebut membedakan kredit ke dalam empat kategori, yaitu: 1. Kredit lancar, yaitu kredit yang tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga, atau kredit yang terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga tidak lebih dari 3 kali angsuran dan kredit belum jatuh tempo. 2. Kredit kurang lancar, yaitu kredit yang terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 3 kali angsuran tetapi tidak lebih dari 6 kali angsuran atau kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari satu bulan. 3. Kredit diragukan, yaitu kredit yang terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 6 kali angsuran tetapi tidak lebih dari 12 kali angsuran atau kredit telah jatuh tempo lebih dari satu bulan tetapi tidak lebih dari 2 bulan. 4. Kredit macet, yaitu kredit yang terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 12 kali angsuran, kredit telah jatuh tempo lebih dari 2 bulan, kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau kredit telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
18
Kerangka Pemikiran Operasional Salah satu lembaga keuangan mikro yang memfasilitasi dalam penambahan modal usaha, investasi maupun jasa simpanan adalah Swamitra Koppas Kramat Jati. Swamitra merupakan suatu lembaga keuangan mikro yang saling bekerjasama antara Bank Bukopin dengan koperasi yang berperan dalam menyalurkan dana kredit kepada pelaku usaha mikro dengan plafon sebesar dua juta rupiah sampai dengan seratus lima puluh juta rupiah. Tujuan didirikannya Swamitra Koppas Kramat Jati adalah untuk melayani nasabah dan menyalurkan kredit kepada debitur yang produktif untuk meningkatkan pendapatan dan mengembangkan usahanya, khususnya kepada pelaku usaha mikro sektor agribisnis. Untuk itu, Swamitra Koppas Kramat Jati menetapkan target-target realisasi kredit terhadap penyaluran kredit mikronya. Kenyataan yang terjadi adalah adanya permintaan kredit yang tinggi, realisasi kredit yang meningkat tiap bulannnya namun diiringi dengan peningkatan kredit bermasalah, sampai dengan Desember 2013 tercatat BDR (Bad Debt Ratio) Swamitra USP Koppas Kramat jati mencapai 6 persen, dimana untuk indikator Swamitra yang baik kinerjanya adalah nilai BDR dibawah 5 persen. Hal ini mengindikasikan pentingnya mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi tunggakan kredit usaha mikro pada nasabah sektor agribisnis Swamitra Koppas Kramat Jati. Program pemberian kredit bertujuan untuk membantu UMKM yang telah layak namun membutuhkan modal dalam melakukan pengembangan usahanya. Aspek kelayakan usaha dalam pemberian kredit menjadi salah satu faktor terpenting dalam keberlangsungan kesehatan pinjaman, diharapkan nasabah yang layak namun belum perbankan (bankable) akan teratur dalam melakukan pembayaran angsuran pinjaman. Dalam pelaksanaannya penyaluran kredit ini masih terdapat permasalahan yang timbul, yakni keterlambatan pengembalian kredit. Keterlambatan pengembalian kredit akan merugikan pihak bank, modal bank menjadi beku dan menurun serta berkurangnya pendapatan yang semestinya diperoleh dari hasil pemberian kredit. Faktor-faktor yang diduga memengaruhi tunggakan kredit Swamitra USP Kramat Jati diturunkan berdasarkan prinsip-prinsip yang diterapkan dalam mempertimbangkan pengajuan kredit yaitu Character (kepribadian), Capital (modal), dan Capacity (kemampuan). Prinsip Collateral (agunan) dalam skim kredit ini dianggap telah terpenuhi dengan adanya penjaminan dari pemerintah. Sementara prinsip Condition of economy (kondisi ekonomi) yang diasumsikan tidak mengalami perubahan (ceteris paribus) karena di dalam dalam penelitian ini kedua prinsip tersebut dianggap sebagai faktor di luar kendali debitur. Hipotesis awal yang mempengaruhi pengembalian kredit, adalah karakteristik individu, karakteristik usaha dan karakteristik kredit. Penjelasan dari karakteristik-karakteristik tersebut adalah sebagai berikut : 1. Karakteristik Individu Karakteristik individu yang diduga dapat mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit adalah usia, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan pengetahuan akad kredit. Variabel-variabel tersebut diturunkan dari character analisis kredit 5C. a. Usia mempengaruhi keberanian pengusaha dalam mengambil keputusan secara rasional, karena pada umumnya peningkatan usia akan mempengaruhi
19
kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan untuk memanfaatkan kredit. Hipotesis terhadap usia adalah positif. b. Tingkat pendidikan dapat mencerminkan tindakan dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin memahami peraturan dan prosedur peminjaman kredit. Hipotesis terhadap tingkat pendidikan adalah negatif. c. Jumlah tanggungan dalam keluarga yang semakin banyak akan diasumsikan memiliki pengeluaran besar untuk kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga dapat menghabiskan sebagian besar proporsi pendapatan keluarga. Hal ini dapat menjadi peluang ketidakmampuan debitur dalam pelunasan pinjaman. Hipotesis terhadap jumlah tanggungan dalam keluarga adalah positif. 2. Karakteristik Usaha Karakteristik usaha yang diduga dapat mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit antara lain adalah jenis usaha dan lama usaha. Semua variabel tersebut diturunkan dari capacity pada prinsip kredit 5C. a. Jenis usaha berpengaruh terhadap kelancaran penembalian kredit. Hal ini digunakan dalam pembayaran dan pelunasan pinjaman. Hipotesis penelitian bahwa usaha di sektor agribisnis yang memungkinkan memiliki peluang lebih lancar dalam pengembalian kredit adalah usaha off farm, ini dikarenakan usaha off farm memiliki risiko tidak begitu besar daripada usaha on farm. b. Lama usaha yang dijalankan memberikan gambaran mengenai kemampuan pengusaha dalam mengelola usahanya. Semakin lama usaha yang dijalankan maka semakin menjamin bahwa usaha tersebut layak untuk dibiayai. Keberhasilan tersebut dapat menjamin dalam besarnya pendapatan atau keuntungan yang diperoleh. Hal ini dapat menjadi peluang yang baik dalam kelancaran pengembalian kredit. Hipotesis terhadap lama usaha adalah negatif. c. Omzet adalah pendapatan kotor setiap bulan yang diperoleh nasabah dalam menjalankan usahanya. Hipotesis terhadap omset adalah negatif. 3. Karakteristik Kredit a. Frekuensi pinjaman kredit yang telah diterima serta pengembalian kredit yang sesuai dengan perjanjian terdahulu diduga berpengaruh negatif terhadap tunggakan kredit. Semakin besar frekuensi peminjaman kredit atau semakin sering meminjam maka debitur akan lebih memahami mengenai akad kredit. Hal ini dapat diindikasikan bahwa debitur akan semakin memahami mengenai kewajibannya untuk membayar dan melunasi kredit sesuai isi perjanjian. Semua karakteristik di atas diduga memiliki pengaruh yang nyata terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit sehingga pihak Swamitra perlu memperhatikan karakteristik nasabah dalam mengabulkan suatu permohonan kredit. Swamitra Koppas Kramat Jati tidak hanya berharap dan berupaya menekan angka kredit bermasalah tetapi juga berupaya untuk sebisa mungkin penyaluran kredit dapat mencapai tujuan yang diharapkan yaitu dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam rangka meningkatkan produktifitas dan pengembangan usaha rakyat kecil. Pembahasan penelitian ini akan dibatasi berdasarkan pada kerangka pemikiran operasional. Alur kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 6.
20
Swamitra Koppas Kramat Jati
Kredit Usaha Mikro
Permasalahan : Adanya peningkatan realisasi kredit setiap bulannya namun diiringi dengan kenaikan BDR (Bad Debt Ratio) yang mencapai 6 persen
Faktor-faktor yang memengaruhi tunggakan kredit usaha mikro
Character
Karakteristik Individu (Usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga)
Capacity
Capital
Karakteristik Usaha (Jenis usaha, lama usaha, omzet, biaya operasional)
Collateral
Karakteristik kredit (Frekuensi peminjaman kredit, status kepemilikan lokasi usaha, jangka waktu pengembalian kredit, tingkat bunga)
Rekomendasi Kebijakan
Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional
Condition of Economy
21
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi tunggakan kredit usaha mikro dilaksanakan pada Swamitra Koppas Kramat Jati. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa pencapaian realisasi kredit memiliki trend meningkat dan BDR mencapai 6 persen dengan trend meningkat. Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 2 bulan dari bulan Desember 2013 sampai Januari 2013 sedangkan upaya persiapan (prapenenelitian) dan penjajakan dilakukan sejak bulan Oktober 2013.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan, diskusi wawancara. Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak terkait seperti Manager Swamitra Koppas Kramat Jati, account officer yang menangani pembiayaan mikro, credit support, kepala bagian operasional, dan para debitur sebagai narasumber. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari berbagai literatur seperti buku, internet, arsip, artikel, jurnal, hasil penelitian sebelumnya dan data dari Kementerian Koperasi dan UMKM yang dapat menjadi acuan dalam penelitian ini. Data tersebut digunakan sebagai data pendukung dan pembanding penelitian ini.
Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah para debitur sektor agribisnis yang masih tergolong aktif hingga bulan Desember 2013. Berdasarkan data performance bulan Desember 2013 total debitur Kredit Modal Kerja Swamitra Koppas Kramat Jati adalah 654 orang yang terbagi menurut sektor ekonomi baik agribisnis maupun non agribisnis. Dari 654 orang nasabah yang aktif sampai dengan periode akhir desember 2013, terdapat 384 orang debitur yang usahanya bergerak di bidang agribisnis. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Stratified Random Sampling, yaitu pengambilan sampel dengan cara membagi dalam dua atau lebih strata berdasarkan kategori-kategori dari satu atau lebih variable yang relevan. Debitur Swamitra Koppas Kramat Jati berdasarkan kolektibilitas pinjaman dapat dibedakan ke dalam empat kelompok, yaitu nasabah Lancar, dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, dan Macet dapat terlihat pada Tabel 7.
22
Tabel 7 Jumlah debitur mikro agribisnis Swamitra Koppas Kramat Jati menurut kelancaran kredit tahun 2013 Kolektibilitas
Kategori
1 2
Lancar Kurang lancar
3 4
Dalam perhatian khusus Macet Total
Jumlah Debitur (Orang) 121 81
Sampel 10% (orang) 12 8
90 92 384
9 9 38
Sumber: Swamitra Koppas Kramat Jati 2013
Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa sampel yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tunggakan kredit di Swamitra Koppas Kramat Jati adalah 38 orang debitur, terdiri dari sampel yang diambil berdasarkan penentuan pengambilan 10 persen dari tiap debitur dalam kriteria kredit yang tegolong Lancar, Kurang Lancar, Dalam Perhatian Khusus, dan Macet dalam bidang usaha agribisnis. Jumlah debitur yang tergolong lancar sebanyak 121 orang, tergolong kurang lancar sebanyak 81 orang, tergolong dalam perhatian khusus sebanyak 90 orang, dan yang tergolong macet sebanyak 92 orang. Sesuai dengan ketetapan Bank Indonesia terhadap lembaga keuangan mikro, nasabah yang tidak lancar (menunggak) adalah nasabah yang tergolong ke dalam kolektibilitas pinjaman, DPK, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan suatu cara untuk memperoleh data yang diperlukan melalui suatu prosedur secara sistematis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa informasi yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada debitur Swamitra Koppas Kramat Jati dan diskusi dengan pihak manajemen Swamitra Koppas Kramat Jati mengenai mekanisme dan tata cara pemberian kredit kepada nasabah, mulai dari awal pengajuan pinjaman sampai dengan perealisasian pinjaman serta tata cara pembayaran kredit. Data sekunder berupa data dari internal Swamitra Koppas Kramat Jati serta data yang diperoleh dari BPS dan Kemeterian Negara Koperasi dan UMKM Republik Indonesia. Data internal tersebut berupa laporan bulanan Swamitra Koppas Kramat Jati, laporan keragaan Swamitra Koppas Kramat Jati dan dokumen permohonan kredit seluruh debitur. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari jurnal-jurnal penelitian, skripsi, tesis, jurnal-jurnal lembaga keuangan mikro.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Nazir (2009) mendefinisikan analisis data sebagai bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis, data tersebut dapat diberi arti dan
23
makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data yang terkumpul di lapangan akan dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perangkat digital komputer dengan aplikasi program Microsoft Office Excel 2007 dan program SPSS version 20.0.
Analisis Kualitatif Analisis kualitatif berupa deskripsi dari karakteristik pelaku Usaha Mikro sebagai debitur Swamitra Koppas Kramat jati yang didukung penyajian data dalam bentuk tabulasi dengan menggunakan pendekatan pemusatan proporsi sehingga dapat diketahui karakteristik masyarakat (pelaku usaha kecil) yang menerima kredit serta mengetahui perbedaan karakteristik antara debitur yang lancar dengan debitur yang tidak lancar (menunggak) dalam pengembalian kreditnya. Analisis kualitatif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu subjek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Data kualitatif pendapat responden diuraikan secara deskriptif. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Metode analisis kualitatif digunakan untuk menjelaskan gambaran umum Swamitra USP Koppas Kramat Jati, syarat-syarat penyaluran kredit serta prosedur yang diterapkan untuk memperoleh kredit yang keluarkan oleh Swamitra USP Koppas Kramat Jati. Dengan demikian dapat diketahui mekanisme penyaluran kredit di Swamitra USP Koppas Kramat Jati berdasarkan prinsip 5 C, yaitu character (karakter), capacity (kapasitas), capital (modal), collateral (agunan), dan condition of economy (kondisi ekonomi).
Analisis Kuantitatif Model analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis regresi. Analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh pada pengembalian kredit menggunakan model analisis regresi linier berganda. Variabel dependent model ini adalah jumlah tunggakan debitur dalam periode tiga tahun terakhir sampai dengan desember 2013, dengan variabel-variabel independent yang terdiri dari usia, tingkat pendidikan, jumlah taggungan keluarga, jenis usaha, lama usaha, omzet usaha per bulan, biaya operasional per bulan, status kepemilikan lokasi usaha, jangka waktu pengembalian kredit, frekuensi peminjaman kredit, dan tingkat bunga.
Analisis Model Regresi Linear Berganda Analisis regresi merupakan studi tentang hubungan antara satu variabel yang disebut variabel tak bebas atau variabel yang dijelaskan dengan satu atau lebih variabel bebas atau variabel penjelas. Model regresi liniear berganda merupakan model liniear yang mempunyai lebih dari satu variabel penjelas
24
(Gujarati, 2006). Model regresi liniear berganda faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit usaha mikro pada Swamitra Koppas Kramat Jati merupakan model regresi yang didapat dari data sampel atau bisa disebut juga fungsi regresi sampel. Maka untuk menaksir fungsi regresi keseluruhan populasi berdasarkan fungsi regresi sampel yang ada digunakan metode kuadrat terkecil biasa atau ordinary least square (OLS). Faktor yang diduga merupakan berpengaruh terhadap pengembalian kredit usaha mikro pada Swamitra Koppas Kramat Jati diturunkan dari tiga jenis karakteristik debitur yaitu karakteristik individu (usia responden, tingkat pendidikan responden, dan jumlah tanggungan keluarga), karakteristik usaha (jenis usaha, lama usaha, rata-rata omzet per bulan, rata-rata biaya operasional per bulan, dan status kepemilikan lokasi usaha) serta karakteristik kredit (jangka waktu pengembalian kredit, frekuensi peminjaman kredit, dan bunga efektif). Persamaan regresi untuk faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit pada Swamitra USP Koppas Kramat Jati adalah sebagai berikut: Y = β0+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+β7X7+β8X8+β9X9 +β10X10+β11X11+ ε Keterangan : Y X1 ,… X11 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 β0 ε β1... β11
= Variabel dependent, yaitu tingkat tunggakan debitur (persentase) = Variabel independent = Usia (tahun) = Tingkat pendidikan (tahun) = Jumlah tanggungan Keluarga (jiwa) = Jenis usaha, sebagai variabel dummy(1=on farm dan 0=off farm) = Lama usaha (tahun) = Omzet (rupiah/bulan) = Biaya operasional per bulan (rupiah/bulan) = Status kepemilikan lokasi usaha, sebagai variabel dummy (1= sewa; 0= milik sendiri) = Jangka waktu pengembalian kredit (bulan) = Frekuensi peminjaman kredit (kali) = Bunga efektif (persen/tahun) = Konstanta atau intercept model garis regresi = Galat = Koefisien dugaan dari variabel independen
Ketepatan model regresi hasil analisis diukur dengan nilai koefisien determinasi (R2). Nilai koefisien determinasi merupakan gambaran dari proporsi keragaman (varian) total di dalam variabel tidak bebas (Y) yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas (Xi) secara bersama-sama dan menunjukkan besarnya sumbangan variabel bebas (Xi) terhadap variabel tidak bebas (Y). Sedangkan keeratan hubungan liniear antara variabel tidak bebas (Y) dan semua variabel bebas (Xi) dalam model diukur dengan koefisien korelasi berganda (R) yang merupakan akar dari R2.
25
Pengujian Asumsi OLS Penaksir OLS adalah penaksir fungsi regresi tak bias linear terbaik atau best linear unbiased estimator (BLUE) karena model regresi yang dihasilkan dengan metode OLS berbentuk linear, tak bias, dan mempunyai varian terendah dalam kelompok penaksir dari sebuah model (Gujarati, 2006). Untuk mengetahui sifat-sifat OLS tersebut apakah terdapat pada model yang dihasilkan maka dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut: Uji Multikoliniearitas Uji multikoliniearitas mengukur hubungan linear antara variabel bebas di dalam model (Gujarati,2006). Bila hubungan liniear antara variabel bebas tinggi maka konsekuensi yang akan dihadapi adalah: 1. Variance dan standar deviasi yang besar pada model OLS. 2. Interval keyakinan yang lebih lebar. 3. Nilai R2 tinggi tetapi sedikit variabel bebas yang signifikan. 4. Model cenderung tidak stabil. 5. Kesalahan tanda untuk koefisien regresi. 6. Kesulitan dalam menilai kontribusi individual dari variabel-variabel bebas terhadap R2. Deteksi mulitikoliniearitas dilakukan dengan menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor), bila nilai VIF lebih dari 10 untuk masing-masing variabel maka terdapat multikoliniearitas (Iriawan dan Astuti, 2006; dalam Nadhwatunnaja, 2008). Uji Normalitas Asumsi normalitas mengharuskan nilai residual dalam model menyebar atau terdistribusi secara normal. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi eror yang dihasilkan mempunyai distribusi normal atau tidak. Selain itu mendeteksi normalitas dapat dilakukan dengan plot probabilitas normal. Melalui plot ini masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan dari distribusi normal. Jika residual berasal dari distribusi normal, maka nilai-nilai data (titik-titik dalam grafik) akan terletak di sekitar garis diagonal. Peubah bebas atau variabel bebas X1, X2, X3,..., Xk konsonan dalam pengambilan sampel terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedatisitas adalah kondisi adanya variasi dari varian galat dari setiap observasi. Kedaan yang dikehendaki pada model adalah homoskedastisitas atau tidak adanya variasi varian galat dari setiap observasi. Heteroskedastisitas dapat diidentifikasi melalui pengujian grafik residu. Bila titik-titik pada grafik residu membentuk pola maka terdapat heteroskedastisitas dalam data (Gujarati, 2006).
26
Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan kondisi adanya korelasi antar variabel bebas. Autokorelasi menyebabkan model atau penaksir OLS menjadi tidak efisien karena (Gujarati, 2006). Autokorelasi diidentifikasi melalui Uji Durbin-Watson. Teknis Uji Durbin-Watson adalah dengan mencocokan nilai yang didapat dari perhitungan (d hitung) dengan aturan keputusan Uji Durbin-Watson (Tabel 7) Tabel 8 Uji Durbin-Watson: aturan keputusan Hipotesis nol Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi positif atau negatif
Keputusan Tolak Tak ada keputusan Tolak Tidak ada keputusan Jangan tolak
Jika 0 < d < dL 0 ≤ d ≤ dU 4- dL < d < 4 4- dU < d < 4- dL dU < d < 4- dU
Sumber: Gujarati (2006)
Bila nilai Durbin-Watson yang didapat berada pada daerah tanpa keputusan (4- dU < d < 4- dL) maka akan dilakukan Uji Run. Bila nilai Asymp. Sig. Hasil Uji Run berada diatas 0,5 maka tidak ada autokorelasi, sedangkan bila Asymp. Sig. Berada di bawah 0,5 maka terdapat autokoralasi (Gujarati, 2006). Pengujian Hipotesis Gabungan dan Parsial Pengujian hipotesis gabungan atau secara keseluruhan dilakukan untuk mengetahui berpengaruh nyata atau tidaknya secara simultan seluruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas (Gujarati, 2006). Hipotesis ujinya dinyatakan sebagai berikut: H0: β1 = β2 = ... = β11 = 0 H1: paling sedikit ada satu βi ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F dengan kriteria sebagai berikut: F hitung ≤ F tabel atau P-value < α, maka tolak H0 F hitung > F tabel atau P-value > α, maka terima Ho Jika P-value < α (tolak H0), maka variabel bebas yang diuji secara bersamasama (seluruh faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit usaha mikro pada Swamitra Koppas Kramat Jati berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (tingkat tunggakan debitur). Sedangkan bila P-value > α (terima H0), maka variabel bebas yang diuji secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Pengujian hipotesis parsial dilakukan untuk mengetahui berpengaruh nyata atau tidaknya masing-masing koefisien variabel bebas (Xi) terhadap variabel tidak bebas (Y) (Gujarati, 2006). Hipotesisnya dinyatakan sebagai berikut: H0: β1 = 0 H0: β1 ≠ 0
27
Uji statistik yang digunakan adalah uji t dengan kriteria sebagai berikut: t hitung ≤ t tabel atau P-value < α, maka tolak H0 t hitung > t tabel atau P-value > α, maka terima H0 Jika P-value < α (Tolak H0), maka variabel bebas yang diuji (faktor yang mempengaruhi tingkat tunggakan kredit usaha mikro pada Swamitra USP Koppas Kramat Jati) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (tunggakan debitur). Sedangkan bila P-value > α (terima H0),maka variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis Variabel Penjelas Analisis regresi liniear berganda dilakukan untuk membuktikan variabelvariabel penjelas dugaan yang berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian kredit usaha mikro pada Swamitra Koppas Kramat Jati. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dari teori penerapan Kasmir (2012), hasil penelitian terdahulu, dan pendapat peneliti. Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu didapatkan dugaan awal atas pengaruh setiap variabel bebas dugaan terhadap tingkat tunggakan kredit pada Swamitra Koppas Kramat Jati. a)
Usia (tahun) Usia menunjukkan umur debitur responden pada saat dilaksanakannya penelitian, satuan yang digunakan adalah tahun. Hipotesis awal dari variabel umur adalah umur berpengaruh positif terhadap tingkat tunggakan kredit pada Swamitra Koppas Kramat Jati. Artinya semakin tua debitur maka keinginan untuk membayar tunggakan semakin rendah sehingga tingkat tunggakan kreditnya semakin besar. b) Tingkat Pendidikan (tahun) Tingkat pendidikan diartikan sebagai banyaknya tahun debitur habiskan di sekolah atau pendidikan formal. Variabel ini diduga berkorelasi negatif tehadap tingkat tunggakan kredit pada Swamitra Koppas Kramat Jati. Hipotesis awal yang dibangun dalam penelitiana ini semakin tinggi tingkat pendidikan debitur, maka debitur akan semakin memiliki tanggungjawab untuk membayar dan melunasi hutang, sehingga tunggakan kreditnya kecil. c) Jumlah Tanggungan Keluarga (jiwa) Jumlah tanggungan keluarga merupakan jumlah orang/jiwa yang tinggal satu rumah dengan debitur dan merupakan tanggungjawab debitur dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Tanggungan keluarga bisa berarti anak, istri, dan kerabat dekat yang tinggal di rumah debitur tersebut. Hipotesis awal dari variabel jumlah tanggungan keluarga adalah positif, bahwa semakin besar jumlah tanggungan keluarga yang ada, maka debitur akan lebih cenderung menunggak, karena alokasi pendapatan akan lebih banyak diutamakan untuk digunakan dalam pemenuhan kebutuhan hidup anggota keluarga dalam satu rumah tersebut. d) Jenis Usaha Jenis usaha merupakan salah satu faktor yang menentukan kelancaran dalam pengembalian kredit. Jenis usaha agribisnis para debitur di Swamitra USP Koppas Kramat Jati adalah on farm dan off farm. Hipotesis awal variabel jenis usaha adalah bahwa debitur yang menjalankan usaha di bidang on farm maka tunggakan kreditnya akan lebih besar, karena usaha budidaya atau on farm lebih besar risikonya dibandingkan dengan usaha off farm.
28
Lama usaha (tahun) Lama usaha merupakan jumlah tahun usaha yang sudah dijalani debitur sejak saat memulai usahanya. Lama usaha mengindikasikan bahwa pengalaman usaha nasabah akan memengaruhi keuntungan yang didapat karena sudah mengetahui strategi dalam berdagang. Variabel lama usaha diduga berkorelasi negatif. Hipotesis awal bahwa semakin lama usaha debitur maka akan berdampak debitur akan lancar dalam pembayaran kredit sehingga menurunkan tunggakan. f) Omzet (rupiah) Omzet usaha adalah pendapatan kotor penjualan tiap bulannya. Omzet usaha merupakan penerimaan dari hasil penjualan, yaitu banyaknya komoditi yang terjual dikalikan dengan harga per komoditi. Variabel omzet usaha diduga berkorelasi negatif. Hipotesis awal penelitian ini bahwa semakin besar omzet usaha maka kemampuan membayar kreditnya akan semakin besar sehingga menurunkan tunggakan. g) Biaya operasional (rupiah) Biaya operasional merupakan biaya yang rutin dikeluarkan per bulan oleh debitur dalam menjalankan usahanya. Biaya operasional termasuk didalamnya biaya transportasi. Variabel biaya operasional diduga berkorelasi positif. Hipotesis awal penelitian ini bahwa semakin besar biaya operasional maka akan meningkatkan tunggakan. h) Status kepemlikan lokasi usaha Status kepemilikan lokasi usaha mengindikasikan bahwa debitur yang memiliki lokasi usaha. Tidak perlu mengeluarkan biaya per bulannya untuk membayar sewa lokasi usaha. Variabel status kepemilikan lokasi usaha diduga berkorelasi negatif. Hipotesis awal penelitian ini bahwa debitur yang lokasi usahanya milik sendiri maka tunggakan kreditnya akan lebih kecil dari debitur yang menyewa lokasi usahanya. i) Jangka waktu pengembalian kredit (bulan) Jangka waktu pengembalian kredit merupakan lama waktu yang telah disepakati debitur untuk menyelesaikan angsuran pembayaran kreditnya. Semakin lama jangka waktu pengembalian maka akan lebih sedikit jumlah angsuran yang harus dibayarkan tiap bulannya sehingga lebih mudah menyisihan pendapatan debitur untuk membayar angsuran kreditnya. Variabel jangka waktu pengembalian kredit diduga berkorelasi negatif. Hipotesis awal penelitian ini adalah semakin lama jangka waktu pengembalian kredit maka akan menurunkan tunggakan. j) Frekuensi peminjaman kredit (kali) Frekuensi peminjaman kredit mengindikasikan bahwa debitur sudah seberapa sering melakukan peminjaman kredit di Swamitra USP Koppas Kramat Jati. Semakin banyak frekuensi pernah meminjam kredit di Swamitra maka debitur tergolong nasabah yang lancar dalam pembayaran sebelumnya sehingga selalu diberikan pinjaman kredit selanjutnya oleh Swamira. Variabel frekuensi peminjaman kredit diduga berkorelasi negatif. Hipotesis awal penelitian ini adalah semakin tinggi frekuensi peminjaman kredit maka akan menurunkan tunggakan. k) Tingkat Bunga (persen) Tingkat bunga merupakan persentase bunga yang harus dibayarkan debitur tiap bulannya bersamaan dengan pembayaran pokok hutangnya. Tingkat bunga sudah disepakati debitur dan kreditur di awal perjanjian kredit. Semakin tinggi e)
29
tingkat bunga maka akan semakin besar jumlah angsuran yang harus dibayarkan debitur tiap bulannya. Variabel tinggkat bunga diduga berkorelasi positif. Hipotesis awal penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat bunga maka akan meningkatkan tunggakan. Definisi Operasional 1. Debitur adalah pihak yang menggunakan jasa Swamitra. Pada penelitian ini debitur yang dimaksud adalah pengguna kredit untuk usaha aribisnis di Swamitra Koppas Kramat jati. Debitur pengguna kredit lebih dikenal dengan nama debitur. 2. Karakter debitur merupakan salah satu dari prinsip 5 C yang merupakan persyaratan dalam mekanisme penyaluran kredit. 3. Usia yaitu umur debitur sejak lahir hingga proses pengajuan pinjaman yang terdata dalam dokumen permohonan (aplikasi kredit) Swamitra Koppas Kramat Jati, dihitung dalam satuan tahun. 4. Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya orang yang masih dibiayai hidupnya oleh debitur dalam keluarganya (termasuk debitur sendiri), dihitung dalam satuan orang. 5. Tingkat pendapatan usaha yaitu selisih antara jumlah penerimaan kotor usaha dikurangi dengan pengeluaran untuk usaha per bulannya, diukur dengan satuan rupiah. 6. Jumlah kredit yang diajukan yaitu nominal pinjaman kredit yang diterima oleh debitur (realisasi kredit) yang diukur dalam satuan rupiah. 7. Nilai agunan adalah nilai pasar baik barang atau surat berharga lainnya yang diserahkan ke bank sebagai jaminan kredit, diukur dalam satuan rupiah. 8. Frekuensi peminjaman atau pengalaman kredit adalah berapa kali peminjaman kredit yang telah dilakukan responden, diukur dalam berapa kali. 9. Bunga efektif yaitu porsi bunga dihitung berdasarkan pokok hutang tersisa. Sehingga porsi bunga dan pokok dalam angsuran setiap bulan akan berbeda, meski besaran angsuran per bulannya tetap sama. Rumus perhitungannya: Sisa pokok x bunga x 10. Jangka waktu yaitu periode kredit atau jangka waktu peminjaman kredit, diukur dalam satuan bulan.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Bank Bukopin Sejarah dan Perkembangan PT. Bank Bukopin, Tbk PT Bank Bukopin awalnya merupakan bank nasional dengan status badan hukum koperasi yang didirikan oleh delapan induk koperasi pada tanggal 10 Juli 1970 dengan nama Bank Umum Koperasi Indonesia, disingkat BUKOPIN (Bank Bukopin, 2012). Seiring dengan perkembangan perekonomian nasional yang terus
30
membaik maka pada tahun 1986 beberapa bank berbadan hukum koperasi melakukan penggabungan usaha (merger) untuk membentuk Bank Bukopin. Proses penggabungan tersebut dimaksudkan sebagai usaha untuk menopang kegiatan perkoperasian di Indonesia. Untuk mengubah citra BUKOPIN sebagai bank yang lebih baik di lingkungan masyarakat maka dilakukan pengubahan nama menjadi Bank Bukopin di tahun 1989 dan melakukan penerbitan obligasi. Pada tahun 1993, Bank Bukopin mengubah status badan hukum koperasi menjadi badan hukum Perseroan Terbatas dengan nama PT Bank Bukopin, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan likuiditas permodalan agar dapat menjamin operasional Bank Bukopin. Pada Tahun 1996, Bank Bukopin ditetapkan sebagai Bank Devisa sehingga membuka peluang untuk berkiprah dalam aktivitas perbankan internasional. Namun krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998 menyebabkan Bank Bukopin masuk program rekapitalisasi perbankan bersama dengan perbankan lainnya yang dijalankan oleh pemerintah. Selama program rekapitalisasi, Bank Bukopin berhasil tumbuh melampaui target yang ditetapkan pemerintah dalam rancangan Rencana Kinerja Usaha (Performance Plan) yang diakui secara nasional maupun Internasional. Pada tahun 2001, Bank Bukopin berhasil menyelesaikan program rekapitalisasi serta menjadi perbankan pertama yang keluar dari program tersebut. Visi dan Misi PT Bank Bukopin, Tbk PT Bank Bukopin, Tbk memiliki visi yakni menjadi bank yang terpercaya dalam pelayanan jasa keuangan. Untuk dapat mewujudkan visi tersebut maka Bank Bukopin merancang misi yakni memberikan pelayanan yang terbaik kepada nasabah, turut berperan dalam pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK), serta meningkatkan nilai tambah investasi pemegang saham dan kesejahteraan karyawan. Bank Bukopin juga menyadari bahwa aspek budaya perusahaan sangat mempengaruhi produktivitas untuk mewujudkan misi Bank Bukopin sehingga dilakukan pengelolaan yang diwujudkan pada nilai-nilai perusahaan yakni PRIDE (Profesionalism, Respect Others, Integrity, Dedicated to Customer and Excellence). PRIDE mencerminkan aturan perilaku umum yang mengikat seluruh jajaran di Bank Bukopin agar bertindak profesional tinggi dan berintegritas di seluruh aspek perusahaan serta mematuhi undang-undang, tata tertib, peraturan dan kebijakan perusahaan (Bank Bukopin, 2012). Gambaran Umum Swamitra Swamitra merupakan lembaga keuangan mikro yang dibentuk atas kerja sama atau kemitraan antara Bank Bukopin dengan Koperasi Simpan Pinjam atau sejenisnya dengan memanfaatkan jaringan teknologi dalam aktivitas transaksi perbankan. Hal yang mendasari kerja sama ini berasal dari komitmen awal Bank Bukopin untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lapisan bawah atau yang disebut dengan pelaku usaha mikro yang sulit bersentuhan dengan perbankan. Melalui kerja sama ini, setiap anggota koperasi yang bergabung sebagai anggota Swamitra dapat memperoleh akses permodalan, pngelolaan likuiditas efektif, transaksi keuangan yang efisien dan penerapan teknologi yang modern.
31
Swamitra berasal dari dua suku kata yakni Swa dalam bahasa Kawi yang berarti sendiri dan mitra yang memiliki arti bekerja sama, sehingga Swamitra dapat didefinisikan sebagai kerjasama atas keinginan sendiri atau tanpa paksaan. Swamitra memiliki tujuan untuk mengembangkan serta memodernisasi Usaha Siman Pinjam (USP) Koperasi melalui pemanfaatan jaringan teknologi (network) dan dukungan sistem manajemen sehingga memiliki kemampuan pelayanan transaksi keuangan yang lebih luas namun tetap memperhatikan perundangundangan yang berlaku. Pola Kemitraan Swamitra dapat dilihat pada Gambar 7. Bank Bukopin
Koperasi
Teknologi & Manajemen Operasional Swamitra
Pemodal
Modal
Swamitra
Operasional
Pembagian SHU
Gambar 7 Pola kemitraan Swamitra
Gambaran Umum Swamitra Koppas Kramat Jati Sejarah Pembentukan Koppas Kramat Jati Koperasi Pedagang Pasar Kramat Jati berdiri pada tanggal 19 Oktober 1977 sesuai dengan Surat Keputusan No : 127/B.H/1/1977 oleh kepala kantor Wilayah Departemen Koperasi DKI Jakarta tentang pengesahan koperasi sebagai badan hukum. Pendiri Koppas Kramat Jati diprakarsai oleh beberapa pengurus atau anggota Koppas Kramat Jati, antara lain : 1. Muhammad Yunus 2. Amri 3. Muhammad Syarif 4. Yohni Norzu 5. Abdul Aziz Adapun Koppas Kramat Jati bertujuan untuk mengembangkan kesejahteraan anggota koperasi pada khususnya dan kemajuan daerah kerja pada umumnya
32
dalam rangka menggalang terlaksananya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila, dan sebagai sarana aspirasi pedagang pasar Keramat Jati. Untuk mencapai maksud dan tujuannya, maka Koppas Kramat Jati menyelenggarakan usaha sebagai berikut: 1. Mewajibkan dan menggiatkan anggota untuk menyimpan pada koperasi secara teratur. 2. Memberikan pinjaman kepada anggota untuk keperluan yang bermanfaat. 3. Pengadaan barang untuk anggota untuk keperluan yang bermanfaat, baik primer maupun sekunder. 4. Menambah pengetahuan anggota tentang perkoperasian, berupa pendidikan dan pelatihan sebagai wadah perjuangan ekonomi untuk membangkitkan kesejahteraan para pedagang beserta para keluarga pada khususnya dan masyarakat pada umumnya di wilayah DKI Jakarta dan Sekitarmya.
Perkembangan Koppas Kramat Jati Usaha utama Koppas Kramat Jati adalah simpan pinjam. Modal usaha simpan ini dari simpanan anggota yang terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela, simpanan wajib khusus (yang diambil dari anggota 1% dari simpanannya) serta simpanan khusus (SHU dari anggota yang tidak diambil). Sejak bergabungnya Koppas Kramat jati dengan PT Bank Bukopin pada tanggal 20 Mei 1998 dalam mengelola simpan pinjam yang disebut USP Swamitra Koppas Kramat Jati, nampak jelas peningkatan yang dirasakan sebagai anggota walaupun hasilnya belum maksimal seperti yang diharapkan. Swamitra USP Koppas Kramat Jati pada akhir tahun 2013 menduduki rangking ke 12 dari Swamitra yang ada di Jabodetabek. Dengan bertambahnya kepercayaan yang diberikan anggota kepada pengurus Swamitra berupa simpanan berjangka maupun tabungan. Maka, Bank Bukopin Menambah modal dana pinjaman sebesar Rp 1.000.000.000,- dan telah ditandatangani perjanjian kredit pada tanggal 20 Mei 1999. Kini Swamitra Koppas Kramat Jati dapat melayani pinjaman bagi anggotannya setiap waktu dengan jumlah maksimal Rp 150.000.000,- dengan suku bunga 2,5% efektif. Dalam tiga tahun terkhir ini, Swamitra Koppas Kramat Jati telah melayani anggotanya dalam pinjaman investasi sebesar Rp 4.471.701.591,- dan untuk simpanan berjangka berhasil dihimpun sebesar Rp 488.511.437,- dalam tiga tahun terakhir sampai dengan akhir desember 2013. Struktur Swamitra Koppas Kramat Jati Karyawan yang ada di Swamitra Koppas Kramat Jati terdiri dari dari karyawan yang berasal dari Swamitra Bukopin dan karyawan yang berasal dari Koppas Kramat Jati itu sendiri. Jumlah karyawan Swamitra Bukopin berjumlah 7 orang terdiri dari Manajer komersial Unit Simpan Pinjam (USP), Koordinator Operasional, Credit Support, Internal Control, Account Officer, Teller dan Collector. Struktur Swamitra Koppas Kramat Jati telihat pada Gambar 7
33
Bank Bukopin
Badan Pengawas
Manajer Swamitra
Account Officer
Koordintor Opersional
Kolektor
Teller
Internal Control
Credit Support
Gambar 8 Struktur organisasi Swamitra USP Koppas Kramat Jati tahun 2013 Adapun deskripsi fungsi kerja masing masing karyawan Swamitra Koppas Kramat Jati dari bagan struktur organisasi pada Gambar 8, dapat dijelaskan berikut ini : 1. Manajer Tugas dan Tanggung Jawab: Menyusun rencana kegiatan tahunan bisnis Swamitra Mengembangkan dan meningkatkan kinerja bisnis Swamitra Melaksanakan fungsi supervise dan pembinaan bagi seluruh karyawan Swamitra Memenuhi pencapaian target yang ditetapkan oleh pengelola Mewakili dan mendampingi pengurus koperasi dalam membina hubungan baik dengan pihak eksternal 2. Koordinator Operasional Tugas dan Tanggung Jawab: Monitor absensi kehadiran karyawan Membuka dan menutup vault (brangkas uang) bersama dengan teller Menjaga dan mengendalikan likuiditas Mengawasi transaksi teller Melakukan verifikasi dan approval Mengelola kas kecil Mengatur pencairan pinjaman Cash count uang tunai transaksi teller Melakukan penarikan dan penyetoran uang ke Bank Bukopin Monitor persedian Alat Tulis Kantor
34
3.
4.
5.
Bertanggung jawab atas gedung kantor, ruang kerja, keamanan, kebersihan dan keselamatan kerja karyawan Monitor pembayaran telepon, pajak, air, listrik Pembayarn gaji karyawan Membuat dan mecetak laporan Account Officer Tugas dan tanggung jawab: Melayani dan memproses nasabah yang mengajukan pinjaman Memonitor kelancaran pembayaran kewajiban debitur Memasarkan produk, bisnis, dan jasa Swamitra Membina dan menjaga hubungan baik dengan pihak eksternal, nasabah, debitur, notaris, dan instansi atau pihak lainnya Bertanggungjawab atas kualitas pinjaman yang dipegangnya Menyusun target dan rencana pencapaian pembiayaan dan pendanaan bisnis Meningkatkan dan mengembangkan kinerja bisnis Swamitra Credit Support Tugas dan tanggung jawab: Memonitor dan memeriksa kelengkapan dokumen Melakukan kajian terhadap pelaksanaan pinjaman Bertugas sebagai sekretaris komite pinjaman dan remidial (pendampingan bersama Ao ke nasabah) Memonitor dan memeriksa kebenaran serta melaksanakan pelaporan Melakukan analisa yuridis Melakukan penilaian agunan Mendokumentasikan, mengadministrasi file pinjaman dan agunan Melakukan pengadministrasian atas penyelesaian pinjaman serta harta jaminan (barang sitaan) atas pinjaman macet Mempersiapkan perjanjian pinjaman dan jaminan calon debitur Mempersiapkan dokumentasi pendropingan pinjaman Melakukan pencairan atau pendropingan dana pinjaman kepada debitur Swamitra Kolektor Tugas dan tangungjawab: Melakukan penagihan kewajiban kepada debitur Mengadministrasikan tagihan dan repayment schedule yang menjadi kewajiban debitur Memonitor kualitas kredit Melakukan pengecekan ulang atas jaminan Menginformasikan kewajiban pinjaman kepda debitur
35
6.
7.
Memonitoring dan memeriksa kebenaran file slip dan form tranksaksi penagihan Teller Tugas dan Tanggung jawab: Membuka dan menutup vault bersama koordinator operasional Melakukan permintaan uang tunai untuk pengisian cashbox Mempersiapkan keseluruhan peralatan kerja Menjalankan Membuat slip transaksi Melaporkan mutasi uang tunai transaksi setoran dan penarikan nasabah Internal Control Tugas dan tangungjawab: Membuat pemeriksaan terhadap semua transaksi harian Mengawasi operasional/kegiatan di masing-masing bagian Memonitor dan memeriksa kebenaran masing-masing bagian Membuat laporan harian, mingguan, dan bulanan Counter part (bagian konter) Swamitra dalam kaitannya dengan bidang pengawasan dan pengelola Swamitra serta pihak eksternal (auditor dan akuntan publik)
Sebagai lembaga keuangan mikro, Swamitra USP Koppas Kramat Jati memiliki berbagai produk untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya. Secara garis besar, Swamitra USP Koppas Kramat Jati melayani tiga macam produk perbankan yaitu simpanan (tabungan dan deposito), pinjaman dan jasa bank lainnya. a. Simpanan Simpanan Berjangka b. c. Simpanan Berjangka Khusus d. Pinjaman Modal Kerja e. Pinjaman Investasi f. Pinjaman Konsumtif g. Jasa Pelayanan, Swamitra USP Koppas Kramat Jati berupaya untuk menambahkan Fee Based Income dengan melayani pembayaran listrik, telepon, dan air. Mekanisme Penyaluran Kredit Usaha Mikro Swamitra Koppas Kramat Jati Swamitra Koppas Kramat Jati merupakan salah satu dari kerjasama antara koperasi dengan Bank Bukopin yang melayani pinjaman kredit usaha mikro. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Swamitra hanya dapat melayani pinjaman kredit dengan plafon mulai dari Rp 2.000.000 sampai dengan Rp 150.000.000. Prosedur pemberian kredit harus sesuai dengan prosedur yang ditetapkan Swamitra. Calon debitur harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Swamitra sebelum mendapatkan kredit. Untuk mengajukan permohonan kredit, calon debitur harus mengisi formulir yang terdapat di Swamitra dan menyerahkan fotokopi suami dan istri. Formulir yang diajukan oleh calon debitur akan ditindaklanjuti oleh account officer yang bertugas untuk melakukan pengumpulan berkas persyaratan yang harus dipenuhi
36
dan melakukan penilaian terhadap kelayakan usaha calon debitur. Account officer akan memeriksa keadaan keuangan usaha calon debitur, menentukan proyeksi peningkatan usaha jika calon debitur mendapatkan kredit, dan menilai kemampuan membayar kredit calon debitur serta melakukan BI Checking untuk memastikan calon debitur tidak memiliki catatan tidak baik dalam peminjaman di bank atau lembaga keuangan mikro sebelumnya. Berkas calon debitur yang telah dikumpulkan oleh account officer diserahkan kepada petugas credit support Swamitra untuk selanjutnya diperiksa dan dilakukan inspeksi langsung untuk melihat keadaan usaha yang dimiliki oleh calon debitur. Inspeksi ini dilakukan untuk memastikan bahwa usaha yang dimiliki oleh calon debitur bukan usaha fiktif dan untuk melihat kondisi riil usaha. Di dalam inspeksi ini petugas credit support dan account officer juga akan mewawancarai penduduk sekitar untuk mendapatkan gambaran mengenai karakter calon debitur. Untuk Plafon pinjaman lebih dari Rp 50.000.000 inspeksi langsung dilakukan oleh manager swamitra, credit support, dan account officer. Selain melihat kondisi usaha, kunjungan juga dilakukan ke rumah calon debitur. Kunjungan ini bertujuan untuk memastikan alamat yang dimiliki oleh calon debitur sesuai dengan alamat yang diberikan kepada Swamitra. Hasil dari penilaian ini akan diperiksa oleh credit support untuk selanjutnya mendapat persetujuan dari Ao Bukopin dan manager Swamitra untuk menentukan apakah calon debitur layak mendapatkan kredit atau tidak. Jika calon debitur dinilai layak mendapatkan kredit, maka debitur akan diminta untuk menandatangani perjanjian kredit.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Debitur Swamitra Koppas Kramat Jati Pembahasan mengenai karakteristik debitur Swamitra Koppas Kramat Jati dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu pembahasan mengenai karakteristik kepribadian individu responden, karakteristik usaha dan kemampuan responden, dan karakteristik kredit dan permodalan responden. Pembahasan mengenai karakteristik debitur tersebut dilakukan dalam upaya untuk menganalisa faktorfaktor apa saja yang memengaruhi tingkat tunggakan kredit usaha mikro para debitur. Responden dalam penelitian ini adalah para debitur kredit sektor agribisnis yang tergolong aktif hingga akhir bulan Desember 2013. Total debitur Kredit modal kerja sektor agribisnis Swamitra Koppas Kramat Jati adalah 384. Responden yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tunggakan kredit di Swamitra Koppas Kramat Jati adalah 38 orang. Responden yang diambil berdasarkan penentuan pengambilan 10 persen dari tiap jumlah debitur sektor agribisnis dalam kriteria kredit yang tergolong lancar (121 orang responden), kurang lancar (81 orang responden), dalam perhatian khusus (90 orang responden), dan macet (92 orang responden) dalam bidang usaha agribisnis.
37
Karakteristik Kepribadian Individu Responden Seluruh responden dalam penelitian diidentifikasi karakteristik individualnya (personalnya) berdasarkan jenis kelamin, status pernikahan, usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jarak tempat tinggalnya dengan Swamitra Koppas Kramat Jati dan status kepemilikan rumah tinggalnya. Adapun hasil identifikasi karakteristik kepribadian individu responden yaitu sebagai berikut: a) Jenis Kelamin Jenis kelamin dapat memengaruhi sifat atau sikap seseorang dalam memiliki loyalitas terhadap pemenuhan suatu kewajibannya, termasuk yang berhubungan dengan kewajiban membayar angsuran kredit. Responden di dalam penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin pria dibandingkan dengan responden wanita. Hal ini artinya debitur Swamitra USP Koppas Kramat Jati didominasi oleh pria sebagai pelaku usaha mikro. Proporsi jenis kelamin para responden dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut jenis kelamin tahun 2013 Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 >5 - ≤ 10 >10 - ≤ 51 n (%) N (%) n (%) 3 7.9 9 23.7 10 26.3 9 23.7 4 10.6 3 7.8 12 31.6 13 34.3 13 34.1
Total n (%) 22 16 38
57.8 42.2 100.0
Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebanyak 22 orang responden atau sebanyak 57,8 persen dari total responden berjenis kelamin pria, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 16 orang responden atau sebanyak 42,2 persen dari total responden berjenis kelamin wanita. Hal tersebut menyimpulkan bahwa responden yang menjadi sample penelitian dengan jenis kelamin pria lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin wanita. Tingkat tunggakan kurang dari 5 persen didominasi oleh wanita dengan jumlah 9 orang atau 23,7 persen dan tunggakan diatas 10 persen sampai dengan 51 persen didominasi oleh pria yaitu sebesar 10 orang responden atau sebesar 26.3 persen. b)
Status Pernikahan Status pernikahan dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan preferensi untuk memenuhi keinginannya dalam membayar kewajiban angsuran kredit. Status pernikahan juga dapat mempengaruhi sikap seseorang dalam mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dianggapnya memiliki tingkatan yang lebih penting. Berikut disajikan data mengenai status pernikahan dari para responden.
38
Tabel 10 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut status pernikahan tahun 2013 Status Pernikahan Lajang Menikah Janda/Duda Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 >5 - ≤ 10 >10 - ≤ 51 n (%) n (%) n (%) 1 2.6 1 2.6 2 5.2 9 23.7 12 31.7 11 28.9 2 5.3 0 0.0 0 0.0 12 31.6 13 34.3 13 34.1
Total n (%) 4 32 2 38
10.5 84,3 5.2 100.0
Dari data pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa responden yang berstatus menikah lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berstatus lajang atau janda/duda. Dimana berdasarkan data yaitu sebanyak 32 orang responden atau 84,3 persen berstatus menikah, sebanyak 4 orang responden yaitu 10,5 persen berstatus lajang dan sisanya sebanyak 2 orang responden atau 5,2 persen berstatus janda/duda. Rata-rata responden yang berstatus menikah memiliki tingkat tunggaka sebesar lebih dari 5 sampai 10 pesen. c)
Usia Tingkatan usia dapat memengaruhi kematangan dalam berfikir dan kebijakan seseorang dalam mengambil keputusan atau bertindak, karena dengan bertambahnya usia maka biasanya pengalaman hidup seseorang dalam menghadapi dan memecahkan suatu permasalahan semakin banyak. Seiring dengan kematangan usia tersebut, juga diharapkan seseorang dapat meningkatkan pengalaman dalam mengelola usaha sehingga keberhasilan usaha dapat lebih terjamin. Selain itu, tingkat tanggungjawab seorang debitur akan semakin lebih besar, khususnya tanggungjawab dalam memenuhi kewajiban angsuran kreditnya. Berikut data mengenai usia responden dalam penelitian. Tabel 11 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut usia tahun 2013 Usia (Tahun) ≤ 34 35 – 45 46 – 55
Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 >5 - ≤ 10 >10 - ≤ 51 n (%) n (%) n (%) 1 2.6 4 10.5 2 5.2 7 18.5 6 15.8 5 13.2 4 10.5 3 7.9 6 15.8 12 31.6 13 34.2 13 34.2
Total n
(%) 7 18 13 38
18.5 47,3 34.2 100.0
Dari data pada Tabel 11, diketahui bahwa usia responden berada pada kisaran antara usia 35 sampai 45 tahun. Nasabah yang terglong lancar dengan tingkat tunggakan kurang dari 5 persen rata-rata berusia 35-45 tahun dan nasabah yang tergolong macet dengan tingkat tungakan lebih dari 10 persen sampai dengan 51 persen didominasi oleh nasabah yang berusia 46-55 tahun. Dari data
39
tersebut maka dapat dikatahui bahwa usia responden yang menjadi sample penelitian, mayoritas berada pada usia produktif yaitu pada range usia 35-45 tahun. d)
Tingkat Pendidikan Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan, maka seseorang akan semakin lebih memiliki sikap disiplin dan tanggungjawab untuk menjalankan atau memenuhi kewajibannya. Begitu juga dengan pengembalian kredit, semakin tinggi tingkat pendidikan debitur maka diharapkan akan semakin tinggi juga rasa tanggungjawabnya dalam mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Tingkat pendidikan para responden dalam penelitian berkisar antara tingkat pendidikan SD sampai Diploma/Universitas, dimana data tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 12 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut tingkat pendidikan tahun 2013 Tingkat pendidikan
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 N
SD SMP SMA Diploma/Univ Total
1 3 3 5 12
>5 - ≤ 10 (%) 2.6 7.9 7.9 13.2 31.6
n 1 5 6 1 13
(%) 2.6 13.2 15.8 2.6 34.2
Total
>10 - ≤ 51 n
n
(%)
(%) 1 7 5 0 13
2.6 18.4 13.2 0.00 34.2
3 17 14 4 38
7.9 44.8 36.8 10.5 100.0
Diketahui dari Tabel 12. Terlihat bahwa mayoritas responden dengan tingkat pendidikan SMP. Debitur dengan kategori nasabah lancar atau tunggakan kurang dari 5 pesen adalah responden berpendidikan diploma/universitas, sedangkan rata-rata debitur yang termasuk dalam kategori nasabah macet dengan tungakan di atas 10 persen sampai dengan 51 persen adalah nasabah dengan tingkat pendidikan SMP sebanyak 18,4 pesen. e) Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah anggota keluarga yang harus ditanggung kebutuhan hidupnya oleh seorang kepala keluarga akan mempengaruhi besarnya pengeluaran untuk kebutuhan keluarganya tersebut. Semakin banyak tanggungan dalam keluarga otomatis kebutuhan hidup keluarga akan semakin besar, sehingga biaya yang harus dikeluarkan juga akan semakin besar/tinggi. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi proporsi pendapatan yang harus dibelanjakan menjadi semakin besar yang pada akhirnya akan mengurangi kemampuan seseorang (debitur) dalam membayar kewajiban angsuran kreditnya. Jumlah tanggungan keluarga dari masing-masing responden memiliki keragaman yaitu mulai dari 1 sampai dengan 6 orang.
40
Tabel 13 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut jumlah tanggungan keluarga tahun 2013 Jumlah Tanggungan Keluarga
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n
1-2 3-4 5-6 Total
5 4 3 12
>5 - ≤ 10 (%) 13.2 10.5 7.9 31.6
n 3 6 4 13
Total
>10 - ≤ 51
(%) 7.9 15.8 10.5 34.2
n 6 7 0 13
n
(%) 15.8 18.4 0.00 34.2
(%) 13 18 7 38
34.2 47.4 18.4 100.0
Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa debitur yang memiliki tunggakan dibawah 5 persen atau termasuk kateori lancar memiliki tangungan keluarga sebanyak 1-2 orang. Tingkat tunggakan kurang lancar atau tunggakan lebih dari 5 persen sampai dengan 10 persen mayoritas debitur memiliki tanggungan keluarga berjumlah 3-4 atau sebanyak 15.8 persen responden. Dan untuk tunggakan macet dengan tingkat tunggakan diatas 10 persen sampai dengan 51 persen didominasi oleh debitur yang memiliki tanggungan keluarga berjumlah 3-4 orang juga. Maka dapat disimpulkan mayoritas responden memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 3-4 orang, sehingga dengan itu diharapkan agar kualitas para responden dalam membayar angsuran kreditnya menjadi semakin baik. f)
Jarak Tempat Tinggal Dengan Swamitra USP Secara administratif, penyaluran kredit yang dilakukan oleh Swamitra USP (Unit Simpan Pinjam) Koppas Kramat Jati didasarkan pada wilayah kerja yang dibawahinya. Seorang calon nasabah atau nasabah dalam mengajukan kreditnya, harus berada di bawah lingkup wilayah kerja Swamitra USP (Unit Simpan Pinjam) Koppas Kramat Jati. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi ekspansi dari koperasi dalam menyalurkan kreditnya dan dapat mempengaruhi keberhasilan dari pengembalian kredit para debiturnya. Berikut disajikan data mengenai jarak dari tempat tinggal responden (debitur) ke Swamitra Koppas Kramat Jati. Tabel 14 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut jarak tempat tinggal tahun 2013 Jarak Tempat Tinggal (Km) ≤4 5–6 7–8 Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n 8 2 2 12
>5 - ≤ 10 (%) 21 5.3 5.3 31.6
n 8 4 1 13
(%) 21 10.6 2.6 34.2
Total
>10 - ≤ 51 n 11 2 0 13
(%) 28.9 5.3 0.00 34.2
n
(%) 27 8 3 38
71.1 21.1 7.8 100.0
Pada Tabel 14, terlihat jarak tempat tinggal responden menuju Swamitra USP (Unit Simpan Pinjam) Koppas Kramat Jati yaitu sekitar ≤ 4 Km, jarak 5 - 6 Km dan jarak 7-8 Km. Sebanyak 27 orang responden memiliki tempat tinggal yang berjarak ≤ 4 Km dari Swamitra USP (Unit Simpan Pinjam) Koppas Kramat Jati, dalam kategori lancar atau tungakan kurang dari 5 persen didominasi oleh
41
debitur yang memiliki jarak tempat tinggal ≤ 4 Km dari Swamitra, dan untuk kategori nasabah macet juga nasabah yang memiliki jarak tempat tinggal ≤ 4 Km. g) Status Kepemilikan Rumah Tinggal Status kepemilikan rumah juga dapat mempengaruhi tingkat pengeluaran pendapatan seseorang. Contohnya, apabila seseorang yang menyewa rumah untuk tempat tinggal tentu ia akan memerlukan pengeluaran untuk membayar biaya sewa atas rumah yang ditempatinya. Oleh karena itu, status kepemilikan rumah menjadi salah satu faktor yang dapat diperhitungkan untuk mempengaruhi seseorang dalam kualitas pengembalian kredit yang telah diterimanya. Tabel 15 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut status kepemilikan rumah tinggal tahun 2013 Status Kepemilikan Rumah Sendiri Orang lain Sewa Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 N 10 1 1 12
(%) 26.4 2.6 2.6 31.6
Total
>5 - ≤ 10
>10 - ≤ 51
n
n
8 4 1 13
(%) 21 10.6 2.6 34.2
1 8 4 13
(%) 2.6 21 10.6 34.2
n
(%) 19 13 6 38
68.4 15.8 15.8 100.0
Berdasarkan hasil data pada Tabel 15, maka dapat diketahui nasabah yang termasuk dalam kategori lancar dengan tunggaakan di bawah 5 persen berstastus memiliki rumah sendiri yaitu sebesar 26,4 persen, sedangkan nasabah yang yang tergolong ke dalam macet dengan tunggakan lebih dari 10 persen sampai dengan 51 persen mayoritas berstatus kepemilikan rumah milik orang lain. Karakteristik Usaha dan Kemampuan Responden Seluruh responden dalam penelitian diidentifikasikan dari segi karakteristik usaha dan kemampuannya berdasarkan jenis usaha, lama usaha, omzet usaha, pendapatan bersih usaha, biaya operasional usaha, jumlah angsuran kredit, dan tingkat bunga kredit. Adapun hasil identifikasi karakteristik usaha dan kemampuan responden yaitu sebagai berikut: a)
Jenis Usaha Jenis usaha berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit karena setiap usaha memiliki risiko yang berbeda-beda, sehingga tentu akan mempengaruhi kemampuan suatu usaha dalam menghasilkan keuntungan yang nantinya akan dialokasikan/digunakan untuk membayar kewajiban angsuran kredit. Usaha on farm diduga akan memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan usaha off farm, sehingga diharapkan bahwa kualitas tingkat pengembalian kredit dari para responden yang memiliki usaha off farm akan lebih baik dibandingkan dengan kualitas tingkat pengembalian kredit dari para responden yang memiliki usaha on farm.
42
Tabel 16 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut jenis usaha tahun 2013 Jenis Usaha
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n
On Farm Off Farm Total
>5 - ≤ 10
(%) 1 11 12
N
2.6 29.0 31.6
0 13 13
(%) 0.0 34.3 34.3
Total
>10 - ≤ 51 N
n
(%)
(%) 1 12 13
2.6 31.5 34.1
2 36 38
5.3 94.7 100.0
Diketahui dari Tabel 16 bahwa sebaran variabel jenis usaha kurang bervariasi. Hal ini terlihat dari sedikitnya jumlah pelaku usaha on farm, yaitu sebanyak 2 orang responden atau 5,3 persen, sedangkan sisanya yaitu mayoritas responden memiliki usaha off farm sebanyak 36 orang responden atau 94,7 persen. Dari data tersebut tentu diharapkan kualitas tingkat pengembalian kredit responden memiliki kualitas yang baik karena debitur yang memiliki usaha off farm memiliki risiko yang lebih kecil. b)
Lama Usaha Lama usaha debitur diharapkan berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena pengalaman usaha yang semakin lama dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan seseorang dalam mengelola usahanya, sehingga hal tersebut dapat mendukung keberhasilan usaha yang dijalani. Keberhasilan usaha tentu akan menjamin perolehan pendapatan/ keuntungan sebagai sumber biaya hidup dan memberikan peluang yang lebih besar dalam meningkatkan kemampuan pengembalian kredit secara lancar. Permasalahan pengembalian kredit yang timbul akibat umur usaha yang masih muda biasanya disebabkan oleh kurangnya pengalaman dalam mengelola modal yang berasal dari sumber pinjaman/kredit. Oleh karena itu, diperlukan pengarahan kepada para debitur agar kredit yang diterimanya dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat produktif dalam usaha sehingga diharapkan akan memberikan nilai tambah yang nantinya dapat dialokasikan untuk membayar kewajiban pengembalian kredit. Tabel 17 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut lama usaha tahun 2013 Lama Usaha (Tahun)
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 N
≤5 6 – 10 11– 15 ≥ 16 Total
3 5 2 2 12
>5 - ≤ 10 (%) 7.9 13.1 5.3 5.3 31.6
n 6 6 1 0 13
(%) 15.8 15.8 2.6 0.0 34.2
Total
>10 - ≤ 51 N 9 4 0 0 13
(%) 23.7 10.5 0.0 0.0 34.2
n
(%) 18 15 3 2 38
47.3 39.5 7.9 5.3 100.0
43
Dari Tabel 17, nasabah yang termasuk dalam kategori lancar atau tunggakan di bawah 5 persen mayoritas debitur yang sudah menjalankan usahanya 6 sampai 10 tahun yaitu sebanyak 13,1 persen, sedangkan nasabah yang tergolong macet dengan tungakan sampai dengan 51 persen adalah nasabah yang baru menjalankan usahanya selama kurang dari 5 tahun yaitu sebanyak 23,7 responden. c)
Omzet Usaha Omzet usaha dapat mencerminkan skala usaha yang dijalankan oleh responden. Selain itu, omzet usaha dapat menentukan kualitas pengembalian kredit responden, hal tersebut dikarenakan apabila usaha responden dapat menghasilkan omzet yang relatif besar tentunya peluang responden untuk membayar kewajiban angsuran kredit akan menjadi semakin besar. Tetapi sebaliknya, apabila usaha responden menghasilkan omzet yang relatif kecil tentu peluang responden untuk membayar kewajiban angsuran kredit menjadi kecil sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas tingkat pengembalian kredit dari responden. Tabel 18 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut omzet usaha tahun 2013 Omzet Usaha per Bulan (Rp 000) ≤ 5 000 5 000.001-10 000 10 000.001-15 000 15 000.001-50 000 Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n 0 11 1 0 12
>5 - ≤ 10 (%) 0.0 29.0 2.6 0.0 31.6
N 1 6 5 1 13
Total
>10 - ≤ 51 (%) 2.6 15.8 13.2 2.6 34.2
n 5 3 4 1 13
(%) 13.2 7.9 10.5 2.6 34.2
n
(%) 4 22 10 2 38
10.5 57.9 26.3 5.3 100.0
Berdasarkan Tabel 18, dapat terlihat bahwa nasabah kategoi lancar dengan tunggakan dibawah 5 persen memiliki omzet usaha per bulan berkisar 5 juta sampai 10 juta yaitu sebanyak 29 persen, sedangkan nasabah kategori macet dengan tunggakan sampai dengan 51 persen sebagian besar merupakan nasabah yang omzet usaha per bulannya kurang dari lima juta rupiah. d) Pendapatan Bersih Usaha Pendapatan usaha merupakan sumber utama bagi pengembalian kredit responden karena pendapatan usaha merupakan sumber pemasukan yang dapat dialokasikan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan yang ada termasuk untuk membayar kewajiban angsuran kredit. Semakin besar pendapatan usaha responden dari kewajiban angsuran kreditnya, maka akan semakin besar pula peluang responden untuk membayar kewajiban angsuran kreditnya secara lancar dan begitu juga sebaliknya. Berikut ini tabel yang akan menguraikan besarnya pendapatan bersih usaha dari para responden.
44
Tabel 19 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut pendapatan bersih usaha tahun 2013 Pendapatan Bersih Usaha per Bulan (Rp 000) ≤ 5 000 5 000.001-10 000 Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n
>5 - ≤ 10 (%)
10 2 12
26.3 5.3 31.6
n 10 3 13
Total
>10 - ≤ 51 (%)
n
26.3 7.9 34.2
11 2 13
n
(%)
(%) 28.9 5.3 34.2
31 7 38
81.6 18.4 100.0
Dari data pada Tabel 19, dapat diketahui bahwa terdapat 31 (81,6%) orang responden yang memiliki pendapatan bersih yaitu ≤ Rp. 5.000.000,- dan sisanya sebanyak 7 (18,4%) orang responden memiliki pendapatan bersih yaitu berkisar diantara > Rp. 5.000.000,- sampai Rp. 10.000.000,-. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pendapatan bersih yang dihasilkan dari usaha yang dijalankan oleh responden yaitu berada di range ≤ Rp. 5.000.000,-. Debitur dengan kategori lancar dengan tunggakan di bawah 5 persen dan debitur dengan kategori macet dengan tunggakan sampai dengan 51 persen didominasi oleh nasabah yang memiliki pendapatan bersih usaha kurang dari Rp 5.000.000,e) Biaya Operasional Usaha Biaya operasional usaha adalah biaya yang harus dikeluarkan pada setiap siklus produksi usaha. Biaya operasional sangat berpengaruh terhadap kualitas dari tingkat pengembalian kredit karena biaya operasional merupakan salah satu faktor pengurang dari pendapatan usaha yang diperoleh. Besarnya biaya operasional usaha dapat mengurangi besarnya alokasi pembayaran kewajiban angsuran kredit yang harus dibayarkan oleh debitur. Oleh karena itu, semakin besar biaya operasional usaha debitur maka akan semakin kecil peluang alokasi biaya untuk pembayaran kewajiban angsuran kredit. Tabel 20 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut biaya opersional usaha tahun 2013 Biaya Oerasional Usaha per Bulan (Rp 000) ≤ 1 000 1 000.001-2 000 2 000.001-3 000 3 000.001-4 000 ≤ 9 000 Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n 2 4 3 0 3 12
>5 - ≤ 10 (%) 5.3 10.5 7.9 0.0 7.9 31.6
n 4 5 3 1 0 13
Total
>10 - ≤ 51 (%) 10.5 13.2 7.9 2.6 0.0 34.2
n 4 4 3 0 2 13
(%) 10.5 10.5 7.9 0.0 5.3 34.2
n
(%) 10 13 9 1 5 38
26.3 34.2 23.7 2.6 13.2 100.0
Berdasarkan Tabel 20, diketahui nasabah yang termasuk kategori lancar dengan tunggakan dibawah 5 persen didominasi oleh nasabah yang biaya operasional usaha per bulannya berkisar Rp1 000 000 sampai dengan Rp2 000 000 yaitu sebanyak 10.5 persen, begitu juga dengan nasabah kategori macet
45
dengan tunggakan sampai dengan 51 persen didominasi oleh nasabah yang biaya operasional usaha per bulannya berkisar Rp1 000 000 sampai dengan Rp2 000 000. f)
Jumlah Angsuran Kredit Jumlah angsuran kredit adalah besar kewajiban angsuran pokok dan bunga kredit yang harus dibayarkan oleh debitur secara rutin setiap bulan selama jangka waktu pengembalian. Kewajiban angsuran tersebut diduga berhubungan negatif dengan tingkat pengembalian debitur karena semakin besar kewajiban angsuran kredit maka akan semakin sulit bagi debitur untuk membayar angsuran kewajiban tersebut. Range jumlah angsuran kredit nasabah yaitu berkisar dari Rp. 300.000,sampai dengan Rp. 4.500.000,- per bulan. Berikut data jumlah angsuran kredit yang ,menjadi kewajiban bagi setiap debitur Swamitra Koppas Kramat Jati. Tabel 21 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut jumlah angsuran kredit tahun 2013 Jumlah Angsuran Kredit (Rp 000) ≤ 1 000 1 000.001-2 000 2 000.001-3 000 3 000.001-4 000 ≤ 4 500 Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n 8 2 2 0 0 12
>5 - ≤ 10 (%) 21.0 5.3 5.3 0.0 0.0 31.6
n 9 2 1 0 1 13
Total
>10 - ≤ 51 (%) 23.7 5.3 2.6 0.0 2.6 34.2
n 11 1 1 0 0 13
(%) 29.0 2.6 2.6 0.0 0.0 34.2
n
(%) 28 5 4 0 1 38
73.7 13.2 10.3 0.0 2.6 100.0
Pada Tabel 21 terlihat bahwa nasabah dengan kategori lancar dan macet mayoritas mengangsur tiap bulannya dengan nominal kurang dari Rp1 000 000, dengan demikian terlihat bahwa variabel angsuran kurang bervariasi sebaran respondennya. g) Tingkat Bunga Kredit Tingkat bunga kredit mempengaruhi besarnya kewajiban bunga kredit yang harus dibayarkan oleh debitur setiap bulannya. Oleh karena itu, semakin besar tingkat bunga kredit yang diterima oleh debitur maka akan semakin besar kewajiban bunga kredit yang harus dibayarkannya. Tingkat bunga kredit memiliki hubungan yang positif (searah) terhadap tingkat pengembalian kredit itu sendiri. Sehingga kualitas tingkat pengembalian kredit yang baik akan dipengaruhi oleh tingkat bunga kredit yang rendah.
46
Tabel 22 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut bunga kredit tahun 2013 Tingkat Bunga Kredit (%) per Tahun 30 31 32 Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n 9 1 2 12
(%) 23.7 2.6 5.3 31.6
Total
>5 - ≤ 10
>10 - ≤ 51
n
n
9 2 2 13
(%) 23.6 5.3 5.3 34.2
7 5 1 13
(%) 18.4 13.2 2.6 34.2
n
(%) 25 8 5 38
65.8 21 13.2 100.0
Pada Tabel 22 dapat diketahui bahwa terdapat sebanyak 25 orang (65,8%) responden yang menerima kreditnya dengan tingkat bunga sebesar 30% per tahun, sebanyak 8 orang (21,1%) responden yang menerima kreditnya dengan tingkat bunga sebesar 31% dan sisanya yaitu sebanyak 5 orang (13,2%) responden yang menerima kreditnya dengan tingkat bunga sebesar 32%, diduga varabel tingkat bunga tidak berpengaruh secara signifikan. Dari data pada Tabel 21 terlihat data variabel tingkat bunga kurang bervariasi, diketahui bahwa mayoritas responden menerima kreditnya dengan tingkat bunga kredit sebesar 30% per tahun. Karakteristik Kredit dan Permodalan Responden Karakteristik kredit dan permodalan dari para responden perlu diidentifikasi dengan tujuan untuk dapat menganalisa bagaimana kondisi atau keadaan kredit yang diterima oleh responden sebagai debitur dan bagaimana struktur permodalan usaha yang dijalankan oleh responden. Identifikasi akan dilakukan berdasarkan status kepemilikan lokasi usaha, modal usaha, status kepemilikan aset, besarnya kredit, jangka waktu kredit, dan frekuensi pinjaman kredit. Adapun hasil identifikasi karakteristik kredit dan permodalan responden yaitu sebagai berikut: a) Status Kepemilikan Lokasi Usaha Status kepemilikan lokasi usaha menjadi salah satu perhatian bagi debitur karena status kepemilikan lokasi usaha dapat mempengaruhi besarnya pengeluaran yang dibutuhkan dalam menjalankan operasional usaha. Apabila status kepemilikan lokasi usaha adalah milik orang lain ataupun sewa maka tentu dibutuhkan biaya tertentu yang harus dikeluarkan sebagai bentuk konsekuensi atas penggunaan lokasi usaha oleh debitur. Oleh karena itu, status kepemilikan lokasi usaha dapat mempengaruhi tingkat pengembalian debitur terhadap kreditnya. Berikut data mengenai status lokasi usaha responden.
47
Tabel 23 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut status kepemilikan lokasi usaha tahun 2013 Status Kepemilikan Lokasi Usaha Sendiri Orang lain Sewa Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n
(%) 29.0 2.6 0.0 31.6
11 1 0 12
Total
>5 - ≤ 10
>10 - ≤ 51
n
n
10 0 3 13
(%) 26.3 0.0 7.9 34.2
7 0 6 13
n
(%) 18.4 0.0 15.8 34.2
(%) 28 1 9 38
73.7 2.6 23.7 100.0
Dari data pada Tabel 23, maka dapat diketahui bahwa terdapat 28 (73,7%) orang responden yang memiliki lokasi usaha dengan status milik sendiri sedangkan sisanya yaitu sebanyak 1 (2,6%) orang responden yang memiliki lokasi usaha dengan status milik orang lain dan 9 (23,7%) orang responden yang memiliki lokasi usaha dengan status sewa. Sehingga dari data tersebut dapat diprediksi atau diperkirakan bahwa seharusnya tingkat pengembalian kredit dari para responden berada di kategori yang baik atau lancar. b) Modal Usaha Modal usaha dapat menggambarkan skala usaha yang dijalankan oleh responden. Hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk memperkirakan besarnya pendapatan usaha responden atas usaha yang dijalankannya dengan skala usaha tertentu tersebut. Kualitas tingkat pengembalian kredit responden, erat kaitannya dengan kemampuan responden dalam mengembalikan atau membayar angsuran kreditnya secara rutin, dimana hal tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi sumber pengembalian yang dimiliki oleh responden yang bersangkutan. Tabel 24 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut modal usaha tahun 2013 Modal Usaha (Rp 000)
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n
≤ 10 000 10 000.001-20 000 20 000.001-40 000 Total
9 2 1 12
>5 - ≤ 10 (%) 23.7 5.3 2.6 31.6
n 11 2 0 13
Total
>10 - ≤ 51 (%) 28.9 5.3 0.0 34.2
n 12 0 1 13
(%) 31.6 0.0 2.6 34.2
n
(%) 32 4 2 38
84.2 10.5 5.3 100.0
Diketahui dari data dalam tabel 24, bahwa modal usaha yang dijalankan oleh responden memiliki keragaman yaitu mulai dari Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 40.000.000,-. Jika dikategorikan maka diketahui terdapat sebanyak 32 orang responden yang memulai usahanya dengan modal sebesar ≤ Rp. 10.000.000,-, sebanyak 4 orang responden yang memulai usahanya dengan modal yaitu antara > Rp. 10.000.000,- sampai Rp. 20.000.000,- dan sisanya sebanyak 2 orang responden yang memulai usahanya dengan modal yaitu sebesar Rp. 40.000.000,-.
48
c) Status Kepemilikan Aset Aset dalam usaha merupakan salah satu faktor penting bagi keberhasilan dan kelancaran operasional usaha. Status kepemilikan aset dapat mempengaruhi tingkat pengembalian kredit reponden karena status kepemilikan aset dapat menentukan ada atau tidaknya biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh responden didalam menjalankan kegiatan usahanya. Contohnya adalah status kepemilikan aset berupa barang-barang produksi didalam usaha yang akan menimbulkan beban tambahan dalam hal status kepemilikannya adalah milik orang lain atau sewa. Berikut data mengenai status kepemilikan aset usaha dari responden. Tabel 25 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut status kepemilikan aset usaha tahun 2013 Status Kepemilikan Aset Usaha Sendiri Orang lain Sewa Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n 9 2 1 12
(%) 23.7 5.3 2.6 31.6
Total
>5 - ≤ 10
>10 - ≤ 51
n
n
12 0 1 13
(%) 31.6 0.0 2.6 34.2
10 2 1 13
(%) 26.3 5.3 2.6 34.2
n
(%) 31 4 3 38
81.6 10.5 7.9 100.0
Terdapat sebanyak 31 (81,6%) orang responden yang memiliki aset dalam usahanya dengan status milik sendiri, sedangkan sisanya yaitu masing-masing sebanyak 4 (10,5%) dan 3 (7,9%) orang responden memiliki aset dalam usahanya dengan status milik orang lain dan sewa. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden memiliki status kepemilikan aset dalam usahanya dengan status milik sendiri. d) Plafon Kredit Besarnya kredit yang diterima adalah jumlah kredit dalam mata uang rupiah yang diberikan oleh Swamitra USP (Unit Simpan Pinjam) Koppas Kramat Jati kepada responden sebagai debiturnya. Besarnya kredit yang diterima diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena semakin besar kredit yang diterima, maka akan memperbesar beban angsuran dan beban bunga yang harus dibayarkan, yang pada akhirnya akan menurunkan atau memperkecil peluang pengembalian kredit secara lancar. Besarnya jumlah kredit yang diterima oleh responden akan lebih jelas diuraikan dalam tabel di bawah ini.
49
Tabel 26 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut plafon kredit tahun 2013 Plafon Kredit (Rp 000)
Tingkat Tunggakan (%) ≤5
>5 - ≤ 10
n ≤ 10 000 11 000.001-20 000 21 000.001-30 000 31 000 - 40 000 41 000 - 50 000 Total
3 5 1 1 2 12
(%) 7.9 13.2 2.6 2.6 5.3 31.6
N 10 2 0 0 1 13
Total
>10 - ≤ 51 (%) 26.3 5.3 0.0 0.0 2.6 34.2
n 12 0 0 1 0 13
n
(%) 31.6 0.0 0.0 2.6 0.0 34.2
(%) 25 7 1 2 3 38
65.8 18.4 2.6 5.3 7.9 100.0
Besarnya kredit yang diterima oleh responden berkisar antara Rp. 3.000.000,- sampai Rp. 50.000.000,-. Proporsi terbesar dalam hal menerima besarnya jumlah kredit yaitu berada pada range Rp. 3.000.000,- sampai Rp. 30.000.000,- dimana terdapat sebanyak 23 (86,8%) orang responden. Sisanya sebanyak 5 (13,2%) orang responden dengan besarnya kredit yang diterima yaitu berkisar antara > Rp. 30.000.000,- sampai Rp. 60.000.000,-. Dari data tersebut dapat diidentifikasi bahwa Swamitra. /Koppas Kramat Jati dalam menyalurkan kreditnya lebih menyasar kepada debitur yang memiliki kebutuhan dengan plafond kredit yang relatif lebih kecil. e) Jangka Waktu Kredit Jangka waktu pengembalian kredit diduga akan berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Diasumsikan bahwa semakin lama jangka waktu pengembalian kredit, maka tanggungan angsuran akan semakin kecil sehingga beban debitur dalam pelunasan kedit menjadi lebih ringan dibandingkan dengan jangka waktu yang lebih singkat (dengan besar pinjaman yang sama). Jadi semakin panjang jangka waktu pelunasan kredit, maka akan semakin memperbesar peluang bagi debitur untuk mengembalikan kreditnya dengan lancar. Tabel 27 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut status jangka waktu kredit tahun 2013 Jangka Waktu Kredit (Bulan) 1 -12 13 - 24 25 – 36 Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n
>5 - ≤ 10 (%)
1 4 7 12
2.6 10.5 18.5 31.6
n
(%) 11 1 1 13
29.0 2.6 2.6 34.2
Total
>10 - ≤ 51 n
n
(%)
(%) 10 2 1 13
26.3 5.3 2.6 34.2
22 7 9 38
57.9 18.4 23.7 100.0
Jangka waktu pengembalian kredit para responden berkisar antara 12 sampai 36 bulan. Proporsi terbesar adalah pada jangka waktu pengembalian kredit selama 12 bulan yaitu dengan perolehan sebesar 57,9% atau sebanyak 22 orang
50
responden. Sedangkan sisanya sebanyak 16 orang responden memiliki jangka waktu pengembalian kredit berkisar antara selama 18 sampai 36 bulan. f)
Frekuensi Pinjaman Kredit Frekuensi peminjaman kredit mengindikasikan bahwa semakin sering debitur melakukan peminjaman, maka debitur tersebut akan semakin lebih memahami bagaimana pola kredit yang diambilnya dan bagaimana alokasi penggunaan atau pemanfaatannya. Selain itu, semakin sering debitur tersebut meminjam artinya semakin sering debitur tersebut telah melunasi pinjamannya sehingga peluang dalam mengembalikan kredit pada kesempatan berikutnya akan lebih besar. Frekuensi pinjaman kredit diduga berpengaruh negatif terhadap tingkat tunggakan kredit para debitur. Tabel 28 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut frekuensi peminjaman kredit tahun 2013 Frekuensi Peminjaman Kredit ≤2 3–4 ≥ 10 Total
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n 9 2 1 12
(%) 23.7 5.3 2.6 31.6
Total
>5 - ≤ 10
>10 - ≤ 51
n
n
7 6 0 13
(%) 18.4 15.8 0.0 34.2
9 4 0 13
(%) 23.7 10.5 0.0 34.2
n
(%) 25 12 1 38
65.8 31.6 2.6 100.0
Dari data pada Tabel 28 maka dapat diketahui bahwa sebagian besar responden melakukan pinjaman kredit kurang dari 2 kali yaitu sebanyk 65,8 persen responden. Kategori kredit lancar atau tunggakan kurang dari 5 persen rata-rata merupakan nasabah yang frekuensi peminjaman kreditnya kurang dari 2 kali dan nasabah yang tergolong kategori macet dengan tunggakan sampai dengan 51 persen juga merupakan nasabah yang frekuensi peminjamannya kurang dari 2 kali. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden telah memiliki pengalaman dalam hal melakukan pinjaman atau kredit. Karakteristik Agunan Responden Karakteristik agunan dapat mengidentifikasi seberapa besar debitur bertanggungjawab dan mengupayakan agar pengembalian dari kreditnya berjalan dengan lancar, karena apabila pengembalian kreditnya berjalan dengan tidak lancar maka objek yang menjadi agunan debitur akan terancam posisinya. Selain itu, agunan dapat menentukan besaran kredit yang diterima oleh debitur yaitu semakin besar nilai agunan debitur maka akan semakin besar plafond kredit yang diterima. Identifikasi akan dilakukan berdasarkan nilai agunan dan wujud agunan. Adapun hasil identifikasi karakteristik agunan responden yaitu sebagai berikut: a) Nilai Agunan Agunan merupakan jaminan tambahan yang disertakan debitur ketika melakukan pinjaman di Swamitra USP (Unit Simpan Pinjam) Koppas Kramat Jati. Semakin tinggi nilai agunan maka rasa memiliki debitur terhadap agunan
51
tersebut akan semakin besar sehingga akan timbul rasa waspada yang lebih tinggi karena agunan tersebut tentu dapat berpindah status kepemilikannya kepada Swamitra USP (Unit Simpan Pinjam) Koppas Kramat Jati apabila pengembalian kredit berjalan dengan tidak lancar atau macet. Hal tersebut akan mendorong debitur untuk mengembalikan kredit dengan lancar, sehingga nilai agunan kredit akan berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Berikut data mengenai nilai agunan atas kredit yang diterima oleh debitur. Tabel 29 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut nilai agunan tahun 2013 Nilai Agunan
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 N
≤ 50 000 50 000.001-100 000 100 000.001-150 000 150 000.001-200 000 Total
1 6 3 2 12
>5 - ≤ 10 (%) 2.6 15.8 7.9 5.3 31.6
n 9 2 2 0 13
Total
>10 - ≤ 51 (%) 23.7 5.3 5.3 0.00 34.3
n 9 3 1 0 13
(%) 23.7 7.8 2.6 0.00 34.1
n
(%) 19 11 6 2 38
50 28.9 15.8 5.3 100.0
Nilai agunan yang dijaminkan oleh para debitur berkisar antara Rp. 5.000.000,- sampai dengan Rp. 200.000.000,-. Terdapat sebanyak 11 orang responden yang menjaminkan agunan dengan nilai berkisar antara ≥ Rp. 5.000.000,- sampai dengan Rp. 10.000.000,-, sebanyak 8 orang responden yang menjaminkan agunan dengan nilai berkisar antara > Rp. 10.000.000,- sampai Rp. 15.000.000,-, dan sisanya sebanyak 19 orang responden yang menjaminkan agunan dengan nilai sebesar > Rp. 15.000.000,-. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden menjaminkan agunannya dengan nilai yang relatif besar, sehingga dapat diindikasikan seharusnya kualitas tingkat pengembalian kredit responden berada dalam kategori yang baik. b) Wujud Agunan Wujud agunan juga dapat berpengaruh terhadap rasa tanggungjawab debitur dalam mengembalikan kreditnya. Agunan yang berada dalam lingkup usaha, dapat mempengaruhi sikap disiplin debitur untuk membayar kewajiban angsuran kreditnya secara rutin dan lancar karena apabila agunan yang dijaminkannya disita atau berpindah status kepemilikannya kepada Swamitra USP (Unit Simpan Pinjam) Koppas Kramat Jati, maka dapat mengancam posisi usaha yang dijalankan oleh debitur. Sedangkan agunan yang berada di luar lingkup usaha akan lebih kecil pengaruhnya bagi debitur dalam mempengaruhi kedisiplinan debitur untuk membayar kewajiban angsuran kreditnya. Berikut akan disajikan data mengenai wujud agunan dengan dua kategori yaitu didalam atau diluar lingkup usaha.
52
Tabel 30 Jumlah dan proporsi responden debitur Swamitra Koppas Kramat Jati menurut wujud agunan tahun 2013 Wujud Agunan
Tingkat Tunggakan (%) ≤5 n
Dalam Lingkup Usaha Luar Lingkup Usaha Total
>5 - ≤ 10
4
(%) 10.5
8 12
n
Total
>10 - ≤ 51 n
n
(%)
11
(%) 28.9
10
(%) 26.3
25
65.8
21.1
2
5.3
3
7.9
13
34.2
31.6
13
34.2
13
34.2
38
100.0
Dari data pada Tabel 30 dapat diketahui bahwa terdapat sebanyak 25 (65,8%) orang responden yang menjaminkan agunannya di dalam lingkup usahanya sedangkan terdapat sebanyak 13 (34,2%) orang responden yang menjaminkan agunannya di luar lingkup usahanya. Dari data di atas maka dapat diketahui mayoritas responden menjaminkan agunannya yang berada di dalam lingkup usaha, sehingga diindikasikan bahwa seharusnya tingkat pengembalian kredit responden berada dalam kategori yang baik atau lancar.
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit Swamitra Koppas Kramat Jati Responden dalam penelitian ini adalah para debitur Swamitra USP (Unit Simpan Pinjam) Koppas Kramat Jati yang memiliki usaha di sektor agribisnis yang masih tergolong aktif hingga bulan Desember 2013. Berdasarkan kolektibilitas pinjaman debitur Swamitra Koppas Kramat Jati, dapat dibedakan ke dalam empat kelompok, yaitu nasabah lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, dan macet. Berikut disajikan data tingkat pengembalian kredit responden yang didapatkan dari Swamitra Koppas Kramat Jati pada Gambar 9.
Gambar 9 Proporsi jumlah debitur sektor agribisnis Swamitra Koppas Kramat Jati berdasarkan tingkat tunggakannya tahun 2013
53
Diketahui dari data pada Gambar 9 bahwa terdapat responden dengan tingkat tunggakan kurang dari 5 persen atau nasabah lancar sebesar 32 persen yaitu sebanyak 12 orang responden, dan nasabah tidak lancar dengan tingkat tunggakan yang lebih dari 5 persen sebanyak 26 orang responden atau sebesar 68 persen. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat tunggakan kredit yaitu diatas 5 persen yang berarti mayoritas responden memiliki tingkat pengembalian kredit yang kurang baik atau tergolong kedalam kredit tidak lancar.
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tunggakan Kredit Usaha Mikro Swamitra Koppas Kramat Jati Hubungan antara faktor-faktor yang memengaruhi tunggakan kredit usaha mikro dapat dituliskan dalam suatu fungsi. Pada penelitian ini diduga ada 11 faktor yang memengaruhi tunggakan kredit usaha mikro Swamitra USP Koppas Kramat Jati, yaitu usia debitur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jenis usaha (dummy), lama usaha, rata-rata omset per bulan, rata-rata biaya operasional per bulan, status kepemilikan lokasi usaha (dummy), jangka waktu pengembalian kredit, frekuensi peminjaman kredit, dan tingkat bunga. Dalam penelitian terdapat variabel dummy untuk mempresentasikan analisa mengenai jenis kelamin dan jenis usaha dari para responden. Variabel dummy untuk jenis kelamin debitur dibagi atas wanita (D = 1) dan pria (D = 0), sedangkan untuk jenis usaha debitur dibagi atas on farm (D = 1) dan off farm (D = 0). Variabel dependent yang akan digunakan adalah data mengenai tingkat pengembalian masing-masing debitur. Variabel-variabel diuji dengan asumsi-asumsi regresi yang terdiri dari uji normalitas data, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, analisis regresi linier berganda, uji hipotesis, uji T, uji F dan koefisien determinasi. Berikut akan dijelaskan hasil pengujian asumsi-asumsi regresi tersebut yaitu : 1.
Uji Normalitas Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi data yang normal atau mendekati nomal. Pengujian untuk membuktikan apakah distribusi data bersifat normal atau tidak, maka salah satunya dapat dilakukan dengan Normal P-P Plot of regression standarized residual cumulative proability memperlihatkan bahwa sebaran data berada pada garis normal, sehingga dapat dikatakan bahwa data yang diuji pada penelitian ini memiliki sebaran yang normal (Lampiran 1). Uji Autokorelasi 2. Melalui uji Durbin-Watson diperoleh nilai d = 2,216 , maka keputusan jatuh pada 4-du ≤ dw ≤ 4-dl artinya tidak ada keputusan (no decision), sehingga penggujian autokorelasi akan di kuatkan dengan melakukan pengujian Run (Run Test) terlihat nilai yang dibandingkan adalah Asymp. Sig. (2-tailed) yaitu 0,139. Bila α yang ditentukan adalah 5%, maka hasil run test lebih besar daripada 0,05. Dengan demikian, data yang dipergunakan cukup random sehingga tidak terdapat masalah autokorelasi pada data yang diuji (Lampiran 1).
54
3.
Uji Heteroskedastisitas Dari grafik scatterplots (Y=SRESID dan X=ZPRED) terlihat bahwa titiktitik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Hanya saja grafik scatterplots memiliki kelemahan yang cukup signifikan karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting (Lampiran 3). 4. Uji Multikolinieritas Berdasarkan hasil perhitungan nilai tolerance menunjukkan tidak ada peubah X (independen) yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0.10 yang berarti tidak ada korelasi antar peubah yang melebihi 95%. Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan tidak ada satu peubah X pun yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas dalam model regresi (Lampiran 1).
Setelah mengetahui bahwa variabel-variabel yang digunakan telah memenuhi syarat-syarat uji asumsi regresi, maka selanjutnya dapat dilakukan analisis regresi berganda untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Pengolahan data dilakukan menggunakan program SPSS Statistic version 20.0. sebagai alat bantu dalam perhitungan. Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit usaha mikro pada Swamitra USP Koppas Kramat Jati dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 31 Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit usaha mikro pada Swamitra Koppas Kramat Jati Variabel Konstanta X1 = Usia debitur X2 = Tingkat pendidikan debitur X3 = Jumlah tanggungan keluarga X4 = Jenis usaha X5 = Lama usaha X6 = Omzet usaha per bulan X7 = Biaya operasional usaha per bulan X8 = Status kepemilikan lokasi usaha X9 = Jangka waktu pengembalian kredit X10 = Frekuensi peminjaman kredit X11 = Tingkat bunga kredit R-sq = 65.4 %
Koefisien Regresi
T-hit
.829 0.308 1.658* 2.103 -0.572 - 1.191 0.433** 1.837 0.613 0.890 -0.646* -2.151 -0.439 -1.465 0.241 1.070 -0.645* -2.563 -0.692* -2.648 0.303 1.270 0.294 0.646 R-sq (adj) = 50.8 %
P-value 0.760 0.045 0.244 0.078 0.382 0.041 0.155 0.294 0.017 0.014 0.215 0.524
Keterangan: *signifikan berdasarkan uji regresi linier berganda pada alpha 5 persen **signifikan berdasarkan uji regresi linier berganda pada alpha 10 persen
Berdasarkan Tabel 31, diketahui bahwa p-value dari statistik F lebih kecil dari taraf nyata sebesar lima persen (P = 0,000 < α) sehingga keputusannya adalah menolak H0, artinya setidak-tidaknya ada satu variabel independent yang
55
berpengaruh nyata terhadap variabel dependent. Akurasi model dugaan (goodness of fit) model dilakukan dengan memperhatikan koefisien determinasi (R2)) yaitu sebesar 65,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 65,4 persen variasi dependent dapat dijelaskan oleh model dan sisanya sebesar 34,6 persen dapat dijelaskan oleh variabel error (variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model). Pengujian terhadap signifikasi masing-masing variabel independent secara individu dilakukan dengan uji T (Tabel 31), sehingga diketahui bahwa variabelvariabel yang berpengaruh signifikan terhadap tunggakan kredit usaha mikro Swamitra Koppas Kramat Jati adalah variabel usia debitur, lama usaha, jangka waktu pengembalian kredit, dan status kepemilikan lokasi usaha pada tingkat kepercayaan 95 persen., sedangkan variabel jumlah tanggungan keluarga berpengaruh secara signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semua variabel diduga berpengaruh nyata terhadap pengembalian kredit. Sedangkan variabel lainnya seperti tingkat pendidikan, jenis usaha, rata-rata biaya operasional per bulan, status kepemilikan aset/alat produksi, dan frekuensi peminjaman kredit diketahui tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengembalian kredit usaha mikro Swamitra Koppas Kramat Jati. Pada Tabel 31 dapat dilihat bahwa secara satu per satu, tidak semua variabel independent memengaruhi tingkat tunggakan kredit usaha mikro Swamitra Koppas Kramat Jati pada taraf nyata lima persen. Usia debitur Tingkatan usia debitur memengaruhi kematangan berpikir dan kebijakan seseorang dalam mengambil keputusan atau bertindak, karena dengan bertambahnya usia maka biasanya pengalaman hidup dalam mengahadapi dan memecahkan suatu permasalahan semakin banyak. Variabel usia debitur bepengaruh positif terhadap besarnya tunggakan kredit karena koefisien variabel tersebut bernilai positif. Pengaruh ini sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semakin tinggi usia debitur maka akan semakin meningkatkan tunggakan kredit usaha mikro Swamitra Koppas Kramat Jati. Hasil analisis menunjukkan usia debitur berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya tunggakan, nilai p-value variabel ini lebih kecil dari taraf nyata. Hal ini sesuai dengan analisis deskriptif sebelumnya pada Tabel 11, dimana trend proporsi debitur menunggak lebih tinggi pada setiap peningkatan usia, diketahui bahwa usia responden berada pada kisaran antara usia 35 sampai 55 tahun. Nasabah yang tergolong lancar dengan tingkat tunggakan kurang dari 5 persen rata-rata berusia 35-45 tahun dan nasabah yang tergolong macet dengan tingkat tunggakan lebih dari 10 persen sampai dengan 51 persen didominasi oleh nasabah yang berusia 46-55 tahun. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usia debitur berpengaruh secara signifikan terhadap tunggakan kredit usaha mikro Swamitra Koppas Kramat Jati. Terlihat pada Tabel 31 bahwa setiap kenaikan satu satuan usia debitur maka mampu meningkatkan tunggakan kredit sebesar 1,658 satuan. Tingkat Pendidikan Pada umumnya, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan lebih disiplin dan bertanggungjawab dalam menjalankan kewajibannya. Begitu
56
juga dengan pengembalian kredit, semakin tinggi tingkat pendidikan debitur maka diduga semakin besar juga rasa tanggungjawabnya untuk mengembalikan kredit dengan lancar. Berdasarkan hasil diskusi dengan Acount Officer Swamitra Koppas Kramat Jati, diketahui bahwa debitur dengan pendidikan yang lebih tinggi lebih takut dalam melakukan tunggakan dalam pengembalian kredit. Terlihat pada Tabel 12 bahwa debitur Swamitra Koppas Kramat Jati didominasi oleh debitur yang berpendidikan SMP dan SMA. Variabel tingkat pendidikan memiliki koefisien negatif, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan debitur maka tunggakan kreditnya semakin kecil. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian dimana semakin tinggi tingkat pendidikan debitur maka tunggkan kreditnya akan semakin kecil. Dari hasil analisis linier berganda menunjukkan hubungan tersebut tidak berpengaruh secara nyata. P-value variabel tingkat pendidikan lebih besar dari taraf alpha 5 persen. Artinya tingkat pendidikan pada jenjang SD, SMP, SMA, maupun Diploma/Universitas tidak berpengaruh terhadap jumlah tunggakan kredit nasabah Swamitra Koppas Kramat Jati. Jumlah Tanggungan keluarga Jumlah anggota keluarga yang harus ditanggung kebutuhan hidupnya oleh seorang kepala keluarga mempengaruhi besarnya pengeluaran dalam keluarga tersebut. Semakin banyak tanggungan dalam keluarga otomatis kebutuhan hidup keluarga semakin besar sehingga biaya yang harus dikeluarkan juga semakin tinggi sehingga proporsi pendapatan yang harus dibelanjakan juga semakin besar. Hal tesebut akan mengurangi kemampuan seorang (debitur) dalam membayar angsuran kredit sehingga variabel jumlah tanggungan keluarga memiliki pengaruh yang negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Koefisien variabel jumlah tanggungan keluarga dari hasil analisis regresi linier berganda memiliki nilai yang sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu positif, artinya semakin bertambahnya jumlah tanggungan keluarga maka akan semakin meningkatkan jumlah tunggakan kreditnya Variabel jumlah tanggungan keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit mikro Swamitra Koppas Kramat Jati. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, nilai p-value lebih kecil dari t tabel. Koefisien variabel jumlah tanggungan keluarga bernilai positif. Tingkat tunggakan dibawah 5 persen atau dalam kategori nasabah lancar rata-rata debitur dengan tanggungan keluarga sebanyak 1-2 orang, sedangkan tingkat tunggakan kategori macet dengan tunggakan di atas 10 persen sampai dengan 51 persen mayoritas debitur yang memiliki tanggungan keluarga sebanyak 3-4 orang. Jenis Usaha Jenis usaha berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit karena setiap usaha memiliki risiko yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi kemampuan usaha dalam menghasilkan keuntungan yang nantinya digunakan dalam membayar pinjaman. Usaha on farm diduga memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan usaha off farm. Jenis usaha on farm dalam variabel dummy diberi nilai 1 dan jenis usaha off farm diberi nilai dummy 0. Tabel 16 menunjukkan bahwa debitur didominasi oleh nasabah yang menjalankan usaha di bidang off farm yaitu sebanyak 94,7 persen sedangkan debitur yang menjalankan usahanya di bidang on farm hanya 5,3 persen.
57
Usaha responden yang termasuk dalam kelompok usaha off farm meliputi penjualan bumbu dapur, sembako, sayur-mayur, buah-buahan, dan ayam potong, sedangkan responden yang menjalankan usaha dalam kelompok on farm yaitu usaha budidaya toge. Koefisien variabel jenis usaha dari hasil analisis regresi linier berganda memiliki nilai yang sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu positif. Namun, nilai p-value variabel jenis usaha lebih besar dari taraf alpha 5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa ternyata variabel jenis usaha tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tunggakan kredit mikro Swamitra USP Koppas Kramat Jati. Artinya debitur yang menjalankan usaha on farm maupun off farm tidak akan berpengaruh terhadap jumlah tunggakan kreditnya pada Swamitra Koppas Kramat Jati. Lama Usaha Lama usaha debitur diduga berpengaruh negatif terhadap tunggakan kredit karena pengalaman usaha yang semakin lama dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan dalam mengelola usaha sehingga mendukung keberhasilan usaha yang digeluti. Nilai p-value variabel lama usaha lebih kecil dari taraf alpha . Hal tersebut menunjukkan bahwa ternyata variabel lama usaha berpengaruh secara signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit mikro Swamitra Koppas Kramat Jati. Pada Tabel 17 terlihat bahwa nasabah yang termasuk dalam kategori lancar atau tunggakannya di bawah 5 persen mayoritas debitur yang sudah menjalankan usahanya 6 sampai 10 tahun sebanyak 13,1 persen, sedangkan nasabah yang tergolong macet dengan tunggakan sampai dengan 51 persen adalah nasabah yang baru menjalankan usahanya selama kurang dari 5 tahun yaitu sebanyak 23,7 persen. Koefisien variabel lama usaha bernilai negatif. Hipotesis awal bahwa semakin lama usaha debitur maka akan berdampak debitur akan lancar dalam pembayaran kredit sehingga menurunkan tunggakan kreditnya. Dari hasil analisis linier berganda menunjukkan bahwa semakin lama debitur sudah menjalankan usaha nya maka tunggakan kreditnya akan semakin rendah. Omzet Omzet usaha adalah jumlah keseluruhan penjualan yang telah dicapai oleh seseorang dalam menjalankan usahanya dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini omzet usaha diukur sesuai dengan pola pembayaran angsuran pinjaman dan kredit Swamitra USP Koppas Kramat Jati yaitu bulanan. Di awal hipotesis omzet usaha debitur diduga berpengaruh negatif terhadap tunggakan kredit tetapi berdasarkan hasil analisis linier berganda nilai p-value variabel omzet usaha lebih besar dari taraf alpha. Hal tersebut menunjukkan bahwa ternyata variabel omzet usaha tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tunggakan kredit mikro Swamitra USP Koppas Kramat Jati. Walaupun koefisien variabel omzet usaha bernilai negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa omzet tidak berpengaruh terhadap tunggakan kredit. Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya yang rutin dikeluarkan oleh pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Dalam hal ini biaya operasional diukur sesuai dengan pola pembayaran angsuran pinjaman dan kredit Swamitra USP
58
Koppas Kramat Jati yaitu bulanan. Di awal hipotesis biaya operasional debitur diduga berpengaruh positif terhadap tunggakan kredit, tetapi berdasarkan hasil analisis linier berganda nilai p-value variabel biaya operasional per bulan lebih besar dari taraf nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa ternyata variabel biaya operasional per bulan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tunggakan kredit mikro Swamitra USP Koppas Kramat Jati. Walaupun terlihat hasil koefisien variabel biaya operasional per bulan bernilai positif, maka tidak berpengaruh terhadap tingkat tungakan kreditnya pada Swamitra USP Koppas Kramat Jati. Status Kepemilikan Lokasi Usaha Status kepemilikan lokasi usaha merupakan hal yang mempengaruhi kredit, dari data pada Tabel 23, menunjukkan bahwa nasabah Swamitra USP Koppas Kramat Jati lebih banyak berstatus memiliki lokasi usaha milik sendiri yaitu sebesar 73,3 persen. Hal ini dapat mengurangi biaya pengeluaran per bulan nasabah untuk tidak ada pengeluaran pembayaran sewa lokasi usaha, sehingga dana untuk pembayaran angsuran kredit pada Swamitra USP Kppas Kramat Jati dapat tergaja ketersediannya tiap bulannya. Berdasarkan hasil analisis linier berganda, koefisien variabel status kepemilikan lokasi usaha memiliki nilai negatif. Nilai p-value variabel status kepemilikan lokasi usaha lebih kecil dari taraf alpha 5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa ternyata variabel status kepemilikan lokasi usaha berpengaruh secara signifikan terhadap tunggakan kredit mikro Swamitra USP Koppas Kramat Jati. Koefisien variabel status kepemilikan lokasi usaha bernilai negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa nasabah Swamitra Koppas Kramat Jati yang memiliki status kepemilikan lokasi usaha milik sendiri, tunggakannya akan lebih kecil 0,645 dari nasabah yang menyewa lokasi usaha. Jangka Waktu pengembalian Kredit Jangka waktu pengembalian kredit merupakan lamanya waktu yang telah disepakati oleh debitur dengan pihak Swamitra USP Koppas Kramata jati di awal perjanjian akad kredit. Jangka waktu pengembalian kredit diduga berpengaruh negatif terhadap tunggakan kredit. Asumsinya semakin lama jangka waktu pengembalian kredit maka tangungan angsuran semakin kecil sehingga beban debitur dalam pelunasan akan semakin kecil sehingga meringankan beban debitur dalam pelunasan dan tunggakan menjadi semakin kecil. Berdasarkan hasil analisis linier berganda, koefisien variabel jangka waktu pengembalian kredit memiliki nilai negatif. Nilai p-value variabel jangka waktu pengembalian kredit lebih kecil dari taraf nyata . Hal tersebut menunjukkan bahwa ternyata variabel jangka waktu pengembalian kredit berpengaruh secara signifikan terhadap tunggakan kredit mikro Swamitra USP Koppas Kramat Jati. Koefisien variabel jangka waktu pengembalian kredit bernilai negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan (bulan) jangka waktu pengembalian kredit maka akan menurunkan tingkat tunggakan sebesar 0,629. Frekuensi Peminjaman Kredit Frekuensi peminjaman kredit dapat memperlihatkan seberapa sering debitur pernah melakukan pinjaman kredit ke Swamitra Koppas Kramat Jati.
59
Frekuensi peminjaman kredit juga mengindikasikan bahwa semakin sering meminjam maka debitur akan lebih memahami pola kredit yang diambil dan bagaimana menggunakannya. Selain itu, semakin sering debitur tersebut meminjam artinya semakin sering debitur tersebut melunasi pinjamannya sehingga peluang mengembalikan kredit berikutnya dengan lancar akan lebih besar. Secara umum hipotesis hubungan sesuai dengan hipotesis awal penelitian, tetapi pada faktor frekuensi peminjaman kredit, hasil analisis tidak sesuai dengan hipotesis di awal bahwa variabel frekuensi peminjaman kredit diduga berpengaruh negatif terhadap tingkat jumlah tunggakan tetapi justru hasil analisis pada Swamitra Koppas Kramat Jati, variabel frekuensi peminjaman kredit bernilai positif, yaitu meningkatkan tingkat tunggakan karena pada periode kredit belakangan ini debitur sektor agribisnis Swamitra Koppas Kramat Jati sedang mengalami ketidaklancaran pembayaran kredit, dan biasanya nasabah yang justru ingin melunasi tunggakan yang tegolong macet sebelumnya melakukan peminjaman lagi untuk mengembangkan usahanya selanjutnya sebagai salah satu upaya pelunasan hutang sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis linier berganda, koefisien variabel frekuensi peminjaman kredit memiliki nilai positif. Nilai p-value variabel frekuensi peminjaman kredit lebih besar dari taraf alpha 5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa ternyata variabel frekuensi peminjaman kredit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tunggakan kredit mikro Swamitra Koppas Kramat Jati, sehinga seberapa sering nasabah Swamitra pernah meminjam kredit sebelumnya, tidak berpengaruh dalam tunggakan kreditnya. Tingkat Bunga Tingkat bunga merupakan hal yang selalu ada dalam pemberian kredit, dimana tingkat bunga adalah presentase dari jumlah yang harus debitur bayarkan tiap bulannya bersamaan dengan jumlah angsuran pokok tiap bulannya. Tingkat bunga sudah diberitahukan di awal akad perjanjian kredit antara debitur dengan pihak Swamitra. Di Swamitra Koppas Kramat Jati, nasabah yang plafon pinjamannya besar akan diberikan penawaran tingkat bunga yang kecil, namun untuk nasabah yang plafon pinjaman kreditnya sedikit biasanya diberikan tingkat bunga yang lebih besar. Variabel tingkat bunga diduga berpengaruh dalam mempengaruhi tunggakan. Hal ini, diduga di awal hipotesis penelitian dimana semakin tinggi tingkat bunga yang diberikan maka akan semakin tinggi juga peluang debitur dalam tunggakannya. Namun hasil dari analisis linier berganda menunjukkan bahwa variabel bunga ternyata tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap tunggakan kredit. Nilai p-value variabel tingkat bunga memiliki nilai yang lebih besar dari alpha. Artinya berapapun tingkat bunga yang diberikan kepada nasabah Swamitra, tidak akan berpengaruh dengan tunggakan kredit. Hal ini didukung dengan data pada Tabel 22, terlihat data variabel tingkat bunga kurang bervariasi, dan diketahui bahwa mayoritas nasabah menerima kreditnya dengan tingkat bunga kredit sebesar 30 persen per tahunnya.
60
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Tunggakan kredit usaha mikro sektor agribisnis debitur Swamitra Koppas 1. Kramat Jati berkisar dari 1,6 persen hingga 51,1 persen, dengan rata-rata tunggakan debitur mencapai 12,3 persen. Tingkat tunggakan kredit kategori lancar atau kurang dari 5 persen rata –rata berusia produktif 35-45 tahun, dengan tingkat pendidikan diploma atau universitas, jenis usaha off-farm, dan sudah menjalankan usaha selama 6-10 tahun. Kategori tingkat tunggakan kategori tidak lancar atau menunggak dengan tunggakan lebih dari 10 persen sampai dengan 51 persen rata-rata debitur tingkat pendidikan SMP, jumlah tanggungan keluarga 3-4 orang, pendapatan bersih kurang dari 5 juta, dan jumlah angsuran kurang dari Rp1 000 000 per bulan. 2. Faktor-faktor yang memengaruhi tunggakan kredit usaha mikro Swamitra Koppas Kramat Jati pada tingkat kepercayaan 95 persen adalah usia debitur, lama usaha, status kepemilikan lokasi usaha, dan jangka waktu pengembalian kredit, sedangkan pada tingkat kepercayaan 90 persen adalah jumlah tanggungan keluarga. Usia debitur dan jumlah tanggungan keluarga mempunyai pengaruh positif terhadap tunggakan kredit, artinya semakin tua usia debitur, maka tunggakan kreditnya akan semakin besar, dan semakin banyak jumlah tanggungan keluarga debitur, maka tunggakan kreditnya akan semakin tinggi. Sedangkan untuk lama usaha, status kepemilikan lokasi usaha, dan jangka waktu pengembalian kredit mempunyai pengaruh negatif terhadap tunggakan kredit, artinya semakin lama usaha yang sudah dijalankan debitur, maka peluang menunggak debitur tersebut akan semakin rendah, dan debitur yang memiliki status lokasi usaha sendiri, tunggakannya akan lebih kecil dari debitur yang menyewa lokasi usahanya. Sama halnya dengan jangka waktu pengembalian kredit, semakin lama jangka waktu pengembalian kredit yang diberikan, maka akan menurunkan tunggakan.
Saran Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian, maka beberapa saran yang dapat disampaikan antara lain : 1. Swamitra Koppas Kramat Jati hendaknya lebih memperhatikan persyaratan kredit khususnya mengenai usia debitur, lama usaha, status kepemilikan lokasi usaha, jumlah tanggungan keluaga dan jangka waktu pengembalian kredit sehingga tunggakan kredit dapat ditekan. Hal ini untuk pencapaian kinerja, likuiditas, dan profitabilitas Swamitra Koppas Kramat Jati. 2. Perlu dilakukan pendampingan usaha dari pihak Swamitra kepada nasabah seperti pencatatan usaha dan manajemen usaha, serta pengawasan penggunaan dana kreditnya, sehingga apabila suatu saat terjadi masalah pada usaha nasabah, maka pihak Swamitra dapat memberikan masukan dan saran agar usahanya tetap berjalan lancar sehingga tidak menimbulkan
61
penunggakan walaupun usahanya sedang dalam kondisi yang kurang menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA [BI] Bank Indonesia. 2009. Daftar Bank Umum Peserta Linkage Program. [Internet] [diunduh november 2013]. Tersedia pada http: //www.bi.go.id/id/ruangmedia/siaranpers/Documents/86e5b1c903e9402db1f8bf7bf7a1ffc8lampiran _sp.pdf [BI] Bank Indonesia. 2007. Menjaga Stabilitas, Mendukung Pembangunan Ekonomi Negeri. Laporan Perekonomian Indonesia 2007. Jakarta : Bank Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah Pelaku Usaha Mikro Kecil. [Internet] [diunduh desember 2013]. Tersedia pada http: //www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=&daftar=1&idsubyek=09¬ab=23 Bank Bukopin. 2012. Laporan Tahunan 2012 : Mengukir Prestasi Membentuk Perspektif. Jakarta : PT Bank Bukopin, Tbk. Drillon. 1974. Pertanian sebagai Tolak Ukur Pembangunan Bangsa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Firdaus M, Harmini, Afendi FM. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor: IPB Press. Fitrianingsih S. 2008. Kinerja Penyaluran Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) serta Dampaknya Terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha Nasabah di PT. BRI unit Citeureup cabang Bogor. [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gujarati, D. N. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Mulyadi, J. A.; Penerjemah; Saat, S.; Hardani, W.; Editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Essentials of Econometrics. Handoyo M. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiyaaan Syariah untuk UMKM Agribisnis pada KBMT Wihdatul Ummah Kota Bogor.[skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hasibuan R. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit Macet pada Kredit Usaha Pedesaan (KUPEDES) yang Terkait Sektor Agribisnis (Kasus: PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Herli AS. 2013. Pengelolaan BPR dan Lembaga Keuangan Pembiayaan Mikro. Jakarta : Andi Yogyakarta. Himmati A. 2010. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pengambilan pembiayaan dan pembiayaan macet pada KBMT Madani Pulo Empang Bogor.[skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
62
Hutabarat TM. 2012. Analisis Repayment Capacity Kredit Usaha Rakyat Sektor Agribisnis pada Bank Rakyat Indonesia Unit Cibungbulang-Bogor. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kasmir. 2012. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Lubis AM. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi dan pengembalian Kredit Usaha Rakyat (Kasus : BRI Unit Cibungbulang). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mochtar R. 2008. Pengembangan Penyaluran Kredit Melalui Koperasi dengan Pola Swamitra untuk Peningkatan Ekonomi Daerah dan Masyarakat di Kota Pekanbaru [Tesis]. Bogor (ID) : Indonesia. Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Oktavi, S. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Pembiayaan dan Efektivitas Pembiayaan Usaha Kecil Pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah.[Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Rasyid, M. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Pembiayaan Murabahah untuk Usaha agribisnis pada KBMT Bil Barkah. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Rita, 2004. Analisa Pengaruh Pemberian Kredit Terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha kecil dan Menengah. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sari, AW. 2013. Peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Jateng Terhadap Perkembangan Usaha Mikro di Kabupaten Boyolali (Studi Kasus: Nasabah Bank Jateng Cabang Boyolali). [Skripsi]. Semarang : Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro. Syofwan, A. 2012. Peranan Kredit Usaha Rakyat Terhadap Pengembangan UMK di Kecamatan Gebang kabupaten Langkat (Studi Kasus: bank BRI Kecamatan Gebang). [Skripsi]. Medan : Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. Tohar, M. 2000. Membuka Usaha Kecil. Yogyakarta : Kanisius.
63
LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil analisis regresi linear berganda Tingkat Tunggakan= 0,829 + 1,658 Usia - 0,572 Tk Pendidikan + 0,433 Tanggungan + 0,613 Jenis Usaha - 0,646 Lama Usaha – 0,439 Omzet + 0,241 Biaya Operasional - 0,645 Status Lokasi Usaha - 0,692 Jk. Wkt Kredit + 0,303 Frek Kredit + 0,294 Tk Bunga Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta
Model (Constant) Usia debitur Tingkat pendidikan Jumlah Tanggungan Jenis Usaha Lama Usaha Omzet Biaya Operasional Status Lokasi Usaha Jk Pengembalian Kredit Frekuensi Kredit Tingkat Bunga a. Dependent Variable: y
,829
2,689
1,658 -,572 ,433 ,613 -,646 -,439 ,241 -,645 -,692 ,303 ,294
,788 ,480 ,235 ,689 ,300 ,300 ,225 ,252 ,261 ,239 ,455
T
,395 -,166 ,265 ,118 -,440 -,258 ,198 -,373 -,392 ,199 ,084
Model R R Square Adjusted R Square 1 ,809a ,654 ,508 a. Predictors: (Constant), x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7,x8, x9, x10,x11 b. Dependent Variable: y
Dl 0,8536
Du 2,2647
dw 2,357
4-du 1,7353
Collinearity Statistics Tolerance VIF
Sig.
,308
,760
2,103 -1,191 1,837 ,890 -2,151 -1,465 1,070 -2,563 -2,648 1,270 ,646
,045 ,244 ,078 ,382 ,041 ,155 ,294 ,017 ,014 ,215 ,524
,378 ,671 ,636 ,761 ,318 ,424 ,387 ,627 ,605 ,531 ,739
Std. Error of the Estimate ,24912
2,645 1,491 1,573 1,314 3,141 2,361 2,586 1,594 1,652 1,882 1,354
Durbin-Watson 2,216
4-dl 3,1464 a
ANOVA Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
3.050
11
.277
Residual
1.614
26
.062
Total
4.663
37
a. Dependent Variable: y b. Predictors: (Constant), x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7,x8, x9, x10,x11
F 4.467
Sig. .001
b
64
Runs Test Unstandardized Residual a Test Value -,00174 Cases < Test Value 19 Cases >= Test Value 19 Total Cases 38 Number of Runs 25 Z 1,480 Asymp. Sig. (2-tailed) ,139
Lampiran 3. Plot komponen standardized residual menurut variabel dependent (tingkat tunggakan)
65
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Januari 1990. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Muhammad Taib dan Ibunda Manih serta memiliki saudara laki-laki Rio Wijayanto. Penulis memulai pendidikannya di Taman KanakKanak Islam Walisongo Bekasi pada tahun 1995. Pendidikan Tingkat Dasar penulis dimulai pada tahun 1996 di SD Negeri Jatimurni 6 Bekasi hingga lulus pada tahun 2002. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 6 Bekasi selama 3 tahun. Setelah itu penulis melanjutkan sekolah di tingkat Menengah Atas, yaitu di SMA Negeri 64 Jakarta Timur pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima pada Program Diploma III Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Manajemen Agribisnis melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Karya penulis berupa tugas akhir yang berjudul Kajian Pengembangan Bisnis Peningkatan Produksi Paprika (Capsicum Annum Var. Grossum) dengan Memanfaatkan Greenhouse di PT Saung Mirwan Megamendung diselesaikan penulis pada tahun 2011 dan mengantarkan penulis lulus pada tahun yang sama. Pada tahun 2011, Penulis melanjutkan studi kembali pada Program Sarjana Alih Jenis Agribisnis di Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama masa pendidikan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi seperti Kegiatan Rohani Islami, Pramuka, Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK), Paduan Suara, dan Palang Merah Remaja (PMR) selama Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam mengikuti seminar-seminar yang berkaitan dengan agribisnis dan pendidikan. Selama menempuh pendidikan Program Sarjana Alih Jenis Agribisnis IPB, Penulis juga bekerja di PT Bank Syariah Bukopin Tbk pada tahun 2011 sampai saat ini. Berbagai pelajaran banyak diperoleh penulis selama menempuh masa pendidikan yang dapat dijadikan sebagai bekal dan pengalaman.