ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ALOKASI INFAK RUMAH TANGGA: STUDI KASUS DESA PASIR EURIH KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR
MYRELLA VELIKA AMANTA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAGEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga: Studi Kasus Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2011 Myrella Velika Amanta NIM H54100014
ABSTRAK MYRELLA VELIKA AMANTA. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga: Studi Kasus Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI dan LAILY DWI ARSYIANTI. Kemiskinan yang melanda umat Islam adalah suatu ironi mengingat agama Islam merupakan satu-satunya agama samawi yang dengan tegas mewajibkan umatnya untuk mengeluarkan zakat. Zakat Infak Sedekah (ZIS) di Indonesia memiliki potensi yang besar mengingat bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Infak dapat dijadikan alternatif yang tepat sebagai sarana untuk memeratakan pendapatan sehingga dapat mengentaskan kemiskinan. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga dengan menggunakan metode regresi linier berganda serta perilaku pengalokasian infak pada rumah tangga dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil analisis menunjukkan faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga adalah kepekaan sosial (altruisme), pendapatan serta lamanya mendapatkan pendidikan formal. Ketiga faktor tersebut memiliki pengaruh positif terhadap besarnya alokasi infak rumah tangga. Sedangkan untuk perilaku pengalokasian infak pada rumah tangga dapat disimpulkan sudah cukup baik walaupun infak belum menjadi prioritas yang utama. Kata kunci: Infak, Kemiskinan, Regresi Linier Berganda, Rumah Tangga
ABSTRACT MYRELLA VELIKA AMANTA. Analysis of Factors that Affect the Allocation of Household‟s Charity: Case Study in Pasir Eurih Village, Tamansari District, Bogor Regency. Supervised by WIWIEK RINDAYATI and LAILY DWI ARSYIANTI. Indonesia is one of countries with the most populous Muslim in the world. Poverty that strikes Muslims is an irony considering Islam is the only divine religion which explicitly requires his people to dispense zakah. Therefore, Zakah, Infaq, and Sadaqah (ZIS) is the potential solution to eradicate poverty in Indonesia. Infaq can be an alternative solution to alleviate poverty through income equalization. This study analyses factors that affect the household‟s charity allocation using Ordinary Least Square (OLS) method and behavior of charity allocations on household using descriptive analysis. Result shows that altruism, income and formal education affect household‟s charity allocation. These three factors positively influence the amount of household‟s charity. On the other hand, behavior on charity allocation shows a good respond even though it is not yet a priority. Keywords: Infaq, Poverty, Ordinary Least Square (OLS), Households
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ALOKASI INFAK RUMAH TANGGA: STUDI KASUS DESA PASIR EURIH KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR
MYRELLA VELIKA AMANTA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga: Studi Kasus Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Nama : Myrella Velika Amanta NIM : H54100014
Disetujui oleh
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. Pembimbing I
Laily Dwi Arsyianti, M.Sc. Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga: Studi Kasus Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua, yaitu Papa Tri Djoko Suseno dan Mama Hesti Setiari serta kakak dari penulis yaitu Mas Arnando Avianto Wicaksono atas segala doa dan dukungannya yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si dan Ibu Laily Dwi Arsyianti, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, waktu, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dosen penguji utama yaitu Ibu Dr. Yeti Lis Purnamadewi serta Bapak Salahuddin El Ayyubi, MA selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas saran dan kritik yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini. 3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk penulis. 4. Sahabat-sahabat penulis Girindra Abhilasa, Fithri Tyas, Wulandari Sangidi, Faqih Aulia, Rahmah Syafira, Ghina Zahra, Muhammad Haris, Febrina Mirazdianti, Puspa Trijayanti, Shella Dwiyuni yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada penulis. 5. Seluruh keluarga Ilmu ekonomi, terutama rekan-rekan Ilmu Ekonomi Syariah 47,48, dan 49 terima kasih atas doa dan dukungannya 6. Seluruh pihak Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014 Myrella Velika Amanta
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Sistem Ekonomi Islam dan Pengentasan Kemiskinan
5
Teori Konsumsi
6
Alokasi Sumberdaya Keuangan
8
Zakat
9
Pengertian Infak
10
Hikmah Zakat dan Infak
10
Perbedaan Zakat, Infak, dan Sedekah
11
Penelitian Terdahulu
12
Kerangka Pemikiran
14
METODE PENELITIAN
15
Lokasi dan Waktu Penelitian
15
Jenis dan Sumber Data
16
Metode Pengambilan Sampel
16
Metode Pengolahan dan Analisis Data
16
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
19
Gambaran Umum Desa Pasir Eurih
19
Kondisi Geografi Desa Pasir Eurih
19
Kondisi Demografi Desa Pasir Eurih
20
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden dan Kepala Keluarga
21 21
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga
26
Perilaku Pengalokasian Infak Rumah Tangga
28
SIMPULAN DAN SARAN
32
Simpulan
32
Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
35
RIWAYAT HIDUP
44
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Data Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2007-2013 Data Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Barat 2007-2013 Penyebaran Penduduk Berdasarkan Usia Demografi Kepala Keluarga Penelitian Kepemilikan Aset Responden Penelitian Faktor-Faktor Alokasi Infak Sasaran Infak Responden Penelitian Data Infak Responden Penelitian Jumlah Rata-Rata Pengalokasian Infak Responden Penelitian Prioritas Pengeluaran Rumah Tangga Responden Penelitian
1 2 20 23 24 26 28 29 30 31
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Gini Ratio Provinsi Jawa Barat periode 1996-2013 Pengaruh Peningkatan Pendapatan terhadap Jumlah X dan Y Kerangka Pemikiran Peta Penutupan Lahan Desa Pasir Eurih Jenis Kelamin Responden Penelitian Sarana Menabung Responden Penelitian Kepemilikan Rekening Responden Penelitian
2 7 15 19 22 25 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Laporan Keuangan Kotak Amal di Lokasi Penelitian Kuesioner Penelitian Hasil Olahan Data Dokumentasi Kegiatan
35 38 41 43
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia masih sangat lekat dengan kemiskinan padahal Indonesia memiliki lahan yang sangat luas dengan berbagai potensi sumber daya alam yang melimpah. Tidak dapat dipungkiri, faktor geografis tersebut dijadikan sebagai sumber mata pencaharian dari sekitar 60% rakyat Indonesia yang kemudian menjadi salah satu sektor rill yang dominan. Namun jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) mengalami peningkatan dalam kurun waktu satu tahun yaitu pada tahun 2013 meskipun pada tahun sebelumnya jumlah penduduk miskin telah berkurang, seperti data pada Tabel 1 di bawah ini : Tabel 1 Data Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2007-2013 Periode Maret 2007 Maret 2008 Maret 2009 2010 2011 Maret 2012 September 2012 Maret 2013 September 2013
Jumlah penduduk miskin (juta jiwa) 37.17 34.96 32.53 31.02 30.02 29.13 28.59 28.07 28.55
Persentase penduduk miskin (%) 16.58 15.42 14.15 13.33 12.49 11.96 11.66 11.37 11.47
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) 2013
Secara umum angka kemiskinan di Indonesia dalam kurun waktu antara tahun 2007 hingga 2012 hanya turun sekitar 5%. Kemudian pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin justru meningkat. Menurut Bappenas (2012), target tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 8-10%. Namun apabila dilihat data yang tersedia saat ini, target tersebut sulit untuk dicapai. Rudhiyoko dalam Mukhlis (2011) menyatakan, kemiskinan yang terjadi di negara Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Krisis ekonomi yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri ikut memengaruhi lamanya bencana kemiskinan yang menimpa Indonesia. Pemerintah sebetulnya memiliki program-program yang telah digulirkan dalam rangka menanggulangi bencana kemiskinan ini, seperti PNPM Mandiri, pemberian subsidi (misal BBM dan Listrik), BLT (Bantuan Langsung Tunai), raskin (beras miskin), dan program-program lainnya. Program-program tersebut memberikan dampak yang positif dalam upaya menanggulangi kemiskinan, namun masih dirasa kurang optimal, hal ini disebabkan karena terbatasnya APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat
2 ketiga dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia. Data jumlah penduduk miskin di Jawa Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2 Data Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2013 Periode Maret 2007 Maret 2008 Maret 2009 2010 2011 Maret 2012 September 2012 Maret 2013 September 2013
Jumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) 5.46 5.32 4.98 4.77 4.65 4.48 4.42 4.30 4.38
Persentase Penduduk Miskin (%) 13.55 13.01 11.96 11.27 10.65 10.09 9.89 9.52 9.61
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) 2013
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah penduduk miskin di Jawa Barat meningkat sekitar 85.61 ribu jiwa dalam kurun waktu 6 bulan terakhir yaitu pada bulan Maret sampai September 2013. Selain kemiskinan, gini ratio (rasio dari suatu kemerataan untuk mengukur ketimpangan pendapatan rakyat suatu negara atau daerah) di Provinsi Jawa Barat juga meningkat sehingga pada tahun 2013 sebesar 0.411 seperti Gambar 1 di bawah ini:
Gini Ratio Jawa Barat 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25
Gini Ratio
0.2 0.15 0.1 0.05 0 1996 1999 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)
Gambar 1 Gini Ratio Provinsi Jawa Barat Periode 1996-2013 Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam sebanyak 87.20 % dari total populasi sebesar 208 juta jiwa atau bertambah sekitar 36 juta jiwa dalam kurun waktu 10
3 tahun. Kemiskinan yang melanda umat Islam adalah suatu ironi mengingat agama Islam merupakan satu-satunya agama samawi yang dengan tegas mewajibkan umatnya untuk mengeluarkan zakat (Mas‟udi et al. 2004). Di antara ajaran agama Islam yang dapat mengatasi problema sosial dalam masyarakat adalah zakat dan infak. Zakat merupakan ibadah yang memiliki tiga dimensi pokok, yaitu dimensi spiritual personal, dimensi sosial dan dimensi ekonomi. Apalagi secara teroritis, aplikasi zakat dalam kehidupan perekonomian akan memberikan sejumlah implikasi penting (Beik et al. 2011). Berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 275-281, ada tiga sektor penting dalam perekonomian menurut Alquran, yang pertama adalah sektor riil yaitu bisnis dan perdagangan, yang kedua adalah sektor keuangan atau moneter (diindikasikan oleh larangan riba), dan yang ketiga adalah zakat infak dan sedekah (ZIS). ZIS di Indonesia memiliki potensi yang besar mengingat kembali bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim (meskipun instrumen tersebut, terutama infak dan sedekah, tidak hanya secara spesifik dikhususkan pada umat Islam). Oleh karena itu Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) dapat dijadikan alternatif sebagai sarana untuk memeratakan pendapatan sehingga dapat mengentaskan kemiskinan. Potensi zakat rumah tangga nasional (dengan nishab beras) wilayah Jawa Barat memiliki potensi zakat terbesar yaitu sekitar 17,668 Milyar. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk muslim pada suatu daerah ikut memengaruhi tingkat potensi zakat di daerah tersebut (Mukhlis dan Beik 2013). Zakat merupakan salah satu bentuk berinfak. Namun zakat memiliki sifatsifat khusus. Sedangkan infak memiliki arti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Termasuk ke dalam pengertian ini, infak yang dikeluarkan orang kafir untuk kepentingan agamanya seperti pada QS. Al-Anfal ayat 36:“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan”. Menurut terminologi syariah infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan (penghasilan) untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat memiliki nishab, infak tidak memiliki nishab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang memiliki penghasilan tinggi maupun rendah, apakah saat ia lapang maupun sempit seperti pada QS. Ali Imran ayat 134: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. Infak dapat diberikan kepada siapa pun misalnya untuk kedua orang tua, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin atau sebagainya sesuai dengan QS. Al-Baqarah: 215. Berinfak adalah ciri mukmin yang memiliki iman dengan sungguh-sungguh seperti pada QS. Al-Anfal ayat 3-4: “(yaitu) orangorang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenarbenarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia." Zakat memiliki aturan-aturan atau batasan-batasan yang ketat dan wajib dikeluarkan untuk membersikan harta, sedangkan infak dapat dikeluarkan oleh siapa pun, untuk siapa pun, kapan pun dan berapa pun. Infak memiliki lingkup
4 yang lebih luas apabila dibandingkan dengan zakat, buktinya jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta sangat dianjurkan untuk berinfak. Dilatarbelakangi oleh hal-hal di atas, maka peneliti akan melakukan kajian untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak pada rumah tangga dengan memperhatikan karakteristik sosial demografi ekonomi pada masyarakat sekitar. Perumusan Masalah Manajemen perencanaan keuangan Islami menyatakan bahwa sumberdaya keuangan yang diperoleh sebaiknya dialokasikan untuk empat komponen utama dengan prioritas sebagai berikut Charity (donasi), Debt (utang dan tagihan), Investment (investasi), dan Consumption (konsumsi) termasuk di dalamnya lifestlye (gaya hidup) (Arsyianti 2013). Harta yang diperoleh sebaiknya dialokasikan pertama kali untuk donasi. Donasi terdiri dari dua, yaitu wajib dan sukarela. Donasi sukarela dapat ditujukan untuk siapa saja, tidak terbatas pada golongan tertentu maka infak memiliki ruang lingkup yang luas karena tidak memiliki batasan apapun. Alasan komponen donasi diprioritaskan karena harta yang diperoleh merupakan amanah dan titipan dari Allah bahkan sebagiannya merupakan hak dari golongan-golongan tertentu sehingga seorang muslim perlu memprioritaskan hartanya untuk kepentingan umum dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan bersama bukan semata kesejahteraan pribadi serta berbagai penelitian menunjukkan bahwa kegiatan berbagi akan menambah kebahagian dan mengurangi ketegangan (stress) pada seseorang. Jika dihitung, potensi infak yang akan dikumpulkan dari GINA (Gerakan Infak nasional, yaitu infak kolektif yang dipotong dari gaji pegawai pemerintah seluruh Indonesia) adalah sebesar Rp178.9 miliar pertahun. Dengan asumsi jumlah PNS, TNI/ABRI dan karyawan BUMN seluruh Indonesia sebanyak 9,350,455 orang, yang apabila berinfak antara 1 000 s.d 10 000 rupiah per bulan akan terkumpul Rp14 908 599 000. Namun Basri dalam Suktino menyatakan pola konsumsi masyarakat pada masa kini lebih menekankan pada aspek pemenuhan keinginan material daripada aspek kebutuhan yang lain. Amat sedikit sekali perhatian yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan dan bagaimana hal itu dapat didistribusikan secara lebih adil kepada semua anggota masyarakat. Hal ini tentu saja menjadikan seluruh mesin produksi diarahkan secara langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi tujuan ini dengan mengabaikan apakah pemenuhan keinginan ini pada hakekatnya akan meningkatkan kesejahteraan manusia secara hakiki atau tidak. Berdasarkan uraian di atas maka dalam hal ini ada beberapa permasalahan yang harus dijawab dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana karakteristik sosial demografi ekonomi (besar keluarga, usia, tingkat pendidikan, dan pendapatan) rumah tangga di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor ? 2. Bagaimana pengaruh faktor keimanan, penghargaan, altruisme (kepekaan sosial), kepuasan diri, pekerjaan, pendidikan, besar keluarga, dan pendapatan rumah tangga terhadap alokasi infak rumah tangga di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor ? 3. Bagaimana perilaku berinfak pada rumah tangga di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor ?
5
Tujuan Penelitian Berdasarkan pendahuluan dan perumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan: 1. Mempelajari karakteristik sosial demografi ekonomi (besar keluarga, usia, tingkat pendidikan, dan pendapatan) rumah tangga di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis pengaruh faktor keimanan, penghargaan, altruisme (kepekaan sosial), kepuasan diri, pekerjaan, pendidikan, besar keluarga, dan pendapatan rumah tangga terhadap alokasi infak rumah tangga di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. 3. Mempelajari perilaku berinfak pada rumah tangga di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga maupun perilaku berinfak di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor sehingga dapat meningkatkan alokasi infak masyarakat. Selain itu, memberikan informasi mengenai karakteristik sosial demografi ekonomi di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi para pembuat kebijakan dalam merancang program upaya peningkatan pembangunan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat khususnya di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, maka ruang lingkup dalam penelitian ini adalah melakukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga serta perilaku rumah tangga dalam berinfak dengan memperhatikan karakteristik sosial demografi. Penelitian ini dilakukan di wilayah Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Desa dengan rata-rata pendapatan masyarakat di bawah batas nishab sehingga mayoritas masyarakat tidak wajib zakat.
TINJAUAN PUSTAKA Sistem Ekonomi Islam dan Pengentasan Kemiskinan Mas‟udi et al. (2004) menyatakan Alquran sudah sejak awal menawarkan solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan pembagian pendapatan dengan cara memasukkan kegiatan zakat sebagai salah satu rukun Islam. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran zakat dalam kehidupan seorang Muslim. Ditinjau dari sudut syariah Islam, maka tujuan berzakat adalah untuk membersihkan harta dan jiwa. Pengeluaran zakat harta untuk membersihkan
6 harta kita, karena dalam harta tersebut sebagian merupakan hak orang miskin. Dengan demikian, untuk mengatasi kemiskinan, Islam dengan tegas mewajibkan untuk berpartisipasi langsung dalam kegiatan tersebut. Ditinjau dari sudut ekonomi, zakat merupakan salah satu variabel inti di dalam sistem ekonomi Islam di samping penghapusan kegiatan ribawi1. Sistem ini dibangun atas dua doktrin utama yaitu yang pertama, mengharamkan riba dari segala kegiatan ekonomi dan yang kedua adalah kewajiban mengeluarkan zakat. Tidak seperti sistem ekonomi pasar yang melihat masalah kemiskinan sebagai bagian dari rendahnya produktivitas faktor produksi, namun Islam memandang kemiskinan merupakan akibat kekurangan aset yang dimiliki seseorang dalam kehidupan. Untuk itu, guna mengatasi kemiskinan, Islam memandang perlu untuk memberikan aset tersebut kepada orang miskin. Dengan demikian masalah kemiskinan akan dapat diatasi jika orang-orang miskin dijamin untuk memperoleh aset tersebut. Apabila melaksanakan sistem ekonomi Islam sesuai ketentuan syariah, insya Allah tidak akan ada kemiskinan di muka bumi ini dan akan terjadi pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam kegiatan perekonomiannya sehingga terjadi kemakmuran. Hal ini pernah dibuktikan dalam catatan sejarah, yaitu pelaksanaan zakat pada masa Rasullah dan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Azis (99-102 H / 717-720 M). Zakat terbukti paling berhasil pada zaman Rasulullah Saw. Pada saat itu orang berlomba lomba untuk menzakatkan hartanya di samping infak, sedekah, dan wakaf. Sementara pada zaman Umar bin Abdul Azis, sejarah menunjukkan bahwa khalifah tersebut menghadapi „kesulitan‟ dalam menyalurkan dana zakatnya karena di negeri tersebut sudah tidak ada lagi orang miskin. Teori Konsumsi Dalam ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility) dalam kegiatan konsumsinya. Utilitas sering kali dimaknai sebagai rasa puas atau kepuasan yang dirasakan oleh seorang konsumen dalam mengonsumsi sebuah barang. Kepuasaan dan utilitas dianggap sama, meskipun sebenarnya kepuasaan adalah akibat yang ditimbulkan oleh utilitas. Apabila menggunakan teori konvensional, konsumen diasumsikan selalu menginginkan tingkat kepuasaan yang tertinggi. Namun konsumen akan melihat dana atau anggaran yang dimiliki, dan anggaran tersebut akan menjadi kendala. Apabila dana yang dimiliki memadai untuk membelinya, maka konsumen akan membeli barang tersebut, jika tidak maka konsumen tidak akan membelinya, namun kemungkinan akan mengalokasikan anggarannya untuk membeli barang lain yang kepuasannya maksimal tetapi terjangkau oleh anggarannya. Batasan konsumsi hanyalah kemampuan anggaran, sepanjang terdapat anggaran untuk membeli barang atau jasa maka akan dikonsumsi barang tersebut. Tujuan konsumen adalah mencari kepuasaan tertinggi. Dengan kata lain, sepanjang memiliki pendapatan, maka tidak ada yang bisa menghalangi untuk mengonsumsi barang yang diinginkan. Kurva di bawah ini menunjukkan pendapatan meningkat dari I1 ke I2 ke I3, pilihan yang optimal (memaksimumkan utilitas) untuk X dan Y diperlihatkan secara berturut-turut dengan titik singgung yang lebih tinggi. 1
Kegiatan lembaga zakat merupakan sendi utama dari sistem ekonomi tersebut di samping penghapusan kegiatan riba plus pentingnya peranan moral dari para pelaku ekonomi yang harus berlandaskan Quran dan Hadis.
7 Batasan anggaran bergeser secara sejajar, karena kemiringannya tidak berubah seperti Gambar 2 di bawah ini :
Sumber : Nicholson (1995)
Gambar 2 Pengaruh Peningkatan Pendapatan terhadap Jumlah X dan Y yang Dipilih Sikap seperti ini jelas tidak akan pertimbangkan kepentingan orang lain atau pertimbangan aspek lain seperti kehalalan. Konsumsi yang Islami selalu berpedoman pada ajaran Islam mislnya perlu memerhatikan orang lain. Tujuan konsumsi itu sendiri, seorang muslim akan lebih mempertimbangkan mashlahah daripada utilitas. Pencapaian mashlahah merupakan tujuan dari syariat Islam (maqashid syariah), yang tentu saja menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi. Diasumsikan bahwa konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan mashlahah maksimum. Kandungan maslahah terdiri dari manfaat dan berkah. Besarnya berkah yang diperoleh berkaitan langsung dengan frekuensi kegiatan konsumsi yang dilakukan. Dalam Alquran, Allah menjelaskan bahwa setiap amal perbuatan (kebaikan maupun keburukan) akan dibalas dengan imbalan (pahala maupun siksa) yang setimpal meskipun amal perbuatan itu sangatlah kecil bahkan sebesar biji sawi. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa dalam maslahah terkandung unsur manfaat dan berkah. Hal ini bisa dituliskan sebagai berikut : M ≡ F(1+βi ρ)...............................................................................................(1) Keterangan : M = Maslahah F = Manfaat βi = Frekuensi Kegiatan ρ = Pahala Per Unit Kegiatan Dari formulasi di atas dapat ditunjukkan bahwa ketika pahal suatu kegiatan tidak ada (misalnya seperti mengonsumsi barang yang haram atau barang halal namun dalam jumlah berlebihan), maka mashlahah yang akan diperoleh
8 konsumen hanya sebatas manfaat yang dirasakan di dunia (F). Jika dilihat maka seolah-olah tampak bahwa manfaat dan kepuasaan identik. Namun kepuasaan merupakan suatu akibat dari terpenuhinya suatu keinginan, sedangkan mashlahah merupakan sutau akibat dari terpenuhinya suatu kebutuhan atau fitrah. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di akhirat serta informasi yang berasal dari Allah adalah sempurna akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan komsumsi (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam 2008). Alokasi Sumberdaya Keuangan Sumberdaya keuangan yang diperoleh sebaiknya dialokasikan untuk empat komponen utama dengan prioritas sebagai berikut Charity (donasi), Debt (utang dan tagihan), Investment (investasi), dan Consumption (konsumsi) yang disingkat dengan CDIC. Harta yang diperoleh sebaiknya dialokasikan pertama kali untuk donasi. Donasi terdiri dari dua, yaitu wajib dan sukarela. Donasi wajib mengharuskan pengalokasian dana untuk dimanfaatkan oleh delapan golongan yang telah disebutkan dalam Alquran pada Surat at-Taubah ayat 60. Sementara donasi sukarela boleh ditujukan untuk siapa saja, tidak terbatas golongan tertentu. Hanya saja dalam surat al-Baqarah ayau 215 disebutkan prioritas donasi ditujukan terhadap golongan tersebut. Termasuk kategori donasi sukarela adalah sedekah sukarela. Apabila semakin lanjut usia seseorang sebaiknya komponen charity semakin diperbesar atau semakin bertambah, paling tidak setiap tahun atau periode menujukkan peningkatan. Prioritas kedua adalah utang, utang termasuk tagihan-tagihan bulanan. Utang yang dimaksud adalah segala sesuatu yang harus atau menjadi kewajiban yang dibayarkan dan sudah jatuh tempo. Artinya seseorang atau sebuah rumah tangga akan mengalami kesulitan menjalankan hidup apabila tidak didukung oleh listrik, air, gas maupun telepon untuk berkomunikasi. Utang menjadi komponen prioritas karena termasuk ke dalam kategori krusial, bahkan seorang syahid akan terhalang langkahnya memasuki surga jika utangnya belum dilunasi. Prioritas selanjutnya adalah investasi, investasi yang abadi atau tujuan investasi dalam Islam sebenarnya ada tiga, yaitu investasi jariyah, investasi ilmu yang bermanfaat, dan investasi anak shaleh yang mendoakan sedangkan saham, obligasi, reksadana, tabungan, dan deposito merupakan alat investasi. Konsumsi merupakan komponen prioritas yang terakhir, karena konsumsi dapat menjadi godaan atau ujian. Konsumsi hendaknya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan seperti yang dikemukan oleh asy-Syatibi dalam Arsyianti (2013) yaitu untuk kebutuhan rohani berupa konsumsi yang mampu memuaskan hati dan agama seseorang misalnya seperti berangkat haji, kebutuhan jasmani karena Allah lebih menyukai orang dengan fisik kuat yang bersumber dari makanan dengan gizi baik selain halal dan olahraga, kebutuhan intelektual berupa mengikuti pendidikan formal maupun informal sehingga pikiran dapat ditanamin informasi-informasi aktual agar pemikiran mampu mengikuti perkembangan, kebutuhan keturunan berupa pemenuhan kebutuhan agar anak didik menjadi anak yang shaleh dan mendoakan sehingga sangat diperlukan persiapan seperti tabungan pendidikan sebagai upaya preventif jika terjadi hal yang tidak diingingkan di masa yang akan datang, serta kebutuhan harta untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang sebelumnya sehingga dibutuhkan materi penunjang. Dalam hal ini, seseorang diwajibkan mencari harta
9 yang berkah dan bermanfaat. Artinya harta tersebut harus diperoleh secara halal, menenangkan hati, dan memberi manfaat bagi kesejahteraan bersama. Zakat Peranan Zakat Zakat merupakan salah satu bentuk dalam infak, namun zakat memiliki sifat khusus. Menurut Sariningrum (2011), zakat perlu dikaitkan dengan ayat-ayat Alquran yang paling relevan, misalnya tentang doktrin yang menghendaki jangan sampai terjadi konsentrasi kekayaan dan peredaran yang melingkar di sekitar golongan elite, juga hadis Nabi Saw. yang menjelaskan fungsi zakat, yaitu mengalihkan kekayaan dari kelompok kaya ke golongan miskin. Ini berkaitan juga dengan ayat yang memerintahkan ta'awun (kerja sama dalam kebaikan), fakkuraqabah (membebaskan orang dari perbudakan), birr (berbuat kebajikan umum), ihsan (memperbaiki dan membaikan sesuatu), ta'amul miskin (memberi kesempatan kepada orang-orang miskin untuk melakukan konsumsi terhadap kebutuhan yang paling dasar), dan sebagainya. Zakat bertujuan untuk menjaga harta di dalam masyarakat tetap dalam sirkulasi dan tidak terkonsentrasi di tangan segelintir orang saja. Zakat menjadikan masyarakat tumbuh dengan baik (sehat). Zakat mencegah segala pengaruh yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi, sebaliknya mendorong tercapainya kemajuan ekonomi. Dengan menjadikan zakat sebagai suatu kewajiban bagi setiap muslim yang berharta untuk membayar zakat atas harta kekayaannya, harta miliknya, barang perdagangan, dan sebagainya akan memberi dorongan yang sangat kuat kepada banyak orang untuk melakukan investasi modalnya sehingga mampu menumbuhkan dan meningkatkan kekayaan total seluruh masyarakat. Zakat bukanlah pajak dalam pengertian biasa, tetapi merupakan pajak khusus yang hanya diwajibkan kepada umat Islam di suatu negara dan mereka bayarkan sebagai suatu kewajiban agama. Pendapatan yang diperoleh dari pengumpulan zakat merupakan pendapatan khusus pemerintah yang harus dibelanjakan untuk kepentingan-kepentingan khusus, seperti untuk membantu pengangguran, fakir, miskin, yatim piatu, jandajanda, orang-orang sakit, dan sebagainya. Zakat membentuk masyarakat untuk bekerja sama, bertindak sebagai lembaga penjamin, dan penyedia dana cadangan bagi masyarakat Islam. Zakat pernah terbukti menjadi faktor penting dalam mengatasi kemiskinan. Sebagaimana pernah terjadi pada masa Khalifah Umar Bin Abdul Azis, sehingga dalam waktu singkat telah mampu memberantas kemiskinan. Saat itu nyaris tidak ditemukan lagi orang miskin yang berhak menerima zakat. Keberhasilan pengelolaan ekonomi dan pengurusan zakat, sehingga zakat mengalami kesulitan untuk didistribusikan, karena semua orang merasa tidak layak lagi menerima zakat (Qadir 2001). Dana zakat untuk masyarakat ekonomi lemah hendaknya dikelola dengan sistem Mudharabah, Murabahah, dan Qardh al-Hasan Perbankan Islam. Bank zakat perlu dibentuk dengan tujuan: 1. Penyaluran bantuan kepada golongan ekonomi lemah dapat diadministrasikan secara akurat, modern, dan transparan, 2. Membuka kesempatan kerja baru bagi pencari kerja, dan lain-lain, multiple effect (Djamal 2005). Departemen Agama RI dalam (Sariningrum 2011) menyebutkan bahwa tujuan dan sasaran zakat hendaknya digunakan untuk hal-hal seperti memperbaiki taraf hidup, pendidikan
10 dan beasiswa, mengatasi masalah ketenagakerjaan atau pengangguran, program pelayanan kesehatan, panti asuhan serta sarana peribadatan. Zakat Profesi Yusuf al-Qaradhawi 2 dalam (Hafidhuddin 2002) menyatakan bahwa di antara hal yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian kaum muslimin saat ini adalah penghasilan atau pendapatan yang diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian yang dilakukan secara sendiri maupun secara bersama-sama. Sehingga menurut Hafidhuddin (2002), semua penghasilan melalui kegiatan profesional yang halal tersebut, apabila telah mencapai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Zakat profesi bisa dianalogikan pada dua hal secara sekaligus, yaitu pada zakat pertanian dan pada zakat emas dan perak. Dari sudut nishab dianalogikan pada zakat pertanian, yaitu sebesar lima ausaq atau senilai 653 kg padi/gandum atau 524 kg beras dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Karena dianalogikan pada zakat pertanian, maka zakat profesi tidak ada ketentuan haul, dapat didasarkan pada „urf (tradisi) di sebuah negara. Penganalogian zakat profesi dengan zakat pertanian dilakukan karena ada kemiripan antara keduanya. Dari sudut kadar, dianalogikan pada zakat uang karena berupa gaji atau upah sehingga kadar zakatnya adalah sebesar 2.5%. Pengertian Infak Infak berasal dari kata anfaqa yang berarti „mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu‟. Termasuk ke dalam pengertian ini, infak yang dikeluarkan orang-orang kafir untuk kepentingan agamanya seperti pada QS. AlAnfal: 36. Sedangkan menurut terminologi syariah, infak berarti mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Berinfak adalah ciri utama orang yang bertakwa seperti pada QS. Al-Baqarah; 3 dan Ali Imran: 134, ciri mukmin yang bersungguh-sungguh imannya seperti pada QS. Al-Anfal: 3-4, ciri mukmin yang mengharapkan keuntungan abadi seperti pada QS. Al-Faathir: 29. Berinfak akan melipatgandakan pahala di sisi Allah seperti pada QS. Al-Baqarah 262. Sebaliknya, apabila tidak mau berinfak sama dengan menjatuhkan diri pada kebinasaan seperti pada QS. Al-Baqarah: 195. Namun zakat disebut dengan infak pada QS. At-Taubah ayat 34 : “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alin dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang bathil, dan (mereka) mengahalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih” (Hafidhuddin, 1998). Hikmah Zakat dan Infak Menurut Hasan (2008), kesenjangan perlu didekatkan, dan salah satu caranya adalah dengan zakat dan infak. Orang kaya akan harta berkewajiban mendekatkan kesenjangan itu, karena memang ada hak fakir miskin dalam harta orang kaya itu, sebagaimana firman Allah pada QS. Adz-Dzaariyaat ayat 19, yang 2
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqh Zakat, (Beirut: Muassasah Risalah, 1991), hlm.487
11 artinya: “Dan pada harta mereka ada hak orang miskin yang meminta dan orang yang hidup kekurangan.” Adapun hikmah zakat dan infak diantaranya: a) Menyucikan harta, berzakat itu tujuannya untuk membersikan harta dari kemungkinan masuk harta orang lain ke dalam harta yang dimiliki. Tanpa sengaja, barangkali ada harta orang lain yang bercampur dengan harta kita. Di samping itu, hak orang lain pun memang ada dalam harta yang dimiliki. Harta apa pun yang diperoleh, tidak boleh dianggap sebagai milik mutlak bagi yang mengusahakannya dan yang mengumpulkannya. Bahkan infak dan sedekah (jariah, wakaf) itulah sebenarnya milik mutlak bagi kita dan sebagai tabungan untuk akhirat kelak. b) Menyucikan jiwa pemberi zakat dari sifat kikir (bakhtil). Sifat kikir bersaudara dengan sifat tamak, karena orang yang kikir berusaha agar hartanya tidak berkurang karena zakat, infak, dan sedekah. Apabila sudah tertanam kesadaran berzakat, berarti sifat kikir sudah mulai menjauh berkat iman dan takwa kepada Allah. Apabila sudah terbiasa menunaikan kewajiban (zakat), pada suatu saat akan terbiasa menginfakkan hartanya untuk kepentingan kemanusiaan dan fisabilillah. c) Membersihkan jiwa penerima zakat dari sifat dengki. Apabila terjadi kesenjangan yang terlalu besar dalam masyarakat, maka akan terjadi kecemburuan sosial. Agama Islam menyodorkan salah satu terapi untuk mengubah pikiran yang tidak benar tersebut, yaitu dengan jalan menyalurkan sebagian harta kekayaan orang kaya kepada orang miskin. Sehingga kecemburuan sosial, sifat dengki terhadap orang kaya akan hilang dari hati orang yang tidak punya. d) Membangun masyarakat yang lemah. Melihat kenyataan saat ini, kita masih merasa prihatin, sebagai contoh untuk membangun mesjid, terdapat masyarakat yang meminta sumbangan di pinggir jalan. Hal ini dapat dijadikan sebagai suatu pertanda, bahwa ekonomi masyarakat pada daerah tersebut masih lemah. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah melalui zakat (ibadah wajib), infak, dan sedekah. Perbedaan Zakat, Infak, dan Sedekah Secara harfiah antara zakat, infak, dan sedekah dapat dibedakan, tetapi hikmah dan tujuannya relatif sama. Zakat adalah pemberian harta yang dilakukan oleh seorang muslim dengan ketentuan tertentu, baik waktu maupun jumlahnya dan diberikan kepada golongan tertentu. Barang siapa yang melakukannya, Allah akan memberi pahala berlipatganda. Sebaliknya, jika meninggalkannya, maka siksa Allah akan menanti. Sedekah dan infak mempunyai arti yang sama, yaitu ibadah dengan cara memberikan sesuatu yang dimilikinya di jalan Allah. Sedekah dan infak tidak memiliki ketentuan jumlah, waktu, maupun penerimanya. Sedekah dan infak memiliki nilai yang sangat tinggi dihadapan Allah Swt. sehingga sudah sepantasnya apabila dilakukan oleh orang-orang yang beriman. Beda antara sedekah dan infak adalah sedekah lebih bersifat umum, sedangkan infak biasanya khusus menyangkut masalah uang atau materi. Untuk istilah kebaikannya, misalnya dengan senyum kepada saudaranya disebut sedekah sehingga ada ungkapan Nabi Saw. bahwa senyum terhadap saudara adalah sedekah. Kurang tepat jika dikatakan senyum kepada saudara adalah infak (Hafidhuddin dan Pramulya 2008). Menurut Prihatna (2005), dalam ajaran Islam, zakat infak dan sedekah (ZIS) mengandung pengertian yang sama dan acap kali digunakan secara bergantian
12 untuk maksud yang sama, yaitu berderma. Dalam ayat 60, QS. Al-Maidah, yang sering dirujuk sebagai ayat tentang kedermawaan, misalnya tidak menyebutkan istilah zakat melainkan sadaqa (sedekah). Namun penggunaan istilah dari zakat, infak dan sedekah mengandung makna yang khusus, dan juga digunakan secara berbeda zakat sering diartikan sebagai membelanjakan (mengeluarkan) harta yang sifatnya wajib dan salah satu rukun Islam serta berdasarkan perhitungan yang tertentu. Infak merujuk kepada pemberian yang bukan zakat, yang kadang kala jumlahnya lebih besar dari zakat. Biasanya dimaksudkan untuk kepentingan sabilillah, dalam arti peningkatan kapasitas sarana, misalnya, bantuan untuk masjid, madrasah, pondok pesantren, rumah sakit. Bantuan yang dikeluarkan untuk lembaga keumatan tersebut dikategorikan sebagai infak. Sedangkan sedekah biasanya derma dalam jumlah kecil. Menurut Al-Syaikh (2006) sedekah merupakan ungkapan cinta seseorang kepada Allah Swt. Sedekah tidak hanya terbatas pada harta saja. Segala perbuatan baik juga termasuk sedekah. Beberapa hadits yang menggambarkan macam-macam sedekah: “Mendamaikan diantara dua orang (yang bertikai) juga merupakan sedekah”.3 “Mengerjakan perbuatan baik dan menghindari perbuatan jahat adalah sedekah”. 4 “Engkau menemui saudaramu dengan wajah berseri dan menuangkan air dari timbamu untuk mengisi embernya adalah sedekah”.5 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang variabel-variabel yang memengaruhi kepatuhan menunaikan zakat: pendekatan kontinjensi oleh Aditya Rangga Yogatama dengan mengambil studi kasus di Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki variabel dependen adalah kepatuhan seorang muzakki dalam menunaikan kewajiban zakat. Zakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah zakat maal, yaitu zakat atas bagian kekayaan seseorang yang wajib dikeluarkan (Ali dalam Yogatama, 2009). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini diperkirakan memengaruhi kepatuhan seorang muzakki dalam menunaikan kewajiban zakat, antara lain: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, komitmen moral, orientasi nilai, kecenderungan risiko, pengetahuan zakat, keadilan zakat, kepatuhan orang lain, transparansi organisasi amil zakat, dan profesionalitas organisasi amil zakat. Menggunakan pendekatan tradisional dengan analisis logit, hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh signifikan secara statistik terhadap kepatuhan menunaikan zakat, yaitu tingkat pendapatan seseorang dan orientasinya terhadap nilai atau kehidupan yang lebih baik. Hasil estimasi dengan pendekatan kontinjensi tidak banyak menunjukkan perbedaan dengan pendekatan tradisional yang dijabarkan sebelumnya. Hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan menunaikan zakat, yaitu tingkat pendapatan seseorang dan orientasinya terhadap nilai atau kehidupan yang lebih baik. Saesahet (2009) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang memengaruhi pembayaran zakat masyarakat Provinsi Pattani Thailand Selatan dengan studi kasus di daerah Prigi. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembayaran zakat oleh masyarakat Prigi dengan menurunkan 3
Diriwayatkan Imam Muslim Diriwayatkan Imam Bukhari 5 Diriwayatkan Ahmad dan Al-Tirmidzi 4
13 variabel-variabel bebas berupa tingkat pendapatan, tingkat keagamaan, tingkat peran pesantren, manajemen pengelolaan zakat dan regulasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelima variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini berkontribusi dalam menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi pembayaran zakat sebesar 17.6%. Pengaruh tinggi diberikan oleh variabel tingkat pendapatan disusul kemudian oleh variabel keagamaan, variabel peran pesantren, variabel regulasi. Kontribusi terkecil diberikan oleh variabel tingkat manajemen. Penelitian tentang analisis faktor-faktor yang memengaruhi pembayaran zakat di Kota Palembang oleh Siti Zahrah Sariningrum pada tahun 2011 menyatakan bahwa dari hasil analisis faktor, diperoleh ada empat faktor yang melatarbelakangi seseorang dalam berzakat, yaitu keimanan, sosial, pemahaman agama, dan penghargaan. Faktor utamanya adalah faktor keimanan. Hasil analisis regresi logistik terhadap faktor-faktor yang memengaruhi pilihan organisasi zakat, diperoleh empat variabel yang berpengaruh nyata. Dari sisi karakteristik individu yaitu zakat sebagai upaya bersyukur dan kesadaran akan adanya hak orang lain. Sedangkan dari sisi karakteristik organisasi yang memengaruhi pilihan organisasi adalah sosialisasi melalui media massa dan media elektronik serta adanya pemotongan gaji langsung. Penelitian Mukhlis (2011) tentang analisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan membayar zakat: studi kasus Kabupaten Bogor. Dari hasil penelitian ini, diketahui sejumlah faktor yang membuat seseorang mau untuk membayar zakat, faktor-faktor tersebut adalah faktor keagamaan seperti iman, pemahaman agama, dan balasan, lalu ada juga faktor-faktor lainnya seperti kepedulian sosial, kepuasan diri, dan organisasi. Hal ini sekaligus memberikan arahan bahwa untuk meningkatkan penerimaan zakat, tidak hanya menekankan aspek keagamaan, tetapi ikut memerhatikan aspek sosial, kepuasan diri, dan organisasi. Jika faktor-faktor tersebut diurutkan dengan menggunakan composite index, maka hasilnya adalah sebagai berikut: (1) faktor keimanan, (2) faktor sosial, (3) faktor balasan, (4) faktor kepuasan diri, (5) faktor pemahaman agama, (6) faktor organisasi zakat, dan (7) faktor pujian. Dari hal ini didapatkan bahwa composite index terkecil ada pada faktor pujian, hal ini menunjukkan bahwa faktor pujian tidak memengaruhi individu secara dominan untuk membayar zakat. Seseorang yang membayar zakat menyadari bahwa tujuan mereka membayar zakat adalah untuk mencari ridho Allah bukan untuk mencari pujian dari manusia, atau agar disebut sebagai orang yang dermawan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Izzatul Mabniyyah Alhasanah (2011) tentang analisis diskriminan faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi berzakat berinfak dan pemilihan tempat membayar zakat (studi kasus: Kabupaten Brebes). Faktor yang memengaruhi partisipasi berzakat adalah faktor keimanan, faktor altruisme (kepekaan sosial), faktor penghargaan, faktor organisasi dan faktor pendapatan. Dari analisis diskriminan yang digunakan, faktor yang memengaruhi partisipasi rutin berinfak adalah faktor keimanan, faktor altruisme, faktor kepuasan, faktor pendidikan, frekuensi infak. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat pada taraf nyata 10 % adalah faktor pendidikan dan keberadaan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ). Penelitian Sutikno et al. tentang memaknai perilaku bersedekah (studi enomenologi pengalaman muzakki LAGZIS sabilit taqwa bululawang)
14 menggunakan pendekatan logika induktif, dimana sologisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan umum serta menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menyatakan bahwa fenomena kebiasan sedekah yang dilakukan informan yang berusaha untuk melakukannya secara terus menerus dan mengeluarkannya lebih banyak terhadap orang lain memberikan pembuktian bahwa tidak semua aktivitas mengkonsumsi barang/jasa yang dilakukan oleh seseorang bertujuan untuk dinikmati sendiri. Informan yang diteliti, melakukan aktivitas konsumsi selain bertujuan untuk memuaskan diri sendiri, juga bertujuan untuk memuaskan kepentingan orang lain, yaitu dengan cara bersedekah. Berdasarkan sintesa yang dibanguan oleh fenomena kebiasaan sedekah informan dan teori konsumsi yang menyatakan hukum penurunan utilitas marginal (law of diminising marginal utility), maka penulis merumuskan proposisi pertama dari kebiasaan sedekah informan dapat dirumuskan sebagai berikut: “Aktivitas konsumsi yang bertujuan untuk memuaskan diri sendiri dan untuk memuaskan orang lain, yaitu dengan cara bersedekah akan menyebabkan tidak berlakukanya law of diminishing marginal utility”. Hal ini disebabkan karena berbeda dengan kepuasaan yang bersifat individualis, mashlahah dari sedekah tidak hanya bisa dirasakan oleh individu namun bisa jadi dirasakan oleh konsumen yang lain. Dengan demikian selama orang miskin masih ada, maka para dermawan tidak akan pernah puas yang dia lakukan. Berdasarkan teori ekonomi konvensional hanya ada tiga faktor, yaitu ekonomi, sosial, dan budaya, penelitian ini memberikan kontribusi tambahan faktor agama yang berpengaruh pula pada pola konsusmi masyarakat. Sedekah yang bisa menjadi instrumen untuk distribusi pendapatan, sehingga tercipta kesejahteraan dan keharmonisan dalam masyarakat terjadi bukan karena faktor alamiah, tetapi terjadi karena faktor perintah agama. Rasanya tidak berlebihan jika penelitian ini mengajukan proposisi bahwa “sedekah sebagai konsep alternatif asuransi kesehatan dan musibah”.
Kerangka Pemikiran Kemiskinan merupakan masalah yang sudah mengakar di Indonesia, namun kemiskinan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja melainkan menjadi tanggung jawab seluruh masyakarat. Agama Islam sebagai agama mayoritas yang dianut di Indonesia menawarkan solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Kemiskinan disebabkan karena ketimpangan distribusi yang merupakan ketidakmerataan pendapatan yang diterima. Sejak awal solusi yang ditawarkan oleh Islam untuk mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan pembagian pendapatan yaitu dengan cara ZIS (zakat, infak, dan sedekah). Karena ZIS sesungguhnya merupakan bentuk transfer ekonomi dari kelompok the have (muzakki) kepada kelompok the have not (mustahik). Infak dapat mencegah terjadinya penumpukkan kekayaan pada suatu kelompok. Selain itu, infak (charity) menempati pos paling utama sehingga alokasi ini harus dikeluarkan paling awal apabila dibandingkan dengan debt, investment, pengeluaran rutin maupun lifestyle. Namun ternyata dana zakat maupun infak yang terkumpul belum sesuai dengan potensinya yang ada di Indonesia sehingga belum dapat mengatasi masalah kemiskinan, maka perlu diketahui apa saja faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak pada rumah tangga. Sehingga penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi alokasi rumah tangga.
15 Kemiskinan yang telah mengakar di Indonesia
Infak merupakan solusi yang sejak awal ditawarkan sesuai dengan ajaran agama Islam namun hingga saat ini tidak dapat memecahkan problema tersebut
Karakteristik sosial demografi ekonomi
Faktor-Faktor yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga : 1. Pekerjaan 2. Pendidikan 3. Pendapatan 4. Besar keluarga 5. Keimanan 6. Penghargaan 7. Altruisme 8. Kepuasan diri
Perilaku serta jumlah dana yang dialokasi untuk infak
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi ini dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu teknik penentuan dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008). Dengan
16 mempertimbangkan desa ini terletak di Provinsi Jawa Barat mengingat Provinsi Jawa Barat menempati urutan ketiga jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia serta desa ini memiliki potensi infak yang besar. Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga pertengahan April 2014. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama yang dipakai dalam penelitian ini, diambil dengan menggunakan metode wawancara dengan kuesioner. Data sekunder didapat dari pusat pemerintahan desa, literatur atau dokumen-dokumen baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan terkait tema penelitian. Metode Pengambilan Sampel Sampel adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sifat suatu kelompok yang lebih besar, atau bagian kecil yang mewakili kelompok atau keseluruhan yang lebih besar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode studi kasus (case study) melalui wawancara kepada warga Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor yang menjadi responden dengan menggunakan kuesioner. Populasi dari penelitian ini adalah warga Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Jumlah responden yang menjadi sample dalam penelitian ini berjumlah 60 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster sampling yaitu dengan cara mengambil secara acak kelompok-kelompok atau gerombol-gerombol unsur dari populasi yang bersangkutan kemudian memilih contoh dari seluruh anggota kelompok atau gerombolan yang terpilih tersebut (Juanda 2009). Cluster sampling yang digunakan berdasarkan jenis pekerjaan, agar data jenis pekerjaan yang diambil beragam. Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan dua alat analisis data, yaitu analisis deskriptif dan regresi linier berganda dengan menggunakan software SPSS 16. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2010 untuk tabulasi data. Metode deskriptif Metode deskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Travers dalam Sevilla et al. menyatakan tujuan utama kita dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Namun Gay dalam Sevilla et al. mendefinisikan metode penelitian deskriptif sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Menurut Sevilla et al. (1993), ada beberapa alasan menggunakan metode deskriptif. Salah satu di antaranya adalah bahwa metode ini telah digunakan secara luas dan dapat meliputi lebih banyak segi dibanding dengan metode-metode penyelidikan lain. Selain itu, metode ini banyak
17 memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan melalui pemberian informasi keadaan mutakhir dan dapat membantu kita dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berguna untuk pelaksanaan percobaan. Selanjutnya, metode ini dapat digunakan dalam menggambarkan keadaan-keadaan yang mungkin terdapat dalam situasi tertentu. Dalam penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik sosial demografi ekonomi serta perilaku berinfak dalam rumah tangga responden. Selain itu analisis deskriptif juga digunakan untuk menjelaskan hasil kuesioner. Data dari kuesioner yang telah disebar kepada responden akan disajikan dalam bentuk tabel-tabel sederhana yang akan dikelompokkan. Metode regresi linier berganda Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mencari faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap alokasi infak rumah tangga. Analisis regresi adalah ketergantungan satu variabel, variabel tak bebas, pada satu atau lebih variabel lain, variabel yang menjelaskan. Tujuannya untuk menaksirkan dan/atau meramalkan nilai-nilai rata-rata hitung (mean) atau nilai rata-rata variabel tak bebas atas dasar nilai tetap (fixed) variabel yang menjelaskan yang diketahui. Metode kuadrat terkecil biasa (Method of Ordinary Least Square, OLS) dapat dijelaskan melalui pendekatan (Gujarati dan Zain 1999). Berikut model regresi linier berganda dalam penelitian ini : Ln (Y) = βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ........ + βnXn + μi..........................(2) Keterangan : Y = = βo βj = X1 = X2 = X3 = X4 = X5 = X6 = X7 = X8 = D1 D2 D3 D4 D5
Alokasi infak rumah tangga (dalam nominal rupiah) Intersept Parameter regresi peubah bebas ke-j Keimanan (skor) Penghargaan (skor) Altruisme (skor) Kepuasaan diri (skor) Lama mendapatkan pendidikan (dalam tahun) Total pendapatan rumah tangga (dalam nominal rupiah per bulan) Jumlah tanggungan (orang) Dummy jenis pekerjaan utama = Petani = Pedagang = Buruh = Perangkat desa (pemerintahan) = Pengrajin sepatu/sendal
Dengan beberapa asumsi-asumsi yaitu: nilai yang diharapkan bersyarat (conditional expected value) dari μi tergantung pada Xi tertentu adalah 0 atau lebih kenal dengan tidak adanya multikolinearitas, tidak adanya korelasi berurutan atau dikenal dengan tidak adanya autokorelasi, varians μi untuk Xi (yaitu, varians bersyarat untuk μi) adalah suatu angka konstan positif yang sama dengan σ2 secara teknis menyatakan asumsi homoskedastisitas, setiap μi didistribusikan
18 secara normal atau disebut dengan normalitas. Terdapat pula batasan dan definisi operasional penelitian ini yang menjelaskan tentang variabel yang dianalisis dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut ini: 1. Keimanan Variabel keimanan berisi beberapa pernyataan yang diharapkan dapat menggambarkan keimanan responden seperti kebiasaan dalam menjalankan salat, puasa serta membaca Alquran kemudian dihitung menggunakan skor. Indikator variabel ini diambil berdasarkan surat AdzZariyat ayat 15-19 serta rukun Islam. Namun ternyata setelah dilakukan uji Pre-test, pertanyaan nomor 32 dan 33 tidak memenuhi uji validitas dan reabilitas untuk indikator tersebut. Lunn, et al. dalam Alhasanah (2001) sepakat bahwa salah satu keyakinan agama memiliki dampak terhadap seseorang untuk memberi. 2. Penghargaan Variabel penghargaan berisi beberapa pernyataan mengenai keuntungan terhadap diri sendiri serta penghargaan dari orang lain dan dihitung menggunakan skor. Indikator variabel tersebut diambil berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 261-262. Namun ternyata setelah dilakukan uji Pre-test, pertanyaan nomor 36 tidak memenuhi uji validitas dan reabilitas untuk indikator tersebut. 3. Altruisme (kepekaan sosial) Variabel kepekaan sosial berisi beberapa pernyataan kepekaan sosial dalam motivasi membayar infak dan dihitung menggunakan skor. Namun ternyata setelah dilakukan uji Pre-test, pertanyaan nomor 38 dan 39 tidak memenuhi uji validitas dan reabilitas untuk indikator tersebut. 4. Kepuasan diri Variabel kepuasan diri berisi beberapa pernyataan mengenai kepuasan tersendiri yang dirasakan oleh individu setelah berinfak dan dihitung menggunakan skor. Namun ternyata setelah dilakukan uji Pre-test, pertanyaan nomor 45 tidak memenuhi uji validitas dan reabilitas untuk indikator tersebut. 5. Lama mendapatkan pendidikan Lama mendapatkan pendidikan merupakan perhitungan pendidikan responden yang dimulai dari saat Sekolah Dasar dan dihitung menggunakan tahun. 6. Total pendapatan rumah tangga Total pendapatan adalah jumlah uang (dalam rupiah) yang didapatkan rumah tangga selama satu bulan. 7. Jumlah tanggungan Jumlah tanggungan adalah jumlah anggota keluarga yang biaya hidupnya ditanggung oleh kepala rumah tangga namun termasuk kepala keluarga. 8. Jenis pekerjaan utama Jenis pekerjaan adalah pekerjaan utama yang dikerjakan untuk mendapatan penghasilan setiap bulannya.
19
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Gambaran Umum Desa Pasir Eurih
Sumber : Kantor Desa Pasir Eurih Kabupaten Bogor (2014)
Gambar 4 Peta Penutupan Lahan Desa Pasir Eurih Kondisi Geografi Desa Pasir Eurih Desa Pasir Eurih terletak di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis desa ini terletak pada posisi 06o37‟10” – 06o38‟40” LS dan 106o42‟45” – 106o47‟25” BT. Desa Pasir Eurih termasuk ke dalam kawasan dengan iklim tropis basah dengan jumlah curah hujan rata-rata 3.500 - 4.500 mm/tahun atau 223 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 284 hari. Suhu harian minimum 20oC dan suhu harian maksimum 30oC dengan rata-rata tahunan 29oC. Kelembaban udara rata-rata 84%, dan intensitas penyinaran matahari rata-rata 65.1% dengan kecepatan angin rata-rata 2.5 km/jam. Curah hujan dan tingkat penyinaran matahari yang cukup tinggi berdampak positif terhadap produktivitas komoditi pertanian maupun perkebunan yang diusahakan, misalnya jenis tanaman padi yang memiliki luas 6 ha, sayuran dengan luas 3 ha, segon, jabon serta jamur tiram. Luas wilayah desa ini sebesar 285.394 hektar dan berada pada ketinggian 400-700 meter dari permukaan laut. Dari luas keseluruhan itu 131.7 hektar adalah lahan tanah sawah irigasi, lahan tanah kering sebesar 121.77 hektar, lahan daerah basah/kolam sebesar 7 hektar, lahan daerah hutan belukar sebesar 6 ha, lahan yang tersisa digunakan untuk lapangan olahraga serta pemakaman.
20 Wilayah Desa Pasir Eurih mempunyai batas-batas sebagai berikut : Sebelah Utara : Desa Parakan Sebelah Timur : Desa Sirnagalih Sebelah Selatan : Desa Tamansari Sebelah Barat : Desa Sukaresmi Secara administratif Desa Pasir terdiri dari 4 dusun/lingkungan yaitu Sindang Barang, Pasir Eurih, Dukuh Menteng dan Batu Karut. Selain itu, Desa Pasir Eurih juga terdiri dari 14 Rukun Warga (RW) serta 57 Rukun Tetangga (RT). Desa ini memiliki 2 pusat pemerintahan kelurahan yang terletak di Kampung Pasir Eurih dan Sindang Barang. Jarak dari pusat pemerintahan ke kecamatan 1 km, ke kabupaten 35 km, ke provinsi 142 km, sedangkan jarak dari pusat pemerintahan ke ibukota negara 78 km sehingga Desa Pasir Eurih termasuk desa yang mudah dijangkau dan mudah diakses oleh kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Kondisi Demografi Desa Pasir Eurih Jumlah penduduk Desa Pasir Eurih pada tahun 2013 tercatat 11,223 jiwa, terdiri dari 5,805 jiwa penduduk laki-laki dan 5,418 jiwa penduduk perempuan. Namun untuk jumlah Kepala Keluarga (KK) yang tercatat sebanyak 2,997 keluarga. Mayoritas penduduk di desa ini memeluk agama Islam, dari keseluruhan jumlah penduduk sebanyak 10,913 jiwa atau sekitar 97% beragama Islam sedangkan sisanya memeluk agama Protestan sebanyak 212 jiwa dan 98 jiwa memeluk agama Katolik. Terdapat pula data penyebaran penduduk berdasarkan usia seperti Tabel 3 di bawah ini. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa usia 0-4 tahun mendominasi penyebaran pendudukan, hal ini dapat disebabkan karena tingginya jumlah kelahiran dalam 4 tahun terakhir sehingga menyebabkan ledakan jumlah penduduk. Tabel 3 Penyebaran Penduduk Berdasarkan Usia di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Usia (tahun) 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60 ke atas Sumber : http://www.prodeskel.pmd.kemdagri.go.id
Jumlah Penduduk (jiwa) 1,628 1,095 1,085 1,043 1,054 848 937 870 736 604 460 442 421
21 Tingkat pendidikan penduduk di Desa Pasir Eurih tergolong sangat rendah. Di desa ini bahkan masih terdapat warga yang buta huruf sekitar 17 jiwa dan 4,952 jiwa tidak tamat sekolah. Mayoritas penduduk hanya tamat Sekolah Dasar (SD)/sederajat sebanyak 2,208 jiwa. Sedangkan untuk tamatan SLTP/sederajat sebanyak 1,687 jiwa, tamatan SLTA/sederajat 1,062 jiwa, tamatan akademik/sederajat 59 jiwa serta tamatan perguruan tinggi/sederajat 188 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan bukan merupakan prioritas yang diutamakan bagi masyarakat setempat dan masyarakat belum menyadari pentingnya pendidikan. Padahal di desa ini sudah tersedia beberapa sarana pendidikan misalnya seperti 1 buah TK (Taman Kanak-Kanak) dengan 18 murid dan 3 guru, 3 buah SDN (Sekolah Dasar Negeri) dengan 1,244 murid dan 36 guru serta 2 buah Sekolah Dasar Umum/Islam dengan 1 murid dan 4 guru. Selain itu terdapat pula 2 buah tempat kursus-kursus keterampilan dengan 23 murid dan 3 guru. Perekonomian di Desa Pasir Eurih dapat dikatakan cukup baik karena 90% penduduk Desa Pasir Eurih bekerja sebagai pekerja industri rumah tangga sepatu dan sendal, selain itu di desa ini terdapat 1 buah cagar budaya. Untuk jumlah koperasi simpan pinjam sebanyak 12 kelompok, selain itu terdapat pula pasar semi permanen 7 buah serta warung/toko/kios sebanyak 64 buah. Industri rumah tangga yang terdapat di desa ini sebanyak 291 buah dengan jumlah tenaga kerja 1,310 jiwa, selain itu terdapat juga industri kecil 5 buah yang dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 96 jiwa. Dan terdapat pula 1 buah rumah makan yang menyerap 4 tenaga kerja, perdagangan 200 buah dengan 40 tenaga kerja serta jasa angkutan 46 buah dengan tenaga kerja 56 jiwa. Pembangunan di Desa Pasir Eurih dapat dikatakan sangat baik. Berdasarkan data monografi tahun 2013 terdapat 11 jalan, 3 jembatan, 9 goronggorong serta 2 irigasi yang akan dibangun. Untuk bidang pendidikan akan dibangun 1 TK (Taman Kanak-Kanak), 2 PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), 3 MD (Madrasah Diniyah), 3 SD (Sekolah Dasar) serta 3 pondok pesantren. Dalam bidang kesehatan akan dibangun 1 puskesmas pembantu, 2 rumah bersalin, serta 14 posyandu sedangkan saat ini sudah terdapat 1 puskesmas, 1 puskesmas pembantu serta 14 posyandu. Selain itu pada bidang keagaman akan dibangun 13 masjid, 8 mushola serta 6 majelis taklim padahal saat ini di Desa Pasir Eurih sudah terdapat 15 buah masjid dan 59 mushola. Selain itu, terdapat 2 buah pembangunan dalam pengembangan dunia usaha. Pembiayaan pembangunan yang diberikan oleh kabupaten untuk proyek di sekitar wilayah kecamatan pada tahun 2011 sebesar Rp50 000 000 sedangkan dana swadaya masyarakat terkumpul pada tahun tersebut sebesar Rp14 000 000 sehingga totalnya sebesar Rp64 000 000.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden dan Kepala Keluarga Karakteristik responden serta kepala keluarga ini merupakan hasil wawancara terhadap 60 responden di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Karakteristik responden dilihat dari kondisi demografi yakni jenis kelamin responden seperti pada Gambar 5 di bawah ini :
22
Jenis Kelamin Responden
Laki-laki 42% Perempuan 58%
Sumber : Data Primer 2013 (diolah)
Gambar 5 Jenis Kelamin Responden Penelitian Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa mayoritas responden yang ditemui adalah perempuan sekitar 58% atau 35 jiwa, sedangkan sisanya sekitar 42% atau 25 jiwa adalah laki-laki. Hal ini disebabkan karena Ibu rumah tangga lebih mudah ditemui di rumah pada siang hari selain itu untuk urusan rumah tangga perempun lebih mengetahui apabila dibandingan dengan laki-laki khususnya untuk pertanyaan pengeluaran yang digunakan sebagai proksi terhadap pendapatan rumah tangga tersebut. Serta terdapat juga karakteristik kepala keluarga seperti usia, lama pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan serta pendapatan per bulan seperti dapat dilihat pada kondisi demografi sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4 di halaman berikut. Dapat dilihat berdasarkan Tabel 4 mayoritas kepala keluarga responden berusia 30 sampai 39 tahun sekitar 46% atau sebanyak 28 jiwa dan usia 40 sampai 49 tahun sekitar 25% atau sebanyak 15 jiwa. Usia kepala keluarga yang paling banyak diwawancarai berusia 32 tahun dan 35 tahun, berturut-turut sebanyak 6 jiwa dan 5 jiwa. Apabila dilihat dari sisi pendidikan terdapat sekitar 70% atau sebanyak 42 jiwa kepala keluarga hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) atau bahkan dibawahnya, urutan selanjutnya adalah kepala keluarga dengan pendidikan akhir SMA (Sekolah Menengah Atas) sekitar 15% atau sebanyak 9 jiwa kepala keluarga, kepala keluarga dengan pendidikan akhir SMP (Sekolah Menengah Pertama) sekitar 12% atau 7 jiwa dan kepala keluarga dengan pendidikan akhir kuliah hanya sekitar 3% atau hanya sebanyak 2 jiwa kepala keluarga. Lama mendapatkan pendidikan yang paling banyak dilalui oleh kepala keluarga di Desa Pasir Eurih adalah 6 tahun sebanyak 28 jiwa. Hal ini mencerminkan bahwa masyarakat Desa Pasir Eurih belum menyadari pentingnya pendidikan sehingga tidak meletakkan pendidikan sebagai prioritas yang utama. Keadaan seperti ini dapat disebabkan karena mayoritas pekerjaan di Desa Pasir Eurih adalah pengrajin sepatu atau sendal sehingga masyarakat menganggap untuk mendapatkan uang atau mencari nafkah tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. Dengan pandangan yang seperti itu, pola pikir masyarakat tidak akan dapat berkembang dan keadaan di desa ini tidak dapat meningkat sehingga taraf hidup pun tidak dapat meningkat.
23 Tabel 4 Demografi Kepala Keluarga Penelitian di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Jumlah (jiwa) 4 28 15 13 42
Persentase (%) 7 46 25 22 70
7 9 2 1 3 20 2 24 10 5 19 20 10 4 2 5
12 15 3 2 5 33 3 40 17 8 32 33 17 7 3 8
Rp 500 ribu–
20
33
Rp 1.5 juta –< Rp 2.5 juta
18
30
Rp 2.5 juta–
11
19
6
10
Variabel Usia
Tingkat pendidikan
Pekerjaan
Jumlah tanggungan
Pendapatan per bulan
Dibawah 30 tahun 30-39 40-49 50 atau lebih Lulus SD atau dibawahnya Pendidikan Akhir SMP Pendidikan Akhir SMA Pendidikan Akhir kuliah Petani Pedagang Buruh Perangkat desa Pengrajin sepatu/sandal Lainnya 2 3 4 5 6 7 < Rp 500.000
>Rp 5 juta Sumber : Data Primer 2014 (diolah)
Selain itu apabila ditinjau dari aspek pekerjaan, terdapat 40% kepala keluarga responden bekerja sebagai pengrajin sepatu/sendal dan 33% bekerja sebagai buruh, buruh yang dimaksud dalam hal ini kebanyakan adalah buruh sepatu/sendal karena 90% masyarakat Desa Pasir Eurih bermata pencaharian dari industri rumah tangga sepatu/sendal. Selanjutnya apabila ditinjau dari jumlah tanggungan atau dapat disebut dengan besar keluarga, responden paling banyak didominasi oleh keluarga dengan besar keluarga sebanyak 4 dan 3 jiwa namun keduanya hanya selisih sedikit yaitu berturut-turut sebanyak 20 dan 19 keluarga. Selanjutnya dari sisi pendapatan, Desa Pasir Eurih didominasi oleh keluarga dengan total pendapatan diantara Rp 500 ribu sampai dengan di bawah Rp 1.5 juta sebanyak 20 responden atau sekitar 33%. Kemudian diikuti oleh penghasilan kepala keluarga responden sebesar Rp 1.5 juta sampai dengan di bawah Rp 2.5
24 juta yang diwakili oleh 30%. Total pendapatan rumah tangga paling besar di desa ini sebesar Rp8 275 000 per bulannya. Total pendapatan yang diperoleh rumah tangga di Desa Pasir Eurih paling banyak berjumlah Rp 2 juta karena tercatat 10 rumah tangga memiliki pendapatan sebesar Rp 2 juta per bulannya. Namun terdapat juga pendapatan per kepala keluarga yang masih sangat minim yaitu di bawah Rp 500 ribu sebanyak 5 keluarga atau sekitar 8% dari total seluruh responden. Rata-rata pendapatan masyarakat di desa ini dalam satu bulan yaitu sebesar Rp2 209 250. Dengan rata-rata pendapatan tersebut, dapat diketahui bahwa pendapatan rumah tangga responden belum mencapai nishab zakat profesi dan masih tergolong tidak berlebih (hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari). Nishab pendapatan setara dengan 524 kg beras, apabila dikonversi dengan harga beras Rp7 000 maka akan didapatkan bahwa batas wajib zakat pendapatan adalah sebesar Rp3 668 000, dari 60 rumah tangga ternyata hanya terdapat 11 rumah tangga yang sudah tergolong wajib zakat namun masyarakat Desa Pasir Eurih sudah mengalokasikan infak dengan baik walaupun dapat dikatakan keadaan masyarakat masih dalam keadaan sempit. Karakteristik keluarga selanjutnya dapat dilihat dari kepemilikan aset keluarga di Desa Pasir Eurih. Kepemilikan aset di Desa Pasir Eurih sudah cukup baik seperti dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5 Kepemilikan Aset Responden Penelitian di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Aset Rumah Emas Motor Tanah/sawah Tidak Memilik Aset Apapun
Jumlah Pemilik (jiwa)
Persentase (%) 54 17 35 16 3
90 28 58 27 5
Sumber : Data Primer 2014 (diolah)
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa sekitar 90% atau sebanyak 54 responden sudah memiliki aset berupa rumah bahkan sekitar 58% sudah memiliki kendaraan bermotor roda dua dan responden yang sudah memiliki emas sebanyak 17 responden serta responden yang memiliki aset berupa tanah/sawah sebanyak 16 responden atau sekitar 27%. Namun di desa ini masih terdapat sekitar 5% atau sebanyak 3 kepala keluarga tidak memiliki aset apapun. Selain itu dapat dilihat juga bahwa tidak ada satu pun warga Desa Pasir Eurih yang memiliki kendaraan bermotor roda empat. Namun ternyata kebiasaan warga dalam menabung atau menyisihkan sebagian pendapatannya untuk disimpan sudah sangat baik. Berdasarkan hasil lapang, sebanyak 80% atau 48 responden rutin menyisihkan pendapatan setiap minggu. Mayoritas masyarakatdi desa ini menyisihan pendapatan untuk ditabung dengan cara mengikuti arisan, dapat dilihat seperti gambar di bawah ini:
25
Sarana Menabung (dari 48 Responden yang Menabung)
(Jiwa)
40 35 30 25 20 15 10
5
9
35
Bank
Arisan
3
1
2
2
Koperasi
Posdaya
Lainnya
0 Celengan
Sumber : Data Primer 2014 (diolah)
Gambar 6 Sarana Menabung Responden Penelitian di Desa Pasir Eurih, Kecamatam Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa dari 48 responden yang rutin menabung sebanyak 35 jiwa atau sekitar 73% menabung melalui sistem/metode arisan. Sistem arisan memang populer di desa ini. Warga yang mengikuti sistem ini, dengan sukarela mengalokasikan pendapatannya untuk kegiatan ini bahkan dana yang dialokasikan untuk mengikuti arisan dapat dikatakan tinggi. Nominal uang paling tinggi yang disisihkan dengan menggunakan sistem arisan adalah 2 juta rupiah per bulannya, padahal pendapatan per bulannya hanya 5 juta rupiah. Sistem arisan di desa ini biasanya menggunakan periode per minggu. Namun disisi lain dari gambar di atas, dapat juga dilihat bahwa hanya sedikit responden yang menabung menggunakan bank sebagai fasilitatornya. Hanya 9 jiwa atau sekitar 19% warga yang menabung menggunakan bank. Minimnya masyarakat yang menggunakan bank sebagai tempat menabung dapat dikaitkan dengan data jumlah kepemilikan rekening di desa ini seperti pada gambar di bawah ini:
Kepemilikan Rekening 23%
77%
Memiliki Rekening (100% Konvensional) Tidak Memiliki Rekening
Sumber : Data Primer 2014 (diolah)
Gambar 7 Kepemilikan Rekening Responden Penelitian di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
26 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor tidak memiliki rekening di bank. Sekitar 77% atau 46 jiwa tidak memiliki rekening. Bahkan ada beberapa warga yang tidak memiliki rekening namun untuk menabung mereka menitipkan uang melalui rekening saudaranya. Sedangkan sekitar 23% atau 14 responden memiliki rekening di bank. Namun dari 14 responden yang memiliki rekening, seluruhnya memiliki rekening di bank konvensional seperti Mandiri atau BRI. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa bank syariah belum dikenal atau belum dijadikan pilihan untuk menabung oleh masyarakat di desa ini. Namun di desa ini sudah ada salah satu usaha yang menggunakan sistem pembiayaan syariah untuk mendapatkan modal atau membesarkan usahanya. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga Untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia khususnya di daerah Bogor dapat dilakukan dengan pemerataan pendapatan sehingga tidak terjadi ketimpangan ekonomi. Infak dapat dijadikan alternatif yang tepat, mengingat mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS) menggunakan data yang diambil secara primer. Hasil olahan data dengan model OLS pada penelitian ini telah memenuhi seluruh asumsi klasik, yaitu asumsi normalitas, heteroskedastisitas, autokorelasi maupun multikolinearitas. Hal ini dibuktikan oleh nilai probabilitas (uji Kolmogorov-Smirnov), nilai probabilitas (uji Glejser), nilai Runs Test serta nilai VIF (Varian Inflated Factor). Dari hasil regresi, pada taraf nyata 10%, terdapat tiga variabel yang berbeda nyata yaitu altruisme, pendapatan dan pendidikan. Namun pada taraf nyata 5% hanya terdapat dua variabel yang berbeda nyata, yaitu altruisme serta pendapatan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga Variabel
Model OLS
Koefisien Konstanta 5.022 Keimanan -0.026 Penghargaan 0.273 Altruisme 0.211 Kepuasaan diri 0.083 D1 -1.225 D2 0.759 D3 0.205 D4 -0.267 D5 0.500 Pendidikan 0.088 Pendapatan 2.014x10-7 Jumlah tanggungan -0.099 Keterangan : *Signifikan pada taraf nyata 10% **Signifikan pada taraf nyata 5%
P-value 0.007 0.574 0.176 0.045** 0.526 0.272 0.257 0.617 0.738 0.206 0.077* 0.035** 0.391
27 Altruisme (kepekaan sosial) memiliki pengaruh positif terhadap besarnya alokasi infak rumah tangga sehingga memiliki arti apabila kepekaan sosial responden meningkat maka alokasi infak rumah tangga responden pun semakin tinggi. Nilai koefisien parameter altruisme sebesar 0.211 dan signifikan pada taraf nyata 5%. Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan altruisme sebesar satu satuan akan meningkatkan nilai ln (Y) atau nilai ln dari alokasi infak rumah tangga sebesar 0.211. Apabila dilakukan transformasi balik dan jika dimisalkan kepekaan sosial meningkat satu satuan dan lainnya dianggap nol, maka nilai perubahan alokasi infak adalah sebesar 44.01 rupiah. Variabel pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap besarnya alokasi infak rumah tangga sehingga memiliki arti apabila tingkat pendidikan kepala rumah tangga responden meningkat maka alokasi infak rumah tangga responden pun semakin tinggi. Nilai koefisien parameter pendidikan sebesar 0.088 dan signifikan pada taraf nyata 10%. Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan pendidikan sebanyak satu tahun akan meningkatkan nilai ln (Y) atau nilai ln dari alokasi infak rumah tangga sebesar 0.088. Apabila dilakukan transformasi balik dan jika dimisalkan pendidikan meningkat satu tahun dan lainnya dianggap nol, maka nilai perubahan alokasi infak adalah sebesar 15.24 rupiah. Hal ini sesuai dengan penelitian Alhasanah (2011) yang menyatakan bahwa responden dengan pendidikan akhir lebih tinggi, persentase membayar infak secara rutin lebih besar. Variabel pendapatan memiliki pengaruh positif terhadap besarnya alokasi infak rumah tangga sehingga memiliki arti apabila total pendapatan rumah tangga meningkat maka alokasi infak rumah tangga pun semakin tinggi. Nilai koefisien parameter pendapatan sebesar 2.014x10-7 dan siginifikan pada taraf nyata 5%. Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan pendapatan sebesar satu rupiah akan meningkatkan nilai ln (Y) atau nilai ln dari alokasi infak rumah tangga sebesar 2.014x10-7 atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa peningkatan pendapatan sebesar satu juta rupiah akan meningkatkan nilai ln(Y) sebesar 0.2014. Apabila dilakukan transformasi balik dan jika dimisalkan pendapatan meningkat satu juta rupiah dan lainnya dianggap nol, maka nilai perubahan alokasi infak adalah sebesar 41.40 rupiah. Hal ini sesuai dengan penelitian Hughes dan Luksetich dalam Sutikno et al., yang menyatakan bahwa pendapatan permanen keluarga memiliki efek yang positif kuat dan signifikan secara statistik terhadap total amal sedekah keluarga. Variabel yang dianggap sangat memengaruhi perilaku seseorang dalam mengeluarkan zakat, infak, maupun sedekah (ZIS) yaitu karena faktor keimanan. Seperti halnya dalam penelitian Sariningrum (2011) yang menyatakan bahwa keimanan merupakan faktor utama yang menjadi alasan seseorang untuk berzakat. Namun dalam penelitian ini, keimanan tidak berpengaruh nyata terhadap alokasi infak rumah tangga. Berdasarkan hasil lapang, warga Desa Pasir Eurih memang mengeluarkan infak bukan karena mereka memiliki tingkat kereligiusan yang baik dalam kehidupannya. Melainkan mungkin karena nilai kereligiusan yang sedang meningkat apabila sedang melaksanakan solat Jumat serta sedang mengikuti kegiatan pengajian selain itu karena nilai gotong royong yang lebih dominan dalam sikap masyarakat. Keinginan masyarakat dalam membantu orang lain serta kepekaan sosial di desa ini sangat tinggi.
28 Variabel-variabel yang lainnya yang tidak berpengaruh nyata pada penelitian ini yaitu seperti penghargaan, kepuasan diri, dummy pekerjaan dan jumlah tanggungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rumah tangga di Desa Pasir Eurih dalam mengalokasikan infak tidak dipengaruhi oleh variabel-variabel tersebut. Misalnya penghargaan, masyarakat di wilayah tersebut menginfakkan pendapatannya bukan untuk dilihat atau dihargai oleh orang lain. Selain itu alasan utamanya juga bukan hanya untuk merasakan kepuasaan tersendiri apabila telah mengeluarkan infak, sehingga dapat dilihat bahwa variabel kepuasaan diri tidak berpengaruh secara nyata. Tidak signifikannya dummy pekerjaan memiliki arti bahwa apapun pekerjaan masyarakat di desa ini, ternyata tidak memengaruhi alokasi infak rumah tangga tersebut. Selanjutnya tidak signifikannya jumlah tanggungan dalam penelitian ini, dapat disebabkan karena terlalu homogennya data jumlah tanggungan di desa ini, karena mayoritas jumlah tanggungan per kepala keluarga di desa ini adalah 3 atau 4 jiwa. Hasil dari penelitian ini telah diuji dengan uji ANOVA untuk mengetahui kelayakan model. Dan nilai p-value menunjukkan angka 0.001, nilai tersebut lebih kecil apabila dibandingkan dengan 0.10 sehingga dapat dikatakan bahwa model ini layak untuk digunakan. Hasil selanjutnya menunjukkan nilai R-square sebesar 46.80 yang artinya 46.80% keragamaan alokasi infak dapat dijelaskan oleh masing-masing variabel penjelas dalam model sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Perilaku Pengalokasian Infak Rumah Tangga Infak memiliki ruang lingkup yang lebih luas apabila dibandingkan dengan zakat. Maka infak dapat diberikan kepada siapa pun namun dalam bentuk materi. Di bawah ini terdapat data responden yang sering menyalurkan infak kepada kategori-kategori penerima infak di bawah ini:
Tabel 7 Sasaran Infak Responden Penelitian di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Penerima infak
Jumlah responden (jiwa)
Pengemis/Pengamen Saudara/Keluarga Yatim Piatu Kotak Infak Orang Tua Lainnya
19 12 16 53 6 2
Persentase responden (%) 18 11 15 49 5 2
Sumber : Data Primer (2014) diolah
Dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyalurkan infak melalui kotak amal. Dari 60 responden yang diwawancarai terdapat 53 jiwa atau 49% rutin memberikan infak melalui kotak amal. Hal ini sesuai dengan penelitian Alhasanah (2011) yang menyatakan bahwa sebagian besar responden yang rutin
29 berinfak adalah responden yang mengikuti majelis taklim atau kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungannya. Ini karena dalam majelis taklim atau kegiatan sosial tersebut ada infak yang secara rutin dikeluarkan untuk kelancaran kegiatan tersebut. Namun terdapat pula responden yang memberikan langsung kepada pengemis maupun pengamen sebanyak 19 jiwa atau sekitar 18%. Infak dapat diberikan kepada siapa saja, bahkan menafkahi orang tua pun termasuk dalam berinfak seperti dijelaskan dalam potongan QS. al-Baqarah ayat 215 sebagai berikut “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibubapak.....” potongan ayat tersebut hanya menyebutkan prioritas donasi ditujukan pada golongan-golongan tersebut, selain orang tua terdapat kaum kerabat, anakanak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Berdasarkan hasil data lapang, dari 60 responden terdapat 6 jiwa yang dengan rutin menafkahi orang tuanya setiap bulan. Nominal yang diberikan setiap bulannya berbeda-beda tergantung pendapatan yang diperoleh. Selain 6 responden yang dengan rutin menafkahi orang tua tersebut, terdapat pula responden lain yang akan selalu memberi kepada orang tua apabila mendapatkan pemasukan lebih. Selain itu terdapat 16 responden memilih menyalurkan infak langsung kepada anak yatim. Tabel 8 Data Infak Responden Penelitian di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Data infak (per bulan) Nilai Minimum Nilai Rata-rata Nilai Maksimum Total Infak
Nominal (rupiah) 4 000 68 033 1 000 000 4 082 000
Sumber : Data Primer (2014) diolah
Tabel 8 menunjukkan bahwa potensi infak sebenarnya sangat tinggi, dalam satu bulan hanya dari 60 orang yang mayoritas memiliki pendapatan di bawah nishab zakat atau belum wajib zakat, infak yang terkumpul sebesar Rp 4 082 000 ini dapat menjadi pacuan untuk orang perkotaan atau orang yang sudah mencapai batas nisbah zakat, bahwa masyarakat desa yang sedang dalam keadaan sempit saja gemar menginfakkan hartanya. Nominal yang paling sering dialokasikan per rumah tangga adalah 8 ribu rupiah per bulan dengan cara melalui kotak infak, warga biasanya dalam satu minggu mengeluarkan infak sebesar 2 ribu rupiah. Mayoritas masyarakat Desa Pasir Eurih mengeluarkan infak dengan periode per minggu melalui kotak infak setiap solat Jumat maupun saat pengajian atau majelis taklim. Dari 60 responden terdapat 4 responden atau hanya sekitar 7% yang mengeluarkan infak dengan periode per bulan. Hal ini sesuai dengan pemaparan Alhanasah (2011) yang menyatakan bahwa periode membayar infak yang lebih banyak dipilih oleh responden adalah per minggu baik dilihat dari sisi pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Periode per minggu dipilih sebagai waktu yang ideal untuk membayar infak karena bisa disalurkan pada saat pelaksanaan solat Jumat dan adanya pemikiran dengan jumlah total infak yang sama, infak akan terasa lebih ringan dikeluarkan per minggu dibandingan sekaligus pada setiap bulan.
30 Tabel 9 Jumlah Rata-Rata Infak Per Orang dalam Satu Bulan Responden Penelitian di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Variabel Tingkat Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan per bulan
Lulus SD atau dibawahnya Pendidikan Akhir SMP Pendidikan Akhir SMA Pendidikan Akhir kuliah Petani Pedagang Buruh Perangkat desa Pengrajin sepatu/sendal Lainnya