SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PADA PEMBERIAN KREDIT MIKRO SWAMITRA BANK BUKOPIN
Anissa Putriasari Program S1 Reguler, Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ABSTRAK Penelitian ini menganalisis secara komprehensif mengenai penerapan pengendalian internal pada pemberian kredit mikro Bank Bukopin. Jenis kredit mikro yang diteliti pada penelitian ini adalah kredit Swamitra. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan bagaimana sistem pengendalian internal pada pemberian kredit Swamitra dan bagaimana penanganan terhadap kredit macet (non performing loan) disaat pertumbuhan portofolio terus meningkat. Hasil dari penelitian ini adalah Bank Bukopin telah melakukan sistem pengendalian kredit dengan cukup baik pada sebelum ataupun sesudah pemberian kredit. Akan tetapi Bank Bukopin perlu meningkatkan kontrol pada sistem pengendalian pada kredit Swamitra karena nilai non performing loan yang masih cukup tinggi dibandingkan dengan nilai non performing loan kredit industri mikro dapat menyebabkan ancaman bagi Bank Bukopin pada masa yang akan datang. Kata kunci : Pengendalian Internal, Pengendalian Kredit, Usaha Mikro, Non Performing Loan.
ABSTRACT This study comprehensively analyzes the implementation of internal control in Bukopin micro credit. The type of micro credit examined in this study is Swamitra credit. This is a descriptive research with qualitative design. The purpose of this study is to explain how the system of internal controls in the provision of Swamitra credit and how they handle non-performing loans. The result of this study is Bank Bukopin have done credit control system well enough before and after the provision of credit. However, Bank Bukopin needs to improve controls on Swamitra credit control system because the ratio of non performing loan for Swamitra credit is still high enough compared to the ratio of non performing loan for micro industry credit will cause a threat to Bank Bukopin in the future. Key Words: Internal Control, Credit Control, Micro Enterprise, Non Performing Loan
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
1
Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pengertian bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan pengertian tersebut, kegiatan pokok bank adalah menerima simpanan dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana dalam bentuk giro, tabungan serta deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pihak yang memerlukan dana. Kegiatan bank pada akhirnya akan diarahkan kepada peningkatan taraf hidup masyarakat, agar masyarakat menjadi lebih baik dan lebih sejahtera daripada sebelumnya. Berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang PokokPokok Perbankan, diatur dalam Pasal 1 huruf a, pemberian kredit adalah salah satu usaha pokok bank. Termasuk dalam pemberian kredit itu ialah kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Berdasarkan sebuah artikel yang dipublikasikan pada 21 Desember 2012, Menteri Koperasi Syarif Hasan mengatakan bahwa jumlah UMKM di Indonesia diperkirakan mencapai 55,2 juta unit. Pada tahun 2013, diperkirakan pertumbuhannya akan mencapai 2 juta. Dengan angka sebesar 55,2 juta tersebut, UMKM mengkontribusikan pertumbuhan ekonomi dalam negeri hingga 60%. Jadi, jelas bahwa UMKM adalah salah satu potensi yang besar bagi perekonomian Indonesia meskipun terkadang UMKM menghadapi suatu masalah yakni permodalan usaha. Masalah yang dihadapi mencakup masalah pembiayaan usaha, masalah akumulasi modal, dan cara memanfaatkan fasilitas dalam mencapai usahanya. Pada Bank Bukopin, kredit UMKM dibagi menjadi dua, yakni kredit mikro dan kredit UKM. Kredit mikro itu sendiri, terbagi menjadi beberapa jenis yakni Swamitra, Kredit Pensiunan, Kredit PNS Aktif , KPR & KPA Mikro, Direct Loan Mikro, dan Kredit Masa Pra Pensiun. Pada skripsi ini, penulis akan membahas salah satu dari beberapa kredit mikro tersebut, yakni kredit Swamitra. Pada kredit Swamitra, penyaluran kredit tersebut dilakukan secara kerjasama atau kemitraan
antara
Bank
Bukopin
dengan
Koperasi
untuk
mengembangkan
serta
memodernisasi Usaha Simpan Pinjam (USP) melalui pemanfaatan jaringan teknologi (network) dan dukungan sistem manajemen sehingga USP memiliki kemampuan pelayanan transaksi keuangan yang lebih luas dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
undangan yang berlaku. Pemberian kredit ini ditujukan kepada masyarakat yang meminjam dalam jumlah yang relatif kecil, yang mungkin tidak dapat dilakukan di bank lainnya. Pemberian kredit memiliki sebuah resiko yaitu adanya kredit macet. Bahaya yang timbul dari kredit-kredit macet adalah tidak terbayarnya kembali kredit tersebut, baik sebagian maupun seluruhnya. Kredit macet banyak terjadi sebagai akibat analisis pemberian persetujuan kredit yang tidak begitu ketat. Dengan adanya unsur resiko dan ketidakpastian tersebut, diperlukan suatu pengamanan, baik pengamanan preventif maupun represif. Penelitian ini dilakukan pada Swamitra X dan Y. Swamitra X dan Y dipilih karena dianggap dapat mewakili dua jenis Swamitra dengan angka non performing loan (NPL) yang rendah dan tinggi. Swamitra X memiliki angka NPL sebesar 4,2% pada tahun 2012 dan Swamitra Y memilki NPL sebesar 9,7% pada tahun 2012. Sistem pengendalian internal dalam pemberian kredit yang baik di bank akan mampu meminimalkan risiko kredit macet (non performing loan) sekaligus membuat bank mampu menjalankan fungsi utamanya sebagai penyalur kredit ke masyarakat. Untuk itu setiap pinjaman yang akan diberikan oleh bank kepada usaha mikro, harus sesuai dengan aturan yang berlaku untuk menghindari adanya kredit macet tersebut. Tujuan pengendalian ini adalah menghilangkan resiko atau setidaknya memperkecil resiko yang mungkin akan timbul. Berangkat dari hal-hal tersebut, penulis ingin menganalisa bagaimana sistem pengendalian internal pada pemberian kredit swamitra Bank Bukopin. 2 2.1
Landasan Teori Sistem Pengendalian Internal Pengendalian internal menurut Committee of Sponsoring Organization of The
Treadway Commission (COSO) adalah alat yang digunakan oleh para manajer (tetapi jarang diajarkan) untuk membantu dalam pencapaian tujuan usaha mereka dalam kategori efektivitas dan efisiensi operasional, keandalan dari laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Menurut Mulyadi (2010), pengendalian internal memiliki dua tujuan, yaitu pengendalian internal akuntansi (internal accounting control) yang meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
kekayaan organisasi dan memeriksa ketelitian dan keandalan data akuntansi; dan pengendalian internal administratif (internal administrative control) yang meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen. Terdapat sebuah kerangka kerja pengendalian internal yang dikeluarkan oleh COSO mendefinisikan pengendalian internal sebagai sebuah proses, dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan orang-orang lainnya dalam perusahaan. Pada model tersebut digambarkan lima level pengendalian internal yang terdiri dari lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pengawasan. 2.2
Pengendalian Kredit Pengendalian kredit sangat penting dilakukan untuk menghindari terjadinya kredit
macet dan penyelesaian kredit macet. Pengendalian kredit menurut Hasibuan (2006), adalah usaha-usaha untuk menjaga kredit yang diberikan tetap lancar, produktif, dan tidak macet. Lancar dan produktif berarti kredit itu dapat ditarik kembali bersama bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui sebelumnya oleh kedua belah pihak. Hal ini penting dilakukan karena terjadinya kredit macet membawa kerugian bagi pihak bank yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyaluran kredit harus berdasarkan prinsip kehati-hatian dengan sistem pengendalian yang baik dan benar. Terdapat dua jenis pengendalian kredit yakni preventive control of credit yang merupakan pengendalian kredit yang dilakukan dengan tindakan pencegahan sebelum kredit tersebut macet dan repressive control of credit yang merupakan tindakan pengamanan atau penyelesaian kredit macet dengan cara rescheduling, reconditioning, restructuring, dan liquidation. Proses pengendalian kredit terdiri dari pengecekan kredit, analisis kredit, keputusan kredit, pengendalian setelah kredit diberikan dan penyelesaian kredit macet. 3
Profil Perusahaan Bank Bukopin telah tumbuh dan berkembang menjadi bank yang masuk ke kelompok
bank menengah di Indonesia dari sisi aset dengan jumlah aset sebesar Rp 65,69 triliun pada akhir tahun 2012, meningkat dari Rp 57,18 triliun pada tahun sebelumnya. Seiring dengan terbukanya kesempatan dan peningkatan kemampuan melayani kebutuhan masyarakat yang lebih luas, selain segmen Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK), yang
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
sejak tahun 2008 telah dipilah menjadi segmen Mikro dan segmen Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK), Bank Bukopin juga melayani segmen Konsumer dan segmen Komersial. Keempat segmen bisnis tersebut, ditambah dengan bisnis Perbankan Internasional dan Treasury, merupakan enam pilar usaha Bank Bukopin. Swamitra adalah program Bank Bukopin yang bekerja sama dengan koperasi untuk membentuk lembaga keuangan yang dikelola secara otonom dan profesional yang memanfaatkan jaringan teknologi dalam melakukan transaksi keuangan melalui gerai Swamitra. Melalui gerai inilah, pelayanan kredit kepada usaha mikro dilakukan. Kredit Swamitra memiliki plafon sebesar Rp 500.000,- s/d Rp 150.000.000,- dengan suku bunga sebesar 23%-40% per tahun. Swamitra sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang disediakan hanya untuk gerakan koperasi memang disiapkan dengan matang dan memiliki berbagai kelebihan seperti dukungan teknologi informasi. Teknologi informasi yang digunakan adalah alat bantu yang disebut Sistem Informasi Keuangan Mikro (SIKM). Sistem aplikasi tersebut berfungsi sebagai alat dalam memproses kredit, sehingga dalam waktu cepat dapat diberikan persetujuan kredit namun tetap memperhatikan asas prudential banking. Penggunaan aplikasi SIKM tersebut dilakukan di seluruh outlet Swamitra. Dengan teknologi tersebut dan dalam jaringan yang terhubung, transaksi dapat dilakukan lebih aman dan cepat, sehingga pedagang atau pengusaha kecil memiliki waktu lebih banyak untuk memikirkan kemajuan usaha mereka. Penggunaan SIKM juga mempermudah pengawasan yang dilakukan oleh Swamitra dan Bank Bukopin. Selain itu, operasional Swamitra didukung oleh sistem manajemen yang disediakan oleh Bank Bukopin dan dikelola oleh tenaga-tenaga koperasi atau LKM yang dilatih khusus untuk tugas tersebut. Para petugas ini menjalankan transaksi yang berkaitan dengan produkproduk Swamitra serta melayani anggota serta nasabah di wilayah pelayanan (service point) Swamitra. Untuk menyelenggarakan aktivitas Swamitra maka permodalan awal disiapkan melalui setoran dana koperasi atau LKM, karena umumnya koperasi yang ditunjuk oleh Bank Bukopin untuk mengelola Swamitra adalah koperasi dengan kinerja usaha yang relatif baik. Namun, untuk mendukung kegiatan operasional Swamitra tersebut, Bank Bukopin dapat memberikan fasilitas kredit kepada Swamitra, antara lain dalam bentuk kredit investasi (KI) dan kredit modal kerja (KMK).
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
Sebagai lembaga keuangan yang bergerak di lapisan masyarakat bawah, swamitra memahami dengan baik budaya dan kebutuhan pasarnya. Umumnya para pengusaha mikro tersebut membutuhkan kecepatan dan kemudahan, sedangkan bunga itu sangat relatif. 4 4.1
Analisis dan Pembahasan Strategi Bisnis Bank Bukopin dalam Mengembangkan Swamitra Bank Bukopin cukup gencar mempromosikan kredit Swamitra sebagai salah satu
produk unggulannya yang dipasarkan melalui kerja sama dengan koperasi simpan pinjam melalui Gerai Swamitra. Dengan dukungan Bank Bukopin inilah, calon nasabah akan tertarik dan percaya dengan Swamitra karena mereka telah memiliki kepercayaan dengan Bank Bukopin yang memang terkenal akan program pemberdayaan bisnis mikro miliknya. Bank Bukopin juga melakukan perekrutan karyawan dengan prosedur dan standar Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh Bank Bukopin. Setiap pegawai baru juga akan mendapatkan pembekalan mengenai Standard Operating Procedure (SOP) dan pelatihan yang diberikan oleh Divisi Bisnis Mikro. Perkerutan, pelatihan, dan pembekalan tersebut merupakan salah satu kontrol untuk menjaga kualitas, integritas, dan etika karyawan. 4.1.1 Strategi Pemasaran Gerai Swamitra Strategi pemasaran yang dilakukan oleh Swamitra sendiri bentuknya masih sangat sederhana, seperti placing, mouth to mouth, brosur, dan direct marketing. Placing adalah pendirian Gerai Swamitra di lokasi-lokasi yang mudah dijangkau masyarakat kecil seperti di pasar, pelabuhan, daerah sentra kerajinan, dan di tempat-tempat lain yang dianggap potensial. Mouth to mouth ialah promosi yang dilakukan oleh nasabah yang telah mendatangi Gerai Swamitra. Gerai Swamitra menyediakan brosur yang berisi jenis produk yang ditawarkan dan persyaratan-persyaratan yang perlu dipenuhi oleh calon nasabah jika ingin menjadi nasabah produk simpan pinjam Swamitra. Brosur ini dapat menjadi pendukung strategi mouth to mouth. Direct marketing dilakukan oleh Account Officer (AO) dengan mendatangi caloncalon nasabah untuk melakukan pendekatan dan menawarkan produk simpan pinjam Swamitra. Pendekatan secara langsung ini dapat membantu AO dalam menilai lebih dalam calon nasabah dan potensi calon nasabah tersebut.
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
4.1.1.1 Analisis Dampak Strategi Pemasaran Swamitra Dampak dari strategi bisnis yang dilakukan oleh Bank Bukopin untuk mengembangkan Gerai Swamitra cukup positif, terlihat dari peningkatan Gerai Swamitra setiap tahunnya, dari 530 gerai pada tahun 2010, menjadi 583 gerai pada tahun 2011, dan menjadi 625 gerai pada tahun 2012 atau sebesar 10% pada tahun 2011 dan 7,2% di tahun 2012. Tabel Jumlah Nasabah dan Debitur Swamitra
Jumlah Nasabah Jumlah Debitur
2010
2011
2012
369.986 106.572
416.315 106.822
457.377 103.738
Jumlah nasabah setiap tahunnya meningkat dengan cukup signifikan, tetapi kenaikan jumlah debitur ternyata tidak sesignifikan kenaikan jumlah nasabah, malah cenderung stagnan dari tahun ke tahun. Jumlah debitur malah mengalami penurunan pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pemasaran yang dilakukan masih kurang efektif dalam hal ekspansi debitur baru. Tabel Jumlah Portofolio Kredit Swamitra ke End User 2010-2012 (dalam milyar Rupiah)
Jumlah Portofolio Kredit Swamitra
2010
2011
2012
944
1.050
1.187
Meskipun jumlah debitur menurun, jumlah kredit yang diberikan oleh Swamitra ke end user mengalami peningkatan sebesar 11,2% pada tahun 2011 dan 13,04% pada tahun 2012. Berdasarkan analisa penulis, hal ini disebabkan perubahan strategi dalam pemberian kredit dari yang sebelumnya menyalurkan kredit secara retail ke banyak debitur, kini lebih memperhatikan pada volume plafond yang diberikan kepada debitur. 4.2
Strategi Bisnis Bank Bukopin dalam Mengembangkan Swamitra
4.2.1 Proses Inisiasi dan Permohonan Kredit Terdapat dua jenis pengendalian kredit yakni Preventive Control of Credit dan Repressive Control of Credit. Pada proses permohonan kredit, terdapat langkah inisiasi yang termasuk dalam jenis kontrol preventif, yang berarti pengendalian kredit yang dilakukan
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
sebelum kredit tersebut bermasalah. Pada permohonan secara pasif, calon nasabah yang berminat untuk menjadi debitur dapat datang ke Gerai Swamitra untuk dilayani dan kemudian akan diproses oleh AO untuk dilakukan inisasi kredit. Sedangkan pada pendekatan aktif, AO sebagai pencari nasabah langsung terjun untuk mengumpulkan informasi, menentukan target pasar, mencari dan mensolisit calon debitur yang akan ditangani. Beberapa tahap solisitasi yang dilakukan AO adalah mapping, information, canvassing, dan on the spot Saat proses solisitasi juga dilakukan wawancara untuk lebih meyakinkan bahwa calon debitur yang ditemui potensial. Wawancara bertujuan untuk memberikan penilaian berdasarkan informasi-informasi yang terdapat pada calon debitur mengenai karakter, kemampuan, modal, agunan, dan keadaan ekonomi yang disebut dengan Five C’s Principle. AO memegang peranan penting pada tahap ini karena pemilihan calon debitur dilakukan oleh AO, sehingga AO akan menjadi pembina sekaligus penanggungjawab debitur. Pemberlakuan prinsip 5C tersebut merupakan salah satu kontrol yang dilakukan oleh Swamitra agar AO dapat menyaring calon debitur yang benar-benar potensial. Hal ini telah sesuai dengan prinsip pemberian kredit yang dikemukakan oleh (Kasmir 2012:136). Setelah proses solisitasi dilakukan, AO akan memberikan formulir permohonan kredit kepada calon debitur yang dianggap potensial untuk dilakukan pengisian. Formulir permohonan kredit tersebut berisi tanggal, jumlah permohonan, tujuan penggunaan, sumber pengembalian pinjaman, dokumen jaminan serta nama dan tandatangan calon debitur. Apabila debitur telah berkeluarga, maka harus ada (surat) persetujuan dari istri / suami. Calon debitur harus menyerahkan beberapa dokumen seperti fotocopy KTP, fotocopy KTP istri/suami, fotocopy kartu keluarga, fotocopy surat nikah/cerai (untuk yang sudah nikah/cerai), fotocopy rekening listrik, surat keterangan usaha dari lurah atau Dinas Pasar dan surat perizinan usaha lainnya, dan fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk plafon di atas Rp 25.000.000,Setelah penyerahan dokumen oleh calon debitur, AO akan melakukan pengecekan ulang data tersebut kemudian Scoring Online melalui aplikasi SIKM dengan melakukan input terhadap hasil scan data-data yang berkaitan dengan permohonan pinjaman seperti data calon debitur, data usaha calon debitur, data keuangan calon debitur, data legalitas calon debitur, dan data jaminan. Setelah input data tersebut selesai, dilanjutkan ke tahap generate scoring. Terdapat 2 (dua) hasil scoring, yaitu :
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
1. Diterima (hasil scoring ≥70) Apabila hasil scoring diterima, maka akan dilakukan verifikasi ulang kelengkapan dokumen dan formulir permohonan kredit yang telah ditandatangani oleh calon debitur. Jika dokumen persyaratan telah lengkap, AO akan mengirim aplikasi kredit kepada Credit Support (CS) untuk dilakukan verifikasi dan analisis. Namun apabila dokumen persyaratan belum lengkap, AO harus meminta kepada calon debitur dokumen yang masih kurang. Kemudian AO menyerahkan seluruh fisik dokumen kredit dan foto copy dokumen jaminan calon debitur kepada CS di Swamitra. 2. Ditolak (hasil scoring ≤70) AO memberi surat penolakan kepada calon debitur. AO sebagai pembina kredit harus benar-benar menyaring debitur yang potensial untuk melakukan permohonan kredit. Kelengkapan dokumen kredit dan jaminan juga berperan sangat penting. Dokumen kredit diperlukan untuk melakukan analisis terhadap calon debitur dan dokumen jaminan sangat penting karena jaminan adalah salah satu cara untuk meyakinkan bahwa calon debitur akan sanggup melunasi pinjaman sesuai dengan yang diperjanjikan. AO harus meyakini bahwa dokumen jaminan yang diberikan sah dan legal sehingga dapat dilakukan penilaian jaminan dengan baik agar AO yakin untuk menjalankan proses kredit selanjutnya. Namun berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan penulis, ada fungsi makerchecker yang kurang berjalan optimal. Manajer Swamitra selaku pemangku jabatan paling tinggi di Swamitra kurang mengawasi pekerjaan yang dilakukan AO. Adanya ketimpangan antara target yang dibebankan dengan apresiasi yang diberikan kepada AO, juga mempengaruhi kinerja AO dalam melakukan analisa awal. Di sinilah perlu adanya peningkatan kontrol dari Bank Bukopin, karena analisa awal yang baik dapat menghindarkan kreditur dari debitur yang tidak layak. 4.2.2 Proses Analisis dan Verifikasi Kredit Pada tahap ini akan dilakukan analisis dan verifikasi terhadap dokumen calon debitur yang telah diberikan dengan keadaan debitur sebenarnya, terdiri dari beberapa tahap yaitu : 1. Internal Checking Setelah menerima dokumen kredit dan jaminan dari AO, CS akan melakukan tahap analisis selanjutnya yaitu internal checking pada database di Swamitra dan Bank
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
Bukopin. Internal checking merupakan tindakan awal untuk mencegah risiko kredit karena dengan internal checking akan diketahui riwayat calon debitur pada Swamitra dan Bank Bukopin. Jika calon debitur merupakan nasabah lama di Swamitra, akan ditelusuri riwayat pinjamannya di Swamitra. Pada tahap ini calon debitur dapat ditolak jika hasil internal checking menunjukkan bahwa calon debitur memiliki tunggakan kredit atau masalah pada Swamitra dan Bank Bukopin. Namun jika hasil internal checking menunjukkan bahwa calon debitur tidak memiliki tunggakan kredit atau masalah pada Swamitra dan Bank Bukopin, maka proses dapat dilanjutkan pada tahap permohonan Bank Indonesia (BI) checking kepada Kordinator Operasi (KO). 2. BI Checking Pengecekan yang dilakukan tidak sebatas pada internal saja, akan dilakukan pengecekan juga terhadap database Bank Indonesia (BI). Hal ini merupakan kontrol dari Swamitra dan Bank Bukopin agar tidak salah dalam menjaring calon debitur, karena bisa saja calon debitur memiliki masalah pada bank lain. Selain mengecek daftar hitam BI, dilakukan juga pengecekan pada Sistem Informasi Debitur (SID). Pengecekan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pinjaman yang sudah diterima oleh calon debitur dari bank lain. Prosedurnya diawali dengan permohonan BI checking dari CS yang akan disampaikan kepada KO, kemudian KO akan melakukan BI checking di Divisi Bisnis Mikro Bank Bukopin, karena Swamitra tidak diberi akses untuk melakukannya. Hasil BI checking akan dikirimkan kepada CS dan CS membuat kesimpulan atas hasil pemeriksaan internal dan BI checking tersebut. Jika berdasarkan hasil pengecekan calon debitur tidak tidak terdaftar pada blacklist BI dan hasil SID tidak bermasalah, maka CS dapat melanjutkan ke proses survei dan taksasi jaminan. 3. On The Spot (OTS) Pada tahap ini akan dilakukan analisis dan verifikasi atas dokumen permohonan dan dokumen pendukung dengan keadaan sebenarnya dari calon debitur oleh CS, KO, dan MS. Hal yang dianalisis dan diverifikasi pada tahap ini adalah tujuan penggunaan fasilitas kredit yang diajukan, kondisi dari debitur dan usahanya, prospek usaha, aspek legal, dan jaminan. Setelah survei, taksasi jaminan, dan analisis yuridis dilakukan, hasilnya akan diinput ke aplikasi SIKM. CS akan memverifikasi kelengkapan dokumen persyaratan yang ada di
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
SIKM dan MS akan melakukan pengecekan ulang data dan approval terhadap form check list. Kemudian, MS akan mengirimkan aplikasi kredit beserta informasinya kepada KO untuk dilakukan pengecekan ulang data kembali kemudian AO akan membuat proposal kredit yang berisikan hasil analisis kredit yang telah dilakukan oleh CS, KO, dan MS saat OTS ditambah beberapa hal seperti monitoring, yaitu cara bagaimana mengawasi usaha yang dibiayai dan kesimpulan dan rekomendasi. Kemudian, proposal kredit tersebut akan dikirimkan ke Komite Kredit. Analisis ulang dan verifikasi oleh KO dan CS merupakan bentuk kontrol yang dilakukan bagi calon debitur pada proses analisis pemberian kredit. Namun berdasarkan hasil obeservasi yang penulis lakukan, pada kenyataannya masih ada saja debitur yang lolos padahal sebenarnya kurang layak. Di sinilah perlu adanya peningkatan kontrol karena seharusnya KO dan CS dapat mendeteksi jika terdapat kelalaian yang dilakukan oleh AO. 4.2.3 Proses Keputusan Kredit Keputusan kredit merupakan tahap penentuan apakah kredit akan diterima atau ditolak. Proses keputusan kredit dilakukan oleh Komite Kredit dengan menggunakan sistem individual limit. Sistem tersebut diaplikasikan guna mengedepankan kecepatan dalam proses keputusan kredit, mengingat kecepatan adalah salah satu faktor penting dalam bisnis Kredit Mikro. Individual limit berarti bilamana pada suatu tahap hirarki Komite Kredit memiliki limit yang memadai untuk memutuskan kredit tersebut, maka proses keputusan kredit cukup berhenti pada tahap tersebut saja, tidak perlu dimintakan pertimbangan pada hirarki diatasnya agar lebih menghemat waktu. Pada tahap ini, MS akan memberikan tanggapan untuk meneruskan atau menolak permohonan kredit berdasarkan proposal yang telah dikirimkan oleh AO. Jika ditolak, proses permohonan pinjaman tidak akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Namun jika diterima, akan dilanjutkan ke tahap proses otorisasi Komite Kredit pada aplikasi SIKM. Komite Kredit terdiri dari AO Supervisi, Koordinator AO Supervisi, dan Manager Bisnis Mikro Bukopin. Setiap closing proses keputusan komite, MS akan mencetak Memorandum Kredit Komite (MKK) yang terdiri dari lembar persetujuan komite kredit, tanggapan komite kredit, dan proposal kredit. MKK tersebut digunakan sebagai dasar pembuatan Surat Persetujuan Pemberian Kredit (SPPK) yang kemudian akan ditandatangani oleh anggota komite kredit
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
yang menyetujui permohonan kredit sesuai individual limitnya. SPPK tersebut akan diberikan kepada AO untuk dikirimkan ke calon debitur. Risiko kredit terhadap bank dapat dikurangi dengan pembatasan wewenang dalam pemberian keputusan kredit. Kontrol Bank Bukopin diberikan dengan adanya otoritas pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak Bank Bukopin yakni Komite Kredit yang telah memiliki pengalaman dalam melakukan penilaian terhadap sebuah kredit. Orang yang memutuskan kredit harus berbeda dengan orang yang memasarkan kredit tersebut. Dalam hal ini, yang memasarkan kredit adalah AO dan AO tidak diberikan wewenang dalam memutuskan kredit. 4.2.4 Proses Pengikatan Kredit Pengikatan kredit ialah pengikatan terhadap pinjaman dan agunan yang dilakukan antara Swamitra dengan debitur maupun pihak-pihak lain yang terkait, baik secara notariil maupun dibawah tangan, tergantung jumlah plafon kredit. Kebijaksanaan dalam pengikatan kredit harus meliputi pengikatan yang kuat dan sah baik terhadap fasilitas kredit maupun agunan. Proses pengikatan kredit ini dilakukan secara manual atau tidak melalui SIKM. Setiap pengikatan harus dilakukan dan ditandatangani oleh orang yang berhak dalam kewenangannya, baik selaku perorangan maupun selaku pemilik barang agunan. Setiap pengikatan harus dilakukan, dihadiri dan ditandatangani oleh debitur dan pemilik agunan di atas materai agar memilki kekuatan hukum. Pelaksanaan pengikatan pinjaman juga harus dihadiri oleh Kuasa Swamitra dan perlu adanya saksi. Penandatangan akta pinjaman dan jaminan berfungsi sebagai jaminan bagi Bank apabila debitur melakukan wanprestasi sehingga risiko tidak dapat membayar dapat diminimalisir. 4.2.5 Proses Pencairan Kredit Proses pencairan ialah realisasi pinjaman kepada debitur sesuai persyaratan dan ketentuan yang telah disepakati bersama antara Swamitra dengan debitur. Kebijaksanaan dalam pencairan kredit harus berdasarkan pada keputusan Komite Kredit yang tertuang pada MKK. Prosedur dalam pencairan kredit ialah KO akan melakukan input master pinjaman ke SIKM yang berisi nama, plafon, jangka waktu, jatuh tempo, tanggal akad, jenis pinjaman, tipe bunga, rate denda, spread bunga, nomor akad, jenis dan letak usaha (berupa kode). Bagi debitur yang belum memiliki simpanan di koperasi, akan dibukakan simpanan di koperasi
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
terlebih dahulu. Simpanan ini merupakan simpanan seperti pada koperasi simpan pinjam biasanya, bukan merupakan rekening di Bank Bukopin. Kemudian KO akan membuat repayment schedule yang berupa daftar pembayaran angsuran/jadwal pembayaran debitur. Debitur juga akan diberikan asuransi jiwa kredit. Asuransi tersebut berguna untuk penggantian pinjaman apabila debitur meninggal, sehingga Swamitra dapat melakukan klaim ke pihak asuransi. Biaya asuransi ini akan dibebankan saat pencairan kredit. Kemudian, repayment schedule yang telah dibuat oleh KO akan diserahkan ke AO untuk dilakukan pengecekan
ulang
kemudian
diserahkan
ke
CS.
Setelah
itu
baru
dilakukan
dropping/pencairan. Pencairan akan dilakukan oleh KO dengan pengawasan MS melalui pencairan ke simpanan debitur di koperasi secara utuh. Debitur dapat mengambil ke teller Swamitra dengan pengawasan KO dan akan diberikan tanda terima pencairan. Debitur juga mendapat buku tabungan kartu angsuran, dan tanda terima jaminan. 4.2.6 Pembayaran Cicilan Kredit Pembayaran kredit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemotongan secara langsung rekening debitur di Swamitra atau debitur dapat langsung mendatangi Swamitra untuk melakukan pembayaran. Setiap pembayaran cicilan yang dilakukan oleh debitur akan dimasukkan oleh teller ke dalam SIKM sehingga proses kontrol menjadi lebih mudah karena sistem yang terhubung secara online. Dengan adanya SIKM, debitur yang memiliki tunggakan akan diketahui dengan cepat. Kebijakan tertentu bagi debitur yang menunggak akan dibahas pada sub bab penanganan NPL. 4.2.7 Pelunasan Kredit Saat debitur akan melakukan pelunasan kredit, debitur harus menghubungi AO dulu sebelumnya. Sehingga AO dan CS dapat menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pelunasan. Kemudian debitur bisa langsung mendatangi Swamitra. Pelunasan yang dilakukan sebelum jatuh tempo tidak akan dikenakan biaya penalti, jadi debitur hanya membayar sisa angsuran saja. Pelunasan akan dilayani oleh teller dengan diawasi oleh KO. Prosedur pelunasannya adalah debitur membawa buku tabungan, kartu angsuran, repayment schedule, dan tanda terima jaminan yang diberikan saat pencairan kredit kemudian membayar sisa angsuran kepada teller dan teller akan melakukan input pelunasan ke SIKM. Kemudian teller akan mencetak tanda terima pelunasan. Dengan adanya SIKM, Bank Bukopin dapat
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
mengontrol pelunasan yang telah dilakukan oleh debitur Swamitra sehingga pengembalian Kredit MTT dari Swamitra dapat dikontrol. Setelah debitur melakukan pelunasan, jaminan tidak dapat langsung diambil karena jaminan disimpan di Bukopin. CS akan mengambilkan jaminan di POM dengan menyertakan bukti pelunasan dan tanda terima jaminan milik debitur. POM kemudian akan melakukan pengecekan terhadap dokumen dan dicocokan dengan data yang ada di SIKM. Jika telah cocok, POM dapat menyerahkan jaminan ke CS disertai tanda terima pengambilan jaminan. Lalu CS akan menghubungi debitur untuk menyerahkan jaminan di Swamitra. Setelah jaminan diambil, CS atau KO akan mencatatnya di buku register jaminan milik Swamitra dan data jaminan yang ada di SIKM dihapus oleh CS dengan otorisasi KO. 4.3
Analisis Pengendalian Kredit
4.3.1 Pembinaan dan Monitoring Debitur AO sebagai pembina kredit bertanggung jawab untuk membina dan mengawasi debitur hingga setelah kredit diberikan agar kredit digunakan sesuai dengan tujuannya dan debitur dapat membayar angsuran tepat waktu. Pengawasan dan pembinaan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yakni pengendalian pasif dan aktif. §
Pengendalian Pasif Pengendalian pasif dapat dilakukan dengan memantau debitur melalui sistem SIKM. Pemantauan dilakukan dengan melakukan pengawasan terhadap pembayaran angsuran bulanan debitur. Dengan adanya SIKM tersebut, dapat diketahui debitur mana yang sudah ataupun belum membayar angsuran. AO juga dapat menelepon debitur secara periodik untuk menanyakan bagaimana kondisi usahanya.
§
Pengendalian Aktif Jika ternyata angsuran tetap belum dibayar, AO akan mendatangi debitur untuk melakukan pemantauan sebab penunggakan tersebut. Untuk mencegah agar tunggakan tidak terjadi, selain melakukan pemantauan melalui SIKM dan telepon, AO juga melakukan kunjungan secara periodik (minimal sebulan sekali) untuk memantau perkembangan usaha debitur dan bagaimana penggunaan kredit yang telah diberikan. AO juga harus memberikan saran dan konsultasi kepada debitur mengenai hal-hal yang mereka perlukan. Jika terdapat masalah pada usaha debitur ataupun pada debitur
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
sendiri, AO harus menganalisa sebab terjadinya masalah tersebut dan membuat rekomendasi kepada supervisor tentang saran-saran perbaikan atau penyelamatannya. Monitoring dan pembinaan debitur adalah salah satu kontrol untuk mencegah terjadinya penunggakan kredit. Tetapi pada kenyataannya, monitoring dan pembinaan yang ada masih kurang efektif. Hal ini disebabkan oleh AO yang sering tidak melakukan kunjungan ke debitur setelah kredit diberikan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Bank Bukopin adalah dengan melakukan coaching dan pelatihan kepada para AO, namun hal tersebut dampaknya masih kurang optimal. Perlu adanya suatu sistem lain untuk mencegah terulangnya hal seperti ini, contohnya adalah reward and punishment bagi AO. Dengan adanya reward and punishment tersebut, AO menjadi lebih termotivasi untuk menjalankan tugas yang semestinya. 4.3.1.1
Penyelesaian Non Performing Loan Kredit Swamitra Penilaian kualitas kredit debitur dilakukan berdasarkan tingkat kolektibilitasnya yang
dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu collectibility (COL) 1 merupakan kategori debitur lancar hingga penunggakan 3 bulan, COL 2 merupakan kategori debitur menunggak 3-6 bulan, COL 3 merupakan kategori debitur menunggak 6-8 bulan, dan COL 4 merupakan kategori debitur menunggak >8 bulan dan telah melampaui jatuh tempo pelunasan. Pada tingkat ini kredit sudah dianggap macet oleh Swamitra. Debitur yang masuk pada tingkat COL 2,3, dan 4 dianggap sebagai debitur yang bermasalah. AO sebagai pembina kredit akan mendatangi debitur untuk melakukan pengecekan sebab macetnya pembayaran kredit. Jika debitur tetap belum membayar, akan diberikan surat tunggakan. Setelah lewat 3 bulan baru akan diberikan Surat Peringatan 1,2, dan 3 yang masing-masing berinterval maksimum 14 hari. Bila masih terdapat kemungkinan untuk pembayaran kredit, maka akan dilakukan beberapa usaha, yaitu rescheduling, reconditioning, dan restructuring. Jika sebelum atau setelah dilakukan ketiga hal tersebut debitur memang benar-benar tidak dapat melakukan kewajibannya, harus dilakukan pengambilan kebijakan untuk melakukan recovery terhadap kredit tersebut. Proses tersebut akan diserahkan kepada Lembaga Remedial Pinjaman (LRP). LRP adalah suatu lembaga yang berwenang untuk mengevaluasi, mempertimbangkan, menyetujui dan memutuskan suatu rekomendasi untuk penyelesaian fasilitas pinjaman bermasalah, pinjaman macet atau pinjaman lain baik yang
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
menimbulkan kerugian bagi Swamitra maupun tidak menimbulkan kerugian. LRP beranggotakan orang-orang yang terdapat pada Komite Kredit. Tindakan recovery biasanya dilakukan dengan melakukan penjualan jaminan debitur dengan persetujuan debitur. 4.3.2 Penyimpanan File Administrasi Kredit Bentuk pengendalian dalam penyimpanan file administrasi kredit berdasarkan Pedoman Operasional Swamitra ialah memisahkan file kredit dan jaminan dan petugas yang melakukan administrasi penyimpanan kedua file tersebut. 4.3.3 Analisis Pihak yang Terlibat dalam Penanganan Kredit Untuk mendukung aktivitas bank yang sehat, perlu adanya struktur organisasi yang efektif dan tepat dengan cara memisahkan fungsi dan tanggung jawab bagi setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan yang dilakukan oleh bank. Pemisahan fungsi dan tanggung jawab yang jelas juga akan mempermudah pelaksanaan kontrol internal untuk mencegah penyimpangan yang mungkin terjadi. Pihak yang terlibat pada penanganan kredit Swamitra adalah MS, KO, CS, AO, Kolektor, dan Internal Kontrol. Struktur tersebut adalah struktur ideal yang seharusnya ada pada Swamitra. Tetapi pada kenyataannya, pihak-pihak tersebut tidak seluruhnya ada pada Swamitra. Contohnya seperti pihak Kolektor, ada Swamitra yang AO nya merangkap sebagai Kolektor untuk menghemat biaya. Meskipun AO yang merangkap sebagai kolektor mempermudah penagihan karena debitur sudah kenal dengan AO, nyatanya ada debitur yang malah menganggap enteng AO karena telah mengenal AO dengan baik. Sehingga, debitur tidak memiliki ketakutan akan penagihan yang dilakukan oleh AO. Seharusnya, fungsi Kolektor benar-benar dijalankan di seluruh Swamitra agar angka kredit macet dapat lebih ditekan. Selain dari pihak Swamitra, terdapat juga pihak yang terlibat dari Bank Bukopin yaitu Komite Kredit/LRP dan POM. Keseluruhan job description para pihak tersebut juga telah digambarkan dengan jelas. Untuk menjaga kualitas seluruh sumber daya manusia (SDM) pihak-pihak yang terlibat pada proses pemberian kredit, salah satu kontrol yang dilakukan oleh Bank Bukopin adalah dengan perekrutan yang dilakukan dengan standar mutu SDM milik Bank Bukopin
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
dan pemberian pelatihan-pelatihan bagi karyawan. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga mutu, integritas, dan etika karyawan. 4.4
Analisis Non Performing Loan Kredit Swamitra
Grafik Perbandingan NPL Kredit Swamitra dengan NPL Kredit Industri Mikro 20102012 12 10 8
Kredit Swamitra
6 Kredit Industri Mikro
4 2 0 2010
2011
2012
Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat terlihat bahwa penurunan pada NPL Kredit Swamitra masih belum optimal karena angka NPL tersebut masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan NPL Kredit Industri Mikro menurut Bank Indonesia. Beberapa hal yang menyebabkan NPL tersebut masih tergolong tinggi ialah fungsi maker-checker yang belum optimal, kurang ketatnya proses pemberian kredit, monitoring dan collection yang kurang baik, dan pihak individu debitur sendiri. 5
Kesimpulan & Saran
5.1
Kesimpulan §
Sistem SIKM sangat membantu karena proses pemberian kredit dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dan cepat. Kontrol pun menjadi lebih mudah karena sistem yang online dapat mempermudah integrasi antara seluruh pihak yang terlibat dalam proses pemberian kredit.
§
Pengendalian pada kredit yang telah disalurkan dilakukan dengan dua cara, yaitu pengawasan terhadap debitur dan penyimpanan keseluruhan file proses kredit.
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
Pengawasan terhadap debitur setelah kredit diberikan akan dilakukan oleh AO selaku pembina kredit. AO dapat melakukannya secara aktif dan pasif. Untuk mengetahui debitur mana yang memiliki tunggakan dapat dilihat pada sistem SIKM. Adanya pemisahan penyimpanan file pinjaman dan jaminan serta pemisahan tugas pihak yang mengelola file pinjaman dan jaminan dengan jelas, kontrol pada kedua file tersebut telah dilakukan oleh pihak Swamitra dan Bank Bukopin dengan baik §
Job description pihak yang terlibat pada proses pemberian kredit Swamitra telah digambarkan secara jelas. Meskipun telah ada struktur yang ideal dan jelas bagi Swamitra, pada kenyataannya tidak seluruh Swamitra menerapkan struktur yang ideal tersebut, contohnya ada AO yang merangkap sebagai kolektor. Adanya Komite Kredit selaku pemutus kredit yang berasal dari Bank Bukopin merupakan salah satu kontrol yang diterapkan agar keputusan kredit dilakukan secara benar.
§
Jika terdapat NPL, akan dilakukan rescheduling, reconditioning, restructuring kredit atau kombinasi ketiganya. Jika debitur benar-benar tidak dapat membayar, baru akan dilakukan penjualan jaminan yang keputusannya dilakukan oleh LRP dan penjualannya akan dilakukan oleh pihak Swamitra. Selama ini, penjualan jaminan adalah langkah yang paling efektif untuk melakukan recovery kredit bagi debitur yang benar-benar tidak dapat membayar.
§
Meskipun angka NPL turun dari 9,19% menjadi 8,8% di tahun 2012, angka NPL Swamitra masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan NPL Kredit Industri Mikro. NPL tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti analisis awal yang kurang baik oleh AO karena fungsi maker-checker kurang berjalan optimal, kurang ketatnya proses pemberian kredit, monitoring dan collection yang kurang baik serta masalah dari pihak individu debitur sendiri.
5.2 Saran Berdasarkan hasil pengamatan pada proses pemberian kredit Swamitra Bank Bukopin, maka penulis dapat memberikan beberapa saran seperti berikut : 1. Perlu peningkatan kontrol oleh MS terhadap pelaksanaan tugas AO selaku pembina kredit. Adanya ketimpangan antara target yang dibebankan dengan apresiasi yang diberikan kepada AO, mempengaruhi kinerja AO dalam melakukan analisa awal. 2. Perlu adanya reward dan punishment bagi seluruh pihak yang terkait pada pemberian kredit Swamitra, agar mutu dan kinerja dapat ditingkatan.
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
3. Ada beberapa langkah dalam SOP yang tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pemberian kredit, hal ini dapat meningkatkan risiko pada pemberian kredit. 4. Seiring dengan meningkatnya saingan Swamitra dalam pemberian kredit mikro, sudah saatnya bagi Bank Bukopin meningkatkan strategi pemasaran bagi Swamitra. SDM Swamitra juga harus lebih ditingkatkan mutunya agar dapat bersaing dengan KSP dan LKM lainnya. 5. Kontrol Bank Bukopin pada seluruh proses pemberian kredit Swamitra harus lebih ditingkatkan, meskipun jumlah kredit yang diberikan rendah, kontrol terhadap kredit yang diberikan tetap harus diperhatikan. Padahal kredit mikro memiliki risiko yang cukup tinggi, terlihat dari tingginya NPL Swamitra sebesar 8,8%. 6
DAFTAR PUSTAKA
Astriningtyas, Diah. (2011). Sistem Pengendalian Internal dalam Proses Pemberian Kredit dan Monitoring Jaminan Kredit pada Credit Administration Department Bank XXX. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Annual Report Bank Bukopin 2011 Annual Report Bank Bukopin 2012 Bank Indonesia (2006). Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. Jakarta: Bank Indonesia. Bank Indonesia (2009). Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 Tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Jakarta: Bank Indonesia. Bank Indonesia (2012). Peraturan Bank Indonesia No. 14/22/PBI/2012 Tentang Pemberian Kredit Atau Pembiayaan dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Jakarta: Bank Indonesia. Bank Indonesia (2003). Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/22/DPNP Tanggal 29 September 2003 Tentang Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum. Bank Indonesia (2013). Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/6/DPNP Tanggal 8 Maret 2013 Tentang Kegiatan Usaha Bank Umum berdasarkan Modal Inti. Buku Saku UMKM diunduh dari http://www.wiek.kaltimprov.go.id/download
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013
COSO. Internal control-Integrated Framework Executive Summary, 2012. Divisi Pengembangan Mikro Bank Bukopin. (2011). Pedoman Kegiatan Operasi Swamitra. Jakarta: Penulis. Hasibuan, Malayu S.P. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: Rineka Cipta, 2001. Kasmir. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012. Mulyadi. Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat, 2010. Moeller, Robert and Herbert N Witt. Brink’s Modern Internal Auditing, 6th edition. John Wiley and Sons, 2009. Presiden Republik Indonesia (1998). Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang perbankan. Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Urges Local Banks to Provide More Micro Loans. (2012, Agustus 11). The Jakarta Post, p. 14. Untung, Budi. Kredit Perbankan di Indonesia. Jakarta : Penerbit Andi, 2005. Wawan, P. Risiko Manajemen Perbankan. Jakarta: CMB Press, 2011. www.bankbukopin.co.id www.bi.go.id
Sistem Pengendalian ..., Anissa Putriasari , FT UI, 2013